Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
PEMANFAATAN LIMBAH KANDANG ITIK SEBAGAI PUPUK UNTUK TANAMAN PADI DI LAHAN PANTAI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Utilization of Duck Cages Waste as Fertilizer on Rice Plant in Coastal Area of Yogyakarta Special Province) NINIEK KUSUMA WARDHANI, AHMAD MUSOFIE dan ERNA WINARTI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta, Jl. Rajawali No. 28 Demangan, Yogyakarta
ABSTRACT Almost all duck farming in coastal area of Yogyakarta Special Province are secondary farming system crops and horticulture farming are with the primary commodities. The crops and horticulture farming problem was the low fertility of soil in this area, and it made them depend on a lot in chemical fertilizer and pesticide in high doses. To overcome this soil fertility problem, optimal zing the function of duck cages waste like feces and feed residue as organic fertilizer was done. The study was done by optimal zed active participation of the farmers member of Sedyo Rukun Farmers Group in Bleberan Sub village, Banaran Village, Galur Sub district, Kulon Progo District, in two stages: (1) processing of duck cages waste as organic fertilizer by decomposer, and (2) utilization of this organic fertilizer on rice plant. The result shows that the duck cages waste treated with decomposer pRiMaDec C-15® resulted in a good quality of organic fertilizer, free of pathogen bacterial and unsmelly. The use of organic fertilizer increased the production of rice and decreased fertilizer cost. Integrated farming system between crops - duck farming was an alternative farming system in the coastal area. The farmer daily spare time used to maintain duck and it’s by-product used as organic fertilizer to increase rice production. Key Words: Duck, Organic Fertilizer, Rice, Integrated Farming ABSTRAK Peternakan itik di wilayah pantai Daerah Istimewa Yogyakarta sebagian besar berupa cabang usahatani dengan usaha pokok berupa usaha pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Permasalahan yang dijumpai dalam usahatani tanaman pangan dan hortikultura adalah kurang suburnya lahan, sehingga sangat bergantung kepada penggunaan pupuk kimia dan pestisida dalam dosis yang cukup tinggi. Untuk mengatasi hambatan kesuburan tanah, dilakukan dengan memanfaatkan limbah kandang itik yang berupa feses dan sisa pakan yang diolah sebagai pupuk organik. Penelitian dilaksanakan dengan memanfaatkan peran aktif petanipeternak anggota kelompok peternak itik Sedyo Rukun di Dusun Bleberan, Desa Banaran, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo, melalui dua tahap penelitian, yaitu: (1) pengolahan limbah kandang itik menjadi pupuk organik dengan bantuan decomposer, dan (2) pemanfaatan pupuk organik tersebut untuk tanaman padi. Hasil penelitian pengolahan limbah kandang itik dengan bantuan decomposer bahan organik pRiMaDec C15®, mampu memperoleh pupuk organik yang berkualitas baik, bebas bakteri patogen, dan tidak berbau. Penggunaan pupuk organik tersebut mampu meningkatkan produksi padi dan menghemat biaya penggunaan pupuk anorganik. Integrasi usahatani antara tanaman padi – peternakan itik merupakan salah satu pilihan dalam usaha pertanian di wilayah pantai; waktu luang petani sehari-hari digunakan untuk memelihara itik, limbah kandang itik sebagai pupuk organik untuk meningkatkan produksi padi. Kata Kunci: Itik, Pupuk Organik, Padi, Integrasi Usahatani
PENDAHULUAN Membahas kegiatan pertanian tidak mungkin terlepas dari pemanfaatan sumberdaya
866
tanah dan air. Tantangan berat yang dihadapi dalam penyusunan strategi pembangunan pertanian adalah mempertahankan keberlanjutan sumberdaya sehingga
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
