PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN TERSANGKA PEREMPUAN YANG DILAKUKAN OLEH PENYIDIK POLRESTA SURAKARTA
JURNAL PENELITIAN Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta
Oleh : DIANA WULANDARI 11100027
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA 2017
1
Judul : PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN TERSANGKA PEREMPUAN YANG DILAKUKAN OLEH PENYIDIK POLRESTA SURAKARTA Oleh : DIANA WULANDARI NIM : 11100027 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindakan penyelidikan penekanan diletakkan pada tindakan mencari dan menemukan sesuatu yang dianggap atau diduga sebagai tindak pidana, maka pada penyidikan tidak berat tekanannya diletakkan pada tindakan mencari serta mengumpulkan bukti supaya tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi terang, serta agar dapat menemukan
dan
menentukan
pelakunya.
Dari
segi
pejabat
pelaksananya, pejabat penyelidik terdiri dari semua anggota Polri, dan pada dasarnya pangkat dan wewenangnya berada di bawah pengawasan penyidik. Wewenangnyapun sangat terbatas, hanya meliputi penyelidikan atau mencari dan menemukan data atas suatu tindakan yang diduga merupakan tindak pidana. Hanya dalam hal-hal telah mendapat perintah dari pejabat penyidik, barulah penyelidik melakukan
tindakan
yang
berupa
penangkapan,
larangan
meninggalkan tempat, penggeledahan, penyitaan dan sebagainya. Selain perempuan menjadi korban kejahatan, ada juga perempuan sebagai pelaku kejahatan. Memang tidak sedikit perempuan di Indonesia yang terlibat atau terjerembab dalam kasus pidana. Sembilan pelajar SMP di Kota Solo terlibat kasus pencurian sepeda motor (curanmor) di 26 lokasi berbeda. Salah seorang pelaku merupakan pelajar perempuan. Kedua pelaku yang ditangkap pertama, yakni ARK dan DV, terakhir beraksi di rumah kontrakan kampung Genengan, Jebres. Dari hasil pemeriksaan, keduanya mengaku telah merencanakan aksi pencurian motor di lokasi itu. ARK bertindak sebagai eksekutor mengambil motor Honda Grand yang
2
terparkir di teras. Sedangkan DV yang merupakan pelajar perempuan berperan mengawasi keadaan sekitarnya1. Pencurian yang dilakukan oleh perempuan, akhir-akhir ini terdengar kasus pencurian susu di supermarket dengan membentuk jaringan. Pelakunya adalah perempuan yang dibantu dengan temantemannya untuk beraksi. Dalam penanganan penyidikan terhadap tersangka
perempuan
juga
memerlukan
perlakukan
khusus,
diantaranya dalam pengumpulan data dan barang bukti, untuk mengorek informasi perlakukan terhadap tersangka perempuan berbeda dengan perlakukan terhadap tersangka laki-laki. Pencurian dianggap sebagai suatu perbuatan tindak pidana yang dapat dikategorikan sebagai pencurian, mengambil barang orang lain pada malam hari, saat warga masyarakat sedang istirahat. Yang dimaksudkan
pencurian
disini
adalah
melakukan
perbuatan
mengambil barang sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum dan pelakunya adalah perempuan. Pencurian oleh perempuan biasanya dilakukan dipasar, swalayan yang orang Jawa bilang ngutil. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana proses penyidikan tindak pidana pencurian dengan tersangka perempuan yang dilakukan oleh penyidik Polresta Surakarta ?. 2. Hambatan apa yang timbul dalan penyidikan tindak pidana pencurian dengan tersangka perempuan yang dilakukan oleh penyidik Polresta Surakarta? 3. Bagaimana cara mengatasi hambatan dalam penyidikan tindak pidana pencurian dengan tersangka perempuan yang dilakukan oleh penyidik Polresta Surakarta?
