PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN DI DESA ADAT BAYAN, KABUPATEN LOMBOK UTARA Adhiya Harisanti Fitriya, Antariksa, Nindya Sari Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145, Indonesia
email:
[email protected] ABSTRAK Desa Adat Bayan merupakan salah satu desa tradisional di Pulau Lombok yang masih menjalankan dan menjaga adat istiadat kehidupan asli Suku Sasak-Bayan. Pola permukiman mengelompok di Desa Adat Bayan terbentuk oleh kondisi alam yang berbukit-bukit dan berdasarkan sistem kekerabatan yang kuat dalam kehidupan masyarakatnya. Tujuan dari studi ini adalah mengidentifikasi karakteristik pola permukiman di Desa Adat Bayan dan mengidentifikasi permasalahan pelestarian pola permukiman. Metode yang digunakan adalah deskriptif-eksploratif. Hasil studi, diketahui bahwa pola permukiman di Desa Adat Bayan terdapat pembagian wilayah berdasarkan stratifikasi sosial kemasyarakatannya. Adanya awig-awig adat Bayan yang mengatur pembentukan pola perumahan sebagai bagian dari pola permukiman di Desa Adat Bayan. Selain itu, pola ini juga terbentuk berdasarkan kegiatan adat yang masih dilaksanakan masyarakat Desa Adat Bayan. Kata kunci: Pola permukiman, Sasak-Bayan, Pelestarian ABSTRACT Bayan Village is one of traditional villages in Lombok Island that keeps the custom of Sasak-Bayan tribe. The settlement pattern in Bayan Village is formed by mountainous geographical condition and kinship. The objective of this reseach are: to identify the characteristic of settlement pattern in Bayan Village and to identify the problem of settlement pattern’s conservation. The method used in this reseach is descriptive-explorative. The results show that settlement pattern in Bayan Village is based on community’s social stratification. The presence of Bayan’s awig-awig controlls the establishment of housing pattern as part of settlement pattern. Beside that, the pattern is also formed by traditional activities upheld by the community of Bayan Village. Keyword: The settlement pattern, Sasak-Bayan, Conservation
PENDAHULUAN Di masa lalu arsitektur tradisional merupakan bagian dari kebijakan dan kearifan pembangunan ruang hidup masyarakatnya. Keberadaannya lekat dengan hidup keseharian masyarakat tradisional yang masih menganut tata kehidupan kolektif. Ada keserasian dan keselarasan antara makro kosmos (alam semesta) dan mikro kosmos (bangunan) yang harus selalu dipelihara. Keharusan berkomunikasi dengan bangsa dan budaya asing telah membawa perubahan mendasar dalam desain arsitektur tradisional yang otentik. Kedatangan tamu asing membutuhkan ruang tambahan, karena rumah adat hanya diperuntukkan bagi kehidupan pribadi penghuninya, serta sanak keluarga sekaum. Proses pembaharuan berlanjut hingga kini, dalam upaya mencari bentuk yang selaras dengan pola kehidupan masyarakatnya (Soeroto, 2003). Desa Adat Bayan terletak di Kabupaten Lombok Utara, merupakan salah satu desa di Pulau Lombok yang masih memegang adat istiadat asli Suku Sasak-Bayan dalam kehidupan kemasyarakatannya dan pola permukimannya. Di
Desa Adat Bayan terdapat beberapa kompleks bangunan tradisional sebagai tempat tinggal raja dan keluarganya (kampu). Pembentukan pola permukiman berdasarkan aturan adat Bayan yang diwariskan secara turun temurun menjadi suatu hal yang menarik perhatian masyarakat luar. Pada perumahan ini elemen permukimannya meliputi rumah/bale, berugaq, dapur/paon, lumbung, KM/WC, dan kandang. Dalam menata rumah dan elemen lain memiliki pola berjajar, dalam arti bale semua berjajar dalam satu garis lurus, demikian juga dengan berugaq dan lumbung atau kandang. Secara keseluruhan bangunan perumahan memiliki arah hadap yang sama, yakni menghadap Timur/Barat (Sasongko, 2005). Pengenalan Desa Adat Bayan ke dunia luar banyak mendatangkan para wisatawan untuk datang berkunjung dengan membawa tata cara kehidupannya. Pengaruh dari luar membawa perubahan-perubahan di Desa Adat Bayan. Perubahan fisik dan non fisik pada pola permukiman dan sosial budaya masyarakatnya.
