PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS AUTISTIK DI SEKOLAH INKLUSI SDN SUMBERSARI 1 MALANG
SKRIPSI
Oleh : DEWI IMROATUL AZIZAH 04120003
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG April 2009
PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS AUTISTIK DI SEKOLAH INKLUSI SDN SUMBERSARI 1 MALANG
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Malang Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Strata Satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh : DEWI IMROATUL AZIZAH 04120003
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG April, 2009
HALAMAN PERSETUJUAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS AUTISTIK DI SEKOLAH INKLUSI SDN SUMBERSARI 1 MALANG
SKRIPSI
Oleh: DEWI IMROATUL AZIZAH 04120003
Telah Disetujui Pada Tanggal 27 Maret 2009
Oleh Dosen Pembimbing,
Hj. Rahmawati Baharuddin, MA. NIP. 150 318 021
Mengetahui, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
Drs. Moh. Padil, M.Pd.I NIP. 150 267 235
PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS AUTISTIK DI SEKOLAH INKLUSI SDN SUMBERSARI 1 MALANG SKRIPSI Dipersiapkan dan disusun oleh Dewi Imroatul Azizah (04120003) telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 13 April 2009 dengan nilai A dan telah dinyatakan diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada tanggal:13 April 2009
Panitia Ujian
Tanda Tangan
Ketua Sidang Hj. Rahmawati Baharuddin, MA. NIP. 150 318 021
:
Sekretaris Sidang Dra. Hj. Siti Annijat, M.Pd. NIP. 131 121 923
:
Pembimbing, Hj. Rahmawati Baharuddin, MA. NIP. 150 318 021
:
Penguji, Dr. Nur Ali, M.Pd. NIP. 150 321 635
:
Mengesahkan, Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Malang
Prof. Dr. H.M Djunaidi Ghony NIP. 150 042 031
PERSEMBAHAN
Skripsi ini äku persembahkan untuk yang selalu hidup dalam jiwakü: Allah swt yang telah membuka hati & pikirankü, memberikan kemudahan & kelancaran. Baginda Nabi Muhammad yang selalu küharap syafa atnya.
Bapak dan Ibukü yang tanpa kenal lelah memberikan kasih sayang & motivasi demi keberhasilankü. Saudarikü (mbak ilul) yang selalu memberi motivasi & dukungan. Keponakankü BåBå,semoga Allah memberikan masa depan yang cerah.
Sobatkü Luluk Hied (almh), Semoga engkau mendapatkan tempat yang lapang di sisi-Nya. Arek-arek al Ghazaly 3 04 (dantee, dinda, lia, ila & yayuk) & Akhwati SeCa of Maganema, jerih payah kita dalam belajar sungguh tidak sia-sia. Sobat-sobatkü transferan dari D-2, akhirnya kita lulus juga !!
Seluruh asatidz & ustadzat yang telah memberikan ilmunya kepadakü. Dosen pembimbing (bu Rahma) yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan. Jazakumullah khaira jaza
MOTTO
Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. Ali Imran: 139)
Hj. Rahmawati Baharuddin, MA Dosen Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang NOTA DINAS PEMBIMBING
Hal : Skripsi Dewi Imroatul Azizah Lamp : 4 (empat) Eksemplar
Malang, 27 Maret 2009
Kepada Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Malang Di Malang Assalamu alaikum Wr. Wb. Sesudah melakukan beberapa kali bimbingan, baik dari segi isi, bahasa maupun teknik penulisan, dan setelah membaca skripsi mahasiswa tersebut di bawah ini: Nama
: Dewi Imroatul Azizah
NIM
: 04120003
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam (PAI)
Judul Skripsi : Pelaksanaan Pedidikan Agama Islam Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Autistik Di Sekolah Inklusi SDN Sumbersari 1 Malang Maka selaku pembimbing, kami berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah layak diajukan untuk diujikan. Demikian, mohon dimaklumi adanya. Wassalamu alaikum Wr. Wb.
Pembimbing,
Hj. Rahmawati Baharuddin, MA NIP. 150 318 021
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan, bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, 27 Maret 2009
Dewi Imroatul Azizah
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt, tempat memohon pertolongan dan ampunan, tempat berlindung dari segala kejahatan diri dan keburukan amal perbuatan. Barangsiapa diberi petunjuk oleh-Nya, maka tidak akan ada yang mampu menyesatkan dan barangsiapa disesatkan-Nya, maka tidak ada yang mampu memberi petunjuk. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad yang telah diutus untuk membawa risalah dan membebaskan umat Islam dari belenggu kebodohan. Dalam penulisan skripsi ini, banyak pihak yang telah berjasa dan senantiasa memberikan dukungan, bimbingan, arahan, dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak dan Ibuku tercinta yang telah memberikan dukungan moril dan materiil selama menuntut ilmu. 2. Bapak Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, selaku rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. 3. Bapak Prof. Dr. H. M. Djunaidi Ghony, selaku dekan Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. 4. Bapak Drs. Moh. Padil M.Pd, selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.
5. Hj. Rahmawati Baharuddin, MA., selaku dosen pembimbing yang telah mencurahkan semua pikiran dan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan bagi penulisan skripsi ini. 6. Semua guru-guru dan dosen-dosenku yang telah memberikan ilmunya untuk bekal di masa depanku. 7. Ibu Dra. Anita Rosemaria selaku kepala SD Negeri Sumbersari 1 Malang yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian. 8. Kakak-kakak dan keponakanku yang selalu memberikan motivasi. 9. Segenap teman-teman dan semua pihak yang telah banyak memberikan dukungan. Tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini melainkan Dia yang Maha Sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan pada semua pihak untuk memberikan saran dan kritik dalam penulisan skripsi ini. Semoga apa yang kami hasilkan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Malang, 27 Maret 2009
Penulis
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1: Data Guru dan Karyawan SD Negeri Sumbersari 1............................... Tabel 4.2: Data Murid SD Negeri Sumbersari 1 .....................................................
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Surat Izin Penelitian
Lampiran 2
: Surat Rekomendasi
Lampiran 3
: Surat Keterangan
Lampiran 4
: Bukti Konsultasi
Lampiran 5
: Pedoman Interview
Lampiran 6
: Pedoman Observasi
Lampiran 7
: Pedoman Dokumentasi
Lampiran 8
: Profil Sekolah
Lampiran 9
: Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Lampiran 10
: Model Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus
Lampiran 11
: Biodata Mahasiswa
ABSTRAK
Azizah, Dewi Imroatul. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Berkebutuhan khusus Autistik Di Sekolah Inklusi SDN Sumbersari 1. Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Hj. Rahmawati Baharuddin, MA. Kata Kunci: Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam, Sekolah Inklusi Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Dengan adanya pendidikan, manusia dapat berkembang sesuai dengan fitrahnya. Begitu juga dengan anak-anak berkebutuhan khusus, mereka berhak mendapatkan layanan pendidikan sebagaimana yang didapatkan oleh anak-anak normal. Upaya pemerintah dalam menyetarakan hak anak-anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan adalah dengan melakukan kerjasama dengan sekolah umum untuk melaksanakan program pendidikan inklusi. Tujuan program pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus adalah agar mereka dapat bersosialisasi dengan teman-teman yang normal, sehingga dapat membantu mempercepat kesembuhannya. Sedangkan tujuan pendidikan inklusi bagi anak normal adalah agar mereka dapat memahami bahwa di sekitar mereka banyak anak berkebutuhan khusus yang harus dihormati dan disayangi. Pendidikan agama Islam sebagai bagian dari pendidikan, merupakan salah satu bidang studi di lembaga pendidikan umum dengan tujuan membantu anak didik untuk memperoleh kehidupan yang bermakna, sehingga mereka mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, baik secara individu maupun kelompok. Pendidikan agama Islam mengajari anak didik tata cara beribadah untuk mendekatkan diri dengan Tuhan dan tata cara berhubungan dengan sesama manusia, saling menghormati, menghargai dan menyayangi. Berdasarkan hal tersebut, rumusan masalah dalam skripsi ini adalah: (1) Bagaimana konsep pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik sekolah inklusi? (2) Bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi? (3) Apa sajakah faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi? Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) Mengetahui konsep pembelajaran pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi. (2) Mendeskripsikan pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi. (3) Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode observasi, interview dan dokumentasi. Teknik analisis data dengan cara
pengolahan data dan analisis data, sedangkan pengecekan keabsahan data dilakukan dengan ketekunan pengamatan dan triangulasi. Hasil dari penelitian ini adalah (1) Kurikulum pendidikan agama Islam di sekolah inklusi sesuai dengan kurikulum sekolah umum, tetapi sekolah inklusi berhak melakukan modifikasi. Metode dan media pembelajaran yang digunakan disesuaikan dengan materi yang sedang diajarkan, sedangkan evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi proses, post test dan evaluasi akhir semester. (2) Kurikulum pendidikan agama Islam yang digunakan adalah KTSP, metode pembelajaran yang seringkali dipakai adalah cermah, hafalan, tanya jawab, kerja kelompok, demonstrasi dan praktek, sedangkan media pembelajaran yang biasa dipakai adalah media visual. Materi yang diajarkan meliputi Al Quran, aqidah, akhlak, fiqih, dan tarikh. (3) Faktor pendukung: guru yang berkompeten, guru pembimbing khusus dan shadow untuk ABK; penambahan jam pelajaran pendidikan agama Islam; ruang khusus ABK dan permainan yang dapat mengasah otak. Faktor penghambat: konsentrasi dan mood ABK autistik seringkali berubahubah; ABK autistik kebanyakan mengalami lamban belajar dan mudah lupa; banyaknya jumlah ABK dalam satu kelas; shadow yang tidak kooperatif.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Setiap Negara mempunyai landasan dalam kebijakannya. Di Indonesia, landasan itu tertuang dalam undang-undang yang dibakukan dan dibukukan. Dalam mukadimah Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia tahun 1945, para father founding Indonesia menyebutkan: Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial 1 Redaksi pembukaan Undang-Undang Dasar di atas memberikan arti bahwa tolok ukur keberhasilan pemerintah Indonesia paling tidak adalah terwujudnya kesejahteraan umum, kehidupan bangsa yang cerdas dan berperan aktif daam pergaulan internasional guna menciptakan perdamaian. Kesemuanya adalah dalam rangka melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Sebagai anggota UNESCO, Indonesia juga menganut filsafat Education For All, yaitu pendidikan untuk semua. Dalam batang tubuh UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dinyatakan bahwa tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. Begitu juga dalam Undang Undang nomor 4 tahun 1997 pasal 5 disebutkan:
1
Dikutip dari Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (Surabaya: CV Pustaka Agung Harapan), hlm 5.
setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam aspek kehidupan dan penghidupan. Dalam upaya mewujudkan demokratisasi pendidikan di Indonesia, perlu diselaraskan dengan program UNESCO Education for All, hal tersebut perlu didukung oleh lembaga formal, agar pendidikan dapat berjalan secara baik perlu melibatkan masyarakat. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Karena bagaimanapun juga, pendidikan merupakan wahana untuk mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Dengan demikian, dibutuhkan lembaga-lembaga yang mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
No
20
Tahun
2003:
Tujuan
pendidikan
nasional
yaitu
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.2 Begitu pentingnya pendidikan, maka setiap anak berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak tanpa memandang latar belakang agama, suku bangsa, ekonomi dan status sosialnya. Hal ini didasarkan pada UndangUndang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memberikan warna lain dalam penyediaan pendidikan bagi 2
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung: Citra Umbara, 2006), hlm 76.
anak berkelainan. Pada penjelasan pasal 15 tentang pendidikan khusus disebutkan
bahwa:
pendidikan
khusus
merupakan
penyelenggaraan
pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.3 Pasal inilah yang memungkinkan terobosan bentuk pelayanan pendidikan bagi anak berkelainan berupa penyelenggaraan pendidikan inklusi. Secara lebih operasional, hal ini diperkuat dengan Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus. Program pemerintah berupa layanan pendidikan inklusi memungkinkan anak-anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh ilmu pengetahuan di sekolah umum sebagaimana yang diperoleh anak-anak normal. Dalam program tersebut, anak-anak berkebutuhan khusus disekolahkan bersama dengan anak normal di sekolah reguler, sehingga diharapkan anak berkebutuhan khusus memiliki rasa percaya diri dan akhirnya mereka dapat mandiri. Sebaliknya, anak-anak normal akan terdidik dan belajar toleransi antar sesama manusia. Pendidikan inklusi sebenarnya merupakan model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak berkelainan atau berkebutuhan khusus di mana penyelenggaraannya dipadukan bersama anak normal dan bertempat di
3
Ibid, hlm 125.
sekolah umum dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga bersangkutan.4 Melalui pendidikan inklusi, anak berkelainan dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan yang tidak dapat dipisahkan sebagai satu komunitas.5 Oleh karena itu, anak berkelainan perlu diberi kesempatan dan peluang yang sama dengan anak normal untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat. Pendidikan inklusi diharapkan dapat memecahkan salah satu persoalan dalam penanganan pendidikan bagi anak berkelainan selama ini. Karena
tidak mungkin membangun SLB di tiap Kecamatan/Desa sebab
memakan biaya yang sangat mahal dan waktu yang cukup lama. Tujuan lain dari diadakannya pendidikan inklusi adalah untuk memberikan pengertian pada anak didik bahwa dalam kehidupan di dunia ini mereka akan menemui banyak perbedaan yang harus mereka hadapi dan hormati. Selain itu, program ini akan membantu orang tua yang mempunyai anak-anak berkebutuhan khusus untuk lebih memaksimalkan potensinya baik dalam bidang sosial, emosional, fisik, kognitif maupun kemandiriannya dalam lingkungan anak-anak yang beragam. Karakteristik anak berkebutuhan khusus yang diterima di layanan pendidikan inklusi adalah anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunawicara, tunalaras, anak berkesulitan belajar, anak lamban belajar, anak 4
Sukadari, Peran Pendidikan Inklusi Bagi Anak Berkelainan, (www.madina.com, diakses 8 Januari 2009) 5 Mengenal Pendidikan Inklusi, (www.ditplb.or.id, diakses 22 Nopember 2007)
autistik, anak dengan gangguan motorik, anak korban penyalahgunaan narkoba atau anak dengan gabungan dua atau lebih jenis-jenis anak berkebutuhan khusus. Di antara sekian banyak karakteristik tersebut, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang anak berkebutuhan khusus autistik. Pemilihan ini dikarenakan setiap anak berkebutuhan khusus autistik memiliki gangguan yang berbeda, sehingga penanganannyapun harus dibedakan. Anak berkebutuhan khusus autistik adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan dalam komunikasi, interaksi sosial dan perilaku. Autisme sendiri sangat banyak variasi dan gangguan yang menyertainya. Anak berkebutuhan khusus autistik yang dapat mengikuti layanan pendidikan inklusi anak autis yang verbal atau mampu mengungkapkan diri dengan katakata dan memiliki IQ rata-rata atau di atas normal. Autistik merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi.6 Anak autistik adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan berat yang antara lain
mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan
berhubungan dengan orang lain. Autisme juga merupakan gangguan perkembangan organik yang mempengaruhi kemampuan anak-anak dalam berinteraksi dan menjalani kehidupannya.7 Jadi, anak berkebutuhan khusus autistik adalah anak yang mempunyai masalah atau gangguan dalam bidang
6
Dyah Puspita, Kebijakan Pendidikan Bagi Anak Autis, (www.putrakembara.com, diakses 25 Nopember 2008) 7 Hanafi dalam Abdul Hadis, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik (Bandung: Alfabeta, 2006), hlm 43.
