Pelepasan Program Pertukaran Mahasiswa Tanah Air UNAIR NEWS – Pimpinan Universitas Airlangga melepas 13 mahasiswa program Pertukaran Mahasiswa Tanah Air Nusantara (PERMATA), Selasa (17/1). Ke-13 mahasiswa itu berasal dari empat perguruan tinggi di Indonesia, meliputi Universitas Sumatera Utara, Universitas Tadulako, Universitas Syah Kuala, dan Universitas Sam Ratulangi. Selain perkuliahan, mereka telah rampung mengikuti beragam kegiatan di UNAIR dalam rangka pengembangan softskill. Selama enam bulan di UNAIR, beragam kegiatan mereka ikuti. Seperti KKN – BBM Tematik bersama mahasiswa Internasional, Airlangga International Student Competition and International Student Summit (AISC-ISS) 2016, serta studi banding dan youth conference yang diadakan oleh BEM UNAIR. “Beragam kegiatan itu dalam rangka menambah teman, wawasan, menumbuhkan kebersamaan dan kepedulian bahwa kita hidup satu bangsa. Menumbuhkan rasa cinta sesama teman dan sesama sebangsa,” ujar Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, Dra., M.Si., Direktur Pendidikan UNAIR. Pelepasan mahasiswa berlangsung di Aula Kahuripan 301, Kantor Manajemen, Kampus C UNAIR. Setelah acara pelepasan, ke-13 mahasiswa melakukan studi banding ke UNAIR Program Studi di Luar Domisili (PDD) Banyuwangi untuk melihat kampus UNAIR di sana. Dengan berakhirnya program PERMATA di UNAIR, Prof Nyoman berharap, mahasiswa bisa lebih terbuka wawasan keilmuannya. Prof Nyoman berujar, sebagian besar mahasiswa itu mengatakan bahwa materi perkuliahan yang diberikan di UNAIR lebih sulit dibanding yang diberikan di perguruan tinggi mereka berasal. Dari segi peraturan pun, UNAIR terhitung menerapkan
kedisiplinan yang tinggi. “Mudah-mudahan mereka dapat tambahan softskill yang lebih kuat. Dan juga rasa kepedulian yang lebih mendalam. Ada penanaman wawasan bahwa mereka hidup bermasyarakat tidak hanya di wilayahnya, tapi di wilayah lain mereka bisa hidup bermasyarakat. Baik sesama teman maupun masyarakat sekitar, dengan kultur yang pasti berbeda. Pendewasaan diri yang paling penting,” harap Prof Nyoman. Dengan dilepasnya ke-13 mahasiswa, mahasiswa UNAIR yang mengikuti kegiatan serupa juga sudah waktunya kembali ke UNAIR. Mereka adalah mahasiswa UNAIR dari PDD Banyuwangi yang berjumlah enam mahasiswa. “Untuk mahasiswa UNAIR begitupula, mudah-mudahan termotivasi untuk belajar lebih serius. Peduli dengan daerah-daerah di luar Jatim yang mungkin secara kondisi, pelayanan, dan fasilitas sangat kurang dibanding Jatim,” kata Guru Besar Biokimia UNAIR itu. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh Editor: Nuri Hermawan
Sempat Diragukan, Adrian Langganan Keliling Dunia Berkat Ilmu Sejarah UNAIR NEWS – Ia memang berasal dari kalangan keluarga dokter. Ketika di bangku SMA, ia pernah meraih prestasi di bidang olimpiade Biologi. Namun, ia berulang kali keliling dunia berkat kecintaannya terhadap Ilmu Sejarah. Ialah Adrian
