PELAKSANAAN PENDISTRIBUSIAN DAGING QURBAN (STUDI PERBANDINGAN ANTARA PONDOK GELANG MAS, TUMPAT DAN PONDOK SUNGAI DURIAN, KUALA KRAI, KELANTAN)
Pembimbing Drs. HAJAR M.MH OLEH: NORSHIDAH BINTI YAACOB NIM 10923005872
JURUSAN PERBANDINGAN HUKUM DAN MAZHAB FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU 2011
ABSTRAK
Qurban merupakan kegiatan penyembelihan hewan yang dilakukan pada hari raya haji dan tiga hari kemudian (10-13 Dzulhijah) sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT. Walaupun banyak ayat dan hadits yang menjelaskan tentang qurban namun masih terjadi perbedaan pendapat di kalangan umat Islam dalam hal hukum, keutamaan dan cara pelaksanaan ibadah qurban. Penelitian ini dilakukan di dua buah pondok iaitu Pondok Sungai Durian (PSD) dan Pondok Gelang Mas (PGM). Penelitian ini melibatkan 40 orang responden dari 430 orang populasi. Jumlah ini sebanyak 24 responden dari Pondok Sungai Durian dan 16 responden dari Pondok Gelang Mas. Selain itu wawancara juga dilakukan dengan beberapa orang peserta untuk mendapatkan maklumat. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: Terdapat beberapa persamaan pelaksanaan dalam pendistribusian daging qurban antara pondok Sungai Durian dan pondok Gelang Mas, di antaranya: a. Persamaan ini diperolehi melalui angket-angket yang telah dijawab oleh responden yaitu: pelaksanaan qurban dilakukan setiap tahun, qurban menjadi budaya penghuni pondok, qurban dilakukan mengikut syariat Islam, pendistribusian qurban dapat mengeratkan hubungan silaturrahim, qurban diambil sendiri oleh penerimanya, pendistribusian qurban dihantar mengikut tempoh masa tertentu, pendistribusian qurban diutamakan terhadap fakir miskin, pendistribusian qurban dihantar oleh jawatankuasa yang dilantik, qurban tidak dipertikai oleh penerima, pembagian qurban hanya untuk orang yang datang ke masjid sahaja, pembagian qurban dibahagikan kepada penduduk sekitar, pembagian qurban juga untuk orang luar daerah, pembagian qurban sentiasa dimaklumkan lebih awal, pembagian qurban dimaklumkan melalui iklan/media. b. Persamaan yang ditunjukkan dalam hasil kajian ini tidak menjadi masalah besar karena persamaan tersebut tidak sama sekali bercanggah dengan syariat Islam. Terdapat beberapa perbedaan dalam pelaksanaan dalam pendistribusian daging qurban antara pondok Sungai Durian dan pondok Gelang Mas, di antaranya: a. Pembagian qurban di bahagi sama rata, pembagian qurban terlalu lewat di hantar, pembagian qurban diagihkan ikut jadual, qurban dihantar dari rumah ke rumah, kulit, bahagian sulit, batang pinang adalah untuk penyembelih. b. Perbedaan ini berlaku kerana Pondok Sungai Durian mempunyai populasi yang besar dan lebih menjadi tumpuan ramai. Maka tidak hairanlah jika didapati terdapatnya kelewatan dalam penghantaran daging qurban.
ABSTRACT
Qurban slaughter of animals is an activity performed on the holiday pilgrimage and three days later (10-13 Dzulhijah) as a form of worship to Allah SWT. Although many verses and hadiths that explain qurban but still there is a difference of opinion among the Muslims in terms of law, virtue and the way the worship qurban. The research was conducted in two huts namely Sungai Durian Pondok (PSD) and Pondok Mas Bracelet (PGM). The study involved 40 respondents from 430 people population. This number of 24 respondents from Pondok Sungai Durian and 16 respondents from Gelang Mas Cottage. In addition interviews were also conducted with some participants to get the edict. The results of this study can be summarized as follows: There are some similarities in the distribution of meat qurban implementation of river lodge and cottage Bracelet Durian Mas, among them: a. This equation is obtained through a questionnaire, a questionnaire was answered by the respondents, namely: the implementation qurban performed each year, a cultural qurban occupant cabin, qurban conducted follow Islamic law, the distribution can be tightened qurban silaturrahim relationship, qurban taken personally by the recipient, the distribution piping qurban follow period certain period, the distribution of preferred qurban against the poor, the distribution piping by leadership qurban appointed, not qurban not disputed by the recipient, the division qurban only for people who come to the mosque simple, qurban for to the population distribution around, the division qurban also for people outside the region, qurban division be informed proclaimed earlier, the division qurban proclaimed through advertising / media. b. The equation shown in the results of this study was not a big problem because the equation is not at all conflict with Islamic Shari'a. There are some differences in implementation in the distribution of meat qurban between cottage and cottage Bracelet River Durian Mas, among them: a. Qurban division in be divided equally, the division qurban too late in conductivity, the division participated qurban Unassigned schedule, qurban piping from house to house, leather, hard portion, the stem nut is to butcher. b. This difference applies because Pondok Sungai Durian has a large population and over a footstool crowded. So do not miss the presence of wonder if found in meat qurban delivery.
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR…………………………………………………………………… i DAFTAR ISI……………………………………………………………………………..
ii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………………iii
BAB 1
PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah…………………………………………………………1 B. Batasan masalah………………………………………………………………...5 C. Perumusan masalah……………………………………………………………. 6 D. Tujuan dan kegunaan penelitian……………………………………………….. 6 E. Metode Penelitian……………………………………………………………… 7 F. Sistematika Penulisan………………………………………………………… 10
BAB II
PROFIL LOKASI PENELITIAN A. Sejarah berdiri pondok………………………………………………………....11 B. Letak geografi dan demografi………………………………………………… 14 C. Pendidikan……………………………………………………………………...17 D. Ekonomi………………………………………………………………………..25
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG QURBAN A. Pengertian Qurban dan dasar hukum Qurban………………………………….26 B. Hukum Qurban Menurut Mazhab……………………………………………...33
C. Syarat-Syarat Dan Cara pelaksanaan Qurban………………………………... 48 D. Manfaat Dan Hikmah Qurban…………………………………………………57
BAB IV
PENDISTRIBUSIAN DAGING QURBAN DI PONDOK GELANG MAS DAN PONDOK SUNGAI DURIAN
A. Pola Pendistribusian daging Qurban…………………………………………...67 B. Alasan Pendistribusian daging Qurban………………………………………..76 C. Analisis………………………………………………………………………...78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……………………………………………………………………88 B. Saran…………………………………………………………………………..89
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………….91 LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
TABEL 1
: Pola Pendistribusian Daging Qurban Di Pondok Sungai Durian
67
TABEL 2
: Pola Pendistribusian Daging Qurban Di Pondok Gelang Mas 68
TABEL 3
: Pembagian qurban sama rata
69
TABEL 4
: Pembagian qurban sama rata
69
TABEL 5 : Pendapat responden tentang daging qurban diambil langsung oleh penerimanya
70
TABEL 6
: Pembagian qurban diambil sendiri oleh penerimanya
71
TABEL 7
: Persepsi responden daging qurban yang tidak dijemput oleh penerima
71
TABEL 8 : Persepsi responden daging qurban yang tidak dijemput oleh penerima
72
TABEL 9
: Keadilan dalam membagi daging yang bagus dan yang tidak bagus
73
TABEL 10
: Keadilan dalam membagi daging yang bagus dan yang tidak bagus
TABEL 11
: Pendistribusian daging yang bagus
74
TABEL 12
: Daging qurban untuk orang yang datang ke masjid sahaja
74
73
TABEL 13 : Persepsi responden terhadap daging qurban yang didistribusikan di luar Pondok Sungai Durian
75
TABEL 14
75
: Persepsi responden terhadap daging qurban yang didistribusikan di luar Pondok Gelang Mas
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Qurban secara harfiyyah berasal dari kata qaruba-yaqrubu-qurbaanan,1 yang artinya dekat atau mendekatkan diri. Orang yang berqurban adalah orang yang ingin mendekatkan dirinya kepada Allah SWT sekaligus mendekatkan dirinya kepada sesama. Betapa pentingnya usaha mendekatkan diri ini (berqurban), sehingga ajaran Islam menetapkan syari'at qurban, dalam bentuk penyembelihan hewan qurban setahun sekali, kepada yang mampu, yaitu pada setiap Hari Raya 'IedulAdha, 'Iedul Haj atau disebut juga 'Iedul qurban, yang pelaksanaan penyembelihannya bisa dilakukan tanggal 10, 11, 12 ataupun tanggal 13. Ketiga hari terakhir ini disebut hari Tasyriq yang secara harfiyah berarti hari-hari yang penuh dengan daging.2 Daging hewan qurban kemudian dibagikan kepada kaum fakir miskin yang mungkin mengalami kesulitan untuk mengkonsumsi daging, karena tidak terjangkau oleh daya belinya.3 Disamping itu, menyembelih hewan qurban pada Hari Raya Haji adalah juga untuk menghidupsuburkan salah satu sunnah yang dicontohkan oleh Nabiyullah Ibrahim AS yang mendapatkan perintah melalui mimpi untuk menyembelih anaknya yang sangat dicintainya yaitu Nabiyullah Ismail AS, yang 1 2
Ibnu Qudamah, Al Mughni. (Kairo: Hajar,cet. II, 1413H), h. 284. Al-Mawardiy, A`lam al-Nubuwwah, (Beirut: Dar al-Kitab al-`Arabiy Publishers, 1987),
h. 117. 3
Ibid.
2
karena kedudukannya kemudian Allah menggantikannya dengan menyembelih seekor qibasy (domba) yang terus berlanjut sampai akhir zaman.4 Selanjutnya perintah berqurban tersebut diwahyukan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. dan untuk seluruh umat Islam berlaku sampai akhir zaman, perintah tersebut tercantum dalam surat Al-Hajj ayat 34 yang berbunyi:5
Artinya: “Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syari’atkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang temak yang telah direzekikan Allah kepada merekà, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya, dan berilah kabar gembira kepada orang yang tunduk patuh (kepada Allah).”6 Perintah berqurban mulai pada tahun kedua hijrah bersamaan dengan perintah mengerjakan shalat sunnat dua hari raya (idul fitri dan idul adha). Dalam Al-Qur’an perintah berqurban terkandung dalarn surat Al-Kautsar ayat 2 yang berbunyi:7
Artinya: “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah” Menurut Mustafha Al-Maraghi rnaksud qurban yang sebelurnnya terdapat perintah shalat, maksudnya ialah laksanakanlah shalat dan berqurban hanya semata-mata karena Allah SWT. dan mengharap ridhoNya.8 4
Ibid. Sheikh Abdullah Basmeikh, Tafsir Pimpinan al-Rahman, (Kuala Lumpur: Bahagian Hal Ehwal Islam, Jabatan Perdana Menteri. Cetakan Keenam, 1988), h. 849 6 Dep. Haji dan Wakaf Saudi Arabia, Al.Qur ‘an dan Terjemahnya, (Madinah: Komplek Percetakan Al-Haramain Asy Syarifain Raja Fahd, 1413 H), h. 517 7 Sheikh Abdullah Basmeikh, op.cit, h. 1737. 5
3
Dalam salah satu hadits tentang qurban dijelaskan bahwa Rasulullah SAW. mencela mereka yang mempunyai kemampuan dan tidak mau berqurban. Dan hal ini dapat dipahami bahwa ibadah qurban sangat dianjurkan bagi orang yang memiliki kemampuan dan kesanggupan. Hadits tersebut berbunyi:
ءن أﺑﻲ ھﺮﯾﺮة ﻗﺎل ﻗﺎل رﺳﻮ ﷲ )ص( ﻣﻦ اراد اھﻞ اﻟﻤﺪ ﯾﻨﺔ ﺑﺴﻮء أذاﺑﮫ ﷲ ﻛﻤﺎ ﯾﺬوب اﻟﻤﻠﺢ ﻓﻲ اﻟﻤﺎء Artinya: Rasulullah SAW bersabda: ‘barangsiapa yang mempunyai kemampuan tetapi dia tidak mau berqurban, maka ia jangan dekat ke tempat shalat kami.” (HR. Ahmad dan lbnu Majah dari Abu Hurairah ra.) 9
Keutamaan ibadah qurban diungkapkan oleh sebagian ulama yang mengatakan bahwa pahala melaksanakan ibadah qurban sangat besar sekali, sama dengan pahala orang yang mengerjakan haji dan umrah.10 Walaupun banyak ayat dan hadits yang menjelaskan tentang hukum, keutamaan, dan cara pelaksanaan ibadah qurban, namun masih banyak terjadi perbedaan di kalangan umat Islam hingga saat ini. Mengenai hukum berkurban para ulama berbeda pendapat ada yang mengatakan sunat dan ada yang mengatakan wajib.11 Begitu juga hal pendistribusian daging qurban, dan pemberian daging qurban kepada orang yang berqurban. Masalah lain di antaranya mengenai sesuatu yang ada pada hewan qurban misa1nya kulit, serta masalah pemberian upah atau daging terhadap penyembelih hewan qurban.
8
Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Kairo: Musthafa al-Bari alHalaby,1970) , h. 270. 9 Ibn Majah, “Sunan Ibn Majah”, (TP: Baitulfkar Ad-dauliyah, tt) hal.338. 10 Yusuf Qardawy, : Fatwa-fatwa Komtemporer, (terjemahan), (Jakarta: Gema Insani, 995), h. 502 11 Wahbah al-Zuhailiy, Al-Fiqh al-Islam wa Adillathu, (Beirut:Dar al Fikri, tt), h. 55
4
Dalam pelaksanaan ibadah qurban di Pondok Gelang Mas, ia menggunakan kaedah menyerahkan sepenuhnya kepada pihak Pondok Gelang Mas dalam menguruskan pendistribusian daging qurban dengan hanya membayar harga daging qurban. Manakala di Pondok Sungai Durian12 pula menggunakan kaedah penditribusian yang dilakukan oleh peserta qurban tetapi diuruskan oleh pihak Pondok Sungai Durian dari segi penyembelihan sahaja. Pondok Sungai Durian mempunyai sumber kewangan yang banyak. Antaranya adalah sumbangan dan kontribusi daripada pelbagai pihak yaitu orang ramai, sarekat-sarekat perniagaan, harta wakaf dan seumpamanya. Dampak daripada kontribusi yang banyak tersebut menyebabkan banyak aktiviti dapat dilakukan di pondok Sungai Durian termasuklah ibadah qurban itu sendiri. Untuk Pondok Gelang Mas pula sumber kewangan juga banyak datangnya daripada sumbangan luar, yaitu dari masyarakat sekitar dan jauh,13 hasil barangan jualan yang dikeluarkan seperti serbuk kopi, obatan, sumbangan sarekat-sarekat swasta dan lainnya. Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk
melakukan
penelitian
dengan
mengangkat
judul:
“Pelaksanaan
Pendistribusian Daging Qurban (Studi Perbandingan antara Pondok Gelang Mas, Tumpat dan Pondok Sungai Durian, Kuala Krai, Kelantan).
12
Ismail Abdul Rahman. Pengurus Pondok Sungai Durian. Wawancara pada 2 Augustus
2010. 13
Kabir Abdul ghani. Ahli Jawatankuasa Pondok. Wawancara pada 4Juli 2010.
5
B.
Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas terungkap berbagai fenomena
pelaksanaan pendistribusian daging qurban. Untuk lebih terarahnya penelitian ini, maka penulis membatasi
permasalahan pada perbandingan pelaksanaan
pendistribusian daging qurban di pondok Gelang Mas dan Pondok Sungai Durian.
C.
Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa
masalah yang menjadi pokok kajian dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana pola pendistribusian daging qurban antara pondok Gelang Mas dan Pondok Sungai Durian? 2. Apa alasan perbedaan pendistribusian daging qurban antara pondok Gelang Mas dan Pondok Sungai Durian? 3. 3. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap sistem pendistribusian daging qurban di
D.
Pondok Gelang Mas dan di Pondok Sungai Durian?
Tujuan dan Kegunaan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui pola pendistribusian daging qurban antara pondok Gelang Mas dan Pondok Sungai Durian. b. Untuk mengetahui alasan perbedaan pendistribusian antara pondok Gelang Mas dan Pondok Sungai Durian.
6
c. Untuk rnengetahui analisis hukum Islam terhadap pendistribusian daging qurban di pondok Gelang Mas dan Pondok Sungai Durian. 2. Kegunaan Penelitian a. Sebagai informasi bagi kalangan masyarakat di pondok-pondok, masjid tentang pelaksanaan ibadah qurban yang sesuai dengan hukum Islam. b. Untuk menambah wawasan penulis, terutama yang berkaitan dengan pendistribusian daging qurban. c. Penelitian ini untuk melengkapi pensyaratan untuk memperoleh gelar sarjana hukum Islam pada Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Pekanbaru.
E.
Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di pondok Gelang Mas, Meranti 17000, Pasir Mas Kelantan dan Pondok Sungai Durian 18000 Kuala Krai, Kelantan. Alasan penulis memilih dua lokasi di atas karena kedua pondok tersebut letaknya di pedalaman dan bersifat tradisional. Meskipun demikian, kedua pondok ini masih terdapat perbedaan dalam pendistribusian daging qurban. 2. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini ialah masyarakat pondok Gelang Mas dan Pondok Sungai Durian. Pondok Gelang Mas penghuninya 32 ketua keluarga, sedangkan Pondok Sungai Durian sebanyak 48 ketua keluarga Sampelnya diambil 50% pada setiap tempat, masing-masing 16 ketua keluarga Pondok Gelang Mas
7
sebanyak 24 ketua keluarga Pondok Sungai Durian. Sampel dipilih secara Acak (random sampling) karena masyarakatnya bersifat homogen. Ahli jawatankuasa ibadah qurban di Pondok Sungai Durian terdiri dari seorang Imam Mesjid, 2 jawatankuasa yaitu jawatankuasa publisiti dan tugas khas dan 2 orang penyembelih serta 10 jawatankuasa yang bertugas untuk mengagih dan melancarkan ibadah qurban. Bagi Pondok Gelang Mas pula 1 imam mesjid, 2 ahli jawatankuasa induk yaitu pengerusi dan naib pengerusi, 2 penyembelih dan 10 orang jawatankuasa yaitu jawatan kuasa publisiti 2 orang, jawatankuasa distribusi 6 orang dan 2 orang jawatankuasa tugas khas. 3. Subjek dan Objek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah masyarakat dari kedua pondok yang ada di Kelantan yang telah ditetapkan sebagai sampel atau responden penelitian yang berjumlah 40 orang. Sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah pelaksanaan pendistribusian daging qurban. 4. Sumber Data a. Data primer merupakan data yang diperoleh dari informan dari responden. b. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai literature-literature yang berkaitan dengan fokus penelitian. 5. Metode Pengumpulan Data a. Observasi; dilaksanakan dengan cara turun langsung ke lokasi penelitian untuk mernperoleh data yang diperlukan. b. Wawancara; dengan cara mengemukakan pertanyaan secara langsung kepada pengurus pondok, imam masjid, ahli jawatankuasa masjid dan masyarakat.
8
c. Angket; dengan membuat sejumlah pertanyaan tertulis yang diajukan kepada 40 orang yang ikut berkorban dengan beberapa alternatif jawaban yang sudah ditetapkan untuk memperoleh data tentang masalah yang diteliti. d. Studi kepustakaan yaitu menelaah literatur-literatur reference berkenaan ibadah qurban. 6. Metode Analisa Data Penelitian ini bersifat deskriptif, setelah data dikumpulkan, selanjutnya diklasifikasikan menjadi dua kelompok data, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif, digambarkan dengan kata-kata atau kalimat, dipisahpisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan. Data kuantitatif dimuat dalam bentuk table, kemudian diuraikan secara kualitatif. Metode yang digunakan dalam analisa penelitian ini adalah analisa deskriptif. 7. Metode Penulisan Setalah data yang diperlukan dalam penelitian ini ditemukan, maka selanjutnya dibahas dengan rnenggunakan metode sebagai berikut: a. Deskriptif; menguraikan secara apa adanya tentang data yang ditemukan, kernudian menganalisanya. b.