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 1, Juli 2010
49
PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN DI DESA ADAT BAYAN, KABUPATEN LOMBOK UTARA
Selain itu, belum adanya kebijakan pemerintah mengenai upaya pelestarian permukiman tradisional di Pulau Lombok. Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskan permasalahan, yaitu bagaimana karakteristik pola permukiman di Desa Adat Bayan dan bagaimana permasalahan pelestarian pola permukiman di Desa Adat Bayan. Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik pola permukiman dan permasalahan-permasalahan terkait dengan upaya pelestarian pola permukiman di Desa Adat Bayan. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode deskriptif-eksploratif. Lokasi pengambilan sampel hanya melingkupi dua wilayah dusun, yaitu Dusun Bayan Timur dan Dusun Bayan Barat. Populasi dan sampel yang diambil terdiri dari dua macam, yaitu sebagai berikut. 1. Populasi dan sampel bangunan Populasi bangunan di wilayah studi pada tahun 2008 berjumlah 270 buah bangunan. Kriteria bangunan yang akan diambil sebagai sampel pada wilayah studi adalah sebagai berikut. a. Bangunan berumur sekurang-kurangnya 50 tahun atau mewakili masa gaya yang khas Lombok dan mewakili masa gaya sekurangkurangnya 50 tahun; b. Dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan; dan c. Karakter bangunan yang masih menunjukkan adanya penerapan pola tata ruang berdasarkan konsep masyarakat Sasak di Desa Adat Bayan. Meskipun terdapat penambahan/pengurangan pada bangunan serta penggantian material bangunan. Karakter ini dapat dilihat dari komposisi bangunan, tata letak bangunan, dan bahan bangunan yang digunakan. Dari kriteria yang telah ditentukan, maka diperoleh jumlah sampel bangunan sebanyak 44 bangunan rumah. 2. Populasi dan sampel masyarakat Responden ini terbagi menjadi dua kelompok, yaitu pemilik bangunan rumah dan masyarakat yang tinggal di wilayah studi. Jumlah kepala keluarga pada tahun 2008 di wilayah studi adalah 269 kepala keluarga. Jumlah responden sampel yang diambil sama dengan jumlah bangunan rumah yang dijadikan sampel, yaitu 44 kepala keluarga. Populasi kepala keluarga yang 50
digunakan untuk penentuan sampel masyarakat adalah 225 kepala keluarga. Penentuan sampel masyarakat yang tinggal di wilayah studi menggunakan rumus Slovin, sehingga diperoleh jumlah sampel masyarakat sebanyak 70 responden. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sejarah Desa Adat Bayan Sekitar abad ke-11 M, Desa Adat Bayan awalnya merupakan salah satu kerajaan kecil di Pulau Lombok. Terbentuknya Kerajaan Bayan berasal dari pecahan kerajaan tertua di Lombok akibat dari meletusnya gunung Rinjani. Kata Bayan tertulis di dalam Al Qur’an, yang artinya ‘penerangan’. Bayan juga dikenal dengan sebutan Gumi Bayan Gumi Nina atau Bumi Bayan Bumi Perempuan. Sebutan ini memiliki arti bahwa penghormatan terhadap perempuan, terutama ibu yang telah mengandung, melahirkan, dan merawat anak-anaknya, sehingga pemberian ruang tertutup (rumah) terhadap ibu dan anak perempuan. Selain itu, sebutan tersebut menjadi falsafah kehidupan bermasyarakat di Bayan, yaitu bahwa manusia harus menghadapi segala masalah dengan jiwa yang tenang dan hati yang lembut seperti seorang perempuan. Menyelesaikan masalah tidak langsung menggunakan kekerasan namun dimusyawarahkan dengan baik. B. Sejarah Terbentuknya Pola Permukiman Tradisional Sasak Pembentukan pola permukiman di Desa Adat Bayan dipengaruhi oleh dua hal, yaitu berdasarkan bentuk topografi dan sistem kekerabatan masyarakatnya. Berdasarkan bentuk topografi, Desa Adat Bayan termasuk ke dalam jenis desa sekitar hutan dengan bentang wilayah yang berbukit-bukit. Pola permukiman yang terbentuk di Desa Adat Bayan adalah bentuk pola permukiman terpusat. Sejarah terbentuknya pola permukiman di Desa Adat Bayan dipengaruhi oleh sistem kekerabatan dimana adanya kesamaan golongan dan asal muasal dalam masyarakatnya. Pada mulanya Desa Adat Bayan merupakan salah satu kerajaan yang bernama Kerajaan Bayan. Pusat pemerintahan dari kerajaan disebut Bayan Beleq. Pemerintahan adat Bayan berpusat di Kampu Bayan Agung atau Kampu Bayan Timur. Pada lapisan kedua di wilayah Bayan Beleq (Dusun Bayan Timur dan Dusun Bayan Barat) merupakan tempat tinggal para bangsawan, dan lapisan ketiga (di luar wilayah Bayan Beleq) ditempati oleh masyarakat
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 1, Juli 2010
Adhiya Harisanti Fitriya, Antariksa, Nindya Sari
biasa (jajarkarang) dan para pendatang baru (Gambar 1).