Perkasa. Sejarawan muda yang kini mulai dilirik dunia. Adrian Perkasa lahir di Tulungagung, 28 tahun silam. Ayahnya adalah seorang dokter. Adrian kecil sudah memiliki kecintaaan yang besar terhadap bangunan candi, oleh sebab sang ayah, sering mengajaknya ke Trowulan ketika perjalanan menuju Surabaya karena menempuh studi di UNAIR. Selanjutnya, karena sebuah tugas, ayahnya ditempatkan di Unaaha, sebuah desa terpencil di Sulawesi Tenggara. Di SD yang ia sebut lebih mirip dengan kondisi yang ada di film Laskar Pelangi itu, ia mendapatkan motivasi besar dari salah seorang gurunya. “Kalau kamu mau keliling dunia, kamu harus suka baca,” ujar Adrian menirukan perkataan gurunya ketika SD. Adrian kecil sudah terbiasa membaca diktat-diktat sejarah. Buku-buku sejarah begitu sulit didapat ketika itu. Kelak, ketika dewasa, ia menyadari bahwa buku-buku bacaan yang ia baca ketika SD adalah bahan materi yang diajarkan di bangku perkuliahan. Ketika SMA, materi seputar sejarah tak banyak Adrain tekuni. Ia bahkan sempat memiliki prestasi di bidang olimpiade Biologi. Namun kemudian, Ilmu Sejarah lah yang ia pilih ketika masuk ke perguruan tinggi. “Waktu daftar dimarahi. Sejarah mau jadi apa? Teman-teman pun sebagian besar masuk di kedokteran, kedokteran gigi, kedokteran hewan,” ujar laki-laki kelahiran Tulungagung, 27 Juni 1988 itu. Tahun 2006, Adrian memutuskan menjalani dua kuliah sekaligus, S-1 Ilmu Sejarah dan S-1 Hubungan Internasional di Universitas Airlangga. Studi inilah yang kemudian menjadi awal ia berkeliling dunia dengan bermodal ilmu sejarah. Memilih dunia akademis
Ketika menjalani dua studi sekaligus, Adrian menyadari bahwa Ilmu Sejarah banyak memberinya kesempatan untuk terus berkembang. Skripsinya menjadi skripsi bertema sejarah pertama yang diterbitkan oleh penerbit nasional dengan judul Orang–Orang Tionghoa dan Islam di Majapahit. Buku itupun mendapat dukungan dari Profesor Islam kenamaan, Ahmad Syafii Maarif. “Dari situ aku mikir, dunia akademisi itu ternyata menarik. Di dunia akademisi ini, orang tidak dibedakan berdasarkan asal usul golongan, tua maupun muda, tapi berdasarkan prestasi,” ujar Adrian. Adrian sempat bergabung di Badan Pelestarian Pusaka Indonesia, sebuah lembaga yang bergerak di bidang pelestarian warisan pusaka. Adrian semakin ‘langganan’ ke luar negeri berkat buku dan makalah penelitian bertema sejarah yang ia tulis. Berbagai negara di belahan dunia menjadi tempat ia berwisata edukasi, seperti Prancis, Taiwan, Hong Kong, Italia, Singapura, Portugal, dan sejumlah negara lainnya. “Aku jadi tambah sering keliling Indonesia, bahkan dunia, gara-gara sejarah,” ujar aktor film Ketika Cinta Bertasbih dan Cinta Suci Zahrana ini. Karena ketertarikan di bidang akademis itu, Adrian kemudian melanjutkan studi S-2 di Universitas Gadjah Mada. Ia pun nyaris tak meminta biaya dari orang tua karena berbagai beasiswa ia dapatkan. Ketika menempuh studi S-2, ia juga menjadi penerima Graduate Student Fellowship di Asia Research Institute National University of Singapore, pada tahun 2013. Adrian telah menjadi dosen tetap non PNS di Departemen Ilmu Sejarah, UNAIR, sejak 2016 lalu. Tahun 2017 ini, ia sedang menyiapkan sebuah proyek penelitian dengan akademisi tingkat dunia. Ia mendapatkan dana dari organisasi di Uni Eropa dan Amerika Serikat, dan berjejaring dengan akademisi dari Universitas Harvard dan National University of Singapore untuk
