PEMANFAATAN SUMBER AIR PADA WILAYAH KARST STUDI KASUS KECAMATAN GIRISUBO DAN KECAMATAN PARANGGUPITO
Mohammad Wahid Noer Abidin, 0806328606 Departemen Geografi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia Depok 16951 Indonesia
[email protected]
ABSTRAK Air merupakan kebutuhan manusia yang utama, namun ketersediaan air berbeda beda antara satu tempat dengan tempat yang lain dan antara satu waktu dengan waktu yang lain. Pada penelitian ini dibahas tentang pola penggunaan air pada daerah Karst Pegunungan Sewu dengan mengambil sample pada dua kecamatan, yaitu Kecamatan Girisubo dan Kecamatan Paranggupito. Penggunaan air oleh penduduk dibagi menjadi tiga, yaitu untuk minum, MCK (mandi, mencuci, kakus) dan kebutuhan lain. Penduduk pada daerah penelitian menggunakan sumber air yang berasal dari air hujan, mata air karst, dan telaga. Penduduk memperoleh sumber air dengan cara dan kombinasi penggunaan air yang berbeda – beda antara musim penghujan dan musim kemarau. Teknik pengambilan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara, kemudian dianalisa dengan metode anlisa deskriptif untuk menjelaskan bagaimana pola penggunaan air oleh penduduk pada daerah penelitian Kata kunci: ketersediaan air, sumber air, penggunaan air penduduk, karst ABSTRACT Water is a primary human need, but water availability between one place to another place and from one time to another time is different. In this research discussed about the pattern of water use in the region of Sewu Karst Mountains by taking samples of the two districts, the District Girisubo and the District Paranggupito. Water utilitization is divided into three categories: to drink, MCK (bathing, washing, toilets) and other requirements. In the study area, people using water from rain, karst springs, and lake. Residents obtain water source is a way and a combination of different water use - the difference between the wet season and dry season. Collecting data by observation and interviews, and then analyzed with descriptive anlisa method to explain how the pattern of water use by residents in the study area keyword: water availability, water resources, water utlization, karst 1
Pemanfaatan sumber..., Moh Wahid N A, FMIPA UI, 2013
1. PENDAHULUAN Air merupakan sumber daya yang sangat diperlukan oleh makhluk hidup baik untuk memenuhi kebutuhannya maupun menopang hidupnya secara alami. Kegunaan air yang bersifat universal atau menyeluruh dari setiap aspek kehidupan menjadi semakin tinggi nilainya sehingga aspek kualitas dan kuantitas dari air tersebut menjadi sangat penting. Air sangat dominan pada bumi, yaitu sekitar 2/3 bagian. Kenyataanya, lebih dari 2 miliar orang atau sekitar 30 persen penduduk dunia yang tersebar di 40 negara mengalami permasalahan kekurangan air. Dalam catatan World Water Forum, hingga tahun 2025 sekitar 2,7 milyar atau lebih dari sepertiga penduduk dunia akan kekurangan air bersih (Ediyanto, 2009). Dari data tersebut, ancaman kekurangan dan krisis air menjadi salah satu isu global dari kebutuhan akan air bersih. Pola perairan pada masing – masing wilayah berbeda. Pola perairan pada wilayah Karst memang berbeda dari pola yang pada umunya banyak dijumpai di wilayah vulkanik sehingga menjadi lebih khas (Ford dan Wiliams, 1989). Meskipun air di atas permukaan cenderung sangat sedikit, sebenarnya tersimpan potensi sangat besar pada air di bawah permukaan tanahnya. Dari hasil inventarisasi oleh MacDonalds and Partners (1984) terungkap bahwa terdapat beberapa sungai bawah tanah (SBT) dengan debit yang besar dan melimpah (Bribin‐1500 lt/dt, Seropan – 400 lt/dt, Baron‐8000 lt/dt, Ngobaran‐150 lt/dt), terdapat belasan sistem SBT dengan debit di bawah 100 lt/dt, dan terdapat pula ratusan mata air dengan debit yang bervariasi. Hal ini menunjukkan bahwa sistem SBT dan keluarannya berupa mata air tentunya mempunyai kantongkantong atau reservoir air yang mengimbuhnya dalam jumlah simpanan yang besar. Akan tetapi pada wilayah penelitian, penduduk masih mengalami kesulitan air. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola penggunaan air oleh penduduk serta membandingkanya antara musim hujan dan musim kemarau. 2. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Ford dan Williams (1992) mendefinisikan istilah karst sebagai medan dengan karakteristik hidrologi dan bentuk lahan yang diakibatkan oleh kombinasi dari batuan yang mudah larut (soluble rock) dan mempunyai porositas sekunder yang berkembang baik. Sebagai 2
Pemanfaatan sumber..., Moh Wahid N A, FMIPA UI, 2013
akibatnya, kawasan karst dicirikan dengan minimnya sungai permukaan dan berkembangya jalur‐jalur sungai bawah permukaan (sungai bawah tanah=SBT). Karst dicirikan oleh: -
Terdapat cekungan tertutup dan atau lembah kering dalam berbagai ukuran dan bentuk,
-
Langka atau tidaknya drainase/sungai permukaan, dan
-
Terdapat goa dari sistem drainase bawah tanah. Sirkulasi air ini tidak selamnya merata. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan presipitasi
dari tahun ke tahun, dari musim ke musim yang berikutnya, dari wilayah ke wilayah yang lain. Sirkulasi air ini dipengaruhi oleh kondisi cuaca dari lingkungan sekitarnya. Proses siklus hidrologi ini berlangsung terus-menerus yang membuat air menjadi salah satu sumber daya alam yang dapat diperbarui. Siklus hidrologi terbagi atas tiga macam, yaitu: -
Siklus pendek, yaitu air laut menguap menjadi gas akibat pemanasan oleh sinar matahari. Setelah itu, terjadi kondensasi dan pembentukan awan, kemudian turun hujan di permukaan laut.
-
Siklus sedang, yang terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: o Air laut menguap menjadi uap air karena pemanasan oleh matahari o Terjadi kondensasi sehingga terbentuk embun o Udara bergerak ke arah daratan oleh tiupan angin o Terjadi pembentukan awan o Turun hujan di permukaan daratan o Air mengalir menuju sungai untuk selanjutnya kembali ke laut.
