Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB
Analisis Defisit Sumber Daya Air Terpadu Sebagai Upaya Pelestarian Sumber Daya Air (Studi kasus: Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu) Iis Roin Widiati
(1)
, Teti Armiati Argo(2)
(1)
Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB. (2) Kelompok Keahlian Perencanaan Wilayah dan Perdesaan , Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.
Abstrak Pada saat musim kemarau sebagian wilayah di Indonesia mengalami kekeringan karena kesulitan mendapatkan air bersih yang sehat dan berkualitas serta kontinu mengalir. Salah satu penyebabnya karena rusaknya lingkungan di daerah tangkapan air akibat peningkatan kegiatan ekonomi dan pertumbuhan penduduk serta rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam penggunaan air tanpa diikuti dengan upaya menjaga dan melestarikan sumber daya air. Hal ini berpotensi penyebab terakumulasinya limbah padat dan cair di lingkungan maupun sumber air seperti pada daerah aliran sungai. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis kebutuhan dan ketersediaan pelayanan air, sanitasi, dan sampah sebagai suatu sistem yang terpadu pada pengelolaan sumber daya air; serta mengidentifikasi kuantitas eksistensi dan proyeksi pada kesenjangan pelayanan air, sanitasi, dan sampah sebagai suatu kesatuan dalam pemanfaatan sumber daya air terpadu di wilayah kajian. Penelitian ini memberikan informasi mengenai kesenjangan pelayanan sumber daya air terpadu di wilayah kajian. Sasaran dari penelitian ini adalah teridentifikasinya kesenjangan pelayanan sumber daya air terpadu di wilayah kajian; memberikan informasi tentang kesenjangan pelayanan sumber daya air di wilayah kajian (Kecamatan Losarang); sebagai bahan pertimbangan dalam proses perencanaan dan evaluasi pengembangan wilayah sehingga keseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan sumber daya air tetap terjaga. Kata Kunci: defisit air, sumber daya air terpadu, kesenjangan antara pelayanan dan non pelayanan. Pendahuluan Pada saat musim kemarau sebagian wilayah di Indonesia mengalami kekeringan karena kesulitan mendapatkan air. Berdasarkan laporan Bappenas (2010)Pulau Jawa tergolong pulau yang kritis air (water stress area) dimana setiap penduduk di Jawa hanya terpenuhi kebutuhan airnya sebesar 1.750 m3/thn per kapita1). Badan Meteorologi dan Geofisika (2003) mencatat terdapat 30 kabupaten yang mengalami kesulitan air yaitu 13 kabupaten di provinsi Jawa Timur, 12 kabupaten di Jawa Tengah, 3 di Jawa Barat, 2 di DI. Yogyakarta, dan 2 kabupaten di provinsi Banten.
Di Kabupaten Indramayu pada musim kemarau sebagian masyarakat mengalami kesulitan untuk mendapatkan air bersih yang sehat dan berkualitas serta kontinu mengalir. Musim kemarau yang melanda wilayah Indramayu disebabkan oleh debit air di daerah aliran sungai Cimanuk mulai menipis. Berdasarkan hasil analisis prakarsa strategis sumber daya air tahun 2004 (Bappenas 2000), defisit rerata tertinggi pulau Jawa terjadi di Kabupaten Indramayu yaitu sebesar -33,90 m3/det dengan rerata defisit sebesar 5,34 m3/det.
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N3 | 843
Analisis Defisit Sumber Daya Air Terpadu Sebagai Upaya Pelestarian Sumber Daya Air
Pertumbuhan jumlah penduduk di Kabupaten Indramayu sebesar rata-rata 0,7% per tahun. Pertumbuhan penduduk yang diiringi dengan peningkatan pendapatan per kapita telah mengakibatkan peningkatan daya konsumsi masyarakat yang berpotensi peningkatan kebutuhan akan air dan menjadi penyebab terakumulasinya limbah padat dan cair di lingkungan sebagai akibat perilaku masyarakat yang kurang sadar akan kebersihan lingkungan. Hal ini akan memberikan konsekuensi terhadap meningkatnya limbah padat maupun cair berupa sampah dan tinja yang dibuang ke lingkungan seperti ke badan sungai. Limbah yang belum dikelola dengan baik menyebabkan kualitas lingkungan perairan sungai atau sumber air menurun. Metodologi Penelitian Penelitian ini memperkenalkan sebuah model analisis pelayanan sumber daya air yang terpadu dalam kondisi defisit pelayanan yang terjadi secara terus menerus. