PEMANFAATAN LIMBAH PERKEBUNAN DALAM SISTEM INTEGRASI TERNAK UNTUK MEMACU KETAHANAN PAKAN DI PROVINSI ACEH Nani Yunizar1), Elviwirda1), Yenni Yusriani1) dan Linda Harta2) 1) 2)
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
ABSTRAK Provinci Aceh merupakan daerah prioritas penyumbang ternak sapi potong yang memberi kontribusi terhadap penyediaan daging untuk konsumsi dalam daerah dan memberi pendapatan yang cukup tinggi 25,5%. Akan tetapi akhir-akhir ini laju pengembangan dan pertumbuhannya sangat lambat, sehingga terjadi penurunan populasi ternak mencapai 1,25%. Salah satu penyebabnya yaitu rendahnya daya reproduksi terutama pada usaha peternakan rakyat akibat dari terbatasnya ketersediaan pakan. Penelitian ini bertujuan untuk; 1) Meningkatkan produksi dan produktivitas ternak untuk mencukupi kebutuhan daging 2) mendapatkan teknologi pakan yang berasal dari limbah perkebunan (sawit dan kakao) sebagai sumber hijauan pakan. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Bireuen. Ternak sapi di kelompokkan atas berdasarkan umur dan bobot hidup. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok.Nilai ekonomis ransum dihitung menggunakan R/C ratio.Design perlakuan pakan sebagai berikut: A0 =Perlakuan Petani dan A1=50% pelepah sawit fermetasi + 50% hijauan pakan + 1% konsentrat; A2 =50% kulit kakao fermentasi + 50% hijauan pakan + 1% konsentrat. Peubah yang diamati adalah: Pertambahan bobot badan harian, konsumsi dan analisis ekonomi (B/C ratio). Hasil penelitian diperoleh rata-rata pertambahan bobot badan harian A0 sebesar 36.09 kg/ekor/hari, A1 sebesar 68.01 kg/ekor/hari dan A2 sebesar 60.66 kg/ekor/hari. Nilai B/C ratio Aosebesar 1,47; A1 sebesar 1,44, dan A2 sebesar 1,39. Kata kunci: integrasi, sapi, pelepah sawit, kulit kakao, ketahanan pakan
PENDAHULUAN Kebijakan pembagunan peternakan di Provinsi Aceh dewasa ini lebih ditekankan pada upaya untuk menyongsong kecukupan daging 2014. Salah satu faktor yang dominan pada keberhasilan pengembangan ternak adalah ketersediaan sumber pakan baik secara kuantitas maupun kualitas. Provinsi Aceh memiliki ternak sapi lokal dengan populasi sebesar 587,122 ekor dan limbah perkebunan antara lain kebun kakao 105,625 ha dan lahan kebun sawit 277.590 ha. Kedua komoditi tersebut memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Akan tetapi akhir-akhir ini laju pengembangan dan pertumbuhannya sangat lambat, sehingga terjadi penurunan populasi ternak mencapai 1,25% (Dinas Peternakan Prov. NAD, 2009). Hambatan utama petani ternak khususnya dalam peningkatan populasi ternak yaitu terbatasnya pakan. Perluasan areal untuk penanaman rumput sebagai pakan ruminansia sangat sulit, karena alih fungsi lahan yang sangat tinggi. Mengingat sempitnya lahan penggembalaan, maka usaha pemanfaatan sisa hasil (limbah) pertanian untuk pakan perlu dipadukan dengan bahan lain yang sampai saat ini belum biasa digunakan sebagai pakan. Salah satu sistem usaha tani yang dapat mendukung pembangunan pertanian di wilayah pedesaan adalah sistem integrasi tanaman ternak. Ciri utama dari pengintegrasian tanaman dengan ternak adalah terdapatnya keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman dengan ternak. Keterkaitan tersebut terlihat dari pembagian lahan yang saling terpadu dan pemanfaatan limbah dari masing masing komponen. Saling keterkaitan berbagai komponen sistem integrasi merupakan faktor pemicu dalam mendorong pertumbuhan pendapatan masyarakat tani dan pertumbuhan ekonomi