PEMANFAATAN INFORMASI DI BALAI PENELITIAN DAN BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN: Studi Kasus di Empat Propinsi
Surya Mansjur Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian Jalan Ir. H. Juanda No. 20, Bogor 16122
ABSTRAK Pengkajian pemanfaatan informasi dilakukan pada bulan September 2004 terhadap 83 orang pengguna jasa layanan informasi terkini di Balai Penelitian (Balit) dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) di Sumatera Utara, Yogyakarta, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan. Penentuan lokasi didasarkan pada hasil observasi dan penelaahan jumlah populasi pengguna yang membutuhkan informasi, intensitas layanan informasi Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian (PUSTAKA) ke Balit dan BPTP, serta pengkajian lanjutan yang telah dilakukan di perpustakaan unit kerja yang sama di daerah lain. Responden terdiri atas 41% peneliti, 39% staf peneliti, dan 20% penyuluh dan pustakawan. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa 52% responden berlatar pendidikan S2 dan 57% memiliki rentang usia 36-46 tahun. Separuh lebih pengguna (51%) lebih banyak memanfaatkan monograf dibandingkan dengan jurnal ilmiah. Hal tersebut disebabkan sulitnya memperoleh jurnal ilmiah, terutama dalam format elektronis (81%). Koleksi yang ada di perpustakaan umumnya lebih mudah diperoleh karena tersusun dengan baik dan sistematis. Pertambahan koleksi tergolong lambat sehingga tidak menimbulkan masalah dalam pengelolaannya. Hampir semua (93%) pengguna informasi di Balit dan BPTP menyatakan bahwa sarana penelusuran manual tersedia, sedangkan untuk sarana penelusuran off-line dan on-line sebagian besar menyatakan tidak tersedia. Pengembangan koleksi di setiap perpustakaan mengalami kesulitan sehingga jumlah koleksi berkembang tidak simetris dengan kemajuan dan tuntutan kegiatan penelitian dan pengkajian. Akibatnya sebagian besar (64%) pengguna selalu berupaya mencari informasi dari instansi lain. Jaringan informasi pertanian yang dikelola PUSTAKA perlu diperkuat agar sumber daya informasi yang dimiliki PUSTAKA dan anggota jaringan dapat dimanfaatkan bersama secara luas dan efektif oleh pengguna di daerah.
ABSTRACT Information Use in the Agricultural Research and Technology Assessment Institutes: A case study in four provinces The study aimed to reveal the use of scientific and technological agricultural information, especially by researchers, extension workers and library officers who work in the Assessment Institute
32
for Agricultural Technology (AIAT) of North Sumatra, Yogyakarta, West Kalimantan, and South Sulawesi, and also in the Indonesian Cereals Researh Institute (ICERI). Respondents were 83 which consisted of researchers (41%), research staffs (39%), and extension workers and library officers (20%). Almost of all the AIAT and ICERI library staffs had already have library education, except in the South Sulawesi AIAT. Most of respondents have master's degree (S2: 52%) and at the range of age 36-46 years old (57%). More than half of them (51%) still use books than scientific journals due to the difficulties of getting journals, particularly electronic journals (81%). Generally, the library collections are already well arranged, so that they are easy to be searched. Almost of all respondents (93%) explained that manual searching tools are available in the libraries, except the off-line and on-line. The quality and quantity of the collection develope asymetrically towards the agricultural research and assessment activities and demands. Consequently, most of the potential users (64%) always search agricultual information outside. Therefore, the agricultural information network must be strengthened and the Indonesian Center for Agricultural Library and Technology Dissemination owned information resources could be shared and used by regional users broadly and effectively. Keywords: Agricultural information, information services, information networks, agricultural research
PENDAHULUAN Penyebaran teknologi dan informasi iptek pertanian merupakan mata rantai dari rangkaian kegiatan timbal-balik dan tidak terpisahkan dalam upaya mewujudkan iptek itu sendiri. Kegiatan tersebut sekaligus merupakan media untuk memantau dan memperoleh umpan balik tentang kebutuhan informasi pengguna dan perencanaan pengembangan jasa informasi selanjutnya dalam rangka mendukung kegiatan penelitian, pengkajian, dan diseminasi hasil penelitian. Keberhasilan penelitian dan pengkajian pertanian antara lain ditentukan oleh tingkat pemanfaatan dan dukungan informasi teknologi hasil penelitian dan pengkajian serta penerapannya.
Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 14, Nomor 2, 2005
Penyebaran informasi iptek pertanian dilakukan melalui berbagai cara dan kegiatan, antara lain melalui penyediaan informasi dan publikasi ilmiah, baik dalam format tercetak maupun elektronis. Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan tuntutan pengguna akan informasi yang tepat, di samping efisiensi sumber daya, penyediaan informasi ilmiah masa kini lebih banyak dilakukan melalui sarana dan materi elektronis, antara lain disket, CD-ROM, dan secara on-line melalui internet. Sumber daya informasi yang semula berupa buku dan majalah ilmiah tercetak, secara sistematis telah disubstitusi oleh jurnal elektronis (e-journal) baik dalam bentuk bibliografis maupun teks lengkap (full-text) seperti Agricultural On-line Library Access (AGRICOLA), yakni indeks artikel dengan disertai abstrak dari 835 judul jurnal ilmiah, The Essential Electronic Agricultural Library (TEEAL) CD-ROM yang memuat 131 judul jurnal ilmiah full-text, serta e-journal full-text lainnya yakni Pro-Quest (on-line dan CD-ROM) yang memuat 205 judul jurnal ilmiah mutakhir. Di samping itu juga terdapat sumber informasi bibliografis AGRIS dan CARIS. Agar penyebaran dan pemanfaatan informasi serta penyampaian umpan baliknya dari pengguna dapat dilakukan dengan lancar dan terpadu, sejak tahun 1995 para petugas dan pustakawan di seluruh institusi lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian telah dilatih cara instal dan penelusuran informasi melalui CD maupun internet. Meskipun demikian, sejumlah kecil materi informasi tercetak masih tetap diupayakan bagi unit kerja atau pengguna yang belum mampu memanfaatkan teknologi informasi. Di samping sumber-sumber informasi tersebut di atas, unit kerja lingkup Badan Litbang Pertanian juga menerbitkan jurnal ilmiah hasil penelitian, warta, prosiding, Lembar Informasi Pertanian, laporan tahunan, dan laporan lima tahunan. Full-text beberapa publikasi ini sudah dimasukkan dalam pangkalan data Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian (PUSTAKA) dan dapat diakses on-line (melalui internet) atau diperoleh dalam format CD-ROM. Dengan dimilikinya kemampuan dalam memanfaatkan sumber-sumber informasi tersebut, perkembangan iptek di dalam dan di luar negeri dapat selalu diikuti oleh para peneliti, pengguna hasilhasil penelitian lain, dan pustakawan sehingga dapat mempercepat proses alih teknologi pertanian (Tjitropranoto 1993). Kajian pemanfaatan informasi di Balai Penelitian (Balit) dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dilakukan untuk mengetahui: (1) efektivi-
Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 14, Nomor 2, 2005
tas layanan perpustakaan di Balit dan BPTP, (2) intensitas dukungan informasi dari PUSTAKA, serta (3) intensitas pemanfaatan informasi iptek pertanian oleh peneliti, penyuluh, dan pustakawan di Balit dan BPTP di Sulawesi Selatan, Yogyakarta, Kalimantan Barat, dan Sumatera Utara.
METODE Pengkajian dilakukan terhadap pengguna informasi yang bertugas di BPTP Sumatera Utara, BPTP Yogyakarta, BPTP Kalimantan Barat, BPTP Sulawesi Selatan, serta Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal), Maros, Sulawesi Selatan pada bulan September 2004. Penentuan lokasi didasarkan pada hasil observasi dan penelaahan jumlah populasi pengguna yang membutuhkan informasi seperti tersebut di atas, intensitas layanan informasi PUSTAKA ke daerah, dan kelanjutan pengkajian secara bertahap seperti yang telah dilakukan di daerah lain. Populasi penelitian adalah peneliti, penyuluh, dan pustakawan/petugas perpustakaan lingkup Badan Litbang Pertanian. Penentuan sampel ditetapkan secara proporsional terhadap pengguna informasi di Balit dan BPTP terpilih, yaitu Sumatera Utara 19 orang, Yogyakarta 15 orang, Kalimantan Barat 13 orang, dan Sulawesi Selatan 36 orang dengan jumlah responden 83 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui survei dengan menggunakan kuesioner dan wawancara langsung dengan peneliti, penyuluh, dan pustakawan setempat. Peubah yang dikaji meliputi karakteristik responden, pemanfaatan koleksi perpustakaan, penelusuran informasi, frekuensi pemanfaatan, tingkat kemudahan dan sarana yang tersedia untuk memperoleh informasi, serta kinerja petugas perpustakaan. Data yang diperoleh dianalisis berdasarkan persentase pada setiap skala pengukuran dan dibahas secara deskriptif (Powell 1997).
