PEMANFAATAN PROGRAM GIZI DI POSYANDU DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI IBU MENYUSUI DAN BAYINYA
ELY WALIMAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
ABSTRACT ELY WALIMAH. Utilization of Nutritional Program In Posyandu and Determinant Factors Breast-Feeding Mothers Nutritional Status and Their Infants Nutritional Status. Under Direction of HADI RIYADI and DADANG SUKANDAR. Human quality is characterized with strong physic, powerful mental, optimal health and able to adapt knowledge and technology easily. One of indicator to measure the human quality is Human Development Indeks (HDI). Three main factor of HDI indicators are education, health and economic. Those factors related to community nutritional status. Malnutrition will cause physic, mental and intelligence growth failure, low productivity and increasing diseases and deaths. Malnutrition occurs as a result of economic crisis that happenned recently and also caused by the social institution that exist in social issues are not function any longer. One of the social institution is Posyandu (Health and Nutrition Integrated Services Center). Posyandu was not running optimally this recently. The general purpose of the research to get informations about utilization of nutritional program at posyandu and also some factors that related to nutritional status of breast-feeding mothers and their infants. The research design was using a cross sectional study. Design population in this research are breast-feeding mothers and their infants from each posyandu under responsibility of Puskesmas Ciranjang area and Puskesmas Karang Tengah area. The total number of samples are 100 breast-feeding mothers and 100 their infants. Sample were taken by using a simple random sampling method. Data were taken by interview breast-feeding mothers and measured breast-feeding mothers body mass indeks and their infants. Data were analyzed by multiple regression linear model. The multiple regression linear model results, there were relation between utilization of nutritional program in posyandu with breast-feeding mothers (p value = 0.001), there were relation between utilization of nutritional program in posyandu with infant nutritional status with used index weight for length (pvalue = 0.001). Knowledge of nutrition, vitamin B1 (thiamin), vitamin C, vitamin A have positive significant on breast-feeding mothers (P<0.05). Household income, fosfor, Vitamin C, protein have positive significant on infant nutritional status with index weight for length (P<0.05). Household income, fosfor, Vitamin C, vitamin A have positive significant on infant nutritional status with index length for age and weight for age (P<0.05).
Keywords : Posyandu, Infant, Breast-feeding Mothers and Nutritional Status.
RINGKASAN ELY WALIMAH. Pemanfaatan Program Gizi di Posyandu dan FaktorFaktor yang Mempengaruhi Status Gizi Ibu Menyusui dan Bayinya. Dibimbing oleh HADI RIYADI dan DADANG SUKANDAR. Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima dan menguasai ilmu pengetahuan serta teknologi. Salah satu indikator untuk mengukur tinggi rendahnya kualitas SDM adalah Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Indeks atau HDI). Tiga faktor utama penentu HDI adalah pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Ketiga faktor tersebut erat kaitannya dengan status gizi masyarakat. Kurang gizi akan mengakibatkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan kecerdasan, menurunkan produktivitas, meningkatkan kesakitan dan kematian. Kurang gizi selain terjadi karena kondisi saat ini sedang krisis dapat juga ditimbulkan karena berbagai lembaga sosial yang ada tidak difungsikan kembali. Salah satu lembaga sosial adalah posyandu dan lembaga ini kelihatan tidak berfungsi secara optimal. Secara umum penelitian ini bertujuan menggali informasi mengenai pemanfaatan program gizi di posyandu dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ibu menyusui serta bayinya sebagai pengguna posyandu. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pemanfaatan program gizi di posyandu dengan status gizi ibu menyusui dan bayinya, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ibu menyusui dan bayinya. Rancangan penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional Study. Populasi yang diambil adalah seluruh ibu menyusui dan bayinya dari setiap posyandu yang berada di wilayah kerja Puskesmas Ciranjang dan Karang Tengah. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 100 orang ibu menyusui dan 100 bayinya dengan menggunakan metode acak sederhana. Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan responden. Karakteristik bayi meliputi umur dan jenis kelamin. Data status gizi bayi 0-11 bulan diperoleh dengan cara pengukuran antropometri yang meliputi berat badan dan panjang badan. Berat badan bayi diukur dengan menggunakan timbangan injak digital merek ”easttech” dengan ketelitian 0.1 kg. Teknik pengukuran berat badan bayi yaitu bayi digendong oleh ibunya sehingga diketahui berat badan bayi dan ibunya kemudian dikurangi berat badan ibu yang sebelumnya sudah diketahui untuk memperoleh berat badan bayi. Data karakteristik ibu meliputi umur, pendidikan ibu dan pekerjaan. Data status gizi ibu diperoleh dengan cara pengukuran antropometri berdasarkan berat badan dan tinggi badan. Pengukuran berat badan dengan cara menimbangan langsung ibu menyusui menggunakan alat ukur timbangan injak digital merek ”easttech” dengan ketelitian 0.1 kg. Pengukuran tinggi badan dengan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0.1 cm. Data konsumsi pangan ibu menyusui dan bayinya dikumpulkan melalui metode recall 2 x 24 jam.
Data pengetahuan gizi ibu diperoleh dengan mengajukan 10 pertanyaan tentang zat gizi dan fungsinya, persepsi ibu tentang program gizi diperoleh dengan mengajukan 10 pertanyaan yang meliputi proses pelaksanaan program posyandu, dan pelayanan program gizi diperoleh dengan mengajukan 9 pertanyaan meliputi cakupan pelaksanaan program posyandu yang diperoleh oleh ibu menyusui dan bayinya. Data akses pelayanan program gizi diperoleh dengan mengajukan pertanyaan mengenai jarak rumah dengan tempat pelayanan program gizi serta keterjangkauan transportasi. Berdasarkan hasil analisis korelasi pearson pada α = 0.01 diketahui bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi ibu adalah tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan vitamin A, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan B1 (tiamin), tingkat kecukupan kalsium, tingkat kecukupan fosfor, tingkat kecukupan zat besi, sedangkan dari hasil analisis regresi linear berganda pada α = 0.05 dapat diketahui bahwa tingkat kecukupan B1 (tiamin), tingkat kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan vitamin A, pemanfaatan program gizi di posyandu dan pengetahuan gizi ibu berpengaruh positif terhadap status gizi ibu menyusui. Berdasarkan hasil analisis korelasi pearson pada α = 0.01 diketahui bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi bayi adalah tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan vitamin A, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan vitamin B1 (tiamin), tingkat kecukupan kalsium, tingkat kecukupan fosfor dan tingkat kecukupan besi, sedangkan dari hasil analisis regresi linear berganda pada α = 0.05 dapat diketahui bahwa tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan fosfor, pemanfaatan program gizi di posyandu dan pendapatan keluarga berpengaruh positif terhadap status gizi bayi menurut indeks BB/PB . Tingkat kecukupan vitamin A, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan fosfor dan pendapatan keluarga berpengaruh positif terhadap status gizi bayi menurut indeks PB/U dan BB/U Keywords : Posyandu, Bayi, Ibu Menyusui dan Status Gizi.
PEMANFAATAN PROGRAM GIZI DI POSYANDU DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI IBU MENYUSUI DAN BAYINYA
ELY WALIMAH
TESIS Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Judul Tesis Nama NIM
: Pemanfaatan Program Gizi di Posyandu dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Ibu Menyusui dan Bayinya : Ely Walimah : A 551050011
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Hadi Riyadi, MS Ketua
Dr. Ir. Dadang Sukandar, MSc Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
Prof.Dr.Ir. Ali Khomsan, MS
Tanggal Ujian : 20 Agustus 2007
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr.Ir. Khairil A.Notodiputro, MS
Tanggal Lulus : 31 Agustus 2007
“Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang khusyu” (Q.S. Al-Baqoroh :45)
Kepersembahkan karya ilmiah ini teruntuk : Keluarga dan semua keponakanku, suami dan bayiku tercinta
PRAKATA Sujud syukur sudah sepantasnya penulis abdikan pada Dzat Yang Maha Tunggal, Maha Agung, Maha Sempurna, Allah Azza Wa Jalla, sebagai wujud rasa syukur seorang hamba atas Qudroh dan Irodah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Setelah melalui proses yang cukup panjang, dengan
segala
“cobaan”
yang
menerpa,
alhamdulillah,
penulis
dapat
menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul : “Pemanfaatan Program Gizi di Posyandu dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Ibu Menyusui dan Bayinya”. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS dan Bapak Dr. Ir. Dadang Sukandar, MSc selaku pembimbing serta Bapak Prof.Dr.Ir.Ali Khomsan, MS sebagai ketua tim penelitian payung dengan judul Studi Implementasi Program Gizi : Pemanfaatan oleh Rumah Tangga, Keterjangkauan, Effectivitas dan Dampak terhadap Status Gizi di Daerah Miskin yang bekerjasama dengan Neysvan Hoogstraten Foundation (NHF) The Netherlands. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman enumerator atas segala bantuan dan kerjasamanya. Akhirul kalam semoga tesis ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan masyarakat pembaca pada umumnya.
Bogor, Agustus 2007 Ely walimah
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 1 April 1980 sebagai anak ke-empat dari empat bersaudara dari pasangan Engkos Teteng Kosasih (alm) dan Cucu Jumirah. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Kesehatan Masyarakat Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Universitas Muhammadiyah Jakarta, lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2005 penulis diterima di Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga pada Program Pascasarjana IPB. Penulis bekerja sebagai dosen tetap di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) sejak tahun 2003. Penulis juga pernah menjabat sebagai sekretaris Temu Kaji Ilmiah Dosen (TEKAD) dan editor pelaksana Jurnal SAIN Universitas Muhammadiyah Maluku Utara dari tahun 2003-2005.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xv
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Posyandu di Indonesia ................................................. Pelayanan Posyandu ............................................................................. Revitalisasi Posyandu ........................................................................... Pelayanan Dasar Gizi ........................................................................... Status gizi & Pengukurannya ............................................................... Faktor-faktor yang mempengaruhi Status Gizi .................................... Pendapatan ........................................................................................... Pendidikan dan Pengetahuan Ibu ......................................................... Zat Gizi, Vitamin dan Mineral ............................................................
5 6 8 9 11 15 17 17 18
KERANGKA PEMIKIRAN & HIPOTESIS Kerangka Pemikiran ............................................................................. Hipotesis .............................................................................................. Kerangka Konsep ................................................................................
24 25 26
METODE PENELITIAN Disain dan Tempat Penelitian ............................................................ Teknik Penarikan Contoh .................................................................. Jenis dan Cara Pengumpulan Data .................................................... Pengolahan dan Analisis Data ........................................................... Batasan Operasional ..........................................................................
27 27 30 31 36
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaaan Umum Daerah Penelitian ................................................. Karakteristik Keluarga........................................................................ Karakteristik Bayi............................................................................... Pengeluaran Pangan........................................................................... Persepsi Ibu tentang Program Gizi .................................................... Pengetahuan Gizi Ibu ........................................................................ Pemanfaatan Pelayanan Gizi ............................................................. Pelayanan Program Posyandu............................................................ Akses Pelayanan Program Gizi ........................................................ Rata-Rata Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Konsumsi Ibu Menyusui................... ................................................................. Rata-Rata Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Konsumsi Bayi ...................................................................................................
38 40 42 41 44 45 47 48 49 50 52
Status Gizi Ibu ................................................................................ Status Gizi Bayi .............................................................................. Hubungan Pemanfaatan dengan Status Gizi Ibu dan Bayi ............. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Ibu dan Bayi .......
54 55 57 58
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
69
LAMPIRAN ...............................................................................................
74
DAFTAR TABEL Halaman 1 Sebaran populasi dan sample di Kecamatan Ciranjang ..............................
28
2 Sebaran populasi dan sample di Kecamatan Karang Tengah......................
28
3 Sebaran karakteristik keluarga menurut pendidikan,umur dan pekerjaan...............................................................................................
40
4 Sebaran keluarga menurut pendapatan Rp/kapita/bln ................................
41
5 Sebaran bayi menurut jenis kelamin............................................................
43
6 Sebaran karakteritik keluarga menurut pengeluaran pangan.......................
43
7 Sebaran karakteritik rumah tangga menurut pengeluaran pangan, dan status ekonomi keluarga ......................................................................
43
8 Sebaran ibu menurut persepsi terhadap program posyandu .......................
45
9 Sebaran ibu menurut pengetahuan gizi .......................................................
45
10 Sebaran ibu menurut jawaban benar dan salah dari pertanyaan tentang pengetahuan gizi ............................................................................
46
11 Sebaran ibu menurut pemanfaatan program gizi ........................................
47
12 Sebaran ibu menurut pelayanan program posyandu ..................................
49
13 Sebaran ibu menurut akses pelayanan program gizi di posyandu .............
49
14 Statistik konsumsi dan tingkat kecukupan konsumsi ibu .........................
50
15 Sebaran ibu menurut tingkat kecukupan zat gizi ......................................
52
16 Statistik konsumsi dan tingkat kecukupan konsumsi bayi........................
50
17 Sebaran bayi menurut tingkat kecukupan zat gizi ....................................
52
18 Sebaran ibu menurut status gizi ................................................................
55
19 Sebaran status gizi bayi menurut indeks BB/PB, PB/U, BB/U ...............
56
20 Variabel yang bermakna pada α=0.01 berdasarkan hasil analisis korelasi pearson .......................................................................................
58
21 Variabel yang bermakna pada α=0.05 berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda ...........................................................................
59
22 Variabel yang bermakna pada α=0.05 berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda ........................................................................... 23 Variabel yang bermakna pada α=0.01 berdasarkan hasil analisis
60
korelasi pearson .......................................................................................
61
24 Variabel yang bermakna pada α=0.05 berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda ...........................................................................
62
25 Variabel yang bermakna pada α=0.05 berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda ...........................................................................
64
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Metode Penelitian Status Gizi ......................................................................
15
2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita ................................
16
3 Hubungan antara Pendidikan dan Status Gizi .............................................
18
4 Kerangka Konsep .........................................................................................
26
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Variabel yang pada alpha 0.05 berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda...........................................................................................
74
2 Variabel yang pada alpha 0.05 berdasarkan hasil analisis korelasi pearson .........................................................................................
75
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan suatu bangsa pada hakekatnya adalah suatu upaya pemerintah bersama masyarakat untuk mensejahterakan bangsa. Salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa adalah tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima dan menguasai ilmu pengetahuan serta teknologi. Salah satu indikator untuk mengukur tinggi rendahnya kualitas SDM adalah Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Indeks atau HDI). Tiga faktor utama penentu HDI yaitu pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Ketiga faktor tersebut erat kaitannya dengan status gizi masyarakat. Kurang gizi berdampak pada penurunan kualitas SDM. Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) maka pembangunan sumber daya manusia Indonesia belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Pada tahun 2003, IPM Indonesia menempati urutan ke 112 dari 174 negara. Pada tahun 2004, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia menempati peringkat 111 dari 177 negara. Pada tahun 2006, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia menempati peringkat 108 dari 177 negara (UNDP 2003, 2004, 2006). Kurang
gizi
akan
mengakibatkan
kegagalan
pertumbuhan
fisik,
perkembangan mental dan kecerdasan, menurunkan produktivitas, meningkatkan kesakitan dan kematian (Azwar 2004). Status gizi masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling mempengaruhi secara kompleks. Di tingkat rumah tangga status gizi dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga menyediakan pangan yang cukup baik kuantitas maupun kualitasnya, asuhan gizi ibu dan anak dipengaruhi oleh faktor pendidikan dan perilaku serta keadaan kesehatan anggota rumah tangga. Berdasarkan hal tersebut terlihat eratnya hubungan antara ketahanan pangan dan perbaikan gizi masyarakat sehingga menjadi komitmen global. Melalui international conference on nutrition 1992 hingga world food summit 2002, menegaskan komitmen masing-masing negara termasuk Indonesia untuk melanjutkan upaya peningkatan ketahanan pangan, menghapuskan kelaparan dan kekurangan gizi (Azwar 2004).
Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) mempengaruhi peningkatan dari status gizi masyarakatnya. Status gizi merupakan salah satu faktor penyebab dari kualitas hidup manusia. Perbaikan gizi merupakan syarat utama dalam perbaikan kesehatan ibu hamil, menurunkan angka kematian bayi dan balita. Menurut kepala Dinas Kesehatan Cianjur bahwa sebesar 12.6% dari jumlah total 167.019 balita di Kabupaten Cianjur menderita gizi kurang dan 1.4% menderita gizi buruk. Kondisi ini diantaranya disebabkan karena faktor ekonomi (Abdul 2005). Upaya pemerintah dalam meningkatkan gizi di Indonesia sudah berjalan semenjak 30 tahun dan masih berfokus pada masalah gizi
utama yaitu
Kekurangan Energi dan Protein (KEP), defisiensi vitamin A, anemia zat besi dan defisiensi iodium. Menurut Soekirman (1998) bahwa kurang gizi selain terjadi karena kondisi saat ini sedang krisis dapat juga ditimbulkan karena berbagai lembaga sosial yang ada tidak berfungsi secara optimal. Salah satu dari lembaga sosial adalah posyandu dan lembaga ini kelihatan tidak berfungsi secara optimal. Menurut Surat Edaran Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor : 411.3/1116/SJ tanggal 13 Juni 2001 tentang Pedoman Umum Revitalisasi Posyandu bahwa posyandu harus mampu dalam upaya pemenuhan kebutuhan kesehatan dasar dan peningkatan status gizi masyarakat serta posyandu harus mampu berperan sebagai wadah pelayanan kesehatan dasar berbasis masyarakat. Bayi, balita, ibu hamil dan ibu menyusui merupakan golongan rawan terhadap masalah kekurangan gizi. Oleh sebab itu bayi, balita, ibu hamil dan ibu menyusui menjadi sasaran dalam kegiatan posyandu. Secara umum revitalisasi posyandu bertujuan meningkatkan fungsi dan kinerja Posyandu sehingga bisa memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anak sejak dalam kandungan dan mampu meningkatkan atau mempertahankan status gizi serta derajat kesehatan ibu dan anak. Tujuan dari program pemerintah dalam meningkatkan status gizi masyarakat adalah meningkatkan intelegensi dan kinerja seseorang sehingga bisa meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tujuan lainnya adalah menurunkan angka penyakit yang disebabkan kekurangan zat gizi (KEP, defisiensi vitamin A, anemia zat besi dan defisiensi iodium). Program gizi mendukung dalam
peningkatan status gizi masyarakat pada umumnya melalui peningkatan pola konsumsi pangan beragam, seimbang dan berkualitas (Atmarita & Fallah 2004). Pelaksanaan program gizi pada tatanan masyarakat dilaksanakan melalui posyandu. Posyandu yang didirikan sejak tahun 1986 merupakan wadah masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara terpadu dalam berbagai sektor, oleh karena itu posyandu yang telah ada secara tidak langsung dapat membantu mengatasi masalah dari dampak krisis ekonomi yang melanda negara khususnya dalam bidang kesehatan ibu dan anak yang termasuk kelompok rawan gizi dan sangat perlu diperhatikan. Posyandu yang merupakan penyelenggarakan pelayanan program gizi yang paling “dekat” dengan masyarakat sehingga apabila fungsi dan kinerjanya baik kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat, secara tidak langsung mampu mengatasi masalah gizi yang terjadi selama ini. Secara umum pelaksanaan program gizi telah mengurangi penyakit akibat zat gizi (Kodyat et al 1998). Dari latar belakang di atas penulis tertarik untuk menggali bagaimana pelaksanaan program gizi di tingkat posyandu wilayah Kecamatan Ciranjang dan Karang
Tengah
Kabupaten
Cianjur
serta
melihat
faktor-faktor
yang
mempengaruhi status gizi ibu menyusui dan bayinya yang termasuk kelompok rawan gizi. Berdasarkan informasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur bahwa wilayah Kecamatan Ciranjang dan Karang tengah merupakan 2 wilayah yang paling banyak pelaksanaan program gizi dibandingkan dengan wilayah kecamatan lainnya yang berada di kabupaten Cianjur.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan menganalisis pemanfaatan program gizi di posyandu dan berbagai faktor yang mempengaruhi status gizi ibu menyusui dan bayinya sebagai pengguna posyandu di Kecamatan Ciranjang dan Karang Tengah Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat.