1
http://daerah.sindonews.com/read/1044977/22/curi-motor-26-kali-9-pelajar-smp-disolo-tak-ditahan-1442312248
3
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Obyektif a. Mengkaji penyidikan tindak pidana pencurian dengan tersangka perempuan yang dilakukan oleh penyidik Polresta Surakarta. b. Mengkaji hambatan yang timbul dalan penyidikan tindak pidana pencurian dengan tersangka perempuan yang dilakukan oleh penyidik Polresta Surakarta. c. Mengkaji cara mengatasi hambatan dalam penyidikan tindak pidana pencurian dengan tersangka perempuan yang dilakukan oleh penyidik Polresta Surakarta. 2. Tujuan Subyektif Sebagai bahan untuk menyusun skripsi guna memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana dalam ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis mengenai penyidikan tindak pidana pencurian dengan tersangka perempuan yang dilakukan oleh penyidik Polresta Surakarta. b. Mendapatkan gambaran nyata mengenai hambatan-hambatan yang timbul dalam proses penyidikan tindak pidana pencurian dengan tersangka perempuan yang dilakukan oleh penyidik Polresta Surakarta. c. Mendapatkan mengatasi
gambaran
hambatan
dari
proses
pihak
kepolisian
penyidikan
tindak
dalam pidana
pencurian dengan tersangka perempuan yang dilakukan oleh penyidik Polresta Surakarta. 2. Manfaat praktis a. Dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak kepolisian dalam menerapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4
b. Bagi masyarakat luas sebagai bahan pertimbangan dan sebagai alat bantu dalam mengenal serta menilai polisi dalam melaksanakan fungsi penegakan hukum. c. Dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang ilmu pengetahuan dan dapat memberikan referensi-referensi bagi penelitian berikutnya. BAB II LANDASAN TEORI A. Penyidikan Penyelidikan merupakan salah satu metode atau sub dari fungsi penyidikan. Mengenai penyidik sendiri disebutkan dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP jo Pasal 1 angka 13 UU No 2 tahun 2002, yaitu : "penyidik adalah pejabat polisi negara republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan”. Adapun penyidikan diatur dalam Pasal 1 angka 13 Undang-undang No 2 Tahun 2002, yaitu : "Penyidikan adalah rangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya". B. Tindak Pidana Pemakaian istilah tindak pidana, peristiwa pidana itu menyamakan maknanya dengan istilah Belanda yaitu Strafbaar Feit, sedangkan perbuatan pidana dengan istilah peristiwa pidana, tindak terdapat perbedaan. Perbedaannya adalah bahwa perbuatan pidana itu suatu pengertian abstrak yang menunjuk kepada dua keadaan konkrit. Masalah tindak pidana adalah perbuatan maksimal yang mengandung ketidakadilan dan perbuatan itu patut dilarang dan diancam dengan hukuman, meskipun perbuatan tersebut belum dilarang dan diancam dengan undang-undang. Artinya meskipun perbuatan tersebut belum diatur dan dirumuskan dalam undang-
5
undang namun perbuatan itu sudah patut dihukum, karena perbuatan tersebut oleh umum dirasakan mengandung suatu ketidakadilan2. Sedangkan apa yang dimaksudkan dengan tindak pidana adalah “sesuatu perbuatan yang dilarang atau ditunjukan oleh undangundang yang apabila dilakukan atau diabaikan, maka orang yang melakukan atau mengabaikan itu diancam dengan hukuman”3. Timbul suatu persoalan apakah istilah perbuatan pidana ini dapat disamakan dengan Strafbaar Feit itu. Guna mengetahuinya maka harus mengetahui apakah arti dari Strafbaar Fiet itu. Menurut para sarjana hukum, pengertian Strafbaar Fiet adalah : Pertama, sebagai "Suatu kelakuan yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Kedua, merumuskan bahwa Strafbaar Fiet itu adalah merupakan kelakuan orang yang dirumuskan di dalam undang-undang yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan" 4. Akan tetapi tidak semua perbuatan yang melawan hukum merugikan masyarakat diberi sanksi pidana, misalnya pelacuran, perbuatan pelacuran itu sendiri dilarang dan diancam pidana5. Adapun suatu tindak pidana terbagi dalam dua unsur, yaitu : 1. Unsur objektif a. Perbuatan manusia Suatu perbuatan positif yaitu perbuatan yang dilarang undangundang, dan perbuatan negatif (amission) yaitu tidak melaksanakan perintah undang-undang. b. Akibat Perbuatan itu 2
Teguh Prasetyo, 2005, Hukum Pidana Materiil Jilid I, Yogyakarta: Kurnia Kalam, Hal
80-81. 3
