-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
PEMANFAATAN CERITA RAKYAT SEBAGAI PENANAMAAN NILAI BUDAYA UNTUK MEMPERKUAT BUDAYA INDONESIA Sri Kusnita Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana FKIP UNS
[email protected]
Abstract This paper describes the cultural values in folklore that can be used as a guide attitudes and behavior in family life, society, nation to strengthen the culture of Indonesia which is now beginning to weaken under the in luence of foreign culture, modernization, and globalization. A cultural value that was embodied in folklore shows cultural values that describe a culture of cooperation, responsibility, love, and consensus. Cultural value is also related to nature or the environment either inanimate or living around us. Respect for living creatures must be maintained in order to avoid natural disasters caused by humans’ irresponsible manner without damaging nature would preserve it. Cultural values must be maintained to strengthen the culture of Indonesia.
Abstrak Makalah ini mendeskripsikan nilai budaya dalam cerita rakyat yang dapat dijadikan sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa untuk tetap memperkuat budaya Indonesia yang sekarang sudah mulai melemah karena dipengaruhi budaya asing, arus modernisasi, dan globalisasi. Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam cerita rakyat menunjukkan nilai budaya yang menggambarkan kerja sama, tanggung jawab, cinta kasih, mufakat. Nilai budaya juga berkaitan dengan alam atau lingkungan baik benda mati ataupun hidup yang ada di sekitar kita. Budaya menghargai makhluk hidup harus tetap dipertahankan agar tidak terjadi bencana alam yang disebabkan oleh manusia yang tidak bertanggung jawab dengan cara merusak alam tanpa mau melestarikannya. Nilai-nilai budaya tersebut harus tetap dipertahankan untuk memperkuat budaya Indonesia.
Pendahuluan Sastra daerah mempunyai peranan yang penting dalam memperkokoh ketahanan budaya bangsa. Dalam sastra daerah terkandung nilai budaya sebagai cermin dan pedoman masyarakat Indonesia dalam bersikap, namun di zaman sekarang budaya di Indonesia sudah mulai luntur dikarenakan pengaruh dari budaya asing, arus modernisasi dan globalisasi. Sastra daerah merupakan gambaran pengalaman suku bangsa. Hal-hal yang tergambar adalah apa yang pernah dirasakan dan dipikirkan sehingga karya sastra tersebut dapat digunakan untuk menambah kearifan dan kebijaksanaan. Karya sastra tidak hanya berbentuk tulisan tetapi juga berbentuk lisan yang sering disebut folklor lisan (Danandjaja, 1997: 21). Satu di antara jenis folklor lisan adalah cerita rakyat karena cerita rakyat diungkapkan secara lisan berupa pengalaman hidup masyarakat yang dihidup pada zaman terdahulu yang dapat dijadikan pedoman hidup masyarakat pada masa sekarang. Cerita rakyat hidup pada setiap wilayah Indonesia yang dimiliki oleh setiap suku bangsa yang tersebar di seluruh nusantara. Cerita rakyat sebagai pengungkap alam pikiran, sikap dan nilai budaya masyarakat pendukungnya. (Seli, 1996:3). Dari uraian tersebut mengungkapkan begitu pentingnya peranan sastra daerah untuk memperkuat nilai-nilai budaya bangsa. Sebagai warisan budaya cerita rakyat perlu dipertahankan karena selain norma dan nilai dalam cerita rakyat juga terkandung pengetahuan lokal, pengetahuan tradisional yang sudah digunakan nenek moyang dalam rangka menopang keberlangsungan hidupnya (Ratna, 2011:92). Namun, di pihak lain muncul keprihatinan terhadap keberadaan sastra daerah yang semakin kritis dan terlupakan sebagai akibat perubahan sosial. 603
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