berkaitan dengan orang luar dari anggota keluarga inti dilakukan di berugaq seperti menerima tamu dan semua kegiatan adat lainnya. Setiap bale tidak harus memiliki berugaq. Letak berugaq pun tidak lagi harus berada di depan bale. 3. Dapur Di Desa Adat Bayan, kegiatan memasak dilakukan di luar rumah. Biasanya tempat memasak dibangun menempel pada salah satu sisi berugaq (Dewi, 2005). Adanya pengaruh dari perkembangan zaman, dapur ada yang dibangun menyatu dengan rumah. 4. Lumbung Lumbung berfungsi untuk menyimpan hasil panen. Bangunan lumbung biasanya terpisah dari bale dan terletak di belakang atau di samping bale. 5. Kandang Kandang biasanya terletak di bagian belakang atau samping bale dan berdekatan dengan lumbung.
Gambar 1. Peta Pembentukan Permukiman Berdasarkan Pelapisan Sosial Masyarakat
C. Pola permukiman perumahan
berdasarkan
pola
Pola permukiman tradisional masyarakat Sasak di Desa Adat Bayan didasari atas warisan turun-temurun dari nenek moyang mereka. Kebiasaan ini tercantum juga di dalam awig-awig Desa Adat Bayan yang dipegang oleh para tetua adat Bayan. Demikian pula dengan masyarakat Bayan yang terus mengikuti adat istiadat yang diwariskan dalam pembentukan permukiman sebagai lingkungan tempat bermukim. Berikut elemen-elemen pembentuk pola perumahan yang diterapkan oleh masyarakat di Desa Adat Bayan. (Gambar 2). 1. Bale Bale merupakan tempat tinggal atau tempat untuk berlindung. Bale sangat identik dengan sosok ibu (inaq) sehingga segala sesuatu berkaitan dengan rumah diidentikkan dengan ibu. Berdasarkan filosofi tersebut, masyarakat Sasak mengembangkan konsep tata ruang yang memberikan penghormatan kepada perempuan, sehingga ruang tertutup disediakan bagi ibu dan anak perempuan (Saptaningtyas, 2009). 2. Berugaq Berugaq merupakan suatu bangunan berupa gazebo. Segala bentuk kegiatan yang
Gambar 2. Pola perumahan di Desa Adat Bayan
D. Pola permukiman berdasarkan sistem kekerabatan Permukiman di Desa Adat Bayan terbentuk karena adanya keterikatan secara keturunan. Sama seperti di wilayah lainnya di Pulau Lombok, masyarakatnya hidup secara mengelompok. Masyarakat di Desa Adat Bayan tinggal bersama atau berkelompok mengikuti garis keturunan ayah (patrilineal). Keturunan laki-laki yang baru menikah biasanya akan membangun rumah baru di lahan yang sama dengan orang tuanya. Kepercayaan masyarakat terhadap susunan letak rumah dalam satu rumpun keluarga berdasarkan senioritas terus diturunkan kepada anak cucu mereka. Hal ini didukung dengan
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 1, Juli 2010
51
PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN DI DESA ADAT BAYAN, KABUPATEN LOMBOK UTARA
keyakinan masyarakat Bayan akan adanya sanksi jika tidak mengikuti aturan adat ini. Sanksi yang dipercaya adalah keluarga yang melanggar akan terkena musibah penyakit. Selain itu juga, aturan ini bertujuan untuk memudahkan dalam melihat silsilah keturunan dalam kelompok keluarga tersebut. Sebagai contoh adanya pengaruh sistem
kekerabatan dan senioritas dalam pola permukiman di Desa Adat Bayan adalah sistem kekerabatan pada keluarga Raden Arya Wali (Gambar 3) dan keluarga Raden Kertasari (Gambar 4).