komunikasi, interaksi sosial, gangguan sensoris, pola bermain, perilaku, dan emosi. Beberapa teori terakhir mengatakan bahwa penyebab autistik yang sering dijumpai adalah faktor genetika (keturunan).8 Selain itu, autis juga dipengaruhi oleh virus seperti rubella, toxo, herpes; jamur, nutrisi yang buruk, pendarahan dan keracunan makanan pada saat kehamilan sehingga dapat menghambat pertumbuhan sel otak dan kemudian menyebabkan kelainan fungsi otak bayi yang dikandung terutama fungsi pemahaman, komunikasi dan interaksi.9 Sudah menjadi tugas orang tua, pendidik, dan mereka yang peduli akan pendidikan untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak agar memperoleh pendidikan agama Islam. Pendidikan agama Islam merupakan pemenuh kebutuhan rohani yang paling vital dalam kehidupan manusia secara keseluruhan, karena pada dasarnya, pendidikan agama Islam dilatarbelakangi oleh hakikat manusia yang memiliki unsur jasmaniah dan rohaniah, sehingga agama merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Dengan pendidikan agama Islam, peserta didik diharapkan dapat menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT dengan memahami dan mengamalkan ajaran Islam. Islam juga menganjurkan agar anak-anak yang berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan seperti anak normal, sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrahnya sebagai makhluk yang bisa dididik. 8
Ibid.. Dyah Puspita, Kebijakan Pendidikan Bagi Anak Autis, (www.putrakembara.com, diakses 25 Nopember 2008) 9
Islam juga menunjukkan betapa sangat berartinya manusia yang sempurna berperan aktif dalam mendidik anak-anak dengan kebutuhan khusus agar kelak tidak menjadi manusia yang lemah dan tidak menjadi beban bagi kehidupan sosialnya. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan kepedulian dan peran aktif masyarakat luas terhadap anak-anak dengan kebutuhan khusus. Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian tentang anak berkebutuhan khusus autis yang mendapatkan pelayanan pendidikan inklusi. Penelitian ini dilakukan di SDN Sumbersari 1 yang merupakan salah satu sekolah dasar umum yang memberikan layanan pendidikan inklusi. SDN Sumbersari 1 merupakan sekolah inklusi yang dapat memberikan layanan bagi anak berkebutuhan khusus dengan sangat baik, bahkan sekolah ini menjadi salah satu sekolah inklusi percontohan di Jawa Timur.10 Adapun judul penelitian ini adalah Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Autistik Di Sekolah Inklusi SDN
Sumbersari 1 Malang.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diambil rumusan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik sekolah inklusi?
10
http://sdnsumbersari1malang.wordpress.com diakses tanggal 28 Pebruari 2009
2. Bagaimana
pelaksanaan
pendidikan
agama
Islam
bagi
anak
berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi? 3. Apa sajakah faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat diketahui bahwa tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui konsep pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi. 2. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi. 3. Untuk mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi.
D. Kegunaan Penelitian 1. Untuk lembaga: Penelitian ini dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk meningkatkan mutu pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik. 2. Untuk peneliti: Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan keilmuan mengenai pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik
di sekolah inklusi, serta sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya. 3. Untuk UIN Malang: Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian untuk menambah khasanah keilmuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi.
E. Ruang Lingkup Pembahasan Untuk menghindari penyimpangan pembahasan dalam penelitian ini, maka perlu ditentukan terlebih dahulu ruang lingkup pembahasan, sehingga dapat membuahkan hasil yang maksimal seperti yang diharapkan. Adapun pembahasan dalam penelitian ini dibatasi pada pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Kelas Inklusi SDN Sumbersari 1 Malang yang meliputi: 1. Konsep pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi, yang meliputi: kurikulum, pendidik, anak didik, materi, metode, media dan evaluasi pembelajaran. 2. Pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi, yang meliputi: kurikulum, pendidik, anak didik, materi, metode, media dan evaluasi pembelajaran. 3. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi.
F. Definisi Operasional 1. Pendidikan Agama Islam adalah proses transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai pada diri anak didik melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya. 2. Anak berkebutuhan khusus autistik adalah anak yang mempunyai masalah atau gangguan dalam bidang komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku. 3. Pendidikan inklusi adalah jenis layanan pendidikan yang memungkinkan anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama dengan anak normal di sekolah umum.
G. Sistematika Pembahasan Untuk lebih mempermudah dalam menyajikan dan memahami isi dari penulisan skripsi ini, maka dibuatlah sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I: Pendahuluan, yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, ruang lingkup penelitian, definisi operasional, dan sistematika pembahasan. BAB II: Kajian Pustaka, yang menjelaskan tentang pengertian pendidikan agama Islam, dasar, fungsi, tujuan dan materinya; komponenkomponen pelaksanaan pendidikan agama Islam; pengertian tentang anak berkebutuhan khusus autistik, penyebab dan karakteristiknya; serta pengertian tentang pendidikan inklusi, landasan dan model
pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus dalam setting pendidikan inklusi. BAB III: Metode Penelitian, yang meliputi pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran
peneliti,
lokasi
penelitian,
sumber
data,
teknik
pengumpulan data, teknik analisis data, pengecekan keabsahan data dan tahapan-tahapan penelitian. BAB IV: Bab ini berisi hasil penelitian. BAB V : Bab ini berisi pembahasan hasil penelitian. BAB VI: Bab terakhir yang berisikan kesimpulan penelitian dan saran.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian tentang Pendidikan Islam 1. Pengertian Pendidikan Islam Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu pada tiga kata, yaitu al tarbiyah, al ta lim dan al ta dib. Di antara ketiga kata tersebut, kata al tarbiyah lebih populer dan lebih sering digunakan. Meskipun demikian, dalam hal-hal tertentu, ketiga kata tersebut memiliki kesamaan makna. Namun secara esensial, masing-masing makna memiliki perbedaan secara tekstual maupun kontekstual. Adapun makna ketiga kata tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: a. Al Tarbiyah Kata al tarbiyah berasal dari tiga kata, yaitu: 1) Raba-yarbu yang berarti bertambah dan tumbuh.11 Makna ini dapat dilihat dalam firman Allah:
Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. (QS. Ar Rum: 39)12 2) Rabiya-yarba dengan wazn khafiya yakhfa berarti menjadi besar.13 Atas dasar inilah Ibnul Arabi mengatakan: 11
Abdurrahman An Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metoda Pendidikan Islam, Terj. Herry Noer Ali (Bandung: CV. Diponegoro, Cet II: 1992), hlm 32. 12 Al Qur an dan Terjemahnya, (Semarang: Menara Kudus) hlm 409.
Jika orang bertanya tentang diriku, maka Mekkah adalah tempat tinggalku dan di situlah aku dibesarkan. 3) Rabba-yarubbu dengan wazn madda yamuddu berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga dan memelihara.14 Dari beberapa makna di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan yang terkandung dalam kata al tarbiyah terdiri atas empat unsur, yaitu: 1) memelihara dan menjaga fitrah anak didik menjelang dewasa (baligh), 2) mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan, 3) mengarahkan seluruh fitrah menuju kebaikan dan kesempurnaan, 4) melaksanakan pendidikan secara bertahap.15 b. Al Ta lim Kata al ta lim telah digunakan sejak periode awal pelaksanaan pendidikan Islam. Menurut para ahli, kata ini lebih bersifat universal dibanding dengan kata al tarbiyah dan al ta dib.16 Rasyid Ridha mengartikan al ta lim sebagai proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu. Hal ini merujuk pada firman Allah surat al Baqarah ayat 151:
13
Abdurrahman an Nahlawi, op.cit, hlm 31. Ibid., hlm 31 15 Ibid., hlm 32 16 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm 27 14
Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (QS. Al Baqarah: 151)17 Menurut Jalal, sebagaimana dikutip oleh Hery Noer Ali penggunaan istilah al ta lim dalam pendidikan mengandung beberapa makna, yaitu: 1) Ta lim adalah proses pembelajaran secara terus menerus sejak manusia lahir melalui pengembangan fungsi-fungsi pendengaran, penglihatan dan hati.18 Pengertian ini diambil dari firman Allah surat An Nahl ayat 78:
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. An Nahl: 78)19 2) Proses ta lim tidak berhenti pada pencapaian pada wilayah kognisi semata, tetapi juga menjangkau wilayah psikomotor dan afeksi.20 Pengetahuan yang berada dalam batas-batas wilayah kognisi tidak 17
Al Qur an dan Terjemahnya, hlm 24. Dalam Hery Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 1999), hlm 7. 19 Al Qur an dan Terjemahnya, hlm 276. 20 Hery Noer Ali, Opcit, hlm 8. 18
akan mendorong seseorang untuk mengamalkannya, dan pengetahuan semacam itu biasanya diperoleh atas dasar prasangka atau taklid. Dari beberapa makna di atas, dapat disimpulkan bahwa makna kata ta lim lebih universal dari pada kata tarbiyah. Hal ini dapat dilihat ketika Rasulullah mengajarkan tilawatul qur an kepada kaum muslimin. Beliau tidak hanya membuat mereka sekedar dapat membaca saja, melainkan membaca dengan perenungan yang berisikan pemahaman, pengertian, tanggung jawab dan penanaman amanah. Kegiatan ta lim sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah dapat membawa kaum muslimin pada tazkiyah (pensucian), yaitu pensucian dan pembersihan diri manusia dari segala kotoran dan menjadikan diri itu berada dalam suatu kondisi yang memungkinkan untuk menerima hikmah serta mempelajari segala apa yang bermanfaat baginya dan yang tidak diketahuinya. c. Al Ta dib Istilah al ta dib untuk menandai konsep pendidikan dalam Islam ditawarkan oleh Al Attas. Menurutnya konsep inilah yang sebenarnya diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW pada umatnya dahulu. Sabda Nabi SAW:
Tuhanku telah mendidikku, sehingga menjadikan baik pendidikanku.
Berdasarkan konsep adab tersebut, Al Attas mendefinisikan pendidikan sebagai pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga hal ini membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan keperiadaan.21 Terlepas dari perbedaan pendapat tentang term al tarbiyah, al ta dib dan al ta lim, para ahli pendidikan telah mencoba memformulasikan hakikat pendidikan Islam sebagaimana pemaparan berikut ini. Menurut Muhaimin, pendidikan Islam adalah proses transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai pada diri anak didik melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya.22 Pengertian ini mempunyai lima prinsip pokok pendidikan Islam, yaitu: a. Proses internalisasi dan transformasi, yaitu upaya pendidikan Islam harus dilakukan secara bertahap, dan kontinu dengan upaya penanaman, pengajaran, pembimbingan sesuatu yang dilakukan secara terencana dan sistematis dengan menggunakan pola dan sistem tertentu. b. Ilmu pengetahuan dan nilai-nilai, yaitu upaya yang diarahkan pada pemberian dan penghayatan, serta pengamalan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai. Ilmu pengetahuan yang dimaksud di sini adalah ilmu pengetahuan yang bercirikan Islami, yaitu ilmu pengetahuan yang 21
Ibid., hlm 10 Muhaimin & Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam (Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya), (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm 136. 22
memenuhi kriteria epistemologi Islami yang tujuan akhirnya hanya untuk mengenal dan menyadari dari pribadi dan relasinya terhadap Allah, sesama manusia dan alam semesta. c. Pada diri anak didik, yaitu pendidikan diberikan pada anak didik yang mempunyai potensi-potensi rohani. d. Melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya, yaitu tugas pokok pendidikan Islam hanyalah menumbuhkan, mengembangkan, memelihara dan menjaga potensi laten manusia agar ia dapat tumbuh sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya. e. Guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya, yaitu tujuan akhir proses pendidikan Islam adalah terbentuknya insan kamil
yaitu manusia yang dapat menyelaraskan
kebutuhan hidup jasmani-rohani, struktur kehidupan dunia-akhirat, keseimbangan pelaksanaan fungsi manusia sebagai hamba-khalifah Allah dan keseimbangan pelaksanaan trilogi hubungan manusia. Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani-rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya
kepribadian
utama
menurut
ukuran-ukuran
Islam.23
Sedangkan pengertian pendidikan Islam menurut Ahmad Tafsir adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.24 Pengertian
23
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: PT. Al Ma arif, Cet X: 1974), hlm 23. 24 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Cet VI: 2005), hlm 32.
pendidikan agama Islam menurut Samsul Nizar adalah suatu sistem yang memungkinkan
seseorang
(peserta
didik)
dapat
mengarahkan
kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam.25 Zakiyah Daradjat memberi arti pendidikan agama Islam sebagai berikut: Pendidikan agama Islam adalah suatu usaha bimbingan dan usaha terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai pendidikannya, dapat memahami apa yang terkandung di dalam Islam secara keseluruhan, menghayati makna dan maksud serta tujuannya, pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan ajaran-ajaran agama Islam yang telah dianutnya itu sebagai pandangan hidupnya sehingga dapat mendatangkan keselamatan dunia dan akhirat.26 Dari beberapa definisi pendidikan Islam yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan kepada seseorang agar dapat memahami Islam secara mendalam, sehingga diharapkan ia dapat mengamalkan dan berkembang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. 2. Dasar Pendidikan Islam Dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam harus merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat mengantar pada tujuan yang telah dicita-citakan. Nilai yang terkandung harus mencerminkan nilai yang dapat menaungi seluruh aspek kehidupan manusia dan merupakan standar yang dapat mengevaluasi seluruh kegiatan yang selama ini berjalan. Dasar pendidikan Islam mempunyai dua segi, yaitu dasar ideal dan dasar operasional. a. Dasar ideal pendidikan 25 26
Samsul Nizar, op.cit, hlm 32 Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hlm 88.
