PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN MASYARAKAT USING DI DESA KEMIREN KABUPATEN BANYUWANGI Tri Kurnia Hadi Muktining Nur, Antariksa, Nindya Sari Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145, Indonesia
email:
[email protected] ABSTRAK Using adalah salah satu suku bangsa Indonesia yang hanya terdapat di Kabupaten Banyuwangi. Seiring dengan perkembangan jaman, mengakibatkan permukiman Using semakin berkurang. Wilayah yang masih mempertahankan adat dan istiadat Using adalah Desa Kemiren. Tujuan studi ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik pola permukiman masyarakat Using yang berada di Desa Kemiren. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif eksploratif. Hasil studi menunjukkan bahwa pola permukiman makro terbentuk akibat adanya pengaruh sosial budaya, fisik bangunan, guna lahan dan ruang-ruang budaya secara makro. Kegiatan sosial budaya dan religi masyarakat yang bersifat rutin dan menggunakan ruang yang bersifat tetap, dapat membentuk suatu pola ruang dalam permukiman secara temporer yang diantarnya adalah ruang rumah, pekarangan, sanggar kesenian, jalan dan sumber mata air. Dalam skala mikro, pola permukiman dipengaruhi oleh orientasi kosmologis bangunan yang menghadap ke jalan utama desa dan berorientasi utara-selatan; struktur bangunan yang diidentifikasi melalui tipe atap dan pola ruang dalam rumah; serta tata letak bangunan yang berkaitan dengan sistem kekerabatan. Topografi wilayah yang bergelombang mengakibatkan pengelompokan permukiman di wilayah yang landai, yaitu di bagian tengah wilayah desa. Kecenderungan perkembangan permukiman dari tahun ke tahun adalah memusat di sepanjang jalan utama yang dikelilingi oleh wilayah pertanian. Kata kunci: Pelestarian, Pola permukiman, Using
ABSTRACT Using is one of the Indonesian ethnic groups concentrated in Banyuwangi Regency. The settlement of Using community has decreased nowadays. Kemiren Village is one of district in Banyuwangi Regency which maintain Using tradition. The objective is to identify settlement pattern characteristics of Using community in Kemiren Village. The method used is descriptive explorative. The result shows that macro settlement pattern is formed by socio cultural, building physically, land use and cultural spaces in a macro manner. Socio cultural and religion activity could form space pattern temporarily in the settlement, such as house, yard, art studio, main road and water spring. In micro scale, the settlement pattern was affected by the cosmological orientation of the building which face the main road and North-South orientation; the building structure identified through roof type and space pattern inside building; also the layout of the building related kinship system. Surging landscape made the settlement centered into the flatter area, in the middle of territory. The settlement grows tend to agglomerate along main road was surrounded by agriculture area. Key words: Preservation, The settlement pattern, Using
PENDAHULUAN Warisan budaya merupakan hasil budaya fisik (tangible) dan nilai budaya (intangible) dari masa lalu. Warisan budaya masyarakat pada suatu daerah terbentuk melalui sejarah yang panjang yang terjadi secara turun temurun dari beberapa generasi (Karmadi, 2007:1). Warisan budaya pada suatu masyarakat tradisional dapat tercermin pada pola permukimannya. Unsur budaya merupakan unsur pokok pembentuk pola permukiman dan gaya arsitektur bangunan huniannya. Salah satu warisan budaya yang terdapat di Kabupaten Banyuwangi adalah masyarakat Using. Wilayah pemukiman masyarakat Using yang masih mempertahankan
adat-istiadatnya semakin lama semakin mengecil dengan jumlah desa yang semakin berkurang, yaitu dari 21 kecamatan hanya tinggal sembilan kecamatan (Kecamatan Banyuwangi, Giri, Glagah, Kabat, Rogojampi, Songgon, Singojuruh, Cluring, dan Genteng), namun masyarakat Using yang berada di daerah tersebut telah membaur dengan budaya lain/penduduk non Using (Sutarto, 2006). Salah satu desa yang masyarakatnya masih tetap menjaga adat-istiadat Using adalah masyarakat di Desa Kemiren. Sebagai komunitas, masyarakat Using juga memiliki identitas yang membedakannya dengan komunitas lain, di antaranya adalah dialektika,
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 1, Juli 2010
59
PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN MASYARAKAT USING DI DESA KEMIREN KABUPATEN BANYUWANGI
adat budaya, dan rumah adatnya. Rumah adat Using berorientasi kosmologis utara-selatan, namun rumah-rumah pada saat ini memiliki arah orientasi yang lebih didasarkan pada kemudahan pencapaian dan sirkulasi. Perubahan (pergeseran) ini dilatarbelakangi oleh masuknya Islam, yang menggeser nilai-nilai lama dari kepercayaan terdahulu (animisme dan Hindu-Ciwa) (Suprijanto 2002:17). Perubahan juga mulai terasa di desa ini diantaranya adalah jalan utama desa yang beraspal dan rumah-rumah berdinding bata sudah mulai tampak di sisi kanan dan kiri jalan, sehingga rumah-rumah yang asli sudah mulai berkurang. Apabila perubahan ini tidak segera diantisipasi, maka dapat mengakibatkan hilangnya warisan budaya yang didalamnya mengandung nilai–nilai yang menggambarkan tingkat teknologi dan budaya masyarakat pendirinya serta memudarnya citra kawasan sebagai kawasan tradisional. Dalam hal ini, perkembangan jaman sangat berpengaruh terhadap perubahan fisik bangunan-bangunan tradisional tersebut dan perbedaan persepsi masyarakat terhadap pelestarian. Belum adanya kebijakan pemerintah menyebabkan tidak jelasnya batasan dan arahan pelestarian di Desa Kemiren. Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan permasalahan, yaitu bagaimana karakteristik pola permukiman masyarakat Using, permasalahan apakah yang dihadapi dalam pelaksanaan pelestarian pola permukiman dan bagaimanakah arahan pelestariannya. Oleh karena itu, tujuan studi ini adalah mengidentifikasi karakteristik pola permukiman masyarakat Using, mengetahui beberapa permasalahan dalam pelaksanaan pelestarian dan menyusun arahan pelestarian terhadap pola permukiman Using yang disesuaikan dengan pola permukiman yang asli supaya citra Desa Kemiren sebagai kawasan adat Using tetap terjaga.