Induktif,
yaitu suatu proses berfikir dengan mengemukakan
permasalahan yang bersifat khusus, kemudian dibahas kepada permasalahan yang bersifat umum. c. Komperatif, melakukan perbandingan data antara kedua masjid, menganalisa data tersebut, dan selanjutnya dibandingkan dengan syari’at Islam.
9
d. Deduktif, yaitu suatu proses berfikir dengan mengemukakan permasalahan yang bersifat umum, kemudian dibahas kepada permasalahan yang bersifat khusus .
F.
Sistematika Penulisan Garis besar penulisan penelitian ini terdiri dan lima bab. Pada bab pertama
yang merupakan bab pendahuluan diungkapkan latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metodelogi penelitian, serta sistematika penulisan. Bab kedua dipaparkan tinjauan umum tentang lokasi penelitian yang terdiri dari letak geografi dan demografi, keadaan penduduk, agama, pendidikan, serta sejarah berdirinya pondok dan visi, misi pondok. Pada bab ketiga disajikan uraian mengenai syari’at Islam tentang Qurban yang meliputi pengertian qurban, dasar hukum qurban, hewan yang boleh dijadikan qurban, cara pelaksanaan qurban, serta hikmah dan manfaat qurban. Selanjutnya pada bab keempat disajikan data hasil penelitian yaitu: Sistem pendistribusian daging qurban antara pondok Gelang Mas dan Pondok Sungai Durian. Pengaruh pendistribusian antara pondok Gelang Mas dan Pondok Sungai Durian dan analisis hukum Islam terhadap sistem pendistribusian daging qurban di Pondok Gelang Mas dan di Pondok Sungai Durian. Terakhir bab kelima yang merupakan bab penutup terdiri dari kesimpulan, dan saran-saran.
10
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Basmeikh, Tafsir Pimpinan al-Rahman, Cetakan Keenam, 1988. Kuala Lumpur: Bahagian Hal Ehwal Islam, Jabatan Perdana Menteri. Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ’ala Mazahib al-ba‘ah, Juz 1, Dar al-Fikr, t.th., Beirut. Abi Abdillah Muhammad bin Yazid, Sunan Ibnu Majah, Jilid 11, Dar a1Sahnun, 1992, Istanbul. Abi Bakar bin Mas’ud al-Kasani, Badai’ al-Sanaii’, Juz V, Dar al-Fikr, t.th., Beirut. Ahmad Mustafa al-Maraghi (1970). Tafsir al-Maraghi, Mesir: Baby AlHalaby,. A1-Nawawiy, Syarah Shahih Muslim, Juz XII al-Tabaqat aI-.Maktabah, t.th, Mesir. A1-Nawawiy, al-Majmu’ Syarah al-Muhazzab, Jux XIII, Maktabah alIrsyad, t.th., Jeddah. Dep. RI dan Dep. Haji dan Wakaf Saudi Arabia, Al.Qur ‘an dan Terjemahnya, (Madinah: Komplek Percetakan Al-Haramain Asy Syarifain Raja Fahd, 1413 H), h. 517 Ibnu Katsier, Tafsir al- Qur‘an al- ‘Adzim, Juz III, Dar al-Kutub al’Arabiyah, Baby al-Halaby, t.th., tt. Imam Abi Abdullah bin Idris al-Syafi’i, al-Umm, Juz II, Dar al-Kutub alIlmiyah, 1993, Beirut. Ismail Ali (2008). Panduan Korban Dan Akikah. Kuala Lumpur: Al Hidayah Publications. Muhammad Idris al-Marbawi, Qamus Idris al-Marbawy, Juz II, Dar alUlum Al-’ilmiyah, t.th., tt. Sayid Sabiq (1931). Fiqh Sunnah. Cetakan 1. Bandung: Pt. Al-Ma’arif.
11
Sayid Sabiq (2009) Fiqh Sunnah. Terj. Cetakan 1. Kuala Lumpur: Al Hidayah Publications. Suharsimi Arikunto (1993). Prosedur Penelitian, cet. ke-,9 Jakarta: Rineka Cipta. Muhammad Ali Asy-Syaukaniy, Nail al-Authar, Juz V.Dar al-Fikir, t.th., Beirut. Yusuf Qardawy, Hadyu al-Islam al-Fatawa al-Muasirah, terjemahan As’ad Yasin: Fatwa-fatwa Kontemporer, Jakarta: Gema Insani. Wahbah al-Zuhailiy, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, Beirut:Dar al Fikr, tt, Beirut. Wahbah al-Zuhailiy (1999). Fiqh Perundangan Islam. Jld 3. Kuala Lumpur :Dewan bahasa dan Pustaka.
BAB II
PROFIL LOKASI PENELITIAN
A.
Sejarah berdiri pondok
Pondok Sungai Durian (PSD) atau Madrasah Muhammadiah Pondok Sungai Durian1 lebih dikenali dengan sebutan Pondok Haji Deraman oleh masyarakat umum, khususnya masyarakat setempat di Kuala Krai. Diasaskan pada tahun 1377H / 1957M oleh Al-Marhum Tuan Guru Haji Abdul Rahman b. Haji Sulaiman.
Pondok di atas merupakan pondok termaju di Ulu Kelantan dan salah satu pondok yang terus hidup dan berkembang sehingga kini. Pondok Sungai Durian adalah satu-satunya pusat pengajian dan pendidikan Islam yang menggabungkan di antara dua aliran iaitu secara tradisional dan moden. Kedua aliran adalah hasil cetusan pemikiran al-Marhum Tuan Guru, walaupun cara ini berbeda dengan sistem pengajian pondok yang telah sedia ada. Tujuan beliau untuk mengatasi masalah pelajar disamping memaju dan memperbaharui lagi pusat pengajian pondok. Perjuangan Tuan Guru tidak terhenti setakat itu sahaja, bahkan diteruskan oleh generasi kedua (anak-anak al-Marhum).
1
2010.
Ismail Abdul Rahman, Pengurus Pondok Sungai Durian, Wawancara pada 2 Augustus
Sistem pondok (tradisional) merupakan sistem pengajian kitab-kitab silam terdiri daripada Ulama’ terkemuka, samada dalam bahasa jawi dan arab, manakala sistem sekolah (moden) pula mengabungkan antara sukatan Pondok Sungai Durian sendiri dan sukatan pelajaran Majlis Agama Islam Kelantan (MAIK).2
Pondok ini telah ditubuhkan dengan rasminya pada 4 Jun 1958 Masihi bersamaan 10 Safar 1378 Hijrah oleh al-Marhum Tuan Guru Haji Abdul Rahman Bin Sulaiman. Pendaftaran Pondok ini dibuat di bawah MAIK dan Adat Istiadat Melayu Kelantan dengan nombor 134 (dalam MAIK), 365/68 (kertas MAIK).
Sebenarnya Pondok ini telah berasal di Bukit Enggong, Guchil, Kuala Krai pada tahun 1957. Dibina dengan pertolongan dan bantuan penduduk kampung serta kakitangan Jabatan Perhutanan dengan binaan daripada kayu tanpa mengenakan sebarang bayaran. Hasilnya pembinaan Pondok itu berjalan dengan lancar.
Pada tahun 1958 pondok itu terpaksa dipindahkan dari Bukit Enggong di Guchil ke Kampung Sungai Durian kerana lokasi itu tidak sesuai dengan sistem pengajian pondok, lebih-lebih lagi bilangan pelajar semakin bertambah.
2
Majlis Agama Islam Negeri Kelantan (2007). Pusat Pembangunan Pondok Berhad. Kubang Kerian: Pustaka Pondok.
Pondok Gelang Mas3 atau Madrasah Yusufiah, Pondok Banggol Naim, Gelang Mas telah ditubuhkan pada tahun 1987 oleh Tuan Guru Hj Awang bin Yusuf yang merupakan antara murid terdekat dengan Tuan Guru Hj Abdul Aziz Pasir Tumboh dengan didokong oleh beberapa orang pembantu yang mencurahkan seluruh daya, usaha, keringat idea dan pengorbanan yang mana bukan sedikit mehnah dan tribulasi yang terpaksa dilalui bukan sekali dua cabaran yang terpaksa diatasi dan bukan mudah denai beranjau yang terpaksa direntas. Sebelum balik ke kampung untuk membuka pondok ini, beliau mencurahkan ilmunya di Pondok Pasir Tumboh iaitu tempat pengajiannya. Malah sehingga tahun 2005 beliau terus menabur khidmat di Pondok Pasir Tumboh secara sambilan seminggu sekali. Beliau pada awalnya agak keberatan untuk membuka pondok setelah diminta oleh penduduk kampungnya tetapi atas nasihat daripada Tuan Guru Hj Hashim Pondok Pasir Tumboh yang memintanya supaya memperkenankan permintaan orang yang begitu memerlukan khidmat dan ilmunya maka beliau akhirnya membuka pondok ini.
Dengan tertubuhnya Madrasah Yusufiah, Pondok Banggol Naim, Gelang Mas maka suatu medan yang subur sebagai pusat penyebaran ilmu dan penghayatan amal
yang ikhlas dapat dilihat tersergam
gagah sebagai
kesinambungan kepada kemasyhuran daerah Pasir Mas ini yang terkenal dengan pusat pengajian pondok yang begitu banyak sejak dari dahulu lagi.
3
Ibid.
B.
Letak geografi dan demografi
Pondok Sungai Durian pada mulanya telah dibina di atas sebidang tanah seluas 4 Ha yang terletak di Sungai Durian sejauh 3 kilometer dari bandar Kuala Krai atau 66 kilometer dari bandar Kota Bharu. Pada peringkat awal hanya mempunyai sebuah bangunan dua tingkat dengan kemudahan asas yang terdiri daripada 2 bilik ruang pejabat dan satu bilik disediakan untuk ruang perpustakaan serta delapan ruang kelasdan kantin.4
Sekarang Pondok Sungai Durian telah dilengkapi dengan fasilitas yang memadai dapat menampung keperluan pelajar-pelajar dan penghuninya. Kawasannya dulu hanya 4 Ha sahaja, kini telah bertambah keluasannya kepada 12 Ha yang dibeli tanah-tanah masyarakat yang ada di sekitar pondok.
Pondok Sungai Durian mempunyai pelajar yang terdiri dari lelaki dan perempuan. Pada peringkat awal penubuhan hanya seramai 40 orang. Pada tahun 1988 jumlah pelajar menjangkau angka 800 orang, Setelah Tuan Guru meninggal dunia ianya diambil alih oleh adiknya Haji Ismail. Pada ketika itu Pondok Sungai Durian menghadapi beberapa masalah, yang paling ketara pelajar-pelajar mula berhijrah ke tempat lain, sebahagiannya ke Lubuk Tapah Pasir Mas dan sebahagian lagi ke Pondok Pasir Tumbuh dengan alasan bahawa di sana masih ada Tuan Guru yang berwibawa.5
4 5
Ibid. Ibid.
Jumlah pelajar mula menurun dari 800 ke 400 lebih pada akhir tahun 1989. Pada awal 1990 jumlah pelajar hampir 300, angka ini dapat dipertahankan hingga awal tahun 2000,di mana pada ketika itu bilangan pelajar telah menurun ke angka 250 sehingga tahun 2002. Pada tahun 2002 hingga 2004, bilangan pelajar hanya 200 orang. Dari statistik terbaru, jumlah pelajarnya ialah 270 orang, terdiri dari pelajar lelaki 200 dan pelajar perempuan 70 orang. Selain itu, jumlah kelamin dan warga emas lebih kurang 300 orang.
Pelajar-pelajar datang dari segenap pelosok negara seperti Terengganu, Kedah, Johor, Selangor, Perak, Kuala Lumpur, Melaka dan negara jiran seperti Thailand. Malah Pondok Sungai Durian juga telah menerima pelajar dari dari negara Singapura dan Kemboja. Kesemua pelajar diwajibkan tinggal di asrama yang telah disediakan oleh pihak pentadbir ataupun pondok-pondok yang telah didirikan bagi memudahkan bagi mengikuti jadual yang telah disusun.
Kini pihak Madrasah mengadakan syarat-syarat khusus bagi setiap pelajar yang berminat untuk mengikuti pengajian di Pondok Sungai Durian. Kelayakan yang diperlukan untuk mengikuti pengajian di sini ialah sekurang-kuragnya tamat sekolah rendah ataupun sekadar boleh membaca dan menulis dan berumur tidak melebihi 18 tahun ke atas, sekiranya melebihi 18 tahun ke atas akan diterima dengan syarat yang khusus dan pihak Madrasah akan memantau dalam tempoh dua minggu, sekiranya tidak meragukan pihak Madrasah akan menerimanya sebagai pelajar rasmi. Apa yang pentingnya ialah kesungguhan pelajar untuk
mendalami ilmu dan sanggup mematuhi segala peraturan yang ditetapkan oleh pihak Pondok Sungai Durian.
Nama asli Pondok banggol Naim adalah Almadrasah Addiniah Alyusuffiah, terletak di Gelang Mas dan menekankan kepada pendidikan dan tarbiah. la berdiri pada tahun 1987 oleh pendirinya Tuan Guru Hajj Awang Bin Yusuf yang merupakan antara murid terdekat Tuan Guru Hajj Abdul Aziz Pasir tumboh.Pada awal pembabitannya, pendiri ini mengajar secara sambilan di Pondok Pasir Tumboh yaitu tempot studinya seminggu sekali dan usaha murni ini diteruskan sehingga tahun 2005. Pondok ini menjadi antara lokasi menimba pendidikan dan tarbiah terkenal di Pasir Mas yang memang terkenal dengan studi pondok sejak dahulu lagi.6
Keluasan 1.65 Ha dan berada dalam mukim Meranti, daeroh Kubang Gadong dan beralamat di Kg. Banggol Naim, Gelang Mas, Pasir Mas iaitu 11 km (15 menit) dari Bandar Pasir dan 23 kilometer (30 menit) dari bandar Kota Bharu.
Pelajar pondok sebanyak 60 orang dan jumlah penduduk kini seramai 150 orang muslimin dan muslimat yang bujang di samping kelamin dan warga tua seramai 100 orang.
6
Majlis Agama Islam Negeri Kelantan. op.cit.
C.
Pendidikan Pondok Sungai Durian merupakan salah satu pusat pengajian 7 pondok yang
menggabungkan di antara dua aliran iaitu secara tradisional dan moden. Keduadua aliran ini adalah cetusan pemikiran Almarhum Tuan Guru Haji Abdul Rahman sendiri, walaupun cara ini berbeza dari sistem pondok yang sedia ada. Tujuan Beliau ialah untuk mengatasi masalah pelajar disamping memaju dan memperbaharui pusat pengajian pondok. Sistem pondok trandisional merupakan sistem pengajian kitab-kitab silam oleh para ulama’ terkemuka sama ada dalam bahasa jawi dan arab manakala sistem sekolah (moden) pula menggabungkan sukatan Pondok Sungai Durian sendiri dengan sukatan Yayasan Islam Kelantan.
Secara umumnya, sistem pengajian di Pondok Sungai Durian terbahagi kepada 4 tahap mengikut tahap kemampuan pelajar yaitu:8
1) Kelas Rendah
2) Kelas Peralihan
3) Kelas Menengah
4) Kelas Umum
7
Abdul Latiff Abdul Rahman. Naib Mudir Pondok sungai Durian. Wawancara pada16 Augustus 2010. 8 Buku panduan Pengajian Pondok Sungai Durian (2001).
Pihak pentadbir telah menetapkan bahawa setiap pelajar yang ingin memasuki Pondok Sungai Durian ini diuji terlebih dahulu sama ada dalam bentuk lisan atau bertulis. Aspek yang ditekankan dalam ujian tersebut ialah kemampuan menguasai al-Quran dan tulisan jawi. Setelah berjaya dalam ujian tersebut, pelajar akan ditempatkan di peringkat yang
sesuai dengan kemampuan yang
ditunjukkan.9
Pelajar yang sedang mengikuti pengajian di sini terbagi kepada dua kategori utama. Kategori pertama terdiri daripada pelajar-pelajar yang dapat menguasai bahasa Arab dan pernah mendapat pendidikan sekolah agama. Manakala katagori kedua pula ialah pelajar-pelajar yang tidak boleh menguasai bahas Arab dan tidak mempunyai asas mengenainya. Pihak pentadbir telah mengambil inisiatif dengan menwujudkan kelas peralihan (al-Intiqaliyyah) bagi pelajar yang baru. Setelah itu diadakan ujian pencapaian untuk menentukan tahap kebolehan
pelajar
berkenaan.10
Kini pihak Madrasah mengadakan syarat-syarat khusus bagi setiap pelajar yang berminat untuk mengikuti pengajian di Pondok Sungai Durian. Kelayakan yang diperlukan untuk mengikuti pengajian di sini ialah sekurang-kuragnya tamat sekolah rendah ataupun sekadar boleh membaca dan menulis dan berumur tidak melebihi 18 tahun ke atas, sekiranya melebihi 18 tahun ke atas akan diterima
9
Op. cit Abdul Latiff Abdul Rahman. Naib Mudir Pondok sungai Durian. Wawancara pada16 Augustus 2010 . 10
dengan syarat yang khusus dan pihak Madrasah akan memantau dalam tempoh dua minggu, sekiranya tidak meragukan pihak Madrasah akan menerimanya sebaagi pelajar rasmi.Apa yang pentingnya ialah kesungguhan pelajar untuk mendalami ilmu dan sanggup mematuhi segala peraturan yang ditetapkan oleh pihak Pondok Sungai Durian.
Hakikatnya, pengajian pondok kini sudah melangkah ke fasa baru apabila sistem pendidikan serta kemudahan disediakan walaupun masih di belakang sistem sekolah berasrama penuh lain tetapi usaha dilakukan membolehkan pusat pengajian itu hampir menyamai sekolah asrama.
Contohnya, Pondok Sungai Durian di Kampung Sungai Durian, Kuala Krai yang baru menyambut Jubli Emas penubuhannya 4 Jun lalu. Daripada pondok berkonsepkan tradisional, Pondok Sungai Durian atau nama lengkapnya Madrasah Muhammadiah Pondok Sungai Durian kini bertukar wajah. Menurut Dr. Abdul Basit Abdul Rahman11, selaras perubahan masa dan keperluan pelajar, sudah tiba masanya sistem pondok yang ada sekarang ini diselaraskan dari aspek kurikulum dan sistem pelajaran.
Katanya, sistem lama seperti pengajian kitab dari kulit ke kulit masih perlu diteruskan tetapi menggunakan pendekatan baru dengan memperkenalkan
11
Abdul Basit bin Abdul Rahman, Penasihat Pondok Sungai Durian, wawancara pada hari Ahad, 2/8/2010.
peperiksaan bagi membolehkan pelajar melanjutkan pengajian ke peringkat lebih tinggi.
Sistem pondok tradisional ialah mengaji kitab lama dari kulit ke kulit tetapi sekarang ini tanpa sijil pelajar tidak boleh menyambung pengajian. Oleh itu, pengajian kitab lama perlu ada ujian atau peperiksaan untuk mendapatkan sijil.
Pengajaran pondok tidak pernah mundur. Maknanya masyarakat memang mengiktiraf sistem pondok dan kerana itu saya sarankan kurikulum dan sistem pendidikan di pondok diselaraskan bagi kepentingan pelajar.
Pondok Sungai Durian melaksanakan dua sistem pembelajaran yaitu sistem pondok cara tradisional dan sistem persekolahan mengikut sukatan Yayasan Islam Kelantan (YIK) bermula 8 pagi hingga 1 tengah hari.12
Sistem pendidikan tradisional diberi perhatian penting oleh pentadbir Pondok Sungai Durian kerana sistem itu berkesan untuk melahirkan generasi pelapis yang berwibawa. Sistem itu mengambil kira beberapa faktor antaranya teks pengajian daripada kitab silam dihasilkan ulama di nusantara atau ulama Timur Tengah.
12
2010.
Abd. Aziz Ismail, Guru Pondok Sungai Durian wawancara pada hari Ahad, 2 Augustus
Kaedah pembelajaran tradisional ialah membaca kitab dari awal hingga akhir pada setiap mata pelajaran dan setiap pelajar diwajibkan menghafal matan serta mesti memperdengarkan kepada guru masing-masing. Pengajian mengikut sistem pondok13 biasanya diadakan selepas solat lima waktu setiap hari mengikut jadualnya tersendiri sebagaimana sistem persekolahan. Tetapi ia lebih berbentuk umum kerana pengajian diadakan dalam masjid pondok.