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dalam penelitian ini meliputi pelayanan air, sanitasi, dan sampah. Analisis kuantitatif dalam penelitian ini adalah analisis defisit air. Dalam penelitian ini akan dilakukan perhitungan sebagai berikut: (1) analisis kebutuhan dan ketersediaan sumber daya air terpadu, (2) kesenjangan antara permintaan dan ketersediaan sumber daya air terpadu, dan (3) pertumbuhan dari kesenjangan tersebut. Perhitungan ini selanjutnya akan mengindikasikan penafsiran atau penilaian terhadap akses pelayanan air, sanitasi, dan sampah di wilayah kajian. Tahapan evaluasi dan pembahasan merupakan evaluasi terhadap kondisi eksisting dan pengembangan sistem pelayanan sumber daya air terpadu sampai pada tahun 2015 dengan menggunakan persamaan regresi linier untuk memprediksi perkembangan pelayanan tersebut. Data yang ada akan digunakan untuk mengidentifikasi pelayanan sumber daya air terpadu dengan menggunakan metoda analisis kuantitatif terhadap kondisi wilayah studi yaitu menganalisis penyediaan air bersih, sanitasi, 844 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N3
dan sampah sebagai satu kesatuan pada suatu sistem pelayanan sumber daya air terpadu. Hasil analisis akan menggambarkan kondisi pelayanan air bersih, sanitasi, dan sampah yang akan digunakan untuk mensuplai kebutuhan penduduk terhadap sampai akhir tahun 2015. LandasanTeori Sumber Daya Air Terpadu Pengelolaan sumber daya air secara terpadu adalah suatu proses yang mengedepankan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya terkait lainnya secara terkoordinasi dalam rangka memaksimalkan resultan ekonomi dan kesejahteraan sosial secara adil tanpa mengorbankan keberlanjutan (sustainability) ekosistem yang vital (Helmi, 2003). Ketersediaan dan permintaan pada sumber daya air terpadu dalam hal ini dibedakan atas tiga entitas yaitu air domestik, limbah cair, dan limbah padat. Permintaan pada pelayanan air yang terpadu pada umumnya meletakkan setiap entitas pelayanan sebagai entitas independen. Hal ini secara eksplisit mengabaikan unsur kelembagaan administrasi, fisik, ekonomi, lingkungan, dan sosial yang pada dasarnya unsur-unsur tersebut mempunyai hubungan yang erat. Hubungan Sumber Penggunaan Lahan
Daya
Air
dan
Duever (1998) menyebutkan terdapat hubungan ekologis antara sumber daya air dan tata guna lahan. Ada dua hal yang mendasari sistem hubungan tersebut. Pertama, air menyediakan sumber dayanya (baik secara kuantitas, kualitas maupun kontinuitas) untuk mendukung upaya penggunaan lahan secara optimal. Kedua, sebaliknya penggunaan lahan yang tidak memperhatikan kaidah konservasi air akan sangat mengganggu kelangsungan sumber daya air. Sumber daya air dan penggunaan lahan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keberadaan sumber daya air menjadi faktor utama dalam perencanaan penggunaan lahan. Di sisi lain, apapun penggunaan lahan yang ada di suatu tempat/wilayah akan memberikan dampak pada sumber daya air bisa dampak positif maupun negatif.
Iis Roin Widiati
Penggunaan lahan dikatakan memperhatikan fungsi lingkungan dapat dilihat dari parameter hidrologi (sumber daya air) yang keluar dari sistem DAS. Berdasarkan persamaaan neraca keseimbangan air dalam sistem DAS, parameter koefisien aliran permukaan (Cro) menjadi salah satu indikator utama yang menggambarkan keefektifan penggunaan lahan dalam sumber daya air. Koefisien tersebut merupakan bilangan yang menunjukkan perbandingan antara besarnya air larian terhadap besarnya curah hujan. Misalnya Cro untuk hutan adalah 0,10 artinya 10 persen dari total curah hujan akan menjadi air larian aliran permukaan (Asdak, 1995). Angka koefisien air larian ini juga menjadi salah satu indikator untuk menentukan apakah suatu DAS mengalami gangguan (fisik). Suatu sistem yang baik pada pelayanan sumber daya air terpadu harus memperhatikan integrasi antara pelayanan ketersediaan air bersih, pengolahan air pembuangan dan limbah, serta pengolahan sampah padat. Pelayanan ini melibatkan bidang administrasi dan teknik secara terpisah (Tarr and Dupuy 1988; Tar 1996). Kesenjangan pelayanan pada Pelayanan Sumber Daya Air Louis dan Magpili (2002, 2004, 2007) telah mengembangkan sebuah model perencanaan dan pengelolaan sumber daya air terpadu sebagai suatu sistem sumber daya air terpadu yang terintegrasi. Sistem ini didefinisikan sebagai suatu pelayanan air terpadu yang terdiri dari penyediaan air minum (Drinking Water Supply/DWS), air limbah dan pengolahan limbah (Wastewater and Sewage Treatment/WST), dan pengolahan limbah padat (Solid Waste Management/SWM). Selanjutnya hal ini dinyatakan dalam pelayanan fungsi i yang akan mengacu kesalah satu pelayanan dimana i = DWS, WST, SWM. Kegagalan dalam perencanaan untuk melakukan penambahan suplai juga dapat mengakibatkan meningkatnya kondisi defisit. Kesenjangan pelayanan, rasio pelayanan, dan rasio non pelayanan merupakan ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur masalah pelayanan
