PEMANFAATAN KARTU KONTROL SEBAGAI UPAYA SELF MONITORING TEKANAN DARAH PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI Reni Dwi Setyaningsih1), Suci Khasanah2), Eko Winarto3) 1,2 Prodi Keperawatan, STIKes Harapan Bangsa Purwokerto Email:
[email protected] Email :
[email protected] 3 Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas, email:
[email protected]
Abstract The high prevalence of hypertension in the elderly in Tambaksari village, District of Banyumas is a problem that should be taken seriously. As the consequence of hypertension well managed will affect the damage important organs in the body. Self monitoring is important effort to control or monitoring of blood pressure so it can be used as a warning system in the prevention of hypertension impact. Hypertension control card is one form of documentation of blood pressure measurement and life style factors. Some notes are recorded in this control card includes the measurement of blood pressure weekly and monthly, weight and diet intake. IbM in the elderly with hypertension aims to documentation in order to monitor blood pressure in hypertensive elderly person with hypertension control through the use of the hypertension card. This documentation process involved an actif participation of the cadre in Integrated Post Service (Posyandu) and elderly asistants. The results shows an increase both in activity in the management cadre of Integrated post service (Posyandu) and knowledge in the management of hypertension for elderly assistant and the use of control cards hypertension 16 and 11 Point respectively. There is a decrease for sistolic and diastolic blood pressure about 8 and 5 mmHg respectively. The decrease in blood pressure through self-monitoring efforts did not provide a clinically significant effect characterized by the mean blood pressure in the elderly is still in the category of hypertension. Self-monitoring effort will provide clinical benefit when supported with lifestyle modification and medical therapy. Keywords : Card Control, Hypertension, Elderly, Integrated Post Service, elderly 1. PENDAHULUAN Hipertensi sebagai salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang sangat serius, yang disebut sebagai the sillent killer, merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan nilai tekanan darah sistolik >140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik >90 mmHg (Chobanian, 2003). Hipertensi merupakan penyebab utama kematian pada 8 juta populasi dewasa di seluruh dunia dan 1,5 juta penduduk setiap tahun di Asia Tenggara. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2020, PTM akan meyebabkan 73% kematian dan 60% seluruh kesakitan di dunia (syah, 2001; WHO, 2011). Prevalensi hipertensi di Indonesia cenderung mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Hasil SKRT tahun 1995, 2001 dan 2004 menunjukkan bahwa penyakit
kardiovaskuler merupakan penyakit nomor satu sebagai penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 20-35% dari kematian tersebut disebabkan oleh hipertensi (Ekawati, 2009) Hipertensi apabila dikelola dengan baik dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler. Hal ini berarti bahwa risiko penyakit kardiovaskuler dan kerusakan organ dapat dicegah dengan mengontrol hipertensi sebagai faktor risiko utama penyakit kardiovaskuler. Risiko hipertensi meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Lansia merupakan kelompok umur yang rentan terkena hipertensi. