PEMANFAATAN MEMBRAN KITOSAN TERMODIFIKASI POLI(VINIL ALKOHOL) DENGAN POLI(ETILENA GLIKOL) SEBAGAI POROGEN PADA DIALISIS LARUTAN GLISINA
MANUARA P F GULTOM
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
ABSTRAK MANUARA P F GULTOM. Pemanfaatan Membran Kitosan Termodifikasi Poli(vinil alkohol) dengan Poli(etilena glikol) sebagai Porogen pada Dialisis Larutan Glisina. Dibimbing oleh AHMAD SJAHRIZA dan SRI MULIJANI. Kitosan merupakan biopolimer yang dapat digunakan sebagai bahan pembuat membran. Membran ini digunakan untuk dialisis larutan glisina sebagai langkah awal untuk melihat pengaruh membran termodifikasi dalam melewatkan suatu molekul dalam larutan berkonsentrasi tinggi menuju larutan berkonsentrasi rendah. Membran kitosan yang dibuat dalam penelitian ini dimodifikasi dengan penambahan bahan pembentuk struktur semi-interpenetrating network, yaitu poli(vinil alkohol) (PVA) karena sifat mekaniknya yang baik. Selain penambahan PVA juga dilakukan penambahan glutaraldehida sebagai agen pertautan silang. Untuk pembentukan dan penyeragaman pori-pori membran dilakukan penambahan poli(etilena glikol) (PEG) sebagai porogen. Dalam penelitian ini, pembuatan dope membran terdiri dari campuran kitosan 3.5% (b/v), PVA (2.5 dan 5.0%)(b/v), PEG (2.5 dan 5.0%)(b/v), dan glutaraldehida 33.30 M. Setelah itu, dialisis dilakukan dengan laju alir larutan umpan dan permeat 20:20 (×10 mL/mnt) serta 40:20 (×10 mL/mnt). Hasil dialisis dengan laju alir larutan umpan dan permeat 20:20 (×10 mL/mnt) memberikan perpindahan konsentrasi glisina dari umpan menuju permeat pada MD1, MD2, MD3, dan MD4 berturutan 11.17%, 11.54%, 12.36%, dan 13.98%. Dialisis dengan laju alir larutan umpan dan permeat 40:20 (×10 mL/mnt) memberikan perpindahan konsentrasi glisina dari umpan menuju permeat pada MD1, MD2, MD3, dan MD4 berturutan 13.12%, 12.36%, 12.36%, dan 20.77%.
ABSTRACT MANUARA P F GULTOM. Utilization of Chitosan Membrane Modificated by Poly(vinyl alcohol) and Poly(ethylene glycol) as Porogen in Dialysis of Glycine Solution. Under supervision of AHMAD SJAHRIZA and SRI MULIJANI. Chitosan is a biopolymer which can be used as a substance for membrane matrix. This membrane is used for dialysis of glycine solution at early stage to see membrane modified affect to molecule transport from high concentration to low concentration solution. Chitosan membrane which was made in this research was modified with additional structure former substance of semi-interpenetrating network, that is poly(vinyl alcohol) (PVA) due to its good mechanic property. Besides using PVA, addition of glutaraldehide as a crosslink agent was also conducted. Pore formation and its uniformity on membrane is controlled by addition of poly(ethylene glicol) (PEG) as porogen. In this research, preparation dope of membrane was consisted of mixture of chitosan 3.5% (w/v), PVA (2.5 and 5.0%)(w/v), PEG (2.5 and 5.0%)(w/v), and glutaraldehide 33.30 µM. Afterwards, the dialysis was done with flow rate of feed and permeate solution 20:20 (× 10 mL/mnt) and also 40:20 (× 10 mL/mnt). Dialysis with flow rate of feed and permeate solution 20:20 (× 10 mL/mnt) resulted a glycine concentration transfer from feed to permeate of MD1, MD2, MD3, and MD4 11.17%, 11.54%, 12.36%, and 13.98%, respectively. Dialysis with flow rate of feed and permeate solution 40:20 (× 10 mL/mnt) gave glycine concentration transfer from feed to permeate of MD1, MD2, MD3, and MD4 13.12%, 12.36%, 12.36%, and 20.77%, respectively.
PEMANFAATAN MEMBRAN KITOSAN TERMODIFIKASI POLI(VINIL ALKOHOL) DENGAN POLI(ETILENA GLIKOL) SEBAGAI POROGEN PADA DIALISIS LARUTAN GLISINA
MANUARA P F GULTOM
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Judul
: Pemanfaatan Membran Kitosan Termodifikasi Poli(vinil alkohol) dengan Poli(etilena glikol) sebagai Porogen pada Dialisis Larutan Glisina
Nama
: Manuara P F Gultom
NIM
: G44201073
Menyetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Drs. Ahmad Sjahriza NIP 131 842 413
Dra. Sri Mulijani, M.S. NIP 131 950 978
Mengetahui: Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S. NIP 131 473 999
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini memiliki judul Pemanfaatan Membran Kitosan Termodifikasi Polivinil Alkohol dengan Polietilena Glikol sebagai Porogen pada Dialisis Larutan Glisina. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Drs. Ahmad Sjahriza dan Dra.Sri Mulijani, MS selaku pembimbing atas segala bimbingan, arahan, serta dorongan semangat selama penelitian dan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini penulis dedikasikan kepada kedua orang tua tercinta, adikku Ria Rumanti Gultom, adikku Frans Hoven Gultom (yang telah kembali ke pangkuan Bapa di Surga pada tanggal 4 Juni 2006), dan Tante Reni. Terima kasih atas dukungan doa, moril, materil, waktu, tenaga, semangat, cinta dan kasih sayang selama penelitian dan penulisan karya ilimiah ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada staf Kimia Fisik (Ibu Ai, Bapak Nano, Pak Mail), Staf Kimia Organik (Bapak Sabur, Ibu Yeni, Ibu Aah), Staf Kimia Analitik (Bapak Eman), Mas Heri dan Almarhumah Ibu Maya atas segala fasilitas dan kemudahan yang telah diberikan selama penelitian; kepada Riki, Yance, Yusuf, Rahmat, Tri Septiawati, Diana, Joe, Dyah, Atiek, Tuti, dan Polimer Group 39 atas kerjasamanya selama penelitian dan terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh rekan-rekan mahasiswa kimia angkatan 2001 atas dukungan doa dan semangat serta pengalaman berharga selama lima tahun bersama-sama. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2007 Manuara P F Gultom
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 Oktober 1983 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, putra dari pasangan Kasman Gultom dan Surtani Pakpahan. Pada tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Cimanggis dan memperoleh kesempatan melanjutkan studi di Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Pada tahun 2004 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di Laboratorium Quality Control PT Nipress Tbk, Narogong-Cibinong dengan judul Validasi Metode Analisa PbSO4 pada Lempeng Unformed Positif. Pada tahun 2005-2006 penulis menjadi asisten praktikum Kimia Fisik I, Kimia Fisik II, dan Kimia Organik.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR ................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL ....................................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................
iv
PENDAHULUAN ....................................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Kitin dan Kitosan ............................................................................................. Aditif Polimer pada Pembuatan Membran ...................................................... Membran .......................................................................................................... Glisina ..............................................................................................................
1 2 3 4
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ................................................................................................ Metode Penelitian ............................................................................................
4 4
HASIL DAN PEMBAHASAN Membran Kitosan Termodifikasi ..................................................................... Pengaruh Waktu terhadap Diálisis ................................................................... Pengaruh Jenis Membran terhadap Diálisis ..................................................... Pengaruh Laju Alir pada Diálisis .....................................................................
5 6 7 8
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan .......................................................................................................... Saran ................................................................................................................
9 9
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................
10
LAMPIRAN ...............................................................................................................
12
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Struktur molekul kitin (a) dan kitosan (b) (Thatte 2004) .......................................
1
2 Struktur PVA (Csustan 1999) ................................................................................
2
3 Struktur PEG (Wikipedia 2006) .............................................................................
3
4 Struktur Glutaraldehida (Wang et al. 2004) ...........................................................
3
5 Struktur Glisina ......................................................................................................
4
6 Sel dialisis ..............................................................................................................