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Karakteristik responden yang diamati meliputi usia, pendidikan, dan jabatan fungsional. Berdasarkan usia, 57% responden berusia 36-46 tahun, 25% berusia 47-57 tahun, dan 18% berusia 25-35 tahun. Berdasarkan tingkat pendidikan formal, 52% responden berpendidikan S2, 40%
33
Tabel 1. Sebaran responden pengguna informasi di Balit/BPTP di empat propinsi menurut karakteristik pengguna yang diamati. Yogyakarta
Kalimantan Barat
Sumatera Utara
Jumlah
6 (17) 2 2 (61) 8 (22) 36 (100)
3 (20) 6 (40) 6 (40) 15 (100)
3 (24) 1 0 (76) 0 13 (100)
3 (16) 9 (47) 7 (37) 19 (100)
1 5 (18) 4 7 (57) 2 1 (24) 83 (100)
S0 S1 S2 S3
5 (14) 1 3 (36) 1 7 (47) 1 (3) 36 (100)
1 (7) 5 (33) 9 (60) 0 15 (100)
0 5 (38) 8 (62) 0 13 (100)
0 1 0 (53) 9 (47) 0 19 (100)
6 (7) 3 3 (40) 4 3 (52) 1 (1) 83 (100)
Staf Peneliti Peneliti Penyuluh Pustakawan
9 (25) 1 9 (53) 1 (3) 7 (19) 36 (100)
6 (40) 5 (33) 2 (14) 2 (13) 15 (100)
9 (69) 4 (31) 0 0 13 (100)
8 (42) 6 (32) 3 (16) 2 (10) 19 (100)
3 2 (39) 3 4 (41) 6 (7) 1 1 (13) 83 (100)
Karakteristik
Kategori
Umur (tahun)
25-35 36-46 47-57
Jumlah Pendidikan
Jumlah
Sulawesi Selatan
Jabatan fungsional
Jumlah
Keterangan: Angka dalam kurung adalah persentase.
S1, dan 1% S3. Responden yang berpendidikan diploma (D2 dan D3) sebanyak 19%. Status jabatan fungsional responden adalah peneliti 41%, staf peneliti 39%, penyuluh 7%, dan pustakawan 13% (Tabel 1). Termasuk dalam kategori staf peneliti adalah para petugas yang terlibat langsung dalam kegiatan penelitian dan pengkajian tetapi belum memperoleh pengangkatan dalam jabatan fungsional peneliti atau penyuluh. Berdasarkan Tabel 1, usia responden tergolong usia produktif (25-57 tahun) untuk melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai peneliti, penyuluh atau pustakawan. Produktivitas peneliti, penyuluh, dan pustakawan juga didukung oleh jenjang pendidikan yang dimiliki, yaitu tingkat diploma sampai S3. Terlebih jabatan fungsional responden terbanyak adalah peneliti dan staf peneliti yang memiliki potensi untuk lebih banyak mengakses informasi ilmiah dari berbagai sumber informasi termasuk perpustakaan di instansi masing-masing. Dilihat dari jabatan fungsional responden, jumlah kelompok pejabat fungsional terbanyak adalah peneliti yakni 41% dan staf peneliti 39%. Data ini mengungkapkan bahwa pengguna informasi di balai-balai itu merupakan kelompok yang banyak membutuhkan informasi untuk keperluan kegiatan penelitian dan pengkajian teknologi pertanian. Oleh karena itu, peneliti perlu diberi dukungan informasi yang akurat, antara lain dengan cara merevitalisasi dan meningkatkan kemampuan perpustakaan setempat (Tjitropranoto 1993).
34
Pemanfaatan Informasi Peubah pemanfaatan informasi yang dianalisis adalah pemanfaatan jenis koleksi perpustakaan, kemudahan memperoleh informasi, kesesuaian koleksi dengan kebutuhan, upaya memperoleh informasi di perpustakaan instansi, dan upaya pengguna mencari informasi di sumber lain. Data menunjukkan bahwa dalam hal tingkat pemanfaatan koleksi, penggunaan monograf (buku, prosiding dan thesis) masih lebih tinggi daripada majalah/ jurnal, padahal kegiatan penelitian dan pengkajian banyak membutuhkan informasi aktual dan mutakhir tentang kemajuan penelitian dan perkembangan ilmu pengetahuan yang umumnya dimuat dalam majalah/jurnal ilmiah. Namun kenyataannya monograf lebih banyak tersedia di perpustakaan dibanding majalah/jurnal. Jenis monograf yang dibutuhkan terutama adalah thesis/disertasi, namun ini pun kurang tersedia di perpustakaan.