Tujuan Khusus Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga, konsumsi makan, pelayanan program gizi, akses pelayanan program gizi, pemanfaatan program gizi, pengeluaran pangan, persepsi program gizi, pengetahuan gizi dan status gizi ibu menyusui dan bayinya. 2. Menganalisis hubungan pemanfaatan program gizi dengan status gizi ibu menyusui dan bayinya. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ibu menyusui dan bayinya.
Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau informasi tentang kegiatan program gizi di posyandu sehingga bisa memberikan masukan bagi para penentu kebijakan dalam menentukan pelaksanaan program gizi yang lebih efektif dan tepat sasaran.
TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Posyandu di Indonesia Upaya perbaikan gizi di Indonesia telah dirintis sejak tahun 1950-an yang dimulai dengan pembentukan panitia perbaikan makanan rakyat di Jawa Tengah. Pada tahun yang hampir bersamaan dilaksanakan kegiatan serupa di berbagai negara lain. FAO dan WHO merumuskan suatu program yang dinamakan Applied Nutrition Program (ANP) yaitu upaya yang bersifat edukatif untuk meningkatkan gizi rakyat terutama golongan rawan gizi dengan peran serta masyarakat setempat dengan dukungan dari berbagai instansi secara terkordinasi. Tahun 1969 melalui pertemuan berbagai instansi dilahirkan nama UPGK dengan menggunakan konsep ANP (Applied Nutrition Program) dari FAO-WHO. Dalam perkembangannya pada tahun 1984 dicanangkan oleh masyarakat dengan bantuan alat dan tenaga khusus dari pemerintah. Posyandu merupakan salah satu bentuk Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD). PKMD merupakan suatu pendekatan yang kekuatannya terletak pada pelayanan kesehatan dasar, kerjasama lintas sektoral dan peran serta msyarakat. Tujuan dari Posyandu adalah: 1) Mempercepat penurunan angka kematian bayi dan anak balita serta penurunan angka kelahiran. 2) Mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS). 3) Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang sesuai dengan kebutuhan (Depkes 1986,1997). Posyandu digolongkan menjadi 4 tingkatan yaitu : 1.
Posyandu tingkat pratama adalah posyandu yang masih belum optimal kegiatannya dan belum bisa melaksanakan kegiatan rutinnya tiap bulan dan kader aktifnya masih terbatas.
2.
Posyandu tingkat madya adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader 5 atau
lebih, tetapi cakupan program utamanya (KB,KIA,GIZI dan Imunisasi) masih rendah yaitu kurang dari 50%. Kelestarian dari kegiatan posyandu ini sudah baik tetapi masih rendah cakupannya. 3.
Posyandu tingkat purnama adalah posyandu yang frekuensi pelaksanaannya lebih dari 8 kali per tahun, rata-rata jumlah kader yang bertugas 5 orang atau lebih, cakupan program utamanya (KB, KIA, GIZI dan Imunisasi) lebih dari 50% sudah dilaksanakan, serta sudah ada program tambahan bahkan sudah ada Dana Sehat yang masih sederhana.
4.
Posyandu tingkat mandiri adalah posyandu yang sudah bisa melaksanakan programnya secara mandiri, cakupan program utamanya sudah bagus, ada program tambahan Dana Sehat dan telah menjangkau lebih dari 50% Kepala Keluarga (KK).
Pelayanan Posyandu Posyandu merupakan lanjutan dari Taman Gizi/Pos Penimbangan, selama ini dilaksanakan oleh PKK yang kemudian dilengkapi dengan pelayanan KB dan Kesehatan. Posyandu sebagai pusat kegiatan masyarakat dalam bidang kesehatan melaksanakan pelayanan KB, gizi, imunisasi, penanggulangan diare dan KIA. Upaya keterpaduan pelayanan ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan keterpaduan 5 program tersebut baik dari segi lokasi, sarana maupun kegiatan dalam diri petugas, akan sangat memudahkan dalam memberikan pelayanan. Oleh sebab itu, sebaiknya Posyandu berada pada tempat yang mudah didatangi masyarakat dan ditentukan oleh masyarakat sendiri seperti ditempat pertemuan RT/RW atau tempat khusus yang dibangun masyarakat (Harianto 1992). Kodyat (1998) menjelaskan bahwa pelayanan gizi di posyandu diupayakan dan dikelola oleh lembaga swadaya masyarakat setempat dan berakar pada msyarakat pedesaan terutama oleh organisasi wanita termasuk PKK. Dengan semakin meluasnya Posyandu di hampir semua desa, maka pelayanan gizi di pedesaan makin dekat dan makin terjangkau oleh keluarga. Keterpaduan
pelayanan kesehatan dasar khususnya untuk ibu dan anak, posyandu akan menjadi ujung tombak dalam penanggulangan masalah kurang gizi. Kegiatan pelayanan gizi di posyandu meliputi : 1. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak balita antara lain dengan penimbangan berat badan secara teratur sebulan sekali. 2. Pemberian paket pertolongan gizi berupa tablet tambah darah untuk ibu hamil dan pemberian kapsul yodium untuk ibu hamil, ibu nifas (menyusui) dan anak balita pada daerah rawan GAKY serta pemeberian vitamin A pada bayi, balita dan ibu nifas (menyusui). 3. Pemberian makanan tambahan sumber energi dan protein bagi anak balita KEP, jenis makanan tambahan disesuaikan dengan keadaan setempat dan sejauh mungkin menjadi tanggung jawab keluarga dan masyarakat. 4. Pemantauan dini terhadap perkembangan kehamilan dan persiapan persalinan terutama mengenai pemanfaatan ASI untuk kebutuhan gizi bayi. Penyelenggaraan Posyandu dilaksanakan dengan pola lima meja. Kegiatan Posyandu dilaksanakan oleh kader. Pola lima meja tersebut adalah : Meja 1 : Pendaftaran Meja 2 : Penimbangan bayi dan balita Meja 3 : Pencatatan (pengisian KMS) Meja 4 : Penyuluhan perorangan meliputi : a. Informasi kesehatan
tentang anak balita berdasarkan hasil
penimbangan berat badan, diikuti pemberian makanan tambahan, oralit dan vitamin A dosis tinggi. b. Memberikan informasi kepada ibu hamil yang termasuk risiko tinggi tentang kesehatannya diikuti dengan pemberian tablet tambah darah. c. Memberikan informasi kepada PUS (Pasangan Usia Subur) agar menjadi anggota KB lestari diikuti dengan pemberian dan pelayanan alat kontrasepsi. Meja 5 : Pelayanan oleh tenaga profesional meliputi pelayanan KIA,KB,imunisasi serta pelayanan lain sesuai kebutuhan setempat.
Kegiatan diatas dilaksanakan sebulan sekali, khusus meja 1 sampai meja 4 merupakan kegiatan UPGK di Posyandu. Sedangkan kegiatan UPGK di luar jadwal Posyandu seperti kegiatan pemanfaatan pekarangan, motivasi dan penggerakkan UPGK melalui jalur agama dan BKKBN, PMT dan pemberian ASI dalam keluarga dapat dilaksanakan sebagai kegiatan sehari-hari UPGK dalam keluarga.
Revitalisasi Posyandu Revitalisasi Posyandu merupakan upaya pemenuhan kebutuhan kesehatan dasar dan peningkatan status gizi masyarakat yang secara umum terpuruk sebagai akibat langsung maupun tidak langsung adanya krisis multi dimensi di Indonesia. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kemampuan setiap keluarga dalam memaksimalkan potensi pengembangan kualitas sumber daya manusia diperlukan dalam upaya revitalisasi Posyandu sebagai unit pelayanan kesehatan dasar masyarakat yang langsung dapat dimanfaatkan untuk melayani pemenuhan kebutuhan dasar, pengembangan kualitas manusia dini, sekaligus merupakan salah satu komponen perwujudan kesejahteraan keluarga. Peran Posyandu sebagai salah satu sistem penyelenggaraan pelayanan kebutuhan kesehatan dasar dalam rangka peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Agar Posyandu dapat melaksanakan fungsi dasarnya maka perlu upaya revitalisasi terhadap fungsi dan kinerja Posyandu yang telah dilaksanakan sejak krisis ekonomi yang melanda bangsa kita. Upaya revitalisasi posyandu telah dilaksanakan sejak tahun 1999 di seluruh Indonesia, tetapi fungsi dan kinerja posyandu secara umum masih belum menunjukkan hasil yang optimal. Oleh karena itu pula, upaya revitalisasi posyandu perlu terus ditingkatkan dan dilanjutkan agar mampu memenuhi kebutuhan pelayanan terhadap kelompok sasaran rawan gizi. Secara umum revitalisasi posyandu bertujuan meningkatkan fungsi dan kinerja Posyandu sehingga bisa memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anak sejak dalam kandungan dan mampu meningkatkan atau mempertahankan status gizi serta derajat kesehatan ibu dan anak.
Sedangkan secara khusus bertujuan sebagai : a. Meningkatkan kualitas kemampuan dan ketrampilan kader Posyandu. b. Meningkatkan pengelolaan dalam pelayanan Posyandu. c. Meningkatkan pemenuhan kelengkapan sarana, alat, dan obat di Posyandu. d. Meningkatkan
kemitraan
dan
pemberdayaan
masyarakat
untuk
kesinambungan kegiatan Posyandu. e. Meningkatkan fungsi pendampingan dan kualitas pembinaan Posyandu (Depdagri 2001).
Pelayanan Dasar Gizi Menurut Soekirman (2000) pelayanan dasar adalah pelayanan utama yang harus diberikan kepada golongan masyarakat yang rawan terhadap risiko kurang gizi dan terserang penyakit. Kelompok tersebut adalah wanita, balita dan usia lanjut. Pelayanan untuk wanita meliputi pelayanan kepada wanita remaja calon ibu, wanita hamil, wanita nifas dan wanita menyusui. Di negara berkembang seperti di Indonesia, apabila ditelusuri ke belakang, status gizi kurang dan buruk pada balita ada hubungannya dengan status gizi ibunya ketika masih remaja. Pada usia remaja terjadi perubahan fisik yang cepat. Oleh karena itu, mereka harus didukung oleh keadaan gizi kesehatan yang optimal. Menurut hasil Survey Kesehatan Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari Departemen Kesehatan tahun 1995; 39% remaja wanita menderita KEP tingkat ringan dan 15.8% KEP buruk. Angka tersebut lebih tinggi dibanding pada remaja laki-laki. Remaja wanita juga menderita anemi sebesar 49.2% dan infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) sebesar 29.6%. Pelayanan dasar yang diberikan kepada wanita biasanya berupa pengetahuan tentang cara memelihara dan meningkatkan kesehatan diri dan keluarga, mengatur gizi seimbang dan pentingnya keluarga berencana. Selain itu, mereka disiapkan secara fisik dengan memberikan imunisasi pada waktu akan menikah dan jika perlu untuk penderita anemi besi diberikan suplemen pil zat besi atau tablet tambah darah (TTD), pelayanan pendidikan gizi, kesehatan dan Keluarga Berencaan (KB). Pelayanan ini dapat diberikan melalui berbagai program seperti usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK), program makanan
tambahan anak sekolah (PMT-AS), kesehatan sekolah, kesehatan keluarga dan melalui kegiatan rutin puskesmas. Pelayanan dasar yang diberikan untuk ibu hamil dan meyusui terutama berupa pemeriksaan kehamilan dan sebelum persalinan (prenatal care), pertolongan persalinan dan pelayanan pasca persalinan (post-natal care). Pelayanan gizi dasar bagi ibu hamil dan menyusui dapat berupa penyuluhan gizi seimbang, pemantauan pertambahan berat badan waktu hamil, suplemen zat yodium, suplemen pil zat besi dan suplemen energi dan protein. Salah satu pengetahuan gizi yang harus ditanamkan kepada ibu hamil adalah mengenai pentingnya Air Susu Ibu (ASI) bagi bayi. Pada masa setelah melahirkan, selain pengetahuan tentang ASI, diperlukan pengetahuan tentang pentingnya makanan pendamping ASI (MP-ASI) sesudah bayi berumur 4 bulan. Pelayanan ini dapat dilaksanakan melalui program UPGK, Posyandu, Puskesmas dan kesehatan keluarga atau program khusus lainnya. Pelayanan dasar bagi balita (0-5 tahun) terutama ditujukan untuk menjaga agar pertumbuhan potensional (berat badan dan tinggi badan) anak sejak lahir dapat berlangsung normal, demikian juga daya tahannya terhadap penyakit. Dengan pertumbuhan fisik yang normal, perkembangan mental dan kecerdasan anak juga dapat dipicu dengan lingkungan hidup yang baik dan pola pengasuhan yang mendukung. Untuk itu pelayanan dasar bagi balita meliputi pemberian imunisasi, pendidikan dan penyuluhan gizi pada ibu, menciptakan lingkungan yang bersih, penyediaan fasilitas stimulasi perkembangan mental dan kecerdasan anak dan penyediaan oralit untuk mengurangi bahaya penyakit diare. Pelayanan dasar gizi dan kesehatan untuk anak balita dapat dilaksanakan melalui Posyandu, Puskesmas, program kesehatan keluarga dan program lain. Berbagai lembaga pelayanan dasar tersebut harus bisa terjangkau baik secara fisik (mudah dicapai) maupun ekonomi (sesuai daya beli) oleh setiap keluarga, termasuk mereka yang miskin dan tinggal di daerah terpencil.
Status Gizi dan Pengukurannya Menurut Hermana (1993) status gizi merupakan hasil masukan zat gizi makanan dan pemanfaatannya di dalam tubuh. Sedangkan Riyadi (1995) mendefinisikan status gizi sebagai keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi) dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan yang ditentukan berdasarkan ukuran tertentu. Pencapaian status gizi yang baik, didukung oleh konsumsi pangan yang mengandung zat gizi cukup dan aman untuk dikonsumsi. Bila terjadi gangguan kesehatan, maka pemanfaatan zat gizi pun akan terganggu. Bayi yang berstatus gizi lebih baik dan sehat, lebih berpeluang mempunyai kemampuan mental dan intelektual yang lebih baik dan mempunyai usia harapan hidup dan waktu produktif yang lebih tinggi (FNB-NAS 1990). Oleh karena itu, perhatian akan pemenuhan kecukupan gizi dan kesehatan pada bayi menjadi semakin penting. Cukup beralasan bahwa salah satu tujuan kebijakan pangan dan gizi di Indonesia adalah perbaikan mutu gizi makanan penduduk, khususnya golongan rawan gizi seperti anak dibawah lima tahun termasuk bayi dan ibu menyusui Status gizi pada saat bayi dapat memberi andil terhadap status gizi anakanak bahkan masa dewasa (Winarno 1990). Mengingat pentingnya status gizi masa bayi, maka orang tua dalam hal ini ibu mempunyai peran yang penting untuk dapat mengendalikan agar status gizi anaknya dapat mencapai optimal. Kebutuhan nutrisi pada saat menyusui jauh lebih besar dibandingkan pada saat kehamilan. Pada 4-6 bulan pertama melahirkan, berat seorang bayi menjadi dua kali lipat dibandingkan pada saat umur sembilan bulan di dalam kandungan. Susu yang dihasilkan selama 4 bulan mengandung energi yang ekuivalen dengan energi total pada waktu kehamilan. Tetapi, meskipun demikian sejumlah energi dan banyak dari nutrien yang dimakan selama kehamilan dipergunakan untuk mendukung produksi dari ASI. Jumlah ASI yang diproduksi pada masa menyusui, energi dan kandungan dari nutrisi, jumlah energi yang dibutuhkan ibu serta nutrisi yang tersedia. Kebutuhan nutrisi pada masa menyusui meningkat hingga 500 kal/hari yang disertai dengan peningkatan kebutuhan protein, vitamin dan mineral. Masa menyusui yang cukup lama merupakan masa drainase zat-zat makanan bagi
ibu, karena melalui ASI, sang ibu memberikan kepada bayinya zat-zat gizi yang cukup untuk pertumbuhan bayi normal. Oleh karena itu ibu menyusui memerlukan sejumlah zat-zat gizi yang lebih banyak dari ibu yang sedang hamil, apalagi bila ibu itu tetap bekerja secara aktif di rumah atau di luar rumah. Bila ibu tidak mendapat tambahan gizi yang cukup, maka ibu akan menjadi kurus dan mudah letih, karena zat-zat makanan yang diperlukan untuk ASI diambil dari jaringan tubuh ibu. Oleh karena itu selama masa ASI ekslusif atau sebelum bayi mendapatkan makanan pendamping, tidak dianjurkan untuk melakukan diet penurunan berat badan. Proses menyusui dapat dikatakan berhasil jika bayi berkembang dengan baik dan status biokimia yang normal. Jumlah ASI yang dikonsumsi bayi dan komposisi nutrisi dari ASI biasa digunakan sebagai dasar untuk melihat adekuatnya nutrisi dari ibu pada masa menyusui (As’ad 2002). Menurut Nyoman et al. (2001) penilaian status gizi dapat diukur secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat dilakukan dengan cara : 1. Anthropometri yaitu diartikan secara umum ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, anthropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Penggunaan anthropometri ini secara umum digunakan untuk
melihat
ketidakseimbangan
asupan
protein
dan
energi.
Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Sedangkan menurut Jelliffe (1989) anthropometri merupakan metode pengukuran secara langsung dan yang paling umum digunakan untuk menilai dua masalah gizi utama yaitu masalah gizi kurang (terutama pada anak-anak dan wanita hamil) dan masalah gizi lebih pada semua kelompok umur. Menurut suhardjo dan Riyadi (1990) pengukuran status gizi dengan menggunakan anthropometri dapat memberikan gambaran tentang status konsumsi energi dan protein seseorang. Oleh karena itu, anthropometri sering digunakan sebagai indikator status gizi yang berkaitan dengan masalah kurang energi-protein. Indikator anthropometri yang sering dipakai ada tiga macam yaitu : berat badan untuk mengetahui massa tubuh, tinggi badan untuk mengetahui dimensi linear
panjang tubuh dan tebal lipatan kulit serta lingkar lengan atas untuk mengetahui komposisi dalam tubuh, cadangan energi dan protein. dalam penggunaan indikator anthropometri tersebut selalu dibandingkan dengan umur dari yang akan diukur. Atas dasar itu maka penentuan status gizi dengan menggunakan anthropometri adalah dengan indeks berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi (BB/TB), dan lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U) (WHO 1995). Berat badan mencerminkan masa tubuh, seperti otot dan lemak yang peka terhadap perubahan sesaat karena adanya kekurangan gizi dan penyakit. Oleh karena itu, indeks BB/U menggambarkan keadaan gizi saat ini. Tinggi badan menggambarkan skeletal yang bertambah sesuai dengan bertambahnya umur dan tidak begitu peka terhadap perubahan sesaat. Oleh karena itu indeks TB/U lebih banyak menggambarkan keadaan gizi seseorang pada masa lalu. Indeks BB/TB mencerminkan perkembangan massa tubuh dan pertumbuhan skeletal yang menggambarkan keadaan gizi saat itu. Indeks BB/TB sangat berguna apabila umur yang diukur sulit diketahui. lingkar lengan atas memberi gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. Seperti halnya dengan berat badan, indikator LLA dapat naik dan turun dengan cepat, oleh karenanya LLA/U merupakan indikator status gizi saat ini. Diantara indikator-indikator anthropometri yang telah disebutkan, indeks BB/U merupakan pilihan yang tepat untuk dipergunakan dalam rangka pemantauan status gizi sebab sensitif terhadap perubahan mendadak dan dapat menggambarkan keadaan gizi saat ini (Khumaidi 1997). Penilaian status gizi berdasarkan indikator BB/U, hasilnya kemudian dibandingkan dengan data anthropometri standar WHO-NCHS (National Center for Health Statistics) (WHO 1995), dengan kriteria adalah gizi lebih bila skor-z > 2; normal bila skor- z antara -2 dan 2, gizi kurang bila skor-z < -3 hingga -2 dan gizi buruk bila skor-z < -3. 2. Pemeriksaan secara klinis yaitu metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut
dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya digunakan untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit. 3. Biokimia yaitu penilaian status gizi dengan melakukan pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode biokimia digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik. 4. Penilaian status gizi secara biofisik yaitu merupakan metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Metode ini digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindness). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung dilakukan dengan cara : 1. Survei konsumsi makanan yaitu metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi. 2. Statistik Vital yaitu pengukuran status gizi dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaannya dipertimbangkan sebagai dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.
3. Faktor Ekologi, malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi.
Gambar 1 Metode penilaian status gizi
Penilaian status gizi
Pengukuran langsung
1. 2. 3. 4.
Anthropometri Biokimia Klinis Biofisik
Pengukuran tidak langsung
1. Survei konsumsi 2. Statistik vital 3. Faktor ekologi
Sumber : Jelliffe (1989)
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Status gizi menurut Husaini (1977) ditentukan oleh banyak faktor, yang sering dikelompokkan kedalam penyebab langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan dan infeksi, sedangkan secara tidak langsung dapat disebabkan oleh rendahnya daya beli terutama untuk konsumsi pangan yang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, pemeliharaan kesehatan dan lingkungan serta berbagai faktor lainnya. Faktor tidak langsung yang dapat mempengaruhi status gizi pada anak yang merupakan faktor resiko yaitu pendidikan orang tua yang rendah, pendapatan yang rendah, terlalu banyak jumlah anggota keluarga, anak menderita
infeksi yang akut atau kronis seperti diare dan sanitasi di dalam dan di luar rumah yang tidak cukup baik. Salah satu hal yang terpenting strategi UNICEF dalam status gizi adalah kerangka kerja konseptual untuk menganalisis penentu kekurangan gizi dalam konteks spesifik. Dalam penentuan status gizi ada tiga elemen yang harus dipenuhi, yaitu makanan, kesehatan dan perawatan. Adapun kerangka kerja konseptual UNICEF dalam status gizi disajikan pada gambar 2.
Kelangsungan Hidup, Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Asupan Makanan yang Cukup
Ketahana Pangan Rumah Tangga
Perawatan Wanita Pemberian Asi/Makanan Praktek-praktek Higiene Praktek-praktek Kesehatan Rmah
Kesehatan
Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan Sehat
Hasil Penyebab langsung
Penyebab Tidak Langsung
Komunikasi Informasi dan Edukasi
Sumberdaya Masyarakat dan Keluarga
Faktor yang menentukan
Struktur, Sosial, Budaya, Politik dan Keadaan Struktur Ekonomi
Sumberdaya Potensial Gambar 2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita Sumber : UNICEF (1997)
Pendapatan Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas pangan yang dikonsumsi (Berg 1986). Rendahnya pendapatan (keadaan miskin) merupakan salah satu sebab rendahnya konsumsi pangan dan gizi serta buruknya status gizi. Kurang gizi akan mengurangi daya tahan tubuh, rentan terhadap penyakit, menurunkan produktivitas kerja dan menurunkan pendapatan. Akhirnya masalah pendapatan rendah, kurang konsumsi, kurang gizi dan rendahnya mutu hidup membentuk siklus yang berbahaya (Suhardjo & Hardinsyah 1987). Penelitian yang dilakukan Megawangi (1991) di tiga propinsi di Indonesia menunjukkan bahwa pendapatan tidak berpengaruh positif terhadap status gizi anak balita. Bagaimana hubungan antara pendapatan dan status gizi tidak secara langsung, tetapi melalui variabel antara misalnya distribusi makanan dalam keluarga, kesehatan dan keadaan sanitasi, pengetahuan dan keterampilan orang tua, dan banyak faktor lainnya. Makanan adalah kebutuhan utama manusia sehingga dalam keadaan pendapatan rendah (terbatas) sebagian besar pendapatan tersebut akan dipakai atau dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan makanan. Semakin meningkat pendapatan biasanya semakin berkurang presentase yang dibelanjakan untuk makan. Hal tersebut sesuai dengan hukum Engel yang mengatakan bahwa jika pendapatan meningkat, proporsi pengeluaran untuk makanan terhadap pendapatan total menurun, tetapi pengeluaran absolut untuk makanan meningkat. Hukum ini tidak berlaku pada masyarakat miskin, yang sudah memiliki pengetahuan absolut untuk makanan sudah sangat rendah (dibawah kebutuhan minimum) sehingga jika terjadi peningkatan pendapatan maka proporsi pengeluaran untuk makan pun meningkat (Berg 1986).
Pendidikan dan Pengetahuan Ibu Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan untuk pengembangan diri. Semakin tinggi pendidikan, semakin mudah menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi, dan semakin meningkat produktivitas, serta semakin meningkat kesejahteraan keluarga.
Suatu model hubungan antara pendidikan dan status gizi anak dikemukakan oleh Leslie (1985) bahwa pendidikan ibu akan mempengaruhi pengetahuan mengenai praktek kesehatan dan gizi anak sehingga anak berada dalam keadaan status gizi yang baik. Hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Pendidikan Ibu
Pengetahuan mengenai praktek kesehatan dan gizi anak
Status Gizi Anak
Gambar 3 Hubungan Antara Pendidikan dan Status Gizi Sumber : Leslie (1985) Makin tinggi pendidikan orang tua, makin baik status gizi anaknya. Anakanak dari ibu mempunyai latar belakang pendidikan lebih tinggi akan mendapatkan kesempatan hidup serta tumbuh lebih baik, karena berdasarkan penelitian yang dilakukan di Bangladesh menunjukkan bahwa pendidikan berpengaruh positif terbadap asupan protein pada anak-anak pra sekolah, terutama anak yang berusia muda (tahun pertama kehidupannya). Tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap tingkat pengertiannya terhadap perawatan kesehatan, higiene, serta kesadarannya terhadap kesehatan anak-anak dan keluarganya. Ibu yang berpendidikan rendah memiliki akses yang lebih sedikit terhadap informasi dan keterampilan yang terbatas untuk menggunakan informasi tersebut, sehingga mempengaruhi kemampuan ibu dalam merawat anak-anak mereka dan melindunginya dari gangguan kesehatan.
Zat Gizi, Vitamin dan Mineral
Energi Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat lemak dan protein yang berada di dalam makanan yang kita makan. Dalam kondisi normal jumlah energi yang kita peroleh sangat tergantung dari jumlah sumber energi yang kita makan. Menurut Brody (1994) bahwa energi diperlukan
dalam proses sintesis glikogen dan trigliserida. Energi yang berlebihan menjadi lemak yang disimpan dalam jaringan adiposa.
Protein Protein adalah bagian dari sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier 2001). Protein tersusun oleh polimer asam amino. Daging, ikan merupakan sumber protein yang sangat bagus. Sebagai contoh ikan salmon mengandung 30 gram protein dalam 100 gram (Brody 1994).
Vitamin A Defisiensi vitamin A merupakan masalah kesehatan masyarakat yang nyata di lebih 70 negara. Pada tahun 1995, diperkirakan sekitar 3 juta anak-anak di seluruh dunia setiap tahun menunjukkan xerophthalmia. Vitamin A mempunyai keunikan sebagai vitamin larut lemak yang pertama kali diketahui. Fungsi yang paling dikenal dari vitamin A adalah peranannya dalam penglihatan. Bentuk retinol (11-cis-retinaldehyde) dari vitamin A diperlukan oleh mata untuk transduksi cahaya menjadi sinyal-sinyal syaraf yang diperlukan untuk penglihatan. Bentuk asam retinoat diperlukan untuk mempertahankan diferensiasi kornea dan membran konjugtiva, sehingga mencegah xerophthalmia. Vitamin A juga dibutuhkan untuk untuk integritas sel ephitel di seluruh tubuh (Muhilal & Sulaiman 2004). Makanan yang berasal dari hewan merupakan sumber dari vitamin A yang sudah jadi (preformed vitamin A) atau retinol, kebanyakan berada dalam bentuk retynil ester. Hati merupakan tempat penyimpanan vitamin A. Daging, unggas, ikan dan telur mengandung vitamin A dalam jumlah yang cukup tinggi. Sedangkan bahan-bahan nabati seperti buah-buahan, sayuran berdaun hijau, akar, dan umbi-umbian (seperti wortel dan ubi jalar merah) serta minyak sawit merah mengandung vitamin A dalam bentuk prekursor atau karotenoid provitamin A.
Vitamin C Manusia dan beberapa hewan memerlukan vitamin C dari makanan karena tubuhnya tidak memiliki enzim L-gulono-α-lactone oxidase, yang diperlukan untuk sintesa vitamin C. Vitamin C pada asupan normal dapat diabsorpsi sebesar 90-95%, transportasi dalam bentuk bebas di plasma dan mudah diambil oleh jaringan yang memerlukan. Absorpsi akan meningkat sampai dosis 150 mg per hari. Ekstraksi melalui urin dalam bentuk metabolitnya yaitu asam oksilat. Asupan lebih dari 60 mg akan meningkatkan ekskresi bentuk vitamin C secara proporsional. Sumber utama vitamin C adalah buah dan sayuran segar. Biasanya sumber vitamin C dikaitkan dengan jeruk walaupun buah dan sayuran daun yang lain juga merupakan sumber yang baik. Dalam menetapkan Angka Kecukupan (AKG) Vitamin C perlu diketahui jumlah cadangan dalam tubuh yang dapat memelihara fungsi vitamin C dan laju turn over yang terjadi. Cadangan sebesar 1500 mg merupakan jumlah maksimum yang dapat dimetabolisir di jaringan tubuh dan dapat mencerminkan aktivitas fisiologis yang optimal. Dengan jumlah cadangan yang demikian maka perkirakaan turn over vitamin C adalah 60 mg per hari. Dengan memperhitungkan kemampuan absorpsi maka jumlah yang diperlukan adalah 70-75 mg yang mungkin bisa meningkat untuk beberapa individu sampai 100 mg. Untuk ibu hamil dan menyusui perlu diperhatikan kebutuhan janin dalam kandungan ataupun bayi yang menyusu. Penambahan pada ibu hamil harus memperhatikan peningkatan kebutuhan ibu dan kebutuhan janin yang dikandungnya. Untuk ibu menyusui, hendaknya disesuaikan dengan produksi ASI dan kandungan vitamin C dalam ASI serta intik bayi yang mendapat ASI eksklusif.
Vitamin B1 (Tiamin) Nama lain dari vitamin B1 adalah Tiamin. Tiamin merupakan koenzim yang penting pada metabolisme energi dari karbohidrat. Vitamin ini larut dalam air dan tidak tahan panas. Tiamin merupakan faktor pada dekarboksilat oksidatif dari asam α-ketoglutarat. Selain itu, ia terlibat pada pembentukan dan degradasi keton oleh transketolase yang mengkatalis interkonversi gula dengan 3 sampai 7
atom karbon. Dengan demikian kebutuhan tiamin dikaitkan dengan asupan karbohidrat. Absorspsi vitamin dalam jumlah asupan sehari-hari relatif mudah di bagian proksimal intestin. Ekskresi melalui ginjal dalam bentuk tiamin asetat atau metabolitnya. Kebutuhan tiamin dipengaruhi oleh umur, asupan energi, asupan karbohidrat, dan berat badan. Aktivitas fisik akan mempengaruhi kebutuhan energi, sehingga aktivitas fisik rata-rata perhari perlu diperhatikan untuk penetapan jumlah asupan yang dianjurkan. Food and Nutrition Board USA memberikan rekomendasi berdasarkan beberapa studi jumlah 0,5 mg per 1000 Kal dan minimal 1 mg untuk asupan energi kurang dari 2000 Kal. Untuk ibu hamil dan menyusui diperlukan tambahan sebesar 0,3 mg per hari.
Kalsium (Ca) Hampir seluruh kalsium di dalam tubuh ada dalam tulang yang berperan sentral dalam struktur dan kekuatan tulang dan gigi. Tubuh orang dewasa mengandung sekitar 1000-1300 g kalsium yang kurang dari 2% berat tubuh. Kandungan normal kalsium darah adalah 9-11 mg per 100 ml. Sekitar 48 % serum kalsium adalah ionik dimana 46 % dalam senyawa protein darah. Sisanya dalam bentuk senyawa komplek yang mudah difusi, seperti dalam bentuk sitrat . Sumber utama kalsium untuk masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi tinggi (kaya) adalah susu dan hasil olahnya yang mengandung sekitar 1150 mg kalsium per liter. Sumber lain kalsium adalah sayuran hijau, kacang-kacangan dan ikan yang dikalengkan. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan adalah biovailabilitas, aktivitas fisik dan keberadaan zat gizi lain. Penyerapan kalsium kurang baik pada bahan makanan yang mengandung tinggi asam oksalat (bayam, ubi jalar) atau asam fitat (biji-bijian, kacang-kacangan). ASI merupakan sumber zat gizi utama bagi bayi 0-6 bulan. Kadar kalsium ASI relatif tetap rata-rata 260 mg/L. Asumsi rata-rata volume ASI untuk Indonesia adalah 750 ml/hari untuk 6 bulan pertama dan 600 ml untuk 6 bulan kedua. Jika 80% asupan kalsium berasal dari ASI rata-rata penyerapannya 61 %. Kalsium dari makanan tidak berpengaruh negatif terhadap biovailibilitas kalsium dari ASI. Retensi kalsium pada bayi diperhitungkan 68 mg/hari berdasarkan kehilangan kalsium. Tingkat penambahan kalsium dihitung 30-35 mg/hari untuk bayi 0-4 bulan dan 50-55 mg/hari untuk
bayi 5-11 bulan. Selama masa menyusui diperlukan 250 mg sehari kalsium agar kualitas ASI tetap baik. Kehilangan kalsium selama menyusui akan segera dapat teratasi setelah penyapihan. Sama seperti ibu hamil, diperkirakan sekitar 50% ibu menyusui di Indonesia masih dalam usia pertumbuhan. Jika untuk pertumbuhan diperlukan tambahan kaslium sekitar 300 mg/hari. Maka ibu menyusui di Indonesia perlu tambahan 150 mg/hari. Oleh sebab itu, asupan kalsium selama masa menyusui ditetapkan sama dengan selama masa kehamilan yaitu 950 mg/hari (Soekatri M & Kartono D 2004a).
Fosfor (F) Fosfor adalah mineral terbanyak kedua setelah kalsium dalam tubuh. Dalam tubuh fosfor mempunyai peran struktural dan fungsional. Penetapan kecukupan fosfor untuk bayi 0-11 bulan adalah didasarkan pada AI (asupan ratarata). ASI merupakan sumber fosfor satu-satunya pada bayi 0-6 bulan yang mendapat ASI eksklusif. Tidak ada laporan tentang kekurangan fosfor pada bayi lahir cukup bulan yang mendapat ASI eksklusif. Kadar fosfor dalam ASI rata-rata 110 mg/L. Rata-rata penyerapan fosfor dari ASI adalah 85%. Retensi fosfor pada bayi diperhitungkan 59 mg/hari. Rata-rata penyerapan fosfor dari makanan pada anak adalah 70% sedangkan pada dewasa adalah 60%. AI fosfor untuk bayi 0-6 bulan didasarkan pada asupan fosfor dari ASI sekitar 750 ml sehari yaitu 100mg/hari. Kecukupan fosfor untuk bayi 7-11 bulan didasarkan pada asupan ASI 600 ml/hari atau 75 mg fosfor sehari ditambah asupan dari MP-ASI sekitar 150mg/hari. MP-ASI umumnya mengandung tinggi fosfor dibanding ASI. Sehingga rata-rata asupan 225 mg/hari fosfor sehari akan dapat memenuhi kecukupannya. Selama masa kehamilan ataupun menyusui efisiensi penyerapan fosfor adalah 60% dan EAR ditetapkan 490 mg/hari. Belum ada informasi yang menyatakan bahwa selama masa kehamilan dibutuhkan fosfor lebih banyak dibanding masa tidak hamil. Kecukupan fosfor rata-rata selama masa kehamilan sama dengan selama masa menyusui yaitu 600 mg/hari. Jika kehamilan ataupun menyusui terjadi pada umur kurang dari 19 tahun maka kecukupan fosfor adalah 1100 mg/hari.