berdinding kayu/gedeg, serta fungsi bangunan adalah sebagai tempat tinggal. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola permukiman masyarakat Using di Desa Kemiren dapat diidentifikasi berdasarkan tiga aspek, yaitu aspek sosial budaya, pola hunian tempat tinggal secara mikro, dan pola permukiman secara makro. A. Elemen Sosial Budaya Pembentuk Permukiman 1. Riwayat Terbentuknya Desa Secara non fisik riwayat terbentuknya Desa Kemiren ditandai dengan sejarah masyarakat Using dan sejarah pembentukan Desa Kemiren. Sejarah masyarakat Using berawal dari sejarah Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Blambangan yang mempunyai pengaruh hindu yang sangat kuat, yang pada tahun 1639 terjadi islamisasi oleh Kerajaan Mataram. Sejarah pembentukan Desa Kemiren berawal dari pembabatan hutan yang digunakan untuk ngili (ngungsi) dari serangan tentara Belanda. Bukti fisik sejarah Desa Kemiren adalah pohon durian merah yang masih tersisa dari pembabatan hutan dan jalan utama desa yang merupakan acuan permukiman masyarakat yang berkembang secara linier mengikuti jalan tersebut. 2. Tokoh Pelindung Kampung Secara non fisik ditandai dengan adanya sosok gaib yang dianggap sebagai pelindung Desa Kemiren, yaitu Buyut Cili. Secara fisik berupa makam Buyut Cili. Masyarakat menganggap Buyut Cili merupakan pelindung Desa Kemiren dari segala musibah, sehingga dalam segala tindakan dan kegiatan selalu meminta izin ke Buyut Cili dengan mengadakan selamatan setiap hari minggu dan kamis (Gambar 1).
METODE PENELITIAN S Metode yang digunakan dalam studi ini adalah mengidentifikasi pola permukiman masyarakat berdasarkan sosial budaya dengan analisis dekriptif ekspolatif, analisis behavior mapping, dan analisis family tree. Persepsi masyarakat dan permasalahan yang mempengaruhi pelestarian djelaskan secara deskriptif. Selanjutnya disusun arahan pelestarian terhadap bangunan tradisional dan pola permukiman berdasarkan karakteristiknya. Pengambilan sampel adalah rumah Using yang masih asli dengan jumlah 117 rumah, dengan pertimbangan rumah beratap Tikel Balung, Baresan atau Crocogan, berlantai tanah, 60
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 1, Juli 2010
Tri Kurnia Hadi Muktining Nur, Antariksa, Nindya Sari
Gambar 1. Selamatan di Makam Buyut Cili
3. Kelompok Masyarakat Suatu permukiman masyarakat menurut Aliyah (2004,35) dapat terbentuk akibat pengelompokan profesi, maka pada permukiman ini mempunyai pola permukiman yang tidak
berdasarkan pada pola magersari. Secara non fisik permukiman di Desa Kemiren terbentuk dari kelompok-kelompok masyarakat yang berprofesi di bidang kesenian. Kelompok kesenian yang ada diantaranya adalah gandrung, barong, angklung, gedogan, kuntulan, jaran kencak, mocoan lontar, dan bordah. Secara fisik keberadaan kelompok masyarakat ditandai dengan adanya sanggar-sanggar kesenian sebagai tempat latihan bersama (Gambar 2). Aktivitas kelompok masyarakat dapat membentuk pola pergerakan yang mengelompok pada masingmasing sanggar kesenian pada permukiman di Desa Kemiren.
