PEMANFAATAN LIMBAH TUNA LOIN (DAGING TETELAN) MELALUI DIVERSIFIKASI PRODUK BERUPA ABON DAN BAKSO IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA TERNATE
OLEH : SYAMSUL HADI, S.St.Pi (NIP : 1984060720101 21002)
PUSAT PENYULUHAN BADAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA KEMENTRIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2013 i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehatnya sehingga karya tulis yang berjudul “Pemanfaatan Limbah Tuna Loin (daging tetelan) Melalui Diversifikasi Produk Berupa Abon dan Bakso Ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ternate” dapat terselesaikan dengan baik. Adapun penyelesaian karya tulis ini tidak lepas dari bantuan beberapa pihak yaitu kelompok usaha di PPN Ternate yang mendukung pelaksanaan program pemanfaatan limbah Tuna Loin melalui diversifikasi, rekan-rekan di PPN Ternate yang telah mendukung program penyuluhan, serta istriku tersayang yang telah memberi motivasi, ide-ide dan semangat sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa selama proses penulisan karya tulis ini masih banyak kekurangan, tetapi penulis berharap agar karya ilmiah ini dapat memberikan informasi yang berguna dalam bidang penyuluhan dan pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan.
Ternate, 18 November 2013
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i DAFTAR ISI...........................................................................................................ii I.
PENDAHULUAN ......................................................................................1 I.1 PENDAHULUAN .................................................................................1 I.2 TUJUAN ................................................................................................3 I.3 KELUARAN .........................................................................................3
II.
TEORI DAN METODE ............................................................................4 II.1 TEORI..................................................................................................4 II.1.1 DESKRIPSI IKAN TUNA (Thunnus sp)................................4 II.1.2 KOMPOSISI KIMIA IKAN TUNA (Thunnus sp) ................6 II.1.3 DEFINISI PRODUK ................................................................7 II.1.4 KLASIFIKASI PRODUK ........................................................7 II.1.5 ATRIBUT PRODUK ................................................................8 II.1.6 DIVERSIFIKASI PRODUK PERIKANAN...........................8 II.1.7 ABON IKAN............................................................................10 II.1.8 BAKSO IKAN .........................................................................12 II.2 METODE...........................................................................................12
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................14
IV.
KESIMPULAN ........................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................22 LAMPIRAN..........................................................................................................23
ii
I.
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG Provinsi Maluku Utara adalah salah satu provinsi di timur Indonesia yang terdiri dari banyak pulau. Luas wilayah Provinsi Maluku Utara mencapai 140.255,32 km². Sebagian besar merupakan wilayah perairan laut, yaitu seluas 106.977,32 km² (76,27%) dan sisanya seluas 33.278 km² (23,73%) adalah daratan. Dengan wilayah yang sebagian besar adalah laut membuat Provinsi Maluku Utara memiliki potensi yang besar dibidang perikanan, khususnya sumberdaya ikan. Potensi sumberdaya ikan yang melimpah di Provinsi Maluku Utara membuat pemerintah menjadikan Maluku Utara sebagai salah satu lumbung ikan di kawasan Timur Indonesia. Selain itu, beberapa kabupaten/kota yang ada di Maluku Utara merupakan kawasan yang ditetapkan menjadi kawasan industrialisasi perikanan, salah satu wilayah yang menjadi kawasan industrialisasi perikanan adalah Kota Ternate. Kota Ternate merupakan salah satu wilayah yang padat dengan aktivitas perikanan, hal ini dikarenakan di Kota Ternate terdapat Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN). Aktivitas perikanan yang berlangsung di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ternate antara lain pendaratan ikan dan pengolahan hasil perikanan. Berdasarkan data statistik Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ternate tahun 2012 data pendaratan ikan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir yaitu tahun 2008-2012 secara berurutan adalah sebasar 4.625,11 ton, 5.073,09 ton, 5.147,58 ton, 6.767,83 ton, dan 6.836,91 ton. Volume pendaratan ikan tersebut didominasi oleh Cakalang, Layang, Tongkol, dan Madidihang (Ikan Tuna). Bahkan pada tahun 2012 dominasi Cakalang mencapai 37% dari total volume pendaratan ikan disusul Layang 25%, Tongkol 17% dan Tuna 9% serta sisanya adalah ikan kembung dan campuran masing-masing 7% dan 5%.