-
Siklus panjang, yang terdiri dari tahapan-tahapan yang lebih panjang dibanding dengan siklus pendek dan sedang, yaitu: o Air laut menguap menjadi uap air karena pemanasan oleh matahari o Uap air mengalami sublimasi o Pembentukan awan yang mengandung Kristal-kristal es o Awan bergerak ke arah daratan oleh tiupan angin o Pembentukan awan o Es turun sebagai hujan salju o Pembentukan gletser 3
Pemanfaatan sumber..., Moh Wahid N A, FMIPA UI, 2013
o Gletser mencair membentuk aliran sungai o Air mengalir di sungai menuju ke laut kembali Karakterisasi akuifer karst oleh sebagian besar hidrolog dianggap tidak mudah sebab sifatnya yang heterogen dan anisotropis (Ford and Williams1992). Struktur yang dimaksud di sini adalah sifat dan efek deformasi dari material batuan dasar. Batuan gamping di dekat permukaan tanah mempunyai kecenderungan terhadap terjadinya retakan, dan karena proses lanjut dari pelarutan air hujan kemudian membentuk retakan-retakan ke berbagai arah (joint) yang tidak beraturan atau yang dikenal sebagai conduit atau porositas sekunder. Air tanah adalah air yang bergerak dalam tanah yang terdapat di dalam ruang-ruang antara butir-butir tanah yang membentuk ruang tersebut dan di dalam retakan-retakan dari batuan yang sebelumnya lebih dikenal dengan air celah (fissure water). Air tanah merupakan sumber air tawar terbesar di planet bumi ini. Air tanah umumnya digunakan sebagai sumber air bersih sebab air tanah memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut: -
Tersedia dekat dengan kebutuhan
-
Debit produksi sumur relatif stabil
-
Lebih bersih dari pencemaran dibanding air permukaan
-
Kualitas relatif lebih terjaga
-
Relatif bersih dari kekeruhan, bakteri, lumut, dan binatang air lainya. Di daerah karst, potensi air tanah yang ada sangat berlimpah. Namun, dengan kondisi
geologi yang telah disebutkan maka untuk memperoleh air tanah menjadi sangat sulit. Air tanah yang mengalir di daerah karst dapat diambil di dalam goa-goa tertentu yang dialiri aliran air bawah tanah. Selain itu, aliran air tanah juga banyak muncul di daerah pantai. Namun, ada juga beberapa aliran air tanah yang muncul pada tempat-tempat tertentu seperti mata air sehingga tempat ini biasanya dimodifikasi oleh penduduk sedemikian rupa agar memudahkan dalam mengambil air. Pada kawasan karst sangat jarang sekali ditemukan mata air. Mata air pada kawasan karst biasanya ditemui pada tempat-tempat seperti lembah sungai, cekungan, dan daerah pantai. Mata air yang mengalir ada yang bersifat permanen dan ada yang musiman. Besarnya debit air yang muncul tergantung dari luas daerah tangkapan, kapasitas penyimpanan akifer, total porositas yang efektif, komposisi geologi, dan faktor yang lainya (Milanovic, 2004). Kawasan karst merupakan 4
Pemanfaatan sumber..., Moh Wahid N A, FMIPA UI, 2013
tangki air raksasa dunia sehingga sangat penting dikelola untuk dapat memenuhi kebutuhan air penduduk yang tinggal di sekitarnya (Iska, 2010). Di Indonesia, batu gamping berada pada urutan ketiga sebagai formasi batuan yang dapat menyimpan air setelah batuan vulkanik serta alluvial (Iska, 2010). Penduduk yang tinggal pada daerah karst menggunakan air hujan sebagai sumber air utama dengan cara menampungnya sebelum terbuang melalui permukaan karst yang sulit menimpan air. Namun pada tempat – tempat tertentu muncul mata air yang umumnya memiliki debit yang besar. Telaga juga menjadi bagian yang penting bagi penduduk yang tinggal di daerah karst. Meskipun sudah tidak lagi digunakan sebagai air minum, namun masih dapat digunakan untuk mencuci, memberi minum dan memandikan ternak. Perkembangan pengetahuan tentang karst ternyata mengungkapkan bahwa karst justru merupakan akuifer air yang baik, berpengaruh langsung bagi kehidupan manusia dan lingkungan sekitarnya. Konsep epikarst menyebutkan bahwa lapisan batugamping yang ada di dekat permukaan karst memiliki kemampuan menyimpan air dalam kurun waktu yang lama. Meskipun tidak memiliki sungai permukaan, namun debit air pada sungai bawah tanah cukup besar. Sebagai contoh pada goa Bribin di daerah karst Pegunungan Sewu yang dimanfaatkan sebagai bendungan dan PLTA sehingga listrik yang dihasilkan dapat menghidupkan pompa untuk menyalurkan air dari sungai bawah tanah tersebut ke permukaan.
