KARAKTERISTIK FLUKS MEMBRAN KITOSAN TERMODIFIKASI POLI(VINIL ALKOHOL) DENGAN VARIASI POLI(ETILENA GLIKOL) SEBAGAI POROGEN
KHOIRUN NISA
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005
2
ABSTRAK KHOIRUN NISA. Karakteristik Fluks Membran Kitosan Termodifikasi Poli(vinil alkohol) dengan Variasi Poli(etilena glikol) sebagai Porogen. Dibimbing oleh AHMAD SJAHRIZA dan SRI MULIJANI. Membran yang terbuat dari campuran kitosan-poli(vinil alkohol) (PVA) dengan penambahan glutaraldehida sebagai agen pertautan silang memperlihatkan struktur hidrogel semi-interpenetrating network (semi-IPN). Kitosan merupakan polisakarida alami yang melimpah dan dapat diperbarui yang diekstraksi dari kulit crustacea seperti udang dan kepiting. PVA merupakan polimer sintetik yang memiliki sifat-sifat mekanik yang unik. Sembilan jenis membran kitosan-PVA dipreparasi dari dope yang berisi campuran larutan kitosan 3% (b/v), 33.30 µM glutaraldehida 25% (v/v), serta PVA dan PEG dengan variasi konsentrasi masingmasing 0.0, 2.5, dan 5.0% dalam pelarut asam asetat 1% (v/v). Setiap dope membran dicetak di atas lempeng kaca kemudian diuapkan selama semalam pada suhu ruang lalu direndam dalam larutan NaOH 1 M sebagai non-pelarut selama 23 jam. Membran yang terbentuk dinetralkan dengan air kemudian diukur fluksnya dengan fluida umpan akuades (pH 7.3) dan larutan bufer fosfat pH 6. Pengukuran nilai fluks akuades dilakukan pada variasi tekanan 2.5, 5.0, 7.5, dan 10.0 psi, sedangkan untuk bufer dilakukan pada tekanan 2.5 dan 10.0 psi. Nilai fluks akuades cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan nilai fluks bufer. Gejala tersebut memperlihatkan sensitivitas hidrogel membran terhadap perubahan pH lingkungan. Semakin asam kondisi lingkungan maka nisbah pembengkakan hidrogel semakin besar sehingga pori-pori membran semakin menyempit. Gejala tersebut mengakibatkan terjadinya kompaksi membran sehingga nilai fluks semakin turun seiring dengan naiknya tekanan pada transpor membran. Nilai fluks cenderung turun dengan peningkatan konsentrasi PVA dan naik dengan peningkatan konsentrasi PEG sebagai porogen.
3
ABSTRACT KHOIRUN NISA. Flux Characteristics of Chitosan Membrane Modified by Poly(vinyl alcohol) with Variations Poly(ethylene glycol) as Porogen. Supervised by AHMAD SJAHRIZA and SRI MULIJANI. Chitosan-poly(vinyl-alcohol) membrane with glutaraldehyde as cross-linked agent was classified as semi-interpenetrating network (semi-IPN) hydrogel structure. Chitosan is naturally abundant and renewable polysaccharide extracted from crustacean shells (e.g. shrimp and crab). Poly(vinyl-alcohol) or PVA is a synthetic polymer with excellent mechanical properties. Nine types of chitosanPVA membrane were prepared from dope constituted of chitosan solution 3% (b/v), 33.30 µM glutaraldehyde 25% (v/v), and concentration of both PEG (poly(ethylene glycol)) and PVA varied from 0.0, 2.5, and 5.0%. Diluted acetic acid 1% (v/v) was used as the solvent for the dope preparation. Membrane dope was casted onto a glass plate surface and evaporated for a night at room temperature. It was then immersed in NaOH 1 M as nonsolvent for 2-3 hours. The resulting membrane was rinsed and neutralized by water and then the flux determined using destilled water (pH 7.3) and buffer phosphate pH 6 solution as feed fluids. The flux was measured at various pressure of 2.5, 5.0, 7.5, and 10.0 psi for destilled water and from 2.5 and 10.0 psi for buffer. The flux of destilled water was higher than the flux of buffer. These phenomenon showed sensitive property of hydrogel membrane upon pH environment, as the hydrogel itself was swollen in acetic condition cause reducing the membrane pore diameter. The flux decreased as PVA percentage increased, while increasing PEG percentage as the porogen increased the flux. The applied pressures was the main driving force on membrane transport and the effect on flux decreased the applied pressure increased. It was caused by compaction phenomenon occured on the matrix of membrane as related with the hydrogel structure.
