PEMAKAIAN KOSMETIK WAJAH DAN MODIFIKASI TUBUH SEBAGAI PERFORMA IDENTITAS WARIA REMAJA DI JAKARTA
Andi Nur Fa’izah Mashadi Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Kategori feminin dan maskulin sangat melekat dalam masyarakat. Hal ini berpengaruh terhadap penunjukan identitas waria remaja di Jakarta. Untuk mencari nafkah, waria remaja tersebut berusaha menampilkan diri sebagai sosok yang feminin melalui riasan wajah dan modifikasi tubuh. Berkaitan dengan hal itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penunjukan identitas waria remaja melalui pemakaian riasan wajah dan modifikasi tubuh. Untuk mencapai tujuan tersebut, metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Data primer dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan FGD (Focus Group Discussion) terhadap 10 orang waria Sanggar SWARA dan 5 orang informan tetap. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penunjukan identitas melalui pemakaian riasan wajah didasari oleh profesi yang digeluti. Waria pekerja seks menonjolkan riasan wajah yang natural dan tidak berlebihan guna menunjukkan diri yang feminin, layaknya perempuan sedangkan waria pengamen menonjolkan riasan wajah yang norak dan berlebihan sebagai daya jual. Dalam hal modifikasi tubuh, waria mengonsumsi produk hormonal dan non hormonal. Beberapa produk hormonal yang digunakan adalah pil dan suntik untuk keluarga berencana serta hormon suntik. Produk non hormonal yang digunakan, yaitu silikon, suntik vitamin C, dan suntikan pemutih kulit. Berbagai upaya tersebut dilakukan untuk memperoleh tubuh yang feminin layaknya perempuan.
The Use of Cosmetics and Body Modification as Identity Performance by Young Transgenders in Jakarta
Abstract Categories of feminine and masculine are inherent in society. This affects the identity performance among young transgenders in Jakarta. To earn a living, the young transgenders perform themselves as feminine through facial cosmetics and body modification. This study employed qualitative method to collect data. In-depth interviews to 10 young transgenders and FGD (Focus Group Discussion) was conducted at Sanggar SWARA.. The secondary data was obtained through the study of literature. The results indicate that the young transgenders show their identity by using facial cosmetics based on their profession. Transgender sex workers show natural makeup, but not exaggerated in order to show their femininity, like a real woman. Meanwhile, transgenders singers show garish and exaggerated makeup as a selling power. In terms of body modification, young transgenders take hormonal and non-hormonal products. The hormonal products are family planning pills and injections as well as hormonal injection. The non-hormonal products include silicone, injections of vitamin C, and skin whitening injection. Various attempts are made to obtain feminine body like a woman. Keywords: young transgender, identity, feminine, face cosmetics, body modification
1 Pemakaian kosmetik..., Andi Nur Fa'izah Mashadi, FISIP UI, 2013
Pendahuluan Transgender, waria, dan banci adalah istilah yang tak asing lagi didengar. Waria sebenarnya bukanlah bermakna sebagai sebuah orientasi seksual, tetapi lebih mengacu pada label yang melekat karena ketidaksesuaiannya pada perilaku gender yang berlaku (Oetomo, 1996:261). Namun pada kenyataannya, pemaknaan akan waria sangat cair. Waria dapat mengacu pada laki-laki yang tertarik secara seksual terhadap laki-laki maupun laki-laki yang tertarik dengan laki-laki berjiwa feminin (Said, 2013:3). Waria juga bermakna sebagai laki-laki yang merasa memiliki jiwa perempuan dan sebab itulah dirinya mengenakan pakaian perempuan. Akan tetapi penggunaan pakaian perempuan tersebut bukan bermaksud untuk dikatakan sebagai perempuan, melainkan agar nampak seperti waria atau sebagai gender ketiga (Boellstorff, 2004:167). Pada segi profesi, waria identik dengan pekerjaan yang bersifat feminin seperti merias, menyulam, maupun memasak. Boellstroff (2004:165) mengungkapkan, terdapat tiga kelas waria terkait pekerjaannya, yaitu seseorang yang memiliki salon, seseorang yang bekerja di salon, dan seseorang yang bekerja di salon namun biasanya juga bekerja sebagai pekerja seks. Sedangkan aktivitas sosial dan ekonomi yang dikerjakan oleh waria Jakarta adalah salon, perias wajah, perias pengantin, PS (Pekerja Seks), pekerja seni, pemain sinetron, penyanyi atau pengamen jalanan, penari tunggal atau kabaret, pedagang, bidang kesehatan dan sejenisnya (Septiady, 2006:257). Adanya tuntutan pekerjaan maupun pemahaman akan nilai feminitas membuat para waria berpenampilan layaknya perempuan. Mulai dari berdandan hingga memodifikasi tubuh. Biasanya para waria berdandan dengan menggunakan pakaian wanita, rambut palsu panjang, maupun berpayudara. Kemampuan merias wajah tentu menjadi hal utama bagi waria untuk memiliki penampilan semenarik mungkin. Misalnya saja ketika waria akan bekerja untuk mengamen, dirinya cenderung merias wajah bahkan tak jarang pula yang berias dengan tebal. Perlunya ada pengakuan dari rekan sejawat dan masyarakat membuat waria tampil seperti perempuan dan melakukan berbagai cara, termasuk dalam hal modifikasi tubuh. Waria melakukan berbagai cara seperti mengonsumsi zat kimia tertentu maupun operasi. Hal ini tak terlepas dari pengaruh lingkungan yang berada di sekitarnya. Pergaulan antar waria maupun media turut menjadi agen tersosialisasikannya penggunaan zat kimia dan berperan serta dalam proses pengambilan keputusan untuk berpenampilan, baik waria dewasa maupun remaja. Waria pada usia remaja mulai merasa ingin menjadi perempuan sejak masa kecil. Menurut survey yang dilakukan oleh Doorn dan Verschoor, ditemukan bahwa sebesar 22% laki-laki 2 Pemakaian kosmetik..., Andi Nur Fa'izah Mashadi, FISIP UI, 2013