Pemanfaatan Jenis Koleksi Perpustakaan Koleksi perpustakaan yang dianalisis meliputi koleksi yang bersifat konvensional seperti buku, majalah, prosiding, thesis, dan disertasi serta koleksi nonkonvensional dan digital seperti disket, video, dan CD-ROM. Berdasarkan frekuensi penggunaan setiap jenis koleksi, pengguna umumnya lebih banyak mengandalkan monograf seperti buku, prosiding, dan thesis (51% menyatakan se-
Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 14, Nomor 2, 2005
Tabel 2. Tingkat pemanfaatan koleksi perpustakaan oleh pengguna pada Balit/BPTP di empat propinsi. Sulawesi Selatan
Yogyakarta
Kalimantan Barat
Sumatera Utara
Frekuensi
Jenis koleksi
Jumlah
Sering
Buku Majalah Materi elektronis
1 9 (53) 1 7 (47) 1 (3)
9 (60) 5 (33) -
5 (38) 6 (46) -
9 (47) 7 (37) -
42 (51) 35 (42) 1 (3)
Cukup sering
Buku Majalah Materi elektronis
2 9 (81) 1 1 (31) -
7 (47) 1 0 (67) 4 (27)
1 1 (85) 3 (23) -
1 1 (58) 6 (32) -
58 (64) 30 (36) 4 (5)
Kurang
Buku Majalah Materi elektronis
2 4 (67) 5 (14) 2 9 (81)
5 (33) 8 (53)
1 0 (77) 4 (31) -
1 1 (58) 5 (26) 1 7 (89)
50 (60) 14 (17) 54 (81)
Keterangan: Angka dalam kurung adalah persentase.
ring dan 64% cukup sering). Sebagian responden juga memanfaatkan majalah (Tabel 2). Di Sulawesi Selatan, 47% responden menyatakan sering memanfaatkan majalah dan 31% cukup sering. Di Yogyakarta, 33% responden menyatakan sering memanfaatkan majalah dan 67% cukup sering. Di Kalimantan Barat, 46% responden sering memanfaatkan majalah dan 23% cukup sering, namun 38% lainnya sering memanfaatkan monograf. Di Sumatera Utara, 37% responden sering dan 32% cukup sering memanfaatkan majalah. Pada jenis koleksi monograf, masih banyak responden yang menyatakan koleksi thesis/disertasi kurang. Untuk koleksi sumber informasi elektronis seperti CD-ROM, disket, dan video, sebagian besar (81%) pengguna di keempat lokasi yang disurvei menyatakan masih kurang memanfaatkannya. Hal ini kemungkinan karena sumber informasi dan sarana kurang tersedia, atau meskipun tersedia, keberadaannya kurang diketahui serta kesempatan untuk menggunakannya juga kurang. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas perpustakaan/pustakawan, peneliti, penyuluh, dan petugas atau pejabat pelayanan teknis penelitian/pengkajian terungkap bahwa hampir seluruh perpustakaan instansiinstansi tersebut menghadapi kesulitan melanggan atau memperoleh jurnal ilmiah, terutama terbitan luar negeri, baik dari segi teknis pelaksanaan langganan maupun alokasi anggaran. Demikian pula halnya dengan sumber informasi elektronis seperti disket, CD-ROM yang memuat e-journal, buku ilmiah, dan video, padahal para pengguna di Balit dan BPTP sangat berminat terhadap sumber-sumber informasi tersebut. Tampaknya kesulitan ini bermuara pada kendala dalam memperolah alokasi dana untuk pengadaan bahan
Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 14, Nomor 2, 2005
pustaka terutama jurnal yang harga langganannya mahal dan harus terus-menerus diadakan. Hal ini menjadi semacam dilema yang tidak pernah ada penyelesaiannya. Pada satu sisi peneliti, pengkaji, penyuluh dan bahkan pimpinan instansi menyatakan sangat memerlukan informasi, namun di sisi lain perhatian untuk mengalokasikan dana guna pengadaan sumber informasi pada umumnya sangat kurang. Jika tersedia, dana bersifat sporadis bahkan tidak khusus untuk pengadaan bahan pustaka. Kesulitan ini sebenarnya dapat diatasi dengan cara memanfaatkan bersama sumber atau koleksi informasi pusat-pusat informasi lain (resource sharing), terutama PUSTAKA yang memang mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan informasi tersebut. Untuk itu perlu kesungguhan (eagerness) pustakawan di daerah dalam mencari informasi yang diperlukan peneliti dengan cara memanfaatkan keterampilan yang dimiliki. PUSTAKA sebenarnya telah beberapa kali memberikan pelatihan mengenai cara dan teknik pengembangan koleksi pustaka melalui kerja sama dan pemanfaatan bersama koleksi sehingga tidak selalu harus mengandalkan atau menggunakan anggaran pengadaan. Untuk mendukung kebutuhan informasi pengguna di daerah, PUSTAKA secara rutin dan terus-menerus mengirimkan pula kumpulan informasi dalam format disket atau CD, di samping menyiagakannya dalam situs. Namun pengguna umumnya terkendala oleh tidak tersedianya atau lemahnya kemampuan peranti telekomunikasi yang dimiliki, termasuk perangkat dan kapasitas komputer untuk mengakses atau memanfaatkan sumber-sumber informasi tersebut.