3. METODE PENELITIAN Pada alur pikir penelitian, wilayah karst yang dijadikan objek penelitian adalah wilayah karstr Pegunungan Sewu, kemudian dilihat dua aspek, yang pertama sumber airnya. Sumber air dibagi menjadi dua aspek yaitu aspek lokasi serta ketersediaanya saat musim kemarau dan musim penghujan. Kedua adalah distribusi penduduk yang dilihat berdasarkan jumlah dan kepadatan penduduk sera sebaran penduduknya. Dari dua hal tentang penduduk tersebut kemudian diambil jarak dengan sumber-sumber air yang penduduk gunakan, sehingga dapat terlihat pola pemanfaatan air penduduk pada musim hujan dan musim kemarau. Data yang diperlukan adalah data penggunaan air oleh penduduk pada musim hujan dan musim kemarau. Data diperoleh 5
Pemanfaatan sumber..., Moh Wahid N A, FMIPA UI, 2013
melalui wawancara dan responden ditentukan dengan cara acak namun tetap mewakili dari masing – masing desa. 4. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian berupa wilayah keterjangkauan dan pola pemanfaatan air. Sebagai pembanding maka akan dianalisis saat musim kemarau dan penghujan. Pertama sumber air yang digunakan penduduk diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu air hujan, air telaga dan mata air. kemudian klasifikasi penggunaan air oleh penduduk juga dibagi menjadi tiga, yaitu air yang digunakan untuk minum dan memasak, air yang digunakan untuk MCK (madi, mencuci, kakus) dan air yang digunakan untuk kebutuhan lain diluar dua kebutuhan yang telah disebutkan. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini berupa analisis deskriptif. Analisis deskriptif merupakan cara yang digunakan tidak hanya untuk memecahkan masalah yang tidak terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data saja, tetapi juga meliputi analisis data hingga kesimpulan dengan berdasarkan penelitian. Analisis deskriptif dilakukan dengan cara menjelaskan pola penggunaan air oleh penduduk di wilayah penelitian. Analisis ini diharapkan mampu menjelaskan tentang bagaimana pola pemanfaatan air oleh penduduk, baik untuk keperluan primer maupun keperluan sekunder. 5. PEMBAHASAN Daerah penelitian pada penelitian ini terfokus kepada wilayah di sekitar aliran sungai Bengawan Solo purba dan termasuk bagian tengah dari Pegunungan Sewu. Secara astronomis wilayah penelitian terletak antara 80 6‟ 52” LS – 80 12‟ 42” LS dan 1100 41‟ 15” BT – 1100 54‟ 08” BT yang meliputi dua kecamatan, yaitu kecamatan Girisubo dan Kecamatan Paranggupito. Secara administratif Kecamatan Girisubo termasuk dalam Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kecamatan Paranggupito termasuk dalam Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis, wilayah penelitian berbatasan dengan Kecamatan Rongkop, Kecamatan Pracimantoro dan Kecamatan Giritontro yang mengelilingi dari bagian barat, utara, hingga ke timur. Pada bagian selatan dibatasi oleh perairan Samudera Hindia.
6
Pemanfaatan sumber..., Moh Wahid N A, FMIPA UI, 2013
Pada bagian barat berbatasan dengan Kecamatan Tepus dan pada bagian Timur berbatasan dengan Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur.
Gambar 5.1 Peta Administrasi Kecamatan Girisubo dan Kecamatan Paranggupito
7
Pemanfaatan sumber..., Moh Wahid N A, FMIPA UI, 2013
Kelurahan/Desa
Luas wilayah 2
(km )
Jumlah
Kepadatan
Rumah tangga
Penduduk
Penduduk
(KK)
(jiwa)
(jiwa/km2)
Kecamatan Girisubo Balong
10,94
924
4281
391
Jepitu
16,73
1069
4069
243
Karangawen
6,30
431
1765
280
Nglindur
7,16
656
2759
385
Jeruk wudel
6,18
603
2089
338
Tileng
16,99
1353
4498
265
Pucung
14,43
811
2718
188
Songbanyu
15,54
1041
3883
250
Total
94,27
6888
26062
Rata – rata
276
Kecamatan Paranggupito Paranggupito
10,74
740
3125
Gudangharjo
7,79
439
1750
225
Gunturharjo
10,58
867
3779
357
Gendayakan
7,97
442
2245
282
Sambiharjo
6,85
514
2268
331
Ketos
6,76
624
2745
406
Songbledeg
7,45
683
3203
430
Johunut
6,62
557
2430
367
Total
64,76
4866
21545
Rata - rata
291
332 Tabel 5.1 jumlah kepadatan penduduk
Pada daerah penelitian, yaitu kecamatan Girisubo dan kecamatan Paranggupito pola distribusi penduduk cenderung memiliki pola yang sama, yaitu mengelompok. Hal ini sesuai dengan kondisi fisik alamnya yang terdiri dari perbukitan karst, sehingga penduduk banyak tinggal di daerah-daerah pada lembah perbukitan atau pada tempat-tempat yang relatif landai. Seringkali setiap kelompok ini disebut sebagai dusun, sehingga satu desa/kelurahan terdiri dari beberapa dusun. Tempat tinggal penduduk pada wilayah penelitian juga memiliki pola mengikuti 8
Pemanfaatan sumber..., Moh Wahid N A, FMIPA UI, 2013
jalan. Umumnya, sebagian besar tinggal di tepi jalan-jalan besar. Hanya sedikit yang tinggal di tempat yang memiliki jalan setapak. Tidak ada penduduk yang bermukim di tengah-tengah ladang. Untuk di ladang umumnya hanya dibangun sebuah gubug atau rumah kecil sederhana yang bisa menjadi tempat peristirahatan sementara bagi siapa saja yang melaluinya. Sumber air yang digunakan di wilayah penelitian relatif sama. Sumber air pada wilayah penelitian yang paling banyak digunakan oleh warga adalah air hujan. Hampir seluruh warga memiliki bak penampungan air hujan pada rumahnya. Air hujan yang menjadi air limpahan dari atap rumah diatur sedemikian rupa agar menuju ke bak penampungan. Hal ini hanya dapat dilakukan pada musim penghujan dan hanya bertahan beberapa minggu setelah musim penghujan berakhir. Beberapa penduduk juga menggunakan sumber air dari telaga dan sumber mata air karst yang muncul ke permukaan yang biasanya penduduk sekitar menyebutnya sebagai “sumber”. Saat musim kemarau tiba, warga mengandalkan sisa air dalam bak penampungan yang hanya bertahan beberapa minggu saja dalam pemakaian normal. Kondisi demikian juga terjadi pada telaga-telaga air yang ada pada wilayah penelitian. Satu-satunya sumber air yang masih ada dan dapat terus mengalir adalah sumber mata air. Namun, ada berbagai macam cara penduduk memanfaatkan sumber air ini. 5.1 Air Hujan Bagi penduduk yang tinggal pada daerah karst, air hujan merupakan sumber air utama yang digunakan sehari-hari, mengingat karakteristik pada daerah karst yang sulit untuk mendapatkan air tanah. Setiap rumah memiliki kolam atau bak penampung air hujan dengan ukuran bervariasi antara 4.000 hingga 8.000 liter. Salah satu bak penampungan yang dibuat oleh penduduk pada setiap rumah dan ada juga yang berbetuk sumur seperti pada gambar 5.2. Air hujan ditampung dengan cara memaksimalkan air limpasan dari atap rumah menggunakan talang air. Talang air dibuat sedemikian rupa sehingga air limpasan yang jatuh seluruhnya mengalir ke dalam kolam penampungan yang dibuat sendiri. Namun, pada musim kemarau penduduk mencari sumber air lain.