melakukan crossdressing1 sebelum usia 7 tahun dan sebanyak 28% yang melakukan crossdressing setelah usia 12 tahun (Lawrence 2009 dalam Ekasari, 2011:66). Saat masih kecil, waria remaja sudah senang permainan yang biasa dimainkan oleh anak perempuan pada umumnya seperti boneka maupun mengenakan sepatu tinggi milik ibunya yang dijadikan sosok untuk ditiru. Pergulatan untuk menjadi perempuan dirasakan oleh waria remaja dalam hal perilaku, penampilan, serta ketertarikannya dengan laki-laki. Waria remaja yang berada dalam proses pencarian identitas, melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan pengakuan. Salah satunya dengan mengikuti komunitas waria untuk mengakomodir kepentingannya. Dengan mengikuti komunitas tersebut, waria remaja dapat bertemu dengan waria remaja lain yang merasakan pengalaman hidup yang sama (Ekasari, 2011:71). Melalui komunitas, waria remaja dapat berteman dengan waria lain dan melalui sosialisasi tersebut waria remaja mempelajari cara berpenampilan layaknya perempuan. Hal tersebut merupakan bentuk penyesuaian diri dan penonjolan identitas kelompoknya. Berbicara mengenai waria, penelitian-penelitian terdahulu memang sudah banyak dilakukan. Beberapa tema yang biasanya diangkat terkait waria, yaitu isu HIV/AIDS, IMS (Infeksi Menular Seksual), maupun identitas. Oleh sebab itulah perlu dilengkapi penelitian baru tentang penggunaan zat kimia di kalangan waria khususnya pada usia remaja. Buletin Sanggar Waria Remaja menyatakan bahwa permasalahan waria dimulai pada usia remaja. Permasalahan tersebut mencakup pencarian jati diri, dikucilkan, dan stigma buruk. Terkait dengan pencarian jati diri, waria remaja berupaya memperlihatkan identitasnya berdasarkan kategori feminin yang melekat di dalam masyarakat. Agar nampak feminin, waria menunjukkannya melalui tampilan fisik (biologis) maupun perilaku yang feminin. Upaya yang dilakukan oleh waria dalam hal fisik, dapat berupa pemakaian zat kimia untuk merias wajah dan memodifikasi tubuh. Identitas diri tersebut sangat penting bagi waria untuk mengidentifikasi diri dari siapa “kita” dan “bukan kita” atau yang dikenal dengan self dan others. Artinya, waria menunjukkan diri yang feminin untuk membedakan dirinya dengan orang lain dan hal ini dapat ditunjukkan melalui penampilan diri seperti pemakaian riasan wajah dan modifikasi tubuh.
1
Crossdressing adalah tindakan mengenakan pakaian lawan jenis. Misalnya, laki-laki mengenakan pakaian perempuan dan merias diri layaknya perempuan pada umumnya. Akan tetapi, ia masih mengidentifikasi dirinya sebagai laki-laki tulen
3 Pemakaian kosmetik..., Andi Nur Fa'izah Mashadi, FISIP UI, 2013
Berdasarkan permasalahan tersebut, terdapat dua pertanyaan penelitian yang akan dijawab, yaitu: (1) Bagaimana identitas ditunjukkan melalui pemakaian kosmetik wajah? (2) Bagaimana waria melakukan modifikasi tubuh untuk menunjukkan identitasnya? Tinjauan Teoritis Gender merupakan peran seks yang diproyeksikan oleh individu dalam masyarakat (Sterling, 2000:21-22). Perbedaan peran berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan, secara sosial dikategorikan dan bersifat dikotomis. Lorber dan Farrell (1991:14) mengistilahkan gender sebagai “doing” gender yang mengacu pada tindakan seseorang untuk mengekspresikan dirinya sesuai dengan kategori masyarakat terhadap feminitas dan maskulinitas. Artinya, penyesuaian tindakan individu didasari atas adanya kategori seks yang mengacu pada penegasan kategori jenis kelamin dan membuat seseorang melakukan tindakan yang sesuai dengan kategorisasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Perwujudan akan feminitas dan maskulinitas merupakan identitas bagi seseorang untuk dikenal dan hal ini sejalan dengan pernyataan Heritage dalam Lorber & Farrell (1991:23) yang mengungkapkan bahwa seseorang merancang perilaku dan tindakannya agar dikenali. Penunjukan identitas ini, juga sejalan dengan pernyataan Suparlan (2004:25), bahwa identitas merupakan pengakuan terhadap seseorang agar masuk dalam golongan tertentu dan dilakukan atas kumpulan berbagai ciri. Identitas tersebut diperlukan individu dalam interaksi untuk mendapatkan pengakuan ataupun posisi dalam kelompok masyarakat tertentu. Dengan adanya pengakuan posisi tersebut, membuat tiap individu menjalankan perannya sesuai dengan struktur interaksi yang berlangsung. Selain itu penunjukan identitas juga bertujuan untuk mendapatkan perlakuan sesuai dengan identitas yang dimunculkan. Untuk memperoleh identitas dan dikenal, individu memerlukan atribut2. Atribut tersebut merupakan segala sesuatu yang disengaja atau pun tidak terkait dengan fungsinya sebagai identitas (Suparlan, 2004:27). Seperti yang telah diungkapkan oleh Lorber dan Farrell (1991), bahwa individu merancang perilakunya agar masuk dalam kategori laki-laki atau perempuan dan 2 Atribut ini bisa berupa ciri yang menyolok dari benda atau tubuh orang, sifat-sifat seseorang, pola-pola tindakan, atau bahasa yang digunakan...Atribut-atribut diatur atau ditata dan dimanipulasi oleh seorang pelaku untuk menciptakan suatu kesan yang dikenal dan diakui oleh pelaku lainnya dalam interaksi sesuai dengan yang dikehendakinya (Suparlan, 2004:27-28).