Besi (Fe) Besi ada dihampir semua bentuk makanan dan minuman serta wadah yang digunakan baik untuk menyimpan maupun untuk tempat makanan. Dalam bentuk padat besi sebagai metal atau senyawa besi. Dalam larutan, besi ada dalam bentuk ferro dan bentuk ferri. AI besi untuk bayi 0-6 bulan didasarkan pada asupan besi dari ASI sekitar 750 ml sehari yaitu 0.27 mg/hari. FAO/WHO (2001) dalam Soekatri dan Kartono (2004b) berasumsi bahwa simpanan besi cukup untuk 6 bulan pertama kehidupan bayi. Oleh sebab itu kecukupan besi bayi 0-6 bulan adalah 0.50 mg/hari. Masa menyusui pada bulan pertama tidak ada kehilangan besi akibat menstruasi dan setelah 6 bulan dipastikan sudah mendapatkan menstruasi lagi. Kecukupan besi selama masa menyusui memperhitungkan kehilangan besi akibat menstruasi serta kebutuhan untuk mempertahankan kualitas besi ASI. Jika kecukupan besi pada keadaan normal (tidak hamil) adalah 26 mg/hari. Ekskresi besi melalui ASI sekitar 0.25 mg/hari atau dibutuhkan sekitar 2.5 mg/hari jika tingkat penyerapan 10 %. Oleh sebab itu, kecukupan besinya adalah 32 mg/hari.
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
Kerangka Pemikiran Indonesia saat ini masih dihadapkan dengan 4 masalah gizi utama yaitu Kekurangan Energi Protein (KEP), defisiensi vitamin A, defisiensi anemia besi dan defisiensi iodium. Selain itu Indonesia mengalami tingginya prevalensi gizi kurang, Indonesia juga dihadapkan dengan masalah gizi lebih pada masyarakat perkotaan. Masalah gizi terjadi pada suluruh siklus kehidupan mulai dari bayi sampai balita, anak usia sekolah, remaja, dewasa termasuk ibu hamil dan ibu menyusui. Jika tidak segera diatasi, masalah gizi Indonesia akan mengalami loss generation.
Oleh
karena
itu,
upaya
mengatasi
masalah
gizi
melalui
penyelenggaraan pelayanan gizi sudah dilaksanakan oleh pemerintah pada setiap siklus kehidupan. Program pelaksanaan gizi yang diselenggarakan oleh pemerintah sudah sangat luas. Pelayanan dasar program gizi dari pemerintah adalah posyandu. Pelayanan yang diberikan posyandu meliputi: 1) Pemberian suplemen makanan bagi balita, ibu hamil dan anak usia sekolah. 2) Menyediaan kapsul vitamin A dosis tinggi untuk bayi usia 6-11 bulan, balita dan ibu nifas. 3) Pemberian tablet tambah darah bagi ibu hamil. 4) Pemberian kapsul iodium untuk anak usia sekolah dan ibu hamil terutama di daerah endemik. 5) Memonitoring pertumbuhan balita. Pelayanan gizi secara umum sudah dikenal oleh masyarakat. Tetapi sampai saat ini penggunaan pelayanan belum optimal. Penggunaan yang belum optimal terhadap pelayanan gizi oleh masyarakat tergantung dari akses masyarakat terhadap pelayanan dan penampilan dari pusat pelayanan tersebut. Akses terhadap pelayanan gizi tergantung dari beberapa faktor yaitu : Jarak antara rumah dengan lokasi pelayanan, ketersediaan transfortasi, pengetahuan gizi, informasi tentang
fungsi dan keuntungan dari pelayanan, pendidikan, pendapatan dan pelaksaanan program posyandu itu sendiri. Penggunaan pelayanan gizi oleh ibu menyusui yang merupakan kelompok sasaran posyandu perlu diketahui karena bisa melihat seberapa banyak jumlah ibu menyusui dan bayinya mendapatkan kapsul vitamin A. Penggunaan pelayanan gizi oleh ibu sangat bermanfaat untuk monitoring status gizi bayinya. Jumlah serta kualitas makanan sangat berpengaruh terhadap status gizi ibu menyusui dan bayi. Namun, berbagai kemungkinan faktor yang dapat diduga mempengaruhi status gizi pada ibu menyusui dan bayinya terlihat pada gambar 4.
Hipotesis 1. Karakteristik keluarga, Pengeluaran pangan, konsumsi pangan, persepsi program gizi, pelayanan program gizi mempengaruhi status gizi ibu menyusui dan bayinya. 2. Pemanfaatan program gizi di posyandu berhubungan dengan keadaan status gizi ibu menyusui dan bayinya.
Status Gizi bayi Penyakit Infeksi
Status Gizi Ibu Menyusui Pola Asuh
Pelayanan program Gizi -
Distribusi kapsul vitamin A Monitoring pertumbuhan anak
-
Akses pelayanan program gizi - Jarak rumah dengan tempat pelayanan program gizi - Keterjangkauan transportasi
= Variabel tidak diteliti = Variabel yang diteliti
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Ibu&Bayi
Pengetahuan Gizi Ibu
Konsumsi Pangan Ibu&Bayi
Pemanfaatan pelayanan gizi Program vitamin A untuk ibu nifas dan bayinya Program penimbangan bayi di posyandu Program penyuluhan gizi Kepemilikan KMS
Pengeluaran Persepsi ibu tentang program gizi
-
Karakteristik Keluarga Pendidikan orang tua Pekerjaan orang tua Pendapatan
Gambar 4 Kerangka Konsep
Non Pangan
METODE PENELITIAN
Disain dan Tempat Penelitian Penelitian ini bagian dari penelitian yang dilaksanakan Khomsan et al (2006) bekerjasama dengan Neysvan Hoogstraten Foundation (NHF) The Netherlands yang dilaksanakan di Kecamatan Ciranjang dan Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat. Penulis terlibat dalam pengambilan data yang dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2006. Disain penelitian yang digunakan adalah potong lintang atau cross sectional study. Disain potong lintang merupakan disain penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan model pendekatan atau observasi sekaligus pada satu saat atau point time approach (Pratiknya 2001). Penelitian ini dilakukan di 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Ciranjang dan Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Cianjur. Berdasarkan informasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur bahwa Kecamatan Ciranjang dan Karang Tengah merupakan 2 (dua) Kecamatan yang paling banyak program gizi dibandingkan dengan Kecamatan lain yang berada di wilayah Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat.
Teknik Penarikan Contoh Populasi dalam penelitian ini adalah Ibu menyusui dan bayinya di seluruh posyandu yang termasuk wilayah kerja Puskesmas Ciranjang dan Puskesmas Karang Tengah yang telah berkunjung ke posyandu 1 sampai 6 kali. Ukuran contoh diambil secara acak pada setiap Posyandu wilayah kerja Puskesmas Ciranjang dan Karang Tengah dengan rumus sebagai berikut :
di = di/D x 100 Dimana; di
= Ukuran contoh ibu menyusui dan bayinya pada setiap posyandu
i
= Posyandu ke-i pada setiap Desa di Kecamatan Ciranjang dan Karang Tengah
D
= Total jumlah ibu menyusui dan bayinya Pengambilan contoh dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
penarikan contoh acak sederhana tanpa pemulihan. Teknik ini dilakukan karena populasi bersifat homogen (Gulo 2005). Jumlah populasi ibu menyusui sebanyak 508, jumlah sampel yang diambil sebanyak 100 orang ibu menyusui dan 100 bayinya. Sebaran populasi dan sampel pada masing-masing posyandu yang terpilih bisa dilihat pada tabel 1 dan 2.
Tabel 1 Sebaran Populasi dan Sampel di Kecamatan Ciranjang Desa
Posyandu ke-i
N
n
Ciranjang
Flamboyan Melati Anggrek Dahlia I Bougenville Dahlia II
10 2 2 18 5 3
2 1 1 1 3 1
Cibiuk
Hegarmanah Sukamaju Sengkong Pasir Jeruk
10 18 3 10
2 3 1 2
Mekargalih
Pasir Kihiang Cibogo 3 Bedahan
1 11 7
1 2 1
Sindang Sari
Melati III Melati IV Melati VI
12 1 21
2 1 4
Nanggala Mekar
Bungbulang Pasir Pasir Peusing Pasir Luhur
8 19 21 2
2 4 4 1
Total
184
39
Tabel 2 Sebaran Populasi dan Sampel di Kecamatan Karang Tengah Desa
N
n
Melati Cempaka
7 19
1 4
Melati Sedap Malam Bougenville Dahlia Seroja Mawar 2 Aster Kenanga
12 16 20 17 8 13 5 15
2 3 4 3 2 2 1 3
Sindanglaka
Harapan Ibu II Anggrek
2 6
1 1
Maleber
Cempaka Melati Mawar Wijaya Kusuma
20 13 15 18
4 2 3 3
Sindang Asih
Gurame I Mujair
14 17
3 3
Sukataris
Dahlia Anggrek Aster
23 5 5
4 1 1
Sabandar
Mawar I Mawar II Melati Aster II
6 12 5 12
1 2 1 2
Sukamulya
Cempaka Dahlia 2
11 8 324
2 2 61
Sukamanah
Bojong
Posyandu ke-i
Total
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dengan cara survei. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan ibu menyusui menggunakan instrumen kuesioner. Data sekunder diperoleh dari kantor kelurahan, kecamatan dan puskesmas. Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik keluarga, data karakteristik ibu dan bayinya, persepsi ibu tentang program gizi, akses pelayanan program gizi, pelayanan program gizi, pengeluaran pangan, pengetahuan gizi ibu, konsumsi pangan ibu dan bayinya. Data karakteristik bayi meliputi umur dan jenis kelamin. Data status gizi bayi 0-11 bulan diperoleh dengan cara pengukuran antropometri yang meliputi berat badan dan panjang badan. Berat badan bayi diukur dengan menggunakan timbangan injak digital merek ”easttech” dengan ketelitian 0.1 kg. Teknik pengukuran berat badan bayi yaitu bayi digendong oleh ibunya sehingga diketahui berat badan bayi dan ibunya kemudian dikurangi berat badan ibu yang sebelumnya sudah diketahui untuk memperoleh berat badan bayi. Pengukuran panjang badan bayi menggunakan microtoise dengan cara anak dibaringkan pada tempat yang rata kemudian diberi tanda dan diukur. Data konsumsi pangan bayi menggunakan metode recall 2 x 24 jam melalui wawancara langsung dengan ibunya secara berturut-turut yang meliputi jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi dan frekuensi pangan. Data frekuensi dan lama pemebrian ASI diperoleh dengan metode recall 2x24 jam berturut-turut dengan menanyakan berapa kali dalam sehari anak menyusu dan berapa menit setiap kali menyusu. Data karakteristik ibu meliputi umur, pendidikan ibu dan pekerjaan. Data status gizi ibu diperoleh dengan cara pengukuran antropometri berdasarkan berat badan dengan cara penimbangan menggunakan timbangan injak digital merek ”easttech” dengan ketelitian 0.1 kg. Pengukuran tinggi badan dengan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0.1 cm. Data konsumsi pangan ibu menyusui dikumpulkan melalui metode recall 2 x 24 jam. Data pengetahuan gizi ibu diperoleh dengan mengajukan 10 pertanyaan tentang zat gizi dan fungsinya, persepsi ibu tentang program gizi diperoleh dengan mengajukan 10 pertanyaan yang meliputi proses pelaksanaan program posyandu, dan pelayanan program gizi diperoleh dengan mengajukan 9 pertanyaan meliputi
cakupan pelaksanaan program posyandu yang diperoleh oleh ibu menyusui dan bayinya. Data akses pelayanan program gizi diperoleh dengan mengajukan pertanyaan mengenai jarak rumah dengan tempat pelayanan program gizi, keterjangkauan transportasi.
Pengolahan dan Analisis Data Dalam tahap pengolahan data dilakukan kegiatan-kegiatan seperti pengkodean, penghitungan manual, entri data dan editing serta analisis. Program komputer yang digunakan untuk membuat database dan penyimpanannya adalah Microsoft Office Excel 2003. Sedangkan untuk menganalisis hubungan dan pengaruh dari tiap variabel menggunakan program SPSS 13.0 for windows dan SAS 6.12, sedangkan untuk menganalisis data status gizi ibu menyusui dan bayinya menggunakan program penilaian status gizi WHO 2005. Data karakteristik keluarga seperti tingkat pendidikan ayah dan tingkat pendidikan ibu dilihat dari jumlah tahun mengikuti pendidikan formal, kemudian dikategorikan menurut jenjang pendidikan SD, SLTP, SLTA dan PT. Data pendapatan keluarga merupakan penjumlahan dari pendapatan seluruh anggota keluarga baik dari hasil pekerjaan utama maupun pekerjaan tambahan atau sumber lainnya selama satu bulan. Dalam penentuan tingkat pengetahuan diberi kode 1 jika jawabannya benar dan jika salah diberi kode 0. Nilai pengetahuan gizi ibu dilihat dari jumlah skor atas pertanyaan yang diberikan. Skor minimal pengetahuan gizi ibu adalah 0 dan skor maksimal adalah 10. Kemudian dikategorikan rendah apabila skor yang diperoleh kurang dari 60% dari total skor; kategori sedang apabila skor yang diperoleh antara 60% sampai 80% dari total skor dan kategori baik apabila lebih dari 80% dari total skor (Khomsan 2000). Dalam penentuan persepsi dengan menggunakan kategori baik, sedang dan kurang. Data
antropometri
bayi
usia
0-11
bulan
diolah
dengan
cara
membandingkan dengan standar NCHS/WHO 1995 sehingga dapat diperoleh Zskor berat badan menurut umur (BB/U); Z-skor panjang badan menurut umur (PB/U) dan Z-skor berat badan menurut panjang badan. Titik batas (cutt-off point)
Z-skor -2 digunakan untuk mendeteksi status underweight, stunting dan wasting pada bayi. Data antropometri ibu diolah dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT), dengan rumus : IMT = Berat Badan (kg) Tinggi Badan (m)2 Berdasarkan nilai IMT dibuat klasifikasi status gizi sesuai dengan kriteria Departemen Kesehatan RI tahun 1994 sebagai berikut : KATEGORI Kurus
Kekurangan berat badan tingkat berat
< 17.0
Kekurangan berat badan tingkat ringan
17.0 - 18.5
Normal Gemuk
IMT
18.5 - 25.0 Kelebihan berat badan tingkat ringan
25.0 - 27.0
Kelebihan berat badan tingkat berat
> 27.0
Sumber : Nyoman et al. (2001) Metode recall 2x24 jam digunakan untuk memperoleh data konsumsi pangan bayi usia 0-11 bulan dan ibu menyusui. Pada metode recall ini ditanyakan jenis pangan yang dikonsumsi dan banyaknya pangan tersebut dalam ukuran rumah tangga. Pangan yang dikonsumsi kemudian dikonversi beratnya dalam gram, kemudian dihitung kandungan zat gizi yaitu energi (kkal, protein (g), vitamin A (μgRE), vitamin C (mg), vitamin B1 (mg), kalsium (mg), fosfor (mg), zat besi (mg) dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Pangan tahun 2004. Konversi dihitung dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah&Briawan 1994): Kgij = (Bj/100) x Gij x (BDD/100) dimana; Kgij
= Kandungan zat gizi-i dalam bahan makanan-j
Bj
= Berat makanan-j yang dikonsumsi (gr)
Gij
= Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan-j
BDDj = bagian bahan makanan-j yang dapat dimakan
Data konsumsi ASI yang dikonsumsi dihitung berdasarkan data frekuensi dan lama pemebrian ASI menurut Worthington-Robert (1993) dalam Riyadi (2002). Volume ASI yang dikonsumsi bayi dihitung dengan cara mengalikan lama pemeberian ASI dengan volume ASI yang diperoleh. Apabila lama pemberian ASI lebih dari 15 menit untuk setiap kali penyusuan maka volume ASI yang diperoleh diasumsikan 60ml, sedangkan lama pemberian ASI kurang dari 15 menit maka volume ASI yang diperoleh diasumsikan hanya 20ml. Nilai-nilai ini kemudian dikalikan dengan frekuensi pemeberian ASI per hari, sehingga diperoleh volume ASI per hari. Volume ASI yang dikonsumsi anak tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk zat gizi menggunakan data zat gizi ASI. Klasifikasi tingkat kecukupan zat gizi berdasarkan Depkes 1995 dengan klsifikasi sebagai berikut : Kategori
Titik batas
Baik
≥ 100 % AKG
Sedang
80 - 99 % AKG
Kurang
70 - 80 % AKG
Defisit
< 70 % AKG
Sumber : Nyoman et al. (2001) Analisis untuk mengetahui pengaruh dari setiap variabel bebas dan terikat menggunakan uji person korelasi, sedangkan untuk mengetahui seberapa besar faktor langsung dan tidak langsung mempengaruhi status gizi bayi usia 0-11 bulan dan ibu menyusui, dipergunakan analisis regresi linier berganda dengan rumus sebagai berikut :
Model I : Y1 = βo + β1 X1+ β2 X2+ β3 X3+ β4 X4+ β5 X5+ β6 X6+ β7 X7+ β8 X8+ ε
dimana; Y1 βo β1,...., β8 X1
= Satus Gizi Bayi menurut BB/PB atau PB/U atau Bb/U = Intercept (konstanta) = Parameter Koefisien regresi = Tingkat Kecukupan Energi
= Tingkat Kecukupan Protein = Tingkat Kecukupan Vitamin A = Tingkat Kecukupan Vitamin C = Tingkat Kecukupan Vitamin B/Tiamin = Tingkat Kecukupan Kalsium = Tingkat Kecukupan Fosfor = Tingkat Kecukupan Zat Besi = Error
X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8
ε
Model II : Y2 = βo + β1 X1+ β2 X2+ β3 X3+ β4 X4+ β5 X5+ β6 X6+ ε
dimana; Y2 βo β1,...., β6 X1 X2 X3 X4 X5 X6
ε
= Satus Gizi Bayi menurut BB/PB atau PB/U atau BB/U = Intercept (konstanta) = Parameter Koefisien regresi = Status Gizi Ibu = Pengetahuan Gizi Ibu = Pengeluaran Pangan = Pendidikan Orang Tua = Pendapatan = Pemanfaatan program gizi di posyandu = Error
Model III : Y3 = βo + β1 X1+ β2 X2+ β3 X3+ β4 X4+ β5 X5+ β6 X6+ β7 X7+ β8 X8+ ε
dimana; Y3 βo β1,...., β8 X1 X2 X3 X4
= Satus Gizi Ibu = Intercept (konstanta) = Parameter Koefisien regresi = Tingkat Kecukupan Energi = Tingkat Kecukupan Protein = Tingkat Kecukupan Vitamin A = Tingkat Kecukupan Vitamin C
= Tingkat Kecukupan Vitamin B/Thiamin = Tingkat Kecukupan Kalsium = Tingkat Kecukupan Fosfor = Tingkat Kecukupan Zat Besi = Error
X5 X6 X7 X8
ε
Model IV : Y4 = βo + β1 X1+ β2 X2+ β3 X3+ β4 X4+ β5 X5+ β6 X6 + ε
dimana; Y4 βo β1,...., β7 X1 X2 X3 X4 X5 X6
ε
= Satus Gizi Ibu = Intercept (konstanta) = Parameter Koefisien regresi = Pengeluaran Pangan = Pengetahuan Gizi Ibu = Pendidikan Ibu = Pemanfaatan program gizi di posyandu Posyandu = Persepsi Ibu Terhadap Program Gizi di Posyandu = Pendapatan = Error
Batasan Operasional Bayi adalah bayi yang berusia 0 - 11 bulan yang merupakan anak dari ibu menyusui. Ibu menyusui adalah ibu kandung dari bayi yang memberikan ASI untuk anaknya. Status gizi bayi adalah status gizi bayi yang diukur dengan metode antropometri menggunakan indeks berat badan menurut umur (BB/U), panjang badan menurut umur (PB/U) dan berat badan menurut panjang badan (PB/BB). Status gizi ibu adalah status gizi ibu yang diukur dengan metode antropometri, menggunakan IMT (Indeks Massa Tubuh). Tingkat pendidikan ibu adalah jumlah tahun lamanya menempuh pendidikan formal yang pernah dicapai ibu menyusui kemudian dikategorikan berdasarkan tingkat pendidikan SD, SLTP, SLTA dan PT. Pengetahuan gizi ibu adalah penguasaan ibu terhadap pengetahuan yang berhubungan dengan ASI, zat gizi, sumber dan fungsi zat gizi yang diukur dengan memberikan skor 1 untuk jawaban benar dan 0 untuk jawaban salah. Nilai skor pengetahuan adalah hasil penjumlahan dari semua skor. Pengetahuan ibu dikategorikan rendah apabila skor yang diperoleh kurang dari 60% dari total skor; kategori sedang apabila skor yang diperoleh antara 60% sampai 80% dari total skor dan kategori baik apabila lebih dari 80% dari total skor (Khomsan 2000). Pendapatan keluarga adalah banyaknya uang atau senilai uang yang diperoleh seluruh anggota keluarga yang diukur dengan cara menjumlahkan pendapatan seluruh anggota keluarga baik dari hasil pekerjaan utama maupun pekerjaan tambahan atau lainnya (pemberian,hadiah) selama satu bulan, dinyatakan dalam Rp/ kapita/bulan. Konsumsi Pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi baik oleh bayi berupa ASI dan pangan yang dikonsumsi oleh ibu menyusui dengan menggunakan metode recall 2x24 jam. Pengeluaran pangan adalah sejumlah uang yang dikeluarkan untuk kebutuhan pangan.