wilayah yang berkelanjutan (Pasandaran, Djajanegara, Kariyasa dan Kasryno,2005). Sistem integrasi tanaman ternak terdiri dari komponen budidaya tanaman, budidaya ternak dan pengolahan limbah. Penerapan teknologi pada masing-masing komponen merupakan faktor penentu keberhasilan sistem integrasi tersebut. Agar sistem integrasi berjalan dengan baik dan dapat meningkatkan produktifitas pertanian maka petani harus menguasai dan menerapkan inovasi teknologi. Untuk menghadapi tantangan tersebut, pengembangan usaha ternak sapi ke depan dapat bertumpu pada pemanfaatan hasil samping perkebunan, yang tidak lagi dianggap sebagai limbah, namun sebagai sumberdaya (Suharto, 2003). Berdasarkan peluang dan permasalahan yang ada Balai Penelitian Teknologi Pertanian Aceh sebagai ujung tombak Badan Litbang Pertanian yang ada di daerah dapat memberi dukungan yang signifikan terhadap keberhasilan program Kementerian Pertanian. Terobosan yang dilakukan melalui
keterpaduan sub sektor yang saling berkaitan antara ternak dan tanaman secara bersinergis dari hasil limbah yang dapat meningkatkan kesejahteraan kehidupan peternak yang berwawasan agribisnis. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas ternak untuk mencukupi kebutuhan dagingdan mendapatkan teknologi pakan yang berasal dari limbah (kakao, pelepah sawit) sebagai sumber hijauan dan ketahanan pakan serta bersifat agribisnis.
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Bireuen dari bulan Februari sampai dengan Desember 2012.
Metode Penelitian Ternak sapi di kelompokkan atas dasar umur dan bobot hidup menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 ulangan dan 3 perlakuan. Adapun pakan perlakuan sebagai berikut: A0 = Perlakuan Petani A1 = 50% pelepah sawit fermetasi + 50% hijauan pakan + 1% konsentrat A2 = 50% kulit kakao fermentasi + 50% hijauan pakan + 1% konsentrat
Prosedur Pelaksanaan Persiapan bahan biomas (jerami padi dan kulit kakao) Proses biomas kulit buah kakao dihaluskan dengan pemakaian alat, kemudian difermentasikan dengan bantuan stater starbio dan didiamkan selama 21 hari, untuk proses biomas pelepah sawit yang sudah dipanen difermentasikan selama 21 hari dengan bantuan stater probion. Sebelum diberikan perlakuan, terlebih dahulu ternak ditimbang dengan bobot badan 180 – 230 kg/ ekor. Setiap ternak diberikan vitamin dan obat cacing. Dilakukan adaptasi selama 10 hari dengan bahan pakan yang akan diuji. Setiap 10 hari ternak ditimbang. Pakan diberikan sebanyak 10% dari bobot badan. Konsentrat diberikan setiap pagi bersama dengan mineral blok. Peubah yang diamati meliputipertambahan bobot badan, konsumsi ransum dan analisis ekonomi (B/C ratio) berdasarkan nilai input dan output.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik di Kabupaten Bireuen Desa Juli Mee Tengoh merupakan salah satu desa di Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen dengan luas wilayah 207 Ha. Jarak desa ke ibukota kecamatan 3,5 km dan jarak desa ke ibukota kabupaten 5,5 km. Usahatani yang dikelola oleh masyarakat di Desa Juli Mee Teungoh sangat beragam dimana umumnya petani mengelola lebih dari satu jenis usahatani. Beberapa jenis komoditas utama yang diusahakan masyarakat adalah tanaman semusim seperti kakao, sayuran dan cabe. Jenis tanaman perkebunan yang dominan ditanam adalah kakao, pinang, dan kelapa. Tanaman hortikultura berupa rambutan dan pisang. Adapun komoditas ternak yang banyak diusahakan adalah sapi, kerbau, kambing, ayam dan itik.
