STATUS PEMANFAATAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG (Thunnus albacares) DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LABUHAN LOMBOK
ABGUSTA FAJRI WIRANATA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Status Pemanfaatan Perikanan Tuna Madidihang (Thunnus albacares) di Pelabuhan Perikanan Pantai Labuhan Lombok adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini Saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis Saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2016 Abgusta Fajri Wiranata NIM C451124051
RINGKASAN ABGUSTA FAJRI WIRANATA. Status Pemanfaatan Perikanan Tuna Madidihang (Thunnus albacares) di Pelabuhan Perikanan Pantai Labuhan Lombok. Dibimbing oleh BUDY WIRYAWAN, SUGENG HARI WISUDO dan NIMMI ZULBAINARNI. Penilaian status pemanfaatan terhadap sumberdaya tuna madidihang yang berasal dari Laut Flores sangat penting dilakukan. Penilaian status pemanfaatan dapat menduga apakah upaya penangkapan yang telah dilakukan terhadap sumberdaya tuna madidihang belum optimal, sudah optimal atau telah berlebih. Pada penelitian ini, Laut Flores yang tepat berada di bagian utara Pulau Sumbawa dijadikan suatu asumsi dasar lokasi penangkapan bagi seluruh tuna madidihang yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Labuhan Lombok (PPP Labuhan Lombok) dari tahun 2012-2014. Pada penelitian pendahuluan terdapat suatu kasus yang sedang terjadi di PPP Labuhan Lombok, yaitu hasil tangkapan (kg) yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok dan upaya penangkapan (trip) yang dilakukan di Laut Flores terhadap sumberdaya tuna madidihang cenderung meningkat, tetapi produktivitas (hasil tangkapan per upaya penangkapan) menurun dari tahun 2012-2014 secara bulanan. Data yang digunakan pada penelitian pendahuluan ini berasal dari USAID-IMACS Indonesia dengan persetujuan dari Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI). Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini memiliki dua tujuan utama yaitu sebagai berikut: (1) menentukan upaya penangkapan dan hasil tangkapan optimal serta menduga status pemanfaatan sumberdaya tuna madidihang; (2) mengidentifikasi pola musim penangkapan terkait hubungan karakteristik biologi tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok. Data yang digunakan untuk analisis tujuan pertama adalah data upaya penangkapan (trip) dan hasil tangkapan (kg) dari tahun 2010-2014. Data dari tahun 2010-2011 diperoleh dari pihak PPI Labuhan Lombok dan untuk tahun 2012-2014 diperoleh dari USAID-IMACS Indonesia dengan persetujuan dari MDPI. Metode analisis yang digunakan adalah model biologi Schaefer yang tanpa melalui proses linearisasi. Data yang digunakan untuk analisis tujuan kedua adalah data upaya penangkapan (trip), hasil tangkapan (kg), panjang dan berat dari tahun 2012-2014. Keseluruhan data tersebut diperoleh dari USAID-IMACS Indonesia dengan persetujuan dari MDPI. Data upaya penangkapan (trip) dan hasil tangkapan (kg) digunakan pada metode analisis pola musim penangkapan, semetara data panjang dan berat digunakan untuk metode analisis distribusi frekuensi dan hubungan panjang berat. Hasil analisis dari tujuan yang pertama adalah bahwa upaya penangkapan yang optimal untuk menangkap tuna madidihang di Laut Flores sebesar 44.227 trip, dengan hasil tangkapan optimal yang berupa tuna madidihang sebesar 877.340 kg, serta status pemanfaatan yang masih dalam kondisi belum optimal. Hasil analisis dari tujuan yang kedua adalah bahwa pada saat musim penangkapan tinggi yang terjadi di bulan Oktober – Desember memiliki karakteristik pertumbuhan berat yang lebih dominan dibandingkan dengan
pertumbuhan panjang. Tetapi pada saat musim penangkapan tinggi yang terjadi di bulan Mei – Juli, karakteristik pertumbuhan panjang yang lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan berat. Kata kunci: Hubungan panjang berat, Labuhan Lombok, Musim penangkapan ikan, Schaefer, Tuna madidihang
SUMMARY ABGUSTA FAJRI WIRANATA. Utilization Status of Yellowfin Tuna (Thunnus albacares) Fishery at Labuhan Lombok Coastal Fishing Port. Supervised by BUDY WIRYAWAN, SUGENG HARI WISUDO and NIMMI ZULBAINARNI. The assessment of utiliziation status of yellowfin tuna (YFT) resources which catched from Flores Sea is very important to be done, because with knowing it could be guessed that how the fishing effort have not been optimal, have been optimal or over. In this study, Flores Sea is exact in the northern of Sumbawa Island became a fishing location base assumption for all yellowfin tuna which was landed in Labuhan Lombok Coastal Fishing Port (Labuhan Lombok CFP) from 2012-2014. In the preliminary study there was a case which happened in Labuhan Lombok CFP, that catches (kg) was landed at Labuhan Lombok CFP and fishing effort (kg) was done on Flores Sea tending to increase respectively towards YFT resource, but the productivity (catch per unit fishing effort) decreased from 20122014 monthly. Data used in this preliminary study was from USAID-IMACS Indonesia with approval of Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI). This study has two main objectives that include the following: (1) to determine the optimal fishing effort and catches and to assess resource utilization status of YFT; (2) to identify fishing seasonal pattern related to biology characteristic relation of YFT was landed at Labuhan Lombok CFP. Data used for analyzing of first objective were fishing efforts (trip) and catches (kg) from 2010-2014. Data year 2010-2011 had been taken from Labuhan Lombok Fish Landing Site party and 2012-2014 from USAID-IMACS Indonesia with approval of MDPI. Analyzing method in this first objective was Schaefer biology model which was without linearization process. Data used for analyzing of second objective were fishing efforts (trip), catches (kg), length (cmFL) and weight (kg) data from 2012-2014. That whole data have been taken from USAID-IMACS Indonesia with approval of MDPI. In the fishing seasonal pattern analyzing method used fishing efforts (trip) and catches (kg) data, meanwhile for length (cmFL) and weight (kg) was used for frequency distribution and length-weight relation analyzing methods. The result of first objectives were the optimal fishing effort to catch YFT on Flores Sea was 44.227 trip, with optimal catches which could be taken was 877.340 kg than the utilization status that was still in had not been optimal condition. The result of second objectives were when the fishing seasonal is high on October-December was dominated by weight than length, when the fishing seasonal is high on May-July was dominated by length than weight in its growth charaterictic. Keywords: Length-weight relation, Labuhan Lombok, Fishing season, Schaefer, Yellowfin tuna
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STATUS PEMANFAATAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG (Thunnus albacares) DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LABUHAN LOMBOK
ABGUSTA FAJRI WIRANATA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Perikanan Laut
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si
Judul Tesis : Status Pemanfaatan Perikanan Tuna Madidihang (Thunnus albacares) di Pelabuhan Perikanan Pantai Labuhan Lombok Nama : Abgusta Fajri Wiranata NIM : C451124051
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Budy Wiryawan, MSc Ketua
Dr Ir Sugeng H. Wisudo, MSi Anggota
Dr Nimmi Zulbainarni, SPi MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Teknologi Perikanan Laut
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Mulyono S. Baskoro, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 19 Juli 2016
Tanggal Lulus:……………….
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini berjudul Status Pemanfaatan Perikanan Tuna Madidihang (Thunnus albacares) di Pelabuhan Perikanan Pantai Labuhan Lombok. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Budy Wiryawan, MSc, Dr Ir Sugeng Hari Wisudo, MSi dan Dr Nimmi Zulbainarni, SPi MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran dan masukan. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada orang tua Saya serta seluruh keluarga atas segala do’a dan dukungannya. Tidak lupa juga penulis menyampaikan terima kasih kepada Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) atas kesempatan magang selama kurang lebih enam bulan, juga kepada Direktur Utama MDPI yaitu Bapak Aditya Utama, rekan-rekan staf kantor MDPI yaitu Bang Nanda, Bang Bestson, Bang Wiro, Mba Nuri, Ibu Juli dan Mba Jen, serta staf lapangan MDPI yaitu Bang Wildan, Bang Juhrin, Bang Bambang, Bang Jo, Bang Taeran, Bang Riza dan Bang Irwan yang telah banyak membantu dalam penelitian di Pangkalan Pendaratan Ikan Labuhan Lombok. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada pihak yang membantu dalam penulisan ini yaitu Muhammad Ihsan, Wildy Kamali, Bang Iqbal, Amelia, Ully Wulandari, Imelda Agustina dan Mut. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca, peneliti selanjutnya dan pihak yang berkecimpung di dalamnya.
Bogor, Oktober 2016 Abgusta Fajri Wiranata
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Metode Penelitian
1 1 3 4 4 4 6
2 DESKRIPSI UNIT PENANGKAPAN IKAN YANG DIGUNAKAN UNTUK MENANGKAP TUNA MADIDIHANG Pendahuluan Metode Hasil Pembahasan Kesimpulan
9 9 9 9 15 15
3 STATUS PEMANFAATAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG BERDASARKAN MODEL BIOLOGI SCHAEFER Pendahuluan Metode Hasil Pembahasan Kesimpulan
16 16 16 18 19 21
4 DISTRIBUSI FREKUENSI PANJANG DAN BERAT TUNA MADIDIHANG YANG DIDARATKAN DI PPP LABUHAN LOMBOK Pendahuluan Metode Hasil Pembahasan Kesimpulan
22 22 22 23 26 27
5 HUBUNGAN PANJANG BERAT TUNA MADIDIHANG YANG DIDARATKAN DI PPP LABUHAN LOMBOK Pendahuluan Metode Hasil Pembahasan Kesimpulan
28 28 28 29 31 32
6 POLA MUSIM PENANGKAPAN TUNA MADIDIHANG BERDASARKAN YANG DIDARATKAN DI PPP LABUHAN LOMBOK
33
Pendahuluan Metode Hasil Pembahasan Kesimpulan
33 33 35 35 36
7 PEMBAHASAN UMUM
37
8 SIMPULAN DAN SARAN
42
DAFTAR PUSTAKA
43
LAMPIRAN
48
vii
DAFTAR TABEL 1 Jenis dan sumber data yang dikumpulkan selama penelitian 2 Perbandingan nilai tingkat pemanfaatan dan pengupayaan tuna madidihang berdasarkan teknik linear dengan pangkat dua 3 Nilai q dan b dari analisis hubungan panjang berat tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok periode bulanan selama tiga tahun 4 Nilai koefisien korelasi dan determinasi dari hasil analisis hubungan panjang berat tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok 5 Nilai b (gabungan data dari tiga tahun secara bulanan) dari analisis hubungan panjang berat tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok 6 Nilai indeks musim penangkapan (IMP) tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok
7 19
29
30
31 35
DAFTAR GAMBAR 1 Ilustrasi hubungan antara status pemanfaatan sumberdaya ikan dengan pengelolaan sumber daya perikanan 2 Tuna madidihang / yellowfin tuna (Thunnus albacares) 3 Perkembangan produksi ikan tuna madidihang dan cakalang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok dari tahun 2002-2014 4 Perkembangan hasil tangkapan (kg), upaya penangkapan (trip) dan hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan (kg per trip) dalam periode bulanan dari tahun 2012 – 2014 5 Ruang lingkup penelitian 6 Lokasi Penelitian 7 Alur metode penelitian 8 Jenis kapal mandar (kanan) dan palkah yang terdapat pada kapal mandar di PPP Labuhan Lombok (kiri) 9 Ilustrasi posisi ruangan pada kapal mandar di PPP Labuhan Lombok (Non Skala) 10 Pancing pace-pace (A) dan taber (B) 11 Pancing marabasi 12 Ilustrasi struktur rumpon milik kapal mandar di PPP Labuhan Lombok (non skala) 13 Ilustrasi proses penangkapan ikan maddihang pada jenis kapal mandar (non skala) 14 Peta lokasi penangkapan tuna madidihang 15 Perbedaan luas kurva, persamaan dan nilai (Ymsy dan fmsy) fungsi produksi lestari dari proses analisis hubungan regresi linear sederhana (atas) dan hubungan kuadratik/polynomial ordo dua (bawah) 16 Grafik frekuensi panjang ikan tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok dari tahun 2012 - 2014
1 2 3
3 5 6 8 10 10 11 12 13 14 17
19 23
viii 17 Grafik frekuensi berat ikan tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok dari tahun 2012 – 2014 18 Grafik frekuensi panjang dan berat tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok (gabungan bulanan selama tiga tahun) 19 Titik penyebaran dari nilai b tuna madidihang periode bulanan selama tiga tahun setelah diplotkan pada scatter 20 Titik penyebaran dari nilai b tuna madidihang gabungan data dari tiga tahun secara bulanan diplotkan pada scatter 21 Grafik pola musim penangkapan tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok
24 25 30 31 35
DAFTAR LAMPIRAN 1 Data hasil tangkapan / catches (kg) dan upaya penangkapan / efforts (trip) secara bulanan selama tiga tahun (2012 – 2014) dalam bentuk tabel 2 Data hasil tangkapan (kg), upaya penangkapan (trip) dan CPUE tahunan dalam bentuk tabel selama lima tahun (dari tahun 2010 sampai 2014) 3 Distribusi frekuensi ukuran panjang (cmFL) tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok secara bulanan pada tahun 2012 dalam bentuk tabel 4 Distribusi frekuensi ukuran panjang (cmFL) tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok secara bulanan pada tahun 2013 dalam bentuk tabel 5 Distribusi frekuensi ukuran panjang (cmFL) tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok secara bulanan pada tahun 2014 dalam bentuk tabel 6 Pancing pace-pace (atas) dan taber (bawah) 7 Pancing marabasi 8 Gambar beberapa jenis pelampung rumpon yang digunakan oleh nelayan mandar 9 Alat ukur yang digunakan untuk mengukur panjang ikan cakalang, tongkol dan baby tuna 10 Alat ukur yang digunakan untuk mengukur panjang dan berat ikan tuna madidihang 11 Gambar kapal mandar
49
49
49
50
50 51 51 52 52 53 54
DAFTAR ISTILAH Alat Penangkapan Ikan
: Alat yang dirancang (dibuat) untuk menangkap ikan
Daerah Penangkapan Ikan
: Suatu lokasi di laut yang diduga banyak ikan sehingga terjadi operasi penangkapan ikan
Hasil Tangkapan
: Ikan yang didapatkan saat melakukan penangkapan di daerah penangkapan ikan
Hasil tangkapan per satuan unit upaya (catch per unit effort-CPUE)
: Jumlah hasil tangkapan yang diambil dari per unit alat tangkap atau jumlah trip operasi penangkapan atau jumlah kapal penangkap ikan
Maximum sustainable yield (MSY)
: Hasil tangkapan maksimum terhadap sumberdaya ikan yang berkelanjutan dalam kondisi lestari
Perikanan
: Semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan
Rumpon
: Alat bantu pengumpul ikan yang dipasang dan ditempatkan di laut yang berfungsi sebagai tempat mencari makan, memijah dan berlindung ikan
Upaya penangkapan (effort)
: Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan dalam periode waktu tertentu
Pancing tangan (Handline)
: Salah satu jenis alat penangkap ikan yang terdiri atas penggulung, tali dan mata pancing yang metode pengoperasiannya sangat sederhana menggunakan tali yang diulur ke laut disertakan umpan hidup/mati
Tuna madidihang
: Salah satu spesies dari genus Thunini yang memiliki nama internasional yellowfin tuna dengan kode YFT dan nama ilmiah Thunnus albacares
Cakalang
: Salah satu spesies dari genus Thunini yang memiliki nama internasional skipjack tuna dengan kode SKJ dan nama ilmiah Katsuwonus pelamis
Panjang cagak
: Panjang ikan yang diukur dari mulut sampai sudut sirip ekor ikan atau biasa disebut juga sebagai fork length
Analisis regresi
: Teknik statistik yang berguna untuk memeriksa dan memodelkan hubungan diantara variabel-variabel
operasi
1
PENDAHULUAN Latar Belakang
“Berbicara status pemanfaatan sumberdaya ikan, maka pembahasannya tidak terlepas dari sumberdaya manusia yang melakukan pemanfaatan, armada penangkapan dan [sic] alat tangkap yang digunakan dan besaran produksi yang dihasilkan …” (Wahyudin 2013:3). Jika status pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut dikaitkan terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan, maka terdapat hubungan yang erat dan pada akhirnya menghasilkan proyeksi produksi ikan optimum secara biologi yang dalam Sondita (2010:1.9): “… pengelolaan sumber daya perikanan lebih memberi perhatian kepada aspek biologi sumber daya hayati ikan, yaitu penilaian status sumberdaya ikan (stock assessment). Kegiatan tersebut mencakup survei perikanan, monitoring kegiatan perikanan, analisis data hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan (effort), serta parameter biologi populasi ikan. Hasil dari kegiatan ini adalah informasi biologi dan status sumber daya ikan, serta rekomendasi tingkat upaya penangkapan ikan untuk menghasilkan proyeksi produksi ikan yang optimum secara biologi (yaitu produksi lestari maksimum atau maximum sustainable yield, MSY) …”. Ilustrasi yang menggambarkan hubungan antara status pemanfaatan sumberdaya ikan dengan pengelolaan sumber daya perikanan pada Gambar 1 dibuat untuk memperjelas gambaran dan pengertiannya.
A
B
Keterangan : A adalah ilustrasi berdasarkan Wahyudin (2013) B adalah ilustrasi berdasarkan Sondita (2010)
Gambar 1 Ilustrasi hubungan antara status pemanfaatan sumberdaya ikan dengan pengelolaan sumber daya perikanan
2 Kegiatan mengelola perikanan di Indonesia tentu tidak mudah dalam merealisasikannya, karena terdapat masalah seperti yang dinyatakan oleh Zulbainarni (2012:5): bahwa “… Pola pengelolaan perikanan tangkap Indonesia yang cenderung berorientasi pada produksi mengakibatkan produksi hasil tangkapan diharapkan terus meningkat dari waktu ke waktu. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan tidak ada pengendalian pemanfaatan sumberdaya perikanan sehingga sumber daya tidak terpelihara kelestariannya. Akibatnya, produksi perikanan akan cenderung menuju atau melebihi titik maximum sustainable yield (MSY) …”. Terlebih jika orientasi produksi ini tidak memperhatikan pada suatu spesies tertentu, maka akan terjadi kekeliruan jumlah dan mungkin bisa mencapai kepunahan dari suatu spesies. Pada tulisan ini akan membahas status pemanfaatan dan pengelolaan perikanan yang berada di Pelabuhan Perikanan Pantai Labuhan Lombok. Pelabuhan Perikanan Pantai Labuhan Lombok (PPP Labuhan Lombok) yang terletak di Desa Labuhan Lombok, Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan pelabuhan perikanan tipe C (Pelabuhan Perikanan Pantai), yang pengelolaannya berada di bawah pemerintah daerah Provinsi NTB dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kelautan dan Perikanan NTB (Mihardja 2015). PPP Labuhan Lombok sudah cukup dikenal oleh beberapa kalangan pengusaha perikanan sebagai pendaratan ikan tuna, tongkol dan cakalang terbesar di Pulau Lombok. Salah satu dari jenis ikan tersebut yang memiliki produksi terbesar dan dijadikan sebagai pembatas dalam penelitian ini adalah tuna madidihang. Ikan tuna madidihang (Thunnus albacares) atau dalam nama internasional yang dikenal sebagai yellowfin tuna (YFT) (Gambar 2) adalah jenis ikan pelagis besar yang diketahui sebagai perenang cepat, selalu berkelompok dalam pergerakannya dan penyebarannya yang hampir berada di seluruh wilayah pengelolaan perikanan Indonesia. Ikan ini termasuk dalam genus Thunnus, tribe Thunnini, subfamily Scombrinae, keluarga Scombridae dan memiliki nama ilmiah Thunnus albacares – Bonnaterre, 1788 (Collette dan Nauen, 1983).