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan struktur pembuluh darah yang menyebabkan terjadinya kekakuan pada pembuluh darah. Lansia dengan hipertensi membutuhkan dukungan yang menyeluruh dan pengawasan terus menerus selain dari penderita sendiri juga dari anggota keluarga yang lain agar hipertensi yang diderita tetap dalam keadaan terkontrol (Umakorn, 2012; Xiao, 2002). Manajemen penatalaksanaan hipertensi tidak lepas dari dua hal, yaitu terapi secara medis dan modifikasi gaya hidup. Modifikasi gaya hidup merupakan manajemen yang paling baik dalam mengontrol tekanan darah yang meliputi pengelolaan diet, stress dan aktivitas fisik. Kedua hal tersebut membutuhkan kedisiplinan dari penderita untuk dengan rutin mengukur tekanan darah, konsumsi obat anti hipertensi, mengontrol intake / diet, stress dan aktifitas (Umakorn, 2012; Law et al,2003) Pengukuran tekanan darah secara rutin sangat penting dilakukan oleh penderita hipertensi melalui upaya self monitoring (Richard et al, 2009) Self Monitoring adalah pengukuran tekanan darah yang dilakukan di rumah atau di luar klinik. Upaya ini diperkirakan dapat menurunkan risiko stroke sebesar 29% (Ohkubo et al, 2004) Desa Tambaksari dengan jumlah penduduk 1200 jiwa, dengan lansia pada hampir 40% dari jumlah penduduk keseluruhan tentu saja tidak lepas dari permasalahan kesehatan. Populasi menua yang tinggi berkorelasi dengan peningkatan penyakit yang berkaitan dengan penyakit degeneratif dalam hal ini hipertensi. Berdasarkan data kunjungan di empat posyandu lansia didapatkan angka kejadian hipertensi pada hampir seperempat lansia peserta posyandu, yang ditunjukkan dengan hasil pengukuran tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Tingginya prevalensi hipertensi pada lansia di Desa Tambaksari Wilayah Kerja Puskesmas Kembaran merupakan masalah yang harus ditangani secara serius. Beberapa bukti menunjukkan bahwa hipertensi merupakan salah satu penyakit sekaligus faktor risiko utama penyakit kardiovaskuler. Permasalahan yang dijumpai berkaitan dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam melakukan pengeolaan adalah kurangnya pendampingan dan fasilitasi berkaitan dengan upaya mengontrol hipertensi terutama pada tatanan keluarga. Pada lansia penderita hipertensi memiliki keterbatasan dalam hal control terutama yang harus dilakukan oleh lansia secara mandiri. Hal ini akan sangat menyulitkan, selain adanya ketrbatasan fisik pada lansia, juga adanya keterbatasan memori dalam mengingat. Untuk itu diperlukan seorang pendamping dari keluarga lansia yang mampu menjadi control dalam penatalaksanaan hipertensi pada lansia di keluarga.Kartu kontrol hipertensi merupakan salah satu bentuk pendokumentasian pengukuran tekanan darah dan life style factor. Beberapa hal yang dicatat dalam kartu kontrol ini adalah
meliputi pengukuran tekanan darah setiap minggu, pencatatan berat badan setiap bulan, pola diet dan aktivitas. Tingginya prevalensi hipertensi pada lansia di Desa Tambaksari merupakan masalah yang harus ditangani secara serius agar tidak mengarah pada terjadinya komplikasi. Penderita hipertensi membutuhkan kepatuhan baik medis maupun non medis, untuk itu diperlukan adanya pendamping yang terlatih sebagai salah satu bentuk dukungan keluarga bagi lansia dalam mengelola hipertensi berkaitan dengan adanya penurunan tingkat kemandirian maupun memori pada lansia.