9
Pemanfaatan sumber..., Moh Wahid N A, FMIPA UI, 2013
25 20 (hari)
15
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Septe… Oktober Novem… Desem…
(mm)
600 500 400 300 200 100 0
10 Kecama 5 tan… 0
Kecamatan Girisubo
Gambar 5.2 grafik curah hujan (kiri) dan jumlah hari hujan (kanan) 5.2 Air Telaga Pegunungan Karst Sewu yang menjadi lokasi penelitian memiliki ciri banyaknya terbentuk kubah karst, yaitu bentukan tumpul positif yang tidak terjal. Kubah karst ini membentuk cekungan di antara kubah-kubah yang berdekatan, sehingga terbentuklah dolin yang jumlahnya ratusan. Pada saat musim hujan, terkadang dolin ini menjadi tempat penampungan air yang sering disebut telaga. Peta 4 menjelaskan lokasi – lokasi telaga pada wilayah penelitian Namun, kembali lagi pada karakteristik karst, yaitu air mengalir dan meresap ke dalam tanah dalam jangka waktu yang relatif cepat, sehingga dapat dikatakan bahwa telaga-telaga ini hanya bersifat sementara dan akan terisi pada saat musim hujan. Beberapa telaga telah mengalami modifikasi oleh pemerintah setempat, yaitu dengan melakukan pengecoran pada dasar telaga.
10
Pemanfaatan sumber..., Moh Wahid N A, FMIPA UI, 2013
Menurut penduduk setempat, pada Kecamatan Girisubo terdapat telaga yang dapat bertahan cukup lama saat musim kemarau tiba, yaitu telaga Luweng Ombo di Desa Nglindur dan telaga Wotawati di Desa Pucung. Kedua telaga ini juga dimanfaatkan penduduk sesekali saat musim hujan. Sebagian besar telaga – telaga tersebut dimanfaatkan oleh penduduk untuk kebutuhan mandi, cuci, dan kakus. Beberapa telaga juga digunakan untuk memandikan ternak sehingga tingkat pencemaran bakterinya, terutama bakteri colli sangat tinggi. Sedangkan pada Kecamatan Paranggupito terdapat 17 telaga. Telaga-telaga yang relatif masih berair menurut keterangan penduduk setempat pada saat musim kemarau adalah telaga Puring, telaga Waru, telaga Kedokan, dan telaga Tangkil. Telaga yang terletak di Desa Sambiharjo dalam dua tahun terakhir ini selalu kekeringan dan pada saat musim hujan pun hanya sebentar menampung air hujan.
gambar 5.3 Peta penggunaan air telaga
11
Pemanfaatan sumber..., Moh Wahid N A, FMIPA UI, 2013
Dari hasil penelitian, penduduk pada wilayah penelitian terbagi dalam empat jenis. Pertama penduduk yang menggunakan air telaga saat musim musim hujan saja. Penduduk dengan karakteristik demikian merupakan penduduk yang tinggal pada lokasi yang dekat dengan telaga, yaitu kurang dari satu kilometer dan karakteristik telaganya hanya berair saat musim hujan tiba. Saat hujan berhenti dua sampai tiga hari, air telaga langsung mengering. Kedua, ialah penduduk yang memanfaatkan air telaga saat musim hujan dan kemarau. Penduduk tersebut memiliki karakteristik yang sama dengan golongan yang pertama, yaitu tinggal dekat dengan lokasi telaga, yakni kurang dari satu kilometer. Namun pada lokasi ini, karakterisitik telaga berbeda. Umumnya telaga ini adalah telaga yang masih berair cukup lama saat musim kemarau tiba. Ketiga, adalah penduduk yang menggunakan air telaga saat musim kemarau saja. Penduduk dengn karakteristik demikian biasanya penduduk yang tinggal dengan jarak yang cukup jauh dari lokasi telaga. Pada penelitian ini ditemukan pada penduduk Desa Ketos yang saat musim kemarau tiba rela mengambil air ke telaga Waru di Desa Johunut. Dan yang terakhir adalah penduduk yang tidak menggunakan air telaga sama sekali. Penduduk dengan karakteristik ini merupakan dominan pada wilayah penelitian. Alasan mereka untuk tidak menggunakan air telaga, selain lokasi tempat tinggalnya cukup jauh dari telaga, mereka menganggap air telaga saat ini sudah kotor tidak seperti dahulu kala. Telaga – telaga yang masih digunakan adalah telaga yang masih memiliki kualitas air cukup bagus yaitu tidak terlalu keruh. 5.3 Mata Air sumber
12
Pemanfaatan sumber..., Moh Wahid N A, FMIPA UI, 2013
Gambar 5.4 peta penggunaan mata air oleh penduduk
Yang dimaksud mata air sumber adalah aliran air bawah tanah pada daerah karst yang muncul ke permukaan pada tempat-tempat tertentu. Biasanya, mata air ini muncul di daerah pantai yang merupakan muara dari sungai-sungai bawah tanah. Namun, terkadang mata air ini juga muncul di tempat-tempat tertentu yang jaraknya ratusan meter dari bibir pantai. Mata air inilah sumber air utama saat musim kemarau tiba. Cara pengambilannya pun berbeda-beda. Ada penduduk yang rela mengambil air langsung di tempat-tempat ini. Cara distribusi yang lainnya dengan menggunakan dua cara, yaitu menggunakan air ledeng dan truk tangki. Mata air ini umumnya tidak pernah kering dan pada musim kemarau justru memiliki debit yang cukup besar. Mata air ini berwarna jernih seperti pada mata air pada umumnya, namun karena meresap melalui celah-celah batuan kapur, kandungan kapur pada air ini sangat tinggi. Batu gamping akan mudah mengalami pelarutan oleh air yang mengalir. Katalisator dalam pelarutan itu adalah air dan
13
Pemanfaatan sumber..., Moh Wahid N A, FMIPA UI, 2013
karbon dioksida (CO2). Ketika CO2 larut dalam air maka akan terbentuk asam karbonat (H2CO3). H2CO3 bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium karbonat (CaCO3). Selain kandungan kapur, yang dikhawatirkan dari mata air jenis ini adalah masalah pencemarannya. Mata air karst dengan mata air di daerah vulkanik sangatlah berbeda. Mata air vulkanik memiliki sistem penyaringan alami yang lebih baik dibanding dengan mata air karst. Di samping itu, pergerakan air tanah pada daerah karst lebih cepat, sehingga apabila zat pencemar masuk maka akan lebih luas dan cepat jangkauan penyebarannya. Pada kecamatan Girisubo, hanya sumber di Desa Balong dan sumber Pantai Sadeng di Desa Songbanyu yang paling besar dan paling sering digunakan saat musim kemarau tiba. Berdasarkan data yang diperoleh dari BAPPEDA Kabupaten Gunungkidul yang tercantum dalam Rancangan Tata Ruang Wilayah kabupaten Gunungkidul, debit kedua mata air itu masing masing sebesar 3153360 m3/tahun atau kira-kira setara dengan 10 liter/detik. Pada Kecamatan Paranggupito hanya terdapat sumber Waru, sumber Weru, dan sumber Kermo yang debitnya belum pernah didata oleh pemerintah setempat. Dari ketiga sumber mata air tersebut, hanya sumber Waru yang paling besar dan didistribusikan ke penduduk. Beberapa penduduk di Desa Balong memanfaatkan mata air sumber puring tidak saat musim kemarau saja, namun juga pada musim hujan. Penduduk yang mengambil air ke mata air sumber Puring adalah penduduk yang tinggal relatif dekat dengan sumber mata air dibanding yang lainya. Cara pengambilan airnya saat musin hujan dengan cara mengambil langsung dengan jerigen atau langsung datang ke lokasi untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sedangkan pada sumber mata air sadeng, umumnya hanya digunakan saat musim kemarau tiba. Sumber air ini menjadi sumber mata air yang cukup luas jangkauanya.