Karakteristik di Kabupaten Aceh Timur Desa Lhok Asahan merupakan salah satu desa di Kecamatan Idi Timur Kabupaten Aceh Timur dengan luas wilayah 230 Ha. Jarak desa ke ibukota kecamatan 1,5 km, dan jarak desa ke ibukota kabupaten 6,5 km. Usahatani yang dikelola oleh masyarakat di Desa Lhok Asahan sangat beragam dimana umumnya petani mengelola lebih dari satu jenis usahatani. Beberapa jenis komoditas utama yang diusahakan masyarakat adalah tanaman semusim seperti padi, sayuran dan cabe. Jenis tanaman perkebunan yang dominan ditanam adalah kelapa sawit, kakao, pinang, dan kelapa. Tanaman hortikultura berupa rambutan dan pisang. Adapun komoditi ternak yang banyak diusahakan adalah sapi, kerbau, kambing, ayam dan itik. Susunan dan komposisi pakan sesuai dengan pemberian saat penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Susunan pakan berdasarkan bahan kering. Susunan Formulasi ransum (%) A0 A1 A2 100 79.6 76.3 0 20.1 0 0 0 0 0 0 23.4 100 100 0.3
Bahan pakan Hijauan Pelepah sawit fermentasi kulit kakao fermentasi Konsentrat Total
Tabel. 2. Komposisi bahan pakan sesuai jumlah yang diberikan (Kg). Bahan pakan Hijauan jerami padi fermentasi kulit kakao fermentasi Konsentrat Total
Susunan Formulasi Ransum (Kg) A0 18.46 0 0 0 18.46
A1 15.49 3.91 0 0 0.06
A2 14.44 0 0 4.43 0.06
Pertambahan Bobot Badan Selama Penelitian Rata-rata pertambahan bobot badan sapi selama penelitian 90 hari perlakuan A 0 (perlakuan petani) sebesar 38.97 g/ekor/hari, perlakuan A1 ( 50% pelepah sawit fermentasi + 50% hijauan + 1% konsentrat) sebesar 68.01 g/ekor/hari dan perlakuan A 2 ( 50% kulit buah kakao fermentasi + 50% hijauan + 1% konsentrat) sebesar 60.66 g/ekor/hari. Dari hasil data penelitian yang diperoleh A0, A1, dan A2 secara statistik menunjukkan perbedaan tingkat pertambahan bobot badan ternak sapi yang nyata terutama antara perlakuan petani (A0) dengan perlakuan penambahan bahan pakan hasil fermentasi yaitu A1 dan A2. Namun perbedaan pertambahan bobot bobot badan ternak sapi yang diberikan pakan perlakuan. Hasil fermentasi antara A1 dengan A2 memperlihatkan selisih yang tidak terlalu jauh. Hal ini disebabkan karena pengaruh hasil proses fermentasi pelepah sawit (A1) yang menunjukkan serat-seratnya sudah terurai semua sehingga memberikan daya cerna lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan petani maupun perlakuan penambahan kulit buah kakao difermentasi. Tingkat daya cerna pakan yang dikonsumsi dapat menunjukkan tingkat tinggi rendahnya penambahan bobot badan, karena dapat memberikan gambaran seberapa banyak pakan yang dikonsumsi ternak dapat diserap oleh pili-pili usus untuk membentuk otot daging dan tidak banyak di buang dalam bentuk feses. Fitriani (2003) menyatakan bahwa perlakuan amoniasi jerami padi dengan aditif mikroba dapat meningkatkan nilai kecernaan NDF dan hemisellulosa rumput. Tabel 3. Rataan Pertambahan Bobot Badan Sapi Selama Penelitian (gram/Ekor/hari). Perlakuan A0 A1 A2
Ulangan 1 38.97
2 39.96
3 37.98
Total
Rata-rata
116.91
38.97a
66.96 56.97
68.04 62.01
69.03 63.0
204.03 181.98
68.01c 60.66b
Ket. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antar perlakuan berbeda nyata (P>0,05).
Konsumsi Ransum Selama Penelitian Pemberian pakan pada sapi sebanyak 10% dari bobot badan. Selama penelitian pakan yang diberikan semua habis dimakan oleh ternak sapi tidak ada yang tersisa. Berdasarkan jumlah perhitungan 10% dari bobot badan menunjukkan perbedaan yang tidak terlalu jauh antara perlakuan A0 dengan perlakuan memakai bahan pakan hasil fermentasi yaitu ; perlakuan A 1 dan perlakuan A2 dari jumlah pemberian pakan per-hari sampai akhir penelitian.