keberlanjutan (continuity) pertanian dapat terjaga. Saat ini adalah saat yang tepat untuk menyusun strategi menuju keberlanjutan pembangunan pertanian sekaligus mengelola sumberdaya terbatas dalam menopang kehidupan generasi saat ini, tanpa mengorbankan generasi mendatang. Seperti terjadi dalam beberapa dekade terakhir, masalah pertumbuhan penduduk, intensifikasi penggunaan lahan, alihguna lahan, penurunan produktivitas lahan, kerusakan lingkungan merupakan issue yang selalu terdengar (MUSOFIe, 2006). Pengembangan usahatani di lahan pantai selatan Daerah Istimewa Yogyakarta, menghadapi kendala kondisi lahan marginal yang kurang subur, sehingga diperlukan masukan teknologi pengelolaan yang tepat dan tambahan bahan organik untuk memperbaiki tekstur tanah. Usaha peternakan itik di Daerah Istimewa Yogyakarta terkonsentrasi di wilayah pantai selatan yaitu di Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul dan Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo, dengan kepemilikan rata-rata 300 ekor/peternak, dinilai cukup potensial untuk dikembangkan sebagai usahatani terpadu ternak-tanaman. Limbah kandang ternak itik tersebut potensial digunakan sebagai sumber bahan organik untuk memelihara kesuburan tanah pasir guna mendukung produktivitas usahatani (MUSOFIE, 2004). Pengelolaan usahatani terpadu antara usahatani tanaman dengan ternak perlu diawali dengan menekan semaksimal mungkin output dari luar, dalam upaya efisiensi usahatani. Pemanfaatan limbah kandang ternak untuk dimanfaatkan sebagai pupuk organik bagi tanaman diharapkan mampu meningkatkan kesuburan tanah dan meningkatkan produksi tanaman baik secara kuantitas maupun kualitas. Wilayah pantai selatan Daerah Istimewa Yogyakarta, selain dimanfaatkan oleh petani dalam mengembangkan usahataninya, Pemerintah juga telah menetapkan wilayah tersebut sebagai wilayah wisata yang dinilai cukup potensial. Penggunaan limbah kandang ternak dengan cara yang salah, telah berakibat terganggunya obyek wisata pantai dengan populasi lalat yang tinggi dan bau kotoran ternak yang menyengat. Untuk mengatasi hal tersebut telah dilakukan upaya-upaya penggunaan probiotik dalam pengolahan
limbah kandang ternak sebelum digunakan sebagai pupuk organik (MUSOFIE, 2004). Atas dasar tersebut dipandang perlu untuk melihat lebih lanjut usaha peternakan itik dalam kaitannya untuk usaha rehabilitasi lahan dan upaya peningkatan kesejahteraan petani. Hal ini mengingat bahwa kondisi fisik dan kimiawi lahan yang sudah terlanjur buruk tidak akan memungkinkan upaya intensifikasi di lahan dapat berhasil secara baik, tanpa memperbaiki kondisi lahannya lebih dahulu. Dalam hal ini usaha peternakan itik dapat digunakan dalam tahap inisiasi karena merupakan sumber bahan organik yang diperlukan dalam rehabilitasi tanah. Kehadiran ternak dalam sistem usahatani yang ramah lingkungan dapat mendorong petani untuk mengelola usahataninya secara optimal. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan dengan tujuan untuk memperoleh model pengolahan limbah kandang itik menjadi pupuk organik yang cocok untuk mengembangkan usahatani tanaman padi di wilayah pantai serta untuk memperoleh pola integrasi antara usaha ternak itik dengan usahatani padi di wilayah pantai selatan Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian dilaksanakan dengan memanfaatkan peran aktif petani-peternak anggota kelompok peternak itik Sedyo Rukun di Dusun Bleberan Desa Banaran Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo. Kegiatan dilaksanakan melalui dua kegiatan penelitian, yaitu: (1) pengolahan limbah kandang itik menjadi pupuk organik dengan bantuan decomposer, dan (2) pemanfaatan pupuk organik tersebut untuk tanaman padi. Pengkajian dilaksanakan pada bulan Februari 2004 sampai dengan bulan Maret 2006. Pelaksanaan pengkajian ini menggunakan pendekatan pola penelitian pengembangan yang terdiri dari analisis ekonomi, monitoring dan evaluasi. Introduksi teknologi, yang meliputi: teknologi pengolahan limbah kandang itik untuk memperoleh pupuk organik yang berkualitas baik; dan pemanfaatan pupuk organik yang berasal dari limbah kandang itik tersebut untuk tanaman padi. Pengolahan limbah kandang itik dilakukan dengan bantuan dekomposer bahan organik
