PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM (Studi Kasus Kantor Urusan Agama Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara)
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)
Oleh: AHMAD SYAIFUL HUDA NIM. 1211007
PROGRAM STUDI AL-AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ (UNISNU) JEPARA 2015
i
NOTA PEMBIMBING Lamp : 3 (tiga) Eksemplar
Kepada
Hal
: Naskah Skripsi
Yth. Dekan Fakultas Syari’ah
a.n. Sdr. Ahmad Syaiful Huda
UNISNU Jepara Di tempat
Assalamu’ alaikum Wr. Wb. Setelah saya membaca dan mengadakan koreksi seperlunya, bersama ini saya kirim naskah skripsi saudara: Nama
: AHMAD SYAIFUL HUDA
NIM
: 1211007
Fakultas
: Syari’ah dan Hukum
Program Studi
: Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah
Judul
:
PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM (Studi Kasus Kantor Urusan Agama Kec. Batealit Kab. Jepara)
Dengan ini saya berpendapat bahwa skripsi tersebut telah dapat diterima dan selanjutnya dapat diajukan dalam siding munaqasah. Demikian nota pembimbing ini saya buat, kepada yang bersangkutan hendaknya menjadi periksa dan maklum adanya. Wasslamu’alaikum Wr.Wb. Jepara, 14 September 2015
Dr. Sadullah Assa’idi, MA.
ii
iii
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam refernsi yang dijadikan bahan rujukan.
Jepara, 06 September 2015
Deklarator
AHMAD SYAIFUL HUDA NIM. 1211007
iv
ABSTRAK
AHMAD SYAIFUL HUDA (1211007) Prodi al-Ahwal al-Syakhshiyyah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Nahdlatul Ulama’ (UNISNU) Jepara, Judul skripsi: “PELAKSANAAN PERKAWINA DENGAN WALI HAKIM (Studi Kasus Kantor Urusan Agama Kec. Batealit Kab. Jepara).” Pernikahan merupakan ikatan yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan, pernikahan bukan hanya menghalalkan hubungan suami istri lebih dari itu hikmah perkawinan salah satunya yakni terpeliharanya nasab. Akad nikah merupakan prosesi yag sifatnya sakral, dalam akad nikah keberadaan wali dalam sebuah perkawinan mempunyai makna hukum yang sangat berarti, tanpa wali nikah dianggap tidak pernah terjadi. Ditetapkannya wali sebagai rukun pernikahan.menunjukan betapa islam menempatkan wali pada keduduan yang mulia apabila mempelai perempuan tidak mempunyai orang tua, kakek atau sanak famili lainnya. Wali hakim merupakan alternatif yang ditawarkan syari’ah bagi mempelai perempuan yang tidak memiliki wali nasab.KUA merupakan ujung tombak dari peran Negara di bidang agama urtamanya dalam hal pernikahan. Berlatar belakang dari masalah tersebut penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh bagaimana pelaksanaan perkawinan dengan wali hakim dan faktorfaktor apa saja yang menyebabkan pelaksanaan perkawinan dengan wali hakim. dalam penelitian yang akan dilaksanakan penulis memilih lokasi KUA Kec. Batealit kab. Jepara
Penelitian ini termasuk jenis penelitian penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan metode kualitatif, yang mengambil lokasi di Kantor Urusan Agama Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara, sedangkan respondennya adalah Kepala dan pegawai Kantor Urusan Agama Batealit dan pasangan suami isteri. Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan studi kepustakaan sedangkan teknik analisis data adalah analisis interaktif. Hasil dari penelitian ini adalah Pelaksanaan perkawinan dengan wali hakim dari sisi administafnya hampir sama dengan pelaksanaan perkawinan dengan wali nasab, hanya saja pada pelaksanaan perkawinan dengan wali hakim ditambah dengan lampiran surat keterangan dari desa dan dalam surat keterangan tersebut di tanda tangan dari Kepala Desa. Sedangkan faktor penyebab pelaksaaan wali hakim di Kantor Urusan Agama Batealit adalah Kehabisan wali nasab, wali bai’d (wali jauh), tidak memiliki wali nasab, dan wali mafqud (wali yang tidak diketahui keberadaanya) Kata Kunci: perkawinan, wali haki
v
MOTTO
ِّ ات ِ ولِ ِدينِها فَاظْ َفر بِ َذ، و ِِلم ِاِلا، و ِِلسبِها، ملِ ِاِلا:تُْن َكح املرأةُ ِِلَرب ٍع ْت يَ َد ْا ْ َالديْ ِن تَ ِرب َ ْ َ َ ََ َ َ َ َ َ َ َ ْ َْ ُ ْ Seorang perempuan dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, karena kedudukannya, karena kecantikannya, (atau) karena agamanya. Pilihlah yang beragama, maka kau akan beruntung, (jika tidak, semoga kau) menjadi miskin”. (HR. Bukhori Muslim)
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN Dengan kerendahan hati skripsi ini ku persembahkan untuk: Kedua orang tuaku yang tak lelah mendo’akan dan memberi dukungan untuk kesuksesan anaknya . Ketiga Adikku Iwan, desy, faqih yang sangat aku sayangi. Para pembimbing yang senantiasa selalu memberikan saransarannya Kawanku Gank Ngopi dan seluruh teman- temanku yang tak dapat disebutkan satu persatu. Dan seluruh temanku Fak. Syariah angkatan 2011.
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur tetap terhantarkan kepada Allah SWT., yang telah memberikan kekuatan serta telah melimpahkan Hidayah serta Inayah-Nya sehingga penulis mampu melangkah sehingga dapat menyelesaikan skripsi tersebut sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana al-Ahwal al-Syakhshiyyah (S-I) Fakultas Syari’ah dan Hukum UNISNU Jepara dengan sempurna tanpa ada salah satu halangan apapun. Shalawat
serta
salam
penulis
sanjungkan
kepada
beliau
Baginda
Nabi
Muhammad SAW, semoga diakui sebagai umatnya yang setia hingga hari akhir nanti. Proses penyusunan skripsi ini penulis mendapat bantuan, petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak, dan pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikanterima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: 1. Allah SWT. yang telah memberikan petunjuk dan karunia-Nya. 2. Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa islam untuk kemaslahatan hidup manusia, dan penulis nantikan syafa’atnya. 3. Rektor UNISNU Jepara Bapak Prof. Dr. KH. Muhtarom HM 4. Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UNISNU Jepara Bapak Drs. HA. Barowi TM. M.Ag 5. Bapak Dr. Sa’dullah Assa’idi, M.Ag selaku Dosen pembimbing yang dengan sabar dan telah memberikah pengarahan dan perbaikan gunu terselesaikannya skripsi ini. 6. Seganap Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukuk dan segenap karyawan Universitas Nahdlatul Ulama’ (UNISNU) Jepara. 7. Ketua beserta Staff KUA Kec. Batealit Kab. Jepara yang telah membantu proses penelitian. 8. Kedua orang tua dan Adik-adikku yang selalu mendo’akan dan memberi dukungan moril dan materill sehingga penulisan skripsi terselesikan dengan baik. viii
9. Sahabat-sahabatku yang tak dapat kusebutkan satu persatu yang telah membantu dan memotivasi demi terselesaikannya penelitian skripsi ini 10. Teman-temanku Fakultas Syari’ah dan Hukum angkatan 2011 dan seluruh pihak-pihak yang telah membantu dalam menyusun dan meyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga amal kebaikan mereka telah di ridhoi oleh Allah SWT, Seiring do’a dan ucapan terimakasih penulis mengharapkan tegur sapa, kritik, dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga apa yang tertulis dalam skripsi ini bisa bermanfaat bagi kita semua , khususnya
para kaum akademis yang
berjuang demi menggapai cita-citanya. Amiin ya Robbal ‘alamin. Jepara, September 2015 Penulis,
AHMAD SYAIFUL HUDA NIM. 1211007
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i NOTA PEMBIMBING..................................................................................... ................. ii PENGESAHAN................................................................................................ .................. iii ABSTRAK .......................................................................................................................... iv HALAMAN DEKLARASI ................................................................................................ v HALAMAN MOTTO ........................................................................................................ vi HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................ ............... vii KATA PENGANTAR ....................................................................................................... viii DAFTAR ISI ....................................................................................................................... x BAB I:
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah........................................................... .............. 1 B. Penegasan Judul……………………………………………... .............. 9 C. Rumusan Masalah.................................................................... ............. 10 D. Tujuan Penulisan ………........................................................ .............. 10 E. Telaah Pustaka……………………………………………… .............. 11 F. Manfaat Penulisan…………………………………………... .............. 17 G. Metode Penelitian ……......................................................................... 18 x
H. Sistematika Penulisan ………................................................. ............. 23 BAB II: KETENTUAN UMUM WALI NIKAH 1. Wali Nikah A. Pengertian Wali Nikah……………………………….. ............ 24 B. Dasar Hukum Wali Nikah……………………………... .......... 27 C. Syarat-Syarat Wali Nikah……………………………... .......... 30 D. Macam-Macam Wali Nikah…………………………… .......... 31 E. Urutan Orang Yang Berhak Menjadi Wali Nikah……............. 35 2. Wali Hakim Sebagai Wali Nikah Dalam Perkawinan A. Dasar Hukum Wali Hakim…………………………..... ........... 40 B. Wali Hakim Dalam Prespektif Kompilasi Hukum Islam (KHI)………………………………………………….. ........... 41 BAB III: PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KUA KEC. BATEALIT KAB. JEPARA 1. Gambaran Umum KUA Kec. Batealit Kab Jepara A. Letak Geografis KUA Kec. Batealit Kab. Jepara........... .......... 44 B. Letak Demografis KUA Kec. Batealit Kab. Jepara…… .......... 44 C. Tujuan Dan Fungsi KUA ……………………………... .......... 48 D. Sejarah Singkat KUA Kec. Batealit Kab. Jepara……… .......... 49 E. Visi dan Misi KUA. Kec. Batealit Kab. Jepara………............. 55
xi
2. Pelaksanaan Perkawinan Dengan Wali Hakim Di KUA Kec. Batealit Kab. Jepara……………………………………………. ......... 56 BAB IV: ANALISIS PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KUA KEC. BATEALIT KAB. JEPARA A. Analisis Pelaksanaan Perkawinan Dengan Wali Hakim di KUA Kec. Batealit Kab. Jepara……………………………………… .......... 62 B. Analisis Faktor Penyebab Pelaksanaan Perkawinan Dengan Wali Hakim di KUA Kec. Batealit Kab. Jepara……………………. ........... 67 BAB V: PENUTUP A. Simpulan……………………………………………………. .............. 74 B. Saran………………………………………………………….............. 75 C. Penutup ………………………………………………………............. 76 DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP PENULIS LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam melarang umatnya untuk melepaskan naluri seksual secara bebas tidak terkendali, karena itulah islam mengharamkan perbuatan zina, dengan segala hal yang mengantarkannya dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya, pada saat yang sama, islam juga memerangi kecenderungan sebaliknya yakni kecenderungan yang melawan naluri dan mengekangnya. karena itulah, islam menyerukan kepada perkawinan, dan melarang kecenderungan melajang. Tidak halal bagi seorang muslim berpaling dari perkawinan padahal seseorang telah mampu melakukannya, dengan alasan konsentrasi untuk ibadah, menjauh dari dunia, dan mengabdi secara penuh kepada Allah SWT.1 Pernikahan merupakan Sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-Nya, baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Pernikahan ialah cara-cara yang dipilih oleh Allah, sebagai jalan bagi maklukNya untuk berkembang biak, dan melestarikan kehidupannya.2 Abu
Bakar
Jabir
Al-Jazairi
dalam
kitab
Manhajul
Muslim
menyebutkan bahwa pernikahan adalah akad yang menghalalkan kedua belah pihak laki-laki dan perempuan untuk bersenang-senang antara satu dan 1 2
Yusuf Qardhawi, Halal Haram dalam Islam, (Solo:Era Intermedia, 2005), cet. 3, hlm. 244. Sahrani.dkk, Fikih Munakahat: Kajian Fiqh Lengkap, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), hlm.
6.
1
2
lainnya. Pernikahan bisa dipahami sebagai akad untuk beribadah kepada Allah, akad untuk menegakan syariat Allah, serta akad untuk membangun rumah tangga sakinah, mawadah wa rahmah.3 Pernikahan juga dipandang sebagai kemaslahatan umum , sebab kalau tidak ada pernikahan, tentunya manusia akan menurunkan sifat ke-binatangan, dan dengan sifat itu tentu akan menimbulkan perselisihan, bencana, dan permusuhan antar sesamanya, yang bisa jadi akan menimbulkan pembunuhan yang mahadahsyat. Dengan demikian, perkawinan menurut hukum islam adalah suatu akad atau perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki- laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup keluarga , yang yang diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan cara yang diridhai Allah.4 Dalam Al- Qur’an dinyatakan bahwa semua makhluk yang diciptakan Allah adalah berpasang- pasangan. Firman Allah SWT.
ِ ْ وِم ْن ُك ِل َشي ٍء َخلَ ْقنَا َزْو َج ْي لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّك ُرو َن َ ْ ّ Artinya :” Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.”(QS. Adz- Zariyat: 49)5 3
hlm.1.
4
Cahyadi Takariawan, Di Jalan Dakwah Kugapai Sakinah, (Solo:Era Intermedia, 2009),
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2010), hlm.14. Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, (Jakarta: CV. Verlia citra utama, 2008), hlm.756. 5
3
ِ ض َوِم ْن أَنْ ُف ِس ِه ْم َوِِمَّا ال يَ ْعلَ ُمو َن ْ ُسْب َحا َن الَّ ِذي َخلَ َق ُ ِاج ُكلَّ َها ِمَّا تُْنب ُ األر ْ ت َ األزَو
Artinya:” Mahasuci Rabb yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui”.(QS.Yasin:36)6
Dari ketentuan-ketentuan ayat Al-Qur’an tersebut jelaslah bahwa islam menganjurkan perkawinan. Dengan dilaksanakannya perkawinan berarti menimbulkan suatu hubungan timbal balik antara suami istri, dimana masingmasing pihak memiliki tanggung jawab yang harus dijalankan atau dengan kata lain keduanya mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi sebagai satu pasangan yang sudah mengikatkan dirinya dalam suatu ikatan pernikahan yang sah. Pernikahan yang sah merupakan jalan yang tepat untuk menyalurkan nafsu biologis kepada pasangan, agar terhindar dari perbuatan Zina selain itu pernikahan juga dapat menjaga kehormatan dan menjaga keturunan agar nasabnya dapat terjaga dengan baik . Menurut UU No. 1 Tahun 1974, Pasal 1 berbunyi:7 Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Kompilasi Hukum Islam, Pasal 2 berbunyi:8
6
7
Ibid., hlm. 628. Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta:Kencana, 2011), cet. 3,
hlm. 40. 8
hlm. 2.