Menurut Dr. Said Ismail Ali, dasar ideal pendidikan Islam terdiri atas enam macam, yaitu: 1) Al Quran, 2) sunnah Nabi Muhammad SAW, 3) perkataan Sahabat, 4) kemasyarakatan umat (sosial), 5) nilai-nilai dan adat kebiasaan masyarakat, 6) hasil pemikiran para pemikir Islam.27 Keenam dasar ideal tersebut merupakan hirarki yang tidak dapat diubah susunannya, walaupun pada hakikatnya keseluruhan dasar itu telah mengkristal dalam Al Quran dan As Sunnah. b. Dasar operasional pendidikan Dasar operasional pendidikan Islam merupakan dasar yang terbentuk sebagai aktualisasi dari dasar ideal. Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung, dasar operasional pendidikan Islam terbagi menjadi enam macam, yaitu: 1) Dasar historis yang memberi persiapan kepada pendidik dengan hasil-hasil
pengalaman
di
masa
lalu,
undang-undang
dan
peraturannya, batas-batas dan kekurangan-kekurangannya. 2) Dasar sosial yang memberikan kerangka budaya di mana pendidikan itu bertolak dan bergerak, serta memindah budaya, memilih dan mengembangkannya. 27
Sebagaimana dikutip oleh Hasan Langgulung dalam buku Beberapa Pemikiran Pendidikan tentang Pendidikan Islam (Bandung: Al Ma arif, 1980), hlm 35.
3) Dasar ekonomi yang memberikan perspektif potensi manusia dan keuangan, materi dan persiapan yang mengatur sumbersumbernya dan bertanggungjawab terhadap anggaran pembelanjaan. 4) Dasar politik dan administrasi yang memberikan bingkai ideologi (aqidah) dasar, yang digunakan sebagai tempat bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang telah dibuat. 5) Dasar psikologis yang memberikan informasi tentang watak siswa, guru, cara-cara terbaik dalam praktek, pencapaian dan penilaian, serta pengukuran dan bimbingan. 6) Dasar filosofis yang memberikan kemampuan memilih yang lebih baik, memberi arah suatu sistem, mengontrolnya dan memberi arah kepada semua dasar operasional lainnya.28 Untuk lebih jelasnya, lihat skema berikut ini:
Dasar Psikologis
Dasar Politik dan Administrasi
Dasar Ekonomi
Dasar Filosofis
Dasar Sosial
Dasar Historis
Skema 2.1: Dasar-Dasar Operasional Pendidikan Islam
28
Dalam Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka Al Husna, Cet II: 1992), hlm 6-7.
3. Fungsi Pendidikan Agama Islam Menurut Kurshid Ahmad sebagaimana dikutip oleh Ramayulis fungsi dasar pendidikan dapat dibagi menjadi dua yaitu: a. Alat untuk memelihara, memperluas dan menghubungkan tingkattingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial serta ide-ide nasional dan masyarakat. b. Alat untuk perubahan, inovasi, perkembangan dan secara garis besar melalui pengetahuan dan skills (keterampilan) yang baru ditemukan dan melatih tenaga-tenaga manusia produktif untuk menemukan perimbangan perubahan sosial ekonomi.29 Dalam pendidikan Islam tidak hanya menyiapkan seorang anak didik memainkan peranannya sebagai individu dan anggota masyarakat saja, akan tetapi juga membina sikapnya terhadap agama, tekun beribadat, mematuhi peraturan agama serta menghayati dan mengamalkan nilai luhur agama dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi pendidikan agama Islam secara makro adalah memelihara dan mengembangkan fitrah dan sumber daya insani yang ada pada subyek didik menuju terbentuknya manusia yang seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam atau menuju terbentuknya kepribadian muslim. Ada beberapa fungsi pendidikan agama Islam, yaitu: a. Mengembangkan wawasan yang tepat dan benar mengenai jati diri manusia, alam sekitarnya dan mengenai kebesaran Ilahi, sehingga tumbuh kreativitas yang benar, b. Mensucikan diri manusia dari syirik dan berbagai sikap hidup dan perilaku yang dapat mencemari fitrah kemanusiaannya dengan menginternalisasikan nilai-nilai insani dan Ilahi pada subjek didik, c. Mengembangkan ilmu pengetahuan untuk menopang dan memajukan kehidupan baik individu maupun sosial.30 29
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 1990), hlm 19-20. Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet II: 2007), hlm 334. 30
Fungsi pendidikan agama Islam sebagaimana tercantum dalam kurikulum pendidikan agama Islam adalah: a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. b. Penanaman nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. c. Penyesuaian
mental,
yaitu
untuk
menyesuaikan
diri
dengan
lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam. d. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangankekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman ajaran dalam kehidupan sehari-hari. e. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya. f. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum, sistem dan fungsionalnya. g. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang
secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.31 4. Tujuan Pendidikan Islam Konggres se-Dunia ke-II tentang pendidikan Islam tahun 1980 di Islamabad menyatakan bahwa: Education should aim at the balanced growth of the total personality of man through the training of Man s spirit, intellect, the rational self, feeling and bodily sense. Education should therefore cater for the growth of man in all its aspects, spiritual, intellectual, imaginative, physical, scientific, linguistic, both individually and collectively and motivate all these aspects towards goodness and the attainment of perfection of complete submission to Allah on the level of individual, the community and humanity at large.32 Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran (intelektual), diri manusia yang rasional; perasaan dan indera. Karena itu, pendidikan hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik; aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah, dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif; dan mendorong semua aspek tersebut berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia.
31
Dalam Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm134 32 Second World Conference on Muslim Education, Recommendations, Islamabad, 15th-20th March, 1980 dalam buku Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan (Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan), (Jakarta: Pustaka Al Husna, Cet II: 1989), hlm 206-207
Berdasarkan rumusan di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan Islam merupakan proses membimbing dan membina fitrah peserta didik secara maksimal dan bermuara pada terciptanya pribadi peserta didik sebagai muslim yang paripurna (insan kamil) yang dapat memadukan fungsi iman, ilmu dan amal secara integral bagi terbinanya kehidupan yang harmonis dunia dan akhirat. Tujuan
pendidikan
Islam
menurut
Ahmad
Tafsir
adalah
terbentuknya muslim yang sempurna; manusia yang bertakwa, beriman dan beribadah kepada Allah. Maksud dari manusia sempurna di sini adalah manusia yang secara jasmani sehat dan kuat, berakal cerdas dan pandai, dan bertakwa kepada Allah.33 Tujuan pendidikan Islam menurut Muhaimin adalah terbentuknya insan kamil (manusia universal) yang mempunyai wajah-wajah qur ani; terciptanya insan kaffah yang memiliki dimensi-dimensi religius, budaya dan ilmiah; serta penyadaran fungsi manusia sebagai hamba, sebagai khalifah Allah dan memberi bekal yang memadai dalam rangka pelaksanaan fungsi tersebut.34 Dari beberapa rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya insan kamil yang dapat memadukan fungsi iman, ilmu dan amal, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
33 34
Ahmad tafsir, op cit, hlm 51 Muhaimin, op.cit, hlm 164
5. Materi Pendidikan Islam Materi pendidikan agama Islam adalah segala sesuatu yang hendak diberikan kepada, dicerna, diolah, dihayati serta diamalkan oleh peserta didik dalam proses kegiatan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam. Pada dasarnya materi yang diberikan kepada anak didik sangatlah universal dan mengandung aturan berbagai aspek kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan sesama manusia maupun dengan lainnya. Pendidikan agama Islam berdasarkan pada Al Qur an dan As Sunnah, sehingga jangkauannya sangatlah luas. Islam juga mendorong setiap pemeluknya untuk memperoleh pendidikan tanpa kenal batas. Islam memiliki tiga ajaran yang merupakan inti dasar dalam mengatur kehidupan. Secara umum, dasar Islam yang dijadikan materi pokok pendidikan Islam adalah: a. Keimanan (Aqidah) Pendidikan yang utama dan harus dilakukan pertama kali adalah pembentukan keyakinan kepada Allah yang diharapkan dapat melandasi sikap, tingkah laku, serta kepribadian anak didik. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Luqman ayat 13:
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS. Luqman:13)35
35
Al Qur an dan Terjemahnya, hlm 413.
Ayat di atas menyebutkan bahwa Luqman mengajarkan kepada anaknya agar tidak menyekutukan Allah. Hal ini dilakukan agar keimanan anak kepada Allah bisa teguh, sehingga tidak akan menyekutukan Allah dengan yang lainnya. Adapun langkah dasar yang dapat diambil untuk membentuk tingkah laku anak yang berkepribadian Islam adalah memberikan pemahaman kepada anak tentang tujuan hidupnya, yaitu beribadah kepada Allah. Adapun hakikat keimanan dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Secara etimologis, keimanan seseorang pada suatu hal dibuktikan dengan pengakuan bahwa sesuatu itu merupakan kebenaran dan keyakinan. Sedangkan menurut syara , keimanan adalah suatu perkara yang diakui oleh hati dan dibenarkan dengan amaliah.36 2) Jika keimanan seseorang telah kuat, maka segala tindak tanduk orang itu akan didasarkan pada pikiran-pikiran yang telah dibenarkannya dan hatinyapun akan tenteram. Keimanan yang benar merupakan landasan yang kokoh bagi konsep pendidikan yang berkualitas. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa sistem pendidikan yang berpijak pada dasar-dasar keimanan akan mendatangkan hasil yang lebih berkualitas baik lahir maupun batin. 3) Keimanan yang di dalamnya terdapat pembenaran dan keyakinan, kadang-kadang dijalankan secara tidak tepat. Oleh karena itu,
36
Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hlm 84.
seorang
mukmin
memerlukan
pengontrol
yang
dapat
memelihara daya pikirnya dari pengaruh keyakinan yang dikotori khurafat.37 Ruang lingkup pengajaran keimanan meliputi rukun iman yang enam, yaitu percaya kepada Allah, kepada para rasul Allah, kepada para malaikat, kepada Kitab-Kitab suci yang diturunkan kepada para rasul Allah, kepada Hari Akhirat dan kepada Qadha dan Qadar.38 b. Islam (Syari ah) Syari ah adalah semua aturan Allah dan hukum-hukum-Nya yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan manusia dengan sesama dan hubungan manusia dengan alam sekitar. Namun ada pengertian syari ah yang lebih dekat dengan fiqih, yaitu tatanan, peraturan, perundang-undangan dan hukum yang mengatur segala aspek kehidupan. Dalam al Quran disebutkan:
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. (QS. Al Baqarah: 21)39 Materi syari ah dalam pendidikan Islam diharapkan dapat menjadi fungsional dalam hidup manusia. Manusia yang telah menerima pendidikan agama Islam diharapkan memahami bentuk dan aturan yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya, hubungan 37
Ibid, hlm 85. Zakiyah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara, Cet III: 2004), hlm 67. 39 Al Qur an dan Terjemahnya, hlm 5. 38
manusia dengan sesamanya dan hubungan antara manusia dengan alam sekitar berlandaskan nilai-nilai Islam. c. Ihsan (Akhlak) Sejalan dengan usaha pembentukan keyakinan atau keimanan, juga diperlukan pembentukan akhlak yang mulia. Akhlak merupakan jiwa pendidikan Islam. Akhlak sendiri adalah amalan yang bersifat pelengkap dan penyempurna bagi kedua amalan di atas, serta mengajarkan tata cara pergaulan hidup manusia. Pendidikan akhlak adalah pendidikan untuk mengarahkan anak agar berperilaku, bermoral dan beretika baik. Pendidikan akhlak sangat penting bagi anak. Apabila anak telah diajarkan keimanan (aqidah), maka selanjutnya anak diajari untuk berakhlakul karimah. Tanpa akhlak yang baik, maka tidak akan sempurna keimanan seseorang. Sebagaimana tertuang dalam hadits:
Dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah SAW bersabda: Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang lebih baik akhlaknya. (HR. Bukhari Muslim)40 Pendidikan akhlak sangat penting bagi anak agar dapat dijadikan bekal dalam mencapai pribadi musim yang mendekati kesempurnaan. Salah satu kewajiban utama bagi orang tua kepada anaknya adalah
40
Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin, Syarah Riyadhus Shalihin jilid I, Terj. Ibnu Ruhi dkk, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2007), hl 481
membentuk kepribadian anak yang didasarkan pada aqidah Islam dan tata aturan syari ah Islam. Sasaran pendidikan akhlak adalah keadaan jiwa, tempat berkumpul segala rasa, pusat yang menghasilkan segala karsa. Tempat terwujudnya kepribadian dan keimanan.41 6. Komponen-Komponen Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Kajian tentang komponen pelaksanaan pendidikan berarti kajian tentang sistem pendidikan yang merupakan satu kesatuan, saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Adapun komponen pelaksanaan pendidikan agama Islam adalah: a) Kurikulum Kata kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang harus ditempuh dalam kegiatan berlari. Dalam konteks pendidikan, kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik atau guru dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilainilai.42 Menurut Abuddin Nata, kurikulum adalah rancangan mata pelajaran bagi suatu kegiatan jenjang pendidikan tertentu, dan dengan menguasainya seseorang dapat dikatakan lulus dan berhak memperoleh ijazah.43 Sedangkan pengertian kurikulum menurut Samsul Nizar
41
Zakiyah Daradjat, Opcit, hlm 72. Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), hlm 1 43 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1 (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm 123 42
adalah landasan yang digunakan pendidik untuk membimbing peserta didiknya ke arah tujuan pendidikan yang diinginkan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap mental.44 Kurikulum
memiliki
beberapa
komponen,
yaitu
tujuan
pembelajaran, isi atau materi yang akan disampaikan pada anak didik, metode atau proses belajar mengajar dan evaluasi yang berguna untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Penyusunan kurikulum harus berdasarkan beberapa asas, yaitu: 1) Asas filosofis berperan sebagai penentu tujuan umum pendidikan. 2) Asas sosiologis berperan memberikan dasar untuk menentukan apa saja yang dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 3) Asas organisatoris berfungsi memberikan dasar-dasar penyusunan kurikulum secara sistematis. 4) Asas psikologis berperan memberikan berbagai prinsip tentang perkembangan anak didik. b) Pendidik Pendidik dalam Islam adalah siapa saja yang bertanggungjawab terhadap perkembangan anak didik. Tugas pendidik secara umum adalah mendidik, yaitu mengupayakan perkembangan seluruh potensi
44
Samsul Nizar, op.cit, hlm 56.