867
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
pRiMaDec C-15® sesuai metode MUSOFIE (2004). Setiap 1 ton limbah kandang itik difermentasikan dengan pRiMaDec C-15® dan 4 kg urea, mengacu pada hasil penelitian MUSOFIE et al. (2005). Fermentasi dilaksanakan selama empat minggu, setiap minggu diaduk untuk mengatur sirkulasi udara dan kadar air tumpukan. Parameter yang diamati dalam proses dekomposisi meliputi kualitas kompos/pupuk organik yang dihasilkan. Pupuk organik yang diperoleh dari kegiatan tersebut digunakan sebagai pupuk organik tanaman padi di lahan seluas ± 1 ha. Parameter yang diamati meliputi produktivitas tanaman dan penghematan biaya akibat penggunaan pupuk organik. Pupuk organik dari limbah kandang itik yang telah terolah dimanfaatkan sebagai pupuk untuk tanaman padi dalam tiga tahap sebagai berikut. Tahap I, penelitian dilaksanakan pada musim tanam bulan Februari – Mei 2004, digunakan pupuk organik dari limbah kandang itik yang diolah dengan pRiMaDec® dengan dosis 1 ton/ha, sedangkan urea tetap diberikan dengan dosis 360 kg/ha sebagaimana yang digunakan petani di lokasi pengkajian ini. Varietas padi yang ditanam adalah IR-64 sesuai dengan pilihan umumnya petani di wilayah pengkajian. Tahap II, penelitian dilaksanakan pada musim tanam padi bulan Oktober – Desember 2004. Dosis pupuk organik ditingkatkan menjadi 2,5 ton/ha dan dosis pupuk urea dikurangi hingga tinggal ± 30% dari dosis tahap I, yaitu 120 kg/ha, varietas padi yang ditanam adalah IR-64, Menthik Wangi dan Shinta Nur. Tahap III, dilaksanakan pada musim tanam bulan Desember 2005 – Maret 2006. Digunakan macam dan dosis pupuk organik yang sama pada tahap II. Varietas padi yang ditanam adalah ciherang. HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi limbah kandang itik sebagai pupuk organik Peternakan itik lokal yang disebut Itik Turi Bantul di Kabupaten terkonsentrasi di Dusun Baros dan Muneng Desa Tirtohargo Kecamatan sedangkan di Kabupaten Kulon
868
sebagai Bantul, Dusun Kretek; Progo
terkonsentrasi di Desa Banaran Kecamatan Galur. Lokasi budidaya itik tersebut berada di wilayah pantai. Usaha budidaya itik yang dilaksanakan oleh para peternak umumnya berupa usaha sampingan, dengan usaha pokok umumnya berupa usaha budidaya tanaman pangan dan hortikultura. Pola pergiliran tanaman dalam setahun di wilayah kedua dusun tersebut, padi hortikultura (cabe merah/semangka/melon/ bawang merah) – padi. Di wilayah pengkajian ini sebagian besar peternak memelihara ternak itik dengan cara dikandangkan. Hasil pengamatan selama pengkajian, peternak selalu membersihkan limbah kandang ternaknya setiap 3 – 4 bulan, atau apabila kotoran ternak yang tercampur dengan sisa-sisa pakan dan air minum ternak telah menumpuk di halaman dan di dalam kandang dengan tebal 10 – 15 cm. Rata-rata produksi limbah kandang kering dari hasil pembersihan kandang dengan jumlah populasi itik 300-500 ekor, sebanyak ± 1,5 ton/4 bulan atau ± 4,5 ton/tahun. Sebelum pengkajian ini dilaksanakan, tidak ada peternak yang memanfaatkan limbah kandang itik ini sebagai bahan pupuk untuk tanamannya. Peternak hanya menjual limbah kandang tersebut kepada pedagang pengumpul pupuk kandang dengan harga Rp. 35.000/bak mobil pick up (± 750 kg limbah kandang kering). Hasil penjualan limbah kandang tersebut, sebagai pendapatan tambahan bagi peternak, dengan nilai Rp. 70.000/4 bulan atau Rp. 210.000/tahun. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa peternak lebih suka menjual dan enggan memanfaatkan limbah kandang itik, karena penggunaan limbah kandang untuk pupuk tanaman membutuhkan tambahan tenaga kerja untuk mengangkut dari kandang ke lahan usahataninya, atau bahkan peternak berpendapat bahwa menggunakan limbah kandang tersebut menyebabkan gatalgatal di bagian kakinya (MUSOFIE et al., 2005). Tanaman padi, oleh petani kooperator, ditanam saat musim penghujan. Kondisi lahan pantai secara umum merupakan lahan marginal, sehingga budidaya tanaman memerlukan input berupa pupuk dalam jumlah cukup tinggi. Suatu keadaan yang cukup ironis, lahan membutuhkan input pupuk, sebaliknya limbah kandang itik yang merupakan sumber bahan organik justru dijual.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Pengolahan limbah kandang itik Penggunaan kotoran ternak secara langsung untuk pupuk tanaman akan menyebabkan tersebarnya bau kotoran dan meningkatnya populasi lalat (MUSOFIE, 2004). Teknologi pengomposan, merupakan alternatif yang tepat untuk mengatasi kendala ini. SUTEDJO et al. (1995) mengemukakan bahwa pengomposan pada hakekatnya adalah menumpukkan bahanbahan organik dan membiarkannya terurai menjadi bahan-bahan yang mempunyai perbandingan C/N yang rendah sebelum digunakan sebagai pupuk. Keuntungan yang diperoleh dari cara ini yaitu, pertama, mengurangi resiko pencemaran lingkungan. YULIPRIYANTO (1991) mengemukakan bahwa pengomposan dapat menghilangkan atau meminimasi bau yang ditimbulkan oleh limbah organik, pengurangan penggunaan pupuk kimia, mempertahankan kesuburan tanah secara alami dan berkelanjutan. BAHAR (1986) menyatakan, selama proses pengomposan berjalan maka di dalam timbunan bahan baku yang terdiri dari bahan-bahan organik/sampah suhunya akan lebih dari 70°C. Pada temperatur ini akan dapat membunuh mikroba-mikroba patogen, penyakit tanaman, pertumbuhan biji (kecambah), serangga dan telurnya, cacing dan telurnya serta menghilangkan bau busuk dari kompos tersebut. Kedua, keuntungan akan diperoleh dari pemanfaatannya sebagai pupuk organik. Kompos merupakan bahan yang kaya dengan unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman antara lain nitrogen, fosfor, kalium dan mengandung mineral lain yang dibutuhkan oleh tanaman (trace element). Kompos sangat baik dipergunakan pada daerah tropis, karena tanah tropis pada umumnya rusak oleh sinar matahari yang kuat (YULIPRIANTO, 1991). Dengan penambahan kompos akan dapat menahan sinar matahari tersebut, menyebabkan tanah tetap lembab, tahan terhadap air (erosi) dan menutup akar tanaman. SUTANTO (1999) menambahkan apabila kompos dimanfaatkan sebagai pupuk, maka akan menguntungkan dan meningkatkan kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman. Kualitas kimia pupuk organik yang dihasilkan pada penelitian ini tertera di dalam Tabel 1. Apabila dibandingkan dengan standar pupuk guano yaitu pupuk organik yang berasal dari kotoran kelelawar atau unggas dalam SNI
02-2871-1992 (Tabel 2), pupuk hasil penelitian ini termasuk berkualitas baik. Tabel 1. Kadar nutrien pupuk organik dari limbah kandang itik terolah Nutrien Total nitrogen
(%) 3,42 – 4,46
P2O5
15,53 – 17,74
K 2O
8,51 – 8,68
Cl
0,15 – 0,19
Hasil analisa Laboratorium Tanah BPTP Yogyakarta
Tabel 2. Syarat mutu pupuk guano (SNI 02-28721992) Uraian
Persyaratan
Bau
Khas
Kadar air
(%)
Maksimum 10
Total nitrogen
(%)
Minimum 3,5
Fospor dihitung sebagai P2O5 (%)
Minimum 10