4 Pemakaian kosmetik..., Andi Nur Fa'izah Mashadi, FISIP UI, 2013
hal tersebut diwujudkan melalui penunjukan atribut seperti penampilan dan bentuk tubuh. Artinya, individu memiliki pengetahuan konsepsi tubuh terkait dengan kategori feminin dan maskulin. Tubuh merupakan struktur atau fisik dari manusia yang tidak hanya berkaitan dengan organ fisik semata, tetapi juga berhubungan dengan struktur sosial dalam kelompok masyarakat serta memiliki fungsi dan peran tertentu. Tubuh yang dimaksud dapat berupa bentuk, ukuran, serta penampilan dan menjadi cara individu untuk berkomunikasi serta menunjukkan posisinya dalam masyarakat (Helman, 1984:7). Berbicara tentang tubuh, hal ini juga berkaitan dengan konsep citra tubuh. Citra tubuh merupakan pemahaman dan perasaan seseorang terhadap tubuhnya. Citra tubuh juga digunakan untuk menjelaskan konseptualisasi dan pengalaman individu terhadap tubuhnya (Helman, 1984:7). Citra tubuh merujuk pada representasi kolektif dan individu yang memberikan kenyamanan terhadap tubuhnya dalam hubungannya dengan lingkungan, termasuk persepsi internal dan eksternal, ingatan, efektivitas, kognisi, dan aksi (Huges & Lock: 1987). Konsepsi individu terhadap tubuh mengarahkannya untuk tampil ideal melalui modifikasi tubuh maupun manipulasi. Modifikasi tubuh merupakan perubahan bentuk yang dilakukan oleh individu terhadap tubuhnya secara permanen. Dapat dikatakan bahwa modifikasi merupakan sebuah perubahan yang sifatnya permanen dan ditujukan untuk menunjukkan identitas. Sementara manipulasi merupakan bentuk samaran terhadap diri tanpa harus melakukan perubahan secara permanen terhadap tubuh. Untuk menunjang modifikasi maupun manipulasi tersebut, individu menggunakan produk tertentu yang dianggap mampu memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan. Penggunaan produk dilatarbelakangi oleh pemahaman individu terhadap sebuah kemanjuran. Kemanjuran merupakan kemampuan untuk memengaruhi dunia nyata dalam mengamati beberapa cara untuk memberikan beragam hasil terhadap aktor di mana aktor tersebut telah melakukan antisipasi. Definisi tersebut mencakup harapan terhadap apa yang harus terjadi dan ekspektasi terhadap apa yang akan terjadi (Young dalam Waldram, 2000:606). Artinya, seseorang memiliki harapan terhadap sesuatu yang akan terjadi setelah menggunakan produk tertentu. Harapan tersebut menunjukkan bahwa seseorang percaya terhadap produk yang ia gunakan dan hal ini tak lepas dari adanya seperangkat kesan yang dibuat secara sosial terhadap kemanjuran. Menurut Whyte, van der Geest, dan Hardon (2002:31), produk secara sosial dianggap manjur karena adanya seprangkat 5 Pemakaian kosmetik..., Andi Nur Fa'izah Mashadi, FISIP UI, 2013
kesan yang dibangun oleh masyarakat. Pemahaman terhadap kemanjuran tersebut juga diberi dengan istilah “cocok”. Cocok mengacu pada sukses tidaknya pengobatan yang dilakukan dan menjadi petunjuk untuk pengobatan di masa mendatang.3 Dengan demikian, pemakaian produk tertentu dilatarbelakangi oleh adanya harapan dan keyakinan terhadap kemanjuran dan hal tersebut tak lepas dari seperangkat kesan dan ide yang telah dibangun oleh masyarakat. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari data sekunder dan primer. Data sekunder diperoleh melalui sumber literatur seperti jurnal maupun artikel. Data primer diperoleh melalui FGD (Focus Group Discussion) dan wawancara mendalam terhadap informan selama 6 bulan, yaitu dari bulan Desember 2012 hingga Mei 2013. Penelitian dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap waria remaja di Sanggar SWARA. Sanggar ini berlokasi di Jalan Pisangan Baru Timur III nomor 04, Matraman, Jakarta Timur, dengan cakupan wilayah kerja provinsi DKI Jakarta. Wawancara dilakukan setelah kegiatan Transchool (Transgender School) dan mengacu pada pedoman wawancara. Peran Sanggar SWARA dalam hal ini merupakan jembatan bagi peneliti untuk memperoleh informan. Waria remaja yang difokuskan sebagai informan dalam penelitian ini adalah mereka yang bekerja malam sebagai pekerja seks maupun pengamen dengan usia remaja sekitar 15-24 tahun berdasarkan UN Convention. Wawancara yang mengacu pada pedoman wawancara tersebut, ditujukan pada 10 orang informan untuk memperoleh informasi produk dan tema yang muncul. Setelah tema diperoleh, barulah peneliti menindaklanjuti wawancara terhadap 5 orang informan. Kelima informan dipilih berdasarkan kriteria profesi, seperti pengamen, PS, maupun informan yang bekerja sebagai pengamen dan PS. Bagi informan yang telah setuju untuk diwawancara tapi tidak sempat diwawancara pada saat kegiatan Transchool, maka peneliti melakukan perjanjian terhadap informan untuk bertemu di tempat tinggal informan. Peneliti sengaja bertemu di tempat informan agar suasana terasa lebih akrab dan informan itu sendiri merasa nyaman. Waktu wawancara peneliti dengan informan umumnya dilakukan ketika siang hingga sore hari karena informan harus bekerja pada saat petang. 3
Konsep cocok dalam tulisan Whyte, Geest, dan Hardon (2002:33) mengacu pada penelitian yang dilakukan di Manila terkait dengan terapi Hiyang
6 Pemakaian kosmetik..., Andi Nur Fa'izah Mashadi, FISIP UI, 2013
Dalam hal FGD, kegiatan dilakukan di Sanggar SWARA dan dihadiri oleh 7 orang waria remaja usia 15-24 tahun. Selama kegiatan berlangsung dilakukan perekaman, notulensi, serta dokumentasi. Kegiatan ini dilakukan untuk cross-check informasi produk yang digunakan oleh kalangan waria remaja4. Kosmetik wajah: Kepercayaan diri, Atribut, dan Penunjang Profesi Dalam kehidupan waria, dandan sering disebut dengan istilah dendong. Dendong merupakan hal penting bagi waria. Ada beberapa alasan yang membuat waria dendong, misalnya tuntutan pekerjaan maupun ingin tampil maksimal. Dendong menjadi penting karena hal tersebut menjadi daya jual dan modal yang dimiliki oleh waria (Septiady, 2006:195). Terkait dengan riasan wajah, terdapat beberapa alat kosmetik yang biasanya digunakan oleh waria. Beberapa di antaranya adalah bedak, foundation, pensil alis, eyeliner, blush on, maupun lisptik. Produk yang lebih diperdalam, yaitu foundation, bedak, dan produk perawatan kulit wajah. Riasan wajah seperti foundation maupun bedak amatlah penting bagi waria. Hal tersebut digunakan sebagai penunjang penampilan dan sumber kepercayaan diri. Bagi waria yang berprofesi sebagai pengamen, riasan wajah diperlukan agar tetap tampil menarik, tidak terllihat pucat, serta menjadi sumber kepercayaan diri saat bernyanyi. Kosmetik wajah juga menjadi sebuah alat penunjang bagi waria PS untuk melego dirinya di depan tamu. Pemakaian riasan wajah tersebut juga mampu memberikan dampak secara psikis kepada waria, seperti rasa percaya diri. Upaya yang dilakukan demi kecantikan atau yang disebut juga dengan “beauty work” tidak hanya berhubungan dengan fisik seseorang, tetapi juga terhadap jiwanya (Edmonds dan van deer Geest, 2009:23)5. Dengan demikian, riasan wajah menjadi alat penunjang bagi waria dalam memperoleh rasa bangga dan percaya diri pada saat akan bekerja, baik PS maupun pengamen. Waria yang memiliki profesi sebagai PS maupun pengamen memiliki perbedaan dalam hal riasan wajah. Waria yang berprofesi sebagai PS, menjaga pengampilan agar mereka tetap dapat menarik tamu. Dari segi riasan wajah, waria PS memiliki riasan wajah yang tampak lebih natural, 4
Interviu yang mengacu pada pedoman wawancara telah dilakukan terhadap 10 orang waria remaja. Melalui interviu tersebut, diperoleh informasi mengenai produk dan tema. Kegiatan FGD bertujuan untuk mengetahui produk yang digunakan oleh informan juga dipakai oleh waria remaja lainnya. 5
Alexander Edmonds dalam tulisannya berjudul “Beauty, health and risk in Brazilian plastic surgery” mengambil contoh kasus terhadap tindakan operasi plastik. Dalam tulisan tersebut mengungkapkan bahwa operasi plastik tidak hanya berada dalam ranah fisik saja, tetapi juga terhadap jiwa pasien seperti rasa bangga.
