PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUMBER KALSIUM DAN FOSFOR UNTUK MENINGKATKAN NILAI GIZI MAKRON KENARI
AHMAD THALIB
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
1
ABSTRACT AHMAD THALIB (C351060021). Utilization Fishbone Flour of Madidihang (Thunnus albacares) as Source Calcium and Phosphorus to Improve Nutrients Value of Canary Macron. Supervised by JOKO SANTOSO and BUSTAMI IBRAHIM. It is well known that madidihang fishbone contains a high number of mineral especially Ca and P; however, this fishbone also has high contents of protein and fat. Three types of boiling solutions i.e. water, acetic acid and chloric acid were performed in order to reduce the protein and fat contents prior to be processed become powder. Mainly the physico-chemical characteristics of madidihang fishbone powder were not affected significantly by boiling solutions; however, boiling in acetic acid produced the highest percent solubility of Ca and P. Based on organoleptic test (scoring test), adding 0,8% and 1,6% of madidihang fishbone powder into canary macron products namely formulas A2 and A4 respectively gave the high average values of color, flavor and taste; and they also had the higher values of appearance, taste, color and crispiners in comparison to commercial product. Canary macron formulas A2 and A4 contained high number of Ca and P and significantly different with control and commercial product, they also had the highest percent solubility of Ca and P. Keywords: calcium, fishbone powder, macron canary, mineral solubilty, phosphorus
2
RINGKASAN AHMAD THALIB (C351060021). Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Madidihang (Thunnus albacares) sebagai Sumber Kalsium dan Fosfor untuk Meningkatkan Nilai Gizi Makron Kenari. Dibimbing oleh JOKO SANTOSO dan BUSTAMI IBRAHIM. Sumberdaya perikanan di Indonesia cukup besar termasuk limbah tulang ikan yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal limbah tersebut dapat diolah sehingga memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Limbah dari tulang ikan madidihang memiliki kandungan mineral terutama kalsium dan fosfor yang cukup tinggi. Oleh karena itu untuk memanfaatkan limbah tulang ikan tersebut maka dilakukanlah penelitian yang bertujuan untuk mempelajari pengaruh media perebusan tulang ikan dengan menggunakan air, asam asetat dan asam klorida, menganalisis karakteristik fisiko-kimia solubilitas kalsium dan fosfor termasuk kandungan gizinya. Ketiga jenis media perebusan tersebut digunakan untuk mengurangi kandungan lemak dan protein pada tulang ikan. Tepung tulang ikan madidihang yang dikurangi kandungan lemak dan protein selanjutnya ditambahkan ke dalam produk makron kenari. Karakteristik fisiko kimia tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan tidak dipengaruhi secara nyata oleh media perebusan, tetapi perebusan dalam asam asetat menghasilkan persen kelarutan Ca dan P tertinggi. Kandungan gizi daging buah kenari adalah sebagai berikut air 6,56%; abu 3,46%; protein 13,29%; lemak 61,98%; Ca 0,04%; P; 0,69% dan serat pangan 15,22%. Berdasarkan hasil uji organoleptik dengan metode uji skoring, penambahan tepung tulang ikan madidihang 0,8% dan 1,6% pada produk makron kenari formula memberikan nilai rataan lebih tinggi terhadap parameter penampakan, warna, aroma, tesktur dan rasa dibandingkan dengan makron kenari komersial. Karakteristik fisiko-kimia makron kenari A2 dan A4 menyerupai makron kenari komersial. Makron kenari formulasi A2 dan A4 memiliki kandungan kalsium dan fosfor yang tinggi dibandingkan dengan produk komersial termasuk persen solubilitas Ca dan P. Mengkonsumsi 6 keping makron kenari (36 g) formula A2 dapat menyumbang kebutuhan Ca dan P sebesar 18,05% dan 28,94%; sedangkan makron kenari A4 sebesar 18,24% dan 35,82% dengan asumsi semua Ca dan P dapat diserap oleh tubuh dengan baik. Kata kunci: fosfor, kalsium, kelarutan mineral, makron kenari, tepung tulang ikan
3
PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUMBER KALSIUM DAN FOSFOR UNTUK MENINGKATKAN NILAI GIZI MAKRON KENARI
AHMAD THALIB
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
4
© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
5
Judul Tesis
: Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Madidihang (Thunnus albacares) sebagai Sumber Kalsium dan Fosfor untuk Meningkatkan Nilai Gizi Makron Kenari
Nama
: Ahmad Thalib
NPM
: C351060021
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Joko Santoso, M.Si Ketua
Dr.Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan
Dr.Ir. Sri Purwaningsih, M.Si
Tanggal Ujian: 5 Januari 2009
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Lulus: .......................... 2009
6
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Ir. Wini Trilaksani, M.Sc
7
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah, SWT yang telah memberikan rahmat taufik dan inayahnya sehingga penulisan tesis dengan judul ”Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Madidihang (Thunnus albacares) sebagai Sumber Kalsium dan Fosfor untuk Meningkatkan Nilai Gizi Makron Kenari” dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan secara khusus kepada Dr.Ir. Joko Santoso, M.Si sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr.Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc sebagai anggota komisi pembimbing atas segala waktu, kebijaksanaan, tuntunan, kesabaran serta masukan mulai dari rencana judul penelitian hingga penulisan tesis ini. Penyusunan tesis ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Rektor Universitas Muhammadiyah Maluku Utara yang telah memberikan ijin dan bantuan materiil maupun moril kepada penulis untuk melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana IPB. 2. Pemda Propinsi Maluku Utara atas bantuan dana yang sangat membantu penulis dalam melaksanakan penelitian. 3. Pemda Kabupaten Halmahera Selatan yang telah memberikan bantuan dana untuk pendidikan. 4. Ir. Wini Trilaksani, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan guna penyempurnaan tesis ini. 5. Istriku tercinta Nurdewi Rizka, SP dan anakku tersayang Ummul Zahra Fadlillah yang telah sabar dan tabah menanti serta memberikan doa dan suport kepada penulis dalam menyelesaikan studi di IPB. 6. Ayahanda, ibunda, nenek haji dan adik-adikku serta semua keluarga besar di Ternate, yang telah memberikan bantuan, dorongan dan doanya untuk penulis. 7. Papa Noh Muhammad, BA dan Mama Bea serta Om Man, Iron, Ni, Ri, Malik serta keponakan-keponakanku yang telah memberikan dorongan, nasehat, semangat, doa serta bantuannya selama penulis berada di Bogor.
8
8. Teman-teman S2 THP angkatan ’06 yang selalu kompak dan selalu semangat serta kebersamaan yang terjalin erat selama ini. 9. Teman-teman dari UMMU (Pa Andi, Pa Rusman, dan Pa Sidkun) untuk segala bantuan dan dukungan serta kebersamaannya selama dalam proses perkuliahan sampai penulisan tesis ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik yang konstrukstif untuk perbaikan dan penyempurnaan tesis ini sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Bogor, Januari 2009
Ahmad Thalib
9
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Foya Kabupaten Halmahera Selatan pada tanggal 9 April 1975 dari ayahanda Thalib M. Imam dan ibu Latifah Hi. Hamid. Penulis merupakan putra pertama dari delapan bersaudara. Tahun 1994 penulis lulus dari SMA di Ternate dan pada tahun yang sama masuk kuliah pada Universitas Khairun Ternate pada Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan berhasil lulus pada tahun 1999. Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai staf pengajar pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Universitas Muhammadiyah Maluku Utara. Pada tahun 2006 penulis diberikan kesempatan untuk melanjutkan studi S2 pada Institut Pertanian Bogor melalui beasiswa BPPS dari Ditjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional dan diterima pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Penulis berhasil
menyelesaikan studi pendidikan S2 pada tahun 2009 dengan judul tesis ”Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Madidihang (Thunnus albacares) sebagai Sumber Kalsium dan Fosfor untuk Meningkatkan Nilai Gizi Makron Kenari”.
10
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul ”Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Madidihang (Thunnus albacares) sebagai Sumber Kalsium dan Fosfor untuk Meningkatkan Nilai Gizi Makron Kenari” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang di terbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2009
Ahmad Thalib NPM: C351060021
11
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................................xii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xiv 1. PENDAHULUAN ............................................................................................1 1.1 Latar Belakang ...........................................................................................1 1.2 Perumusan Masalah ....................................................................................3 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................................4 1.4 Hipotesis Penelitian ......................................................................................5 1.5 Kerangka Pemikiran .....................................................................................5 2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................7 2.1 Ikan Madidihang (Thunnus albacares) ........................................................7 2.2 Limbah Hasil Perikanan ..............................................................................8 2.3 Tepung Tulang Ikan ....................................................................................9 2.4 Kalsium ....................................................................................................11 2.4.1 Sumber kalsium ...............................................................................13 2.4.2 Peranan kalsium dalam tubuh .........................................................14 2.4.3 Penyerapan kalsium .........................................................................15 2.4.4 Fosfor ..............................................................................................16 2.4.5 Kebutuhan kalsium dan fosfor .........................................................17 2.5 Makron Kenari ..........................................................................................18 2.5.1 Deskripsi makron kenari ...................................................................18 2.5.2 Bahan-bahan untuk pembuatan makron kenari.................................19 3. METODOLOGI ................................................................................................23 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................23 3.2 Bahan dan Alat ..........................................................................................23 3.2.1 Bahan ...............................................................................................23 3.2.2 Alat ...................................................................................................24 3.3 Tahapan Penelitian ...................................................................................24 5
3.3.1 Penelitian pendahuluan ...................................................................24 3.3.2 Penelitian utama ...............................................................................27 3.4 Prosedur Analisis ......................................................................................28 3.4.1 Uji organoleptik ..............................................................................28
12
3.4.1.1 Uji skoring .........................................................................30 3.4.1.2 Uji perbandingan pasangan .................................................30 3.4.2 Analisis Fisik............................................................................... 30 3.4.2.1 Rendemen ...................................................................... 30 3.4.2.2 Derajat putih ...................................................................31 3.4.2.3 Analisis daya serap air ...................................................31 3.4.2.4 Densitas kamba ..............................................................31 3.4.2 5 Uji kekerasan .................................................................32 3.4.3 Analisis Kimia ............................................................................32 3.4.3.1 Analilis kadar air .............................................................32 3.4.3.2 Analilis kadar abu ...........................................................33 3.4.3.3 Analisis kadar protein ...................................................33 3.4.3.4 Analisis kadar lemak ......................................................33 3.4.3.5 Analilis kadar karbohidrat .............................................34 3.4.3.6 Analisis kadar kalsium ...................................................34 3.4.3.7 Analisis kadar fosfor ....................................................35 3.4.3.8 Mineral terlarut................................................................36 3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data .................................................37 4. HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................................................40 4.1 Penelitian Pendahuluan .............................................................................40 4.1.1 Komposisi kimia daging buah kenari (Canarium ovatum) ..............40 4.1.2 Pembuatan tepung tulang ikan madidihang ......................................41 4.1.3 Karakteristik fisik tepung tulang ikan madidihang ...........................42 4.1.4 Karakteristik kimia tepung tulang ikan madidihang ........................46 4.1.5 Solubilitas kalsium tepung tulang ikan madidihang ........................49 4.1.6 Solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang ...........................50 4.2 Penelitian Lanjutan ..................................................................................52 4.2.1 Organoleptik ....................................................................................52 4.2.2 Uji perbandingan pasangan ...............................................................59 4.2.3 Karakteristik fisik makron kenari dua formula terbaik ....................61 4.2.4 Karakteristik kimia makron kenari dua formula terbaik .................63 4.3 Solubilitas Kalsium .....................................................................................67 4.4 Solubilitas Fosfor ........................................................................................69 4.5 Informasi Nilai Gizi Makron Kenari ..........................................................70 5. SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................72 5.1 Kesimpulan ..............................................................................................72 5.2 Saran .........................................................................................................72 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................73 LAMPIRAN .........................................................................................................79
13
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Kebutuhan kalsium dan fosfor dalam tubuh manusia ................................... 18 2. Proses pembuatan makron kenari komersial................................................... 27 3. Makron kenari tepung tulang ikan madidihang formulasi ............................. 27 4. Komposisi kimia daging buah kenari (Canarium ovatum) ............................. 41 5. Karakteristik fisik tepung tulang ikan madidihang ........................................ 42 6. Karakteristik kimia tepung tulang ikan madidihang ...................................... 47 7. Solubilitas kalsium tepung tulang ikan madidihang ...................................... 49 8. Solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang ......................................... 50 9. Karakteristik organoleptik makron kenari hasil penelitian ............................. 53 10. Karakteristik fisik makron kenari formulasi dan komersial............................ 62 11. Karakteristik kimia makron kenari tepung tulang ikan madidihang ............. 63 12. Solubilitas kalsium makron kenari formulasi dan komersial..........................67 13. Solubilitas fosfor makron kenari formulasi dan komersial ............................69 14. Informasi nilai gizi makron kenari ................................................................. 71
14
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1. Kerangka pemikiran penelitian ......................................................................... 6 2. Ikan madidihang ............................................................................................... 7 3. Prosedur analisis buah kenari ......................................................................... 25 4. Prosedur proses pembuatan tepung tulang ikan madidihang ........................ 26 5. Posedur proses pembuatan makron kenari ..................................................... 29 6. Histogram karakteristik rendemen tepung tulang ikan madidihang .............. 43 7. Histogram karakteristik derajat putih tepung tulang ikan madidihang ......... 44 8. Histogram daya serap air tepung tulang ikan madidihang ............................. 45 9. Histogram densitas kamba tepung tulang ikan madidihang ........................... 46 10. Solubilitas Ca tepung tulang ikan madidihang ............................................... 50 11. Solubilitas P tepung tulang ikan madidihang.................................................. 51 12. Rata-rata penilaian panelis terhadap penampakan makron kenari ................. 54 13. Rata-rata penilaian panelis terhadap warna makron kenari ........................... 55 14. Rata-rata penilaian panelis terhadap aroma makron kenari .......................... 56 15. Rata-rata penilaian panelis terhadap rasa makron kenari ............................... 57 16. Rata-rata penilaian panelis terhadap tekstur makron kenari .......................... 59 17. Histogram nilai perbandingan pasangan makron kenari................................. 61 18. Solubilitas kalsium makron kenari pada berbagai nilai pH ............................68 19. Solubilitas fosfor makron kenari pada berbagai nilai pH.................................69
15
DAFTAR LAMPIRAN No
Halaman
1. Buah kenari......................................................................................................80 2. Reparasi tulang ikan madidihang.....................................................................81 3. Perebusan tulang ikan madidihang ..................................................................82 4. Tepung tulang ikan madidihang.......................................................................83 5a. Analisis ragam rendemen tepung tulang ikan madidihang ............................ 84 5b. Analisis ragam derajat putih tepung tulang ikan madidihang......................... 84 5c. Analisis ragam daya serap air tepung tulang ikan madidihang ....................... 84 5d. Analisis ragam densitas kamba tepung tulang ikan madidihang .................... 84 6a. Analisis ragam kadar air tepung tulang ikan madidihang ............................... 85 6b. Analisis ragam kadar abu tepung tulang ikan madidihang ............................. 85 6c. Analisis ragam kadar protein tepung tulang ikan madidihang ........................ 85 6d. Analisis ragam kadar lemak tepung tulang ikan madidihang ......................... 85 6e. Analisis ragam kadar kalsium tepung tulang ikan madidihang....................... 86 6f. Analisis ragam kadar fosfor tepung tulang ikan madidihang .......................... 86 7a. Analisis ragam solubilitas kalsium tepung tulang ikan madidihang pH 2..... . 86 7a. Analisis ragam solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang pH 2 .. ...... 86 7b. Analisis ragam solubilitas kalsium tepung tulang ikan madidihang pH 4 ...... 87 7b. Analisis ragam solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang pH 4 ......... 87 7c. Analisis ragam solubilitas kalsium tepung tulang ikan madidihang pH 6 .... 87 7c. Analisis ragam solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang pH 6 ........ 87 8. Lembaran penilaian uji organoleptik .............................................................. 88 9. Lembaran penilaian uji organoleptik makron kenari tepung tulang ikan madidihang terpilih dengan makron kenari komersial................................... 89 10. Data uji organoleptik makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang .................................................................................................... 90 11a. Data uji penampakan makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang ................................................................................................... 95 11b. Data uji warna makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang ... 95
16
11c. Data uji aroma makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang .... 95 11d. Data uji rasa makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang ....... 95 11e. Data uji tekstur makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang ... 95 12. Hasil uji perbandingan pasangan makron kenari formulasi terbaik dan makron kenari komersial .............................................................................. 96 13a. Hasil uji perbandingan pasangan makron kenari formulasi terbaik dan makron kenari komersial terhadap penampakan........................................... 98 13b. Hasil uji perbandingan pasangan makron kenari formulasi terbaik dan makron kenari komersial terhadap warna .................................................... 98 13c. Hasil uji perbandingan pasangan makron kenari formulasi terbaik dan makron kenari komersial terhadap rasa ........................................................ 98 13d. Hasil uji perbandingan pasangan makron kenari formulasi terbaik dan makron kenari komersial terhadap kerenyahan ............................................ 98 14a. Hasil uji perbandingan pasangan makron kenari formulasi terbaik dan makron kenari komersial terhadap berat ...................................................... 99 14b. Karakteristik ketebalan makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang dan makron kenari komersial ................................................... 99 14c. Karakteristik diameter makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang dan makron kenari komersial ................................ 99 14d. Karakteristik kekerasan makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang dan makron kenari komersial ............................... 99 15a. Karakteristik kadar air makron kenari tepung tulang ikan madidihang ..... 100 15b. Karakteristik kadar abu makron kenari tepung tulang ikan madidihang ... 100 15c. Karakteristik kadar protein makron kenari tepung tulang ikan madidihang100 15d. Karakteristik kadar lemak makron kenari tepung tulang ikan madidihang 100 15e. Karakteristik kadar karbohidrat makron kenari tepung tulang ikan madidihang...........................................................................................101 15f. Karakteristik pH makron kenari tepung tulang ikan madidihang................ 101 15g. Karakteristik kadar kalsium makron kenari tepung tulang ikan madidihang...................................................................................................101 15h. Karakteristik kadar fosfor makron kenari tepung tulang ikan madidihang..................................................................................................101 16a. Karakteristik solubilitas kalsium makron kenari tepung tulang ikan madidihang ...............................................................................102 16b. Karakteristik solubilitas fosfor makron kenari tepung tulang ikan madidihang...........................................................................................102 17. Makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang...........................103
17
18. Makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang formulasi terbaik dan komersial...................................................................................104 19a. Perhitungan nilai kalori makron kenari........................................................105 19b. Perhitungan kadar kalsium makron kenari...................................................106 19c. Perhitungan kadar fosfor makron kenari......................................................108 19d. Perhitungan kadar protein makron kenari................................................... 110 19e. Perhitungan kadar lemak makron kenari .....................................................112
18
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumberdaya perikanan di Indonesia belum optimal dilakukan sampai dengan memanfaatkan limbah hasil pengolahan, padahal limbah tersebut dapat diolah lebih lanjut menjadi berbagai produk yang memiliki nilai ekonomis. Limbah pengolahan ikan seperti kepala, tulang, sisik dan kulit biasanya dibuang dan tidak dimanfaatkan oleh masyarakat atau
industri perikanan, sehingga
berdampak negatif terhadap lingkungan. Dalam usaha pengolahan ikan selalu menghasilkan limbah berupa limbah padat dan limbah cair yang secara langsung maupun tidak langsung akan memberikan dampak kurang baik terhadap lingkungan karena menimbulkan pencemaran. Limbah padat yang berasal dari industri perikanan cukup besar, pada umumnya berkisar antara 30-50% dari berat total ikan, tergantung jenis ikan yang diolah. Limbah tersebut terdiri dari kepala, ekor, sirip, tulang dan jeroan (Irawan 1995). Jika dilihat dari produksi ikan madidihang tahun 2007 adalah 342.000 ton (DKP 2007), maka limbah padat yang dihasilkan diperkirakan sebesar 102.600 ton. Salah satu unit usaha pengolahan limbah hasil perikanan tradisional di Muara Baru Jakarta, telah lama berupaya untuk mengolah limbah hasil industri perikanan menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi. Potensi limbah tulang ikan madidihang di Muara Baru Jakarta dapat mencapai 2 ton/hari. Limbah tulang ini didapat dari unit usaha pemfiletan tuna di Jakarta.1 Pemanfaatan tulang ikan madidihang selama ini adalah sebagai pakan ternak dan belum ada perusahaan makanan yang memanfaatkannya sebagai suplemen dalam bentuk mineral ke dalam produk. Pemanfaatan tepung tulang ikan tuna dalam produk
pangan
telah
dilakukan
beberapa
peneliti
diantaranya
adalah:
perekayasaan teknologi pengolahan limbah tuna (Ismanadji et al. 2000); produksi tepung tulang ikan tuna (Lestari 2001); pemanfaatan tepung tulang ikan madidihang
sebagai suplemen dalam pembuatan biskuit (Maulida 2005);
pemanfaatan limbah tulang ikan tuna sebagai sumber kalsium dengan metode hidrolisis protein (Trilaksani et al. 2006). 1
Komunikasi pribadi dengan Kepala Unit Usaha Pengolahan Limbah Tulang Ikan Tuna Muara Baru Jakarta bulan Desember 2007.
19
Tulang ikan banyak mengandung garam mineral seperti kalsium fosfat dan kreatin fosfat, yang berpotensi untuk meningkatkan nutrisi produk pangan (Muchtadi dan Sugiono 1989). Tepung tulang ikan tuna memiliki kandungan kalsium dan fosfor yang tinggi terutama dalam bentuk unsur anorganik yang paling penting di dalam tubuh dan dalam jumlah terbanyak. Kebutuhan kalsium akan terpenuhi bila mengkonsumsi makanan dengan menu seimbang setiap hari (Almatsier 2003). Kalsium dan fosfor bisa didapatkan dari berbagai sumber, namun tidak semua sumber memiliki karakteristik kelarutan kalsium dan fosfor yang sama. Hal ini akan berpengaruh terhadap bioavailabilitas mineral dalam tubuh. Syarat suatu zat gizi bersifat bioavailable adalah dalam bentuk terlarut (soluble) (Santoso et al. 2006; Clydesdale 1988).
Penyebaran fosfor di dalam tubuh
dilakukan dengan bantuan peredaran darah dan cairan antar sel (intracellular fluid). Bentuk fosfor yang diserap oleh usus beragam bergantung pada makanan yang digunakan. Bentuk fosfor yang diserap melalui usus ini terdiri dalam ikatan atau senyawa fosfat anorganik dan organik yang dibebaskan dari makanan setelah mengalami
hidrolisis
selama
proses
pencernaan
yang
berlangsung
dalam tubuh (Piliang dan Djojosoebagio 1991). Solubilitas tepung tulang ikan madidihang digunakan untuk menjelaskan proses fisiko kimia dan fisiologis yang mempengaruhi penyerapan kalsium dalam tubuh sehingga mineral tersebut dapat digunakan oleh tubuh untuk menjalankan fungsi metabolisme. Mineral akan bersifat bioavailable apabila mineral tersebut dalam bentuk mineral terlarut, namun tidak semua mineral terlarut bersifat bioavailable. Kondisi mineral terlarut diperlukan untuk memudahkan penyerapan mineral di dalam tubuh (O’Dell 1984). Solubilitas dalam tepung tulang ikan akan menghasilkan penyerapan kalsium lebih besar, jika tepung tulang difortifikasi ke dalam bahan pangan arginin,
laktosa
lain terutama yang
tinggi
disertai
asupan
kandungan asam amino lisin dan vitamin
D
yang
seimbang
(Trilaksani et al. 2006). Komponen kalsium pada tulang ikan madidihang sangat tinggi, tetapi kandungan lemak dan protein juga cukup tinggi. Lemak tulang ikan berada dalam bentuk lemak sederhana, yaitu trigliserida dari asam lemak. Lemak sederhana ini diklasifikasikan ke dalam lemak netral. Disamping itu terdapat lemak kompleks berupa fosfatida (fosfolipida) dan sterol. Lemak jenis ini dapat terhidrolisis jika
20
dipanaskan dalam alkali. Salah satu upaya untuk menghilangkan lemak atau meminimumkan lemak pada tulang ikan agar produk tidak mudah tengik dan tidak berbau adalah dengan menggunakan asam (Soeparno dan Susana 1984). Disamping itu Yunizal et al. (1982) dalam Nurhayati (1994) melaporkan bahwa asam dapat juga digunakan untuk mempermudah pengeluaran lemak. Pemanfaatan tepung tulang ikan madidihang yang telah dikurangi kandungan lemak dan protein ditambahkan ke dalam produk makron kenari agar mudah diserap oleh tubuh dan tidak menghasilkan bau tengik. Produk makron kenari merupakan salah satu produk tradisional yang sudah lama dikenal luas oleh masyarakat namun kandungan gizinya selama ini belum diketahui. Salah satu cara untuk mengetahui nilai gizi makron kenari adalah dengan menganalisis komponen gizinya. Sedangkan untuk meningkatkan nilai gizi
makron kenari
adalah dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang yang kaya akan kalsium dan fosfor. Makron kenari yang telah menjadi trade mark di kota Ternate sudah dikenal luas oleh masyarakat
karena bentuk dan rasanya yang khas
disamping harganya cukup terjangkau. Potensi makron kenari dalam setahun bisa mencapai 16 ton (Anonim 2001).