Gambar 2. Peta Lokasi Sanggar Kesenian
4. Kegiatan Mata Pencaharian Wilayah desa Kemiren sebagian besar merupakan area pertanian yang menyebabkan mata pencaharian masyarakat bertumpu pada sektor pertanian. Masyarakat masih percaya terhadap Dewi Sri yang memberi kesuburan terhadap padi yang ditanam di Desa Kemiren yang diwujudkan dengan berbagai selamatan dalam proses penanaman padi, yaitu Selamatan Labuh Nyingkal, Labuh Tandur, Ngrujaki, Metik, Panen, dan Ngunjal. Beberapa kegiatan selamatan pertanian menggunakan ruang mikro berupa rumah untuk mempersiapkan keperluan selamatan dan ruang makro berupa sawah untuk pelaksanaan selamatan. Oleh karena itu, sawah merupakan
salah satu ruang budaya bagi masayarakat Using Desa Kemiren. 5. Kegiatan Budaya Dan Religi a. Kegiatan budaya Kegiatan budaya di Desa Kemiren tidak hanya terkait dengan kelompok masyarakat dan kegiatan mata pencaharian, namun juga terdapat beberapa kegiatan terkait dengan daur hidup dan keselamatan. Kegiatan yang terkait dengan daur hidup, diantaranya adalah selamatan kehamilan, kelahiran, khitanan, perkawinan, dan kematian. Pola pergerakan dan ruang yang digunakan dalam kegiatan selamatan daur hidup adalah sebagai berikut:
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 1, Juli 2010
61
PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN MASYARAKAT USING DI DESA KEMIREN KABUPATEN BANYUWANGI
1) Selamatan kehamilan terdiri dari tiga tahapan, yaitu Nyelameti Telu, Tingkeban, dan Nyelameti Procot. Pola pergerakannya adalah dari satu titik ke satu titik, menyebar dari satu titik ke beberapa titik, dan mengumpul dari beberapa titik menuju ke satu titik. Ruang yang digunakan adalah ruang mikro, yaitu di dalam rumah.
2) Selamatan kelahiran terdiri dari empat tahapan, yaitu: Sepasar, Selapan, Nyukit Lemah dan Mudun Lemah. Pola pergerakannya adalah memusat di dalam rumah. Ruang yang digunakan adalah rumah dan pekarangan rumah (Gambar 3).
Gambar 3. Ruang Mikro pada Selamatan Kelahiran
1) Khitanan pada masyarakat Using disebut sebagai ngoloni, karena sebelum di khitan harus dikoloni terlebih dahulu. Menjelang di khitan, anak diarak keliling kampung terlebih dahulu. Jalan utama Desa Kemiren merupakan tempat utama dalam proses arak-arakan. Setelah arakarakan, proses selanjutnya dilaksanakan di dalam dan dipekarangan rumah. 2) Masyarakat Using di Desa Kemiren mengenal beberapa bentuk perkawinan, yaitu perkawinan nyolong, perkawinan ngleboni, dan perkawinan angkatangkatan. Upacara perkawinan pada masyarakat Using terjadi 2 kali, yaitu upacara perkawinan dan upacara surup. Pada upacara perkawinan dilaksanakan di rumah mempelai wanita dan ruang
62
publik bertempat di halaman rumah. Upacara yang kedua adalah upacara surup yang terdapat beberapa rangkaian kegiatan seperti arak-arakan mengelilingi perkampungan dengan rute sepanjang jalan utama desa (Gambar 4), perang bangkat, surup, dan tublek punjen yang berlangsung di dalam rumah dan di pekarangan rumah. 3) Upacara kematian tidak jauh berbeda dengan tradisi dalam agama islam. Setelah orang yang meninggal dimakamkan, kerabat dan warga desa mengadakan tahlilan dan selamatan untuk mendoakan roh-roh yang meninggal yang kegiatannya dilaksanakan di dalam rumah.
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 1, Juli 2010
Tri Kurnia Hadi Muktining Nur, Antariksa, Nindya Sari
Gambar 4. Ruang Makro pada Kegiatan Perkawinan
Kegiatan yang terkait dengan keselamatan, diantaranya adalah: 1. Selamatan Barong Ider Bumi Selamatan Barong Ider bumi di adakan setiap satu tahun 1 kali yang dilaksanakan pada hari ke-2 Syawal atau hari kedua pada saat Idul Fitri. Selamatan Barong Iderbumi bertujuan supaya masyarakat Desa Kemiren terhindar dari segala malapetaka dan diikuti oleh seluruh masyarakat tanpa terkecuali.
Proses kegiatan selamatan Iderbumi terdiri dari empat tahap, yaitu mempersiapkan tumpeng pecel pitik di pawon, berkumpul di rumah barong, arak-arakan, dan makan bersama. Pada tahap pertama ruang yang digunakan hanya dalam skala mikro di dalam rumah, sedangkan tahap ke 2 – 4 menggunakan ruang makro di jalan raya. (Gambar 5).