Tim Penyusun NusaAulia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Nuansa aulia 2011), cet. 3,
4
Perkawinan menurut hukum islam pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Ungkapan akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan merupakan penjelasan dari ungkapan “ikatan lahir batin” yang terdapat dalam rumusan UU yang mengandung arti bahwa akad perkawinan itu bukanlah semata perjanjian yang bersifat keperdataan.9 Pernikahan merupakan tujuan syariat yang dibawa oleh Rasulullah SAW., yaitu penataan hal ihwal manusia dalam kehidupan duniawi dan ukhrowi. Terdapat empat garis dari penataan itu yakni: a). Rub’al-ibadat yang yang menata hubungan manusia selaku makhluk dengan khaliknya. b). Rub’al-Muamalat yang menata hubungan manusia dalam lalu lintas pergaulannya dengan sesamanya untuk memenuhi hajat hidupnya sehari-hari. c). Rub’al munakahat, yaitu yang menata hubungan manusia dalam lingkungan keluarga dan d). Rub’al al-Jinayat, yang menata pengamanannya dalam suatu tertib pergaulan yang menjamin ketentramannya.10 Perkawinan yang sah harus memenuhi rukun dan syarat sebagaimana telah diatur dalam pasal 14 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi:11 Untuk melaksanakan perkawinan harus ada a. Calon Suami 9
Amir Syarifuddin, op. cit., hlm. 41. Sohari sahrani.dkk, op.cit., hlm. 15. 11 Muhaemah Tahido Yanggo, 100+ Kesalahan dalam Pernikahan, (Jakarta: Qultum Media, 2011), hlm. 29. 10
5
b. Calon Istri c. Wali Nikah d. Dua orang saksi dan e. Ijab dan Kabul Dalam pernikahan ridhanya laki-laki dan perempuan serta persetujuan antara keduanya merupakan hal yang pokok untuk mengikat hidup berkeluarga. Perasaan ridha dan setuju bersifat kejiwaan yang tidak dapat dilihat dengan jelas, karena itu, harus ada perlambangan yang tegas untuk menunjukan kemauan mengadakan ikatan bersuami isteri. Perlambangan itu diutarakan dengan menggunakan kata-kata oleh kedua belah pihak yang melangsungkan akad. Pernyataan pertama untuk menunjukan kemauan dan keseriusan dalam membentuk hubungan suami istri dari pihak perempuan disebut ijab. Sedangkan pernyataan kedua yang diucapkan oleh pihak yang mengadakan akad berikutnya untuk menyatakan rasa ridha dan setuju disebut Kabul. Kedua pernyataan inilah yang dinamakan akad dalam pernikahan. Dalam perkawinan wali adalah seseorang yang bertindak atas nama mempelai perempuan dalam suatu akad nikah. Akad nikah dilakukan oleh dua pihak, yaitu pihak laki- laki yang dilakukan oleh mempelai laki- laki itu sendiri dan pihak perempuan yang dilakukan oleh walinya.12 Dalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan dalam pasal 19 yang berbunyi:13 “Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya”. 12 13
Amir Syarifuddin, op. cit., hlm. 69. Tim Redaksi Nusa Aulia, op. cit., hlm. 14.
6
seperti hadits yang diriwayatkan Aisyah, Abu musa, dan Ibnu Abbas.
ِ ِ ِ َ الَ نِ َك ل ٍّ اح إالَّ ب َو Artinya:” Tidak Nikah melainkan dengan (adanya) wali”14 Orang yang berhak menikahkan seorang perempuan adalah wali yang bersangkutan, apabila wali yang bersangkutan sanggup bertindak sebagai wali. Sabda Nabi:
ُ ُ الزانِيَةُ الَِّت تُْن ِك َّ َع ْن أَِِب ُهَريْ َرةَ قَ َال الَ تَُزِّو ُج الْ َم ْرأَةُ الْ َم ْرأَةَ َوالَ تَُزِّو ُج الْ َم ْرأَةُ نَ ْف َس َها َو نَ ْف َس َها بِغَ ِْْي إِ ْذ ِن َولِيِّ َها Artinya: Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Wanita tidak bisa menjadi wali wanita. Dan tidak bisa pula wanita menikahkan dirinya sendiri. Wanita pezina-lah yang menikahkan dirinya sendiri.”15 Wali ditunjuk berdasarkan skala prioritas secara tertib diawali dari orang yang paling berhak yaitu mereka yang paling akrab lebih kuat hubungan darahnya, Jumhur Ulama’ seperti Imam Malik, imam Syafi’i mengatakan bahwa wali itu adalah Ahli waris yang diambil dari garis ayah, bukan dari
14
Syekh Faishol Bin Abdul aziz Al- Mubaraq, Nailul Authar Hompunan Hadits- hadits Hukum Terjemahan Mu’ammal Hamidy dkk., (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2002), hlm. 2157. 15 Wahbah Az- Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adilatuhu Terjemahan Abdul Hayyie al-Kattani dkk., (Jakarta: Gema insani, 2011), cet. 9, hlm. 185.
7
garis ibu.16 Wali dalam perkawinan hanya disyaratkan dari pihak mempelai wanita saja.17 Fenomena yang beredar dimasyarakat pada zaman sekarang ini adalah mengenai bagaimana penyelesaian masalah wali, jika mempelai putri kehabisan nasab atau bahkan orang tuanya tidak memberikan restu kepada anaknya untuk melangsungkan pernikahannya. Dengan adanya masalah ini, maka anak tersebut harus menentukan siapa yang berhak menjadi Wali dalam akad nikah yang akan dilangsungkan, yang biasanya adalah ayah kandung karena ayah kandung adalah wali yang paling berhak untuk menikahkan putri kandungnya, dan sebaiknya orang tua memberikan izin putrinya menikah dengan lelaki pilihannya sepanjang laki- laki tersebut benar- benar memenuhi ketentuan agama.18 Sudah selayaknya perkawinan itu dilaksanakan setelah mendapat restu dari kedua belah pihak, yaitu ayah, ibu dan putri itu sendiri. Dengan demikian perkawinan tersebut kelak tidak akan menimbulkan akses negatif di kalangan keluarga dan masyarakat. Apalagi, pernikahan itu disyariatkan Allah untuk mendatangkan cinta dan kasih sayang.19 Ketika masalah tersebut beredar dimasyarakat, solusinya adalah menggunakan wali yang lain karena wali tidak terbatas hanya pada wali nasab 16
Sohari sahrani.dkk, op. cit., hlm. 90. M.Yusuf Chudlori, Baiti Jannati Sudahkah Keluarga Anda Sakinah, (Bandung: Marja, 2012), hlm. 101. 18 Miftah Faridl, Tak Goyah Diterpa Badai, (Jakarta: Gema Insani,2006), hlm. 104. 19 Cahyadi Takariawan, op. cit., hlm.111. 17
8
saja.20 Melainkan kedudukan wali dapat digantikan dengan menggunakan wali yang lain yaitu wali hakim, wali hakim yang dimaksudkan dalam pernikahan bukanlah hakim yang memutus suatu perkara di pengadilan agama melainkan, wali yang ditunjuk oleh penguasa (presiden) dan diserahkan kekuasaannya penuh kepada pihak KUA setempat. Meskipun demikian Hakim pengadilan (dalam hal ini Pengadilan Agama) dimungkinkan juga bertindak menjadi wali hakim apabila memang memperoleh kuasa dari Kepala Negara c.q. Menteri Agama.21 Wali hakim merupakan alternatif
bagi para mempelai perempuan
yang telah kehabisan wali nasab atau karena alasan lain, sehingga mempelai perempuan
yang tidak memiliki wali nasab dapat melangsungkan akad
pernikahan. Ketika sudah diputuskan dengan menggunakan wali hakim maka tinggal bagaimana pelaksanaan wali hakim tersebut. Seringkali seorang ayah kandung menjadi Wali yang menikahkan orang yang berada pada perwaliannya, namun terlihat berbeda ketika seorang Petugas KUA menjadi Wali dalam pelaksanaan perkawinan tersebut, apakah yang melatar belakangi hal tersebut. Dengan adanya masalah tersebut maka Peneliti akan melakukan penelitian kasus tersebut di KUA Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara.
20 21
M.Yusuf Chudlori, op. cit., hlm. 102. Ahmad Azhar Basyir, op.cit., hlm. 43.
9
Berlatar dari masalah-masalah diatas maka peneliti akan melakukan penelitian lapangan dengan judul “ PELAKSANAAN
PERKAWINAN
DENGAN WALI HAKIM (STUDI KASUS KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN BATEALIT KABUPATEN JEPARA) “ B. Penegasan Istilah Dalam hal ini penulis ingin menjelaskan tentang maksud dari judul yang diangkat agar dapat dipahami maksudnya dengan jelas. Disini penulis akan menguraikan arti dari istilah sebagai berikut : 1. Pelaksanaan Cara, perbutaan melaksanakan.22 2. Perkawinan Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.23 3. Dengan Dengan adalah kata penghubung untuk menerangkan cara (bagaimana terjadnya atau berlakunya.24 4. Wali Hakim Wali Hakim adalah wali nikah yang dikuasakan penghulu untuk menikahkan mempelai perempuan apabila tidak ada wali nasab atau wali aqrab mafqud.25 22
Tim penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai pustaka, 2007), cet. 3 hlm.627. Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, ( Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2002), hlm. 70. 24 Tim Penyusun, op. cit., hlm. 196. 23
10
Berasal dari penegasan judul diatas maka dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa maksud dari judul skripsi ini adalah pelaksanaan perkawinan dengan wali hakim (Studi Kasus KUA Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara). C. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang masalah tersebut, untuk mengetahui secara detail tentang Pelaksanaan Perkawinan dengan wali Hakim (Studi Kasus Kantor Urusan Agama Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara), maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah Pelaksanaan Wali Hakim di KUA Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara?
2. Apakah Faktor-Faktor Penyebab Pelaksanaan Perkawinan dengan Wali Hakim di KUA Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara? D. Tujuan Penelitian Tujuan diadakan penelitian ini diantaranya: 1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan praktik Wali hakim di KUA Kecamatan Batealit Kabupaten jepara 2. Untuk mengetahui Faktor- Faktor Penyebab Terjadinya Perkawinan Melaui Wali Hakim di KUA Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara.
25
Ahsin W.Alhafidz, Kamus Fiqih, ( Jakarta: Amzah, 2014), hlm 238.
11
E. Telaah Pustaka Dalam Buku Fiqh Munakahat karangan Prof. Dr. Rahman Ghazali, M.A, menerangkan maksud perwalian dan Syarat- syarat seorang menjadi seorang wali. Mengenai wali hakim kurang dibahas dengan tuntas. Dalam Buku Fikih Munakahat kajian fiqh lengkap Sohari sahrani.dkk, Menerangkan tentang Skala prioritas secara tertib diawali dari orang yang paling berhak yaitu mereka yang paling akrab lebih kuat hubungan darahnya. Jumhur Ulama’ seperti Imam Malik, imam Syafi’i mengatakan bahwa wali itu adalah Ahli waris yang diambil dari garis ayah, bukan dari garis ibu. Dalam Buku Hukum Perkawinan Islam karangan Kh. Ahmad Azhar Basyir, MA yang menerangkan tentang orang- orang yang berhak menjadi seorang wali dalam suatu akad pernikahan. Tentang masalah wali hakim hanya dijelaskan pengertian wali hakim saja. Dalam Buku Hukum perkawinan islam di indonesia, karya Amir Syarifuddin, yang menerangkan tentang perbedaan pendapat tentang keharusan adanya Wali dalam suatu akad pernikahan. Karena ada perbedaan pendapat antara seorang gadis dan janda. Mengenai wali hakim hanya dijelaskan tentang alasan- alasan sehingga diperbolehkannya wali hakim menjadi seorang wali. Dalam Skripsi yang berjudul “Peranan Wali Nikah Dalam Perkawinan (Studi Kasus KUA Kec. Mlonggo)” yang menerangkan tentang Pentingnya seorang wali dalam perkawinan karena seorang Wali merupakan
12
Rukun dalam pernikahan, dan apabila tidak ada seorang wali maka nikahnya tidak sah dan menjadi batal. Penelitian yang dilakukan oleh Fatachudin Latif (20101086) dengan judul Analisis Hukum Islam Terhadap Wali Nikah Bagi Anak Perempuan Hasil Nikah Hamil ( Studi Kasus Di KUA Kec.Semarang Tengah Kota Semarang). Dalam penelitiannya berisikan tentang bagaimana KUA Kec. Semarang menentukan wali nikah dan apa dasar hukumnya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dalam menyelesaikan kasus penentuan wali nikah terhadap wanita yang lahir akibat nikah hamil, ada dua model/cara yang dikembangkan oleh KUA (penghulu) kota Semarang, yaitu: (1) Wali nikahnya adalah wali hakim; (2) Wali nikahnya adalah tetap bapaknya (wali nasab). Skripsi Inayatul Baroroh (2199003) dengan judul Studi Analisis Terhadap Pelaksanaan Perkawinan Dengan Wali Hakim Dikarenakan Pengantin Wanita Lahir Kurang Dari 6 Bulan Setelah Perkawinan orang tuanya (Studi Kasus di KUA Kec. Tulung Kab. Klaten). Skripsi tersebut berisikan tentang pendapat para fuqoha tetntang masa kehamilan minimal 6 bulan sebagai tolok ukur sah tidaknya hubungan ayah dengan anaknya. Tinjauan pasal 42 Undang-undang perkawinan dan pasal 99 KHI tentang anak sah. Serta pelaksanaan perkawinan dengan wali hakim dengan alasan pengantin lahir kurang dari 6 bulan setelah perkwinan orang tuanya. Pada dasarnya penyusunan skripsi ini sama dengan hasil penelitian yang telah
13
dilakukan. Akan tetapi, obyek penelitian skripsi ini akan dilakukan di KUA Kec. Parakan Kab. Temanggung, serta isi dari skripsi ini akan dijelaskan mengenai cara mengetahui dan sumber data-datanya bahwa benar- benar calon pengantin tersebut kesulitan dalam menentukan wali nikahnya. No
Nama
Tahun 2003
Bentuk Karangan Skripsi
Judul karangan Wali hakim dalam Kawin lari
1
Nani Kuswani
2
Titiyas Asesanti
2007
Skripsi
Kedudukan yuridis Wali Hakim Dalam Pelaksanaan Akad Nikah Menurut Peraturan Menteri Agama No.2 Thn. 1987 Tentang Wali Hakim (Studi Penetapan Pegadilan Agama Jember Nomor: 360Pdt.P/200 6/PA.Jr.
3
Nur Faizah
2007
Jurnal
Tinjauan Filosofis Peran Wali Nikah Dalam Pembacaan
Kesimpulan Wali hakim di pilih karena pernikahan yang dilakukan tidak mendapatkan restu dari kedua belah pihak. mengkaji tentang alasan- alasan yang dapat diterima oleh PA terhadap pemohon wali hakim dalam pelaksanaan akad nikah, serta untuk mengkaji pertimbangan hukum yand dipergunakan oleh Hakim dalam mengabulkan permohonan wali hakim sesuai dengan penetapan PA Jember 360Pdt.P/2006/PA. Jr . lebih menekankan pada tinjauan filosofis tentang peran wali nikah dipadukan secara
14
Ulama Fiqh Dan PerundangUndangam Kontemporer
4
Mariya Ulfah
2001
Skripsi
5
Afif Muamar
2009
Skripsi
2011
Skripsi
6
integratic-analitic antara penafsiran ulama klasik dan kontemporer, kemudian dipadukan dengan perundangundangan kontemporer Pelaksanaan kasus wali hakim Perkawinan yang berwenang karena Wali menikahkan adhal ( Studi seorang perempuan Kasus yang walinya adhal. Kecamatan Secang Kabupaten Magelang). Tinjauan Penetapan Wali Hukum Islm hakim sebagai wali Terhadap nikah bagi anak Penetapan perempuan yang Wali Hakim lahir dari Bagi Anak perkawinan hamil Yang Lahir sebagai wali nikah Dari bagi anak perkawinan permpuan yang Hamil ( Studi lahir dari Komparasi Di perkawinan hamil KUA. Sewon yang yang lahir Dan KUA. kurang darienam Kota Gede) bulan akad nikah dengan menggunakan wali hakim sebagai walinya. Analisis wali nikah bagi Terhadap perempuan yang Penentuan lahir kurang dari 6 Wali Nikah bulan di KUA Kec. Bagi Ngaliyan tidak Perempuan mempunyai dasar
15
Yang Lahir Kurang Dari 6 Bulan (Studi Kasus Di KUA Kec. Ngaliyan Kota Semarang)
7
Khoirul Jaza
2008
Skripsi
Studi Analisis Pendapat Imam Malik Tentang Wali Washi Dari Bapak Lebih Didahulukan Sebagai Wali Nikah Daripada Wali Nasab.