Persepsi ibu tentang program gizi adalah penilaian ibu yang bersifat subjektif terhadap penyelenggara program gizi di posyandu. Pemanfaatan pelayanan gizi adalah jumlah kunjungan dan keikutsertaan ibu dan bayinya dalam program gizi seperti penyuluhan gizi, mendapatkan vitamin A, imunisasi, penimbangan, pelayanan KB, pemberian PMT. Pelayanan program gizi adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh posyandu program gizi berupa program penyuluhan gizi dan kesehatan, imunisasi, menimbang, pelayanan KB, pemeriksaan kehamilan, pemberian PMT pemberian kapsul vitamin A , Fe, iodium. Akses pelayanan program gizi adalah jarak rumah dengan tempat pelayanan program gizi serta keterjangkauan transportasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Daerah Penelitian Kabupaten Cianjur dikenal dan lekat dengan pameo ngaos, mamaos dan maenpo. Ngaos adalah tradisi mengaji sebagai salah satu pencerminan kegiatan keagamaan. Mamaos adalah pencerminan kehidupan budaya daerah dimana seni mamaos tembang sunda Cianjuran berasal dari tatar Cianjur. Sedangkan maenpo adalah seni bela diri tempo dulu asli Cianjur yang sekarang lebih dikenal dengan seni bela diri Pencak Silat. Luas wilayah Kabupaten Cianjur 350.148 hektar dengan jumlah penduduk berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2000 berjumlah 1.931.840 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 2,11 %. Lapangan pekerjaan utama penduduk Kabupaten Cianjur di sektor pertanian yaitu sekitar 62,99 %. Sektor lainnya yang cukup banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan yaitu sekitar 14,60 %. Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB Kabupaten Cianjur yaitu sekitar 42,80 % disusul sektor perdagangan sekitar 24,62%. Secara administratif Pemerintah Kabupaten Cianjur terbagi dalam 26 Kecamatan, 335 Desa dan 6 Kelurahan di wilayah kota Cianjur, dengan batasbatas administratif sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta, sebelah barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sukabumi, sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia, sebelah timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut. Secara geografis , Kabupaten Cianjur dapat dibedakan dalam tiga wilayah pembangunan yakni wilayah utara, tengah dan wilayah selatan. Wilayah Utara meliputi 13 Kecamatan : Cianjur, Cilaku, Warungkondang, Cibeber,
Karangtengah,
Sukaluyu,
Ciranjang,
Bojongpicung,
Mande,
Cikalongkulon, Cugenang , Sukaresmi dan Pacet. Wilayah Tengah meliputi 7 Kecamatan : Sukanagara, Takokak, Campaka, Campaka Mulya, Tanggeung, Pagelaran dan Kadupandak. Wilayah selatan meliputi 6 Kecamatan : Cibinong, Agrabinta, Sindangbarang, Cidaun , Naringgul dan Cikadu. Sebagaimana daerah beriklim tropis, maka di wilayah Cianjur utara tumbuh subur tanaman sayuran, teh
dan tanaman hias. Di wilayah Cianjur Tengah tumbuh dengan baik tanaman padi, kelapa dan buah-buahan. Sedangkan di wilayah Cianjur Selatan tumbuh tanaman palawija, perkebunan teh, karet, aren, cokelat, kelapa serta tanaman buah-buahan. Potensi lain di wilayah Cianjur Selatan antara lain obyek wisata pantai yang masih alami dan menantang investasi. Sebagai daerah agraris yang pembangunananya bertumpu pada sektor pertanian, kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah swa-sembada padi. Produksi padi pertahun sekitar 625.000 ton dan dari jumlah sebesar itu telah dikurangi kebutuhan konsumsi lokal dan benih, masih memperoleh surplus padi sekitar 40 %. Produksi pertanian padi terdapat hampir di seluruh wilayah Cianjur. Kecuali di Kecamatan Pacet dan Sukanagara. Di kedua Kecamatan ini, didominasi oleh tanaman sayuran dan tanaman hias. Dari wilayah ini pula setiap hari belasan ton sayur mayur dipasok ke Jabotabek. Kecamatan Ciranjang dan Kecamatan Karang Tengah terletak di wilayah utara Kabupaten Cianjur. Kecamatan Ciranjang terdiri dari 5 Desa yaitu Desa Ciranjang, Desa Cibiuk, Desa Nanggala Mekar, Desa Sindang Sari dan Desa Mekar Galih, dengan jumlah RT 202 dan RW sebanyak 61. Berdasarkan susenas tahun 2004 jumlah penduduk di Kecamatan Ciranjang sebanyak 85.424 jiwa. Sarana Kesehatan yang terletak di wilayah Kecamatan Ciranjang terdiri dari 1 Puskesmas DTP yang terletak di Desa Ciranjang, 1 Puskesmas lengkap terletak di Desa Cipeuyeum dan 57 Posyandu. Kecamatan Karang Tengah terdiri dari 16 Desa. Pada akhir tahun 2006 terjadi pemekaran sehingga Kecamatan Karang Tengah terdiri dari 8 Desa, 8 Desa lainnya masuk ke dalam wilayah Kecamatan Ciherang. 8 Desa yang termasuk Kecamatan Karang Tengah yaitu Desa Sukamanah, Desa Bojong, Desa Sindanglaka, Desa Maleber, Desa Sindangasih, Desa Sukataris, Desa Sabandar dan Desa Sukamulya. Kecamatan Karang Tengah terdiri dari 305 RT dan 75 RW. Berdasarkan susenas tahun 2004 jumlah penduduk Kecamatan Karang Tengah sebanyak 120.642 jiwa. Sarana Kesehatan yang terletak di wilayah Kecamatan Karang Tengah terdiri dari 1 Puskesmas lengkap terletak di Desa Karang Tengah dan 78 Posyandu.
Gambaran Umum Contoh
Karakteristik Keluarga Gambaran umur, tingkat pendidikan dan pekerjaan kepala keluarga dan ibu menyusui dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Sebaran karakteristik
keluarga menurut pendidikan, umur dan
pekerjaan Karakteristik Responden Pendidikan : Tidak Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tidak tamat SMP Tamat SMP Tamat SMU Diploma Sarjana Total Umur : < 20 tahun 21 - 35 tahun ≥ 36 tahun Total Pekerjaan : Tidak bekerja Petani Pedagang PNS/ABRI/POLISI Jasa Ibu rumah tangga Guru bantu Karyawan swasta Total
Pendidikan
Ayah
Ibu
n
%
n
%
0 6 42 2 22 21 4 3
0.0 6.0 42.0 2.0 22.0 21.0 4.0 3.0
1 5 56 0 17 13 7 1
1.0 5.0 56.0 0.0 17.0 13.0 7.0 1.0
100
100.0
100
100.0
0 67 33
0.0 67.0 33.0
7 76 17
7 76.0 17.0
100
100.0
100
100.0
1 20 42 8 18 0 0 11
1.0 1.0 30.0 7.0 17.0 0.0 0.0 11.0
0 0 2 5 3 89 1 0
0.0 0.0 2.0 5.0 3.0 89.0 1.0 0.0
100
100.0
100
100.0
Pendidikan merupakan salah satu aspek penting sebagai salah satu indikator menilai kualitas sumberdaya manusia. Tingkat pendidikan kepala keluarga pada umumnya adalah tamat Sekolah Dasar (SD) sebesar 42%, sebesar 6% kepala keluarga yang tidak tamat SD dan yang memiliki pendidikan sampai perguruan tinggi (sarjana) hanya 3%, sedangkan rata-rata pendidikan ibu sama dengan kepala keluarga yaitu tamat Sekolah Dasar sebesar 56%, sebesar 5% ibu tidak tamat SD dan 1% ibu yang tidak sekolah sama sekali.
Umur Pada tabel tersebut rata-rata umur kepala keluarga adalah 33.12 tahun, sedangkan rata-rata umur ibu adalah 28.31 tahun. Kepala keluarga sebesar 67.0% berusia antara 21-35 tahun, sedangkan sisanya sebesar 33 % berusia diatas 36 tahun. Ibu sebesar 76% berusia 21 - 35 tahun, sedangkan sisanya sebesar 7% berusia dibawah 20 tahun dan 17% berusia diatas 36 tahun. Berdasarkan data tersebut rata-rata umur kepala keluarga termasuk ke dalam kategori usia produktif dan rata umur ibu termasuk ke dalam usia reproduksi sehat.
Pekerjaan Pada umumnya pekerjaan kepala keluarga adalah sebagai pedagang sebesar 42%, yang bekerja sebagai jasa baik itu sebagai tukang ojek,tukang cukur dan calo sebesar 18%, kepala keluarga yang menjadi petani sebesar 20%, sebagai PNS/ABRI/POLISI sebesar 8% dan sebagai karyawan swasta sebesar 11%. Kepala keluarga yang tidak bekerja sama sekali sebesar 1%. Pada umunya ibu sebesar 89% hanya sebagai ibu rumah tangga. Tapi ada juga ibu yang bekerja yaitu sebagai pedagang sebesar 2%, PNS/ABRI/POLISI sebesar 5%, jasa 3% dan sebagai guru bantu 1%.
Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga dihitung dari seluruh pendapatan anggota keluarga baik itu dari pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingan. Sebesar 58% pendapatan perkapita/bulan diatas garis kemiskinan menurut BPS Kabupaten Cianjur. Sedangkan sisanya sebesar 42% dibawah garis kemiskinan (Tabel 4). Apabila terjadi peningkatan pendapatan perkapita pada masyarakat miskin di suatu negara maka akan menyebabkan peningkatkan pengeluaran yang dialokasikan untuk pangan. Sebagai contoh pertumbuhan ekonomi di Negara Jepang sejak abad XXIII secara tidak langsung merubah pola konsumsi pangan masyarakatnya menjadi lebih baik (Sanjur 1982). Tabel 4 Sebaran keluarga menurut pendapatan per kapita/bulan Kategori
n
%
Miskin
42
42.0
Tidak miskin
58
58.0
100
100.0
Total
Karakteristik Bayi Karakteristik bayi meliputi umur dan jenis kelamin bayi. Umur yang diambil dalam penelitian ini adalah bayi yang berusia 0-11 bulan. Umur bayi dibagi menjadi 2 kategori berdasarkan kelompok umur angka kecukupan gizi 2004 yaitu rentang usia antara 0-6 bulan dan 7-11 bulan. Bayi yang berusia 0-6 bulan sebanyak 57%, sedangkan bayi yang berusia 7-11 bulan sebanyak 43% dari 100 bayi yang dijadikan sampel penelitian. Sedangkan bayi laki-laki yang berusia 0-6 bulan sebesar 52.6% dan yang berjenis kelamin perempuan sebesar 47% dari 57 bayi yang berusia 0-6 bulan. Bayi laki-laki yang berusia 7-11 bulan sebesar 39.5% dan yang berjenis kelamin perempuan sebesar 60.5% dari 43 bayi yang berusia 7-11 bulan. Sebaran jenis kelamin bisa dilihat di tabel 5. Tabel 5 Sebaran bayi menurut jenis kelamin
Jenis Kelamin
n
%
Laki-laki
47
47.0
Perempuan
53
53.0
Total
100
100.0
Pengeluaran Pangan Pengeluaran pangan dalam keluarga biasanya dialokasikan untuk memenuhi kebutuan pangan. Pengeluaran pangan keluarga rata-rata 179687 Rp/kap/bln (53.3%) dari total rata-rata pengeluaran pangan. Pengeluaran pangan diklasifikasikan menjadi 2 kategori yaitu kurang dari 120.000 Rp/kap/bln dan lebih dari 120.000 Rp/kap/bln. Pengeluaran pangan keluarga yang termasuk kategori kurang dari 120.000 Rp/kap/bln 27%, kategori lebih dari 120.000 Rp/kap/bln sebesar 73% (Tabel 6).
Tabel 6 Sebaran keluarga menurut pengeluaran pangan Rp/Kap/Bln Pengeluaran Pangan
Kategori n
%
< 120000
27
27.0
> 120000
73
73.0
Total
100
100.0
Tabel 7 Sebaran keluarga menurut pengeluaran pangan Rp/Kap/Bln dan status ekonomi keluarga Kategori
Miskin
Tidak Miskin n %
n
%
> 120000
21 21
21.0 21.0
6 52
6.0 52.0
Total
42
42.0
58
58.0
< 120000
Pengeluaran pangan bagi keluarga miskin dengan kategori kurang dari 120000 Rp/Kap/Bln sebesar 21% sedangkan sisanya sebesar 21% masuk dalam
kategori lebih dari 120000 Rp/Kap/Bln. Pengeluaran pangan bagi keluarga tidak miskin kategori kurang dari 120000 Rp/Kap/Bln sebesar 6% sedangkan sisanya sebesar 52% masuk dalam kategori lebih dari 120000 Rp/Kap/Bln (Tabel 7). Pengeluaran pangan sangat erat kaitannya dengan pendapatan keluarga sehingga apabila terjadi peningkatan pendapatan maka akan meningkatkan alokasi pengeluaran untuk pangan.
Persepsi Ibu tentang Program Gizi Menurut Green (1980) bahwa faktor predisposing dari sebuah perilaku adanya keyakinan terhadap nilai sesuatu. Persepsi merupakan respon yang merupakan hasil dari penilaian terhadap sesuatu merupakan bagian penting juga dalam perilaku atau tindakan yang akan diambil oleh seseorang. Persepsi ibu menyusui diperoleh dengan mengajukan 10 pertanyaan mengenai perlu tidaknya peningkatan pelaksanaan program posyandu meliputi kegiatan : penyuluhan, PMT, penimbangan balita, imunisasi, tablet tambah darah, penyediaan KMS, pelayanan KB, pemeriksaan kehamilan, pemberian vitamin A dan pelakanaan kegiatan posyandu secara rutin per bulan dengan pilihan jawaban perlu ditingkatkan atau tidak. Nilai tertinggi 10 dengan jawaban bahwa semua program sudah bagus dan tidak perlu ditingkatkan. Persepsi dan pengetahuan merupakan predisposing dari sebuah tindakan seseorang sehingga kategori persepsi disamakan dengan kategori pada pengetahuan gizi ibu yaitu apabila skor kurang dari 60% dari total skor masuk dalam kategori rendah, skor antara 60-80% dari total skor kategori sedang dan kategori baik apabila lebih dari 80% dari total skor. Pada umumnya program di posyandu yang dianggap responden dengan kategori sedang sebesar 60%, sedangkan persepsi dalam kategori kurang sebesar 27% sedangkan sisanya masuk dalam kategori baik sebesar 13% (Tabel 8).