anak didik, baik potensi kognitif, afektif atau psikomotor seoptimal mungkin menurut ajaran Islam.45 Dalam literatur kependidikan Islam, seorang pendidik biasanya disebut dengan ustadz, muallim, murabbi, mursyid, mudarris dan mu addib. Kata ustadz biasanya digunakan untuk memanggil seorang profesor, ini berarti bahwa seorang guru dituntut untuk komitmen terhadap profesionalisme dalam mengemban tugasnya. Kata mu allim berasal dari kata dasar ilm yang berarti menangkap hakikat sesuatu, ini mengandung makna bahwa seorang guru dituntut untuk mampu menjelaskan hakikat ilmu pengetahuan yang diajarkannya, dan berusaha membangkitkan peserta didik untuk mengamalkannya. Kata murabby berasal dari kata dasar Rabb, ini berarti tugas guru adalah mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi dan menjaga kreasinya agar tidak membahayakan diri sendiri, masyarakat dan alam sekitarnya. Tugas guru yang terkandung dalam kata mursyid adalah menjadi pusat anutan, teladan dan konsultan bagi murid-muridnya. Tugas guru sebagaimana terkandung dalam kata mudarris adalah berusaha
mencerdaskan
peserta
didiknya,
menghilangkan
ketidaktahuan atau memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan mereka sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan. Sedangkan makna muaddib adalah orang yang beradab sekaligus
45
Ahmad Tafsir, op.cit, hlm 74
memiliki peran dan fungsi untuk membangun peradaban yang berkualitas di masa depan.46 Dari pengertian dan karakteristik di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik pertama (ustadz) mendasari karakteristik-karakteristik lainnya. Karakteristik ustadz akan selalu tercermin dalam aktivitasnya sebagai muallim, murabbi, mursyid, mudarris dan mu addib. Menurut M. Athiyah Al Abrasy, seorang pendidik harus memiliki sifat-sifat berikut ini: 1) Zuhud, yaitu tidak mengutamakan materi, mengajar dilakukan karena mengharapkan ridha Allah. 2) Memiliki jiwa dan tubuh yang bersih, jauh dari dosa, rasa iri dan dengki, serta jauh dari sifat-sifat tercela lainnya. 3) Ikhlas dalam menjalankan tugas. 4) Bersifat pemaaf terhadap muridnya, dapat menahan diri, dapat menahan marah, lapang hati dan sabar. 5) Kebapakan, yakni mencintai murid seperti mencintai anak sendiri. 6) Mengetahui
karakter
murid
yang
mencakup
kebiasaan,
pembawaan, perasaan dan pemikiran. 7) Menguasai bidang studi dan materi yang diajarkan.47 c) Anak didik Anak didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik maupun psikologis untuk mencapai tujuan 46
Muhaimin, op.cit, hlm 49 M. Athiyah Al Abrasy, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Bustami A. Gani & Johar Bahri (Djakarta: Bulan Bintang, 1974), hlm 131 47
pendidikannya melalui lembaga pendidikan.48 Pengertian ini menunjukkan bahwa anak didik adalah pribadi yang belum dewasa, sehingga memerlukan
bimbingan
untuk
menggali
potensi-potensi
yang
dimilikinya. Berkaitan dengan anak didik, ada beberapa hal yang harus dipahami, yaitu: 1) Anak didik bukanlah miniatur orang dewasa, tetapi memiliki dunia sendiri. Oleh karena itu metode, media dan sumber belajar yang digunakan tidak boleh disamakan dengan orang dewasa. 2) Anak didik mengikuti periode perkembangan dan pertumbuhan. 3) Anak didik memiliki kebutuhan dan menuntut untuk memenuhi kebutuhan itu semaksimal mungkin. 4) Anak didik memiliki perbedaan individual, baik disebabkan oleh faktor pembawaan maupun lingkungan di mana ia berada. 5) Anak didik merupakan kesatuan dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani. 6) Anak didik merupakan objek pendidikan yang aktif, kreatif dan produktif, karena memiliki aktivitas dan kreativitas sendiri.49 d) Metode Kata metode berasal dari dua kata, yaitu meta yang berarti melalui dan hodos yang berarti jalan atau cara. Dari akar kata ini, metode berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. 48 49
Muhaimin, op.cit, hlm 177. Ibid., hlm 181
Menurut Abuddin Nata, metode pendidikan Islam adalah jalan untuk menanamkan pengetahuan agama Islam pada diri seseorang sehingga terlihat dalam pribadi sasaran, yaitu pribadi Islami.50 Dalam menyampaikan materi pendidikan, Al Quran menawarkan berbagai macam pendekatan dan metode, di antaranya: 1) Metode teladan Metode ini dilakukan dengan cara memberi contoh berupa tingkah laku, sifat dan cara berpikir. Hal ini sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan disebutkan dalam Al Quran:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al Ahzab: 21)51 2) Metode pembiasaan
Metode pembiasaan dilakukan dengan membiasakan melakukan sesuatu secara bertahap termasuk merubah kebiasaankebiasaan yang buruk dan tidak sesuai dengan norma susila. Metode ini hendaknya ditanamkan sejak anak masih kecil, karena kebiasaan akan tertanam kuat dan sulit dirubah. 3) Metode Nasehat 50 51
Abuddin Nata, op.cit, hlm 92 Al Quran dan terjemahnya, hlm 421
Nasehat adalah penjelasan tentang kebenaran dan kemaslahatan dengan tujuan menghindarkan orang yang dinasehati dari bahaya dan menunjukkan jalan yang mendatangkan kebahagiaan dan manfaat.52 Dengan memberi nasehat, pendidik dapat menanamkan pengaruh yang baik pada anak didiknya. 4) Metode motivasi dan intimidasi Metode ini telah banyak digunakan oleh masyarakat luas. Al Quran juga menggunakan metode ini ketika menggambarkan surga dengan kenikmatannya dan neraka dengan kepedihan siksanya,
serta
melipatgandakan
pahala
bagi
orang
yang
melakukan amal baik dan membalas keburukan dengan keburukan yang setimpal. 5) Metode hukuman Metode hukuman menjadi pro-kontra para pendidik, sebagian di antara mereka menyetujui diberlakukannya hukuman agar anak didik jera atas perbuatannya yang salah, sebagian lain tidak menyetujui adanya hukuman karena akan membuat anak berjiwa sempit, kehilangan semangat, senang berdusta dan membuat tipu daya agar terhindar dari hukuman. Metode hukuman merupakan metode terburuk, akan tetapi dalam kondisi tertentu harus digunakan.
52
Hery Noer Ali, op.cit, hlm 191
e) Evaluasi Komponen terakhir dalam pembelajaran adalah evaluasi. Evaluasi diterapkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan seorang pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran, menemukan kelemahankelemahan baik yang berkaitan dengan materi, metode, media ataupun sarana.53 Kegunaan evaluasi adalah untuk membantu pendidik mengetahui sejauh mana hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan tugasnya, membantu anak didik agar dapat mengubah atau mengembangkan tingkah lakunya secara sadar ke arah yang lebih baik, membantu para pemikir pendidikan Islam mengetahui kelemahan teori pendidikan Islam dan membantu mereka dalam merumuskan kembali teori-teori pendidikan Islam yang relevan dengan arus dinamika zaman yang senantiasa berubah, dan membantu para pengambil kebijakan pendidikan Islam dalam membenahi sistem pengawasan dan mempertimbangkan kebijakan pendidikan Islam yang akan diterapkan dalam sistem pendidikan nasional.54
B. Kajian tentang Anak Berkebutuhan Khusus Autistik 1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus Autistik Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan mengalami kelainan atau penyimpangan baik fisik, mental-intelektual, 53 54
Muhaimin & Abdul Mujib, op.cit, hlm 277 Samsul Nizar, op.cit, hlm 78
sosial, maupun emosional dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.55 Dengan demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan atau penyimpangan tertentu, tetapi kelainan atau penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus. Anak autistik merupakan bagian integral dari anak berkebutuhan khusus.
Anak
autistik
adalah
anak
yang
mengalami
gangguan
perkembangan berat yang dapat mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain.56 Sebelum membahas tentang autisme, ada baiknya mengenal beberapa istilah yang berkaitan dengannya, yaitu: a. Autisme (autism)
yaitu nama gangguan perkembangan komunikasi,
sosial, prilaku pada anak. b. Autis (autist) berarti anak yang mengalami ganguan autisme. c. Anak autistik (autistic child) berarti keadaan anak yang mengalami gangguan autisme. Istilah Autisme berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme yang berarti suatu aliran. Autisme berarti suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri. Autistik secara istilah berarti suatu gangguan
55 56
Mengenal Pendidikan Inklusi, (www.ditplb.or.id, diakses 22 Nopember 2007) Abdul Hadis, Opcit, hlm 43.
perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi.57 Kartono mengemukakan beberapa definisi autisme sebagai berikut: a. Gejala menyendiri atau menutup diri secara total dari dunia riil dan tidak mau berkomunikasi lagi dengan dunia luar. b. Cara berfikir dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri sendiri. c. Menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri, serta menolak realitas. d. Keasyikan ekstrim dengan fantasi dan fikiran sendiri.58 Anak autis menganggap dunia luar itu kotor dan jahat, penuh kepalsuan dan mengandung banyak bahaya yang mengerikan, ia menganggap dirinyalah yang paling baik dan benar. Oleh karena itu, ia lebih senang melarikan diri ke dalam dunia fantasinya sendiri. Autisme adalah gangguan perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami kondisi menutup diri. Gangguan ini mengakibatkan anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku. Autisme biasanya terlihat sebelum anak mencapai usia tiga tahun dan pada sebagian anak sudah terlihat sejak lahir. Autisme dapat terjadi pada anak tanpa perbedaan ras, etnik, tingkat sosial ekonomi dan pendidikan.59
57
Dyah Puspita, Kebijakan Pendidikan Bagi Anak Autis, (www.putrakembara.com, diakses 25 Nopember 2008) 58 Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual (Bandung: Mandar Maju, 1989), hlm 222-223. 59 Autisme dan Pendidikannya (www.ditplb.or.id, diakses 25 Nopember 2008).
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa autisme adalah suatu gangguan perkembangan dalam berkomunikasi, interaksi sosial dan perilaku; dapat terlihat sebelum anak berusia tiga tahun yang ditandai dengan
ketidak
responsifan
pada
kontak
manusia,
lemahnya
perkembangan bahasa dan respon yang aneh pada stimulus lingkungan. Angka kelahiran dengan autisme pada saat ini diperkirakan 1 per 150 kelahiran. Dari angka tersebut, diperkirakan anak laki-laki autistik lebih banyak daripada anak perempuan dengan perbandingan 4:1. 2. Penyebab Autisme Sampai sekarang belum terdeteksi faktor yang menjadi penyebab timbulnya gangguan autisme. Namun demikian ada beberapa faktor yang dimungkinkan dapat menjadi penyebab timbulnya autisme, yaitu: a. Teori Psikososial Menurut beberapa ahli seperti Kanner dan Bruno Bettelhem, autisme dianggap sebagai akibat hubungan yang dingin, tidak akrab antara orang tua (ibu) dan anak. Demikian juga dikatakan, orang tua atau pengasuh yang emosional, kaku, obsesif, tidak hangat bahkan dingin dapat menyebabkan anak asuhnya menjadi autistik. b. Teori Biologis 1) Faktor genetik: keluarga yang terdapat anak autistik memiliki resiko lebih tinggi dibanding keluarga normal.
2) Adanya gangguan pranatal, natal dan post natal misalnya: pendarahan pada kehamilan awal, obat-obatan, tangis bayi terlambat, gangguan pernapasan, dan anemia. 3) Neuro anatomi yaitu gangguan atau disfungsi pada sel-sel otak selama dalam kandugan yang mungkin disebabkan terjadinya gangguan oksigenasi, perdarahan, atau infeksi. 4) Struktur dan biokimiawi yaitu kelainan pada cerebellum dengan selsel purkinje yang jumlahnya terlalu sedikit, padahal sel-sel purkinje mempunyai kandungan serotinin yang tinggi. Demikian juga kemungkinan tingginya kandungan dapomin atau opioid dalam darah. c. Keracunan logam berat misalnya terjadi pada anak yang tinggal dekat tambang batu bara, dan lain sebagainya. d. Gangguan pencernaan, pendengaran dan penglihatan. Menurut data yang ada, 60 % anak autistik mempunyai sistem pencernaan kurang sempurna. Dan kemungkinan timbulnya gejala autistik karena adanya gangguan dalam pendengaran dan penglihatan.60 Menurut Abdul Hadis, autisme timbul karena beberapa sebab, yaitu: a. Penyebab genetika (faktor keturunan); infeksi virus seperti rubella, toxo, herpes; jamur; nutrisi yang buruk; pendarahan dan keracunan makanan pada masa kehamilan yang dapat menghambat pertumbuhan sel otak,
60
Apa Penyebab Autisme? (www.ditplb.or.id, diakses 4 Pebruari 2009)
sehingga fungsi otak bayi yang dikandung terganggu terutama fungsi pemahaman, interaksi dan komunikasi.61 b. Kelainan di daerah sistem lembik yang disebut hippocampus dan amygdala, sehingga terjadi gangguan fungsi control terhadap kreasi dan emosi, anak kurang dapat mengendalikan emosinya, sehingga seringkali terlalu agresif atau pasif. Amygdala bertanggung jawab terhadap berbagai rangsangan sensoris seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, peraba, perasa dan rasa takut. Hippocampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat. Perilaku yang diulangulang dan aneh serta hiperaktif juga disebabkan karena adanya gangguan hippocampus. 3. Gejala-gejala Anak Autistik Gejala-gejala pada anak autis dapat dilihat berdasarkan jenis gangguan yang dialaminya, yaitu gangguan komunikasi, interaksi sosial, sensoris, pola bermain, perilaku dan emosi. Gejala-gejala setiap jenis gangguan dapat diuraikan sebagai berikut: a. Gangguan komunikasi dengan gejala-gejala sebagai berikut: 1) Perkembangan bahasa anak autistik lambat atau sama sekali tidak ada. Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara atau pernah berbicara lalu kemudian hilang kemampuan bicara. 2) Kadang-kadang kata yang digunakan tidak sesuai dengan artinya.
61
Abdul Hadis, op.cit, hlm 44.
3) Mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain. 4) Bicara tidak dipakai untuk berkomunikasi. Senang meniru atau membeo. 5) Bila senang meniru, dapat menghafal kata-kata atau nyanyian yang didengar tanpa mengerti artinya. 6) Sebagian dari anak autistik tidak berbicara (bukan kata-kata) atau sedikit berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa. 7) Senang menarik-narik tangan orang lain untuk mengekspresikan apa yang ia inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu. b. Gangguan interaksi sosial dengan gejala-gejala sebagai berikut: 1) Anak autistik lebih suka menyendiri. 2) Anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau menghindari tatapan muka atau mata dengan orang lain. 3) Tidak tertarik untuk bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya maupun yang lebih tua dari umurnya. 4) Bila diajak bermain, anak autistik tidak mau dan akan menjauh. c. Gangguan sensoris dengan gejala-gejala sebagai berikut: 1) Anak autistik tidak peka terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk. 2) Anak autistik bila mendengar suara keras langsung menutup telinga. 3) Anak autistik suka mencium-cium, menjilat mainan atau bendabenda yang ada di sekitarnya.
