( NGO in Special Consultative Status with the Economic and Social Council of the United Nation, Ref. No : D1035 ) Jl. Mampang Prapatan XI No. 23, Jakarta 12790- Indonesia * Phone (62-21) 79196721, 79196722, 7901950 * Fax (62-21) 7941577 * E-mail:
[email protected] * www.infid.org
Pernyataan Bersama Menyambut Hari Perempuan Internasional
PELIBATAN TENTARA DALAM PROGRAM KB ADALAH PENGULANGAN KESALAHAN DI MASA LALU Tentara Nasional Indonesia (dulu disebut ABRI) kembali akan membantu (mengawal) pelaksanaan program Keluarga Berencana (KB) yang diselenggarakan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Kembalinya TNI dalam program Keluarga Berencana (KB) tersebut didasarkan pada nota kesepakatan (MoU) yang ditandatangani Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso dan Kepala BKKBN, dr. Sugiri Syarief, MPA, disaksikan oleh Menko Kesra, Aburizal Bakrie, di Auditorium BKKBN Jakarta pada 12 Februari 2009. Menurut keterangan Panglima TNI, wujud kerjasama di lapangan antara lain dengan meningkatkan kemampuan advokasi, komunikasi, informasi dan edukasi (KIE); Pergerakan dan kemitraan bagi petugas KB; Pengelolaan pelaksanaan organisasi keagamaan, organisasi profesi dan institusi masyarakat pedesaan perkotaan Program KB Nasional; Pelayanan KB, pelayanan kesehatan reproduksi kesehatan, kesehatan reproduksi remaja, kelangsungan hidup bayi dan anak serta peningkatan partisipasi pria di lingkungan TNI dan Masyarakat; Peningkatan dan pemberdayaan ekonomi keluarga, peningkatan ketahanan keluarga dan peningkatan kualitas lingkungan keluarga di lingkungan TNI dan Masyarakat; dan Pendidikan/pelatihan bagi pengelola dan pelaksana program KB Nasional di lingkungan TNI. Salah satu target kerja sama tersebut adalah pemenuhan target akseptor baru sejumlah 6,6 juta, di tahun 2009. Berdasarkan pengalaman sejarah masa lalu, keterlibatan aparat militer dalam pelaksanaan program KB sangat rentan pelanggaran hak asasi manusia, terutama hak
-1-
perempuan. Kerjasama antara BKKBN dengan TNI yang diarahkan pada pemenuhan target pencapaian akseptor baru, akan menjadi pengulangan kesalahan yang dilakukan oleh ABRI dalam mensukseskan program KB di era rezim Soeharto. Target mensukseskan program KB dengan tolok ukur utama penambahan jumlah akseptor, yang dilakukan oleh ABRI dimasa lalu, melanggar hakhak perempuan termasuk Hak atas otonomi tubuh, privasi, kerahasiaan, persetujuan berdasarkan pengetahuan (informed consent) dan pilihan. Bahkan pada prakteknya, peran tentara dalam KB merupakan bentukbentuk kekerasan berbasis gender. Saat itu, INFID (masih bernama INGI) telah melakukan kampanye di tingkat Internasional agar program KB yang didanai dari utang World Bank dihentikan. Karena Riset INFID pada tahun 19911 menunjukkan bahwa penggunaan kontrasepsi dipaksakan terhadap perempuan dan melanggar prinsip persetujuan berdasarkan pengetahuan (informed consent) Kembalinya TNI dalam program KB sangat memungkinkan terjadinya kekerasan berbasis gender, dan merusak kerja-kerja promosi hak Asasi perempuan dan keadilan gender yang telah 10 tahun dikerjakan. Karena tentara merupakan salah satu institusi negara yang tidak ramah terhadap konsep, nilai, prinsip dan perangkat kebijakan berbasis Hak Asasi Perempuan dan keadilan gender Keluarga Berencana (KB) merupakan isu kependudukan yang memfokuskan kesehatan reproduksi dan hak-hak perempuan sebagai