melakukan penelitian seputar kampung-kampung kuno di Surabaya. Apa saja peluang lulusan sejarah? Adrian menyadari betul, ilmu sejarah adalah bidang yang memiliki banyak peluang karir di masyarakat, namun tidak banyak orang yang melihat peluang ini. “Kita sangat dibutuhkan. Hari ini pemerintah dalam negeri sangat membutuhkan persebaran inventarisasi kampung kuno lawas. Banyak sekali peluang, sayang kalau calon mahasiswa tidak melihat peluang itu,” ujar laki-laki yang saat ini dipercaya oleh Pemerintah Kabupaten Lamongan untuk membuat buku sejarah Lamongan ini. Adrian berujar, melalui sejarah, manusia tahu identitas mereka. Melalui sejarah kita diajari untuk menjadi manusia yang terbiasa berpikir kritis. “Hari ini kita banjir informasi. Kita sangat berhati-hati terhadap segala informasi yang ada. Ada verifikasi sumber. Itu yang sangat penting hari ini. Apalagi kita tahu bangsa ini dibangun tidak hanya satu malam saja,” ungkap Adrian. Orangtua memang sempat meragukan keputusan Adrian untuk mendalami Ilmu Sejarah. Namun hari ini, ia bisa membuktikan bahwa Ilmu Sejarah yang kerap diremehkan orang, justru memiliki banyak peluang karir. Kuncinya, tanggungjawab dan sungguh-sungguh. “Dulu orang tua sempat protes. Yang pasti sekarang bangga. Karena kita sudah diberi keluasaan untuk memilih. Kebebasan harus disertai dengan tanggung jawab,” pungkasnya. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh Editor: Nuri Hermawan
Ruby Castubee, Penyakit Gusi Musisi
Profesor Sekaligus
UNAIR NEWS – Sosoknya ramah dan terlihat lebih muda dibandingkan orang seusianya. Ia meluangkan waktu sekitar satu jam lebih kepada UNAIR NEWS di sela-sela kesibukannya sebagai dosen, peneliti, dan musisi. Sosok lelaki itu adalah Prof. Dr. Muhammad Rubianto, drg., M.S., Sp.Perio (K), yang dikenal dengan nama panggung Ruby Castubee. Dengan gayanya yang santai, lelaki berkemeja flannel itu bercerita banyak tentang hobi bermusiknya, kesibukan sebagai sivitas akademika, hingga impiannya terhadap Universitas Airlangga. Kesukaannya bermusik diawali sejak ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Pada saat itu, Ruby berkeinginan untuk menciptakan sesuatu yang berjiwa muda sekaligus memberi semangat agar anak muda tak mudah tersesat. Seiring berjalannya waktu, ia secara bertahap mulai belajar bermain piano dan gitar dari seorang guru musiknya. Saat dirinya sudah mulai bisa bermain instrumen musik, ia mulai bergabung dengan salah satu grup musik terkenal pada zamannya bernama Kancil. Setelah dari Kancil, Ruby bergabung dengan grup musik bernama Oktavia. Grup musik itu masih eksis hingga kini. Secara kebetulan, rumahnya berada di sekitar Jalan Untung Suropati. Pada masa itu, di kawasan rumahnya, berdiri sejumlah markas grup musik. Salah satunya, Oktavia. Selama bergabung di Oktavia, ia bermain gitar melodi dan pernah juga bermain di posisi penggebuk drum.