4) Tidak peka terhadap rasa sakit dan rasa takut. d. Gangguan pola bermain dengan gejala-gejala sebagai berikut: 1) Anak autistik tidak bemain-main seperti anak-anak pada umumnya. 2) Anak autistik tidak suka bermain dengan anak atau teman sebayanya. 3) Anak autistik tidak memiliki kreativitas dan tidak memiliki imajinasi. 4) Anak autistik tidak bermain sesuai dengan jenis mainan, seperti sepeda dibalik kemudian rodanya diputar-putar. 5) Anak autistik senang terhadap benda-benda yang berputar-putar seperti kipas angin, baling-baling dan roda sepeda. 6) Anak autistik sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa kemana-mana. e. Gangguan perilaku dengan gejala-gejala sebagai berikut: 1) Anak autistik dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif (hiperaktif) dan berperilaku berkekurangan (hipoaktif). 2) Anak
autistik
memperlihatkan
perilaku
stimulasi
diri
atau
merangsang diri sendiri seperti bergoyang-goyang, mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar, mendekatkan mata ke pesawat televisi, lari atau berjalan dengan bolak-balik, dan melakukan gerakan yang diulang-ulang. 3) Anak autistik tidak suka pada perubahan. 4) Anak autistik duduk bengong dengan tatapan kosong.
f. Gangguan emosi dengan gejala-gejala sebagai berikut: 1) Anak autistik sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawatawa dan menangis tanpa alasan. 2) Anak autistik dapat mengamuk tak terkendali jika dilarang atau tidak diberi apa yang ia inginkan. 3) Anak autistik kadang agresif dan merusak. 4) Anak autistik kadang-kadang menyakiti dirinya sendiri. 5) Anak autistik tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain yang ada di sekitar atau di dekatnya.62 Gejala anak autis menurut Delay & Deinaker dan Marholin & Philips seperti dikutip oleh Bandi Dhelpie adalah: a. Senang tidur bermalas-malasan atau duduk menyendiri dengan tampang acuh, muka pucat dan mata sayu serta selalu memandang ke bawah. b. Selalu diam sepanjang waktu. c. Jika ada pertanyaan terhadapnya, jawabannya sangat pelan dengan nada monoton, kemudian dengan suara yang aneh ia akan mengucapkan atau menceritakan dirinya dengan beberapa kata, lalu diam menyendiri lagi. d. Tidak pernah bertanya, tidak menunjukkan rasa takut, tidak punya keinginan yang bermacam-macam, dan tidak menyenangi sekelilingnya. e. Tampak tidak ceria. f. Tidak perduli pada lingkungannya, kecuali pada benda yang disukainya seperti boneka atau mobil-mobilan.63
62
Dalam Abdul Hadits, op.cit, hlm 46-48.
Gejala autisme sebagaimana terdapat dalam wikipedia adalah: a. tidak bisa menguasai atau sangat lamban dalam penguasaan bahasa sehari-hari, b. hanya bisa mengulang-ulang beberapa kata, c. mata yang tidak jernih atau tidak bersinar, d. tidak suka atau tidak bisa atau tidak mau melihat mata orang lain, e. hanya suka akan mainannya sendiri (kebanyakan hanya satu mainan itu saja yang dia mainkan), f. serasa dia punya dunianya sendiri, g. tidak suka berbicara dengan orang lain, h. tidak suka atau tidak bisa menggoda orang lain.64 Secara umum, anak autistik mengalami kelainan dalam berbicara, di samping mengalami gangguan pada kemampuan intelektual dan fungsi saraf. Hal tersebut dapat terlihat dengan adanya keganjilan perilaku dan ketidakmampuan berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya. Rincian kelainan anak autistik adalah: a. Kelainan berbicara. Keterlambatan serta penyimpangan dalam berbicara menyebabkan anak autistik sulit berkomunikasi serta tidak memahami percakapan orang lain. Sebagian anak autistik nampaknya seperti bisu dan
bahkan
tidak
mampu
menggunakan
isyarat
gerak
saat
berkomunikasi dengan orang lain, sehingga penggunaan bahasa isyarat tidak dapat dilakukan. Biasanya, suara yang keluar bernada tinggi dan 63
Bandi Delphi, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi (Bandung: Refika Aditama, 2006), hlm 121. 64 http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme diakses 21 Januari 2009.
terdengar aneh, berkecenderungan meniru, terkesan menghafal kata-kata tetapi sesungguhnya mereka tidak mampu berkomunikasi. b. Kelainan fungsi saraf dan intelektual. Umumnya, anak autistik mengalami keterbelakangan mental dan kebanyakan mempunyai skor IQ 50. Mereka tidak mempunyai kecakapan untuk memahami bendabenda abstrak atau simbolik, namun di sisi lain mereka mampu memecahkan taka-teki yang rumit. c. Perilaku yang ganjil. Anak autistik mudah marah apabila ada perubahan yang dilakukan pada situasi atau lingkungan tempat ia berada. d. Interaksi sosial. Anak autistik kurang suka bergaul dan sangat terisolasi dari lingkungan hidupnya, terlihat kurang ceria, tidak pernah menaruh perhatian atau keinginan untuk menghargai perasaan orang lain, dan suka menghindar dengan orang-orang di sekitarnya sekalipun saudaranya sendiri.
C. Kajian tentang Pendidikan Inklusi 1. Pengertian Pendidikan Inklusi Pendidikan inklusi adalah suatu sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya.65 Pengertian pendidikan inklusi dirumuskan dalam Seminar Agra yang disetujui oleh 55 peserta dari 23 negara pada tahun 1998. Pengertian
65
Pendidikan Inklusif di Indonesia (www.ditplb.or.id, diakses 4 Pebruari 2009).
ini kemudian diadopsi dalam South African White Paper on Inclusive Education
dengan hampir tanpa mengalami perubahan. Pengertian
pendidikan inklusi dalam seminar Agra dan kebijakan Afrika Selatan adalah: a. Lebih luas daripada pendidikan formal, mencakup pendidikan di rumah, masyarakat, sistem nonformal dan informal. b. Mengakui bahwa semua anak dapat belajar. c. Memungkinkan struktur, sistem dan metodologi pendidikan memenuhi kebutuhan semua anak. d. Mengakui dan menghargai berbagai macam perbedaan pada diri anak. e. Merupakan proses yang dinamis yang senantiasa berkembang sesuai dengan budaya dan konteksnya. f. Merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk mempromosikan masyarakat yang inklusif.66 Berdasarkan Keputusan Mendikbud No. 0491/U/1992, layanan pendidikan dalam pendidikan inklusi harus memperhatikan: a. kebutuhan dan kemampuan siswa, b. satu sekolah untuk semua, c. tempat pembelajaran yang sama untuk semua siswa, d. pembelajaran didasarkan pada hasil assessment, e. tersedianya aksesbilitas yang sesuai dengan kebutuhan siswa, sehingga siswa merasa aman dan nyaman.67
66
http://www.atlasalliansen.no diakses pada 22 Nopember 2007.
Sementara itu, Sapon-Shevin menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya.68 Oleh karena itu, ditekankan adanya restrukturisasi sekolah, sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, artinya kaya dalam sumber belajar dan mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu para siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya. Stainback dan Stainback mengemukakan bahwa: Sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi.69 Dengan bahasa yang sederhana, pendidikan inklusi menginginkan siswa berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak normal dalam satu kelas. Dalam proses belajar mengajar, anak berkebutuhan khusus dibantu oleh shadow atau pendamping. 2. Landasan Pendidikan Inklusi Penerapan pendidikan inklusi mempunyai landasan filosofis, yuridis, dan empiris yang kuat, yaitu: a. Landasan Filosofis yang meliputi: 67
Pendidikan Inklusif di Indonesia (www.ditplb.or.id, diakses pada 4 Pebruari 2009) Mengenal Pendidikan Inklusi, (www.ditplb.or.id, diakses 22 Nopember 2007) 69 dalam www.ditplb.or.id diakses pada 22 Nopember 2007. 68
1) Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dengan lambang negara Burung Garuda yang berarti Bhinneka Tunggal Ika. Keragaman dalam etnik, dialek, adat istiadat, keyakinan, tradisi, dan budaya merupakan kekayaan bangsa yang tetap menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2) Pandangan agama (khususnya Islam) yang menegaskan bahwa: manusia dilahirkan dalam keadaan suci, kemuliaan seseorang di hadapan Allah bukan karena fisik tetapi ketaqwaannya, manusia diciptakan berbeda-beda untuk saling bersilaturrahmi. 3) Pandangan universal hak azasi manusia, menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk hidup layak, hak pendidikan, hak kesehatan, dan hak pekerjaan. b. Landasan Yuridis yang dijabarkan berikut ini: 1) UUD 1945 (Amandemen) Pasal 31 ayat 1 yang berbunyi: Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. 2) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 48 yang berbunyi: Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak. Pasal 49 berbunyi: Negara, pemerintah, keluarga, dan orangtua wajib memberikan kesempatan yang luas kepada anak untuk memperoleh pendidikan. 3) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat 2 berbunyi: Warganegara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh
pendidikan khusus. Pasal 11 ayat 1 dan 2 berbunyi: Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Pasal 12 ayat 1 berbunyi: Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya. Pasal 32 ayat 1 berbunyi: Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Dalam penjelasan Pasal 15 alinea terakhir
dijelaskan
bahwa
Pendidikan
khusus
merupakan
penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. 4) Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No. 380/C.C6/MN/2003 tanggal
20
Januari
2003
Perihal
Pendidikan
Inklusif:
menyelenggarakan dan mengembangkan di setiap Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya empat sekolah yang terdiri dari: SD, SMP, SMA, dan SMK. c. Landasan Empiris 1) Deklarasi Hak Asasi Manusia, 1948 (Declaration of Human Rights),
2) Konvensi Hak Anak, 1989 (Convention on the Rights of the Child), 3) Konferensi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua, 1990 (World Conference on Education for All), 4) Resolusi PBB nomor 48/96 tahun 1993 tentang Persamaan Kesempatan bagi Orang Berkelainan (The standard rules on the equalization of opportunities for persons with disabilities), 5) Pernyataan Salamanca tentang Pendidikan Inklusi, 1994 (The Salamanca Statement on Inclusive Education), 6) Komitmen Dakar mengenai Pendidikan untuk Semua, 2000 (The Dakar Commitment on Education for All), 7) Deklarasi Bandung (2004) dengan komitmen Indonesia menuju pendidikan inklusif . 3. Model Pembelajaran Bagi Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi Model pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus seharusnya berdasarkan kurikulum yang sedang berlaku, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Model kurikulum ini memungkinkan guru untuk melakukan modifikasi agar sesuai dengan kebutuhan siswa. Secara
umum,
tujuan
diterapkannya
KTSP
adalah
untuk
memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong
sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum. Secara khusus, tujuan diterapkannya KTSP adalah: a. Untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang ada. b. Untuk meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama. c. Untuk meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.70 Pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus membutuhkan suatu pola tersendiri yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak. Hendaknya guru kelas memiliki data pribadi yang berkaitan dengan karakteristik spesifik, kemampuan dan kelemahannya, kompetensi yang dimiliki dan tingkat perkembangannya. Karakteristik spesifik anak berkebutuhan khusus pada umumnya berkaitan dengan tingkat perkembangan fungsional yang meliputi tingkat perkembangan
sensorimotor,
kognitif,
kemampuan
berbahasa,
keterampilan diri, konsep diri, kemampuan berinteraksi sosial, dan kreativitas.
70
E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet II: 2007), hlm 22.
Model pembelajaran terhadap siswa berkebutuhan khusus yang dipersiapkan oleh guru di sekolah, ditujukan agar siswa mampu berinteraksi dengan lingkungan sosial.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian 1. Pendekatan Merujuk pada rumusan masalah yang diajukan, maka penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku. Di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada. Penelitian ini tidak menguji hipotesa atau tidak menggunakan hipotesa, melainkan hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel yang diteliti.71 Penelitian deskriptif menurut Nurul Zuriah adalah pnelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.72 2. Jenis Penelitian
71
Mardalis, Metode Penelitian (Suatu Pendekatan Proposal) (Jakarta: Bumi Aksara, Cet VIII: 2006), hlm 26. 72 Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, Cet II: 2007), hlm 47.
Menurut Lexy Moleong, penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis, gambar dan bukan angka, yang mana data diperoleh dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.73 Dengan penelitian kualitatif ini diharapkan peneliti dapat memperoleh data secara mendetail tentang hal-hal yang diteliti karena adanya hubungan langsung dengan responden atau obyek penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang objektif, faktual, akurat dan sistematis, mengenai masalah-masalah yang ada di penelitian ini. Sesuai dengan rumusan masalah penelitian, maka masalah yang dihadapi dalam penelitian ini adalah Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Autistik di Sekolah Inklusi SDN Sumbersari 1 Malang. Oleh karena itu, penelitian ini dapat disebut penelitian deskriptif kualitatif karena dalam penelitian ini data primernya menggunakan data yang bersifat data verbal yaitu berupa deskripsi yang diperoleh dari pengamatan pelaksanaan pendidikan agama Islam di dalam kelas. B. Kehadiran Peneliti Dalam suatu penelitian, kehadiran peneliti sangat diperlukan. Selain itu, peneliti sendiri bertindak sebagai instrument kunci penelitian. Kehadiran peneliti di lapangan terkait dengan jenis penelitian yang dipilih yaitu penelitian kualitatif. 73
hlm 4.
Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002)
Dalam
penelitian
ini,
peneliti
merencanakan,
melaksanakan
pengumpulan data, menganalisis data, menafsirkan data dan pada akhirnya peneliti yang menjadi pelapor hasil penelitiannya. Dalam penelitian ini, peneliti adalah sebagai pengamat penuh, yaitu sebagai pengamat yang tidak terlibat secara langsung dengan subyek penelitian dalam menjalankan proses penelitian. Hal ini dilakukan sebagai upaya menjaga obyektivitas hasil penelitian. C. Lokasi Penelitian Penentuan
lokasi
kegiatan
penelitian
ini
dilakukan
dengan
mempertimbangkan kualitas lokasi penelitian. Objek dalam penelitian ini adalah Sekolah Inklusi SDN Sumbersari 1 Malang. Sekolah ini adalah salah satu di antara sepuluh sekolah dasar di Kota Malang yang menyelenggarakan pendidikan inklusi. Lokasi sekolah ini berada di Kota Malang dan cukup mudah dijangkau. Sekolah ini tidak berada tepat di pinggir jalan raya, sehingga sangat kondusif untuk pembelajaran khususnya bagi anak berkebutuhan khusus yang membutuhkan udara bersih tidak tercemar oleh asap kendaraan. D. Sumber Data Pada dasarnya, menurut Lofland dan Lofland sumber data dalam suatu penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan (sumber data primer) dan selebihnya adalah sumber data sekunder seperti dokumen dan arsip-arsip.