1
Volume pendaratan ikan di PPN Ternate tidak merata, pada bulan-bulan tertentu (September s/d pertengahan November) terjadi produksi ikan yang melimpah. Pada saat produksi melimpah harga ikan menjadi turun. Ikan-ikan yang pecah perut dan keluar insang tidak laku dijual bahkan cenderung dibuang. Padahal dari tingkat kesegaran, ikan tersebut masih bagus dan masih layak untuk dikonsumsi. Alternatif yang dilakukan selama ini pada saat ikan melimpah adalah penyimpanan di cold storage dan dipasarkan keluar daerah seperti Bitung, Surabaya, dan Jakarta. PPN Ternate selain sebagai salah satu pusat pendaratan ikan juga banyak terdapat industri perikanan skala kecil dan menengah, terdiri dari penanganan dan pengolahan ikan. Unit penanganan ikan yang ada terdiri dari pembekuan ikan dan pembuatan Tuna Loin, sedangkan unit pengolahan ikan yang ada berupa pembuatan abon dan bakso ikan tuna serta pengasapan ikan cakalang. Unit pembuatan Tuna Loin rata-rata memproduksi 11 ton loin per bulan (data statistik PPN Ternate 2012). Pembuatan tuna loin hanya mengambil bagian daging ikan yang berwarna merah, rendemennya ± 50%. Sementara daging yang berwarna hitam dan sisa daging dari tulang dan hasil triming (daging tetelan) dijual dengan harga antara Rp. 14.000-16.000 per kg. Dari data produksi 11 ton loin dengan rendemen 50%, terdapat ± 11 ton limbah dari produksi Tuna Loin yang terdiri dari daging tetelan, kepala, tulang, kulit da isi perut. Hasil limbah tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal. Bahkan tulang, kulit dan isi perut cenderung dibuang. Hal ini memberikan peluang untuk melakukan pendampingan dan pembinaan dalam mengolah limbah tuna loin menjadi produk yang dapat bernilai lebih (value-adds product). Diversifikasi produk perikanan menjadi salah satu cara untuk meningkatkan nilai ekonomis limbah tuna loin. Salah satu diversifikasi produk yang dapat dihasilkan dari limbah tuna loin adalah abon dan bakso ikan. Produk-produk tersebut dapat diolah dengan peralatan sederhana dan
2
dengan biaya operasional produksi yang cukup terjangkau untuk dikembangkan dalam skala rumah tangga. Selain itu produk tersebut masih jarang diproduksi di Maluku Utara sehingga mempunyai peluang yang cukup besar untuk dikembangkan. Dengan demikian diversifikasi dapat mengurangi limbah tuna loin yang terbuang dan meningkatkan nilai tambah limbah tuna loin.
I.2 TUJUAN Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut :
memberikan informasi tentang pemanfaatan limbah Tuna Loin (daging tetelan) melalui diversifikasi produk
mengetahui peningkatan nilai ekonomis limbah Tuna Loin (daging tetelan) dari proses diversifikasi produk abon dan bakso ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ternate.
I.3 KELUARAN Keluaran yang diharapkan dari penulisan karya tulis ini adalah semakin berkembangnya usaha pemanfaatan limbah tuna loin dan semakin beragamnya produk olahan perikanan yang dapat dihasilkan sehingga memberikan dampak positif pada pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan .
3
II.
TEORI DAN METODE
II.1 TEORI II.1.1 DESKRIPSI IKAN TUNA (Thunnus sp) Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scrombidae, tubuh seperti cerutu, mempunyai dua sirip punggung, sirip depan yang biasanya pendek dan terpisah dari sirip belakang, mempunyai jari-jari sirip tambahan (finlet) dibelakang sirip punggung dan sirip dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip ekor berbentuk bulan sabit (Saanin, 1984). Tuna digunakan sebagai nama grup dari beberapa jenis ikan yang terdiri dari tuna besar (yellowfin tuna, big eye, southern bluefin tuna, albacore) dan ikan mirip tuna (tuna-like species), yaitu marlin, sailfish,dan swordfish (Kementrian Kelautan dan Perikanan 2005).
Klasifikasi ikan tuna (Saanin 1984 dan FAO 2011) adalah sebagai berikut : Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Kelas
: Teleostei
Ordo
: Perciformes
Subordo
: Scombridae
Famili
: Scrombidae
Genus
: Thunnus
Spesies
: Thunnus obesus (big eye tuna, tuna mata besar) T. alalunga (albacore, tuna albacore) T.albacares (yellowfin tuna, madidihang) T. Tonggol (longtail tuna, tuna ekor panjang)
4
T. macoyii (southern bluefin tuna, tuna sirip biru selatan) T. thymnus (northern bluefin tuna, tuna sirip biru utara) T. atlanticus (blackfin tuna, tuna sirip hitam)
Gambar 1. Ikan Tuna Sirip Kuning
Migrasi jenis ikan tuna di perairan Indonesia merupakan bagian dari jalur migrasi tuna dunia karena wilayah Indonesia terletak pada lintasan perbatasan perairan antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Migrasi kelompok tuna yang melintasi wilayah perairan pantai dan teritorial terjadi karena perairan tersebut berhubungan langsung dengan perairan kedua samudera (Wahyuni 2011). Kelompok tuna merupakan jenis kelompok ikan pelagis besar, yang secara komersial dibagi menjadi kelompok tuna besar dan tuna kecil. Tuna besar terdiri dari tuna mata besar, madidihang, albakora, tuna sirip biru selatan, dan tuna abu-abu, sedangkan yang termasuk tuna kecil adalah cakalang (KKP 2003). Penangkapan ikan tuna dilakukan menggunakan kapal purse sein, long line, dan pole and line. Hasil tangkapan tuna oleh kapal purse sein sebesar 58%, long line 15%, pole and line 14%, gear lainnya (gillnetcoastal, handline, dll) 13%, dan troll <1%. Kapal long line umumnya menangkap tuna mata besar dan tuna sirip biru yang berumur lebih tua, sedangkan kapal purse sein menangkap cakalang dan madidihang
5
yang berumur lebih muda, serta sesekali tuna mata besar (FAO 2004; Gilman & Lundin 2008). Tuna merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan dan penampakan eksternal tuna merupakan pertimbangan penting untuk menentukan nilai jual, sehingga penanganan tuna harus dilakukan dengan hati-hati, cepat, dan digunakan suhu rendah segera setelah penangkapan. Selain itu, penanganan yang baikdapat meningkatkan umur simpan dan mempertahankan kesegaran tuna (Wahyuni 2011). Aktivitas penanganan ikan tuna di kapal meliputi membunuh tuna (killing), membuang darah (bleeding), membuang insang dan jeroan (gilling and gutting), mencuci (cleaning), dan menyimpan pada suhu rendah (Blanc et al. 2005).