Sumber: Indian Ocean Tuna Comission
Gambar 2 Tuna madidihang / yellowfin tuna (Thunnus albacares) Pada Gambar 3 menunjukan bahwa tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok memiliki nilai produksi tertinggi kedua setelah cakalang yang mendominasi dari tahun 2002 sampai 2014 (PPP Labuhan Lombok 2014). Frekuensi pendaratan tuna madidihang di PPP Labuhan Lombok juga sangat sering dan hampir setiap hari dilakukan, tetapi masih terdapat permasalahan mengenai hasil tangkapan dan upaya penangkapannya yang akan dibahas secara lengkap pada sub-bab perumusan masalah.
Produksi (kg)
3 2.000.000 1.000.000 0
Tahun Madidihang Cakalang Gambar 3 Perkembangan produksi ikan tuna madidihang dan cakalang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok dari tahun 2002-2014 Perumusan Masalah
200.000 y = 590,76x + 20.419,33
100.000
Hasil Tangkapan per Satuan Upaya Penangkapan (kg per trip)
Upaya Penangkapan (trip)
Hasil Tangkapan (kg)
Perumusan masalah pada penelitian ini dirumuskan melalui penelitian pendahuluan yang dilakukan di PPP Labuhan Lombok. Permasalahan yang ada di lokasi pada waktu itu (Gambar 4) adalah hasil tangkapan (kg) dan upaya penangkapan (trip) terhadap sumberdaya tuna madidihang cenderung meningkat dari tahun 2012 sampai 2014 secara bulanan. Upaya penangkapan yang terus ditingkatkan, ternyata tidak memberikan peningkatan secara signifikan terhadap hasil tangkapan. Itulah yang membuat kecenderungan nilai produktivitas alat tangkap yang digunakan untuk menangkap tuna madidihang sangat berlawanan dengan kedua hal tersebut.
0 3.000
y = 24,64x + 464,03
2.000 1.000 0 100
y = -0,40x + 34,74
50
Nov
Sep
Jul
Mei
Mar
Jan
Nov
2013
Sep
Jul
Mei
Mar
Jan
2012
Nov
Sep
Jul
Mei
Mar
0
2014
Gambar 4 Perkembangan hasil tangkapan (kg), upaya penangkapan (trip) dan hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan (kg per trip) dalam periode bulanan dari tahun 2012 – 2014
4 Seharusnya dengan dilakukan penambahan upaya penangkapan, secara logika hasil tangkapan juga akan meningkat sesuai atau melebihi terhadap model upaya penangkapannya. Ketersediaan stok sumberdaya ikan tuna madidihang inilah yang merupakan suatu faktor pembatas baik secara logika maupun matematis karena tidak dapat dihitung secara pasti berapa ekor yang tersedia di perairan, dengan luasnya perairan yang menjadi objek penelitian sekaligus daerah penangkapan ikan bagi armada tuna madidihang di PPP Labuhan Lombok yaitu di Laut Flores, akan menghasilkan nilai MSY yang hanya merupakan dugaan dari suatu model matematik berdasarkan kondisi pada saat itu. Berdasarkan permasalahan yang terjadi pada perikanan tuna madidihang di PPP Labuhan Lombok menimbulkan pertanyaan pada peneliti bahwa apakah jumlah trip dan hasil tangkapan yang telah dilakukan selama tiga tahun sudah melebihi dari nilai MSY atau belum, dan apakah ukuran ikan (panjang dan berat) yang ditangkap semakin kecil. Maka dari itu, penelitian mengenai status pemanfaatan perikanan ditambah dengan beberapa aspek biologi dan musim penangkapan tuna madidihang (Thunnus albacares) yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok perlu dilakukan. Tujuan Penelitian Penjabaran pendahuluan yang bermuara kepada perumusan masalah pada perikanan tuna madidihang di PPP Labuhan Lombok telah membentuk tujuan yang akan diperoleh untuk penelitian ini, yaitu: 1 Menduga status pemanfaatan sumberdaya tuna madidihang 2 Identifikasi karakteristik biologi dikaitkan dengan pola musim penangkapan tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada sejumlah pihak tentang status pemanfaatan, aspek biologi dan pola musim penangkapan tuna madidihang agar dapat dijaga kelestariannya, pihak-pihak tersebut antara lain: 1 Bagi pemerintah daerah dan pihak PPP Labuhan Lombok, diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan perikanan tuna madidihang yang optimal dan berkelanjutan. 2 Bagi akademisi, diharapkan tulisan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian lain, sejenis dan lanjutan dalam upaya peningkatan mutu akademisi. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 5 dan dibagi kedalam empat bagian. Keempat lingkup tersebut juga dijadikan sebagai pemilihan, penyeleksian, asumsi dan pembatas dalam penelitian ini. Lingkup pertama adalah suatu proses pemilihan nelayan atau armada penangkapan yang menggunakan pancing tangan sebagai alat tangkapnya. Penentuan lingkup pertama ini penting dilakukan karena di lokasi penelitian terdapat tiga jenis armada penangkapan, yaitu armada mandar, penongkol dan
5 pae-pae. Maka ketiga armada tersebut harus diseleksi berdasarkan alat tangkap yang digunakan. Armada yang menggunakan pancing tangan hanya mandar dan penongkol, sementara pae-pae adalah armada yang menggunakan alat tangkap pole and line. Secara otomatis, armada pae-pae tidak akan dibahas lagi pada paragraph selanjutnya. Lingkup kedua yaitu lokasi pengoperasian alat tangkap yang diasumsikan di Laut Flores. Penentuan asumsi lokasi dikarenakan sebagian besar lokasi penangkapan ikan dari armada mandar dan penongkol berada di Laut Flores, ditambah dengan kesempatan peneliti mengikuti satu kali trip (8 hari) penangkapan ikan dengan armada mandar di Laut Flores yaitu perairan yang terletak di utara Pulau Sumbawa. Lingkup ketiga yaitu lokasi penangkapan ikan yang ditujukan hanya untuk menangkap tuna madidihang. Ternyata, kedua armada tersebut memiliki tujuan hasil tangkapan yang berbeda. Armada mandar hanya bertujuan untuk menangkap tuna madidihang, sementara armada penongkol menangkap baby tuna, tongkol dan cakalang. Lingkup ketiga ini menjadi pembatas sekaligus penyeleksian armada untuk lebih mengkerucut kepada permasalahan. Secara otomatis, armada penongkol tidak akan dibahas lagi pada paragraph selanjutnya.
Gambar 5
Ruang lingkup penelitian
Lingkup terakhir adalah armada yang menangkap tuna madidihang dan mendaratkan hasil tangkapannya di PPP Labuhan Lombok. Sebenarnya, ketiga armada penangkapan tersebut secara pasti mendaratkan hasil tangkapannya di PPP Labuhan Lombok, namun hanya armada mandar yang memenuhi kriteria dalam ruang lingkup pada penelitian ini. Setelah itu, data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah upaya penangkapan, produksi, berat dan panjang ikan.
6 Metode Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Kabupaten Lombok Timur, tepatnya di PPP Labuhan Lombok. Penelitian ini difokuskan pada PPP Labuhan Lombok karena pelabuhan perikanan tersebut merupakan pusat dari kegiatan perikanan tuna, yang di dalamnya termasuk perikanan tuna madidihang. Dalam kesempatan itu, peneliti menjadi mahasiswa magang dan memiliki pekerjaan sebagai observer dan data analis di Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) dari bulan Agustus sampai Desember 2014. Lokasi yang ditunjukan pada Gambar 6 merupakan tempat pelaksanaan penelitian yang telah dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Desember 2014. Peneliti mengamati kegiatan dari pendaratan di pelabuhan sampai dengan ke pabrik selama kurang lebih 3 bulan. Tidak hanya itu, peneliti berkesempatan mengikuti satu kali trip selama 8 hari dalam proses penangkapan tuna madidihang. Pemilihan lokasi dilakukan melalui beberapa pertimbangan diantaranya bahwa PPP Labuhan Lombok merupakan pusat pendaratan ikan tuna di Pulau Lombok, tempat yang memiliki data pendaratan tuna terlengkap dan paling baik berdasarkan kegiatan yang dilaksanakan oleh MDPI.
Gambar 6
Lokasi Penelitian
Kebutuhan data seperti yang sudah disebutkan pada ruang lingkup penelitian dianalisis untuk menghasilkan sebuah pendugaan terhadap status pemanfaatan sumberdaya tuna madidihang serta ditujukan dalam mengambil suatu langkah pengelolaannya dalam mengeksploitasinya. Data yang dikumpulkan pada penelitian ini dibedakan menjadi dua jenis yaitu data primer dan sekunder. Data sekunder diperoleh dari United States Agency International Development-Indonesia Marine and Climate Support-Indonesia (USAID-IMACS Indonesia), MDPI, PPP Labuhan Lombok dan penelusuran pustaka. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan baik di dalam proses penangkapan ikan, kegiatan di dalam pelabuhan dan kegiatan di pabrik kepada pihak-pihak terkait khususnya para nelayan dan pengelola pelabuhan perikanan. Jenis dan sumber data yang dikumpulkan disajikan pada Tabel 1. Jenis data yang digunakan dalam analisis ini adalah data jumlah trip penangkapan ikan, total produksi (kg), panjang dan berat ikan tuna madidihang dan yang didaratkan
7 di PPP Labuhan Lombok dari tahun 2010 sampai 2014. Metode pengumpulan data untuk data primer dilakukan dengan wawancara kepada pihak pengelola PPP Labuhan Lombok dan mengikuti satu kali trip penangkapan tuna madidihang. Penentuan dua informasi penting tersebut sangat diperlukan agar tidak terjadi kehilangan informasi yang sangat dibutuhkan dari pelaku utama yaitu nelayan yang menangkap tuna madidihang. Satu kali trip penangkapan dirasa cukup mewakili untuk menjelaskan unit penangkapan ikan tuna madidihang. Data sekunder diperoleh dari USAID-IMACS Indonesia, MDPI dan PPP Labuhan Lombok yang hanya selama lima tahun. Data tersebut diperoleh dengan melakukan pengajuan terlebih dahulu kepada pihak USAID-IMACS Indonesia dan PPP Labuhan Lombok sebagai pihak utama untuk memperoleh izin penggunaan data. Tabel 1
Jenis dan sumber data yang dikumpulkan selama penelitian Data yang Jenis Data Sumber Data Dikumpulkan Deskripsi unit Nelayan dan PPP Data Primer penangkapan ikan Labuhan Lombok madidihang USAID-IMACS Produksi tuna Indonesia, MDPI dan madidihang PPP Labuhan Lombok Jumlah trip USAID-IMACS Data Sekunder penangkapan ikan Indonesia dan MDPI madidihang Panjang dan berat ikan USAID-IMACS madidihang per Indonesia dan MDPI produksi
Berdasarkan penjabaran data yang dikumpulkan, maka penelitian ini menggunakan empat jenis metode analisis data, yaitu analisis biologi Schaefer, distribusi panjang dan berat, hubungan panjang berat dan analisis pola musim penangkapan tuna madidihang. Gambar 7 dapat dilihat untuk menggambarkan alur penelitian. Analisis model biologi Schaefer pada langkah awalnya digunakan untuk membuat model persamaan matematika yang berbentuk kuadratik. Setelah mendapatkan model persamaan matematikanya, model tersebut dapat digunakan untuk menghitung upaya penangkapan dan hasil tangkapan optimalnya. Penentuan status sumberdaya tuna madidihang dilakukan dengan menggabungkan nilai aktual baik upaya penangkapan dan hasil tangkapan di dalam kurva model matematika Schaefer. Tidak lengkap jika hanya sampai disitu, ada tiga parameter biologi penting yang harus diketahui untuk menggambarkan kondisi perikanan tuna madidihang pada saat itu, yaitu pertumbuhan alamiah tuna madidihang (kelahiran dikurangi kematian), kapasitas daya dukung lingkungannya, dan koefisien daya tangkapnya. Secara matematis sulit untuk menentukan nilai dugaan ketiga parameter biologi pada model Schaefer. Oleh karena itu, digunakan metode Fox untuk membantu dalam menghitung salah satu dari ketiga parameter biologi, yaitu koefisien daya tangkap. Setelah nilai dugaan koefisien daya tangkap diketahui, maka dapat dihitung kedua parameter lainnya. Langkah terakhir yaitu
8 menghitung stok/biomassa tuna madidihang untuk melihat apakah ada faktor lain selain dari ketiga parameter biologi tersebut. Schaefer dalam mengembangkan konsepnya berdasar pada asumsi bahwa stok perikanan tersebut bersifat homogen (single stock / satu spesies), fungsi pertumbuhan yang berbentuk kuadratik dan area yang terbatas (Zulbainarni 2012). Asumsi yang digunakan oleh Schaefer tersebut juga dijadikan asumsi pada penelitian ini, spesies ikan yang digunakan adalah ikan tuna madidihang dan area yang digunakan adalah di Laut Flores. Fungsi kuadratik akan diperoleh setelah melakukan beberapa perhitungan seperti yang sudah dijelaskan pada alinea sebelumnya. Analisis pola karateristik biologi dibagi lagi ke dalam dua metode analisis, yaitu analisis pola distribusi frekuensi panjang dan berat dan analisis pola hubungan panjang berat tuna madidihang yang didaratkan selama tiga tahun secara periode bulanan. Analisis pola distribusi frekuensi panjang dan berat menggunakan metode Sturgess dan metode sebaran normal Sparre dan Venema tahun 1998. Analisis ini digunakan untuk melihat penyebaran ukuran tuna madidihang yang didaratkan secara bulanan dalam periode tiga tahun, tetapi untuk menyesuaikan terhadap pola musim penangkapan harus dilakukan penggabungan secara bulanan yang menghasilkan bentuk pola penyebaran selama satu tahun. Hal tersebut juga sama dilakukan dalam analisis pola hubungan panjang berat. Sementara analisis pola hubungan panjang berat menggunakan rumus Le Cren. Analisis pola musim penangkapan menggunakan deret waktu (time series) secara bulanan selama tiga tahun dalam pengolahan datanya. Akhir analisis ini dapat mengidentifikasi musim penangkapan yang merefleksikan tinggi rendahnya penangkapan dan musim tuna madidihang dalam setahun.
Gambar 7
Alur metode penelitian
9
2
DESKRIPSI UNIT PENANGKAPAN IKAN YANG DIGUNAKAN UNTUK MENANGKAP TUNA MADIDIHANG Pendahuluan
Sebelum lebih jauh membahas mengenai pencapaian tujuan yang berada pada penelitian ini, ada baiknya untuk mendeskripsikan unit penangkapan yang digunakan untuk menangkap tuna madidihang dan yang juga mendaratkannya di PPP Labuhan Lombok. Pendeskripsian unit penangkapan bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai dengan apa dan bagaimana caranya untuk menangkap yang dilakukan oleh nelayan dan mendaratkan tuna madidihang di PPP Labuhan Lombok. Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya dalam melakukan proses penangkapan ikan. Unit penangkapan seperti kapal, alat tangkap dan nelayan akan dibahas pada bab ini sebagai tambahan informasi siapa, alat apa, bagaimana cara dan kapal apa yang digunakan dalam menangkap tuna madidihang. Isi dalam bab ini hanya berisi deskripsi unit penangkapan yang melakukan penangkapan dan pendaratan tuna madidihang di PPP Labuhan Lombok. Data pertama yang digunakan pada bab ini adalah informasi kapal yang meliputi denah, luas dan ciri khas dari kapal yang khusus menangkap tuna madidihang. Kedua adalah mengenai alat tangkap yang digunakan juga meliputi jenis alat tangkap dan cara pengoperasiannya. Ketiga adalah nelayan, maka pendeskripsiannya mengenai asal usul, pembagian tugas saat berada di kapal, saat menangkap ikan dan pendidikannya. Sumber dari ketiga data tersebut adalah nelayan yang secara langsung menangkap tuna madidihang dan pihak PPP Labuhan Lombok yang diperoleh dengan cara observasi secara langsung, pengamatan dan wawancara. Berdasarkan penjabaran di atas, maka pendeskripsian dalam menjelaskan ciri-ciri kapal, alat tangkap yang digunakan dan nelayan untuk menangkap tuna madidihang berdasarkan yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok penting dilakukan. Metode Jenis data yang digunakan pada bab ini adalah data primer yang dilakukan dengan wawancara kepada pihak pengelola PPP Labuhan Lombok dan mengikuti satu kali trip (8 hari) penangkapan tuna madidihang. Penentuan dua informasi penting tersebut sangat diperlukan agar tidak terjadi kehilangan informasi yang sangat dibutuhkan dari pelaku utama yaitu nelayan yang menangkap tuna madidihang. Hasil Jenis kapal yang khusus menangkap tuna madidihang adalah jenis kapal mandar (Gambar 8). Kapal mandar memiliki ciri-ciri yaitu panjang kapal 10 – 15 meter, lebar kapal 2 – 3 meter, tinggi kapal 3 – 4 meter atau dengan kata lain bahwa ukuran kapal mandar tidak lebih dari 15 GT. Ciri paling umum yang dimiliki oleh kapal mandar adalah memiliki sampan yang hanya dapat dioperasikan oleh satu orang. Sampan selalu terlihat di atas dan di pinggir palkah ikan serta terkadang terapung namun terikat pada kapal. Jumlah sampan di kapal
10 dapat bervariasi tetapi rata-rata 5-7 sampan dan dapat merepresentasikan jumlah ABK yang melaut. Semua kapal mandar di PPP Labuhan Lombok memiliki dua mesin, yaitu mesin utama dan mesin bantu. Kapal mandar memiliki palkah ikan yang terbuat dari fiber dan memiliki tutup berbahan kayu (Gambar 8). Jumlah palkah pada kapal berkisar 3 – 4 palkah yang keseluruhannya memiliki daya tampung 1,5 – 2 ton. Pada saat melakukan trip penangkapan, palkah ikan dijadikan tempat untuk menyimpan es balok. Jumlah es balok yang dibawa dalam satu trip penangkapan yaitu antara 70 – 110 balok.