Tabel 8 Sebaran ibu menurut persepsi terhadap program posyandu Kategori (Skor)
n
%
Kurang (60%)
27
27.0
Sedang (60-80%)
60
60.0
Baik ( >80%)
13
13.0
100
100.0
Total
Pengetahuan Gizi Ibu Peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku, namun pengetahuan juga merupakan faktor predisposing dalam sebuah perilaku (Green 1980). Pengetahuan gizi dibagi menjadi 3 kategori yaitu baik, sedang dan rendah. Kategori rendah apabila skor kurang dari 60% dari total skor; kategori sedang apabila skor yang diperoleh antara 60% sampai 80% dari total skor dan kategori baik apabila lebih dari 80% dari total skor. Pengetahuan responden tentang gizi mayoritas masuk ke dalam kategori sedang sebesar 59%, sedangkan kategori kurang sebesar 26% dan sisanya sebesar 15% masuk dalam kategori baik (Tabel 9). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Mulyati et al (2007) yang dilakukan di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang bahwa pengetahuan ibu berpengaruh terhadap peningkatan konsumsi energi sebesar 18.8% dan peningkatan konsumsi protein sebesar 21.39% pada bayi dibawah lima tahun (Balita) yang menderita penyakit tuberculosis. Tabel 9 Sebaran ibu menurut pengetahuan gizi Kategori (Skor)
n
%
Kurang (60%)
26
26.0
Sedang (60-80%)
59
59.0
Baik ( >80%)
15
15.0
100
100.0
Total
Tabel 10 Sebaran ibu menurut jawaban benar dan salah dari pertanyaan tentang pengetahuan gizi No
Pertanyaan
Jawaban Benar
Jawaban Salah
Total
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Zat gizi untuk mendukung pertumbuhan anak-anak adalah protein Untuk mendukung pertumbuhan anak sebaiknya makanan tambahan selain ASI diberikan setelah usia satu bulan Za-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh terdirir dari karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral Pangan yang termasuk sumber karbohidrat adalah ikan Pangan yang termasuk sumber protein adalah singkong Porsi makan ibu selama hamil adalah lebih banyak dari kondisi sebelum hamil Pangan yang termasuk ke dalam sumber vitamin A adalah bayam Gejala anemia (kurang darah) adalah leher membengkak Jika ibu mengalami anemi (kurang darah) maka hal tersebut disebabkan oleh kekurangan zat besi Sumber zat besi pada makanan adalah daging dan telur
n 99
% 99.0
n 1
% 1.0
n 100
% 100.0
81
81.0
19
19.0
100
100.0
94
94.0
6
6.0
100
100.0
40
40.0
60
60.0
100
100.0
52
52.0
48
48.0
100
100.0
80
80.0
20
20.0
100
100.0
72
72.0
28
28.0
100
100.0
69
69.0
31
31.0
100
100.0
74
74.0
26
26.0
100
100.0
55
55.0
45
45.0
100
100.0
Berdasarkan tabel 10 dapat dilihat bahwa 80% ibu menjawab dengan benar mengenai fungsi protein, waktu pemberian makanan pendamping ASI yang tepat, zat gizi utama yang dibutuhkan oleh tubuh dan peningkatan kebutuhan zat gizi selama hamil. Ibu masih belum mengetahui sumber karbohidrat yang menjadi sumber energi. Hal ini bisa dilihat dari pertanyaan nomor 4 tentang sumber karbohidrat sebesar 60% dari ibu menjawab salah. Sebesar 45% ibu belum mengetahui sumber zat besi yang sangat diperlukan pada masa kehamilan dan menyusui.
Pemanfaatan Program Gizi Pemanfaatan program gizi di posyandu dapat dilihat dari jumlah kunjungan responden selama 6 bulan terakhir dan partisipasi ibu serta bayinya
terhadap kegiatan yang dilaksanakan posyandu. Program gizi yang dilaksakan oleh posyandu bagi ibu menyusui adalah penyuluhan gizi dan kesehatan, pelayanan KB, pemberian vitamin A, sedangkan untuk bayinya adalah imunisasi, penimbangan, pemberian PMT, pemberian vitamin A. Kunjungan ibu dan bayinya dibagi menjadi 2 kategori yaitu kategori tinggi dengan jumlah kunjungan ke posyandu antara 4-6 sedangkan kategori rendah 1-3 kunjungan selama 6 bulan terakhir. Sebesar 59% kunjungan ibu dan bayinya masuk dalam kategori tinggi sedangkan sisanya sebesar 41% termasuk dalam kategori rendah (Tabel 11). Tabel 11 Sebaran ibu menurut pemanfaatan program gizi Kategori
n
%
Rendah
41
41.0
Tinggi
59
59.0
Total
100
100.0
Sebesar 91% ibu menyusui tidak mendapatkan penyuluhan kesehatan dan gizi dari posyaandu, berdasarkan persepsi ibu sebesar 75% mengatakan bahwa kegiatan penyuluhan di posyandu perlu ditingkatkan. Sebesar 92% ibu tidak mendapatkan pelayanan KB di posyandu karena ibu banyak yang menggunakan pelayanan KB dari bidan setempat. Program pemberian kapsul vitamin A berwarna merah pada ibu menyusui (nifas) diberikan sebanyak 2 (dua) kali paling lambat 30 hari setelah melahirkan dengan dosis 200.000 SI. Program pemberian kapsul vitamin A berwarna biru pada bayi berusia 6-11 bulan dengan dosis 100.000 SI (Depkes 2000). Ibu menyusui mendapatkan kapsul vitamian A setelah melahirkan yang merupakan bagian dari program gizi di posyandu sebanyak 13% sedangkan program pemberian vitamin A untuk bayi sebesar 73.5% dari 49 bayi yang berusia 6-11 bulan. Pada saat menyusui kebutuhan vitamin A ibu meningkat untuk pemenuhan zat gizi yang terkandung dalam ASI. Vitamin A tidak dapat disimpan dalam tubuh dalam jangka waktu yang panjang sehingga ibu menyusui dan bayinya memerlukan suplemen vitamin A untuk memenuhi kebutuhannya (Riordan 2005).
Penimbangan bayi dan balita sudah dilaksanakan dengan baik karena setiap pelaksanaan posyandu kegiatan penimbangan menjadi kegitan rutin posyandu, terlihat dari jumlah bayi yang ditimbang yaitu 94% bayi mendapatkan pelayanan penimbangan sebagai program monitoring pertumbuhan bayi. Imunisasi merupakan sarana untuk memberikan kekebalan tubuh sehingga bayi terhindar dari penyakit. Sebesar 75% bayi mendapatkan imunisasi dari posyandu dan sebesar 82% bayi tidak mendapatkan PMT dari posyandu karena kegiatan PMT di posyandu tidak dilaksanakan secara periodik.
Pelayanan Program Posyandu Pelayanan program posyandu dilihat dari cakupan pelayanan yang diberikan oleh posyandu di Kecamatan Karang Tengah dan Ciranjang kepada sasarannya yaitu dengan memberikan 9 pertanyaan tentang pelaksanaan program posyandu meliputi : penyuluhan kesehatan dan gizi, imunisasi, penimbangan, pelayanan KB, Pelayanan ANC ibu hamil, program PMT, program tablet tambah darah, program kapsul iodium dan program kapsul vitamin A untuk bayi dan ibu nifas. Nilai tertinggi 9 apabila posyandu bisa memberikan semua pelayanan kepada sasarannya. Skor akhir dibagi menjadi 3 kategori yaitu : skor dibawah 33% (posyandu hanya memberikan maksimal 3 pelayanan) masuk kategori kurang, 44%-66% dari total skor (posyandu memberikan 4-6 pelayanan) kategori sedang, dan diatas 77% dari total skor minimal posyandu memberikan pelayanan sebanyak 7 program masuk dalam kategori baik. Sebanyak 96% responden tidak mendapatkan pelayanan posyandu secara lengkap sedangkan yang mendapatkan pelayanan posyandu secara lengkap sebesar 4% . Dilihat dari program serta cakupan programnya bahwa posyandu yang ada di Kecamatan Karang Tengah dan Ciranjang tergolong ke dalam posyandu tingkat madya karena pelaksanaan posyandu berjalan setiap bulan tetapi cakupan program utama dan cakupannya masih rendah (Tabel 12). Tabel 12 Sebaran ibu menurut pelayanan program posyandu Kategori
n
%
Baik
4
4.0
Sedang
0
0.0
Kurang
96
96.0
Total
100
100.0
Akses Pelayanan Program Gizi Akses pelayanan program gizi untuk mengetahui jarak antara pelayanan program gizi dengan tempat tinggal. Jarak dibagi menjadi 3 kategori yaitu dekat, sedang dan jauh. Rata-rata jarak rumah responden dengan pelayanan program gizi adalah 107.70 meter dan dari data yang diperoleh responden mengunjungi posyandu dengan berjalan kaki. Jarak antara pelayanan program gizi dengan tempat tinggal secara tidak langsung
mempengaruhi keputusan dalam
pemanfaatan pelayanan, namun karena mayoritas jarak antara pelayanan program gizi dengan tempat tinggal sehingga banyak ibu yang berkunjung ke posyandu antara 4-6 kunjungan sebesar 59% selama 6 bulan terakhir (Tabel 13). Tabel 13 Sebaran ibu menurut akses pelayanan program gizi Kategori (Jarak)
n
%
Dekat ( < 100 meter)
56
56.0
Sedang (100 - 500 meter)
34
34.0
Jauh ( 500 -1000 meter)
10
10.0
Total
100
100.0
Rata-Rata Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Konsumsi Ibu Menyusui Setiap makanan mengandung zat gizi yang bervariasi baik jenis maupun jumlahnya. Kurangnya pangan yang dikonsumsi akan mengakibatkan kurangnya zat gizi yang dikonsumsi. Pada masa menyusui terjadi peningkatan kebutuhan zat gizi. Apabila asupan zat gizi kurang selama menyusui secara langsung mempengaruhi kualitas dari produksi Air Susu Ibu (ASI) yang merupakan
makanan pokok bagi bayi yang berusia 0-6 bulan. Sebaran kategori tingkat konsumsi ibu menyusui bisa dilihat pada tabel 14. Tabel 14 Statistik konsumsi dan tingkat kecukupan konsumsi ibu menyusui
Zat Gizi Energi (kcal) Protein (gram) Vitamin A (μgRE) Vitamin C (mg) Vitamin B1 (mg) Kasium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Konsumsi
Tingkat Kecukupan
Konsumsi
Energi
Konsumsi (% AKG)
Rata-Rata
Std
Rata-Rata
Std
1452 48.2 658.3 28.4 0.42 452.2 709 11.5
608.6 25.5 650.6 25.1 0.2 372.9 359.2 13.2
51.9 79.9 79.3 36.1 32.4 49.8 100.1 42.0
21.8 42.5 77.6 31.8 15.2 41.5 49.9 48.2
Ibu.
Rata-rata
konsumsi
energi
Ibu
adalah
1452kkal/hari dengan rata-rata kecukupan energi baru memenuhi 52% angka kecukupan gizi yang dianjurkan (RDA). Konsumsi Protein Ibu. Rata-rata konsumsi protein Ibu 48.2 g/hari dengan rata-rata tingkat kecukupan baru memenuhi 80% angka kecukupan gizi yang dianjurkan (RDA). Konsumsi Vitamin A Ibu. Defisiensi vitamin A merupakan masalah kesehatan masyarakat yang nyata di lebih 70 negara (WNPG 2004) dan masih menjadi masalah utama di negara berkembang termasuk Indonesia. Rata-rata konsumsi vitamin A adalah 658.3μgRE/hari sehingga tingkat kecukupan vitamin A baru memenuhi angka kecukupan vitamin A yang diajurkan sebesar 79%. Konsumsi Vitamin C Ibu. Manusia memerlukan vitamin C dari makanan karena tubuhnya tidak memiliki enzim L-gulono-α-lactone oxidase yang diperlukan yntuk sintesis vitamin C. Rata-rata konsumsi vitamin C sebesar 28.4g/hari dengan tingkat kecukupan sebesar 36%. Konsumsi Vitamin B1 Ibu. Vitamin B1 atau Thiamin merupakan koenzim yang penting pada metabolisme energi dari karbohidrat. Rata-rata konsumsi vitamin B1 (Thiamin) ibu sebesar 0.42 mg/hari dengan tingkat
kecukupan vitamin B1 (Thiamin) baru memenuhi angka kecukupan vitamin A yang diajurkan sebesar 32.4%. Konsumsi Kalsium Ibu. Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh. Lebih dari 99% kalsium terdapat di tulang. Konsumsi ratarata ibu sebesar 452 mg dengan tingkat kecukupan kalsium baru memenuhi angka kecukupan kalsium yang diajurkan sebesar 49.8%. Konsumsi Fosfor Ibu. Fosfor sangat mempunyai peran penting dalam memelihara pH, menyimpan dan mengirim energi dan sintesa nukleotida. Konsumsi rata-rata ibu sebesar 709 mg dengan tingkat kecukupan fosfor sudah memenuhi angka kecukupan fosfor yang diajurkan sebesar 100%. Konsumsi Besi Ibu. Rata-rata konsumsi besi ibu sebesar 11.5 mg/hari dengan tingkat kecukupan Besi baru memenuhi angka kecukupan besi yang diajurkan sebesebesar 42%. Tingkat kecukupan energi dan protein masih rendah, walaupun pada saat pengambilan data yaitu bulan September-Oktober merupakan bulan setelah panen raya. Masa panen di daerah Cianjur mulai bulan Juli dan panen raya terjadi pada bulan Agustus. Melihat dari ketersediaan pangan setidaknya kebutuhan pangan akan terpenuhi akan tetapi banyak faktor yang menyebabkan kondisi tingkat kecukupan konsumsi masih rendah walaupun dalam kondisi pasca panen raya, kondisi ini salah satunya karena keterjangkauan secara ekonomi yaitu daya beli masyarakat masih rendah terlihat dari status rumah tangga hampir setengahnya masuk dalam kategori keluarga miskin.
Departemen Kesehatan RI tahun 1995 membagi klasifikasi tingkat kecukupan zat gizi menjadi 4 kategori yaitu baik (≥ 100% AKG), sedang (80-90% AKG), kurang (70-80% AKG) dan defisit (< 70% AKG). Sebaran ibu menurut tingkat kecukupan zat gizi bisa dilihat pada tabel 15. Tabel 15 Sebaran ibu menurut tingkat kecukupan zat gizi Zat Gizi
Kategori
Total
Baik Energi Protein Vitamin A Vitamin C Vitamin B1 Kasium Fosfor Besi
Sedang
Kurang
Defisit
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
2 24 30 8 0 11 45 13
2.0 24.0 30.0 8.0 0.0 11.0 45.0 13.0
6 18 10 4 1 5 14 0
6.0 18.0 10.0 4.0 1.0 5.0 14.0 0.0
8 11 3 1 1 4 7 1
8.0 11.0 3.0 1.0 1.0 4.0 7.0 1.0
84 47 57 87 98 80 34 86
84.0 47.0 57.0 87.0 98.0 80.0 34.0 86.0
100 100 100 100 100 100 100 100
100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
Rata-Rata Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Konsumsi Bayi Setiap makanan mengandung zat gizi yang bervariasi baik jenis maupun jumlahnya. Kurangnya pangan yang dikonsumsi akan mengakibatkan kurangnya zat gizi yang dikonsumsi. Makanan pertama dan utama seorang bayi adalah ASI (Air Susu Ibu). Kebutuhan zat gizi dan mineral yang dibutuhkan oleh bayi dalam penelitian ini sebagian besar berasal dari ASI dan MPASI karena rentang usia bayi 0-11 bulan. Sebaran kategori tingkat konsumsi dan kecukupan konsumsi bayi bisa dilihat pada tabel 16.