II.1.2 Komposisi Kimia Ikan Tuna (Thunnus sp) Ikan tuna adalah jenis ikan yang mengandung lemak rendah (kurang dari 5%) dan protein yang sangat tinggi (lebih dari 20%). Komposisi gizi ikan tuna bervariasi tergantung spesies dan bagian-bagian dari tubuh ikan tersebut. Selain itu, variasi ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis, umur, musim, laju metabolisme, aktivitas pergerakan, dan tingkat kematangan gonad. Kandungan lemak ikan tuna berbeda nyata pada bagian tubuh yang satu dengan yang lainnya, misalnya antara daging merah dengan daging putih. Berdasarkan lapisan lemaknya, daging tuna dibagi menjadi tiga bagian, yaitu otoro, chutoro, akami. Otoro dan chutoro merupakan jenis-jenis toro dengan kadar lemak sekitar 25%. Otoro berwarna merah muda, merupakan bagian terbaik dan termahal sebagai bahan baku sashimi, kemudian diikuti oleh chutoro yang berwarna lebih gelap. Bagian daging tuna yang terletak agak dipusat ikan dan berwarna lebih merah dengan kandungan
6
lemak 14% lebih rendah disebut akami. Bagian ini memilikiharga paling murah diantara bagian tubuh ikan tuna yang lainnya (Wahyuni 2011). Ikan tuna tergolong ke dalam ikan dengan protein yang sangat tinggi dan lemak rendah (Stansby & Olcott 1963). Komposisi kimia tersebut dapat mengalami perubahan ketika terjadi proses kemunduran mutu. Kemunduran mutu ikan meliputi perubahan fisik, kimia, dan organoleptik dengan urutan mulai dari pre-rigor, rigormortis, altivitas enzim, aktivitas mikroba, oksidasi lemak, dan hidrolisis (Huss 1995). Komposisi kimia ikan tuna ditunjukkan pada tabel 1. Tabel 1. Komposisi ikan tuna per 100 gram Komposisi Kimia (%) Komponen Yellowfin Bluefin Skipjack 74.0 ± 0.28 70.1 ± 1.98 69.9 ± 0.71 Air 23.2 ± 1.34 25.5 ± 4.03 26.0 ± 0.28 Protein 2.4 ± 1.41 2.1 ± 0.92 2 ± 0.07 Lemak 1.0 ± 1.27 0.9 ± 1.13 0.7 ± 0.42 Karbohidrat 1.3 ± 0.14 1.4 ± 0.21 1.4 ± 0.07 Abu Sumber : Departement of Health, Education and Walfare (1972); Infofish (2002)
II.1.3 DEFINISI PRODUK Menurut Kleinsteuber (2002), produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke dalam pasar untuk mendapat perhatian, dibeli, dipergunakan, atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan suatu keinginan atau suatu kebutuhan. Produk adalah seperangkat atribut baik berwujud maupun tidak berwujud, termasuk didalamnya masalah warna, harga, nama baik pabrik serta pelayanan pengecer, yang diterima oleh pembeli untuk memuaskan keinginannya (Alma, 2000). Sedangkan menurut Swastha (1998), mendefinisikan produk sebagai suatu sifat yang kompleks baik dapat diraba maupun tidak dapat diraba, termasuk bungkus, warna, harga, prestise perusahaan dan pengecer, pelayanan perusahaan yang diterima oleh konsumen untuk memuaskan keinginan dan kebutuhannya.
7
II.1.4 KLASIFIKASI PRODUK Klasifikasi produk dimaksudkan untuk menunjukkan berapa kali sebuah produk dapat digunakan, apakah sekali, dua kali, atau beberapa kali. Selain itu, klasifikasi produk juga menunjukkan konkrit atau tidaknya suatu produk. Menurut Tjiptono (2002), jenis klasifikasi produk adalah sebagai berikut : 1. Barang tahan lama (durable goods) adalah barang-barang yang secara normal dapat dipakai berkali-kali atau dengan kata lain merupakan sesuatu yang dapat digunakan dalam waktu yang relatif lama. 2. Barang tidak tahan lama (non durable goods) adalah barang-barang yang secara normal umumnya hanya dapat dipakai satu kali atau beberapa kali saja, atau dengan kata lain sekali barang tersebut dipakai akan habis, rusak, atau tidak dapat digunakan lagi. 3. Jasa (service) adalah kegiatan, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual kepada konsumen. Umumnya produk yang ditawarkan dalam bentuk pelayanan.