5
7 Skema rancangan aliran counter-current pada proses dialisis ...............................
5
8 Hubungan konsentrasi dengan waktu dialisis pada MD1 dengan ragam laju alir umpan dan permeat 20:20 (×10 mL/menit) untuk glisina .....................................
6
9 Hubungan konsentrasi dengan waktu dialisis glisina dengan ragam laju alir umpan dan permeat 20:20 (×10 mL/menit) pada MD1 (a), MD2 (b), MD3 (c), dan MD4 (d) ..........................................................................................................
7
10 Hubungan antara konsentrasi dan waktu dialisis glisina pada MD4 dengan beragam laju alir larutan umpan dan permeat ........................................................
9
DAFTAR TABEL Halaman 1 Parameter mutu kitosan .........................................................................................
2
2 Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat permeasi ...........................................
4
3 Komposisi PVA dan PEG untuk setiap jenis membran ........................................
5
4 Tebal membran berdasarkan jenis .........................................................................
6
5 Persentase perpindahan glisina pada tiap jenis membran dari umpan menuju permeat dengan laju alir umpan dan permeat 20:20 (×10 mL/menit) ..................
7
6 Persentase perpindahan glisina dari umpan menuju permeat pada tiap jenis membran dengan laju alir umpan dan permeat yang berbeda ................................
8
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Diagram alir penelitian .........................................................................................
13
2 Hasil pengukuran kurva standar larutan glisina ....................................................
14
3 Data pengukuran konsentrasi larutan glisina pada tiap membran ...............
15
4 Reaksi ninhidrin ..................................................................................................
19
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Indonesia adalah negara kepulauan yang dikelilingi perairan luas yang mempunyai banyak potensi, salah satunya adalah ekspor udang beku. Udang tersebut telah mengalami proses pembuangan bagian kulit dan kepala, yang pada akhirnya akan menimbulkan masalah baru bagi lingkungan. Akan tetapi, limbah ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku pembuatan kitin dan kitosan yang mempunyai daya jual tinggi di berbagai bidang industri modern, seperti farmasi, biokimia, kosmetika, industri kertas, industri pangan, industri tekstil, dan lain-lain. Kitosan merupakan biopolimer yang dapat digunakan sebagai bahan pembuat membran (Aryanto 2002). Akan tetapi, membran dengan berbahan dasar kitosan saja tidak dapat langsung digunakan karena strukturnya yang sangat rapuh. Modifikasi membran kitosan diharapkan dapat menghasilkan membran dengan karakter yang lebih baik, misalnya peningkatan kestabilan membran (Jin et al. 2004), memperkecil ukuran poripori membran sehingga pemisahan molekulmolekul atau rejeksi makromolekul dari suatu larutan oleh membran lebih efektif (Wang et al. 2001). Membran kitosan yang akan dibuat dalam penelitian ini akan dimodifikasi dengan penambahan bahan pembentuk struktur semiinterpenetrating network (semi-IPN), yaitu poli(vinil alkohol) (PVA) karena sifat mekaniknya yang baik (Hassan & Peppas 2000). Penambahan PVA sebesar 2.5% dan 5.0% (b/v) dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan membran kitosan. Menurut Nisa (2005), semakin tinggi konsentrasi PVA (0.0% – 5.0% (b/v)) yang ditambahkan maka membran yang dihasilkan akan semakin tebal. Selain penambahan PVA juga dilakukan penambahan glutaraldehida sebagai agen pertautan silang. Untuk pembentukan dan penyeragaman pori-pori membran dilakukan penambahan poli(etilena glikol) (PEG) sebagai porogen (Yang et al. 2001). Membran kitosan yang dibuat diharapkan juga dapat digunakan sebagai lapisan semipermiabel pada proses dialisis. Penelitian ini bertujuan mempelajari perilaku dan karakter membran kitosan termodifikasi pada proses dialisis larutan asam amino, dalam penelitian ini menggunakan glisina. Hipotesis penelitian ini adalah membran kitosan termodifikasi dapat digunakan pada proses dialisis larutan glisina.
Kitin dan Kitosan Kitin merupakan biopolimer polisakarida turunan selulosa dengan rantai linear yang terdiri dari unit berulang 2-asetamido-2deoksi-D-glukopiranosa yang dihubungkan melalui ikatan glikosidik (1 4). Biopolimer ini paling melimpah di alam setelah selulosa, dan banyak terdapat pada invertebrata darat dan laut (Thatte 2004). Kitin berubah menjadi kitosan, jika gugus asetil pada kitin dideasetilasi menggunakan basa berkonsentrasi tinggi. Kitosan merupakan biopolimer polikationik yang terbentuk oleh rantai lurus dari unit berulang 2-amino-2-deoksi-D-glukopiranosa yang terikat oleh ikatan (1 4) (Thatte 2004). Kitin bersifat hampir tidak larut dalam air, asam encer dan basa, pelarut-pelarut organik, tetapi larut dalam asam format, asam metanasulfonat, N,N-dimetilasetamida yang mengandung 5% litium klorida, heksafluoro isopropil alkohol, heksafluoro aseton, dan campuran 1,2-dikloroetana:asam trikloroasetat dengan nisbah 35:65% (v/v) (Hirano 1986 dalam Jamaludin 1994). Menurut Bastaman (1989), asam pekat seperti asam sulfat, asam nitrat, dan asam fosfat dapat melarutkan kitin, tetapi bersifat merusak dan menyebabkan kitin terdegradasi menjadi satuan-satuan yang lebih kecil, bahkan menjadi monomer-monomernya dan dapat memutuskan gugus asetilnya.
(a)
(b) Gambar 1 Struktur molekul kitin (a) dan kitosan (b) (Thatte 2004). Berbeda dengan kitin yang tidak larut dalam larutan asam dan basa encer serta kebanyakan pelarut organik, kitosan larut dalam pelarut organik dalam air, sedikit larut dalam HCl, HNO3, dan H3PO4 0.5%, dan tidak larut dalam basa kuat dan H2SO4. Sifat kelarutan kitosan ini dipengaruhi oleh bobot molekul, derajat deasetilasi, dan rotasi spesifik
yang beragam tergantung pada sumber dan metode isolasi (Muzi 1990 dalam MA Jamaludin 1994). Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan derajat deasetilasi adalah spektroskopi inframerah (IR). Metode tersebut memiliki beberapa kelebihan antara lain analisis yang dilakukan relatif cepat dan tidak memerlukan pemurnian contoh, selain itu ketelitiannya tinggi dengan kisaran derajat deasetilasi contoh yang luas bila dibandingkan dengan teknik titrimetri atau metode spektroskopi lainnya (Baxter et al. 1992). Viskositas kitosan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti derajat deasetilasi, berat molekul, konsentrasi pelarut, kekuatan ionik, pH, dan temperatur. Derajat deasetilasi, kadar abu, kadar air, dan viskositas merupakan parameter yang penting bagi kitosan seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Parameter mutu kitosan Parameter Nilai Ukuran partikel Serpihan sampai bubuk Kadar air 10% Kadar abu 2% Derajat deasetilasi 70% Warna larutan Jernih Viskositas: 1% kitosan (cps) Rendah <200 Medium 200−799 Tinggi 800−2.000 Ekstra tinggi >2.000
alkohol tidak berada dalam bentuk stabil, tetapi berada dalam keadaan tautomer dengan asetaldehida. PVA dihasilkan dari polimerisasi vinil asetat menjadi polivinil asetat (PVAc), kemudian diikuti dengan hidrolisis PVAc menjadi PVA. Kualitas PVA yang baik secara komersial ditentukan oleh derajat hidrolisis yang tinggi, yaitu di atas 98.5%. Derajat hidrolisis dan kandungan asetat dalam polimer sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat kimianya, seperti kelarutan dan kristalinitas PVA. Derajat hidrolisis berpengaruh terhadap kelarutan PVA dalam air, semakin tinggi derajat hidrolisisnya maka kelarutannya akan semakin rendah. Gambar 2 menunjukkan struktur PVA (Hassan & Peppas 2000). PVA merupakan polimer yang banyak digunakan karena memiliki sifat lentur dan dapat membentuk ikatan hidrogen dengan molekul kitosan, selain itu PVA juga mudah diuraikan secara alami (biodegradabel) pada kondisi yang sesuai. PVA komersial biasanya merupakan campuran dari beberapa tipe stereoregular yang berbeda (isotaktik, ataktik, dan sindiotaktik). PVA dengan derajat hidrolisis 98.5% atau lebih dapat dilarutkan dalam air pada suhu 70°C (Wang et al. 2004).