Kalium dihitung sebagai K2O (%)
Minimum 6
Khlorida dihitung sebagai Cl (%)
Maksimum 0,5
Kompos dapat dibuat dengan menambahkan bahan-bahan yang dapat mendekomposisi bahan organik lebih cepat sehingga terurai menjadi bahan-bahan yang diperlukan tanaman, diantaranya adalah probiotik/dekomposer pRiMaDec C-15® (MUSOFIE, 2004). Pengelolaan kotoran itik dengan fermentasi menyebabkan ektoparasit mati dan tidak mengandung bakteri patogen, serta tidak berbau. Ektoparasit yang ditemukan di dalam limbah kandang itik dan mati selama pengomposan adalah: Acarus (tungau bahan makanan), Argas, Dermanyssus (gurem), Cheyletiella (tungau bulu hewan), dan Megninia (tungau bulu unggas). Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa pada proses pengomposan dari minggu awal sampai minggu terakhir, ektoparasit yang ditemukan semakin berkurang baik dari jumlahnya maupun genusnya dan ektoparasit yang ditemukan mulai minggu I dalam keadaan mati. Pada akhir proses pengomposan, semua ektoparasit, bakteri patogen dan bau busuk yang ditimbulkan oleh bahan kompos sudah tidak ada. Matinya bakteri patogen dan
869
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 3. Genus ektoparasit yang ditemukan mati selama pengomposan Awal Aracus Dermanyssus Argas Cheyletiella
Minggu I
Minggu II
Minggu III
Dermanyssus
Dermanyssus
Dermanyssus
Argas
Argas
Cheyletiella Megninia
Megninia Hasil pemeriksaan Laboratorium Parasitologi Balai Besar Veteriner, Wates-Yogyakarta
ektoparasit-ektoparasit tersebut berhubungan dengan tingginya temperatur dalam timbunan yang mencapai 67 – 71°C. Pemanfaatan pupuk organik dari limbah kandang itik untuk tanaman padi Saat ini, petani di Indonesia selalu lebih banyak menggunakan pupuk anorganik untuk tanamannya. Pupuk anorganik tersebut digunakan dengan takaran yang melebihi ketentuan (over dosis) sehingga menyebabkan berubahnya struktur tanah. Tanah menjadi lebih masam dan sulit diolah; mobilisasi unsur hara terhambat, sehingga suplai nutrisi kepada tanaman semakin berkurang dan berakibat produktivitas tanaman berkurang. Untuk mengatasi rendahnya produktivitas tanaman, petani justru semakin menambah dosis pupuk anorganik tersebut; bahkan penggunaan urea sampai dengan takaran 350 – 500 kg/ha, naik beberapa kali lipat apabila dibandingkan dengan yang dilakukan petani pada tahun 70an yang menggunakan urea sebanyak 100 – 150 kg/ha. Peternak itik di lokasi penelitian, umumnya memiliki cabang usaha lain yaitu melakukan budidaya tanaman pangan maupun hortikultura. Limbah kandang itik dinilai masih kurang untuk mencukupi kebutuhan pupuk untuk lahan petani yang rata-rata seluas 1000 – 2000 m2, sehingga limbah kandang tersebut harus diolah sebagai pupuk organik dengan bantuan dekomposer untuk memperkecil dosis pemberiannya. Hasil pengamatan pada tanaman padi yang dipupuk dengan pupuk organik dengan bahan baku limbah kandang itik yang telah diolah, menunjukkan hasil sebagaimana tertera di dalam Tabel 4. Data yang tertera di dalam
870
Tabel 4 menunjukkan bahwa penggunaan pupuk organik dari limbah kandang itik mampu meningkatkan produktivitas tanaman. Secara garis besar penanaman tahap I menghasilkan gabah kering panen yang tidak berbeda dengan yang dihasilkan petani pada pola tanam sebelumnya yakni 6,12 ± 0,02 ton/ha. Hasil yang diperoleh pada tahap II ini adalah gabah kering panen IR-64 = 6,75 ± 0,72 ton/ha; menthik wangi = 6,9 ± 0,29 ton/ha; dan shinta nur = 7,0 ± 0,31 ton/ha. Berdasarkan hasil pada penanaman tahap II, dan dengan mempertimbangkan rasa nasi dari beras yang dihasilkan, sebagian besar petani cenderung memilih menanam padi varietas shinta nur dan varietas ciherang untuk penanaman pada tahap berikutnya. Hasil dari penanaman tahap III lebih tinggi dari tahap