air, sanitasi, dan sampah yang terjadi di negaranegara berkembang. Tujuan jangka panjangnya adalah untuk mengurangi kesenjangan yang terjadi secara bersamaan terhadap ketiga pelayanan tersebut. Gambaran Umum Perkembangan wilayah administrasi di Kabupaten Indramayu sampai dengan tahun 2011 terdiri dari 31 kecamatan, 315 desa, dan 8 kelurahan. Adapun beberapa wilayah yang berbatasan langsung dengan laut di sepanjang pesisir pantai utara Indramayu sejumlah 11 wilayah kecamatan. Penggunaan lahan Kabupaten Indramayu didominasi oleh lahan tidak terbangun seperti hutan, hutan bakau, sawah, kebun, ladang, belukar, dan kolam. Persawahan terbagi menjadi sawah irigasi teknis, semi teknis, sederhana, pompanisasi, dan sawah tadah hujan dengan luas 118.211 ha setara dengan 57,94 persen dari luas Kabupaten Indramayu. Sedangkan kawasan terbangun (permukiman) dengan luas keseluruhan mencapai 21.368,07 ha sekitar 10,5 persen dari luas Kabupaten Indramayu. Letak kawasan merupakan kawasan campuran, yaitu terdiri dari berbagai macam kawasan seperti kawasan pertokoan, perkantoran, industri, hutan, wisata dan lain-lain. PEMBAHASAN dan ANALISIS Analisis Kebutuhan Air Kriteria kebutuhan air yang digunakan dalam studi ini didasarkan pada ketetapan Dinas Pertambangan Propinsi Jawa Barat (1996), yaitu kriteria kebutuhan air yang terdiri dari 4 kebutuhan, yaitu kebutuhan penduduk (rumah tangga), kegiatan pertanian, fasilitas sosialekonomi, dan kegiatan industri. Analisis Kebutuhan Air Domestik Kebutuhan air domestik dihitung berdasarkan jumlah penduduk, tingkat pertumbuhan, kebutuhan air perkapita, dan proyeksi waktu air yang akan digunakan (Yulistiyanto dan Kironoto, 2008). Analisis Kebutuhan Air untuk Kegiatan Pertanian Kebutuhan sumber daya air untuk kegiatan pertanian meliputi kebutuhan air untuk irigasi (persawahan), perkebunan, perikanan, dan Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N3 | 845
Analisis Defisit Sumber Daya Air Terpadu Sebagai Upaya Pelestarian Sumber Daya Air
peternakan. Pemanfaatan untuk masing-masing bagian bergantung pada luas lahan yang terpakai karena kebutuhan air dihitung dari per satuan luas lahan. Analisis Kebutuhan Air untuk Kegiatan Fasilitas Sosial-Ekonomi Masyarakat Perhitungan kebutuhan air untuk kegiatan fasilitas sosial ekonomi masyarakat dalam penelitian ini dibedakan pada jenis fasilitas yang ada, yaitu fasilitas pendidikan (sekolah), fasilitas kesehatan (rumah sakit dan puskesmas), fasilitas peribadatan (masjid, langgar, musholla, gereja, dan vihara), serta fasilitas perdagangan (pasar). Analisis Kebutuhan Air untuk Kegiatan Industri Jenis aktivitas yang memanfaatkan sumber daya air yang cukup fluktuatif di Kecamatan Losarang adalah kegiatan industri. Menurut Bappenas tentang sumber daya air, standar kebutuhan air untuk industri adalah 0,5 - 2 m3/hari/unit atau setara dengan 730 m3/unit/thn. Untuk pemanfaatan air kegiatan industri di Kecamatan Losarang diprediksi kebutuhan air industri akan mencapai 138.700 m3 per tahun dengan pertumbuhan rata-rata 0.83 % per tahun. Total Kebutuhan Air Total kebutuhan air di Kecamatan Losarang meliputi empat sektor yaitu: rumah tangga, fasilitas sosial-ekonomi, pertanian, dan industri. Total kebutuhan air di wilayah kajian pada tahun 2010 adalah 236,79 juta m3 dan diprediksi akan bertambah pada tahun 2015 sebesar 2,64 juta m3. Kebutuhan air di sektor pertanian memiliki proporsi terbesar yaitu sebesar 96,74% dari total kebutuhan air. Sektor kedua adalah sektor fasilitas sosialekonomi sebesar 2,27% dari total kebutuhan air. Sektor ketiga adalah sektor domestik sebesar 0,92% dari total kebutuhan air, dan sektor keempat adalah sektor industri sebesar 0,1%. Analisis Potensi Daya Air
Ketersediaan
Sumber
Analisis ketersediaan sumber daya air dalam penelitian ini meliputi tiga kategori yaitu: ketersediaan air permukaan, ketersedian air tanah, dan ketersediaan air sungai. Analisis ketersediaan air ini pada dasarnya diperhitungkan untuk mengetahui kuantitas dari 846 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N3