Soesilo. R. 1985, Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus. Bogor: Politia, Hlm 6. 4 Moeljatno, 2009, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, Hal 10. 5 Soedarto, 2001, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung: Alumni, Hal 75
6
Suatu akibat yang ditimbulkan perbuatan itu yaitu terdiri kerusakan atau bahaya terhadap sesuatu yang dilindungi hukum. c. Keadaan-keadaan sekitar 1) Keadaan pada waktu malakukan perbuatan itu. 2) Keadaan yang timbul sesudah perbuatan itu dilakukan. d. sifat melawan hukum dan sifat dapat dihukum (punishability) 2. Unsur Subjektif Adanya kesalahan baik sengaja maupun tidak sengaja. C. Tindak Pidana Pencurian Segi bahasa (etimologi) pencurian berasal dari kata curi yang mendapat awalan “pe-“ dan akhiran “–an”. Kata curi sendiri artinya mengambil milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah, biasanya dengan sembunyi-sembunyi6. Pencurian dalam Kamus Hukum adalah mengambil milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah, biasanya dengan sembunyi-sembunyi7. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, arti dari kata “curi” adalah mengambil milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah, biasanya dengan sembunyi-sembunyi. Sedangkan arti “pencurian” proses, cara, perbuatan. Pengertian pencurian menurut Pasal 362 KUHP adalah “Barang siapa mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum”. Pasal ini merupakan bentuk pokok dari pencurian, dengan unsur-unsur : a. Obyektif, yaitu mengambil; barang; dan yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain. b. Subyektif, yaitu dengan maksud; untuk memiliki; dan secara melawan hukum. 6
Tim Redaksi, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, Hal 225. 7 Sudarsono, 2002, Kamus Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, Hal 85.
7
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Surakarta tepatnya pada Kantor Polresta Surakarta, Pemilihan lokasi ini dipertimbangkan karena di Kantor Polresta Surakarta terdapat data-data cukup lengkap termasuk kasus-kasus yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Selain itu pula pihak Polresta Surakarta telah memberikan ijin kepada penulis, apabila hendak mengumpulkan data guna menyusun skripsi ini. B. Sifat Penelitian Spesifikasi penelitian adalah yuridis normatif. Dikatakan spesifikasi yuridis, karena penelitian ini hendak meneliti aspek hukum tentang tersangka tindak pidana/kejahatan. Dikatakan sebagai normatif merupakan pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asasasas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini 8. C. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif untuk menggambarkan secara jelas tentang proses penyidikan terhadap pelaku pidana atau tersangka seorang perempuan bagi penyidik dalam pemeriksaan tindak pidana. Sehingga orang dapat mengetahui dengan jelas setelah mendapat gambaran proses tersebut. D. Materi Penelitian 1. Bahan Hukum Primer 1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). 2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 3) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian RI 2. Bahan Hukum Sekunder 8
Muh. Abdul Kadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Hal 101
8
Berupa literatur, dokumen-dokumen, artike-artikel yang berkaitan dengan tinjauan yuridis penyidikan terhadap tersangka perempuan yang telah melakukan tindak pidana pencurian oleh penyidik Polresta Surakarta. 3. Bahan Hukum Tertier a. Ensiklopedia Hukum Indonesia b. Kamus Hukum Indonesia E. Teknik Pengumpulan Data 1. Penelitian Lapangan (Field Research) Penelitian lapangan digunakan untuk mendapatkan data primer, yakni dengan mengadakan penelitian langsung dilapangan terhadap gejala-gejala dan pencatatan secara sistematik. Adapun teknik ini dengan menggunakan teknik wawancara, yakni teknik pengumpulan data dimana peneliti mengadakan wawancara yang terarah kepada pelaku dan saksi tindak pidana dan juga pada pihak penyidik Polresta Surakarta, kemudian mencatat jawaban yang diberikan, baik lisan maupun tulisan, berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah dibuat peneliti. 2. Studi Kepustakaan (Library Research) Di samping itu dalam penelitian ini juga diperlukan data sekunder yakni data yang didapat dengan cara mempelajari bukubuku referensi perpustakaan, yakni berupa dokumentasi dan hasilhasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, namun bahannya memiliki relevansi kuat dengan masalah yang penulis teliti saat ini. F. Jalannya Penelitian 1. Persiapan penelitian Dilakukan untuk pra penelitian dilokasi yang dipilih, setelah mendapat ijin dari lembaga atau instansi yang dijadikan obyek penelitian. 2. Memilih atau menentukan ruang lingkup