1.2. Perumusan Masalah Tulang ikan madidihang merupakan salah satu limbah hasil perikanan yang belum mendapat perhatian dari pemerintah dan industri perikanan. Padahal potensi limbah tulang ini memiliki kandungan mineral khususnya kalsium dan fosfor yang cukup tinggi. Kandungan mineral terutama kalsium dan fosfor dalam tepung tulang ikan masing-masing sekitar 163,48 mg/g bk dan 6,25 mg/g bk dapat menjadi salah satu sumber mineral yang harganya relatif murah dan penanganan yang sederhana dibanding dengan produk susu dan turunannya yang harganya relatif mahal sehingga sulit dijangkau oleh sebagian masyarakat. Dampak defisiensi kalsium selama ini terjadi karena kurangnya asupan zat gizi kalsium dan fosfor sehingga menyebabkan osteoporosis.
Menurut hasil
survei yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Depkes pada 14 provinsi menunjukkan bahwa masalah osteoporosis di Indonesia telah mencapai tingkat yang perlu diwaspadai yaitu 19,7%. Lima provinsi dengan resiko osteoporosis
21
lebih tinggi adalah Sumatera Selatan (27,7%), Jawa Tengah (24,02%), Yogyakarta (23,5%), Sumatera Utara (22,82%), Jawa Timur (21,42%) dan Kalimantan Timur (10,5%) (Anonim 2002). Potensi tulang ikan yang cukup banyak dan tidak dimanfaatkan oleh nelayan dan industri perikanan dapat diolah dan ditambahkan ke dalam produk makron kenari sehingga produk yang dihasilkan mempunyai kandungan kalsium dan fosfor yang cukup tinggi. Untuk mengetahui kandungan kalsium dan fosfor pada produk makron kenari komersial yang selama ini beredar di pasaran maka dilakukan analisis komponen gizi tersebut sebagai informasi awal. Peningkatan nilai gizi makron kenari dilakukan dengan cara menambahkan tepung tulang ikan madidihang yang kaya akan kalsium dan fosfor ke dalam produk tersebut. Makron kenari formulasi dapat dikonsumsi oleh masyarakat pada semua usia, tetapi dalam jumlah tertentu sesuai dengan standar gizi yang telah ditetapkan agar dapat membantu mengurangi osteoporosis. Tulang ikan madidihang selain memiliki kandungan kalsium dan fosfor yang tinggi juga mempunyai kadar lemak dan protein yang cukup tinggi sehingga dapat mengganggu proses formulasi produk karena menghasilkan penampakan, warna, bau dan rasa yang kurang diterima oleh panelis.
Untuk mengurangi
kandungan lemak dan protein tersebut maka dalam pembuatan tepung tulang dilakukan perebusan tulang ikan madidihang dengan menggunakan air, asam asetat dan asam klorida sebagai media untuk mengurangi kandungan lemak dan protein sebelum ditambahkan ke dalam produk makron kenari.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mempelajari pengaruh media perebusan berbeda yaitu air, asam asetat, asam klorida terhadap karakteristik fisiko-kimia tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan termasuk solubilitas kalsium dan fosfor. 2) Mempelajari penambahan tepung tulang ikan madidihang pada berbagai konsentrasi terhadap karakteristik organoleptik, fisika, kimia makron kenari termasuk nilai gizinya.
22
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai salah satu sumber informasi ilmiah pemanfaatan limbah hasil perikanan yang memiliki kandungan mineral khususnya kalsium dan fosfor yang ditambahkan ke dalam produk makron kenari dengan harapan menjadi sumber alternatif makanan berkalsium tinggi.
1.4. Hipotesis Penelitian (1) Metode perebusan pada berbagai media berbeda berpengaruh terhadap karakteristik fisiko-kimia tepung tulang ikan madidihang termasuk solubilitas kalsium dan fosfor. (2) Penambahan tepung tulang ikan madidihang dengan berbagai konsentrasi ke dalam
produk
makron
kenari
berpengaruh
terhadap
karakteristik
organoleptik, fisiko-kimia, solubilitas kalsium dan fosfor termasuk nilai gizinya.
1.5. Kerangka Pemikiran Tulang ikan madidihang merupakan salah satu limbah hasil perikanan yang belum mendapat perhatian khusus dari industri perikanan padahal limbah tersebut mengandung mineral khususnya kalsium dan fosfor yang cukup tinggi. Tulang ikan mengandung banyak kalsium dalam bentuk kalsium fosfat sebanyak 14% dari total susunan tulang (Subasinghe 1996). Unsur utama dari tulang ikan adalah kalsium, fosfor dan karbonat, sedangkan yang terdapat dalam jumlah kecil yaitu magnesium, sodium, stronsium, klorida, hidroksida dan sulfat (Halver 1989). Kandungan mineral yang tinggi pada
tulang ikan madidihang dapat
digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia akan kalsium dan fosfor. Mineral merupakan salah satu unsur gizi yang dapat ditambahkan ke dalam bahan pangan (Piliang dan Djojosoebagio 2006). Untuk menambahkan tepung tulang ikan madidihang kedalam produk makron kenari dilakukan dengan cara pengurangan lemak dan protein,
karena tulang ikan madidihang mempunyai
lemak dan protein cukup tinggi. Tulang ikan madidihang yang mempunyai kadar lemak dan protein yang cukup tinggi sehingga memberikan bau tengik pada produk formulasi.
Salah satu cara untuk mengurangi kandungan lemak dan
protein tersebut adalah
perebusan tulang ikan dengan menggunakan media
23
perebusan berbeda yaitu air, asam asetat dan asam klorida dapat memberikan pengaruh terhadap karakteristik fisik, kimia, solubilitas kalsium dan fosfor termasuk nilai gizi tepung tulang ikan madidihang. Salah satu produk pangan tradisional yang digemari oleh masyarakat Maluku Utara adalah makron kenari. Pembuatan makron kenari yang ditambahkan tepung tulang ikan madidihang memiliki kandungan nilai gizi yang tinggi terutama kalsium dan fosfor sehingga dapat dijadikan sebagai makanan alternatif baru untuk pemenuhan kalsium dan fosfor. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Limbah tulang ikan madidihang
Kandungan kalsium dan fosfor tinggi
Mengurangi lemak dan protein
Air
Asam asetat
Asam klorida
Tepung tulang ikan madidihang
Fortifikasi ke dalam makron kenari
Makron kenari kaya kalsium dan fosfor
o o o o
Meningkatkan nilai tambah (added value) tulang ikan madidihang Sebagai sumber alternatif pemenuhan kebutuhan kalsium dan fosfor Mencegah serta mengurangi pencemaran lingkungan Mengeliminir pembuangan limbah hasil perikanan Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian pemanfaatan tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares) sebagai sumber kalsium dan fosfor dalam pembuatan makron kenari.
24
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Madidihang (Thunnus albacares) Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scombroidae, tubuhnya seperti cerutu dan mempunyai dua sirip pungung, sirip depan yang biasanya pendek dan terpisah dari sirip belakang. Mempunyai jari-jari sirip tambahan (finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip ekor bercagak agak ke dalam dengan jari-jari penyokong menutup seluruh ujung hipural. Tubuh ikan tuna tertutup oleh sisik-sisik kecil, berwarna biru tua dan agak gelap pada bagian atas tubuhnya, sebagian besar memiliki sirip tambahan yang berwarna kuning cerah dengan pinggiran berwarna gelap (Ditjen Perikanan 1983). Ikan madidihang telah dikenal masyarakat sebagai ikan yang harganya mahal (Ditjen Perikanan 1990).
Jenis ikan ini dapat diklasifikasikan
(Lagler et al. 1977 dalam Syafei et al. 1989) adalah sebagai berikut: Kelas
: Osteicthyhyes
Subkelas : Actinopterygii Ordo
: Percomerphi
Subordo
: Scombroidei
Famili
: Scombridae
Genus
: Thunus sp
Spesies
:Thunus albacares Ikan madidihang dari jenis Thunnnus albacares yang digunakan pada
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2. Sirip dada
Sirip punggung
Sirip belakang
Ekor Kepala
Sirip perut I
Sirip perut II
Gambar 2 Ikan Madidihang (Thunnus albacares)
25
Penyebaran ikan tuna dimulai dari Laut Merah, Laut India, Malaysia, Indonesia dan sekitarnya. Juga terdapat di laut daerah tropis dan daerah beriklim sedang. Beberapa spesies ikan tuna yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah Thunnus albacares yang merupakan jenis ikan ekonomis penting. Jenis ikan ini dikenal dengan sebutan madidihang atau Yellowfin tuna. Jenis ikan ini termasuk buas dan bersifat predator. Panjang tubuh dapat mencapai 195 cm, namun umumnya 50-150 cm. Albacares memiliki sirip belakang dengan warna kuning gelap. Albacares merupakan ikan pemakan daging yang hidup dengan binatang berkulit keras yang planktonik, cumi-cumi dan ikan kecil. Ikan tuna hidup bergerombol kecil. Ikan ini biasanya tertangkap bersama dengan cakalang. Ikan madidihang banyak dipasarkan dalam bentuk segar, beku dan olahan lainnya (Ditjen Perikanan 1990). Komposisi nilai gizi ikan madidihang terdiri dari
energi 105,0 Kal,
protein 24,1 g; lemak 0,1 g; abu 1,2 g; kalsium 9,0 mg; fosfor 220,0 mg; besi 1,1 mg; sodium 78,0 mg; retinol 5,0 mg; thiamin 0,1 mg; riboflavin 0,1 mg dan niasin 12,0 mg (Anonim 2000). Tulang ikan memiliki proporsi 10% dari total susunan tubuh ikan yang merupakan salah satu limbah yang memiliki kandungan kalsium tinggi. Tulang ikan banyak mengandung kalsium fosfat sebanyak 14% dari total susunan tulang, sisanya merupakan unsur lain seperti magnesium, natrium dan flourida (Winarno 1997). Kalsium fosfat merupakan kompleks kalsium yang biasa digunakan sebagai suplemen untuk meningkatkan asupan kalsium tubuh (Adawyah 2007).
2.2. Limbah Hasil Perikanan Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber aktivitas manusia maupun proses alam dan belum mempunyai nilai ekonomis, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi negatif karena penanganan untuk membuang atau membersihkan memerlukan biaya yang cukup besar disamping dapat mencemari lingkungan. Penanganan limbah yang kurang baik merupakan masalah di dalam usaha industri termasuk industri perikanan yang menghasilkan limbah pada proses penangkapan, penanganan, pengangkutan, distribusi, dan pemasaran. Limbah perikanan dapat berupa ikan yang terbuang,
26
tercecer, dan sisa olahan yang menghasilkan cairan dari pemotongan, pencucian, dan pengolahan produk (Jenie dan Rahayu 1993). Menurut Winarno (1985), limbah perikanan diartikan sebagai bahan-bahan yang merupakan buangan suatu proses pengolahan, untuk memperoleh hasil utama dan hasil samping, baik melalui proses tertentu maupun tidak. Jenis limbah hasil samping dapat dikelompokkan secara umum dikelompokkan menjadi 4 (Winarno 1985) yaitu: (1) Hasil samping pada penangkapan suatu spesies atau sumberdaya misalnya ikan rucah pada penangkapan udang dan ikan cucut pada penangkapan tuna. (2) Sisa pengolahan seperti bagian kepala, tulang, sisik, sirip, isi perut dan daging merah. (3) Surplus dari tangkapan. (4) Sisa distribusi. Umumnya industri fillet tuna menghasilkan limbah yang cukup besar. Dari limbah tersebut dapat dijadikan sebagai bahan untuk pakan hewan dan juga digunakan untuk produksi tepung ikan (fish meal) (Subangsihe 1996 dalam Lestari 2001). Perkembangan industri pengolahan tulang ikan menjadi tepung tulang ikan akan memberi beberapa keuntungan, yaitu untuk memanfaatkan kelebihan produksi pada saat over fishing dan memanfaatkan bagian ikan yang tidak dikonsumsi seperti kepala, sirip, tulang dan lainnya yang biasanya merupakan sisa (limbah) industri pengolahan yang tidak dimanfaatkan (Maulida 2005).
2.3. Tepung Tulang Ikan Tepung tulang ikan yang dihasilkan berbentuk bubuk halus berwarna putih kekuningan hingga kuning tergantung pada waktu autoclaving dan frekuensi perebusan yang dilakukan.
Tepung tulang ikan sebagian besar tersusun atas
mineral (kalsium dan fosfor) yang memiliki nilai porositas yang kecil, yang ditunjukkan dengan besarnya nilai densitas kamba yang diperoleh. Nilai porositas dan densitas kamba mempengaruhi rendahnya daya serap air tepung tulang ikan yang dihasilkan. Densitas kamba merupakan salah satu parameter fisik yang menunjukkan porositas dari biji-bijian dan tepung. Nilai densitas kamba yaitu
27
jumlah
rongga
yang
terdapat
diantara
partikel-parikel
bahan
(Syarief dan Irawati 1988). Nilai rata-rata densitas kamba tepung tulang ikan berkisar 0,75 g/ml sampai 0,94 g/ml. Densitas kamba tepung tulang ikan tuna sebesar 0,94 g/ml ini menunjukkan bahwa pada volume 1 ml, berat tepung adalah 0,94 g (Trilaksani et al. 2006). Nilai derajat putih tepung tulang ikan tuna yang dihasilkan dari berbagai perlakuan waktu autoclaving 3 jam dan perebusan 3 kali berkisar antara 59,3%74,8% (Trilaksani et al. 2006). Kecenderungan nilai derajat putih yang dihasilkan meningkat sejalan dengan bertambahnya waktu autoclaving dan frekuensi perebusan yang dilakukan.
Tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan
memiliki derajat putih relatif kecil jika merujuk pada angka derajat putih tepung terigu yang berada pada kisaran 80-90%. Tulang banyak mengandung garam mineral dari garam fosfat, seperti kalsium fosfat dan kreatin fosfat. Tepung tulang ikan madidihang merupakan sumber kalsium dan fosfor yang baik, dapat diperoleh dengan berbagai cara sebagai berikut (Anggorodi 1985): (1) Pengukusan. Tulang dikukus kemudian dikeringkan dan digiling untuk menghasilkan
tepung tulang.
(2) Pemasakan dengan uap dibawah tekanan. Tulang dimasak dengan tekanan kemudian diangkat dalam bejana tertutup sehingga didapat tulang dalam bentuk lunak dan dapat digiling menjadi tepung. (3) Abu tulang yang diperoleh dari pembakaran tulang. Tepung tulang yang diperoleh dengan pengukusan mutunya lebih rendah karena kandungan gelatinnya tinggi (Anggorodi 1985).
Tepung tulang yang
diperoleh dengan cara pemasakan dengan tekanan dan pengeringan atau disebut steam bone meal rata-rata mengandung 30,14% kalsium dan 14,53% fosfor. Tepung tulang yang diperoleh dengan pengukusan akan kehilangan protein. Selain itu kandungan fosfor serta kalsiumnya rendah. Komposisi tepung tulang ini terdiri dari 26% protein, 5% lemak, 22,96% kalsium, dan 10,25% fosfor (Morrison 1958). Menurut Ismanadji et al. (2000) pengolahan tepung tulang ikan tuna dapat dilakukan dengan cara tulang direbus dalam larutan asam pH 4, konsentrasi 1% pada suhu 100 °C selama 2 jam, lalu dikeringkan dan ditepungkan. Hasil yang
28
telah diuji cobakan menunjukkan bahwa tepung tulang ikan tuna memiliki penampakan butiran halus merata, warna coklat muda kusam dan bau seperti ikan kering. Tepung tulang yang dibuat dari tulang tuna memiliki kandungan kalsium 13,19%, fosfor 0,81%, natrium 0,36% dan zat besi 0,03%. Daya awet tepung tulang ikan tuna cukup lama, selama tiga bulan penyimpanan pada suhu kamar yang dikemas dalam kantong plastik dan divakum, secara umum belum menunjukkan penurunan mutu. Pembuatan tepung tulang ikan madidihang dilakukan dengan mengurangi kadar lemak yang ada dalam tulang tersebut. Lemak merupakan komponen yang cukup besar pada ikan-ikan berlemak tinggi terutama ikan tuna. Namun tidak semua jenis ikan memiliki kandungan lemak yang tinggi, jika kandungan lemak ikan kurang dari 0,5% maka termasuk berlemak rendah dan jika kandungan lemak di atas 2% termasuk ikan berlemak tinggi (Adawyah 2007). Lemak tulang ikan berada dalam bentuk lemak sederhana, yaitu trigliserida dari asam lemak. Lemak sederhana ini diklasifikasikan ke dalam lemak netral dan lemak mengandung unsur-unsur organik karbon, hidrogen dan oksigen yang terikat dalam ikatan yang disebut ikatan gliserida. Berbagai asam lemak yang dikandung akan mempengaruhi sifat fisik serta kimiawi lemak tersebut (Suhardjo dan Kusharto 1999). Salah satu upaya untuk mengurangi kandungan protein dan lemak adalah perebusan tulang ikan dengan menggunakan asam asetat, asam klorida dan air (Nurhayati 1994). Lemak dalam makanan dapat diubah menjadi lemak yang mempunyai struktur dan fungsi dalam tubuh.
Lemak harus dikembalikan
sedemikian rupa sehingga lebih larut dalam air sebelum berfungsi secara biologis dalam tubuh (Piliang dan Djojosoebagio 2006).
2.4. Kalsium Kalsium merupakan salah satu mineral esensial yang diperlukan oleh tubuh untuk melakukan fungsi fisiologis secara normal. Fungsi kalsium dalam tubuh antara lain membentuk tulang dan gigi, melakukan transmisi impuls syaraf, kontraksi otot, menggumpalkan darah, sekresi hormon, mengatur permeabilitas membran sel, sebagai kofaktor enzim dan mengaktifkan protein (Winarno 1997).
29
Pada pertumbuhan tulang dan gigi, kalsium dibutuhkan agar tulang dan gigi mencapai ukuran dan kekuatan yang maksimal sehingga dapat mencegah kekeroposan tulang dan gigi di usia dewasa (Harris dan Karmas 1989). Kalsium merupakan mineral dalam tubuh yang memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan (Winarno 1997). Kalsium juga diperlukan dalam mekanisme pembekuan darah, proses kontraksi otot dan penghantar impuls syaraf serta menjaga keseimbangan hormon (Sediaoetama 2006). Selain itu kalsium juga hilang lewat kulit sebanyak 15 mg/hari, yang keluar lewat keringat selama kita melakukan aktivitas apalagi dalam iklim yang panas (Brody 1999). Sumber kalsium yang biasa digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok (Kaup et al. 1991), yaitu : (1) Tepung tulang, mono-kalsium dan di-kalsium fosfat yang ketersediaannya paling tinggi diantara sumber kalsium yang lain. (2) Ground limestone (batuan kapur yang biasanya mengandung magnesium dan bersifat agak asam), deflourined fosfat (garam kalsium fosfat yang masih mengandung flour yang bersifat racun bila kadarnya berlebihan) dan kalsium karbonat.
Kelompok ini merupakan sumber kalsium yang
ketersediaannya sedang. (3) Hay, yaitu kalsium yang berikatan dengan mineral lain yang sukar larut. Sumber ini memiliki ketersediaan kalsium yang rendah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat.
Susunan tulang terdiri dari sel-sel matriks
organik dan mineral. Matriks organik ini terdiri dari kolagen dan bahan dasar mengandung mukopolisakarida (mucopolysaccharide). Pada komponen matriks inilah mengendap kristaloid yang terdiri dari kalsium fosfat (Piliang dan Djojosoebagio 1991). Mineral digolongkan kedalam mineral makro dan mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari (Almatsier 2003).
30
Mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim, keseimbangan ion-ion mineral, keseimbangan asam basa, membantu transfer ikatan-ikatan penting melalui membran sel dan pemeliharaan kepekaan otot dan syaraf terhadap rangsangan.
Walaupun
kebutuhan tubuh manusia akan mineral dalam jumlah yang sangat kecil, tetapi tubuh membutuhkan lebih dari 70 unsur mineral setiap harinya seperti kalsium, fosfor, magnesium, natrium, klorida, kalium, sulfur, besi, seng, iodium, mangan dan selenium (Linder 2006). Tubuh manusia tidak dapat memproduksi mineral, maka mineral tersebut harus dipenuhi melalui asupan makanan bergizi. Kalsium merupakan mineral yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan mineral lainnya. Kalsium dalam tubuh sekitar 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi; sedangkan 1% kalsium berperan untuk mengatur fungsi sel, untuk transmisi syaraf, kontraksi otot, penggumpalan darah, menjaga permeabilitas membran sel, mengatur fungsi hormon sebagai faktor pertumbuhan. Kalsium tulang berada dalam keadaan seimbang dengan kalsium plasma pada konsentrasi kurang lebih 2,25-2,60 mmol/L (9-10,4 mg/100 ml) (Linder 2006). Kalsium pada ikan terutama pada tulang membentuk kompleks dengan fosfor dalam bentuk apatit atau trip-kalsium fosfat (Lovell 1989). Bentuk kompleks ini terdapat pada abu tulang yang dapat diserap dengan baik oleh tubuh yaitu berkisar 60-70% (Lutwak 1982). Salah satu dampak defesiensi kalsium yang selama ini terjadi adalah osteporosis. Osteoporosis atau penyakit keropos tulang merupakan pembunuh tersembunyi (silent killer) dimana kondisi tulang menjadi rapuh dan mudah retak atau patah disaat usia sudah tua.
2.4.1
Sumber kalsium Sumber utama kalsium adalah susu dan hasil olahan susu seperti keju.
Ikan yang dimakan dengan tulang, termasuk ikan kering merupakan sumber kalsium yang baik. Serealia seperti kacang-kacangan dan hasil olahan kacangkacangan seperti tahu, tempe, sayuran hijau dan buah-buahan merupakan sumber kalsium yang baik, tetapi bahan makanan ini banyak mengandung zat yang dapat menghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat dan oksalat (Almatsier 2003).
31
Sumber kalsium pada manusia dan hewan adalah makanan yang telah mengalami pencernaan di dalam saluran makanan. Suatu keadaan yang bersifat asam adalah sangat diperlukan agar kalsium dapat dengan baik diserap oleh usus. Absorpsi kalsium terjadi di bagian atas dari usus halus, karena di tempat inilah keadaan bersifat asam dibandingkan bagian yang lain pada usus. Keasaman pada usus akan mempengaruhi penyerapan kalsium. Dalam hal ini asam klorida (HCl) di dalam lambung memegang peranan yang amat penting. Makanan yang bersifat asam akan meningkatkan penyerapan kalsium oleh usus.
Sebaliknya bila
makanan bersifat basa, maka penyerapan kalsium oleh saluran makanan akan terhambat (Piliang dan Djojosoebagio 1991).
2.4.2
Peranan kalsium dalam tubuh Tubuh kita mengandung lebih banyak kalsium dari pada mineral lainnya.
Diperkirakan 2% dari berat badan orang dewasa atau sekitar 1,0-1,4 kg terdiri dari kalsium (Winarno 1997). Dari jumlah ini, 99% berada didalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit {(3Ca3(PO4)2 Ca(OH)2. Kelebihan kalsium dapat berakibat buruk pada fungsi ginjal (Almatsier 2003). Kebutuhan tubuh akan kalsium dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung kalsium (Karyadi dan Muhilal 1996). Peranan kalsium dalam tubuh diantaranya adalah: (1) keikutsertaannya dalam pembentukan tulang dan gigi, (2) memegang peranan dalam proses pembekuan darah, (3) memegang peranan dalam pertumbuhan dan perkembangan fetus
dalam
fase
kehamilan,
(4)
memegang
peranan
dalam
proses
terselenggaranya ritme jantung yang normal, (5) mempertahankan mekanisme tubuli ginjal dalam proses mempertahankan kadar zat-zat tetap normal, (6) memegang peranan dalam kontraksi otot dan rangsangan syaraf, (7) memegang peranan agar enzim-enzim tertentu dapat bekerja dengan baik, (8) memegang peranan dalam mempertahankan permeabilitas dinding sel (membran plasma) dan (9) mempertahankan agar produksi air susu dapat selalu baik (Piliang dan Djojosoebagio 2006).
32
2.4.3
Penyerapan kalsium Kalsium yang diserap oleh tubuh setiap hari tergantung pada proporsi
makanan yang dikonsumsi karena akan menentukan jumlah kalsium yang tersedia dan sejauh mana diserap oleh tubuh (Linder 2006). Penyerapan kalsium dalam tubuh sebesar 20-30% sudah tergolong baik, karena tubuh membutuhkan kalsium pada kondisi optimal 30-50% yang dapat diabsorpsi oleh tubuh dan sisanya terbuang lewat urin dan keringat.