7 Pemakaian kosmetik..., Andi Nur Fa'izah Mashadi, FISIP UI, 2013
tidak tebal, dan tidak medok6 untuk memberi kesan kepada tamu bahwa riasan mereka layaknya perempuan tulen. Riasan wajah yang biasanya digunakan oleh waria PS, yaitu foundation, bedak, lipstik, eyeshadow, eyeliner, pensil alis, blush on, dan bulu mata palsu. Pemakaian alat kosmetik tersebut juga tidak terlalu mencolok dan cenderung tipis. Oleh sebab itu seringkali waria yang bekerja sebagai PS mengatakan bahwa dirinya tidak medok saat merias wajah ketika mangkal7. Dengan riasan wajah yang lebih natural, maka dirinya akan merasa seperti perempuan dan hal tersebutlah yang menjadi daya jual di depan para tamu. Wajah mempunyai peran terhadap persepsi individu maupun kelompok terkait dengan kecantikan (Synnott, 1993). Waria yang bekerja sebagai PS memiliki persepsi bahwa waria yang menggunakan riasan wajah alami akan terlihat kecantikannya menyerupai perempuan dan hal tersebutlah yang menjadi daya jual sebagai PS. Riasan wajah yang tidak tebal merupakan atribut yang digunakan oleh waria PS untuk menunjukkan identitasnya. identitas bertujuan untuk mendapatkan pengakuan dan memperkenalkan dirinya. Dalam hal ini, waria PS menggunakan riasan wajah yang natural untuk menampakkan riasan wajah layaknya perempuan serta menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang PS. Perwujudan waria PS dengan menonjolkan riasan wajah yang lebih natural, merupakan bentuk ekspresi terhadap kategori yang telah dibuat oleh masyarakat terhadap feminitas. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Lorber dan Farrell (1991:14), bahwa tindakan seseorang dalam mengekspresikan dirinya disesuaikan dengan kategori masyarakat terhadap feminitas dan maskulinitas. Artinya, waria PS memiliki pengetahuan terhadap kategorisasi yang telah dibuat oleh masyarakat untuk berpenampilan layaknya perempuan melalui pemakaian riasan wajah (bedak, foundation, maupun kosmetik wajah lainnya) yang lebih natural dan tidak mencolok. Apabila waria PS lebih menunjukkan riasan wajah yang natural, waria pengamen justru menonjolkan riasan wajah yang menor dan medok. Waria pengamen merias wajah dengan pemakaian yang tebal mulai dari pemakaian foundation, bedak, blash on, lisptik, hingga bulu mata palsu. Tidak hanya sekadar riasan, penampilannya juga dibuat lebih ramai dan norak. Hal yang menjadi daya jual waria pengamen adalah kelucuan dan segi penghiburan yang akhirnya menuntut waria untuk memakai riasan wajah yang tebal, medok, dan penampilan yang heboh. Utamanya saat 6
Bagi waria, istilah medok mengacu pada riasan wajah yang mencolok dan tebal
7
Mangkal, mejeng, ataupun nyebong merupakan istilah di kalangan waria yang berarti menjual diri atau menjajakan seks
8 Pemakaian kosmetik..., Andi Nur Fa'izah Mashadi, FISIP UI, 2013
siang hari, dengan riasan wajah yang tebal maka waria pengamen akan terlihat lebih menonjol. Penampilan yang norak dan heboh tersebut juga didukung dengan pernak pernik seperti bando ataupun perhiasan lainnya. Upaya tersebut diakui sebagai modal utama bagi waria pengamen untuk menarik perhatian warga sekitar. Untuk penggunaan alat kosmetik wajah merek tertentu sebenernya relatif sama dengan waria PS, namun perbedaannya terletak pada tebal tidaknya riasan wajah. Selain tata rias wajah, terdapat hal penting lainnya agar kondisi kulit wajah tetap terawat. Agar kulit wajah tetap terjaga, digunakanlah berbagai produk kecantikan wajah yang bertujuan untuk merawat kulit wajah. Beberapa di antaranya seperti lulur, krim pencuci wajah (facial wash), maupun produk dalam bentuk cair yang bertujuan untuk merawat kulit wajah. Produk pencuci muka yang digunakan oleh waria, yaitu seperti Biore dan Ponds. Produk tersebut digunakan agar kulit wajah terasa bersih dan kesat. Produk perawatan kulit wajah lainnya yang digunakan, yaitu dalam bentuk krim maupun cair yang digunakan pada waktu tertentu, seperti pagi, siang, maupun malam. Beberapa produk yang digunakan oleh waria, di antaranya adalah Tje Fuk, Dokter era 27, RDL, Krim 66, Krim Dokter, Kelly, Homesnow, Kozui, maupun Dokter Pure. Produk-produk tersebut diketahui waria dari teman satu profesi, iklan, maupun waria senior atau yang dikenal dengan emak. Kriteria produk yang berkhasiat bagi waria adalah produk yang dapat menyamarkan jerawat dan vlek, mampu bertahan di wajah pada waktu yang lama, menghilangkan jerawat, mencerahkan, memutihkan, menyerap minyak, serta membuat kulit kesat dan bersih. Kekhasiatan tersebut dirasakan oleh waria karena adanya ekspektasi terhadap produk yang telah digunakan (Waldram, 2006:606). Pemakaian produk tertentu untuk menghasilkan warna kulit yang diharapkan dilatarbelakangi oleh beberapa hal, seperti sosok emak, artis idola, maupun orang kerbebangsaan Cina dan Korea. Bagi waria, selain ekspektasi akan warna kulit yang dihasilkan, kecepatan terhadap efek produk juga turut menjadi indikator kuat tidaknya produk perawatan wajah (Tan, 1994:73). Sebab itulah waria turut berganti produk guna mendapat efek yang dirasa cocok. Terkait dengan perawatan wajah, penghilangan rambut pada bagian tertentu juga merupakan hal yang penting bagi waria. Kumis dan jenggot biasanya dicabut ataupun dicukur. Selain kumis dan jenggot, waria juga mencukur rambut di sekitar ketiak dan kaki. Berdasarkan hasil FGD, umumnya waria mencukur rambut menggunakan alat cukur untuk mendapatkan hasil yang instan. Waria memilih menggunakan alat cukur karena dirasa lebih murah dalam pemakaiannya. Hal yang nampak di sini, waria berusaha menunjukkan kaki yang mulus tanpa rambut di sekitar kaki. Waria ingin menunjukkan kemulusan kaki layaknya perempuan dan cara tersebutlah yang menjadi jalan 9 Pemakaian kosmetik..., Andi Nur Fa'izah Mashadi, FISIP UI, 2013
bagi waria untuk menunjukkan sisi femininnya secara fisik. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa penunjukan kaki mulus terbebas dari bulu serta penghilangan kumis dan jenggot menjadi salah satu atribut bagi waria untuk menunjukkan identitasnya.