Sumber: Manullang (1997).
Aditif Polimer pada Pembuatan Membran Membran yang hanya terbentuk dari bahan dasar saja, biasanya tidak dapat digunakan karena terdapat beberapa kekurangan. Kemudian beberapa usaha dilakukan untuk mengatasinya, seperti penggunaan bahan tambahan (aditif) untuk memperbaiki sifatsifat membran tersebut. Pada penelitian ini, aditif yang digunakan adalah poli(vinil alkohol), poli(etilena glikol), dan glutaraldehida. Poli(vinil alkohol) Poli(vinil alkohol) (PVA) merupakan polimer yang sangat menarik, karena banyak karakter dari PVA yang sesuai dengan karakter polimer yang banyak diinginkan khususnya dalam bidang farmasi dan biomedis. Kristalinitas alami dari PVA merupakan sifat yang menarik terutama dalam preparasi hidrogel. PVA memiliki struktur kimia yang sederhana dengan gugus hidroksil yang tidak beraturan. Monomernya, yaitu vinil
Gambar 2 Struktur PVA (Csustan 1999). Poli(etilena glikol) Poli(etilena glikol) (PEG) adalah molekul sederhana dengan struktur molekul linier atau bercabang. Pada suhu ruang, PEG dengan bobot molekul kurang dari 700 berbentuk cair, 700-900 berbentuk semi padat, sedangkan 900-1000 atau lebih berbentuk padatan. PEG larut dalam air dan beberapa pelarut organik seperti toluena, aseton, metanol, dan metilklorida tetapi tidak larut dalan heksana dan hidrokarbon alifatik yang sejenis (Harris dalam Fadillah 2003). PEG secara komersial dibuat dari reaksi antara etilen oksida dengan air atau reaksi antara etilen glikol dengan sejumlah kecil katalis natrium klorida, dan jumlah etilen glikol menentukan bobot molekul dari PEG. Menurut hasil penelitian Fadillah 2003, bahwa interaksi konsentrasi PEG dengan selulosa asetat menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata terhadap ukuran pori
membran, dimana fluks membran akan bertambah dengan bertambahnya konsentrasi PEG dan berkurangnya konsentrasi selulosa asetat. Rumus struktur PEG ditunjukkan pada Gambar 3 (Othmer dalam Fadillah 2003).
Gambar 3 Struktur PEG (Wikipedia 2006). Glutaraldehida Glutaraldehida merupakan agen pembentuk ikatan silang yang sering digunakan dalam polipeptida dan protein karena aktivitasnya yang tinggi. Glutaraldehida juga digunakan sebagai agen pembentuk ikatan silang dengan PVA dan beberapa polisakarida lain seperti heparin, asam hialuronat, dan kitosan (Wang et al. 2004). Kombinasi kitosan-PVA dengan glutaraldehida sebagai agen pengikat silang akan memberikan suatu struktur hidrogel semi-interpenetrating polimeric network (semi-IPN) yang memiliki rasio pembengkakan dan penyusutan yang tinggi, sensitif terhadap perubahan pH, serta biodegradabel (Wang et al. 2004). Glutaraldehida mempunyai gugus molekul C5H8O2 dengan bobot molekul sebesar 100.1 g/mol, titik didih sebesar 100ºC, titik lebur −15ºC, pH antara 3.2−4.2, berupa larutan yang berwarna kuning, larut dalam air, alkohol dan benzena (BASF 1999).
Gambar 4 Struktur glutaraldehida (Wang et al. 2004). Membran Membran adalah bahan yang dapat memisahkan dua komponen dengan cara spesifik, yaitu menahan atau melewatkan salah satu komponen lebih cepat daripada komponen yang lain (Kaseno 1999). Sedangkan menurut Scott dan Hughes (1996), membran adalah lapisan semipermeabel berupa padatan polimer tipis yang menahan pergerakan bahan tertentu. Membran dapat dibuat dengan menggunakan beberapa metode antara lain pelelehan,
pengepresan, track-etching, dan pembalikan fase. Pada penelitian ini menggunakan metode pembalikan fase, yaitu polimer diubah dari bentuk larutan menjadi bentuk padatan secara terkontrol. Proses pemadatan sangat sering diawali dengan perpindahan polimer dari suatu cairan (pelarut) ke cairan lain (nonpelarut). Fase dengan konsentrasi polimer yang tinggi dalam larutan polimer akan membentuk padatan atau matriks membran, sedangkan fase dengan konsentrasi polimer yang rendah akan membentuk pori-pori (Mulder 1996). Membran dapat diklasifikasikan berdasarkan material asal, morfologi, bentuk dan fungsinya (Mulder 1996; Wenten 1999). Beberapa ciri membran antara lain ketebalan, kandungan air, permeabilitas, ukuran pori, distribusi ukuran pori, dan beberapa sifat fisik dan kimianya. Membran juga dapat dicirikan berdasarkan koefisien difusi, rejeksi zat terlarut, fluks, potensial membran, jumlah pelarut yang dipindahkan melewati membran, dan volume elektroosmotik. Dialisis Membran dalam penggunaannya antara lain dapat digunakan pada proses pemisahan molekul-molekul satu dari yang lainnya pada suatu larutan seperti pada proses penyaringan osmosis balik dan dialisis. Dialisis merupakan pergerakan zat terlarut (solute) dari suatu larutan yang mempunyai konsentrasi yang tinggi melewati sisi membran semipermiabel menuju sisi lain dari membran tersebut yang memiliki konsentrasi yang lebih rendah (Baker 2004). Menurut Hunt (2003), dialisis menggunakan membran semipermiabel yang melewatkan ion dan molekul kecil tetapi menghalangi partikel koloid yang berukuran besar. Dalam praktiknya dialisis digunakan untuk memisahkan spesies yang mempunyai perbedaan ukuran dan juga mempunyai perbedaan tingkat difusi yang besar. Fluks solute tergantung pada perbedaan konsentrasi pada membran. Oleh karena itu, dialisis ditandai dengan tingkat fluks yang rendah dibandingkan dengan proses membran lain seperti osmosis balik (reverse osmosis) dan ultrafiltrasi, yang tergantung pada tekanan yang diberikan. Proses dialisis dari suatu zat terlarut terjadi pada permukaan membran, dengan perbedaan konsentasi dari larutan yang berada di kedua sisi membran. Proses ini dipengaruhi oleh beberapa variabel seperti suhu, viskositas dan tingkat pencampuran larutan.
Pergerakan zat terlarut menyeberangi membran semipermiabel adalah hasil dari gerakan molekul secara acak (random molecular motion). Sebagai molekul zat terlarut dalam gerakan larutan, maka akan terjadi tumbukan dari waktu ke waktu antara molekul zat terlarut dengan membran dan antarmolekul zat terlarut itu sendiri sampai mereka berdifusi. Tingkat perpindahan zat terlarut menyeberangi membran semipermiabel sebagian besar tergantung pada bentuk, muatan dan ukuran zat terlarut. Ukuran zat terlarut sangat berhubungan dengan bobot molekul. Apabila ukuran molekul mendekati atau melebihi ukuran dari pori-pori membran (MWCO), jalan zat terlarut untuk melewati membran akan dihambat sepenuhnya atau secara parsial. Fluks atau permeasi zat terlarut menyeberangi membran semipermiabel dalam larutan, berbanding terbalik dengan bobot molekul. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat permeasi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat permeasi Pengaruh terhadap tingkat Parameter permeasi Menaikkan Menurunkan Perbedaan Besar Kecil konsentrasi Kecil, Besar, Ukuran berbentuk berbentuk molekul bola serat Temperatur Tinggi Rendah Ketebalan Tipis Tebal membran (<20 µm) (>20 µm) Luas permukaan Besar Kecil membran Sumber: McPhie (1971).