Berkaitan dengan itu, Lexy Moleong menyimpulkan bahwa sumber data terbagi ke dalam kata-kata, tindakan, sumber data tertulis, foto dan statistik.74 Dalam penelitian ini, sumber data primer yang berupa kata-kata diperoleh dari wawancara dengan para informan yang telah ditentukan meliputi berbagai hal yang berkaitan dengan persiapan dan pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru pendidikan agama Islam dan guru ABK. Sedangkan sumber data sekunder dalam penelitian ini berupa dokumen-dokumen, arsip-arsip, buku-buku dan karya ilmiah lainnya serta foto-foto kegiatan belajar mengajar. E. Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang valid, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa prosedur pengambilan data, yaitu: 1. Observasi (Pengamatan) Observasi adalah suatu pengamatan langsung terhadap siswa dengan memperhatikan tingkah lakunya dalam pembelajaran kelompok, kerjasama serta komunikasi antara siswa, sehingga peneliti memperoleh gambaran suasana, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Metode observasi dapat diartikan sebagai pencatatan sistematis fenomenafenomena yang diselidiki.75 Dalam observasi secara langsung ini, peneliti selain berlaku sebagai pengamat penuh yang dapat melakukan pengamatan terhadap gejala atau proses yang terjadi dalam situasi yang sebenarnya dan 74 75
Ibid, hlm 157. Soetrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Andi Offset, 1994), hlm 136.
langsung diamati oleh observer, juga sebagai pemeran dan partisipan yang ikut dalam proses belajar mengajar. Observasi langsung ini dilakukan oleh peneliti selama penelitian untuk mengoptimalkan data mengenai pelaksanaan pendidikan agama Islam, kondisi bangunan, interaksi siswa dan guru di sekolah, serta keadaan sarana dan prasarana pendidikan. 2. Wawancara (Interview) Interview atau wawancara adalah proses tanya jawab dengan dua orang atau lebih, dan berhadapan secara fisik.76 Wawancara juga diartikan dengan percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara dan yang diwawancarai. Wawancara menurut Lexy Moleong adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang memberikan
jawaban
atas
pertanyaan
itu
disebut
terwawancara
(interviewee).77 Alat pengambilan data ini digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data obyektif yang diperlukan peneliti tentang latar belakang obyek penelitian, kondisi riil di lapangan secara umum menyangkut persiapan dan pelaksanaan pendidikan agama Islam yang meliputi: rencana pembelajaran, materi, strategi, media pembelajaran, pihak-pihak yang terlibat dalam pembelajaran, dan factor pendukung dan penghambat pembelajaran pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus. 76 77
ibid, hlm 192. Lexy Moleong, Opcit, hlm 186.
Untuk memperoleh data yang diinginkan, peneliti menggunakan pedoman interview dengan informan sebagai berikut: kepala sekolah, dan guru atau pembimbing pendidikan agama Islam.
3. Dokumentasi Dokumentasi adalah semua jenis rekaman atau catatan sekunder. Teknik pengambilan data berupa dokumen ini digunakan dalam penelitian sebagai sumber data yang bermanfaat untuk menguji, menafsirkan dan menambah rincian spesifik lainnya guna mendukung informasi dari sumber-sumber lain. Alat pengambil data ini terdiri dari dokumen pribadi dan dokumen resmi.78 Dokumen pribadi dalam penelitian ini berasal dari catatan atau keterangan kepala sekolah dan guru pembimbing pendidikan Agama Islam. Sedangkan dokumen resmi berasal dari dokumen internal seperti pengumuman,
laporan penyelenggaraan
pendidikan
dan
dokumen
eksternal yang dihasilkan dari lembaga seperti majalah, artikel dalam jurnal, atau pemberitahuan dari media massa. Dengan teknik ini, dimungkinkan peneliti mendapatkan informasi dari berbagai sumber tertulis atau dokumen yang ada pada responden atau tempat penelitian. F. Teknik Analisis Data Analisis data menurut Bogdan & Biklen seperti dikutip Lexy Moleong adalah
78
upaya
ibid, hlm 217.
yang
dilakukan
dengan
jalan
bekerja
dengan
data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.79 Analisis data dalam penelitian dilakukan selama dan sesudah pengumpulan data. Menurut Matthew B. Miles dan A.Michael Huberman, ada tiga kegiatan dalam analisis data, yaitu: a. Reduksi
data
yaitu
proses
pemilihan,
pemusatan
perhatian,
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.80 b. Penyajian
data
adalah
sekumpulan
informasi
tersusun
yang
memungkinkan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.81 c. Verifikasi atau menarik kesimpulan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menguji kebenaran, kekokohan dan kecocokan data. G. Pengecekan Keabsahan Data Keabsahan data dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan kriteria kredibilitas. Untuk mendapatkan data yang relevan, maka peneliti melakukan pengecekan keabsahan data hasil penelitian dengan cara: 1. Perpanjangan keikutsertaan, yaitu peneliti tinggal di lapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai. Perpanjangan keikutsertaan
79
Ibid, hlm 248. Matthew B. Miles & A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-Metode Baru, Penj: Tjetjep Rohendi Rohidi (Jakarta: UI Press, 1992), hlm 16. 81 Ibid, hlm 17. 80
peneliti akan memungkinan peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan.82 2. Ketekunan pengamatan, yaitu mengadakan pengamatan secara teliti dan berkesinambungan terhadap subjek penelitian agar memahami gejala lebih mendalam terhadap pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik. Keajegan pengamatan berarti mencari secara konsisten interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konstan atau tentatif. Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Dengan kata lain, ketekunan pengamatan menyediakan kedalaman.83 Ketekunan pengamatan ini dilakukan sebagai upaya peneliti untuk melakukan pengamatan berulang-ulang terhadap proses kehidupan keseharian, pengamatan secara terus-menerus dalam jangka waktu tertentu yang peneliti lakukan dengan harapan peneliti dapat melihat data dan informasi serta fenomena secara lebih cermat, terinci dan mendalam. 3. Triangulasi
adalah
tehnik
pemeriksaan
keabsahan
data
yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Tehnik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah melalui sumber lainnya.84 Triangulasi dengan sumber digunakan untuk pengecekan data tentang keabsahannya 82
Lexy Moleong, Opcit, hlm 327. Ibid, hlm 329-330. 84 Ibid, hlm 330. 83
dengan memanfaatkan berbagai sumber data informasi sebagai bahan pertimbangan, di sini penulis membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, dan juga membandingkan hasil wawancara dengan wawancara lainnya. H. Tahapan-Tahapan Penelitian Dalam penelitian kualitatif ada empat tahapan yang perlu dilakukan, yaitu: tahap pra lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data dan tahap pelaporan data. Tahap-tahap ini dapat dirinci sebagai berikut: 1. Tahap Pra Lapangan Pada tahap ini yang dilakukan peneliti adalah: a. menyusun rancangan penelitian dan memilih lapangan, b. mengurus perizinan, c. menjajaki dan menilai keadaan lapangan, d. memilih dan memanfaatkan informasi, e. menyiapkan perlengkapan penelitian, f. memperhatikan etika penelitian. 2. Tahap Pekerjaan Lapangan Pada tahap ini yang dilakukan peneliti adalah: a. memahami latar penelitian dan persiapan diri, b. memasuki lapangan, c. berperan aktif sambil mengumpulkan data. 3. Tahap Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil interview, catatan lapangan dan bahanbahan lain sehingga dapat dengan mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Tahap ini dilakukan peneliti sesuai dengan cara yang telah ditentukan sebelumnya. 4. Tahap Pelaporan Data Menulis laporan merupakan tugas terakhir dari rangkaian proses penelitian. Pada tahap ini peneliti menyususn laporan hasil penelitian dengan format tulisan dan bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca.
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Gambaran Umum SD Negeri Sumbersari 1 SD Negeri Sumbersari I merupakan lembaga pendidikan dasar yang berdiri pada tahun 1967. Pada awalnya, terdapat dua buah sekolah yaitu SD Negeri Sumbersari 1 dan SD Negeri Sumbersari 2.
Namun seiring
berjalannya waktu, dua sekolah tersebut mengalami regrouping menjadi SD Negeri Sumbersari 1 Malang. Lembaga tersebut terletak di Jl. Bendungan Sigura-Gura I No. 11 Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. Letak sekolah ini tidak di pinggir jalan raya, sehingga udara yang ada di sekitar sekolah sejuk dan jauh dari polusi. Apalagi di depan dan samping sekolah masih terdapat lahan persawahan. Sampai saat ini lembaga telah mengalami banyak kemajuan dan dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu sekolah dasar favorit. Sejak tahun 2002, SD Negeri Sumbersari I dipercaya oleh Diknas untuk melaksanakan program sekolah inklusi. Untuk menunjang proses belajar mengajar yang lebih efektif dan efisien, SD Negeri Sumbersari I banyak melakukan perbaikan. Mulai dari membangun gedung yang telah selesai, memanfaatkan gedung lama untuk ruang khusus ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). Ruang ini berfungsi untuk mengisolasi atau membimbing siswa berkebutuhan khusus yang
sedang bertingkah, tidak mau konsentrasi dan tidak mau mengikuti pelajaran di kelas. Selain untuk ruang ABK, gedung lama juga dimanfaatkan untuk mushalla, ruang perpustakaan, dan laboratorium. Sekolah juga berusaha memperbanyak media belajar bagi siswa berkebutuhan khusus, seperti menyediakan permainan-permainan edukatif dan puzzle. 2. Profil Sekolah PROFIL SEKOLAH Nama Sekolah
: SD Negeri Sumbersari 1
Nomor Statistik Sekolah
: 10105614022
NPSN
: 20533700
Propinsi
: Jawa Timur
Otonomi Daerah
: Kota Malang
Kecamatan
: Lowokwaru
Desa/Kelurahan
: Sumbersari
Jalan Nomor
: Jl. Bendungan Sigura-Gura I No. 11
Kode Pos
: 65145
Telepon
: 0341 587323
Faximile/Fax
:-
Daerah
: Perkotaan
Status Sekolah
: Negeri
Kelompok Sekolah
: Tipe B
Akreditasi
: Terakreditasi
Surat Keputusan
:-
Tahun Berdiri
: 1967
Tahun Operasi/Rehab
: 1983
Kegiatan Belajar Mengajar
: Pagi
Bangunan Sekolah
: Milik Sendiri
Sekolah Inti/Imbas
: SD Imbas
Jumlah Siswa
: 155 Siswa
Jumlah Rombel
: 6 Rombel
Jarak Ke Pusat Kecamatan
: 5 KM
Jarak Ke Pusat Otoda
: 5 KM
Terletak Pada Lintasan
: Kelurahan
Perjalanan Perubahan Sekolah
: Saat Berdiri Bernama SD Negeri Sumbersari 1
Jumlah Keanggotaan Rayon
:-
Organisasi Penyelenggara
: Pemerintah
3. Visi, Misi, Tujuan Umum dan Motto Sekolah a. Visi Sekolah Memfasilitasi terwujudnya pendidikan untuk semua menuju insan yang beriman dan bertaqwa, cerdas dan berilmu, terampil dan mandiri, bermartabat dan berakhlak mulia, sehingga berbudaya dan bermakna dalam hidupnya. b. Misi Sekolah 1) Memantapkan keberadaan SD Inklusi untuk mewujudkan pendidikan terpadu.
2) Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dengan memberdayakan semua potensi yang ada secara efektif, efisien, berdaya guna, berhasil guna untuk menunjang tercapainya Tujuan Pendidikan Nasional. 3) Mengimplementasikan kurikulum modifikasi dengan pendekatan PAKEM serta memperhatikan lingkungan, input/output peserta didiknya. 4) Memberdayakan peran serta masyarakat secara optimal dalam rangka meningkatkan
mutu,
pemerataan
dan
efisiensi
pengelolaan
pendidikan di sekolah baik secara kuantitatif maupun kualitatif. c. Tujuan Umum Sekolah 1) Dapat meletakkan dasar-dasar: Iman dan taqwa, berakhlak mulia dan berbudi luhur, cinta tanah air dan
bangsa,
berkepribadian
dan
bertanggungjawab,
menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban, kecerdasan dan berilmu pengetahuan, citarasa dan keselarasan, sportif, terampil dan mandiri. 2) Dari tahun ke tahun dapat meningkatkan nilai rata-rata UPM/UAN dan UAS. 3) Dari tahun ke tahun dapat meningkatkan jumlah lulusan yang dapat melanjutkan ke sekolah negeri atau swasta yang unggul. 4) Dari tahun ke tahun berusaha memperkecil jumlah siswa yang tidak naik kelas. 5) Selalu dapat berperan serta secara aktif dalam berbagai kegiatan pendidikan non akademis di berbagai tingkatan.
6) Dapat melayani siswa ABK yang memadai, dari maksimal 10% jumlah siswa setiap kelasnya. d. Motto Sekolah Maju bersama Insyaallah mutu terjaga. 4. Keadaan Guru dan Karyawan Guru adalah komponen yang sangat penting dalam suatu lembaga pendidikan. Sesuai dengan hasil penelitian, tenaga guru dan karyawan di SD Negeri Sumbersari 1 berjumlah 13 orang, sebagaimana tertera dalam tabel di bawah ini: Tabel 4.1 Data Guru dan Karyawan SD Negeri Sumbersari 1 Tahun Ajaran 2008/2009 No
Keterangan
Jumlah
1.
Guru Tetap
8
2.
Guru Tidak Tetap
4
3.
Pegawai Tetap
1
Jumlah
13
Sumber Data: Dokumen SDN Sumbersari 1 Malang 5. Keadaan Siswa Jumlah siswa SD Negeri Sumbersari 1 pada tahun ajaran 2008/2009 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2 Data Murid SD Negeri Sumbersari 1 Tahun Ajaran 2008/2009 AGAMA KELAS
LK
PR
JMLH ISLAM
KATOLIK
PROTESTAN
1
16
8
24
24
-
-
2
12
9
21
21
-
-
3
14
8
22
22
-
-
4
17
14
31
31
-
-
5
16
15
31
31
-
-
6
13
13
26
24
2
-
JMLH
88
67
155
153
2
-
Sumber Data: Dokumen SDN Sumbersari 1 Malang 6. Keadaan Sarana dan Prasarana Untuk meningkatkan integritas dan kualitas siswa, proses belajar mengajar di SD Negeri Sumbersari I didukung secara penuh oleh seperangkat fasilitas, sarana dan prasarana akademik. Dengan adanya berbagai sarana dan prasarana akademik, diharapkan akan mempermudah guru maupun siswa dalam proses belajar mengajar. Sarana dan prasarana tersebut tertera dalam lampiran.