Cara pengajiannya, murid-murid akan membentuk halaqat (bulatan) mengikut pelajaran yang diajar dengan bimbingan seorang guru, atau murid akan mengikut pengajian secara umum dengan seorang guru yang mengajar berpandukan kitab tertentu.
Sistem pendidikan moden yang diperkenalkan Pondok Sungai Durian berjalan selama lima hari seminggu bermula dari Ahad hingga Khamis. Setiap hari kelas bermula pada jam 8 pagi dan berakhir jam 1 tengah hari.
Pelajar akan mengikuti tujuh mata pelajaran dalam kelas menggunakan sukatan pelajaran disediakan Yayasan Islam Kelantan dan pihak Pondok Sungai Durian juga membuat sedikit tambahan dalam sukatan berkenaan untuk mengimbanginya dengan sukatan pondok.
13
Ibid
Secara keseluruhannya, mata pelajaran yang diajar di sekolah itu dibahagikan kepada tiga kategori umum iaitu Bahasa Arab, bahagian agama dan am.
Pelajar Pondok Sungai Durian akan menduduki tiga peperiksaan dalam setahun kerana Pondok Sungai Durian juga mengeluarkan sijil kepada pelajar yang berjaya dalam peperiksaan akhir sesi pengajian (Shahadah Thanawiah). Di samping itu, pelajar tingkatan empat diwajibkan menduduki peperiksaan Sijil Menengah Agama (SMU) yang dikelolakan Yayasan Islam Kelantan.14
Cuma untuk Sijil Pelajaran Malaysia (SPM) kita akan minta pelajar mendudukinya secara persendirian. Syukur, kebanyakan pelajar Pondok Sungai Durian yang mengambil peperiksaan Sijil Pelajaran Malaysia secara persendirian lulus dengan baik.
Sambutan terhadap pelajar pondok tidak pernah ketandusan dan itu adalah bukti jelas menunjukkan orang ramai masih percaya terhadap sistem pendidikan yang dijalankan di pondok di seluruh negara.
Permintaan terhadap graduan lulusan pondok untuk berkhidmat sebagai imam, pendakwah dan guru agama membolehkan pelajar sekolah pondok mengembangkan kerjaya sebaik mereka menamatkan pengajian.
14
Yayasan Islam Kelantan (1995). Ikhtisar Perkembangan Islam. Nilam Puri, Pustaka Jihad, Hal. 48
Pondok Sungai Durian menerima pelajar berusia 13 tahun hingga 15 tahun yang berhajat menimba ilmu pengetahuan di sana. Hingga kini, ada 600 pelajar di PSD dan 350 daripadanya adalah pelajar umum.15
Mengimbau sejarah penubuhan Pondok Sungai Durian yang diasaskan Allahyarham Abdul Rahman Sulaiman pada 4 Jun 1958, pondok binaan kayu itu awalnya dibina dengan bantuan penduduk kampung serta kakitangan Jabatan Perhutanan tanpa sebarang bayaran.
Asalnya pondok itu mula beroperasi di Bukit Enggong, Guchil, Kuala Krai tetapi kemudian terpaksa dipindahkan ke Kampung Sungai Durian kerana lokasi itu tidak sesuai dengan sistem pengajian pondok, lebih-lebih lagi dengan bilangan pelajar semakin bertambah.
Pada peringkat awalnya, Pondok Sungai Durian hanya terdiri daripada sebuah bangunan dua tingkat dengan kemudahan asas dua ruang pejabat dan perpustakaan serta lapan bilik darjah dan kantin. Kini, Pondok Sungai Durian dilengkapi fasilitas asas yang boleh menampung keperluan pelajar dan penghuninya.
Kawasan yang dahulunya hanya empat ekar, kini bertambah 12 ekar hasil pembelian tanah daripada jiran sekitar pondok. Sekembalinya Abdul Rahman
15
Abd. Aziz Ismail. Ibid.
Sulaiman ke rahmatullah, pentadbiran Pondok Sungai Durian diteruskan oleh generasi kedua (adik serta anak-menantu Allahyarham).
Selepas 50 tahun beroperasi, Pondok Sungai Durian melangkah maju ke depan dan mampu berdiri sebagai salah satu pusat pengajian tradisional yang masih bertahan sehingga sekarang. Pondok Sungai Durian turut menjalinkan hubungan dengan institusi pendidikan lain antaranya Kolej Sultan Ismail Petra, Kolej Darul Ulum di Kedah dan Universiti Al-Madinah Antarabangsa (Mediu) di Shah Alam.16
Dr. Abdul Basit berkata, sistem pendidikan pondok sekarang ini melengkapi kekurangan yang ada terutama bagi mereka yang ingin belajar kitab dan mendalami ilmu agama dalam suasana lebih sistematik serta selesa.
Justeru katanya, Pondok Sungai Durian sentiasa berusaha menyediakan kemudahan infrastruktur seperti menyediakan kemudahan asas bagi pelajar setanding sekolah berasrama lain yang mendapat bantuan kerajaan.
"Masih ada yang menggunakan pondok lama kerana asrama masih tidak mencukupi. Bagaimanapun, Pondok Sungai Durian baru melancarkan dana untuk menambah bangunan memandangkan pondok lama memang tidak sesuai," katanya.
16
Ibid.
D.
Ekonomi
Pondok Sungai Durian tidak mempunyai sumber pendapatan atau kewangan yang tetap sebagaimana pusat-pusat pengajian lain. Oleh itu derma ikhlas, bantuan dan sumbangan kewangan dari mana-mana pihak amatlah diperlukan bagi menguruskan pentadbiran pondok dengan lebih tersusun dan cekap lagi.17
Ekonomi di sini maknanya termasuk juga keadaan ekonomi (mata pencarian penduduk sekitarnya). Kebanyakan penduduk di sini mempunyai pekerjaan seperti penoreh getah, mengusahakan tanaman padi dan berniaga secara kecil-kecilan.
Pondok Gelang Mas juga tidak mempunyai sumber pendapatanatau kewangan yang tetap, tetapi banyak menerima sumbangan daripada pihak luar. Boleh dikatakan bahwa kebanyakan penghuni pondok bekerja sebagai petani, di samping ada juga yang menguruskan sarekat persendirian. Untuk 45 kelamin tersebut mereka kebanyakan menerima bantuan daripada Kerajaan Negeri Kelantan di bawah skim warga emas.
Orang yang berqurban terdiri dari pelbagai yaitu ada yang dari kelamin, yang mempunyai sarekat persendirian dan petani.
17
Ibid.
26
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG QURBAN
A.
Pengertian Dan Dasar Hukum Qurban Kata Qurban1 berasal
dari
bahasa Arab,
yaitu asal
kata dari,
ﻗـ ُْﺮﺑًﺎ َو ﻗـ ُْﺮﺑَﺎﻧًﺎ َو ﻗ ِْﺮﺑَﺎﻧًﺎ- ُب ُ ﻳـَ ْﻘﺮ- ُب َ ﻗَـﺮyang artinya hampir, dekat,2 menghampiri atau mendekati. Menurut istilah syara’. Qurban merupakan salah satu cara ibadah amaliyah untuk mende- katkan diri kepada Allah dengan ca- ra menyembelih hewan tertentu pa- da hari nahr yaitu tanggal 10 Dzulhijjah (Idul Adha) dan harihari tasyriq yaitu tiga hari setelah Idul Adha ( tanggal 11, 12 dan 13 Dzul- hijjah) yang disertai niat semata- mata karena Allah SWT. Sementara dalam kamus Al-Munawwir qurban disebut juga dengan3:
اﻟﺼﺨﯿﺔ واﻷ ﺻﺨﯿﺔ Dalam kamus besar bahasa Indonesia pengertian qurban adalah:
1
H. A. Rasyidi, Aserani Kurdi Tuntunan Ringkas Ibadah Qurban, (Tanjung Tabalong, Lembaga Pengembangan Da’wah Tertulis (LPDT), 2007), Hal. 1. 2 Muhammad Idris al-Marbawi, Qamus Idris al-Marbawy, (tt.: Dar al-Ulum al‘ilmiyah:tth), Juz II, h.1102 3 Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), h. 1102
27
Persembahan kepada Tuhan (seperti biri-biri, sapi, unta yang disembelih pada hari lebaran haji)4 Secara istilah agama,5 Qurban berarti usaha pendekatan diri dari seorang hamba kepada Allah dengan jalan menyembelih hewan ternak dan dilaksanakan sesuai dengan tuntunan dalam rangka mencari ridha Allah. Hal ini sesuai dengan Alqur’an surat Al-Hajj ayat 37.
Artinya: ‘’Daging-daging unta itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridlaan) Allah dan tidak (pula) darahnya, tetapi taqwa dari pada kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah atas hidayah-Nya kepada kamu, dan berilah khabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik’’6
4
Depdikbud RI., Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998) h. 479 Mohd Idris bin ‘Abdul Rauf al-Marbawi (2008). Kamus Idris Al-Marbawi (ArabMelayu). Kuala Lumpur: Darulfikir. 6 Sheikh Abdullah Basmeikh, Tafsir Pimpinan al-Rahman, Kuala Lumpur: Bahagian Hal Ehwal Islam, Jabatan Perdana Menteri. Cetakan Keenam, 1988. Hal. 850 5
28
Kata kurban atau korban,7 berasal dari bahasa Arab qurban, diambil dari kata : qaruba (fi'il madhi) - yaqrabu (fi'il mudhari') – qurban wa qurbaanan (mashdar). Artinya, mendekati atau menghampiri. Menurut istilah, qurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya. Dalam bahasa Arab, hewan kurban disebut juga dengan istilah udh-hiyah atau adh-dhahiyah , dengan bentuk jamaknya al adhaahi. Kata ini diambil dari kata dhuha, yaitu waktu matahari mulai tegak yang disyariatkan untuk melakukan penyembelihan kurban, yakni kira-kira pukul 07.00 – 10.00 (Ash Shan'ani, Subulus Salam IV/89). Udh-hiyah adalah hewan kurban (unta, sapi, dan kambing) yang disembelih pada hari raya Qurban dan hari-hari tasyriq sebagai taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah (Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/155; Al Jabari, 1994). Qurban hukumnya sunnah,8 tidak wajib. Imam Malik, Asy Syafi'i, Abu Yusuf, Ishak bin Rahawaih, Ibnul Mundzir, Ibnu Hazm dan lainnya berkata, "Qurban itu hukumnya sunnah bagi orang yang mampu (kaya), bukan wajib, baik
7
Matdawam, M. Noor. (1984). Pelaksanaan Qurban dalam Hukum Islam. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Yayasan Bina Karier. 41 hal. 8
Matdawam, M. Noor. (1984). Pelaksanaan Qurban dalam Hukum Islam. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Yayasan Bina Karier. Hal.41
29
orang itu berada di kampung halamannya (muqim), dalam perjalanan (musafir), maupun dalam mengerjakan haji."
Sebagian mujtahidin seperti Abu Hanifah, Al Laits, Al Auza'i, dan sebagian pengikut Imam Malik mengatakan qurban hukumnya wajib. Tapi pendapat ini dhaif (lemah).9 Ukuran "mampu" berqurban, hakikatnya sama dengan ukuran kemampuan shadaqah, yaitu mempunyai kelebihan harta (uang) setelah terpenuhinya kebutuhan pokok ( al hajat al asasiyah) yaitu sandang, pangan, dan papan-- dan kebutuhan penyempurna (al hajat al kamaliyah) yang lazim bagi seseorang. Jika seseorang masih membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka dia terbebas dari menjalankan sunnah qurban.10 Dasar kesunnahan qurban antara lain, firman Allah SWT :11
"Maka dirikan (kerjakan) shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah. " (TQS Al Kautsar : 2) Dalil al Quran di atas merupakan qarinah (indikasi/petunjuk) bahwa qurban adalah sunnah. Firman Allah SWT yang berbunyi "wanhar" (dan
9
Matdawam, M. Noor. Op. cit Al-Jabari, Abdul Muta’al. 1994. Cara Berkurban (Al Udh-hiyah Ahkamuha wa Falsafatuha At Tarbawiyah). Terjemahan oleh Ainul Haris. Cetakan Pertama. Jakarta: Gema Insani Press. 83 hal. 11 Sheikh Abdullah Basmeikh, Tafsir Pimpinan al-Rahman, (Kuala Lumpur: Bahagian Hal Ehwal Islam, Jabatan Perdana Menteri. Cetakan Keenam, 1988), h. 1737. 10
30
berqurbanlah kamu) dalam surat Al Kausa ayat 2 adalah tuntutan untuk melakukan qurban (thalabul fi'li). Sedang hadits At Tirmidzi, "umirtu bi an nahri wa huwa sunnatun lakum " (aku diperintahkan untuk menyembelih qurban, sedang qurban itu bagi kamu adalah sunnah), juga hadits Ad Daruquthni " kutiba 'alayya an nahru wa laysa biwaajibin 'alaykum" (telah diwajibkan atasku qurban dan ia tidak wajib atas kalian); merupakan qarinah bahwa thalabul fi'li yang ada tidak bersifat jazim (keharusan), tetapi bersifat ghairu jazim (bukan keharusan). Jadi, qurban itu sunnah, tidak wajib. Namun benar, qurban adalah wajib atas Nabi SAW, dan itu adalah salah satu khususiyat beliau.12 Orang yang mampu berqurban tapi tidak berqurban, hukumnya makruh. Sabda Nabi SAW :
ﻣَنْ ﻛَﺎنَ ﻟَ ُﮫ َﺳ َﻌ ٌﺔ َوﻟَ ْم ﯾُﺿَ ﱢﺢ ﻓ ََﻼ َﯾﻘْرَ ﺑَنﱠ ُﻣﺻ ﱠَﻼﻧَﺎ "Barangsiapa yang mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berqurban, maka janganlah sekali-kali ia menghampiri tempat shalat kami." (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Al Hakim, dari Abu Hurairah RA. Menurut Imam Al Hakim, hadits ini shahih. Lihat Subulus Salam IV/91)13 Perkataan Nabi "fa laa yaqrabanna musholaanaa" (janganlah sekali-kali ia menghampiri tempat shalat kami) adalah suatu celaan (dzamm), yaitu tidak layaknya seseorang yang tak berqurban padahal mampu untuk mendekati tempat sholat Idul Adh-ha. Namun ini bukan celaan yang sangat/berat (dzamm syanii' ) 12
Rifa’i, Moh. et.al.. (1978). Terjemah Khulashah Kifayatul Akhyar, Semarang , Toha Putra, hal. 422 13 Muhammad bin Isma'il Ash-Shan'ani, Kitab Al-Jihad, Hadits 20, Hal 57, Juz 4, Cet. Maktabah Dahlan
31
seperti halnya predikat fahisyah (keji), atau min 'amalisy syaithan (termasuk perbuatan syetan), atau miitatan jaahiliyatan (mati jahiliyah) dan sebagainya. Lagi pula meninggalkan sholat Idul Adh-ha tidaklah berdosa, sebab hukumnya sunnah, tidak wajib. Maka, celaan tersebut mengandung hukum makruh, bukan haram.14 Namun hukum qurban dapat menjadi wajib, jika menjadi nadzar seseorang, sebab memenuhi nadzar adalah wajib sesuai hadits Nabi SAW :
ﻣﻦ ﻧﺬر أن ﯾﻄﯿﻊ ﷲ ﻓﻠﯿﻄﻌﮫ وﻣﻦ ﻧﺬر أن ﯾﻌﺼﯿﮫ ﻓﻸ ﯾﻌﺼﮫ "Barangsiapa yang bernadzar untuk ketaatan (bukan maksiat) kepada Allah, maka hendaklah ia melaksanakannya. "15 Qurban juga menjadi wajib, jika seseorang (ketika membeli kambing, misalnya) berkata,"Ini milik Allah, " atau "Ini binatang qurban."16
ﻣﺎ ﻋﻤﻞ اﺑﻦ ادم ﯾﻮم اﻟﻠﻨﺤﺮ ﻋﻤﻸ أﺣﺐ اﻟﻲ ﷲ ﻋﺰ وﺟﻞ ﻣﻦ ھﺮاﻗﺔ دم Menyembelih qurban termasuk amal salih yang paling utama. 17 Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu’anha menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah anak Adam melakukan suatu amalan pada hari Nahr (Iedul Adha) yang lebih dicintai oleh Allah melebihi mengalirkan darah (qurban), maka hendaknya kalian merasa senang karenanya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim dengan sanad sahih, lihat Taudhihul Ahkam, IV/450)
14
Al-Jabari, Abdul Muta’al. (1994). Cara Berkurban (Al Udh-hiyah Ahkamuha wa Falsafatuha At Tarbawiyah). Terjemahan oleh Ainul Haris. Cetakan Pertama. Jakarta: Gema Insani Press.Hal. 24 15 Syeikh Sayyid Sabiq. (1987). Fiqh Sunnah, ter. Al-Fath Lil ‘ilam al-‘Arabi, Kaherah, Mesir (1411/1412H). Hal. 157 16 Op.cit 17 Syeikh Sayyid Sabiq. Ibid. 379
32
Hadis di atas didhaifkan oleh Syaikh Al Albani (dhaif Ibn Majah, 671). Namun kegoncangan hadis di atas tidaklah menyebabkan hilangnya keutamaan berqurban. Banyak ulama menjelaskan bahwa menyembelih hewan qurban pada hari idul Adlha lebih utama dari pada sedekah yang senilai atau harga hewan qurban atau bahkan sedekah yang lebih banyak dari pada nilai hewan qurban. Karena maksud terpenting dalam berqurban adalah mendekatkan diri kepada Allah. Disamping itu, menyembelih qurban lebih menampakkan syi’ar islam dan lebih sesuai dengan sunnah.
Seluruh ulama sepakat bahwa berqurban merupakan amaliyah ibadah yang disyari’atkan. Mereka hanya berbeda dalam hal kedudukan hukum qurban ini. Sebagian mengatakan hukumnya wajib, sebagian lagi mengatakan hukumnya sunnat, sunnat muakkad dan sunnat kifayah. Menurut Imam Malik berqurban itu wajib bagi orang yang mampu atau yang kuat ekonominya. 18
Menurut Imam Abu Hanifah berqurban itu wajib bagi orang yang bermukim
(tidak bepergian/musyafir) dan yang mempunyai kesanggupan
ekonomi/biaya.
Menurut Imam Syafi’ie berqurban itu merupakan sunnat muakkad bagi orang-orang yang mempunyai kemampuan ekonomi/biaya.
18
Yunus, Mahmud, Al Fiqh Al Wadhih. Juz III. Jakarta, Maktabah Sa’adiyah Putera, 1936, hal. 48
33
B.
Hukum Qurban Menurut Mazhab Menurut imam Abu Hanifah19 qurban itu wajib dilakukan satu kali dalam
setahun
bagi
orang
yang
mampu,
bernazar,
atau
orang
yang
sudah
menyediakan/membeli binatang qurban. Hukum wajib ini didasarkan pada alQur’an surat al-Kautsar ayat 2 dan hadits nabi saw. riwayat Ahmad dan ibnu Majah.
ﻣَنْ ﻛَﺎنَ ﻟَ ُﮫ َﺳ َﻌ ٌﺔ َوﻟَ ْم ﯾُﺿَ ﱢﺢ ﻓ ََﻼ َﯾﻘْرَ ﺑَنﱠ ُﻣﺻ ﱠَﻼﻧَﺎ “Barang siapa yang telah mempunyai kemapuan tetapi ia tidak berqurban, maka janganlah ia menghampiri tempat shalat kami.” Pada ayat itu digunakan fi’il amr (perintah) dan setiap perintah menunjukkan wajib. Dan hadits tersebut menyebutkan adanya ancaman Rasulullah saw., sehingga menunjukkan wajib, karena apabila sunnah tentu Nabi sw. tidak akan menyebutkan ancaman.