35
Kemudahan Memperoleh Informasi
Kesesuaian Koleksi dengan Kebutuhan
Rata-rata responden cukup mudah memperoleh buku dan jurnal, namun sulit memperoleh disket/CD-ROM (Tabel 2). Penggunaan koleksi buku sering (51%) dan cukup sering (64%), demikian pula majalah sering (42%) dan cukup sering (36%), namun penggunaan koleksi elektronis sangat kurang (81%). Kemudahan memperoleh buku dan jurnal disebabkan semua koleksi telah diolah dan disusun secara sistematis di perpustakaan di samping jumlahnya di tiap perpustakaan tidak terlalu besar dan kompleks. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa perkembangan koleksi perpustakaan Balit dan BPTP kurang simetris dengan kemajuan kegiatan utama instansinya, baik dari segi kuantitas, kualitas, keluasan subjek maupun usia informasinya.
Lebih dari 50% responden di setiap BPTP menyatakan koleksi buku dan majalah yang dimiliki perpustakaan cukup sesuai, bahkan ada pula yang menyatakan sangat sesuai, hanya sebagian kecil yang menyatakan tidak sesuai (Tabel 3). Hal ini karena subjek koleksi dan pengembangannya selalu disesuaikan dengan kebutuhan informasi spesifik pengguna sejalan dengan tugas pokok dan fungsi instansi, meskipun perkembangan jumlahnya agak lamban.
Upaya Memperoleh Informasi Responden terutama peneliti dan pengkaji membutuhkan informasi sesuai tuntutan tugas dan kegiatan. Oleh karena itu, responden berupaya mencari informasi di perpustakaan instansi dan di perpustakaan lain. Dalam mencari informasi di perpustakaan sendiri, hanya sedikit responden (10%) yang selalu memperolehnya (Tabel 4). Sekitar 40% responden sering memperoleh dan 47% responden hanya kadang-kadang saja memperoleh informasi dari perpustakaan instansi.
Fakta tersebut di atas jika dikaitkan dengan data upaya memperoleh informasi dari instansi sendiri menunjukkan bahwa responden yang kadang-kadang dan yang tidak pernah memperoleh informasi (51%) lebih tinggi daripada responden yang selalu dan sering memperoleh informasi (49%). Jika dilihat dari upaya mencari informasi dari tempat lain, responden yang selalu dan yang sering mencari informasi di instansi lain lebih tinggi (64%) daripada yang kadang-kadang (30%) dan tidak pernah (0%).
Tabel 3. Tingkat kesesuaian koleksi perpustakaan Balit/BPTP di empat propinsi dengan kebutuhan pengguna. Kesesuaian koleksi dengan kebutuhan Sangat sesuai Cukup sesuai Kurang sesuai Tidak sesuai
Sulawesi Selatan Mo
9 (25) 26 (72) 4 (11) 3 (8,3)
Ma
9 (25) 20(55,5) 3 (8,3) 1 (2,8)
Yogyakarta El
Mo
Ma
2 (56) 7(19,4) 7(19,4) 4 (11)
7(46,7) 8 (53) 7(46,7) -
6 (40) 7(46,7) 1 (6,7) -
Kalimantan Barat El
Mo
3 (20) 2(15,4) 4(26,7) 11(84,6) 1 (6,7) 7 (54) 1 (6,7) 3 (23)
Ma
El
1 (7,7) 6 (46) 4 (31) -
1 (7,7) 2(15,4) 3 (23)
Sumatera Utara Mo
Ma
2(10,5) 2 (10,5) 13 (68) 10 (53,6) 7(36,0) 3 (15,8) 2(10,5) 1 (5,3)
El
2(10,5) 4 (21) 2(10,5) 3(15,8)
Keterangan: Mo: monograf, Ma: majalah, El: materi elektronis.