B. Paparan Dan Analisis Data 1. Konsep Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Autistik Di Sekolah Inklusi Pendidikan inklusi adalah salah satu program pendidikan yang dicanangkan oleh pemerintah dengan tujuan memberikan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Diharapkan dengan adanya layanan pendidikan inklusi, anak berkebutuhan khusus dapat bersekolah di sekolah reguler bersama-sama dengan anak-anak normal, sehingga nantinya akan mempercepat proses penyembuhannya. Hal ini juga diungkapkan oleh Ibu Anita selaku Kepala SDN Sumbersari 1 berikut ini: Sekolah inklusi merupakan program pemerintah yang didirikan di Kota Malang. Kebetulan SDN Sumbersari 1 ini salah satunya, jumlah sekolah inklusi di Kota Malang ada 24, yang 22 adalah SD dan 2 merupakan SMP. Alasan didirikan sekolah inklusi adalah karena kita sebenarnya mau menampung ABK, ABK ini sebenarnya bukan anak yang bisa ditampung di SLB, karena sebenarnya dia tidak pas di sana. Misalnya anak autis, anak tunagrahita sedang, mereka tidak pas kalau diletakkan di SLB, tapi juga sulit mengikuti jika disekolahkan di sekolah umum. Nah..didirikanlah sekolah inklusi agar anak-anak yang seperti ini memperoleh penanganan yang tepat dan diharapkan dapat mempercepat proses penyembuhan ABK. 85 Tujuan lain didirikan sekolah inklusi adalah agar anak-anak berkebutuhan khusus terutama anak autis dapat bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Sehingga dia tidak semakin asyik dengan dunianya sendiri dan menarik diri dari komunitas sosial. Hal ini sesuai dengan pernyataan kepala sekolah:
85
Wawancara dengan Ibu Anita Kepala Sekolah SDN Sumbersari 1, tanggal 13 Pebruari 2009 di ruang kepala sekolah.
Anak yang sudah memenuhi target atau mereka yang sudah lulus di sekolah autis, bisa diletakkan di sekolah inklusi dengan tujuan dia bisa bersosialisasi dengan teman-temannya yang normal, sehingga dia akan lebih cepat untuk sembuh. 86 Salah satu pendidikan yang didapatkan oleh anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi adalah pendidikan agama Islam. Pendidikan ini diberikan dengan tujuan agar anak didik dapat memahami apa yang terkandung dalam ajaran Islam, menghayati makna, maksud dan tujuannya sehingga mereka dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari dan pada akhirnya mendatangkan keselamatan dunia dan akhirat. Pendidikan agama Islam yang didapatkan di sekolah tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga praktis. Anak didik dilatih untuk mengamalkan apa yang telah mereka pelajari di dalam kelas, seperi membiasakan shalat secara berjama ah. Pembelajaran yang seperti ini sangat membantu anakanak berkebutuhan khusus, karena mereka mudah menangkap pelajaran yang konkrit dan bukan abstrak. Ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung, anak berkebutuhan khusus dibantu oleh shadow. Tugas shadow hanya sebatas membantu kebutuhan siswa berkebutuhan khusus selama mengikuti pelajaran. Hal ini seperti disampaikan oleh kepala sekolah sebagai berikut: Karena ABK dalam menangkap pelajaran tidak persis sama dengan anak normal, adakalanya dalam mengerjakan tugas mereka dibantu, sehingga mereka ada perlakuan khusus. Oleh karena itu, perlu adanya shadow/pendamping yang bertugas membimbng ABK. Shadow harus berpengalaman, mungkin dia adalah terapis, atau sarjana psikologi atau mungkin dia sudah berpengalaman di SLB.
86
Ibid.
Selain shadow, di kelas inklusi juga terdapat guru pembimbing khusus yang bertugas memberi masukan guru kelas tentang kondisi, kelebihan dan kelemahan anak-anak berkebutuhan khusus. Sehingga guru kelas dapat menjadikannya sebagai acuan dalam menangani anak-anak berkebutuhan khusus. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh kepala sekolah sebagai berikut: Guru pembimbing khusus bukan guru kelas, dia hanya melihat. Oh..anak ini punya kelemahan seperti ini, sehingga harus diperlakukan seperti ini.. lalu dia memberi masukan guru kelas. Jadi GPK punya catatan perkembangan anak. GPK juga harus terlatih, harus sarjana psikologi atau sarjana PLB atau sudah pernah menjadi terapis. 87 Program pendidikan inklusi yang diadakan oleh pemerintah menggunakan kurikulum sebagaimana kurikulum yang berlaku di sekolah umum, akan tetapi sekolah berhak melakukan modifikasi agar kurikulum sesuai dengan keadaan dan kebutuhan anak didik. Pendidik yang mengajar di sekolah inklusi haruslah pendidik yang dapat memahami perbedaan di antara anak-anak didiknya. Oleh karena itu, pendidik harus sering mengikuti pelatihan-pelatihan dan workshop tentang cara mendidik dan menangani ABK. Karakteristik anak berkebutuhan khusus yang dapat diterima di layanan pendidikan inklusi adalah anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunawicara, tunalaras, anak berkesulitan belajar, anak lamban belajar, anak autistik, anak dengan gangguan motorik, anak korban
87
Ibid.
penyalahgunaan narkoba atau anak dengan gabungan dua atau lebih jenisjenis anak berkebutuhan khusus. Materi pendidikan agama Islam yang diajarkan di sekolah inklusi adalah Al Quran, aqidah, akhlak, dan fiqih serta tarikh untuk kelas empat sampai enam. Metode dan media pembelajaran yang digunakan harus disesuaikan dengan materi yang diajarkan. Pemilihan metode dan media pembelajaran harus mempertimbangkan kondisi dan kemampuan anak didik, terutama anak-anak berkebutuhan khusus. Evaluasi pembelajaran dapat berupa evaluasi proses, yaitu evaluasi yang dilakukan dengan cara seketika pada saat proses pembelajaran dengan meluruskan atau membetulkan perilaku menyimpang. Selain evaluasi proses, evaluasi lain yang dapat dilakukan adalah post test dan evaluasi setiap akhir semester sesuai dengan ketentuan untuk sekolah umum. 2. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam bagi ABK Autistik di Sekolah Inklusi Pendidikan agama Islam adalah salah satu mata pelajaran yang penting bagi tumbuh kembang anak dari aspek spiritual. Sehingga dalam penerapannya, pembelajaran pendidikan agama Islam tidak hanya dilakukan di dalam kelas, tetapi juga di luar kelas, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibu Siti sebagai guru PAI berikut ini: Pembelajaran PAI itu bermacam-macam bentuknya, tidak hanya di dalam kelas, di luar kelaspun kita bisa menerapkan pendidikan agama untuk anak. Misalnya, untuk anak kelas tiga ke atas, mereka diajari shalat berjama ah di mushalla. Kalau mata pelajaran PAI di akhir jam pelajaran, anak-anak diajak shalat dhuhur berjama ah. Kalau di kelas itu
jam pelajaran PAI tidak ada yang di jam terakhir, yaa..anak-anak diajari shalat dhuha. 88 Pendidikan agama Islam tidak hanya harus dipahami dan dimengerti saja oleh siswa, tetapi mereka juga harus menerapkannya dalam kehiduan sehari-hari. Oleh karena itu, dalam proses belajar mengajar, seorang guru dituntut untuk menerapkan Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif
Menyenangkan
(PAKEM).
Dengan
diterapkannya
model
pembelajaran PAKEM, diharapkan siswa mudah memahami pelajaran dan tidak cepat bosan. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Ibu Siti berikut: Sekarang pembelajarannya harus pake PAKEM. Selama liburan kemarin kan kita dapat pelatihan, jadi untuk semester dua ini kita harus menerapkan PAKEM, biar anak-anak itu juga ikut aktif selama pembelajaran di kelas. 89 Layanan pendidikan yang diberikan kepada anak berkebutuhan khusus autis berkaitan erat dengan proses pembelajaran. Kajian mengenai proses pembelajaran pendidikan agama Islam berarti kajian tentang komponen-komponen pendidikan agama Islam. Berikut ini komponenkomponen yang terkait dengan proses pembelajaran pendidikan agama Islam: a. Kurikulum Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam pembelajaran, sehingga tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud. Adanya kurikulum memungkinkan kegiatan belajar mengajar dapat 88
wawancara dengan Ibu Siti, Guru PAI di SDN Sumbersari 1, tanggal 13 Pebruari 2009 di ruang guru. 89 Ibid.
terlaksana secara sistematis dan terstruktur. Kurikulum yang dijadikan acuan dalam
pembelajaran
seringkali
mengalami
perubahan.
Hal
ini
dimaksudkan agar kualitas pendidikan di negeri ini semakin baik. SD Negeri Sumbersari 1 sebagai salah satu sekolah inklusi di Kota Malang telah menggunakan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) sebagaimana yang ditetapkan oleh pemerintah. Kurikulum ini memungkinkan guru untuk melakukan modifikasi agar sesuai dengan kebutuhan peserta didiknya. Diberlakukannya kurikulum ini sangat sesuai dengan kondisi sekolah inklusi, di mana anak berkebutuhan khusus membutuhkan perlakuan khusus. Hal ini disampaikan oleh kepala sekolah berikut ini: Kurikulum yang kita pakai adalah kurikulum umum yang dimodifikasi, maksudnya disesuaikan dengan kebutuhan. Jadi materi yang diterima sama dengan anak-anak yang lain. Cuma untuk ABK dibatasi, tetapi tidak meninggalkan aturan standar minimal. Yang memodifikasi adalah sekolah sendiri, apalagi sekarang kurikulum yang dipakai adalah KTSP, sehingga sekolah berhak melakukan modifikasi. 90 b. Pendidik Pendidik
adalah
orang
yang
bertanggungjawab
terhadap
perkembangan anak didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi kognitif, potensi afektif, maupun potensi psikomotorik.
Sebagai
orang
yang
bertanggungjawab
terhadap
perkembangan potensi anak didik, maka seorang pendidik harus
90
Wawancara dengan Ibu Anita Kepala Sekolah SDN Sumbersari 1, tanggal 13 Pebruari 2009 di ruang kepala sekolah.
memiliki kualifikasi tertentu, misalnya lulusan dari ilmu keguruan atau memiliki akta mengajar. Pendidik di SDN Sumbersari 1 harus memiliki kualifikasi keguruan. Selain itu mereka juga dilatih agar dapat menghadapi anakanak berkebutuhan khusus. Cara yang ditempuh agar para pendidik terlatih menghadapi anak-anak berkebutuhan khusus adalah dengan mengikuti pelatihan-pelatihan dan mengadakan studi banding ke sekolah-sekolah luar biasa dan sekolah inklusi yang lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ibu Anita, kepala sekolah SDN Sumbersari 1 berikut: Guru-guru di SD inklusi ini lulusan dari keguruan dan mereka sudah dilatih bagaimana menangani ABK. Jadi sekolah inklusi itu memang sudah disiapkan sebelum menerima ABK, guru-gurunya harus mengikuti pelatihan dan mengikuti studi banding. 91 Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu Siti berikut ini: Dulu waktu pertama kali menerima ABK, guru-guru di sini sempat bingung bagaimana menangani anak-anak berkebutuhan khusus. Akhirnya kita mengadakan studi banding ke SLB-SLB, mengikuti pelatihan-pelatihan dan workshop. Dengan begitu, kita jadi tahu trik-trik yang bisa dilakukan untuk menghadapi ABK. 92 Kualifikasi pendidikan guru harus didukung dengan kompetensikompetensi yang lain, misalnya kompetensi personal yang menyangkut nilai-nilai lebih yang hendak diinternalisasikan kepada murid-muridnya seperti kejujuran, keadilan, kebersihan, kedisiplinan dan ketertiban; kompetensi sosial
yang berkaitan dengan kepeduliannya terhadap
masalah-masalah sosial dan kompetensi profesional. 91
Ibid. Wawancara dengan Ibu Siti, Guru PAI SDN Sumbersari 1, tanggal 13 Pebruari 2009 di ruang guru. 92
Pendidik sebagai pengganti orang tua dalam mendidik anak selama di sekolah, memiliki tanggungjawab untuk melaksanakan amanah tersebut. Harus ada komunikasi yang baik antara guru dan orangtua, sehingga dapat diketahui perkembangan anak, keberhasilan atau kegagalan dalam pembelajaran, masalah-masalah yang muncul dan solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasinya. c. Anak didik Dalam menerima siswa berkebutuhan khusus, sekolah inklusi mempunyai standar penerimaan tersendiri. Tidak seluruh karakteristik anak berkebutuhan khusus dapat diterima di sekolah ini. Karakteristik yang dapat diterima misalnya anak autis, tuna grahita sedang dan ringan, slow learner, low vision, sulit berkonsentrasi dan hiperaktif. Hal ini sebagaimana dituturkan oleh Ibu Anita berikut ini: Anak yang dapat diterima di sekolah inklusi seperti anak autis, slow learner, anak tunagrahita sedang atau ringan. IQ-nya juga dibatasi, karena jika belum bisa mengikuti sekolah umum, tempatnya ya di SLB. 93 Anak berkebutuhan khusus autis tidak begitu saja diterima di sekolah inklusi. Anak autis harus memenuhi target tertentu atau sudah lulus dari sekolah khusus autis. Hal ini dilakukan agar mereka dapat mengikuti pembelajaran yang diterapkan di sekolah inklusi. d. Materi Materi pendidikan agama Islam mengacu pada kurikulum yang berlaku. Adapun materi untuk tingkat dasar, dimulai kelas satu sampai 93
ibid
dengan kelas tiga meliputi Al Quran, aqidah, akhlak dan fiqih. Untuk kelas atas atau kelas empat sampai dengan kelas enam, materi pendidikan agama Islam terdiri dari Al Quran, aqidah, akhlak, fiqih dan tarikh. Materi pendidikan agama Islam yang diberikan untuk anak berkebutuhan khusus sama dengan yang diberikan untuk anak normal. Hal ini sesuai dengan hasil observasi kegiatan belajar mengajar pada tanggal 5 Pebruari 2009 berikut ini: Pemberian materi mengenal ayat-ayat Al Quran Surat An Nas diawali dengan melafalkan surat An Nas secara berulang-ulang, guru menulis surat An Nas dengan menggunakan huruf hijaiyah dan huruf latin, kemudian siswa diminta untuk menghafalkannya. Selanjutnya, guru menerangkan dan mengadakan tanya jawab seputar surat An Nas yang meliputi jumlah ayat, urutan surat dalam Al Quran, tempat turun dan makna yang terdapat dalam surat An Nas. 94 Selain mengajarkan materi pokok sebagaimana tertera dalam kurikulum, guru juga melatih siswa menulis huruf hijaiyah. Hal ini dilakukan agar siswa semakin terlatih menulis huruf hijaiyah dan semakin mencintai Al Quran. e. Metode Metode merupakan salah satu komponen pembelajaran yang sangat penting. Akhir-akhir ini banyak sekali metode pembelajaran baru yang ditawarkan oleh ahli pendidikan. Seorang guru hendaknya pandai-pandai memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan materi dan mudah diterima oleh anak didik. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Ibu Siti berikut ini: 94
Observasi kelas pada saat kegiatan belajar mengajar tanggal 5 Pebruari 2009.