berbagai aspek ketersediaan air di wilayah kajian. Untuk melakukan analisis dibutuhkan data runtut waktu (time series). Aspek potensi sumber daya air yang diperhitungkan merupakan total dari volume air sungai serta tambahan air melalui limpasan air permukaan dan air yang meresap ke dalam tanah. Potensi Air Permukaan Dalam kajian analisis ini, air permukaan merupakan bagian dari air hujan yang tidak terinfiltrasi ke dalam tanah sehingga air tersebut mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah (Librani, 2004). Aliran limpasan akan mengalir dan tertahan di permukaan tanah dalam cekungan-cekungan. Besarnya aliran permukaan dipengaruhi oleh elemen-elemen meteorologi dan elemen daerah pengaliran. Perhitungan potensi air permukaan dilakukan dengan pendekatan matematis dari Ffolliott (1980). Dalam persamaan matematis tersebut, diketahui bahwa potensi air tanah dipengaruhi oleh jumlah curah hujan, penguapan (evapotranspirasi), dan perubahan penggunaan lahan yang ada. Penggunaan lahan tersebut akan memberikan nilai koefisien limpasan permukaan yang berbeda-beda pada tiap penggunaan lahannya. Potensi air permukaan di wilayah kajian cenderung menurun dengan laju perlambatannya sebesar 0,71% pertahun sejak tahun 2005. Data menunjukan kondisi air permukaan di Kecamatan Losarang pada tahun 2005 mengalami penurunan (defisit) sebesar 14,28 juta m3. Defisit juga terjadi pada tahun 2006, 2009, dan 2010. Sedangkan berdasarkan proyeksi yang dilakukan, diperkirakan potensi air di Kecamatan Losarang pada tahun 2015 adalah sebesar 5,01 juta m3. Potensi Air Tanah Volume besarnya ketersediaan air tanah di Kecamatan Losarang juga diperhitungkan dengan pendekatan matematis dari Ffolliott (1980). Melalui analisis ini dapat dilihat bagaimana hubungan antara penutupan lahan dengan variasi hujan dari tahun ke tahun terhadap potensi air tanah.
Iis Roin Widiati
Potensi air tanah di Kecamatan Losarang pada tahun 2005 adalah -19.6 juta m3. Pada tahun 2007 terjadi peningkatan yaitu mencapai 17.12 juta m3, hal ini dikarenakan curah hujan yang terjadi meningkat pada tahun itu yaitu sebesar 606 mm (CH= 1.620 mm) dibandingkan pada tahun 2005. Sedangkan pada tahun 2010 terjadi kekeringan dengan curah hujan sebesar 1.147 mm yang menyebabkan penurunan potensi air tanah yaitu sebesar 10.85 juta m3. Diprediksi potensi air tanah di Kecamatan Losarang akan mencapai 7.15 juta m3 pada tahun 2015 dengan curah hujan sebesar 1428 mm. Ketersediaan Air Sungai Ketersediaan air di Kecamatan Losarang berasal dari daerah aliran sungai Cipanas. Analisis ketersediaan debit aliran sungai ini dimaksudkan untuk mengetahui besarnya ketersediaan aliran sungai di daerah kajian. Hal ini diperhitungkan karena kebutuhan air terutama untuk irigasi disuplai dari sungai yang fluktuasi debitnya dapat berubah setiap saat. Oleh karena itu, untuk kebutuhan pemanfaatan perlu dihitung suatu besaran debit air sungai tersebut. Ketersediaan data debit dalam penelitian ini beragam dari tahun pengamatan 2005 sampai dengan tahun 2010. Potensi air sungai pada tahun 2005 adalah sebesar 183.54 juta m3 dengan debit rataratanya sebesar 5,82 m3/dtk. Namun pada tahun 2007 debit rata-ratanya hanya sebesar 2,46 m3/dtk sehingga volume air sungainya hanya memiliki potensi sebesar 77,57 juta m3. Berdasarkan perhitungan, volume air sungai pada tahun 2015 akan mencapai 94.64 juta m3 dengan debit rata-rata sebesar 3,001 m3/dtk dan curah hujan rata-rata 1.276,67 mm. Besarnya debit rata-rata air yang berasal dari badan air Sungai Cipanas dalam setahun adalah sebesar 3,01 m3/det. Debit rata-rata air tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan debit keperluan air untuk irigasi yang sebesar 6,36 m3/det. Total Potensi Ketersediaan Sumber Daya Air
pertumbuhan sebesar 0,02%. Di tahun 2015 diperkirakan, dengan persediaan air sebesar 106.81 juta m3 per tahun dan kebutuhan air sebesar 239,43 juta m3 per tahun, masih akan terjadi defisit sebesar 132.62 juta m3 per tahun. Hasil perhitungan potensi ketersediaan air baku di Kecamatan Losarang diperhitungkan berdasarkan kondisi pemanfaatan lahan dan ruang. Diperkirakan di wilayah kajian masih memberikan potensi air sebesar 106.81 juta m3 ditahun 2015. Selain itu, ketersediaan air baku terhadap kebutuhan air menunjukkan bahwa kapasitas dari sumber air dapat mencukupi kebutuhan penduduk sampai pada akhir tahun perencanaan studi (2015), yang di dapat dari hasil analisis secara teknis bahwa kebutuhan air baku wilayah penelitian rata-rata