14
Pemanfaatan sumber..., Moh Wahid N A, FMIPA UI, 2013
Gambar 5.5 skematik sistem air bersih mata air Waru
Pada Kecamatan Paranggupito, mata air didistribusikan secara swadaya oleh warga dengan menggunakan pipa, sehingga menyerupai air ledeng. Kondisi ini dimanfaatkan terutama pada saat musim kemarau. Akan tetapi, kondisinya, sumber air yang sangat diharapkan ketika musim kemarau tiba tidak dapat diandalkan. Air hanya mengalir sesekali saja. Beberapa narasumber menyebutkan air hanya mengalir satu kali dalam satu minggu. Kondisi demikian terkait dengan pompa air dan pasokan listrik yang belum optimal memenuhi Kecamatan Paranggupito.Sistem air ledeng yang dibuat oleh warga setempat, diberi nama sistem air bersih 15
Pemanfaatan sumber..., Moh Wahid N A, FMIPA UI, 2013
mata air Waru. Pada dasarnya, air ledeng ini menggunakan sumber air dari sungai bawah tanah yang muncul pada sumber waru yang berada di daerah pesisir pantai Waru. Sumber air tersebut dipompa menuju bak tangki yang terletak pada tempat yang lebih tinggi kemudian disalurkan kepada warga dengan memanfaatkan prinsip gravitasi, yaitu air akan mengalir ke tempat yang lebih rendah. Desa yang mendapat aliran ini adalah Desa Gunturharjo, Sambiharjo, Gudangharjo, Ketos, Paranggupito, dan Songbledek. Penduduk pada desa – desa ini menggunakan mata air juga saat musim hujan. Sistem ini terdiri dari sebuah reservoir utama yang berguna menampung langsung air yang keluar pada mata air Waru, terletak 100 m dari pantai Waru. Reservoir ini memiliki volume 500 m3, berada pada elevasi 16 m dengan debit 12 L/dt. Untuk mempermudah pendistribusian, dibuat tiga bak penampung. Bak penampung pertama terletak di desa Gunturharjo dengan volume 100 m3, elevasi 116 m, dan mampu mengalirkan air sebesar 10 L/dt. Bak penampung kedua terletak di Desa Sambiharjo dengan volume 100m3, elevasi 216 m, dan mampu mengalirkan air sebanyak 10 L/dt. Bak penampung ketiga terletak di Desa Ketos dengan kapasitas 300 m3 pada elevasi 300 m. Pada kecamatan Girisubo tidak ada pelayanan air ledeng. Menurut penuturan warga setempat, sebelumnya pelayanan air ledeng masuk ke Kecamatan Girisubo. Namun dalam beberapa tahun terkahir, aliran air menjadi tidak stabil dan terkadang tidak keluar sama sekali, sehingga pipa besi air yang menyalurkan air banyak yang dicuri. Masih menurut narasumber, mesin pompa diesel (gambar 5.11) yang digunakan untuk menghisap dan mengalirkan air pun sudah lama tidak beroperasi. Menurut pengakuan PDAM Kabupaten Gunungkidul, pelayanannya memang belum sampai ke sana, mengingat kecamatan ini adalah kecamatan paling jauh dari ibukota kabupaten. Dari hasil pengamatan di lapangan menunjukan kenyataan yang berbeda. Beberapa warga di Desa Balong mengaku masih sering mendapatkan air ledeng yang menurut penduduk setempat berasal dari sumber mata air Bribin. Hal ini dikarenakan Desa Balong merupakan Desa yang terletak paling barat dari Kecamatan Girisubo dan paling dekat dengan ibukota kabupaten (dapat dilihat pada peta 1). Air mengalir cukup kencang ketika musim hujan tiba, namun apabila musim kemarau air mengalir sangat sedikit dan bahkan tidak mengalir sama sekali. Akibat ketidak pastian aliran air ini, penduduk tidak memnfaatkan mata air dari air ledeng tersebut.Cara 16
Pemanfaatan sumber..., Moh Wahid N A, FMIPA UI, 2013
pendistribusian mata air yang ketiga adalah dengan menggunakan truk tangki. Sumber air tangki berasal dari truk-truk tangki yang mengambil air pada sumber air yang muncul atau daerahdaerah pesisir pantai. Distribusi air dengan cara ini menjadi sumber air favorit warga apabila musim kemarau tiba karena memiliki beberapa keunggulan, yaitu lebih pasti dan lebih cepat. Pada saat musim kemarau, mata air yang didistribusikan oleh truk tangki tetap menjadi andalan bagi penduduk di wilayah penelitian. Truk tangki memiliki kapasitas 5000 – 6000 liter untuk sekali angkut untuk satu kepala keluarga. Untuk Kecamatan Girisubo truk tangki mengambil air dari tiga sumber, yaitu sumber air Puring, sumber air Pantai Sadeng, dan sumber air Pracimantoro di Kecamatan Pracimantoro. Jangkauan truk tangki yang berasal dari sumber Puring meliputi Desa Balong, Jepitu, dan Karangawen. Untuk truk tangki yang berasal dari sumber pantai Sadeng, wilayah distribusinya meliputi desa Tileng, Songbanyu, Pucung, dan sebagian Jeruk Wudel. Untuk truk tangki yang mengambil sumber air di Pracimantoro wilayah distribusinya meliputi Jeruk Wudel dan Nglindur. Untuk kecamatan Paranggupito, sumber air yang digunakan truk tangki berasal dari sumber Waru, sumber di Giritontro di Kecamatan Giritontro, dan sumber dari Pantai Sadeng. Untuk truk tangki yang mengambil air dari sumber Waru, wilayah distribusinya meliputi Desa Gunturharjo, Desa Gudangharjo, dan Desa Sambiharjo. Truk tangki yang mengambil air dari sumber mata air Pantai Sadeng wilayah distribusinya meliputi Desa Songbledeg, Desa Paranggupito, dan Desa Ketos. Untuk truk tangki yang mengambil air dari sumber di Kecamatan Giritontro wilayah distribusinya meliputi Desa Johunut dan Desa Gendayakan. Tabel 5.2 jangkauan mata air oleh truk tangki No.