“Saya membuat satu kelompok musik, perkumpulan anak-anak muda Untung Suropati utara. Kumpulnya anak muda jaman itu di situ semua. Anak jenderal, tentara, di situ semua. Dari situ saya mulai mengembangkan musik saya sendiri. Setelah di situ, saya diambil sama band yang namanya band Oktavia. Band Oktavia ini itu kumpulnya anak SMAN 2 jaman dulu. Saya di situ main melodi. Selama melodi jelas, kemudian saya diajak terus main, saya diajak main drum,” kisah Ruby. Ketika melihat Ruby muda sudah rutin bermain musik bersama rekan-rekannya, bapaknya sempat mengingatkan agar dirinya tak melupakan pendidikan. “Pendidikan harus tetap nomor satu,” tutur Ruby sembari mengingat perkataan bapaknya. Usai lulus dari sekolah menengah atas, ia berhasil diterima di S-1 Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, UNAIR. Namun, hobi bermusiknya bagai pisau bermata dua pada saat itu. Ruby hanya bertahan di FK selama satu tahun. Akibat seringnya bermusik, Ruby mengurangi waktu belajar hingga akhirnya ia sakit panas ketika kuliahnya memasuki waktu ujian akhir semester. Ruby becerita, pada saat FK dipimpin oleh Prof. Asmino, ada suatu peraturan tertentu yang membuat dirinya dikeluarkan dari FK akibat tidak lulus ujian semester. Pada tahun berikutnya, ia kembali mengikuti ujian masuk dan mendaftar di FKG UNAIR. Nasibnya berbuah manis hingga saat ini. Ia menjalani kuliah seperti biasa, tetap bermusik, dan akhirnya menyandang gelar sarjana kedokteran gigi. “Teman-teman seangkatan saya jarang yang jadi profesor. Saya jadi profesor,” ujar Ruby seraya tertawa mengenang kisahnya. Setahun lagi, tepatnya tahun 2018, ia memasuki masa pensiun. Profesor berusia 64 tahun itu kini mempersiapkan kegiatankegiatan di masa lanjutnya. Ia ingin bisa tetap bermain musik meski sudah pensiun dari dosen. Keinginannya itu ia buktikan sejak beberapa tahun belakangan. Ia mulai belajar membuat lagu secara otodidak. Saat ini, dari tangannya, Ruby sudah
menghasilkan 30 lagu. “Syaratnya saya harus bisa membuat lagu. Teman-teman saya yang dulu, saya kumpulkan untuk membuat band. Saat ini saya masih main di FKG. Tapi, lagu-lagu saya kan lagu plagiat semua. Ambil lagunya Red Zeppelin, Deep Purple, Chrisye. Tapi kalau menurut ilmu di sini, kan, nggak boleh ambil miliknya orang,” tutur penggemar grup musik The Rolling Stones.
Ruby Castubee memainkan gitar kesayangannya. (Foto: Alifian Sukma) Suguhan pesan moral Akumulasi cita-citanya masa kecil dan predikatnya sebagai seorang dosen mendorongnya untuk menciptakan lagu-lagu berirama soul, dan R ‘n B yang menjunjung pesan moral dalam lirik-liriknya. Ada banyak pesan yang disampaikan kepada penikmat musiknya dalam dua album yang telah ia rilis. Dalam
lagu
Bosan,
ia
meluapkan
kejenuhannya
di
tengah
kehidupan yang penuh kungkungan peraturan. “Karena waktu kecil, kita kita itu mesti nggak oleh ngene (tidak boleh begini dan begitu) tapi nggak ada solusinya. Sampai gede pun begitu. Peraturannya begini. Akhirnya saya membuat lagu yang namanya Bosan,” tutur Ruby. Lagu lainnya berjudul SMS kependekan dari Senang Melihat Orang Senang. Lagu itu juga terinspirasi dari pengamatannya melihat orang-orang di sekitar yang cenderung susah melihat orang senang. Ada pula judul lagu Ulah Cinta Anak Adam yang mengisahkan tentang kisah