sebesar 7,45 l/dtk dan kapasitas debit sumber air yang ada sebesar 3 l/dtk. Kondisi Keseimbangan Tata Air Perhitungan neraca air diperoleh dengan membandingkan kebutuhan air total (meliputi kebutuhan air domestik, fasilitas sosial-ekonomi, pertanian, dan industri) dengan ketersediaan air total. Dengan perhitungan tersebut dapat diketahui kondisi keseimbangan air di wilayah kajian. Analisis neraca air dihitung selama 5 tahun dengan data pengamatan tahun 2005-2010. terjadi adanya defisit air. Hal ini dikarenakan penggunaan air di daerah Kecamatan Losarang yang lebih besar dari ketersediaan airnya. Selain alamiah, besarnya evapotranspirasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan curah hujan menyebabkan daerah tersebut memiliki sedikit pasokan air khususnya air permukaan dan air tanah. Total kebutuhan air untuk Kecamatan Losarang adalah sebesar 239.42 juta m3 pada tahun 2015. Kebutuhan air terbesar adalah sektor pertanian dengan total kebutuhan air sebesar 231,61 juta m3. Sedangkan kebutuhan air di sektor non pertanian hanya sebesar 7,82 juta m3.
Potensi ketersediaan air di Kecamatan Losarang mengalami penurunan dengan laju Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N3 | 847
Analisis Defisit Sumber Daya Air Terpadu Sebagai Upaya Pelestarian Sumber Daya Air
Neraca air historis untuk Kecamatan Losarang dari tahun 2005 sampai dengan 2010 memperlihatkan wilayah ini mengalami defisit dengan nilai Indeks Penggunaan Air (IPA) maksimum sebesar 4.85 yang terjadi pada tahun 2006. Berdasarkan hasil perhitungan, kondisi keseimbangan tata air di Kecamatan Losarang pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2015 memiliki nilai Indeks Penggunaan Air (IPA) lebih besar dari 1.00, dimana berdasarkan kriteria IPA, angka tersebut tergolong kedalam kondisi wilayah SDA yang sangat kritis. Potensi ketersediaan air mengalami penurunan dengan laju perlambatan sebesar 0.02%. Di tahun 2015 diperkirakan akan terjadi defisit sebesar 132.62 juta m3 per tahun yaitu dengan ketersediaan air sebesar 106.81 juta m3 per tahun dan kebutuhan air sebesar 239.43 juta m3 per tahun. Sampah Padat Rumah Tangga Sampah padat yang ada di Kecamatan Losarang dikelola oleh masyarakat dengan cara menumpuk, membakar, bahkan membuang sampah ke gorong-gorong, kali, atau sungai. Berdasarkan hasil wawancara, sebanyak 20% sampah dibuang ke sungai. Pertumbuhan jumlah penduduk di Kecamatan Losarang setiap tahunnya akan berdampak pada timbulan sampah yang dihasilkan. Dari hasil analisis diperoleh jumlah timbulan sampah di Kecamatan Losarang pada tahun 2005 adalah sebesar 203,04 m3 per hari atau 74.109 m3 per tahun dengan laju timbulan sebesar 3,61 liter/jiwa/hari. Diperkirakan jumlah timbulan sampah akan mencapai 79.419 m3/thn atau 218 m3/hari pada tahun 2015. Limbah Sanitasi Rumah Tangga Pada umumnya air limbah rumah tangga penduduk Kecamatan Losarang dibuang ke saluran drainase atau selokan disekitar rumah. Untuk memperkirakan jumlah air limbah rumah tangga yang mengalir ke wilayah kajian, maka harus diketahui kebutuhan air rata-rata dan jumlah air buangan serta jumlah penduduk pada daerah kajian. Dalam kajian ini, pengukuran limbah yang dihasilkan oleh rumah tangga dilakukan dengan menghitung jumlah limbah 848 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N3
yang dihasilkan dari kegiatan (mencuci, mandi, menyiram tanaman) yang dihasilkan perhari (liter/hari) dimana dalam analisis ini kebutuhan air rata-rata rumah tangga pedesaan ditetapkan sebesar 100 liter/jiwa/hari. Besarnya volume limbah cair rumah tangga di Kecamatan Losarang diperhitungkan berdasarkan jumlah penduduk dan kebutuhan air penduduk per hari. Dari jumlah kebutuhan air per hari diasumsikan bahwa besarnya air yang terpakai adalah 80% dari kebutuhan air bersih (berdasarkan RTRK Kabupaten Indramayu), sehingga didapatkan besarnya air buangan penduduk di Kecamatan Losarang adalah 80 liter/jiwa/hari. Pertumbuhan penduduk yang sejalan dengan bertambahnya limbah rumah tangga di Kecamatan Losarang. Pertumbuhan rata-rata penduduk sebesar 0.7% per tahun menyebabkan pertumbuhan rata-rata yang sama pada limbah cair rumah tangga. Diperkirakan jumlah penduduk Kecamatan Losarang pada tahun 2015 akan mencapai angka 60.357 jiwa yang menghasilkan rata-rata limbah rumah tangga sebesar 4.829 m3 per hari. Analisis Pelayanan Sumber Daya Air Terpadu di Wilayah Kecamatan Losarang Pengukuran kinerja