Gambar 5. Kegiatan Selamatan Ider Bumi
2. Selamatan Tumpeng Sewu Selamatan Tumpeng Sewu juga dikenal sebagai selamatan Bersih Desa. Selamatan
Tumpeng Sewu dilaksanakan pada hari senin atau hari jumat pada minggu pertama bulan Haji. Masyarakat menggelar selamatan Bersih Desa
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 1, Juli 2010
63
PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN MASYARAKAT USING DI DESA KEMIREN KABUPATEN BANYUWANGI
dengan cara makan bersama seribu nasi tumpeng (tumpeng sewu) dengan menu pecel pitik. Pelaksanaan selamatan Tumpeng Sewu diikuti oleh seluruh masyarakat Desa Kemiren. Selamatan ini dimulai sejak pagi hari sekitar pukul 09.00 yang diawali dengan menjemur kasur dengan motif yang sama, yaitu berwarna merah dan hitam. Setelah itu, semua masyarakat terutama yang wanita mulai sibuk menyiapkan
tumpeng pecel pitik. Persiapan tumpeng dilakukan menjelang magrib dan memasang oncor ajug-ajug (obor duduk) di pinggir jalan utama desa. Seusai menjalankan shalat Magrib, masyarakat Desa Kemiren berkumpul di pinggir jalan utama untuk menjalankan proses selamatan. (Gambar 6).
Gambar 6. Proses Kegiatan Selamatan Tumpeng Sewu
3. Selamatan Rebowekasan Selamatan Rebo Wekasan adalah selamatan yang dilakukan pada setiap titik mata air yang bertujuan supaya air yang dikeluarkan dari setiap titik mata air terhindar dari segala macam penyakit. Selamatan ini diadakan pada hari terakhir di Bulan Safar.
Jumlah mata air yang terdapat di Desa Kemiren sebanyak 27 titik mata air, sehingga selamatan yang digelar sebanyak 27 tempat. Warga masyarakat yang mengadakan selamatan menuju sumber mata air terdekat dengan rumahnya (Gambar 7).
Gambar 7. Kegiatan Selamatan Rebowekasan
64
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 1, Juli 2010
b. Kegiatan religi Mayoritas penduduk Desa Kemiren menganut agama Islam. Kegiatan religi yang dilakukan cukup banyak, namun terdapat beberapa kegiatan yang selalu dilakukan dan dirayakan secara meriah yang di antaranya adalah acara Suroan, Isra Mi’raj, Nuzulul Quran, Muludan, Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha. Kegiatan religi tersebut merupakan acara yang melibatkan seluruh umat islam yang ada di Desa Kemiren, sehingga ruang yang digunakan adalah ruang makro, yaitu masjid. Di Desa Kemiren hanya terdapat satu masjid, sehingga pola pergerakan kegiatan religi tersebut adalah memusat dari beberapa titik menuju satu titik di masjid (Gambar 8).
Gambar 8. Pola Kegiatan Religi
Pola kekerabatan di masyarakat Using adalah bilateral yang memperhitungkan kekerabatan dari pihak laki-laki maupun
perempuan. Tradisi masyarakat Using dalam penentuan lokasi rumah untuk anak adalah di depan rumah orang tua. Rumah anak akan diletakkan di lahan paling depan atau paling dekat dengan jalan utama, dan orang tua akan mengalah mendapatkan lahan yang paling belakang atau paling jauh dari jalan utama. Namun, hal ini hanya berlaku untuk satu keturunan saja. Dengan demikian, lahan hunian bagi orang Using, ibarat "lahan kesinambungan" antara dirinya dengan generasi berikutnya. Berdasarkan pengamatan di lapangan, diperoleh empat sampel yang mewakili pola tempat tinggal masyarakat Using di Desa Kemiren. Pola kekerabatan yang mewakili adalah keluarga Pak Timbul dan Pak Serad. Pola hunian keluarga Bapak Timbul cenderung berorientasi pada jalan utama Desa Kemiren dan mempunyai arah hadap ke utara. Penempatan rumah untuk anak-anak dari Bapak Timbul membentuk suatu pola yang lurus kebelakang, yaitu rumah anak pertama berada paling dekat dengan jalan raya, urutan kedua adalah rumah anak kedua, urutan ketiga adalah rumah anak yang ketiga, sedangkan yang paling belakang adalah rumah orang tua (Gambar 9). Pola hunian keluarga Bapak Serad membentuk garis kekiri dengan urutan rumah paling kanan adalah rumah orang tua, sebelah kirinya adalah rumah anak pertama, dan rumah paling kiri adalah rumah anak kedua (Gambar 10).
Gambar 9. Hubungan Kekerabatan Lokasi Rumah Memanjang Ke Belakang
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 1, Juli 2010
65
Gambar 10. Hubungan Kekerabatan Lokasi Rumah Memanjang Ke Kiri
B. Hunian Tempat Tinggal Secara Mikro 1. Fisik Bangunan Bentuk dasar rumah Using tidak mengenal hirarki yang berkaitan erat dengan struktur sosial masyarakat Using yang cenderung egaliter (tidak mengenal hirarki/stratifikasi dalam hubungan kemasyarakatan). Bentuk rumah Using dapat dikenali lewat bentuk atapnya yang terdiri dari 3 jenis, yaitu cerocogan, baresan, dan tikel balung (Gambar 11).