Tabel 4. Perolehan informasi pengguna dari perpustakaan instansi sendiri pada Balit/BPTP di empat propinsi.
36
Tingkat perolehan informasi
Sulawesi Selatan
Yogyakarta
Kalimantan Barat
Sumatera Utara
Jumlah
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
4 (11) 1 3 (36) 1 6 (44) 3 (8)
1 (7) 8 (53) 6 (40) 0
0 6 (46) 7 (54) 0
3 (15) 6 (32) 1 0 (53) 0
8 (10) 3 3 (40) 3 9 (47) 3 (3)
Jumlah
36
19
83
15
13
Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 14, Nomor 2, 2005
Upaya Mencari Informasi
masing-masing, baik yang konvensional yang penggunaannya secara manual seperti katalog kartu, katalog dan indeks tercetak serta bibliografi, maupun sarana elektronis dalam format digital seperti disket, CD, dan hard disk. Responden diminta pula mengemukakan frekuensi pemanfaatan dan tingkat kemudahan menggunakan sarana tersebut, baik dari segi teknis maupun waktu dan kesempatan yang dapat digunakan, serta ketersediaan fasilitas komputer yang dapat dimanfaatkan untuk mengakses dan menelusur informasi melalui internet.
Pencarian informasi dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan mendatangi langsung perpustakaan instansi lain terutama jika informasi tidak dapat diperoleh di perpustakaan sendiri, atau mengajukan permintaan melalui surat ke PUSTAKA atau pusat informasi lain dan juga menelusur pada internet. Data pada Tabel 5 menunjukkan 19% responden menyatakan selalu dan 45% responden sering mencari informasi di tempat lain.
Sebagian besar (93%) responden di semua lokasi menyatakan bahwa sarana penelusuran informasi manual tersedia di perpustakaan. Sarana penelusuran elektronis off-line (CD, disket) dinyatakan kurang tersedia oleh 54% responden, namun sarana penelusuran on-line melalui internet dinyatakan tersedia oleh 49% responden, dan hanya 34% yang menyatakan tidak tersedia (Tabel 6). Sarana penelusuran on-line melalui internet tersedia di semua Balit dan BPTP, namun belum tentu dioperasikan di perpustakaan.
Sarana Penelusuran Informasi Sarana dan prasarana pencarian kembali informasi (retrieval) merupakan prasyarat dalam kegiatan kepustakaan, apalagi jika koleksi informasi cukup besar sehingga sulit untuk menelusur informasi secara langsung. Dalam hal ini responden diminta mengungkapkan sarana penelusuran informasi yang tersedia di perpustakaan
Tabel 5. Perolehan informasi pengguna di Balit dan BPTP di empat propinsi dalam mencari informasi dari tempat lain. Tingkat perolehan informasi
Sulawesi Selatan
Yogyakarta
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
8 (22) 1 4 (39) 1 4 (39) 0
4 (27) 5 (33) 6 (40) 0
Jumlah
36
15
Kalimantan Barat
Sumatera Utara
Jumlah
3 (15) 8 (43) 8 (43) 0
1 6 (19) 3 7 (45) 3 0 (36) 0
1 (8) 1 0 (76) 2 (16) 0 13
19
83
Tabel 6. Ketersediaan sarana perpustakaan, frekuensi pemanfaatannya, dan tingkat kemudahan menggunakannya pada Balit/BPTP di empat propinsi. Kondisi sarana
Sulawesi Selatan
Yogyakarta
Kalimantan Barat
Sumatera Utara
Jumlah
Ma
Of
On
Ma
Of
On
Ma
Of
On
Ma
Of
On
Ma
Of
On
31 5 36
9 21 30
10 19 29
15 0 15
9 6 15
9 6 15
13 0 13
5 7 12
11 1 12
18 1 19
7 11 18
11 2 13
77 6 83
30 45 75
41 28 69
Frekuensi pemanfaatan Sering 19 Kurang 11 Tidak pernah 6 Jumlah 36
2 12 17 31
2 7 15 24
9 4 2 15
5 10 15
1 4 10 15
11 2 13
1 6 5 12
11 2 13
14 5 19
1 11 7 19
2 8 3 13
53 22 8 83
5 33 39 77
5 30 30 65
Tingkat kemudahan Sangat mudah 5 Mudah 19 Sulit 5 Jumlah 29
7 17 24
3 4 17 24
4 9 0 13
1 3 8 12
2 8 10
4 9 0 13
1 1 9 11
1 1 9 11
4 12 2 18
14 10 24
7 4 6 17
17 49 7 73
2 25 44 71
11 11 40 62
Sarana Tersedia Tidak tersedia Jumlah
Keterangan: Ma: manual, Of: off-line, On: on-line.
Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 14, Nomor 2, 2005
37
Untuk frekuensi pemanfaatan sarana penelusuran informasi, 64% responden menyatakan sering menggunakan sarana manual. Responden yang sering memanfaatkan sarana informasi elektronis off-line dan on-line masing-masing hanya 6%, sedangkan yang frekuensinya kurang masing-masing 40% dan 36%, dan yang tidak pernah memanfaatkan masing-masing 47% dan 36%. Hal ini berkaitan dengan kurang tersedianya fasilitas penelusuran elektronis, terutama komputer. Jika tersedia, kemampuannya tidak memadai apalagi untuk menelusur informasi melalui internet. Sebagian besar (60%) responden menyatakan bahwa sarana untuk penelusuran kurang bahkan tidak memadai. Akibatnya tingkat kemudahan menggunakan sarana pada umumnya rendah, sehingga 53% dan 48% responden masing-masing kesulitan memanfaatkan sarana off-line dan on-line.
Kinerja Petugas Perpustakaan Dalam kondisi sarana dan prasarana yang kurang memadai, peran petugas perpustakaan dalam membantu memenuhi kebutuhan informasi pengguna sangat diperlukan. Namun demikian ada pula pengguna yang menyatakan petugas perpustakaan kurang membantu. Petugas perpustakaan di unit-unit kerja yang disurvei umumnya telah lama bekerja, dan hampir semuanya berlatar belakang pendidikan perpustakaan minimum D2, kecuali di BPTP Sulawesi Selatan. Petugas perpustakaan yang dirasakan kurang membantu pengguna kemungkinan karena informasi yang diminta terlalu sulit dan ingin segera diterima, padahal informasi tidak tersedia di perpustakaan dan untuk menggunakan sarana elektronis pun kesulitan pula. Walaupun tidak berlatar belakang pengetahuan ilmu pertanian, petugas perpustakaan/pustakawan sebenarnya sangat mengenal karakter kebutuhan informasi pengguna, bahkan dapat bekerja sama dalam memperoleh informasi. Namun demikian beberapa petugas perpustakaan kurang memperoleh pelatihan di samping perpustakaan kurang memiliki buku-buku referens yang dapat dijadikan sumber dalam menelusuri informasi yang dibutuhkan pengguna. Sebagian besar (>70%) responden menyatakan kemampuan petugas perpustakaan masih memadai, namun kurang terlatih atau terlalu banyak dibebani kegiatan lain yang tidak berkaitan dengan perpustakaan sehingga tidak dapat bekerja penuh di perpustakaan. Perpustakaan balai-balai di empat daerah yang disurvei umumnya telah memiliki petugas perpustakaan
38
yang memadai, baik jumlah maupun keterampilan dan pendidikannya, kecuali BPTP Sulawesi Selatan. BPTP Sumatera Utara memiliki 2 orang pustakawan, BPTP Yogyakarta memiliki 1 orang pustakawan berpengalaman berpendidikan S1 perpustakaan, dan BPTP Kalimantan Barat memiliki 2 orang petugas perpustakaan yang berpendidikan D3 perpustakaan dan telah beberapa kali mengikuti pelatihan, baik bidang perpustakaan maupun pengelolaan jaringan informasi. Balitsereal memiliki 5 pustakawan, dua di antaranya berpendidikan S1 bidang perpustakaan. Berdasarkan kenyataan ini, pembinaan SDM dan perpustakaan BPTP Sulawesi Selatan dapat dilanjutkan oleh pustakawan Balitsereal atau unit kerja lain yang lebih maju. Agar tenaga perpustakaan dapat lebih berkembang dan terampil perlu dukungan sarana yang memadai untuk mengembangkan pelayanan informasi, terutama bagi pengguna setempat, dengan memanfaatkan informasi yang disebarkan oleh pusat-pusat informasi seperti PUSTAKA tanpa harus mengadakan koleksi yang mahal dan tidak terjangkau oleh kemampuan anggaran instansi. Selain itu petugas perpustakaan akan merasa tertantang untuk memenuhi kebutuhan informasi pengguna dan dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilannya. Berkaitan dengan masalah dan kendala seperti tersebut di atas, sebagai instansi dan sekaligus sumber informasi yang bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan informasi pengguna, terutama peneliti dan penyuluh pertanian, PUSTAKA perlu melakukan hal-hal berikut: 1. Jaringan informasi PUSTAKA harus memiliki kemampuan yang kuat, terpadu dengan komitmen yang tinggi untuk memberi pelayanan kepada pengguna. Sehubungan dengan tingginya minat pengguna di daerah terhadap thesis dan disertasi, PUSTAKA perlu mengolah dan mensintesis materi informasi tersebut lengkap dengan abstrak penulisnya (author abstracts) dan menyajikannya dalam pangkalan data elektronis agar dapat diakses langsung oleh pengguna yang membutuhkan (Haryono 2000). 