Kalsium merupakan elemen mineral yang
paling banyak terdapat di dalam tubuh (Guthrie 1975). Pada manusia dengan berat tubuh 70 kg terdapat kurang lebih 1.200 mg kalsium. Dari jumlah tersebut, 99% berada dalam tulang rangka, sedangkan 1% berada di dalam jaringan lain dan cairan tubuh yang secara luas didistribusikan ke seluruh tubuh. Kalsium juga sebagai katalisator berbagai proses biologi dalam tubuh dan mempertahankan fungsi membran sel karena dapat mempertahankan keseimbangan kalsium diperlukan intake lebih dari 1.200 mg/hari untuk usia 51 tahun ke atas, dan 1.000 mg/hari untuk usia 19-50 tahun (Smith 2006). Jumlah kalsium yang diserap oleh tubuh setiap hari tergantung pada: (a) proporsi relatif dari zat pengkilasi yang mengendapkan dalam makanan tersebut kerena akan menentukan jumlah kalsium secara aktual untuk diserap; dan (b) tingkat stimulasi dari vitamin D aktif terhadap alat-alat penyerap dalam mukosa intestin yang menentukan jumlah kalsium yang akan diambil (Jakobsen 2006). Penyerapan kalsium dapat dipengaruhi oleh tingkat sintesis protein tertentu dalam sel mukosa.
Orang dewasa memperlihatkan variasi yang besar dalam
konsumsi kalsium, hal ini disebabkan oleh tidak meratanya distribusi kalsium dalam bahan makanan.
Beberapa bahan makanan nabati dapat mengandung
cukup banyak kalsium tetapi tidak dapat digunakan karena tingginya kandungan oksalat atau fitat. Hal ini banyak terdapat pada bayam, biji-bijian dan teh yang diperkirakan merupakan faktor dalam menentukan status kalsium (Weaver 2006). Kapasitas penyerapan kalsium menurun seiring dengan umur dan lebih banyak pada pria daripada wanita.
Jumlah kalsium yang diekskresikan dalam urin
merupakan refleksi dari sejumlah kalsium yang diserap dari makanan pada saat dikonsumsi (Linder 2006).
Faktor lain yang menurunkan absorpsi kalsium
misalnya serat karena serat menurunkan absorpsi kalsium, ini diduga karena serat
33
menurun pada waktu transit makanan di dalam saluran pencernaan. Stress mental atau fisik cenderung menurunkan absorpsi dan meningkatkan ekskresi pada tubuh (Eduardo et al. 2006).
2.4.4
Fosfor Tubuh manusia mengandung sekitar 12 mg fosfor dalam setiap kilogram
jaringan tanpa lemak. Dari jumlah ini kira-kira 85% terkandung dalam kerangka tulang. Di dalam plasma terdapat sekitar 3,5 mg/100 ml plasma. Fosfor adalah bagian dari senyawa tinggi energi yang diperlukan dalam suplai energi untuk kegiatan selular.
Fosfor dari makanan diabsorpsi dalam bentuk fosfat bebas
sekitar 60-70% dari makanan yang diserap oleh tubuh (Suhardjo dan Kusharto 1999). Fosfor memegang peranan penting di dalam tubuh, karena sangat diperlukan dalam transformasi energi. Penyebaran fosfor di dalam tubuh dengan bantuan peredaran darah dan cairan antar sel (intercellular fluid). Bentuk fosfor yang diserap oleh usus beragam bergantung pada makanan yang digunakan. Bentuk fosfor yang diserap melalui usus ini terdiri dari ikatan senyawa fosfat anorganik organik (inorganic and organic phosphate).
Senyawa-senyawa fosfat ini
dibebaskan dari makanan atau pakan setelah mengalami hidrolisis selama proses pencernaan terjadi (Piliang dan Djojosoebagio 2006). Proses absorpsi kalsium dan fosfor saling berpengaruh satu sama lainnya.
Sediaoetama (2006),
mengatakan bahwa absorpsi kalsium yang baik diperlukan perbandingan Ca:P dalam hidangan 1:1 sampai 1:3. Selanjutnya menurut Guthrie (1975), batasan rasio perbandingan Ca:P adalah dibawah 1:2. Perbandingan Ca:P lebih dari 1:3 akan menghambat penyerapan kalsium, sehingga hidangan yang demikian akan menimbulkan penyakit defisiensi kalsium yaitu rakhitis (Sediaoetama 2006). Konsumsi fosfor yang diperlukan setiap hari (daily dietary intake) untuk setiap spesies akan beragam pula besarnya. Absorpsi kalsium oleh usus akan terhambat bila di dalam makanan mengandung banyak asam fitat (phytic acid). Berbeda halnya dengan absorpsi fosfor, dimana asam fitat yang terdapat di dalam makanan akan mengalami hidrolisis pada saat terjadinya proses memasak dan selama proses pencernaan.
Kekurangan fosfor dalam menu akan dapat
34
menyebabkan menurunnya nafsu makan terhadap kalori yang diperlukan oleh tubuh. Peranan vitamin D terhadap peningkatan absorpsi fosfor oleh usus semula dikemukakan sebagai postulasi (Haris dan Ines 1931 dalam Piliang dan Djojosoebagio 1991). Di dalam darah pada kondisi pH sekitar 4, fosfat anorganik berada dalam tiga senyawa yaitu : HPO42- sebanyak 85%; H2PO4 sekitar 15% dan sebagai PO43- sekitar 0,0035%. Hanya sebagian kecil saja fosfat ini berada dalam senyawa organik.
Sumber fosfat di dalam darah adalah makanan.
Disamping makanan, tulang merupakan sumber bagi senyawa fosfat anorganik di dalam plasma (Brody 1999).
2.4.5
Kebutuhan kalsium dan fosfor Kebutuhan kalsium dalam tubuh manusia sangat berbeda menurut usia,
jenis kelamin dan ras masing-masing negara. Kebutuhan kalsium dan fosfor untuk orang dewasa di USA direkomendasikan 800 mg/hari lebih tinggi pada wanita hamil dan menyusui, sedangkan fosfor adalah 0,8-1,5 gram per hari. Kebutuhan kalsium secara resmi berkisar antara 400-1000 mg/hari di seluruh dunia (Linder 2006). Kekurangan kalsium dapat pula menyebabkan osteomalasia pada orang dewasa dan biasanya terjadi karena kekurangan vitamin D dan hendaknya tidak melebihi 2500 mg/hari sedangkan kekurangan fosfor dalam menu makanan akan menyebabkan menurunnya nafsu makan terhadap kalori yang diperlukan oleh tubuh (Piliang dan Djojosoebagio 1991). Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal. Disamping itu dapat menyebabkan konstipasi (susah buang air besar) (Almatsier 2003). Keperluan kalsium dalam tubuh manusia berbeda menurut usia dan jenis kelamin.
Kebutuhan kalsium tubuh orang Indonesia perhari yang
ditetapkan oleh Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi LIPI (2004) dapat dilihat pada Tabel 1.
35
Tabel 1 Kebutuhan kalsium dan fosfor dalam tubuh manusia Kelompok umur
Kebutuhan Ca (mg/hari)
Kebutuhan
P
(mg)/hari Bayi (bulan) 0-6 7-11 Anak (tahun) 1-3 4-6 7-9 Pria (tahun) 10-12 13-15 16-18 19-29 30-49 50-64 65 + Wanita (tahun) 10-12 13-15 16-18 19-29 30-49 50-64 65 + Hamil Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3 Menyusui 6 bulan pertama 6 bulan kedua
200 400 500 500 600
400 400 400
1000 1000 1000 800 800 800 800
1000 1000 1000 600 600 600 600
1000 1000 1000 800 800 800 800 1000 +150 +150 +150 1000 +150 +150
1000 1000 1000 1000 600 600 600 1000 +0 +0 1000 +0 +0 +0
Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004).
2.5. Makron Kenari 2.5.1 Deskripsi makron kenari Makron kenari adalah jenis kue yang dibuat dari adonan keras, melalui proses pemeraman. Bentuk makron sangat berbeda dengan biskuit yang lebih pipih tetapi makron kenari bentuknya agak tebal, padat, renyah dan rasanya agak
36
manis. Industri makron kenari di Maluku Utara perkembangannya tidak terlalu pesat karena kurang mendapat dukungan dan perhatian dari pemerintah daerah sehingga produk ini belum mengalami ekspansi produksi secara besar-besaran (Anonim 2007). Untuk memperoleh nilai gizi makron kenari yang cukup tinggi, dan memperkaya kandungan mineral berupa kalsium dan fosfor maka dilakukanlah penambahan tepung tulang ikan madidihang kedalam produk makron kenari. Sehingga diharapkan dengan mengkonsumsi makron kenari yang ditambahkan tepung tulang ikan madidihang diharapkan menjadi sumber alternatif pemenuhan kalsium dan fosfor sehingga dampak defesiensi kalsium yang menimbulkan osteoporosis yang selama ini terjadi dapat teratasi. Beberapa jenis kue kering berbalut kenari yang sangat dikenal di Kota Ternate adalah makron kenari, bagea kenari, dan biskuit kenari. Ketiga jenis kue tersebut saat ini dapat ditemukan dengan mudah pada beberapa pasar swalayan dan pintu masuk perdagangan di Kota Ternate. Kue khas ini telah menjadi trade mark Kota Ternate, karena banyak pelancong maupun pendatang yang berkunjung ke Ternate membawanya sebagai oleh-oleh buat keluarga.
2.5.2. Bahan-bahan untuk pembuatan makron kenari Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan makron kenari adalah tepung terigu, kenari, mentega, gula, bubuk vanili dan telur (Anonim 2007).
(a) Tepung terigu Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan makron kenari yang banyak digunakan. Tepung berfungsi untuk pembentuk adonan selama proses pencampuran, menarik atau mengikat bahan lainnya serta mendistribusikan secara merata, mengikat gas selama proses pemanggangan. Selain itu pula tepung terigu memegang peranan penting dalam pembentuk cita rasa (Matz dan Matz 1978). Tepung terigu diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Keistimewaan terigu dibandingkan seralia lainnya adalah kemampuannya untuk membentuk gluten pada saat terigu dibasahi dengan air. Biasanya mutu terigu
37
yang dikehendaki adalah terigu yang memiliki kadar air 14%, kadar protein 812%, kadar abu 0,25-0,60%, dan gluten basah 24-36% (Astawan 2002). Menurut Astawan (2002) berdasarkan kandungan gluten tepung terigu yang beredar di pasaran dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu : - Hard flour. Tepung ini berkualitas paling baik. Kandungan proteinnya 12-13%. Tepung ini biasanya digunakan untuk pembuatan roti dan mi yang berkualitas tinggi. Contohnya adalah terigu Cakra Kembar. - Medium hard flour. Tepung jenis ini mengandung protein sebesar 7-8,5%. Tepung ini banyak digunakan untuk macam-macam kue, serta biskuit. Contohnya adalah terigu Segitiga Biru. - Soft flour. Terigu ini mengandung protein sebesar 7-8,5%. Penggunaannya cocok sebagai bahan pembuat kue dan biskuit. Contohnya adalah terigu Kunci Biru.
(b) Kenari Kenari (Canrium Ovatum Engl) merupakan salah satu komoditas kehutanan yang termasuk famili Burseraceae dan bertipe buah batu.
Pohon kenari
merupakan pohon dioesis yang selalu hijau dengan tinggi dapat mencapai 20 m bahkan lebih dan diameternya 50 cm, dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ringan maupun berat 0-400 m dpl, serta tahan hidup pada kisaran iklim yang luas. Pohon kenari merupakan pohon yang cocok sebagai penahan angin, dengan percabangannya yang simetris sangat menarik sebagai tanaman pinggiran jalan dan pohon pelindung.
Bentuk buah kenari bulat telur sampai agak lonjong.
Secara morfologi bagian buah dibagi menjadi kulit, batok buah, dan daging buah. Daging buahnya (biji kenari) berwarna putih, dan tebal serta terbungkus oleh kulit yang berwarna coklat. Setiap 100 g daging buah kenari mengandung 657 Kal, protein 15 g, lemak 66 g, karbohidrat 13 g, kalsium 92 mg, fosfor 691 mg dan besi 7,7 mg dan kandungan airnya 11 g (Hardinsyah dan Briawan 1994). Pemanfaatan kenari di Indonesia umumnya masih terbatas. Daging buah kenari secara komersial dimanfaatkan pada pembuatan makron kenari, bagea kenari, roti panggang kenari, roti isi kenari, sagu tumbuk, air jahe dan sebagai penyedap pada es krim (Lawalata 2004).
38
(c) Gula Gula yang ditambahkan kedalam adonan umumnya sebanyak 1% sampai 2,5% dari berat tepung terigu. Penambahan gula berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber kalori bagi tubuh (Cahyadi 2005). Gula selain sebagai pemberi rasa manis pada makron kenari, pelunakan gluten, menguatkan flavor dan juga mempengaruhi sifat adonan. Kadar gula yang terlalu tinggi di dalam adonan, akan membuat struktur adonan menjadi lebih cair, dan jumlah udara yang terperangkap dalam adonan akan semakin berkurang (Desrosier 1988).
(d) Telur Penggunaan telur dalam pembuatan makron kenari bersifat pengemulsi yang dapat membantu mempertahankan kestabilan adonan, sebagai penguat flavor, warna dan kelembutan (Matz dan Matz 1978). Telur mempunyai kandungan zat gizi yang cukup tinggi, antara lain mengandung delapan asam amino esensial yang baik untuk pertumbuhan anak dan kesehatan tubuh. Telur juga mengandung vitamin D yang dapat membantu penyerapan kalsium untuk pembentukan tulang. Selain itu telur juga mengandung vitamin E, dan kombinasi antara selenium dan vitamin E berperan sebagai antioksidan yang dapat mengurangi resiko kerusakan sel tubuh akibat radikal bebas (Sudarmadji et al. 1996).
(e) Mentega Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan makron kenari. Di dalam adonan, lemak memberikan fungsi shortening dan pemberi flavor. Selama pengadukan adonan, lemak akan mengelilingi tepung sagu sehingga jaringan gluten di dalamnya akan putus dan karakteristik makron kenari setelah pengovenan menjadi tidak terlalu keras dan lebih cepat meleleh di mulut (Manley 1983). Mentega
merupakan
produk
industri
susu
karena
bahan
utama
pembuatannya berasal dari lemak hewani atau susu (80-82%) dan ditambah
39
dengan bahan pendukung lainnya seperti air, garam dan padatan susu. Selain itu mentega diperkaya dengan vitamin A, D, E dan K yang tidak larut dalam air. Mentega mampu memberikan rasa kenyang yang lebih lama dan lebih memberikan rasa gurih serta aroma yang lebih tajam pada masakan (Suhardjo dan Kusharto 1999).
(f) Bubuk vanili Vanili adalah suatu bahan campuran yang ditambahkan kedalam produk pangan dan dapat memberikan kesan aroma yang khas dan berbeda dengan produk lain yang tanpa menggunakan bubuk vanili (Cahyadi 2005). Vanili sudah lama digunakan untuk pembuatan makron kenari, yang mempunyai efek sensoris yaitu membantu menimbulkan aroma yang sedap terutama indra penciuman dan dapat diterima oleh mulut (Phillips 1981 diacu dalam Mahani 1999).
40
3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2007 sampai dengan bulan Juli 2008. Pelaksanaan penelitian berlangsung dibeberapa Laboratorium. Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan dan Unit Produksi Hasil Perikanan untuk kegiatan preparasi, perebusan tulang dan pembuatan makron kenari. Laboratorium Kimia Terpadu Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB untuk analisis kadar air, abu, lemak dan protein tepung tulang ikan madidihang.
Untuk proses penepungan dan pengayakan tepung tulang ikan
madidihang dilakukan di Pilot Plan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Analisis derajat putih, daya serap air, densitas kamba tepung tulang ikan madidihang dan kekerasan makron dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan Fakultas Teknologi Pertanian. Analisis kadar Ca, P, pH, solubilitas Ca dan P dilakukan di Laboraturium Nutrisi dan Pakan Ternak IPB. Analisis proksimat makron kenari dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB, sedangkan untuk pengujian organoleptik makron kenari dilakukan di Laboratorium Organoleptik Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.
3.2. Bahan dan Alat 3.2.1. Bahan Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan tepung tulang ikan adalah tulang ikan madidihang yang diperoleh dari UD Bunga Laut Muara Baru Jakarta. Perebusan tulang dengan menggunakan media air, asam asetat dan asam klorida dilakukan sebelum tulang ikan diproses menjadi tepung tulang ikan. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan makron kenari adalah daging buah kenari yang diperoleh dari Kota Ternate Propinsi Maluku Utara, terigu, gula, telur, mentega, bubuk vanili dari Pasar Anyar Bogor. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis fisika dan kimiawi adalah H2SO4, alkohol, NaOH, Na2S2O3, HNO3, HClO4, akuades, tablet kjeltab, buffer pH 7 dan pH 4, KH2PO4 (standar fosfor), larutan garam Ca 1000 ppm (standar Ca).
41
3.2.2. Alat Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan tepung tulang ikan madidihang adalah baki, pisau, panci, kompor, oven, autoclave, disc mill, ayakan dan timbangan analitik. Makron kenari dibuat dengan menggunakan alat-alat seperti loyang, cetakan, sendok makan, oven, baskom, mixer dan timbangan. Untuk analisis fisik dan kimia digunakan oven, neraca analitik, labu takar, labu Kjeldhal,
penangas
air,
homogenizer
merk
Nissei
AM-3,
AAS
(Atomic Absorpstion Spectrophotometer) merk Shimadzu AA-680, Rheoner merk RE 3350 Yamaden, cawan porselin, kertas saring, Whiteness meter merk Kett Electric C-100-3, gelas ukur, erlenmeyer, alat soxhlet, kapas bebas lemak, pipet, kompor listrik, tanur, pH meter, corong, gelas ukur, kertas saring Whatman 42, tabung reaksi sentrifuse, dan alat bantu lainnya untuk uji organoleptik seperti score sheet, piring dan tissue.
3.3. Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu : penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan dua tahap yaitu tahap analisis kandungan gizi kenari dan tahap pembuatan tepung tulang ikan madidihang dengan media perebusan yang berbeda dan mengevaluasi karakteristik fisiko-kimianya.
Pada penelitian utama dilakukan pembuatan
makron kenari dengan formulasi yang berbeda, yaitu penambahan tepung tulang ikan madidihang pada berbagai konsentrasi dan analisis mutu makron kenari meliputi uji organoleptik dan analisis fisiko-kimia formulasi terpilih berdasarkan hasil uji organoleptik.
3.3.1. Penelitian pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan analisis terhadap kandungan gizi daging buah kenari kenari dan perebusan tulang ikan madidihang. Analisis daging buah kenari dilakukan untuk mengetahui komponen gizi kenari sebelum ditambahkan ke dalam produk makron kenari yaitu meliputi
42
analisis fisik (rendemen) dan kimia (kadar air, abu, protein, lemak, kalsium, fosfor dan serat pangan). Analisis daging buah kenari dapat dilihat pada Gambar 3. Buah kenari Perendam dengan air (10 menit) Pengupasan kulit dari daging
Daging buah kenari Pengeringan Pengecilan ukuran Hancuran daging buah kenari Analisis kimia: Proksimat Kalsium Fosfor Serat pangan * Keterangan: * bagian yang dimodifikasi Gambar 3 Prosedur pembuatan hancuran daging buah kenari (Modifikasi Lawalata 2004) Pembuatan tepung tulang ikan madidihang dilakukan dengan tiga metode, perebusan dengan media air, asam asetat dan asam klorida. Terhadap ketiga tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan dilakukan analisis sifat fisik yang meliputi (rendemen, derajat putih, densitas kamba dan daya serap air) dan kimia yang meliputi (kadar air, abu, protein, lemak, kalsium, fosfor, solubilitas kalsium dan solubilitas fosfor). Tepung tulang ikan madidihang yang dipilih untuk formulasi makron kenari adalah tepung ikan madidihang yang memiliki solubilitas kalsium dan fosfor tinggi. Diagram alir proses pembuatan tepung tulang ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 4.
43
Limbah tulang ikan madidihang Pembersihan, pencucian dan pemotongan kasar * Perebusan selama 12 jam (4 jam pertahap) suhu 100 °C Pencucian Pengurangan lemak dan protein * Asam asetat 4% * 4:1 / 2x15 menit
Air * 4:1 / 2x15 menit
Pencucian dengan air
Asam klorida 1%* 4:1 / 2x15 menit *
Pemanasan (autoclave) selama 1 jam pada suhu 121°C Pengeringan dengan oven suhu ± 60 °C, selama 8 jam Penggilingan Pengayakan dengan ayakan berukuran 100 mesh Tepung tulang ikan madidihang
Analisis Fisik: Rendemen Derajat putih Daya serap air Densitas kamba
Analisis Kimia: Proksimat Kalsium Fosfor * Solubilitas kalsium * Solubilitas fosfor *
Keterangan: * bagian yang dimodifikasi Gambar 4 Prosedur proses pembuatan tepung tulang ikan madidihang (Modifikasi Maulida 2005)
44
3.3.2. Penelitian utama Pembuatan makron kenari dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang mengacu pada metode yang dilakukan oleh UD Falda Ternate (2007) yang dimodifikasi. Dalam pembuatan makron kenari bahan yang digunakan adalah tepung terigu, hancuran kenari, telur, gula, mentega, bubuk vanili. Formula Makron kenari UD Falda Ternate dapat dilihat pada Tabel 2 dan proses pembuatan makron kenari dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 2 Proses pembuatan makron kenari komersial Bahan
Jumlah
Tepung terigu Hancuran kenari Telur ayam Gula Mentega Bubuk vanili
4000 g 5000 g 80 g 1000 g 500 g 6g
Sumber : Resep UD Falda Ternate (2007) Tabel 3 Makron kenari tepung tulang ikan madidihang formulasi Bahan
Jumlah
Tepung terigu Tepung tulang Hancuran kenari Telur Gula Mentega Bubuk vanila
250 g 0 g (0%); 2 g (0,8%); 4 g (1,6%); 6 g (2,4%) dan 8 g (3,2%)* 60 g 16 g 120 g 150 g 2g
Keterangan: * tepung tulang dihitung berdasarkan persen dari tepung terigu Sumber: Modifikasi Resep UD Falda Ternate (2007) Langkah-langkah pembuatan makron kenari adalah sebagai berikut: kuning telur, mentega dan gula diaduk secara merata sampai adonan memutih setelah itu ditambahkan tepung terigu, hancuran kenari, bubuk vanili, tepung tulang ikan madidihang dengan konsentrasi masing-masing: 0%, 0,8%, 1,6%, 2,4% dan 3,2%
45
dan diaduk secara merata selama 2-3 menit sampai terbentuk adonan. Proses pemareman menjadi adonan kemudian adonan dibentuk menjadi makron kenari sesuai ukuran setelah itu makron kenari dipanggang dengan 2 tahapan pada suhu 160 0C selama 5 menit dan suhu 135 0C selama 20 menit, ini bertujuan untuk menghindari tingkat penggosongan.
Setelah itu makron kenari diangkat dan
didinginkan dalam suhu ruang dan dimasukkan kedalam toples. Analisis makron kenari meliputi uji organoleptik (uji skoring dan perbandingan pasangan), analisis fisik (ketebalan, diameter, berat, dan kekerasan makron kenari) dan analisis kimia (kadar air, protein, lemak, abu, karbohidrat, kalsium, fosfor, serta solubilitas kalsium dan fosfor). Skema proses pembuatan makron kenari dapat disajikan pada Gambar 5.
3.4. Prosedur Analisis Prosedur analisis pada penelitian ini meliputi karakteristik fisik tepung tulang ikan madidihang terdiri dari rendemen, derajat putih, densitas kamba, daya serap air, dan karakteristik kimia terdiri dari kadar air, abu, protein, lemak, nilai pH, kalsium, fosfor, solubilitas kalsium dan solubilitas fosfor.
Pada produk
makron kenari dilakukan analisis organoleptik yaitu uji skoring dan uji perbandingan pasangan. Uji fisik yaitu pengukuran berat, ketebalan, diameter, kekerasan, dan uji kimia terdiri dari kadar air, abu, protein, lemak, kadar kalsium, kadar fosfor, solubilitas kalsium dan solubiltas fosfor.
3.4.1. Uji organoleptik (Soekarto dan Hubeis 2000) Uji organoleptik untuk makron kenari dalam penelitian ini menggunakan uji skoring. Uji ini berfungsi untuk menilai suatu sifat organoleptik yang spesifik dan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan makron kenari hasil formulasi dibandingkan produk komersial (perbandingan pasangan). Uji organoleptik dilakukan oleh 30 panelis semi terlatih.
46
Telur, margarin dan gula dikocok secara merata sampai memutih (adonan 1)
Tepung terigu, hancuran kenari, tepung* tulang ikan madidihang (0%,0,8%, 1,6%, 2,4% dan 3,2%) dicampur dan diaduk secara merata (adonan 2)
Pencampuran adonan 1 dan 2 diaduk secara rata
Pemeraman adonan selama 20 menit Pencetakan adonan setebal 2 cm (Diameter 3 mm*)
Pemanggangan (oven) suhu 160 °C 5 menit, 135 °C selama 20 menit*
Pendinginan pada suhu kamar
Makron kenari (produk) *
Analisis Fisik: Berat * Ketebalan * Diameter * Kekerasan *
Analisis Kimia: Proksimat* pH* Kalsium* Fosfor * Solubilitas kalsium * Solubilitas fosfor *
Keterangan: * bagian yang dimodifikasi Gambar 5 Prosedur proses pembuatan makron kenari (Modifikasi UD Falda Ternate 2007)
47
3.4.1.1 Uji skoring (Soekarto dan Hubeis 2000) Pada uji ini diberikan penilaian terhadap mutu sensorik dalam suatu jenjang mutu. Tujuan uji skoring adalah pemberian suatu nilai atau skor tertentu terhadap suatu karakteristik mutu.