KB dan Hormon: Modifikasi tubuh dan Identitas Menurut Koeswinarno (2004:58), tubuh merupakan alat penting dalam identifikasi sosial dan waria berusaha menghadirkan citra tubuhnya seperti perempuan secara biologis. Upaya mengubah tubuh secara biologis tersebut didasari akan adanya realitas bahwa ciri tubuh mereka secara biologis adalah laki-laki, sementara waria memandang dunianya sebagai perempuan. Hadirnya pandangan tersebut membuat waria memodifikasi tubuhnya dengan beberapa cara, yaitu melalui pemakaian KB maupun hormon suntik. Metode pemakaian KB pada kalangan waria dilakukan baik dalam pil maupun suntik. Pil KB yang dikonsumsi waria pun beragam. Ada yang menelan 2 hingga 8 butir per hari dan hal tersebut diharapkan mampu memberikan efek yang cepat pada tubuh. Efek yang dihasilkan, yaitu tumbuhnya payudara, kulit halus, serta urat tidak menonjol. Meskipun efek yang dihasilkan sesuai dengan apa yang diharapkan, namun pil KB juga memberikan efek samping pada waria seperti pusing, perut kembung, rasa ingin tidur terus menerus, mual, dan sensitif. Bagi waria, efek samping yang membuat suasana hati tak menentu serta rasa sensitif yang berlebihan membuat dirinya seperti perempuan. Artinya, menjadi feminin tidak hanya tampak pada tubuh semata, tetapi juga dalam pembawaan sifat yang sensitif. Berbeda halnya dengan KB suntik. Biasanya waria menyuntiknya langsung ke bidan dengan intensitas sekali dalam dua minggu. Efek yang dihasilkan juga lebih cepat dibanding konsumsi pil. Dalam kurun waktu 5 hari setelah suntik efek yang diharapkan langsung terlihat, seperti kulit lembut, pundak mengecil, otot tidak timbul, pinggang membesar, payudara tumbuh secara natural, dan paha melebar. Untuk menghasilkan efek yang maksimal, waria juga mengonsumsi pil Diane agar payudara lebih kencang dan tahan lama serta kulit yang halus. Penggunaan KB suntik yang dilakukan oleh waria diharapkan dapat mengubah bentuk tubuh layaknya perempuan. Dengan menggunakan KB suntik, waria merasa seperti perempuan meskipun tanpa menggunakan riasan wajah. Suntik KB dirasa mampu membentuk tubuh seperti perempuan dan melalui kontrasepsi itulah waria memperoleh identitasnya sebagai perempuan secara fisik. 10 Pemakaian kosmetik..., Andi Nur Fa'izah Mashadi, FISIP UI, 2013
Waria ingin mendapat pengakuan sebagai sosok yang tetap terlihat seperti perempuan meski tidak merias wajah dan cara tersebutlah yang membuat dirinya (self) berbeda dengan others. Dalam hal ini, identitas memberikan gagasan ‘siapa kita’ dan yang bukan tergolong dalam ‘kelompok kita’ (Refianti, 2009:10). Artinya, pemakaian suntik KB dengan tujuan memodifikasi tubuh memberikan gagasan tentang ‘siapa kita’. Bagi waria, efek samping yang dirasakan saat menggunakan KB suntik maupun pil adalah sebuah kewajaran yang dialami sebelum efek benar-benar bekerja dengan baik. Menurut Etkin (1994:17), efek samping dari mengonsumsi obat adalah sebuah konsekuensi. Artinya, efek samping KB seperti lemas, demam, badan panas, dan tekanan darah tinggi menjadi sebuah konsekuensi yang harus dihadapi sebelum efek positif benar-benar bekerja. Etkin dalam Tan (1994:73) mengungkapkan, efek samping yang dirasakan seseorang merupakan perwujudan dari kemanjuran sebuah zat kimia. Efek samping yang dirasakan waria tersebut menjadi perwujudan kemanjuran terkait pemakaian KB. Salah satu tujuan waria untuk menggunakan KB, yaitu membentuk payudara layaknya perempuan pada umumnya. Melalui konsumsi pil KB maka payudaranya akan tumbuh dengan beberapa tahapan. Pertama-tama, payudara akan memiliki mangkuk dan lama kelamaan akan timbul rasa sakit di bagian puting dan saat payudara dipegang, akan ada tonjolan layaknya gumpalan. Hingga kemudian, gumpalan tersebut akan pecah dan menyebar dan membuat payudara lembek dan terbentuk layaknya payudara perempuan usia 10 tahun. Pada dasarnya, pertumbuhan payudara menggunakan KB tidak akan sebesar seseorang yang menggunakan silikon. Ukuran payudara dengan mengonsumsi KB akan menghasilkan ukuran seperti anak perempuan berumur 10 tahun. Ukuran tersebut adalah ukuran maksimal dan tak akan tumbuh lebih besar. Cara lain yang dilakukan waria untuk tampak feminin, yaitu melalui pemakaian hormon suntik. Hormon yang memang tidak diperjual belikan secara bebas tersebut, diperoleh waria dari teman yang memang memiliki akses ke luar negeri. Hormon tersebut didapat dari seorang waria yang sering bepergian ke luar negeri maupun memiliki kenalan di luar negeri sehingga barang tinggal dipasok dan beberapa produk yang diperjualbelikan adalah Duoton dan Primarine. Tujuan waria menggunakan hormon, yaitu untuk memperlambat pertumbuhan bulu dan melembutkan payudara. Meski demikian, pemakaian hormon tetap memberikan efek samping terhadap waria seperti pegal-pegal.
