III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kebun Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Kebun Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan di Laboratorium Gulma Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan Desember 2012 sampai April 2013.
3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah benih jagung hibrida P31, pupuk NPK, herbisida Grindup 480 SL (bahan aktif isopropilamina (IPA) glifosat), dan karbofuran (Furadan 3G).
Alat yang digunakan adalah knapsack sprayer bernosel merah, ember plastik, ruber bulb, kantong plastik, patok bambu, meteran, cangkul, sabit atau arit, oven, timbangan, moisture tester.
3.3 Metode Penelitian
Untuk menjawab pertanyaan dalam perumusan masalah dan untuk menguji hipotesis, perlakuan diterapkan pada petak percobaan dalam penelitian ini
16
menggunakan rancangan percobaan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 7 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diuji disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Perlakuan herbisida glifosat No
Perlakuan
Dosis Formulasi (l/ha)
Glifosat (kg/ha)
1 TOT + Glifosat 2.25 1.08 2 TOT + Glifosat 3.00 1.44 3 TOT + Glifosat 3.75 1.80 4 TOT + Glifosat 4.50 2.16 5 TOT dan Penyiangan 2x 6 OTS dan Penyiangan 2x 7 Kontrol Keterangan : TOT = Tanpa Olah Tanah; OTS= Olah Tanah Sempurna
Herbisida yang diuji adalah herbisida glifosat (Grindup 480 SL dengan kadar bahan aktif IPA glifosat 480 g/l). Penyiangan manual dilakukan pada 3 dan 6 minggu setelah tanam (MST). Sebagai pembanding yang digunakan untuk melihat pengaruh herbisida terhadap tanaman jagung adalah pengendalian gulma secara manual tanpa olah tanah dan pengendalian secara manual dengan pengolahan tanah secara sempurna. Untuk menilai pengaruh penggunaan herbisida terhadap pertumbuhan gulma digunakan perlakuan kontrol. Homogenitas ragam digunakan uji Bartlett dan addivitas data diuji dengan uji Tukey. Jika asumsi terpenuhi, maka data akan dianalisis dengan sidik ragam dan uji perbedaan nilai tengah perlakuan akan diuji dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.
17
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Penentuan Petak Perlakuan
Lahan percobaan yang akan diberikan aplikasi herbisida glifosat pada berbagai taraf dosis disiapkan tanpa pengolahan tanah. Selanjutnya, petak-petak percobaan dibuat sebanyak 24 petak perlakuan, dan 4 petak yang lain adalah dengan olah tanah sempurna. Ukuran setiap petak 4 m x 7,5 m dan jarak antarpetak 1 m. Ul 1
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
Ul 2
P3
P4
P5
P6
P7
P1
P2
Ul 3
P5
P6
P7
P1
P2
P3
P4
Ul 4
P7
P1
P2
P3
P4
P5
P6
Gambar 2. Tata Letak Percobaan Keterangan: P1 : TOT + glifosat 1,08 kg/ha P2 : TOT + glifosat 1,44 kg/ha P3 : TOT + glifosat 1,80 kg/ha P4 : TOT + glifosat 2,16 kg/ha P5 : TOT + penyiangan 2x P6 : OTS + penyiangan 2x P7 : TOT Kontrol tanpa pengendalian gulma
3.4.2 Aplikasi Herbisida Glifosat
Aplikasi herbisida dilakukan pada setiap plot sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan. Herbisida diaplikasikan 1 kali pada 2 minggu sebelum tanam dan penutupan gulma sasaran lebih dari 75% dengan menggunakan sprayer punggung bernosel warna merah. Sebelum dilakukan aplikasi, knapsack sprayer dikalibrasi
18
terlebih dahulu dengan menggunakan metode luas. Hasil dari kalibrasi knapsack sprayer yang digunakan pada penelitian ini adalah adalah 400 l/ha.
3.4.3 Penanaman Penanaman benih jagung dilakukan 2 MSA (minggu setelah aplikasi). Jarak tanam yang digunakan 80 cm x 20 cm. Metode penanaman dengan cara ditugal dan setiap lubang tanam diberi satu benih jagung. kemudian dilakukan pemberian karbofuran pada setiap lubang tanam. Kegiatan pemupukan dilakukan pada saat umur 9 HST dengan menggunakan pupuk NPK Phonska 15:15:15 sebanyak 300 kg/ha dan urea 100 kg/ha dengan cara ditugal. Pemupukan kedua dan ketiga pada 21 HST dan 45 HST masing-masing menggunakan urea dengan dosis 100 kg/ha.
3.4.4 Pengambilan Sampel Gulma
Pengambilan sampel gulma dilakukan sebanyak 4 kali yaitu pada 2 minggu sebelum tanam, dan 2, 5 , dan 8 Minggu Setelah Aplikasi (MSA) di semua petak percobaan. Bagan pengambilan sampel gulma dari petak percobaan seperti Gambar 3.