Tabel 4. Jumlah konsumsi pakan per-individu ternak selama penelitian 90 hari (Kg). Bahan Pakan Pemberian Pada Ternak Sisa pakan yang di Konsumsi Jumlah Konsumsi Pakan
A0 1661.4 0 1661.4
Ransum Perlakuan A1 A2 1751.4 1703.7 0 0 1751.4 1703.7
Konsumsi pakan selama penelitian menunjukkan bahwa pada perlakuan A 0 mengkonsumsi pakan sebanyak 1661.4 Kg, perlakuan A1 sebanyak 1751.4 Kg, dan perlakuan A2 sebanyak 1703.7 Kg. Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa tingkat konsumsi pakan perlakuan A 1 dan A2 lebih tinggi dibandingkan pakan perlakuan A0. Disebabkan karena tingkat daya cerna bahan pakan hasil fermentasi terutama kulit buah kakao dan jerami padi sehingga dimanfaatkan oleh ternak. Menurut Zainuddin (1995), kulit buah kakao mengandung 16.5% protein dan 9.8% lemak dan setelah dilakukan fermentasi kandungan protein meningkat menjadi 21.9% serta mampu menurunkan kadar serat kasar dari 16.42 menjadi 10.15%. Konsumsi pakan ditentukan oleh, kualitas pakan dan frekuensi pemberian pakan yang memberikan pengaruh besar terhadap pertambahan bobot badan dan biaya produksi selama pemeliharaan sapi atau penelitian berlangsung. Walaupun seekor ternak memiliki potensi genetik tinggi, akan tetapi apabila tidak didukung oleh makanan yang baik mutu dan cukup jumlahnya, maka ternak kurang dapat menampilkan potensi tersebut.
Analisa ekonomi (B/C Ratio) Telah diketahui bahwa pakan merupakan biaya produksi terbesar dalam suatu usaha peternakan baik itu ternak ruminansia maupun non ruminansia. Oleh karena itu biaya pakan perlu ditekan serendah mungkin agar diperoleh pendapatan yang lebih baik atau setinggi mungkin. Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dan biaya produksi selama penelitian, dimana semakin besar produksi yang dihasilkan semakin besar pula penerimaannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perhitungan analisis ekonomi (B/C ratio) adalah : konsumsi ransum, bobot badan akhir, harga beli sapi, harga lainya dianggap sama. Hasil produksi dan keuntungan selama 90 hari dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6. Tabel 5. Hasil produksi ternak sapi selama penelitian 90 hari. Perlakuan A0 A1 A2
Bobot BadanAwal 184.6 194.6 189.3
PBB 38.97 68.01 60.66
Bobot BadanAkhir 223.57 262.61 249.96
Harga KarkasRp/Kg Rp. 35.000 Rp. 35.000 Rp. 35.000
Penerimaan Rp. Rp. Rp.
7.824.950 9.191.350 8.748.600
Tabel 6. keuntungan bersih selama penelitian 90 hari. Perlakuan A0 A1 A2
Penerimaan Rp. 7.824.950 Rp. 9.191.350 Rp. 8.748.600
Biaya produksi(Rp) Rp. 5.261.554 Rp. 6.383.490 Rp. 6.284.309
Keuntungan(Rp) Rp. 2.563.396 Rp. 2.807.860 Rp. 2.464.291
Pemanfaatan limbah hasil perkebunan (pelepah sawit dan kulit buah kakao) yang dilakukan pengolahan dengan cara fermentasi ternyata memberikan dampak positif terhadap percepatan pertambahan bobot badan ternak sapi penelitian, yang memberikan selisih tingkat keuntungan yang tinggi yang diperoleh dari masing- masing pakan pelakuan dengan penambahan bahan pakan hasil fermentasi tersebut. Dari hasil analisis ekonomi terhadap berbagai jenis pakan perlakuan penelitian (A0,A1,A2) ; Pakan perlakuan A0 biaya produksi Rp. 7.824.950,-, keuntungan Rp 2.563.396,- dengan B/C ratio 1,47 ; Pakan perlakuan A1 biaya produksi Rp. 9.191.350,-, Keuntungan Rp. 2.807.860, -, dengan B/C ratio 1,44 ; dan pakan perlakuan A 2 Biaya produksi Rp. 8.748.600,-, keuntungan Rp. 2.464.291,- B/C ratio 1,39. Berdasarkan data hasil penelitian usaha ternak sapi tentang perhitungan analisis ekonomi menunjukkan bahwa pakan perlakuan A1 (pelepah sawit difermentasi), memberikan keuntungan yang lebih besar dengan biaya produksi rendah serta B/C ratio yang tinggi dibandingkan dengan pakan perlakuan penelitian dengan penambahan bahan pakan hasil fermentasi lainnya. Dapat disimpulkan perlakuan pakan A1 dengan memanfaatkan pelepah sawit yang diolah dengan cara fermentasi dapat membantu petani ternak dalam memanfaatkan produk limbah perkebunan,