cerocogan,
baresan
tikel balung Gambar 11. Sketsa Rumah Adat Using
Penggunaan tiga jenis atap rumah Using adalah untuk menampilkan keharmonisan suatu keluarga tersebut kepada kalangan umum Tampilan keseluruhan rumah using memberikan kesan tertutup sebagai ekspresi karakter masyarakat using tempo dulu terutama pada masa
penjajahan Belanda yang cenderung curiga dan tertutup. Dinding luarnya menggunakan gedhek motif piphil tanpa jendela dan dinding depan rumah menggunakan roji sebagai benteng pertahanan dan sarana pengintai. Berdasarkan hasil survey pada 117 rumah asli, sebagian besar menggunakan atap Tikel Balung (37,61%) dan tikel balung-cerocogan (35,90%). Jumlah atap yang digunakan bervariasi yang di antaranya rumah yang menggunakan 1 atap sebanyak 52,99 %, 2 atap sebanyak 41,03%, dan 3 atap 5,98%, paling banyak adalah rumah yang menggunakan 1 atap. Dilihat dari variasi bentuk atap, jenis atap yang banyak digunakan adalah jenis Tikel Balung dan Cerocogan. Untuk rumah-rumah yang sudah berubah, jenis atap yang digunakan sebagian besar tidak mengikuti adat Using dan bentuknya seperti bangunan modern pada umumnya. Rumah-rumah yang terdapat di Desa Kemiren sebagian besar merupakan rumah yang usianya sudah tua. Berdasarkan hasil survey pada 117 rumah asli, prosentase paling besar (58,61 %) menunjukkan bahwa rumah yang ditinggali memiliki usia lebih dari 50 tahun. Dilihat dari konstruksi rumah asli di Desa Kemiren hanya tersusun dari tembok berupa kayu dan gedeg, namun mempunyai kekuatan yang melebihi rumah dari dinding bata. Meskipun konstruksinya hanya terbuat dari kayu, rumah asli bisa tahan dari serangan binatang pengerat karena dinding kayu atau gedeg tidak menempel dengan tanah. Antara tanah dan dinding terdapat jarak antara 5-
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 1, Juli 2010
66
Tri Kurnia Hadi Muktining Nur, Antariksa, Nindya Sari
10 cm (Gambar 12). Hal ini merupakan salah satu faktor ketahanan rumah Using hingga berpuluhpuluh tahun. Fungsi bangunan pada semua rumah Using asli adalah untuk tempat tinggal.
terdapat strata sosial di dalamnya yang secara fisik tiap wilayah kekuasaan pribadi masyarakat Using tidak terdapat batas yang tegas. Batas lahan pada rumah-rumah asli 35,9% tidak mempunyai batas lahan, 29,06% batas lahan berupa batu kali, batas berupa tanaman 16,24%, batas berupa selokan 9,40% dan batas lahan berupa pagar 9,40%.
Terdapat jarak antara tanah dan dinding pada rumah asli di Desa Kemiren Gambar 12. Tampilan Rumah Asli Using
Status kepemilikan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu status kepemilikan rumah dan status kepemilikan tanah. Sebagian besar rumah yang ada adalah warisan dari orang tua (66%), sedangkan yang paling sedikit adalah rumah yang beli karena orang yang membeli rumah di Desa Kemiren umumnya adalah orang yang bukan asli dari Desa Kemiren. Masyarakat yang asli dari Desa Kemiren pada umumnya menempati rumah peninggalan orang tua dan membangun rumah sendiri di tanah warisan orang tua yang terdapat di Desa Kemiren. Status kepemilikan tanah milik masyarakat di Desa Kemiren, sebagian besar (76,10 %) sudah bersertifikat. Rumah Using yang dibangun pada masa lalu yang merupakan rumah warisan turuntemurun memiliki orientasi kosmologis, yaitu Utara-Selatan, yang dipengaruhi oleh kepercayaan terdahulu, yaitu rumah tidak boleh menghadap gunung. Selain itu, arah hadap rumah juga harus menghadap ke lurung (jalan). Berdasarkan pengamatan di lapangan sebagian besar rumah Using di Desa Kemiren masih menghadap utara dan selatan. Dibangunnya jalan-jalan baru, mengakibatkan rumah-rumah yang baru di bangun cenderung mengikuti jalan karena untuk mempermudah akses dan sirkulasi. Arah hadap rumah-rumah yang berada pada berisan kedua kebelakang mengikuti arah hadap rumah yang berada di tepi jalan yang mempunyai arah hadap ke jalan (Gambar 13). Batas teritori wilayah kekuasaan pribadi atau batas lahan dapat mencerminkan strata sosial yang ada di dalam masyarakat. Secara non fisik masyarakat Using di Desa Kemiren merupakan golongan kaum masyarakat biasa yang tidak
Gambar 13. Pola Arah Hadap Rumah Using di Desa Kemiren
2. Struktur Ruang Tempat Tinggal dan Tata Bangunan Jenis ruang di dalam rumah Using dapat dibedakan atas ruang utama dan ruang penunjang. Ruang utama adalah ruangan yang selalu ada pada rumah Using, yaitu bale, jrumah, dan pawon. Pada saat ini, bale terletak di bagian depan rumah dan bersifat publik. Jrumah terletak dibagian tengan yang sifatnya paling privat. Pawon terletak di belakang rumah yang berfungsi sebagai dapur. Ruang penunjang adalah ruangan tambahan yang tidak selalu ada di setiap rumah Using di antaranya adalah amper, ampok, pendopo dan lumbung. Amper adalah ruang publik yang terdapat di bagian depan rumah. Ampok merupakan ruang tambahan yang berada di sisi kiri maupun kanan rumah Using. Pendopo merupakan ruang pemisah antara jrumah dan pawon. Lumbung merupakan tempat untuk