tema sentral. Pelayanan kesehatan reproduksi diperlukan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan perempuan dan laki-laki berhubungan dengan masalah seksualitas dan penjarangan kehamilan. Ada 8 komponen yang termasuk dalam kesehatan reproduksi, yaitu: konseling tentang seksualitas, kehamilan, alat kontrasepsi, aborsi, infertilitas, infeksi dan penyakit; pendidikan seksualitas dan gender; pencegahan, skrining dan pengobatan saluran reproduksi, PMS (Penyakit Menular Seksual) , termasuk HIV/AIDS dan masalah kebidanan lainnya; pemberian informasi yang benar sehingga secara sukarela memilih alat kontrasepsi yang ada; pencegahan dan pengobatan infertilitas; pelayanan aborsi aman; pelayanan kehamilan, persalinan oleh tenaga kesehatan Dengan melihat luas dan dalamnya cakupan komponen kesehatan reproduksi dapat dipastikan bahwa tentara tidak memiliki kecukupan 1
Family Planning Program in Indonesia: a plight for policy, reorientation, by : Wardah Hafidz;, Adrina Taslim; Sita Aripurnami, INGI Conference; Washington, DC-USA; 28 April-2 Mei 1991
-2-
pengetahuan dan sensitifitas untuk bekerja di ranah kesehatan reproduksi tersebut. Lebih dari itu, Kesehatan Reproduksi bukanlah merupakan Tugas Pokok dan fungsi (Tupoksi) dari tentara dalam oprasi militer untuk perang (OMP) dan juga tidak termasuk tupoksi dalam operasi militer selain perang (OMSP) dan tubuh perempuan bukanlah Daerah Operasi Militer (DOM). Peran Fungsi dan tugas Pokok TNI Undang-undang No 34 Tahun 2004 tentang TNI menentukan bahwa : 1) TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan dan dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara, 2) TNI berfungsi sebagai penangkal dan penindak setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa serta melakukan pemulihan akibat kekacauan keamanan, 3) tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan dan mempertahankan keutuhan wilayah, 4) melaksanakan tugas pokok dengan opersi militer untuk perang dan operasi militer selain perang 5) Postur TNI dibangun sebagai postur pertahanan untuk menghadapi ancaman militer dan ancaman bersenjata, 6) Pembangunan dan penggelaran kekuatan TNI harus mempertimbangkan dan mengutamakan wilayah rawan keamanan, daerah perbatasan, daerah rawan konflik dan daerah terpencil sesuai kondisi geografis dan strategi pertahanan, 7) Dalam pelaksanaan penggelaran kekuatan TNI harus dihindari bentuk-bentuk organisasi yang dapat menjadi peluang bagi kepentingan politik praktis, 8) penggelaran kekuatan TNI tidak selalu mengikuti struktur administrasi pemerintah Dalam operasi selain perang, terdapat 14 opersai selain perang yaitu : mengatasi gerakan sparatisme, pemberontakan bersenjata, dan aksi terorisme, mengamankan wilayah perbatasan, pengamanan obyek vital strategis, pengamanan presiden dan wakil presiden beserta keluarganya, melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai kebijakan politik luar negeri, memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukung secara dini, serta membantu : tugas pemerintahan di daerah, Kepolisian RI, pengamanan tamu negara setingkat kepala dan perwakilan pemerintah asing yang sedang di Indonesia, menanggulangi bencana alam, pengungsian dan pemberian bantuan kemanusiaan, pencarian dan pertolongan kecelakaan (search and rescue) dan membantu pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan dan perompakan.