Gambar 1. Mediator Psikososial dan Sistem Faktor yang Mempengaruhi Kontrol Tekanan Darah
Aplikasi pemanfaatan kartu kontrol hipertensi ini mengadopsi dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Andriyani pada tahun 2010, menunjukkan bahwa pemanfaatan kartu kontrol hipertensi dapat memberikan pengaruh terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi (Andriyani, 2010) Tujuan dari program IbM pada lansia dengan hipertensi ini aadalah aplikasi kartu kontrol hipertensi sebagai salah satu upaya self monitoring hipertensi. 2. METODE Pelaksanaan IbM pada lansia dengan hipertensi dilakukan dengan menggunakan metode pendidikan kesehatan. Kegiatan diawali dengan koordinasi dengan Kepala Desa serta Kader Posyandu Lansia yang tersebar di empat posyandu binaan untuk melaksanakan pelatihan bagi kader posyandu dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan kader posyandu dalam pengelolaan posyandu lansia. Materi pelatihan antara lain : proses menua, tata cara pengisian KMS lansia, teknik pengukuran tekanan darah, konsep dasar dan pengelolaan
hipertensi serta manajemen pengelolaan posyandu lansia. Pelatihan bagi kader posyandu lansia dilakukan sebagai langkah awal dalam screening hipertensi pada lansia di posyandu. Pengumpulan dan pengelompokan data lansia melalui screening hipertensi dilakukan setelah pelatihan kader. Kegiatan tersebut sekaligus merupakan upaya lain untuk melihat kemampuan kader posyandu lansia dalam melaksanakan pengelolaan posyandu lansia terutama dalam ha pengukuran tekanan darah setelah mendapatkan pelatihan kader. Evaluasi kader saat pelaksanaan posyandu lansia melalui pendampingan posyandu selama dua bulan yaitu pada bulan Mei sampai dengan Juni 2013 pada 4 posyandu di Desa Tambaksari secara bergantian. Hasil evaluasi yang diharapkan adalah adanya peningkatan kemampuan kader untuk melaksanakan pengelolaan posyandu sekaligus melakukan screening hipertensi pada lansia. Dengan demikian dari hasil screening tersebut akan diperoleh infomasi yang lebih akurat berkaitan dengan data lansia dengan hipertensi, dan pada awal Juli 2013 penetapan lansia yang menderita hipertensi dapat dilakukan. Langkah selanjutnya adalah memberikan pendidikan kesehatan bagi pendamping terpilih serta kader dengan tujuan untuk meningkatakan pengetahuan dan ketrampilan pendamping dan kader dalam pengelolaan hipertensi pada tatanan keluarga, dengan memanfaatkan kartu kontrol hipertensi untuk mendokumentasikan hasil pengukuran tekanan darah serta catatan asupan makan. Upaya monitoring tekanan darah dilaksanakan seminggu sekali melalui kunjungan rumah oleh kader posyandu lansia. Keseluruhan tahapan kegiatan digambarkan secara rinci pada bagan berikut :
Gambar 2. Tahap pelaksanaan kegiatan
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelatihan diberikan kepada seluruh kader posyandu yang berjumlah 24 orang. Hasil pelatihan menunjukkan adanya peningkatan rerata pengetahuan yang bermakna pada kader posyandu lansia sebelum dan sesudah diberikan pelatihan aitu sebesar 16,7 point (Tabel 1)
Pengetahuan merupakan kunci dan pintu masuk perubahan perilaku. Pengetahuan kader yang baik diharapkan akan dapat meningkatkan ketrampilan kader dalam melaksanakan pembinaan kesehatan terutama pada lansia di wilayah kerjanya melalui posyandu. Dalam kegiatan di posyandu (meja 4), memberikan penyuluhan dan penyebarluasan informasi dan kesehatan merupakan salah satu tugas seorang kader. Keterampilan kader merupakan hasil dari perubahan perilaku menjadi cekatan secara psikomotorik melalui proses pembelajaran. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan kader merupakan faktor penting dalam mendukung pelaksanaan tugas posyandu, berkaitan dengan pemberian penyuluhan kesehatan maupun melakukan pengukuran tekanan darah. Untuk itu para kader harus dibina dan ditingkatkan kemampuannya agar dapat meningkatkan kepercayaan diri kader sehingga para lansia percaya terhadap potensi diri kader sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan cakupan kunjungan lansia ke posyandu serta meningkatkan kelengkapan isian dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia (Depkes RI, 2004). Pendamping lansia merupakan salah satu faktor penting dalam perawatan kesehatan keluarga. Penetapan lansia yang menderita hipertensi selanjutnya akan digunakan sebagai dasar untuk pemilihan pendamping lansia dengan hipertensi. Pemilihan pendamping lansia dengan hipertensi dilakukan melaui koordinasi dengan para kader posyandu lansia. Dalam pemilihan pendamping lansia dengan hipertensi menggunakan pendekatan pemberdayaan keluarga. Pemberdayaan keluarga dalam perawatan anggota keluarga yang sakit menjadi hal yang sangat penting mengingat keluarga memiliki fungsi yang sangat mendasar yaitu fungsi perawatan kesehatan. Sasaran pemilihan pendamping lansia dengan hipertensi adalah anggota keluargayang tinggal serumah dengan . Hal tersebut dilakukan mengingat fungsi merawat anggota keluarga yang sakit merupakan peran dan tugas kepala rumah tangga.