Cerita rakyat daerah di Indonesia sangat beragam jenis dan isinya. Isi dari cerita rakyat menunjukkan kekayaan rohani dalam bentuk nilai-nilai budaya dan pedoman hidup masyarakat pada masa lampau tentang manusia sebagai pribadi maupun manusia dalam hubungannya dengan alam dan hubungannya dengan tuhan (Seli, 1996:5). Cerita rakyat sebagai bagian dari kebudayaan yang mengandung berbagai gagasan dan makna yang bermanfaat serta merupakan bagian dari sastra lisan. Cerita rakyat diwariskan secara lisan dan turun temurun yang menjadi milik masyarakat tempat asal cerita. Menggali makna yang ada dalam cerita rakyat berarti menggali nilai yang ada dalam cerita khususnya nilai-nilai budaya yang tersimpan dalam sebuah cerita sebagai penguat jati diri bangsa. Suatu sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi yang hidup dalam pikiran masyarakat. Konsepsi-konsepsi tersebut mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Karena itu, suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem-sistem tata kelakuan manusia lain yang tingkatnya lebih konkret, seperti aturan-aturan khusus, hukum dan norma-norma, semuanya juga berpedoman kepada sistem nilai budaya itu (Koentjaraningrat, 2000:25). Cerita rakyat sangat perlu dilestarikan agar masyarakat tetap menerapkan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya sebagai penguat budaya Indonesia. Budaya yang melekat pada nenek moyang sebagai bangsa yang ramah dan santun, mereka juga senang bertutur. Penuturan yang disampaikan secara lisan dimaksudkan untuk menghibur dan mendidik. Zaman dahulu nenek moyang dalam memanfaatkan waktu luang untuk bertutur dan bercerita. Sebenarnya dalam cerita yang dituturkan mengandung nilai dan pesan budaya. Cara yang digunakan nenek moyang tersebut perlu ditiru oleh generasi sekarang agar tetap memperkuat budaya bangsa Indonesia. Nilai Budaya dalam Cerita Rakyat untuk Memperkuat Budaya Indonesia Nilai merupakan suatu konsepsi yang khas milik individu atau suatu kelompok, tentang yang seharusnya diinginkan yang mempengaruhi pilihan yang tersedia dari bentuk-bentuk, cara-cara, dan tujuan-tujuan tindakan(Marzali, 2007:105). Selanjutnya, Bandung (2010: 170) menyatakan nilai adalah suatu konsepsi abstrak yang dianggap baik dan yang amat bernilai dalam hidup, yang menjadi pedoman tertinggi bagi kelakuan dalam kehidupan suatu masyarakat. Sebagai konsepsi, nilai adalah abstrak, sesuatu yang dibangun dan berada di dalam pikiran atau budi, tidak dapat diraba atau dilihat secara langsung. Nilai merupakan modal budaya yang sangat bermanfaat dalam upaya memantapkan jati diri dan karakter bangsa, khususnya generasi muda, terutama dalam kaitannya membentengi kebudayaan daerah dan nasional dari gelombang globalisasi. Nilai yang dibahas dalam makalah ini adalah nilai budaya. Sarwono (2014: 21) mengartikan budaya sebagai kognisi yaitu sebuah sistem informasi dan bermakna khusus, dipakai turun-temurun oleh manusia yang diwariskan secara turun-temurun, yang memungkinkan kelompok orang memenuhi kebutuhan dasarnya untuk bertahan hidup, mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan, serta memperoleh kebermaknaan hidup. Nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakat pendukungnya telah lama telah berakar dalam jiwa mereka. Suatu sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi, yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat. Konsepsi tersebut mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Oleh arena itu, suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem-sistem tata kelakuan manusia yang lain yang tingkatnya lebih konkret, seperti aturan-aturan khusus, hukum, dan norma-norma semuanya berpedoman kepada sistem nilai budaya (Koentjaraningrat, 2000:25). Kebudayaan adalah aspek penting bagi suatu bangsa karena kebudayaan merupakan jati diri bangsa itu sendiri. Peran sastra daerah sangat penting dalam memperkokoh ketahanan budaya bangsa, namun sekarang budaya yang dimiliki bangsa ini mulai terkikis dan terlupakan 604
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