Pemberian skor dapat dikaitkan dengan
hedonik yang jumlah skalanya tergantung pada tingkat kelas yang dikehendaki. Penilaian organoleptik meliputi: penampakan, warna, aroma, rasa dan tekstur dengan nilai berkisar antara 1 sampai 7. Lembar uji organoleptik makron kenari dengan uji skoring dan lembaran uji organoleptik makron kenari tepung tulang ikan madidihang terpilih secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. 3.4.1.2 Uji perbandingan pasangan (Soekarto dan Hubeis 2000) Uji perbandingan pasangan adalah uji yang digunakan untuk menentukan kelebihan suatu produk dibandingakan dengan produk contoh lainnya. Makron kenari yang terpilih adalah makron yang paling tinggi nilai rata-ratanya berdasarkan
uji skoring.
perbandingan pasangan UD Falda Ternate.
Kemudian makron formulasi dilakukan uji
dengan makron komersial
yang diproduksi oleh
Parameter yang diuji dalam uji perbandingan pasangan
meliputi warna, rasa, kerenyahan, dan penampakan dengan skala -3 sampai 3 (-3= sangat buruk, -2= lebih buruk, -1= agak lebih buruk, dan 0= tidak berbeda, +1= agak lebih baik, +2= lebih baik, +3= sangat lebih baik) (Lampiran 2). Keempat parameter tersebut digunakan untuk mewakili ketertarikan konsumen terhadap produk makron kenari.
3.4.2 Analisis fisik 3.4.2.1 Rendemen (AOAC 1995) Rendemen merupakan hasil akhir yang dihitung berdasarkan proses input dan output. Rendemen dihitung berdasarkan berat basah dengan rumus sebagai berikut: Berat akhir (g) Rendemen (%) =
x 100% Berat awal (g)
48
3.4.2.2 Derajat putih (Faridah et al. 2006) Alat yang digunakan dalam menganalisis tepung tulang ikan madidihang adalah whiteness meter. Prinsip kerja alat ini adalah melalui pengukuran indeks refleksi dari permukaan sampel dengan sensor fotodioda. Semakin putih sampel, maka cahaya yang dipantulkan semakin banyak, begitu pula sebaliknya semakin jelek sampel maka cahaya yang dipantulkan juga semakin sedikit.
Contoh
sebanyak 3 gram sampel ditempatkan dalam satu wadah. Suhu sampel diseimbangkan dengan meletakkan wadah sampel di atas tester. Kemudian wadah berisi sampel serta cawan berisi standar (berupa serbuk BaSO4) dimasukkan ke tempat pengukuran dan alat akan menampilkan nilai derajat putih. Pengukuran derajat putih sebagai berikut:
Derajat putih (%) =
Derajat putih sampel x 100% 110
3.4.2.3 Analisis daya serap air metode gravimetri (Fardiaz et al. 1992) Sebanyak 1 g sampel ditimbang kemudian dimasukkan kedalam tabung sentrifuse, ditambahkan 10 ml air dan kocok menggunakan fortex mixer. Selanjutnya disentrifuse dengan kecepatan 3500 rpm selama 30 menit. Volume supernatan diukur dengan menggunakan gelas ukur 10 ml. Daya serap air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Daya serap air (%) =
Volume air awal (ml)-volume supernatan (ml) x 100% Berat kering contoh (g)
3.4.2.4 Densitas kamba (Wirakartakusumah et al. 1992) Pengukuran densitas kamba dilakukan dengan menggunakan gelas ukur. Bahan-bahan yang akan diukur ditimbang sebanyak 10 g, kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml dan dibaca volumenya.
Densitas kamba dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut: Berat bahan (g) Densitas kamba (g/ml) = Volume bahan (ml)
49
3.4.2.5 Uji kekerasan (Ranggana 1986) Kekerasan merupakan gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan atau produk sehingga terjadi perubahan bentuk yang diinginkan. Pengukuran kekerasan dilakukan dengan menggunakan Rheoner RE 3350 dengan jarak 400 x 0,01 mm; sensitifitas 0,2 V; kecepatan 1 mm/s. Sampel ditimbang beratnya dan dimasukkan ke dalam suatu wadah yang berbentuk empat persegi panjang (plate yang berlubang dibagian bawahnya). Sejumlah mata pisau dengan diberi beban 50 kg dimasukkan ke dalam sehingga terjadi penekanan, pemotongan terhadap sampel. Pisau naik ke atas dan wadah yang berisi sampel dapat dibuka. Pembacaan nilai kekerasan dapat dilakukan dengan melihat grafik yang terbentuk yaitu dengan membagi peak yang terbentuk dalam kertas grafik dengan milimeter penurunan awal pengujian dan berat sampel. Kekerasan berhubungan dengan kerenyahan makron kenari sejauh mana makron kenari tersebut menjadi remuk.
3.4.3 Analisis kimia 3.4.3.1 Analisis kadar air (AOAC, 1995) Cawan kosong yang digunakan dikeringkan dalam oven selama 15 menit atau sampai diperoleh berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang.
Sampel kira-kira sebanyak 2 gram ditimbang dan
diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven selama 3-4 jam pada suhu 105-110 °C. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator dan setelah dingin ditimbang kembali.
Persentase kadar air (berat basah) dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
Kadar air (%) =
B1 - B2
x 100%
B Keterangan : B = berat sampel (g) B1= berat (sampel cawan + cawan) sebelum dikeringkan (g) B2= Berat (sampel cawan + cawan) setelah dikeringkan (g)
50
3.4.3.2 Analisis kadar abu (AOAC 1995) Pengukuran kadar abu ditentukan dengan alat tanur. Cawan porselin dipanaskan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 g sampel dimasukkan dalam cawan porselin lalu dibakar sampai tidak berasap lalu diabukan dalam tanur suhu 600 °C sampai berwarna putih (semua contoh menjadi abu).
Setelah
didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga berat konstan. Perhitungan kadar abu adalah sebagai berikut : Berat abu (g) Kadar abu (%) =
x 100% Berat sampel (g)
3.4.3.3 Analisis kadar protein (AOAC 1995) Sampel ditimbang (1-2 gram) lalu dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Setelah itu ditambahkan 1,9 g K2SO4, 40 mg HgO dan 2,0 ± 0,1 ml H2SO4 dan dididihkan sampai cairan berwarna jernih. Larutan jernih ini lalu dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu Kjeldahl dicuci dengan air (1-2) ml kemudian air cucian dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-NaS2O3. Dibawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0,2% dan 1 bagian metil biru 0,2% dalam alkohol) diletakkan di bawah kondensor hingga ujung kondensor terendam dalam larutan H3BO3. Hasil dari destilasi ini dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N. Blanko juga dikerjakan seperti prosedur di atas. Kadar protein dapat dihitung dengan rumus:
Kadar protein (%) =
(ml sampel-ml HCl blanko)x N HCl x 14,007 x 6,25 x100% Berat sampel (mg)
3.4.3.4 Analisis kadar lemak (AOAC 1995) Metode yang digunakan dalam analisis lemak adalah ekstraksi soxhlet. Pertama kali labu lemak yang akan digunakan dikeringkan di dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Contoh sebanyak
51
5 gram dibungkus dengan kertas saring, setelah itu kertas saring yang berisi contah tersebut dimasukkan dalam alat ekstraksi soxhlet.
Alat kondensor
diletakkan di atasnya dan abu lemak diletakkan di bawahnya. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama minimal 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi, dan pelarut ditampung kembali. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 °C selama 5 jam hingga mencapai berat tetap dan setelah itu didinginkan dalam desikator. Selanjutnya labu beserta lemak di dalamnya ditimbang dan berat lemak dapat diketahui. Kadar lemak sampel dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: Berat lemak (g) Kadar lemak (%) =
x 100% Berat sampel (g)
3.4.3.5 Analisis kadar karbohidrat by difference (AOAC 1995) Analisis kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Kadar karbohidrat = 100 % - (% kadar air + % protein + % lemak + % abu) 3.4.3.6
Analisis
kadar
kalsium
metode
AAS
dengan
wet
digestion
(Raitz et al. 1987). (a) Pembuatan larutan standar Larutan stok kalsium 1000 ppm dibuat deret standar 2, 4, 8 ppm dengan cara memipet 0,2; 0,4; 0,8 larutan stok Ca 100 ppm, masing-masing kedalam labu ukur 100 ml. Larutan Cl3La.7H2O (lantan) sebanyak 1 ml ke dalam masingmasing labu takar dan ditambahkan akuades sampai volume 100 ml.
52
(b) Penetapan sampel Pengabuan basah (wet digestion) menggunakan HNO3 65%, H2SO4 9698%, HClO4 60%, dan HCl 37%. Sebanyak 1 g sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 150 ml dan diberi HNO3 5 ml, kemudian didiamkan selama 1 jam. Ditambahkan H2SO4 (pa = pro analisis) sebanyak 0,4 ml dan dipanaskan kembali selama 30 menit. Sampel diangkat dari hot plate dan diberi larutan HClO4:HNO3 (2:1) sebanyak 3 ml, kembali dipanaskan selama 15 menit hingga sampel menjadi bening. Sampel ditambahkan 2 ml akuades dan 0,6 ml HCl (pa), setelah sampel bening dipanaskan hingga larut dan didinginkan.
Sampel diencerkan sampai
volume tertentu (aliquot 100 ml), kemudian disaring dengan kertas saring Whatman 42. Aliquot diambil sebanyak 1 ml, dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan akuades 4 ml serta lantan 0,05 ml selanjutnya divortex, disentrifuse dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit. Filtrat dibaca dengan AAS
pada panjang gelombang ( )ג422,7 nm. Hasil absorbansi dibandingkan
dengan kurva standar Ca yang telah diketahui. Perhitungannya: (ml aliquot / 1000) x Fp x (ppm sampel – ppm blanko) Ca (%) =
x 100% mg sampel
Ca (mg/100g) = % Ca x 1000; FP = Faktor pengenceran 3.4.3.7 Analisis kadar fosfor, metode Taussky (Anggraeni 2003) (a) Preparasi Larutan: Sebanyak 10 g ammonium molibdat diencerkan dengan 60 ml akuades dalam labu takar, kemudian ditambahkan 28 ml H2SO4 pekat secara bertahap dan diencerkan dalam akuades hingga 100 ml untuk menghasilkan larutan ammonium molibdat (NH4)6MnO24.4H2O) 10% (Larutan A). Sebelum dianalisis, larutan A diambil sebanyak 10 ml dan ditambahkan dengan 60 ml akuades dan 5 g FeSO4.7H2O dalam labu takar dan diencerkan hingga 100 ml untuk menghasilkan larutan B.
53
(b) Pembuatan Larutan Standar Sebanyak 4,394 g KH2PO4 dilarutkan dalam akuades sampai 1000 ml agar didapatkan konsentrasi P sebesar 1000 ppm. Sebanyak 10 ml larutan tersebut kemudian diencerkan dengan penambahan akuades 400 ml sehingga didapatkan konsentrasi sebesar 25 ppm. Kemudian dibuat konsentrasi larutan standar P = 2, 3, 4 dan 5 ppm masing-masing sebanyak 5 ml dengan mengambil larutan standar 25 ppm berturut-turut sebanyak 0,4; 0,6; 0,8 dan 1,0 ml. Masing-masing volume tersebut ditambahkan 2 ml larutan C dan akuades hingga 5 ml, kemudian dibaca dalam spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm. (c) Penetapan Sampel Larutan sampel ditambahkan 2 ml larutan B, lalu dipipet ke dalam kuvet sebanyak 3 ml dan dibaca pada panjang gelombang 660 nm. Nilai absorbansi larutan standar 2, 3, 4 dan 5 ppm diukur dan diregresikan sehingga didapat persamaan y = a + bx. Kemudian nilai absorbansi sampel (y) dimasukkan untuk mendapatkan nilai konsentrasi sampel (x). 3.4.3.8 Mineral terlarut (modifikasi Santoso et al. 2006) Sampel sebanyak 5 g ditambahkan ke larutan dengan berbagai tingkatan nilai pH (2, 4, 6) sebanyak 20 ml sampel dan dihomogenkan dengan berbagai tingkatan nilai pH (2, 4, 6) sebanyak 20 ml dan dihomogenkan dengan menggunakan homogenizer pada kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit. Selanjutnya sampel diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 37 0C selama 4 jam. Kemudian sampel disentrifuse pada kecepatan 10.000 rpm, 2 0C selama 10 menit untuk memperoleh fraksi terlarut. Selanjutnya disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no.42. Hasil saringan tersebut selanjutnya diukur dengan menggunakan AAS pada panjang gelombang 422,7 nm untuk mengetahui berapa banyak kalsium yang terlarut dan 660 nm untuk fosfor yang terlarut menggunakan spektrofotometer. Pereakasi kalsium dan fosfor terlarut dihitung dengan membandingkan total kalsium dan fosfor terlarut.
54
3.5. Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan percobaan untuk penelitian pendahuluan adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktor tunggal yaitu perebusan tepung tulang ikan madidihang dengan media air, asam asetat dan asam klorida dengan masingmasing tiga kali ulangan (Steel dan Torrie 1993). Model matematiknya adalah sebagai berikut: Model Rancangan : Yij =µ+ Ai + ij Dimana : Yij = Respon percobaan karena pengaruh faktor A taraf ke-i pada ulangan ke-j µ
= Nilai tengah umum atau rataan
Ai = Faktor A (A= penambahan asam) taraf ke-i (i= air, asam asetat, asam klorida),
ij = Pengaruh kesalahan percobaan karena pengaruh faktor ke-A taraf ke-i pada ulangan ke-j (j= 1, 2, 3) Analisis data untuk karakteristik fisik terdiri dari rendemen, derajat putih, daya serap air, densitas kamba, dan kimia terdiri dari kadar air, abu, lemak, protein, kalsium, fosfor, solubilitas kalsium dan fosfor pada tepung tulang ikan madidihang dengan menggunakan analisis ragam.
Jika hasil analisis ragam
berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey (w). Dengan menggunakan rumus: W= qα (p,fe)SY Keterangan: qα = (Y maks
Y min)/ SY ;
p = t adalah banyaknya perlakuan;
fe = derajat bebas galat SY = s/
n
Rancangan percobaan penelitian utama adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktor tunggal yaitu penambahan tepung tulang ikan madidihang dengan tiga kali ulangan (Steel dan Torrie 1993). Model matematiknya adalah sebagai berikut:
55
Model Rancangan : Yij =µ+ Ai + ij Dimana : Yij = Respon percobaan karena pengaruh faktor A taraf ke-i, pada ulangan ke-j µ
= Nilai tengah umum atau rataan
Ai = Faktor A (penambahan tepung tulang ikan madidihang) taraf ke-i (i= 0%; 0,8%; 1,6%; 2,4%; 3,2%).
ij = Pengaruh kesalahan percobaan karena pengaruh faktor ke-A taraf ke-i pada ulangan ke-j (j= 1, 2, 3) Analisis data untuk karakteristik fisik terdiri dari derajat putih, daya serap air, densitas kamba, dan kimia terdiri dari kadar air, abu, lemak, protein, kalsium, fosfor, solubilitas kalsium dan fosfor tepung tulang ikan madidihang dan makron kenari formulasi yang dilakukan dengan menggunakan analisis ragam. Jika hasil analisis ragam berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey (w). Untuk analisis data formulasi makron kenari terdiri dari analisis fisik (ketebalan, panjang, lebar, berat, dan kekerasan makron kenari), dan analisis kimia (kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, serta solubilitas kalsium dan fosfor) juga menggunakan analisis ragam. Jika hasil analisis berbeda nyata maka dilanjutkan uji Tukey (w), dengan menggunakan rumus: W= qα (p,fe)SY Keterangan: qα = (Y maks
Y min) / SY ;
p = t adalah banyaknya perlakuan;
fe = derajat bebas galat SY = s/
n
Hasil data uji organoleptik meliputi parameter penampakan, warna, aroma, rasa, dan tekstur diuji dengan uji statistik nonparametrik Kruskal Wallis. Uji Kruskal Wallis ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan dalam ranking.
Apabila hasil analisis menunjukkan
adanya pengaruh beda nyata maka dilanjutkan dengan uji Multiple Comparison
56
yang bertujuan untuk mengetahui perlakuan mana saja yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter yang dianalisis. Perhitungan statistik Kruskal Wallis dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Stell dan Torrie 1993): 12 H=
∑ n (n +1)
Ri²
- 3(n + 1)
ni
H
T
H’=
Pembagi = 1Pembagi
(n -1) (n + 1) n
Dimana: T = (t-1) (t + 1) Keterangan: ni = banyaknya pengamatan dalam perlakuan ke-i Ri = jumlah ranking dalam contoh ke-i n = jumlah total data t
= banyaknya pengamatan seri dalam kelompok
H’ = H terkoreksi Hasil yang berbeda nyata diuji dengan uji lanjut Multiple Comparison dengan rumus sebagai berikut:
Ri -Rj > < Zα/k (k - 1)
N ( N 1) 1 1 12 ni nj
Keterangan : Ri = rata-rata ranking dalam perlakuan ke-i Rj = rata-rata ranking dalam perlakuan ke-j N =banyaknya data k = banyaknya perlakuan ni = jumlah data perlakuan ke-i nj = jumlah data perlakuan ke-j
57
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan terdiri dari dua tahap yaitu pengujian komponen kimia gizi kenari (Canarium ovatum) yang meliputi kadar air, abu, protein, lemak, kalsium, fosfor serta serat pangan sedangkan penelitian pendahuluan tahap kedua adalah pembuatan tepung tulang ikan madidihang dengan media perebusan air, asam asetat dan asam klorida. Masing-masing tepung tulang ikan yang dihasilkan dilakukan analisis fisik meliputi rendemen, derajat putih, daya serap air, densitas kamba dan karakteristik kimia yang terdiri dari kadar air, abu, protein, lemak, kalsium, fosfor, solubilitas kalsium dan solubilitas fosfor. Tepung tulang ikan madidihang dengan solubilitas kalsium terbaik, yang digunakan dalam formulasi makron kenari.
4.1.1
Komposisi kimia daging buah kenari (Canarium ovatum)
Daging buah kenari secara komersial dimanfaatkan pada pembuatan roti, kue dan sebagai penyedap es krim. Sedangkan batok buah kenari yang tebal digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak dan bisa dijadikan cendera mata yang menarik. Kulit buah kenari yang matang dapat dimakan setelah diolah serta diberi garam dan saus ikan. Kulit ini juga mengandung minyak yang kadangkadang diekstrak dan digunakan untuk memasak serta
penerangan.
Pucuk
mudanya juga digunakan sebagai lalapan, kayunya digunakan untuk rumah dan kayu bakar (Lawalata 2004). Bentuk buah kenari bulat seperti telur sampai agak lonjong, secara morfologi bagian buah kenari dibagi menjadi kulit buah, batok buah dan daging buah. Kulit buah berwarna mengkilap berwarna hijau pada saat mentah dan berubah menjadi hitam lembayung pada waktu matang (Lampiran 13). Batok buah memanjang, mengeras, berbentuk segitiga, pangkalnya lancip, ujungnya tumpul dan berwarna coklat muda sampai coklat kehitam-hitaman dapat dilihat pada Lampiran 13. Hasil analisis komposisi daging buah kenari dapat dilihat pada Tabel 4.
58
Tabel 4 Komposisi kimia daging buah kenari (Canarium ovatum) Parameter Air (%) Abu (%) Protein (%) Lemak (%) Kalsium(%) Fosfor (%) Serat pangan (%)
Nilai rata-rata 6,57 0,36 3,46 0,04 13,29 0,25 61,99 0,13 0,05 0,00 0,70 0,00 15,23 0,28
Hasil analisis daging buah kenari menunjukkan bahwa kandungan lemak pada daging buah kenari cukup tinggi yaitu 61,98% sedangkan kandungan terendah adalah kalsium 0,05% dan fosfor 0,70%. Kandungan lemak yang tinggi pada daging buah kenari disebabkan karena kenari merupakan jenis kacangkacangan. Lemak yang terdapat pada daging buah kenari adalah lemak asam esensial yang banyak terdapat pada kacang-kacangan, minyak jagung dan kedelei (Suhardjo dan Kusharto 1999). Daging buah kenari yang selama ini ditambahkan pada produk makron kenari ternyata memiliki kandungan kalsium dan fosfor yang cukup rendah oleh karena itu untuk meningkatkan kandungan gizi makron kenari maka perlu ditambahkan tepung tulang ikan madidihang dengan harapan kandungan kalsium dan fosfor pada tepung tulang ikan dapat meningkatkan nilai gizi produk makron kenari. 4.1.2 Pembuatan tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares)
Pembuatan tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares) terdiri dari pembersihan, pengecilan ukuran, pencucian, perebusan, pencucian dan pembersihan kembali (Lampiran 14). Perebusan dilakukan selama 12 jam dan setiap 4 jam pertahap tulang ikan dicuci dan dibersihkan dari lemak dan kotoran yang menempel setelah itu tulang ikan direbus kembali sampai 3 tahap dengan suhu 100 0C (Lampiran 15). Tahap selanjutnya adalah perebusan tulang ikan dengan menggunakan media perebusan berbeda yaitu air, asam asetat dan asam klorida selama 30 menit dan masing-masing perebusan dilakukan selama 15 menit pertahap kemudian tulang ikan dicuci kembali hingga bersih dan dilakukan perebusan dengan menggunakan autoklaf, dioven pada suhu 60 0C selama 8 jam
59
dan tulang ikan ditepungkan dengan menggunakan disk mill dan diayak dengan ukuran 100 mesh. Bentuk tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada (Lampiran 16). 4.1.3 Karakteristik fisik tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares)
Analisis sifat fisik yang dilakukan pada tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares) dapat dilihat pada (Tabel 5). Tabel 5 Karakteristik fisik tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares) Parameter Rendemen (%) Derajat Putih (%) Daya serap air (%) Densitas kamba (g/ml)
Media perebusan Air 68,33 1,81a 45,22 4,57a 1,06 0,06a 0,92 0,04a
Asam asetat 58,87 2,32b 51,45 1,58a 1,08 0,03a 0,90 0,02ab
Asam klorida 43,33 5,43c 44,95 3,66a 1,09 0,07a 0,85 0,03b
Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama dan diikuti huruf superscripts berbeda (a, b, c) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05)
Rendemen merupakan perbandingan antara produk akhir (tepung tulang ikan madidihang) dengan bahan baku (tulang ikan madidihang). Rendemen dapat dijadikan sebagai parameter yang sangat penting untuk mengetahui nilai ekonomis produk tulang tersebut.
Rendemen tepung tulang ikan madidihang yang
dihasilkan dari perebusan dalam media air, asam asetat dan asam klorida berturutturut sebesar 68,33; 58,86 dan 43,33% dapat dilihat pada Gambar 6. Rendemen dengan perlakuan asam asetat dan asam klorida lebih rendah dibandingkan dengan air, karena air tidak banyak memecah protein dan lemak, sedangkan jenis asam dapat memecah protein menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga rendemen menjadi lebih sedikit (Nurhayati 1994). Hasil analisis ragam (Lampiran 3a) menunjukkan bahwa pembuatan tepung tulang ikan madidihang dengan menggunakan perlakuan yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap rendemen, densitas kamba, sedangkan untuk derajat putih, daya serap air tidak berbeda nyata (p> 0,05).
60
80.00
Rendemen (%)
70.00
68.33(a) 58.87(b)
60.00 43.33(c)
50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 Air
Asam asetat
Asam klorida
Media perebusan
Keterangan: Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf superscripts berbeda (a, b, c) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p < 0,05).
Gambar 6 Histogram karakteristik rendemen tepung tulang ikan madidihang Rendemen dapat dijadikan sebagai parameter penting untuk mengetahui nilai ekonomis produk tulang tersebut. Perebusan tulang dengan air menghasilkan rendemen lebih besar karena tulang ikan tidak mengalami degradasi yang cukup besar, sedangkan rendemen dengan menggunakan asam asetat dan asam klorida dapat mendegradasi protein dan lemak yang cukup tinggi bahkan perebusan dengan asam klorida tulang ikan menjadi rapuh dan hancur hal ini diduga karena sifat asam klorida yang termasuk dalam asam kuat sehingga rendemen menjadi lebih sedikit. Nilai derajat putih yang dihasilkan dengan perebusan menggunakan air, asam asetat dan asam klorida secara berurutan adalah 45,22; 51,45 dan 44,95%. Bila dibandingkan dengan derajat putih tepung terigu yang berada pada kisaran 80-90%, maka derajat putih tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan lebih kecil dari pada derajat putih tepung terigu merk Bogasari Cap Kunci Biru. Hal ini disebabkan karena tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan tanpa menggunakan pemutih yang biasa digunakan untuk tepung dan dijual dipasaran. Derajat putih tepung merupakan faktor yang menunjukkan nilai mutu tepung tersebut. Semakin tinggi derajat putih jenis tepung maka semakin baik pula mutu
61
tepung tersebut (Buckle et al. 1987).
Pemutih yang biasa digunakan adalah
benzoil peroksida (Winarno 1997). Histogram derajat putih dapat dilihat pada Gambar 7.
D erajat p u tih (% )
60.00 50.00
51.45(a) 45.22(a)
44.95(a)
40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 Air
Asam asetat
Asam klorida
Media perebusan
Keterangan: Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf superscripts yang
sama (a) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p > 0,05).