11 Pemakaian kosmetik..., Andi Nur Fa'izah Mashadi, FISIP UI, 2013
Selain efek samping yang telah disebutkan sebelumnya, baik KB maupun hormon suntik juga memberikan dampak terhadap penurunan libido. Artinya, apabila KB dan hormon suntik digunakan oleh kaum waria maka ereksi akan sulit terjadi. Bagi waria PS, terjadinya ereksi dapat menjadi penghambat maupun pendukung saat bekerja. Waria PS beranggapan, wajah yang cantik dan memiliki kentong adalah hal unik dan itulah yang menjadi daya jual. Keunikan tersebutlah yang menjadi atribut bagi waria untuk dikenal dan diakui. Berwajah cantik namun memiliki penis merupakan atribut yang ingin dimunculkan oleh waria untuk membedakan dirinya dengan orang lain (antara self dengan others) dan hal tersebutlah yang menjadi identitasnya sebagai waria PS. Akan tetapi ada juga yang menjadikan penurunan libido sebagai pendukung untuk menunjukkan diri yang feminin. Tidak melakukan ejakulasi, tidak agresif, dan pasrah merupakan cara yang ditonjolkan untuk memosisikan diri sebagai perempuan. Artinya, identitas yang dimunculkan di hadapan temong adalah kepasrahan perempuan dan tidak agresif. Lorber dan Farrell (1991:21-22) mengatakan, ada hal yang disebut sebagai perilaku normatif gender, yaitu seseorang berperilaku layaknya perempuan agar disebut sebagai perempuan. Dengan bersikap pasrah dan tidak agresif, menunjukkan bahwa feminitas tidak sekedar terhenti pada modifikasi tubuh saja, tetapi juga melalui sikap dan perilaku yang ditunjukkannya.
Produk Non Hormonal: Tampak feminin, kesenangan, dan penunjang profesi Selain produk hormonal, waria juga menggunakan produk non hormonal. Dalam hal silikon, beberapa bagian tubuh yang dibentuk adalah
pipi, dagu, hidung, payudara, serta bokong.
Koeswinarno (2004:59) mengungkapkan, beberapa bagian tubuh waria yang sering kali mengalami pembongkaran, yaitu dagu, pipi, payudara, hidung, atau bokong dan rekonstruksi bagian tubuh tersebut dilakukan untuk memperindah penampilan serta upaya dalam mengidentifikasi diri waria sebagai perempuan. Tidak hanya silikon, ada juga yang melakukan suntik vitamin C untuk meningkatkan daya tahan tubuh serta membuat kulit cerah. Suntik ini dapat diperoleh dengan biaya sekitar Rp 30.000 hingga Rp 50.000 untuk satu ampul dan upah suntik ke bidan sekitar Rp 25.000 RP 30.000. Produk lainnya yang digunakan adalah suntik putih8 merek Laroscorbine9 yang dapat 8
Suntik putih merupakan produk yang digunakan untuk memutihkan kulit. Biasanya, produk ini disuntikkan pada pembuluh darah. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan suntik putih, yaitu kulit tampak putih secara menyeluruh pada seluruh tubuh 9
Laroscorbine merupakan produk yang mampu memperbaiki sel kulit rusak, meningkatkan rona dan tekstur kulit, meningkatkan kekebalan tubuh, membantu pemulihan setelah sakit, dan menambah kelembaban dan elastisitas kulit
12 Pemakaian kosmetik..., Andi Nur Fa'izah Mashadi, FISIP UI, 2013
diperoleh dari seorang teman yang mendapatkan stok barang langsung dari pabrik di Thailand. Biaya yang harus dikeluarkan untuk suntik putih ke bidan, yaitu sekitar Rp 150.000 dan untuk biaya cairan suntik putih itu sendiri sekitar Rp 300.000. Laroscorbine dapat membuat kulit menjadi cerah dan efek yang diberikan juga tergolong cepat. Akan tetapi harga Laroscorbine tergolong mahal dan sangat jarang waria menggunakannya. Produk non hormonal lainnya yang dikonsumsi waria, yaitu Tramadol10. Umumnya Tramadol dikonsumsi oleh waria yang berprofesi sebagai pengamen untuk meningkatkan daya kerja tubuh. Biasanya, waria yang berprofesi sebagai pengamen menenggak minuman keras terlebih dahulu hingga mabuk dan barulah bekerja. Biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli pil tersebut, yaitu sekitar Rp 5.000 (berisi 10 butir). Setiap mengamen, jumlah pil yang ditenggak biasanya sekitar 10 butir (5 butir siang dan 5 butir malam). Sensasi yang dirasakan pertama-tama adalah jantung berdebar dan tubuh berkeringat. Rasa percaya diri pun juga memuncak dan membuat diri ingin bergoyang. Selain itu, efek lain yang dirasakan adalah berkurangnya nafsu makan sehingga membuat tubuh kurus. Waria juga menggunakan shabu-shabu untuk menunjang profesinya. Biasanya, shabu-shabu digunakan oleh waria PS untuk meningkatkan stamina saat berhadapan dengan tamu. Efek setelah menghirup shabu, tenaga terasa lebih kuat, tak ada rasa lelah, dan bersemangat selama bertemu tamu. Akan tetapi, efek setelah mengonsumsi shabu di pagi harinya, yaitu badan terasa lemas diselimuti rasa kantuk. Selain shabu, ada pula waria yang mengonsumsi Inex. Inex dikonsumsi ketika berada di diskotek untuk membuat tubuh terasa lebih rileks. Efek yang dirasakan, yaitu kepala pusing dan mual apabila tidak mendengar musik dengan suara keras layaknya di diskotek, mata seperti naik turun, dan suara menjadi lebih lembut. Biasanya, Inex diperoleh di diskotek dengan kisaran harga 300.000-400.000 dan digunakan untuk kesenangan dan melepas penat setelah bekerja. Tidak hanya Inex, waria juga mengonsumsi Happy Five. Happy Five adalah salah satu jenis narkoba yang dapat diperoleh dari seorang teman dengan harga sekitar 150.000 di diskotek. Bagi waria, Happy Five digunakan sebagai dopping dan efek yang dirasakan saat mengonsumsinya adalah suasana hati senang dan ingin terus tertawa, tubuh seperti melayang, tenaga bertambah, 10