8
Subhan
2009
Skripsi
Analisis Terhadap Persepsi Ulama Tentang Pernikahan Oleh Wali Hakim Kaitannya
hukum. Karena sampai saat ini Kememterian Agama belum pernah memberikan petunjuk untuk menanyakan status anak perempuan sulung yang akan menikah, untuk diperiksa akta kelahiranya dan juga memeriksa buku pernikahan orang tuanya wali washi dari bapak lebih didahulukan untuk menikahkan seorang perempuan daripada wali nasab, karena wali washi termasuk dalam kategori wali mujbir sehingga selama masih ada wali mujbir, maka waliwali yang berada diurutan bawahnya tidak berhak untuk menikahkan seorang perempuan. penulis menyimpulkan bahwa pernikahan oleh wali Hakim kaitannya dengan wali yang masih ada tetapi Adhol itu sah, di samping dalil-dalil yang
16
9
Alwi Sihab
2013
Skripsi
10
Miftahul Huda
2011
skripsi
Dengan Wali Adhol (Studi Kasus Di Ds. Ujunggede Kec. Ampelgading Kab. Pemalang Peran kiai Sebagai Wali Muakkam (Studi Kasus di Desa Sukabumi,Ke camatan Mayangan, Kota Probolinggo)
menguatkan keabsahan tersebut, juga untuk memelihara martabat perempuan dalam masalah pernikahan. Implikasi hukum (penetapan) dari peran kiai sebagai wali muhakkam tidak mempunyai kekuatan hukum, dari hukum Islam maupun hukum positif, karena wali muhakkam hanya dipergunakan pada saat dalam kondisi dan stuasi darurat Peranan Wali Berisi tentang Wali Nikah dalam merupakan syarat Perkawinan sah perkawinan dan (Studi Kasus apabila tidak KUA memenuhi syarat Kecamatan menjadi wali maka Mlonggo nikahna dianggap Kabupaten batal. Jepara)
Berdasarkan Telaah Pustaka yang dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan Penelitian yang akan dilakukan penulis hampir sama tentang Wali hakim namun konteksnya berbeda karena dalam penelitian ini penulis lebih memfokuskan pada Pelaksanaan wali hakim sebagai wali nikah dan faktor penyebab wali hakim menjadi wali nikah. Begitupun dengan lokasi
17
yang dipilih penulis untuk melakukan penelitian. Penulis memilih KUA Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara. F. Manfaat Penelitian Sebuah penelitian dikatakan berhasil dan bernilai tinggi apabila dapat memberikan sumbangan yang cukup besar kepada masyarakat,bangsa dan Negara. Adapun manfaat dari hasil penelitian ini adalah: 1. Kegunaan teotitis a. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) pada fakultas Syari’ah dan Hukum UNISNU Jepara b. Sebagai Sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu Syari’ah dalam rangka memahami pelaksanaan Hakim. c. Untuk dijadikan bahan dalam suatu penelitian yang lebih luas. 2.
Kegunaan Praktis Sebagai bahan informasi ilmiah dalam hukum dan untuk menjadi pedoman bagi masyarakat yang memerlukannya dalam pelaksanaan perkawinan dengan wali hakim.
G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan metode kualitatif yang memenuhi berbagai gejala sebagai suatu hal yang saling terkait dalm hubungan fungsional dan
18
merupakan satu kesatuan.26 Penelitian dengan pendekatan kualitatif lebih menekankan analisanya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta analisis terhadap dinamika hubungan antara fenomena yang diamati, dengan menggunakan logika alamiah.27 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian yang akan diajukan penulis adalah bersifat Deskriptif. Penelitian Diskriptif adalah Penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala- gejala lainnya.28 3. Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian adalah di KUA Kecamatan Batealit , dalam Penelitian ini peneliti memilih KUA Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara karena ada beberapa Kasus dalam Perkawinan yang memilih wali hakim sebagai walinya. 4. Metode Pengumpulan Data a. Data Primer, Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara : 1. Mengadakan Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian
26
Sugino, Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif Kualitatif, R&D, (Bandung: Alfabeta, 2006) hlm.105. 27 Saifudin azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), cet. 10, hlm. 5. 28 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press,1994), hlm.10.
19
2. Mengadakan
wawancara
menggunakan responden,
daftar
dengan
secara
pertanyaan tujuan
untuk
struktural, sebagai
maksudnya
pedoman
mengumpulkan
kepada sejumlah
keterangan atau fakta yang diperoleh dari sumber pertama. Dalam hal ini data yang diperoleh melalui penelitian di Kantor Urusan Agama Batealit Kabupaten Jepara. b. Data Sekunder 1. Data yang diperoleh dari bahan kepustakaan, berupa buku-buku yang berkaitan dengan Wali hakim, hasil penelitian dan sebagainya yang berhubungan dengan pembahasan skripsi. 2. Mempelajari Peraturan Peruundang-undangan Hukum Islam khususnya yang mengatur masalah Hukum Perkawinan yang berlaku di Indonesia. 5. Teknik pengumpulan data Penelitian ini teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah: 1. Observasi Merupakan kegiatan pemutusan perhatian terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indra.29 Observasi yang penulisan lakukan adalah jenis observasi sistematis. Artinya 29
Sedarmayanti dkk., Metodelogi Penelitian, (Bandung:CV. Mandar maju, 2002), hlm.81.
20
penulis
mengamati
obyek
penelitan
dengan
menggunakan
instrumen. Dilakukan dengan mengamati atau mencermati perilaku masyarakat Kecamatan Batealit . 2. Wawancara ( interview) Wawancara adalah merupakan studi tentang interaksi antara manusia, sehingga merupakan alat sekaligus obyek yang mampu mensosialisasikan kedua belah pihak yang mempunyai status yang sama.30 Dalam melakukan wawancara ini peneliti dituntut harus melakukan pengumpulan data sendiri dan tidak boleh diwakilkan.31 Maka
wawancara yang penulis gunakan
adalah wawancara terarah dan terstuktur merujuk pada pertanyaan yang sudah ditetapkan sebelumnya dengan katagori jawaban terbatas pada setiap responden.32 Wawancara yang akan dilakukan peneliti adalah kepada Kepala dan petugas KUA, Penghulu, dan Pihak- pihak yang terkait dalam permasalahan wali hakim. Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara yang didasarkan pada pertanyaan yang disusun terlebih dahulu.
30
Ibid., hlm. 80. Suharsimi arikunto,Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktik, (Jakarta: Rineka cipta, 2010) , cet. 16, hlm. 28. 32 Sedarmayanti dkk., op.cit., hlm. 81. 31
21
3. Dokumentasi Metode dokumentasi yaitu metode dengan cara menggali kumpulan data variael, baik yang berbentuk tulisan artifac foto, tape recorder dan monument.33 H. Sistematika Penilisan Skripsi Untuk memudahkan penjelasan, pemahaman dan penelaahan pokok pembahasan yang akan dibahas, maka penulis menyusun sistematika penulisan skripsi sebagai berikut: 1. Bagian Muka, terdiri dari: Halaman
judul,
halaman
nota
pembimbing,
halaman
pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, abstrak, halaman kata pengantar dan halaman daftar isi. 2. Bagian isi dan Batang Tubuh ,terdiri dari beberapa bab: BAB I:
Pendahuluan, berisi tentang: A. Latar Belakang Masalah B. Penegasan Judul C. Pembatasan Masalah D. Rumusan Masalah E. Tujuan Penelitian F. Manfaat Penelitian
33
46.
Koenjtoroningrar, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia,1991), hlm.
22
G. Telaah Pustaka H. Metode Penelitian I. Sistematika Penulisan Skripsi. BAB II:
Ketentuan Umum Wali Dalam Perkawinan, berisi tentang: A. Wali Nikah 1. Pengertian Wali Nikah 2. Dasar hukum Wali Nikah 3. Syarat-Syaraat Wali Nikah 4. Macam-Macam Wali Nikah 5. Urutan Orang Yang Berhak Mnejadi Wali Nikah B. Wali Hakim Sebagai Wali Nikah dalam Perkawinan 1. Dasar Hukum Wali Hakim 2. Wali Hakim Dalam Prespektif Kompilasi Hukum Islam
BAB III:
Keadaan Umum Kantor Agama (KUA) Kecamata Batealit Kabupaten
Jepara dan Wali Hakim Sebagai Wali Nikah dalam Perkawinan berisi tentang A. Gambaran umum KUA Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara 1. Letak Geografis 2. Letak Demografis 3. Tujuan dan Fungsi KUA 4. Sejarah Singkat KUA B. Pelaksanaan Perkawinan Dengan Wali Hakim di KUA Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara
23
BAB IV:
Analisis Tentang Pelaksanaan Wali Hakim Sebagai Wali Nikah
dalam Perkawinan, berisi tentang: A. Analis Tentang Pelaksanaan Perkawinan dengan Wali Hakim di KUA Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara B. Analisa Tentang Faktor Penyebab Pelaksanaan perkawinan dengan Wali Hakim di KUA Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara BAB V:
Penutup, berisi tentang: A. Simpulan B. Saran C. Penutup.
3. Bagian akhir, terdiri dari: Daftar pustaka, Daftar riwayat hidup, Lampiran-lampiran.
BAB II
KETENTUAN UMUM WALI NIKAH
A. Wali Nikah 1. Pengertian Wali Nikah Perwalian dalam bahasa Arab disebut wilayah. Kata wilayah berarti suatu kekuasaan yang berasal dari syarak untuk melakukan tindakan atau akad, yang mempunyai akibat-akibat hukum. Kekuasaan itu adalah asli bagi seseorang yang cakap untuk melakukan akad atau tindakan hukum untuk diri sendiri.1 Wahbah Zuhaili mendevinisikan perwalian ialah kekuasaan atau otoritas yang dimiliki seseorang untuk secara langsung melakukan suatu tindakan sendiri tanpa harus bergantung (terikat) atas seizin orang lain.2 Kata wali dalam fiqih berarti orang yang mempunyai kekuasan untuk melakukan tindakan-tindakan hukum yang kebanyakannya atas nama orang lain.3 Kalangan Hanafiah membedakan perwalian ke dalam tiga kelompok, yaitu perwalian terhadap jiwa (Al-walayah „alan-nafs), perwalian terhadapa harta (Al-walayah „alal-mal), serta perwalian 1
Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Perdata Isalm, (Yogyakarta:UII Press, 2000), hlm.
83. 2
Muhammad Amin Summa,Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam,(Jakarta:Raja Grafindo, 2005), hlm. 134. 3 Ahmad Azhar Basyir, op. cit., hlm. 85.
24
25
terhadap jiwa dan harta (Al-walayah „alan-nafsi wal-mali ma-an), yaitu perwalian yang bertalian dengan pengawasan (al-isyraf) terhadap urusan yan berhubungan dengan masalah-masalah keluarga seperti perkawinan, pemeliharaan, pendidikan anak, kesehatan, dan aktifitas anak yang hak kepengawasannya pada dasarnya berada di tangan ayah, atau kakek dan para wali yang lain.4 Secara umum wali adalah seorang yang karena kedudukannya berwenang untuk bertindak terhadap dan atas nama orang lain.5 Secara etimologi “wali” mempunyai arti pelindung, penolong, atau penguasa, wali memiliki beberapa arti, diantaranya: a. Orang yang menurut hukum (agaama atau adat) diserahi kewajiban mengurus anak yatim serta harta-hartanya sebelum anak itu dewasa. b. Pengasuh pengantin perempuan pada waktu menikah (yaitu yang melakukan janji nikah dengan pengantin laki- laki) c. Orang yang saleh (suci),penyebar aagama, dan d. Kepala pemerintah dan sebagainya. Penjelasan “wali” di atas tentu saja pemakainya dapat disesuaikan dengan konteks kalimat. Adapun yang dimaksud “wali” dalam pembahasan ini adalah “wali nikah” .6
4
Muhammad Amin Summa., op. cit., 135. Amir Syarifudin, Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2011), cet. 3, hlm. 69. 5
26
Sedangkan secara terminologi wali nikah adalah orang yang dapat menikahkan perempuan yang berada dalam perwaliannya, tanpa izin dan 7
dilibatkannya walinya maka perkawinan perempuan tersebut dianggap tidak sah.
Dalam literature Fiqh Lima madzhab dijelaskan mengenai perwalian dalam perkawinan adalah kekeuasaan atau wewenang syar‟i atas segolongan manusia, yang dilimpahkan kepada orang yang sempurna karena kekurangan tertentu pada orang yang dikuasai itu demi kemaslahatannya sendiri.8
Sayyid Sabiq mendevinisikan wali adalah suatu ketentuan hukum yang dapat dipaksakan kepada orang lain sesuai dengan bidang hukumnya. wali ada yang umum dan khusus. Wali yang umum berkenaan dengan manusia dah harta benda. Sedangkan yang akan dibahas adalah wali terhadap manusia,yaitu berkenaan dengan wali dalam perkawinan.9 Amir Syarifudin mendevinisikan wali nikah adalah seorang yang bertindak atas nama mempelai perempuan dalam akad nikah, yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pihak laki-laki dan perempuan.10 Mengenai perwalian Kompilasi Hukum Islam merinci sebagai berikut:11 Pasal 107 6
Sohari Sahrani dkk., Fikih Munakahat: Kajian Fiqh Lengkap, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), hlm. 89. 7 Ahsin W.Alhafidz, Kamus Fiqh, (Jakarta: Azmah, 2013), hlm. 238. 8 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Madzhab, (Jakarta: Lentera, 2001), cet. 7, hlm. 345. 9 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Terjemahan, (Bandung: PT. Alma‟arif, 1981), jilid 2, hlm. 7. 10 Amir Syarifuddin, op. cit., hlm. 70. 11 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 171.