percintaan antarsesama. Ruby menuturkan, cinta adalah esensi kehidupan manusia meski perpisahan tak dapat dielakkan. “Musisi itu kan cinta-cintaan kayak yok yok o ae. Lek wis tukaran, kayak musuh (Kalau bertengkar sudah seperti musuh, red). Karena terus terang saja, pada waktu itu, angka perceraian itu kan tinggi karena nggak sabaran. Saya berikan pesan terhadap mereka lewat lagu Ulah Cinta Anak Adam,” kisah profesor kelahiran 8 September 1950 ini. Ada pula lagu-lagu lainnya yang mengisahkan tentang polusi lingkungan dan rohani (Polusi) dan kecintaannya terhadap Surabaya (Surabaya KPK) dan almamater UNAIR (Melawan Bayangbayang Kekalahan). “Yang paling baru saya buat Melawan Bayang-bayang Kekalahan, karena saya nggak mau melihat UNAIR ini suatu saat hanya tinggal nama. Jangan! UNAIR itu tetap harus dikenang dan tetap eksis,” aku Ruby. Lantas, apa pesan yang ingin Ruby sampaikan dari lagu-lagu yang ia ciptakan? “Cinta kasih, perdamaian, dan persatuan,” tegasnya. Sampai saat ini, ia masih rutin bermusik. Bahkan, ia berencana
untuk merilis album ketiganya pada tahun 2017 ini. Membangun jiwa Bermusik menjadi warna keseharian Ruby di tengah kesibukan sebagai dokter gigi dan dosen. Ia masih rutin mendendangkan gitar sembari bernyanyi di ruang kerjanya. Di ruang praktik dokter gigi di rumahnya, dipenuhi dengan kaset-kaset musisi favoritnya. “Saya bantu orang (praktik) sambil mendengarkan kaset gitu. Saya dengerin kaset sambil saya ajak ngomong. Kemudian, begitu ada ide, saya tulis,” tuturnya. Ia menyatakan sikap setuju saat ditanya pengaruh baik musik terhadap kesehatan seseorang. Ia pernah mendapatkan pasien yang tekanan darahnya tinggi, namun seketika turun setelah pasien diajak mengalunkan lagu kesukaannya. “Ada yang namanya music for health (musik untuk kesehatan, red). Jadi, kalau dokter gigi tidak bisa berseni, berarti kurang pas. Itu sangat mendukung saya, jiwa saya, hidup saya ditakdirkan di kedokteran gigi,” imbuhnya. Selain
bermusik
dan
praktik,
Ruby
juga
masih
aktif
melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Ia masih mendidik, membimbing, dan menguji penelitian mahasiswa S-1, S-2, dan S-3. Menurutnya, hidup harus seimbang antara ilmu pengetahuan, moral, dan seni. Ke depan, ia berharap agar bersama-sama dapat membangun with Morality. Ia senantiasa untuk terus mencetak calon baru.
segenap sivitas akademika secara ruh UNAIR sesuai motto Excellence mengingatkan kepada para pendidik kaum intelektual dan cendekiawan
“Kita boleh untuk go international, tapi kita tidak sedang mendidik barang. Kita sedang mendidik orang cerdik pandai. Cendekiawan kabeh. Dia harus kreatif, mengekspresikan dirinya,
bebas berpendapat, dan jangan dikekang,” pesannya mengakhiri. (*) Penulis : Defrina Sukma S Editor : Binti Q. Masruroh
Peserta SNMPTN Disarankan Pilih Jurusan yang Linier UNAIR NEWS – Pertanyaan yang kerap muncul mengenai penerimaan mahasiswa baru adalah kebimbangan para pelajar kelas XII dalam menentukan program studi (prodi). Misalnya, mengenai pemilihan prodi lintas jalur dalam seleksi nasional mahasiswa perguruan tinggi negeri (SNMPTN). Menjawab keraguan itu, Ketua Pusat Informasi dan Humas (PIH) Universitas Airlangga (UNAIR) Drs. Suko Widodo, M.Si., menyarankan agar para calon peserta SNMPTN memilih jurusan yang