9
Setelah melakukan pra penelian dan dapat mengidentifikasikan permasalahan
pokok
dilokasi
penelitian,
maka
dilakukan
pemilihan masalah sehingga dapat ditentukan judul penelitian. Berdasar pemilihan judul maka ditentukan ruang lingkup penelitian. 3. Merumuskan masalah Dari ruang lingkup diatas kemudian ditentukan perumusan masalah yang akan menjadi pokok penelitian. 4. Menentukan metodelogi penelitian Setelah langkah-langkah tersebut di atas maka dapat dilakukan pemilihan metode penelitian yaitu pendekatan berdasarkan perumusan masalah adapun metode untuk mendapatkan data dan memecahkan masalah adalah metode diskriptif. 5. Pengumpulan Data Bahwa
pengumpulan
data
ini
harus
ditegaskan
permasalahan mengenai jenis, sifat dan kategori data serta perlakuan terhadap data yang dikumpulkan. Tujuannya agar pengumpulan data dan penganalisaan terhadap data dapat sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam teknik pengumpulan data ini digunakan metode wawancara dan studi pustaka sehingga baik data primer maupun data skunder yang didapatkan tidak lagi diragukan keabsahannya dan hasil analisis dapat diuji kembali melalui pengkajian terhadap data yang sudah didapatkan. 6. Analisis Data Analisis data didasarkan atas metode penelitian yang digunakan yaitu analisis kualitatif, dimana dalam penelitian ini spesifikasinya yuridis normatif. Agar dapat mencapai hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian maka dibutuhkan ketekunan dan kepekaan dari penyusun. Dalam hal ini ata yang diperoleh kemudian dianalisis dengan teknik analisis yang sudah ditentukan.
10
7. Kesimpulan Dari hasil analisis data tersebut kemudian dilakukan penarikan kesimpulan yakni dengan cara induktif dan deduktif, artinya analisis data dari hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus. Demikian juga sebaliknya dari hal yang bersifat khusus menuju hal yang bersifat umum. G. Teknik Analisis Data Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Pengertian analisa kualitatif adalah cara pemilihan yang menghasilkan data-data deskriptif analisa, yakni “apa yang dinyatakan responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku nyata yang diteliti dan dipelajari secara utuh”9. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Proses Penyidikan Tindak Pidana Pencurian dengan Tersangka Perempuan yang Dilakukan Oleh Penyidik Polresta Surakarta Berawal dari saksi melaporkan terjadinya tindak pidana pencurian ini ke petugas Polresta Surakarta, maka petugas Polresta Surakarta tersebut membuat laporan polisi. Pembuatan laporan tersebut menggunakan model B yang artinya bahwa pembuatan laporan tersebut berdasarkan adanya laporan/pengaduan dari korban sendiri maupun masyarakat yang melihat, mengalami, ataupun menyaksikan sendiri tindak pidana tersebut. Isi dari laporan polisi tersebut adalah mengenai identitas pelapor (sesuai dengan KTP), peristiwa yang dilaporkan (waktu kejadian, tempat kejadian, kejadian yang terjadi, identitas orang yang dilaporkan, identitas korban bagaimana terjadinya, waktu laporan), uraian singkat kejadian, tanda tangan pelapor, tanda tangan yang menerima laporan dan tanda tangan atasan sebagai laporan kepada atasan dan memberikan surat tanda penerimaan laporan. Laporan polisi tersebut ditulis dan ditandatangani oleh pelapor dan petugas 9
Ibid, Hal 30
11
yang menerima laporan tersebut. Pembuatan laporan polisi ini telah sesuai dengan Pasal 103 ayat (1) KUHAP yang berbunyi “Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu”. Surat perintah penyidikan dibuat dan dikeluarkan sebelum dilaksanakannya proses penyidikan terhadap suatu perkara tindak pidana. Surat perintah penyidikan dalam perkara pencurian ini dibuat oleh Kasat Reskrim Polresta Surakart atas nama Kepala Polresta Surakarta yang memerintahkan kepada pihak penyidik dan penyidik pembantu untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana pencurian, membuat rencana penyidikan, serta melaporkan setiap perkembangan pelaksanaan penyidikan tindak pidana kepada Kasat Reskrim Polresta Surakarta. Surat perintah penyidikan ini dibuat berdasarkan wewenang penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP. Wewenang untuk melakukan penyidikan terhadap perkara