Menurut jumhur Ulama ( Madzhab Maliki, Syafi’i dan Hambali ) Qurban itu sunnah mu’akkad ( Sunnah yang dikuatkan ) dan makruh bagi orang yang
19
Ahmad. Ibn Hanbal, Musnad Ahmad bin Hambal., (Libanon. Beirut, Dar al Kutub al Alamiah, 1993)
34
mampu tetapi tidak melaksanakan qurban. Kendati demikian, Madzhab Maliki menyebutkan bahwa hukum sunnah itu hanya berlaku bagi orang selain jama’ah haji, sedangkan bagi jema’ah haji wajib menyembelih qurban di Mina. Dan Imam Abu Hanifah justru mentidak-sahkan qurban bagi jema’ah haji, karena mereka dalam keadaan bepergian (musafir).
Namun bila melihat hikmat dan atsar/bekas yang dapat dicerap dari ibadah qurban ini terhadap jiwa seseorang, maka bagi orang yang faham agama tentu tidak akan berhenti pada formal hukum begitu saja dan melewatkan kesempatan yang demikian besar nilainya di sisi Allah SWT, sebagaimana riwayat berikut :
ﻣَﺎ َﻋﻤِﻞَ اﺑْﻦُ ا َد َم ﯾَﻮْ َم اﻟﻨﱠﺤْ ِﺮ َﻋ َﻤﻼً اَﺣَﺐﱠ اِﻟَﻰ ﷲِ َﻋ ﱠﺰ وَ َﺟ ﱠﻞ ﻣِﻦْ ِھ َﺮاﻗَ ِﺔ دَمٍ وَ اِﻧﱠﮫُ ﻟَﯿَﺄْﺗِﻰ ٍظﻼَﻓِﮭَﺎ وَ اَ ْﺷﻌَﺎ ِرھَﺎ وَ اِنﱠ اﻟ ﱠﺪ َم ﻟَﯿَﻘَ ُﻊ ﻣِﻦَ ﷲِ َﻋ ﱠﺰ َو ﺟَ ﱠﻞ ﺑِ َﻤﻜَﺎن ْ َﯾَﻮْ َم اْﻟﻘِﯿَﺎ َﻣ ِﺔ ﺑِﻘُﺮُوْ ﻧِﮭَﺎ وَ ا ﻻﻧﮫ ﻓﻰ، ﺿﻌﯿﻒ،1045 :2 اﺑﻦ ﻣﺎﺟﮫ.ض ﻓَ ِﻄ ْﯿﺒُﻮْ ا ﺑِﮭَﺎ ﻧَ ْﻔﺴًﺎ ِ ْﻗَ ْﺒ َﻞ اَنْ ﯾَﻘَ َﻊ َﻋﻠَﻰ ْاﻻَر اﺳﻨﺎده اﺑﻮ اﻟﻤﺜﻨﻰ و اﺳﻤﮫ ﺳﻠﯿﻤﺎن ﺑﻦ ﯾﺰﯾﺪ Tidak ada amal anak Adam pada hari Nahr ('Iedul Adlha) yang paling disukai Allah ‘Azza wa Jalla selain daripada menyembelih qurban, qurban itu akan datang kepada orang-orang yang melakukannya pada hari qiyamat seperti semula, yaitu lengkap dengan anggotanya, tanduk, kuku dan bulunya. Darah qurban itu lebih dahulu jatuh ke suatu tempat yang disediakan Allah ‘Azza wa Jalla sebelum jatuh ke atas tanah. Oleh sebab itu, berqurbanlah kalian dengan senang hati. [HR. Ibnu Majah juz 2, hal. 1045, dhaif, karena dalam sanadnya ada perawi bernama Abul Mutsanna, yang nama aslinya Sulaiman bin Yazid]20
ﻣَﺎ ھ ِﺬ ِه،ِ ﯾَﺎ َرﺳُﻮْ لَ ﷲ:ﷲ ص ِ ِ ﻗَﺎ َل اَﺻْ َﺤﺎبُ َرﺳُﻮْ ل:ﻋَﻦْ زَ ْﯾ ِﺪ ﺑْﻦِ اَرْ ﻗَ َﻢ ﻗَﺎ َل ﺑِ ُﻜ ّﻞ: ﻓَﻤَﺎ ﻟَﻨَﺎ ﻓِ ْﯿﮭَﺎ ﯾَﺎ َرﺳُﻮْ لَ ﷲِ؟ ﻗَﺎ َل: ﻗَﺎﻟُﻮْ ا. ُﺳﻨﱠﺔُ اَﺑِ ْﯿ ُﻜ ْﻢ اِ ْﺑ َﺮا ِھ ْﯿ َﻢ:ﺿﺎﺣِﻲﱡ ؟ ﻗَﺎ َل َ َْاﻻ 20
Al Albany ,Sunan Ibni Majah, Juz. 7, Al Maktabah Asy Syamilah, t.th, Hal. 123
35
.ٌ ﺑِ ُﻜ ّﻞ َﺷ َﻌ َﺮ ٍة ﻣِﻦَ اﻟﺼﱡ ﻮْ فِ َﺣ َﺴﻨَﺔ: ﻓَﺎﻟﺼﱡ ﻮْ فُ ﯾَﺎ َرﺳُﻮْ َل ﷲِ؟ ﻗَﺎ َل: ﻗَﺎﻟُﻮْ ا.ٌَﺷ َﻌ َﺮ ٍة َﺣ َﺴﻨَﺔ ﺿﻌﯿﻒ ﻻﻧﮫ ﻓﻰ اﺳﻨﺎده اﺑﻮ داود و اﺳﻤﮫ ﻧﻔﯿﻊ ﺑﻦ اﻟﺤﺎرث و، 1045 :2 اﺑﻦ ﻣﺎﺟﮫ ﻋﺎﺋﺬ ﷲ Dari Zaid bin Arqam, ia berkata : Para shahabat Rasulullah SAW bertanya, "Ya Rasulullah, apakah udlhiyah itu ?". Jawab Nabi SAW, "Itulah sunnah ayahmu, Ibrahim". Mereka bertanya, "Apa yang kita peroleh dari udlhiyah itu, ya Rasulullah ?". Jawab beliau, "Pada tiap-tiap helai bulunya kita peroleh satu kebaikan. Lalu para shahabat bertanya, “Bagaimana dengan bulu domba, ya Rasulullah ?". Beliau SAW bersabda, “Pada tiap-tiap helai bulu domba kita peroleh satu kebaikan”. [HR. Ibnu Majah 2 : 1045, dhaif, karena dalam sanadnya ada perawi bernama Abu Dawud yang nama aslinya Nufai’ bin Al-Harits dan ‘Aaidzullah].21 Bahkan orang yang mampu tetapi tidak bersedia melaksanakan ibadah qurban, dilarang untuk mendekat/shalat bersama Nabi SAW di Mushalla beliau, sebagaimana riwayat berikut ini :22
ﻀ ّﺢ ﻓَﻼَ ﯾَﻘْﺮَ ﺑَﻦﱠ َ ُ ﻣَﻦْ َو َﺟ َﺪ َﺳ َﻌﺔً ﻓَﻠَ ْﻢ ﯾ: ﻗَﺎ َل َرﺳُﻮْ ُل ﷲِ ص:ﻋَﻦْ اَﺑِﻰ ھُ َﺮ ْﯾ َﺮةَ ﻗَﺎ َل 8280 : رﻗﻢ،207 :3 اﺣﻤﺪ.َ ﺼﻼﱠﻧﺎ َ ُﻣ Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang mempunyai kemampuan untuk berqurban tetapi tidak mau melaksanakannya, maka janganlah ia dekat-dekat ke tempat shalat kami”. [HR. Ahmad juz 3, hal. 207, no. 8280].
Dasar hukum sunnah ini didasarkan pada hadits diatas, dengan pemahaman, bahwa pada hadits no. 6 disitu ada kata-kata kamu ingin berqurban. Hal ini menunjukkan, bahwa orang yang ingin berqurban boleh melakukannya dan 21
Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal. Masa'il al-Imam Ahmad. Revised by Fadl alRahman Din Muhammad, 1st Edition, (Delhi, al-Dar al-`Ilmiyyah Publishers, , 1988). 22 Ahmad. Ibn Hanbal, Ibid. hal 207.
36
hukumnya sunnah. Sedangkan bagi orang yang tidak ingin melakukannya tidak dibebani dosa.
Madzhab Syafi’i, memahami al-Qur’an surat al-Kautsar ayat 2 diatas tidak sebagai wajib walaupun menggunakan kata perintah (amr), karena perintah tersebut tidak mengendaki pengulangan (Laa yaqtadit tiqraar). Pembahasan pertama : Hukum qurban.23
Memotong hewan qurban itu merupakan wajib dan difardhukan bagi setiap muslim yang baligh dan muqim (tetap dinegerinya) bukan musaafir, bukan juga seseorang yang kemampuan itu dipaksakan atasnya sehigga dia melalaikan hajat hajatnya yang utama. Dalil dalil yang menunjukan tentang ini akan kami tampilkan dari Al Kitab (Al Quran) dan As Sunnah. Pertama : Perkataan Allah Subhaana wa Ta`ala :
(2) اﻟﻜﻮﺛﺮ.()ﻓﺼﻞ ﻟﺮﺑﻚ واﻧﺤﺮ.
Artinya : “Maka dirikan sholat karena Rab-mu dan berqurbanlah.” Al Kautsar (2). Maksudnya ; sembelihlah pada hari raya qurban tersebut. Riwayat ini diriwayatkan oleh : `Ali bin Abi Tholhah, dari Ibnu `Abbaas, `Athaa juga berpandangan seperti ini, Mujaahid dan Jumhur `ulama, seperti dijelaskan dalam “Zaadut Tajsiir (9/249)” oleh Ibnul Jauziy. 24 Kalau ada seseorang berkata : Zhohir ayat ini menunjukan perintah kepada Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam secara muthlaq untuk melaksanakan sholat,
23 24
9/249.
Sheikh Abdullah Basmeih. Op Cit. Al Quran Surah Kauthar:2 Ibn Qayyim al-Jauziyyah, Zaadut Tajsiir, (Beirut, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1991),
37
dan menyembelih pada hari qurban, agar seluruh amalan ini dia peruntukkan hanya kepada Allah `Azza wa Jall, bukan kepada selain-Nya. Maka
jawabannya
adalah
sebagai
berikut:
“Walaupun
kita
mengatakan/berpadangan seperti ini, sesungguhnya apa apa yang dijelaskan oleh As Sunnah tentang hal yang muthlaq ini dengan bentuk khusus maka dia dalam segi hukum tergantung kepada Shollallahu `alaihi wa Sallam.” Ini nukilan dari “Fathul Qadiir” oleh Asy Syaukaaniy (5/503). Kedua : Dari Mikhnaf bin Saliim radhiallahu `anhu berkata : Kami wukuf bersama Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam di `Arafah lalu saya mendengar dia berkata :
(
أﺗﺪرون ﻣﺎ،ﯾﺎأﯾﮭﺎ اﻟﻨﺎس إن ﻋﻠﻰ أھﻞ ﻛﻞ ﺑﯿﺖ ﻓﻰ ﻛﻞ ﻋﺎم أﺿﺤﯿﺔ وﻋﺘﯿﺮة رﺟﺒﯿﺔ: )اﻟﻌﺘﯿﺮة ؟ ھﺬه اﻟﺘﻰ ﯾﻘﻮل ﻋﻨﮭﺎ اﻟﻨﺎس.
Artinya : “Hai sekalian manusia diwajibkan atas setiap ahli rumah untuk menyembelih satu ekor hewan qurban dan `atiirah setiap tahun, tahukan kalian apa yang dimaksud dengan al `atiirah ? Inilah yang dinamakan oleh manusia: “rajabiyyah.” Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daawuud, dan selain mereka berdua. Hadist ini hadist hasan sebagaimana yang dijelaskan dalam shohih sunan Abi Dawud (2/537).25 Sisi pendalilan dari hadist ini ialah : “Atas setiap ahli rumah,” artinya diwajibkan atas mereka untuk menyembelih satu ekor hewan qurban. Ini tidak dimansukh-kan sedangkan al `atiirah hukumnya sudah dimansukh-kan. 25
Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, tahqiq Sayyid Abbas bin Ali Al Julaimi, Tahdzib Sunan Abi Daud 2/537, Taqrib Al Tadmuriyah, cetakan pertama tahun 1413H, Maktabah Al Sunnah, Mesir hal 12.
38
Al `Atiirah : Sembelihan yang disembelih oleh orang orang jahiliyah pada sepuluh awal dari bulan Rajab. Lihat : “Nailul Authaar (5/232) dan Al Irwaa` (1180) Ketiga : Dari Abi Hurairah radhiallahu `anhu berkata : Berkata Rasulullah Shollallahu `alahi wa Sallam :
()ﻣﻦ ﻛﺎن ﻟﮫ ﺳﻌﺔ وﻟﻢ ﯾﻀﺢ ﻓﻼ ﯾﻘﺮﺑﻦ ﻣﺼﻼﻧﺎ Artinya : “Barang siapa yang mempunyai kelapangan dalam rezqinya namun dia tidak berqurban maka jangan sekali kali dia mendekati tempat sholat kami (lapangan).” Hadist diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Maajah, Al Haakim, dan selain dari mereka. Hadist ini hasan sebagaimana diterangkan dalam shohih sunan Ibnu Maajah oleh Al Albaaniy rahimahullah Ta`ala.26 Sisi pendalilan hadist ini : bahwasanya larangan Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam terhadap orang yang mempunyai kemampuan untuk menyembelih hewan qurban akan tetapi dia tidak menyembelihnya, menunjukan bahwa orang tersebut telah meninggalkan sesuatu yang wajib, seolah olah tidak ada paedahnya kalau dia mendekatkan diri pada hari itu sementara dia meninggalkan satu kewajiban. (Nailul Authaar : 5/199). Berkata Al Imam As Sindiy : “Bukanlah yang dimaksud disini bahwa keabsahan sholat tergantung dengan qurban, akan tetapi yang demikian itu merupakan saksi bagi dia dengan tertolaknya dari majlis majlis orang orang yang baik, dan ini menunjukan satu amalan yang wajib, Allahu Ta`ala A`lam.” Lihat : Haasyiyah As Sindiy terhadap sunan Ibnu Majah (2/271).
26
Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, Sunan Abi Daud (2/199).
39
Keempat : Dari Jundab bin `Abdullah Al Bajaliy radhiallahu `anhu berkata : Saya telah menyaksikan `iidul Ad Dha/hari raya qurban bersama Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam berkata :
(ﻓﻠﯿﺬﺑﺢ ﻣﻜﺎﻧﮭﺎ أﺧﺮى- ﻧﺼﻠﻰ-)ﻣﻦ ذﺑﺢ ﻗﺒﻞ أن ﯾﺼﻠﻰ Artinya : “Barang yang siapa yang menyembelih sebelum dia sholat atau sebelum kita sholat- hendaklah dia menyembelih sekali lagi sebagai gantinya.” Diriwayatkan oleh Al Bukhariy, Muslim dan selain mereka berdua.
Sisi pendalilan dari hadist ini ialah : perintah Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam disini secara zhohir adalah menunjukan kepada wajib, apalagi diiringi dengan perintah mengulang untuk menyembelih kembali. Lihat : As Sailul Jaraar (4/74), oleh As Syaukaaniy. Kelima : Dari Jaabir bin `Abdullah radhiallahu `anhuma berkata :
(….
….)
Artinya : “….. Kemudian Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam memerintahkan kepada orang orang yang menyembelih sebelum sholat hendaklah ia menyembelih sembelihan lain lagi sebagai gantinya…” Hadits diriwayatkan oleh Muslim. Keenam : Dari Anas radhiallahu `anhu berkata : berkata Rasulullahu Shollallahu `alaihi wa Sallam:
()ﻣﻦ ﻛﺎن ذﺑﺢ ﻗﺒﻞ اﻟﺼﻼة ﻓﻠﯿﻌﺪ
40
Artinya : “Barang siapa yang menyembelih sebelum sholat hendaklah dia ganti sembelihannya.” Hadits diriwayatkan oleh Al Bukhariy27 dan Muslim. Sisi pendalilan pada hadits ini adalah : sama dengan hadits yang ke-empat. Faedah dari pembahasan ini : Yang berpandangan tentang wajibnya qurban terhadap seorang muslim yang baligh dan muqim serta mampu adalah : Al Imam Abu Hanifah, satu perkataan dari Al Imam Maalik dalam satu riwayat, tetapi tidak dia batasi dengan kata kata muqim, satu riwayat juga dari Ahmad, demikian juga nukilan dari Al Auzaa`iy, Rabii`ah, Al Laits, sama dengan riwayat dari Maalik. Dan dalil dalil mereka telah lewat dijelaskan sebelumnya. Adapun
pandangan
jumhur
(kebanyakan)
`ulama
adalah
sunnah
muakkadah. Berkata Al Imam Ahmad, dalam satu riwayat yang lain darinya : “Dibenci untuk ditinggalkan jika dia mampu,” dan dari Muhammad bin Al Hasan, “Ini merupakan sunnah tidak diberi keringanan untuk meninggalkannya.” Salah satu pandangan dari Al Imam As Syafi`I : “Perbuatan ini merupakan bahagian dari fardhu Al Kipaayah.” Lihat : Al Fathu, oleh Al Haafidz Ibnu Hajar (10/2), Al Majmuu`, oleh An Nawawiy (8/385).28 Yang shohih/rojih dalam masalah ini ialah; bahwa hukum qurban adalah wajib atas setiap muslim yang baligh, muqim dan mampu, ini adalah untuk dia dan ahli rumahnya sesuai dengan dalil dalil yang telah lewat. Dan tidak ada dalil yang 27 28
XIII, h.393
Ibnu Hajar .Fathul Bari, , tanpa cetakan dan tahun, (Mesir. Al Maktabah Al Salafiyah) Al-Nawawiy, al-Majmu’ Syarah al-Muhazzab, (Jeddah: Maktabah al Irsyad, t.th.), Juz
41
memalingkan perintah wajib ini kepada yang lain. Akan tetapi kewajiban ini dibatasi dengan yang mempunyai kelapangan, barang siapa yang tidak mempunyai kelapangan maka tidak diwajibkan baginya untuk menyembelih, Allahu A`lam. Lihat : Majmuu`ul Fataawa (23/162-164),29 As Sailul Jaraar (4/73-76). Dan adapun atas seorang musafir yang tidak mampu, hanya disunnahkan baginya sebagaimana dijelaskan oleh hadits dari jalan Tsaubaan yang akan datang ini. Berkata Al Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah Ta`ala : “Hukum yang shohih mengenai qurban adalah wajib, sesungguhnya ini di antara syi`ar Islam yang besar, qurban merupakan ibadat yang umum diseluruh negeri, sebab An-Nusuk (sembelihan) digandengkan dengan sholat seperti perkataan Allah Ta`ala :
(
)
Artinya : “Sesungguhnya sholat saya, sembelihan saya, hidup saya, dan mati saya semata mata hanyalah untuk Allah saja.” Dan sesungguhnya Allah Ta`ala berkata :30
()ﻓﺼﻞ ﻟﺮﺑﻚ واﻧﺤﺮ Artinya : “Sholatlah kamu kepada Rab-mu dan menyembelihlah.” Disini Allah Subhaana wa Ta`ala memerintahkan untuk berqurban sebagaimana Dia memerintahkan juga untuk sholat. Dan Allah Subhana wa Ta`ala berkata :
وﻟﻜﻞ أﻣﺔ ﺟﻌﻠﻨﺎ ﻣﻨﺴﻜﺎ ﻟﯿﺬﻛﺮوا اﺳﻢ ﷲ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ رزﻗﮭﻢ ﻣﻦ ﺑﮭﯿﻤﺔ اﻷﻧﻌﺎم ﻓﺈﻟﮭﻜﻢ إﻟﮫ واﺣﺪ ﻓﻠﮫ 34) اﻟﺤﺞ.(()أﺳﻠﻤﻮا وﺑﺸﺮ اﻟﻤﺨﺒﺘﯿﻦ . ﻓﺈذا، ))واﻟﺒﺪن ﺟﻌﻠﻨﺎھﺎ ﻟﻜﻢ ﻣﻦ ﺷﻌﺎﺋﺮ ﷲ ﻟﻜﻢ ﻓﯿﮭﺎ ﺧﯿﺮ ﻓﺎذﻛﺮوا اﺳﻢ ﷲ ﻋﻠﯿﮭﺎ ﺻﻮاف: وﻗﺎل . ﻛﺬﻟﻚ ﺳﺨﺮﻧﺎھﺎ ﻟﻜﻢ ﻟﻌﻠﻜﻢ ﺗﺸﻜﺮون،وﺟﺒﺖ ﺟﻨﻮﺑﮭﺎ ﻓﻜﻠﻮا ﻣﻨﮭﺎ وأطﯿﻌﻮا ))وﻟﻜﻞ اﻟﻘﺎﻧﻊ واﻟﻤﻌﺘﺮ 29 30
Al-Nawawiy, al-Majmu’ Syarah al-Muhazzab.Op.cit Sheikh Abdullah Basmeih. Op Cit. Al Quran Surah Kauthar:2
42
ﻛﺬﻟﻚ ﺳﺨﺮھﺎ ﻟﻜﻢ ﻟﺘﻜﺒﺮوا ﷲ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ، وﻟﻜﻦ ﯾﻨﺎﻟﮫ اﻟﺘﻘﻮى ﻣﻨﻜﻢ،ﻟﻦ ﯾﻨﺎل ﷲ ﻟﺤﻮﻣﮭﺎ وﻻ دﻣﺎؤھﺎ 37 -36) اﻟﺤﺞ.(()ھﺪاﻛﻢ وﺑﺸﺮ اﻟﻤﺤﺴﻨﯿﻦ. Artinya : “Dan bagi tiap tiap ummat telah Kami syari`atkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Ilah kalian ialah Ilah Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kalian kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang orang yang tunduk patuh kepada Allah.” (QS. Al Hajj : 34). 31 Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta unta itu sebahagian dari syi`ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah oleh kalian nama Allah ketika kalian menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dari makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukan unta unta itu kepada kalian, mudah mudahan kalian bersyukur. Daging daging unta dan darahnya itu sekali kali tidak dapat mencapai keridhoan Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukannya untuk kalian supaya kalian mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kalian. Dan berilah kabar gembira kepada orang orang yang berbuat baik. Al Hajj (36-37). Qur'an ini merupakan millah (Din), ajaran Nabi Ibraahim `alaihis Salaam dan kita diperintahkan untuk mengikutinya, dengan tujuan mengingat kembali kisah sembelihannya terhadap anaknya, bagaimana bisa dibolehkan kepada
31
Sheikh Abdullah Basmeikh. Hal.850
43
seluruh kaum muslimin untuk meninggalkannya artinya tidak ada satupun kaum muslimin yang mengamalkannya, kalau kaum muslimin secara keseluruhannya meninggalkan ini maka lebih besar mudharatnya daripada meninggalkan haji disebahagian tahun. Dan sesungguhnya ada yang berkata : bahwa haji ini setiap tahun merupakan fardhu kifayah, karena ia merupakan syi`ar Islam, demikian juga mengenai sembelihan, bahkan sembelihan ini dilaksanakan disetiap pelosok negeri di penjuru dunia, sampai sampai sembelihan ini selalu bergandengan pelaksanaannya dengan sholat, ini menampakan ibadah kepada Allah dan mengingat-Nya, sembelihan dipersembahkan untuknya demikian juga qurban, apa yang nampak dihari sembelihan tidak nampak ketika pelaksanaan haji, sebagaimana juga nampak dzikir dan bertakbir kepada Allah di hari hari `iid, dan telah diperjelas oleh hadits hadits dari Nabi kita Muhammad Shollallahu `alaihi wa Sallam yang menunjukan perintah terhadap kaum muslimin yang mampu. Telah datang juga keterangan dalam madzhab Al Imam Ahmad tentang wajib hukumnya, satu pandangan di madzhab Abi Hanifah dan Maalik, bahkan dzhohirnya pandangan Al Imam Malik demikian juga.