Glisina Protein ialah polimer alami yang terdiri atas sejumlah unit asam amino yang berikatan satu dengan lainnya lewat ikatan amida (atau peptida), dan glisina merupakan salah satu unit asam amino. Asam amino yang diperoleh dari hidrolisis protein ialah asam amino . Artinya, gugus amino berada pada atom karbon , yaitu di sebelah gugus karboksil. Kecuali glisina, dengan R = H, asam amino memiliki pusat stereogenik pada karbon . Dengan demikian, semua asam amino kecuali glisina bersifat aktif optis. Glisina mempunyai titik isoelektrik pada pI = 6, titik leleh = 233°C, kelarutan dalam air 25 g/100
mLH2O pada suhu 25°C, pK1 2.35 dan pK2 9.78.
O H2 N
OH
Gambar 5 Struktur Glisina.
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitosan dengan derajat deasetilasi 77.81%, akuades, asam asetat 1% (v/v), larutan NaOH 1 M, PVA (BM=72000), PEG (BM=6000), glutaraldehida 33.30 µM, larutan glisina, piridin 10% (v/v), dan ninhidrin 2% (b/v). Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat kaca, neraca analitik, Micrometer Teclock Corporation, pengaduk magnetik, pemanas, plastik polietilena, pompa, sel dialisis, dan Spectronic 20D+ Thermo Spectronic. Metode Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri atas pembuatan larutan kitosan 3.5% (b/v), pembuatan dope membran yang terdiri dari campuran kitosan 3.5%, PVA (2.5 dan 5.0%), PEG (2.5 dan 5.0%), dan glutaraldehida 33.30 M. Hal ini disebabkan membran yang terbuat dari dope dengan konsentrasi PVA 2.5 dan 5.0% dapat terbentuk dengan baik dan lebih kuat dibandingkan dengan membran yang dibentuk tanpa penambahan PVA sehingga dapat dibentuk dan digunakan pada proses selanjutnya (Nisa 2005). Kemudian dilanjutkan dengan pencetakan membran (metode pembalikan fase) dan proses dialisis larutan glisina pada membran yang telah terbentuk. Diagram alir penelitian selengkapnya disajikan pada Lampiran 1. Pembuatan larutan kitosan 3.5% (b/v) Sebanyak 3.5 gram kitosan dilarutkan ke dalam 100 ml asam asetat 1% (v/v), kemudian diaduk dengan pengaduk magnetik sampai seluruh kitosan larut dan didapat larutan kental jernih kekuningan. Pembuatan dope PVA (BM = 72000) dengan variasi konsentrasi 2.5% dan 5.0% (b/v) dimasukkan ke dalam larutan kitosan 3.5% (b/v) dalam
gelas piala dan diaduk dengan pengaduk magnetik diatas pemanas pada suhu 80°C selama lima menit atau sampai semua PVA larut. Selama pemanasan, gelas piala ditutup dengan plastik polietilena. Setelah didinginkan pada suhu ruang, dilanjutkan dengan penambahan PEG (BM = 6000) dengan ragam konsentrasi 2.5% dan 5.0% (b/v) ke dalam campuran kitosan-PVA dan diaduk selama 30 menit atau sampai semua PEG larut. Komposisi PVA dan PEG untuk setiap jenis membran ditunjukkan pada Tabel 3. Tahapan terakhir dalam pembuatan dope adalah penambahan glutaraldehida 25% (v/v) ke dalam setiap campuran dengan konsentrasi akhir glutaraldehida 33.30 M, kemudian diaduk selama 30 menit sampai semuanya tercampur. Setelah itu, setiap campuran ditutup dengan plastik polietilena dan didiamkan semalaman untuk menghilangkan gelembung-gelembung udara dalam campuran. Tabel 3 Komposisi PVA dan PEG untuk setiap jenis membran Jenis PVA (%) PEG (%) Membrana MD1 2.5 2.5 MD2 2.5 5.0 MD3 5.0 2.5 MD4 5.0 5.0 a
MD = membran dialisis
Pencetakan membran Setiap dope yang sudah terbebas dari gelembung-gelembung udara kemudian dicetak di atas permukaan lempeng kaca berukuran 20×15 cm dengan cara dituang ke atasnya sampai diperoleh lapisan yang tipis dan rata. Cetakan tersebut kemudian diuapkan semalaman atau sampai kering, lalu dicelupkan ke dalam NaOH 1 M dalam wadah berukuran 30×20 cm selama 2−3 jam. Membran yang telah tercetak dilepaskan dari permukaan lempeng kaca dan dicuci dengan akuades untuk menglepaskan NaOH, kemudian disimpan dalam akuades sampai dilakukan proses dialisis.
umpan (20 dan 40×10 mL/menit) dengan laju alir larutan permeat dibuat tetap (20×10 mL/menit). Kemudian dilihat pengaruh peragaman laju aliran terhadap proses dialisis yang terjadi. Proses dialisis menyebabkan glisina berdifusi dari aliran umpan melewati membran menuju aliran permeat. Gambar 6 dan 7 berturut-turut memperlihatkan sel dialisis dan rancangan percobaan dialisis yang dilakukan.
Gambar 6 Sel dialisis.
Gambar 7 Skema rancangan aliran countercurrent pada proses dialisis. Penentuan Konsentrasi Glisina Konsentrasi glisina yang melewati membran dihitung dengan metode spektrofotometri. Setiap 30 menit, diambil cuplikan sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, baik umpan maupun permeat. Kemudian ditambahkan sebanyak 1 mL piridin 10% (v/v) dan 1 mL ninhidrin 2% (b/v) ke dalam setiap cuplikan. Reaksi antara ninhidrin dan asam amino terlampir pada Lampiran 4. Untuk blanko disiapkan seperti perlakuan pada cuplikan, hanya cuplikan diganti dengan akuades. Setiap tabung reaksi dipanaskan dalam penangas air mendidih selama 20 menit. Lalu didinginkan pada suhu kamar. Kemudian setiap isi tabung reaksi diencerkan dalam labu takar 50 mL dan ditera. Lalu %transmitan dari setiap larutan diukur dengan Spectronic 20D+ pada panjang gelombang 570 nm. Hasil konsentrasi yang didapat dikalikan faktor pengenceran (fp) = 5.
HASIL DAN PEMBAHASAAN
Proses Dialisis Membran yang terbentuk dipotong dengan ukuran 20×5 cm, lalu ditempatkan dalam sel dialisis. Larutan glisina dengan konsentrasi 50 ppm dialirkan pada salah satu sisi membran sebagai aliran umpan, sedangkan pada sisi lain membran dialirkan larutan glisina dengan konsentrasi 5 ppm sebagai aliran permeat. Peragaman dilakukan pada laju alir larutan
Membran Kitosan Termodifikasi Proses pembuatan dope membran pada penelitian ini menggunakan larutan kitosan 3.5% (b/v). Pada penelitian sebelumnya (Nisa 2005 dan Ariwanda 2006), telah digunakan larutan kitosan dengan konsentrasi 3.0% (b/v). Akan tetapi membran yang dihasilkan sedikit rapuh. Oleh karena itu penambahan konsen-
trasi kitosan dimaksudkan untuk membuat membran yang diperoleh lebih tebal dan mempunyai struktur yang lebih kuat. Penambahan PVA dalam jumlah tertentu dapat memperbaiki struktur dari membran itu sendiri. Pada saat pembuatan dope membran, PVA dapat larut homogen dengan larutan kitosan. Hal ini disebabkan adanya ikatan hidrogen antara PVA dengan kitosan. PVA juga membuat membran lebih tebal. Semakin banyak jumlah PVA yang ditambahkan, maka makin tebal pula membran yang diperoleh. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya (Nisa 2005 dan Ariwanda 2006). Membran kitosan termodifikasi PVA masih mempunyai pori-pori yang asimetris. Oleh karena itu, diperlukan penambahan PEG-6000 yang membuat penyebaran poripori yang merata. Semakin banyak PEG yang ditambahkan, maka semakin banyak pula pori-pori yang terbentuk pada membran. Pada saat pencetakan membran, masingmasing dope terdiri atas beragam komposisi PVA:PEG. MD1 dan MD2 mempunyai komposisi PVA:PEG berturutan, yaitu 2.5%:2.5% (b/v) dan 2.5%:5.0% (b/v). Sedangkan MD3 dan MD4 mempunyai komposisi PVA:PEG berturutan, yaitu 5.0%:2.5% (b/v) dan 5.0%:5.0% (b/v). Penambahan PVA berlebih justru membuat membran lebih sulit dicetak, khususnya pada dope MD3 dan MD4. Hal ini disebabkan dope lebih lambat mengering pada saat pencetakan membran. Pada Tabel 4 disebutkan perbedaan ketebalan dari masing-masing membran. Masing-masing membran mempunyai kekuatan yang berbeda. Penambahan PEG membuat membran lebih banyak berpori sehingga membran menjadi lebih rapuh. Hal ini dibuktikan pada saat dialisis. MD4 lebih rapuh daripada MD3, dan MD2 lebih rapuh daripada MD1. Aplikasi membran pada dialisis larutan glisina tetap harus dibantu oleh kain kasa. Membran yang sudah siap digunakan pada dialisis, terlebih dahulu dihimpit di antara dua kain kasa yang memungkinkan membran tidak berlubang akibat tekanan yang dihasilkan dari aliran glisina.