linier. “Mengapa? Karena penilaian SNMPTN telah menetapkan mata pelajaran-mata pelajaran yang dinilai di masing-masing jurusan,” tutur Suko. Bagi pelajar jurusan ilmu pengetahuan alam (IPA), jejak rekam akademis rapor yang dinilai meliputi mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Fisika, Kimia, dan Biologi. Bagi pelajar ilmu pengetahuan sosial (IPS), nilai rapor yang dilihat adalah mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Ekonomi, Geografi, dan Sosiologi. Sedangkan, pelajar jurusan bahasa meliputi Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Sastra Indonesia, Antropologi, dan salah satu bahasa asing. “Sehingga ketika anak IPA memilih jurusan IPS maka secara
otomatis nilai-nilai mata pelajaran Ekonomi, Sosiologi, dan Geografi akan kosong. Dengan begitu disarankan untuk SNMPTN memilih jurusan yang linier,” imbuhnya. Pernyataan tersebut disampaikan Suko dalam acara Talkshow Campus Expo yang diadakan oleh Musyawarah Guru Bimbingan Konseling (MGBK) Kota Surabaya. Acara yang dihadiri oleh pelajar SMA se-Surabaya dan sekitarnya digelar Kamis (19/1) di DBL Arena Surabaya. Selain penjelasan mengenai pemilihan prodi lintas jurusan, Suko juga memaparkan secara singkat mengenai jalur penerimaan mahasiswa baru di UNAIR. Pada tahun 2017, UNAIR menerima mahasiswa baru melalui jalur SNMPTN, SBMPTN (seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri), dan Mandiri. Terkait dengan perubahan kuota, UNAIR mengikuti aturan yang ditetapkan panitia pusat yakni minimal 30 persen untuk SNMPTN, minimal 30 persen untuk SBMPTN, dan maksimal 30 persen untuk Mandiri. Sedangkan, sisa 10 persen bergantung kebijakan masing-masing PTN. Selain perubahan kuota jalur penerimaan, sekolah dengan akreditasi A memiliki kuota 50 persen, akreditasi B 30 persen, akreditasi C 10 persen, dan non akreditasi 5 persen. Antusiasme audiens terlihat ketika sesi tanya jawab. Salah seorang siswa SMA Negeri 13 Surabaya, Tomy, menanyakan perihal indeks penilaian SNMPTN yaitu indeks prestasi kumulatif (IPK) alumni asal sekolah yang berkuliah di kampus tersebut. “Penilaian alumni tidak hanya dari yang lolos SNMPTN namun juga SBMPTN, dan Mandiri. Selain itu, IPK alumni juga berpengaruh pada track record sekolah tersebut,” tutur Suko. Pertanyaan lainnya yang muncul dari salah satu orang tua siswa dari SMA Muhammadiyah Surabaya. Ia menanyakan alur pendaftaran SNMPTN. “Apakah bisa siswa sekolah swasta mendaftar SNMPTN? Lalu, siapa pihak yang melakukan pengisian data?,” tanya
seorang peserta talkshow. Menanggapi pertanyaan itu, Suko menegaskan bahwa sekolah negeri, swasta maupun kejuruan bisa mendaftar SNMPTN dengan mengikuti ketentuan-ketentuan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Terkait pengisian data, diawali dari pangkalan data dan sekolah (PDSS) yang diisikan oleh pihak sekolah. Apabila siswa lolos dalam kuota berdasarkan akreditasi sekolah, tiap siswa akan mendapatkan kode voucher dari pihak sekolah untuk memverifikasi data yang telah diisikan sekolah dan memilih prodi yang diinginkan. Di akhir acara, Suko memberikan nasihat kepada para siswa, guru, dan orang tua murid. “Pilihlah program studi sesuai dengan minat dan bakat. Pilihlah sesuai passion Anda,” pungkasnya.
Penulis: Hedy Dyah Syahputri Editor: Defrina Sukma S