pelayanan sumber daya air terpadu dilakukan dengan pengukuran kesenjangan pelayanan dan rasio pelayanan yang akan digunakan sebagai dasar untuk menentukan status pelayanan sumber daya air terpadu (air, sampah dan sanitasi). Kesenjangan pelayanan merupakan pengukuran kuantitatif yang dapat diukur sebagai defisit pelayanan. Rasio pelayanan merupakan pengukuran yang dapat digunakan untuk membandingkan permintaan yang belum terpenuhi untuk setiap pelayanan dalam sistem pelayanan air, sampah dan sanitasi. Kesenjangan pelayanan, rasio pelayanan, dan rasio non pelayanan merupakan ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur masalah pelayanan air, sampah dan sanitasi. Tujuan jangka panjangnya adalah untuk mengurangi kesenjangan yang terjadi secara bersamaan terhadap ketiga pelayanan tersebut.
Iis Roin Widiati
Dalam situasi defisit, pengukuran kesenjangan merupakan informasi yang penting. Hal yang perlu dilakukan adalah dengan meningkatkan ketersediaan pelayanan yang cukup untuk mengurangi kesenjangan secara keseluruhan dengan mengacu pada pertumbuhan permintaan pada pelayanan air, sampah dan sanitasi. Diperkirakan pada tahun 2015 kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan air yang terjadi di wilayah kajian adalah sebesar 133 juta m3. Pelayanan air baku terendah terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 23,2%. Sementara itu disepanjang tahun 2005-2015, pelayanan terbesar air baku di wilayah kajian terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 64%. Kesenjangan antara kebutuhan pelayanan sampah dan ketersediaan pelayanan sampah di Kecamatan Losaarang mengalami peningkatan rata-rata sebesar 476 m3 per tahun. Diperkirakan pada tahun 2015 kesenjangan antara kebutuhan pelayanan sampah dan ketersediaan pelayanan sampah yang terjadi di wilayah kajian adalah sebesar 73.066 m3.
Diperkirakan pada tahun 2015 akan terjadi kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan pelayanan sanitasi sebesar 1,76 juta m3. Pelayanan sanitasi yang dilakukan masyarakat yang ada pada saat ini masih bersifat sementara. Informasi kesenjangan antara kebutuhan pelayanan dan ketersediaan pelayanan sanitasi menunjukan bahwa wilayah kajian berada pada kondisi defisit pelayanan sanitasi yang meningkat 0,68% setiap tahunnya.
Kesenjangan antara kebutuhan pelayanan sampah dan ketersediaan pelayanan sampah mengalami peningkatan rata-rata sebesar 476 m3 sampah per tahun. Pelayanan sanitasi yang dilakukan masyarakat yang ada pada saat ini masih bersifat sementara. Informasi kesenjangan antara kebutuhan pelayanan dan ketersediaan pelayanan sanitasi menunjukan bahwa wilayah kajian berada pada kondisi non pelayanan sanitasi yang meningkat 0,69% setiap tahunnya. Kesimpulan Kecamatan Losarang merupakan salah satu daerah yang mengalami defisit ketersediaan air. Berdasarkan hasil analisis kondisi keseimbangan tata air pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2015 wilayah ini memiliki nilai Indeks Penggunaan Air (IPA) lebih besar dari 1.00, dimana berdasarkan kriteria IPA angka tersebut tergolong kedalam kondisi wilayah SDA yang sangat kritis. Kebutuhan air baik untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, fasilitas sosial-ekonomi, dan industri meningkat setiap tahun di wilayah Kecamatan Losarang, namun tidak diimbangi dengan ketersediaan air baku. Hal ini juga terjadi pada pelayanan sampah dan sanitasi, dimana kebutuhan pelayanan sampah dan sanitasi meningkat setiap tahunnya namun hal tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan pelayanan sampah dan sanitasi di wilayah ini. Potensi sumber daya air di Kecamatan Losarang dalam pemanfaatannya sangat tergantung pada kebutuhan penduduk dan kegiatan yang ada seperti pertanian, sosial-ekonomi, industri, dan rumah tangga. Walaupun ketersediaan air dari waktu ke waktu relatif tetap karena mengikuti daur hidrologi, akan tetapi keadaan kuantitas dan kualitasnya yang kurang memenuhi syarat menyebabkan masalah dalam pemakaian dan pemanfaatannya di wilayah ini. Daya dukung air di wilayah Kecamatan Losarang yang merupakan parameter perbandingan antara kebutuhan dan ketersediaan air memperlihatkan bahwa kemampuan wilayah ini untuk Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N3 | 849
Analisis Defisit Sumber Daya Air Terpadu Sebagai Upaya Pelestarian Sumber Daya Air
menyediakan air bagi penduduknya terlampaui atau mengalami defisit.