sebelumnya yakni potensi produksi gabah kering panen varietas ciherang sebanyak 8,28 ± 0,22 ton/ha, dan shinta nur 10,08 ± 0,24 ton/ha. Potensi produksi yang menunjukkan kenaikan terus menerus dari tahap-tahap tersebut, menunjukkan korelasi positif pemanfaatan pupuk organik dari limbah kandang itik terolah dalam penanaman padi. Berdasarkan kenyataan yang terjadi dari hasil tahap-tahap pengkajian tersebut, menunjukkan bahwa perubahan penggunaan pupuk anorganik ke penggunaan pupuk organik perlu dilaksanakan secara bertahap, agar tidak menyebabkan berkurangnya produksi tanaman. Secara umum tampilan yang menonjol dari padi dengan sistem pertanian organik apabila dibandingkan dengan tanaman padi dengan sistem konvensional adalah tidak mudah roboh dan tidak mudah terserang hama/ penyakit, serta penampilan fisik daunnya tidak terlalu hijau dengan skor warna daun 3 – 4. Selain itu juga dirasakan adanya penghematan
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 4. Produktivitas tanaman padi dengan pupuk organik dari limbah kandang itik Dosis pupuk Tahap I
Tahap II
Tahap III
Organik (kg/ha)
Anorganik(kg/ha)
Varietas
Produksi gabah kering panen (ton/kg)
-
Urea: 360
IR-64
6,00 ± 0,11
1000
Urea: 360
IR-64
6,02 ± 0,12
2500
Urea: 120
IR-64
6,75 ± 0,72
Menthik wangi
6,90 ± 0,29
Sintha nur
7,00 ± 0,31
Ciherang
8,28 ± 0,22
Shinta nur
10,08 ± 0,24
2500
Urea: 120
biaya dalam hal pembelian pupuk kimia dan bahan pertanian kimia lainnya. Sehingga dari hal ini dapat diharapkan adanya kerjasama yang menguntungkan antara petani dan peternak. Petani menghasilkan limbah pertanian yang berupa jerami padi dan jerami tanaman lain yang digunakan untuk pakan ternak, sedangkan peternak menghasilkan limbah kandang yang nantinya digunakan sebagai bahan pupuk organik yang bermanfaat bagi tanaman. Penggunaan limbah kandang itik yang telah diolah dengan dekomposer/probiotik memberi manfaat pada kecilnya dosis pupuk urea yang harus diberikan ke lahan. Hal ini berakibat pada berkurangnya biaya pembelian pupuk, sebaliknya produksi gabah meningkat. KESIMPULAN Usaha peternakan itik di wilayah pantai selatan Daerah Istimewa Yogyakarta, dilaksanakan oleh petani-peternak secara integrasi dengan usahatani tanaman pangan padi dan hortikultura. Hambatan kesuburan tanah, diatasi dengan memanfaatkan limbah kandang itik yang berupa feses dan sisa pakan yang diolah sebagai pupuk organik. Pengolahan limbah kandang itik dengan bantuan decomposer bahan organik pRiMaDec C-15®, mampu memperoleh pupuk organik yang berkualitas baik, bebas bakteri patogen, dan tidak berbau. Penggunaan pupuk organik
tersebut mampu meningkatkan produksi padi dan menghemat pembelian pupuk urea. DAFTAR PUSTAKA BAHAR, Y.H. 1986. Teknologi Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Waca Utama Pramesti. Jakarta. MUSOFIE, A. 2004. Pembuatan Pupuk Organik dengan Limbah Kandang Ternak. Dinas Pertanian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. MUSOFIE, A. 2006. Potensi, kendala dan prospek pemanfaatan limbah pertanian dan limbah peternakan dalam sistem usahatani integrasi tanaman-ternak (In Press). MUSOFIE, A., N.K. WARDHANI dan E. WINARTI. 2005. Pemanfaatan limbah kandang itik sebagai pupuk untuk tanaman cabe merah di lahan pantai. Makalah disampaikan dalam Lokakarya Unggas Air II. Puslitbang Peternakan, Bogor. SUTANTO, R. 1999. Pertanian organik; penerapan, pemasyarakatan dan pengembangannya. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. SUTEDJO, M.M., A.G. Kartasaputra dan Sastroatmodjo. 1995. Pupuk dan Pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta. YULIPRIYANTO, H. 1991. Teknologi Pengomposan. Lab. Mikrobiologi dan Biologi Tanah. Jurdik Biologi Univ. Negeri Yogyakarta.
871