Palkah ikan
Gambar 8
Jenis kapal mandar (kanan) dan palkah yang terdapat pada kapal mandar di PPP Labuhan Lombok (kiri)
Kapal mandar memiliki ruang istirahat, ruang kemudi, ruang masak dan ruang mesin (Gambar 9). Ruang istirahat berada di haluan dan buritan kapal. Ruang kemudi berada di buritan. Ruang masak berada di buritan, ruangan ini juga merupakan tempat penyimpanan perbekalan baik air bersih, bahan bakar dan bahan makanan. Ruang mesin berada di bawah ruang istirahat yang berada di buritan dan ruang kemudi. Ruang istirahat bagian buritan dan ruang kemudi adalah satu ruang.
Gambar 9
Ilustrasi posisi ruangan pada kapal mandar di PPP Labuhan Lombok (Non Skala)
Alat tangkap yang digunakan setiap anggota pada kapal mandar adalah pancing tangan. Pengoperasian pancing tangan oleh kapal mandar dilakukan di atas sampan di lokasi penangkapan (sekitar rumpon). Secara umum, pancing
11 tangan di PPP Labuhan Lombok menggunakan umpan tiruan dan umpan yang terbuat dari daging ikan. Ada 2 jenis umpan buatan yaitu pancing pace-pace dan taber (Gambar 10). Dua jenis umpan buatan dikhususkan untuk mendapatkan ikan umpan (cakalang dan baby tuna). Pancing pace-pace menggunakan umpan tiruan yang jumlah mata pancingnya berkisar 1-9 mata pancing. Penggunaan pancing pace-pace yaitu dengan cara ditonda. Pancing taber menggunakan umpan tiruan yang jumlah mata pancingnya lebih dari 9 mata pancing. Penggunaan pancing taber yaitu dengan cara ditonda ataupun dicoping. Kedua jenis pancing tersebut memiliki panjang tali utama antara 15-25 meter. Tali utama terbuat dari bahan nilon. Nomor mata pancing yang digunakan adalah ukuran 6-8.
Gambar 10
Pancing pace-pace (A) dan taber (B)
12 Ikan umpan yang telah didapatkan dipotong-potong berbentuk kubus untuk memancing ikan madidihang yang memiliki berat lebih dari 10 kg. Jenis pancing yang menggunakan daging ikan ini disebut pancing marabasi (Gambar 11). Pancing marabasi menggunakan tali utama berbahan nilon dan ukuran mata pacing dengan nomor 1-3. Pada mata pancing disusun 5-6 daging ikan yang sudah dipotong-potong berbentuk kubus.
Gambar 11
Pancing marabasi (non skala)
Proses penangkapan yang dilakukan oleh anggota dari kapal mandar berada di sekitar rumpon. Rumpon yang digunakan oleh nelayan kapal mandar tersusun dari pelampung, tali, daun kelapa dan pemberat. Pelampung rumpon terbuat dari sterofom yang disusun menyerupai balok sehingga berukuran 2,5 meter x 1 meter. Pada sisi-sisinya diikatkan ban-ban bekas yang berfungsi sebagai tempat mengaitkan tali utama rumpon, tali daun kelapa dan tali kapal. Tali utama rumpon memiliki panjang antara 1.000 – 3.000 meter dan bervariasi berdasarkan pada dalamnya perairan tempat rumpon dipasang. Pemberat yang digunakan pada rumpon tersebut terbuat dari beton yang memiliki berat 75 kg/pemberat. Daun kelapa diikatkan di tali dan di pasang sekitar 5 meter ke dalam air. Gambar 12 adalah bentuk pelampung dan ilustrasi struktur rumpon milik nelayan kapal mandar di PPP Labuhan Lombok.
13
Gambar 12
Ilustrasi struktur rumpon milik kapal mandar di PPP Labuhan Lombok (non skala)
Umumnya, satu unit rumpon hanya dapat digunakan paling sedikit 5 armada kapal mandar dalam satu perusahaan. Rumpon yang dipasang di laut dimaksudkan untuk mempermudah dalam menentukan daerah penangkapan ikan agar tidak perlu berburu ikan. Dengan kata lain, posisi rumpon merupakan daerah penangkapan ikan bagi nelayan pancing tangan. Pada saat kapal tiba di lokasi rumpon, salah satu ABK kapal langsung mendayung sampan ke rumpon untuk mengikatkan tali kapal di rumpon. Setelah terikat, seluruh anggota mempersiapkan seluruh alat pancing mereka untuk menangkap ikan. Lokasi rumpon milik kapal mandar berada di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 713 karena ikan yang dijadikan target penangkapan utama adalah ikan madidihang yang beratnya lebih dari 10 kg. Berdasarkan wawancara, bahwa di lokasi WPPNRI 713 tangkapan utama lebih dominan, untuk lokasi lebih tepatnya pemasangan rumpon sangat dirahasiakan oleh nelayan kapal mandar. WPPNRI 713 meliputi perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali. Lokasi pemasangan rumpon banyak dipasang di
14 Laut Flores dan Laut Bali, dengan kata lain kurang lebih berjarak 12 – 100 mil dari PPP Labuhan Lombok. Jarak 12 mil dari daratan terdekat merupakan suatu aturan yang harus dilaksanakan oleh setiap unit penangkapan yang menggunakan rumpon. Proses pemancingan dibagi kedalam 2 tahap, tahap pertama yaitu proses pemancingan untuk menangkap umpan (cakalang dan baby tuna). Proses ini dilakukan oleh seluruh nelayan, namun dalam prakteknya sangat terlihat jelas bahwa ada seorang nelayan yang memiliki keahlian khusus dalam tahap pertama ini. Salah satu indikator yang dapat terlihat jelas adalah kepemilikan pancing dengan ukuran mata pancing nomor 6-8 dan umpan tiruan dengan jumlah yang sangat banyak. Tidak hanya itu, dilihat dari hasil tangkapan yang didapat baik cakalang dan baby tuna adalah paling sering dan banyak. Tahap kedua yaitu proses pemancingan untuk menangkap ikan tuna besar. Proses ini juga dilakukan oleh seluruh anggota. Proses pemancingan baik untuk memancing ikan umpan dan ikan utama menggunakan sampan dengan jarak 300-500 meter dari rumpon. Ilustrasi proses penangkapan jenis kapal mandar ditunjukan pada Gambar 13. Sampan hanya dapat dikendarai oleh satu orang. Jika ikan umpan yang didapat maka dikumpulkan dahulu di sampan dan jika ikan utama langsung dibawa ke kapal untuk dilakukan pembersihan dan penyimpanan di palkah ikan..
Gambar 13 Ilustrasi proses penangkapan ikan maddihang pada jenis kapal mandar (non skala) Rata-rata nelayan kapal mandar di PPP Labuhan Lombok merupakan nelayan andon (nelayan pendatang) yang sebagian besar dari Sulawesi Selatan dan Barat, dan sebagian kecil adalah penduduk asli Lombok Timur. Nelayan tersebut melakukan kegiatan melaut selama 5-14 hari dalam satu kali trip dan tergantung terhadap banyaknya hasil tangkapan yang telah mereka dapatkan. Jumlah nelayan yang dibutuhkan dalam operasi penangkapan pada kapal mandar dapat diketahui dari sampan/kano yang berada di kapal. Jumlah nelayan pada kapal mandar rata-rata 5-7 orang. Anggota untuk satu kapal tidak dapat digantikan oleh orang lain tetapi dapat bertambah. Pemilik kapal sudah membuat perencanaan sebelum memutuskan untuk membeli kapal dan ada pertimbangan khusus yang tidak dijelaskan dalam menentukan anggotanya. Struktur pembagian kerja sudah sangat baik, pemilik kapal bertugas sebagai juru mudi merangkap nakhoda, sedangkan sisanya adalah sebagai ABK biasa. Tugas dari masingmasing anggota dapat dimengerti ketika proses penangkapan ikan.
15 Nelayan kapal mandar di PPP Labuhan Lombok yang sebagai penduduk asli dapat menguasai cara memancing dengan tangan di atas sampan melalui belajar sendiri dan mengamati para nelayan andon. Tidak ada nelayan yang belajar secara formal untuk menangkap ikan dengan cara tersebut. Pendidikan akhir rata-rata dari nelayan mandar adalah sekolah dasar (SD). Pembahasan Jenis kapal yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap pancing tangan dengan hasil tangkapan tuna madidihang di PPI Labuhan Lombok dikenal dengan jenis kapal mandar. Kapal mandar sangat mirip disain dan bentuk kapalnya dengan perahu generasi setelah sande’, yaitu jenis perahu kappal dan bodi-bodi yang berasal dari Sulawesi Selatan. Jenis kapal mandar pertama kali diperkenalkan oleh suku Mandar, seperti yang dituliskan oleh Alimuddin (2005:34-35): “… Kappal adalah jenis perahu penangkap ikan terbesar yang sekarang dipakai di Sabang Subik dan sekitarnya, … Bodi-bodi atau biasa juga dinamakan Kappal-kappal (kappal yang berukuran kecil) adalah perahu yang bentuk lambungnya disesuaikan dengan penggunaan mesin sebagai penggerak utama, … jenis perahu ini muncul ketika mesin mulai banyak digunakan oleh nelayan Mandar untuk memancing di tengah laut …” Nama/jenis kapal penangkap ikan yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap pancing dengan hasil tangkapan tuna memiliki nama berbeda di tiap daerah di Indonesia, di PPI Puger disebut skoci (Sari 2014). Ukuran kapal yang digunakan untuk menangkap tuna madidihang tidak hanya berukuran di bawah 20 GT seperti pada (Halim 2005, Alimina 2005, Hermawan 2012, Tawari 2013), tetapi ada juga yang di atas 1.000 GT yaitu seperti pada penelitian Waas (2004) kapal berukuran 1.025 GT dengan panjang 1.800 m dan lebar 300 m dioperasikan di Kabupaten Biak, Papua. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap tuna madidihang di perairan Indonesia tidak hanya menggunakan pancing ulur atau pancing tangan seperti pada penelitian ini, Hermawan (2012) dan Tawari (2013), tetapi ada yang menggunakan rawai (Ollivia 2002), pukat cincin (Ollivia 2002, Waas 2004), pancing tonda (Tadjuddah 2005, Halim 2005, Alimina 2005, La Abukena 2006, Tawari 2013). Kesimpulan Kapal yang digunakan untuk operasi penangkapan ikan berupa tuna madidihang adalah kapal yang memiliki ciri-ciri yaitu panjang 10 – 15 m, lebar 2 – 3 m, tinggi 3 – 4 m atau dengan kata lain bahwa ukuran kapal tidak lebih dari 20 GT dan terdapat sejumlah sampan yang merepresentasikan jumlah awak kapal. Sampan tersebutlah yang digunakan oleh nelayan untuk menangkap tuna madidihang. Alat tangkap yang digunakan adalah pancing tangan atau biasa disebut juga dengan pancing ulur (hand line). Lokasi penangkapan ikan sudah ditentukan oleh nelayan, karena di lokasi tersebut sudah dipasang rumpon yang dicatat posisinya dengan menggunakan Global Positioning System (GPS). Lokasi penangkapan ikan yang biasanya berada di Laut Flores.
16
3
STATUS PEMANFAATAN PERIKANAN TUNA MADIDIHANG BERDASARKAN MODEL BIOLOGI SCHAEFER
Pendahuluan Status pemanfaatan suatu sumberdaya ikan laut sangat penting dilakukan, karena dengan mengetahuinya dapat diduga apakah upaya penangkapan yang telah dilakukan terhadap suatu sumberdaya tersebut kurang optimal, sudah optimal atau telah berlebih. Pemanfaatan terhadap suatu sumberdaya yang tidak dikelola dengan baik seperti eksploitasi yang berlebih akan mengancam kelestariannya, bahkan akan memberikan dampak yang sangat buruk terhadap ekonomi dan sosial nelayan. Metode analisis status pemanfaatan menggunakan model biologi Schaefer. Schaefer dalam mengembangkan konsepnya berdasarkan pada asumsi bahwa stok perikanan tersebut bersifat homogen (single stock / spesies), fungsi pertumbuhan yang logistik dan area terbatas (Zulbainarni 2012). Pada bab 2 telah dijabarkan bahwa keseluruhan tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok ditangkap menggunakan pancing tangan, dengan mengasumsikan lokasi penangkapannya berada di Laut Flores. Asumsi yang digunakan oleh Schaefer di modelnya sudah mencukupi pada bab ini, yaitu stok homogen perikanan yang dipilih adalah tuna madidihang, menggunakan fungsi logistik yang akan dijelaskan pada metode dan Laut Flores sebagai area yang dibatasi. Model biologi Schaefer sering digunakan dan dianggap sebagai metode paling mudah oleh beberapa ahli dan peneliti dalam menganalisis status pemanfaatan perikanan yang ditujukan untuk menentukan nilai sustainable yield dengan tujuan akhir adalah pengelolaan, tetapi dalam kenyataannya terdapat beberapa kekeliruan di dalam proses analisis yang masih terus dipertahankan hingga saat ini. Kekeliruan tersebut akan sangat berpengaruh terhadap nilai dan indikator biologi dan jika dilanjutkan ke dalam analisis sosial dan ekonomi diduga akan sangat merugikan kepada pihak yang berkecimpung di dalamnya. Maka dari itu, tujuan pada bab ini adalah untuk menemukan titik penting dalam proses analisis model Schaefer, menemukan teknik proses analisis model Schaefer yang paling baik secara logika, menghitung nilai sustainable yield (hmsy dan Emsy) dan menduga status pemanfaatan perikanan tuna madidihang. Metode Jenis data yang digunakan pada bab ini adalah data sekunder. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data jumlah trip penangkapan ikan, total produksi (kg) ikan tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok dari tahun 2010 sampai 2014. Data sekunder diperoleh dari USAID-IMACS Indonesia, MDPI dan PPP Labuhan Lombok selama lima tahun. Analisis pada bab ini menggunakan model biologi Schaefer. Schaefer dalam mengembangkan konsepnya berdasarkan pada asumsi bahwa stok perikanan tersebut bersifat homogen (single stock atau spesies), fungsi pertumbuhan yang kuadratik dan area yang terbatas (Zulbainarni 2012). Sehingga dalam penelitian ini hanya menggunakan tuna madidihang sebagai stok perikanan yang homogen, lokasi penangkapan yang dilakukan di Laut Flores (Gambar 14) dan fungsi kuadratik sebagai berikut seperti dalam Sparre dan Venema (1999):
17 (
()
( ))
(
( ))
( )
()
Sehingga untuk menentukan nilai parameter fungsi produksi lestari (a dan b) yang biasa digunakan untuk persamaan (1) yaitu: Proses hubungan regresi linear antara upaya penangkapan ( ()
tangkapan per upaya penangkapan (
()
( ))
dengan hasil
), seperti yang dijelaskan dalam Sparre
dan Venema (1999), Fauzi (2010) dan Zulbainarni (2012): ()
(
()
( ))
( )
()
Persamaan (2) memperlihatkan bahwa jika melalui proses regresi linear, maka ruas kiri dan kanan dari sama dengan pada Persamaan (1) dibagi oleh ( ) . Sehingga, perhitungan parameter (a dan b) dalam Siagian dan Sugiarto (2002): *∑ ((
()
( )) (
[∑(
()
))+
( ) )]
∑
() ()
[(∑ 0(∑ (∑
( ) ) (∑ ( ))
() ()
)]
1
( )
( ))
( )
Gambar 14 Peta lokasi penangkapan tuna madidihang Setelah mendapatkan nilai parameter a dan b, pada Persamaan (1) dapat dideferensialkan untuk mendapatkan nilai Maximum Sustainable Yield (MSY) baik nilai maksimum dari upaya penangkapan (fmsy) dan juga hasil tangkapan (Ymsy). Maka untuk mendapatkan nilai kedua MSY tersebut dengan cara: . /
( )
18 (
)
( )
Langkah terakhir yaitu menghitung tingkat pemanfaatan ( ) dan tingkat ) dengan cara mempersenkan jumlah hasil tangkapan dan pengupayaan ( jumlah upaya pada tahun tertentu terhadap nilai hasil tangkapan optimum: ()
( )
() ()
( )
()
Hasil Proses hubungan kuadratik/logistic/polynomial ordo 2 antara upaya penangkapan ( ( ) ) dengan hasil tangkapan ( ( ) ). Perlu diketahui bahwa pada Persamaan (1) tidak memiliki intersep, maka Saya membuat: 0∑(
( ) )( ( ) )1
( )
0∑ .(
( ))
/1
(
)
0∑ .(
( ))
/1
(
)
0∑ .(
( ))
/(
(
)
0∑ .(
( ))
/1
(
)
(
)
( ) )1
Persamaan (9) sampai dengan (14) merupakan perhitungan yang ditujukan tanpa menggunakan intersep dalam menentukan nilai a dan b. Setelah keenam nilai dari persamaan-persamaan tersebut telah diketahui, maka nilai a dan b dapat dihitung dengan: (
)
(
)
Dengan menggunakan kedua proses tersebut, maka nilai parameter b dari Persamaan (16) dan a dari Persamaan (15) dapat digunakan untuk Persamaan (1). Gambar 15 menggambarkan perbedaan luas kurva, persamaan dan nilai (Ymsy dan fmsy) berdasarkan dua metode analisis dalam menentukan nilai parameter fungsi produksi lestari (a dan b). Luas kurva pada analisis hubungan regresi linear sederhana lebih kecil dari analisis hubungan kuadratik. Persamaan dari keduanya juga berbeda yang dapat dilihat dari masing-masing parameter fungsi produksi lestarinya. Begitu juga untuk nilai Ymsy dan fmsy, bahwa pada analisis hubungan regresi linear sederhana lebih kecil dari analisis hubungan kuadratik.