44
Adapun yang berpandangan tidak wajibnya hukum qurban tersebut mereka tidak mempunyai dalil, pegangan mereka hanya perkataan Shollallahu `alaihi wa Sallam :32
( ﻓﻼ ﯾﺄﺧﺬ ﻣﻦ ﺷﻌﺮه وﻻ ﻣﻦ أظﻔﺎره،)ﻣﻦ أراد أن ﯾﻀﺤﻰ ودﺧﻞ اﻟﻌﺸﺮ Artinya : “Barang siapa yang ingin berqurban, dan telah masuk sepuluh awal dari bulan dzulhijjah, maka jangan dia menggunting rambut dan kuku kukunya.” Mereka berkata : kewajiban tidak tergantung dengan keinginan, ini merupakan perkataan yang global !!, sesungguhnya kewajiban itu diwakilkan kepada keinginan seorang hamba itu, dikatakan : kalau kamu ingin kerjakanlah, kadang kadang kewajiban itu tergantung kepada syarat untuk menjelaskan satu hukum dari sekian banyak hukum, seperti perkataan Allah Ta`ala :
(6) اﻟﻤﺎﺋﺪة.(()إذا ﻗﻤﺘﻢ إﻟﻰ اﻟﺼﻼة ﻓﺎﻏﺴﻠﻮا Artinya : “Apabila kalian ingin mendirikan sholat maka cucilah.” Al Maaidah (6).33 Dan sebenarnya ada kata kata yang disembunyikan disini; apabila kalian ingin mendirikan, demikian juga ditempat yang lain seperti: apabila kamu ingin membaca Al Quran maka berlindung kepada Allah, bersuci itu merupakan kewajiban, dan membaca Al Faatihah dalam sholat juga wajib, seperti yang dikatakan oleh Allah :
((28-27) اﻟﺘﻜﻮﯾﺮ.(()إن ھﻮ إﻻ ذﻛﺮ ﻟﻠﻌﺎﻟﻤﯿﻦ ﻟﻤﻦ ﺷﺎء ﻣﻨﻜﻢ أن ﯾﺴﺘﻘﯿﻢ. Artinya : “Al Quran itu tidak lain tidak bukan ialah peringatan bagi semesta alam, yaitu bagi siapa diantara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus.” At Takwiir (27-28). Keinginan untuk istiqomah itu adalah wajib. 32
Al Nawawie, Majimu’ Syarhu Al Muhadzdzab, tahqiq Muhammad Najieb A Muthi’ie, tanpa cetakan dan tahun, Daar Ihya’ Al Turats Al Arabie Hal.354 33 Sheikh Abdullah Basmeikh. Hal.245
45
Dan juga perlu diketahui bahwa kewajiban itu bukan dipikulkan atas tiap pribadi, akan tetapi hanya kepada orang yang mampu, dialah yang diwajibkan untuk berqurban, sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam:34
( وﺗﻌﺮض اﻟﺤﺎﺟﺔ، ﻓﺈﻧﮫ ﻗﺪ ﺗﻀﻞ اﻟﻀﺎﻟﺔ،)ﻣﻦ أراد اﻟﺤﺞ ﻓﻠﯿﺘﻌﺠﻞ Artinya : “Barang siapa yang ingin melaksanakan haji hendaklah segera dia tunaikan, sebab kadang kadang dia tidak tahu apa yang akan terjadi padanya dan tidak tahu juga dia akan kebutuhan yang mendesaknya.” Dan haji adalah diwajibkan atas orang yang mampu juga, seperti perkataan :
()ﻣﻦ أراد أن ﯾﻀﺤﻰ Artinya : “Siapapun yang ingin berqurban.” Sama dengan :
()ﻣﻦ أراد اﻟﺤﺞ ﻓﻠﯿﺘﻌﺠﻞ Artinya : “Siapapun yang ingin melaksanakan haji hendaklah dia laksanakan secepatnya.” Kewajiban haji pada sa`at yang demikian tergantung pada syarat mampu dia untuk melaksanakannya, lebih diutamakan dari kebutuhannya yang pokok, seperti perkataan : “shodaqatul fitri.” 35 Apabila dikatakan : Sesungguhnya tidak ada riwayat dari satu orang shahabatpun yang menunjukan tentang wajibnya qurban tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hazam di “Al Muhallaa” : “Bahkan Abu Bakar, `Umar radhiallahu `anhuma tidak berqurban karena merasa takut orang orang akan mengikuti mereka nantinya,” diriwayatkan oleh Al Baihaqiy, atsar ini shohih sebagaiman diterangkan oleh As Syaikh Al Albaaniy dalam “Irwaaul Ghalil
34 35
Al-Nawawiy, Majmuu`ul Fataawa, (Jeddah, Maktabah al Irsyad, t.th.) Al-Nawawiy, Majmuu`ul Fataawa, Hal. 162-164.
46
(4/no.1139) dan diriwayatkan juga oleh Al Baihaqiy dari jalan Abi Mas`uud Al Anshoriy, radhiallahu `anhu berkata : “Sebenarnya saya meninggalkan qurban, walaupun saya mampu, saya merasa takut nanti tetangga saya melihat ini lalu diikuti olehnya sebagai satu kewajiban,” berkata As Syaikh Al Baaniy dalam Irwaaul Ghaliil (4/355) : “Sanad hadits ini shohih juga.” Dan seterusnya. Kalau
hukum
qurban
ini
adalah
wajib
kenapa
para
shahabat
meninggalkannya ? jawabannya ialah : seperti yang dijelaskan oleh Ibnu Taimiyah rahimahullahu Ta`ala- berkata : “Boleh diqurbankan satu ekor kambing untuk satu rumah- baik isteri dan anak anaknya, dan orang orang yang bersamanya sebagaimana yang telah dilakukan oleh para shahabat. Adapun yang dinukil dari sebahagian shahabat dimana mereka tidak melaksanakan qurban bahkan mereka hanya membeli daging saja. Sesungguhnya ini merupakan masalah yang dipertikaikan dikalangan shahabat sebagaimana juga mereka ikhtilaf dalam masalah `umrah. Mungkin saja yang tidak melaksanakan qurban pada masa itu adalah orang yang tidak memiliki kelapangan, atau tujuannya ialah dalam rangka menghinakan orang orang yang kaya pada masa tersebut berqurban dipersembahkan kepada selain Allah Ta`ala, atau ketika mereka tidak berqurban pada tahun itu dalam rangka pelecehan terhadap mereka tadi, jadi ditinggalkannya kewajiban itu demi
47
kemashlahatan yang jelas. Sebagaimana dikatakan oleh nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam:36
( ﺛﻢ أﻧﻄﻠﻖ ﻣﻌﻰ ﺑﺮﺟﺎل ﻣﻌﮭﻢ ﺣﺰم ﺣﻄﺐ إﻟﻰ ﻗﻮم ﻻ ﯾﺸﮭﺪون،ﻟﻘﺪ ھﻤﻤﺖ أن آﻣﺮ ﺑﺎﻟﺼﻼة ﻓﺘﻘﺎم ﻟﻮ ﻻ ﻣﺎ ﻓﻰ اﻟﺒﯿﻮت ﻣﻦ اﻟﻨﺴﺎء واﻟﺬرﯾﺔ، ﻓﺄﺣﺮق ﻋﻠﯿﮭﻢ ﺑﯿﻮﺗﮭﻢ ﺑﺎﻟﻨﺎر،)اﻟﺼﻼة Artinya : “Saya sangat berkeinginan sekali memerintahkan agar sholat didirikan, kemudian saya berangkat bersama kaum laki laki yang membawa kayu bakar menuju ke rumah orang orang yang tidak menyaksikan sholat berjamaa`ah, akan saya bakar rumah rumah mereka dengan api, kalaulah tidak dikarenakan keberadaan kaum wanita dan anak anak sudah saya bakar rumah rumah tersebut.” Hampir hampir beliau meninggalkan Jum`ah dan Jamaa`ah yang wajib disebabkan memberikan `iqab kepada yang meninggalkan Jamaa`ah tersebut, sesungguhnya ini merupakan bagian dari bab jihad yang sempit waktunya, maka lebih didahulukan dari Jum`ah dan Jamaa`ah. Kalau seandainya seorang pemimpin seperti pekerja sebagai amar ma`ruuf nahi munkar dan selainnya terlambat dari menunaikan Jamaa`ah disebahagian waktu dalam rangka memperhatikan dan melihat siapa yang tidak sholat berjamaa`ah maka boleh dia memberikan sangsi padanya. Ini merupakan sebahagian dari `udzur yang dibolehkan untuk meninggalkan jamaa`ah, karena menghukum orang yang meninggalkan jamaa`ah tersebut merupakan kewajiban yang tidak mungkin dilakukan kecuali dengan cara ini, dan Nabi Shollallau `alaihi wa Sallam telah menjelaskan pada kita bahwa tidak disebabkan kaum wanita dan anak anak sudah dia bakar rumah rumah dan seisinya, akan tetapi di dalamnya ada 36
Ibn Taymiyah, Shaykh ul Islam, Majmoo Fatawa, 37 Volumes, (Beirut, Lebonon, Dar al Kotob al-Ilmiyah)
48
orang orang yang tidak diwajibkan atasnya Jum`at dan Jamaa`ah seperti para wanita dan anak anak, tidak boleh dihukum mereka ini, sebagaiman seorang perempuan yang hamil dari perbuatan zina tidak dirajam dia sampai dia melahirkan sebab membunuh janin yang ada dalam perutnya tidak boleh, (seperti qishah Al Ghamidiyah).37
C.
Syarat-Syarat Dan Cara Pelaksanaan Qurban
1. Beragama Islam; Penyembelih harus muslim atau ahlu kitab. Sembelihan orang musyrikin dan Majusi tidak sah menurut syariat dan ini merupakan ijma’ kesepakatan ulama islam. Hal ini karena orang musyrik tidak akan ikhlas menyebut nama Allah dan menyembelih untuk berhala mereka hingga Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ُُﺣ ﱢﺮﻣَﺖْ َﻋﻠَ ْﯿ ُﻜ ُﻢ ا ْﻟ َﻤ ْﯿﺘَﺔُ َواﻟ ﱠﺪ ُم َوﻟَﺤْ ُﻢ ا ْﻟﺨِﻨﺰِﯾ ِﺮ َوﻣَﺂأُ ِھ ﱠﻞ ﻟِ َﻐ ْﯿ ِﺮ ﷲِ ﺑِ ِﮫ َوا ْﻟ ُﻤ ْﻨ َﺨﻨِﻘَﺔُ َوا ْﻟﻤَﻮْ ﻗُﻮ َذة ﺐ َوأَنْ ﺗَ ْﺴﺘَ ْﻘ ِﺴ ُﻤﻮا ِ ﺼ ُ َوا ْﻟ ُﻤﺘَ َﺮ ﱢدﯾَﺔُ َواﻟﻨﱠ ِﻄﯿ َﺤﺔُ وَ ﻣَﺂأَ َﻛ َﻞ اﻟ ﱠﺴﺒُ ُﻊ إِﻻﱠ ﻣَﺎ َذ ﱠﻛ ْﯿﺘُ ْﻢ َوﻣَﺎ ُذﺑِ َﺢ َﻋﻠَﻰ اﻟﻨﱡ ﻖ ا ْﻟﯿَﻮْ َم ﯾَﺌِﺲَ اﻟﱠﺬِﯾﻦَ َﻛﻔَﺮُوا ﻣِﻦ دِﯾﻨِ ُﻜ ْﻢ ٌ ﺑِﺎْﻷَزْ ﻻَمِ َذﻟِ ُﻜ ْﻢ ﻓِ ْﺴ Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk ( mengalahkan) agamamu. (QS. al Maidah : 3)38 37 38
Al-Nawawiy, Majmuu`ul Fataawa.Op.cit. 23/164-165 Sheikh Abdullah Basmeikh. Op.cit.h. 243
49
Para fuqaha sepakat, bahwa syarat-syarat bagi orang yang melakukan qurban adalah Muslim, merdeka, baligh, berakal, penduduk tetap suatu wilayah dan mampu. Sedangkan menurut madzhab Maliki berarti memiliki harta lebih dari kebutuhan primer dalam tahun itu. Dan madzhab Syafi’i mampu berarti ia memiliki harta seharga binatang qurban di luar kebutuhannya dan kebutuhan orang yang berada di bawah tanggung jawabnya. Bagi madzhab Hambali menafsirkan kemampuan itu dengan kemungkinan mendapatkan harta seharga binatang qurban, sekalipun dalam bentuk utang, tetapi yang bersangkutan sanggup membayarnya.
2. Dalam keadaan merdeka; Penyembelih tidak dalam keadaan berihram baik untuk umroh atau haji, apabila menyembelih hewan buruan darat. Seorang yang berihram dilarang secara syariat ikut campur tangan terhadap hewan buruan darat baik dengan berburu, menyembelih atau membunuhnya. Bahkan juga diharamkan menunjukkan hewan buruan kepada pemburu atau memberi isyarat. Sehingga hewan buruan darat yang disembelih seseorang yang sedang berihram adalah bangkai. Hal ini didasarkan firman Allah Subhanhu wa Ta’ala:39
ُ◌ُﺼ ْﯿ َﺪ َوأَﻧﺘُ ْﻢ ُﺣ ُﺮمُ◌ُ وَ ﻣَﻦ ﻗَﺘَﻠَﮫُ ﻣِﻨ ُﻜ ْﻢ ﱡﻣﺘَ َﻌ ﱢﻤﺪًا ﻓَ َﺠﺰَ آء ﯾَﺎأَﯾﱡﮭَﺎ اﻟﱠﺬِﯾﻦَ ءَا َﻣﻨُﻮا ﻻَ ﺗَ ْﻘﺘُﻠُﻮا اﻟ ﱠ ِﱢﻣ ْﺜ ُﻞ ﻣَﺎ ﻗَﺘَﻞَ ﻣِﻦَ اﻟﻨﱠﻌَﻢِ ﯾَﺤْ ُﻜ ُﻢ ﺑِ ِﮫ َذ َوا َﻋﺪْلٍ ﻣﱢﻨ ُﻜ ْﻢ ھَ ْﺪﯾًﺎ ﺑَﺎﻟِ َﻎ ا ْﻟ َﻜ ْﻌﺒَ ِﺔ أَوْ َﻛﻔﱠﺎ َرةُ طَﻌَﺎم 39
Sheikh Abdullah Basmeikh. .hal. 37
50
ق وَ ﺑَﺎ َل أَ ْﻣ ِﺮ ِه َﻋﻔَﺎ ﷲُ َﻋﻤﱠﺎ َﺳﻠَﻒَ َوﻣَﻦْ ﻋَﺎ َد ﻓَﯿَﻨﺘَﻘِ ُﻢ َ ﺻﯿَﺎﻣًﺎ ﻟﱢﯿَﺬُو ِ ﻚ َ َِﻣﺴَﺎﻛِﯿﻦَ أَوْ َﻋ ْﺪ ُل َذﻟ ٍﷲُ ِﻣ ْﻨﮫُ وَ ﷲُ َﻋﺰِﯾﺰُ◌ُ ذُو ا ْﻧﺘِﻘَﺎم Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barang siapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu, sebagai h ad-ya yang di bawa sampai ke Kakbah, atau (dendanya) membayar kafarat dengan memberi makan orang-orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan barang siapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya lah kamu akan dikumpulkan” (QS. Al Baqarah: 95-96)
3. Cukup umur (sudah baligh);
Penyembelih harus berakal baik laki-laki atau perempuan, sudah baligh atau belum asalkan sudah mumayyiz. Sehingga tidak sah sembelihan orang gila, anak kecil yang belum berakal dan orang mabuk, karena mereka dianggap tidak berakal dalam syariat. Inilah pendapat mayoritas ulama Islam.
4. Berakal sehat;
Imam Ibnu Hazm rahimahullah menyatakan: “Tidak sah sembelihan orang yang tidak berakal seperti orang gila dan orang mabuk, karena mereka tidak dibebani beban syariat dalam firman Allah Ta’ala:
51
إِﻻﱠ ﻣَﺎ َذ ﱠﻛ ْﯿﺘُ ْﻢ “Kecuali yang sempat kamu menyembelihnya.” (QS. al Maidah [5]: 3). Karena mereka tidak mukallaf.40 5. Punya kemampuan ekonomi; Yang dimaksud mampu, menurut madzhab Hanafi berarti memiliki senisab zakat di luar kebutuhan sandang, pangan dan papan keluarganya. Perlu digaris bawahi, yang dimaksud dengan “punya kemampuan ekonomi” adalah yang mempunyai kelebihan dalam keperluan sehari-hari, baik dirinya maupun keluarganya, terutama pada saat Idul Adha dan hari-hari Tasyriq.