Mata Air
Wilayah Jangkauan (Desa)
1
Mata Air Pantai Sadeng
Tileng,
Songbanyu,
Pucung,
Songbledeg, Paranggupito, Ketos 2
Mata Air Puring
Balong, Jepitu, Karangawen
17
Pemanfaatan sumber..., Moh Wahid N A, FMIPA UI, 2013
Jerukwudel,
3
Mata Air Pracimantoro*
Jerukwudel, nglindur
4
Mata Air Waru
Gunturhajo, Sambiharjo dan Gudangharjo
5
Mata Air Giritontro*
Johunut, gendayakan
Sumber: pengolahan data 2012, *berada diluar wilayah penelitian Truk tangki yang mengangkut air tersebut dikelola perorangan oleh warga. Artinya, siapapun bisa melakukan bisnis ini jika memiliki modal, yaitu truk tangki beserta pompa penyedot. Harga yang ditawarkan bervariasi anatara 100 ribu rupiah hingga 150 ribu rupiah tergantung kesulitan medan yang ditempuh dan jarak masuk ke dalam dari jalan utama yang beraspal bagus. Yang membedakan harga adalah jarak rumah penduduk terhadap jalan aspal. Hal ini disebabkan jalanan yang rusak tentu akan membutuhkan bahan bakar yang lebih besar untuk mengantar air, di samping waktu tempuh perjalanan yang menjadi lebih jauh. 5.4 Pemenuhan Kebutuhan Untuk Minum Air yang digunakan untuk minum harus air yang bersih dan bebas bakteri. Agar kondisi air tetap bersih, air dari atap dapur tidak dialirkan ke dalam bak penampungan karena air limpahan dari atap dapur banyak mengandung karbon sisa pembakaran sebab sebagian besar penduduk masih menggunakan kayu bakar sebagai alat memasak. Pada daerah penelitian seluruh penduduk didominasi menggunakan air minum yang berasal dari sumber air hujan. Saat musim hujan tiba, air hujan yang ditampung dalam bak penampungan merupakan sumber air minum yang utama. Hanya beberapa penduduk di Desa Balong yang juga menggunakan mata air sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, disamping air hujan yang tetap menjadi sumber yang utama. Penduduk yang menggunakan sumber dari mata air saja adalah penduduk yang tinggal di sekitar pantai Sadeng karena lokasinya yang sangat dekat dengan sumber air. Sedangkan penduduk yang menggunakan air hujan dan juga mata air hanya terdapat di Desa Balong dengan jumlah yang relatif kecil dan penggunaan air hujan tetap lebih dominan digunakan untuk air minum.
18
Pemanfaatan sumber..., Moh Wahid N A, FMIPA UI, 2013
Saat musim kemarau tiba, sumber air yang digunakan seluruhnya berasal dari sumber mata air. Cara distribusinya dapat diambil langsung oleh penduduk dengan menggunakan jerigen, dengan penyaluran pipa ledeng atau membeli air dari truk tangki yang mengambil air dari sumber-sumber tersebut. Penduduk yang memanfaatkan air telaga sebagai air minum tidak terlihat lagi. Hal ini menunjukkan kesadaran penduduk untuk hidup sehat meningkat. 5.5 Pemenuhan Kebutuhan Untuk Mandi, Cuci, dan Kakus (MCK) dan keperluan yang lain Air yang digunakan untuk mandi, mencuci, kakus dan keperluan lain relatif sama. Yang dimaksud dengan keperluan lain ialah keperluan yang disebutkan oleh warga selain untuk minum dan MCK, misalnya untuk minum ternak, menyiram tanaman dan mencuci kendaraan. Seperti yang dapat dilihat pada peta 9, saat musim hujan penduduk terbagi menjadi tiga berdasarkan penggunaan airnya. Golongan pertama adalah yang paling dominan yaitu warga yang sepenuhnya mengandalkan air hujan. Hal ini disebabkan mereka hanya membutuhkan usaha yang ringan untuk memperoleh air yaitu dengan mengambil dari bak penampungan air hujan yang mereka miliki. Golongan kedua adalah penduduk yang memanfaatkan air hujan dan air telaga. Golongan ini tidak selalu menggunakan air hujan atau air telaga terus menerus. Penduduk yang menggunakan air telaga untuk keperluan ini, seperti penduduk yang tinggal di sekitar telaga Wotawati, telaga Lueng Ombo (Kecamatan Girisubo), telaga Waruharjo, dan telaga Waru (Kecamatan Paranggupito) karena telaga – elaga ini yang kondisi airnya masih memungkinkan untuk digunakan. Penduduk yang menggunakan air telaga bertempat tinggal tidak jauh dari lokasi telaga berada, yaitu dengan jarak kurang dari satu kilometer. Alasan mereka menggunakan air telaga adalah untuk menghemat persediaan sumber air hujan yang dimiliki. Golongan selanjutnya adalah yang memanfaatkan air hujan dan juga mata air. Selain memiliki alasan yang sama yaitu untuk menghemat cadangan air hujan yang ada, alasan lainya yaitu aliran air dari mata air yang tidak stabil. Umumnya mereka menggunakan cara distribusi mata air berupa air ledeng, sebagian besar pada Kecamatan Paranggupito yang memiliki sistem air bersih Waru, seperti penduduk yang tinggal di Gunturharjo, Sambiharjo, Gudangharjo, Ketos, Paranggupito, dan Songbledek. Sedangkan untuk Kecamatan Girisubo, hanya penduduk yang tinggal di Desa Balong saja. 19
Pemanfaatan sumber..., Moh Wahid N A, FMIPA UI, 2013