19
Hasil Tangkapan (kg)
1.000.000 800.000
hmsy = 664.037
600.000 400.000 200.000 Emsy = 31.536
0 1.000.000 Hasil Tangkapan (kg)
h = 42,1129E - 0,000668E2
hmsy = 877.340
h = 39,6748E - 0,0004485E2
800.000 600.000 400.000 200.000 Emsy = 44.227
0 0
20.000
40.000 60.000 80.000 Upaya Penangkapan (trip)
2010 2011 2012 2013 2014 100.000
Gambar 15 Perbedaan luas kurva, persamaan dan nilai (Ymsy dan fmsy) fungsi produksi lestari dari proses analisis hubungan regresi linear sederhana (atas) dan hubungan kuadratik/polynomial ordo dua (bawah) Dengan perbedaan luas kurva, persamaan dan nilai (Ymsy dan fmsy) berdasarkan dua metode analisis dalam menentukan nilai parameter fungsi produksi lestari (a dan b), secara otomatis juga akan memberikan perbedaan nilai tingkat pemanfaatan ( ) dan tingkat pengupayaan ( ) seperti yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 Ket : TP(i) TPu(i)
Perbandingan nilai tingkat pemanfaatan dan pengupayaan tuna madidihang berdasarkan teknik linear dengan pangkat dua Teknik Linear Teknik Pangkat dua TP(i) TPu(i) TP(i) TPu(i) 38,33% 20,47% 29,01% 14,59% 52,49% 32,17% 39,73% 22,94% 27,74% 15,18% 20,99% 10,82% 73,68% 42,75% 55,77% 30,49% 56,06% 38,59% 42,43% 27,52% = Tingkat pemanfaatan pada tahun ke-i = Tingkat pengupayaan pada tahun ke-i
Pembahasan Para ahli dan peneliti dalam bidang perikanan menunjukan dan memberikan cara analisis data untuk membuat model biologi Schaefer yaitu dengan proses regresi linear sederhana yang menghubungkan upaya penangkapan ( ( ) ) dengan
20 hasil tangkapan per upaya penangkapan (
() ()
) (Sparre dan Venema 1999;
Budiman et al. 2006; Kadafi et al. 2006; Irham et al. 2008; Sobari dan Muzakir 2008; Sobari et al. 2008; Haryani et al. 2009; Diniah et al. 2010; Fauzi 2010; Sobari dan Febrianto 2010; Hulaifi 2011; Rosalina et al. 2011; Sibagariang et al. 2011; Sriati 2011; Wuaten et al. 2011; Yusfiandayani dan Sobari 2011; Utami et al. 2012; Triarso 2012; Zulbainarni 2012; Karnan et al. 2012; Kawimbang et al. 2012; Irhamsyah et al. 2013; Kumaat et al. 2013; Latupeirissa 2013; Nurhayati 2013; Rahmawati et al. 2013; Febriani et al. 2014; Sandria et al. 2014; Sharfina et al. 2014; Patria et al. 2014; Noija et al. 2014; Santoso 2016), tetapi dalam penelitian ini telah diperlihatkan bahwa pernyataan dan penggunaan metode tersebut masih belum tepat karena proses regresi linear sederhana yang digunakan hanya untuk mempermudah perhitungan nilai parameter fungsi produksi lestari (a dan b). Proses regresi linear sederhana yang mungkin memang disarankan oleh Schaefer pada saat itu dapat diduga bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan mesin hitung belum sehebat atau secanggih pada saat ini, sehingga mungkin beliau menyarankan untuk menggunakan proses regresi linear sederhana untuk menentukan parameter a dan b dalam fungsi produksi lestarinya. Indra (2007) menyatakan bahwa estimasi parameter a dan b untuk persamaan yield-effort dari model Schaefer melibatkan teknik non linear dan Pangalila et al. (2014) menggunakan teknik regresi polinomial untuk menentukan koefisen-koefisien dan menghitung nilai sustainable yield. Persamaan 1 menunjukan bahwa analisis model biologi Schaefer merupakan fungsi produksi lestari. Fungsi tersebut memiliki sifat kuadratik atau polynomial ordo dua atau pangkat dua yang menghubungkan upaya penangkapan ( ( ) ) dengan hasil tangkapan ( ( ) ). Pada Persamaan 1 juga dapat dilihat secara detail bahwa fungsi tersebut tidak memiliki intersep atau intersep = 0. Hal tersebut sangat jelas karena intersep akan memberikan suatu nilai positif atau negatif pada saat upaya penangkapan nol atau tidak ada, dan jika secara logika bahwa upaya penangkapan nol atau tidak ada, maka hasil tangkapan juga tidak ada. Kalangan matematika dan statistika sudah membuat penyelesaian untuk menghitung seluruh koefisien dan intersep dari sifat kuadratik atau polynomial ordo dua atau pangkat dua tersebut, tetapi belum ditemukan yang memaparkan bagaimana cara menghilangkan intersep atau membuat intersep = 0. Maka dari itu, pada penelitian ini dibuat rumus seperti pada Persamaan (5) sampai (12) yang dikembangkan dari Siagian dan Sugiarto pada tahun 2002. Secara logika, jika menggunakan proses regresi linear sederhana, sesungguhnya nilai parameter a dan b adalah milik upaya penangkapan (
( ))
dengan hasil tangkapan per upaya penangkapan (
() ()
), bukan
upaya penangkapan ( ( ) ) dengan hasil tangkapan ( ( ) ), maka tidaklah sesuai nilai koefisien tersebut digunakan lalu dideferensialkan dalam fungsi produksi lestari. Gambar 15 menunjukan bahwa terdapat perbedaan dalam bentuk kurva, model dan nilai-nilai Ymsy dan fmsy dari setiap proses analisis yang menggunakan teknik regresi linear sederhana dengan polynomial berordo atau pangkat dua atau kuadratik. Teknik linearisasi nilai Ymsy dan fmsy lebih kecil dibandingkan dengan pangkat dua. Begitu juga dengan nilai tingkat pemanfaatan dan pengupayaan tuna madidihang berdasarkan kedua teknik analisis menghasilkan hasil yang berbeda,
21 bahwa teknik linear memiliki nilai yang lebih kecil daripada teknik pangkat dua. Perbedaan nilai antara kedua teknik tersebut disebabkan oleh perbedaan nilai parameter a dan b dari setiap teknik analisis pada fungsi produksi lestari. Hal ini sangat fatal jika masih diterapkan dalam pengelolaan perikanan Indonesia dan jika dilanjutkan dalam perhitungan ekonomi. Walaupun terdapat perbedaan kurva, model dan nilai pada kedua proses tersebut, namun posisi lima tahun dalam fungsi produksi lestari dan pertumbuhan populasi alami memiliki persamaan dalam hal status pemanfaatannya. Pada Gambar 15 menunjukan hasil tangkapan pada tahun 2011 dan 2014 berada di dalam kurva, tetapi pada tahun 2010, 2012 dan 2013 berada di luar, sehingga status pemanfaatan tuna madidihang berdasarkan kedua kurva tersebut diduga masih dalam keadaan belum optimal, hal tersebut dilihat berdasarkan titik lima tahun pada kedua kurva yang terletak disebelah kiri dari nilai fmsy dan di bawah nilai Ymsy, sehingga masih dimungkinkan untuk menambahkan upaya penangkapannya Kesimpulan Penelitian ini telah membandingkan dua proses perhitungan parameter a dan b melalui regresi linear dengan kuadratik/polynomial ordo dua/pangkat dua dalam model Schaefer, menghitung nilai produksi lestari (Ymsy dan fmsy) dan menduga status pemanfaatan tuna madidihang. Hasil menunjukan bahwa proses regresi linear belum tepat untuk proses perhitungan parameter a dan b, karena berdasarkan model Schaefer dan asumsi yang digunakannya, maka disarankan untuk menggunakan proses hubungan kuadratik/polynomial ordo dua/pangkat dua dalam proses perhitungan parameter a dan b. Nilai produksi lestari untuk Ymsy = 877.340 kg dan fmsy= 44.227 trip. Berdasarkan titik lima tahun dari data, maka status pemanfaatan perikanan tuna madidihang diduga masih belum optimal. Saran Bagi para peneliti yang merencanakan penggunaan model Schaefer harus mengerti terlebih dahulu mengenai fungsi produksi lestari yang dijelaskan olehnya. Perhitungan dalam penentuan parameter a dan b disarankan menggunakan jalur kuadratik atau polinomial ordo dua atau pangkat dua, karena lebih sesuai dengan asumsi yang digunakan oleh Schaefer. Pada penelitian ini hanya menggunakan data sebanyak lima tahun, sehingga perlu dilakukan penelitian lagi dengan data yang lebih dari lima tahun. Bagi yang melanjutkan penelitian ini disarankan untuk membandingkan nilai koefisien determinasi dan korelasi dari kedua jenis proses hubungan tersebut. Hasil analisis menduga bahwa tuna madidihang yang ditangkap di Laut Flores lalu didaratkan di PPP Labuhan Lombok masih belum optimal, sehingga masih dapat dilakukan penambahan upaya penangkapan sampai dengan batas fmsy.
22
4
DISTRIBUSI FREKUENSI PANJANG DAN BERAT TUNA MADIDIHANG YANG DIDARATKAN DI PPP LABUHAN LOMBOK Pendahuluan
Bab 3 menjelaskan bahwa tuna madidihang di Laut Flores memiliki stok/biomassa yang besar namun laju pertumbuhan yang rendah atau dapat dikatakan masih berukuran kecil. Terkait hal tersebut, informasi mengenai distribusi frekuensi atau penyebaran ukuran (panjang dan berat) tuna madidihang di lokasi pendaratan ikan sangat diperlukan, informasi itu digunakan untuk memantau atau melihat perkembangan ukuran ikan yang didaratkan secara real time untuk berbagai kepentingan. Distribusi frekuensi panjang dan berat ikan pada bab ini ditujukan hanya untuk tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok dan dianalisis menggunakan statistika deskriptif. Walaupun analisis data yang digunakan pada topik ini hanya statistika deskriptif, namun informasi yang akan diberikan akan bermanfaat sebagai gambaran kondisi ukuran ikan yang didaratkan untuk periode waktu tertentu melalui penarikan kesimpulan secara visual, sehingga tujuan pada bab ini adalah untuk memberikan informasi mengenai ukuran (panjang dan berat) yang dikaitkan dengan panjang ikan pada saat pertama kali matang gonad. Metode Jenis data yang digunakan pada bab ini adalah data sekunder. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data panjang dan berat tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok dari tahun 2012 sampai 2014. Data sekunder diperoleh dari USAID-IMACS Indonesia dan MDPI selama tiga tahun. Distribusi frekuensi panjang dan berat tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok menggunakan metode Sturges dalam Sudjana (1996): Menentukan rentang kelas dengan cara nilai maximum dikurangi nilai minimum Menetukan banyak kelas interval yang diperlukan, banyak kelas interval biasa digunakan paling sedikit 5 dan paling banyak 15 kelas, pilihlah berdasarkan keperluan. Ada cara lain untuk jumlah data ≥ 200, misalnya dengan aturan Sturges yaitu: (
)
(
)
(
)
Menentukan panjang kelas interval dengan cara:
Menentukan jumlah data pada masing-masing kelas interval.
Tidak hanya metode Sturges, metode distribusi normal Sparre dan Venema (1998:24) juga ditambahkan untuk melengkapi pembacaan pergerakan data: ( )
(
√
)(
*
(
̅)
+)
(
)
di mana Fc = frekuensi terhitung atau frekuensi teoritis, n = jumlah data, dL = ukuran interval, s = standar deviasi, ̅ = nilai rata-rata panjang ataupun berat dan = 3,14159.
23
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
Hasil Distribusi frekuensi panjang tuna madidihang yang didaratkan secara keseluruhan berkisar antara 75 – 174 cmFL (Gambar 16). Panjang tuna madidihang selama tiga tahun didominasi (> 85%) oleh ukuran ≥ 100 cmFL. Panjang tuna madidihang yang didaratkan pada tahun 2012 baik < 100 cm dan ≥ 100 cm adalah 14,13% dan 85,87%, serta frekuensi kelas panjang ikan yang paling banyak berada di sekitar 100 cm dengan persentase 53,31%. Panjang tuna madidihang yang didaratkan pada tahun 2013 baik < 100 cm dan ≥ 100 cm adalah 0,14% dan 99,86%, serta frekuensi kelas panjang ikan yang paling banyak berada di sekitar 140 cm dengan persentase 44,20%, panjang tuna yang didaratkan di tahun 2014 baik < 100 cm dan ≥ 100 cm adalah 0,10% dan 99,90%, serta frekuensi kelas panjang ikan yang paling banyak berada di sekitar 120 cm dengan persentase 40,10%. 100%
n=0
n = 168
n = 12
Januari
0% 100%
n=0
n=6
n = 32
Februari
0% 100%
n = 43
n = 20
n = 135
Maret
0% 100%
n = 334
n = 329
n = 637
April
0% 100%
n = 851
n = 2.397
n = 2.691
Mei
0% 100%
n = 1.010
n = 3.614
n = 2.866
Juni
0% 100%
n = 306
n = 2.074
n = 786
Juli
0% 100%
n = 106
n = 136
n = 223
Agustus
0% 100%
n = 55
n = 167
n = 260
September
0% 100%
n = 460
n = 938
n = 1.282
Oktober
0% 100%
n = 1.537
n = 1.447
n = 1.177
November
n = 748
n = 394
0% 100% n = 1.265
Desember
0%
1 3 5 7 9 11 13 2 4 6 8 10 12 1 3 5 7 9 11 13 2012
Kelas panjang ikan 2013
2014
Keterangan: Kelas Panjang (cmFL) : 1 (50-59), 2 (60-69), 3 (70-79 ), 4 (80-89 ), 5 (90-99 ), 6 (100-109 ), 7 (110-119 ), 8 (120-129 ), 9 (130-139 ), 10 (140-149 ), 11 (150-159 ), 12 (160-169 ), 13 (170-179 ).