27
a. Perwalian hanya terhadap anak yang belum mencapai umur 21 tahun dan atau belum pernah melangsungkan pernikahan. b. Perwalian meliputi perwalian terhadap diri dan harta kekayaannya. c. Bila wali tidak mampu berbuat atau lalai melaksanakan tugas perwaliannya, maka Pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat untuk bertindk sebagai wali atas permohonan kerabat tersebut. d. Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain yang sudah dewasa, berpikiran sehat adil, jujur dan berkelakuan baik, atau badan hukum. Jumhur Ulama sepakat bahwa wali merupakan rukun nikah yang harus dipenuhi sehingga wali nikah harus ada di akad nikah yang di langsungkan oleh mempelai perempuan.12 Jadi pengertian wali nikah adalah orang laki- laki yang dalam suatu perkawinan berwenang mengijabkan perkawinan calon mempelai perempuan. 2. Dasar Hukum Wali Nikah Dasar hukum wali dalam pernikahan adalah sebagaimana firman Allah dalam Al- Qur‟an yang berbunyi:
ِ َّ و أَنْ ِكحوا ْاْلَيامى ِمْن ُكم و ِ اِلني ِمن ِع باد ُك ْم َو إِمائِ ُك ْم إِ ْن يَ ُكونُوا فُ َقراءَ يُ ْغنِ ِه ُم ْ َ الص ُ َ َْ ِ ِ ِ ْ َهللا ِمن ف ليم ْ ُ ٌ ضلو َو هللاُ واس ٌع َع 12
Amir Syarifudin,op. cit., hlm. 70.
28
Artinya: “Dan kawinlah laki-laki dan perempuan yang janda di antara kamu, dan budak-budak laki-laki dan perempuan yang patut buat berkawin. Walaupun mereka miskin, namun Allah akan me-mampukan dengan kurniaNya karena Tuhan Allah itu adalah Maha Luas pemberianNya, lagi Maha Mengetahui (akan nasib dan kehendak hambaNya)”. (An- Nur: 32)13
ِ ِ ِ اض ْوا ُ َجلَ ُه َّن فَ ََل تَ ْع َ اج ُه َّن إِذَا تَ َر ُ ُضل َ وى َّن أَ ْن يَنْك ْح َن أ َْزَو َ َوإذَا طَلَّ ْقتُ ُم النّ َساءَ فَبَ لَ ْغ َن أ ِ ِ اَّللِ َوالْيَ ْوِم ْاْل ِخ ِر َذلِ ُك ْم َّ ِظ بِِو َم ْن َكا َن ِمْن ُك ْم يُ ْؤِم ُن ب ُ وع َ بَْي نَ ُه ْم بِالْ َم ْع ُروف َذل َ ُك ي اَّللُ يَ ْعلَ ُم َوأَنْتُ ْم ََل تَ ْعلَ ُمو َن َّ أ َْزَكى لَ ُك ْم َوأَطْ َه ُر َو Artinya:“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang baik. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”( Al- Baqarah : 232 ).14
ول اَ ََّّللِ صلى هللا عليو وسلم ( ََل ُ قَ َال َر ُس: َو َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة رضي هللا عنو قَ َال ِ , ِن ُّ َِّْارقُط َ َوََل تَُزِّو ُج اَلْ َم ْرأَةُ نَ ْف َس َها ) َرَواهُ ابْ ُن َم,تَُزِّو ُج اَلْ َم ْرأَةُ اَلْ َم ْرأََة َ َواَلد, اج ْو ِ ات ٌ َوِر َجالُوُ ث َق
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Perempuan tidak boleh menikahkan perempuan lainnya, dan tidak boleh pula menikahkan dirinya." Riwayat Ibnu Majah dan Daruquthni dengan perawi-perawi yang dapat dipercaya. Dari penjelasan Al-Qur‟an dan hadits diatas Jumhur Ulama‟ berkesimpulan bahwa akad nikah tidak bisa terjadi (tidak sah) tanpa adanya
13
Kementrian Agama RI, Mushaf Al-Qur‟an Terjemah, (Bogor: Nur Publishing, 2007), hlm.
14
Ibid., hlm. 37.
352.
29
seorang wali yang menikahkan. Dan apabila seorang wanita menikahkan dirinya sendiri atau diwakilkan pada orang lain selain walinya, nikahnya dipandang tidak sah meskipun telah mendapat restu untuk melangsungkkan pernikahan.15 At-tirmidzi menambahkan bahwa para ulama dari kalangan sahabat Nabi seperti Umar bin Khatab, Ali bin Abi thalib, Abu hurairah, berpegang pada hadits ini , demikian juga para fuqha dari kalangan Tabi‟in dimana mereka mengatakan Pernikahan tidak sah dengana adanya wali.16 Dalam Kompilasi Hukum Islam menerangkan wali nikah merupakan rukun dalam perkawinan. Sebagaimana tercantum pada pasal 19: “Wali nikah merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahinya”.17 Keberadaan wali sebagai rukun nikah seperti terdapat dalam pemikiran Malikiyyah, Syafi‟iyyah maupun Hanabilah.Oleh karena itu, dalam prosesi akad nikah diwajibkan adanya seorang wali karena merupakan rukun yang harus dipenuhi. Sudah selayaknya wali ada dalam perkawinan. Perkawinan merupakan peristiwa penting dalam kehidupan seseorang karena akan menginjak dunia baru untuk membentuk keluarga sehingga diperlukan partisipasi dari phak keluarga untuk merestui perkawinan tersebut. Oleh orang 15
Abu Yasid, Fiqh Keluarga, ( Surabaya: Erlangga, 2009), hlm. 95. Syaikh Kamil Muhammad, „Uwaidah, Fiqh Wanita, ( Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 2006 ), cet. 23, hlm. 386. 17 Tim Redaksi Nusa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: CV. Nusa Aulia, 2011), hlm. 6. 16
30
yang yang masih berada dibawah usia 21 tahun (pria atau wanita) maka diperlukan izin dari orang tua. Dalam keadaan orang tua tiada maka izin tersebut diperoleh wali.18 3. Syarat-Syarat Wali Wali bertanggung jawab atas sahnya akad pernikahan. Oleh karena itu, tidak semua orang dapat diterima menjadi wali. Untuk menjadi wali seseorang harus memenuhi beberapa syarat: a. Islam b. Baligh c. Merdeka d. Laki-laki e. Berakal sehat f. Adil,artinya tidak fasik19 Adil yang dimaksud adalah tidak bermaksiat, tidak fasik, dia adalah orang yang baik, orang yang shaleh, orang yangtidak membinasakan diri berbuat munkar.20 Sayyid Sabiq berbeda pendapat terhadap adil menjadi salah satu syarat wali. Sayyid Sabiq menambahkan apabila seorang durhaka tidak kehilangan
18
Arso Sosroatmodjo dkk., Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 2004),
hlm. 25. 19 20
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar baru Algensindo, 2014), hlm. 374. Abdul Rahman Ghozali, op. cit., hlm. 64.
31
hak untuk menjadi seorang wali dalam perkawinan, kecuali kalau kedurhakaannya melampui batas-batas kesopanan.21 Dalam kompilasi hukum islam dijelaskan pada pasal 20 ayat 1, yang berbunyi: “ Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum islam yakni muslim, aqil dan baligh.” Anak kecil, budak dan orang gila tidak dapat menjadi wali. Bagaimana mereka akan menjadi wali sedangkan untuk menjadi wali atas diri mereka sendiri tidak mampu.22 Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa syarat-syarat menjadi wali nikah adalah: beragama Islam, laki-laki, baligh, berakal sehat, belum pikun atau hal-hal yang menyebabkan hilang ingatannya, tidak fasik dan tidak mahjur bissafah (dicabut hak kewaliannya). 4. Macam-Macam Wali Nikah Dalam Al- Qur‟an maupun hadits telah di terangkan secara jelas bahwa pernikahan tanpa seorang wali itu hukumnya batal dan tidak sah. Maka dari itu siapa saja orang yang berhak menjadi wali dalam perkawinan akan dibahas satu persatu.
21 22
Sayyid Sabiq, op. cit., hlm. 8. Djamaan Nur, Fiqih Munakahat, (Semarang: CV Toha Putra, 1993), hlm. 65.
32
a. Wali nasab Wali Nasab adalah wali nikah karena ada hubungan nasab dengan wanita yang akan melangsungkan pernikahan. Tentang urutan wali nasab terdapat perbedaan dikalangan Ulama‟ fikih.23 Kompilasi Hukum Islam menjelaskan secara rinci mengenai urutan wali dalam pernikahan. Yang di jelaskan pada pasal 21 yang berbunyi: 24 (1) Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan, kelompok yang satu didahulukan dari kelompok yang lain sesuai erat tidaknya susunan kekerabatan dengan calon mempelai wanita. Diantaranya: Pertama, kelompok kerabat laki-laki garis lurus keatas yakni ayah, kakek dari pihak ayah, dan seterusnya. Kedua, kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah dan keturunan laki-laki mereka. Ketiga, kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah, dan keturunan laki-laki mereka. Keempat, kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara lakilaki seayah kakek, dan keturunan laki-laki mereka. (2) Apabila dalam satu kelompok wali nikah terdapat beberapa orang yang sama-sama berhak menajdi wali, maka yang paling berhak menjadi wali ialah yang lebih dekat derajat kekerabatannya dengan calon mempelai wanita. (3) Apabila dalam satu kelompok sama derajat kekerabatan maka yang paling berhak menjadi wali nikah ialah kerabat kandung dari kerabat yang seayah (4) Apabila dalam satu kelompok, derajat kekerabatannya sama yakni sama-sama derajat kandung atau sama-sama kerabat seayah mereka sama-sama berhak menjadi wali nikah, dengan mengutamakan yang lebuih tua dan memenuhi syarat wali.
23
Sahroni dkk., op. cit., hlm. 95. Mohd. Idrus Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam Analisis dari UU. No.1 Tahun 1974 dan KHI, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2002), cet. 4, hlm.74. 24
33
Wali nasab dibagi menjadi dua, yaitu wali aqrab (wali dekat) dan wali ab‟ad (wali jauh). Dari uraian diatas yang termasuk wali aqrab mulai dari urutan perama yaitu ayah sedangkan yang urutan yang kedua termasuk wali ab‟ad. Jika urutan yang pertama tidak ada maka urutan yang kedua menjadi wali aqrab dan urutan yang ketiga menjadi wali ab‟ad dan berlaku seterusnya.25 Adapun perpindahan wali aqrab menjadi wali ab‟ad adalah sebagai berikut: a) Apabila wali aqrabnya non muslim, b) Apabila wali aqrabnya fasik, c) Apabila wali aqrabnya belum dewasa, d) Apabila wali aqrabnya gila, e) Apabila wali aqrabnya bisu/tuli. Kalau hanya sekedar berjauhan tempat (ghoib) sejauh dua marhalah, Imam Syafi‟i berpendapat tidaklah dapat menjadi alasan untuk menyatakan tidak ada wali. Sekalipun jauh namun hal waliyat (kewalian) masih tetap ada padanya.26
25 26
486.
Sohari Sahrani dkk. , op.cit., hlm. 97. Moh. Saifulloh Al- Aziz S., Fiqih Islam Lengkap, (Surabaya: Terbit Terang, 2002), hlm.
34
b. Wali Hakim Wali Hakim adalah wali nikah dari hakim atau qodi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya wali yang jauh bisa menjadi wali nikah apabila wali yang dekat berhalangan untuk menjadi wali. Wali hakim yang dimaksudkan dalam perkawinan bukanlah wali yang menjadi hakim di Pengadilan Agama, melainkan wali yang ditunjuk melalui Presiden kepada pembantunya dan dibantu oleh Menteri Agama dan di bantu oleh Pegawai Pencatat Nikah. Sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1981 yang ditunjuk oleh Menteri Agama sebagai wali hakim adalah Kepala Kantor Urusan Agama. c. Wali Muhakkam Wali muhakkam adalah seseorang yang diangkat oleh kedua calon suami-istri untuk bertindak sebagai wali dalam akad nikah mereka. Orang yang bisa diangkat sebagai wali muhakkam adalah orang lain yang terpandang, disegani, luas ilmu fiqihnya terutama tentang munakahat, berpandangan luas, adil, islam dan laki-laki.27
27
25.
M. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), Cet. 2, hlm.
35
5. Urutan Orang Yang Berhak Menjadi Wali Nikah Dalam beberapa literatur Fiqh dijelaskan tentang urutan wali. Diantaranya:28 1. Ayah kandung 2. Kakek (dari garis ayah) dan seterusnya keatas dalam garis lakilaki, 3. Saudara laki-laki sekandung, 4. Saudara laki-laki seayah, 5. Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung, 6. Anak laki-laki saudara laki-laki seayah, 7. Anak laki-laki dari anak laki-laki saudara laki-laki sekandung. 8. Anak laki-laki dari anak laki-laki saudara laki-laki seayah, 9. Saudara laki-laki ayah sekandung (paman), 10. Saudara laki-laki ayah seayah (paman seayah), 11. Anak laki-laki paman sekandung, 12. Anak laki-laki paman seayah 13. Saudara laki-laki kakek sekandung 14. Anak laki-laki saudara laki-laki kakek sekandung 15. Anak laki-laki saudar laki-laki kakek seayah. Singkatnya urutan wali adalah :29
28
87.
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1998), hlm.
36
1. Ayah seterusnya ke atas, 2. Saudara laki-laki ke atas, dan 3. Saura laki-laki ayah ke bawah. Kelima belas urutan wali nikah tersebut jika tidak ada, atau tidak mungkin menghadirkannya dan atau tidak diketahui tempat tinggalnya (ghaib), maka hak perwaliannya pindah kepada wali hakim. Wali hakim adalah pejabat yang ditunjuk oleh menteri agama atau pejabat yang ditunjuk
olehnya untuk
bertindak
sebagai
wali
nikah
bagi
calon
mempelai wanita yang tidak mempunyai wali, yaitu mereka yang menjadi kepala KUA kecamatan selaku pegawai pencatat nikah di wilayah setempat.30 Dengan demikian, terlihat jelas bahwa seluruh wali nikah yang ada merupakan mereka yang berjenis kelamin laki-laki. Proses pernikahan yang ada dalam agama Islam dari dulu sampai sekarang sangat tergantung pada peran dan keberadaan sang wali nikah yang notabene kesemuanya berjenis kelamin laki-laki. Di Indonesia khususnya seluruh
masyarakat masih
bersepakat bahwa wali sangat penting dan menjadi tidak sah jika sebuah pernikahan tanpa adanya wali
nikah.