Gambar 3. Skema Sistem Kekerabatan Pada Pola Permukiman Keluarga Raden Arya Wali
Gambar 4. Skema Sistem Kekerabatan Pada Pola Permukiman Keluarga Raden Kertasari
52
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 1, Juli 2010
Upacara adat terkait dengan hubungan manusia dengan Tuhan: 1. Rowah Wulan dan Sampet Jum’at Upacara adat Rowah Wulan dan Sampet Jum’at dilaksanakan untuk menyambut tibanya bulan puasa. Rowah Wulan dilaksanakan pada hari pertama bulan Saban, sedangkan Sampet Jum’at dilaksanakan pada hari Jum’at terakhir di bulan Saban. Upacara adat ini dilaksanakan oleh para tokoh adat di tiap-tiap kampu. 2. Selametan Qunut, Selametan Likuran, dan Sedekah Maleman Upacara adat Selametan Qunut, Selametan Likuran, dan Sedekah Maleman dilaksanakan untuk merayakan keberhasilan dalam menjalankan ibadah puasa selama separuh bulan puasa. Upacara adat Selametan Qunut dilaksanakan pada malam pelaksanaan Nuzulul Al-Qur’an. Upacara adat Selametan Likuran dilaksanakan pada malam-malam ganjil di pertengahan akhir bulan puasa. Upacara adat Sedekah Maleman dilaksanakan pada malammalam genap di pertengahan akhir bulan puasa. Upacara adat ini hanya dilaksanakan oleh para Kiai di Masjid Kuno Bayan. 3. Maleman Pitrah dan Lebaran Tinggi Upacara adat Maleman Pitrah dilaksanakan sehari sebelum perayaan Lebaran Tinggi. Upacara adat Lebaran Tinggi dilaksanakan untuk memperingati Hari Raya Idul Fitri. Pelaksanaan upacara adat Maleman Pitrah berupa pengumpulan zakat fitrah oleh masyarakat Bayan. Masyarakat mengumpulkan zakat fitrah di masing-masing kampu yang berdekatan dengan tempat tinggal mereka. Setelah semua zakat fitrah terkumpul, masing-masing kampu akan mengirim utusannya untuk membawa semua zakat fitrah tersebut ke Masjid Kuno Bayan. Pada keesokan hari setelah pengumpulan zakat fitrah, dilaksanakan upacara adat Lebaran tinggi (Gambar 5 dan Gambar 6).
Gambar 6. Peta Pola Ruang Dan Pergerakan Pada Upacara Adat Lebaran Tinggi
4. Lebaran Pendek Upacara adat lebaran pendek dilaksanakan untuk merayakan Hari Raya Idul Adha. Lebaran pendek diadakan berdasarkan penanggalan adat Bayan yang ditetapkan dalam begundem oleh para pemuka adat (Gambar 7 dan Gambar 8). 5. Selametan Bubur Petaq dan Selametan Bubur Abang Upacara adat Selametan Bubur Petaq dan Selametan Bubur Abang dilaksanakan untuk memperingati munculnya umat manusia dan beranak-pinak melalui ikatan perkawinan. Upacara adat ini dilaksanakan pada tanggal 10 Muharam dan delapan Sapar dalam penanggalan adat Bayan. Upacara adat ini dilaksanakan oleh masyarakat Bayan di masing-masing rumah, sedangkan para tokoh adat melaksanakan di tiaptiap kampu.