Penambahan PVA dan PEG yang berlebih dapat membuat struktur membran justru lebih rapuh. PVA ditambahkan pada larutan kitosan 3.5% (b/v) (3.5 gram kitosan dalam asam asetat 1% lalu volumenya ditepatkan menjadi 100 mL) berdasarkan perbandingan bobot dan volume. Artinya semakin banyak jumlah PVA yang ditambahkan akan mengurangi jumlah molekul kitosan. Begitu pula penambahan PEG dalam larutan kitosan 3.5% (b/v). Semakin banyak jumlah PEG yang ditambahkan akan mengurangi jumlah molekul kitosan. Penelitian ini membuktikan bahwa penambahan PVA yang berlebih dapat membuat membran lebih tebal, akan tetapi justru membuat membran lebih rapuh. Begitu pula dengan penambahan PEG yang berlebih dapat membuat membran lebih banyak berpori dan justru membuat membran lebih rapuh.
Tabel 4 Tebal membran berdasarkan jenis Jenis Membrana Tebal Rerata ( m)* MD1 90 MD2 95 MD3 100 MD4 110
Nilai konsentrasi glisina pada larutan umpan terus turun seiring dengan bertambahnya waktu. Sebaliknya, konsentrasi glisina pada permeat terus bertambah. Proses dialisis ini akan terus berlangsung sampai konsentrasi pada umpan dan permeat mencapai kesetimbangan.
a
MD = membran dialisis * = Diukur 10 kali
Pengaruh Waktu terhadap Dialisis
50
5
48 46
4 3
44
2
42 40
1
38
[Permeat] (ppm)
[Umpan] (ppm)
Selama dialisis berlangsung, terjadi tumbukan antarmolekul zat terlarut maupun antarmolekul zat terlarut dengan permukaan membran. Proses dialisis menggunakan pronsip difusi sederhana. Artinya, bahwa dialisis akan terus berlangsung hingga konsentrasi dari larutan di kedua sisi membran mempunyai konsentrasi yang sama. Gejala ini ditunjukkan oleh Gambar 8. Semakin lama efisiensi dari proses dialisis akan berkurang dan akan relatif berhenti saat larutan pada kedua sisi membran berkonsentrasi sama.
Umpan Permeat
0 0
1
2
3
4
5
Waktu (jam)
Gambar 8 Hubungan konsentrasi dengan waktu dialisis pada MD1 dengan ragam laju alir umpan dan permeat 20:20 (×10 mL/menit) untuk glisina.
Proses dialisis dipengaruhi oleh jenis membran. Hal ini disebabkan masing-masing membran dengan jenis yang berbeda disusun oleh komposisi bahan penyusun yang berbeda . Oleh karena itu membran yang terbentuk
3
44
2
42 40
1
[Permeat] (ppm)
[Umpan] (ppm)
4
Umpan Permeat
0 1
2
3
4
5
Waktu (jam)
50
5
48 46
4 3
44 42
2 1
40 38
[Permeat] (ppm)
(a)
Umpan Permeat
0 0
1
2
3
4
5
Waktu (jam)
50
5
48
4
46
3
44 42
2 1
40 38
[Permeat] (ppm)
(b)
Umpan Permeat
0 0
1
2
3
4
5
Waktu (jam)
(c) 50
5
48
4
46
3
44 42
2 1
40 38
[Permeat] (ppm)
Tabel 5 Persentase perpindahan glisina pada tiap jenis membran dari umpan menuju permeat dengan laju alir umpan dan permeat 20:20 (×10 mL/menit) % Perpindahan Glisina Jenis Membran MD1 11.17 MD2 11.54 MD3 12.36 MD4 13.98
5
48 46
0
[Umpan] (ppm)
Proses dialisis akan terus berlangsung selama terdapat rongga atau pori-pori dimana molekul zat terlarut berpindah dari larutan berkonsentrasi tinggi menuju larutan berkonsentrasi rendah. Secara teori, perpindahan hanya terjadi dari satu sisi saja, yaitu dari larutan berkonsentrasi tinggi menuju larutan berkonsentrasi rendah, dan tidak sebaliknya. Konsentrasi partikel glisina pada umpan lebih tinggi daripada permeat. Perbedaan konsentrasi ini menimbulkan adanya driving force pada partikel glisina (Tinoco et al. 2002). Gaya inilah yang kemudian mengantarkan partikel glisina dari umpan menuju permeat. Kemudian membran akan menjadi selektor/filter bagi partikel-partikel glisina berdasarkan ukuran partikel. Perpindahan konsentrasi glisina pada MD1, MD2, MD3, dan MD4 dari umpan menuju permeat berturutan sebesar 2.2945 ppm 2.5522 ppm, 2.7597 ppm, dan 3.5490 ppm. Persentase perpindahan glisina seperti terlihat pada Tabel 5.
50
38
[Umpan] (ppm)
Pengaruh Jenis Membran terhadap Dialisis
mempunyai struktur yang berbeda. Gambar 9 menunjukkan pengaruh berbagai jenis membran terhadap proses dialisis.
[Umpan] (ppm)
Dari waktu ke waktu, konsentrasi berubah dengan kecenderungan tertentu. Konsentrasi glisina pada umpan cenderung turun sedangkan pada permeat cenderung naik. Dengan kata lain, proses dialisis berlangsung secara bertahap dengan perpindahan zat terlarut berlangsung relatif stabil setiap satuan waktunya. Tidak terjadi perpindahan zat terlarut secara spontan dalam jumlah besar pada suatu waktu. Pada MD1 dengan ragam laju alir umpan dan permeat 20:20 (×10 mL/menit) terjadi perpindahan glisina dari umpan menuju permeat sebesar 11.17%, setelah diperoleh persamaan grafik dari kurva standar seperti disajikan pada Lampiran 2.
Umpan Permeat
0 0
1
2
3
4
5
Waktu (jam)
Gambar 9
(d) Hubungan konsentrasi dengan waktu dialisis glisina dengan ragam laju alir umpan dan permeat 20:20 (×10 mL/menit) pada MD1 (a), MD2 (b), MD3 (c), dan MD4 (d).