4
KARAKTERISTIK FLUKS MEMBRAN KITOSAN TERMODIFIKASI POLI(VINIL ALKOHOL) DENGAN VARIASI POLI(ETILENA GLIKOL) SEBAGAI POROGEN
KHOIRUN NISA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005
5
Judul Skripsi : Karakteristik Fluks Membran Kitosan Termodifikasi Poli(vinil alkohol) dengan Variasi Poli(etilena glikol) sebagai Porogen Nama : Khoirun Nisa NIM : G01400021
Disetujui
Drs. Ahmad Sjahriza Ketua
Dra. Sri Mulijani, M.S. Anggota
Diketahui Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S. NIP 131 473 999
6
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah kajian fluks membran hidrogel kitosan-poli(vinil alkohol), dengan judul Karakteristik Fluks Membran Kitosan Termodifikasi Poli(vinil alkohol) dengan Variasi Poli(etilena glikol) sebagai Porogen. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Drs. Ahmad Sjahriza dan Dra. Sri Mulijani, M.S. selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan karya tulis ini. Ungkapan terima kasih juga kepada Mimi, Mama, Yayu Wah, Saroh, Aa Maulana, dan Yayang Azhar atas dukungan, perhatian, dan kasih sayang tulusnya. Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Mail, Bapak Nano, Ibu Ai, Pak Pam, Pak Sabur, Mas Toni, serta staf dosen kimia fisik FMIPA IPB atas bantuannya, juga kepada Fenol, Bu Desi, Bu Rini, dan rekan-rekan di Laboratorium Teknologi Kimia TIN atas dukungannya. Selain itu, ucapan terima kasih kepada Dian, Isye, Ulil, selaku rekan kerja yang mengesankan (Shrimp family), Dewi, Nunu, Mila, Tya, Mbak Retno, Mbak Ain, Deni, Ira rekan Kimia 37, Ade, Yanti, Yayu, Tati, Nican, Ratna, dan Ucie the big family of F-8c dan B-11 atas persahabatan, perhatian, ilmu, semangat yang diberikan, serta kebersamaan yang indah. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Oktober 2005 Khoirun Nisa
7
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jatibarang pada tanggal 1 Februari 1982 dari ayah Drs. M. Rawi dan ibu Fatimah. Penulis merupakan putri kedua dari lima bersaudara. Tahun 2000 penulis lulus dari SMU Negeri 6 Cirebon dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Dasar II pada tahun ajaran 2001/2002 dan 2002/2003; Kimia Lingkungan pada tahun ajaran 2003/2004 dan 2004/2005; dan Kimia Koloid pada tahun ajaran 2004/2005. Pada tahun 2003 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bidang Mikrobiologi Bogor. Penulis aktif sebagai pengurus dalam Himpunan Profesi Departemen Kimia (IMASIKA) pada tahun 2001 dan 2003.