1.Ada orang yang berqurban (jelas siapa orangnya, walaupun tidak diharuskan hadir pada saat penyembelihan);
2. Ada hewan qurban yang akan disembelih;
3. Ada yang bersedia menyembelih hewan qurban tersebut; 4. Pelaksanaan penyembelihan benar-benar dilakukan dan dengan cara sesuai yang disyari’atkan; 5. Waktu penyembelihan pada hari Idul Adha dan atau hari-hari tasyriq;
Binatang qurban41 adalah hewan-hewan ternak berupa unta, sapi/kerbau dan kambing/domba, berdasarkan firman Allah: 42
40
Op. cit. hal.243
52
"Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syari`atkan mansakan (penyembelihan hewan qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah diberikan Allah kepada mereka..." (al-Hajj: 34) Dalam bahasa Arab, an`am berarti binatang ternak, termasuk di dalamnya unta, sapi dan kambing. Selain perkara yang tiga tersebut, maka para ulama berbeda pendapat.
Dari Jabir ra.:
ﺴﻨّﺔً إﻻ ﺗَ ْﺬﺑَﺤﻮا ِ ﺴ َﺮ ﻓﺈن ُﻣ ّ ﻻ اﻟﻀﺄْنِ ﻣﻦ ِﺟﺬْﻋﺔً ﻓﺎ ْذﺑَﺤﻮا ﻋﻠﯿﻜﻢ ﺗَ َﻌ "Janganlah kamu sembelih kecuali yang sudah cukup umur; jika kalian kesulitan, sembelihlah domba yang masih muda" (HR Muslim, Abu Daud)43
41
Al-Jabari, Abdul Muta’al, Cara Berkurban (Al Udh-hiyah Ahkamuha wa Falsafatuha At Tarbawiyah). Terjemahan oleh Ainul Haris. Cetakan Pertama, (Jakarta: Gema Insani Press. 1994), hal 8. 42
Shaikh ‘Abdullah Basmeih (2001), h.849. Ibn Hajar al-`Asqalaniy, Ahmad ibn `Ali ibn Muhammad ibn Hajar (died in AH 852). Al-Wuquf `Ala Ma Fi Sahih Muslim Min al-Mawquf. Revised by `Abdullah al-Laythiy al-Ansariy. Beirut: al-Thaqafah Foundation, 1st Edition, AH 1406. 43
53
Musinnah adalah hewan yang cukup umur, unta lima tahun hijri, sapi dua tahun dan kambing satu tahun hijri. Imam Hanafi dan Hambali membatasi enam bulan (untuk domba) sedangkan Waki antara enam dan tujuh bulan. Dari Jabir ra.:
رﺳﻮل ﻣﻊ ﺿﺤّ ﯿﻨﺎ
اﻟﻀﺄن ﻣﻦ ﺑﺠﺬع ص
"Kami bersama Rasulullah menyembelih qurban berupa domba yang masih muda" (HR Nasa`i, Baihaqi, dari `Uqbah bin Amir)
إن اﻟﺜﺎﻧﻲ ﯾُﻮﻓِﻲ ﺑِﻤﺎ ﯾُﻮﻓِﻲ اﻟﺠﺬع "Sesungguhnya yang dikatakan (hewan) muda itu ialah yang telah cukup umur (memasuki tahun kedua)" (HR Abu Daud)
Batasan umurnya ialah apabila telah tumbuh gigi depannya, dan biasanya muncul setelah umur setahun, namun adakalanya tumbuh pada usia enam atau tujuh bulan. Ulama lain menyatakan cukup umur apabila bisa dilepaskan untuk mencari makanan sendiri. Semua perkara tadi tanpa memperhatikan besar kecilnya hewan tersebut. Kalau kita perhatikan sejumlah hadits yang menyangkut pembagian daging qurban, jelaslah bahwa tidak seluruh daging qurban itu di- bagikan kepada fakir miskin. Kecuali qurban yang dilakukan karena nadzar, maka daging qurbannya seluruhnya diserahkan kepada fakir miskin (yang berqurban tidak boleh mengambil bagiannya).
54
Seluruh daging qurban yang ada sebaiknya dibagi menjadi tiga bagian yang timbangannya tidak sama. Sebagian untuk yang berqurban, sebagian untuk dihadiahkan dan sebagian lagi untuk disedekahkan kepada fakir miskin, dan yang disedekahkan ini porsinya harus lebih banyak. Orang yang berqurban disunnahkan44 untuk memakan dagingnya, membagikannya kepada karib kerabat, serta menyedekahkannya kepada orangorang fakir, sebagaimana sabda Rasulullah saw:
ﻓﻜﻠﻮ ا وأطﻌﻤﻮا وادﺧﺮو Artinya: ”Makanlah oleh kalian, bagikanlah dan simpanlah..” (HR. Bukhori) 45 Para ulama mengatakan bahwa yang paling afdhal adalah memakan sepertiga, bersedekah sepertiga dan menyimpan sepertiga. Daging Qurban ini boleh dibawa ke negara lain akan tetapi tidak boleh dijual walaupun kulitnya.
Tidak dibolehkan memberikan dagingnya kepada tukang potong sebagai upah karena ia berhak menerima upah lain sebagai imbalan kerja. Orang yang berkurban boleh bersedekah dengan daging tersebut dan juga boleh mengambil dagingnya untuk dimanfaatkannya.
44
Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah. Terj. Cetakan 1, ( Kuala Lumpur: Al Hidayah Publications, 2009), Hal. 124 45 Ibnu Hajar .Fathul Bari, (Mesir. Al Maktabah Al Salafiyah, t.t) , Hal. 201
55
Sementara itu Abu Hanifah berpendapat bahwa mereka boleh menjual kulitnya dan menyedekahkan hasilnya atau membelikan barang yang bermanfaat untuk keluarga di rumahnya.
Daging qurban dapat diberikan sebagian untuk yang berqurban, sebagian untuk dihadiahkan, dan sebagian kepada fakir miskin. Daging qurban tidak boleh diberikan sebagai upah kepada yang menyembelih.46
Dalam ayat :36 surah al-Hajj dijelaskan "Dan telah jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan padanya, maka sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri dan telah terikat, kemudian apabila telah roboh (mati) maka makanlah sebagian dari beri makanlah orang rela dengan apa yang berkecukupan dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur".
Dalam dalil-dalil di atas cukup jelas bagaimana tata cara pendistribusian daging kurban. Menurut madzhab Hanafi, Maliki dan Hanbali sebaiknya didistribusikan menjadi tiga bagian sesuai hadist. Menurut Hanbali boleh juga mengkonsumsi lebih dari setengah dan membagikan sebagian kecil dan begitu juga pembagian menjadi tiga tidak harus sama rata. Menurut madzhab Syafi'i
46
Sayid Sabiq (2009).Op. cit.
56
disunahkan memakan sebagian dan diperbolehkan memberi makan orang-orang kaya dengan daging kurban.
Memberikan kulit atau bagian lain dari hewan kurban kepada penyembelih bila tidak sebagai upah, misalnya pemberian atau dia termasuk penerima, maka diperbolehkan. Bahkan bila dia sebagai orang yang berhak meneriam kurban ini lebih diutamakan sebab dialah yang banyak membantu pelaksanaan kurban. Bagi pelaku kurban juga diperbolehkan mengambil kulit hewan kurban untuk kepentingan pribadinya. Aisyah r.a. diriwayatkan menjadikan kulit hewan kurbannya sebagai tempat air minum. Memanfaatkan kulit hewan kurban untuk kemaslahatan umum seperti disumbangkan ke masjid untuk bedug, tentu sangat baik.
Menurut Maliki dimakruhkan memberi makan orang non muslim dengan daging kurban. Hanbali mengatakan boleh saja memberi makan non muslim dengan daging kurban, kecuali pada kurban yang wajib, misalnya karena nadzar.
Membagikan daging kurban ke wilayah lain, menurut Hanafi dimakruhkan membagikan daging kurban ke wilayah lain, terkecuali bila di sana terdapat keluarga pemberi kurban atau terdapat kaum fakir miskin yang lebih membutuhkan. Maliki, Syafi'i dan Hanbali mengatakan tidak boleh memindahkan daging kurban ke wilayah lain dalam jarak tempuh sekitar 80 km ke atas, kecuali
57
bila wilayah tersebut sangat membutuhkan, bila jarak tempuhnya tidak begitu jauh maka boleh saja.
Pada dasarnya hewan qurban dipotong dan didistribusikan (dibagibagikan) kepada kaum fakir miskin yang ada di desa atau daerah tempat tinggal mudlahhi (orang yang berkurban). Akan tetapi jika di desa atau daerah lain-seperti daerah asal mudlahhi atau desa-desa tertinggal-lebih membutuhkan, maka hewan qurban boleh ditransfer (dipindahkan) dan di-distribusikan kepada fakir miskin di desa atau daerah lain. Baik dalam bentuk daging, hewan yang masih hidup atau dalam bentuk uang yang dipergunakan untuk membeli hewan qurban. Pendapat ini telah disepakati oleh jumhur (mayoritas) ulama.47
D.
Manfaat Dan Hikmah Qurban
1.
Nikmat yang banyak
(3 -1 : إِنﱠ ﺷَﺎﻧِﺌَﻚَ ھُﻮَ ْاﻷَ ْﺑﺘَ ُﺮ )اﻟﻜﻮﺛﺮ. ْ ﻓَﺼَ ﻞﱢ ﻟِﺮَ ﺑﱢﻚَ وَ اﻧْﺤَ ﺮ. َإِﻧﱠﺎ أَ ْﻋﻄَ ْﯿﻨَﺎكَ ا ْﻟﻜَﻮْ ﺛَﺮ Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni`mat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus” (Al-Kautsar: 1-3) 48
47
Wahbah az-Zuhaili ,kitab al-Fiqh al-Islami wa-Adillatuhu Juz III/633. 9Beirut.Dar al
48
Shaikh ‘Abdullah Basmeih (2001), hal.1737.
Fikr).
58
Pada ayat di atas Allah menyatakan, bahwa Ia telah memberikan nikmat yang sangat banyak kepada kita, maka kita diperintahkan untuk mendirikan shalat dan berqurban. Selanjutnya pada Q.S. 55/al-Rahmân ada sebuah kalimat “ ي ءَاﻻَ ِء َرﺑﱢ ُﻜﻤَﺎ ﻓَﺒِﺄَ ﱢ ِ ” ﺗُ َﻜ ﱢﺬﺑَﺎنyang bermakna: “Maka ni`mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” diulang sebanyak 31 oleh para mufassir disebut dengan ‘Arusy alQur’an (Pengantin al-Qur’an). Perinciannya 8 kali ketika menyelingi berbagai macam nikmat di dunia, 7 kali ketika menyelingi berbagai peringatan Allah dan masing-masing 8 kali (16 kali) ketika menggambarkan keindahan dan kenyamanan dua macam surga. Kutipan ayat di atas menggambarkan betapa hidup ini sarat dengan berbagai karunia Allah SWT. Sayangnya, seringkali kita menganggapnya sebagai angin lalu, bahkan mungkin kita tidak menyadarinya, sehingga kita lebih banyak mendikte Allah untuk selalu memenuhi kebutuhan kita, ketimbang mensyukuri nikmat itu pada jalan kebaikan yang diridhai-Nya. Begitulah sifat dan watak manusia, lebih banyak menuntut hak daripada menunaikan kewajiban. Setiap kali memasuki bulan Dzulhijjah atau yang dikenal oleh masyarakat dengan bulan haji, teringat akan dua hal penting, dua peristiwa besar yang kemudian sangat monumental dalam sejarah umat manusia dan menjadi bagian dari syari’at Islam adalah peristiwa qurban dan ibadah haji. Hari raya qurban atau ‘Idul Adha hakikatnya adalah teguran, betapa nikmat Allah yang kita terima
59
sungguh tak terhingga, sehingga kita diwajibkan “mengurbankan” sebagian milik kita untuk kepentingan syi’ar agama dan sebagai manifestasi tanggung jawab sosial. Dalam catatan sejarah, ibadah qurban dan ibadah haji merupakan syari’at Islam yang sudah sangat tua, yang lahir melalui sebuah pengalaman sangat dramatis dari kehidupan Nabi Ibrahim As. dan keluarganya, sebagaimana diabadikan dalam surat al-Shaffât ayat 102 dan surat al-Hajj ayat 27. 2.
Mendekatkan Diri Kepada Allah Kata
qurban
secara
literal
berarti
semakna
dengan
taqarrub
(mendekatkan). Kata mendekatkan dapat dimaknai dari dua sisi. Pertama, mendekatkan bagi yang posisinya sudah dekat. Kedua, mendekatkan karena memang posisinya sudah mulai renggang, bahkan mungkin menjauh. Dengan demikian ibadah qurban tentunya menjadi salah satu upaya mendekatkan diri kepada Allah, mereposisi keberadaan kembali di hadapan Allah. Ibadah qurban dari satu sisi sebenarnya cukup unik. Qurban mengisyaratkan bahwa mendekatkan diri kepada Allah dapat dilakukan dengan mendekatkan diri kepada sesama manusia, khususnya mereka yang tergolong kaum mustadh’afîn. Dengan kata lain, seseorang tidak akan disayang oleh Allah jika dia tidak menyayangi sesama manusia. Seseorang tidak akan ditolong oleh Allah jika dia tidak pernah menolong sesama manusia, dan seseorang tidak akan pernah dekat dengan Allah jika dia tidak dekat dengan sesama manusia. Ibadah qurban tidak sepatutnya dipahami hanya dalam bingkai penunaian syari’at Islam
60
semata, tetapi harus terus digali pesan moral yang dapat kita jadikan pedoman berkiprah dan berperilaku dalam kehidupan. 3.
Mengingati Perjuangan Rasul s.a.w Ada baiknya kita renungkan sedikit dari bagian sejarah hidup Rasulullah
SAW sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Amad, Abu Dawud dan al-Turmidzi, bahwa setiap hari raya Idul Adha Rasulullah membeli dua ekor domba yanag gemuk, yang bertanduk, dan berbulu putih bersih. Beliau bertindak sebagai imam shalat, dan berkhutbah. Sesudah itu, beliau mengambil seekor dari domba itu dan meletakkan telapak kakinya di sisi tubuh domba seraya berkata: “Ya Allah, terimalah ini dari Muhammad”, lalu beliau menyembelihnya dengan tangannya sendiri.
Kemudian
beliau
membaringkan
domba
yang
berikutnya,
menyembelihnya sambil berkata: “Ya Allah, terimalah ini dari umatku yang tidak mampu berqurban”. Sebagian kecil daging qurban dimakan Rasulullah bersama keluarganya, dan sebagian besarnya dibagikan kepada fakir-miskin. Atas dasar hadits ini, para ahli hukum Islam menetapkan sebuah norma dalam berqurban, bahwa hukum ibadah qurban adalah sunnah muakkadah atau sunnah yang sangat dianjurkan. Hewan qurban sebaiknya yang gemuk, sehat, cukup usia, tidak cacat, dan penyembelihannya seyogyanya dilakukan sendiri oleh orang yang berqurban sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah SAW. 4.
Saling Mengingati
61
Begitu indah konsep Islam tentang kasih terhadap sesama, sayangnya ini belum sepenuhnya disadari oleh setiap individu muslim. Ironisnya lagi, ini sepenuhnya dipraktikkan oleh saudara kita yang beragama lain. Para missionaris Kristen begitu gigih dan sabar mengunjungi mereka yang tertindas. Mereka datang untuk mengenyangkan perut para fakir-miskin, menutupi tubuh telanjang mereka, dan mengobati sakit mereka. Kaum muslimin lantas hanya mampu cemburu dan marah tanpa mau dan mampu berbuat banyak bagi para dhu’afâ’. Oleh karenanya jangan salahkan jika orang lain memancing di kolam kita, mereka mendapat ikan yang banyak, mengapa? Ikan terpancing karena lapar, sementara kita sebagai pemilik kolam enggan bahkan tidak memberi makan ikan tersebut sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Sekarang kita sama-sama memaklumi, bahwa keadaan masyarakat Islam masih banyak yang kekurangan. Di banyak persimpangan jalan masih dapat disaksikan anak-anak usia sekolah mengamen ala kadarnya. Bukan tidak mau sekolah, tetapi bekal apa yang akan dipergunakan untuk sekolah? Ia tidak mampu membayar biaya pendidikan yang cukup tinggi. Masih banyak lagi contoh-contoh lainnya. 5.
Sebagai Cara Hidup Bermasyarakat Sudah saatnya makna qurban direaktualisasikan, yaitu bahwa ibadah
qurban harus berdimensi sosial, jangan hanya cukup puas setelah berkorban yang
62
hanya berdimensi individual. Berkorban untuk kepentingan masyarakat banyak lebih baik daripada berkorban untuk kepentingan diri sendiri. Rasulullah suatu ketika pernah menyeru Allah dengan sebutan ya rabbal mustadh’afîn (wahai Tuhan orang-orang yang lemah dan tertindas), bukan karena Allah adalah milik mereka, tetapi karena meringankan beban hidup yang mereka hadapi. Kita peduli dengan menolong mereka, sama halnya dengan kita menegakkan misi ketuhanan, yaitu melindungi hak hidup setiap makhluk Allah. Jadi, kiranya sangat jelas, betapa syari’at berqurban dalam Islam sangat relevan dan penting peranannya dalam membangun karakter masyarakat dunia dan bangsa yang tercinta ini, sehingga dapat menjadi bangsa yang etis, berperadaban dan berakhlaq mulia.
Ada sekian banyak hikmah yang dapat kita petik dari pelaksanaan ibadah qurban ini. Berikut adalah sebahagian hikmah-hikmah yang terkandung di dalam ibadah Qurban:49
1. Keikhlasan dan ketulusan
Yang sangat mengagumkan dari peristiwa sejarah qurban Nabi Ibrahim adalah keikhlasan dan ketulusan dalam menjalankan perintah Allah tanpa ada rasa
49
Abdurrahman . Hukum Qurban, ‘Aqiqah, dan Sembelihan. Cetakan Pertama. Bandung : Sinar Baru. 1990), Hal. 52
63
berat hati, beban, ataupun ketidak tulusan dalam menjalankan perintah Allah . Memang Nabi Ibrahim sebagai manusia tentu akan merasa berat ketika mendapatkan perintah dari Allah untuk menyembelih anaknya, yaitu nabi Ismail. Tapi kecintaan, keimanan dan ketaatan Nabi Ibrahim kepada Allah jauh lebih besar daripada kecintaan terhadap anak, isteri, harta, bahkan dunia dan seisinya, menjadikan perintah yang terasa berat tersebut terasa ringan, juga disisi lain Nabi Ibrahim pun yakin bahawa Allah tidak akan mensia-siakan mereka dan Allah akan memberikan yang terbaik untuk mereka.
2. Kesabaran
Bila kita renungi, peristiwa yang terjadi kepada Nabi Ibrahim dengan adanya perintah untuk menyembelih anaknya merupakan suatu peristiwa luar biasa yang memerlukan tingkat kesabaran yang luar biasa. Apatah lagi anak yang harus diqurbankan adalah seorang anak soleh yang telah dinanti-nantikannya selama puluhan tahun, dan ketika apa yang mereka nanti-nantikan tersebut hadir, lalu ada perintah untuk menyembelihnya, tentu ini merupakan suatu hal yang sangat berat dilakukan untuk ukuran manusia biasa.
Yang luar biasa adalah kesabaran ini bukan hanya dimiliki oleh Nabi Ibrahim saja, tetapi dimiliki oleh seluruh keluarga, baik anaknya sebagai orang yang menjadi qurban, ataupun isterinya sebagai seorang ibu yang telah melahirkan anak yang akan diqurbankan. Sekali lagi dalam menjalankan perintah ini sangat
64
dituntut adanya kesabaran yang luar biasa, dan hal ini sudah dibuktikan oleh keluarga Nabi Ibrahim, sebagaimana yang dikisahkan Allah dalam Al-Quran :
"Maka tatkala sang putera itu berumur dewasa dan mampu berusaha bersama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku, sesungguhnya aku bermimpi aku menyembelihmu, maka fikirkanlah bagaimana pendapatmu!". Ia menjawab: "Hai bapaku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.