Karena mayoritas masyarakat
Indonesia berpegang pada Imam Syafi‟i.31
29
Sahroni dkk., op. cit., hlm. 91. Ibid. 31 Inpres No.1/1991 tentang KHI yang menjelaskan bahwa wali nasab terdiri dari 4 kelompok yang dalam kondisi tertentu harus didahulukan karena mempunyai kedekatan derajat kekerabatannya. Begitu juga Imam Syafi‟i menyatakan bahwa wali yang dekat (aqrab) harus 30
37
Syekh Abu Syuja‟ berkata:
ِ َخ لِ ْْل ِ َخ لِ ْْل ِ اْل ُّد أَ بو اْْل َب ُُثَّ ابْ ُن ُ وَ أ َْوََل الْ ُوَلَةِ اْْل ُ َب َواُْلُِّم ُُثَّ اْْل ُ َب ُُثَ اْْل ُ َْ َّ ُُث،َب ِ َخ لِ ْْل ِ َخ لِ ْْل ِ ِ ُُثَّ الْ َع ُّم ُُثَّ ابْنُوُ َعلى َى َذا الت َّْرت،َب يب ِ َب َواُْلُِّم ُُثَّ ابْ ُن اْْل ِ اْْل َ “orang yang lebih utama menjadi wali urutannya adalah: ayah, kemudian kakek dari jalur ayah (ayahnya ayah). Kemudian saudara laki-laki seayah seibu, kemudiam saudara laiki-laki seayah,anak lakilakinya saudara laki-laki seayah seibu (keponakan laki-laki dari saudara laki-laki seayah seibu) kemudian anak laki-lakinya saudara laki-laki seayah (keponakan laki-laki dari jalur saudara laki-laki ayah,kemudian anak laki-lakinya saudara laki-laki ayah (sepupu lakilakinya saudara laiki-laki dari jalur ayah.”32 Wali yang paling utama adalah ayah, karena wali-wali yang lain yang selain ayah bisa menjadi wali karena ada hubungan dengan ayah. Kemudian kakek, yaitu ayahnya terus keatas karena ia berhak sebagai wali dan juga sebagai asbat, maka dia didahulukan urutannya daripada wali-wali yang lain dari jalur ayah. Kemudian saudara laki-laki seayah seibu,lalu saudara laki-laki seayah, lalu anak laki-lakinya saudara laki-laki seayah terus ke bawah, karena hubungan mereka dari jalur ayah. Kemudian saudara laki-laki ayah seayah seibu atau seibu, lalu anak laki-lakinya saudara laki-laki ayah terus kebawah, kemudian semua asbat yang lain.33
didahulukan. Kalau wali aqrab tidak ada, maka wali ab‟ad yang harus dipakai. Said Thalib alHamdani, Risalah al-Nikah, terj. Agus Salim (Jakarta: Pustaka Amani, 1989), hlm. 84. 32 Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini, Kifayatul Akhyar Terjemahan Achamd Zaidun dkk, (Surabaya: Bina Ilmu, 2009), hlm. 379. 33 Ibid.
38
Urutan dalam menikahkan (menjadi wali nikah) sama dengan urutan dalam waris, kecuali tentang kakek, karena dalam masalah nikah kakek lebih diutamakan daripada saudara laki-laki,hal ini berbeda dengan masalah waris.34 Pengecualian yang lain adalah anak laki-laki, karena anak laiki-laki tidak berhak menikahkan (menjadi wali dalm pernikahan ibunya), karena kedudukannya sebagai anak, meskipun dalam hal waris anak laki-laki tersebut diutamakan. Alasan tidak adanya hak kewalian untuk anak laki-laki dalam masalah nikah adalah karena anak laki-laki itu tidak bersekutu dengan ibu dalam hal nasab, maka dari itu anak tidak mempunyai hak untuk menghindarkan aib keturunan. Sedangkan Hambali memberikan urutan orang yang berhak menjadi wali adalah: Ayah, penerima wasiat dari ayah, kemudian yang terdekat dan seterusnya,mengikuti urutan yang ada dalam waris dan baru beralih ke tangan wali hakim.35 Dari kerangka urutan wali diatas tampak bahwa garis kerabat lakilakilah yang mempunyai hak untuk menjadi wali. Lalu bagaimana dengan wali perempuan? Dalam hal ini ulama berbeda pendapat. Kalangan syafi,iyah misalnya ,dengan tegas melarang perempuan menjadi wali nikah, disamping 34 35
Ibid., hlm. 380. Muhammad Jawad Mughniyah, op. cit., hlm. 348.
39
karena dari awal kalangan Syafi‟iyah mensyaratkan wali harus laki-laki. Dalih mereka, dalam kancah kehidupan, perempuan kerap kali hanyut dalam perasaan serta tidak tegas dalam segala urusan.36 Tentunya dengan adanya sifat itu dia tidak layak lagi terjun langsug dalam menangani urusan nikah. Terlebih lagi hal ini sama sekali tidak pernah disinggung dalam Al-Qur‟an.37 Pendapat ini mendapat tanggapan serius dari kalangan Hanafiyah yang memang tidak mensyaratkan wali harus laki-laki, sehingga sah-sah saja perempuan menjadi wali nikah. bagi kalangan ini perempuan yang sudah dewasa (baligh, akil) boleh menikahkan dirinya sendiri dan putrinya yang masih kecil, dia juga bisa bertindak menjadi wakil untuk menikahkan orang lain. dengan kata lain, dia (perempuan) bisa menjadi wali nikah. Yang terpenting tegas Hanafiyah, dia sudah dipandang cakap hukum, paham betul mana yang terbaik bagi dirinya dan pasangan yang dipilihnya serasi bagi dirinya. Namun jika ternyata pasangan yang dipilih tidak serasi (sekufu), sang wali berhak menolak dan tidak merestui pernikahannya. Disinilah posisi wali yang bertindak sebagai pengontrol dan penasihat anaknya.
38
Dasar yang
menjadi pijakan kalangan Hanafiyah adalah hadits:
ِ َأح ُّق بِنَ ْف ِسهاَ ِم ْن َولِيُّها َ ُاَْل َّّي
36
Abu Ysid, Fiqh Keluarga, ( Surabaya: Erlangga, 2009), hlm. 97. Ibid. 38 Ibid. 37
40
“Perempuan janda lebih berhak pada dirinya sendiri daripada walinya”39. Lafal “ al-ayyamu” dalam hadits diatas secara tekstual (harfiah) bermakna perempuan yang tidak memiliki suami baik dia masih perawan atau sudah menjada. Imam malik berpendapat bahwa wali adalah syarat untuk mengawinkan perempuan bangsawan , bukan untuk perempuan awam. 2. Wali hakim sebagai wali nikah dalam perkawinan A. Dasar hukum wali hakim Wali hakim merupakan wali bagi seseorang yang tidak memiliki wali nasab ataupun wali yang enggan menikahkan. Seperti yang dijelaskan sebelumnya wali hakim baru dapat bertindak menjadi wali apabila memang wali dari skala prioritas wali aqrab berhalangan hadir dalam akad pernikahan yang dilangsungkan. Seperti di jelaskan pada Hadits riwayat Aisyah,
ِ أَُُّّيَا: ول اَ ََّّللِ صلى هللا عليو وسلم ُ قَ َال َر ُس: ت ْ ََو َع ْن َعائ َشةَ َر ِض َي اَ ََّّللُ َعْن َها قَال ِ ب،اطل ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ اِمرأَةٍ نَ َكح فَِإ ْن َد َخ َل ِِبَا فَلَ َها. اط ٌل ْ َ َ ٌ َ ب،اح َها بَاط ٌل ُ ت بغَ ِْْي إ ْذن َوليِّ َها فَن َك َْ ِ ِل لَوُ (رواه ُّ َ فَِإ ِن ا ْشتَ َج ُروا ف,اَلْ َم ْه ُر ِِبَا ا ْستَ َح َّل ِم ْن فَ ْرِج َها َّ ِِل َم ْن ََل َو ُّ ِالس ْلطَا ُن َو )اخلمسة اَلّالنّسائي 39
hlm. 389.
M. Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Muslim, (Jakarta: Gema Insani press, 2005),
41
Artinya: Dari Aisyah ra. Berkata: “Perempuan mana saja yang menikah dengan izin walinya, maka pernikahannya batil, batil, dan batil. Jika dia digauli, maka dia berhak mendapatkan mahar akibat persetubuhan yang dilakukan kepadanya. Jika mereka berselisih maka penguasa adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali.”(HR. Imam lima kecuali Nasai) 40 Ibnu Taimiyyah dalam hal ini berkata di dalam al-ikhtiyariyat: Apabila orang yang berhak menjadi wali dalam perkawinan itu udzhur maka hak perwaliannya dialihkan kepada orang yang lebih patut yang ada dimana orang tersebut memiliki hak kewalian seperti non pernikahan misalnya seperti kepala kampung.41 itulah yang dimaksud kepala daerah yang biasanya diberikan kepada wewenang hakim Pengadilan Agama. B. Wali Hakim Dalam Prespektif Kompilasi Hukum Islam Apabila wali nikah yang berhak urutannya tidak memenuhi syarat sebagai wali nikah atau oleh karena wali nikah itu menderita tunawicara, tunarungu, atau sudah udzhur, maka hak perwalian menjadi bergeser kepada wali nikah yang lain menurut derajat berikutnya.42Ketentuan mengenai wali hakim dijelaskan pada Pasal 23 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi:43 (1) Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau gaib atau enggan. 40
Syekh Faishol Bin Abdul aziz Al- Mubaraq, Nailul Authar Hompunan Hadits- hadits Hukum Terjemahan Mu‟ammal Hamidy dkk., (Surabaya: PT. Bina Ilmu,2002), hlm. 2158. 41
Ibid. Mohd Idris Ramulyo, op. cit., hlm. 77. 43 Tim Redaksi Nusa Aulia, op. cit., hlm. 8. 42
42
(2) Dalam hal wali adhal atau enggan maka wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah setelah ada keputusan dari Pengadilan Agamatentang wali tersebut. Jelaslah bahwa nikah dengan wali hakim atau sultan dalam teks hadits yang di jelaskan Aishah ra. Sandaran hukumnya bersifat syar'i, berupa Hadits Nabi Muhammad SAW. yang perumusan teknisnya melibatkan Ulama‟ Indonesia. Dengan demikian akad nikah yang dihadiri atau diijabkan oleh wali hakim sah hukumnya, sepanjang ketentuanketentuannya
dipenuhi.
Alternatif
dengan
adanya
wali
hakim
dimaksudkan agar hukum islam tetap responsif terhadap tuntutan situasi, dalam upaya mewujudkan ketertiban dan keadilan dalam masyarakat.44 Lebih-lebih lagi keluarga merupakan satuan komunitas yang menjadi basis tersusunnya masyarakat bangsa dan Negara. Karena, wali hakim memerlukan topangan legitimasi yang jelas dan praktis.45 Wali hakim dapat bertindak menggantikan kedudukan wali nasab apabila: a. Wali nasab tidak ada b. Wali nasab bepergian jauh atau tidak ditempat , teatpi memberi kuasa kepada wali yang lebih dekatyang ada di tempat c. Wali nasab kehilangan hak perwaliannya d. Wali nasab sedang berihrom haji dan umroh
44 45
Ahmad Rofik, op. cit., hlm. 93. Ibid., hlm. 94.
43
e. Wali nasab menolak bertindak sebagai wali (wali adhol) f. Wali nasab menjadi mempelai laki-laki dan perempuan dibawah perwaliannya sedang wali yang sederajat dengan dia tidak ada. Wali hakim tidak berhak menikahkan:46 a. Wanita yang belum baligh b. Kedua belah pihak (calon mempelai wanita dan pria) tidak sekufu. c. Tanpa seizin wanita yang akan menikah, dan d. Wanita yang berada di luar daerah kekeuasaannya. KHI memang tidak menyebutkan siapa yang ditunjuk oleh Menteri Agama untuk bertindak sebagai wali hakim, namun sebelum KHI lahir, telah ada Peraturan Menteri Agama yang menjelaskan hal ini. Pasal 3 Peraturan Menteri Agama No.30 Tahun 2005 menyebutkan: 1) Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan (KUA) dalam wilayah kecamatan yang bersangkutan ditunjuk menjadi wali hakim untuk menikahkan mempelai wanita sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 2 ayat (1) peraturan ini. 2) Apabila Kepala KUA Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan atau tidaka ada, maka Kepala Seksi yang membidangi tugas Urusan Agama Islam atas nama Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota diberi kuasa untuk atas nama Meneteri Agama menunjuk salah satu Penghulu pada Kecamatan tersebut atau terdekat untuk sementara menjadi wali hakim dalam wilayahnya.
46
Sohari Sahrani dkk., op. cit., hlm. 91.
BAB III PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM A. Gambaran umum KUA Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara 1. Letak Geografis1
2. Letak Demografis Kondisi geografis suatu masyarakat sangat berpengaruh terhadap watak, adat dan budayanya. Berpengaruh pula terhadap tingkat kehidupan, baik dalam bidang sosial, budaya, ekonomi, budaya maupun agama. Secara geografis Kecamatan Batealit merupakan kecamatan yang berbatasan dengan pegunungan. Terletak di sisi tenggara dari arah wilayah Kota Kabupaten Jepara. Adapun batas-batas wilayahnya: 1
Peta Batealit jepara. Google Maps diakses pada tanggal 23 Agustus 2015 Pukul. 14.00 WIB
44
45
-
Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Pakis Aji,
-
Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Mayong dan Kabupaten Kudus,
-
Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pecangaan, dan
-
Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Tahunan Luas keseluruhan wilayah kecamatan Batealit adalah 8.887.869 Ha
atau 88.88 km2. Secara administrative wilayah Kecamatan Batealit dibagi menjadi 11 desa, yaitu : Mindahan, Pekalongan, Bawu, Bantrung, Bringin, Batealit, Ngasem, Somosari, Raguklampitan, Geneng dan Mindahan Kidul.2 a. Kependudukan Jumlah Penduduk Kecamatan Batealit adalah : 71.582 jiwa. Dari jumlah total penduduk tersebut apabila dilihat dari jenis kelaminnya
yakni, jenis kelamin laki-laki adalah 35.974 orang,
sedangkan jenis kelamin perempuan adalah 35.608 orang. Sedangkan apabila dilihat dari segi pekerjaan, penduduk Kecamatan Batealit petani yakini sebanyak 10.784 orang, Pedagang sebanyak 1.547 orang, buruh industry sebanyak 1.204 orang, pengrajin sebanyak 649 orang, PNS/ABRI sebanyak 531 orang, penggalian
2
Profil KUA Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara . Kandepag Kabupaten Jepara. 2010.
hlm.5.
46
senyak 230 orang, pensiunan PNS/ABRI sebanyak 169, angkutan sebanyak 90 orang, dan jasalain senyak 2.696 orang. b. Pendidikan Adapun tingkat pendidikan, penduduk kecamatan Batealit dapat dilihat pada data berikut : Tabel.1 Tingkat Pendidikan di Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara Belum Sekolah
13.637 orang
Tamat SD/ Sederajat
12.768 orang
Tamat SLTP/ Sederajat
8.213 orang
Tamat SMU/Sederajat
5.523 orang
Tamat D1, D2, D3
118 orang
Tamat P1 (S1, S2, S3)
538 orang
Sumber: Kantor Kec. Batealit Kab. Jepara c. Agama dan sarana Keagamaan Dilihat dari aspek kehidupan umat beragama wilayah Kecamatan Batealit, jumlah pemeluk agama sebagai berikut: Tabel. 2 Pemeluk agama di Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara Islam
71. 563 orang
Katholik
8 orang
Kristen
5 orang
Hindu dan Budha
6 orang
Lainnya
- orang
Sumber: Kantor Kec. Batelit Kabupaten Jepara
47
Kehidupan umat beragama di wilayah kecamatan Batealit hampir dapat dikatakan homogeny, karena 99% beragama Islam. Sehingga hampir dikatakan tidak pernah ada permasalahan hubungan antar umat beragama. Adanya
beragam agama mempunyai pengaruh yang besar terhadap
perkembangan sarana keagamaannya, karena masing-masing agama berhak untuk mendirikan dan mengelola sarana keagamaanya selama tidak menyinggung dari peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Tempat Ibadah dan kultur agamis diantaranya: Tabel. 3 Tempat Ibadah di Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara Masjid
76 buah
Langgar
436 buah
Gereja
- buah
Pura
- buah
Vihara
- buah
Sumber: KUA Kec. Batealit Kab. Jepara Kesadaran masyarakat Kecamatan Batealit dalam menjalankan agamanya, khususnya umat Islam, dipandang cukup tinggi. Hal ini Nampak
dari
berbagai
indikator
yang
ada
misalnya
animo
masyarakat/umat Islam dalam beribadah qurban, infak, shodaqoh, zakat, dan wakaf. Begitu juga gairah umat Islam dalam beribadah haji.