tindak pidana perempuan dilakukan oleh penyidik PPA. Karena pada saat terjadinya kasus yang penulis teliti ini di PPA Polresta Surakarta. Surat perintah penyidikan inilah yang memberi kewenangan kepada penyidik kepolisian untuk dapat melakukan tugas dan wewenangnya sebagai penyidik untuk mengusut suatu perkara pidana dalam hal ini adalah tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh perempuan. Surat perintah penyidikan juga merupakan alat pengaman yang sangat efektif untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang, mempunyai arti sebagai jaminan bagi pihak tersangka dan perlindungan terhadap harkat dan martabat tersangka. Surat perintah tugas dibuat oleh Kasat Reskrim Polresta Surakarta yang memerintahkan kepada penyidik serta penyidik pembantu untuk melakukan tugas penyidikan terhadap perkara yang diberikan padanya berupa penangkapan, penahanan, penyitaan, guna kepentingan penyidikan terhadap tindak pidana dalam penelitian ini
12
adalah tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh perempuan, serta melaporkan hasil pelaksanaan tugas tersebut kepada Kasat Reskrim Polresta Surakarta sebagai laporan Kepada Kapala Polresta Surakarta. Surat perintah tugas tersebut dikeluarkan untuk memberi wewenang penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d, dan huruf e KUHAP yaitu melakukan penangkapan,
penahanan,
penggeledahan,
penyitaan,
dan
pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan oleh penyidik terhadap para saksi maupun tersangka berkaitan dengan perkara pidana yang terjadi yang dalam hal ini adalah perkara tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh perempuan. Sebelum dimulainya pemeriksaan, penyidik Polresta Surakarta memberitahu kepada tersangka mengenai haknya untuk didampingi pengacara atau penasehat hukum. Dalam perkara ini, tersangka menolak untuk didampingi oleh pengacara atau penasehat hukum padasat pemeriksaan yang dibuktikan dengan surat pernyataan yang dibuat oleh tersangka yang menyatakan bahwa tersangka menolak didampingi pengacara pada saat pemeriksaan. Tindakan penyidik Polresta Surakarta ini sesuai dengan ketentuan Pasal 114 KUHAP yang berbunyi ”Dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasehat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 KUHAP”. Pada waktu pemeriksaan, tersangka memberikan keterangan kepada penyidik bahwa alasan tersangka mencuri barang karena tersangka ingin memiliki uang dan barang tersebut dengan cara yang mudah. Pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik Polresta Surakarta dilakukan tanpa adanya tekanan maupun kekerasan. Tindakan penyidik terhadap tersangka ini sesuai dengan ketentuan Pasal 117
13
KUHAP yang berbunyi “Keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun” serta Pasal 52 KUHAP yang menyatakan bahwa “Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim”. Pemeriksaan saksi-saksi oleh penyidik pembantu Polresta Surakarta dilakukan tanpa penyumpahan dan diperiksa secara sendirisendiri dengan bergantian satu per satu. Pelaksanaan pemeriksaan ini dilakukan sesuai ketentuan Pasal 116 ayat (1) KUHAP yang berbunyi “Saksi diperiksa dengan tidak disumpah kecuali apabila ada cukup alasan untuk diduga bahwa ia tidak akan dapat hadir dalam pemeriksaan di pengadilan” serta Pasal 116 ayat (2) KUHAP yang berbunyi “Saksi diperiksa secara tersendiri, tetapi boleh dipertemukan yang satu dengan yang lain dan mereka wajib memberikan keterangan yang sebenarnya”. Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap tersangka maupun saksi, maka penyidik Polresta Surakarta membuat berita acara pemeriksaan. Pembuatan berita acara pemeriksaan ini sesuai dengan ketentuan Pasal 118 ayat (1) KUHAP menyebutkan “Keterangan tersangka dan atau saksi dicatat
dalam berita acara yang
ditandatangani oleh penyidik dan oleh pihak yang memberikan keterangan setelah menyetujui isinya. Dalam perkara tindak pidana pencurian ini, upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik Polresta Surakarta berupa : Penangkapan, Penahanan dan Penyitaan. Upaya paksa pengeledahan tidak dilakukan oleh penyidik Polresta Surakarta dalam penyidikan perkara tindak pidana pencurian ini, karena barangbarang bukti yang diduga berkaitan dengan tindak pidana itu merupakan laporan dari korban/pelapor, jadi barang langsung disita oleh penyidik dari tangan tersangka, sehingga disini hanya melakukan penyitaan barang bukti dari tersangka.