Gambar 7 Histogram karakteristik derajat putih tepung tulang ikan madidihang Derajat putih tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan dengan air asam asetat dan asam klorida tidak berbeda nyata (p>0,05) (Lampiran 3b). Hal ini diduga dipengaruhi oleh kekuatan asam dan lama perebusan, dimana dalam penelitian yang dilakukan semakin tinggi kekuatan asam maka semakin putih tepung tulang yang dihasilkan. Hal ini seiring dengan Winarno (1997) yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi asam yang diberikan maka makin besar pula kemungkinannya untuk mendagradasi pigmen pada tulang ikan. Daya serap air merupakan karakteristik fisik yang cukup penting dalam menentukan higroskopisitas produk kering seperti tepung terigu (Muchtadi dan Sugiyono 1992). Daya serap air tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan tiga perlakuan yaitu air, asam asetat dan asam klorida adalah 1,06; 1,08 dan 1,09% dapat dilihat pada Gambar 8.
62
D a y a s e ra p a ir ( % )
1.20
1.06(a)
1.08(a)
1.09(a)
Air
Asam asetat
Asam klorida
1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 Media perebusan
Keterangan: Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf superscripts yang sama
(a) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p > 0,05).
Gambar 8 Histogram daya serap air tepung tulang ikan madidihang. Daya serap air tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan dengan air asam asetat dan asam klorida tidak berbeda nyata (p>0,05) (Lampiran 3c). Perlakuan dengan menggunakan asam hasilnya lebih baik hal ini disebabkan karena asam dapat digunakan untuk memecah protein. Semakin tinggi kadar protein maka makin tinggi pula daya serap air (Ohren 1981). Densitas kamba (bulk density) merupakan massa partikel yang menempati suatu unit volume tertentu yang dipengaruhi oleh ukuran, bentuk bahan, wadah serta kadar air (Wirakartakusumah et al. 1992). Hasil analisis densitas kamba tepung tulang yang dihasilkan dengan tiga perlakuan yaitu air, asam asetat dan asam klorida secara berturut-turut adalah 0,92 g/ml; 0,90 g/ml dan 0,85 g/ml dapat dilihat pada Gambar 9. Densitas kamba tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan dengan asam asetat, asam klorida dan air hasilnya berbeda nyata (p<0,05) (Lampiran 3d).
63
Densitas kamba (g/ml)
1.00 0.90 0.80 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00
0.92(a)
0.90(ab)
Air
Asam asetat
0.85(b)
Asam klorida
Media perebusan
Keterangan: Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf superscripts berbeda
(a, b) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p < 0,05).
Gambar 9 Histogram densitas kamba tepung tulang ikan madidihang. Densitas kamba diduga dipengaruhi oleh kandungan asam pada saat perebusan, semakin tinggi kandungan asam maka semakin rendah pula densitas kamba dan sebaliknya semakin rendah kandungan asam maka semakin tinggi pula densitas kamba, ini terlihat dari tiga perlakuan dengan media perebusan berbeda yaitu air, asam asetat dan asam klorida. Densitas kamba tertinggi adalah air dan diikuti oleh asam asetat dan asam klorida, larutan asam diduga menghambat porositas tepung tulang ikan sehingga nilai densitas kambanya rendah.
4.1.4.
Karakteristik kimia (Thunnus albacares)
tepung
tulang
ikan
madidihang
Karakteristik kimia tepung tulang ikan madidihang yang dianalisis meliputi kadar air, abu, protein, lemak, kalsium dan fosfor.
Secara lengkap
karakteristik kimia tersebut disajikan pada Tabel 6.
64
Tabel 6 Karakteristik kimia tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares) Parameter Air (%) Abu (%) Protein (%) Lemak (%) Kalsium(mg/g bk) Fosfor (mg/g bk)
Air 3,510,08a 53,771,91a 24,910,48a 8,490,60a 159,7024,33a 6,400,99a
Media perebusan Asetat asetat 3,340,27b 52,920,98a 26,110,42a 8,220,27a 163,4829,79a 6,251,17a
Asam klorida 3,800,08a 56,060,59a 24,621,71a 7,580,50a 149,3520,04a 6,610,51a
Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama dan diikuti huruf superscripts berbeda (a,b) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05)
Kadar air tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan dengan perlakuan air, asam asetat, dan asam klorida secara berurutan adalah 3,51; 3,34 dan 3,80%, ketiga nilai tersebut secara statistik berbeda nyata (Lampiran 4a). Nilai kadar air tersebut hampir sama bila dibandingkan dengan hasil penelitian Maulida (2005) yaitu 3,76% dan penelitian yang dilakukan oleh Trilaksani et al. (2006) mempunyai nilai yang lebih tinggi yaitu 8,30%. Perbedaan kadar air tersebut dipengaruhi oleh jenis tulang ikan, metode pembuatan termasuk metode pengeringan yang dilakukan. Media perebusan dengan air, asam asetat dan asam klorida menghasilkan kadar abu tepung tulang ikan secara berturut-turut adalah 53,77; 52,92 dan 56,06% secara statistik tidak berbeda nyata (Lampiran 4b). Kadar abu yang dilakukan pada penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian Trilaksani et al. (2006) yaitu 77,54%. Kadar abu merupakan gambaran kasar dari kandungan mineral, tetapi kadar abu tidak selalu ekuivalen dengan kadar mineral (Apriyantono et al. 1989). Protein tepung tulang ikan madidihang dengan media perebusan air, asam asetat dan asam klorida masing-masing sebesar 24,91; 26,11 dan 24,62%. Kadar protein tepung tulang dengan media perebusan asam asetat lebih tinggi dibandingkan dengan air dan asam klorida, meskipun ketiga nilai tersebut secara statistik tidak berbeda nyata (Lampiran 4c). Makin lama suatu bahan berada dalam lingkungan asam maka makin besar pula kemungkinan asam memecah protein sebab asam mempunyai kemampuan untuk memecah protein (Lee 1963).
65
Kandungan lemak tepung tulang ikan yang dihasilkan pada perebusan dengan air, asam asetat dan asam klorida masing-masing sebesar 8,49; 8,22 dan 7,58%.
Kadar lemak dengan media perebusan air lebih tinggi dibandingkan
dengan asam asetat dan klorida hal ini disebabkan oleh sifat asam yang dapat memecah lemak meskipun ketiga nilai tersebut secara statistik tidak berbeda nyata (Lampiran 4d). Penurunan kadar lemak sangat berpengaruh terhadap daya awet bahan, apabila kadar lemak bahan tinggi maka akan mempercepat ketengikan akibat terjadinya oksidasi lemak (Kataren 1986). Kalsium
merupakan
makromolekul
yang
sangat
penting
dalam
pertumbuhan dan perkembangan tulang dan gigi. Tulang ikan memiliki kandungan mineral yang cukup tinggi terutama dalam bentuk kalsium fosfat. Kalsium fosfat merupakan mineral yang sangat penting untuk pembentukan tulang dan gigi serta berguna untuk metabolisme tubuh dan kebutuhan asupan kalsium dan gizi seimbang yang harus disediakan setiap hari (Harris dan Karnas 1989). Kandungan kalsium pada tulang ikan madidihang dengan media perebusan asam asetat yaitu 163,48 mg/g bk, asam klorida, 149,35 mg/g bk dan air yaitu 159,70 mg/g bk secara statistik tidak berbeda nyata (Lampiran 4e).
Kandungan Ca
tertinggi adalah perebusan dengan menggunakan asam asetat, hal ini disebabkan karena perbedaan media asam yang digunakan pada perebusan tulang ikan madidihang. Kandungan fosfor pada tulang ikan madidihang dengan media perebusan asam klorida lebih tinggi yaitu 6,61 mg/g bk, air adalah 6,40 mg/g bk; dan asam asetat 6,25 mg/g bk, ketiga nilai tersebut secara statistik tidak berbeda nyata (Lampiran 4f). Kandungan mineral kalsium dan fosfor dipengaruhi oleh media perebusan dan juga faktor-faktor ekologis pada saat penangkapan yaitu musim, ketersediaan nutrisi, suhu dan salinitas (Martinez et al. 1989). Rasio perbandingan antara kalsium dan fosfor berpengaruh erat dalam proses absorpsi. Rasio kalsium dan fosfor pada tepung tulang ikan dengan media perebusan air adalah 25:1, sedangkan media perebusan asam asetat dan asam klorida masing-masing 26:1 dan 23:1. Absorpsi kalsium yang baik, diperlukan perbandingan Ca:P di dalam rongga usus (di dalam hidangan) 1:1 sampai 1:3
66
dengan pH usus yaitu < 6.
Perbandingan Ca : P lebih besar dari 1:3 akan
mengahambat penyerapan Ca (Sediaoetama 2006).
4.1.5.
Solubilitas kalsium (Thunnus albacares).
tepung
tulang
ikan
madidihang
Persen solubilitas kalsium tepung tulang ikan madidihang meningkat secara nyata dengan meningkatnya derajat keasaman, dimana persen solubilitas tertinggi pada pH 2 media perebusan asam asetat yaitu 24,76. Kondisi ini sejalan dengan hasil penelitian Yoshie et al (1997); Santoso et al. (2006) yang masingmasing mempelajari solubilitas mineral seafood dan seaweeds dalam berbagai kondisi keasaman. Hasilnya menunjukkan bahwa solubilitas mineral (Ca, Mg, Fe, Zn) tertinggi terjadi pada suasana asam dan akan menurun sejalan dengan meningkatnya nilai pH dan sebaliknya, demikian pula persen penyerapannya. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Muchtadi et al. (1989) tingkat keasaman (pH) pada usus halus berpengaruh langsung terhadap penyerapan kalsium dan fosfor didalam tubuh. Bahan pangan dengan jumlah kalsium yang tinggi bukan satu-satunya syarat untuk dijadikan sumber kalsium yang berguna bagi tubuh. Syarat lainnya adalah kalsium dalam bahan pangan harus bersifat bioavailable agar dapat dimanfaatkan oleh tubuh.
Salah satu indikator sumber kalsium bersifat
bioavailable adalah memiliki kelarutan yang tinggi pada larutan dengan pH dibawah 6 (Santoso et al. 2006). Solubilitas kalsium pada tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Solubilitas kalsium tepung tulang ikan madidihang Nilai pH 2 4 6 Keterangan:
Air 7.42 ± 0.48c 5.60 ± 0.98c 6.07 ± 0.46c
% Ca Asam asetat 24.75 ± 3.43a 20.96 ± 1.69a 20.89 ± 2.74a
Asam klorida 18.85 ± 1.71b 10.88 ± 0.69b 12.82 ± 1.23b
Angka-angka pada baris yang sama dan diikuti huruf superscript berbeda (a, b, c) menunjukkan hasil berbeda nyata (p<0,05)
67
Hasil analisis solubilitas kalsium tepung tulang ikan madidihang menurun seiring dengan meningkatnya nilai pH atau derajat keasaman (Gambar 10).
30.00 25.00
24.75 20.96
20.00
20.89
18.85
15.00 12.82 10.88
10.00 7.42
6.07
5.60
5.00 0.00 2
4
6
N i l ai p H A ir
A sam aset at
A sam klorida
Gambar 10 Solubilitas Ca tepung tulang ikan madidihang Berdasarkan hasil analisis ragam tepung tulang ikan madidihang (Lampiran 5a), terlihat bahwa perendaman dalam asam asetat menghasilkan nilai solubilitas tertinggi dan berbeda nyata dengan media perebusan air dan asam klorida pada semua kondisi pH yang diujikan. Perebusan dengan menggunakan asam asetat pada pH 2 memiliki nilai solubilitas Ca yang tinggi (24,75%) sehingga dipilih untuk diaplikasikan pada produk makron kenari sedangkan asam asetat pH 4 dan 6 adalah yang terendah.
4.1.6. Solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares)
Solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang dengan air, asam asetat dan asam klorida berdasarkan pH berbeda (2, 4 dan 6) didapatkan hasil yang terbaik pada pH 2. Solubilitas fosfor terbaik adalah dengan perebusan asam asetat pada pH 2 yaitu 1,79% dapat dilihat pada Tabel 8.
68
Tabel 8 Solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang Nilai pH 2 4 6 Keterangan:
Air 1.03 ± 0.05a 1.70 ± 0.51a 0.95 ± 0.24b
%P Asam asetat 1.79 ± 0.72a 1.65 ± 0.43a 2.10 ± 0.43a
Asam klorida 0.77 ± 0.54a 0.58 ± 0.31b 0.67 ± 0.35b
Angka-angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf superscript berbeda (a, b) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05)
Hasil analisis solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang juga menurun seiring dengan meningkatnya nilai pH atau derajat keasaman menjadi rendah dapat dilihat pada Gambar 11.
Solubilitas P (%)
2.50 2.10
2.00
1.79
1.70 1.65
1.50 1.03 0.77
1.00
0.95 0.67
0.58
0.50 0.00 2
4
6
Nilai pH Air
Asam asetat
Asam klorida
Gambar 11 Grafik solubilitas P tepung tulang ikan madidihang Nilai solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang dengan media perebusan air pada pH 2, 4 dan 6 adalah 1,03; 1,70; 0,95%, asam asetat yaitu 1,79; 1,65; 2,10% dan asam klorida 0,77; 0,58 dan 0,67% (Lampiran 5b). Semakin rendah nilai pH, nilai solubilitas kalsium tepung tulang ikan madidihang semakin tinggi dan sebaliknya semakin tinggi nilai pH semakin tinggi pula nilai solubilitas fosfor. Faktor pendorong yang mempengaruhi daya serap mineral adalah pH asam, sedangkan faktor yang merupakan penghambat adalah kondisi pH basa, keberadaan serat dan asam fitat (Sediaoetama 2006). Berdasarkan analisis ragam
69
(Lampiran 5b) penggunaan metode penepungan tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05), sedangkan fariasi nilai pH memberikan pengaruh yang nyata terhadap solubilitas fosfor. Berdasarkan nilai pH, pada pH 2 nilai solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang dengan perebusan asam asetat lebih tinggi. Hal ini karenakan perebusan dengan menggunakan asam asetat
yang
memudahkan kalsium keluar dari tepung tulang ikan yang akhirnya lebih mudah untuk diserap. Solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang dengan media perebusan berbeda yaitu air, asam asetat dan asam klorida meningkat secara nyata seiring dengan meningkatnya derajat keasaman (pH rendah), dimana persen solubilitas tertinggi dihasilkan pada pH 2 dengan media perebusan asam asetat. Kondisi diatas sejalan dengan hasil penelitian Yoshie et al (1997); Santoso et al. (2006) yang masing-masing mempelajari solubilitas mineral seafood dan seaweeds dalam berbagai kondisi keasaman. Hasilnya juga menunjukkan bahwa solubilitas mineral (Ca, Mg, Fe, Zn) tertinggi terjadi pada suasana asam dan akan menurun sejalan dengan penurunan derajat keasaman dan sebaliknya, demikian pula persen penyerapannya.
4.2
Penelitian Lanjutan
Penelitian lanjutan dilakukan dengan pembuatan makron kenari yang ditambahkan tepung tulang ikan madidihang terbaik dengan memiliki nilai solubilitas kalsium dan fosfor yang tinggi. Formula makron kenari yang dibuat dalam penelitian ini terdiri dari 5 formulasi yaitu: 0%; 0,8%, 1,6%, 2,4% dan 3,2%. Formulasi makron yang dihasilkan selanjutnya diuji dengan menggunakan uji organoleptik skoring untuk mendapatkan 2 formulasi terbaik yang selanjutnya dilakukan uji perbandingan pasangan dengan produk komersial (makron kenari) yang biasa dijual dipasaran dengan menggunakan analisis fisik dan kimia serta analisis solubilitas kalsium dan fosfor.
70
4.2.1 Organoleptik
Dalam uji organoleptik yang dilakukan terhadap makron kenari hasil formulasi dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang meliputi uji skoring dan uji perbandingan pasangan. Soekarto dan Hubeis (2000) menyatakan bahwa uji organoleptik terhadap suatu makanan adalah penilaian dengan menggunakan alat indra yaitu indera penglihatan, penciuman, pencicipan dan peraba.
Dalam melakukan suatu
penilaian, panelis dituntut menggunakan indera untuk menilai sehingga didapat suatu kesan terhadap ransangan.
Tujuan dari pengenalan sifat organoleptik
pangan ini adalah mengenal beberapa sifat-sifat organoleptik beberapa produk dan melatih panca indera untuk mengenal jenis-jenis ransangan (Rahayu 1998). Uji ini dapat dilakukan untuk mengetahui penerimaan panelis terhadap suatu produk yang dihasilkan. Hasil uji organoleptik terhadap 5 formulasi makron kenari dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Karakteristik organoleptik makron kenari hasil penelitian Parameter
A0 Penampakan 4,631,54a Warna 4,231,30a Aroma 5,001,08a Rasa 4,531,22ab Tekstur 5,201,06a
A2 3,871,20b 4,231,07a 4,871,46a 4,771,30a 5,201,21a
Formulasi A4 A6 4,501,07ab 4,001,44ab 4,501,22a 4,171,34a 4,431,17a 4,571,19a 4,271,17ab 4,471,43ab 5,071,11a 5,431,17a
A8 4,731,31a 4,131,38a 4,601,28a 3,831,37b 4,831,15a
Keterangan : Angka-angka pada baris yang sama dan diikuti huruf superscripts berbeda (a, b) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05). A0 =Kontrol (tanpa penambahan tepung tulang ikan madidihang) A2 =Penambahan tepung tulang ikan madidihang 0,8% A4 =Penambahan tepung tulang ikan madidihang 1,6% A6 =Penambahan tepung tulang ikan madidihang 2,4% A8 =Penambahan tepung tulang ikan madidihang 3,2%
(a) Penampakan
Penampakan merupakan parameter yang dapat dilihat pada makron kenari secara visual yang menyebabkan panelis tertarik dan suka pada produk tersebut. Penampakan suatu produk makanan merupakan faktor penarik utama sebelum panelis menyukai sifat mutu sensori yang lainnya seperti rasa, aroma, dan tekstur.
71
Pada umumnya konsumen memilih makanan yang memiliki penampakan menarik (Soekarto dan Hubeis 2000). Hasil penilaian panelis terhadap penampakan makron kenari tepung tulang ikan madidihang berkisar antara 3,87 sampai 4,73 (tidak rapih sampai sangat rapih). Nilai penampakan tertinggi makron kenari berdasarkan hasil uji KruskalWallis (Lampiran 7a) menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan madidihang memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap penampakan produk makron kenari yang dihasilkan dapat disajikan pada Gambar 12.
7.00 6.00
Penampakan
5.00
4.63a
4.50ab 3.87b
4.00
4.73a 4.00ab
3.00 2.00 1.00 0.00 A0
A2
A4
A6
A8
Tingkat penambahan tepung
Keterangan : Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf superscripts berbeda
(a, b) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p < 0,05). - Simbol : A0, A2, A4, A6, A8 merujuk keterangan pada Tabel 8
Gambar 12 Rata-rata penilaian panelis terhadap penampakan makron kenari Berdasarkan nilai rata-rata organoleptik penampakan tertinggi adalah makron kenari A8 dengan nilai rata-rata 4,73 atau termasuk skala rapih sedangkan nilai terendah dicapai oleh makron kenari A2 dengan nilai rata-rata 3,87 atau termasuk skala agak kurang rapih. Semakin tinggi penambahan konsentrasi tepung tulang menyebabkan adonan agak keras sehingga lebih mudah untuk dicetak dan menghasilkan penampakan makron kenari yang rapih. Proses pemanasan mengakibatkan adonan kue mengalami perubahan. Panas menyebabkan mentega meleleh, membentuk pola cetakan dan dehidrasi terjadi pada adonan membentuk formulasi yang kompak (Matz dan Matz 1978).
72
(b) Parameter warna
Warna merupakan sifat sensori pertama yang dapat dilihat langsung oleh panelis. Warna dalam bahan pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam keterterimaan makanan. mengenai
perubahan
kimia
Selain itu warna dapat memberi petunjuk dalam
makanan,
seperti
pencoklatan
dan
pengkaramelan (de Man 1997). Dari hasil panelis terhadap warna makron kenari penambahan tepung tulang ikan madidihang berkisar antara 4,13 sampai 4,50 (berwarna kuning sampai sampai mendekati kecoklatan).
Warna makron kenari
formula A4 mempunyai nilai rata-rata tertinggi (4,50) sedangkan formula A8 mempunyai nilai terendah (4,13). Hal ini disebabkan oleh pigmen alam atau pewarna yang ditambahkan.
Pigmen alam adalah segolongan senyawa yang
terdapat dalam produk yang berasal dari hewan atau tumbuhan (Dziezak 1987). Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 7b) menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan madidihang menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap warna produk makron kenari pada (Gambar 13).
7.00 6.00
Warna
5.00
a
a
4.23
4.23
A0
A2
a
4.50
a
a
4.17
4.13
A6
A8
4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 A4 Tingkat penambahan tepung
Keterangan : Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf superscripts yang sama
(a) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p > 0,05). - Simbol : A0, A2, A4, A6, A8 merujuk keterangan pada Tabel 8
Gambar 13 Rata-rata penilaian panelis terhadap warna makron kenari
73
Warna makron kenari hasil formulasi mempunyai nilai rata-rata tertinggi adalah A4 (4,50) yang termasuk dalam skala yang agak lebih cerah (Lampiran 17). Hal ini disebabkan karena warna makron kenari yang dihasilkan tidak berwarna pucat karena pengaruh bahan yang digunakan.
Warna makron kenari hasil
formulasi adalah kuning sampai kuning kecoklatan. Warna coklat pada sebagian makron kenari yang dihasilkan setelah pemanggangan merupakan reaksi pencoklatan nonenzimatis atau reaksi Maillard. Reaksi pencoklatan ini terjadi karena gugus amino pada asam amino, peptida, dengan gugus hidroksil glikosidik pada gula yang diakhiri dengan pembentukan polimer nitrogen berwarna coklat atau melanoidin (de Man 1997).
(c) Aroma
Kelezatan suatu makanan sangat ditentukan oleh faktor aroma. Dalam banyak hal aroma menjadi daya tarik tersendiri dalam menentukan rasa enak dari produk makanan itu sendiri (Soekarto dan Hubeis 2000). Aroma lebih banyak berhubungan dengan panca indera pembau. Pada umumnya bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan campuran empat bau yaitu aroma, asam, tengik, dan hangus (Winarno 1997). Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 7c) menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan madidihang memberikan pengaruh tidak berbeda nyata terhadap aroma makron kenari (Gambar 14).
74
7.00 6.00 a
Aroma
5.00
5.00
a
4.87
a
a
4.43
4.57
4.60
A4
A6
A8
a
4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 A0
A2
Tingkat penambahan tepung
Keterangan : Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf superscripts yang sama
(a) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p > 0,05). - Simbol : A0, A2, A4, A6, A8 merujuk keterangan pada Tabel 8
Gambar 14 Rata-rata penilaian panelis terhadap aroma makron kenari. Berdasarkan hasil uji panelis terhadap aroma makron kenari nilai rata-rata aroma tertinggi adalah A0 (5,00) yang termasuk dalam skala agak lebih harum. Hal ini disebabkan karena formula A0 tidak diberi penambahan tepung tulang ikan madidihang sehingga tidak muncul aroma khas dari tulang ikan madidihang. Aroma khas tulang ikan madidihang kurang disukai walaupun sudah melalui proses perebusan menggunakan asam tetapi bau khas masih tetap muncul. Semakin tinggi tingkat konsentrasi penambahan tepung tulang ikan madidihang maka semakin menurun tingkat kesukaan panelis atas aroma karena bau ikan kering (Ismanadji et al. 2000).
(d) Rasa
Rasa merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk pangan. Rasa lebih banyak dinilai menggunakan indera pengecep atau lidah. Faktor rasa memegang peranan penting dalam pemilihan produk oleh konsumen, karena walaupun kandungan gizinya baik tetapi rasanya tidak dapat diterima oleh konsumen maka target meningkatkan gizi masyarakat tidak dapat tercapai dan produk tersebut tidak laku (Winarno 1997).
75
Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 7d) menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan madidihang menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap rasa makron kenari yang dihasilkan (Gambar 15).
7.00 6.00
Rasa
5.00
ab
4.53
a
4.77
ab
4.27
ab
4.47
b
3.83
4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 A0
A2
A4
A6
A8
Tingkat penambahan tepung
Keterangan : Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf superscripts berbeda
(a, b) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p < 0,05). - Simbol : A0, A2, A4, A6, A8 merujuk keterangan pada Tabel 8
Gambar 15 Rata-rata penilaian panelis terhadap rasa makron kenari Dari hasil panelis terhadap rasa makron kenari rasa yang tertinggi adalah formulasi A2 yaitu 4,77 (enak) dan terendah adalah A8 yaitu 3,83 (agak kurang enak). Hal ini disebabkan karena penambahan tepung tulang ikan madidihang mempengaruhi rasa dari makron kenari formulasi yang dihasilkan. Rasa yang timbul pada makron kenari berasal dari kenari, tepung tulang ikan dan bahanbahan lain yang ditambahkan dalam adonan. Penambahan tepung tulang ikan madidihang pada makron kenari memberikan rasa yang khas sesuai dengan kesukaan panelis. Secara umum rasa dikelompokkan dalam papila yang tampak peka terhadap lebih dari satu rasa. Penyebaran keempat jenis reseptor pada lidah menciptakan daerah kepekaan, rasa manis pada ujung lidah, pahit pada bagian belakang, asam pada bagian tepi dan asin pada kedua tepi dan ujung (de Man 1997).