Gambar 7. Pelaksanaan Upacara Adat Lebaran Pendek Gambar 5. Pelaksanaan Upacara Adat Lebaran Tinggi
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 1, Juli 2010
53
PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN DI DESA ADAT BAYAN, KABUPATEN LOMBOK UTARA
Gambar 8. Peta Pola Ruang Dan Pergerakan Pada Upacara Adat Lebaran Pendek
Gambar 10. Peta Pola Ruang dan Pergerakan pada Upacara Adat Mulud Hari Pertama
6. Mulud Upacara adat mulud dilaksanakan untuk memperingati perkawinan antara Adam dan Hawa. Upacara adat ini dirayakan pada Hari Raya Maulid Nabi Muhammad SAW. berdasarkan penanggalan adat Bayan yang ditetapkan dalam begundem oleh para pemuka adat di Kampu Bayan Timur (Gambar 9, Gambar 10, dan Gambar 11).
Gambar 11. Peta Pola Ruang Dan Pergerakan Pada Upacara Adat Mulud Hari Kedua
Gambar 9. Pelaksanaan Upacara Adat Mulud
54
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 1, Juli 2010
Adhiya Harisanti Fitriya, Antariksa, Nindya Sari
Pada pelaksanaan upacara adat yang terkait dengan hubungan manusia dengan Tuhan menggunakan ruang di lingkup desa, yaitu di tiap-tiap kampu dan Masjid Kuno Bayan. Kampu digunakan sebagai tempat untuk melakukan persiapan segala kebutuhan upacara adat. Masjid Kuno Bayan menjadi pusat upacara adat tersebut. Upacara adat terkait daur hidup manusia (hubungan manusia dengan manusia): 1. Buang Au Upacara adat Buang Au dilaksanakan untuk membuang abu hasil pembakaran arang yang diletakkan di bawah tempat tidur si bayi. Upacara adat Buang Au dilaksanakan sebagai simbol pengislaman pada seorang bayi yang baru lahir. Selain itu, upacara adat ini juga bertujuan untuk mengumumkan nama si bayi. 2. Ngurisang dan Molang-Malik Upacara adat Ngurisang merupakan upacara potong rambut yang dilaksanakan setelah upacara adat Buang Au. Upacara adat ini diadakan pada anak yang sudah berusia antara 1 – 7 tahun. Setelah upacara adat Ngurisang, biasanya dilanjutkan dengan upacara adat Molang-Malik atau upacara adat pemotongan umbaq kombong. Upacara adat Ngurisang dilaksanakan sebagai simbol pengislaman pada seorang anak. 3. Ngitangan Upacara adat ngitanang merupakan upacara adat khitanan yang diadakan untuk anak laki-laki berusia 3 – 10 tahun. Upacara ngitanang dilaksanakan sebagai simbol pengislaman kepada seorang anak laki-laki (Gambar 12 dan Gambar 13).
Gambar 12 Skema pola ruang dan pergerakan pada upacara adat Ngitanang Gambar 12. Skema Pola Ruang dan Pergerakan pada Upacara Adat Ngitanang
4. Merosok Upacara adat Merosok merupakan upacara adat meratakan gigi/potong gigi, untuk menandai peralihan dari masa kanak-kanak menjadi dewasa. Upacara ini dilaksanakan pada anakanak yang mulai memasuki usia remaja. 5. Merari’, Mentikah, dan Sorong Serah Sajikrama Merari’ merupakan tradisi yang mengawali upacara adat Mentikah. Merari’ atau kawin lari dilakukan sebagai ganti acara lamaran yang dilakukan oleh calon pengantin laki-laki. Kawin lari melibatkan pertemuan rahasia antara si lakilaki dengan si perempuan. Kedua pasangan ini kemudian akan bersembunyi di tempat persembunyian (penyembuan). Biasanya tempat persembunyian ini merupakan salah satu rumah keluarga dari pihak calon pengantin laki-laki. Upacara adat Mentikah dilaksanakan tiga hari setelah Merari’ di rumah kerabat dari calon pengantin laki-laki yang merupakan tempat persembunyian kedua calon pengantin. Mentikah dilaksanakan oleh kedua pengantin, kerabat tempat persembunyian, dan Kiai. Tujuannya adalah untuk memberkati dan mengesahkan kedua pengantin sebagai sepasang suami istri. Upacara adat Sorong Serah Sajikrama dilaksanakan ketika pihak keluarga pengantin laki-laki sudah siap membayar sajikrama yang diminta oleh keluarga pengantin perempuan. Upacara adat ini bertujuan untuk menyerahkan sajikrama dari pihak keluarga pengantin laki-laki kepada pihak keluarga pengantin perempuan, dan pemberkatan pasangan pengantin (Gambar 14 dan Gambar 15).