Tabel 16 Statistik konsumsi dan tingkat kecukupan konsumsi bayi Zat Gizi
Energi (kcal) Protein (gram) Vitamin A (μgRE) Vitamin C (mg) Vitamin B1 (mg)
Tingkat Kecukupan
Konsumsi
Konsumsi (% AKG)
Rata-Rata
Std
Rata-Rata
Std
662.58 14.02 500.65 38.29 0.20
481.54 11.87 396.04 44.79 0.14
100.9 107.0 142.0 119.0 59.0
71.8 86.0 118.1 142.1 43.3
Kasium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg)
379.99 615.70 4.76
395.88 315.55 8.61
114.0 279.3 123.0
115.4 148.6 207.0
Konsumsi Energi Bayi. Rata-rata konsumsi energi bayi adalah 663 kkal/hari dengan rata-rata kecukupan energi sudah memenuhi 100% angka kecukupan gizi yang dianjurkan (RDA). Konsumsi Protein Bayi. Protein berfungsi sebagai zat pembangun sehingga sangat penting bagi masa pertumbuhan. Rata-rata konsumsi protein bayi 14 g/hari dengan tingkat kecukupan protein sebesar 107.0%. Konsumsi Vitamin A Bayi. Defisiensi vitamin A merupakan masalah kesehatan masyarakat yang nyata di lebih 70 negara (WNPG 2004) dan masih menjadi masalah utama di negara berkembang termasuk Indonesia. Rata-rata konsumsi vitamin A adalah 500.65 μgRE/hari sehingga tingkat kecukupan vitamin A sudah memenuhi angka kecukupan vitamin A yang diajurkan sebesar 142%. Konsumsi Vitamin C Bayi. Manusia memerlukan vitamin C dari makanan karena tubuhnya tidak memiliki enzim L-gulono-α-lactone oxidase yang diperlukan yntuk sintesis vitamin C. Rata-rata konsumsi vitamin C sebesar 38.3g/hari dengan tingkat kecukupan sebesar 119%. Konsumsi Vitamin B1. Vitamin B1 atau Thiamin merupakan koenzim yang penting pada metabolisme energi dari karbohidrat. Rata-rata konsumsi vitamin B1 (Thiamin) sebesar 0.2 mg/hari dengan tingkat kecukupan vitamin B1 (Thiamin) sebesar 59%. Konsumsi Kalsium Bayi. Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh. Lebih dari 99% kalsium terdapat di tulang. Konsumsi rata-rata bayi sebesar 380 mg dengan tingkat kecukupan sebesar 114%. Konsumsi Fosfor Bayi. Fosfor sangat mempunyai peran penting dalam memelihara pH, menyimpan dan mengirim energi dan sintesa nukleotida. Konsumsi rata-rata bayi sebesar 616 mg/hari dengan tingkat kecukupan 279%. Konsumsi Besi Bayi. Anak apabila dilahirkan cukup waktu akan mempunyai cadangan zat besi yang diperoleh dari ibunya untuk mencukupi kebutuhan selama tiga bulan. Tetapi karena badan bayi dapat menggunakan zat besi secara hemat, maka pada usia setahun 70% dari total zat besi dalam badannya
masih berasala dari zat besi yang diperoleh dari ibunya (Winarno 1995). Rata-rata konsumsi besi bayi sebesar 4.8 mg/hari dengan tingkat kecukupan sebesar 123%. Klasifikasi tingkat kecukupan zat gizi berdasarkan Departemen Kesehatan tahun 1995 bisa dilihat pada tabel 17. Klasifikasi dibagi 4 yaitu baik (≥ 100% AKG), sedang (80-90% AKG), kurang (70-80% AKG) dan defisit (< 70% AKG). Tabel 17 Sebaran bayi menurut tingkat kecukupan zat gizi Kategori Zat Gizi
Energi Protein Vitamin A Vitamin C Vitamin B1 Kasium Fosfor Besi
Baik
Sedang
Kurang
Total
Defisit
n
%
n
%
n
%
n
%
n
39 33 70 41 10 30 95 26
39.0 33.0 70.0 41.0 10.0 30.0 95.0 26.0
19 10 20 11 5 23 2 30
19.0 10.0 20.0 11.0 5.0 23.0 2.0 30.0
12 17 5 9 8 7 0 5
12.0 17.0 5.0 9.0 8.0 7.0 0.0 5.0
30 40 5 39 77 40 3 39
30.0 40.0 5.0 39.0 77.0 40.0 3.0 39.0
100 100 100 100 100 100 100 100
% 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
Status Gizi Ibu Status gizi ibu diklasifikasikan menjadi 5 kategori berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 1994 yaitu kategori kurus tingkat berat jika IMT ibu < 17.0, kurus ringan jika IMT ibu 17.0-18.5, normal jika IMT ibu 18.5-25.0, gemuk tingkat ringan jika IMT ibu 25.0-27.0, dan kategori gemuk tingkat berat jika IMT ibu >27.0. Status gizi ibu menyusui lebih dari setengahnya masuk dalam kategori normal sebesar 76% sedangkan untuk kategori gemuk sebesar 17% dan kategori kurus sebesar 7%. Sebaran status gizi bisa dilihat lebih jelas pada tabel 18. Menurut As’ad (2002) masalah gizi pada ibu menyusui biasanya karena mereka mempunyai riwayat antenatal dan posnatal yang jelek dan status gizi lebih pada ibu menyusui jarang sekali terjadi pada status ekonomi keluarga miskin. Sedangkan menurut Riordan (2004) bahwa status gizi ibu menyusui dipengaruhi oleh tingkat konsumsi dan kenaikan berat badan selama kehamilan, apabila tingkat konsumsi ibu dan kenaikan berat badan ibu selama kehamilan maka status
gizi ibu pada saat menyusui akan rendah karena ibu tidak mempunyai cadangan energi untuk memenuhi kebutuhan zat gizi yang sangat tinggi pada masa menyusui. Tabel 18 Sebaran ibu menurut satus gizi Kategori Kurus (Berat) Kurus (Ringan) Normal Gemuk (Ringan) Gemuk (Berat) Total
n
%
1 6 76 7 10
1.0 6.0 76.0 7.0 10.0
100
100.0
Status Gizi Bayi Status gizi pada penelitian ini dilihat dalam 3 kategori yaitu status gizi bayi menurut BB/U, status gizi bayi menurut BB/PB dan PB/U. Status gizi bayi menurut indeks BB/U yang menunjukan gambaran status gizi bayi saat ini hampir 100% masuk dalam kategori normal sedangkan sisanya masuk dalam kategori underweight sebesar 4% dan kategori underweight berat sebesar 3%. Kondisi berat badan sangat labil sehingga status gizi bayi yang termasuk ke dalam kategori underweight dan underweight berat bisa disebabkan karena perubahan mendadak yang disebabkan karena penurunan nafsu makan karena terserang penyakit infeksi. Dan kekurangan dalam penelitian ini tidak digali penyakit infeksi yang menyertai bayi pada saat penelitian berlangsung. Sedangkan indeks berat badan menurut panjang badan ditemukan prevalensi wasting sebesar 2% ,wasting berat sebesar 7%, sebesar 61% masuk dalam kategori normal dan sisanya 30% masuk dalam kategori overweight. Pada indeks Panjang badan menurut umur ditemukan prevalensi stunting sebesar 21% dan stunting berat sebesar 28% . Prevalensi stunting dan stunting berat memberikan gambaran bahwa terdapat defisiensi gizi dalam waktu yang cukup lama. Jadi hampir setengahnya bayi yang menjadi contoh penelitian berada dalam kegagalan untuk mencapai potensi pertumbuhan
secara optimal kondisi disebabkan karena keadaan gizi atau kesehatan yang tidak optimal. Masing-masing sebaran bisa dilihat pada tabel 19. Tabel 19 Sebaran status gizi bayi menurut indeks BB/PB, PB/U, BB/U Kategori
n
%
Indeks BB/PB: Overweight Normal Wasting Wasting Berat
30 61 2 7
30.0 61.0 2.0 7.0
100
100.0
4 47 21 28
4.0 47.0 21.0 28.0
100
100.0
3 90 4 3
3.0 90.0 4.0 3.0
100
100.0
Total Indeks PB/U : Overweight Normal Stunting Stunting Berat Total Indeks BB/U: Overweight Normal Underweight Underweight Berat Total
Hubungan Pemanfaatan Program Gizi di Posyandu dengan Status Gizi
Pemanfaatan program gizi di posyandu dengan status gizi ibu Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda terdapat hubungan positif antara pemanfaatan program gizi di posyandu dengan status gizi ibu menyusui (P<0.005). Nilai parsial R2 yang menujukan kontribusi langsung antara variabel pemanfaatan program gizi di posyandu terhadap status gizi ibu menyusui sebesar 16.8%. Semakin sering ibu mengunjungi posyandu untuk mendapatkan pelayanan program gizi di posyandu semakin baik status gizi ibu menyusui.
Pemanfaatan program gizi di posyandu dengan status gizi bayi
Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda terdapat hubungan positif antara pemanfaatan program gizi di posyandu dengan status gizi bayi menurut indeks BB/PB (P<0.05). Nilai parsial R2 yang menunjukan kontribusi langsung antara variabel pemanfaatan program gizi di posyandu terhadap status gizi bayi menurut indeks BB/PB sebesar 23.17%. Pemanfaatan program gizi di posyandu oleh ibunya secara tidak langsung berhubungan dengan status gizi bayi menurut indeks BB/PB. Sedangkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pemanfaatan program gizi gizi di posyandu dengan status gizi menurut indeks PB/U (P>0.05) dengan nilai R2 sebesar 2.4%. Kondisi ini walaupun kunjungan ibu semakin sering ke posyandu untuk memanfaatkan program gizi namun tidak menjadikan status gizi bayi menurut indeks PB/U baik. Hal ini bisa disebabkan karena adanya gangguan pada keadaan gizi dan kesehatan bayi terbukti dengan prevalensi stunting pada penelitian ini sebesar 49%, didukung dengan akses ke pelayanan kesehatan yang cukup jauh serta kondisi ekonomi keluarga contoh sebesar 42% pendapatan per kapita per bulannya dibawah garis kemiskinan. Hal ini serupa dengan kondisi status gizi menurut indeks BB/U. Secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pemanfaatan program gizi di posyandu dengan ststus gizi menurut indeks BB/U (P>0.05).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ibu menyusui Untuk mengetahui hubungan setiap variabel bebas dan terikat dilakukan analisis korelasi pearson. Berdasarkan hasil analisis korelasi pearson pada α = 0.01 diketahui bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi ibu adalah tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan vitamin A, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan B1 (tiamin), tingkat kecukupan kalsium, tingkat kecukupan fosfor, tingkat kecukupan zat besi dengan nilai korelasi (r) dan peluang bisa dilihat pada tabel 20.
Tabel 20
Variabel yang bermakna pada α = 0.01 berdasarkan hasil analisis korelasi pearson Variabel
Nilai Korelasi (r)
Peluang
0.384 0.505 0.581 0.703 0.439 0.573 0.530
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Tingkat kecukupan Protein (X2) Tingkat kecukupan vitamin A (X3) Tingkat kecukupan vitamin C (X4) Tingkat kecukupan B1/tiamin (X5) Tingkat kecukupan kalsium (X6) Tingkat kecukupan fosfor (X7) Tingkat kecukupan zat besi (X8)
Regresi linear berganda dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari setiap variabel. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda pada α = 0.05 dapat diketahui bahwa tingkat kecukupan B1 (tiamin), tingkat kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan vitamin A berpengaruh positif terhadap status gizi ibu menyusui. Kondisi ini menunjukan bahwa semakin baik tingkat kecukupan konsumsi ibu menyusui semakin baik status gizinya (Tabel 21).
Tabel 21 Variabel yang bermakna pada α = 0.05 berdasarkan hasil analisis regresi berganda Variabel Konstanta Tingkat kecukupan B1/ tiamin (X5) Tingkat kecukupan vitamin C (X4) Tingkat kecukupan vitamin A (X3)
Koefesien
Parsial 2
Model
regresi
R
R2
3.240 0.283 0.111 0.426
0.058 0.026 0.022
0.058 0.084 0.106
Dengan persamaan regresi linear berganda sebagai berikut : Y = 3.240+0.426X3 + 0.111X4 + 0.283X5
Peluang
0.0251 0.0280 0.0001
Persamaan regresi linear berganda menunjukan bahwa nilai konstanta (intercept) sebesar 3.240 menyatakan bahwa jika tidak ada kenaikan nilai dari variabel tingkat kecukupan vitamin A, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan vitamin B1 (tiamin) maka nilai satus gizi ibu adalah 3.240. Nilai koefesien regresi tingkat kecukupan vitamin A sebesar 0.426, tingkat kecukupan vitamin C sebesar 0.111, tingkat kecukupan vitamin B1 sebesar 0.283 menunjukan bahwa setiap penambahan karena tanda positif (+) satu nilai maka nilai status gizi ibu menyusui akan memberikan kenaikan nilai sebesar 0.426 untuk variabel tingkat kecukupan vitamin A, 0.111 untuk variabel tingkat kecukupan vitamin C, 0.283 untuk variabel tingkat kecukupan vitamin B1. Variabel tingkat kecukupan vitamin A memberikan kontribusi langsung kepada status gizi ibu sebesar 2.2%, tingkat kecukupan vitamin C sebesar 2.6% sedangkan tingkat kecukupan vitamin B1 sebesar 5.8%. Menurut Setiawan dan Rahayuningsih (2004) bahwa vitamin B1 merupakan koenzim pada metabolisme energi karbohidrat sehingga secara langsung memberikan pengaruh paling besar tehadap status gizi ibu menyusui dibandingkan dengan variabel lainnya. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ibu selain faktor tingkat kecukupan energi, protein, vitamin dan mineral adalah pengetahuan gizi ibu menyusui dan pemanfaatan program gizi di posyandu berpengaruh positif terhadap status gizi ibu menyusui. Kondisi ini menunjukan semakin baik pengetahuan gizi ibu dan semakin sering ibu memanfaatkan program gizi di posyandu semakin baik status gizinya (Tabel 22). Tabel 22 Variabel yang bermakna pada α = 0.05 berdasarkan hasil analsis regresi berganda Variabel
Koefesien regresi
Parsial R
2
Model R2
Peluang
Konstanta
1.952
Pengetahuan gizi ibu (X2)
1.048
0.354
0.354
0.0001
Pemanfaatan program gizi di posyandu
3.649
0.168
0.522
0.0001
(X4)
Dengan persamaan regresi linear berganda sebagai berikut : Y = 1.952+1.048X2 + 3.649X4 Persamaan regresi linear berganda menunjukan bahwa nilai konstanta (intercept) sebesar 1.952 menyatakan bahwa jika tidak ada kenaikan nilai dari variabel pengetahuan gizi ibu, Pemanfaatan program gizi di posyandu maka nilai satus gizi adalah 1.952. Nilai koefesien regresi pengetahuan gizi ibu sebesar 1.048, pemanfaatan program gizi di posyandu sebesar 3.649 menunjukan bahwa setiap penambahan karena tanda positif (+) satu nilai maka nilai status gizi ibu akan memberikan kenaikan nilai sebesar 1.048 untuk variabel pengetahuan gizi ibu, 3.649 untuk variabel pemanfaatan program gizi di posyandu. Variabel pengetahuan gizi ibu memberikan kontribusi langsung kepada status gizi ibu sebesar 35.4%, Pemanfaatan program gizi di posyandu sebesar 16.8%. Pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi dalam praktek kesehatan gizi, ketika ibu mempunyai pengetahuan gizi baik maka akan diikuti dengan status gizi anaknya yang baik pula (Leslie 1985).
Faktor-faktor yang mempengaruhi dengan status gizi bayi Untuk mengetahui hubungan setiap variabel bebas dan terikat dilakukan analisis korelasi pearson. Berdasarkan hasil analisis korelasi pearson pada α = 0.01 diketahui bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi bayi adalah tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan vitamin A, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan vitamin B1 (tiamin), tingkat kecukupan kalsium, tingkat kecukupan fosfor
dan tingkat kecukupan besi dengan nilai
korelasi (r) dan peluang pada tabel 23. Tabel 23
Variabel yang bermakna pada α = 0.01 berdasarkan hasil analisis korelasi pearson Variabel
Menurut indeks BB/PB :
Nilai Korelasi (r)
Peluang
Variabel Tingkat kecukupan Protein (X2) Tingkat kecukupan vitamin A (X3) Tingkat kecukupan vitamin C (X4) Tingkat kecukupan B1/tiamin (X5) Tingkat kecukupan kalsium (X6) Tingkat kecukupan fosfor (X7) Tingkat kecukupan zat besi (X8) Menurut indeks PB/U : Tingkat kecukupan Protein (X2) Tingkat kecukupan vitamin A (X3) Tingkat kecukupan vitamin C (X4) Tingkat kecukupan B1/tiamin (X5) Tingkat kecukupan kalsium (X6) Tingkat kecukupan fosfor (X7) Tingkat kecukupan zat besi (X8) Menurut indeks BB/U : Tingkat kecukupan Protein (X2) Tingkat kecukupan vitamin A (X3) Tingkat kecukupan vitamin C (X4) Tingkat kecukupan B1/tiamin (X5) Tingkat kecukupan kalsium (X6) Tingkat kecukupan fosfor (X7) Tingkat kecukupan zat besi (X8)
Nilai Korelasi (r)
Peluang
0.697 0.768 0.813 0.747 0.724 0.830 0.555
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
0.697 0.768 0.813 0.747 0.723 0.824 0.551
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
0.697 0.768 0.813 0.747 0.723 0.824 0.551
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Regresi linear berganda dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari setiap variabel. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda pada α = 0.05 dapat diketahui bahwa tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan fosfor berpengaruh positif terhadap status gizi bayi menurut indeks BB/PB . Tingkat kecukupan vitamin A, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan fosfor berpengaruh positif terhadap status gizi bayi menurut indeks PB/U dan BB/U. Kondisi ini menunjukan bahwa semakin baik tingkat kecukupan konsumsi fosfor, protein, vitamin C dan vitamin A semakin baik status gizinya (Tabel 24). Tabel 24 Variabel yang bermakna pada α regresi berganda
= 0.05 berdasarkan hasil analisis
Koefesien
Parsial
Model
regresi
R2
R2
Menurut indeks BB/PB: (Y1) Konstanta Tingkat kecukupan fosfor (X7) Tingkat kecukupan vitamin C (X4) Tingkat kecukupan Protein (X2)
0.662 3.378 1.570 2.321
0.689 0.043 0.019
0.689 0.732 0.751
0.0001 0.0001 0.0001
Menurut indeks PB/U : (Y2) Konstanta Tingkat kecukupan fosfor (X7) Tingkat kecukupan vitamin C (X4) Tingkat kecukupan vitamin A (X3)
7.121 2.760 1.041 2.044
0.680 0.060 0.016
0.680 0.740 0.756
0.0001 0.0001 0.0001
Menurut indeks BB/U : (Y3) Konstanta Tingkat kecukupan fosfor (X7) Tingkat kecukupan vitamin C (X4) Tingkat kecukupan vitamin A (X3)
7.124 2.760 1.041 2.043
0.680 0.060 0.016
0.680 0.740 0.756
0.0001 0.0001 0.0001
Variabel
Peluang
Dengan persamaan regresi linear berganda sebagai berikut : Y1 = 0.662+ 2.321X2+ 1.570X4 +3.378X7 Y2 = 7.121+ 2.044X3 + 1.041X4 +2.760X7 Y3 = 7.124+2.043X3 + 1.041X4 + 2.760X7 Persamaan regresi linear berganda menunjukan bahwa nilai konstanta (intercept) sebesar 0.662 pada persamaan Y1, 7.121 pada persamaan Y2,, 7.121 pada persamaan Y3 menyatakan bahwa jika tidak ada kenaikan nilai pada persamaan Y1 dari variabel tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan fosfor maka nilai satus gizi bayi menurut indeks BB/PB adalah 0.662 sedangkan jika tidak ada kenaikan nilai pada persamaan Y2 dan Y3 variabel tingkat kecukupan vitamin A, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan fosfor maka nilai satus gizi bayi menurut PB/U sebesar 7.121 dan BB/U adalah sebesar 7.124. Nilai koefesien regresi tingkat kecukupan protein sebesar 2.321, tingkat kecukupan vitamin C sebesar 1.570, tingkat kecukupan fosfor sebesar 3.378 pada persamaan Y1, tingkat kecukupan vitamin A sebesar 2.044, tingkat kecukupan vitamin C sebesar 1.041, tingkat kecukupan fosfor sebesar 2.760 pada persamaan Y2, tingkat kecukupan vitamin A sebesar 2.043, tingkat kecukupan vitamin C sebesar 1.041, tingkat kecukupan fosfor sebesar
2.760 pada persamaan Y3, menunjukan bahwa setiap penambahan karena tanda positif (+) satu nilai maka nilai status gizi bayi akan memberikan kenaikan nilai sebesar nilai koefesien regresi pada masing-masing variabel setiap persamaan. Pada persamaan Y1 variabel tingkat kecukupan protein memberikan kontribusi langsung kepada status gizi bayi menurut BB/PB sebesar 1.9%, tingkat kecukupan vitamin C sebesar 4.3% sedangkan tingkat kecukupan fosfor sebesar 68.9%. Pada persamaan Y2 dan Y3 variabel tingkat kecukupan vitamin A memberikan kontribusi langsung kepada status gizi bayi sebesar 1.6%, tingkat kecukupan vitamin C sebesar 6.0%
sedangkan tingkat kecukupan fosfor sebesar 68%.