Secara medis, Tramadol digunakan untuk mengobati dan mencegah nyeri sedang hingga berat. Jenis nyeri yang dimaksud, berupa nyeri akut dan nyeri pasca bedah. Efek samping yang dapat ditimbulkan dengan mengonsumsi Tramadol adalah rasa mual, muntah, dispepsia (gangguan perut seperti nafsu makan menurun, sembelit, diare, perut kembung), lelah, sedasi (meringankan rasa cemas), pusing, pruritus (gatal-gatal), berkeringat, kulit kemerahan, mulut kering, dan sakit kepala. Berdasarkan website: http://www.dexa-medica.com (website resmi produk Tramadol) mengungkapkan, efek samping berupa ketergantungan sangat jarang terjadi
13 Pemakaian kosmetik..., Andi Nur Fa'izah Mashadi, FISIP UI, 2013
perasaan diri santai dan tenang. Keuntungan yang dirasakan waria ketika mengonsumsi Happy Five, yaitu tamu kian bertambah karena bawaan diri yang santai dan murah senyum, sehingga tamu menjadi nyaman padanya. Dengan demikian, shabu, Inex maupun Happy Five memiliki perbedaan dalam hal tujuan pemakaian. Inex digunakan untuk kesenangan saat berada di dalam diskotek dan menikmati riuhnya musik sementara shabu dan Happy Five digunakan sebagai dopping untuk menciptakan suasana hati yang santai serta senang saat berhadapan dengan tamu. Pemakaian zat non hormonal yang digunakan oleh waria merupakan cara untuk menunjukkan diri yang feminin sekaligus menjadi penunjang profesi dan kesenangan jiwa. Seperti yang telah diungkapkan oleh Koeswinarno (2004:58), waria melakukan rekonstruksi tubuh dengan ciri-ciri biologis agar menyerupai perempuan. Modifikasi tubuh dilakukan oleh seseorang agar untuk menunjukkan identitasnya dan dalam hal ini, waria mengidentifikasi dirinya sebagai perempuan dengan melakukan modifikasi pada bagian tubuh tertentu. Melihat pernyataan Lemma (2010:8), bahwa tubuh merupakan salah satu alat komunikasi dan bentuk interaksi antara individu dengan orang lain, artinya modifikasi tubuh yang dilakukan oleh waria merupakan bentuk komunikasi penunjukan identitas yang diperoleh melalui interaksi, baik antar teman maupun emak.
Kesimpulan Pencarian jati diri merupakan salah satu permasalahan waria remaja dan untuk mengakomodir kepentingannya, waria berusaha mencari komunitas. Melalui komunitas itulah waria kemudian bertemu dengan teman maupun waria senior yang dianggap memiliki rasa senasib sepenanggungan. Teman dan waria senior pada akhirnya menjadi figur bagi waria dalam berpenampilan. Tidak hanya itu, adanya kategori feminin yang tegas dalam masyarakat turut mempengaruhi waria untuk menampilkan dirinya sefeminin mungkin. Agar terlihat feminin, waria menggunakan pengetahuannya terkait konsepsi tubuh melalui dua hal, yaitu pemakaian riasan wajah dan modifikasi tubuh. Pertama, riasan wajah melalui pemakaian kosmetik. Ada dua jenis profesi yang dapat dibedakan berdasarkan riasan wajah, yaitu waria PS dan pengamen. Waria PS lebih menampilkan sisi feminin dengan menggunakan kosmetik wajah yang natural dan tidak berlebihan. Pemakaian kosmetik yang tidak menonjol dan lebih tipis, menunjukkan sisi feminin layaknya perempuan pada umumnya. Melalui riasan wajah yang natural, waria PS memperoleh daya jualnya di depan para 14 Pemakaian kosmetik..., Andi Nur Fa'izah Mashadi, FISIP UI, 2013
temong. Berbeda halnya dengan waria pengamen, riasan wajah yang norak dan menonjol merupakan daya jual. Dengan demikian, penunjukan riasan wajah di kalangan waria memiliki perbedaan berdasarkan profesi sekaligus sebagai performa identitasnya. Kedua, dalam hal modifikasi tubuh. Beberapa cara yang dilakukan waria untuk memodifikasi tubuh, yaitu melalui pemakaian produk hormonal maupun non hormonal. Produk hormonal yang dikonsumsi, yaitu KB (pil dan suntik) dan hormon suntik. Hal tersebut dilakukan untuk membentuk diri yang feminin. Produk hormonal yang digunakan waria berperan sebagai penunjang profesi maupun penunjukan identitas sebagai sosok yang feminin sementara zat non hormonal digunakan sebagai penunjang profesi dan kesenangan jiwa. Penampilan yang ditonjolkan oleh waria merupakan upaya untuk memperoleh diri yang feminin sekaligus identifikasi terhadap profesi yang digeluti. Riasan wajah yang digunakan oleh waria pengamen maupun PS merupakan atribut untuk menunjang waria saat bekerja, sedangkan modifikasi tubuh dilakukan agar diakui feminitasnya. Dengan demikian, waria memakai kosmetik wajah dan modifikasi tubuh sebagai performa identitasnya.
15 Pemakaian kosmetik..., Andi Nur Fa'izah Mashadi, FISIP UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Adlin, A. 2006
Menggeledah Hasrat: Sebuah Pendekatan Multi Perspektif. Yogyakarta: Jalasutra.
Agusyanto, R. 2010 Fenomena Dunia Mengecil. Jakarta: Institut Antropologi Indonesia. Aningtias, V. K. 2002 Nilai-Nilai Feminin Dalam Konsep Diri Waria: Studi Kasus Terhadap Tiga Waria Jakarta. Skripsi Sarjana tidak diterbitkan. Depok: Universitas Indonesia. Boellstroff, T. 2004 ‘Playing back the nation: Waria, Indonesian transvestites’. Cultural Anthropology 19(2):159-195. Edmonds, A. dan S. van der Geest. 2009 Medische Antropologie: Beauty & Health 2. Amsterdam: University of Amsterdam. Ekasari, M. F. 2011 Studi Fenomenologi: Pengalaman Waria Remaja dalam Menjalani Masa Puber di Wilayah DKI Jakarta. Tesis Magister tidak diterbitkan. Depok: Universitas Indonesia. Fausto-Sterling, A. 2000 ‘The Five Sexes Revisited’, The Sciences (July/August): 18-23. Hartanti, A. 2012
Helman, C. 1984
Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Infeksi Sifilis pada populasi Transgender Waria di 5 Kota Besar di Indonesia = Factors Associated with Incidence of Syphilis among Transvestite (Waria) Population in Indonesia. Tesis Magister tidak diterbitkan. Depok: Universitas Indonesia. Culture, Health, and illness. Bristol: Wright.