Setelah penetapan lansia dilanjutkan dengan upaya peningkatan pengetahuan pendamping lansia dalam penatalaksanaan hipertensi pada lansia dan penggunaan kartu kontrol melalui kegiatan pelatihan pendamping lansia.
Booklet penatalaksanaan hipertensi diberikan kepada kader maupun pendamping lansia sebagi pegangan dalam mengelola tekanan darah tinggi pada lansia.Hasil akhir pemantauan tekanan darah didapatkan adanya penurunan yang bermakna pada tekanan darah sistolik dan diastolik, masing-masing sebesar 8 dan 5 mmHg (Tabel 3 dan Tabel 4).
Berdasarkan Tabel 3 dan 4 didapatkan bahwa rerata tekanan darah pada lansia masih berada dalam kategori tekanan darah tinggi, dengan rerata nilai sistolik dan diastolik diatas 140 dan 90 mmHg. Rerata penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik sebesar 8 dan 5 mmHg dianggap kurang bermakna secara klinis. Hal ini sesuai dengan temuan sebelumnya bahwa self monitoring dapat menurunkan tekanan darah, akan tetapi tidak memberikan pengaruh yang besar secara klinis dan hanya akan menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik masing-masing dalam rentang 1,6-8,5 mmHg dan 1,9-4,4mmHg (Capuccio et al 2009; Artinian et al, 2007; Bosworth et al, 2009) Manajemen efektif dan kontrol hipertensi dapat menurunkan risiko serangan jantung, stroke dan gagal jantung. Perubahan gaya hidup seperti pola diet sehat dan rendah garam, olah raga serta tidak merokok akan menurunkan tekanan darah dalam rentang kecil jika tidak diberikan tambahan terapi secara medis. Studi klinis menunjukkan bahwa obat anti hipertensi dapat
menurunkan insiden stroke sebesar 35-40% dan gagal jantung sebesar 50% (Chobanian et al, 2003) Kartu kontrol merupakan alat dokumentasi tekanan darah yang berfungi sebagai mediator untuk melakukan kontrol tekanan darah pada lansia dengan hipertensi. Pencatatan tekanan darah yang selanjutnya dikombinasikan dengan catatan asupan makanan menjadi sebuah warning sistem dalam pengelolaan hipertensi dalam keluarga. Pengisian kartu kontrol ini melibatkan peran serta aktif dari keluarga dan kader posyandu. Hal tersebut merupakan bagian dari bentuk dukungan keluarga terhadap lansia. Tekanan darah merupakan suatu kondisi dimana tekanan darah sistolik lebih dari 140 MmHg dan Tekanan darahdiastolik lebih dari 90 MmHg. Lansia merupakan kelompok dengan faktor risiko hipertensi, dimana sudah terjadinya kecenderungan kekakuan pembuluh darah. Kondisi ini apabila tidak dipantau dengan baik akan berdampak buruk dan berisiko memunculkan komplikasi penyakit lain seperti stroke, ginjal dan jantung. Untuk itu upaya kontrol dilakukan untuk meminimalisir terjadinya komplikasi lebih anjut dengan cara melakukan pendokumentasian tekanan darah setiap minggu pada lansia yang sudah memiliki tekanan darah tinggi/hipertensi. Keterlibatan anggota keluarga dalam memberikan perawatan kesehatan pada lansia yang menderita tekanan darah tinggi ini merupakan salah satu fungsi dari perawatan kesehatan keluarga. Pemberian dukungan ini berupa aktivitas mengontrol pola makan, aktivitas istirahat dan manajemen stress. Untuk meningkatkan perilaku kesehatan yang bersifat promotif pada pasien lansia dengan hipertensi dibutuhkan partisipasi dari pasien dan anggota keluarganya dalam ikut mengontrol tekanan darah serta pencegahan komplikasi sehingga dapat meningkatan kualitas hidup lansia. 