Perbedaan ketebalan membran menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi laju dialisis (Ariwanda 2006). Sebuah partikel
akan dapat melewati membran melalui poripori membran dengan dibantu gaya driving force. Membran yang relatif lebih tipis cenderung memiliki laju dialisis lebih tinggi karena lintasan yang ditempuh partikel melalui membran lebih dekat. Sementara membran yang relatif lebih tebal cenderung sebaliknya. Akan tetapi, pada penelitian ini ketebalan membran tidak menjadi faktor yang mempengaruhi laju dialisis larutan glisina. Laju alir untuk umpan maupun permeat dijaga konstan dengan laju yang sama, yaitu 20:20 (×10 mL/menit), sehingga hanya variabel jenis membran saja yang berperan. Masing-masing membran memberikan hasil yang hampir mendekati. Jenis membran yang digunakan pada dialisis mempunyai komposisi PVA dan PEG yang berbeda. MD1 dan MD2 mempunyai komposisi PVA:PEG berturutan yaitu 2.5%:2.5% (b/v) dan 2.5%:5.0% (b/v). Sedangkan MD3 dan MD4 mempunyai komposisi PVA:PEG berturutan yaitu 5.0%:2.5% (b/v) dan 5.0%:5.0% (b/v). Komposisi ini akan mempengaruhi kekuatan membran. MD4 kurang baik digunakan untuk dialisis karena strukturnya yang sangat rapuh bila dibandingkan dengan membran lainnya. Penambahan PVA sebesar 2.5% (b/v) pada MD1 dan MD2 membentuk membran dengan ketebalan <100 m, sedangkan MD3 dan MD4 dengan konsentrasi PVA 5.0% (b/v) merupakan membran dengan ketebalan >100 m. Ketebalan membran dapat mempengaruhi proses dialisis (Ariwanda 2006). Ketebalan membran berbanding lurus dengan panjang lintasan yang ditempuh partikel pada proses dialisis. Semakin tebal membran maka dialisis akan berjalan cenderung lebih lama. Akan tetapi pada penelitian ini kenaikan komposisi PVA tidak membuat laju dialisis larutan glisina semakin lambat. Penurunan konsentrasi larutan umpan dan kenaikan konsentrasi permeat glisina lebih tajam pada MD3 dan MD4 dibandingkan dengan MD1 dan MD2. Hal ini disebabkan adanya tolakan muatan antara membran dengan glisina. Jumlah pori-pori yang terbentuk pada membran merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses dialisis. PEG yang ditambahkan ke dalam dope pada saat pembentukan membran akan larut pada saat pencecetakan dan pencucian membran, dan membentuk pori-pori pada membran tersebut (Yang et al. 2001). Semakin tinggi konsentrasi PEG yang ditambahkan, tentu saja akan terbentuk pori-pori yang semakin banyak. Semakin banyak pori yang terbentuk, dialisis
tentu saja akan berjalan lebih cepat karena zat terlarut akan mempunyai lebih banyak jalan untuk melewati membran. Hal ini dapat dibuktikan dengan membandingkan proses dialisis yang terjadi pada MD1 dan MD2, atau MD3 dan MD4. Dialisis pada MD1 lebih lambat dibandingkan dengan MD2, dan MD3 lebih lambat dibandingkan dengan MD4. Apabila ditinjau dari banyak dan besarnya pori serta ketebalan membran, seharusnya zat terlarut glisina yang melewati membran pada MD2 akan lebih banyak dibandingkan MD4. Ini berarti, persentase jumlah glisina yang pindah dari larutan umpan menuju permeat pada MD2 seharusnya labih besar daripada MD4. Tetapi hasil percobaan menunjukkan persentase perpindahan glisina pada MD4 lebih besar daripada MD2. Hal ini disebabkan adanya efek Donnan antara membran dengan makromolekul seperti glisina. Efek Donnan adalah interaksi yang disebabkan oleh distribusi asimetrik muatan pada membran dengan makromolekul yang melewati membran (Tinoco et al. 2002). Pada MD4 yang penambahan PVA lebih banyak dibandingkan dengan MD2 akan mengakibatkan sebaran muatan pada MD4 lebih besar daripada MD2. Fenomena itu mengakibatkan muatan positif pada membran yang dibawa kitosan pada MD4 akan lebih kecil daripada MD2. Oleh karena itu dapat dimengerti apabila glisina yang bermuatan positif akan lebih mudah melewati MD4 daripada MD2 karena interaksi muatan antara membran dengan glisina menurun. Hal ini disebabkan oleh efek Donnan. Pengaruh Laju Alir Umpan pada Dialisis Laju alir umpan 20 (×10 mL/menit) dengan konsentrasi yang lebih tinggi menimbulkan gaya driving force pada partikel yang cukup untuk berlangsungnya dialisis (Tinoco et al. 2002). Penambahan laju umpan menjadi 40 (×10 mL/menit), artinya dua kali lebih besar dari laju alir permeat, memberikan tekanan tambahan pada partikel. Tekanan ini yang kemudian meningkatkan energi kinetik pada fluida sehingga pertikel dengan energi yang lebih besar akan melewati membran relatif lebih cepat. Perlakuan pertama laju alir umpan dan permeat dibuat sama, yaitu 20:20 (×10 mL/menit). Dialisis terjadi dengan sendirinya. Dialisis dengan menggunakan MD4 menimbulkan kenaikan perpindahan konsentrasi pada umpan menuju permeat sebesar 13.98%. Perlakuan kedua, yaitu laju alir
umpan dan permeat dibuat berbeda, yaitu 40:20 (×10 mL/menit). Laju alir dari umpan dibuat lebih tinggi daripada laju alir dari permeat. Dialisis dengan menggunakan MD4 menimbulkan perpindahan konsentrasi pada umpan menuju permeat sebesar 20.77%, sehingga dengan penambahan laju alir umpan berhasil meningkatkan laju dialisis sebesar 6.79% (Tabel 6). Dialisis akan terus berlangsung selama masih ada perbedaan konsentrasi di antara dua sisi membran. Pada satu jenis membran yang sama diberi perlakuan berbeda pada laju alir umpan dan permeat. Tabel 6 Persentase perpindahan glisina dari umpan menuju permeat pada tiap jenis membran dengan laju alir umpan dan permeat yang berbeda % Perpindahan Glisina dengan Laju Alir Umpan:Permeat Jenis (×10 mL/menit) Membran 20:20 40:20 MD1 11.17 13.12 MD2 11.54 12.36 MD3 12.36 12.36 MD4 13.98 20.77
50
5
48
4
46
3
44
2
42
1
40 38
0 0
1
2
3
4
5
[Permeat] (ppm)
[Umpan] (ppm)
Skema counter-current memungkinkan untuk dilakukannya peragaman laju alir larutan umpan dan permeat. Laju alir umpan dan permeat yang digunakan didapat mempengaruhi kecepatan dialisis (Gambar 10).
Umpan 20:20 (x10 mL/menit) Umpan 40:20 (x10 mL/menit) Permeat 20:20 (x10 mL/menit) Permeat 40:20 (x10 mL/menit)
Waktu (jam)
Gambar 10 Hubungan antara konsentrasi dan waktu dialisis glisina pada MD4 dengan beragam laju alir larutan umpan dan permeat. Pada jenis membran yang lain seperti pada MD1 terjadi perpindahan glisina dari umpan menuju permeat sebesar 11.17% untuk laju alir umpan dan permeat yaitu 20:20 (×10 mL/menit), sedangkan untuk laju alir umpan dan permeat yaitu 40:20 (×10 mL/menit) terjadi perpindahan glisina dari umpan menuju permeat sebesar 13.12%. Pada MD2 terjadi perpindahan glisina dari umpan menuju permeat sebesar 11.54% untuk laju alir umpan dan permeat yaitu 20:20 (×10 mL/menit),
sedangkan untuk laju alir umpan dan permeat yaitu 40:20 (×10 mL/menit) terjadi perpindahan glisina dari umpan menuju permeat sebesar 12.36%. Pada MD3 terjadi perpindahan glisina dari umpan menuju permeat sebesar 12.36% untuk laju alir umpan dan permeat yaitu 20:20 (×10 mL/menit), sedangkan untuk laju alir umpan dan permeat yaitu 40:20 (×10 mL/menit) terjadi perpindahan glisina dari umpan menuju permeat sebesar 12.36%. Dialisis yang dilakukan dengan laju alir larutan umpan dan permeat 40:20 (×10 mL/menit) berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan dialisis yang dilakukan dengan pada variasi 20:20 (×10 mL/menit). Penurunan konsentrasi larutan umpan dan kenaikan konsentrasi permeat glisina pada MD4 lebih tajam pada 40:20 (×10 mL/menit). Gejala yang sama juga ditunjukkan pada MD1, dan MD2. Sedangkan pada MD3 tidak terjadi perubahan efisiensi dialisis meskipun laju alir umpan dibuat lebih cepat. Hal ini mungkin disebabkan pori-pori membran pada MD3 terlalu sedikit. Jumlah PEG yang ditambahkan pada dope MD3 sama dengan dope MD1. Akan tetapi jumlah PVA yang ditambahkan pada dope MD3 lebih banyak daripada dope MD1. Hal ini yang mungkin dapat membuat pori-pori MD3 labih sedikit dibandingkan MD1. Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 3. Dengan laju alir yang lebih cepat, larutan umpan mempunyai energi lebih besar daripada permeat. Energi tersebut dapat membuat zat terlarut dari larutan umpan bergerak lebih cepat melewati membran.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Membran kitosan termodifikasi PVA dapat digunakan untuk proses dialisis larutan glisina. Perilaku dan karakter membran kitosan termodifikasi PVA bisa dilakukan pada semua membran, hanya pada MD3 lebih stabil dibandingkan dengan membran lainnya. Perpindahan glisina pada MD3 tidak dipengaruhi laju alir umpan:permeat. Muatan pada membran dan larutan glisina dapat mempengaruhi laju dialisis. Variasi komposisi PVA dapat mengubah tolakan muatan antara kitosan dengan glisina. Saran Perilaku dan karakter membran kitosan termodifikasi pada proses dialisis dalam penelitian ini difokuskan terhadap waktu,
jenis membran, laju alir umpan dan permeat, dan molekul dengan konsentrasi yang berbeda, sedangkan masih ada faktor lain yang mempengaruhi proses dialisis yaitu suhu, muatan molekul, dan luas permukaan membran. Dialisis dengan menggunakan sel dialisis paralel perlu dilakukan untuk melihat efisiensi kerja membran. Modifikasi model sel dialisis memungkinkan larutan stock teraduk secara teratur sehingga pada saat pengambilan cuplikan dapat mewakili konsentrasi glisina pada larutan stock yang sebenarnya. Penulis juga menyadari perlunya uji SEM pada membran untuk mengetahui ukuran dan distribusi pori-pori membran.