II.1.5 ATRIBUT PRODUK Menurut Lovelock (2005), atribut produk adalah semua fitur (baik yang berwujud maupun tidak berwujud) suatu barang atau jasa yang dapat dinilai pelanggan. Sumarwan (2004) menyatakan bahwa bagi seorang konsumen, atribut atau karakteristik yang melekat dalam produk menjadi bahan pertimbangan dalam keputusan pembelian produk. Atribut produk meliputi atribut fisik dan atribut abstrak. Atribut fisik, menggambarkan ciri-ciri fisik produk seperti ukuran, jenis, merk, warna, kemasan, harga, rasa dan lain-lain. Sedangkan atribut abstrak
8
menggambarkan karakteristik subjektif dari suatu produk berdasarkan persepsi konsumen misalnya prestise, kemudahan, dan sebagainya.
II.1.6 DIVERSIFIKASI PRODUK PERIKANAN Dalam era globalisasi ini, perdagangan produk-produk olahan ikan memiliki nilai tambah (value-added products) dengan berbagai variasi bentuk dan rasa sudah semakin berkembang. Hal ini ditunjang dengan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk hidup sehat dengan mengubah pola diet makan dengan beralih ke makanan yang sehat dan bergizi, khususnya dari olahan ikan. Diversifikasi atau penganekaragaman pangan merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan konsumsi ikan di masyarakat. Menurut Sudarsono (2001) diversifikasi produk merupakan suatu usaha penganekaragaman sifat dan fisik, baik yang dapat diraba/ tidak dapat diraba (barang atau jasa) yang dihasilkan oleh perusahaan untuk digunakan konsumen didalam memuaskan kebutuhannya. Diversifikasi bertujuan untuk memenuhi selera konsumen yang beragam dan terus berkembang sehingga selalu ada diversifikasi dan penyegaran menu, dengan demikian kejenuhan pasar dapat teratasi (Ismanadji dan Sudari, 1985). Sedangkan menurut Projo dan Gitosudarmo (1996), tujuan diversifikasi produk yaitu mengadakan perluasan usaha, menginginkan kegiatan yang menjadi serba besar, sehingga terdapat kemungkinan mendapatkan laba/keuntungan juga akan lebih besar, dapat mnutup kerugian yang terdapat pada satu produk lain dan adanya keinginan usaha dalam menghilangkan persaingan. Selain itu, diversifikasi pangan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan daya serap pasar atau dengan kata lain meningkatkan permintaan serta menciptakan pendapatan lebih banyak bagi para pengolah hasil perikanan untuk
9
mengembangkan usahanya. Menurut Ismanadji dan Sudari (1985), diversifikasi ada dua macam yaitu : 1.
Diversifikasi Horizontal
Diversifikasi horizontal yaitu pemanfaatan berbagai jenis ikan untuk diolah menjadi jenis produk olahan tertentu. Pemanfaatan berbagai jenis ikan terutama untuk jenis ikan yang kurang ekonomis. Contohnya ikan kurisi dan swangi diolah menjadi surimi. 2.
Diversifikasi Vertikal
Diversifikasi vertikal yaitu pemanfaatan jenis ikan tertentu menjadi berbagai jenis produk olahan. Hal ini dapat dilakukan misalnya pada saat terjadi musim atau panen ikan yang berlimpah (seperti ikan layang, ikan nila dan lain-lain) juga pemanfaatan jenis ikan yang berdaging tebal (tenggiri, kakap, tongkol, gurame, dan lain-lain) yang dapat diolah menjadi produk seperti bakso ikan, nugget ikan, burger ikan dan sebagainya yang sangat digemari baik anak-anak maupun orang dewasa. Diversifikasi produk perikanan dapat dilakukan dengan teknologi pengalengan, pembekuan dengan coldstorage, pembuatan abon ikan, kerupuk ikan, terasi, pemindangan, nugget ikan, bakso ikan, dan sebagainya. Produk olahan perikanan selain untuk mempertahankan nilai ekonomis waktu panen raya dan musim tangkapan juga untuk menambah nilai ekonomis ikan pada waktu panen biasa. Dengan penambahan nilai ekonomi dari ikan diharapkan akan menambah kesejahteraan pengolah ikan dan nelayan.
10
II.1.7 ABON IKAN Pengertian abon adalah makanan yang dibuat dari daging sapi, ayam, ikan yang direbus, lalu dicabik-cabik menurut seratnya, diberi bumbu kemudian digoreng (Anonimus 2010). Selain itu abon adalah hasil olahan daging yang berbentuk gumpalan serta daging halus dan kering yang dibuat melalui proses penggorengan dan penambahan bumbu-bumbu. Abon biasanya dibuat dari daging sapi, akan tetapi jenis daging yang lainnya seperti daging kerbau, ayam dan ikan dapat pula digunakan untuk bahan baku abon (Anonimus 1982). Ciri-ciri abon yang baik adalah warna cerah kehitaman, rasanya gurih dan seratnya lembut. Abon pada umumnya disukai masyarakat karena memiliki warna, rasa dan tekstur yang khas. Proses pembuatan abon terdiri dari perebusan daging, penyeratan daging, penghalusan bumbu, pencampuran bumbu dengan seratan daging, penggorengan dan pengepresan. Lama perebusan daging dan lama penggorengan abon sangat berpengaruh terhadap sifat organoleptik, terutama terhadap warna, bau, dan rasa (Hartutik 1984 dalam Purnomo 1996). Perebusan daging pada pembuatan abon selain untuk membunuh bakteri juga berguna untuk meningkatkan keempukan daging, tetapi perebusan yang terlalu lama justru akan merusak protein daging dan daging menjadi hancur sehingga sulit untuk dilakukan penyeratan daging. Surya dan Mustakim (1992) menyatakan bahwa di dalam pembuatan abon, daging dicampur dengan rempah-rempah sebagai bumbu, lalu ditambah garam dan gula sebagai peningkat rasa dan sebagai pengawet. Rempah-rempah yang sering digunakan antaralain bawang merah, bawang putih, lengkuas, dan ketumbar. Kualitas abon dipengaruhi oleh bahan baku, bahan tambahan, bumbu, proses perebusan, proses penggorengan, pengemasan maupun distribusi. Syarat mutu abon menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai berikut kadar protein minimum
11
20%, kadar lemak maksimum 30%, kadar gula maksimum 30%, kadar air maksimum 10%, kadar abu maksimum 9%, aroma, rasa dan warna khas, logam berbahaya (Cu, Pb, Hg, Zn, As) negatif, jumlah bakteri maksimum 3000/gram, E. Coli negatif, dan jamur negatif (Anonimus 1995).