Huges, Nancy Scheper & Margaret M. Lock. 1987 The Mindful Body: A Prolegomenon To Future Work In Medical Anthropology. Medical Anthropology Quarterly 1(1): 6-41. Kartono, K. 1992
Psikologi Wanita Jilid 1: Mengenal Gadis Remaja dan Wanita Dewasa. Bandung: Mandar Maju.
16 Pemakaian kosmetik..., Andi Nur Fa'izah Mashadi, FISIP UI, 2013
Koeswinarno. 2004 Hidup Sebagai Waria. Yogyakarta: Lkis. Lemma, A. 2010
Under The Skin: A Psychoanalytic Study of Body Modifcation. New York: Routledge.
Lorber, J. dan S. A.Farrel. 1991 The Social Construction of Gender. California: SAGE Publication. Morgan, David L. 1988 Focus Groups As Qualitative Research. London: Sage Publications. Oetomo, D. 1996
‘Gender and Sexual Orientation in Indonesia’, dalam Laurie J.Sears (ed.), Fantasizing the Feminine in Indonesia. Durham and London: Duke University. Hlm. 259-269.
Pitts, Victoria L. 2003 In the Flesh: The Cultural Politics of Body Modification. New York: Palgrave Macmillan. Prabasmoro, A. P. 2003 Becoming White: Representasi Ras, Kelas, Feminitas Dan Globalitas Dalam Iklan Sabun. Yogjakarta: Jalasutra. Purwarini, Y. 2010 Hubungan Pencarian Pengobatan Infeksi Menular Seksual Dengan Penggunaan Kondom Pada Pekerja Seks Komersial Waria Di Beberapa Kota Di P. Jawa (Analisa Data Survei Terpadu Biologis dan Perilaku Tahun 2007). Tesis Magister tidak diterbitkan. Depok: Universitas Indonesia. Refianti, M. 2009 Regita, Y. 2012
Identitas diri dan kreasi musik yang ditampilkan: Studi kasus empat pemain musik klasik di Jakarta. Skripsi Sarjana tidak diterbitkan. Depok: Universitas Indonesia. Transgender School Sebagai Kegiatan Dekonstruksi Identitas Waria. Laporan Tugas Lapangan Program Studi Kajian Gender. Jakarta: Universitas Indonesia.
Reischer, E., and K. Koo. 2004 The Body Beautiful: Symbolism and Agency in the Social World. Annual Review of Anthropology 33: 297-317. Rogers, M. F. 2003 Barbie culure: ikon budaya konsumerisme. Yogyakarta: Bentang Budaya.
17 Pemakaian kosmetik..., Andi Nur Fa'izah Mashadi, FISIP UI, 2013
Said, T. N. 2013
Cairnya kategori dan tradisi seksual di Indonesia dan ketatnya pemaknaan dan praktek tersebut di Eropa Barat. Kuliah umum “Politik dan Seksualitas” di Ourvoice, 4 Januari 2013.
Sanggar Waria Remaja (Yayasan Srikandi Sejati). 2010 Buku Panduan Kesehatan Untuk Waria. Jakarta: Sanggar Waria Remaja-Yayasan Srikandi Sejati. Septiady, Y. 2006
Kebudayaan dan Penampilan Waria Di Jakarta. Disertasi Doktor tidak diterbitkan. Depok: Universitas Indonesia.
Simanullang, T. A. M. 2004 Proses Pengambilan Keputusan Pengguna Produk Pemutih Wajah Pond’s. Studi Kasus: Mahasiswi Universitas Atma Jaya Jakarta, Kampus Semanggi Angkatan 1999. Skripsi Sarjana tidak diterbitkan. Depok: Universitas Indonesia. Sulistiyo, H. 2006 Mempersiapkan Masa Puber. Jakarta: Restu agung. Sulistyowati, E. 2003 Peranan Waria Dalam Seksualitas Laki-Laki. Skripsi Sarjana tidak diterbitkan. Depok: Universitas Indonesia. Suparlan, P. 2004
Hubungan Antar-Sukubangsa. Jakarta: YPKIK.
Synnott, A. 1993
The Body Social: Symbolism, Self, and Society. London: Routledge.
Tan, M. L. 1999
Good Medicine: Pharmaceuticals and the Construction of Power and Knowledge in the Philippines. Amsterdam: Het Spinhuis Publisher.
Taylor, S.J dan R.Bogdan. 1984 Introduction to Qualitative Research Methods: The Search For Meanings. New York: John Wiley. Waldram, J. B. 2000 The Efficacy Of Traditional Medicine: Current Theoretical And Methodological Issues. Medical Anthropology Quarterly14(4):603-625. Whyte, S. R., S. van der Geest and A. Hardon. 2002 Social Lives of Medicines. Cambridge: University Press. WIG (Waria Information Group). 18 Pemakaian kosmetik..., Andi Nur Fa'izah Mashadi, FISIP UI, 2013
2008
‘Cover Story: Nih Dia Pe kita...!!!!’, Edisi Agustus-November.2012 ‘What’s You Should Know: Konsep Diri dan Body Image Remaja dengan Terapi Hormon’, Edisi 1/I/Januari-Desember.
Situs Internet: Tinjauan berbagai metode kontrasepsi. Diakses dari: http://majalahkesehatan.com/tinjauan-metode pada tanggal 20 Mei 2013 pukul 19.30. Apakah kontrasepsi?. Diakses dari: http://majalahkesehatan.com/pendahuluan pada tanggal 20 mei 2013 pukul 19.40 BPS dkk. 2007
STBP (Surveilans Terpadu-Biologi Perilaku Pada Kelompok Berisiko Tinggi di Indonesia) ‘Rangkuman Surveilans Waria’. (http://guetau.com/wpcontent/uploads/2012/10/IBBSHighlightsWaria2007-ind.pdf). Diakses pada 24 Desember 2012 pukul 23:04.
Tramadol. Diakses dari: http://www.dechacare.com/TRAMADOL-P578.html pada tanggal 13 Mei 2013 pukul 22.00. Tramadol HCL. Diakses dari: http://www.dexamedica.com/ourproducts/prescriptionproducts/detail.php?id=100&idc=8 pada tanggal 13 Mei 2013 pukul 21.30. Wahyuningsih, M. 2011 ‘Kondisi Payudara Remaja Putri Saat Puber’, Detik 3 Mei (http://health.detik.com).
19 Pemakaian kosmetik..., Andi Nur Fa'izah Mashadi, FISIP UI, 2013