Fc F
Gambar 16
: Frekuensi terhitung atau frekuensi teoritis : Frekuensi aktual data
Grafik frekuensi panjang ikan tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok dari tahun 2012 - 2014
24
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
F dan Fc %)
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
Distribusi frekuensi berat tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok periode bulanan selama 3 tahun disajikan pada Gambar 17. Berat tuna madidihang yang didaratkan secara keseluruhan berkisar antara 10 – 96 kg. Distribusi frekuensi berat tuna madidihang selama tiga tahun didominasi (87,43%) oleh ukuran ≥ 20 kg. Pada tahun 2012, berat tuna madidihang yang didaratkan baik < 20 dan ≥ 20 kg adalah 16,88% dan > 83,12%, serta frekuensi kelas berat tuna madidihang yang paling banyak didaratkan berada di sekitar 20 - 29 kg dengan persentase 46,29%. Pada tahun 2013, berat tuna madidihang yang didaratkan baik < 20 kg dan ≥ 20 kg adalah 8,61% dan 91,39%, serta frekuensi kelas berat tuna madidihang yang paling banyak didaratkan berada di sekitar 30 39 kg dengan persentase 30,66%. Di tahun 2014, berat tuna madidihang yang didaratkan baik < 20 kg dan ≥ 20 kg adalah 14,89% dan 85,11%, serta frekuensi kelas berat tuna madidihang yang paling banyak didaratkan berada di sekitar 20 – 29 kg dengan persentase 32,53%. 100%
n=0
n = 168
n = 12
Januari
0% 100%
n=0
n=6
n = 32
Februari
0% 100%
n = 43
n = 20
n = 135
0% 100%
n = 334
n = 329
n = 637
0% 100%
n = 851
n = 2.397
n = 2.691
0% 100%
n = 1.010
n = 3.614
n = 2.866
Juni
0% 100%
n = 306
n = 2.074
n = 786
Juli
0% 100%
n = 106
n = 136
n = 223
Agustus
0% 100%
n = 55
n = 167
n = 260
September
0% 100%
n = 460
n = 938
n = 1.282
0% 100%
n = 1.537
n = 1.447
n = 1.177
0% 100%
n = 1.265
n = 748
n = 394
Maret
April Mei
Oktober November Desember
0%
1
3
5 2012
7
9
1
3
5
7
9
Kelas berat ikan 2013
1
3
5
7
9
2014
Keterangan Kelas Berat (kg) : 1 (0-9), 2 (10-19), 3 (20-29), 4 (30-39), 5 (40-49), 6 (50-59), 7 (60-69), 8 (70-79), 9 (80-89), 10 (90-99)
Fc F
Gambar 17
: Frekuensi terhitung atau frekuensi teoritis : Frekuensi aktual data
Grafik frekuensi berat ikan tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok dari tahun 2012 – 2014
25
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
F dan Fc (%)
Sama halnya dengan grafik frekuensi panjang, grafik frekuensi berat mengalami pergerakan sebaran ke arah kanan setiap tahunnya pada bulan April – Juli dan September – Desember dan sekaligus dapat diduga bahwa ikan lebih beragam ukurannya pada bulan – bulan tersebut. Hasil pada Gambar 16 dan 17 saja belum cukup untuk menjelaskan pola penyebaran ukuran tuna madidihang, untuk disesuaikan ke dalam analisis pola musim penangkapan perlu dilakukan penggabungan data per bulan seperti pada Gambar 18. Pada gambar tersebut menggambarkan suatu pergerakan ukuran tuna madidihang bulanan selama satu tahun. Grafik mengalami pergerakan sebaran ke arah kanan setiap tahunnya pada bulan April – Juli dan September – Desember (baik pada panjang dan berat tuna madidihang) dan sekaligus dapat diduga bahwa ikan lebih beragam ukurannya pada bulan – bulan tersebut. 100%
n = 180
Januari
0% 100%
n = 38
Februari
0% 100%
n = 198
Maret
0% 100%
n = 1.300
April
0% 100%
n = 5.939
Mei
0% 100%
n = 7.490
Juni
0% 100% n = 3.796
Juli
0% 100%
n = 465
Agustus
0% 100%
n = 482
September
0% 100%
n = 2.680
Oktober
0% 100%
n = 4.161
November
0% 100% n = 2.407
Desember
0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kelas Panjang Kelas Berat
Keterangan Kelas Panjang (cm): 1 (50-59), 2 (60-69), 3 (70-79 ), 4 (80-89 ), 5 (90-99 ), 6 (100-109 ), 7 (110-119 ), 8 (120-129 ), 9 (130-139 ), 10 (140-149 ), 11 (150-159 ), 12 (160-169 ), 13 (170-179 ) Kelas Berat (kg) : 1 (0-9), 2 (10-19), 3 (20-29), 4 (30-39), 5 (40-49), 6 (50-59), 7 (60-69), 8 (70-79), 9 (80-89), 10 (90-99)
Fc F
Gambar 18
: Frekuensi terhitung atau frekuensi teoritis : Frekuensi aktual data
Grafik frekuensi panjang dan berat tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok (gabungan bulanan selama tiga tahun)
26 Pembahasan Laut Flores yang telah disebutkan pada bab-bab sebelumnya merupakan lokasi yang diasumsikan sebagai lokasi penangkapan tuna madidihang pada penelitian ini. Laut Flores juga merupakan lokasi yang termasuk kedalam bagian pengelolaan organisasi internasional Western and Central Pacific Fisheries Commision (WCPFC). Letak Indonesia yang diapit oleh dua samudera, maka tidak hanya literatur WCPFC saja yang digunakan pada penelitian ini, tapi organisasi internasional Indian Ocean Tuna Commision (IOTC) juga diikutsertakan, sehingga pembahasan mengenai ukuran tuna madidihang akan banyak menggunakan literatur yang berasal dari Samudera Pasifik dan tidak menutup kemungkinan juga dari Samudera Hindia sebagai pembanding. Pada penelitian ini, panjang dan berat tuna madidihang yang ditangkap di Laut Flores lalu didaratkan di PPP Labuhan Lombok secara keseluruhan berkisar antara 75 – 174 cmFL dan 10 – 96 kg. Ukuran tuna madidihang terpanjang dan terberat pada tahun 2012 adalah 169 cmFL dengan berat 91 kg, di tahun 2013 adalah 174 cmFL dengan berat 96 kg dan pada tahun 2014 adalah 173 cmFL dengan berat 96 kg. Pada penelitian Chodrijah dan Nugraha (2013) menemukan ukuran terpanjang tuna madidihang yang tertangkap di Laut Banda lalu didaratkan di Pelabuhan Benoa pada tahun 2011 berukuran 165 cmFL. Penelitian panjang mengenai kematangan gonad tuna madidihang di kawasan Samudera Pasifik telah banyak dilakukan oleh peneliti dan ahli, seperti Kantun et al. (2011) yang dilaksanakan di Selat Makassar, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat menemukan bahwa panjang pertama kali matang gonad pada tuna madidihang betina dan jantan adalah 118,62 dan 119,27 cmFL, dengan panjang terendah 101,90 dan 103,20 cmFL. Penelitian Sun et al. (2005) yang dilakukan di Taiwan mengestimasi length at 50% maturity tuna madidihang berada pada panjang 107,77 cmFL. Itano (2000) menemukan bahwa ukuran panjang tuna madidihang saat pertama kali matang gonad yang ditangkap oleh alat tangkap handline dan longline di perairan Filipina dan Indonesia adalah 98,2 dan 104,6 cm. Penelitian Schaefer (1998) mengestimasi panjang tuna madidihang betina pada saat pertama kali matang gonad yang berada di Samudera Pasifik bagian timur adalah 92 cm. McPherson (1991) mengestimasi bahwa 50 persen dari tuna madidihang betina yang berada di Samudera Pasifik bagian barat mencapai matang gonad pada panjang 108 cm. Penelitian panjang mengenai kematangan gonad tuna madidihang di kawasan Samudera Hindia juga telah banyak dilakukan oleh peneliti dan ahli, seperti Zudaire et al. (2010) mengestimasi panjang tuna madidihang pada saat pertama kali matang gonad berada pada panjang 77,8 cm di Samudera Hindia bagian barat. Zhu et al. (2008) mengestimasi nilai panjang tuna madidihang adalah 100 cm untuk yang betina. Romena (2000) menyatakan bahwa panjang pada saat matang gonad tuna madidihang betina berkisar antara 75,9 sampai 134,5 cm. Bashmaker et al. (1991) menemukan bahwa tuna madidihang betina matang gonad pada ukuran 120 cm di bagian barat Samudera Hindia. Stequer dan Marsac (1989) menjelaskan bahwa panjang tuna madidihang pada saat pertama kali matang gonad di Samudera Hindia berkisar antara 120 dan 140 cm. Berdasarkan beberapa literatur di atas, penelitian ini mengambil jalan tengah yaitu dengan membagi dua jenis ukuran panjang tuna madidihang yang belum matang gonad (< 100 cmFL) dan sudah matang gonad (≥ 100 cmFL). Ukuran panjang tuna madidihang (≥ 100 cmFL) yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok
27 selama tiga tahun memiliki persentase lebih dari 85% bahkan ada yang melebihi 90%, sedangkan sisanya yang 15% adalah belum matang gonad. Besarnya jumlah persentase yang sudah matang gonad belum tentu dapat dikatakan bahwa aktivitas penangkapan tuna madidihang ramah lingkungan dan berkelanjutan, berdasarkan hasil observasi langsung dengan cara mengikuti satu kali trip penangkapan, tuna ukuran kecil atau baby tuna juga banyak tertangkap dan tidak dilaporkan ketika didaratkan di PPP Labuhan Lombok, karena tuna ukuran kecil digunakan sebagai umpan untuk menangkap tuna madidihang yang berukuruan ≥ 100 cmFL seperti yang sudah dijelaskan pada bab dua. Gambar 16 dan 17 menunjukan bahwa ukuran panjang dan berat tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok selalu dimulai dari kelas panjang 3 (70 – 79 cmFL) dan kelas berat 2 (10 - 19 kg), hal itu dapat diduga karena ukuran tersebut dijadikan batas terendah permintaan dari industri atau perusahaan yang berada di lingkungan PPP Labuhan Lombok. Tidak hanya itu, dari segi teknis penangkapan dapat diduga bahwa ukuran mata pancing yang digunakan oleh nelayan sangat bervariasi, mata pancing yang digunakan hanya untuk menangkap tuna madidihang yang memiliki ukuran panjang dan berat tersebut serta baby tuna. Hal ini menunjukan bahwa peran permintaan dari pasar ataupun industri akan membuat nelayan lebih selektif terhadap ukuran ikan. Pada penelitian ini berdasarkan Gambar 16 dan 17 menunjukan bahwa pada bulan April sampai Juli terdapat tuna madidihang yang berukuran lebih besar daripada bulan lainnya. Chodrijah dan Nugraha (2013) juga menunjukan ukuran panjang tuna madidihang pada bulan Mei dan Juni terdapat ukuran yang lebih panjang dari bulan lainnya. Kesimpulan Tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok selama tiga tahun didominasi (masing – masing ≥ 85%) oleh ukuran ≥ 100 cmFL dan ≥ 20 kg. Ukuran panjang tuna madidihang (≥ 100 cmFL) yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok selama tiga tahun memiliki persentase lebih dari 85% bahkan ada yang melebihi 90%, sedangkan sisanya yang 15% adalah belum matang gonad. Secara visual menunjukan bahwa pada bulan April – Juli tuna yang berukuran lebih besar dari bulan lainnya banyak didaratkan di PPP Labuhan Lombok.
28
5 HUBUNGAN PANJANG BERAT TUNA MADIDIHANG YANG DIDARATKAN DI PPP LABUHAN LOMBOK Pendahuluan Bab 4 telah menjabarkan bahwa terdapat ukuran tuna madidihang yang berukuran lebih besar baik berdasarkan panjang dan berat yang didaratkan pada bulan April – Juli. Informasi mengenai distribusi frekuensi sudah cukup untuk menjelaskan secara visual pergerakan data bulanan, namun dalam bidang pengelolaan sumberdaya ikan hal tersebut belumlah cukup, sehingga perlu dilakukan pembuatan model hubungan panjang dan berat terhadap tuna madidihang yang telah didaratkan di PPP Labuhan Lombok. Hubungan panjang berat ikan merupakan pengetahuan yang wajib diketahui dalam bidang biologi perikanan yang ditujukan untuk kepentingan pengelolaan perikanan. Merta (1993) menyatakan bahwa hubungan panjang berat dimaksudkan untuk mengukur variasi berat harapan untuk panjang tertentu dari ikan secara individual atau kelompok individu sebagai suatu petunjuk tentang kegemukan, kesehatan, perkembangan gonad dan sebagainya. Pada penelitian ini hubungan panjang berat hanya digunakan untuk melihat pola kegemukan (berat) tuna madidihang berdasarkan waktu, karena Effendi (1979) menyatakan bahwa berat ikan dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjangnya dan hubungan panjang berat hampir mengikuti hukum kubik. Hubungan panjang berat ikan pada bab ini hanya ditujukan untuk tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok, sehingga menimbulkan tujuan untuk memperoleh pola/model pertumbuhan tuna madidihang. Metode Jenis data yang digunakan pada bab ini adalah data sekunder. Data yang digunakan dalam bab ini adalah data panjang dan berat tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok dari tahun 2012 sampai 2014. Data sekunder ini diperoleh dari USAID-IMACS Indonesia dan MDPI selama tiga tahun. Datadata tersebut diperoleh dengan melakukan pengajuan terlebih dahulu kepada pihak USAID-IMACS Indonesia sebagai pihak utama untuk memperoleh izin penggunaan data. Analisis hubungan panjang berat ikan menggunakan rumus sebagai berikut (Le Cren 1951): ( ) adalah berat ikan ke i (kg), adalah panjang cagak ikan ke i (cm), dan adalah koefisien pertumbuhan berat. Sebelum menentukan nilai dan , rumus di atas dilinierkan terlebih dahulu dengan cara memberikan logaritma untuk sisi kiri dan kanan dari sama dengan yaitu : (
)
(
)
(
)
(
)
(
)
Sehingga untuk menghitung nilai q dan b : *
,∑( *,
,∑ ( ∑
)-+ ,(∑ )-+ ,(∑ ∑ (
) (∑ ) -
)-
)
29 Hubungan panjang berat dapat dilihat dari nilai konstanta sebagai penduga tingkat kedekatan hubungan kedua parameter melalui hipotesis (Ricker 1975): Bila = 3, memiliki hubungan isometric (pola pertumbuhan berat sebanding dengan pola pertumbuhan panjang Bila ≠ 3, memiliki hubungan allometrik (pola pertumbuhan berat tidak sebanding dengan pola pertumbuhan panjang), memiliki dua jenis : Bila > 3, mengindikasikan bahwa pertumbuhan berat lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan panjang Bila < 3, mengindikasikan bahwa pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan berat. Hasil Pendugaan pola pertumbuhan tuna madidihang yang menggunakan analisis hubungan panjang berat memperlihatkan bahwa nilai q dan b (Tabel 3) selama tiga tahun berkisar 0,0000080 – 0,0002245 dan 2,440 – 3,187. Hasil analisis tersebut dilakukan tanpa pemisahan antara jantan dan betina atau dengan kata lain merupakan campuran dari dua jenis kelamin tersebut. Tabel 3 juga memperlihatkan bahwa nilai q dan b memiliki kisaran yang berbeda setiap tahunnya. Kisaran nilai q dan b pada tahun 2012 adalah 0,0000080 – 0,000261 dan 2,913 – 3,168. Nilai q dan b berkisar 0,0000095 – 0,0002245 dan 2,440 – 3,130 pada tahun 2013. Pada tahun 2014, nilai q dan b berkisar 0,0000086 – 0,0000272 dan 2,911 – 3,187. Maka, pada tahun 2013 memiliki nilai kisaran q dan b terbesar dari kedua tahun lainnya. Nilai q dan b dari analisis hubungan panjang berat tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok periode bulanan selama tiga tahun 2012 2013 2014 Bulan q b q b q b Jan 0,0000229 2,942 0,0000272 2,911 Feb 0,0002245 2,440 0,0000073 3,187 Mar 0,0000183 2,992 0,0000210 2,969 0,0000224 2,950 Apr 0,0000227 2,947 0,0000217 2,962 0,0000208 2,967 Mei 0,0000217 2,958 0,0000205 2,971 0,0000190 2,988 Jun 0,0000190 2,989 0,0000235 2,939 0,0000176 3,002 Jul 0,0000132 3,069 0,0000262 2,915 0,0000118 3,090 Ags 0,0000223 2,957 0,0000095 3,130 0,0000150 3,037 Sep 0,0000261 2,913 0,0000130 3,071 0,0000173 3,004 Okt 0,0000080 3,168 0,0000143 3,050 0,0000086 3,150 Nov 0,0000120 3,081 0,0000160 3,026 0,0000094 3,133 Des 0,0000161 3,022 0,0000129 3,070 0,0000117 3,087
Tabel 3
Keterangan: q : Nilai koefisien (intersep) b : Nilai koefisien yang dijadikan sebagai parameter pertumbuhan
Nilai koefisien korelasi dan determinasi dari hasil analisis hubungan panjang berat tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok periode bulanan selama tiga tahun dapat dilihat pada Tabel 4. Analisis hubungan panjang berat memiliki nilai koefisien korelasi (R) yang merupakan ukuran kesesuaian
30 (goodness of fit) garis regresi terhadap data, semuanya di atas 0,90 (90%), yaitu 0,9392 – 0,9937. Besar keeratan hubungannya ditentukan oleh masing-masing koefisien determinasinya (R2), yaitu 0,8820 – 0,9875. Tabel 4
Nilai koefisien korelasi dan determinasi dari hasil analisis hubungan panjang berat tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok 2012 2013 2014 Bulan 2 2 R R R R R R2 Jan 0,99 0,97 0,99 0,98 Feb 0,94 0,88 0,96 0,93 Mar 0,97 0,94 0,98 0,95 0,98 0,96 Apr 0,96 0,93 0,96 0,93 0,99 0,98 Mei 0,99 0,98 0,97 0,95 0,99 0,98 Jun 0,99 0,98 0,98 0,95 0,99 0,99 Jul 0,99 0,98 0,99 0,97 0,99 0,98 Ags 0,98 0,96 0,98 0,97 0,98 0,96 Sep 0,98 0,97 0,98 0,97 0,99 0,97 Okt 0,98 0,96 0,99 0,98 0,97 0,95 Nov 0,98 0,96 0,99 0,98 0,99 0,98 Des 0,98 0,97 0,99 0,99 0,99 0,98 Keterangan: R : Koefisien korelasi R2 : Koefisien determinasi
Masing – masing nilai b untuk menentukan alometrik dengan nilai (b > 3 dan b < 3) secara pasti diplotkan pada Gambar 19. Pada gambar tersebut membentuk letak posisi sifat dari nilai b secara bulanan dan membentuk pola dalam satu tahun. Konsistensi titik bulanan selama tiga tahun berada di bulan Oktober-Desember sebagai alometrik (b > 3). Lalu, titik alometrik (b < 3) berada pada bulan Maret-Mei.
Nilai b
3,4
2012
2013
2014
3,2 3,0 2,8 2,6 Nov
Sep
Jul
Mei
Mar
Jan
Nov
Sep
Jul
Mei
Mar
Jan
Nov
Sep
Jul
Mei
Mar
2,4
Bulan Keterangan: b : Nilai koefisien yang dijadikan sebagai parameter pertumbuhan
Gambar 19
Titik penyebaran dari nilai b tuna madidihang periode bulanan selama tiga tahun setelah diplotkan pada scatter
Nilai-nilai dan scatter plot dari nilai b di atas belum dapat digunakan sebagai proyeksi pengelolaan madidihang, walaupun sudah membentuk suatu pola
31 tahunan. Kedua hal di atas hanya dapat digunakan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan pola penyebaran data secara bulanan selama tiga tahun. Maka langkah selanjutnya adalah menggabungkan data dari tiga tahun tersebut secara bulanan, karena langkah ini diarahkan untuk penyesuaian terhadap pola musim penangkapan. Nilai b pada Tabel 5 berkisar antara 2,892 – 3,132 dengan nilai R2 masing – masing lebih dari 0,95. Masing – masing nilai b untuk menentukan alometrik dengan nilai (b > 3 dan b < 3) secara pasti diplotkan pada Gambar 6. Tabel 5
Nilai b (gabungan data dari tiga tahun secara bulanan) dari analisis hubungan panjang berat tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok Bulan b R2 Bulan b R2 Bulan b R2 Jan 2,930 0,974 Mei 2,978 0,969 Sep 3,070 0,972 Feb 2,892 0,953 Jun 2,970 0,977 Okt 3,132 0,966 Mar 2,985 0,957 Jul 2,914 0,976 Nov 3,080 0,975 Apr 2,973 0,961 Ags 3,003 0,963 Des 3,055 0,978
Keterangan: b : Nilai koefisien yang dijadikan sebagai parameter pertumbuhan R2 : Koefisien determinasi
Nilai b
Gambar 20 menunujukan bahwa terjadi dua fase pola pertumbuhan dalam satu tahun, yaitu fase pertama dengan alometrik (b < 3) terletak pada bulan Januari – Juli dan fase kedua dengan alometrik (b > 3) terletak pada bulan Agustus – Desember. 3,15 3,10 3,05 3,00 2,95 2,90 2,85 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Bulan Keterangan: b : Nilai koefisien yang dijadikan sebagai parameter pertumbuhan
Gambar 20 Titik penyebaran dari nilai b tuna madidihang gabungan data dari tiga tahun secara bulanan diplotkan pada scatter Pembahasan Analisis pola hubungan panjang berat digunakan untuk mengetahui pola pertumbuhan tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok selama tiga tahun. Hasil analisis ini dilakukan tanpa pemisahan antara jantan dan betina atau dengan kata lain merupakan campuran dari dua jenis kelamin. Ukuran panjang dan berat ikan yang digunakan telah dijelaskan di dalam Bab 4. Jenis panjang ikan yang diukur adalah panjang cagak / fork length menggunakan califer. Sebenarnya, ada beberapa faktor yang harus dimengerti oleh peneliti sebelum menggunakan analisis hubungan panjang berat. Pertama terkait dengan
32 jenis kelamin, kedua mengenai pengukuran panjang dan ketiga mengenai penimbangan berat yang harus dijelaskan pada metode penelitian. Pemisahan atau penggabungan jenis kelamin yang akan diukur mengenai panjang dan beratnya harus disebutkan dalam metode penelitian. Kedua adalah mengenai pengukuran panjang. Pada saat mengukur panjang ikan harus ditentukan dan dijelaskan yang pertama adalah dari jenis panjang apa yang akan diukur, apakah panjang cagak atau panjang total. Kedua adalah alat ukur panjang apa yang digunakan, beberapa peneliti ada yang menggunakan califer atau meteran jahit dalam mengukur panjang ikan. Ketiga adalah mengenai penimbangan berat ikan. Pada saat penimbangan berat ikan harus diperhatikan apakah di ikan tersebut sudah dikeluarkan isi perut dan insangnya atau salah satunya. Hal ini ditujukan untuk memberikan kejelasan informasi kepada pembaca atau peneliti selanjutnya agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap pola pertumbuhan. Hasil menunjukan bahwa pendugaan pola pertumbuhan memperlihatkan bahwa nilai q dan b (Tabel 3) selama tiga tahun berkisar 0,0000080 – 0,0002245 dan 2,440 – 3,187. Hile (1936) dan Martin (1949) menyatakan bahwa nilai b biasanya berkisar antara 2,5 sampai 4,0. Allen (1938) juga telah melakukan penelitian bahwa bentuk tubuh ikan yang ideal memiliki nilai b = 3. Beverton dan Holt (1957) menyampaikan bahwa hukum kubik dari hubungan panjang berat memiliki nilai yang hampir mendekati 3. Carlander (1969) menyatakan bahwa berat ikan meningkat secara logaritma seiring dengan peningkatan panjangnya yang memiliki nilai berkisar 2,5 sampai 3,5 tetapi biasanya sangat mendekati 3,0. Ricker (1975) melihat nilai b sebagai penggambaran pertumbuhan, jika b = 3 menggambarkan pertumbuhan yang isometrik, dan jika b lebih besar atau kurang dari 3 menggambarkan pertumbuhan yang alometrik. Pada penelitian ini nilai b pada tahun 2012 berkisar antara 2,913 – 3,168, tahun 2013 berkisar antara 2,440 – 3,130 dan tahun 2014 berkisar antara 2,911 – 3,187. Hal tersebut menunjukan bahwa tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok memiliki ukuran pertumbuhan yang sangat mendekati 3,0 dan ideal, begitu juga dengan nilai b gabungan data dari tiga tahun secara bulanan. Konsistensi titik bulanan selama tiga tahun berada di bulan OktoberDesember sebagai alometrik (b > 3). Lalu, titik alometrik (b < 3) berada pada bulan Maret-Mei. Kekonsistenan titik tersebut membentuk sebuah pola yang menunjukan bahwa diduga tuna madidihang melakukan pergerakan yang konsisten dalam siklus tahunan di Laut Flores. Gabungan bulanan selama tiga tahun menunjukan hal yang berbeda, bahwa terdapat dua fase pola pertumbuhan dalam satu tahun, yaitu fase pertama dengan alometrik (b < 3) terletak pada bulan Januari – Juli dan fase kedua dengan alometrik (b > 3) terletak pada bulan Agustus – Desember. Kesimpulan Nilai b secara bulanan dan membentuk pola dalam satu tahun. Konsistensi titik bulanan selama tiga tahun berada di bulan Oktober-Desember sebagai alometrik (b > 3). Lalu, titik alometrik (b < 3) berada pada bulan Maret-Mei. Tetapi gabungan bulanan selama tiga tahun menunjukan hal yang berbeda, bahwa terdapat dua fase pola pertumbuhan dalam satu tahun, yaitu fase pertama dengan alometrik (b < 3) terletak pada bulan Januari – Juli dan fase kedua dengan alometrik (b > 3) terletak pada bulan Agustus – Desember.