II.1.8 BAKSO IKAN Bakso ikan hampir tidak berbeda dengan bakso sapi berbentuk bulat, hanya saja untuk bakso ikan biasanya memiliki warna yang lebih terang (cenderung ke putih) dengan kekenyalan yang lebih rendah. Bakso ikan merupakan adonan dari campuran berupa lumatan daging ikan, tepung dan bumbu-bumbu. Pembuatan bakso ikan dapat dikerjakan dengan peralatan sederhana maupun dengan perlatan mekanis. Seperti bakso sapi, mutu bakso ikan sangat dipengaruhi oleh tingkat kekenyalan, warna, konsistensi dan rasa. Tergantung dari jenis ikan yang digunakan, teknik penanganan bahan baku ikan, maka kekenyalan dan warna produk bakso ikan akan sangat ditentukan. Tingkat kesegaran ikan yang akan sangat menentukan mutu produk akhir bakso ikan. Bakso ikan adalah salah satu produk yang mengandalkan kekuatan gel sebagai indikator mutunya maka dalam pembuatannya harus memperhatikan hal-hal yang dapat mempertahankan dan meningkatkan kekuatan gel. Pemilihan jenis ikan, kesegaran ikan, dan perlakuan selama proses pengolahan akan sangat menentukan mutu produk. Urutan proses pembuatan bakso ikan adalah penyiangan dan pencucian, pemisahan daging dan kulit, perendaman (leaching) dengan larutan air es diberi garam, pengepresan, penggilingan daging, pembentukan adonan dan pencampuran bumbu, pencetakan bakso, dan pemanasan yang dilakukan secara
12
bertahap. Proses pemanasan bertahap bertujuan untuk menghasilkan produk baksoikan dengan kekuatan gel yang baik.
II.2 METODE Metode yang digunakan dalam penyusunan karya ilmiah ini adalah metode penyuluhan dengan pedampingan dan pembinaan yang intensif. Metode ini dipilih karena pendampingan dan pembinaan yang intensif dapat membantu kelompok masyarakat perikanan untuk menghasilkan produk perikanan yang berkualitas dan memiliki daya saing di pasaran serta memiliki manajemen usaha yang baik. Pembinaan dilakukan dengan cara memberikan pengetahuan tentang produkproduk yang dapat diolah dengan bahan baku limbah Tuna Loin berupa daging tetelan, memberikan pelatihan tentang pembuatan aneka produk olahan yang berbahan baku limbah Tuna Loin seperti surimi, abon ikan, bakso ikan dan nugget ikan. Sedangkan pendampingan dilakukan dengan cara mendampingi pada tahap produksi, pengemasan, pemasaran dan pembukuan administrasi kelompok. Hal ini diperlukan untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan, menciptakan daya tarik produk supaya dapat bersaing di pasaran dan mempermudah kelompok untuk mendapatkan akses permodalan agar usaha dapat berkembang lebih mandiri.