76
(e) Tekstur
Teksur merupakan komponen dan unsur struktur yang ditata dan digabung menjadi mikro dan makrostruktur dalam segi aliran deformasi. Tekstur suatu bahan tergantung pada keadaan fisik bahan tersebut sehingga penilaian terhadap tekstur dapat berupa kekerasan, kerenyahan, dan elastisitas (de Man 1997). Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 7e) menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan madidihang memberikan pengaruh tidak berbeda nyata terhadap tekstur makron kenari (Gambar 16).
7.00 6.00
a
a
a
5.20
5.20
5.07
A0
A2
A4
a
5.43
a
4.83
Tekstur
5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 A6
A8
Tingkat penambahan tepung
Keterangan : Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf superscripts yang sama
(a) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p > 0,05). - Simbol : A0, A2, A4, A6, A8 merujuk keterangan pada Tabel 8
Gambar 16 Rata-rata penilaian panelis terhadap tekstur makron kenari Nilai rata-rata tekstur mempunyai nilai tertinggi adalah makron kenari formulasi A6 yaitu 5,43 yang termasuk dalam skala agak lebih renyah dan terendah adalah makron kenari A8 yaitu 4,83 dengan skala renyah. Penambahan tepung tulang ikan madidihang ke dalam produk makron kenari mempengaruhi tekstur karena semakin banyak penambahan tepung tulang ikan maka makron kenari semakin keras, hal ini berhubungan dengan kandungan kalsium dan fosfor yang besar dalam tepung tulang ikan madidihang sehingga
77
tekstur makron kenari juga akan berubah sesuai dengan banyaknya penambahan konsentrasi tepung tulang ikan. Tekstur makron kenari formulasi dengan penambahan konsentrasi tepung tulang ikan masih dapat diterima oleh panelis dan tidak berbeda nyata dengan kontrol. Testur merupakan segi penting dari mutu makanan, kadang-kadang lebih penting daripada bau, rasa dan warna (de Man 1997).
4.2.2
Uji perbandingan pasangan
Uji perbandingan pasangan dilakukan untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan produk baru apabila dibandingakan dengan produk komersial (Rahayu 1998). Uji perbandingan pasangan dilakukan antara dua formulasi makron kenari terbaik yaitu penambahan tepung tulang ikan madidihang
0,8% dan 1,6%
terhadap makron kenari komersial (Lampiran 18). Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 8) menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan madidihang memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap makron kenari formulasi.
Untuk mewakili tingkat formulasi maka
dipilih dua formulasi makron kenari terbaik, yang masing-masing diambil satu tingkat formulasi terendah, tingkat formulasi tertinggi. Produk komersial yang digunakan sebagai pembanding adalah “Makron Kenari MM Bakery” diproduksi oleh UD Falajawa Ternate.
Parameter yang diuji dalam uji perbandingan
pasangan meliputi penampakan, warna, kerenyahan dan rasa. Keempat parameter tersebut digunakan dengan pertimbangan mampu mewakili ketertarikan konsumen terhadap produk makron kenari. Penilaian dilakukan dengan kriteria subyektif yang dikonversikan menjadi angka parameter yang diuji dalam uji perbandingan pasangan adalah meliputi warna, rasa, kerenyahan dan penampakan dengan skala -3 sampai 3, dimana -3=sangat buruk, -2=lebih buruk, -1=agak lebih buruk, dan 0=tidak berbeda, +1=agak lebih baik, +2=lebih baik, +3=sangat lebih baik untuk mendapatkan nilai-nilai kelebihan dan kekurangan dari dua formulasi makron kenari terbaik dibandingkan dengan makron kenari komersial (Rahayu 1998). Secara umum penambahan tepung tulang ikan tidak mempengaruhi penilaian panelis secara nyata terhadap parameter warna, aroma, rasa dan tekstur.
78
Hasil ini mengindikasikan bahwa keberadaan bahan asing yaitu tepung tulang ikan yang sengaja ditambahkan pada produk makron kenari tidak mengganggu penerimaan panelis. Berdasarkan nilai rata-rata dari kesemua parameter, terdapat kecenderungan bahwa makron kenari A2 dan A4 mempunyai nilai rata-rata organoleptik lebih tinggi. Makron kenari formulasi terbaik A2 dan A4 selanjutnya dibandingan dengan makron kenari komersial melalui uji perbandingan pasangan (Gambar 17). Terlihat bahwa kedua formulasi mempunyai nilai yang lebih tinggi
Nilai Rata-rata Perbandingan Pasangan
pada semua parameter.
3.00 2.00 1.10
1.47
1.83
2.27
2.03 1.57
1.63 1.77
1.00 0.00 Penampakan
Rasa
Warna
Kerenyahan
-1.00 -2.00 -3.00 Parameter A2
A4
Gambar 17 Histogram nilai perbandingan pasangan makron kenari Berdasarkan hasil uji perbandingan pasangan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang 0,8% adalah 1,10 (1), yang menunjukkan bahwa penampakan agak lebih baik dari produk komersial sedangkan makron kenari tepung tulang ikan madidihang 10% adalah 1,47 (1) yang menunjukkan bahwa penampakan agak lebih baik dari produk komersial (Lampiran 9a). Warna makron kenari secara berurutan adalah 1,57 (1), dan 2,27 (2), berarti warnanya lebih baik dari produk komersial (Lampiran 9b). Makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang 0,8% dan 1,6% mempunyai nilai ratarata rasa secara berurutan adalah 1,83 (1), dan 2,03 (2), berarti rasanya lebih enak dari produk komersial (Lampiran 9c). Nilai rata-rata kerenyahan makron kenari
79
adalah 1,63 (1), dan 1,77 (1), ini berarti bahwa kerenyahan makron kenari formulasi lebih baik dari makron kenari komersial (Lampiran 9d).
4.2.3
Karakteristik fisik makron kenari dua formulasi terbaik
Karakteristk fisik yang dianalisis meliputi berat, ketebalan, diameter, dan kekerasan makron kenari. Pengujian dilakukan terhadap makron kenari formulasi A0, dan dua makron kenari terpilih A2 dan A4 dengan makron kenari komersial. Hasil analisis karakteristik fisik dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Karakteristik fisik makron kenari formulasi dan komersial Formulasi Berat (g) Komersial A0 A2 A4
8.00 ± 0.10a 6.00 ± 0.10b 6.00 ± 0.10b 6.00 ± 0.10b
Parameter Ketebalan Diameter (mm) (mm) a 1.80 ± 0.10 4.00 ± 0.10a 1.50 ± 0.10b 3.00 ± 0.10b 1.50 ± 0.10b 3.00 ± 0.10b 1.50 ± 0.10b 3.00 ± 0.10b
Kekerasan (gf) 1666.67 ± 61.10a 1654.00 ± 12.17a 1682.00 ± 33.05a 1671.67 ± 10.41a
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf superscripts berbeda (a, b) menunjukkan hasil berbeda nyata (p< 0,05).
Secara fisik, makron kenari hasil formulasi (A0, A2 dan A4) mempunyai nilai rata-rata berat, tebal dan diameter yang lebih kecil dibandingkan dengan produk komersial dan secara statistik berbeda nyata (Lampiran 10a). Hal ini sangat dimungkinkan karena proses pembuatannya dilakukan secara manual. Meskipun demikian kesemua makron kenari mempunyai karakteristik kekerasan yang hampir sama nilainya, berkisar antara 1654,00 gf (A0) sampai 1682,00 gf (A2). Tingkat kekerasan makron kenari berhubungan dengan kadar protein tepung terigu dan tepung tulang ikan serta kandungan kalsium dan fosfornya. Tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan makron kenari formulasi dengan kadar protein 8%, sedangkan kadar protein tepung tulang ikan madidihang 24,62%. Matz (1993) menyatakan bahwa tingkat kekerasan biskuit dipengaruhi oleh kadar protein tepung terigu yang digunakan. Kandungan mineral yang terdapat dalam tepung tulang ikan madidihang adalah kalsium dan fosfor. Hal ini mengakibatkan formulasi makron kenari yang ditambahkan memiliki nilai kekerasan yang tinggi. Semakin besar tepung tulang
80
ikan yang ditambahkan maka semakin besar nilai kekerasan yang diperoleh. Tetapi dalam penelitain ini semakin tinggi konsentrasi tepung tulang ikan yang ditambahkan kedalam produk makron kenari semakin rendah nilai kekerasannya hal ini diduga karena pada saat pembuatan adonan, adonan belum tercampur secara rata dan kemungkinan yang kedua campuran kenari yang ditambahkan kedalam produk jumlahnya tidak merata sehingga mempengaruhi tingkat kekerasan makron kenari. Ketebalan tidak berpengaruh terhadap nilai kekerasan tetapi campuran adonan sangat berpengaruh terhadap nilai kekerasan. 4.2.4 Karakteristik kimia makron kenari
Karakteristik kimia yang dianalisis pada penelitian ini adalah kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat (by diffence), pH, kalsium dan fosfor. Pengujian tersebut dilakukan terhadap makron kenari formulasi A0, A2 dan A4 serta produk komersial. Hasil analisis karakteristik kimia dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Karakteristik kimia makron kenari tepung tulang ikan madidihang Parameter Air (%) Abu (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) pH Kalsium(mg/g bk) Fosfor (mg/g bk)
Formulasi Komersial
A0
A2
2,86 0,06a 1,51 0,11a 7,90 0,07a 40,66 0,76a 49,75 0,85b 6,69 0,09a 0,38 1,11c 0,78 0,07c
2,01 0,20b 1,45 0,22a 6,89 0,33b 34,82 1,62b 56,85 1,71a 4,75 0,06c 0,26 0,25c 0,80 0,13c
2,49 0,60ab 1,81 0,54a 6,93 0,21b 34,74 1,64b 56,51 2,33a 4,81 0,04bc 1,75 0,08b 1,64 0,18b
A4 2,12 0,40b 2,03 0,53a 6,86 0,10b 32,94 0,44b 58,17 0,65a 4,87 0,04b 3,19 0,30a 2,47 0,20a
Keterangan :
Angka-angka dalam baris yang sama dan diikuti oleh huruf superscripts berbeda (a, b, c) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05). A0 = Kontrol (0%) A2 = Penambahan tepung tulang ikan madidihang 0,8% A4 = Penambahan tepung tulang ikan madidihang 1,6% Komersial = Makron kenari “MM Bakery” produk Falda Ternate.
Kadar air mempunyai peranan penting dalam menentukan daya awet dari bahan pangan karena dapat mempengaruhi sifat fisik, perubahan kimia, perubahan mikrobiologi dan perubahan enzimatis (Buckle et al. 1987). Bahan pangan yang
81
mempunyai kadar air yang rendah dapat memberikan keuntungan yaitu bahan akan menjadi lebih tahan lama dan awet bila disimpan.
(a) Kadar air
Kadar air tertinggi dicapai oleh makron kenari komersial dengan nilai 2,86% sedangkan kadar air terendah adalah A0 dengan nilai 2,01%. Nilai kadar air makron kenari formulasi lebih rendah dibandingkan dengan makron kenari komersial dan secara statistik berbeda nyata (Lampiran 11a). Mengacu pada kadar air maksimal produk yang menyerupai, yaitu biskuit berdasarkan SNI 012973-1992 adalah 5%, sehingga kesemua produk yang dianalisis memenuhi standar SNI.
(b) Kadar abu
Kadar abu dikenal sebagai unsur mineral atau zat organik. Abu merupakan salah satu komponen dalam bahan makanan. Komponen ini terdiri dari mineralmineral seperti kalsium, fosfor, natrium, tembaga (Winarno 1995). Disamping itu menurut (Apriyantono et al. 1989) kadar abu menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandunga dalam bahan pangan tersebut. Makron kenari dengan penambahan 10% tepung tulang ikan madidihang (A4) mempunyai nilai kadar abu tertinggi yaitu 2,03%; meskipun nilai tersebut secara statistik tidak berbeda nyata dengan formulasi lainnya (Lampiran 11b). Jika dibandingkan dengan kadar abu biskuit sesuai dengan SNI 01-2973-1992 yaitu maksimum sebesar 1,5% maka hanya makron kenari komersial dan formula A0 yang memenuhi standar tersebut.
(c) Kadar protein
Kadar protein sangat dipengaruhi oleh formulasi bahan baku sedangkan perlakuan proses pemanggangan tidak memberikan perbedaan terhadap kandungan protein produk, karena proses yang dilakukan terjadi dalam waktu singkat sehingga dapat meminimumkan kerusakan protein (Muchtadi et al. 1989). Kadar protein akan rusak pada suhu oven 230 0C selama 30 menit (Harris dan Karnas 1989).
82
Kandungan protein ketiga formulasi makron kenari lebih rendah dibandingkan dengan produk komersial dan secara statistik berbeda nyata (Lampiran 11c). Mengacu pada kadar protein biskuit berdasarkan SNI 01-2973 1992 yang mensyaratkan kandungan minimum 9%, maka kesemua produk tersebut tidak memenuhi standar yang ditetapkan.
(d) Kadar lemak
Kadar lemak adalah kelompok dengan ikatan organik yang terdiri dari atas unsur-unsur C, H dan O yang mempunyai sifat dapat larut dalam zat-zat pelarut tertentu (zat pelarut lemak), seperti petroleum benzena, ether. Lemak dalam makanan
yang
memegang
peranan
penting
adalah
lemak
netral
(Sediaoetama 2006). Produk makron kenari komersial mempunyai kandungan lemak tertinggi 40,66% dan berbeda nyata dengan produk formulasi. Kandungan lemak ketiga formulasi makron kenari lebih rendah dibandingkan dengan produk komersial dan secara statistik berbeda nyata (Lampiran 11d). SNI 01-2973-1992 mensyaratkan kandungan minimum lemak adalah 9,5%; sehingga semua produk memenuhi persyaratan tersebut. Kandungan lemak yang tinggi pada produk makron kenari berasal dari bahan-bahan yang digunakan dalam formulasi terutama daging buah kenari, mentega dan tepung tulang ikan.
(e) Kadar karbohidrat
Kadar karbohidrat ditentukan dengan by difference yaitu hasil pengurangan dari 100% dengan kadar air, kadar protein, kadar lemak dan kadar abu sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Hal ini disebabkan karena karbohidrat sangat berpengaruh pada faktor kandungan zat gizi lainnya. Penentuan dengan cara ini kurang akurat dan merupakan perhitungan kasar sebab karbohidrat yang dihitung termasuk serat kasar yang tidak menghasilkan energi. Serat kasar adalah fraksi karbohidrat yang sukar dicerna (Winarno 1997). Makron kenari komersial mempunyai kandungan karbohidrat lebih rendah dibandingkan dengan makron kenari formulasi dan secara statistik berbeda nyata dengan produk komersial (Lampiran 11e). Kandungan karbohidrat pada semua
83
produk makron kenari belum memenuhi syarat yang ditetapkan SNI 01-29731992 adalah 70%.
(f) Pengukuran pH
Derajat keasaman pH perlu dilakukan untuk mengetahui secara fisik atau kimia agar pada satu bahan tidak ditumbuhi mikroba.
Menurut Tanuwidjaja
(2002) yang diacu Mulia (2004) mengemukakan bahwa seiring dengan peningkatan konsentrasi tepung tulang ikan maka akan terjadi penurunan pH. Selanjutnya menurut Purnawijayanti (2001) menyatakan bahwa, derajat keasaman (pH) sangat menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri perusak dan patogen adalah pH lebih dari 4,6 sampai dengan pH 7. Makron kenari komersial mempunyai nilai pH tertinggi yaitu 6,69 dan secara statistik berbeda nyata (Lampiran 11f).
Produk formulasi mempunyai
kisaran nilai pH antara 4,75 dan 4,87. Rendahnya nilai pH produk formulasi mempunyai keuntungan pada proses kelarutan dan penyerapan mineral, termasuk Ca dan P. Makron kenari yang dibuat dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang yaitu formulasi A2 dan A4 mempunyai kandungan Ca dan P tinggi dan berbeda nyata dengan produk kontrol dan komersial. Hal ini sesuai dengan tujuan dari penelitian yaitu menghasilkan makron kenari dengan kandungan Ca dan P tinggi melalui penambahan tepung tulang ikan madidihang.
(g) Kadar kalsium
Unsur anorganik yang paling penting di dalam tubuh dan dalam jumlah terbanyak adalah kalsium. Unsur ini terdapat pada pakan hewan dan makanan manusia seperti pada tulang, susu dan sayuran. Sekitar 99% kalsium di dalam tubuh terdapat di dalam tulang dan gigi. Unsur ini mempunyai fungsi penting di dalam tubuh selain fungsi lainnya (Piliang dan Djojosoebagio 2006). Hasil analisis kadar kalsium makron kenari komersial dan makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang tertinggi adalah 3,19 mg/g bk dan terendah adalah 0,26 mg/g bk. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa makron kenari formulasi A4 memiliki kadar kalsium lebih tinggi dibandingkan dengan
84
makron kenari komersial, A0, A2 sehingga dapat disimpulkan bahwa makron kenari formulasi berbeda nyata dengan makron kenari komersial (Lampiran 11g). Tingginya kandungan kalsium pada makron kenari disebabkan karena semakin banyak penambahan tepung tulang ikan madidihang maka semakin tinggi pula kandungan kalsium.
Tepung tulang ikan madidihang mempunyai kandungan
kalsium yang tinggi disamping itu komponen tambahan kalsium lain yang bersumber dari telur, mentega dan kenari.
(h) Kadar fosfor
Fosfor merupakan komponen mineral kedua terbanyak dalam tubuh manusia dan cukup penting peranannya karena bersama dengan kalsium akan membentuk struktur tulang dan gigi. Perbandingan antara kalsium dan fosfor dalam tubuh manusia normal adalah 1:3 (Almatsier 2003). Hasil analisis fosfor makron kenari komersial dan makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang tertinggi adalah 2,47 mg/g bk dan terendah adalah 0,78 mg/g bk. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa makron kenari formulasi A4 memiliki kadar fosfor lebih tinggi dibandingkan dengan makron kenari komersial, A0, A2 sehingga dapat disimpulkan bahwa makron kenari formulasi berbeda nyata dengan makron kenari komersial (Lampiran 11h). Tingginya kandungan fosfor seiring dengan tingkat penambahan tepung tulang ikan madidihang ini diduga karena kandungan fosfor yang terdapat dalam tulang ikan madidihang cukup tinggi ditambah dengan komponen fosfor dari sumber lain yaitu kenari, mentega dan telur. 4.3 Solubilitas Kalsium
Tingginya solubilitas Ca dalam tubuh dipengaruhi oleh asupan gizi yang seimbang, umur dan serat serat pangan.
Untuk mengetahui sejauh mana
penyerapan kalsium dalam tubuh maka harus dilakukan secara in vitro dan in vivo (Shiga et al. 2003). Hasil analisis solubilitas kalsium makron kenari tepung tulang ikan madidihang dan makron kenari komersial dapat disajikan pada (Tabel 12).
85
Tabel 12 Solubilitas kalsium makron kenari formulasi dan komersial Nilai pH
% Ca Komersial
A0 dc
1,70 0,29 0,65 0,08d 0,54 0,07d
2 4 6
A2 dc
A4 ab
1,86 0,20 0,84 0,07d 0,76 0,12d
6,29 4,05 1,97 0,46dc 3,86 3,40bc
7,99 0,23a 2,10 0,17dc 1,97 0,22dc
Keterangan: Angka-angka dalam sel yang diikuti oleh huruf superscript berbeda (a, b, c, d) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p < 0,05) pada kombinasi perlakuan dan pH.
Tabel 12 menunjukkan persen solubilitas kalsium makron kenari meningkat seiring dengan menurunnya nilai pH. Pada pH 2, persen solubilitas kalsium memiliki nilai tertinggi pada makron kenari A4 sebesar 8,00%; A0 sebesar 1,87% dan A2 sebesar 6,30% sedangkan makron kenari komersial sebesar 1,70% (Lampiran 12a). Persentase solubilitas kalsium akan menurun seiring dengan
Solubilitas Ca (%)
peningkatan nilai pH atau derajat keasaman menurun (Gambar 18).
9 8 7
7.99
6 5 4 3
6.29
2 1 0
1.71.86
3.86
2
2.10 1.97 0.84 0.65
1.95 0.540.76
4
6
Nilai pH Komersial
A0
A2
A4
Gambar 18 Grafik solubilitas kalsium makron kenari komersial dan formulasi (A0, A2, A4) pada berbagai nilai pH Berdasarkan Gambar 22, secara umum dapat disimpulkan bahwa nilai solubilitas kalsium yang paling tinggi adalah pada pH 2, sedangkan pH 4 dan 6 memiliki nilai solubilitas kalsium yang lebih rendah. Persen solubilitas Ca terbaik dihasilkan oleh makron kenari formulasi A4 pada pH 2 dengan nilai sebesar 7,99%. Nilai kelarutan tersebut menurun seiring dengan meningkatnya nilai pH.
86
Persen kelarutan Ca pada produk makron kenari lebih rendah dibandingkan dengan bentuk tepungnya. Hal ini disebabkan karena adanya proses pengolahan dan interaksi dengan komponen zat gizi lain yang dicampurkan ke dalam adonan seperti lemak dan serat pangan. Tingginya serat dalam daging makron kenari dapat berpengaruh dengan mineral yang menyebabkan kelarutan mineral dalam produk formulasi menurun. Selain itu proses pengolahan juga bersifat sebagai inhibitor yaitu dapat menurunkan kelarutan mineral Ca dan P.
Hal tersebut
berlawanan dengan hasil penelitian Kaya (2008) bahwa kelarutan Ca tepung tulang ikan patin pada biskuit lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk tepung tulangnya hal ini disebabkan karena adanya interaksi dengan komponen gizi lain terutama protein, dan tidak adanya komponen inhibitor seperti serat pada produk tersebut.
4.4 Solubilitas Fosfor
Penyebaran fosfor di dalam tubuh dilakukan dengan bantuan peredaran darah dan cairan antar sel. Bentuk fosfor diserap oleh usus bergantung pada makanan yang dikonsumsi (Piliang dan Djojosoebagio 1991).
Hasil analisis
solubilitas fosfor makron kenari tepung tulang ikan madidihang dan makron kenari komersial dapat disajikan pada (Tabel 13). Tabel 13 Solubilitas fosfor makron kenari formulasi dan komersial. Nilai pH 2 4 6 Keterangan:
%P Komersial
A0
A2
A4
2,54 0,29de 2,34 0,32de 2,41 0,10de
2,12 0,15e 2,43 0,29de 2,49 0,24de
6,57 2,43b 4,22 0,18c 3,78 0,44dc
9,44 0,68a 4,39 0,18c 3,92 0,21c
Angka-angka dalam sel dan diikuti oleh huruf superscript berbeda (a, b, c, d, e) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p < 0,05) pada kombinasi perlakuan dan pH.
Tabel 13 menunjukkan bahwa nilai solubilitas fosfor makron kenari yang paling tingggi adalah pada pH 2, sedangkan pH 4 dan 6 memiliki nilai solubilitas yang lebih rendah (Gambar 19).
87
Solubilitas P (%)
10.00
9.44
8.00 6.57
6.00
4.39 4.22
4.00 2.54 2.12
2.00
3.92 3.78 2.49 2.41
2.43 2.34
0.00 2
4
6
Nilai pH Komersial
A0
A2
A4
Gambar 19 Grafik solubilitas fosfor makron kenari komersial dan formulasi (A0, A2, A4) pada berbagai nilai pH
Kalsium pada tepung tulang membentuk kompleks dengan fosfor dalam bentuk apatit atau trikalsium fosfat (Lovell 1998).
Persen solubilitas fosfor
makron kenari memiliki pola yang sama dengan persen kalsium makron kenari yaitu meningkatnya persen solubilitas fosfor seiring dengan menurunnya nilai pH. Pada nilai pH 2, persen solubilitas fosfor memiliki nilai tertinggi yaitu untuk makron kenari A4 9,44%, A0 2,125% dan A2 6,57%. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 12b), diketahui bahwa makron kenari formulasi terbaik memiliki nilai solubilitas fosfor yang berbeda nyata dengan makron kenari komersial pada pH yang berbeda (2, 4 dan 6). Hal ini disebabkan karena rasio perbandingan antara Ca : P pada makron kenari yang berbeda dengan makron kenari komersial. Pada umumnya persen solubilitas akan menurun seiring dengan peningkatan nilai pH.
Menurut Meinke et al. (1982) bahwa kelarutan mineral
akan semakin tinggi pada pH yang lebih rendah; sebaliknya pH tinggi akan menurunkan kelarutan. Pada umumnya persen solubilitas fosfor akan menurun seiring dengan peningkatan nilai pH atau derajat keasaman.
Hal ini seiring
dengan Yoshie et al. (1999) menyatakan bahwa solubilitas mineral dipengaruhi
88
oleh beberapa faktor seperti derajat keasaman, interaksi dengan komponen lain dan bentuk mineralnya sendiri terutama disebabkan oleh proses pengolahan.
4.5 Informasi Nilai Gizi Makron Kenari
Nilai gizi yang terdapat pada makron kenari dalam sajian 6 keping makron kenari formulasi (A2, A4 dan A0) serta makron kenari komersial dihitung berdasarkan
Angka
Kecukupan
Gizi
(AKG)
pada
diet
2000
kkal
(Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004). Makron kenari formulasi A4 dan A2 memiliki nilai gizi kalsium yang tinggi, hal ini disebabkan karena adanya penambahan tepung tulang ikan madidihang. Sedangkan untuk makron kenari komersial dan A0 memiliki nilai gizi kalsium yang sangat rendah karena tidak diberi penambahan tepung tulang ikan madidihang, sehingga nilai gizinya terutama kalsium dan fosfor sangat rendah.