telah
Kegiatan penduduk mempunyai kontribusi beban yang besar terhadap penurunan kuantitas dan kualitas air sungai. Pada umumnya masyarakat di Kecamatan Losarang memanfaatkan drainase, got, kali, dan sungai serta pekarangan rumah untuk membuang limbah rumah tangganya, baik berupa sampah padat maupun limbah cair. Masih ada pemahaman dari masyarakat setempat bahwa sungai adalah tempat pembuangan akhir, sehingga masyarakat membuang sampah organik/non organik ke badan sungai. Pencemaran air sungai akibat pembuangan sampah telah membawa dampak negatif pada ketersediaan air baku di wilayah kajian dan telah menambah deretan permasalahan mengenai sumber daya air terpadu di wilayah ini, terutama pada musim kemarau. Akibatnya, jika tidak dilakukan tindak lanjut dalam hal ini tingkat non pelayanan lebih besar dari tingkat pelayanan maka defisit pelayanan sumber daya air terpadu (air baku, sampah, dan sanitasi) yang terjadi akan terus bertambah. Strategi pengelolaan sumber daya air terpadu harus diarahkan untuk pelestarian serta peningkatan daya dukung wilayah dari segi ketersediaan air. Upaya ini perlu dilakukan dengan memperhatikan fungsi ganda air, yaitu fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial. Untuk itu, pengelolaan air perlu dilakukan secara terpadu dan lintas sektor dengan mempertimbangkan proyeksi pertumbuhan penduduk per wilayah serta rencana pembangunan sektoral. Ucapan Terimakasih Ucapan terimakasih disampaikan kepada Dr. Teti Armiati Argo selaku pembimbing atas bimbingan dan arahan selama penelitian. DaftarPustaka Asdak, C. dkk (2007). Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dalam Konteks Solidaritas Daerah Hulu Dan Hilir. LIPI. Indonesia. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Indramayu. 2010. Rencana Tata 850 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N3
Ruang Wilayah Kabupaten Indramayu. Bapedda Kabupaten Indramayu. BAPPENAS. 2000. Letter of Sector Policy Water Resources and Irrigation Sector: Policy, Institutions, Legal and Regulatory Reform Program. Jakarta: Pokja Reformasi Kebijakan Sektor Sumberdaya Air, Bappenas Badan Pusat Statistik. 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010. BPS Kabupaten Indramayu. Badan Standardisasi Nasional. 2002. Penyusunan Neraca Sumberdaya-Bagian 1; Sumberdaya Air Spasial. SNI 19-6728.12002. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Bappeda Kabupaten Indramayu. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Indramayu 2011 – 2015. Bappeda Indramayu. Baumann, D., Boland, J., & Hanemann, W. M. (1998). Urban water demand management and planning (p. 264). USA: McGraw-Hill. Tropical Forests and Effect of Conversion: A State of Knowledge Review. Faculty of Earth Science, Free University, Amsterdam, The Netherlands. Cahyono.B. 2000. Budidaya Ikan Air Tawar: Ikan Gurami,Ikan Nila,Ikan Mas. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Calder, I.R. 1999. The Blue Revolution; Land Use and Integrated Water Resources Management. London: Earthscan. Davenport, T.E. 2002. The Watershed Project Management Guide. Florida, USA: Lewis Publishers. Departemen Kehutanan. 2009. Kerangka Kerja Pengelolaan Daerah Aliran Sungai di Indonesia. Jakarta: Departemen Kehutanan. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Indramayu. 2010. Rencana Strategis Kabupaten Indramayu. Indramayu. Dinas Pertambangan Propinsi Jawa Barat. 1996, Pengkajian terhadap Pengelolaan dan Pemanfaatan Air Tanah Cekungan Bandung Menjelang Tahun 2000, Kerjasama Dengan LPM ITB, Bandung. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. 2003. Kebutuhan Dasar Air Bersih. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
Iis Roin Widiati