13
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ikan tuna tergolong ke dalam ikan dengan protein yang sangat tinggi dan lemak rendah (Stansby & Olcott 1963). Oleh karena itu ikan tuna banyak digunakan masyarakat dalam negeri maupun luar negeri sebagai salah satu produk olahan pangan yang bergizi tinggi. Proses pengolahan tuna yang dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Ternate yaitu dalam bentuk produk Tuna Loin. Produk ini dipasarkan ke luar daerah diantaranya Jakarta, Surabaya, Bali, dan Makasar untuk selanjutnya diekspor ke berbagai negara tujuan. Produk Tuna Loin biasanya digunakan sebagai bahan dasar dari sashimi dan sushi. Berdasarkan data statistik PPN Ternate 2012, usaha pembuatan Tuna Loin di PPN Ternate rata-rata memproduksi 11 ton loin per bulan. Pembuatan Tuna Loin hanya mengambil bagian daging ikan yang berwarna merah dengan rendemennya ± 50%. Dari data produksi 11 ton loin dengan rendemen 50%, terdapat ± 11 ton limbah dari produksi Tuna Loin yang terdiri dari daging tetelan, kepala, tulang, kulit dan isi perut. Berdasarkan data tersebut, usaha pembuatan Tuna Loin menghasilkan limbah yang cukup banyak. Biasanya limbah yang berupa daging yang berwarna hitam dan sisa daging dari tulang serta hasil triming (daging tetelan) dijual dengan harga antara Rp. 14.000-16.000 per kg. Sedangkan limbah berupa kepala, tulang dan kulit untuk saat ini belum dimanfatkan secara maksimal disebabkan karena beberapa faktor yang tidak mendukung. Limbah ini dapat bernilai ekonomis apabila dilakukan pengolahan lebih lanjut. Kegiatan yang diambil untuk memanfaatkan limbah tuna berupa daging tetelan melalui diversifikasi produk. Menurut Sudarsono (2001) diversifikasi produk merupakan suatu usaha penganekaragaman sifat dan fisik, baik yang dapat diraba/ tidak dapat diraba (barang atau jasa) yang dihasilkan oleh perusahaan untuk digunakan konsumen didalam memuaskan
14
kebutuhannya. Contoh dari diversifikasi produk adalah rumput laut, yang di diversifikasi menjadi bakso atau agar-agar. Diversifikasi produk yang dilakukan di PPN Ternate dengan menggunakan daging tetelan (daging hasil triming) sebagai bahan baku untuk pembuatan abon dan bakso ikan. Produk abon dan bakso ikan dipilih sebagai produk awal dari diversifikasi karena abon dan bakso adalah makanan yang sangat di gemari oleh banyak kalangan masyarakat mulai dari anak-anak sampai orang tua. Selain itu proses pembuatan abon dan bakso ikan cukup mudah dan tidak memerlukan peralatan yang rumit serta biaya produksinya pun terjangkau. Diversifikasi bertujuan untuk memenuhi selera konsumen yang beragam dan terus berkembang sehingga selalu ada diversifikasi dan penyegaran menu, dengan demikian kejenuhan pasar dapat teratasi (Ismanadji dan Sudari, 1985). Sedangkan menurut Projo dan Gitosudarmo (1996), tujuan diversifikasi produk yaitu mengadakan perluasan usaha, menginginkan kegiatan yang menjadi serba besar, sehingga terdapat kemungkinan mendapatkan laba/keuntungan juga akan lebih besar, dapat menutup kerugian yang terdapat pada satu produk lain dan adanya keinginan usaha dalam menghilangkan persaingan. Berdasarkan tujuan tersebut maka diversifikasi produk yang dilakukan di PPN Ternate dimaksudkan untuk mengembangkan usaha pengolahan hasil perikanan yang ada di PPN Ternate agar dapat menghasilkan produk baru berupa abon dan bakso ikan sehingga dapat meningkatkan keuntungan kelompok usaha dan menambah nilai ekonomis dari limbah Tuna Loin berupa daging tetelan (daging hasil sampingan dari proses pembuatan Tuna Loin berupa daging ikan tuna yang berwarna hitam dan daging merah dari hasil trimming). Usaha diversifikasi produk perikanan ini dilakukan oleh kelompok usaha yang ada di lingkungan PPN Ternate. Sebelum melakukan diversifikasi produk dengan bahan baku daging tetelan, kelompok usaha ini mendapatkan pembinaan dan pendampingan yang
15
intensif melalui penyuluhan perikanan di PPN Ternate. Pembinaan dilakukan dengan cara memberikan pengetahuan tentang daging tetelan yang dapat menjadi bahan baku dari produk olahan perikanan antara lain bakso dan abon ikan. Selain itu pembinaan juga dilakukan dengan cara memberikan pelatihan pembuatan abon dan bakso ikan kepada anggota kelompok usaha. Setelah melakukan pembinaan selama satu bulan, Kelompok Usaha mulai memproduksi abon dan bakso ikan. Proses pembinaan dilanjutkan dengan pendampingan pada saat proses produksi, pengemasan, pemasaran dan pembukuan administrasi kelompok. Pendampingan pada proses produksi bakso dilakukan dengan cara mendampingi dalam mengolah daging tetelan menjadi surimi, memproses surimi menjadi adonan bakso dan perebusan adonan bakso hingga matang. Sedangkan pada proses produksi abon pendampingan dilakukan dalam pencucian daging, perbusan, menghalusakan bumbu, pencampuran bumbu dan daging serta proses penggorengan daging menjadi abon. Pada proses pengemasan, pendampingan dilakukan dengan cara mengajarkan pengemasan yang rapi, higienis dan menarik sehingga dapat menjadi produk yang berkualitas, diminati oleh konsumen serta memiliki daya tarik di pasaran. Sedangkan pada proses pemasaran, pendampingan dilakukan dengan cara memberikan informasi tentang cara pemasaran yang baik dan membantu kelompok usaha dalam mendistribusikan produk abon dan bakso ikan supaya bisa sampai ke tangan konsumen. Pemasaran dilakukan dengan cara menjalin kerjasama dengan pengecer dan pedagang di pasar tradisional, toko-toko atau minimarket dan pasar swalayan di Ternate. Selain itu juga menjalin kerjasama dengan distributor diluar daerah. Pada proses pembukuan, pendampingan dilakukan dengan cara mencatat seluruh transaksi dimulai dari biaya yang dikeluarkan untuk proses produksi hingga menjadi produk yang siap dijual, sehingga dapat diketahui pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan.