3. Ketaatan
Perintah yang dijalankan Nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya yang dicintai membuktikan ketaatan yang luar biasa kepada Allah. Nabi Ibrahim telah menjadikan Allah diatas segala-galanya, termasuk anak dan isterinya. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 131 : Ertinya : "Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam".
Dalam surat Al-Baqarah ayat 133 Allah berfirman :
65
Artinya : "Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya".50
4. Pengorbanan
Kisah penyembelihan seorang anak oleh ayahnya disebabkan ketaatannya kepada Allah merupakan kisah pengorbanan yang luar biasa. Pengorbanan yang bukan hanya dibuktikan oleh Nabi Ibrahim saja sebagai seorang ayah, tapi juga dibuktikan oleh Ismail dan Hajar sebagai seorang anak dan isteri. Ibrahim sebagai seorang ayah tentu tidak akan mau membunuh seseorang yang menjadi darah dagingnya sendiri, apalagi yang akan diqurbankan adalah orang yang selama ini dinanti-nantikan selama puluhan tahun.
Begitupun dengan Hajar, si ibu, tentu tidak akan pernah berharap atau membayangkan
bahawa
anak
satu-satunya
yang
dinanti-nantikan
akan
diqurbankan oleh ayahnya sendiri. Ismailpun sebagai seorang anak yang masih muda tidak akan pernah membayangkan bahawa suatu saat nyawanya akan terlepas dari jasad oleh ayahnya sendiri. Tapi demi ketaatan kepada Allah yang
50
Sheikh Abdullah Basmeikh, h.51
66
mereka sendiri yakin bahwa Allah tidak akan menzalimi hambanya maka mereka pun ikhlas menjalankan perintah Allah.
5. Keimanan
Ketaatan adalah buah dari keimanan, keimanan hadir dari keyakinan, dan keyakinan tumbuh kerana adanya hujah dan pembuktian. Keimanan keluarga Nabi Ibrahim merupakan keimanan yang didasarkan pada keyakinan yang dalam karena mereka telah melihat bukti nyata tentang kekuasaan Tuhan yang diyakini dan diimaninya. Dunia dan seisinya adalah bukti kebesaran Tuhan, bahkan alam semesta yang memiliki berjuta-juta galaksi merupakan bukti yang nyata akan kekuasaan Tuhan.
67
BAB IV
PENDISTRIBUSIAN DAGING QURBAN DI PONDOK GELANG MAS DAN PONDOK SUNGAI DURIAN A.
Pola Pendistribusian daging Qurban Konsep pembagian daging qurban yang bersistematik dan teratur
kepada golongan yang amat memerlukannya merupakan agenda utama dalam menyampaikan amanah orang ramai. Pola pendistribusian daging qurban di Pondok Sungai Durian seperti tabel di bawah ini.
Tabel 1 Pola Pendistribusian Daging Qurban Di Pondok Sungai Durian No
ALTERNATIF JAWABAN
JUMLAH
%
1
SAMA RATA
14
58
2
ORANG MISKIN LEBIH BANYAK
5
21
3
PELAJAR LEBIH BANYAK
5
21
24
100
JUMLAH
Berdasarkan tabel di atas sebanyak 58% responden menjawab didistribusikan sama rata di antara masyarakat yang menerima daging qurban. 21% di antara responden mengatakan bahwa pendistribusian daging qurban lebih banyak diberikan kepada orang miskin. Sisanya (21%) responden
68
menjawab bahwa pendistribusian daging qurban lebih banyak diberikan kepada pelajar. Berarti terdapat tiga pola pendistribusian daging qurban di Pondok Sungai Durian yaitu pola pembagian sama rata, pola yang memprioritaskan orang miskin dan pola memberi prioritas kepada pelajar.
Tabel 2 Pola Pendistribusian Daging Qurban Di Pondok Gelang Mas No
ALTERNATIF JAWABAN
JUMLAH
%
1
SAMA RATA
8
50
2
ORANG MISKIN LEBIH BANYAK
4
25
3
PELAJAR LEBIH BANYAK
4
25
16
100
JUMLAH
Berdasarkan tabel di atas sebanyak 50% responden menjawab didistribusikan sama rata di antara masyarakat yang menerima daging qurban. 25% di antara responden mengatakan bahwa pendistribusian daging qurban lebih banyak diberikan kepada orang miskin. Sisanya (25%) responden menjawab bahwa pendistribusian daging qurban lebih banyak diberikan kepada pelajar. Berarti terdapat tiga pola pendistribusian daging qurban di Pondok Gelang Mas yaitu pola pembagian sama rata, pola yang memprioritaskan orang miskin dan pola memberi prioritas kepada pelajar.
69
Tabel 3 Pembagian qurban sama rata No
ALTERNATIF JAWABAN
JUMLAH
%
1
SETUJU
22
92
2
8
24
100
2
TIDAK SETUJU JUMLAH
Dalam tabel 3 Pondok Sungai Durian mencatatkan setuju 22(92%) dan tidak setuju 2(8%). Terdapat responden yang tidak setuju dengan pendistribusian qurban. Ini mungkin disebabkan oleh kondisi Pondok sungai Durian yang menjadi tumpuan orang ramai, jadi kelancaran pendistribusian mungkin tidak diatur dengan sistematik. 1
Tabel 4 Pembagian qurban sama rata No
ALTERNATIF JAWABAN
JUMLAH
%
1
SETUJU
16
100
2
TIDAK SETUJU
-
-
16
100
JUMLAH
1
Ismail Abdul Rahman, Pengurus Pondok Sungai Durian, Wawancara pada 2 Augustus 2010.
70
Dalam tabel di atas Pondok Sungai Durian mencatatkan setuju 16 (100%). Ini disebabkan Pondok Gelang Mas yang jumlah penghuninya yang tidak ramai dan lebih tersusun pembagiannya kepada penerima daging qurban.
Bagi Pondok Gelang Mas pula semua responden setuju bahwa pembagian qurban dibagi sama rata oleh jawatankuasa terlibat. Ini menunjukkan terdapat perbezaan dari segi pembagian antara kedua-dua pondok. Ternyata Pondok Gelang Mas lebih dominan pendapat mereka dalam pendistribusian daging qurban.
Tabel 5 Pendapat responden tentang daging qurban diambil langsung oleh penerimanya No
ALTERNATIF JAWABAN
JUMLAH
%
1
SETUJU
24
100
2
TIDAK SETUJU
-
-
24
100
JUMLAH
Tabel 5 menunjukkan responden Pondok Sungai Durian mengatakan setuju sebanyak 24(100%) Ini menunjukkan bahwa semua daging qurban diambil sendiri oleh penerimanya.
71
Tabel 6 Pendapat responden tentang daging qurban diambil langsung oleh penerimanya No
ALTERNATIF JAWABAN
JUMLAH
%
1
SETUJU
16
100
2
TIDAK SETUJU
-
-
16
100
JUMLAH
Dari kedua tabel di atas terdapat persamaan persepsi antara masyarakat Pondok Sungai Durian dengan Pondok Gelang Mas tentang pendapat responden mengambil langsung daging qurban yang menjadi haknya.
Tabel 7 Persepsi responden daging qurban yang tidak dijemput oleh penerima No
ALTERNATIF JAWABAN
JUMLAH
%
1
TIDAK DIANTAR
21
88
2
SEBAIKNYA DIANTAR
3
12
24
100
JUMLAH
Dalam table 7 Pondok Sungai Durian mencatatkan setuju 3(12%) dan tidak setuju 21(88%). Kelewatan tersebut mungkin berpunca dari kondisi semasa upacara sembelihan yang kalut, kerana orang ramai yang berada di lokasi mengakibatkan kelewatan berlaku.
72
Daripada alasan yang dinyatakan bahwa orang yang tidak dijemput juga turut menerima daging qurban, ini adalah untuk membantu mereka yang memerlukan yaitu mereka yang miskin dan golongan yang berhak menerima daging qurban.2
Tabel 8 Persepsi responden daging qurban yang tidak dijemput oleh penerima
No
ALTERNATIF JAWABAN
JUMLAH
%
1
TIDAK DIANTAR
-
-
2
SEBAIKNYA DIANTAR
16
100
16
100
JUMLAH
Tabel 8 menunjukkan pembagian qurban. Bagi Pondok Gelang Mas pula 16(100%) sangat tidak setuju. Ini menunjukkan bahwa Pondok Gelang Mas mempunyai sistem pendistribusian yang lebih tersusun daripada Pondok Sungai Durian, mungkin disebabkan bilangan populasi yang tidak begitu ramai jika dibandingkan dengan Pondok Sungai Durian.
2
Ismail Abdul Rahman, Pengurus Pondok Sungai Durian, Wawancara pada 2 Augustus 2010.
73
Tabel 9 Keadilan dalam membagi daging yang bagus dan yang tidak bagus No
ALTERNATIF JAWABAN
JUMLAH
%
1
ADIL
3
13
2
TIDAK ADIL
21
87
24
100
JUMLAH
Dalam table 9 Pondok Sungai Durian mencatatkan adil sebanyak 3(13%) orang manakala tidak adil 21(87%) orang. Adalah jelas bahwa penerima tidak mempertikaikan pembagian yang dilakukan.
Tabel 10 Keadilan dalam membagi daging yang bagus dan yang tidak bagus No
ALTERNATIF JAWABAN
JUMLAH
%
1
ADIL
16
100
2
TIDAK ADIL
-
-
16
100
JUMLAH
Tabel 10 menunjukkan Pondok Gelang Mas mencatatkan adil sebanyak 16(100%). Ini menunjukkan bahwa responden dan juga penduduk sekitar tidak mempertikaikan pendistribusian daging qurban.
74
Tabel 11 Pendistribusian daging yang bagus No
ALTERNATIF JAWABAN
JUMLAH
%
1
AHLI JAWATAN KUASA
24
100
2
MASYARAKAT AWAM
-
100
24
100
JUMLAH
Dalam table 11 Pondok Sungai Durian mencatatkan ahli jawatankuasa mendapat pembagian daging yang bagus sebanyak 24(100%) dan masyarakat awam 0(0%).
Tabel 12 Daging qurban untuk orang yang datang ke masjid sahaja No
ALTERNATIF JAWABAN
JUMLAH
%
1
AHLI JAWATAN KUASA
-
-
2
MASYARAKAT AWAM
16
100
16
100
JUMLAH
Tabel 12 menunjukkan ahli jawatan kuasa tidak setuju 0(0%) dan masyarakat awam setuju 16(100%) bagi Pondok Gelang Mas. Ini menunjukan orang yang tidak datang ke masjid tidak semestinya tidak mendapat daging qurban.
75
Dianalisa dari kedua tabel data dapat difahami bahwa daging-daging yang bagus diberikan kepada ahli jawatan kuasa sedangkan daging yang kurang bagus diberikan kepada masyarakat awam.
Tabel 13 Persepsi responden terhadap daging qurban yang didistribusikan di luar Pondok Sungai Durian No
ALTERNATIF JAWABAN
JUMLAH
%
1
SETUJU
24
100
2
TIDAK SETUJU
-
-
24
100
JUMLAH
Dalam tabel 13 Pondok Sungai Durian mencatatkan setuju 24(100%), tidak setuju 0(0%). Adalah jelas menunjukkan bahwa orang luar juga menerima pembagian qurban yang dilakukan di pondok ini.
Tabel 14 Persepsi responden terhadap daging qurban yang didistribusikan di luar Pondok Gelang Mas No
ALTERNATIF JAWABAN
JUMLAH
%
1
SETUJU
16
100
2
TIDAK SETUJU
-
-
16
100
JUMLAH
76
Tabel 14 menunjukkan pembagian untuk luar daerah. Pondok Gelang Mas pula mencatatkan setuju sebanyak 16 (100%) dan 0(0%) tidak setuju. Adalah tidak menjadi masalah kerana daing qurban daripada kedua-dua pondok ini turut dihantar ke luar daerah.
B.
Alasan Pendistribusian daging Qurban
Berdasarkan jawapan daripada responden didapati ada yang bersetuju bahwa daging qurban dibagikan sama rata. Alasannya karena keadilan, yaitu keadilan sememangnya dituntut dalam Islam. 3 Justru untuk mengelakkan daripada mendapat dosa akibat ketidakadilan pembagian maka pembagian sama rata dilakukan.4 Merujuk kepada pembagian qurban yang lewat dihantar. Tidak sepatutnya berlaku karena ianya akan menjejaskan mutu daging tersebut dan mungkin cepat busuk lantas berlaku pembaziran. Pembaziran daging korban. Di mana terdapat daging korban yang lambat diagih-agihkan menyebabkan daging tersebut menjadi busuk. Di samping sikap sebahagain daripada kita yang terlalu tamak menghimpunkan daging korban, tetapi akhirnya menjadi busuk dan rosak, apabila ruang peti Es rumah kita tidak mampu memuatkan semua daging korban yang kita bawa pulang. 3
Ustaz Mohd Firdaus Abd. Rashid. Ahli jawatankuasa Pondok Sungai Durian. Wawancara pada 13 Ogos 2010. 4 Ustaz Ismail Abdul Rahman. Pengurus Pondok Sungai Durian. Wawancara pada 2 Ogos 2010.
77
Daging qurban untuk orang yang datang ke mesjid ianya tidak menjadi masalah kepada kedua pondok tersebut karena sememangnya kedua pondok itu mengikut hukum syarak. Kedatangan ke mesjid, ke surau atau ke tempat sembelihan, semata-mata untuk mendapatkan bagian dari pembahagian daging korban, namun begitu tidak mensyukuri nikmat Allah setelah memakan dan menikmati daging korban tersebut, dengan cara melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Malah ada di antara mereka yang tidak pernah menjejakkan kaki ke surau dan ke masjid atau bermuamalah dengan penduduk setempat. Ini menjadi tugas kedua pondok untuk membetulkan persepsi masyarakat yang salah itu.5 Tentang pembagian alat sulit maka hendaklah dilakukan secara berhatihati. Begitu juga dalam masalah pembahagian daging korban. Masih ada amalan di mana daging yang telah dikorbankan dibahagi kepada tujuh bahagian, manakala bahagian tertentu (biasanya kepala, bahagian rusuk, batang pinang) diperuntukkan atau dikhususkan kepada tukang sembelih sebagai upah. Tindakan ini sama sekali tidak dibenarkan, kerana setiap bahagian daging korban adalah sedekah dan sedekah sama sekali tidak boleh dijadikan sebagi upah. Sekiranya kita masih ingin memberikan upah kepada tukang sembelih, pihak yang berkongsi korban, boleh membayar lebih sedikit daripada harga sebenar binatang korban dan menyerahkan lebihan wang tersebut kepada tukang sembelih. Walau bagaimanapun pemberian kepada penyembelih dari bahagian kurban dibolehkan sekiranya ia diberikan bukan di atas dasar upah. 5
Ibid
78
Perkara ini dapat diukur dengan diandaikan sekiranya penyembelih atau pelapah tidak melakukan kerja-kerja tersebut pun sememangnya bahagian tersebut ingin diberikan kepadanya. Sebaliknya jika diandaikan jika tidak kerana kerja yang dilakukan maka sudah tentu dia tidak memperolehi bahagian tersebut, maka ini dianggap sebagai upah. Ia merosakkan kurban.
Ini seperti memberikan kepada penyembelih di atas dasar kemiskinan atau persahabatan yang sekirannya tanpa kerja yang telah dilakukan pun dia tetap akan diberikan. Dalam contoh yang lain,6 diberikan kepada penyembelih atau pelapah atau petugas upah mereka dalam bentuk wang umpamanya, kemudian ketika dibahagi-bahagikan daging kepada orangramai maka turut diberikan kepada penyembelih atau pelapah atas dasar pemberian biasa, setelah mereka memperolehi upah yang sebenar dalam bentuk wang. Perkara seperti ini tentulah dibolehkan kerana pemberian itu tidak lagi di atas dasar upah dari bahagian kurban kerana upah yang sebenar telah mereka perolehi.
C.
Analisis
1.
Pola Pembagian Daging Qurban Pembagian daging qurban dikedua Pondok yaitu Pondok Sungai Durian
maupun di Pondok Gelang Mas dilakukan sama rata karena adanya prinsip keadilan yaitu selari dengan Islam yang menekankan sifat adil.
6
Ibid
79
Pembagian daging kurban dilakukan sama rata terhadap orang miskin dan pelajar juga dilakukan sama rata. Dalam Islam qurban dimaksudkan untuk menggembirakan kaum fakir miskin sebagaimana di hari Idul Fitri mereka digembirakan dengan zakat fitrah. Manakala pelajar pula mereka adsalah golongan yang berjihad dijalan Allah yaitu menuntut ilmu dan perlukan pertolongan serta kerjasama dari semua masyarakat, jadi mereka adalah golongan yang lebih memerlukan. Apabila kita memperkatakan tentang peranan kerjasama maka sudah pasti kita dapat menggambarkan bahawa ia merupakan suatu yang amat penting dalam pembentukan sesebuah masyarakat. Keadaan ini jelas dapat dilihat daripada perkembangan masyarakat Islam pada zaman Rasulullah s.a.w sehinggalah ke han ini. Pengertian kerjasama secara umumnya ialah orang-orang yang bersatu dalam sesuatu pekerjaan yang terdiri daripada dua orang atau lebih untuk tujuan tertentu, untuk menghasilkan pengeluaran dan mengagihkannya. Mereka ini saling tolong-menolong antara satu sama lain untuk membentuk kesatuan yang kukuh. Tetapi hanya terhad kepada bidang ekonomi sahaja. Untuk membentuk sebuah masyarakat yang berasaskan prinsip-prinsip Islam maka ia memerlukan kerjasama yang betul-betul padu dan kukuh antara ahli masyarakat tersebut. Tidak ada kerjasama yang lebih baik melainkan dengan iman yang kukuh untuk menuju kepada keredaan Allah semata-mata. Kerjasama ini melibatkan seluruh aspek kehidupan sama ada dari segi jasmani dan rohani. Dalam proses pembentukan ini pengorbanan memainkan peranan
80
yang penting tanpa pengorbanan proses ini tidak dapat mencapai ke tahap yang diingini. Pengorbanan ini termasuklah dalam bentuk material dan spiritual.
Pembagian daging hewan qurban baik di Pondok Sungai Durian maupun di Pondok Gelang Mas tidak jauh berbeda yakni dibagi ke dalam dua bentuk, yaitu: (1) untuk orang yang berqurban, dan (2) untuk dibagi-bagikan kepada orang yang berhak rnenerimanya. Pembagian seperti ini dibenarkan dalam Islam sesuai dengan firman Allah SWT. dalam surah al-Hajj ayat 36 berikut ini.
Artinya: Dan Kami jadikan unta (yang dihadiahkan kepada fakir miskin Makkah itu) sebahagian dari Syiar ugama Allah untuk kamu; pada menyembelih unta Yang tersebut ada kebaikan bagi kamu; oleh itu sebutlah nama Allah (semasa menyembelihnya) ketika ia berdiri di atas tiga kakinya maka apabila ia tumbang (serta putus nyawanya), makanlah sebahagian daripadanya, dan berilah (bahagian Yang lain) kepada orang-orang Yang tidak meminta dan Yang meminta. Demikianlah Kami mudahkan Dia untuk kamu (menguasainya dan menyembelihnya) supaya kamu bersyukur. 7
7
Shaikh ‘Abdullah Basmeih (2001), Tafsir Pimpinan al Rahman kepada Pengertian al- Quran, c.12. Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (Jakim) Pusat Islam Malaysia, h.849.
81
2.