PENDAHULUAN Pemisahan suatu molekul dari molekulmolekul yang lain dalam suatu larutan dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain adalah kromatografi kolom, kromatografi lapis tipis, HPLC, dan elektoforesis. Namun teknik-teknik tersebut memiliki beberapa kekurangan di antaranya adalah tidak sederhana dan memerlukan bahan kimia lain yang tidak sedikit. Saat ini telah banyak digunakan teknik pemisahan yang lebih sederhana, yaitu teknik pemisahan dengan menggunakan membran. Teknologi pemisahan menggunakan membran memiliki beberapa kelebihan, yaitu lebih sederhana, tidak memerlukan bahan kimia tambahan, serta ramah lingkungan (Fadillah 2003). Membran dapat dibuat dari bahan organik maupun anorganik. Membran organik lebih dikenal dengan membran polimer karena bahan-bahan pembuat membran organik merupakan polimer baik polimer sintetik ataupun alami (Kesting 1971). Membran anorganik dapat dibuat dari beberapa material seperti kaca, keramik, maupun logam (Mulder 1996). Kitosan sebagai salah satu biopolimer yang melimpah di alam dapat juga digunakan sebagai bahan pembuat membran (Aryanto 2002). Membran kitosan dalam perkembangannya sering dimodifikasi dengan bahan atau polimer lain. Modifikasi tersebut antara lain dapat dilakukan dengan penambahan bahan atau polimer yang dapat membentuk ikatan silang dengan molekul kitosan, seperti penambahan glutaraldehida atau genipin (Jin et al. 2004). Modifikasi juga dapat dilakukan dengan pembentukan jaringan antara molekul kitosan dengan molekul polimer lain seperti poli(etilena oksida) (PEO) (Jin et al. 2004). Modifikasi dapat pula dilakukan dengan melapisi permukaan membran kitosan dengan plasma uap alkana (petroleum eter) (Wang et al. 2001). Disamping itu larutan kitosan juga dapat digunakan untuk memodifikasi membran lain dalam hal ini selulosa dengan cara melapisi seluruh permukaan membran selulosa sehingga dihasilkan membran dengan laju alir air yang lebih rendah, ukuran pori-pori yang lebih kecil, dan kemampuan rejeksi makromolekul protein yang lebih tinggi (Yang et al. 2001). Modifikasi membran kitosan diharapkan dapat menghasilkan membran dengan karakter yang lebih baik seperti peningkatan kestabilan
membran (Jin et al. 2004), memperkecil ukuran pori-pori membran sehingga pemisahan molekul-molekul atau rejeksi makromolekul dari suatu larutan oleh membran lebih efektif (Wang et al. 2001). Membran kitosan yang dimodifikasi dengan agen pertautan silang genipin lebih stabil pada pH 2-4 dibandingkan dengan membran kitosan murni. Penambahan PEO pada campuran kitosan-genipin memberikan karakter hidrogel pada membran yang dihasilkan. Hal itu terjadi karena pembentukan struktur semi-interpenetrating network (semi-IPN) pada membran, akibatnya terjadi pembengkakan membran pada lingkungan dengan pH • 7. Semakin kecil pH maka pembengkakan semakin besar (Jin et al. 2004). Membran kitosan yang dibuat dalam penelitian ini akan dimodifikasi dengan penambahan bahan pembentuk struktur semiIPN yaitu poli(vinil alkohol) (PVA) karena sifat mekaniknya yang baik (Hassan & Peppas 2000). Selain penambahan PVA juga dilakukan penambahan glutaraldehida sebagai agen pertautan silang. Untuk pembentukan dan penyeragaman pori-pori membran, dalam hal ini dilakukan penambahan poli(etilena glikol) (PEG) sebagai porogen (Yang et al. 2001). Penambahan PVA dalam penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan membran kitosan sedangkan penambahan PEG sebagai porogen dilakukan untuk menambah pori-pori yang terbentuk pada membran sehingga dapat meningkatkan fluks. Dalam penelitian ini juga akan dibuktikan terbentuknya struktur hidrogel semi-IPN antara kitosan, PVA dan glutaraldehida yang sensitif terhadap perubahan pH lingkungan. TINJAUAN PUSTAKA Kitin dan Kitosan Kitosan merupakan salah satu produk alam yang merupakan turunan kitin. Kitin adalah sebuah polisakarida yang terbuat dari kulit udang, rajungan dan kepiting. Unit utama dari polimer kitin adalah 2-deoksi-2(asetilamin) glukosa yang dikombinasikan dengan rantai 1-4 glikosida. Pemutusan gugus asetil dari kitin oleh basa kuat menghasilkan kitosan (Sigma-Aldrich 1999). Menurut Li et al. (1992), asam format dan asam asetat dengan konsentrasi setiap 0.21.0% dan 1-2% merupakan pelarut yang baik untuk kitosan. Kitosan merupakan suatu