DAFTAR PUSTAKA Ariwanda R. 2006. Dialisis Larutan Garam Menggunakan Membran Kitosan Termodifikasi Poli(vinil alkohol) dengan Poli(etilena glikol) sebagai Porogen [skripsi]. Bogor: Departemen Kimia IPB. Aryanto AY. 2002. Pemanfaatan kitosan dari limbah kulit udang (crustacea) sebagai bahan untuk pembuatan membran [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB. Baker RW. 2004. Membrane Technology and Applications. London: Wiley. BASF. 1999. Glutaraldehide-50%. Jersey: BASF Corporation.
New
Bastaman S. 1989. Studies on degradation and extraction of chitin and chitosan from prawn shell (Nephrops norvegicus) [Thesis]. The Department of Mechanical, Manufacturing, Aeronautical and Chemical Engineering, Faculty of Engineering, The Queen’s University of Belfast. Baxter A, Dillon M, Taylor KD, Roberts GAF. 1992. Improved method for IR determination of the degree of Nacetylation of chitosan. Int J Biol. Macromol 14(6):166-169. Csustan. 1999. The Structure and Properties of Polymers. http://wwwchem.csustan. edu/CHEM2000/EXP2/bkg.htm [10 April 2006].
Fadillah F. 2003. Pengaruh penambahan PEG terhadap karakterisasi membran selulosa asetat [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB. Hassan CM, Peppas NA. 2000. Structure and aplication of poli(vinyl alcohol) hidrogel produced by conventional crosslinking or by freezing/thawing methods. Adven Polym Sci 153:37-38. Hunt A. 2003. A-Z Chemistry. London: McGraw-Hill. Jamaludin MA. 1994. Isolasi dan pencirian kitosan limbah udang windu (Penaeus monodon fabricus) dan afinitasnya terhadap ion logam Pb2+, Cr6+, dan Ni2+ [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Jin J, Song M, Hourston DJ. 2004. Novel chitosan-based film cross-linking by genepin with improved physical properties. Biomacromol 5:165-168. Kaseno. 1999. Teknologi Membran: Prinsip Dasar, Pembuatan dan Aplikasinya. Makalah Seminar Pengembangan Teknologi Membran dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: BPPT. Koros WJ, Ma YH, Shimidzu T. 1996. Terminology for Membranes and Membrane Processes (IUPAC Recommendation 1996). International Pure and Applied Chemistry, Vol 68, No 7, pp1479-1489. Li Q, Dunn ET, Grandmaison EW, Goosen MFA. 1992. Applications and properties of chitosan. Di dalam: Goosen MFA, editor. Applications of Chitin and Chitosan. Lancaster: Technomic. Hlm 3-21. Manullang EH. 1997. Optimasi proses pembuatan kitin dari limbah udang (Penaid sp.) dengan menggunakan bahan teknis [skripsi]. Bogor: Departemen Teknik Hasil Perikanan IPB. McPhie P. 1971. Dialysis. Meth Enzymol 22:23-33. Mulder M. 1996. Basic and Principles of Membrane Technology. London: Kluwer.
Nisa K. 2005. Karakteristik fluks membran kitosan termodifikasi Poli(Vinil Alkohol) dengan variasi poli(etilena glikol) sebagai porogen [skripsi]. Bogor: Departemen Kimia IPB. Scott K, Hughes R. 1996. Industrial Membrane Separation Technology. London: Blackie Academic and Professionals. Thatte MR. 2004. Synthesis and antibacterial assessment of water-soluble hydrophobic chitosan derivatives bearing quaternary ammonium functionality [dissertation]. The Department of Chemistry, The Louisiana State University. Tinoco IJ, Sauer K, Wang JC, Puglisi JD. 2002. Physical Chemistry: Principles and Applications in Biological Sciences. New Jersey: Prentice-Hall. Wang H, Fang Y, Yan Y. 2001. Surface modification of chitosan membranes by alkane vapor plasma. Muter Chem 11:911918. Wenten IG. 1996. Teknologi Industrial Membran. Bandung: Departemen Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung. Winkipedia. 2006. Polyethylene glycol. http://en.wikipedia.org/wiki/Polyethyleneg lycol [10 April 2006]. Yang L, Hsiao WW, Chen P. 2001. Chitosancellulose composite membrane for affinity purifications of biopolymers and immunoadsorption. J Membr Sci 5084: 113.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Kitosan (3.5 gram)
Pelarutan dalam asam asetat 1% (b/v)
PVA (2.5 dan 5.0%)
Larutan kitosan 3.5%
glutaraldehida
PEG (2.5 dan 5.0%)
Dope membran (variasi jenis membran)
Pencetakan membran
Perendaman dalam NaOH 1 M
Membran
Pencucian membran dengan akuades
Penyimpanan membran dalam akuades
Proses dialisis
Penentuan konsentrasi glisina dengan Spectronic 20D+
Lampiran 2 Hasil pengukuran kurva standar larutan glisina
Absorbansi
Konsentrasi (ppm) 2.0116 14.0512 25.9840 38.0480 50.1120 62.5600
Konsentrasi (ppm)/(fp=5) 0.4023 2.8102 5.1968 7.6096 10.0224 12.5120
3 2.5
%T 1.000 0.258 0.136 0.050 0.016 0.004
A 0.0000 0.5884 0.8665 1.3010 1.7959 2.3979
y = 0.1898x - 0.0611 R2 = 0.9911
2 1.5 1 0.5 0 0
2
4
6
8
10
12
Konsentrasi (ppm)/(fp=5)
Hubungan antara konsentrasi (ppm)/(fp=5) dan absorbansi pada pengukuran kurva standar glisina
14
Lampiran 3 Data pengukuran konsentrasi larutan glisina pada tiap membran MD1
y = 0.1898x - 0.0611 Perhitungan Laju Alir (x 10 cc/menit) Umpan Permeat
20 20
Konsentrasi Larutan Glisin (ppm) pada jam ke0 9.5142 0.3267
0.5
1
9.5142 0.3267
1.5
9.2734 0.3404
9.2734 0.3404
2 9.2734 0.3451
2.5 9.0553 0.4009
3
3.5
9.0553 0.4536
9.0553 0.4731
4 9.0553 0.5177
4.5 9.0553 0.7154
5 9.0553 0.8097
Perhitungan x fp=5 Laju Alir (x 10 cc/menit)
Konsentrasi Larutan Glisin (ppm) x fp=5 pada jam ke0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
Umpan
20
47.5711
47.5711
46.3672
46.3672
46.3672
45.2766
45.2766
45.2766
45.2766
45.2766
45.2766
Permeat
20
1.6333
1.6333
1.7018
1.7018
1.7255
2.0047
2.2682
2.3656
2.5884
3.5771
4.0487
Perhitungan x fp=5 Laju Alir (x 10 cc/menit)
% Perpindahan Glisin
Umpan
20
11.17
Permeat
20