karena dipengaruhi oleh budaya asing serta arus globalisasi. Budaya Indonesia harus selalu menjadi kebanggaan dan harus tetap dipertahankan serta harus diterapkan dalam kehidupan di zaman modern ini. Sastra daerah terutama cerita rakyat memiliki nilai-nilai khusus, yaitu nilai budaya. Nilai budaya dapat menggambarkan hubungan tuhan dengan tuhan yang berwujud dengan manusia dengan perintah tuhan, percaya dengan roh-roh halus, kekuatan gaib, dan roh nenek moyang (Dharmadiharjo dalam Junia, 2010:23). Kebudayaan lain yang bersifat horizontal yaitu hubungan manusia dengan sesamanya dengan wujud saling bekerja sama, kerja keras, kasih sayang, tanggung jawab dan mufakat. Nilai budaya juga berkaitan dengan adat istiadat yang biasanya dihubungkan dengan alam atau lingkungan yang berkaitan dengan benda mati maupun hidup yang ada di sekitar kita baik secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kehidupannya. Nilai-nilai budaya yang ada tersebut tidak terlepas dari etika dan moral Individu yang tercermin dalam cerita rakyat. Sebagai Nilai budaya yang menggambarkan hubungan manusia dengan tuhan tercermin dalam cerita Dayak Kanayatn. Dalam cerita tersebut dikisahkan kehadiran tokoh Si Bangkime yang tetap taat berdoa tuhan sangat mengalami kesulitan di hutan dan ditinggalkan teman-temannya saat pergi mengayau. Bangkime pasrah kepada Tuhan (Jubata) meyakini Tuhan (Jubata) akan menolongnya saat keadaan sulit. Walaupun zaman dahulu manusia belum mengenal agama tetapi manusia mempercayai kuasa tuhan (Selviana: 2012:6 ). Orang Dayak Kanayatn menyebutnya dengan sebutan Jubata akan menolong manusia dalam keadaan sulit, dengan syarat percaya dan pasrah kepada kuasa-Nya. Jubata, bagi orang Dayak Kanayatn merupakan kepercayaan mutlak (sakral). Perwujudan Jubata berupa roh-roh selalu menolong manusia dalam keadaan sulit. Roh tersebut akan membantu manusia dapat berbentuk nyata, berupa binatang atau benda lain yang akan menolong atau menyelamatkan manusia. Adanya kepercayaan manusia terhadap tuhan merupakan nilai budaya dalam cerita rakyat tersebut ditanamkan untuk membentuk karakter agar bersikap dan berperilaku yang lebih baik. Nilai budaya yang tercermin dalam hubungan manusia dengan sesamanya dalam kehidupannya terdapat dalam cerita rakyat tersirat kerja sama. Adanya kerja samater sebuut tidak terlepas dari adanya budaya manusia yang mau bekerja sama dengan orang lain. Hal itu tercermin dalam cerita Ronggolawe yang berasal dari daerah Tuban Provinsi Jawa Timur. Dalam cerita tersebut tercermin kerja sama antara Raden Wijaya, Arya Wiraraja, prajurit, dan putra-putranya untuk mendirikan kerajaan dengan membuka hutan (Sulistyorini: 2011: 259). Pada cerita Legenda Nek Jaraya dan Nek Binaul, mereka yang bekerja sama membuka hutan mangrove di tepi Sungai Samih untuk berladang (Selviana: 2012:8 ). Konsep kerja sama yang terdapat dalam cerita tersebut adalah kerja sama dalam mempertahankan hidup. Bentuk kerja sama yang dilakukan Nek Binawa dan Nek Binaul tidak berhenti pada kegiatan membuka hutan, tetapi juga menyatukan pikiran untuk membuat tempat berladang dan tempat tinggal. Berladang bagi Masyarakat Dayak Kanayatn merupakan bagian dari mata pencaharian. Adanya kerja sama yang dilakukan oleh para tokoh yang ada dalam cerita, maka dapat menanamkan sikap peduli, kebersamaan, dan kekeluargaan. Hal itu dapat menghindari sikap individualitas yang seri dijumpai pada masyarakat sekarang. Budaya yang perlu ditanamkan kepada generasi muda, selain kerja sama, yaitu kerja keras. Dengan adanya kerja keras dapat ditanamkan bahwa untuk memperoleh sesuatu perlu adanya kerja keras. Kerja keras yang dilakukan oleh para tokoh dalam cerita rakyat tercermin pada Legenda Sombher Bhaji (Sulistyorini: 2011: 260). Dalam cerita tersebut diceritakan kerja keras seorang perempuan muda yang tinggal ditepi hutan untuk mencukupi kebutuhannya Ia bekerja keras mencari kayu bakar di hutan. Selain itu, dalam cerita rakyat Kalimantan yang berjudul Batu Menangis menceritakan adanya kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Sang 605