14
Dengan adanya
laporan dari pelapor
maka penyidik
menangkap tersangka dan membawanya ke Polresta Surakarta untuk dimintai keterangannya. Penyidik melakukan tindakan penangkapan. Menurut Pasal 17 KUHAP ”Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup”. Pasal 17 ini menunjukkan bahwa
perintah penangkapan tidak
dapat
dilakukan dengan
sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana. Pelaksanaan penangkapan oleh penyidik Polresta Surakarta dilakukan dengan menggunakan surat perintah penangkapan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 18 KUHAP ayat (1) yang berbunyi ”Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan penangkapan
identitas serta
tersangka
uraian
dan
singkat
menyebutkan
perkara
kejahatan
alasan yang
dipersangkakan serta tempat ia diperiksa”. Surat perintah penangkapan tersebut kemudian diserahkan oleh penyidik Polresta Surakarta kepada tersangka dan tembusannya diserahkan kepada keluarga tersangka. Penyerahan tembusan surat perintah penangkapan kepada pihak keluarga tersangka tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (3) KUHAP yang menyebutkan bahwa ”Tembusan surat perintah pengangkapan sebagaiamana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan”. Penyerahan tembusan
surat
perintah
penangkapan
ini
dilakukan
untuk
memberikan kepastian hukum bagi keluarga tersangka. Penyidik Polresta Surakarta telah melakukan penyitaan dengan menggunakan surat perintah penyitaan serta berdasarkan surat ijin penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri Surakarta. Hal ini sesuai
15
dengan ketentuan Pasal 38 ayat (1) KUHAP yang berbunyi ”Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat ijin Ketua Pengadilan Negeri setempat”. Penyidik melakukan penyitaan barang bukti dari tersangka. Penyitaan dengan disaksikan 2 (dua) orang saksi dari pihak Polresta Surakarta. Benda-benda tersebut disita guna kepentingan pembuktian terutama sebagai barang bukti dalam penyidikan. Benda-benda yang disita tersebut termasuk kedalam kategori barang yang didapat dari hasil tindak pidana pencurian yang dilakukan tersangka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf a KUHAP. Setelah penyidik melakukan penyitaan barang bukti dari tangan tersangka, maka penyidik kemudian menyerahkan surat tanda penerimaan kepada tersangka. Penyerahan surat tanda penerimaan ini sesuai dengan ketentuan Pasal 42 ayat (1) KUHAP yang menyatakan ”Penyidik berwenang memerintahkan kepada orang yang menguasai benda yang dapat disita, menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk kepentingan pemeriksaan dan kepada yang menyerahkan benda itu harus diberikan surat tanda penerimaan”. Berdasarkan pelaksaanaan penyitaan tersebut, maka penyidik Polresta Surakarta kemudian membuat berita acara penyitaan yang ditandatangani oleh pihak penyidik dan 2 (dua) orang saksi dari pihak Polresta Surakarta. Pembuatan Berita Acara Penyitaan ini sesuai dengan ketentuan Pasal 129 ayat (2) KUHAP yang berbunyi ”Penyidik membuat berita acara penyitaan yang dibacakan terlebih dahulu kepada orang dari mana benda itu disita atau keluarganya dengan diberi tanggal dan ditandatangani oleh penyidik maupun orang atau keluarganya dan atau kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi”. Penyidik Polresta Surakarta telah melakukan penahanan sesuai dengan tata cara penahanan yaitu dengan menggunakan surat perintah penahanan kemudian diserahkan kepada tersangka dan tembusan surat perintah penahanan tersebut diserahkan kepada keluarga
16