131.36
4.5
5
Perhitungan Laju Alir (x 10 cc/menit)
0
Umpan
40
9.5142
9.5142
9.5142
9.2734
9.2734
9.2734
9.0553
9.0553
9.0553
8.8561
8.8561
Permeat
20
0.3311
0.3542
0.4058
0.4393
0.4489
0.4538
0.4586
0.4586
0.5428
0.6992
0.8154
Perhitungan x fp=5 Laju Alir (x 10 cc/menit)
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
Umpan
40
47.5711
47.5711
47.5711
46.3672
46.3672
46.3672
45.2766
45.2766
45.2766
44.2805
44.2805
Permeat
20
1.6553
1.7709
2.0291
2.1964
2.2447
2.2689
2.2932
2.2932
2.7138
3.4959
4.0771
Perhitungan x fp=5 Laju Alir (x 10 cc/menit)
Konsentrasi Larutan Glisin (ppm) pada jam ke0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
Konsentrasi Larutan Glisin (ppm) x fp=5 pada jam ke-
% Perpindahan Glisin
Umpan
40
13.12
Permeat
20
129.89
4.5
5
Lanjutan Lampiran 3 MD2
y = 0.1898x - 0.0611 Perhitungan Laju Alir (x 10 cc/menit)
Konsentrasi Larutan Glisin (ppm) pada jam ke0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
Umpan
20
9.7839
9.7839
9.7839
9.7839
9.7839
9.5142
9.5142
9.5142
9.7839
9.5142
9.2734
Permeat
20
0.3267
0.3916
0.4011
0.4538
0.5886
0.6144
0.7100
0.7209
0.7263
0.7704
0.7760
Perhitungan x fp=5 Laju Alir (x 10 cc/menit)
Konsentrasi Larutan Glisin (ppm) x (fp=5) pada jam ke0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
Umpan
20
48.9194
48.9194
48.9194
48.9194
48.9194
47.5711
47.5711
47.5711
48.9194
47.5711
46.3672
Permeat
20
1.6333
1.9581
2.0053
2.2689
2.9428
3.0721
3.5500
3.6043
3.6316
3.8522
3.8800
Perhitungan x fp=5 Laju Alir (x 10 cc/menit)
0
% Perpindahan Glisin
Umpan
20
11.54
Permeat
20
121.72
Perhitungan Laju Alir (x 10 cc/menit)
0
Umpan
40
9.0553
9.0553
8.8561
8.8561
8.8561
8.8561
8.8561
8.6730
8.6730
8.5034
8.5034
Permeat
20
0.3357
0.3403
0.3916
0.3869
0.4345
0.4831
0.4978
0.6353
0.6511
0.7373
0.8904
Perhitungan x fp=5 Laju Alir (x 10 cc/menit)
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
Umpan
40
45.2766
45.2766
44.2805
44.2805
44.2805
44.2805
44.2805
43.3648
43.3648
42.5169
42.5169
Permeat
20
1.6784
1.7015
1.9581
1.9345
2.1724
2.4153
2.4892
3.1766
3.2556
3.6864
4.4522
Perhitungan x fp=5 Laju Alir (x 10 cc/menit)
Konsentrasi Larutan Glisin (ppm) pada jam ke0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
Konsentrasi Larutan Glisin (ppm) x fp=5 pada jam ke-
% Perpindahan Glisin
Umpan
40
12.36
Permeat
20
147.57
4.5
5
Lanjutan Lampiran 3 MD3
y = 0.1898x - 0.0611 Perhitungan Laju Alir (x 10 cc/menit) Umpan Permeat
20 20 Perhitungan x fp=5 Laju Alir (x 10 cc/menit)
Konsentrasi Larutan Glisin (ppm) pada jam ke0 9.0553 0.3267
0.5
1
9.0553 0.3403
1.5
9.0553 0.3542
9.0553 0.3588
2 8.8561 0.4011
2.5 8.8561 0.4441
3
3.5
8.8561 0.4880
8.6730 0.5077
4 8.6730 0.5529
4.5 8.6730 0.5732
5 8.5034 0.6144
Konsentrasi Larutan Glisin (ppm) x fp=5 pada jam ke0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
Umpan
20
45.2766
45.2766
45.2766
45.2766
44.2805
44.2805
44.2805
43.3648
43.3648
43.3648
42.5169
Permeat
20
1.6333
1.7015
1.7709
1.7941
2.0053
2.2205
2.4399
2.5387
2.7643
2.8660
3.0721
Perhitungan x fp=5 Laju Alir (x 10 cc/menit)
% Perpindahan Glisin
Umpan
20
12.36
Permeat
20
75.55
4.5
5
Perhitungan Laju Alir (x 10 cc/menit)
0
Umpan
40
9.0553
9.0553
8.8561
8.8561
8.8561
8.6730
8.6730
8.6730
8.6730
8.5034
8.5034
Permeat
20
0.3173
0.3681
0.3963
0.4249
0.4586
0.5127
0.5227
0.5277
0.5886
0.6248
0.6617
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
Perhitungan x fp=5 Laju Alir (x 10 cc/menit)
Konsentrasi Larutan Glisin (ppm) pada jam ke0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
Konsentrasi Larutan Glisin (ppm) x fp=5 pada jam ke4.5
5
Umpan
40
45.2766
45.2766
44.2805
44.2805
44.2805
43.3648
43.3648
43.3648
43.3648
42.5169
42.5169
Permeat
20
1.5867
1.8407
1.9817
2.1244
2.2932
2.5635
2.6134
2.6384
2.9428
3.1242
3.3086
Perhitungan x fp=5 Laju Alir (x 10 cc/menit)
% Perpindahan Glisin
Umpan
40
12.36
Permeat
20
94.61
Lanjutan Lampiran 3 MD4
y = 0.1898x - 0.0611 Perhitungan Laju Alir (x 10 cc/menit)
0
Umpan
20
9.0553
9.2734
9.0553
9.0553
9.0553
8.8561
8.8561
8.6730
8.6730
8.5034
8.3455
Permeat
20
0.3267
0.3267
0.3267
0.3311
0.3357
0.3449
0.3449
0.3940
0.3940
0.4489
0.5327
Konsentrasi Larutan Glisin (ppm) pada jam ke0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
Perhitungan x fp=5 Laju Alir (x 10 cc/menit)
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
Umpan
20
45.2766
46.3672
45.2766
45.2766
45.2766
44.2805
44.2805
43.3648
43.3648
42.5169
41.7276
Permeat
20
1.6333
1.6333
1.6333
1.6554
1.6784
1.7246
1.7246
1.9699
1.9699
2.2447
2.6635
Konsentrasi Larutan Glisin (ppm) x fp=5 pada jam ke-
Perhitungan x fp=5 Laju Alir (x 10 cc/menit)
% Perpindahan Glisin
Umpan
20
13.98
Permeat
20
52.20
4.5
5
Perhitungan Laju Alir (x 10 cc/menit)
0
40 20
9.0553 0.3311
9.0553 0.3775
9.0553 0.3775
Perhitungan x fp=5 Laju Alir (x 10 cc/menit)
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
Umpan
40
45.2766
45.2766
45.2766
44.2805
44.2805
43.3648
42.5169
40.9892
40.9892
39.6417
38.4362
Permeat
20
1.6554
1.8875
1.8875
1.9110
1.9345
2.1005
2.6134
2.9428
2.9686
3.4152
3.6043
Umpan Permeat
Perhitungan x fp=5 Laju Alir (x 10 cc/menit)
Konsentrasi Larutan Glisin (ppm) pada jam ke0.5
1
1.5 8.8561 0.3822
2 8.8561 0.3869
2.5 8.6730 0.4201
3 8.5034 0.5227
3.5 8.1978 0.5886
4 8.1978 0.5937
4.5 7.9283 0.6830
5 7.6872 0.7209
Konsentrasi Larutan Glisin (ppm) x fp=5 pada jam ke-
% Perpindahan Glisin
Umpan
40
20.77
Permeat
20
103.21
4.5
5
Lampiran 4 Reaksi ninhidrin Reaksi Ninhidrin O
OH
2
RCHCO2-
+
OH
+
NH3
O
ninhidrin
O
O
+ RCHO + CO2 + 3 H2O + H+
N
O
-
O
anion ungu