48
3. Tujuan Dan Fungsi KUA Tujuan dan maksud pemerintahan mendirikan lembaga ini untuk memberikan wadah pada masyarakat sebagai lembaga yang memberikan pelayanan pada masyarakat khususnya yang beragama islam dalam berbagai hal anatara lain berfungsi sebagai berikut.3 a. Pegawai Pencatat NIkah (PPN) yang bertugas untuk menghadiri, menyaksikan dan mencatat perkawinan agar perkawinan sah menurut agama dan Negara. b. Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) Sebagai badan kesejahteraan masjid. Kantor Urusan Agama (KUA) berfungsi untuk berpartisipasi dalam kemakmuran masjid. c. BP-4 Sebagai Pembinaan, penyuluh, dan pelestarian perkawinan yang berorientasi atau berfungsi memberikan pembinaan kepada keluarga agar tercapai (terbentuk) keluarga yang tentram dan sejahtera. d. Pejabat Pembuat Akta Wakaf Yaitu melayani dalam hal perwakafan untuk menegaskan status tanah. e. Penyuluh Agama.
3
Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji, Pedoman Pembantu pegawai Pencatat Nikah, (Jakarta: Badan Kesej Kesejahteraan Masjid Pusat, 2003), hlm. 9.
49
Untuk mengkoordinasikan penyulhan-penyuluhan agama yang ada di tingkat kelurahan serta tokoh-tokoh agama untuk bekerjasama mensosialisasikan pemahaman agama terhadap masyarakat. f. LP3Q Yaitu lembaga Pembinaan Tilawatil Qur’an yang mempunyai peranan membina serta mengembangkan potensi dalam baca seni tilawatil Qur’an. g. PHBI Media untuk meningkatkan momentum peristiwa-peristiwa yang dialami umat islam, terutama Rasulullah SAW. dalam menegakkan syariat islam untuk meneladani dengan diadakannya peringatan harihari besar islam. h. BAZIS untuk melayani masyarakat dan mengkoordinasikan lembaga-lembaga yang sudah ada untuk membentuk suatu wadah melayani masyarakat dalam mengeluarkan zakat, infaq dan shadaqah. 4. Sejarah Singkat KUA Batealit Kab. Jepara Sebagaimana kita ketahui bersama Kantor Urusan Agama (KUA) keberadaannya berbeda-beda pada tiap daerah, seperti halnya KUA Batealit yang sekarang terletak di desa Mindahan tepatnya disebelah timur pasar Mindahan. Pada tahun 1916 Kantor Urusan Agama (KUA) Batealit terletak di samping masjid Jami’ desa Mindahan bahkan satu tempat
50
dengan masjid sehingga seluruh kegiatan yang berkaitan dengan kepentingan KUA di laksanakan di masjid. KUA Kecamatan Batealit dibangun diatas tanah milik sendiri, dibeli dari tanah bengkok desa Mindahan pada tahun 1982. Luas tanah kantor KUA seluruhnya adalah 410 m2. Sedangkan Luas Bangunan kantor KUA adalah 90 m2. Gedung KUA Kecamatan Batealit yang dibangun sejak tahun 1985 sampai sekarang belum pernah dilakukan rehab, karena kondisinya masih bagus dan layak pakai. Dari perjalanan waktu ke waktu KUA Kecamatan Batealit telah berkali-kali mengalami pergantian pimpinan. Berikut data yang saya dapatkan mengenai nama-nama pimpinan yang pernah menjabat sebagai pemegang wewenang kepenghuluan pada zaman pra kemerdekaan sampai dengan Kepala KUA Kecamatan Batealit: Tabel. 4 Kepala KUA Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara
No
Nama
Periode
Jabatan
1.
K. Bajuri
1928-1935
Kepala kepenghuluan
2.
K. Abu Hasan
1935-1940
Kepala kepenghuluan
3.
K. Munajat
1940-1947
Kepala kepenghuluan
4.
K. Abdur Rohman
1947-1957
Kepala KUA
5.
K. Mahmudi
1957-1968
Kepala KUA
6.
Suwadi
1968-1970
Kepala KUA
7.
Ridwan
1970-1973
Kepala KUA
51
8.
H. Rumawi
1973-1976
Kepala KUA
9.
Moh. Masyhadi
1976-1982
Kepala KUA
10.
H. Shodiq
1982-1987
Kepala KUA
11.
Masykuri
1987-1996
Kepala KUA
12.
Sa’di
1996-1999
Kepala KUA
13.
Drs. H. Sholikhin, MM.
1999-2001
Kepala KUA
14.
Drs. H. Noor Hamid F.
2001-2009
Kepala KUA
15.
H. Ah. Sa’id S.Ag. MM.
2009-2011
Kepala KUA
16.
Drs. Muh Faisol, MH.
2011- 2015
Kepala KUA
17.
H. Sururi, S. Ag.,M.Pd. I
2015-
Kepala KUA
sekarang Sumber: KUA Batealit Kab. Jepara Tabel. 5 Struktur Organisasi KUA Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara
Kepala KUA/PPN H. Sururi., S. Ag., M.Pd. I 195904051989031002
Penghulu Sarwani, S.H. 196708181993021001 Staff Administrasi Abd. Jalil 196308061989031001 Sumber: KUA Kec. Batealit
Penyuluh Zidni Faidah, S.Ag. 197104012009012001
Staff Administrasi Tarsilah 197905192009102001
52
Berikut Data Kepegawaian Kantor Urusan Agama Kecamatan Batealit : Tabel. 6 Data Kepegawaian KUA Kec. Batealit Kab. Jepara
No
Nama/NIP
Pangkat/
Jabatan
Pendidikan
Golongan 1.
2.
3.
H. Sururi, S. Ag.,M.Pd. I
Penata Tk.I
Ka.KUA/
195904051989031002
III/d
PPN
Sarwani, S.H.
Penata Tk.I
196708181993021001
III/d
Abd. Jalil
Tarsilah 197905192009102001
5.
Zidni Faidah, S.Ag. 197104012009012001
Penghulu
S1
Staff
SLTA
Staff
SLTA
Penyuluh
S1
Penata Md Tk.I
196308061989031001 4.
S2
III/b Pengatur Md.Tk.I II/b Penata Muda III/a
Berdasarkan keputusan Menteri Agama RI Nomor 73 1996 tentang Nama dan Uraian Jabatan pada KUA Kecamatan, pembagian kerja di KUA Kecamatan Batealit sebagai berikut : a. H. Sururi, S.Ag.,M.Pd.I., jabatan sebagai Kepala KUA kecamatan Batealit yang bertugas: a) Memimpin Kantor Urusan Agama b) Menyusun rincian kegiatan Kantor Urusan Agama Kecamatan Batealit
53
c) Membagi tugas dan menentukan penanggung jawab kegiatan d) Menggerakkan dan mengarahkan pelaksanaan tugas e) Memantau tugas bawahan f) Melaksanaan koordinasi dengan instansi terkait dan lembaga-lembaga keagamaan g) Meneliti keabsahan berkas catin dan proses pelaksanaan nikah serta menanda tangani Akta Nikah h) Melaksanakan bimbingan dan penyuluhan perkawinan, kemasjidan, zakat wakaf dan ibadah social i) Meneliti keabsahan berkas Akta Ikrar Wakaf untuk ditanda tangani j) Menanggapi dan menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul dibidang urusan agama islam k) Melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh atasan l) Mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan tugas Kantor Urusan Agama m) Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Kandepag Kabupaten Jepara b. Sarwani, S.H., Jabatan sebagai Penghulu KUA Kec. Batealit yang bertugas:
a) Mempelajari dan meneliti berkas permohonan nikah (N1-N7). b) Melakukan pemeriksaan terhadap catin dan mengisi formulir NB c) Menyusun jadwal pelaksanaan pernikahan d) Menyiapkan konsep pengumuman nikah (model NC) e) Menyiapkan buku akta nikah
54
f) Mewakili PPN dalam melaksanakan pernikahan g) Menyiapkan bahan bimbingan perkawinan (BP4) h) Melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh atasan i) Membuat laporan bulanan, Tri Wulan dan Tahunan c. Tarsilah, Jabatan sebagai Staff Administrasi KUA Kec. Batealit bertugas : a) Membantu menerima pemberitahuan nikah b) Menerima dan mencatat surat masuk dan keluar. c) Mendistribusikan surat sesuai disposisi atasan d) Menata arsip dan inventaris BMN. e) Mengetik konsep surat / naskah f) Menata perpustakaan kerja g) Menyusun file pegawai h) Mencatat jadwal kegiatan Kepala KUA i) Mengatur dan menyalurkan tamu-tamu KUA. j) Melaksanakan tugas khusus yang diberikan Kepala KUA d. Abd. Jalil Jabatan sebagai Staff Administrasi KUA Kec. Batealit bertugas :
a) Membantu menerima pemberitahuan nikah b) Menerima dan mencatat surat masuk dan keluar. c) Mendistribusikan surat sesuai disposisi atasan d) Menata arsip dan inventaris BMN. e) Mengetik konsep surat / naskah f) Menata perpustakaan kerja
55
g) Menyusun file pegawai h) Mencatat jadwal kegiatan Kepala KUA i) Mengatur dan menyalurkan tamu-tamu KUA. j) Melaksanakan tugas khusus yang diberikan Kepala KUA e. Zidni Faidah, S.Ag. Jabatan Penyuluh KUA Kec. Batealit bertugas:
a) Melakukan bimbingan dan penyuluhan terhadap pengajian instansi pemerintah b) Membantu melakukan tugas BP4 c) Mendata perkembangan tempat ibadah, TPQ, Madrasah dan Ponpes d) Membantu pelaksanaan tugas-tugas lintas sektoral e) Melakukan bimbingan dan penyuluhan di Rutan f) Meneliti surat rekomendasi pendirian tempat iabadah dan permohonan bantuan untuk tempat ibadah. 5. Visi Dan Misi KUA Kec. Batealit Kab. Jepara
a. Visi KUA Kecamatan Batealit : “Unggul dalam kualitas, Santun dalam pelayanan dan bimbingan Umat Islam” b. Misi KUA Kecamatan Batealit : a) Meningkatkan pelayanan bidang organisasi dan ketatalaksanaan. b) Meningkatkan pelayanan teknis dan administrasi nikah dan rujuk. c) Meningkatkan pelayanan teknis dan administrasi kependudukan, keluarga sakinah, kemitraan umat dan produk halal.
56
d) Meningkatkan pelayanan teknis dan administrasi kemasjidan, zakat, wakaf dan ibadah sosial. e) Meningkatkan pelayanan informasi tentang Madrasah, Pondok Pesantren, TPQ, haji dan umroh. f) Meningkatkan pelayanan lintas sektoral c. Motto KUA Kecamatan Batealit : “Bekerja adalah ibadah, kinerja dan pelayanan baik adalah kehormatan kami”. B. Pelaksanaan Perkawinan Dengan Wali Hakim Di dalam negara RI yang berdasarkan hukum, segala sesuatu yang bersangkut paut dengan penduduk harus dicatat, seperti halnya kelahiran, kematian termasuk juga perkawinan. Perkawinan termasuk erat dengan masalah kewarisan, kekeluargaan sehingga perlu dicatat untuk menjaga agar ada tertib hukum. Pegawai Pencatat Nikah (PPN) mempunyai kedudukan yang jelas dalam peraturan perundang- undangan di Indonesia (UU No.22 Tahun 1946 jo UU No. 32 Tahun 1954) sampai sekarang PPN adalah satusatunya pejabat yang berwenang mencatat perkawinan yang dilangsungkan menurut hukum agama Islam dalam wilayahnya. Untuk memenuhi ketentuan itu maka setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan dibawah pengawasan PPN karena PPN mempunyai tugas dan kedudukan yang kuat menurut hukum, ia adalah Pegawai Negeri yang diangkat oleh Menteri Agama
57
pada tiap-tiap KUA Kecamatan.4 Mengenai prosedur pendaftaran dengan menggunakan wali nasab adalah sebagai berikut:5 Catin (Calon Pengantin) mendaftar ke KUA untuk mengurusi surat N1-N7 yang mana nantinya akan diserahkan kepada Kepala Desa untuk dimintai tanda tangan dan distempel termasuk surat pengantar imunisasi. Apabila yang mendaftarkan ialah orang tua, maka tidak perlu menggunakan surat N7 Keterangan Macam-macam Surat Administrasi adalah sebagai berikut: a) Surat N1 : Surat Keterangan untuk Nikah b) Surat N2 : Surat Keterangan Asal-usul c) Surat N3 : Surat Persetujuan Mempelai. Yang wajib hanya mempelai wanita, tapi seumpama kedua mempelai sama-sama membuat tidak apa-apa, tujuannya adalah agar tidak ada prasangka yang muncul bahwa perkawinan tersebut ialah perkawinan paksa. d) Surat N4 : Surat Keterangan Orang Tua e) Surat N5 : Surat Izin Orang Tua. Digunakan apabila catin yang berusia kurang dari 21 tahun. Idealnya mempelai yang akan melaksanakan pernikahan umurnya tidaklah kurang dari 21 tahun.
4
https://ihsan26theblues.wordpress.com/2011/01/23/pelaksanaan-perkawinan-di-indonesia/ di akses pada 26 Agustus 2015. 5 Hasil wawancara dari KUA Kec. Batealit Jepara melalui Ibu Tarsilah selaku Staff Administrasi pada tanggal 01 Agustus 2015 pukul 11.00 WIB.
58
f) Surat N6 : Surat Keterangan Kematian. Digunakan untuk member keterangan jika salah satu dari mempelai adalah seorang janda atau duda yang telah ditinggal mati oleh sang istri atau suami. g) Surat N7 : Surat Keterangan Pemberitahuan Kehendak Nikah h) Surat N8 : Surat Keterangan adanya halangan atau kekurangan syarat i) Surat N9 : Surat Penolakan Pernikahan j) Surat N10 : Buku Catatan Kehendak Nikah Mudin (P3N) dengan melampirkan berkas-berkas pendukung. berupa : o Foto Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) o Foto Copy Akta Kelahiran o Foto Copy Kartu Keluarga o Akta Kematian/Surat Keterangan Kematian bagi duda mati o Akta Cerai Asli berikut salinan putusan/penetapan bagi duda cerai o Surat Ijin Kawin dari Komandan/Atasan bagi Catin Anggota TNI/POLRI o Dispensasi dari Pengadilan Agama bagi Catin yang belum berusia 19 tahun. o Pas Photo Ukuran 2×3 sebanyak 3 Lembar dan 4x6 satu lembar.