19
4m x m x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x 1
x x x 1x x xx xx -2 xx xx xx xx xx xx xx xx xx xx xx xx x x2 x x x
x x x x0 x xx xx xx xx xx xx xx xx xx xx xx xx xx xx x x0 x x x
x x x 2x x xx xx xx xx xx xx xx xx xx xx xx xx -2 xx xx x x1 x x x
x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x
7.5 m
4m 1m m m Gambar 3. Bagan pengambilan gulma dari masing-masing petak contoh seluas 0.5 m x 0.5 m dan petak panen pada tanaman tengah. 1
1
Keterangan : -2
= Gulma pada petak contoh yang diambil saat aplikasi
0
= Gulma pada petak contoh yang diambil 0 MST
1
= Gulma pada petak contoh yang diambil 3 MST
2
= Gulma pada petak contoh yang diambil 6 MST
= Petak panen
20
3.5 Pengamatan
Untuk menguji kesahihan kerangka pemikiran dan hipotesis dilakukan pengamatan terhadap beberapa variabel berikut:
3.5.1 Gulma 1.
Bobot kering gulma
Pengamatan bobot kering gulma dilakukan dengan cara mengambil gulma dipotong tepat setinggi permukaan tanah pada 2 kuadran masing-masing berukuran 50 cm x 50 cm pada 0, 2, 5, dan 8 MSA sebanyak 2 kuadran setiap petak, kemudian gulma dipilih sesuai jenisnya. Selanjutnya gulma dikeringkan dalam oven pada suhu 800C selama 2 hari atau telah mencapai bobot konstan, kemudian ditimbang.
2.
Summed Dominance Ratio (SDR)
Setelah didapat nilai bobot kering gulma, maka dapat dihitung SDR (Summed Dominance Ratio) untuk masing-masing spesies pada petak percobaan dengan menggunakan rumus : a.
Dominansi Mutlak (DM) Bobot kering jenis gulma tertentu dalam petak contoh.
b.
Dominansi Nisbi (DN) Dominansi Nisbi = DM satu spesies x 100% DM semua spesies
c.
Frekuensi Mutlak (FM) Jumlah kemunculan gulma tertentu pada setiap ulangan.
21
d.
Frekuensi Nisbi (FN) Frekuensi Nisbi (FN) = FM jenis gulma tertentu x 100% Total FM semua jenis gulma
e.
Nilai Penting (NP) Jumlah nilai semua peubah nisbi yang digunakan (DN + FN)
f.
Summed dominance ratio (SDR) Nilai Penting = NP Jumlah peubah nisbi 2
Nilai SDR yang didapatkan akan digunakan untuk menghitung nilai koefisien komunitas (C) yang dihitung dengan rumus: C = (2W)/(a+b) x 100 % Ketrangan : C = koefisien komunitas W = jumlah komunitas dari dua nilai terendah yang dibandingkan untuk masingmasing komunitas a = jumlah dari seluruh nilai SDR pada komunitas I b = jumlah dari seluruh nilai SDR pada komunitas II (kontrol)
jika nilai C lebih dari 75% maka dua komunitas yang dibandingkan dianggap memiliki tingkat kesamaan komposisi (Tjitrosoedirdjo dkk., 1984).
22
3.5.2 Tanaman
1.
Populasi
Pengamatan populasi tanaman jagung dilakukan pada 1, 3, dan 6 MST. Pengamatan dilakukan dengan menghitung semua tanaman jagung pada 3 baris tengah petak percobaan seluas 18 m2.
2.
Tinggi tanaman
Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai daun terpanjang yang dilakukan pada saat 3 dan 6 MST. Pengukuran dilakukan dalam satuan centimeter dengan menggunakan meteran. Jumlah tanaman yang diukur adalah 10 tanaman/plot yang ditentukan secara acak pada 3 baris tengah petak perlakuan.
3. Hasil pipilan kering
Hasil pipilan kering diukur dari setiap petak yang berada di tengah petak percobaan dengan luasan petak panen sebesar 18 m2. Produksi jagung diukur pada kadar air 14%.
Bobot jagung pipilan kering panen dikonversikan pada bobot jagung pipilan kering kadar air 14% dengan rumus: Bobot pipilan kering pada KA 14% = (100-Ka terukur) (100-14)
x bobot panen pipilan kering terukur
23
4. Fitotoksisitas
Pengamatan tingkat kerusakan tanaman atau fitotoksisitas dilakukan secara visual pada 1, 2, 4, dan 6 MST pada seluruh tanaman dari tiap perlakuan. Pengamatan dilakukan dengan sekoring sebagai berikut: 0=
tidak ada keracunan, 0-5% bentuk/warna daun atau pertumbuhan tanaman tidak normal
1=
keracunan ringan, >5-20% bentuk/warna daun atau pertumbuhan tanaman tidak normal
2=
keracunan sedang, >20-50% bentuk/warna daun atau pertumbuhan tanaman tidak normal
3=
keracunan berat, >50-75% bentuk/warna daun atau pertumbuhan tanaman tidak normal
4=
keracunan sangat berat, >75% bentuk/warna daun tidak normal hingga mengering dan rontok sampai tanaman mati