9
polikation yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam asam organik seperti asam format, asetat, tartat, dan sitrat (Sigma-Aldrich 1999). Gambar 1 menunjukkan struktur kitin dan kitosan. CH2OH
CH2OH
O
O HO HO
NHAc
NHAc
n
(a) CH2OH
CH2OH
O
O HO HO
NH2
NH2
n
(b) Gambar 1 Struktur molekul Kitin (a) dan Kitosan (b). Keberadan gugus amina pada kitosan menyebabakan kitosan larut dalam media asam. Pelarutan kitosan dalam asam akan membentuk larutan kental yang dapat digunakan untuk pembuatan gel dalam berbagai variasi seperti butiran, membran, ataupun serat (Jin et al. 2004). Perbedaan antara kitin dan kitosan terletak pada derajat deasetilasi. Umumnya reaksi pelepasan gugus asetil (deasetilasi) dalam larutan alkali tidak terjadi sepenuhnya walaupun dibawah perlakuan yang ekstrim. Derajat deasetilasi biasanya berkisar antara 70-95%, bergantung pada metode yang digunakan dalam pembuatan kitosan (Li et al. 1992). Derajat deasetilasi kitosan yang dapat digunakan dalam pembuatan membran antara lain 77% dan 85% (Cardenas et al. 2003). Derajat deasetilasi merupakan salah satu faktor kimia paling penting dalam kitosan. Metode untuk menentukan gugus asetil yang terlepas dari kitosan diantaranya adalah spektroskopi inframerah, titrasi, kromatografi gas, dan absorpsi warna. Menurut Muzzarelli spektrofotometri ultraviolet pada panjang gelombang 199 nm merupakan metode terbaik untuk penentuan derajat deasetilasi secara akurat dan tidak merusak, dengan teknik ini absorbans N-asetilglukosamina bergantung pada konsentrasi dan tidak dipengaruhi oleh keberadaan asam asetat (Li et al. 1992). Viskositas kitosan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti derajat deasetilasi, berat molekul, konsentrasi pelarut, kekuatan
ionik, pH, dan temperatur. Perubahan pH berbanding terbalik dengan viskositas. Semakin tinggi pH maka viskositas semakin rendah (Li et al. 1992). Derajat deasetilasi, kadar abu, kadar air, dan viskositas merupakan parameter penting bagi kitosan seperti terlihat pada Tabel 1. Optimasi yang dilakukan dalam pembuatan membran kitosan oleh Aryanto (2002) menggunakan pelarut asam asetat, asam sitrat, dan asam formiat dengan konsentrasi 10% pada konsentrasi kitosan 1, 3, 5, dan 7 % memperlihatkan bahwa pelarut dan konsentrasi kitosan terbaik dalam pembuatan membran adalah asam asetat dan konsentrasi 7%. Pembuatan membran kitosan dapat dimodifikasi dengan menggunakan bahan tambahan yang dapat meningkatkan stabilitas dan karakter membran, bahan yang biasa digunakan sebagai penstabil membran antara lain glutaraldehida (Jin et al. 2004) dan genipin (Jin et al. 2004), keduanya merupakan agen pertautan silang pada kitosan. Polimer lain juga dapat ditambahkan pada larutan kitosan untuk pembentukan karakter gel pada membran, polimer tersebut antara lain adalah PVA (Wang et al. 2004) dan PEO (Jin et al. 2004). Tabel 1 Parameter mutu kitosan. Parameter Nilai Ukuran partikel Serpihan sampai bubuk Kadar Air ≤10% Kadar Abu ≤2% Derajat Deasetilasi ≥70% Warna larutan Jernih Viskositas: 1% kitosan (cps) Rendah <200 Medium 200-799 Tinggi 800-2.000 Ekstra tinggi >2.000 Sumber: Manullang 1997. Glutaraldehida Glutaraldehida (Gambar 2) merupakan agen pertautan silang yang sering digunakan dalam polipeptida dan protein karena aktivitasnya yang tinggi dan gugus aldehida yang dapat membentuk basa Schiff´s dengan gugus amino dari protein. Glutaraldehida juga digunakan sebagai agen pertautan silang dengan PVA dan beberapa polisakarida lain seperti heparin, asam hialuronat, dan kitosan (Wang et al. 2004). Glutaraldehida merupakan senyawa dengan fungsi ganda yang umumnya digunakan dalam modifikasi protein dan
10
polimer. Glutaraldehida mempunyai rumus molekul C5H8O2 dengan bobot molekul sebesar 100.1 g/mol, titik didih sebesar 100 ºC, titik lebur -15 ºC, pH 3.2–4.2, berupa larutan yang berwarna kuning, larut dalam air, alkohol, dan benzene (BASF 1999). O
O
OH
OH n
Gambar 3 Struktur PVA.