16
Menurut Kleinsteuber (2002), produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke dalam pasar untuk mendapat perhatian, dibeli, dipergunakan, atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan suatu keinginan atau suatu kebutuhan. Pada diversifikasi yang dilakukan dengan bahan baku daging tetelan, produk yang dihasilkan salah satunya adalah abon ikan. Pengertian abon adalah makanan yang dibuat dari daging sapi, ayam, ikan yang direbus, lalu dicabik-cabik menurut seratnya, diberi bumbu kemudian digoreng (Anonimus 2010). Dalam hal ini abon yang diproduksi berasal dari daging tetelan hasil pembuatan Tuna Loin. Abon ikan tergolong dalam barang yang tidak tahan lama (non durable goods) sehingga dalam produksi harus diperhatikan tingkat kematangannya sehingga bisa awet dalam beberapa bulan. Proses produksi dan pengemasan berpengaruh terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Adapun bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan abon ikan adalah sebagai berikut :
Daging tetelan
Bawang merah
Bawang putih
Ketumbar
Merica bubuk
Gula
Garam
Batang sereh
Bahan-bahan tersebut sangat mudah didapat dan harganya cukup terjangkau sehingga pembuatan abon ikan tidak memerlukan biaya produksi yang mahal. Proses pembuatan abon ikan dimulai dengan merebus daging tetelan dengan batang sereh hingga matang, kemudian haluskan bumbu. Daging yang sudah matang di tiriskan dan di suir-suir halus, lalu campurkan bumbu ke dalam daging suir sambil diaduk hingga bumbu 17
tercampur secara merata. Setelah itu goreng daging suir yang sudah tercampur bumbu dengan minyak goreng diatas api sedang. Pada proses penggorengan, seluruh permukaan daging harus terendam di dalam minyak goreng, selain itu tetap melakukan proses pengadukan agar abon matang secara merata. Proses penggorengan berlangsung selama 2 jam. Abon yang sudah matang kemudian diangkat dan ditiriskan, setelah itu dimasukkan diwadah dan siap untuk dipres agar abon kering dari kandungan minyak. Setelah slesai proses pengepresan, abon di letakkan pada wadah yang lebih besar dan di uraikan agar abon yang terbentuk tidak menggumpal, selanjutnya abon di tiriskan hingga dingin dan siap untuk dikemas. Abon hasil produksi ini bisa disimpan dalam waktu tiga bulan. Pengemasan abon ikan ini menggunakan kemasan plastik dengan kapasitas kemasan 100gr dan 200gr. Abon yang sudah dikemas siap untuk dipasarkan. Pemasaran produk abon ikan ini dilakukan melalui pemasaran langsung di PPN Ternate, mendistribusikan ke minimarket dan supermarket yang ada di Kota Ternate. Selain itu abon ikan ini juga dijadikan oleh-oleh khas Ternate. Biaya yang dikeluarkan untuk produksi abon ikan Tuna adalah sebagai berikut : pembelian bahan baku (daging tetelan) Rp 15.000,-/kg, modal dan biaya produksi sebesar Rp 120.000,-/kg abon. Harga jual abon ikan Tuna Rp 190.000,-/kg. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa keuntungan yg diterima dari penjualan abon ikan adalah Rp 70.000,-/kg abon. Hal ini menunjukkan bahwa diversifikasi daging tetelan menjadi abon ikan meningkatkan nilai ekonomis dari daging tetelan. Selain abon ikan, produk yang dihasilkan dari diversifikasi dengan bahan baku dari daging tetelan adalah produk bakso ikan. Produk bakso ikan juga merupakan produk yang tidak bertahan lama (non durable goods). Oleh karena itu proses produksi juga menentukan kualitas dari produk bakso ikan yang dihasilkan. Bahan-bahan yang diperlukan dalam produksi bakso ikan adalah sebagai berikut :
18
Daging tetelan yang diolah menjadi surimi
Tepung tapioka
Merica bubuk
Bawang merah
Bawang putih
Gula
Garam
Bahan-bahan tersebut juga sangat mudah didapat dan harganya cukup terjangkau sehingga pembuatan bakso ikan tidak memerlukan biaya produksi yang mahal. Proses pembuatan bakso ikan dimulai dengan mengolah daging tetelan menjadi surimi. Surimi adalah daging ikan yang mengalami proses pencucian kemudian pengepresan sehinggga menjadi daging berwarna putih dengan sedikit kandungan air. Surimi kemudian dicampur dengan garam sesuai dosis yang dipakai dan selanjutnya digiling dengan food processor. Pada proses penggilingan, adonan di tambahkan dengan es batu sedikit demi sedikit agar adonan tidak terlalu padat dan selalu dalam kondisi dingin. Bumbu yang sudah dihaluskan dan tepung tapioka juga dicampur dengan adonan hingga tercampur merata dan kalis. Adonan yang sudah kalis kemudia dicetak menjadi bulatan-bulatan bakso. Selanjutnya bulatan-bulatan bakso tersebut di masukkan ke dalam air hangat dengan suhu 50-60 ºC. Bakso yang sudah tercetak tersebut direbus kembali alam air mendidih hingga mengapung sebagai tanda bakso sudah matang dan siap untuk diangkat. Setelah matang, bakso diangkat dan ditiriskan hingga dingin. Bakso yang sudah dingin siap untuk dikemas. Pengemasan bakso ikan menggunakan kemasan plastik yang tahan dalam suhu dingin karena setelah dikemas bakso akan disimpan dalam freezer dan siap untuk dipasarkan. Pemasaran produk bakso ikan ini hampir sama dengan abon ikan. Pemasaran bakso ikan dilakukan melalui pemasaran langsung di PPN Ternate, mendistribusikan ke 19
