FIQIH MUNAKAHAT
Perkawinan dengan Wali Muhakkam
Jl. KH. Abdurrahman Wahid Kel. Talang Bakung Kec. Jambi Selatan Kota Jambi Kode Pos. 36135 Telp./Fax. 0741-570298 Cp. 082136949568 Email :
[email protected] Email :
[email protected] www : staimaarif-jambi.ac.id
FIQIH MUNAKAHAT Perkawinan dengan Wali Muhakkam Penulis : Drs. Abber Hasibuan, M.Sy ISBN : 978-602-61400-1-2 Editor : Dr. Sumarto, S.Sos.I, M.Pd.I Desain Sampul: Yohana Wulandari Tata Letak : Hasanul Febriyan Hariza, S.Sos Penerbit : Pustaka Ma’arif Press Redaksi : Jl. KH. Abdurrahman Wahid Kel. Talang Bakung Kec. Jambi Selatan Kota Jambi Kode Pos. 36135 Telp./Fax. 0741-570298 Cp. 082136949568 Email :
[email protected] Email :
[email protected] www : staimaarif-jambi.ac.id
Cetakan Pertama, Juni 2017 Perpustakaan Nasional RI Katalog Dalam Terbitan (KDT) Hak cipta dilindungi Undang Undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara Apapun tanpa izin tertulis dari Penerbit
Sambutan Penulis
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karuniaNya kepada kita semua sehingga Buku yang berjudul “Fiqih Munakahat (Perkawinan dengan Wali Muhakkam)” dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam kepada Nabi junjungan kita Nabi agung Muhammad SAW uswatun hasanah bagi kita semua dan semoga senantiasa kita selalu menjalankan prinsip-prinsip kehidupan ahlisunnah waljama’ah. Perkawinan sangat penting di dalam hidup dan kehidupan umat manusia, baik perseorangan maupun kelompok, dengan jalinan perkawinan yang sah (sesuai dengan hukum Islam). Pergaulan laki-laki dan perempuan terjalin secara terhormat
sesuai
dengan
kedudukan
manusia
sebagai
makhluk
yang
berkehormatan diantara makhluk Tuhan lainnya. Allah Subhanahu wata’ala telah menetapkan cara-cara tersebut yang diatur dalam lembaga perkawinan dan hukum Islam. Hal ini sesuai dengan keberadaan Islam sebagai agama fitrah yang datang bukan
untuk membenuh
kecenderungan-kecenderungan
manusia,
melainkan untuk membimbing dan mengarahkan sesuai dengan kehendak sang pencipta. Kajian Fiqih Munakahat sangat penting dikaji secara penelitian dan dipublikasikan, sehingga masyarakat mengetahui bagaimana hukum yang harus dilakukan dalam proses perkawinan, sehingga tidak terjadi kesalahan atau Hukum Adat di dahulukan dibanding Hukum Islam. Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Berdasarkan ketentuan pasal 2 ayat (1) Undang-undang Perkawinan, perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, hal ini dapat digunakan sebagai dasar hukum berlakunya hukum perkawinan Islam di Indonesia sebagai peraturan khusus di samping peraturan umum yang diatur dalam Undang-undang Perkawinan, untuk
warga negara Indonesia yang beragama Islam yang kebanyakan menganut Mazhab Syafi’i. Sedangkan menurut hukum Islam, perkawinan antara mempelai laki-laki dengan mempelai perempuan dilakukan di depan dua orang saksi laki-laki dengan menggunakan kata-kata Ijab qabul. Ijab diucapkan pihak perempuan yang menurut kebanyakan fuqaha dilaksanakan oleh walinya atau wakilnya, sedangkan qabul
adalah pernyataan menerima dari pihak laki-laki. Adapun perkawinan
menurut istilah syara’ ialah suatu akad (transaksi) yang intinya mengandung penghalalan wathi’ (persetubuhan) dengan memakai kata nikah atau kawin. Di dalam negara yang berdasarkan hukum, segala sesuatu yang ada hubungannya dengan perilaku atau tingkah laku manusia harus diatur sedemikian rupa, sehingga sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku. Sehubungan dengan hal tersebut perkawinan di Indonesia harus dilakukan di hadapan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) atau Penghulu bagi yang beragama Islam. Pegawai Pencatat Nikah atau Penghulu mempunyai kewenangan yang jelas dalam peraturan perundang-undangan nomor 22 Tahun 1946 dan Undangundang Nomor 32 Tahun 1954 sampai sekarang yang berkaitan dengan perkawinan di Indonesia. Setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) mempunyai kedudukan yang kuat menurut hukum, ia sebagai pegawai negeri yang diangkat oleh Menteri Agama pada tiap-tiap Kantor Urusan Agama Kecamatan. Adapun tugas pokok penghulu berdasarkan Pasal 24 peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Per/62/M.PAN/6/2005 tentang
Jabatan
Fungsional
Penghulu
dan
Angka
Kreditnya
Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Bab II Pasal 4, Tugas Pokok Penghulu adalah melakukan pencatatan kegiatan kepenghuluan, pengawasan, pencatatan nikah, rujuk, pelayanan fatwa hukum munakahat dan bimbingan mu’amalah, pembinaan keluarga sakinah, serta pemantauan dan evaluasi kegiatan kepenghuluan dan pengembangan kepenghuluan. Dengan demikian Pegawai Pencatat Nikah (PPN) atau Penghulu masingmasing mempunyai tugas dan fungsi yang jelas, karena ditetapkan dengan peraturan yang berlaku. Lebih lanjut akan dibahas dalam buku ini.