59
o Rekomendasi nikah dari KUA kecamatan setempat bila catin berasal dari lain daerah. Setelah PPN menerima berkas-berkas dan kelengkapan surat-surat dari calon mempelai melakukan pendaftaran. PPN akan memanggil pihak-pihak yang berkepentingan seperti calon pengantin, wali dari calon mempelai wanita. Pihak-pihak
tersebut
didatangkan
ke
KUA
untuk
diadakan
pemeriksaan sekaligus mengadakan cheking data bilamana terdapat kesalahan data-data dari catin. Kemudian pemeriksa (PPN atau penghulu) akan menulis keterangan yang diberikan pihak catin tersebut kedalam lembar pemeriksaan nikah (NB) dan pemeriksa menulis isian data dalam NB tersebut. Setelah selesai mengisi data formulir, pemeriksa akan membacakan NB, mulai lembar ke satu sampai dengan lembar ke tiga, apabila semua data sudah tidak ada kesalahan dan sudah disetujui catin, maka pihak-pihak yang dimaksud (catin), dimintai tanda-tangannya sebagai bukti bahwa masing-masing telah sepakat dan menyetujui untuk hadir pada acara akad nikah.6 Adakalanya wali tidak dapat hadir dengan alasan yang dapat dipertanggung jawabkan seperti halnya alasan wali nasabnya habis, wali ghaib, wali bai’d, tidak memilikiwali nasab atau bahkan wali adhal. Sesuai Peraturan Menteri Agama Nomor 11 tahun 2007 pasal 18 ayat (4) tentang
6
Wawancara dengan Bpk. Sarwani, MH. Selaku Penghulu KUA. Kec. Batealit pada 28 Agustus 2015 pukul. 10.00 WIB.
60
pencataan nikah pada berbunyi “Kepala KUA Kecamatan ditunjuk menjadi wali hakim, apabila wali nasabnya tidak memenuhi syarat, berhalangan adhal.” Pada pelaksanaan perkawinan dengan menggunakan wali hakim dapat dibuktikan dengan tambahan lampiran yang diperoleh dari pihak desa dimana mempelai perempuan tersebut tinggal yang di dalamnya berisi tentang alasan menggunakan wali hakim sebagai wali nikah. Surat keterangan tersebut harus di bubuhi tanda tangan oleh kepala desa/ lurah setempat. Biasanya mengenai data-data
yang
berkaitan
dengan
perkawinan
mempelai
perempuan
menyerahkan kepada Moden setempat. Setelah mendapatkan surat keterangan surat jeterangan wali hakim dari desa Moden menyerahkan berkas tersebut kepada petugas KUA (Staff) untuk diperiksa kembali apakah data tersebut benar- benar vailid atau tidak, setelah itu perkawinan tersebut dapat dilangsungkan dengan menggunakan wali hakim.7 Setelah persyaratan dipenuhi PPN mengumumkan kehendak nikah (model NC) pada papan pengumuman di KUA Kecamatan tempat pernikahan akan dilangsungkan dan KUA Kecamatan tempat tinggal masing-masing calon mempelai. PPN tidak boleh melaksanakan akad nikah sebelum lampau 10 hari kerja sejak pengumuman.
7
Hasil wawancara dari KUA Kec. Batealit Jepara melalui Drs. Muh Faisol.MH, selaku Plt Kepala KUA pada tanggal 25 Agustus 2015 pukul 10.00 WIB.
61
Sebelum pelaksanaan upacara akad nikah PPN/Penghulu terlebih dahulu akan memeriksa ulang persyaratan nikah dan admnistrasinya kepada calon pengantin dan wali nya, untuk melengkapi data yang belum terisi pada waktu pemeriksaan awal. Apabila tidak ada perubahan data dari hasil pemeriksaan awal, PPN/Penghulu akan menetapkan dua orang saksi yang memenuhi syarat. Pada waktu ijab qabul dilaksanakan PPN akan menayakan kembali tentang wali yang lebih berhak, apabila jawaban dari mempelai sama dengan pemeriksaan awal yang menyatakan wali tidak dapat hadir dengan alasan yang jelas. maka PPN ( Kepala KUA) bertindak menjadi wali hakim dalam ijab qabul tersebut. Setelah ijab qabul selesai mempelai laiki-laki menyerahkan mahar yang telah ditentukan, kemudian mempelai laki-laki membacakan sighat taklik talak setelah pembacaan sighat taklik talak selesai mempelai laki-laki dan mempelai perempuan menada tangani akta nikah tersebut, dan pada saat itu juga Pihak PPN menyerahakan akta nikah tersebut kepada mempelai lakilaki dan mempelai perempuan. Akta nikah tersebut rangkap dua berupa warna coklat dan hijau. Akta nikah warna coklat diberikan kepada mempelai lakilaki, sedangkan warna coklat diberikan kepada mempelai perempuan.8
8
Hasil Wawancara di dari KUA Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara dengan Drs. Muh Faisol MH selaku Kepala KUA pada tanggal 6 September 2015 Pukul. 15.00 WIB.
BAB IV Analisis Pelasanaan Dengan Wali Hakim Di KUA Kec. Batealit Kab. Jepara A. Analisis Pelaksanaan perkawinan dengan wali hakim Berdasarkan tabel dibawah ini dapat diketahui bahwa di Kecamatan Batealit cukup banyak mempelai yang menikah dengan menggunakan wali nasab, yaitu sebanyak 305 perkawinan, sedangkan perkawinan dengan menggunakan wali hakim bukan adhal sebanyak 16 perkawinan dalam kurun waktu bulan Januari sampai dengan bulan Juli 2015. Tabel. 6 Pencatatan Pernikahan di KUA Kec. Batealit Kab. Jepara Bulan Januari-Juli 2015 No.
Desa
Jumlah Keseluruhan 1. Mindahan 38 2. Bawu 17 3. Bantrung 52 4. Bringin 17 5. Batealit 27 6. Ngasem 23 7. Sumosari 24 8. Ragu Klampitan 20 9. Geneng 45 10. Mindahan Kidul 27 11. Mindahan 31 Jumlah 321 Sumber: KUA Kec.Batealit Kab. Jepara
Wali Nasab 37 14 51 16 23 22 24 19 44 27 28 305
Wali Hakim Adhol Bukan Adhol 1 3 1 1 4 1 1 1 3 16
Berikut ini adalah data pelaksanaan perkawinan dengan menggunakan wali hakim di KUA Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara:
62
63
Tabel. 7 Pelaksanaan Perkawinan Dengan Wali Hakim Di KUA Kec. Batealit Kab. Jepara Bulan Januari-Juli 2015 No No. Akta Nikah 1. 0026/026/I/2015
Nama Pasangan Andrik Faizin/ Fitri nur indah sari 2. 0028/028/I/2015 Suyono/ Siti Mudawanah 3. 0059/028/II/2015 Agus sahal/ Dani Anindita 4. 0072/003/III/2015 Muh Nurul Abidin/ Rista Yuliana 5. 0078/009/III/2015 Jiyanto/ Kumayah 6. 0097/028/III/2015 Wakit/ Rohayati 7. 0108/002/IV/2015 Arisatul Amin/ Astia Lisdiana 8. 0125/019/IV/2015 Much Rodi/ Karsia 9. 0127/021/IV/2015 Sobikhin/ Sugiati 10. 0138/032/IV/2015 Karyanto/ Siti Sofiana 11. 0207/057/V/2015 Ahris Purwanto/ Siti Solikhah 12. 0216/066/V/2015 Agus Rifanto/ Devi Lestari 13. 0285/055/VI/2015 Afif Jafar Fahrudin/ Rita Ristiani 14 0290/005/VII/2015 Ismanto/ Suliswati 15. 0297/012/VIII/2015 Anis Nur Rohmat/ Arifah Khoiriyah 16. 0319/034/VIII/2015 Syaifuddin/Siti Fauziyah Sumber: KUA Kec. Batealit Kab. Jepara
Tgl. Nikah Desa 26-01-2015 Bringin 28-01-2015 Mindahan Kidul 22-02-2015 Pekalongan 05-03-2015 Pekalongan 11-03-2015 Bantrung 27-03-2015 Mindahan Kidul 01-04-2015 Mindahan 16-04-2015 Sumosari 17-04-2015 Pekalongan 23-04-2015 Bringin 25-05-2015 Batealit 28-05-2015 Mindahan Kidul 29-06-2015 Bawu 13-07-2015 Bringin 22-07-2015 Bringin 30-07-2015 Ragu Klampitan
Yang dimaksud dengan wali hakim adalah orang yang diangkat oleh pemerintah yang bertindak menjadi wali hakim dalam pernikahan . Sesuai
64
Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2005 Pasal 3 ayat (1) yang berbunyi: Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan (KUA) dalam wilayah kecamatan yang bersangkutan ditunjuk menjadi wali hakim untuk menikahkan mempelai wanita sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1)
yang
berbunyi Bagi calon mempelai wanita yang akan menikah di wilayah Indonesia atau di luar negeri/di luar wilayah teritorial Indonesia, tidak mempunyai wali nasab yang berhak atau wali nasabnya tidak memenuhi syarat, atau mafqud, atau berhalangan, atau adhal, maka pernikahannya dilangsungkan oleh wali hakim. Wali hakim dapat bertindak menggantikan kedudukan wali nasab apabila:1 a. Wali nasab tidak ada b. Wali nasab bepergian jauh atau tidak ditempat , teatpi memberi kuasa kepada wali yang lebih dekatyang ada di tempat c. Wali nasab kehilangan hak perwaliannya d. Wali nasab sedang berihrom haji dan umroh e. Wali nasab menolak bertindak sebagai wali (wali adhol) f. Wali nasab menjadi mempelai laki-laki dan perempuan dibawah perwaliannya sedang wali yang sederajat dengan dia tidak ada.
1
93.
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,1998), hlm.
65
Sebagai contoh perkawinan dengan wali hakim No. pemeriksaan 0138/032/IV/2015 yakni perkawinan antara mempelai perempuan bernama Siti Sofiana dengan mempelai laki-laki bernama Karyanto yang beralamat di desa Bringin yang akad nikahnya dilaksanakan pada tanggal 23 april 2015 , dalam hal ini surat keterangan wali yang diajukan dan diperiksa oleh PPN (Penghulu) alasan menggunakan wali hakim sebagai wali nikah yang diajukan alasan walinya pergi merantau selama 17 tahun dan keluarga sudah mencoba menghubungi namun tidak ada kejelasan tentang keberadaan walinya. Dalam hal ini kehati-hatian pihak Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Batealit Jepara sangat diperlukan apakah memang berkas syarat pernikahan sudah cukup ataukah masih ada yang kurang terutama dalam hal wali, posisi wali disini sifatnya harus ada baik menggunakan wali nasab maupun wali hakim sebagai wali dalam pernikahan. Sesuai Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2005 tentang penetapan wali hakim pada Pasal 2 yang menjelaskan: “Bagi calon mempelai wanita yang akan menikah di wilayah Indonesia atau di luar negeri/di luar wilayah teritorial Indonesia, tidak mempunyai wali nasab yang berhak atau wali nasabnya tidak memenuhi syarat, atau mafqud, atau berhalangan, atau adhal, maka pernikahannya dilangsungkanoleh wali hakim.”
66
Dan juga Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007 pasal 18 tentang Pencatatan perkawinan yang menjelaskan:“Kepala KUA kecamatan ditunjuk menjadi wali hakim, apabila calon isteri tidak mempunyai wali nasab, wali nasabnya tidak memenuhi syarat,berhalangan atau adhal.” Pemeriksaan yang sangat cermat dan teliti terhadap setiap permohonan wali hakim oleh pejabat KUA dalam hal ini adalah pegawai pencatat nikah terutama kepala KUA setempat selaku wali hakim lebih mengutamakan wali nasab untuk didahulukan sebagai wali nikah sehingga alasan-alasan yang diajukan tersebut harus benar-benar terbukti dan meyakinkan. Hal inipun sudah ditempuh dan dijalankan oleh pejabat yang ada di KUA kecamatan Batealit, terbukti tidak pernah terjadi pelaksanaan perkawinan dengan wali hakim sedang wali nasabnya masih ada. Berarti pejabat KUA telah menjalankan syari’at agama Islam dan juga undangundang perkawinan yang berlaku di Indonesia secara baik dan benar, Sebagaimana telah disebutkan bahwa apabila seorang wanita berkehendak melakukan pernikahan, tetapi tidak mempunyai wali nasab yang berhak menikahkannya atau ada wali nasab tetapi karena sesuatu sebab sehingga wali tersebut tidak dapat bertindak sebagai wali nikah, maka perkawinan tersebut dapat dilangsungkan dengan menggunakan wali hakim.