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 1, Juli 2010
67
PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN MASYARAKAT USING DI DESA KEMIREN KABUPATEN BANYUWANGI
menyimpan padi. Pada setiap rumah juga terdapat Kiling sebagai penanda teritori ruang privat. Pola ruang dalam rumah Using pada saat ini adalah bale-jrumah-pawon. Pola ruang ini terjadi perubahan setelah kemerdekaan. Pada masa sebelum merdeka, susunan pola ruang yang ada terbalik, yaitu pawon-jrumah-bale (Gambar 14). Pawon berada di bagian depan dengan tujuan menyamarkan bale sebagai ruang pertemuan, dengan dinding depan dilengkapi dengan roji yang berguna untuk mengintip situasi di luar rumah. Perubahan pola ruang di dalam rumah tidak berpengaruh terhadap pola permukiman secara fisik tetapi berpengaruh terhadap pola pergerakan masyarakat di dalam permukiman masyarakat (Gambar 15 dan 16). Pola pergerakan sebelum perubahan ruang dalam rumah lebih tertutup dan sembunyi-sembunyi dengan akses utamanya adalah sawah dan ladang,
sedangkan pola pergerakan setelah terjadi perubahan ruang setelah kemerdekaan lebih terkesan terbuka dengan akses utama adalah jalan raya. Pola tata bangunan di rumah Using cukup simpel, yang hanya terdapat satu bangunan rumah dan lumbung padi. Pada masa penjajahan, lumbung padi terdapat di bagian depan rumah yang mendekati dengan jalan. Seiring dengan perubahan pola tata ruang dalam rumah dengan berpindahnya bale ke bagian depan mendekati dengan jalan raya, berpengaruh terhadap pola tata bangunan dalam penempatan lumbung padi. Faktor lain adalah letak lumbung padi yang berada terpisah dengan rumah menyebabkan banyak tejadi pencurian padi, sehingga pada saat ini letak lumbung padi dimasukkan ke dalam rumah yang pada umumnya diletakkan di dalam pawon (Gambar 14).
Gambar 14. Perubahan Pola Ruang dan Tata Bangunan Rumah Using
Gambar 15. Pergerakan Sebelum Perubahan Ruang dalam Rumah Using
68
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 1, Juli 2010
Gambar 16. Pergerakan Sesudah Perubahan Ruang dalam Rumah Using
Berkaitan dengan susunan ruang dalam, terdapat bentuk susunan rumah yang berbedabeda. Rumah Using yang dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu rumah dengan 3 atap, 2 atap, dan 1 atap. Susunan ruang utama (bale, jrumah dan pawon) pada rumah 1 atap seluruhnya berada dalam 1 atap tersebut; pada rumah 2 atap susunan pawon pada umumnya berada pada atap kedua; dan pada rumah 3 atap, masing-masing ruang berada di atap yang berbeda (Gambar 17).
kosmologis, permukiman masyarakat pada jaman dahulu sengaja diatur mengikuti jalan raya dengan orientasi utara-selatan yang menghadap ke jalan. Pola perkembangan permukiman masyarakat Using lambat laun tetap mengikuti jalan utama. Berdasarkan perkembangannya, permukiman masyarakat cenderung mengarah ke barat. Dengan dibangunannya jalan-jalan baru, permukiman masyarakat berkembangan ke arah jalan-jalan baru tersebut (Gambar 18).
Atap III
Atap II
Sketsa rumah
Atap I
Tampak Atas
Gambar 17. Susunan Ruang pada Rumah Tiga Atap
C. Pola Permukiman Makro 1. Perkembangan Permukiman Berdasarkan cerita rakyat, Desa Kemiren terbentuk dari pembabatan hutan kemiri dan durian untuk dijadikan permukiman. Pembabatan hutan dimulai sekitar tahun 1830-an untuk membuat jalan raya yang membentang dari arah timur ke barat. Sesuai dengan orientasi
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 1, Juli 2010
69
PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN MASYARAKAT USING DI DESA KEMIREN KABUPATEN BANYUWANGI
2. Tipologi Permukiman Menurut Jayadinata (1992), pola permukiman terdiri atas dua macam, yaitu pola permukiman memusat (permukiman memusat di permukiman jalan, permukiman memusat di sepanjang jalan, permukiman memusat bujur sangkar, permukiman belokan jalan, dan pengembangan permukiman memusat) dan pola permukiman terpencar. Berdasarkan tipe-tipe permukiman tersebut, permukiman di Desa Kemiren termasuk kedalam tipe permukiman memusat di sepanjang jalan. Permukiman masyarakat memusat di bagian tengah wilayah desa yang dikelilingi oleh kawasan pertanian yang luas dan perkembangannya cenderung linier dua sisi mengikuti jalan utama desa yang berada tepat ditengah desa membentang dari barat ke timur (Gambar 19).