Gambar 14. Skema pola ruang dan pergerakan pada upacara adat Sorong Serah Sajikrama
Gambar 13. Arak-Arak Anak-Anak yang Melaksanakan Upacara Ngitanang Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 1, Juli 2010
55
PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN DI DESA ADAT BAYAN, KABUPATEN LOMBOK UTARA
Gambar 15. Pelaksanaan Upacara Adat Sorong Serah Sajikrama
6. Rowah Bale Upacara adat Rowah Bale bertujuan agar rumah/bale yang baru dibangun dan keluarga yang menempati bisa hidup dengan tentram dan sejahtera. Upacara adat ini dilaksanakan pada bangunan rumah/bale yang baru dibangun. 7. Gawe Pati Upacara adat gawe pati merupakan rangkaian prosesi untuk jika salah satu anggota keluarga ada yang meninggal. Pada pelaksanaan upacara adat yang terkait dengan hubungan manusia dengan manusia atau daur hidup manusia, biasanya menggunakan ruang dalam lingkup lingkungan tempat tinggal. Masyarakat yang mengadakan upacara adat biasanya akan mengundang seorang Kiai adat dan para tetangga. Upacara adat ini berpusat di berugaq dan halaman pekarangan. Unuk penyiapan kebutuhan upacara adat biasanya menggunakan rumah sendiri dan rumah kerabat atau tetangga di sekitar tempat tinggal. Upacara adat terkait hubungan manusia dengan alam atau siklus tanam padi: 1. Ngaji Makam Turun Bibit, Ngaji Makam Tunas Setamba, dan Ngaji Makam Ngaturang Ulak Kaya Upacara adat Ngaji Makam Turun Bibit, Ngaji Makam Tunas Setamba, dan Ngaji Makam Ngaturang Ulak Kaya dilaksanakan dengan tujuan agar hasil panen akan bagus dan melimpah ruah. Rangkaian upacara adat ini dilaksanakan di tiap-tiap kampu. Para tokoh adat akan datang ke masing-masing kampu untuk melakukan doa bersama yang dipimpin oleh Penghulu. 2. Nyelametang Pare, Ngaji Ngrangkep, dan Rowah Sambi/Geleng Masyarakat juga melaksanakan rangkaian upacara adat Adat Bonga Padi di masing-masing rumah. Upacara adat ini berupa acara doa dan makan bersama dengan anggota keluarga. Upacara adat Nyelametang Pare dan Ngaji Ngrangkep dilaksanakan dengan tujuan agar hasil panen akan baik dan melimpah ruah, sedangkan Rowah Sambi/Geleng bertujuan agar padi-padi yang disimpan di dalam lumbung akan memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari bagi seluruh anggota keluarga maupun untuk 56
mengadakan upacara adat lainnya. Nyelametang Pare dilaksanakan pada masa persemaian benih; Ngaji Ngrangkep dilaksanakan pada saat musim panen tiba; dan Rowah Sambi/Geleng dilaksanakan pada saat padi siap untuk disimpan di dalam lumbung. Pada setiap pelaksanaan upacara adat terkait daur hidup manusia menggunakan berugaq sebagai ruang publik tempat pelaksanaan upacara adat dan pusat dari kegiatan upacara adat dalam lingkungan tempat tinggal. Pelaksanaan upacara adat dalam lingkup desa membentuk suatu pola penggunaan ruang dan pola pergerakan di lingkungan kampu-kampu dan Masjid Kuno Bayan, sebagai pusat kegiatan upacara adat. Dengan demikian dapat diketahui bahwa keberadaan berugaq di dalam lingkup tempat tinggal sangat penting dan memiliki banyak kegunaan. Keberadaan kampu-kampu dan Masjid Kuno Bayan perlu untuk dilestarikan karena memiliki fungsi sebagai pusat pelaksanaan kegiatan adat Bayan. E. Arahan pelestarian pola permukiman di Desa Adat Bayan Arahan pelestarian fisik pada pola permukiman tradisional di Desa Adat Bayan adalah dengan mempertahankan pola-pola yang sudah ada berdasarkan awig-awig adat Bayan. Selain itu juga, perlu diadakan perbaikan dan peningkatan sarana dan prasarana di Desa Adat Bayan yang dapat mendukung upaya pelestarian pola permukiman dan menunjang kegiatan masyarakatnya. Untuk bangunan yang berumur lebih dari 50 tahun dan pembangunan bangunan baru diarahkan dalam bentuk, sebagai berikut (Gambar 16): 1. Preservasi pada kawasan Masjid Kuno Bayan dan Kampu Bayan Timur; 2. Konservasi pada Kampu Bayan Barat, Kampu Karangsalah, Kampu Penghulu, dan Kampu Pelawangan; 3. Rehabilitasi pada bangunan tempat tinggal Kiai dan di kawasan Masjid Kuno Bayan; dan 4. Perlindungan Wajah Bangunan pada bangunan-bangunan yang terdapat di sekitar Kampu Bayan Barat, Kampu Karangsalah, tempat tinggal pembantu Penghulu, dan bangunan milik masyarakat.