minimarket dan supermarket yang ada di Kota Ternate. Biaya yang dikeluarkan untuk produksi bakso ikan Tuna adalah sebagai berikut : pembelian bahan baku (daging tetelan) Rp 15.000,-/kg, biaya produksi sebesar Rp 30.000,-/kg sedangkan harga jual bakso ikan mencapai Rp 60.000,-/kg. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa keuntungan yang diperoleh sebesar Rp30.000,-/kg. Dengan demikian produksi bakso ikan juga memiliki keuntungan yang cukup bagus untuk dikembangkan dan dapat menambah nilai ekonomis dari daging tetelan (Limbah Tuna Loin). Pada saat ini produksi abon ikan sudah mencapai 150 kg per bulan, sedangkan produksi bakso ikan baru mencapai 130 kg per bulan. Abon ikan melakukan produksi ratarata 8 kali/bulan dengan kapasitas rata-rata 30 kg daging tetelan/produksi dan menghasilkan 16 kg abon/ produksi. Sedangkan untuk bakso ikan Tuna melakukan produksi rata-rata 15 kali/bulan dengan kapasitas 6 kg daging tetelan/produksi. Dari data diatas dapat dilihat bahwa produksi abon ikan dan bakso ikan memiliki prospek yang cukup bagus untuk dikembangkan menjadi usaha yang lebih mandiri. Selain itu, abon dan bakso ikan menjadi pilihan menu baru untuk masyarakat dalam mengkonsumsi olahan hasil perikanan. Hal ini juga menunjukkan bahwa ikan tidak hanya dapat dikonsumsi dalam keadaan segar tetapi juga dapat dikonsumsi dalam bentuk olahan produk perikanan. Selain itu, tidak selamanya limbah hasil pembuatan Tuna Loin tidak memiliki nilai ekonomis karena dengan melalui diversifikasi produk, limbah tersebut (daging tetelan) dapat dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan abon dan bakso ikan yang menghasilkan produk dengan nilai ekonomis yang tinggi. Diversifikasi produk juga membuka peluang usaha baru bagi kelompok usaha yang ada di Pelabuhan Perikanan Nusantara Ternate.
20
IV.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari karya tulis ini adalah sebagai berikut :
Limbah Tuna Loin di PPN Ternate yang berupa daging tetelan dapat dimanfaatkan melalui diversifikasi produk berupa abon dan bakso ikan.
Limbah Tuna Loin (daging tetelan) memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi setelah diolah menjadi produk abon dan bakso ikan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Agustini W.T, Fahmi S.A, dan Amalia U. 2006. Modul Diversifikasi Produk Perikanan. Semarang : Universitas Diponegoro [PS. Teknologi Hasil Perikanan]. Alma, B. 2000. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Bandung : Alfabeta. Anonimus, 1982. Pembuatan Abon. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian. Bogor. Anonimus, 1995. Standart Nasional Indonesia Untuk Kualitas Abon. Dewan Standar Nasional Indionesia, Jakarta Anonimus, 2010. http://selaputs.blogspot.com/2010/06/pengertian-arti-definisi-abon.html Anonimus, 2010. Tips Sukses Membuat Abon. htpp://resepmasakanindonesia.info/tipssukses-membuat-abon. Infofish. 2002. Handling and Processing of Tuna for Sashimi and Fresh or Chilled Product. Infofish Technical Handbook 1. Kuala Lumpur : Infofish. Ismanadji I, dan Sudari. 1995. Petunjuk Pengolahan Bakso Ikan dalam rangka Diversifikasi Pengolahan Hasil Perikanan. Dirjen Perikanan bekerja sama dengan international Development Research Center. Jakarta. Prodjo, S.R dan Gitosudarmo, I. 1996. Manajemen Produksi Edisi keempat. Jakarta : BPFE. Purnomo, H.,1996. Dasar-dasar Pengolahan dan Pengawetan Daging. Jakarta : PT Grasindo. Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan I & II. Jakarta : Bina Cipta. Sumarwan U. 2004. Perilaku Konsumen. Bogor : Ghalia Indonesia Wahyuni, S. 2011. Histamin Tuna (Thunnus sp) dan Identifikasi Bakteri Pembentuknya pada Kondisi Suhu Penyimpanan Standar [Skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
22
LAMPIRAN
23
LIMBAH TUNA LOIN
Kepala Tuna
Tulang dan Sirip
Kulit Tuna
Insang Tuna
Daging Tetelan
Proses Triming yang menghasilkan sisa daging
24
PRODUK HASIL DIVERSIVIKASI
Abon Ikan Hasil Diversifikasi
Bakso Ikan Hasil Diversifikasi
Surimi dari Daging Tetelan Ikan Tuna 25