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
ibu bekerja keras untuk membahagiakan anaknya. Kerja keras dan kasih sayang tokoh ibu tersebut mengajarkan bahwa dalam kehidupan itu perlu kerja keras untuk memperoleh suatu yang diinginkan. Nilai budaya yang tercermin dari hubungan manusia dan manusia lainnya adalah tanggung jawab. Tanggung jawab dibuktikan dengan tidak mengabaikan kewajiban. Budaya bertanggung jawab terdapat dalam cerita rakyat Kalimantan yang berjudul Ne’ Ragen dan Ne’Doakng. Cerita tersebut menggambarkan rasa tanggung jawan Ne’ Doakng dalam memberitahukan kematian seorang pemuda kepada keluarganya walaupun Ne’Dokan bukan yang membunuh pemuda tersebut dan Ia sendiri bahkan tidak kenal dengan pemuda itu. Rasa tanggung juga terdapat dalam cerita Ajisaka. Dalam cerita Tersebut dikisahkan Kyai Patih Tengger selalu siap menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagi patih di kerajaan. Adanya sikap tanggung Jawab mencerminkan adanya moral yang baik. Apabila tanggung jawab ini terus menerus ditanamkan sejak dini, maka pertahanan budaya Indonesia akan lebih kokoh. Wujud nilai budaya selanjutnya adalah mufakat. Mufakat dapat diartikan pengambilan keputusan bersama untuk kepentingan bersama. Wujud budaya mufakat terdapat dalam cerita Legenda Bujang Nyangko. Nilai budaya mufakat dalam cerita tersebut terbukti pada saat Kampung Dayakng Gulinatn mengalami fenomena alam yang tidak biasa terjadi. Kejadian tersebut bertepatan dengan lahirnya Bujang Nyangko, yaitu berupa hujan dan petir yang tiada hentinya, membuat warga kampung resah dan ingin membuat suatu ritual agar fenomena alam tersebut dapat berhenti. Warga kampung Dayakng Gilinatn berkumpul untuk melakukan diskusi dan menyepakati serta membentuk kepanitiaan untuk menyelenggarakan ritual Notong. Penjelasan tersebut merupakan bentuk mufakat untuk menghindarkan warga kampung dari bencana yang tidak biasa terjadi. Dengan mufakat menandakan adanya musyawarah yang baik dan teratur demi kepentingan bersama. Nilai budaya juga berkaitan dengan alam atau lingkungan baik benda mati ataupun hidup yang ada di sekitar kita. Wujud nilai budaya yaitu alam menyediakan kebutuhan hidup manusia hal itu tergambar dalam cerita Bujang Nyangko. Wujud dari nilai budaya sangat tampak bahwa alam menyediakan kebutuhan hidup bagi manusia. Saat nyangko diajak berburu oleh ayahnya ke hutan dan rencana jahat ayahnya untuk mencelakai Nyangko. Namun Nyangko merupakan orang yang baik dia tidak akan membunuh hewan yang tidak mengganggu dirinya saat berburu di hutan. Oleh karena itu, saat ayahnya ingin mencelakainya makan Nyangko ditolong oleh raja Tedung (Ular dalam bahasa Dayak) dengan cara memberikan penawar agar tidak diganggu oleh ular lainnya yang berada dalam hutan. Hal tersebut menandakan alam menyediakan kebutuhan hidup manusia. Alam menjadi saksi hidup perbuatan manusia merupakan wujud nilai budaya yang terdapat dalam cerita Legenda Batu Abur. Dalam cerita tersebut dikisahkan Ne’ Minta dan cucunya yang menghadiri pesta atau gawedi Kampung Batu Raya saat itu cucunya meminta daging babi, tetapi warga memberinya Jinton (getah yang sudah diolah setengah jadi). Hal itu diketahui oleh Ne’Minta dan Ia merasa tersinggung serta terhina. Ne’Minta pulang ke rumah dan mendandani seekor kucing agar terlihat lucu dan dibawanya ke acara tersebut, kemudian Ne’Minta dan cucunya meninggalkan kampung Batu Raya. Warga kampung menertawakan kucing yang telah didandani. Tanpa disadari warga yang terhanyut karena tingkah kucing yang lucu dan suasana kampung menjadi suram, mendung, dan petir yang menggelar sehingga kampung tersebut menjadi hancur. Peristiwa dalam cerita tersebut menggambarkan bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan harus adil dan tidak menghina sesama makhluk ciptaannya.