33
6 POLA MUSIM PENANGKAPAN TUNA MADIDIHANG BERDASARKAN YANG DIDARATKAN DI PPP LABUHAN LOMBOK Pendahuluan Tuna madidihang atau dalam nama internasional yang dikenal sebagai yellowfin tuna (YFT) adalah jenis ikan pelagis besar, yang diketahui sebagai perenang cepat, selalu berkelompok dalam pergerakannya dan penyebarannya yang hampir berada di seluruh wilayah pengelolaan perikanan Indonesia. Ikan ini termasuk dalam genus Thunnus, tribe Thunnini, subfamily Scombrinae, family Scombridae dan memiliki nama ilmiah Thunnus albacares – Bonnaterre, 1788 (Collette dan Nauen 1983). Tuna madidihang yang akan dibahas adalah tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok. PPP Labuhan Lombok yang terletak di Desa Labuhan Lombok, Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat termasuk pelabuhan perikanan tipe C (Pelabuhan Perikanan Pantai) memiliki produksi perikanan pelagis yang cukup besar, salah satunya adalah tuna madidihang. PPP Labuhan Lombok dikenal sebagai tempat pendaratan tuna terbesar di Pulau Lombok. Tuna madidihang di PPP Labuhan Lombok memiliki nilai produksi tertinggi kedua setelah cakalang dari tahun 2002 sampai 2014 (PPP Labuhan Lombok 2014). Tuna madidihang juga merupakan salah satu sumberdaya ikan yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena sudah sulit untuk ditangkap oleh nelayan di PPP Labuhan Lombok, tetapi permintaan terhadap komoditas tersebut terus meningkat dan telah mendorong upaya penangkapan yang semakin intensif. Frekuensi aktivitas pendaratan tuna madidihang di PPP Labuhan Lombok sangat sering bahkan hampir setiap hari dilakukan. Berdasarkan hasil analisis pada Bab 3 mengenai status pemanfaatan tuna madidihang di Laut Flores yang diduga masih dalam keadaan belum optimal, Bab 4 yang memberikan prediksi bahwa terdapat ukuran ikan yang besar-besar di bulan April-Juli dan Bab 5 yang telah memberikan informasi bahwa pada bulan Januari-Juli dan Agustus-Desember memiliki nilai b < 3 dan b > 3, maka peningkatan upaya dan produksi tuna madidihang di Luat Flores masih dapat ditingkatkan, apabila operasi penangkapannya dilakukan dengan cara yang efektif dan efisien. Salah satu caranya ialah dengan mengetahui pola musim penangkapan ikan, sehingga dapat dilakukan persiapan yang lebih baik untuk melakukan operasi penangkapan yang lebih terarah dan menguntungkan nelayan. Sehingga pada bab ini bertujuan untuk menduga pola musim penangkapan tuna madidihang yang dilakukan di Laut Flores berdasarkan yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok. Metode Jenis data yang digunakan pada bab ini adalah data sekunder. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data jumlah trip penangkapan ikan, total produksi (kg) ikan tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok dari tahun 2012 sampai 2014. Data sekunder diperoleh dari USAID-IMACS Indonesia dan MDPI selama tiga tahun. Data-data tersebut diperoleh dengan melakukan pengajuan terlebih dahulu kepada pihak USAID-IMACS Indonesia
34 dan PPP Labuhan Lombok sebagai pihak utama untuk memperoleh izin penggunaan data. Perhitungan indeks musim penangkapan digunakan untuk menduga pola musim penangkapan. Perhitungan ini menggunakan data upaya penangkapan (effort) dan hasil tangkapan (catch) yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok. Metode perhitungannya menggunakan analisis deret waktu terhadap nilai-nilai CPUE periode bulanan selama beberapa tahun, dilanjutkan dengan metode ratarata bergerak. Berikut langkah-langkah analisis deret waktu terhadap nilai-nilai CPUE tuna madidihang (Dajan 1982 dalam Taeran 2007): Menyusun deret CPUE dalam periode kurun waktu beberapa tahun; ( ) i = 1, 2, 3, 4, ....., n = CPUE ke-i Menyusun rata-rata bergerak CPUE selama 12 bulan (RG); 1 (∑ 12
(
)
(
)
(
)
= Rata-rata bergerak 12 bulan urutan ke-i = 7, 8, 9,…., n-5 Menyusun rata-rata bergerak CPUE terpusat (RGP); 1 (∑ 2
)
)
= Rata-rata bergerak CPUE terpusat urutan ke-i = 7, 8, 9,…., n-5 Menghitung rasio rata-rata tiap bulan (Rb)
= Rasio rata-rata untuk tiap bulan ke-i = bulan 1, 2, 3, ….., 12 Menyusun nilai rata-rata dalam satu matriks berukuran i x j yang disusun untuk setiap bulan, yang dimulai dari bulan Juli tahun tertentu sampai bulan Juni tahun berikutnya. Selanjutnya menghitung nilai total rasio rata-rata secara keseluruhan dan pola musim penangkapan: Rasio rata-rata untuk bulan ke-i (RRB); 1 (∑ n
(
)
(
)
= 1, 2, 3, ….., n Jumlah rasio rata-rata bulanan (JRRB); ∑
)
= 1, 2, 3, ….., 12 Indeks Musim Penangkapan
35 Karena jumlah rasio rata-rata bulanan (JRBB) tidak selalu sama 1200, maka nilai rasio rata-rata bulanan harus dikoreksi dengan suatu koreksi (FK): (
)
Selanjutnya Indeks Musim Penangkapan (IMP) dihitung dengan persamaan: ( ) = 1, 2, 3, ….., 12 Hasil
Nilai-nilai indeks musim penangkapan yang disajikan pada Tabel 6 menunjukan bahwa pada bulan Mei - Juli dan Oktober - Desember memiliki nilai IMP di atas 100, sedangkan bulan Januari – April dan Agustus – September memiliki nilai IMP di bawah 100. Pola musim penangkapan tuna madidihang yang disajikan pada Gambar 21 adalah bentuk proyeksi yang berasal dari nilai – nilai IMP pada Tabel 6. Tabel 6
Nilai indeks musim penangkapan didaratkan di PPP Labuhan Lombok Bulan IMPi Bulan IMPi Jan 26,118 Mei 187,033 Feb 14,468 Jun 227,295 Mar 19,096 Jul 167,887 Apr 54,533 Ags 51,866
(IMP) tuna madidihang yang
Indeks Musim Penangkapan
250
Bulan Spt Okt Nov Des
IMPi 22,199 193,017 111,721 124,768
Musim Penangkapan Tinggi
200 150 100 Musim Penangkapan Rendah 50 0 Des
Nov
Okt
Spt
Ags
Jul
Jun
Mei
Apr
Mar
Feb
Jan Gambar 21
Bulan Grafik pola musim penangkapan tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok Pembahasan
Asumsi yang mendasari analisis pola musim penangkapan melalui pendekatan analisis deret waktu metode rata-rata bergerak yaitu sumberdaya ikan menyebar merata di seluruh perairan, hasil tangkapan yang didaratkan berasal dari
36 perairan yang sama, data rata-rata hasil tangkapan mencerminkan fluktuasi hasil tangkapan dan jenis alat tangkap yang digunakan adalah sama (Abukena 2006). Pada penelitian ini sumberdaya ikan yang digunakan adalah tuna madidihang yang diasumsikan ditangkap di Laut Flores dan didaratkan di PPP Labuhan Lombok. Tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok seluruhnya ditangkap menggunakan pancing tangan dengan periode waktu fluktuasi 2012 – 2014. Taeran (2007) menyatakan bahwa indeks musim penangkapan ikan dapat dikatakan tinggi jika nilai IMP-nya diatas 100 dan dikatakan rendah jika nilai IMP-nya dibawah 100, tidak hanya itu beliau menambahkan bahwa Nilai IMP juga dapat digunakan untuk menduga keberadaan ikan di suatu perairan (jika nilai IMP lebih atau sama dengan 100 berarti ikan cukup melimpah dan jika kurang dari 100 mengindikasikan jumlah ikan di perairan tersebut di bawah kondisi normal). Pada penelitian ini bulan Mei - Juli dan Oktober - Desember memiliki nilai IMP di atas 100, sedangkan bulan Januari – April dan Agustus – September memiliki nilai IMP di bawah 100. Pola musim penangkapan tersebut menunjukan bahwa ada dua periode musim penangkapan yaitu tinggi dan rendah dalam satu tahun. Berdasarkan pola musim penangkapan tersebut dapat diduga bahwa intensitas penangkapan tinggi dan musim banyak tuna madidihang terjadi pada bulan Mei – Juli dan Oktober – Desember, sedangkan musim sedikit tuna madidihang dan intensitas penangkapan rendah berada pada bulan Januari – April dan Agustus – September. Kesimpulan Periode waktu intensitas penangkapan tinggi dan musim banyak tuna madidihang terjadi pada bulan Mei – Juli dan Oktober – Desember (>100), sedangkan musim sedikit tuna madidihang dan intensitas penangkapan rendah berada pada bulan Januari – April dan Agustus – September (<100).
37
7 PEMBAHASAN UMUM Status pemanfaatan sebenarnya sangat menitikberatkan pada bagaimana kondisi suatu sumberdaya sebagai akibat dari adanya usaha atau upaya. Sehingga, status pemanfaatan dapat diduga jika memiliki dua hal, yaitu upaya dan hasil. Upaya yang dilakukan tentunya tidak hanya sekali, namun harus dilakukan berulang kali agar dapat diduga berapa upaya yang optimal untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Sumberdaya merupakan objek yang diupayakan dan merupakan suatu faktor pembatas bagi upaya yang biasa juga disebut dengan hasil. Dalam bidang perikanan tangkap, usaha atau upaya disebut sebagai upaya penangkapan ikan (fishing effort) seperti jumlah kapal, jumlah trip, jumlah nelayan, jumlah alat tangkap (berdasarkan ukuran ataupun bentuk), sedangkan yang menjadi faktor pembatas adalah sumberdaya ikan yang sering disebut dengan hasil tangkapan (yield, harvest atau catch). Status pemanfaatan suatu sumberdaya ikan laut sangat penting dilakukan, karena dengan mengetahuinya dapat diduga apakah upaya penangkapan yang telah dilakukan terhadap suatu sumberdaya ikan tertentu belum optimal, sudah optimal atau telah berlebih. Upaya penangkapan ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah trip. Jumlah trip dihitung berdasarkan jumlah hari yang dipakai untuk menangkap ikan di laut dari keseluruhan kapal yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPP Labuhan Lombok dalam rentang waktu per tahun. Sementara hasil tangkapan yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah tuna madidihang. Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam menduga status pemanfaatan dalam bidang perikanan tangkap, tetapi dalam penelitian ini hanya menggunakan satu metode yaitu model Schaefer. Model Schaefer dipilih karena metode ini yang paling mudah untuk dimengerti dan merupakan dasar bagi model yang lainnya. Namun di dalam metode Schaefer terdapat kekeliruan yang masih dipertahankan hingga saat ini, yaitu dalam proses perhitungan koefisien (a dan b) dari fungsi Y = a f – b f 2 atau yang dikenal sebagai fungsi produksi lestari. Sehingga sebelum melanjutkan perhitungan untuk menduga status perikanan tuna madidihang di PPP Labuhan Lombok, mari kita bahas kekeliruan tersebut. Para ahli dan peneliti dalam bidang perikanan menunjukan dan memberikan cara analisis data untuk menghitung dan mendapatkan nilai koefisien (a dan b) dari fungsi Y = a f – b f 2 yaitu dengan proses regresi linear sederhana yang menghubungkan upaya penangkapan ( ) dengan hasil tangkapan per upaya penangkapan . / seperti = a – b f (Sparre dan Venema 1999; Budiman et al. 2006; Kadafi et al. 2006; Irham et al. 2008; Sobari dan Muzakir 2008; Sobari et al. 2008; Haryani et al. 2009; Diniah et al. 2010; Fauzi 2010; Sobari dan Febrianto 2010; Hulaifi 2011; Rosalina et al. 2011; Sibagariang et al. 2011; Sriati 2011; Wuaten et al. 2011; Yusfiandayani dan Sobari 2011; Utami et al. 2012; Triarso 2012; Zulbainarni 2012; Karnan et al. 2012; Kawimbang et al. 2012; Irhamsyah et al. 2013; Kumaat et al. 2013; Latupeirissa 2013; Nurhayati 2013; Rahmawati et al. 2013; Febriani et al. 2014; Sandria et al. 2014; Sharfina et al. 2014; Patria et al. 2014; Noija et al. 2014; Santoso 2016), tetapi dalam penelitian ini telah diperlihatkan bahwa pernyataan dan penggunaan metode tersebut masih belum tepat karena proses regresi linear sederhana yang digunakan hanya untuk
38 mempermudah perhitungan nilai parameter fungsi produksi lestari (a dan b) memiliki perbedaan nilai dengan fungsi aslinya yaitu kuadratik. Proses regresi linear sederhana yang mungkin memang disarankan oleh Schaefer pada saat itu dapat diduga bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan mesin hitung belum sehebat atau secanggih pada saat ini, sehingga mungkin beliau menyarankan untuk menggunakan proses regresi linear sederhana untuk menentukan parameter a dan b dalam fungsi produksi lestarinya. Indra (2007) menyatakan bahwa estimasi parameter a dan b untuk persamaan yield-effort dari model Schaefer melibatkan teknik non linear dan Pangalila et al. (2014) menggunakan teknik regresi polinomial untuk menentukan koefisen-koefisien dan menghitung nilai sustainable yield. Fungsi Y = a f – b f 2 adalah bentuk kuadratik atau polinomial ordo dua yang menghubungkan upaya penangkapan ( ) dengan hasil tangkapan ( ). Pada fungsi tersebut dapat dilihat secara detail bahwa fungsi tersebut tidak memiliki intersep. Hal tersebut sangat jelas karena intersep akan memberikan suatu nilai positif atau negatif pada saat upaya penangkapan nol atau tidak ada, dan jika upaya penangkapan nol atau tidak ada, maka secara logika hasil tangkapan juga tidak ada. Kalangan matematika dan statistika sudah membuat penyelesaian untuk menghitung seluruh koefisien dan intersep dari sifat kuadratik atau polinomial ordo dua tersebut, tetapi belum ditemukan yang memaparkan bagaimana cara menghilangkan intersep. Maka dari itu, peneliti pada penelitian ini membuat Persamaan (5 sampai 12) pada Bab 3 yang dikembangkan dari Siagian dan Sugiarto pada tahun 2002 untuk mempermudah perhitungan. Secara logika, jika menggunakan proses regresi linear sederhana untuk menentukan nilai koefisien a dan b yang menghubungkan upaya penangkapan ( ) dengan hasil tangkapan per upaya penangkapan . / seperti = a – b f, sesungguhnya nilai koefisien a dan b adalah milik upaya penangkapan ( ) dengan hasil tangkapan per upaya penangkapan . / , bukan upaya penangkapan ( ) dengan hasil tangkapan ( ), maka tidaklah sesuai nilai koefisien tersebut digunakan lalu dideferensialkan dalam fungsi produksi lestari. Setelah menejabarkan kekeliruan dalam model Schaefer, peneliti juga membandingkan nilai maximum sustainable yield (MSY) atau produksi lestari yang melalui perhitungan nilai koefisien a dan b secara regresi linear dengan kuadratik/polinomial ordo dua yang ditujukan untuk menduga status pemanfaatan. Hasil menunjukan bahwa tidak hanya nilai MSY saja yang berbeda, bentuk kurva dan fungsi dari kedua proses tersebut juga berbeda. Proses regresi linear memiliki nilai MSY yang lebih kecil dibandingkan dengan proses kuadratik/polinomial ordo dua, hal tersebut juga berlaku pada nilai tingkat pemanfaatan dan pengupayaan tuna madidihang. Walaupun terdapat perbedaan kurva, fungsi dan nilai pada kedua proses tersebut, namun posisi lima tahun dalam kurva produksi lestari memiliki persamaan dalam hal status pemanfaatannya. Gambar 15 menunjukan hasil tangkapan pada tahun 2011 dan 2014 berada di dalam kurva, tetapi pada tahun 2010, 2012 dan 2013 berada di luar, sehingga status pemanfaatan tuna madidihang berdasarkan kedua kurva tersebut diduga masih dalam keadaan belum optimal, hal tersebut dilihat berdasarkan titik lima tahun pada kedua kurva yang terletak disebelah kiri dari nilai fmsy dan di bawah nilai Ymsy, sehingga masih dimungkinkan