-3-
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, tentara harus mendasakan diri kepada kebijakan dan keputusan politik negara. terkain dengan ketentuan ini, maka MoU antara Panglima TNI, dan Kepala BKKBN, perlu dipertanyakan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan. Kegagalan KB adalah Pelanggaran Negara Bahwa selama 10 tahun terakhir negara mengalami kegagalan dalam mempromosikan dan mensukseskan Keluarga Berencana, adalah realitas yang tidak dapat dipungkiri. Kegagalan tersebut, bukanlah disebabkan oleh berhentinya kerterlibatan TNI dalam program KB. Namun lebih disebabkan oleh adanya pelanggaran yang dilakukan oleh negara, terutama pemerintah. Pasal 12 Konvensi Penghapusan segala Bentuk diskriminasi terhadap perempuan, yang telah diratifikasi oleh Indoneisa melalui UU No. 7 Tahun 1984, menyatakan bahwa negara wajib menghapus diskriminasi terhadap perempuan di bidang pemeliharaan kesehatan. Pelayanan kesehatan termasuk pelayanan yang layak berkaitan dengan kehamilan, sebelum dan sesudah persalinan, serta pelayanan cuma-cuma termasuk untuk KB serta pemberian makanan yang bergizi. Namun sejak reformasi, dimana pemerintah memiliki ikatan utang dengan IMF (International Monetary Fund) dan diharuskan melaksankan program Structural Adjustment, yang salah satunya diharuskan menghapuskan program layanan kesehatan dan KB cuma-cuma. Sejak itulah layanan KB bagi masyarakat - terutama bagi kelompok miskin diabaikan. Sehubungan dengan dilakukannya MoU antara Panglima TNI dengan kepala BKKBN, maka INFID mendesak agar MoU tersebut dibatalkan. Jakarta, 6 Maret 2009
Don K Marut Direktur Eksekutif INFID
-4-
Anggota, Jejaring kerja dan Individu yang peduli, ikut mendukung pernyataan ini: ORGANISASI:
1. Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) Biro Informasi Jakarta 2. BAKUMSU Medan 3. BISMI, Depok 4. Forum Pemerhati Masalah Perempuan Sulawesi Selatan 5. IDEA Yogyakarta 6. IDSPS 7. Institut Perempuan 8. Institute for National and Democratic Studies (INDIES) 9. JATAM 10. KAIL 11. Kapal Perempuan 12. Kelompok Pelita Sejatera (KPS) Medan 13. Kelompok Perjuangan Kesetaraan Perempuan Sulteng (KPKPST) 14. Koalisi Perempuan Indonesia 15. KSPPM, Medan 16. LARAS Kalimantan Timur 17. Our Voice 18. Perkumpulan relawan CIS TIMOR 19. PIKUL, Kupang – NTT 20. Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Banda Aceh 21. Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW) 22. Sahabat Perempuan 23. Sahabat Perempuan, Magelang 24. SAHARA, Aceh 25. SATUNAMA Yogyakarta 26. Society Empowerment and Development Institute 27. Watch Indonesia 28. Women Research Institute 29. Yayasan Aksi Kemanusiaan-ANIMASI SoE TTS 30. Yayasan Lembaga Konsumen Sulawesi Selatan 31. Yayasan Pemantau Hak Anak INDIVIDU: 32. Anik Wusari 33. Atikah Hamzah 34. Baran Melky, Kupang – NTT 35. Damairia Pakpahan 36. Ellin Rozana 37. Herni Ramdlanningrum, aktivis Perempuan Muhammadiyah 38. I Wayan "Gendo" Suardana, SH 39. Iva Hasanah 40. Jufriadi Puspa, Banda Aceh 41. Metta Yanti 42. Mike Peruhe, Melbourne-Aussie 43. Misran Lubis, Coordinator Research and Capacity Building Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) 44. Nur Hidayati 45. Silvia Fanggidae, Kupang – NTT
-5-
46. Siti Nurrofiqoh, Pantau 47. Tunggal Pawestri 48. Valentina Sagala 49. Valentina Sri Wijiyati, Yogyakarta 50. Wariyatun, Sahabat Perempuan – Magelang 51. Wika Handini 52. Zohra Andi Baso, Sulawesi Selatan
-6-