Informasi nilai gizi makron kenari formulasi dan komersial dapat
disajikan pada Tabel 14.
89
Tabel 14 Informasi nilai gizi makron kenari formulasi dan komersial Makron kenari Komersial Takaran saji (6 keping): 48 g. Energi : 432,75 kkal Gizi Ca : 45,19 mg P : 114,16 mg Protein : 3,70 g Lemak : 17,78 g
%AKG 5,65% 19,03% 6,17% 20,92%
Makron kenari A2 Takaran saji (6 keping): 36 g. Energi : 427,39 kkal Gizi% AKG* Ca : 144,40 mg P : 173,63 mg Protein : 2,47 g Lemak : 11,52 g
Makron kenari A0 Takaran saji (6 keping): 36 g. Energi : 428,66 kkal Gizi %AKG* Ca : 40,63 mg P : 82,65 mg Protein : 2,42 g Lemak : 11,52 g
5,08% 13,77% 4,03% 13,55%
Makron kenari A4 Takaran saji (6 keping): 36 g. Energi : 426,19 kkal Gizi %AKG* 18,05% 28,94% 4,12% 13,55%
Ca : 144,40 mg P : 214,91 mg Protein : 2,48 g Lemak : 11,19 g
18,24% 35,82% 4,15% 13,16%
Keterangan: *Persen Angka Kecukupan Gizi berdasarkan pada diet 2000 kkal
Makron kenari formulasi terpilih yaitu formulasi A2 dan A4. Makron kenari formulasi A2 mempunyai takaran saji 36 g dengan energi 427,39 kkal dan dapat menyumbang kebutuhan gizi kalsium, fosfor, protein dan lemak secara berurutan adalah 18,05; 28,94; 4,12% dan 13,55% berdasarkan diet 2000 kkal. Makron kenari formulasi A4 dengan takaran saji 36 g dengan energi 426,19 kkal dengan menyumbang kebutuhan gizi kalsium, fosfor, protein dan lemak secara berurutan adalah 18,24; 35,82; 4,15% dan 13,16% berdasarkan diet 2000 kkal (Lampiran 18).
90
5.
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Perlakuan perebusan tulang dalam asam asetat menghasilkan tepung tulang ikan dengan nilai Ca dan P serta kelarutan Ca dan P tertinggi. Kandungan Ca tepung tulang ikan tertinggi yaitu 163,48 mg/g bk dan fosfor 6,25 mg/g bk dengan nilai solubilitas terbaik pada pH 2 untuk Ca
yaitu 24,75% dan P 1,79%.
Berdasarkan hasil uji organoleptik, formulasi makron kenari terpilih adalah dengan penambahan tepung tulang 0,8% (A2) dan 1,6% (A4) yang memiliki kandungan Ca berturut-turut sebesar 1,75 dan 3,19 mg/g bk; dan P sebesar 1,64 dan 2,47 mg/g bk. Hasil uji perbandingan pasangan dua makron kenari formulasi terpilih A2 dan A4 dengan makron kenari komersial merek “MM Bakery” yang diproduksi oleh UD Falda Ternate menghasilkan penampakan, warna, kerenyahan dan rasa lebih baik dibandingkan dengan makron kenari komersial. Proses pengolahan dan adanya interaksi dengan komponen lain terutama lemak dan serat pangan, menurunkan persen solubilitas Ca dan P pada produk makron kenari formulasi.
5.2 Saran
Diharapkan dalam penelitian lanjutan perlu dilakukan: a. Pemanfaatan tepung tulang ikan madidihang sebagai sumber kalsium dan fosfor pada produk lain seperti kropuk dan bumbu-bumbu masak. b. Uji bioavailabilitas kalsium dan fosfor dengan teknik in vitro dengan menggunakan teknik multienzim dan in vivo dengan tikus percobaan. c. Penelitian untuk melihat pengaruh metode penepungan dan pengolahan dalam bentuk produk pangan terhadap kandungan kalsium dan fosfor dalam bentuk ion.
91
DAFTAR PUSTAKA Adawyah R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta : PT Bumi Aksara. Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka. Anggorodi R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta: Gramedia Pustaka Anggraeni D. 2003. Analisa Mineral Plasma Darah. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2000. Department of Health Education and Welfare. United States of America. Anonim. 2001. Badan Statistik Maluku Utara. Buku Profile Industri Kecil dan Menengah - Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Maluku Utara Tahun 2001-2003. Anonim. 2002. Kecenderungan Osteporosis Indonesia. Jakarta: Puslitbang Gizi Departemen Kesehatan. Anonim 2007. Produk makron kenari. http://www.malutpost.com. [6 Februari 2007] [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Methods of Analysis. Washingthon DC. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Astawan M. 2002. Membuat Mi dan Bihun. Jakarta: Penebar Swadaya. Brody T. 1999. Nutritional Biochemistry. California: Universitay of California at Berkeley. Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wootton N. 1987. Ilmu Pangan. Edisi kedua. Penerjemah: Purnomo H, Adiono. Food Science. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Cahyadi 2005. Analisis Aspek Kesehatan dan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Clydesdale FM. 1988. Minerals : Their chemistry and fate in food. Dalam Smith KT. (ed). Trace Mineral in Foods. New York: Marcel Dekker Inc.
92
de Man JM. 1997. Principles of Food Chemistry. Edisi kedua. Penerjemah: Padmawinata K. Bandung: Penerbit Institut Teknologi Bandung. Desrosier NW. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Edisi ketiga. Penerjemah : Muljohardjo M. Jakarta: UI-Press. [Ditjen Perikanan] Direktorat Jenderal Perikanan. 1983. Buku Pedoman Hasil Perikanan Laut (Jenis-jenis Ikan Ekonomis Penting). Jakarta: Departemen Pertanian. [Ditjen Perikanan] Direktorat Jenderal Perikanan. 1990. Buku Pedoman Hasil Perikanan Laut (Jenis-jenis Ikan Ekonomis Penting). Jakarta: Departemen Pertanian. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2007. Statistik Ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. Dziezak JD. 1987. Applications of food colorants. J. Food Sci. 41(4); 78-88. Eduardo Lo´pez-Huertas, Birgit Teucher, Julio J Boza, Antonio Martínez-Férez, Gosia Majsak-Newman, Luis Baro, Juan J Carrero, María Gonza´lezSantiago, Juristo Fonolla, Susan Fairweather-Tait 2006. Absorption of calcium from milks enriched with fructooligosaccharides, caseinophosphopeptides, tricalcium phosphate, and milk solids. Am J. Clin Nutrition. 83:310–6. Fardiaz D, Andarwulan N, Wijaya H, Puspitasari LN. 1992. Petunjuk Laboraturium: Teknik Analisis Sifat Kimia dan Fungsional Komponen Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Faridah DN, Kusumaningrum HD, Wulandari N, Inrasti D. 2006. Modul Praktikum Analisis Pangan. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Guthrie HA. 1975. Introductory Nutrition. Saint Louis: Mosby Company. Hardinsyah, Briawan, D.1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Harris SR, Karmas E. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. Edisi kedua. Penerjemah : Achmadi S, Niksolihin S. Nutritional Evaluation of Food Processing. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Halver JE. 1989. Fish Nutrition. New York: Academic Press, Inc. Irawan A. 1995. Pengolahan Hasil Perikanan. Solo: CV. Aneka Solo.
93
Ismanadji I, Djazuli N, Widarto, Istihastuti T, Herawati N, Ismarsudi, Lasmono 2000. Laporan Perekayasaan Teknologi Pengolahan Limbah. Jakarta: Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan. Jakobsen J. 2006. Biovailability and bioactivity of vitamin D3 active compounds which potency should be used for 25-hidroxyvitamin D3. J. Elsevier. 133142. Jenie BSL, Rahayu WP. 1993. Teknologi Limbah Pangan. Yogyakarta : Kanisius. Karyadi D, Muhilal. 1996. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Kataren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan 1. Jakarta: UI Press. Kaup SM, Greger JL, Lee K. 1991. Nutritional evaluation with animal model of cottage cheese fortified with calcium and guar gum. J. Food Sci. 56(3) : 692-695. Kaya AOW. 2008. Pemanfaatan tepung tulang ikan patin (Pangasius sp.) sebagai sumber kalsium dan fosfor dalam pembuatan biskuit [tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Lawalata. 2004. Kajian pemanfaatan kenari (Canarium ovatum) untuk meningkatkan nilai sagu mutiara [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Lee FC. 1963. Processing fish meal and oil. Dalam Stanby M.E. (ed). Industrial Fishery Technology. London: Reinhold Publishing Corporation. Lestari S. 2001. Pemanfaatan tulang ikan tuna (limbah) untuk pembuatan tepung tulang [skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Linder MC. 2006. Nutritional Biochemistry and Metabolism. Penerjemah : Parakkasi A. Jakarta: UI Press. Lovell T. 1989. Nutrition and Feeding on Fish. New York: AVI Book Publishing by Van Nostrand Reinhold. Lutwak L. 1982. Dietary calcium: Source, interaction with other nutrients and relationship to dental, bone and kidney disease. Dalam Belitz DC, Nansen RC (eds). Animal Products in Human Nutrition. New York: Academic Press.
94
Mahani. 1999. Pembuatan cookies yang diperkaya dengan kalsium [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Manley DJR. 1983. Technology of Biscuit, Crackers and Cookies. Chichester: Ellis Horwood Limited. Martinez I, Santaella M, Ros G, Periago MJ. 1998. Content and In Vitro availability of Fe, Zn and P in homogenized fish-base weaning food after bone addition. Food Chemistry. 63: 299-305. Matz SA, Matz TD. 1978. Cookies and Crackers Technology. Westport Connecticut: The AVI Publishing Company Inc. Matz SA. 1993. Snack Food Technology. 3rd ed.Texas: Pan-Tech International, Inc. Maulida. 2005. Pemanfaatan tepung tulang ikan madidihang sebagai suplemen dalam pembuatan biskuit (Crackers) [skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Meinke WW, G Finne, R Nickelson, R Martin. 1982. Nutritive value of fillets and minced flesh from Alaska pollack and some underutilized finfish species from the Gulf of Mexico. J. Agric. Food Chem. 30 (2): 417-420. Morrison FB. 1958. Feed and Feeding. Nineth Edition. Washington DC: The Morrison Research Council, National Academy of Science. Muchtadi TR, Sugiyono. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Mulia 2004. Kajian potensi limbah tulang ikan patin (Pangasius sp) sebagai alternatif sumber kalsium dalam produk mi kering [skripsi]. Bogor. Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Nurhayati T 1994. Pengaruh asam dan bleaching terhadap mutu tepung ikan (fish flour) [skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. O’ Dell BL. 1984. Bioavailability of trace elements. Nutr Rev. 42:301-308. Ohren JA. 1981. Process and product characteristics for soya concentrates and isolates. J. American Oil Chemistry 56-59. Piliang WG, Djojosoebagio S. 1991. Fisiologi Nutrisi, Volume I dan II. Bogor: IPB Press.
95
_________________________. 2006. Fisiologi Nutrisi, Volume I. Bogor: IPB Press. Purnawijayanti HA. 2001. Sanititasi, Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan. Yogyakarta: Kanisius. Rahayu WP. 1998. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ranggana S. 1986. Hand Book of analysis and Quality Control for Fruit and Vegetable Product. New Delhi : Tata MC Graw Hill Publ. Co. Ltd. Santoso J, Gunji S, Yoshie-Strark Y, Suzuki T. 2006. Mineral Contents of Indonesian seaweeds and mineral solubility affected by basic cooking. Food Sci. Tech. Res.12:59-66. Sediaoetama AD. 2006. Ilmu Gizi: untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia, Jilid I. Jakarta: Dian Rakyat. Shiga K, Hara H, Okana G, Ito M, Minami A, Tomita F. 2003. Ingestion of difructose anhydride III and voluntary running exercise independently increase femoral and tibial bone mineral density and bone strenght with increasing calcium absorption in rats. J. Nutr. 133: 4207–4211. Smith AM. 2006. Veganism and osteoporosis: A review of the current literature. J. Nursing Practice. 12: 302-306. [SNI] Standar Nasional Indonesia 1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit. SNI: 012973-1992. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional. Soekarto ST, Hubeis M. 2000. Metodologi Penelitian Organoleptik. Bogor: Program Studi Ilmu Pangan, Institut Pertanian Bogor. Steel RGD, Torrie JH. 1993. Principles and Procedures of Statistics Indeks. Penerjemah: Sumantri B. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Subasinghe S. 1996. Inovative and value-added tuna product and markets. Infofish International. Number 1/96. Januari/February. Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi, 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Suhardjo, Kusharto CM. 1999. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta: Kanisius. Syafei DS, Rahardjo MF, Affandi R, Brojo M. 1989. Sistematika Ikan. Bahan Pengajaran. Bogor: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB.
96
Syarief R, Irawati A. 1988. Pengetahuan Bahan Industri Pertanian. Jakarta: Medyatama Sarana Perkasa. Tanuwidjaya N. 2002. Pemanfaatan tepung tulang ikan patin (Pangasius sp Ham Buck) dalam pembuatan mi kering [skripsi]. Karawaci: Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Pelita Harapan. Trilaksani W, Salamah E, Nabil M. 2006. Pemanfaatan limbah tulang ikan tuna (Thunus sp) sebagai sumber kalsium dengan metode hidrolisis protein. Buletin Teknologi Hasil Perikanan. IX (2): 38-43. Weaver MC. 2006. Vitamin D and calcium metabolisme in adolescents. J. Elsevier International Congress Series. 1297 (2007): 32-38. Winarno FG. 1985. Limbah Pertanian. Jakarta : Kantor Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Pangan. __________. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka. Widya Karya Pangan dan Gizi. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi dan Globalisasi. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Wirakartakusumah MA, Abdullah K, Syarief AM. 1992. Sifat Fisik Bahan Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Istitut Pertanian Bogor. Yoshie Y, Suzuki T, Clydesdale FM. 1997. Iron solubility from seafoods with added iron and organic acid under stimulated gastrointestinal conditional. J. Food Quality. 20: 235-246. ________, Suzuki T, Pandolf T, Clydesdale FM. 1999. Solubility of iron and zinc in selected seafoods under simulated gastrointestinal conditions. J. Food Sci. Tech. Res. 5(2): 140-144.
97
98
Lampiran 1 Buah kenari.
Buah kenari matang
Kulit buah kenari
Daging buah kenari
99
Lampiran 2 Reparasi tulang ikan madidihang.
Tulang ikan madidihang sebelum direparasi
Pemotongan kasar tulang ikan madidihang
100
Lampiran 3 Perebusan tulang ikan madidihang
Perebusan tulang ikan madidihang
Pengecilan ukuran tulang ikan madidihang
101
Lampiran 4 Tepung tulang ikan madidihang
Tepung tulang ikan madidihang dengan media perebusan air
Tepung tulang ikan madidihang dengan media perebusan asam asetat
Tepung tulang ikan madidihang dengan media perebusan asam klorida
102
Lampiran 5a Analisis ragam rendemen tepung tulang ikan madidihang
ANALISIS RAGAM Sumber
DB 2
Jumlah Kuadrat 955.902222
Kuadrat Tengah 477.951111
Perlakuan Galat
6
76.320000
12.720000
Total
8
1032.222222
F Hitung 37.57
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P
Kesimpulan
0.0004
Berbeda nyata
Lampiran 5b Analisis ragam derajat putih tepung tulang ikan madidihang. Sumber
DB 2
Jumlah Kuadrat 81.1755556
Kuadrat Tengah 40.5877778
Perlakuan Galat
6
73.8566667
12.3094444
Total
8
155.0322222
F Hitung 3.30
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P
Kesimpulan
0.1081
Tidak berbeda nyata
Lampiran 5c Analisis ragam daya serap air tepung tulang ikan madidihang. Sumber
DB 2
Jumlah Kuadrat 0.00146756
Kuadrat Tengah 0.00073378
Perlakuan Galat
6
0.01931267
0.00321878
Total
8
0.02078022
F Hitung 0. 23
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P
Kesimpulan
0.8027
Tidak berbeda nyata
Lampiran 5d Analisis ragam densitas kamba tepung tulang ikan madidihang. Sumber
DB 2
Jumlah Kuadrat 0.00728622
Kuadrat Tengah 0.00364311
Perlakuan Galat
6
0.00480400
0.00080067
Total
8
0.01209022
F Hitung 4.55
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P
Kesimpulan
0.0627
Berbeda nyata
103
Lampiran 6a Analisis ragam kadar air tepung tulang ikan madidihang. Sumber
DB 2
Jumlah Kuadrat 0.32878956
Kuadrat Tengah 0.16439478
Perlakuan Galat
6
0.18445600
0.03074267
Total
8
0.51324556
F Hitung 5.35
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P 0.0464
Kesimpulan Berbeda nyata
Lampiran 6b Analisis ragam kadar abu tepung tulang ikan madidihang Sumber
DB 2
Jumlah Kuadrat 15.87573889
Kuadrat Tengah 7.93786944
Perlakuan Galat
6
9.97518333
1.66253056
Total
8
25.85092222
F Hitung 4.77
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P
Kesimpulan
0.0575
Tidak berbeda nyata
Lampiran 6c Analisis ragam kadar protein tepung tulang ikan madidihang Sumber
DB 2
Jumlah Kuadrat 3.75317222
Kuadrat Tengah 1.87658611
Perlakuan Galat
6
6.69035000
1.11505833
Total
8
10.44352222
F Hitung 1.68
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P
Kesimpulan
0.2629
Tidak berbeda nyata
Lampiran 6d Analisis ragam kadar lemak tepung tulang ikan madidihang. Sumber
DB 2
Jumlah Kuadrat 1.31308889
Kuadrat Tengah 0.65654444
Perlakuan Galat
6
1.40990000
0.23498333
Total
8
2.72298889
F Hitung 2.79
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P 0.1388
Kesimpulan Tidak berbeda nyata
104
Lampiran 6e Analisis ragam kadar kalsium tepung tulang ikan madidihang. Sumber
DB 2
Jumlah Kuadrat 321.14346667
Kuadrat Tengah 160.57173333
Perlakuan Galat
6
3762.53433333
627.08905556
Total
8
4083.67780000
F Hitung 0.26
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P 0.7821
Kesimpulan Tidak berbeda nyata
Lampiran 6f Analisis ragam kadar fosfor tepung tulang ikan madidihang. Sumber
DB 2
Jumlah Kuadrat 0.19206667
Kuadrat Tengah 0.09603333
Perlakuan Galat
6
5.25733333
0.87622222
Total
8
5.44940000
F Hitung 0.11
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P 0.8979
Kesimpulan Tidak berbeda nyata
Lampiran 7a Analisis ragam solubilitas kalsium tepung tulang ikan madidihang pada pH 2 Sumber
DB
Perlakuan
2
Galat Total
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
465.86567400
232.93283700
46.93
6
29.78167800
4.96361300
8
495.64735200
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P
Kesimpulan
0.0002
Sangat berbeda nyata
Lampiran 7a Analisis ragam solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang pada pH 2. Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Perlakuan
2
1.68422822
0.84211411
Galat
6
1.62199067
0.27033178
Total
8
3.30621889
F Hitung 3.12
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P
Kesimpulan
0.1181
Tidak berbeda nyata
105
Lampiran 7b Analisis ragam solubilitas kalsium tepung tulang ikan madidihang pada pH 4 Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
Perlakuan
2
365.69608089
182.84804044
127.58
Galat
6
8.59928667
1.43321444
Total
8
374.29536756
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P
Kesimpulan
0.0001
Sangat berbeda nyata
Lampiran 7b Analisis ragam solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang pada pH 4. Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Perlakuan
2
2.39523822
1.19761911
Galat
6
1.07394067
0.17899011
Total
8
3.46917889
F Hitung 6.69
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P
Kesimpulan
0.0297
Berbeda nyata
Lampiran 7c Analisis ragam solubilitas kalsium tepung tulang ikan madidihang pada pH 6. Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
Perlakuan
2
330.29139356
165.14569678
53.53
Galat
6
18.51029067
3.08504844
Total
8
348.80168422
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P
Kesimpulan
0.0001
Sangat berbeda nyata
Lampiran 7c Analisis ragam solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang pada pH 6. Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Perlakuan
2
3.46439022
1.73219511
Galat
6
0.72274333
0.12045722
Total
8
4.18713356
F Hitung 14.38
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P
Kesimpulan
0.0051
Sangat berbeda nyata
106
Lampiran 8 Lembaran penilaian uji organoleptik Nama Panelis : Hari/Tanggal : Nama Produk : Makron kenari tepung tulang ikan madidihang KODE
Penampakan
Warna
Aroma
Rasa
Tekstur
Penilaian berdasarkan parameter
Penampakan
7 : Sangat lebih rapi 6 : Lebih rapi 5 : Agak lebih rapi 4 : Rapi 3 : Agak kurang rapi 2 : Kurang rapi 1 : Sangat kurang rapi
Rasa
7 : Sangat lebih enak 6 : Lebih enak 5 : Agak lebih enak 4 : Enak 3 : Agak kurang enak 2 : Kurang enak 1 : Sangat kurang enak
Warna
7 : Sangat lebih cerah 6 : Lebih cerah 5 : Agak lebih cerah 4 : Cerah 3 : Agak kurang cerah 2 : Kurang cerah 1 : Sangat kurang cerah
Aroma
7 : Sangat lebih harum 6 : Lebih harum 5 : Agak lebih harum 4 : Harum 3 : Agak kurang harum 2 : Kurang harum 1 : Sangat kurang harum
Tekstur
7 : Sangat lebih renyah 6 : Lebih renyah 5 : Agak lebih renyah 4 : Renyah 3 : Agak kurang renyah 2 : Kurang renyah 1 : Sangat kurang renyah
Komentar Panelis :
107
Lampiran 9 Lembaran penilaian uji organoleptik makron kenari tepung tulang ikan madidihang terpilih dengan makron kenari komersial (makron kenari yang ada di pasaran). Nama Panelis : Hari/Tanggal : Nama Produk : Makron kenari Kode produk : Pembanding : Warna Sangat lebih cerah
Rasa Sangat lebih cerah
Lebih cerah
Lebih cerah
Agak lebih cerah
Agak lebih cerah
Tidak berbeda
Tidak berbeda
Agak kurang cerah
Agak kurang cerah
Kurang cerah
Kurang cerah
Sangat kurang cerah
Sangat kurang cerah
Kerenyahan Sangat lebih cerah
Penampakan Sangat lebih cerah
Lebih cerah
Lebih cerah
Agak lebih cerah
Agak lebih cerah
Tidak berbeda
Tidak berbeda
Agak kurang cerah
Agak kurang cerah
Kurang cerah
Kurang cerah
Sangat kurang cerah
Sangat kurang cerah
Komentar :
108
Lampiran 10 Data uji organoleptik makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang 0% Formulasi
0%
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Penampakan 6 4 4 5 6 3 3 6 5 6 3 6 7 7 2 3 3 4 6 6 2 3 2 6 5 4 6 5 6 5
Rasa 3 4 4 7 5 6 4 6 6 6 3 5 4 6 3 4 4 4 5 6 4 4 2 3 3 5 5 5 4 6
Warna 5 4 4 7 4 3 4 6 5 6 3 2 4 6 4 5 3 4 4 6 4 4 4 5 3 3 4 1 4 6
Tekstur 4 6 4 6 6 6 6 6 6 6 4 6 4 5 5 6 4 4 6 6 7 4 3 5 5 4 6 5 4 7
Aroma 3 6 4 7 5 6 3 5 5 6 4 6 6 5 4 5 4 4 6 6 6 4 3 5 5 4 6 6 5 6
: Kontrol (tanpa penambahan tepung tulang ikan) A2: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 0,8% A4: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 1,6% A6: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 2,4% A8: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 3,2%
A0
109
Lampiran 10 Data uji organoleptik makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang 0,8% Formulasi
0,8%
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Penampakan 4 4 2 5 4 2 4 3 4 3 6 3 3 4 5 6 6 6 3 3 4 3 3 3 3 4 4 6 3 3
Rasa 7 7 3 5 4 5 5 3 3 4 6 5 4 4 4 3 6 7 7 5 3 6 5 4 3 5 5 6 4 5
Warna 6 6 2 5 4 3 3 3 4 4 6 4 4 3 4 5 6 5 4 4 5 4 4 3 4 4 6 5 3 4
Tekstur 7 6 4 5 4 4 5 3 3 6 6 6 5 4 4 4 6 7 6 7 3 5 5 5 6 6 6 6 7 5
Aroma 7 7 2 6 6 5 6 2 3 5 6 5 4 4 4 4 6 7 6 6 4 4 4 4 6 5 6 6 2 4
: Kontrol (tanpa penambahan tepung tulang ikan) A2: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 0,8% A4: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 1,6% A6: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 2,4% A8: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 3,2%
A0
110
Lampiran 10 Data uji organoleptik makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang 1,6% Formulasi
1,6%
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Penampakan 4 4 6 5 4 5 5 5 6 6 6 6 6 4 4 5 4 3 3 4 3 3 4 3 3 4 5 4 5 6
Rasa 4 5 5 7 5 2 3 4 5 2 6 6 6 4 4 5 4 4 4 4 5 3 4 5 3 4 5 3 3 4
Warna 3 4 7 6 5 2 5 5 5 4 3 4 6 3 7 4 4 4 6 4 5 3 4 4 4 4 6 4 4 6
Tekstur 6 4 6 6 6 6 4 6 6 4 6 6 7 6 4 4 5 6 5 4 6 3 4 4 4 4 6 3 6 5
Aroma 5 3 5 6 4 6 2 5 5 4 5 6 7 5 4 4 3 4 4 4 6 3 3 4 5 6 4 3 4 4
: Kontrol (tanpa penambahan tepung tulang ikan) A2: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 0,8% A4: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 1,6% A6: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 2,4% A8: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 3,2%
A0
111
Lampiran 10 Data uji organoleptik makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang 2,4% Formulasi
2,4%
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Penampakan 4 3 6 6 4 2 3 3 5 3 6 5 2 5 4 5 4 7 2 3 5 4 2 3 2 5 3 6 3 5
Rasa 4 6 4 5 4 2 4 3 4 4 6 4 4 5 5 3 3 7 7 2 5 6 3 4 6 5 3 7 3 6
Warna 6 3 6 5 4 2 4 3 4 4 6 5 3 4 6 4 3 7 3 2 5 5 4 3 2 5 3 6 4 4
Tekstur 4 7 6 6 4 4 6 4 4 5 6 6 6 4 7 3 5 7 7 5 6 6 4 6 6 6 6 7 4 6
Aroma 5 7 5 6 4 3 6 3 4 4 5 6 4 5 6 3 3 7 4 3 5 5 4 4 4 5 4 6 3 4
: Kontrol (tanpa penambahan tepung tulang ikan) A2: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 0,8% A4: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 1,6% A6: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 2,4% A8: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 3,2%
A0
112
Lampiran 10 Data uji organoleptik makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang 3,2% Formulasi
3,2%
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Penampakan 6 7 2 4 6 5 4 6 6 6 5 2 5 4 7 4 5 4 3 5 4 6 4 4 3 4 6 6 4 5
Rasa 4 7 2 5 4 2 2 4 3 4 3 4 5 3 2 6 1 4 4 5 4 4 3 3 4 4 6 3 4 6
Warna 6 7 2 6 5 2 4 3 4 4 3 6 3 3 6 6 2 5 4 5 4 2 4 3 4 4 5 3 4 5
Tekstur 5 7 5 4 6 6 5 5 5 2 3 5 6 4 6 6 5 5 5 6 6 4 3 4 4 3 5 5 4 6
: Kontrol (tanpa penambahan tepung tulang ikan) A2: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 0,8% A4: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 1,6% A6: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 2,4% A8: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 3,2%
A0
113
Aroma 4 7 4 6 4 6 3 6 6 4 4 6 5 3 3 6 2 4 5 6 6 5 3 3 4 4 6 4 4 5
Lampiran 11a Data uji penampakan makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang Sumber
DB 4
Jumlah Kuadrat 18.1733333
Kuadrat Tengah 4.5433333
Perlakuan Galat
145
253.8000000
1.7503448
Total
149
271.9733333
Lampiran 11b Sumber
DB
Perlakuan
4
Kuadrat Tengah 0.6266667
Galat
145
233.8666667
1.6128736
Total
149
236.3733333
Sumber
DB
Perlakuan
F tabel 0.05 0.01 2.37 3.32
Nilai P
Kesimpulan
0.0388
Berbeda nyata
Data uji warna makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang Jumlah Kuadrat 2.5066667
Lampiran 11c
F Hitung 2.60
F Hitung 0.39
F tabel 0.05 0.01 2.37 3.32
Nilai P
Kesimpulan
0.8166
Tidak Berbeda nyata
Data uji aroma makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang
4
Jumlah Kuadrat 6.4933333
Kuadrat Tengah 1.6233333
Galat
145
223.4000000
1.5406897
Total
149
229.8933333
F Hitung 1.05
F tabel 0.05 0.01 2.37 3.32
Nilai P
Kesimpulan
0.3818
Tidak Berbeda nyata
114
Lampiran 11d Data uji rasa makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang Sumber
DB 4
Jumlah Kuadrat 14.7600000
Kuadrat Tengah 3.6900000
Perlakuan Galat
145
246.3333333
1.6988506
Total
149
261.0933333
Lampiran 11e Sumber
DB
Perlakuan
F Hitung 2.17
F tabel 0.05 0.01 2.37 3.32
Nilai P
Kesimpulan
0.0750
Berbeda nyata
Data uji tekstur makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang
4
Jumlah Kuadrat 5.7733333
Kuadrat Tengah 1.4433333
Galat
145
189.0000000
1.3034483
Total
149
194.7733333
F Hitung 1.11
F tabel 0.05 0.01 2.37 3.32
Nilai P
Kesimpulan
0.3554
Tidak Berbeda nyata
115
Lampiran 12 Hasil uji perbandingan pasangan makron kenari tepung tulang ikan madidihang 0,8% formulasi terbaik dengan makron kenari komersial Formulasi
0,8%
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Penampakan 2 2 2 2 -1 2 1 2 0 2 2 2 2 -1 1 0 -2 2 2 2 -1 2 2 -1 -1 3 1 1 1 2
Rasa 2 2 2 2 2 3 1 3 2 -1 2 2 1 2 2 1 2 2 2 -1 2 3 2 2 2 3 0 2 3 3
Warna 1 2 2 2 0 2 1 1 0 3 3 2 2 -1 3 1 2 2 1 -2 2 3 2 3 2 2 2 2 1 1
Kerenyahan 0 2 1 2 2 1 1 2 3 3 2 1 2 1 1 2 2 2 2 1 1 2 2 0 2 2 0 1 3 3
116
Lampiran 12
Formulasi
1,6%
Hasil uji perbandingan pasangan makron kenari tepung tulang ikan madidihang 1,6% formulasi terbaik dengan makron kenari komersial.