39 untuk menambahkan upaya penangkapannya. Penambahan upaya penangkapan dapat dilakukan dengan penambahan jumlah armada yang tentunya juga menambah jumlah nelayan untuk perikanan tuna madidihang Armada/jenis kapal penangkapan tuna madidihang yang menggunakan pancing tangan sebagai alat tangkap utama di PPP Labuhan Lombok adalah kapal mandar. Jenis kapal mandar yang berada di PPP Labuhan Lombok sangat mirip disain dan bentuk kapalnya dengan perahu generasi setelah sande’, yaitu perahu kappal/bodi-bodi yang berasal dari Sulawesi Selatan yang diperkenalkan oleh suku Mandar, seperti yang dituliskan oleh Alimuddin (2005:34-35): “… Kappal adalah jenis perahu penangkap ikan terbesar yang sekarang dipakai di Sabang Subik dan sekitarnya, … Bodi-bodi atau biasa juga dinamakan Kappal-kappal (kappal yang berukuran kecil) adalah perahu yang bentuk lambungnya disesuaikan dengan penggunaan mesin sebagai penggerak utama, … jenis perahu ini muncul ketika mesin mulai banyak digunakan oleh nelayan Mandar untuk memancing di tengah laut …” Kapal mandar di PPP Labuhan Lombok memiliki ciri-ciri yaitu panjang kapal 10 – 15 meter, lebar kapal 2 – 3 meter, tinggi kapal 3 – 4 meter atau dengan kata lain bahwa ukuran kapal mandar tidak lebih dari 15 GT. Ciri paling umum yang dimiliki oleh kapal mandar adalah memiliki sampan yang hanya dapat dioperasikan oleh satu orang. Sampan selalu terlihat di atas dan di pinggir palkah ikan serta terkadang terapung namun terikat pada kapal. Jumlah sampan di kapal dapat bervariasi tetapi rata-rata 5-7 sampan dan dapat merepresentasikan jumlah ABK yang melaut. Berdasarkan hal tersebut, maka armada jenis kapal mandar yang perlu ditambahkan dalam upaya penangkapan tuna madidihang, karena hanya armada jenis kapal mandar yang menangkap lalu mendaratkan tuna madidihang di PPP Labuhan Lombok. Saran untuk menambahkan armada kapal mandar di PPP Labuhan Lombok untuk menangkap tuna madidihang bukan hanya berdasarkan hasil analisis status pemanfaatannya, tetapi dapat dilihat juga dari sisi potensi ukuran tuna madidihangnya. Berdasarkan data yang sudah diolah pada Bab 4, ukuran panjang dan berat tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok dari tahun 2012-2014 berkisar antara 75 – 174 cmFL dan 10 – 96 kg. Hal tersebut menunjukan bahwa armada kapal mandar hanya mendaratkan tuna madidihang yang berukuran ≥ 10 kg per individu. Akan tetapi, ukuran tuna madidihang (baik panjang maupun berat) yang mendominasi selama tiga tahun tersebut adalah ≥ 100 cmFL dan ≥ 20 kg. Dominasi ukuran tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok belum tentu dapat dikatakan penangkapan yang baik ataupun berkelanjutan, walaupun beberapa peneliti seperti Nootmorn et al. 2005; Kantun et al. 2011; Zhu et al. 2008 dalam Wujdi et al. 2014 menyatakan bahwa ukuran tuna madidihang pada saat pertama kali matang gonad adalah ≥ 100 cmFL dan ≥ 20 kg. Hal tersebut dikarenakan dalam prakteknya tuna madidihang ukuran kecil (< 10 kg) juga banyak tertangkap dan jarang dilaporkan kepada pihak pelabuhan. Tidak dilaporkannya tuna madidihang ukuran kecil (< 10 kg) dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu aspek teknis penangkapan dan aspek permintaan/pasar. Dari aspek teknis penangkapan, tuna ukuran kecil tersebut dapat digunakan sebagai umpan untuk menangkap tuna madidihang yang lebih besar dan ukuran
40 mata pancing yang digunakan oleh nelayan tidak bervariasi, mata pancing yang digunakan hanya untuk menangkap ukuran tuna madidihang yang diinginkan oleh permintaan/pasar. Dari aspek permintaan/pasar diduga juga dapat memberikan alasan mengapa hanya tuna madidihang berukuran ≥ 10 kg per individu yang didaratkan. Alasannya yaitu karena tuna madidihang ukuran kecil (< 10 kg) tidak memiliki harga dan tidak memberikan keuntungan apapun pada nelayan, maka nelayan lebih baik langsung membawanya ke rumah untuk dikonsumsi lalu tidak mendaratkan atau melaporkannya di Pelabuhan. Bila ditelaah lebih dalam, maka aspek permintaan/pasar ini yang membuat nelayan mengambil tindakan untuk lebih selektif dan mengikuti sistem yang ada dalam menangkap dan mendaratkan tuna madidihang. Dalam hal ini nelayan tidak melakukan kesalahan, mereka hanya mengikuti apa yang permintaan/pasar inginkan. Pada titik-titik inilah yang mengakibatkan data pendaratan ukuran tuna madidihang hanya berukuran ≥ 10 kg per individu. Pengetahuan ini didapat pada saat mengikuti satu kali trip penangkapan tuna madidihang menggunakan salah satu armada kapal mandar yang dimulai dari persiapan sampai dengan pembagian hasil keuntungan. Berdasarkan grafik frekuensi panjang dan berat tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok dapat diketahui bahwa setiap tahunnya yaitu pada bulan April-Juli dan Oktober-Desember terdapat ukuran tuna yang lebih besar (baik panjang dan berat) dari bulan lainnya. Keberadaan tersebut dapat dilihat pada bulan-bulan yang memiliki kemenjuluran grafik ke arah kanan. Tuna madidihang yang terdapat ukuran besar diduga sedang melakukan pergerakan di bulan-bulan tersebut. Namun, pendugaan tersebut masih membutuhkan analisis lain yang juga menggunakan panjang dan berat sehingga dapat merepresentasikan pergerakan tuna madidihang. Maka dari itu, analisis selanjutnya akan menjabarkan mengenai pola pertumbuhan tuna madidihang yang ditinjau dari hubungan panjang beratnya. Hubungan panjang berat ikan merupakan pengetahuan yang wajib diketahui dalam bidang biologi perikanan, karena dengan itu dapat mengetahui pola pertumbuhan suatu jenis ikan. Hubungan panjang berat ini dapat ditujukan untuk kepentingan pengelolaan perikanan yang dimodelkan dalam bentuk geometrik. Analisis pola hubungan panjang berat digunakan untuk mengetahui pola pertumbuhan tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok selama tiga tahun. Hasil analisis ini dilakukan tanpa pemisahan antara jantan dan betina atau dengan kata lain merupakan campuran dari dua jenis kelamin. Ukuran panjang dan berat ikan yang digunakan telah dijelaskan di dalam Bab 4. Jenis panjang ikan yang diukur adalah panjang cagak / fork length menggunakan califer. Sebenarnya, ada beberapa faktor yang harus dimengerti oleh peneliti sebelum menggunakan analisis hubungan panjang berat. Pertama terkait dengan jenis kelamin, kedua mengenai pengukuran panjang dan ketiga mengenai penimbangan berat yang harus dijelaskan pada metode penelitian. Pemisahan atau penggabungan jenis kelamin yang akan diukur mengenai panjang dan beratnya harus disebutkan dalam metode penelitian. Kedua adalah mengenai pengukuran panjang. Pada saat mengukur panjang ikan harus ditentukan dan dijelaskan yang pertama adalah dari jenis panjang apa yang akan diukur, apakah panjang cagak atau panjang total. Kedua adalah alat ukur panjang apa yang digunakan, beberapa peneliti ada yang menggunakan califer atau meteran jahit dalam mengukur panjang ikan. Ketiga adalah mengenai penimbangan berat ikan. Pada saat
41 penimbangan berat ikan harus diperhatikan apakah di ikan tersebut sudah dikeluarkan isi perut dan insangnya atau salah satunya. Hal ini ditujukan untuk memberikan kejelasan informasi kepada pembaca atau peneliti selanjutnya agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap pola pertumbuhan. Hubungan panjang berat dilihat berdasarkan nilai koefisien b dan diplotkan berdasarkan waktu. Beberapa ahli telah menentukan nilai b berdasarkan analisisnya masing-masing. Hile (1936) dan Martin (1949) menyatakan bahwa nilai b biasanya berkisar antara 2,5 sampai 4,0. Allen (1938) menyatakan bahwa bentuk tubuh ikan yang ideal memiliki nilai b = 3,0. Beverton dan Holt (1957) melaporkan bahwa hukum kubik dari hubungan panjang berat memiliki nilai yang hampir mendekati 3,0. Carlander (1969) menyatakan bahwa berat ikan meningkat secara logaritma seiring dengan peningkatan panjangnya yang memiliki nilai berkisar 2,5 sampai 3,5 tetapi biasanya sangat mendekati 3,0. Ricker (1975) melihat nilai b sebagai penggambaran pertumbuhan, jika b = 3 menggambarkan pertumbuhan yang isometrik, dan jika b lebih besar atau kurang dari 3 menggambarkan pertumbuhan yang alometrik. Pada penelitian ini nilai b pada tahun 2012 berkisar antara 2,913 – 3,168, tahun 2013 berkisar antara 2,440 – 3,130 dan tahun 2014 berkisar antara 2,911 – 3,187. Pada tiga tahun tersebut terdapat kekonsistenan titik, di mana konsistensi titik bulanan selama tiga tahun berada di bulan Oktober-Desember sebagai alometrik (b > 3), lalu titik (b < 3) berada pada bulan Maret-Mei. Kekonsistenan titik tersebut membentuk sebuah pola yang menunjukan bahwa diduga tuna madidihang melakukan pergerakan yang konsisten dalam siklus tahunan di Laut Flores. Tentunya hal tersebut juga belum bisa menggambarkan dan menduga pola pergerakan atau musim tuna madidihang di Laut Flores, maka dari itu perlu dilakukan penambahan analisis mengenai pola musim penangkapan terhadap hal ini. Analisis mengenai pola musim penangkapan ikan ditujukan untuk melihat suatu pola yang berbasis pada data hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan yang berarti dipengaruhi oleh dua hal, yaitu hasil tangkapan dan upaya penangkapan. Asumsi yang mendasari analisis pola musim penangkapan melalui pendekatan analisis deret waktu metode rata-rata bergerak yaitu sumberdaya ikan menyebar merata di seluruh perairan, hasil tangkapan yang didaratkan berasal dari perairan yang sama, data rata-rata hasil tangkapan mencerminkan fluktuasi hasil tangkapan dan jenis alat tangkap yang digunakan adalah sama (Abukena 2006). Pada penelitian ini sumberdaya ikan yang digunakan adalah tuna madidihang yang diasumsikan ditangkap di Laut Flores dan didaratkan di PPP Labuhan Lombok. Tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok seluruhnya ditangkap menggunakan pancing tangan dengan periode waktu fluktuasi 2012 – 2014. Taeran (2007) menyatakan bahwa indeks musim penangkapan ikan dapat dikatakan tinggi jika nilai IMP-nya diatas 100 dan dikatakan rendah jika nilai IMP-nya dibawah 100, tidak hanya itu beliau menambahkan bahwa Nilai IMP juga dapat digunakan untuk menduga keberadaan ikan di suatu perairan (jika nilai IMP lebih atau sama dengan 100 berarti ikan cukup melimpah dan jika kurang dari 100 mengindikasikan jumlah ikan di perairan tersebut di bawah kondisi normal). Pada penelitian ini bulan Mei - Juli dan Oktober - Desember memiliki nilai IMP di atas 100, sedangkan bulan Januari – April dan Agustus – September memiliki nilai IMP di bawah 100. Pola musim penangkapan tersebut menunjukan
42 bahwa ada dua periode musim penangkapan yaitu tinggi dan rendah dalam satu tahun. Berdasarkan pola musim penangkapan tersebut dapat diduga bahwa intensitas penangkapan tinggi dan musim banyak tuna madidihang terjadi pada bulan Mei – Juli dan Oktober – Desember, sedangkan musim sedikit tuna madidihang dan intensitas penangkapan rendah berada pada bulan Januari – April dan Agustus – September. Analisis distribusi frekuensi dan hubungan panjang berat tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok memiliki keterkaitan dengan indeks pola musim penangkapan. Gambar 18 dengan Gambar 21 berkaitan yang memperlihatkan bahwa pada saat ukuran (panjang dan berat) ikan yang garifknya menjulur ke kanan/terdapat ukuran ikan yang besar pada bulan Mei-Juli dan Oktober-Desember memiliki nilai indeks musim penangkapan tinggi ( > 100 ). Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa upaya penangkapan terhadap tuna madidihang pada bulan-bulan tersebut sudah sesuai, dengan arti bahwa banyak nelayan yang menangkap tuna madidihang berukuran besar di waktu yang tepat. Ukuran besar tuna madidihang belum tentu dapat menjelaskan pola pertumbuhan mengenai pertumbuhan berat berdasarkan hubungan panjang berat. Gambar 20 dengan Gambar 21 menunujukan bahwa pada saat nilai b ( > 3 ) yang terjadi pada bulan Oktober-Desember juga merupakan musim penangkapan yang tinggi.
8 SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa upaya penangkapan yang optimal untuk menangkap tuna madidihang di Laut Flores sebesar 44.227 trip, dengan hasil tangkapan optimal yang berupa tuna madidihang sebesar 877.340 kg, serta status pemanfaatan yang masih dalam kondisi belum optimal. Berdasarkan pernyataan tersebut, upaya penangkapan masih dapat ditingkatkan sampai hampir mendekati nilai upaya yang optimal. Peningkatan upaya yang optimal juga harus dipertimbangkan dengan keuntungan nelayan. Dari segi keuntungan nelayan, tuna madidihang yang didaratkan hanya dihitung berdasarkan berat, dengan kata lain pola pertumbuhan yang didominasi oleh berat menjadi prioritas untuk nelayan. Maka dari itu, disarankan peningkatan upaya penangkapan dilakukan pada bulan pada saat pertumbuhan berat lebih dominan daripada panjangnya, yaitu pada bulan Agustus sampai Desember. Saran untuk peneliti selanjutnya untuk analisis status pemanfaatan dengan metode Schaefer gunakan data upaya penangkapan dan hasil tangkapan selama 15 sampai 30 tahun untuk melihat pola pergerakan data yang dilanjutkan ke dalam permodelan, dan bandingkanlah lagi dengan menggunakan proses linearisasi.
43
DAFTAR PUSTAKA Alimina N. 2005. Analisis Suhu Permukaan Laut dan Klorofil – a Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Madidihang (Thunnus albacares) di Perairan Selatan Sulawesi Tenggara [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Alimuddin MR. 2005. Orang Mandar Orang Laut: Kebudayaan Bahari Mandar Mengarungi Gelombang Perubahan Zaman. Bogor (ID): Grafika Mardi Yuana. Anderson LG, Seijo JC. 2010. Bioeconomics of Fisheries Management. Iowa (US): Wiley-Blackwell. Anderson LG. 2002. Fisheries Economics. Volume 1: Collected Essays. International Library of Environmental Economics and Policy. Burlington (US): Ashgate. Bergh JCJM, Hoekstra J, Imeson R, Nunes PALD, Blaeij AT. Bioeconomics Modelling and Valuation of Exploited Marine Ecosystems. Volume 28: Economy and Environment. Dordrecht (NL): Springer. Budiman, Supriharyono, Asriyanto. 2006. Analisis Sebaran Ikan Demersal Sebagai Basis Pengelolaan Sumberdaya Pesisir di Kabupaten Kendal. Jurnal Pasir Laut. 2(1):52-63. Chodrijah U, Nugraha B. 2013. Distribusi Ukuran Tuna Hasil Tangkapan Pancing Longline dan Daerah Penangkapannya di Perairan Laut Banda. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia [internet]. [diunduh 2016 April 17]; 19(1):9-16. Tersedia pada: http://p4ksi.litbang.kkp.go.id/index.php/jurnalilmiah/category/58-jppi?download=476%3Ajppivolume19nomor12013p916. Collette B dan Chao LL. 1975. Systematics and Morphology of The Bonitos (Sardia) and their Relatives (Scombridae, Sardini). Fish Bull. U.S. 73:516625. Collette B, Nauen C. 1983. Scombrids of The World An Annotated and Illustrated Catalogue of Tunas, Mackerels, Bonitos, and Related Species Known to Date. FAO Species Catalogue Vol. 2. Rome (IT) : FAO. Diniah, Sobari MP, Primadianti I. 2010. Aspek Bioteknik dalam Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Teri di Perairan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi. J Tek Per Kel. 1(1):95-104. Effendie MI. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Cetakan Pertama. Bogor (ID):Yayasan Dewi Sri. Fauzi A. 2010. Ekonomi Perikanan: Teori, Kebijakan dan Pengelolaan. Jakarta (ID): Gramedia. Febriani PR, Mudzakir AK, Asriyanto. 2014. Analisis CPUE, MSY, dan Usaha Penangkapan Lobster (Panulirus sp.) di Kabupaten Gunungkidul. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology. 3(3):208217. Gigentika S. 2012. Optimasi Pengembangan Perikanan Cakalang di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Gulland JA. 1983. Fish Stock Assessment: A Manual of Basic Methods. Volume 1. Chichester, New York, Brisbane, Toronto, Singapore: John Wiley & Sons.