Gambar 18. Perkembangan Permukiman dari Tahun 1940-an – 2008
Gambar 19. Pola permukiman di Desa Kemiren
3. Peruntukan Lahan Desa Sebagian besar wilayah Desa Kemiren merupakan kawasan pertanian. Berawal dari hutan yang di babat untuk lahan pertanian dan permukiman penduduk. Dari tahun ke tahun permukiman penduduk semakin berkembang dengan mengambil alih lahan pertanian untuk permukiman. Berkembangnya permukiman berdampak dibangunnya gang-gang baru, dan bertambahnya kebutuhan akan fasilitas umum seperti fasilitas peribadatan, fasilitas pendidikan,
70
dan fasilitas kesehatan. Perubahan guna lahan dapat dilihat pada Gambar 16. Kondisi topografi wilayah Desa Kemiren adalah bergelombang. Batas fisik wilayah Desa Kemiren pada bagian utara dan selatan adalah berupa sungai. Sungai ini juga berfungsi sebagai sumber irigasi persawahan penduduk. Lahan pertanian masih mendominasi wilayah Desa Kemiren hingga saat ini. Jalan utama desa membentang dari timur ke barat yang seolah-olah membelah Desa Kemiren menjadi dua bagian dan
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 1, Juli 2010
Tri Kurnia Hadi Muktining Nur, Antariksa, Nindya Sari
permukiman penduduk cenderung mengumpul ditengah-tengah desa dan mengikuti alur jalan utama tersebut. Wilayah Desa Kemiren di bagian tengah memiliki kondisi topografi yang cukup
datar dari pada di bagian utara dan selatan, sehingga permukiman penduduk juga berada di wilayah tersebut. (Gambar 20 dan Gambar 21).
Gambar 20. Transek Desa Kemiren Potongan Barat – Timur
Gambar 20 menunjukkan bahwa topografi Desa Kemiren cukup bergelombang dan permukiman penduduk berkembangan mengikuti jalan raya. Pada permukiman penduduk posisi masjid berada di tengah-tengah permukiman dan berada pada titik tertinggi yang menunjukkan bahwa masjid merupakan bangunan yang disakralkan bagi masyarakat Desa Kemiren, sedangkan posisi makam berada di bagian paling timur dan di wilayah yang rendah. Topografi bagian utara – selatan Gambar 21, wilayah Desa Kemiren lebih bergelombang daripada bagian barat-timur. Guna lahan yang ada lebih bervariasi, pada bagian utara maupun selatan dialiri dua sungai yang berfungsi untuk mengairi sawah di sekitarnya. Permukiman penduduk mengelompok di bagian tengah yang wilayahnya relatif datar dan menghadap ke jalan raya. Pada bagian luar permukiman penduduk terdapat sumber mata air yang berfungsi untuk sumber air bersih penduduk. Pada titik paling tinggi, terdapat makam Buyut Cili yang merupakan sosok/dahnyang yang dipercaya sebagai pelindung Desa Kemiren. Makam ini merupakan tempat yang di anggap paling sakral, selain percaya terhadap sosok gaib, masyarakat juga selalu melaksanakan selamatan di makam ini dua kali dalam seminggu. 4. Ruang Budaya Sejarah lokasi, fungsi dan kepentingan ruang-ruang yang ada pada permukiman, dan determinasi budaya yang muncul pada ruang permukiman menentukan struktur ruang budaya yang ada di Desa Kemiren. Berdasarkan ruangruang budaya yang terbentuk akibat adanya
aktivitas masyarakat maka diketahui elemenelemen yang ada dalam permukiman masyarakat Using di Desa Kemiren, yaitu di antaranya: a. Jalan Jalan selain sebagai prasarana transportasi juga digunakan sebagai ruang budaya yang digunakan dalam beberapa acara kebudayaan. Beberapa acara ritual budaya menggunakan ruang jalan utama sebagai tempat berlangsungnya arak-arakan dan acara makan bersama. Jalan juga sebagai acuan perkembangan permukiman penduduk dan sebagai orientasi arah hadap bangunan rumah. b. Sanggar kesenian Kelompok masyarakat yang banyak berkembang adalah kelompok kesenian. Berbagai kelompok kesenian tersebut difasilitasi dengan sanggar-sanggar kesenian yang digunakan untuk beraktivitas secara rutin. c. Masjid Mayoritas masyarakat di Desa Kemiren menganut agama Islam dengan fasilitas pendukung berupa masjid. Di Desa Kemiren hanya terdapat 1 masjid yang didirikan sekitar tahun 1960an. Oleh karena itu, seluruh kegiatan keagaamaan yang menyangkut seluruh umat Islam di Desa Kemiren berlokasi di masjid ini. d. Makam Di Desa Kemiren terdapat dua jenis makam, yaitu makam umum dan makam Buyut Cili. Pemakaman umum pada Desa Kemiren terdapat di tiga lokasi, letak topografi dari pemakaman umum tersebut cenderung berada di bagian yang
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 1, Juli 2010
71
PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN MASYARAKAT USING DI DESA KEMIREN KABUPATEN BANYUWANGI
paling bawah dari permukiman penduduk. Namun, berbeda halnya dengan makam Buyut Cili, letak makam buyut cili berada di titik yang tinggi. Perbedaan ini menunjukkan bahwa makam Buyut Cili merupakan tempat yang sakral yang sering digunakan untuk ritual selamatan sehingga letaknya berada di tempat yang tinggi. e. Sawah Masih luasnya lahan pertanian menyebabkan mata pencaharian masyarakat masih bertumpu pada bidang pertanian. Sawah juga merupakan ruang yang masih karena beberapa kegiatan selamatan pertanian dilaksanakan di sawah. Lokasi dari areal persawahan ini berada di bagian terluar wilayah desa dan mengelilingi permukiman penduduk.
f.