tersangka. Penyerahan tembusan surat perintah penahanan sesuai dengan ketentuan Pasal 21 ayat (3) KUHAP yang menyatakan ”Tembusan surat perintah penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) KUHAP harus diberikan kepada keluarga tersangka”. Tempat penahanan tindak pidana perempuan dengan laki-laki harus dipisah. Ini untuk melindungi harkat dan martabat perempuan. Berdasarkan pelaksanaan penahanan tersebut kemudian dibuat berita acara penahanan. Penyidik terhadap kasus tindak pidana pencurian ini tidak memintakan perpanjangan penahanan. Setelah dilakukan penelitian dan ternyata hasil penyidikan sudah lengkap, maka Penuntut Umum memberitahukan hasil penyidikan perkara atas nama LAMINEM yang sudah lengkap disertai pemberitahuan
agar
Polresta
Surakarta
menyerahkan
tanggung jawab tersangka dan barang bukti kepada Kejaksaan Negeri Surakarta. B. Hambatan yang Timbul dalam Penyidikan Tindak Pidana Pencurian dengan Tersangka Perempuan yang Dilakukan Oleh Penyidik Polresta Surakarta Hambatan adalah salah satu dampak dari adanya kekurang sempurnaan. Keadaan masyarakat selalu berubah dan berkembang serta sifat hukum tidaklah mengatur segala sesuatu dengan sempurna karena manusia mempunyai kemampuan yang terbatas. Berdasarkan hasil penelitian ini, hambatan yang terjadi dalam proses penyidikan tindak pidana pencurian dengan tersangka perempuan oleh penyidik Polresta Surakarta adalah: 1. Kurangnya jumlah personel penyidik PPA Polresta Surakarta sehinggga kinerja mereka kurang efektif. 2. Keterbatasan keterampilan dalam menangani kasus pidana dengan tersangka perempuan. 3. Lambatnya pihak kepolisian mendatangi TKP, kurang cekatan dalam merespon laporan dari masyarakat terkait dengan tindak pidana pencurian.
17
4. Lemahnya koordinasi dan kerjasama antara kepolisian dengan pihak-pihak dan instansi-instansi terkait yang berakaitan dengan penanganan pencurian. Terlihat dengan jelas hubungan antara anggota satuan fungsi lainya dan Reskrim kurang baik, belum nampak kegiatan berjalan secara efektif dalam penanganan Tindak Pidana, hubungan Satuan Reskrim dengan masyarakat terutama terkait dengan perkara pidana masih belum maksimal, hal ini dapat dilihat dari keluhan–keluhan masyarakat terhadap pelayanan penyidikan. C. Cara Mengatasi Hambatan dalam Penyidikan Tindak Pidana Pencurian dengan Tersangka Perempuan yang Dilakukan Oleh Penyidik Polresta Surakarta Sehubungan
dengan
hambatan-hambatan
yang
timbul
dalam
penyidikan dalam hal ini Polresta Surakarta melakukan upaya untuk mengatasi hambatan tersebut sebagai berikut : 1. Meningkatkan jumlah personel penyidik PPA Polresta Surakarta guna
mengoptimalkan
penanganan
tindak
pidana
dengan
tersangka perempuan/anak. 2. Melakukan pelatihan dan seminar-seminar terkait tindak pidana pencurian dengan kekerasan di kalangan aparat penegak hukum. Pelatihan dan seminar-seminar rutin yang diadakan merupakan agenda rutin tahunan yang dilaksanakan setahun sekali yang diikuti oleh para staf dan penyidik Unit Reskrim Polresta Surakarta. 3. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antara Polresta Surakarta dengan instansi-instansi yang berkaitan. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Proses penyidikan tindak pidana pencurian dengan tersangka perempuan yang dilakukan oleh penyidik Polresta Surakarta berawal dari laporan saksi ataupun korban tindak pidana,
18
ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya surat perintah penyidikan yang dibuat oleh Kasat Reskrim Polresta Surakart atas nama Kepala Polresta Surakarta yang memerintahkan kepada pihak penyidik dan penyidik pembantu untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana pencurian. Surat perintah tugas dibuat oleh Kasat Reskrim Polresta Surakarta yang memerintahkan kepada penyidik serta penyidik pembantu untuk melakukan tugas penyidikan terhadap perkara yang diberikan padanya berupa penangkapan,