sehingga dapat menurunkan ketergantungan terhadap ketersediaan hijauan pakan. Pemanfaatan limbah perkebunan dapat dilakukan sejalan dengan pengolahan lahan perkebunan dan pengaturan penanaman hijauan makanan ternak. Pakan perlakuan yang dilakukan petani atau perlakuan petani (A 0) berdasarkan data tingkat analisis ekonominya lebih tinggi dibandingkan pakan perlakuan penelitian dengan penambahan bahan pakan hasil fermentasi lainnya, hal ini disebabkan karena pakan perlakuan petani jumlah biaya produksi lebih rendah dengan hanya memakai pakan hijauan saja tanpa penambahan pakan lainnya namun tidak memberikan tingkat pertambahan bobot badan yang tinggi seperti pada perlakuan penelitian dengan memakai bahan pakan hasil fermentasi lainnya (A 1 dan A2). Biaya produksi adalah sejumlah kompensasi yang diterima pemilik faktor produksi, yang digunakan dalam proses produksi, dan biaya adalah suatu nilai yang dikorbankan untuk produksi (Teken dan Asnawi, 1977). Penerimaan adalah hasil perkalian antara jumlah produksi fisik dengan harga satuan dari produksi tersebut. Dalam hal ini jelas bahwa harga dari jumlah produksi sangat menentukan besar kecilnya penerimaan (Bishop dan Toussaint, 1979). Sedangkan pendapatan adalah jumlah penerimaan total dari hasil usaha setelah dikurangi biaya riil usaha (Adiwilaga, 19820). Untuk menilai kelayakan ekonomi dari hasil penelitian maka digunakan analisa tingkat keuntungan dan rasio manfaat biaya (B/C Ratio) disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai B/C Ratio selama penelitian 90 Hari. Perlakuan A0 A1 A2
Penerimaan Rp. 7.824.950 Rp. 9.123.100 Rp. 8.748.600
Biaya produksi(Rp) Rp. 5.261.554 Rp. 5.889.358 Rp. 6.284.309
B/C Ratio 1.47 1.44 1.39
KESIMPULAN 1.
2.
Pertambahan bobot badan sapi selama penelitian mengalami kenaikan yang signifikan dengan pemberian ransum perlakuan yang terdiri dari pakan perlakuan Hasil penelitian diperoleh ratarata pertambahan bobot badan harian A0 sebesar 36.09Kg/ekor/hari, A1 sebesar 68.01 kg/ekor/hari dan A2 sebesar 60.66 Kg/ekor/hari. Nilai B/C ratio Aosebesar 1,47; A1 sebesar 1,44, dan A2 sebesar 1,39. Pemanfaatan limbah perkebunan seperti kulit buah kakao yang diolah dengan cara fermentasi memberikan B/C ratio yang lebih menguntungkan dibandingkan perlakuan petani.
DAFTAR PUSTAKA Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan, 2009. Data Base Peternakan Provinsi Aceh. Banda Aceh. Fitriani. 2003. Analisis Usaha Penggemukan Sapi Yang Diberi pakan Jerami padi Fermentasi ditambah Aktivator Mikroorganisme. Skripsi Jurusan Peternakan Unsyiah, Darussalam Banda Aceh. Pasandaran, Effendi. Djayanegara, Andi. Kariyasa, Ketut. Kasryno. Faisal.2006. Integrasi Tanaman Ternak di Indonesia. Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta Suharto. 2004. Pengalaman Pengembangan Usaha Sistem Integrasi Sapi – Kelapa Sawit di Riau. Prosiding Lokakarya Nasional Kelapa Sawit – Sapi. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Pp. 57-63 Zainuddin. 1995. Kecernaan dan Fermentasi Limbah Kakao serta Manfaatnya. Kumpulan Hasil-hasil Pertanian APBN TA 94/95, Balia Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.