Saat musim kemarau tiba, sedikit sekali telaga yang masih berair. Beberapa telaga mengalami kebocoran sehingga daya tampung airnya menjadi lebih singkat. Beberapa telaga telah mendapat perhatian dari pemerintah setempat dengan mendapatkan bantuan pembangunan dari PNPM Mandiri, seperti yang dilakukan terhadap telaga Waru di Kecamatan Paranggupito. Saat musim kemarau tiba air menjadi keruh, sehingga warga beralih ke sumber air lainnya, yaitu dari truk tangki atau mengambil langsung dari sumber-sumber mata air. Seperti yang tegambar dalam peta 10, saat kemarau tiba, untuk memunuhi kebutuhan ini penduduk terbagi menjadi dua golongan yaitu yang menggunakan mata air saja dan yang menggunakan mata air dan air telaga. Sebagian besar penduduk lebih dominan menggunakan mata air saja, baik yang didistribusikan oleh air ledeng, truk tangki atau mengambil sendiri. Penduduk yang juga menggunakan air telaga hanya ditemui pada Kecamatan Paranggupito. Berdasarkan hasil wawancara, satu – satunya telaga yang masih berair saat musim kemarau adalah telaga Waru yang terletak pada Desa Johunut. Penduduk yang menggunkan air telaga ini selain penduduk yang tinggal di sekitar telaga, juga beberapa penduduk yang tinggal pada Desa Ketos. 6. KESIMPULAN Pola penggunaan sumber air pada wilayah penelitian berbeda antara musim penghujan dan nusim kemarau. Pada musim hujan, penduduk menampung air hujan untuk ditampung pada bak penampungan yang dibangun secara swadaya, sehingga pada musim hujan penduduk mudah mendapatkan air tanpa perlu keluar rumah. Beberapa penduduk yang memiliki tempat tinggal dekat dengan lokasi telaga juga memanfaatkan air telaga hanya sebatas untuk mandi, mencuci, dan keperluan lain kecuali untuk minum. Air telaga yang memang lebih rentan tercemar tidak lagi digunakan untuk minum oleh penduduk. Hampir seluruh penduduk tetap mengandalkan air hujan yang ditampung untuk memenuhi kebutuhan air minum. Hal ini menunjukan bahwa kesadaran penduduk untuk hidup sehat semakin baik. Hal ini ditunjukkan oleh adanya perbedaan terhadap pola penggunaan sumber air antara penduduk yang tinggal dekat dengan telaga dan yang berjarak jauh dari telaga. Penduduk yang tinggal dekat dengan lokasi telaga cenderung menggunakan air telaga saat masih ada untuk memenuhi kebutuhan penduduk selain air minum, seperti mandi, mencuci, dan lainya. Penduduk yang tinggal jauh dari lokasi telaga hanya mengandalkan sumber air yang ada dan lebih dekat 20
Pemanfaatan sumber..., Moh Wahid N A, FMIPA UI, 2013
untuk semua keperluan, yaitu air hujan yang ditampung dalam tangki penyimpanan, sehingga jika musim kemarau tiba penduduk harus berjalan menuju sumber air yang ada atau membeli air dari truk tangki yang membawa air bersih dari sumber air yang masih ada. Cara yang kedua inilah yang menjadi pilihan bagi penduduk di wilayah penelitian. Untuk penggunaan mata air, mata air merupakan sumber penggunaan air utama saat musim kemarau. Hal ini ditunjukan oleh peta 12, meskipun jarak mereka bervariasi, namun mereka tetap menggunakan mata air. Perbedaan terjadi pada sumber air yang didistribusikan oleh truk tangki dengan alasan ekonomis karena pengelolaan truk tangki dilakukan oleh swasta. Penduduk di Kecamatan Paranggupito yang mendapat aliran sistem air bersih sumber waru, memiliki jarak yang relatif dekat dengan sumber mata air karena teraliri oleh pipa – pipa air dari sumber waru. Sedangkan penduduk pada wilayah penelitian lebih dominan memanfaatkan mata air dengan distribusi oleh truk tangki. Dari hasil penelitian, pola penggunaan air untuk air minum dapat dilihat pada gambar 5.12 dimana terjadi perbedaan yang cukup signifikan antara musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan penggunaan air untuk minm lebih variatif karena ada beberapa penduduk yang menggunakan gabungan air hujan dengan mata air dan mata air saja. Sedangkan pada musim kemarau, keseluruhan penduduk menggunakan mata air sebagai sumber air minum, baik yang didistribusikan oleh air ledneg, truk tangki maupun secara swadaya.
Menggunakan Air Hujan
Musim Hujan
Penggunaan air untuk minum
Musim Kemarau
Terjangkau air ledeng dari mata air
Menggunakan Air Hujan dan Mata Air
Dekat dengan mata air
Menggunakan Mata Air
Menggunakan Mata Air
Gambar 6.1 pola penggunaan air minum 21
Pemanfaatan sumber..., Moh Wahid N A, FMIPA UI, 2013
Sedangkan pada gambar 5.13, untuk penggunaan air untuk MCK dan kebutuhan lain, pada saat musim hujan, penggunaan air lebih ditentukan oleh lokasi pemukiman dan ketersediaan fasilitas. Pemukiman yang dekat dengan telaga cenderung menggunakan air telaga disamping air hujan sebagai kebutuhan utamanya, meskipun hanya terjadi pada beberapa telaga. Pada penduduk yang mendapat fasilitas air ledeng, juga cenderung menggunakan air ledeng sebagai sarana penghematan air hujan yang dimiliki. Saat musim kemarau penggunaan mata air lebih dominan, namun pada lokasi – lokasi yang dekat dengan telaga yang masih berair, mereka cenderung memanfaatkan air telaga disamping mata air.