606
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
Akibat dari sikap manusia yang menghina ciptaan Tuhan maka alam akan memberikan teguran dari Tuhan (Jubata, bagi masyarakat Dayak Kanayatn) yang berdampak pada alam yang rusak akibat ketidakserasian antar makhluk ciptaan tuhan di dunia. Budaya menghargai makhluk hidup harus tetap dipertahankan agar tidak terjadi bencana alam yang disebabkan oleh manusia yang tidak bertanggung jawab dengan cara merusak alam tanpa mau melestarikannya. Penutup Penanaman nilai budaya yang luhur kepada generasi muda sangatlah penting sebagai pemahaman tentang bagaimana bersikap dan berperilaku dalam kehidupan. Hal tersebut tidak hanya dipahami tatapi perlu dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Penanaman nilai budaya yang baik tentunya dapat membangun watak, sikap, dan perilaku yang memperkuat budaya bangsa. Pemanfaatan cerita rakyat sangat efektif untuk mengajarkan tentang nilai budaya yang dimiliki bangsa Indonesia kepada generasi muda. Cerita rakyat selain sebagai hiburan terdapat pula suatu ajaran yang bersifat mendidik. Melalui para tokoh dalam ceritanya dapat disampaikan sikap, perilaku, dan tutur kata tokoh yang mencerminkan nilai budaya. Dalam cerita tersebut tercermin adanya nilai-nilai budaya kerja sama, tanggung jawab, cinta kasih, mufakat. Nilai budaya juga berkaitan dengan alam atau lingkungan baik benda mati ataupun hidup yang ada di sekitar kita.
Daftar Pustaka Bandung, A.B. Takko, dkk,. 2010. Nilai-Nilai Luhur I La Galigo: Pelayaran Sawerigading ke Tanah Cina. Makassar: Pusat Kebudayaan Unhas. Danandjaja, James. 1997. Foklor Indonesia: Ilmu Gossip, Dongeng, Dan Lain-Lain. Jakarta: Pustaka Utama Gra iti. Junia, Fitri. 2010. “Nilai-Nilai Buadaya dalam Kumpulan Cerpen Indonesia Terbaik Tahun 2009 Anugrah Sastra Pena Kencana”. Laporan Hasil Penelitan. Pontianak: Universitas Tanjungpura. Koentjaraningrat.2000. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia. Marzali, Amri. 2007. Antropologi dan Pembangunan Indonesia. Jakarta: Kencana. Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Estetika Sastra dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sarwono, Sarlito W. 2014. Psikologi Lintas Budaya. Jakarta: Raja Persindo Persada Seli, Sesilia. 1996. Struktur, Funngsi, dan Nilai Buadaya Dalam Cerita Rakyat Kanayatn” Tesis Magister pada PPs IKIP Bandung: tidak diterbitkan. Selviana, Martono, dan Henny Sanulita. 2012. Nilai Budaya dan Nilai Kepahlawanan dalam Cerita Rakyat Dayak Kanayatn pada Mualatan Lokal Landak.Laporan Hasil Penelitian. Pontianak: Universitas Tanjungura. Sulistyorini, Dwi. 2011. Pembelajaran Sastra Melalui Media Pembelajaran Visual Cerita Bergambar Cerita Rakyat Sebagai Upaya Penanaman Etika Siswa SD di Kabupaten Tulung Agung. Laporan Hasil Penelitian. Malang: Lemlit UM. Tidak diterbitkan.
607