67
Dengan demikian mengenai ketetapan pemerintah dalam penunjukan kepala Kantor Urusan Agama untuk bertindak sebagai wali hakim bagi perempuan yang tidak mempunyai wali nasab sama sekali, atau ada wali nasab tetapi ada beberapa sebab, haruslah ditaati sebab peraturan tersebut sesuai dengan aturan Allah dan Rasul-Nya dan bertujuan untuk kemaslahatan bagi umat manusia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya. B. Analisis Faktor Penyebab Pelaksanaan Perkawinan Dengan Wali Hakim di KUA Kec. Batealit Kab. Jepara Dalam pelaksanaan perkawinan dengan menggunakan wali hakim ada beberapa alasan diantaranya: kehabisan wali nasab, wali Mafqud, wali yang kehilangan haknya karena sedang menjalani hukuman, wali adhol, sedang menjalankan ibadah haji atau umrah, dan tidak memeiliki wali nasab. Dari 16 kasus tentang pelaksanaan perkawinan dengan wali hakim di KUA Kec. Batealit Kab. Jepara memiliki 4 faktor penyebab diantanya : 1. Wali nasabnya habis 2. Wali bai’d ( wali yang berada sejauh 92,5 KM) 3. Wali mafqud ( wali yang tidak diketahui keberadaanya) 4. Tidak memiliki wali nasab Dan rinciannya adalah sebagai berikut 9 perkawinan dengan alasan kehabisan wali nasab, 2 perkawinan karena alasan tidak memiliki wali nasab,
68
3 perkawinan karena alasan wali mafqud (tidak diketahui keberadaannya), dan 2 perkawinan lagi dengan alasan wali bai’d. Berikut ini adalah contoh pelaksanaan perkawinan dengan wali hakim di KUA Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara. 1. Habis Wali Nasab Sebagai contoh kasus penyelesaian wali hakim dengan Nomor Akta Nikah: 0026/026/I/2015 yakni pasangan antara Andrik faizin dengan Fitri nur indah sari warga desa Bringin yang melangsungkan akad nikah pada tanggal 26 Januari 2015 Menggunakan wali hakim sebagai wali pernikahan karena kehbisan wali nasab dan dari urutan wali yang terdekat seluruhnya telah meninggal dunia. Pelaksanaan perkawinan dengan wali hakim ini telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2005 Pasal 3 ayat (1) disebutkan didalamnya bahwa Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan (KUA) dalam wilayah kecamatan yang bersangkutan ditunjuk menjadi wali hakim untuk menikahkan mempelai wanita sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) yang berbunyi Bagi calon mempelai wanita yang akan menikah di wilayah Indonesia atau di luar negeri/di luar wilayah teritorial Indonesia, tidak mempunyai wali nasab yang berhak atau wali nasabnya tidak memenuhi syarat, atau mafqud, atau
69
berhalangan, atau adhal, maka pernikahannya dilangsungkan oleh wali hakim. Dalam hal ini Kepala Kantor Urusan Agama Batealit bertindak menjadi sebagai wakil dari wali nikah yang berhak untuk menikahkan pasangan Fitri nur indah sari dengan Andrik faizin. Sebagai contoh kasus lain penyelesaian wali hakim dengan No. Pemeriksaan Nikah 0072/003/III/2015 yakni pasangana antara Rista Yuliana dengan Muh Nurul Abidin yang melangsungkan akad nikah pada tanggal 05 Maret 2015 menggunakan wali hakim sebagai wali nikah karena wali yang masih berstatus sebagai kakak kandung laki-laki satu-satunya mengalami keterbelakngan mental sehingga dia tidak berhak menjadi wali. Dalam Kompilasi Hukum Islam pada pasal 20 ayat 1 berbunyi: “Yang bertindak menjadi wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum islam yakni Musli, aqil, dan baligh.” Berlatar belakang dari cerita tersebut maka berpindah ke wali yang lain karena calon mempelai perempuan wali nasabnya habis. Sehingga Kepala KUA Kec. Batealit memutuskan menggunakan wali hakim sebab mempelai perempuan Kehabisan wali nasbnya. Pelaksanaan perkawinan dengan wali hakim ini telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2005 Pasal 3 ayat (1) disebutkan didalamnya bahwa Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan (KUA) dalam wilayah kecamatan yang
70
bersangkutan ditunjuk menjadi wali hakim untuk menikahkan mempelai wanita sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) yang berbunyi Bagi calon mempelai wanita yang akan menikah di wilayah Indonesia atau di luar negeri/di luar wilayah teritorial Indonesia, tidak mempunyai wali nasab yang berhak atau wali nasabnya tidak memenuhi syarat, atau mafqud, atau berhalangan, atau adhal, maka pernikahannya dilangsungkan oleh wali hakim. Dalam hal ini Kepala Kantor Urusan Agama Batealit bertindak menjadi sebagai wakil dari wali nikah yang berhak untuk menikahkan calon mempelai wanita Rista Yuliana dengan Muh. Nurul Abidin. 2. Wali Baid Sebagai contoh kasus penyelesaian wali hakim dengan Nomor Akta Nikah 0285/055/VI/2015 yakni pasangan antara Afif jafar fahrudin dengan Rita ristiani warga Desa Bawu yang melangsungkan akad nikah pada tanggal 29 Juni 2015 menggunakan alasan wali hakim karena ayah dari Rita ristiani bekerja di Kota Banten pada waktu itu kondisi sang ayah sedang sakit dan tidak memiliki biaya transportasi untuk pulang. Pelaksanaan perkawinan dengan wali hakim ini telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2005 Pasal 3 ayat (1) disebutkan didalamnya bahwa Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan (KUA) dalam wilayah kecamatan yang
71
bersangkutan ditunjuk menjadi wali hakim untuk menikahkan mempelai wanita sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) yang berbunyi Bagi calon mempelai wanita yang akan menikah di wilayah Indonesia atau di luar negeri/di luar wilayah teritorial Indonesia, tidak mempunyai wali nasab yang berhak atau wali nasabnya tidak memenuhi syarat, atau mafqud, atau berhalangan, atau adhal, maka pernikahannya dilangsungkan oleh wali hakim. Dalam hal ini Kepala Kantor Urusan Agama Batealit bertindak menjadi sebagai wakil dari wali nikah yang berhak untuk menikahkan pasangan Rita Ristiani dengan Afif jafar fahrudin. 3. Wali Mafqud (Tidak diketahui keberadaanya) Sebagai contoh kasus penyelesaian wali hakim Nomor Akta Nikah 0127/021/IV/2015 yakni pasangan antara Sobikhin dengan Sugiyati yang melangsungkan akad nikah pada tanggal 17 April 2015 menggunakan wali hakim sebagai wali nikah
dengan alasan wali wali tidak diketahui
keberadaanya dan sampai waktu pemeriksaan sampai akad nikah akan dilaksanakan sehingga wali hakimlah yang mwnjadi wali nikah dalam perkawinan tersebut. Pelaksanaan perkawinan dengan wali hakim ini telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2005 Pasal 3 ayat (1) disebutkan didalamnya bahwa Kepala Kantor
72
Urusan Agama Kecamatan (KUA) dalam wilayah kecamatan yang bersangkutan ditunjuk menjadi wali hakim untuk menikahkan mempelai wanita sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) yang berbunyi Bagi calon mempelai wanita yang akan menikah di wilayah Indonesia atau di luar negeri/di luar wilayah teritorial Indonesia, tidak mempunyai wali nasab yang berhak atau wali nasabnya tidak memenuhi syarat, atau mafqud, atau berhalangan, atau adhal, maka pernikahannya dilangsungkan oleh wali hakim. Dalam hal ini Kepala Kantor Urusan Agama Batealit bertindak menjadi sebagai wakil dari wali nikah yang berhak untuk menikahkan calon mempelai wanita sugiyati dengan calon suaminya yaitu Sobikhin. 4. Tidak memiliki wali nasab Sebagai contoh kasus penyelesaian wali hakim Nomor Akta Nikah 0207/057/V/2015 yakni pasangan antara “AH” (Inisial) dengan “SK” (Inisial) menggunakan alasan wali hakim sebab Tidak memiliki Ayah sehingga wali hakimlah yang berhak menjadi wali dalam perkawinan. Pelaksanaan perkawinan dengan wali hakim ini telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2005 Pasal 3 ayat (1) disebutkan didalamnya bahwa Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan (KUA) dalam wilayah kecamatan yang bersangkutan ditunjuk menjadi wali hakim untuk menikahkan mempelai
73
wanita sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) yang berbunyi Bagi calon mempelai wanita yang akan menikah di wilayah Indonesia atau di luar negeri/di luar wilayah teritorial Indonesia, tidak mempunyai wali nasab yang berhak atau wali nasabnya tidak memenuhi syarat, atau mafqud, atau berhalangan, atau adhal, maka pernikahannya dilangsungkan oleh wali hakim. Dalam hal ini Kepala Kantor Urusan Agama Batealit bertindak menjadi sebagai wakil dari wali nikah yang berhak untuk menikahkan anatara pasangan “AH” (Inisial) dengan “SK” (Inisial).
BAB V PENUTUP A. Simpulan 1. Pelaksanan perkawinan dengan menggunakan wali hakim dengan prosedur sebagai mana pelaksanaan perkawinan dengan menggunakan wali nasab, namun dalam pelaksanaan perkawinan dengan menhggunakan wali hakim harus ada surat keterangan yang diperoleh dari desa dimana mempelai perempuan tersebut tinggal yang menyatakn bahwa memang benar-benar mempelai tersebut memenuhi syarat dengan menggunakan alasan wali hakim, setelah itu berkas dijadikan satu dalam map. Setelah syarat administrasi selesai proses pelaksanan dapat dilangsungkan. 2. Pada Pelaksanaan perkawinan dengan wali hakim di KUA Kecamatan Batealit Jepara dalam kurun waktu bulan Januari-Juli 2015 terdapat 16 perkawinan dengan alasan wali hakim. Dari 16 kasus perkawinan tersebut memiliki faktor yang berbeda-beda diantaranya 9 kasus karena habis wali nasab, 2 kasus karena tidak memiliki wali nasab, 3kasus karena wali Mafqud (tidak diketahui keberadaanya) , dan 2 kasus lagi karenan alasan wali bai’d. dari ke empat alasan yang berbeda ini telah memnuhi syarat Pelaksanaan perkawinan dengan wali hakim ini telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2005 Pasal 3 ayat (1) disebutkan didalamnya bahwa Kepala Kantor
74
75
Urusan Agama Kecamatan (KUA) dalam wilayah kecamatan yang bersangkutan ditunjuk menjadi wali hakim untuk menikahkan mempelai wanita sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) yang berbunyi Bagi calon mempelai wanita yang akan menikah di wilayah Indonesia atau di luar negeri/di luar wilayah teritorial Indonesia, tidak mempunyai wali nasab yang berhak atau wali nasabnya tidak memenuhi syarat, atau mafqud, atau berhalangan, atau adhal, maka pernikahannya dilangsungkan oleh wali hakim. . ini telah sesuai dengan UU Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam tentang perkawinan dan Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2005 tentang Wali Hakim. B. Saran 1. Dalam hal perkawinan dengan wali hakim sebaiknya dari pihak KUA lebih tegas dalam hal administrasi dengan memberikan keterangan wali melalui surat keterangan dan kolom yang kosong harus diisi sesuai dengan alasan wali hakim yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan, mengenai urutan wali harus disesuaikan dengan urutannya, dan melakukan pengecekan langsung kepada mempelai yang hendak menikah apakah alasan wali hakim tersebut sudah tepat atau belum. 2. Bagi mempelai perempuan yang akan melangsungkan akad nikah hendaknya tidak mudah memutuskan menggunakan wali hakim sebagai wali nikah dalam perkawinan karena begitu eratnya hubungan orang tua
76
dengan anak. Wali hakim dimungkinkan menjadi wali nikah apabila memang perempuan tersebut dalam keadaan memang benar-benar darurat. 3. Para ustadz lebih menerangkan dalam dakwah dan syariatnya agama islam dengan mengajak masyarakat untuk bisa lebih berfikir positif dalam menyikapi kehidupan perkawinan keluarga islami dan membuka nurani untuk bisa mengerti dan menghormati perkawinan dan tujuan dari perkawinan tu sendiri agar tidak terjadi pelecehan dan sikap meremehkan terhadap perkawinan. C. Penutup Dengan
rasa
syukur
yang
seikhlas-ikhlasnya
serta
ucapan
Alhamdulillah atas segala petunjuk Allah SWT., Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang bentuknya sederhana sesuai dengan kemampua yang dimiliki. Apa yang penulis uraikan dalam skripsi ini merupakan bagian dari Ilmu Allah yang maha mengetahui, oleh karena itu penulis sandarkan kepada-Nya. Penulis menyadari, sekalipun telah mencurahkan segala usaha dan kemampuan dalam penulisan skripsi, namun masih banyak kesalahan dan kekurangan disana-sini, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna perbaikan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat diterima untuk memperoleh, memenuhi dan melengkapi syarat-syarat gelar sarjan. Dan sebagai penutup skripsi in dapat menambah khasanah keilmuan dan memberikan manfaat bagi kita semua, Amin.
DAFTAR PUSTAKA Al-Hamdani, Said Thalib. 1989.Risalah al-Nikah. terj. Agus Salim., Jakarta: Pustaka Amani. Amin Summa, Muhammad.2005. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam. Jakarta: Raja Grafindo Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. CetXIV .Jakarta: Rineka cipta. Az- Zuhaili, Wahbah. 2011. Fiqh Islam Wa Adilatuhu, Jakarta: Gema insani..cet. IX Azwar, Saifudin. 2010. Metode Penelitian,Yogyakarta: Pustaka Pelajar,Cet.KeX, Basyir, Ahmad Azhar.2010. Hukum Perkawinan Islam.Yogyakarta : UII Press, Cet.XI Chudlori, M.Yusuf.2012.Baiti Jannati Sudahkah Keluarga Anda Sakinah.Bandung: Marja, Departemen Agama RI.2008.Al- Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: CV. Ferlia Citra Utama. Faridl, Miftah. 2006. Goyah Diterpa Badai. Jakarta: Gema insanai, Gozali, Abdul Rahman.2010. Fikih Munakahat. Jakarta : Kencana. https://ihsan26theblues.wordpress.com/2011/01/23/pelaksanaan-perkawinan-diindonesia/ di akses pada 26 Agustus 2015. Pukul 22.03 WIB
Kementrian Agama RI. 2007. Mushaf Al-Qur’an Terjemah. Bogor: Nur Publishing Koenjtoroningrar.1991.Metode-metode Gramedia,
Penelitian
Masyarakat.
Jakarta:
Kompilasi Hukum Islam. 2011.Bandung : Nuansa Aulia , Cet. ke-3. Muhammad ‘Uwaidah, Syaikh Kamil. 2006. Fiqh Wanita. Jakarta: Pustaka AlKautsar. Cet- XXIII Nata, Abuddin. 2011 Metodelogi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Nur, Djamaan. 1993. Fiqih Munakahat. Semarang: CV. Toha Putra Nuruddin, H. Aminur. 2006. Hukum Perdata Islam di Indonesia. (Jakarta: Prenada Media Group). Cet- III Qardhawi, Yusuf. 2005. Halal Haram dalam Islam. Solo: Era Intermedia , Cet.3 Ramulyo, M. Idris. 1999.Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Cet.II 73
74
Rasjid, Sulaiman, 2014.Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Rofiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia. 1998. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Saifulloh Al- Aziz S, Moh. 2002. Fiqih Islam Lengkap. Surabaya: Terbit Terang. Sedarmayanti. Dkk. 2002.Metodelogi penelitian. Bandung: CV. Mandar maju. Soekanto, Soerjono. 1994. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. Sohari, Sahrani Dkk. Fikih Munakahat, Jakarta : PT. Rajawali Press. 2010 Sosroatmodjo, Arso Dkk. 2004. Hukum Perkawinan di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang Syarifuddin, Amir. 2006. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta: Prenada Media Group, Cet. III Tahido Yanggo, Muhaemah. 2011. 100+ Kesalahan dalam Pernikahan. Jakarta: Qultum media Takariawan, Cahyadi.2009. Di Jalan Dakwah Kugapai Sakinah. Solo: Era Intermedia. Tim penyusun,2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia .Jakarta: Balai pustaka,.Cet.III Umar Fanany dkk, 2002. Terjemahan Nailul Authar Himpunan- Hadits- hadits hukum,Surabaya: PT.Bina Ilmu, Cet.ke-5. Uwaidah, Syaikh Kamil Muhammad. 2006.Fiqh Wanita. Jakarta: Pustaka AlKautsar. Cet. XXIII W.Alhafidz, Ahsin. 2014.Kamus Fiqih, Jakarta: Amzah Yasid,Abu. 2009. Fiqh Keluarga. Surabaya: Erlangga Zaidun, Achamd Dkk, TT. Terjemahan Kifayatul Akhyar. Surabaya: Bina Ilmu. Wawancara dengan Bpk. Sarwani selaku (Penghulu) KUA. Kec. Batealit pada 25 Agustus 2015 pukul 10.00 WIB Wawancara dengan Ibu Tarsilah selaku (Staff) KUA Kec. Batealit pada 01 September 2015 Pukul 11.00 WIB Wawancara dengan Bpk. Faishol selaku (Plt. Kepala KUA) Kec. Batealit Kab. Pada 25 Agustus 2015 Pukul 11.00 WIB Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007 Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1987 Peraturan Mneteri Agama Nomor 30 Tahun 2005
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama
: AHMAD SYAIFUL HUDA
Tempat, tanggal lahir
: Kudus, 01 April 1993
Alamat
: Pekalongan RT/RW 04/03 Batealit Jepara
Pendidikan
:
1. MI. Ma’arif Maslakul Falah Galgahwaru Undaan Kidul Kudus 2. SMP. Islam Asy- Syafi’iyyah Pekalongan Batealit Jepara 3. MA. Masalikil Huda Tahunan Jepara 4. Program Studii Al-Ahwal Al-Syakhsihyyah Fakultas Syari’ah UNISNU Jepara 2012 Demikian keterangan ini dibuat dengan sebenar-benarnya untuk digunakan sebagaimana mestinya.
Nama Peneliti
AHMAD SYAIFUL HUDA NIM: 1211007