Menggunakan Air Hujan
Musim Hujan
Penggunaan air untuk MCK dan kebutuhan lain
Terjangkau air ledeng dari mata air
Menggunakan air hujan dan mata air
Dekat dengan telaga yang masih bagus kualitas dan kuantitas airnya
Menggunakan air hujan dan air telaga
Menggunakan mata air Musim Kemarau Dekat dengan telaga yang masih berair
Menggunakan mata air dan air telaga
Gambar 6.2 Pola penggunaan air untuk MCK
22
Pemanfaatan sumber..., Moh Wahid N A, FMIPA UI, 2013
DAFTAR REFERENSI Adji, T. N.. 2010. Kondisi Daerah Tangkapan Sungai Bawah Tanah Karst Gunung Sewu dan Kemungkinan Dampak Lingkungannya Terhadap Sumberdaya Air (Hidrologis) karena Aktivitas Manusia. Kelompok Studi Karst. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Adji, T. N. et all. 2006. “The Distribution of Flood Hydrograph Recession Constant of Bribin River for Gunung Sewu Karst Aquifer Characterization”. Gunung Sewu-Indonesian Cave and Karst Journa vol.2 no.2 Badan Standardisasi Nasional. 2002. Penyusunan neraca sumber daya Bagian 1: Sumber Daya Air Spasial .Standar Nasional Indonesia, SNI 19-6728.1-2002 Bahagiarti, S. 2004. Mengenal hidrogeologi karst. Yogyakarta, Pusat Studi Karst: UPN Yogyakarta. Bemmelen, van R.W., 1949. The Geology of Indonesia. Vol. I A. General Geology Of Indonesia And Adjacent Archipelagoes. Government Printing Office. The Hague. Netherlands. Danar, Arif S. 2011. Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Geoarkeologi. Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Direktorat Pengairan dan Irigasi Bappenas. 2006. Laporan Akhir: Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa. BPS: Jakarta Ediyanto. 2009. Paper Tugas Akhir Program Pasca Sarjana Manajemen dan Bisnis : Kajian Pengelolaan Air Indonesia ke Arah Pembangunan yang Berkelanjutan.. IPB : Bogor Ford, D. and Williams, P. 1992. Karst Geomorphology and Hydrology, Chapman and Hall, London Gushilman, I. 2010. Nilai Penting Sumberdaya Air Karst sebagai Pertimbangan Zonasi Taman Nasional. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor
23
Pemanfaatan sumber..., Moh Wahid N A, FMIPA UI, 2013
Jasrotia,A. S, Abinash Majhi, Sunil Singh. 2009. Water Balance Approach for Rainwater Harvesting using Remote Sensing and GIS Techniques, Jammu Himalaya, India. Water Resource Manage (2009) 23:3035–3055 .DOI 10.1007/s11269-009-9422-5 Katili, J.A.1970.Geologi. Bandung, Pencetak Kilat Maju. Lehmann, H., 1936. Morfologiche Studien auf Java, Gohr, Abh, 3, Stutgart Linsley, R.K., Kohler, M.A., Paulhus, J.L., 1975. Hydrology for Engineers. 2nd. Ed. Mc. Graw Hill Kogakusha Ltd. Tokyo, Japan. Lobbeck, A.K.. 1939. Geomorphology : An Introduction to the study of landscapes. New York dan London, McGraw-Hill Book Company. MacDonalds and Partners. 1984. Greater Yogyakarta – Groundwater Resources Study. Vol 3C: Cave Survey. Yogyakarta, Directorate General of Water Resources Development Project (P2AT) Milanovic, Peter T. 2004. Water Resource Engineering in Karst . CRC press. New York Puradimaja, Deny J. 2006 . Pidato ilmiah Guru Besar Institut Teknologi Bandung : Hidrogeologi Kawasan Gunung Api dan Karst di Indonesia.. ITB:Bandung Rahayuningsih, S. K. 2008. “Manfaatkan dan Selamatkan Air, „si Emas Biru, Permata Dunia‟.” Warta Oseanografi vol.XXII no.4 Samodra H. 2001. Nilai Strategis Kawasan Kars di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi : Bandung Sandy. I.M. 1985. Republik Indonesia : Geografi Regional Indonesia. Geografi FMIPA. Universitas Indonesia. Depok. Soetoto. S.U. 1987. Interpretasi Citra Untuk Survey Geologi Puspics UGM-Bakosurtanal. Yogyakarta.
24
Pemanfaatan sumber..., Moh Wahid N A, FMIPA UI, 2013
Sugandy, A. 1997. Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Sumberdaya Air . Prossiding Bappenas. Jakarta Suharso, T. 1997. Skripsi : Mata Air di Kabupaten Wonogiri Propinsi Jawa Tengah. Geografi FMIPA. Universitas Indonesia. Depok Todd, D.K., 1980, Groundwater Hydrology, John Willey & Sons. Inc, New York Utorodewo, F. N. dkk . 2008 Bahasa Indonesia : Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah , Universitas Indonesia. Depok Van Beynen, Philips E. 2011. Karst Management . Springer : New York Worosuprojo, S. Karst sebagai Aset Daerah Kabupaten Gunungkidul. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Yulistiyanto, Bambang dan Kironoto, BA. 2008. “Analisa Pendayagunaan Sumberdaya Air Pada WS Paguyaman dengan RIBASIM”. Media Teknik No 2 Tahun XXX Edisi Mei 2008 ISSN 0216-3012 www.Edukasi.net diakses pada 14 November 2012 BAHAR, s. 2006 http://www.freelist.org/archieves/ppi/05.2006/msg00034.html diakses pada 19 Maret 2012
25
Pemanfaatan sumber..., Moh Wahid N A, FMIPA UI, 2013