4. KESIMPULAN a. Peningkatan pengetahuan dan kemampuan kader posyandu dalam melaksanakan pengelolaan posyandu lansia sebesar 16,7 point. b. Peningkatan pengetahuan pendamping lansia dalam penatalaksanaan pengelolaan hipertensi di keluarga sebesar 11,9 point c. Hasil akhir pemantauan tekanan darah didapatkan adanya penurunan yang bermakna pada tekanan darah sistolik dan diastolik, masing-masing sebesar 8 dan 5 mmHg d. Peningkatan pemanfaatan KMS sebagai sarana dokumentasi kesehatan lansia di posyandu e. Pemanfaatan Booklet Pengelolaan Hipertensi “Peduli Hipertensi pada Lansia” oleh kader dan pendamping lansia. 5. REFERENSI 1. Chobanian AV., Bakris GL., Black HR., et al. The Seventh Report of the Joint National Commitee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure Monitoring; The JNC 7th Report. JAMA 2003 2. Syah B. Surveillance of Risk Factors for non communicable diseases : the WHO stepwise approach. Summary. Geneva : Wold Health Organization; 2001 3. World Health Organization. 2011. Hypertension fact sheet. Geneva 4. Ekawati R, Sulistyowati T. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia. 2009. Maj. Kedokt. Indon. 59(12)
5.
6.
Umakorn J., Nantawon S., Pannuda P., Kanokporn M. Fators InfluencingHealth Promoting Behaviours of older people with hypertension. Proceeding. 1st Mae Fah Luang International Conference. 2012
Xiaolian J. 2002. Family support and self-care behaviour of chinesse chronic obstructive pulmonary disease patients. Nursing and health sciences, 4. 41-49. 7. Law M., Wald N., Morris J. Lowering blood pressure to prevent myocardial infarction and stroke : a new preventife strategy. Health. technolAsses. 2003. 8. Richard JM., Paul G., Andrew H., Jonathan M., Paul P., John P., Emma PB., David M. Blood pressure self monitoring : question and answers from a national conference. BMJ. Vol 338 : 38-42. 2009. 9. Ohkubo T., Asayama K., Metoki H., Obara T., Saito S., et al. Prediction of ischaemic and haemoraghic stroke by self-measured blood pressure at home: the Ohasama study. Blood Press Monit. 2004;9(6):315-20. 10. Andriyani AA., Setyaningsih DR. Pengaruh Metode Pendokumentasian sebagai Dukungan Keluarga Terhadap Upaya Kontrol Hipertensi pada Usia Lanjut di Desa Karangsari Kecamatan Kebasen Kabupaten Banyumas. 2010. Penelitian Tidak Dipublikasikan. 11. Departemen Kesehatan RI. Pedoman pelatihan kader posbindu usia lanjut. Jakarta: Depkes RI; 2004 12. Cappuccio FP., Kery SM, Forbes L, Donald A. Blodd pressure control by home monitoring. BMJ. 2009(3). 13. Artinian NT, Flack JM, Nordstrom CK, Hockman EM, Washington OG, Jen KL, et al. Effects of nurse-managed telemonitoring on blood pressure at 12-month follow-up among urban African Americans. Nurs Res. 2007;56(5):312–22. Bosworth HB, Olsen MK, Grubber JM, Neary AM, Orr MM, Powers BJ, et al. Two selfmanagement interventions to improve hypertension control: a randomized trial. Ann Intern Med. 2009;151(10):687–95