Terjadi perbedaan praktek antara Pondok Sungai Durian dan Pondok Gelang Mas Pondok Sungai Durian dalam hal memberikan daging hewan qurban
kepada orang yang berqurban. Di Pondok Sungai Durian
orang yang
berqurban mutlak mendapatkan daging qurban sama dengan orang selainnya yang juga berhak menerima daging qurhan. Namun di masjid Pondok Gelang Mas, orang yang berqurban baru memperoieh daging hewan qurban apabila mencukupi, dalarn arti diutamakan pemberian daing qurban kepada orang yang berhak menerimá daging qurban selain orang yang berqurban. Menurut analisis penulis dalam masalah ini, praktek yang tepat adalah yang dilakukan di Pondok Gelang Mas, karena berdasarkan surat al-hajj ayat 36 di atas disebutkan bahwa orang yang berqurban berhak rnenerima daging qurban. Sedangkan alasan pengurus dan jama’ah masjid Pondok Sungai Durian yang lebih mengutamakan pemberian daging qurban kepada orang yang berhak menerima selain orang yang berqurban, menurut penulis alasannya kurang tepat, karena hanya berdasarkan nilai-nilai sosial, yakni mengutamakan orang yang kurang mampu, sedangkan penggaian ayat “makanlah sebagiannya” merupakan anjuran Allah yang mutlak harus dipatuhi oleh orang yang berqurban, karena dibalik itu pasti terdapat hikmah yang sudah menjadi sunnatullah. Dalam hal menjual daging qurban atau pembagian khusus untuk sipenyembelih umpamanya bagi Pondok Sungai Durian dan Pondok Gelang Mas, menurut Abu Hanifah yang dimaksud dengan larangan menjual pada hadits di bawah adalah larangan menjual bagian atau juzu’ yang dapat
82
dimanfaatkan dengan bendanya serta benda itu masih dalam keadaan utuh. Jadi jika menjual karena tidak mungkin dibagikan atau dimanfaatkan, maka hal tersebut tidak lagi menempati arti larangan menjual yang terdapat dalam hadits.
Dalil terlarangnya hal ini adalah hadits Abu Sa’id, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:8
ُﻣَﻦْ ﺑَﺎ َع ﺟِ ْﻠ َﺪ أُﺿْ ﺤِ ﯿﱠﺘِ ِﮫ ﻓَﻼَ أُﺿْ ﺤِ ﯿﱠﺔَ ﻟَﮫ “Barangsiapa menjual kulit hasil sembelihan qurban, maka tidak ada qurban baginya.” Maksudnya, ibadah qurbannya tidak ada nilainya. 9 Larangan menjual hasil sembelihan qurban adalah pendapat para Imam Asy Syafi’i dan Imam Ahmad. Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Binatang qurban termasuk nusuk (hewan yang disembelih untuk mendekatkan diri pada Allah). Hasil sembelihannya boleh dimakan, boleh diberikan kepada orang lain dan boleh disimpan. Aku tidak menjual sesuatu dari hasil sembelihan qurban (seperti daging atau kulitnya, pen). Barter antara hasil sembelihan qurban dengan barang lainnya termasuk jual beli.”10
Selain itu Abu Hanifah juga mendasarkan pendapatnya tentang kebolehan menjual bagian yang tidak bisa dibagi-bagikan atau tidak dimanfaatkan adalah dengan pertimangan kernashlahatan, maksudnya menjual
8
HR. Al Hakim. Beliau mengatakan bahwa hadits ini shahih. Adz Dzahabi mengatakan bahwa dalam hadits ini terdapat Ibnu ‘Ayas yang didho’ifkan oleh Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1088. 9 Abi AbdilIah Muhammad bin Yazid, Sunan, Ibnu Majah, (Istambul: Dar aI-Sahnun, 1992), Jilid II, h, 1054 10 Abul Hasan Musthofa bin Isma’il As Sulaimani , Tanwirul ‘Ainain bi Ahkamil Adhohi wal ‘Idain, Maktabah Al Furqon, cetakan pertama, 1999, hal. 373
83
itu boleh dilakukan untuk mendayagunakan hak milik, dan suatu upaya mensejahterakan penerimanya.11
Dalam prakteknya di Pondok Sungai Durian dan Pondok Gelang Mas, didapati Pondok Gelang Mas respondenya lebih menurut syariat Islam dibandingkan dengan Pondok Sungai Durian karena terdapat responden Pondok Sungai Durian yang bersetuju bagian tertentu daging qurban adalah untuk orang yang tertentu. Dalam hal agihan Qurban di bahagi sama rata, terdapat sedikit perbedaan antara Pondok Sungai Durian dan Pondok Gelang Mas. Pondok Sungai Durian mencatatkan ada yang tidak setuju dengan pembagian tersebut. Ini jelas bertentangan dengan syariat Islam. Orang yang berqurban disunnahkan12 untuk memakan dagingnya, membagikannya kepada karib kerabat, serta menyedekahkannya kepada orangorang fakir, sebagaimana sabda Rasulullah saw:13
ﻓﻜﻠﻮ ا وأطﻌﻤﻮا وادﺧﺮو ”Makanlah oleh kalian, bagikanlah dan simpanlah.” (HR. Bukhari) Para ulama mengatakan bahwa yang paling afdhal adalah memakan sepertiga, bersedekah sepertiga dan menyimpan sepertiga. Daging Qurban ini boleh dibawa ke negara lain akan tetapi tidak boleh dijual walaupun kulitnya. 11
Syamsuddin Ahmad bin Qadir, Nataij al-Aftar Takmilat al-Fathu al-Qadir, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), JuzIX, h. 518 12 Syeikh Sayyid Sabiq. Fiqh Sunnah, , ter. Al-Fath Lil ‘ilam al-‘Arabi, Kaherah, Mesir (1411/1412H). Hal. 466 13 (Hadith riwayat Al-Bukhari: 5569 dari Salamah bin Al-Akwa’ Radhiyallahu ‘anhu. Diriwayatkan oleh Muslim: 1973, Ahmad: 11149, 20199 dari Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu)
84
Tidak dibolehkan memberikan dagingnya kepada tukang potong sebagai upah karena ia berhak menerima upah lain sebagai imbalan kerja. Orang yang berkurban boleh bersedekah dengan daging tersebut dan juga boleh mengambil dagingnya untuk dimanfaatkannya.
Sementara itu Abu Hanifah berpendapat bahwa mereka boleh menjual kulitnya dan menyedekahkan hasilnya atau membelikan barang yang bermanfaat untuk keluarga di rumahnya.14
Daging qurban dapat diberikan sebagian untuk yang berqurban, sebagian untuk dihadiahkan, dan sebagian kepada fakir miskin. Daging qurban tidak boleh diberikan sebagai upah kepada yang menyembelih.
Ibadah qurban jika dilihat dari kedua pondok tersebut, maka satu kesimpulan dapat dibuat yaitu pembagian qurban diutamakan kepada fakir miskin. Semua responden bersetuju bahwa keutamaan qurban adalah untuk golongan yang miskin. Ini sesuai dengan keadaan dan pengajian peserta qurban di kedua pondok tersebut, maknanya responden betul-betul mengikut syariat Islam dalam pembagian daging qurban.
14
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah (Fiqhus Sunnah). Jilid 13. Cetakan Kedelapan. Terjemahan oleh Kamaluddin A. Marzuki. Bandung : Al Ma’arif. 1987, Hal.379
85
3.
Tinjauan Menurut Hukum Islam
Fenomena yang terjadi kedua-dua pondok tersebut, kurban untuk menggembirakan fakir miskin, daging kurban dibagikan kepada semua warga sama ada fakir miskin, pelajar dan lain-lainnya dibagikan sama rata.
Padahal, dalam QS Al-Hajj 28 disebutkan dengan sangat jelas,
Artinya: "Supaya mereka menyaksikan berbagai perkara Yang mendatangkan faedah kepada mereka serta memperingati dan menyebut nama Allah, pada hari-hari Yang tertentu, kerana pengurniaanNya kepada mereka Dengan binatang-binatang ternak (untuk dijadikan korban); Dengan Yang demikian makanlah kamu dari (daging) binatang-binatang korban itu dan berilah makan kepada orang Yang susah, Yang fakir miskin.15 Dalam suatu hadist, disebutkan bahwa shohibul kurban berhak mendapat 1/3 bagian. Namun, karena kurban adalah soal keikhlasan dan shohibul kurban sehari-harinya (dianggap) sudah terbiasa makan daging, maka alangkah baiknya bila seluruh daging kurban diserahkan saja kepada fakir miskin.
Seperti sudah ditulis di atas, QS Al-Hajj 28 menyatakan bahwa orang yang berhak memakan daging kurban hanya fakir miskin dan orang yang 15
Ibid, Sheikh Abdullah Basmeikh, h. 846
86
berkurban. Panitia tidak mendapat hak atas daging kurban. Bandingkan dengan zakat.
Karenanya, alangkah lebih baik bila panitia, penyembelih, dan pengurus yang terlibat dalam kegiatan tersebut tidak meminta bayaran karena semua merupakan hak fakir miskin. Bagian panitia bisa saja diambilkan dari bagian shohibul, tetapi dengan ijin. Atau, saweran saja di antara para shohibul untuk memberi “uang lelah” kepada panitia.
Berdasarkan ayat 28 dan 36 surah al-Haj semua mazhab fiqh berpendapat daging korban hendaklah diberi makan kepada fakir miskin setelah
dimasak
atau
diagihkan
mentah-mentah.
Mazhab
Hanafi
menggalakkan daging korban dibahagikan kepada tiga bahagian, sebahagian untuk tuan punya korban, sebahagian lagi dihadiahkan kepada keluarga dan orang kaya dan bahagian yang ketiga disedekahkan kepada fakir miskin. Mazhab Maliki hanya menyebut dibahagi tiga dengan tidak menentukan kadar setiap bahagian. Yang mungkin menjadi isu ialah bahagian tuan punya korban dan bahagian untuk keluarga dan orang kaya. Projek ini akan mengakibatkan tuan korban, kerabat dan orang kaya tidak akan mendapat bahagian mereka. Dengan itu kepentingan mereka terabai. Namun demikian usaha mengangkat taraf hidup golongan fakir miskin lebih penting berbanding kepentingan tuan korban, kerabat dan orang kaya. Lebih baik dan lebih mendatangkan faedah daging itu diberikan kesemuanya kepada mereka melalui skim bantuan yang dihasilkan oleh projek ini. Kepentingan tuan korban, keluarga dan orang kaya
87
tidak sedikitpun akan terjejas sekiranya tidak menerima bahagian mereka. Mungkin timbul isu pengagihan daging korban sebagai satu pemangkin kepada silaturahim dalam masyarakat. Namun jika dibandingkan kepentingan mengangkat taraf kehidupan golongan fakir miskin dengan kepentingan memperirat
silatulrahim
melalui
ibadat
korban
ternyata
kepentingan
mengangkat taraf hidup golongan miskin lebih utama. Banyak cara lain selain mengagihkan daging korban untuk mengiratkan silatulrahim. Tidak mengambil bahagian dan menyerahkannya kepada fakir miskin merupakan satu bentuk pengorbanan lain. Daripada apa yang dinyatakan maka satu kesimpulan dapat dibuat, yaitu sama ada golongan fakir miskin, pelajar masyarakat semuanya berhak menerima pembagian daging qurban mengikut keperluan masing-masing yaitu fakir miskin karena kemiskinan dan tidak mampu, pelajar pula orang yang sedang menuntut ilmu dan masih tidak bekerja.
15
A.
Kesimpulan
1. Pola pendistribusian daging qurban di Pondok Gelang Mas adalah lebih teratur dan menepati kehendak syarak karena bilangan penghuni pondok dan orang yang melakukan ibadah qurban sedikit bilangannya dan senag dikendalikan karena tidak terlalu menjadi tumpuan ramai. Sedangkan di Pondok Sungai Durian walaupun mempunyai pengurusan yang agak cekap tetapi pendistribusian menjadi tidak lancar karena terlalu ramai orang yang berkunjung ke pondok tersebut, menyebabkan urusan menjadi tidak lancar. 2. Alasan masyarakat pondok Gelang Mas mendistribusi dagi qurban. Masyarakat di pondok ini tidak terlalu kaget karena urusan pembagian menjadi teratur dan mereka mempunyai kerjasama erat yaitu penduduk saling membantu pengurusan pondok dalam mendistribusi daging qurban. Sedangkan di Pondok Sungai Durian kondisi sedemikian tidak berlaku karena tumpuan orang ramai di pondok tersebut tidak dapat dielakkan karena lokasi yang strategik dan berada di kawasan padat populasinya. 3. Analisa hukum Islam terhadap pola pendistribusian daging qurban di Pondok Gelang Mas adalah lebih praktikal dan lebih menurut hukum syarak karena di Pondok Gelang Mas tidak berlaku kelewatan dalam agihan daging qurban yang mengakibatkan pembaziran manakala di Pondok Sungai Durian berlaku kelewatan dalam agihan daging qurban langsung akan membawa kepada pembaziran yaitu dikhuatiri daging yang lewat itu akan berbau busuk dan terbuang begitu saja dan ini sememangnya tidak disukai oleh ajaran Islam.
16
B.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian maka penulis menyarankan: 1. Diharapkan daging qurban yang didistribusikan diterima oleh masyarakat dalam keadaan masih segar 2. Keseragaman pendistribusian perlu dilakukan oleh pehak berkuasa yaitu dari Perbadanan Pondok Berhad yang menjadi penaung kepada pondok-pondok yang ada di negeri Kelantan. Ini untuk mengelakkan dari berlaku kondisi yang tidak teratur daripada jawatankuasa pondok apabila tiba hari qurban. 3. Tiada keistimewaan kepada golongan tertentu untuk pendistribusian daging qurban supaya persepsi masyarakat lebih baik dan tidak curiga terhadap masyarakat pondok dan untuk mengelakkan dari mendapat complain dari orang ramai mengenai agihan.Seharusnya kita boleh ambil pengajaran seperti kisah Nabi Ibrahim. Lebih dari itu, kisah tersebut sebenarnya juga mengajarkan kita akan keluarga yang sakinah. Ibrahim mendapat ujian dari Allah s.w.t, namun mau berkomunikasi dan meminta pendapat dengan anak dan istrinya. Di sisi lain, anak dan istrinya menghormati dan mendukung keputusan ayahnya, sehingga terjalin sinergi yang apit dalam keluarga tersebut.
91
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Basmeikh, Tafsir Pimpinan al-Rahman, Cetakan Keenam, 1988. Kuala Lumpur: Bahagian Hal Ehwal Islam, Jabatan Perdana Menteri. Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ’ala Mazahib al-ba‘ah, Juz 1, Dar alFikr, t.th., Beirut. Abdurrahman. (1990). Hukum Qurban, ‘Aqiqah, dan Sembelihan. Cetakan Pertama. Bandung : Sinar Baru. Al Albany ,Sunan Ibni Majah, Juz. 7, Al Maktabah Asy Syamilah, t.th. Abi Abdillah Muhammad bin Yazid, Sunan Ibnu Majah, Jilid 11, Dar a1-Sahnun, 1992, Istanbul. Abi Bakar bin Mas’ud al-Kasani, Badai’ al-Sanaii’, Juz V, Dar al-Fikr, t.th., Beirut. Abul Hasan Musthofa bin Isma’il As Sulaimani, Tanwirul ‘Ainain bi Ahkamil Adhohi wal ‘Idain, Maktabah Al Furqon, cetakan pertama, 1999 Ahmad Mustafa al-Maraghi (1970). Tafsir al-Maraghi, Mesir: Baby Al-Halaby,. Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal. Masa'il al-Imam Ahmad. Revised by Fadl al-Rahman Din Muhammad. Delhi: al-Dar al-`Ilmiyyah Publishers, 1st Edition, 1988. Ahmad Warson Munawwir (1997). Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia. Surabaya: Pustaka Progresif. Al-Hanafiy, Nur al-Din Muhammad ibn `Abd al-Hadi (died in AH 1138). Hashiyat al-Sindiy `Ala'l-Nassa'iy. (Printed with Sunan al-Nassa'iy). 8 volumes. Revised by `Abd al-Fattah. Beirut: Dar al-Kutub al-`Ilmiyyah Publishers, 2nd Edition, AH 1406. Al-Jabari, Abdul Muta’al. (1994). Cara Berkurban (Al Udh-hiyah Ahkamuha wa Falsafatuha At Tarbawiyah). Terjemahan oleh Ainul Haris. Cetakan Pertama. Jakarta: Gema Insani Press. Al Nawawie, Majimu’ Syarhu Al Muhadzdzab, tahqiq Muhammad Najieb A Muthi’ie, tanpa cetakan dan tahun, Daar Ihya’ Al Turats Al Arabie
92
A1-Nawawiy, Syarah Shahih Muslim, Juz XII al-Tabaqat aI-.Maktabah, t.th, Mesir. A1-Nawawiy, al-Majmu’ Syarah al-Muhazzab, Jux XIII, Maktabah alIrsyad, t.th., Jeddah. Al-Nawawiy, al-Majmu’ Syarah al-Muhazzab, (Jeddah: Maktabah al Irsyad, t.th.) Anis, Ibrahim et.al. (1972). Al Mu’jam Al Wasith. Kairo: Tanpa Penerbit. Dep. Haji dan Wakaf Saudi Arabia, Al.Qur ‘an dan Terjemahnya, (Madinah: Komplek Percetakan Al-Haramain Asy Syarifain Raja Fahd, 1413 H) Depdikbud RI. (1998). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. H. A. Rasyidi, Aserani Kurdi (2007). Tuntunan Ringkas Ibadah Qurban. Lembaga Pengembangan Da’wah Tertulis (LPDT) : Tanjung Tabalong. Hal. 1. Ibn Hajar al-`Asqalaniy, Ahmad ibn `Ali ibn Muhammad ibn Hajar (died in AH 852). Al-Wuquf `Ala Ma Fi Sahih Muslim Min al-Mawquf. Revised by `Abdullah al-Laythiy al-Ansariy. Beirut: al-Thaqafah Foundation, 1st Edition, AH 1406. Ibnu Katsier, Tafsir al- Qur‘an al- ‘Adzim, Juz III, Dar al-Kutub al’Arabiyah,Baby al-Halaby, t.th., tt. Ibn Qayyim al-Jauziyyah (1991). Zaadut Tajsiir Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah Imam Abi Abdullah bin Idris al-Syafi’i, al-Umm, Juz II, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1993, Beirut. Ismail Ali (2008). Panduan Korban Dan Akikah. Kuala Lumpur: Al Hidayah Publications. Latief Rousydy, Qurban dan Aqiqah Menurut Sunnah Rasulullah SAW, (Jakarta: Offset Rimbow, t,th) Mat Dawam, M. Noor. (1984). Pelaksanaan Qurban dalam Hukum Islam. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Yayasan Bina Karier.
93
Muhammad Ali Asy-Syaukaniy, Nail al-Authar, Juz V.Dar al-Fikir, t.th., Beirut. Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, tahqiq Sayyid Abbas bin Ali Al Julaimi, Tahdzib Sunan Abi Daud 2/537, Taqrib Al Tadmuriyah, cetakan pertama tahun 1413H, Maktabah Al Sunnah, Mesir. Muhammad Idris al-Marbawi, Qamus Idris al-Marbawy, Juz II, Dar alUlum Al-’ilmiyah, t.th., tt. Rifa’i, Moh. et.al.. Terjemah Khulashah Kifayatul Akhyar, Semarang , Toha Putra, 1978 Rasjid, H.Sulaiman. (1990). Fiqh Islam. Cetakan Kedua puluh tiga. Bandung: Sinar Sayid Sabiq (1931). Fiqh Sunnah. Cetakan 1. Bandung: Pt. Al-Ma’arif. Sayid Sabiq (2009) Fiqh Sunnah. Terj. Cetakan 1. Kuala Lumpur: Al Hidayah Publications. Sayyid Sabiq. (1987). Fiqh Sunnah, , ter. Al-Fath Lil ‘ilam al-‘Arabi, Kaherah, Mesir (1411/1412H). Suharsimi Arikunto (1993). Prosedur Penelitian, cet. ke-,9 Jakarta: Rineka Cipta. Yusuf Qardawy, Hadyu al-Islam al-Fatawa al-Muasirah, terjemahan As’ad Yasin: Fatwa-fatwa Kontemporer, Jakarta: Gema Insani. Yunus, Mahmud. 1936. Al Fiqh Al Wadhih. Juz III. Jakarta: Maktabah Sa’adiyah Putera.