44 Halim A. 2005. Distribusi Parameter Oseanografi dan Kaitannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Cakalang dan Madidihang di Perairan Sumatera Barat [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Haryani EBS, Fauzi A, Monintja DR. 2009. Analisis Bionomi Ikan Karang di Perairan Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Bul PSP. XVIII(3):185-193. Hermawan D. 2012. Desain Pngelolaan Perikanan Madidihang (Thunnus albacares) di Perairan ZEEI Samudera Hindia Selatan Jawa Timur [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hulaifi. 2011. Pendugaan Potensi Sumberdaya Perikanan Laut dan Tingkat Keragaan Ekonomi Penangkapan Ikan (Kasus di TPI Sendang Biru Kabupaten Malang). J Mat Sai Tek [internet]. [diunduh 2016 April 22]; 12(2):113-126. Tersedia pada: http:// jurnal.ut.ac.id/JMST/article/download/ 197/189. Indra. 2007. Model Bio-Ekonomi Opsi Rehabilitasi Sumber Daya Perikanan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Irham, Wisudo SH, Haluan J, Wiryawan B. 2008. Analisis Pengembangan Mini Purse Seine Berbasis Optimasi Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil di Provinsi Maluku Utara. Bul PSP. 17(1):188-204. Irhamsyah, Azizah N, Aulia H. 2013. Tingkat Pemanfaatan dan Potensi Maksimum Lestari Sumberdaya Cumi-cumi (Loligo sp.) di Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan. Bul PSP. 21(2):181-192. Itano DG. 2000. The Reproductive Biology of Yellowfin Tuna (Thunnus albacares) in Hawaiian Waters and The Western Tropical Pacific Ocean: Project Summary. PFRP, JIMAR, UH, HI. JIMAR Contribution 00-328. Kadafi M, Widaningroem R, Soeparno. 2006. Aspek Biologi dan Potensi Lestari Sumberdaya Lobster (Panulirus spp.) di Perairan Pantai Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen. Jurnal Perikanan. VIII(1): 108-117. Kantun W, Ali SA, Malawa A, Tuwo A. 2011. Ukuran pertama kali matang gonad dan nisbah kelamin tuna madidihang (Thunnus albacares) di Perairan Majene - Selat Makassar. Jurnal Balik Diwa [Internet]. [diunduh 2015 Sep 23]; 2 (2): 1-6. Tersedia pada http://stitek-balikdiwa.blogspot.co.id/p/blogpage 341. Karnan, Baskoro MS, Iskandar BH, Lubis E, Mustaruddin. 2012. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Unggulan di Perairan Selat Alas Nusa Tenggara Barat. Bul PSP. 20(4):391-401. Kawimbang E, Paransa IJ, Kayadoe ME. 2012. Pendugaan Stok dan Musim Penangkapan Ikan Julung-julung dengan Soma Roa di Perairan Tagulandang, Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandong Biaro. Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap. 1(1):10-17. Klawe WL. 1977. What Is A Tuna?.. Senior Scientist with the Inter-American Tropical Tuna Commision. Scripts Institution of Oceanography, La Jolla, CA 9203. MFR Paper 1268 [Internet]. Scientific Publications Office: National Marine Fisheries Service: National Oceanic and Atmospheric Administration. [diunduh 2015 Feb 9 pukul 16:02]. Tersedia pada http://spo.nmfs.noaa.gov/mfr3911/mfr39111.pdf.
45 Kumaat J, Haluan J, Wiryawan B, Wisudo SH, Monintja DR. 2013. Potensi Lestari Perikanan Tangkap di Kabupaten Kepulauan Sitaro. Mar Fish. 4(1):41-50. La Abukena S. 2006. Analisis Hasil Tangkapan Tuna Madidihang (Thunnus albacares) di Perairan Kepulauan Banda Kabupaten Maluku Tengah [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Latupeirissa IL. 2013. Pendugaan Stok Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) pada Laut Flores (Kab. Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto dan Takalar). AGRICOLA. 3(2):136-149. Majkowski J. 2007. Global Fishery Resources of Tuna and Tuna-like Species. FAO Fisheries Technical Paper. No. 483. Rome (IT) : FAO. McPherson GR. 1991. Reproductive Biology of Yellowfin Tuna in The Eastern Australian Fishing Zone, with Special Reference to The North-Western Coral Sea. Aust. J. Mar. Freshw. Res. 42: 465-477. Mihardja AT. 2015. Optimalisasi Kinerja Operasional PPP Labuhan Lombok [tesis]. Jakarta (ID): Sekolah Tinggi Perikanan. Noija D, Martasuganda S, Murdiyanto B, Taurusman AA. 2014. Potensi dan Tingkat Pemafaatan Sumerdaya Ikan Demersal di Perairan Pulau Ambon – Provinsi Maluku. J Tek Per Kel. 5(1):55-64. Nootmorn P, Yakoh A, Kawises K. 2005. Reproductive Biology of Yellowfin Tuna in The Eastern Indian Ocean. IOTC 7th Working Party on Tropical Tunas, Phuket-Thailand 18-22 July 2005 : 8p Nurhayati A. 2013. Analisis Potensi Lestari Perikanan Tangkap di Kawasan Pangandaran. Jurnal Akuatika. IV(2):195-209. Ollivia. 2002. Keragaan Ekspor Cakalang (Skipjack) Beku dan Madidihang (Yellowfin) Segar Indonesia ke Pasar Jepang [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor Pangalila FPT, Budiman J, Telleng ATR, Reppie E. 2014. Kajian Perikanan Tangkap Mene maculata di Teluk Buyat. Jurnal IPTEKS PSP. 1(2):103111. Patria AD, Adrianto L, Kusumastanto T, Kamal MM, Dahuri R. 2014. Status Pemanfaatan Sumberdaya Udang oleh Perikanan Skala Kecil di Wilayah Pesisir Kabupten Cilacap. Mar Fish. 5(1):49-55. Rahmawati M, Fitri ADP, Wijayanto D. 2013. Analisis Hasil Tangkapan per Upaya Penangkapan dan Pola Musim Penangkapan Ikan Teri (Stolephorus spp.) di Perairan Pemalang. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology. 2(3):213-222. Romena NA. 2000. Factors Affecting Distribution of Adult Yellowfin Tuna (Thunnus albacares) and Its Reproductive Ecology in The Indian Ocean Based on Japanese Tuna Longline Fisheries and Survey Information [Tesis]. Brussel (BE): Vrije Universiteit Brussel. Rosalina D, Adi W, Matasari D. 2011. Analisis Tangkapan Lestari dan Pola Musim Penangkapan Cumi-cumi di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat-Bangka. Maspari Journal. 02(2011):26-38. Sandria F, Fitri ADP, Wijayanto D. 2014. Analisis Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Demersal di Perairan Kabupaten Kendal. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology. 3(3):10-18.
46 Santoso D. 2016. Potensi Lestari dan Status Pemanfaatan Ikan Kakap Merah dan Ikan Kerapu di Selat Alas Propinsi Nusa Tenggara Barat. Jurnal Biologi Tropis. 16(1):15-23. Schaefer KM. 1998. Reproductive Biology of Yellowfin Tuna (Thunnus albacares) In The Eastern Pacific Ocean. IATTC Bull. 21(5): 205–221. Schaefer MB. 1954. Some Aspects of the Dynamics of Populations Importtant to the Management of the Commercial Marine Fisheries. IATTC Bull [internet]. [diunduh 2016 Jan 06]; 1(2):27-56. Tersedia pada: https://www.iattc.org/PDFFiles2/Bulletins/IATTC-Bulletin-Vol-1-No-2.pdf Sharfina M, Boer M, Ernawati Y. Potensi Lestari Ikan Selar Kuning (Selaroides leptolepis) di Perairan Selat Sunda. Mar Fish. 5(1):101-108. Siagian D, Sugiarto. 2002. Metode Statistika untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta (ID): Gramedia. Sibagariang OP, Fauziyah, Agustriani F. 2011. Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Maspari Journal. 03(2011):24-29. Sobari MP, Diniah, Widiarso DI. 2008. Analisis “Maximum Sustainable Yield” dan “Maximum Economic Yield” Menggunakan Bio-Ekonomik Model Statis Gordon-Schaefer dari Penangkapan Spiny Lobster di Wonogiri. Jurnal Ilmuilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 15(1):35-40. Sobari MP, Febrianto A. 2010. Kajian Bio-Teknik Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Tenggiri dan Distribusi Pemasarannya di Kabupaten Bangka. J Tek Per Kel. 10(1):15-29. Sobari MP, Muzakir. 2008. Kajian Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Teri di Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat. Bul PSP. XVII(3):372-381. Sondita MFA. 2010. Manajemen Sumber Daya Perikanan. Edisi 2. Jakarta (ID): Universitas Terbuka. Sparre P dan Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku 1: Manual. Jakarta (ID): PPPP dan BPPP. hal 40-43. Terjemahan dari: Introduction to Tropical Fish Stock Assessment. Part 1. Sparre P, Venema SC. 1998. Introduction to Tropical Fish Stock Assessment. Part 1: Manual. FAO Fisheries Technical Paper, No. 306.1, Rev. 2. Rome (IT): FAO. Sriati. 2011. Kajian Bio-Ekonomi Sumberdaya Ikan Kakap Merah yang didaratkan di Pantai Selatan Tasikmalaya, Jawa Barat. Jurnal Akuatika. II(2):79-90. Stéquert B and F. Marsac. 1989. Tropical Tuna – Surface Fisheries in The Indian Ocean. Fisheries Technical Paper No 282. Rome (IT): FAO Sudjana. 1996. Metode Statistika. Edisi ke 6. Bandung (ID): Tarsito. Sun CL, Wang WR, Yeh S. 2005. Reproductive Biology of Yellowfin Tuna in The Central and Western Pacific Ocean. WCPFC-SC1. BI WP-1. Tadjuddah M. 2005. Analisis Daerah Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) dan Madidihang (Thunnus albacares) dengan Menggunakan Data Satelit di Perairan Kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tawari RHS. 2013. Pengembangan Usaha Penangkapan Madidihang Skala Kecil Secara Berkelanjutan di Kabupaten Seram bagian Barat [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
47 Triarso I. 2012. Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Pantura Jawa Tengah. Jurnal Saintek Perikanan. 8(1):65-73. Utami DP, Gumilar I, Sriati. 2012. Analisis Bioekonomi Penangkapan Ikan Layur (Trichirus sp.) di Perairan Parigi Kabupaten Ciamis. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(3):137-144. Waas HJD. 2004. Analisis Daerah Potensial Penangkapan Cakalang (Katsuwonus pelamis) dan Madidihang (Thunnus albacares) di Perairan Utara Papua, Pasifik Barat [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wahyudin Y. 2013. Status perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia (WPP-RI 571) Laut Andaman dan Selat Malaka. J Soc Sci Res Net. 06: 1-7. DOI: 10.2139/ssrn.2334948. Wuaten JF, Reppie E, Labaro Il. 2011. Kajian Perikanan Tangkap Ikan Julungjulung (Hyporhamphus affinis) di Perairan Kabupaten Kepulauan Sangihe. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis. VII(2):80-86. Wujdi A, Jatmiko I, Setyadji B, Sulistyaningsih RK, Novianto D, Rochman F, Bahtiar A, Hartaty H. 2014. Distribution and Biological Aspect of Yellowfin Tuna (Thunnus albacares) Caught by Indonesian Tuna Longline in The Eastern Indian Ocean. IOTC 16th Working Party on Tropical Tunas, Bali-Indonesia 15-19 November 2014. Yusfiandayani R, Sobari MP. 2011. Aspek Bioteknik dalam Pemanfaatan Sumberdaya Rajungan di Perairan Teluk Banten. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. 1(2):71-80. Zhu G, Xu L, Zhou Y, Song L. 2008. Reproductive Biology of Yellowfin Tuna T.albacares in The West-Central Indian Ocean [Abstract]. J Ocean Univ. Chin. 7(3):327-332. Zudaire I, Murua H, Grande M, Korta H, Arrizabalaga J, Areso A, Molina D. 2010. Reproductive Biology of Yellowfin Tuna (Thunnus albacares) in The Western and Central Indian Ocean. IOTC 2010: WPTT 48. Zulbainarni N. 2012. Teori dan Praktik Pemodelan Bioekonomi dalam Pengelolaan Perikanan Tangkap. Cetakan Pertama. Bogor (ID): IPB Press.
48
LAMPIRAN
49 Lampiran 1
Tahun Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jmlh
Data hasil tangkapan / catches (kg) dan upaya penangkapan / efforts (trip) secara bulanan selama tiga tahun (2012 – 2014) dalam bentuk tabel 2012 2013 2014 Catches Efforts Catches Efforts Catches Efforts (kg) (trip) (kg) (trip) (kg) (trip) 0 0 4.624 298 213 111 0 0 75 197 661 101 1.032 175 691 274 3.267 448 9.031 713 12.804 1.452 23.547 1.232 32.236 584 98.292 2.017 114.203 2.412 33.541 513 150.340 2.542 114.563 2.069 7.920 287 103.121 1.508 24.106 1.201 2.609 101 4.155 537 6.405 717 1.240 135 5.487 1.142 6.218 1.065 13.071 135 32.052 1.126 34.285 1.254 46.491 1.219 51.395 1.658 33.390 1.057 37.022 924 26.253 732 11.418 504 184.193 4.786 489.289 13.483 372.276 12.171
Lampiran 2
Data hasil tangkapan (kg), upaya penangkapan (trip) dan CPUE tahunan dalam bentuk tabel selama lima tahun (dari tahun 2010 sampai 2014) Tahun Hasil Tangkapan (kg) Upaya Penangkapan (trip) CPUE 2010 254.545 6.454 39,4388 2011 348.586 10.147 34,3547 2012 184.193 4.786 38,4858 2013 489.289 13.483 36,2893 2014 372.276 12.171 30,5871
Lampiran 3
Distribusi frekuensi ukuran panjang (cmFL) tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok secara bulanan pada tahun 2012 dalam bentuk tabel
Interval (cmFL) Frekuensi panjang tuna madidihang tahun 2012 Nilai Kelas Jumlah Batas bawah Batas atas tengah (x) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des 50 59 54,5 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 60 69 64,5 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 70 79 74,5 3 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 3 6 11 80 89 84,5 4 0 0 4 33 19 34 5 8 8 0 36 87 234 90 99 94,5 5 0 0 8 87 70 130 70 29 11 13 36 82 536 100 109 104,5 6 0 0 7 61 81 202 87 27 12 153 271 139 1.040 110 119 114,5 7 0 0 17 58 158 187 66 17 17 200 791 596 2.107 120 129 124,5 8 0 0 5 36 158 140 51 15 4 28 103 132 672 130 139 134,5 9 0 0 1 23 146 146 20 7 1 32 124 112 612 140 149 144,5 10 0 0 0 6 111 92 6 1 1 15 87 68 387 150 159 154,5 11 0 0 0 18 74 53 1 0 1 16 66 36 265 160 169 164,5 12 0 0 1 11 33 26 0 2 0 3 20 7 103 170 179 174,5 13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Jumlah 0 0 43 334 851 1.010 306 106 55 460 1.537 1.265 5.967
50 Lampiran 4
Distribusi frekuensi ukuran panjang (cmFL) tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok secara bulanan pada tahun 2013 dalam bentuk tabel
Interval (cmFL) Frekuensi panjang tuna madidihang tahun 2013 Nilai Kelas Jumlah Batas bawah Batas atas tengah (x) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des 50 59 54,5 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 60 69 64,5 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 70 79 74,5 3 0 0 0 0 0 4 0 0 0 1 4 0 9 80 89 84,5 4 16 3 0 5 30 6 33 1 1 15 58 51 219 90 99 94,5 5 19 3 1 7 64 99 91 7 7 36 144 78 556 100 109 104,5 6 21 0 3 14 43 126 220 22 21 132 158 84 844 110 119 114,5 7 62 0 3 61 343 339 268 40 69 380 404 170 2.139 120 129 124,5 8 24 0 5 127 789 1.104 839 43 35 96 151 72 3.285 130 139 134,5 9 12 0 7 44 459 862 630 18 16 124 167 110 2.449 140 149 144,5 10 11 0 0 43 388 614 371 4 12 106 240 132 1.921 150 159 154,5 11 1 0 1 22 208 353 198 1 6 39 111 44 984 160 169 164,5 12 2 0 0 6 70 106 53 0 0 9 10 7 263 170 179 174,5 13 0 0 0 0 3 1 1 0 0 0 0 0 5 Jumlah 168 6 20 329 2.397 3.614 2.704 136 167 938 1.447 748 12.674
Lampiran 5
Distribusi frekuensi ukuran panjang (cmFL) tuna madidihang yang didaratkan di PPP Labuhan Lombok secara bulanan pada tahun 2014 dalam bentuk tabel
Interval (cmFL) Frekuensi panjang tuna madidihang tahun 2014 Nilai Kelas Jumlah Batas bawah Batas atas tengah (x) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des 50 59 54,5 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 60 69 64,5 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 70 79 74,5 3 0 0 0 0 0 3 0 1 1 0 1 0 6 80 89 84,5 4 1 0 4 18 39 220 28 8 7 6 50 9 390 90 99 94,5 5 6 4 13 15 99 314 88 10 34 42 121 55 801 100 109 104,5 6 4 21 72 80 126 141 159 52 110 274 177 54 1.270 110 119 114,5 7 1 7 33 203 579 211 121 63 74 778 570 166 2.806 120 129 124,5 8 0 0 4 49 309 306 248 68 20 99 100 60 1.263 130 139 134,5 9 0 0 1 93 548 636 77 16 6 25 36 13 1.451 140 149 144,5 10 0 0 3 110 571 649 40 3 5 37 63 17 1.498 150 159 154,5 11 0 0 3 52 338 317 19 1 2 20 58 18 828 160 169 164,5 12 0 0 2 17 80 69 6 1 1 1 1 2 180 170 179 174,5 13 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 2 Jumlah 12 32 135 637 2.691 2.866 786 223 260 1.282 1.177 394 10.495
51 Lampiran 6
Pancing pace-pace (atas) dan taber (bawah)
Lampiran 7
Pancing marabasi
52 Lampiran 8 Gambar beberapa jenis pelampung rumpon yang digunakan oleh nelayan mandar
Lampiran 9 Alat ukur yang digunakan untuk mengukur panjang ikan cakalang, tongkol dan baby tuna
53 Lampiran 10 Alat ukur yang digunakan untuk mengukur panjang dan berat ikan tuna madidihang
54 Lampiran 11 Gambar kapal mandar
55
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 Juli 1990 sebagai anak pertama dari pasangan Agus Supriatna dan Yetty Auliaty. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2013, penulis diterima di Program Studi Teknologi Perikanan Laut pada Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2016. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari seorang dosen yang masih aktif mengajar di Universitas Negeri Jakarta. Penulis belum bekerja, tetapi dalam penelitiannya telah mengikuti program internship tahun 2014 dari Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) sebagai Analis data, Observer dan Enumerator untuk perikanan tuna di Lombok Timur selama setengah tahun. Selama mengikuti program S-2, penulis berkesempatan menjadi pelatih selam untuk Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) tahun 2016. Bidang Penelitian yang menjadi tanggung jawab peneliti adalah pengelolaan perikanan tuna yang dikhususkan kepada Thunnus albacares dengan dilengkapi sertifikat Workshop and Training Course on Fisheries Assessment yang diadakan oleh Murdoch University. Sebagian hasil dari penelitian sedang dalam proses pemeriksaan pada Marine Fisheries Jurnal dengan judul Status Pemanfaatan Perikanan Tuna Madidihang (Thunnus albacares) Berdasarkan Model Biologi Schaefer.