Direktorat Pengairan dan Irigasi Bappenas. 2006. Laporan Akhir Buku 1 Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air Untuk Mengatasi Banjir Dan Kekeringan di Pulau Jawa. Jakarta: Direktorat Pengairan dan Irigasi Bappenas. Dirjen PU. 2009. BBWS Cimanuk-Cisanggarung, Jakarta. Direktorat Jenderal Pekerjaan Umum Dixon, J.A. dan K.W Easter. 1986. Integrated Watershed Management: An Approach to Resource Management, In Watershed Resource Management. An Integrated Framework with Studies from Asia and The Pacific, Studies in Water Policy Management no. 10., Hawaii: East-West Center. Duever, L. C. 1998. Integrating Land and Water Management, State Issues Panelist Summaries, Natural Resources Forum ’98: Linkages In Ecosystem Science, Management And Restoration, June9-10, 1998. Easter, K. W., J. A. Dixon, dan Hufschmidt. 1986. Watershed Resources Management: An Integrated Framework with Studies from Asia and the Pacific. Colorado: Westview Press. Flolliot, F. P. 1980. Water Resource Management and Environment Monitoring. United States, AID. Herlambang, Arie. 2009. Peran Teknologi Dalam Penentuan Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Air Nasional. JAI Vol 5. No. 2 2009. Helmi, 2003. Aspek Pengelolaan Terpadu Sumberdaya Air dalam Pembaharuan Kebijakan Menuju Pengelolaan Sumber daya Air yang Berkelanjutan di Indonesia. PSI-SDALP UNAND. Padang. Kartodihardjo, H, 2009. Strategi Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu. Makalah pada Pertemuan Forum DAS dan Pakar Tingkat Nasional “Strategi Nasional Pengelolaan DAS Terpadu”. Jakarta 10-11 Desember 2009. Krismono dan A. Krismono. 1998. Mengapa Ikan dalam Keramba Jaring Apung di Danau dan di Waduk Mati. Warta Penelitian Perairan Indonesia. Vol. IV No. I. Jakarta.
Kusuma, S. H. 1988. Pengaruh Perkembangan Kota terhadap Keseimbangan Sistem Tata Air (Studi Kasus Kotif Cimahi), Tugas Akhir Jurusan Teknik Planologi, ITB. Lovelance, G.W. dan A. T. Rambo. 1986. "Behavioral and social dimensions". Louis, G. E. & L.M. Magpili. 2002. A needs-based methodological approach for planning sanitation services provision in less industrialized countries. Paper presented at the Asian Pacific Landfill Symposium, Korea. Louis, G., & L.M. Magpili, C.A. Pinto. 2006. Deficit analysis: service capacity assessment and planning in developing countries – case study in the Philippines. Environment Monitoring Assesment. Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22/PRT/M/2009 Tentang Pedoman Teknis dan Tatacara Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air. Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia. Nugroho, S.P., 2002. Pengelolaan DAS dan Sumberdaya Air yang Berkelanjutan. Peluang dan Tantangan Pengelolaan Sumberdaya Air di Indonesia. P3-TPSLK BPPT dan HSF. Jakarta. Pickering, D., Park, J. M., & Bannister D. H. 1993. Utility mapping and record keeping for infrastructure. Washington DC: WB. Priyono, C.N.S dan S. A. Cahyono. 2003. Status dan strategi pengembangan pengelolaan DAS di masa depan di Indonesia. Alami 8(1):1-5. Richmond Regional Planning District Commission 1986. Water supply assessment for the Richmond region. Richmond: Local. Rohmat, Dede. 2009. Penyediaan Sumber Air Alternatif Penunjang Irigasi Di Kawasan Pantura. Bandung: UPI. Sari, W. 1995. Analisa Pengaruh Perkembangan Kota Terhadap Keseimbangan Ketersediaan dan Kebutuhan Air Tanah di Dataran Bandung. Tugas Akhir Jurusan Teknik Planologi, ITB. Sinukaban, 2007. Pembangunan Daerah Berbasis Strategi Pengelolaan DAS. Makalah pada Semiloka Pengelolaan DAS “Pembangunan Daerah Berbasis
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N3 | 851
Analisis Defisit Sumber Daya Air Terpadu Sebagai Upaya Pelestarian Sumber Daya Air
Pengelolaan Daerah Sungai”, Lampung 13 Desember. Sri Harto BR, Dip. H. 1989. Analisis Hidrologi. Pusat Antar Universitas- Ilmu Teknik Universitas Gajah Mada. Suparmoko. 1997. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Yogyakarta: BPFE. Tarr, J., & G. Dupuy. (Eds.) 1988. Technology and the rise of the networked City in Europe and America. Philadelphia, PA: Temple University Press. Thompson, S. A. 1999. Water use, management and planning in the United States. NY: Academic.
852 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N3