Sumber mata air Sumber mata air di Desa Kemiren berjumlah 27 titik. Selain sebagai sumber air bersih bagi masyarakat di Desa Kemiren, sumber-sumber mata air juga sebagai tempat sakral yang digunakan sebagai ruang utama pada selamatan Rebowekasan. Lokasi seluruh sumber mata air berada di antara lahan pertanian dan permukiman penduduk. Berdasarkan hasil superimpose ruangruang budaya yang digunakan dalam kegiatan sosial budaya, maka diperoleh seluruh wilayah Desa Kemiren merupakan ruang budaya bagi masyarakat di Desa Kemiren. Peletakan elemenelemen permukiman dapat membentuk suatu ruang yang sistematis sebagaimana Gambar 22.
Sungai
Sawah Sungai Sumber air Sanggar Jalan
Permukiman
Makam
Masjid Sumber air Sawah Sungai
Gambar 22. Pola Letak Elemen Permukiman
Seiring dengan perkembangan jaman, terdapat beberapa permasalahan-permasalahan dalam melestarikan sosial budaya yang ada. Permasalahan – permasalahan tersebut diantaranya: 1. Permasalahan ekonomi yang berupa keterbatasan dana yang di keluarkan untuk kegiatan-kegiatan adat sehingga terdapat beberapa kegiatan budaya yang tidak dilaksanakan dan keberadaannya bahan bangunan yang asli sudah sulit untuk dicari. 2. Permasalahan sosial yang pertama mempengaruhi perubahan pola permukiman di Desa Kemiren adalah masuknya agama Islam yang merubah kepercayaan dan pandangan masyarakat, perkembangan jaman sangat berpengaruh terhadap kesadaran masyarakat dan akulturasi budaya.
72
3. Permasalahan fisik, yaitu banyak rumah Using yang sudah berubah dan tidak sesuai dengan aturan adat yang ada. 4. Permasalahan hukum bertumpu pada pemerintah lokal maupun pemerintah kabupaten yang kurang ada campur tangan dalam melestarikan pola permukiman, sehingga berpengaruh terhadap menurunnya kesadaran masyarakat dan terjadinya perubahan secara fisik. Arahan pelestarian fisik untuk rumah Using yang masih asli adalah preservasi, konservasi dan perlindungan wajah bangunan. Arahan pelestarian untuk bangunan rumah baru adalah replikasi (peniruan) pada bangunan musium, perlindungan wajah bangunan dan adaptasi. arahan pelestarian untuk bangunan non rumah adalah adaptasi. Arahan fisik untuk pelestarian pola permukiman adalah mempertahankan pola-
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 1, Juli 2010
Tri Kurnia Hadi Muktining Nur, Antariksa, Nindya Sari
pola yang telah terbentuk akibat adanya sistem kosmologis, sistem kekerabatan, pola pergerakan masyarakat, serta secara fisik yang terbentuk oleh akibat topografi wilayah. Arahan pelestarian non fisik terdiri dari tiga aspek, yaitu aspek ekonomi,aspek sosial, dan aspek hukum. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat dirangkum dari hasil Berdasarkan kajian terhadap beberapa variabel sosial budaya yang berpengaruh terhadap pola permukiman, ditemukan keterkaitan antara sejarah, kegiatan sosial budaya, topografi dan sistem kekerabatan dengan pembentukan pola permukiman masyarakat secara makro. Kecenderungan ruang yang digunakan dalam kegiatan budaya adalah rumah, jalan raya, masjid dan makam Buyut Cili yang dalam pergerakan kegiatannya adalah membentuk suatu pola yang mengikuti pola permukiman yang ada. Pola permukiman terbentuk dari pola rumah, pola kekerabatan dan orientasi rumah dengan didukung dengan kondisi topografi wilayah di Desa Kemiren sehingga pola permukimannya cenderung mengelompok dan linier sepanjang jalan. Sifat-sifat kosmis dan sakral yang masih dipercaya oleh masyarakat dapat membentuk suatu ruang budaya yang teratur dan sistematis dalam ruang permukiman Desa Kemiren. DAFTAR PUSTAKA Aliyah, I. 2004. Identifikasi Kampung Kemlayan sebagai Kampung Tradisional Jawa di Pusat Kota. Jurnal Teknikl. XI (1): 33 – 40. Jayadinata, J. T. 1992. Tata Guna dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan & Wilayah. Bandung: Penerbit ITB Bandung. Suprijanto, I. 2002. Rumah Tradisional Osing: Konsep Ruang dan Bentuk. Dimensi Teknik Arsitektur. 30 (1): 10 – 20.
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 1, Juli 2010
73