Semoga buku ini dapat menjadi salah satu dari banyaknya buku yang mengkaji tentang Fiqih Munakahat, sumber informasi dan pendalaman kembali keilmuan kita sebagai seorang ilmuan yang tidak pernah bosan, yang tidak pernah lelah, yang selalu memompa semangatnya dan motivasinya untuk mencintai ilmu pengetahuan dengan harapan dapat mewujudkan proses perkawinan yang baik dengan tata Hukum Islam yang benar.
Jambi, Juni 2017 Penulis,
Drs. Abber Hasibuan, M.Sy
Kata Pengantar
Kami dari Civitas Akademika STAI Ma’arif Jambi menyambut baik dengan semangat keilmuan kehadiran Buku yang bisa menjadi sumber referensi dan inspirasi dari Drs. Abber Hasibuan, M.Sy. Judul Buku yang diangkat “Fiqih Munakahat (Perkawinan dengan Wali Muhakkam)” sangat menarik dan bermanfaat bagi kalangan masyarakat dan peneliti yang dapat menjadikan buku ini sebagai sumber referensi atau dengan kajian ulang kembali yang lebih menyempurnakan. Kajian Fiqih Munakahat adalah kajian perkawinan yang harus sesuai dengan Hukum Islam dan Hukum adat sebagai pelengkap bukan sebagai penentu, terkadang
di
masyarakat
banyak
yang
lebih
mementingkat
Hukum
adat
dibandingkan Hukum Islam, perlu disadari dan harus segera di ubah. Undang-undang Perkawinan tidak terlepas dari hukum perkawinan yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam. Syarat sah dan rukun sebuah perkawinan salah satu dari sahnya nikah adalah adanya wali nikah. Pengertian dan dasar hukum adanya wali nikah terdapat dalam pasal 20 (1) tentang yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim, aqil dan baligh. Pernikahan harus dilangsungkan dengan wali, apabila dilangsungkan tidak dengan wali atau yang menjadi wali bukan yang berhak, maka pernikahan tersebut tidak sah. Adapun wali itu ada tiga macam, yaitu wali nasab, wali hakim dan wali muhakkam. Adapun wali nasab adalah orang-orang yang terdiri dari keluarga calon mempelai wanita, orang-orang tersebut adalah keluarga calon mempelai wanita yang berhak menjadi wali sesuai dengan aturan dan urutannya. Adapun wali hakim ialah orang yang diangkat oleh pemerintah untuk bertindak sebagai wali dalam suatu pernikahan. Adapun yang dimaksud dengan wali muhakkam ialah seseorang yang diangkat oleh kedua calon suami isteri untuk bertindak sebagai wali dalam akad nikah mereka. Pernikahan tidak dapat berlangsung dengan tindakan atau ucapan perempuan itu sendiri, sebab syarat-syarat perkawinan harus terpenuhi demi
keabshahan akad nikah dan dasar sahnya perkawinan harus ada seorang wali yang mengawinkan, dasarnya adalah firman Allah Subhanahu wata’ala dalam Al-Qur’an :
)٢٣: (النور Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hambahamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberianNya) lagi Maha mengetahui. (QS. An-nur [24] : 32).
Menurut ayat tersebut di atas, pada dasarnya menyatakan bahwa Allah Subhanahu wata’ala menyerahkan perkara perkawinan kepada pihak laki-laki untuk menikahkan seorang perempuan sebagai walinya, dan ayat ini tidak ada mengkhususkan bahwa laki-laki yang menikahkan perempuan tersebut haruslah wali nasab atau wali hakim, tetapi ayat ini memerintahkan kepada laki-laki tanpa dijelaskan ada hubungan darah atau sebagai hakim, maka ayat tersebut di atas adalah salah satu dasar hukum wali muhakkam, karena ayat tersebut hanya menyuruh seorang untuk mengawinkan orang-orang yang sendirian, dan orangorang yang layak untuk berkawin. Lebih lanjut, lebih harus dipahami kembali akan dijelaskan dalam buku ini oleh penulis. Semoga Buku ini dapat menjadi sumber informasi bagi seluruh masyarakat dan akademisi untuk dikembang lagi dalam penelitian dan diterapkan ke dalam aspek kehidupan bermasyarakat tentang segala problem perkawaninan khususnya tentang perkawinan dengan wali muhakkam.
Jambi, Juni 2017 Ketua STAI Ma’arif Jambi
H. Amran, S.Th.I, M.A, Ph.D
DAFTAR ISI Sambutan Penulis Kata Pengantar Ketua STAI Ma’arif Jambi 1. Problem Perkawinan................................................................................1 2. Pemahaman Tentang Perkawinan...........................................................9 3. Tujuan Perkawinan..........................................................................15 4. Dasar-dasar dan Hukum Perkawinan.....................................................21 5. Rukun & Syarat Sah Perkawinan..........................................................28 6. Asas-asas Perkawinan..........................................................................31 7. Wali dalam Perkawinan.......................................................................39 8. Syarat-syarat Wali.................................................................................57 9. Macam-macam Wali Nikah serta Urutannya.........................................62 10. Perkawinan dengan Wali Muhakkam................................................70 11. Perkawinan dengan Wali Muhakkam Ditinjau dari Peraturan Perundangundangan..........................................................................................75 12. Sebab-sebab & Alasan Nikah dengan Wali Muhakkam......................78 13. Pengangkatan & Proses Perkawinan dengan Wali Muhakkam............80 14. Pelaksanaan & Faktor Penyebab Perkawinan dengan Wali Muhakkam di Jambi Timur (Hasil Penelitian)...........................................................83
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................127