2. Secara terus-menerus PUSTAKA juga harus mendorong perpustakaan-perpustakaan lingkup Departemen Pertanian agar meningkatkan kemampuan SDM serta sarana dan prasarana perpustakaan, sehingga kemampuan akses informasi dengan memanfaatkan sarana telekomunikasi dapat dilaksanakan dengan efektif. Pembinaan yang telah dilakukan oleh PUSTAKA, baik formal maupun nonformal, akan sangat efektif jika perpustakaan, tenaga perpustakaan,
Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 14, Nomor 2, 2005
pengelola informasi dan sarananya digunakan dengan baik dan mendapat perhatian dari pimpinan instansi. Petugas yang telah mendapat pelatihan bidang perpustakaan hendaknya dibina agar mampu mengembangkan perpustakaan dengan memberikan tugas-tugas yang menantang.
KESIMPULAN DAN SARAN Sebagian besar pengguna informasi di BPTP Sumatera Utara, BPTP Yogyakarta, BPTP Kalimantan Barat, BPTP Sulawesi Selatan, dan Balitsereal adalah peneliti dan staf peneliti yang berlatar belakang pendidikan S2. Dengan demikian mereka merupakan pengguna target yang potensial memanfaatkan informasi. Lebih dari 50% pengguna banyak atau sering mengandalkan buku/monograf, sedangkan majalah hanya dimanfaatkan oleh 42% pengguna. Untuk sumber informasi elektronis, 81% pengguna menyatakan kurang memanfaatkan sumber informasi tersebut. Tingkat kemudahan memperoleh informasi berkaitan langsung dengan tingkat pemanfaatan jenis koleksi. Pengguna cukup mudah memperoleh informasi dari buku dan majalah (>55%), tetapi sulit memperoleh informasi dari sumber elektronis. Kondisi ini disebabkan semua koleksi buku dan majalah telah diolah dan disusun secara sistematis serta jumlahnya tidak terlalu besar dan pertambahannya pun agak lamban. Oleh karena itu, pengguna lebih banyak berupaya mencari informasi di luar institusi.
Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 14, Nomor 2, 2005
Petugas perpustakaan cukup memadai, baik dari segi pendidikan maupun kemampuan, sehingga dapat membantu pengguna dalam mencari informasi. Meskipun demikian, petugas perpustakaan perlu proaktif dalam memberikan layanan kepada pengguna dengan mencari informasi ke sumber lain atau memanfaatkan secara bersama sumber informasi dari institusi di sekitarnya. Sebagai sumber informasi dan sekaligus pembina perpustakaan lingkup Departemen Pertanian, Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian perlu meningkatkan layanan dengan memperkuat koneksi internet sehingga informasi yang dimiliki dapat diakses oleh pengguna di seluruh Indonesia. Sumber daya manusia perpustakaan di Balai Penelitian dan Balai Pengkajian perlu terus diperkuat dan diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan dalam memberikan layanan infomasi. Selain itu petugas perpustakaan yang telah dilatih hendaknya tidak dibebani pekerjaan lain atau dipindah ke bidang lain agar dapat berkonsentrasi mengembangkan perpustakaan.
DAFTAR PUSTAKA Haryono, T. 2000. Kebijaksanaan pengembangan jaringan informasi iptek pertanian. Jurnal Perpustakaan Pertanian 9(1): 9-17. Powell, R. 1997. Basic research methods for librarians. 3 rd ed. Greenwich: Ablex. Tjitropranoto, P. 1993. Pemanfaatan informasi hasil penelitian. Dalam Prosiding Temu Teknis Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian Pertanian. Bogor: Pusat Perpustakaan dan Komunikasi Pertanian.
39