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Penampakan 1 0 2 3 3 -1 -1 2 3 1 0 1 2 0 1 2 1 1 2 2 2 2 3 2 2 -1 2 3 2 2
Rasa 2 2 3 1 3 2 2 2 3 2 -1 3 3 3 2 2 1 1 2 3 -1 3 3 2 1 2 2 3 2 3
Warna 2 2 3 3 3 2 2 2 3 2 1 3 3 2 2 3 2 1 3 3 3 2 3 3 3 -1 2 2 2 2
Kerenyahan 2 2 2 2 2 3 0 2 2 1 1 2 3 2 2 1 0 1 1 2 3 2 3 2 2 1 2 1 2 2
117
Lampiran 13a Sumber
DB
Perlakuan
Hasil uji perbandingan pasangan makron kenari formulasi terbaik dan makron kenari komersial terhadap penampakan.
1
Jumlah Kuadrat 2.01666667
Kuadrat Tengah 2.01666667
Galat
58
92.16666667
1.58908046
Total
59
94.18333333
Lampiran 13b Sumber
DB
Perlakuan
1
Kuadrat Tengah 7.35000000
Galat
58
61.23333333
1.05574713
Total
59
68.58333333
Sumber
DB
Perlakuan
F tabel 0.05 0.01 4.00 7.08
Nilai P
Kesimpulan
0.2646
Tidak Berbeda Nyata
Hasil uji perbandingan pasangan makron kenari formulasi terbaik dan makron kenari komersial terhadap warna. Jumlah Kuadrat 7.35000000
Lampiran 13c
F Hitung 1.27
F Hitung 6.96
F tabel 0.05 0.01 4.00 7.08
Nilai P
Kesimpulan
0.0107
Berbeda Nyata
Hasil uji perbandingan pasangan makron kenari formulasi terbaik dan makron kenari komersial terhadap rasa.
1
Jumlah Kuadrat 0.60000000
Kuadrat Tengah 0.60000000
Galat
58
63.13333333
1.08850575
Total
59
63.73333333
F Hitung 0.55
F tabel 0.05 0.01 4.00 7.08
Nilai P
Kesimpulan
0.4608
Tidak Berbeda Nyata
Lampiran 13d Hasil uji perbandingan pasangan makron kenari formulasi terbaik dan makron kenari komersial terhadap kerenyahan. Sumber
DB 1
Jumlah Kuadrat 0.26666667
Kuadrat Tengah 0.26666667
Perlakuan Galat
58
38.33333333
0.66091954
Total
59
38.60000000
F Hitung 0.40
F tabel 0.05 0.01 4.00 7.08
Nilai P
Kesimpulan
0.5278
Tidak Berbeda Nyata
118
Lampiran 14a
Hasil uji perbandingan pasangan makron kenari formulasi terbaik dan makron kenari komersial terhadap berat.
Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Perlakuan
3
9.00000000
3.00000000
Galat
8
0.08000000
0.01000000
Total
11
9.08000000
F Hitung 300.00
F tabel 0.05 0.01 4.07 7.59
Nilai P 0.0001
Kesimpulan Sangat Berbeda Nyata
Lampiran 14b Karakteristik ketebalan makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang dan makron kenari komersial. Sumber
DB
Perlakuan
3
0.20250000
0.06750000
Galat
8
0.08000000
0.01000000
Total
11
0.28250000
Lampiran 14c
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
6.75
F tabel 0.05 0.01 4.07 7.59
Nilai P 0.0139
Kesimpulan Berbeda Nyata
Karakteristik diameter makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang dan makron kenari komersial.
Sumber
DB
Perlakuan
3
2.25000000
0.75000000
Galat
8
0.08000000
0.01000000
Total
11
2.33000000
Lampiran 14d
F Hitung
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung 75.00
F tabel 0.05 0.01 4.07 7.59
Nilai P 0.0001
Kesimpulan Sangat Berbeda Nyata
Karakteristik kekerasan makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang dan makron kenari komersial.
Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Perlakuan
3
1217.58333333
405.86111111
Galat
8
10163.33333334
1270.41666667
Total
11
11380.91666667
F Hitung 0.32
F tabel 0.05 0.01 4.07 7.59
Nilai P
Kesimpulan
0.8113
Tidak Berbeda Nyata
119
Lampiran 15a
Sumber
DB
Perlakuan
Karakteristik kadar air makron kenari tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares).
3
Jumlah Kuadrat 1.35203333
Kuadrat Tengah 0.45067778
Galat
8
1.12733333
0.14091667
Total
11
2.47936667
Lampiran 15b Sumber
DB
Perlakuan
3
Kuadrat Tengah 0.21740833
Galat
8
1.26600000
0.15825000
Total
11
1.91822500
Sumber
DB
Perlakuan
3
Kuadrat Tengah 0.76754167
Galat
8
0.33266667
0.04158333
Total
11
2.63529167
Sumber
DB
Perlakuan
Nilai P
Kesimpulan
0.0838
Berbeda nyata
F Hitung 1.37
F tabel 0.05 0.01 4.07 7.59
Nilai P
Kesimpulan
0.3189
Tidak berbeda nyata
Karakteristik kadar protein makron kenari tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares). Jumlah Kuadrat 2.30262500
Lampiran 15d
F tabel 0.05 0.01 4.07 7.59
Karakteristik kadar abu makron kenari tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares). Jumlah Kuadrat 0.65222500
Lampiran 15c
F Hitung 3.20
F Hitung 18.46
F tabel 0.05 0.01 4.07 7.59
Nilai P
Kesimpulan
0.0006
Berbeda nyata
Karakteristik kadar lemak makron kenari tepung tulang ikan madidihan (Thunnus albacares).
3
Jumlah Kuadrat 101.5494917
Kuadrat Tengah 33.8498306
Galat
8
12.1964000
1.5245500
Total
11
113.7458917
F Hitung 22.20
F tabel 0.05 0.01 4.07 7.59
Nilai P
Kesimpulan
0.0003
Berbeda nyata
120
Lampiran 15e Karakteristik kadar karbohidrat makron kenari tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares). Sumber
DB 3
Jumlah Kuadrat 128.7634917
Kuadrat Tengah 42.9211639
Perlakuan Galat
8
18.9272000
2.3659000
Total
11
147.6906917
Lampiran 15f Sumber
DB
Perlakuan
3
Kuadrat Tengah 2.65800000
Galat
8
0.02906667
0.00363333
Total
11
8.00306667
Sumber
DB
F tabel 0.05 0.01 4.07 7.59
Nilai P
Kesimpulan
0.0006
Berbeda nyata
Karakteristik nilai pH makron kenari tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares). Jumlah Kuadrat 7.97400000
Lampiran 15g
F Hitung 18.14
F Hitung 731.56
F tabel 0.05 0.01 4.07 7.59
Nilai P
Kesimpulan
<.0001
Berbeda nyata
Karakteristik kadar kalsium makron kenari tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares).
Perlakuan
2
Jumlah Kuadrat 321.14346667
Galat
6
3762.53433333
Total
8
4083.67780000
Kuadrat Tengah 160.57173333 627.08905556
F Hitung 0.26
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P
Kesimpulan
0.7821
Berbeda nyata
Lampiran 15h Karakteristik fosfor makron kenari tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares). Sumber
DB 2
Jumlah Kuadrat 0.19206667
Kuadrat Tengah 0.09603333
Perlakuan Galat
6
5.25733333
0.87622222
Total
8
5.44940000
F Hitung 0.11
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P
Kesimpulan
0.8979
Berbeda nyata
121
Lampiran 16a Karakteristik solubilitas kalsium makron kenari tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares). Sumber
DB
Model
11
Jumlah Kuadrat 183.7939269
Kuadrat Tengah 16.7085388
F Hitung 7.05
F tabel 0.05 0.01 2.25 3.17
Nilai P
Kesimpulan
<.0001
Berbeda nyata
Makron
3
79.61551222
26.53850407
11.20
3.01
4.72
<.0001
Berbeda nyata
pH
2
67.21545489
33.60772744
14.19
3.40
5.61
<.0001
Berbeda nyata
Makron*pH
6
36.96295978
6.16049330
2.60
2.51
3.67
0.0437
Berbeda nyata
Galat
24
56.8509740
2.3687906
Total
35
240.6449009
Lampiran 16b Karakteristik solubilitas fosfor makron kenari tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares). Sumber
DB
Model
11
Jumlah Kuadrat 156.0664070
Kuadrat Tengah 14.1878552
F Hitung 24.22
F tabel 0.05 0.01 2.25 3.17
Nilai P
Kesimpulan
<.0001
Berbeda nyata
Makron
3
85.88192208
28.62730736
48.88
3.01
4.72
<.0001
Berbeda nyata
pH
2
29.81857772
14.90928886
25.46
3.40
5.61
<.0001
Berbeda nyata
Makron*pH
6
40.36590717
6.72765119
11.49
2.51
3.67
<.0001
Berbeda nyata
Galat
24
14.0562400
0.5856767
Total
35
170.1226470
122
Lampiran 17 Makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang
Makron kenari tepung tulang ikan madidihang (A0, A2, A4, A6 dan A8).
Makron kenari tepung tulang ikan madidihang (A0, A2, A4, A6 dan A8).
123
Lampiran 18 Makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang formulasi terbaik dan komersial
Formulasi makron kenari terbaik tepung tulang ikan madidihang 0,8%
Formulasi makron kenari terbaik tepung tulang ikan madidihang 1,6%
Makron menari komersial
124
Lampiran 19a Perhitungan nilai kalori makron kenari
= = =
Nilai Kalori Komersial (9 x 7,9033) + (4 x 40,6570) + (4 x 49,7500) 71,1297 + 162,628 + 199 432,75
= = =
Nilai Kalori A2 (9 x 6,9300) + (4 x 34,7430) + (4 x 56,5130) 62,37 + 138,972 + 226,052 427,39
Nilai Kalori A4 = (9 x 6,8600) + (4 x 32.9400) + (4 x 58,1730) = 61,74 + 131,76 + 232,692 = 426,19
= = =
Nilai Kalori K (9 x 6,8900) + (4 x 34,8170) + (4 x 56,8470) 62,01 + 139,268 + 227,388 428,66
Nilai rata-rata kalori makron kenari formulasi sesuai dengan acuan standar SNI 01-2973-1992 tentang biskuit yaitu sebesar minimum 400 kal/100 g.
125
Lampiran 19b Perhitungan kadar kalsium makron kenari Kadar Ca dalam Komersial = =
0,9650 mg/g bk 96,5 mg / 100g bk
Kadar Air 100 g berat kering Berat basah Ca dalam Komersial
2,4933% g berat basah – (2,4933%bb) 102,4933 96,5 mg / 100 g bk 96,5 mg / 102.4933 g makron kenari 0,94
= = = = = =
Kadar Ca makron kenari per takaran saji (48 g) = 0,94 mg /g makron kenari x 48 g = 45,19 mg % AKG = (45,19 / 800 mg) x 100% = 5,65%
Kadar Ca dalam A2 = = Kadar Air = 100 g berat kering = Berat basah = Ca dalam A2 = = =
4,0438 mg/g bk 404,38 mg / 100g bk 2,4933% g berat basah – (2,4933%bb) 102,4933 404,38 mg / 100 g bk 404,38 mg / 102,4933 g makron kenari 3,95
Kadar Ca makron kenari per takaran saji (36,6 g) = 3,95 mg /g makron kenari x 36,6 g = 144,40 mg % AKG = (144,40 / 800 mg) x 100% = 18,05%
126
Lampiran 19b Perhitungan kadar kalsium makron kenari
Kadar Ca dalam A4 = = Kadar Air = 100 g berat kering = Berat basah = Ca dalam A4 = = =
Kadar Ca makron kenari per takaran saji (37,2 g) = 3,92 mg /g makron kenari x 37,2 g = 145,91 mg % AKG = (145,91 / 800 mg) x 100% = 18,24%
Kadar Ca dalam K = = Kadar Air = 100 g berat kering = Berat basah = Ca dalam K = = =
4,0202 mg/g bk 402,02 mg / 100g bk 2,4933% g berat basah – (2,4933%bb) 102,4933 402,02 mg / 100 g bk 402,02 mg / 102,4933 g makron kenari 3,92
1,1568 mg/g bk 115,68 mg / 100g bk 2,4933% g berat basah – (2,4933%bb) 102,4933 115,68 mg / 100 g bk 115,68 mg / 102,4933 g makron kenari 1,13
Kadar Ca makron kenari per takaran saji (36 g) = 1,13 mg /g makron kenari x 36 g = 40,63 mg % AKG = (40,63 / 800 mg) x 100% = 5,08%
127
Lampiran 19c Perhitungan kadar fosfor makron kenari
%AKG P
Kadar P dalam Komersial Kadar Air 100 g berat kering Berat basah P dalam Komersial
2,4377 mg/g bk 243,77 mg / 100g bk 2,4933% g berat basah – (2,4933%bb) 102,4933 243,77 mg / 100 g bk 243,77 mg / 102,4933 g makron kenari 2,38
Kadar P makron kenari per takaran saji (48 g) = 2,38 mg /g makron kenari x 48 g = 114,16 mg % AKG = (114,16 / 600 mg) x 100% = 19,03% Kadar P dalam A2
Kadar Air 100 g berat kering Berat basah P dalam A2
= = = = = = = =
= = = = = = = =
4,8623 mg/g bk 486,23 mg / 100g bk 2,4933% g berat basah – (2,4933%bb) 102,4933 486,23 mg / 100 g bk 486,23 mg / 102,4933 g makron kenari 4,74
Kadar P makron kenari per takaran saji (36,6 g) = 4,74 mg /g makron kenari x 36,6 g = 173,63 mg % AKG = (173,63 / 600 mg) x 100% = 28,94%
128
Lampiran 19c Perhitungan kadar fosfor A4 makron kenari
Kadar P dalam A4
Kadar Air 100 g berat kering Berat basah P dalam A4
5,9211 mg/g bk 592,11 mg / 100g bk 2,4933% g berat basah – (2,4933%bb) 102,4933 592,11 mg / 100 g bk 592,11 mg / 102,4933 g makron kenari 5,78
Kadar P makron kenari per takaran saji (37,2 g) = 5,78 mg /g makron kenari x 37,2 g = 214,91 mg % AKG = (214,91 / 600 mg) x 100% = 35,82% Kadar P dalam K
Kadar Air 100 g berat kering Berat basah P dalam K
= = = = = = = =
= = = = = = = =
2,3530 mg/g bk 235,3 mg / 100g bk 2,4933% g berat basah – (2,4933%bb) 102,4933 235,3 mg / 100 g bk 235,3 mg / 102,4933 g makron kenari 2,30
Kadar P makron kenari per takaran saji (36 g) = 2,30 mg /g makron kenari x 36 g = 82,65 mg % AKG = (82,65 / 600 mg) x 100% = 13,77%
129
Lampiran 19d Perhitungan kadar protein komersial makron kenari
%AKG Protein
Kadar Protein dalam Komersial = Kadar Air = 100 g berat kering = Berat basah = Protein dalam Komersial = = =
Kadar Protein makron kenari per takaran saji (48 g) = 0,0771 mg /g makron kenari x 48 g = 3,701 mg % AKG = (3,7013 / 60 mg) x 100% = 6,17%
Kadar Protein dalam A2 = Kadar Air = 100 g berat kering = Berat basah = Protein dalam A2 = = =
= 7,90333% mg/g bk 7,90333 mg / 100g bk 2,4933% g berat basah – (2,4933%bb) 102,4933 7,90333 mg / 100 g bk 7.90333 mg / 102,4933 g makron kenari 0,077
= 6,9300% mg/g bk 6,9300 mg / 100g bk 2,4933% g berat basah – (2,4933%bb) 102,4933 6,9300 mg / 100 g bk 6,9300 mg / 102,4933 g makron kenari 0,067
Kadar Protein makron kenari per takaran saji (36,6 g) = 0,0676 mg /g makron kenari x 36,6 g = 2,474 mg % AKG = (2,4747 / 60 mg) x 100% = 4,12%
130
Lampiran 19d Perhitungan kadar protein A4 makron kenari
Kadar Protein dalam A4 = Kadar Air = 100 g berat kering = Berat basah = Protein dalam A4 = = =
Kadar Protein makron kenari per takaran saji (37,2 g) = 0,0669 mg /g makron kenari x 37,2 g = 2,489 mg % AKG = (2,4898 / 60 mg) x 100% = 4,15%
Kadar Protein dalam K = Kadar Air = 100 g berat kering = Berat basah = Protein dalam K = = =
= 6,8600% mg/g bk 6,8600 mg / 100g bk 2,4933% g berat basah – (2,4933%bb) 102,4933 6,8600 mg / 100 g bk 6,8600 mg / 102,4933 g makron kenari 0,066
= 6,8900% mg/g bk 6,8900 mg / 100g bk 2,4933% g berat basah – (2,4933%bb) 102,4933 6,8900mg / 100 g bk 6,8900mg / 102,4933 g makron kenari 0,067
Kadar Protein makron kenari per takaran saji (36 g) = 0,0672 mg /g makron kenari x 36 g = 2,420 mg % AKG = (2,4201 / 60 mg) x 100% = 4,03%
131
Lampiran 19e Perhitungan kadar lemak makron kenari komersial
%AKG Lemak
Kadar Lemak dalam Komersial = Kadar Air = 100 g berat kering = Berat basah = Lemak dalam Komersial = = =
Kadar Lemak makron kenari per takaran saji (48 g) = 0,37 mg /g makron kenari x 48 g = 17,78 mg % AKG = (17,78 / 85 mg) x 100% = 20,92%
Kadar Lemak dalam A2 = Kadar Air = 100 g berat kering = Berat basah = Lemak dalam A2 = = =
= 37,9701% mg/g bk 37,9701mg / 100g bk 2,4933% g berat basah – (2,4933%bb) 102,4933 37,9701 mg / 100 g bk 37,9701 mg / 102,4933 g makron kenari 0,37
= 32,2504% mg/g bk 32,2504 mg / 100g bk 2,4933% g berat basah – (2,4933%bb) 102,4933 32,2504 mg / 100 g bk 32,2504 mg / 102,4933 g makron kenari 0,31
Kadar Lemak makron kenari per takaran saji (36,6 g) = 0,31 mg /g makron kenari x 36,6 g = 11,52 mg % AKG = (11,52 / 85 mg) x 100% = 13,55%
132
Lampiran 19e Perhitungan kadar lemak makron kenari A4
Kadar Lemak dalam A4 = Kadar Air = 100 g berat kering = Berat basah = Lemak dalam A4 = = =
Kadar Lemak makron kenari per takaran saji (37,2 g) = 0,30 mg /g makron kenari x 37,2 g = 11,19 mg % AKG = (11,19 / 85 mg) x 100% = 13,16%
Kadar Lemak dalam K = Kadar Air = 100 g berat kering = Berat basah = Lemak dalam K = = =
= 30,817% mg/g bk 30,817 mg / 100g bk 2,4933% g berat basah – (2,4933%bb) 102,4933 30,817 mg / 100 g bk 30,817 mg / 102,4933 g makron kenari 0,30
= 32,7997% mg/g bk 32,7997 mg / 100g bk 2,4933% g berat basah – (2,4933%bb) 102,4933 32,7997 mg / 100 g bk 32,7997 mg / 102,4933 g makron kenari 0,32
Kadar Lemak makron kenari per takaran saji (36 g) = 0,32 mg /g makron kenari x 36 g = 11,52 mg % AKG = (11,52 / 85 mg) x 100% = 13,55%
133