penahanan,
penyitaan,
guna
kepentingan
penyidikan terhadap tindak pidana dalam penelitian ini adalah tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh perempuan, serta melaporkan hasil pelaksanaan tugas tersebut kepada Kasat Reskrim Polresta Surakarta sebagai laporan Kepada Kapala Polresta Surakarta. 2. Hambatan yang timbul dalam penyidikan tindak pidana pencurian dengan tersangka perempuan yang dilakukan oleh penyidik Polresta Surakarta antara lain: a. Kurangnya jumlah personel penyidik PPA Polresta Surakarta sehinggga kinerja mereka kurang efektif. b. Keterbatasan keterampilan dalam menangani kasus pidana dengan tersangka perempuan. c. Lambatnya pihak kepolisian mendatangi TKP, kurang cekatan dalam merespon laporan dari masyarakat terkait dengan tindak pidana pencurian. d. Lemahnya koordinasi dan kerjasama antara kepolisian dengan pihak-pihak dan instansi-instansi terkait yang berakaitan dengan penanganan pencurian. 3. Cara mengatasi hambatan dalam penyidikan tindak pidana pencurian dengan tersangka perempuan yang dilakukan oleh penyidik Polresta Surakarta adalah: a. Meningkatkan jumlah personel penyidik PPA Polresta Surakarta.
19
b. Melakukan pelatihan dan seminar-seminar. c. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antara Polresta Surakarta dengan instansi-instansi yang berkaitan. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan penarikan kesimpulan dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut: 1. Proses penyidikan hendaknya memperhatikan alat-alat bukti yang sah dan yang ada dapat dioptimalkan. Aparat penyidik hendaknya memperhatikan dampak yang ditimbulkan akibat tindak pidana pencurian dengan tersangka perempuan. Perlunya upaya-upaya konkret yang dapat membantu pelaksanaan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik, sehingga dalam menjerat tersangka dengan pasal perundang-undangan dapat diputuskan secara tepat. 2. Koordinasi dengan instansi setempat harus lebih ditingkatkan karena adanya keterangan dari instansi tersebut sangat membantu penyidikan. Perlunya meningkatkan patroli terutama di daerah keramaian agar apabila terjadi kejahatan langsung dapat diketahui dan ditangani sehingga tidak menimbulkan kendala dalam pelaksanaan penyidikannya nanti. DAFTAR PUSTAKA Adami Chazawi, 2003, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Malang: Bayu Media. http://daerah.sindonews.com/read/1044977/22/curi-motor-26-kali9-pelajar-smp-di-solo-tak-ditahan-1442312248 http://datariau.com/hukrim/Curi-Uang-dan-Rokok--SeorangPerempuan-Diamankan-Polisi Jawa Pos. Radar Kediri. Selasa 24 September 2013. Mochtar Lubis, 1998, Citra Polisi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Moeljatno, 2009, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta. Muh. Abdul Kadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Shanty Dellyana, 2008, Wanita dan Anak Dimata Hukum, Yogyakarta: Liberty. Soedarto, 2001, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung: Alumni.
20
Soerjono Soekanto, 2009, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press. Soesilo. R. 1985, Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus. Bogor: Politia. Sudarsono, 2002, Kamus Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, Hal 85. Teguh Prasetyo, 2005, Hukum Pidana Materiil Jilid I, Yogyakarta: Kurnia Kalam. Tim Redaksi, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka. Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2011, Kriminologi, Jakarta : Raja Grafindo Persada. Van Hamel, 1991, Inleiding tot de studie van het Nederlandse Strafrecht, De Erven F. Bhon, Haarlem. Gebr. Belinfante‘s. Gravenhagr.