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 1, Juli 2010
Adhiya Harisanti Fitriya, Antariksa, Nindya Sari
tempat tinggal, dan terbentuknya pola ruang berdasarkan kegiatan adat yang masih dilaksanakan masyarakat Desa Adat Bayan. SARAN Berdasarkan hasil studi yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan adalah diharapkan hasil studi dan arahan pelestarian yang ada dapat dijadikan bahan masukan bagi pemerintah dalam upaya pelestarian bangunan yang memiliki nilai sejarah dan dapat ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya. Selain itu, studi ini hanya membahas masalah fisik/spasial bentuk pola permukiman tradisional Sasak di Desa Adat Bayan, sehingga diperlukan studi terkait sejarah Desa Adat Bayan, sosial budaya masyarakat, dan adat istiadat Bayan. Hal ini bertujuan agar sejarah terbentuknya Desa Adat Bayan dan kearifan lokal yang ada dapat lebih dipahami sehingga menambah pengetahuan masyarakat dalam upaya pengembangan desa secara spasial tanpa menghilangkan kekhasan sosial budaya masyarakatnya. Gambar 16. Peta Arahan Pelestarian Fisik pada Bangunan Sampel
Secara nonfisik, upaya pelestarian terdiri dari: 1. Aspek ekonomi, dengan insentif pajak dan retribusi, pemberian subsidi, dan pengenaan denda. 2. Aspek sosial, dengan mempersiapkan SDM, pemberian penghargaan, dan membina kehidupan sosial dan budaya, serta adat istiadat Bayan. 3. Aspek hukum, dengan perlindungan yang sah, penetapan pemberlakuan izin khusus bangunan, serta penyempurnaan Awig-awig Desa Adat Bayan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan, pola permukiman di Desa Adat Bayan membentuk pola mengelompok. Hal ini disebabkan oleh bentuk wilayah Desa Adat Bayan yang berbukit dan juga kebiasaan masyarakat Sasak pada umumnya untuk membangun rumah berdekatan dengan keluarga inti. Pola permukiman di Desa Adat Bayan memiliki pembagian wilayah berdasarkan stratifikasi sosial kemasyarakatannya. Adanya hukum adat (awig-awig adat Bayan) yang mengatur pembentukan pola perumahan sebagai bagian dari pola bermukim masyarakat Selain itu terdapat pembagian ruang dalam lingkungan
DAFTAR PUSTAKA Dewi, Pancawati. 2005. Peran Perapian dalam Pembentukan Ruang Baru di Sasak. Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur, Vol. 33 No. 1 Hlm. 94 – 98. http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/ (diakses tanggal 18 Juni 2009). Saptaningtyas, Rini S. 2009. Kearifan Lokal Dalam Arsitektur Tradisional Sasak di Pulau Lombok. http://lombokculture.blogspot.com. (diakses tanggal 18 Juni 2009). Sasongko, Ibnu. 2005. Harmonisasi Tata Ruang Permukiman Melalui Mitos (Studi Kasus: Permukiman Sasak Desa Puyung). Jurnal Plannit, Vol. 3 No.2. Soeroto, Myrtha. 2003. Dari Arsitektur Tradisional Menuju Arsitektur Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 1, Juli 2010
57