H2 C H
C H2
C H2
OH
PEG
H
Gambar 2 Struktur glutaraldehida. PVA Poli(vinil alkohol) merupakan polimer yang sangat menarik karena memiliki karakter yang sesuai untuk aplikasi dalam bidang farmasi dan biomedis. Sifat mekanik dari PVA merupakan sifat yang menarik terutama dalam preparasi hidrogel. PVA memiliki struktur kimia yang sederhana dengan gugus hidroksil yang tidak beraturan. Monomernya, yaitu vinil alkohol tidak berada dalam bentuk stabil, tetapi berada dalam keadaan tautomer dengan asetaldehida (Wang et al. 2004). Gambar 3 menunjukkan struktur molekul PVA. PVA dagang biasanya merupakan campuran dari beberapa tipe stereoregular yang berbeda (isotaktik, ataktik, dan sindiotaktik). Mutu PVA dagang yang baik ditentukan oleh derajat hidrolisisnya. Derajat hidrolisis berpengaruh terhadap kelarutan PVA dalam air, semakin tinggi derajat hidrolisisnya maka kelarutannya akan semakin rendah (Hassan & Peppas 2000). PVA dengan derajat hidrolisis 98,5% atau lebih dapat dilarutkan dalam air pada suhu 70°C. Dalam pembuatan hidrogel kitosanPVA, PVA dilarutkan dalam larutan kitosan pada suhu 80°C selama lima menit (Wang et al. 2004). Kombinasi Kitosan-PVA dengan glutaraldehida sebagai agen pertautan silang menghasilkan struktur hidrogel semi-IPN. Hidrogel yang terbentuk dari kombinasi tersebut memiliki nisbah pembengkakan dan penyusutan yang tinggi, sensitif terhadap perubahan pH, serta mudah terurai secara alami (Wang et al. 2004).
Poli(etilena glikol) adalah molekul sederhana dengan struktur molekul linier atau bercabang. Pada suhu ruang, PEG dengan bobot molekul dibawah 700 berbentuk cair, sedangkan yang memiliki bobot molekul 700900 berbentuk semi padat, dan PEG dengan bobot molekul 900-1000 atau lebih berbentuk padatan. PEG larut dalam air dan beberapa pelarut organik seperti toluena, aseton, metanol, dan metilklorida tetapi tidak larut dalam heksana dan hidrokarbon alifatik yang sejenis (Fadillah 2003). PEG secara dagang dibuat dari reaksi antara etilena oksida dengan air atau reaksi antara etilena glikol (HOCH2CH2OH) dengan sejumlah kecil katalis natrium klorida, dan jumlah etilena glikol menentukkan bobot molekul dari PEG. Rumus struktur PEG ditunjukkan oleh Gambar 4 berikut (Stevens 2001). Menurut hasil penelitian Fadillah (2003), interaksi konsentrasi PEG dengan selulosa asetat menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata terhadap ukuran pori-pori membran. Fluks membran akan bertambah dengan bertambahnya konsentrasi PEG dan berkurangnya konsentrasi selulosa asetat. Nilai fluks membran komposit selulosakitosan semakin meningkat dengan peningkatan konsentrasi PEG (Yang et al. 2001).
H
H
C
C
H
H
O
n
Gambar 4 Struktur PEG.