Menurut Soekatri dan Kartono (2004b) bahwa fungsi utama dari fosfor adalah membantudalam pembentukan energi senyawa ATP, GTP, dan UDP sehingga mempunyai peran penting dalam proses metabolisme energi yang merupakan energi utama untuk pertumbuhan. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi bayi selain faktor tingkat kecukupan energi, protein, vitamin dan mineral adalah pemanfaatan program gizi di posyandu berpengaruh positif terhadap status gizi bayi menurut indeks BB/PB sedangkan pendapatan keluarga berpengaruh positif terhadap status gizi bayi menurut indeks PB/U dan BB/U. Kondisi ini menunjukan bahwa semakin baik pemanfaatan program gizi di posyandu dan pendapatan keluarga maka semakin baik status gizinya (Tabel 25). Tabel 25 Variabel yang bermakna pada α = 0.05 berdasarkan hasil analisis regresi berganda Variabel Menurut indeks BB/PB (Y1) Konstanta Pemanfaatan program gizi di posyandu (X6) Pendapatan keluarga (X5) Menurut indeks PB/U (Y2) Konstanta Pendapatan keluarga (X5) Menurut indeks BB/U (Y3) Konstanta Pendapatan keluarga (X5)
Koefesien
Parsial 2
Model R2
Peluang
regresi
R
2.317 0.181 0.196
2.317 0.099
2.317 2.416
0.0001 0.0014
2.597 0.196
0.099
0.099
0.0014
2.597 0.196
0.099
0.099
0.0014
Dengan persamaan regresi linear berganda sebagai berikut : Y1 = 2.317+0.196X5 + 0.181 X6 Y2 = 2.597+0.196X5 Y3 = 2.597+0.196X5 Persamaan regresi linear berganda menunjukan bahwa nilai konstanta (intercept) sebesar 2.317 pada persamaan Y1, 2.597 pada persamaan Y2,, 2.597 pada persamaan Y3 menyatakan bahwa jika tidak ada kenaikan nilai pada persamaan Y1 dari variabel pendapatan keluarga, pemanfaatan program gizi di posyandu, maka nilai satus gizi bayi menurut BB/PB adalah 2.317 sedangkan jika tidak ada kenaikan nilai pada persamaan Y2 dan Y3 variabel pendapatan keluarga maka nilai satus gizi bayi menurut PB/U dan BB/U adalah sebesar 2.597. Nilai koefesien regresi pendapatan keluarga sebesar 0.196 pada persamaan Y1, Y2 dan Y3, pemanfaatan program gizi di posyandu sebesar 0.181 pada persamaan Y1 menunjukan bahwa setiap penambahan karena tanda positif (+) satu nilai maka nilai status gizi bayi menurut BB/PB, PB/U dan BB/U akan memberikan kenaikan nilai sebesar nilai koefesien regresi pada masing-masing variabel setiap persamaan. Pada persamaan Y1 variabel pendapatan keluarga memberikan kontribusi langsung kepada status gizi bayi menurut BB/PB sebesar 9.9%, pemanfaatan program gizi di posyandu sebesar 23.17% sedangkan pada persamaan Y2 dan Y3 variabel pendapatan keluarga memberikan kontribusi langsung kepada status gizi bayi sebesar 9.9%.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Rata-rata umur ibu menyusui antara 21-35 tahun dengan rata-rata pendidikan tamat SD dan mayoritas berstatus sebagai ibu rumah tangga. Rata-rata umur kepala keluarga antara 21-35 tahun dengan rata-rata pendidikan tamat SD dan bekerja sebagai pedagang. Bayi yang berusia 0-6 bulan sebanyak 57%, sedangkan bayi yang berusia 7-11 bulan sebanyak 43% dari 100 bayi yang dijadikan sampel penelitian. Sedangkan bayi laki-laki yang berusia 0-6 bulan sebesar 52.6% dan yang berjenis kelamin perempuan sebesar 47% dari 57 bayi yang berusia 0-6 bulan. Bayi laki-laki yang berusia 7-11 bulan sebesar 39.5% dan yang berjenis kelamin perempuan sebesar 60.5% dari 43 bayi yang berusia 7-11 bulan. Pendapatan rata-rata rumah tangga perkapita per bulan yang berada dibawah garis kemiskinan sebesar 42%. Persepsi ibu tentang pelayanan program gizi di posyandu dalam kategori baik sebesar 13%, kategori sedang 60% dan kategori kurang 27%. Sedangkan pengetahuan gizi ibu dalam kategori baik sebesar 15%, kategori sedang 59% dan kategori kurang 26%. Sebesar 80% ibu menjawab dengan benar mengenai fungsi protein, waktu pemberian makanan pendamping ASI yang tepat, zat gizi utama yang dibutuhkan oleh tubuh dan peningkatan kebutuhan zat gizi selama hamil. Ibu masih belum mengetahui sumber karbohidrat yang menjadi sumber energi. Hal ini bisa dilihat dari pertanyaan nomor 4 tentang sumber karbohidrat sebesar 60% dari ibu menjawab salah. Sebesar 45% ibu belum mengetahui sumber zat besi yang sangat diperlukan pada masa kehamilan dan menyusui. Pemanfaatan posyandu dengan melihat kunjungan ibu ke posyandu yang termasuk dalam kategori tinggi sebesar 59% sedangkan kategori rendah 41%. Sebesar 91% ibu menyusui tidak mendapatkan penyuluhan kesehatan dan gizi. 92% ibu tidak mendapatkan pelayanan KB di posyandu karena ibu banyak yang menggunakan pelayanan KB dari bidan setempat. Sebesar 13% ibu mendapatkan suplemen vitamin A sedangkan program pemberian vitamin A untuk bayi sebesar 73.5% dari 49 bayi yang berusia 6-11 bulan. Sebesar 94% bayi mendapatkan pelayanan penimbangan dari posyandu. Sebesar 75% bayi mendapatkan imunisasi
dan sebesar 82% bayi tidak mendapatkan PMT dari posyandu. Pelayanan yang diberikan posyandu dalam kategori baik sebesar 4% dan kurang 96%. Akses pelayanan program gizi di posyandu sebesar 56% berjarak <100 meter (dekat). Tingkat kecukupan ibu baik itu energi, protein, vitamin A, vitamin C, vitamin B1, kalsium dan besi masih berada dibawah 100% ini menandakan bahwa tingkat kecukupan ibu masih rendah sedangkan untuk tingkat kecukupan fosfor sudah mencukupi 100% dari angka kecukupan yang dianjurkan. Sedangkan tingkat kecukupan bayi baik energi, protein, vitamin A, vitamin C, vitamin B1, kalsium, fosfor dan besi sudah melebihi 100% dari angka kecukupan yang dianjurkan. Status gizi ibu menyusui di Kecamatan Ciranjang dan Karang Tengah tengah 76% masuk dalam kategori normal, 7% masuk dalam kategori kurus dan sisanya sebesar 17% masuk dalam kategori gemuk. Status gizi bayi menurut indeks BB/PB sebesar 2% mengalami wasting dan 7% wasting berat. Sedangkan menurut indeks PB/U prevalensi stunting sebesar 21% dan stunting berat 28%. Status gizi bayi menurut indeks BB/U prevalensi underweight 4% dan underweight berat sebesar 3%. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda bahwa pemanfaatan program gizi di posyandu berpengaruh positif terhadap status gizi ibu dan bayinya menurut indeks BB/PB. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ibu dalam penelitian ini adalah tingkat kecukupan vitamin A (X3), tingkat kecukupan vitamin C (X4), tingkat kecukupan tiamin (X5) dan pengetahuan gizi ibu. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi bayi menurut indeks BB/PB dalam penelitian ini adalah tingkat kecukupan protein (X2), kecukupan vitamin C (X4), tingkat kecukupan fosfor
tingkat
(X7 ) dan pendapatan
keluarga, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi menurut indeks PB/U dan BB/U adalah tingkat kecukupan vitamin A (X3), tingkat kecukupan vitamin C (X4), tingkat kecukupan fosfor (X7 ) dan pendapatan keluarga
Saran
1.
Kebutuhan zat gizi pada masa menyusui sangat tinggi. Oleh karena itu, ibuibu menyusui diharapkan bisa memenuhi kebutuhan zat gizinya secara optimal baik kuantitasnya maupun kualitasnya.
2.
Dalam rangka memperbaiki kelompok rawan gizi sebaiknya pemerintah melaksanakan program pemberian makanan tambahan untuk ibu masa menyusui disamping memberikan informasi dan edukasi pada ibu menyusui yang termasuk dalam kelompok rawan gizi.
3.
Pelaksanaan revitalisasi posyandu sudah dilaksanakan sejak tahun 1999, dalam pelaksanaannya perlu ditingkatkan secara berkesinambungan dan merata di setiap daerah sehingga masyarakat yang menjadi sasarannya bisa memanfaatkan program posyandu secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA Abdul
D A. 2005. 22 Ribu Balita di Cianjur www.tempointeraktif.com. [ 23 Agustus 2007].
Kekurangan
Gizi.
Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Cet ke-5. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. As’ad S. 2002. Gizi-Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Atmarita, Fallah. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Di dalam : Soekirman et al, editor. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta, 17-19 Mei. Jakarta. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 129-131. Azwar A. 2004. Aspek Kesehatan dan Gizi dalam Ketahanan Pangan. Di dalam : Soekirman et al, editor. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta, 17-19 Mei. Jakarta. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 129-131. Berg A. 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan. Jakarta. Penerbit Rajawali. Brody T. 1994. Nutritional Biochemistry. America. Academic Press. [Depkes] Departemen Kesehatan. 1986. Posyandu. Dinas Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. [Depkes] Departemen Kesehatan. 1997. Pedoman Manajemen Peran Serta Masyarakat. Jakarta. Departemn Kesehatan Republik Indonesia. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2000. Pedoman Pemberian Kapsul Vitamin A Dosis Tinggi. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. [Depdagri] Departemen Dalam Negeri. 2001. Surat Edaran Menteri Dalam NEgeri dan Otonomi Daerah Nomor 411.3/1116/SJ tentang Pedoman Umum Revitalisasi Posyandu. Jakarta : Departemen Dalam Negeri. [FNB-NAS] Food and Nutrition Board - National Academy of Sciences. 1990. Nutrition During Pregnancy. Washington DC. National Academy Press. Gulo W. 2005. Metodologi Penelitian. Jakarta. Grasindo. Green L W. 1980. Perencanaan Pendidikan Kesehatan Pendekatan Diagnostik. Pengembangan FKM-UI. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Hardinsyah, Briawan. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Institut Pertanian Bogor. Harianto. 1992. Hubungan Karakteristik Ibu Balita dan Lingkungan Posyandu dengan Partisipasi Masyarakat dalam Program UPGK [tesis]. Jakarta : Universitas Indonesia. Hermana. 1993. Keamanan Pangan dan Status Gizi. Di dalam : Winarno FG et al, editor. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi V. Jakarta, 20-22 April 1993. Jakarta. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 521-522. Husaini MA, L Karyadi, YK Husaini, D Karyadi, E Pollit. 1991. Developmental Effects of Short-term Suplementary Feeding in Nutritionally at risk Indonesian Infant. Am.J.Clin.Nutr .45 Husaini. 1997. Mengenal Faktor-Faktor ”At-Risk” Sebagai Suatu Sistem Pengawasan Keadaan Gizi Anak Balita. Bogor. Puslitbang GiziDepartemen Kesehatan Republik Indonesia. Jelliffe DB, EFP Jelliffe.1989. Community Nutritional Assesment with Special Reference to Less Technically Developed Countries. Oxford. Oxford Universitas Press Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Khumaidi. 1997. Gizi, Pertumbuhan dan Perkembangan Manusia. Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Manusia. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Kodyat BA. 1998. Overview Masalah dan program Kesehatan dan Gizi Masyarakat di Indonesia. Makalah Disampaikan pada Training Peningkatan Kemampuan Penelitian Bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat. Bogor. 18-30 Agustus. Kodyat BA, Thaha A R, Minarto. 1998. Penuntasan Masalah Gizi Kurang. Di dalam : Winarno F G, editor. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI. Serpong, 17-20 Februari 1998. Jakarta. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 755-757. Leslie. 1985. Women Role in Food Chain Activities and the Implication for Nutrition United Nation. Megawangi R. 1991. Preschool Aged Nutritional Status Parameters for Indonesia, and Their Application to Nutrition-Related Policies [tesis]. Faculty of the School of Nutrition. Tufts University.
Muhilal, Sulaiman A. 2004. Angka kecukupan Vitamin Larut Lemak. Di dalam : Soekirman et al, editor. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta, 17-19 Mei. Jakarta. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 356. Mulyati et al. 2004. Effect Of Nutrition Education For Mother On The Food Consumption And Nutrion Status Of The Children That Infected By Primary Tubercolusis At Dokter Kariadi. The Indonesian Journal of Clinical Nutrition 1:2. http://www.ijcn.or.id [ 11 Agustus 2007]. Nyoman I DS, Bakri B, Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta. EGC. Pratiknya W. 1993. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. Riordan J. 2005. Brestfeeding and Human Lactation. Canada. Riyadi H. 2002. Pengaruh Suplementasi Seng (Zn) dan Besi (Fe) Terhadap Status Anemia, Status Seng dan Pertumbuhan Anak Usia 6-24 bulan [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Riyadi H. 1995. Prinsip dan Petunjuk Penilaian Status Gizi. Bogor. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian Bogor. Sanjur D. 1982. Social and Cultural Perspectives in Nutrition. America. Prentice-Hall.Inc. Setiawan B, Rahayuningsih S. 2004. Angka Kecukupan Vitamin Larut Air. Di dalam : Soekirman et al, editor. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta, 17-19 Mei. Jakarta. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 356. Soekatri M, Kartono D. 2004a. Angka kecukupan Mineral. Angka kecukupan Vitamin Larut Lemak. Di dalam : Soekirman et al, editor. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta, 17-19 Mei. Jakarta. Lembaga Ilmu Peengetahuan Indonesia. 376-379. Soekatri M, Kartono D. 2004b. Angka kecukupan Mineral. Angka kecukupan Vitamin Larut Lemak. Di dalam : Soekirman et al, editor. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta, 17-19 Mei. Jakarta. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 394-396 Soekirman. 1998. Fungsikan Kembali Posyandu. Harian Merdeka. 13 Oktober. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat Ditjen Dikti. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional. Suhardjo, Hardinsyah. 1987. Ekonomi Gizi. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Suhardjo, Riyadi H. 1990. Penilaian Keadaan Gizi Masyarakat. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Bogor. [UNDP] United Nations Development Programme. 2003. Human Development Report. http://hdr.undp.org/statistics/understanding/resources.ctm. [ 30 Agustus 2007]. [UNDP] United Nations Development Programme. 2004. Human Development Report. http://hdr.undp.org/statistics/understanding/resources.ctm. [ 30 Agustus 2007]. [UNDP] United Nations Development Programme. 2006. Human Development Report. http://hdr.undp.org/statistics/understanding/resources.ctm. [30 Agustus 2007]. [UNICEF] United Nations Children’s Fund .1997. The Care Initiative Assesment. Analysis and Action to Improve Care for Nutrition. New York. [WHO] World Health Organization. 1995. Physical Status: The Use and Interpretation of Antropometry. World Health Organization. Geneva. Winarno FG. 1990. Gizi dan Makanan bagi Bayi dan Anak Sapihan. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Variabel yang bermakna pada α = 0.05 berdasarkan hasil analisis regresi berganda Koefesien
Variabel
Parsial
Peluang
0.689 0.732 0.751
216.75 21.15 14.34
0.0001 0.0001 0.0001
0.680 0.060 0.016
0.680 0.740 0.756
207.87 26.55 12.23
0.0001 0.0001 0.0001
7.124 2.760 1.041 2.043
0.680 0.060 0.016
0.680 0.740 0.756
207.85 14.39 12.23
0.0001 0.0001 0.0001
2.317 0.181
2.317
2.317
26.40
0.0001
0.196
0.099
2.416
10.75
0.0014
2.597 0.196
0.099
0.099
10.75
0.0014
2.597 0.196
0.099
0.099
10.75
0.0014
3.240 0.283 0.111 0.426
0.058 0.026 0.022
0.058 0.084 0.106
10.78 4.52 4.97
0.0251 0.0280 0.0001
1.952 1.048 3.649
0.354 0.168
0.354 0.522
53.78 34.17
0.0001 0.0001
regresi
R
Model IA Menurut indeks BB/PB (Y1) Konstanta Tingkat kecukupan fosfor (X7) Tingkat kecukupan vitamin C (X4) Tingkat kecukupan Protein (X2)
0.662 3.378 1.570 2.321
0.689 0.043 0.019
Model IB Menurut indeks PB/U (Y2) Konstanta Tingkat kecukupan fosfor (X7) Tingkat kecukupan vitamin C (X4) Tingkat kecukupan vitamin A (X3)
7.121 2.760 1.041 2.044
Model IC Menurut indeks BB/U (Y3) Konstanta Tingkat kecukupan fosfor (X7) Tingkat kecukupan vitamin C (X4) Tingkat kecukupan vitamin A (X3) Model IIA Menurut indeks BB/PB (Y1) Konstanta Pemanfaatan program gizi di posyandu (X6) Pendapatan keluarga (X5) Model IIB Menurut indeks PB/U (Y2) Konstanta Pendapatan keluarga (X5) Model IIC Menurut indeks BB/U (Y3) Konstanta Pendapatan keluarga (X5) Model III Status Gizi Ibu (Y) Konstanta Tingkat kecukupan B1/ tiamin (X5) Tingkat kecukupan vitamin C (X4) Tingkat kecukupan vitamin A (X3) Model IV Status Gizi Ibu (Y) Konstanta Pengetahuan gizi ibu (X2) Pemanfaatan program gizi posyandu (X4)
di
Model
Nilai -F
2
R2
Lampiran 2 Variabel yang bermakna pada α = 0.01 berdasarkan hasil analisis korelasi pearson Variabel Model IA menurut indeks BB/PB : Status Gizi Bayi (Y) Tingkat kecukupan Protein (X2) Tingkat kecukupan vitamin A (X3) Tingkat kecukupan vitamin C (X4) Tingkat kecukupan B1/tiamin (X5) Tingkat kecukupan kalsium (X6) Tingkat kecukupan fosfor (X7) Tingkat kecukupan zat besi (X8) Model IB menurut indeks PB/U : Status Gizi Bayi (Y) Tingkat kecukupan Protein (X2) Tingkat kecukupan vitamin A (X3) Tingkat kecukupan vitamin C (X4) Tingkat kecukupan B1/tiamin (X5) Tingkat kecukupan kalsium (X6) Tingkat kecukupan fosfor (X7) Tingkat kecukupan zat besi (X8) Model IC menurut indeks BB/U : Status Gizi bayi (Y) Tingkat kecukupan Protein (X2) Tingkat kecukupan vitamin A (X3) Tingkat kecukupan vitamin C (X4) Tingkat kecukupan B1/tiamin (X5) Tingkat kecukupan kalsium (X6) Tingkat kecukupan fosfor (X7) Tingkat kecukupan zat besi (X8) Model III Status Gizi Ibu (Y) Tingkat kecukupan Protein (X2) Tingkat kecukupan vitamin A (X3) Tingkat kecukupan vitamin C (X4) Tingkat kecukupan B1/tiamin (X5) Tingkat kecukupan kalsium (X6) Tingkat kecukupan fosfor (X7) Tingkat kecukupan zat besi (X8)
Nilai Korelasi (r)
Peluang
0.697 0.768 0.813 0.747 0.724 0.830 0.555
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
0.697 0.768 0.813 0.747 0.723 0.824 0.551
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
0.697 0.768 0.813 0.747 0.723 0.824 0.551
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
0.384 0.505 0.581 0.703 0.439 0.573 0.530
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000