Kita harus pandai-pandai memilih metode yang sesuai dengan materi pelajaran, agar anak tertarik dan mudah paham. Kadang-kadang dalam pembelajaran, ada saatnya membedakan metode untuk siswa normal dan yang ABK. 95 Hal ini senada dengan hasil observasi kegiatan belajar mengajar pada tanggal 5 Pebruari 2009 berikut ini: Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru PAI adalah: 1) Hafalan bacaan dalam shalat dan hafalan surat-surat pendek beserta artinya. 2) Ceramah atau menjelaskan materi, metode ini digunakan karena siswa membutuhkan bimbingan dalam memahami materi dan penguatan. 3) Tanya jawab tentang materi-materi yang telah diberikan. 4) Kerja kelompok untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru.96 5) Demonstrasi tentang materi yang sedang dipelajari seperti tata cara wudhu dan tata cara shalat. 6) Praktek, setelah mengetahui niat dan tata cara wudhu, siswa harus mempraktekkan wudhu sebelum mereka shalat. Begitu juga setelah siswa mengetahui dan hafal bacaan shalat, guru mengajak mereka untuk shalat berjama ah di mushalla. f. Media Media sebagai alat peraga yang digunakan untuk menyampaikan informasi atau materi pada anak didik harus disesuaikan dengan kebutuhan dan sesuai dengan materi yang diajarkan. Pemilihan media berarti mewujudkan bahan yang diajarkan secara nyata, baik dalam bentuk aslinya atau konkrit maupun tiruan, sehingga anak didik dapat mengamati dengan jelas dan tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan mudah. Apalagi kebanyakan anak autis memiliki gaya belajar yang cenderung visual dan mengalami kesulitan ketika harus memahami 95
Wawancara dengan Ibu Siti, Guru PAI SDN Sumbersari 1, tanggal 13 Pebruari 2009 di ruang guru. 96 Observasi kelas pada saat kegiatan belajar mengajar tanggal 5 Pebruari 2009.
bahasa abstrak yang sulit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ibu Siti berikut ini: Lebih banyak menggunakan media visual seperti kertas-kertas yang bertuliskan huruf-huruf hijaiyah atau surat-surat pendek. Tergantung materinya 97 Seluruh proses yang ada dalam pembelajaran dituntut untuk dievaluasi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan atau kegagalan proses tersebut. Evaluasi media dapat dilakukan dengan mengetahui tingkat pemahaman anak didik dalam menerima pelajaran. g. Evaluasi Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman anak didik terhadap materi pelajaran, melatih keberanian dan mengajak anak didik untuk mengingat kembali materi yang telah diberikan. Evaluasi belajar untuk siswa berkebutuhan khusus sama dengan siswa normal. Evaluasi diadakan dalam bentuk post test dan setelah enam bulan, setiap siswa mengikuti Ujian Akhir Semester. Sebelum mengikuti evaluasi belajar, siswa berkebutuhan khusus biasanya mendapatkan drill materi. Mereka harus belajar secara berulang-ulang agar dapat berhasil mengerjakan soal-soal ujian. Hal ini dilakukan karena sebagian besar anak berkebutuhan khusus terutama anak autis sebagian besar memiliki daya ingat dan pemahaman yang rendah. Materi yang diajarkan pada pertemuan pertama seringkali sudah dilupakan ketika diadakan pengulangan materi pada pertemuan 97
Wawancara dengan Ibu Siti, Guru PAI SDN Sumbersari 1, tanggal 13 Pebruari 2009 di ruang guru.
berikutnya. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan Ibu Siti berikut ini: Seringkali sebelum ujian, kita memberitahu shadow agar terus menerus mengulangi materi yang akan diujikan. Kalo ngga gitu, ya ABK tidak bisa mengikuti. Lha wong materi yang baru disampaikan aja mereka itu gampang lupa. 98
3. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Autistik di Sekolah Inklusi a. Faktor
Pendukung
Pendidikan
Agama
Islam
Bagi
Anak
Berkebutuhan Khusus Autistik di Sekolah Inklusi Keberhasilan pembelajaran tidak bisa lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Di antara faktor-faktor pendukung pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi adalah: 1) Guru Seluruh guru di sekolah inklusi harus memiliki kemampuan untuk mengajar siswa-siswa berkebutuhan khusus. Mereka harus sabar dan telaten membimbing anak-anak yang unik, karena setiap anak berkebutuhan khusus terutama anak autis memiliki variasi gangguan yang berbeda-beda. Adanya guru pembimbing khusus di setiap kelas dan shadow untuk setiap siswa sangat mendukung proses belajar mengajar. Tugas guru pembimbing khusus adalah memberi masukan guru
98
Ibid.
kelas tentang kondisi, kelebihan dan kelemahan anak-anak berkebutuhan khusus. Sehingga guru kelas dapat menjadikannya sebagai acuan dalam menangani anak-anak berkebutuhan khusus. Sedangkan tugas shadow adalah membantu siswa berkebutuhan khusus yang mengalami kesulitan selama proses belajar mengajar. Hal ini sesuai dengan pernyataan kepala sekolah berikut ini: Karena ABK dalam menangkap pelajaran tidak persis sama dengan anak normal, adakalanya dalam mengerjakan tugas mereka dibantu, sehingga mereka ada perlakuan khusus. Oleh karena itu, perlu adanya shadow/pendamping yang bertugas membimbng ABK. Kalau guru pembimbing khusus itu bukan guru kelas, dia hanya melihat. Oh..anak ini punya kelemahan seperti ini, sehingga harus diperlakukan seperti ini.. lalu dia memberi masukan guru kelas. Jadi GPK punya catatan perkembangan anak. 99 Keberadaan guru pembimbing khusus dan beberapa shadow di setiap kelas hanyalah untuk memantau dan membantu siswa-siswa berkebutuhan khusus. Mereka tidak ikut campur mengajar selama kegiatan belajar mengajar. Jadi, hanya guru kelaslah yang berhak mengendalikan kondisi kelas. Semua guru, baik guru kelas atau guru-guru mata pelajaran yang lain selalu memberi pengertian kepada siswa yang normal agar tidak mendiskriminasi teman-temannya yang berkebutuhan khusus. Kepada siswa yang normal selalu ditanamkan bahwa teman-teman yang berkebutuhan khusus juga harus disayangi, dihormati dan
99
Wawancara dengan Ibu Anita Kepala Sekolah SDN Sumbersari 1, tanggal 13 Pebruari 2009 di ruang kepala sekolah.
dihargai sebagaimana mereka menyayangi dan menghormati temantemannya yang normal. Keberadaan siswa berkebutuhan khusus perlu adanya dukungan dari seluruh pihak yang ada di sekolah, baik dukungan dari kepala sekolah, guru kelas, guru mata pelajaran maupun seluruh masyarakat sekolah. Dengan adanya dukungan ini, diharapkan siswa dengan kebutuhan khusus terutama siswa autis dapat berperilaku normal seperti teman-temannya yang lain. 2) Alokasi waktu untuk pendidikan agama Islam Penambahan alokasi waktu untuk pendidikan agama Islam yang dilakukan oleh kepala sekolah sangat bermanfaat sekali. Dengan alokasi waktu yang seharusnya tiga jam perminggu menjadi empat jam perminggu, guru PAI dapat memanfaatkannya untuk melatih siswa shalat berjamaah di mushalla. Waktu yang cukup banyak ini juga memungkinkan siswa untuk mendapatkan pengayaan materi. 3) Sarana dan prasarana Adanya sarana dan prasarana yang khusus diperuntukkan bagi siswa berkebutuhan khusus, sangat berpengaruh pada perkembangan mereka.
Sarana
dan
prasarana
yang
khusus
untuk
siswa
berkebutuhan khusus antara lain: a) Ruang khusus ABK Ruang khusus atau ruang isolasi ABK digunakan untuk memberi bimbingan pada ABK yang sedang bermasalah, tidak
dapat berkonsentrasi, atau tidak bisa mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan baik. Di ruangan ini, ABK secara khusus mendapatkan bimbingan intensif dari guru pembimbing khusus agar dapat dikendalikan
dan konsentrasinya kembali normal. Hal ini
sebagaimana disampaikan oleh Ibu Anita berikut ini: Saat ABK tidak bisa konsentrasi atau tidak bisa mengikuti pelajaran, mereka dibawa ke ruang ABK. Bila anak autis sedang dalam keadaan yang tidak terkendalikan, mereka bisa melukai temannya, setelah dibimbing dan dia tenang, baru diajak kembali ke kelas. 100 Keberadaan ruang khusus untuk ABK sangat membantu keberlangsungan kegiatan belajar mengajar. Karena di saat ABK bermasalah, dia dapat dibimbing secara khusus di luar kelas sehingga tidak mengganggu konsentrasi siswa lainnya. b) Permainan edukatif Sekolah inklusi harus memiliki berbagai macam permainan edukatif yang berfungsi untuk merangsang perkembangan otak. Jenis permainan ini dikhususkan bagi siswa berkebutuhan khusus, sehingga ditempatkan di ruang ABK. Hal ini diungkapkan oleh Ibu Anita: Sarana prasarana sekolah inklusi tentunya beda dengan sekolah biasa. Kita harus punya mainan anak yang tidak membahayakan tapi bisa merangsang otak seperti puzzle dsb. Tapi mainan itu khusus untuk ABK, jadi ditempatkan di ruang ABK tidak di dalam kelas. 101
100 101
Ibid. ibid.
Selain fasilitas berupa permainan edukatif, siswa berkebutuhan khusus seringkali
diputarkan
musik.
Dengan
diputarkan
musik,
diharapkan bisa merangsang perkembangan otak, merangsang daya ingat dan merangsang kelembutan. c) Kantin Sebagian besar anak berkebutuhan khusus autis memiliki alergi terhadap bahan makanan tertentu, sehingga mereka harus melakukan diet makanan. Oleh karena itu, SDN Sumbersari 1 memiliki kantin yang menyediakan makanan sehat, sehingga aman dikonsumsi oleh anak autis. Pelanggaran diet makanan pada anak autis dapat mengakibatkan hiperaktif dan menurunnya konsentrasi. 4) Lingkungan Kesadaran orang tua dari siswa berkebutuhan khusus untuk terus memantau perkembangan anaknya sangat berpengaruh bagi ABK sendiri. Dengan adanya kerjasama antara pihak sekolah dan orang tua, diharapkan dapat menyelesaikan berbagai masalah yang timbul, sekecil apapun masalah itu. Pihak sekolah dan orang tua juga harus saling bertukar informasi tentang aktivitas anak di dalam dan di luar kelas serta tingkat kemajuan yang telah dicapai anak tersebut. Dukungan dari siswa normal bagi siswa berkebutuhan khusus juga sangat penting. Dukungan ini dapat berupa pemahaman bahwa ABK terutama anak autis harus diperlakukan sama dengan teman
yang normal, harus dihormati, dihargai dan tidak boleh diejek atau dicemooh. Letak geografis sekolah yang tidak tepat di pinggir jalan raya, namun berada di tengah perkampungan dan dekat dengan areal persawahan. Keadaan ini menjadikan suasana sekolah sangat kondusif untuk pembelajaran, karena tidak bising oleh suara kendaraan yang lalu lalang dan udara yang adapun sangat sejuk. b. Faktor
Penghambat
Pendidikan Agama
Islam
Bagi
Anak
Berkebutuhan Khusus Autistik di Sekolah Inklusi Proses pembelajaran tidak bisa lepas dari beberapa faktor yang menghambatnya. Adapun faktor penghambat pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi adalah: 1) Anak didik Anak berkebutuhan khusus autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan dalam komunikasi, perilaku, dan interaksi sosial. Anak yang mengalami gangguan autis ringan dapat diterima di sekolah inklusi, sehingga diharapkan ia bisa bersosialisasi dan berbaur dengan teman-teman yang normal. Banyak sekali hambatan bersumber dari anak didik yang menyertai pembelajaran di sekolah inklusi, di antaranya adalah: a) Konsentrasi atau mood ABK Anak berkebutuhan khusus autis seringkali hiperaktif dan mengalami gangguan konsentrasi. Apabila hal ini terjadi, maka
ABK tidak bisa mengikuti pelajaran di dalam kelas, Ia harus dibawa ke ruang ABK untuk mendapatkan bimbingan khusus sampai kondisinya stabil dan konsentrasinya kembali baik. Bila tidak cepat mendapatkan penanganan, ABK bisa melukai teman-teman maupun orang-orang yang ada di dekatnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ibu Anita: Saat ABK tidak bisa konsentrasi atau tidak bisa mengikuti pelajaran, mereka dibawa ke ruang ABK. Bila anak autis sedang dalam keadaan yang tidak terkendalikan, mereka bisa melukai temannya, setelah dibimbing dan dia tenang, baru diajak kembali ke kelas. 102 Hal senada diungkapkan oleh Ibu Siti: Kalo ABK tidak bisa konsentrasi, dia dibawa ke ruang isolasi ABK. Kalo anak yang hiperaktifnya kambuh, dia meronta-ronta dan bisa melukai temannya. Bahkan dulu ada anak pendiam dan pintar yang tiba-tiba dijambak oleh anak yang hiperaktif. Dia lalu pindah sekolah. Kalo gini kan eman ya anak pendiam dan pintar sampai pindah sekolah. Sehingga kita panggil orang tua anak hiperaktif, kita komunikasikan. Kita minta maaf tidak bisa lagi menangani anak tersebut. Jadi terpaksa kita berhentikan. 103 Tingkah laku ABK yang seringkali meminta perhatian lebih dari guru sangat mempengaruhi kondisi psikologis siswa yang normal. Di mana anak normal meniru apa yang dilakukan oleh ABK agar mendapatkan perhatian dari gurunya. Hal ini diungkapkan oleh Ibu Siti berikut ini: ABK yang tidak mau mengikuti pelajaran, biasanya menangis. Sampe ada anak normal yang pengen seperti 102
ibid. Wawancara dengan Ibu Siti, Guru PAI SDN Sumbersari 1, tanggal 13 Pebruari 2009 di ruang guru. 103
ABK, minta diperhatikan. Nah.. ini kan juga menghambat pembelajaran.
104
b) Kebanyakan ABK lamban belajar Anak berkebutuhan khusus autis kebanyakan mengalami kelambanan dalam belajar. Ini sangat mempengaruhi suasana pembelajaran di dalam kelas. Ketika siswa normal telah selesai mengerjakan 5 nomor, ABK seringkali masih menyelesaikan 2 nomor. Kadangkala pekerjaan sekolah ABK yang tidak selesai dijadikan sebagai tambahan PR.105 Sebagaimana pernyataan Ibu Siti berikut ini: Kebanyakan ABK sulit dalam belajar, kalo anak normal dapat 10 soal, ABK dapat 5 soal. Pembelajaran ABK sering tidak selesai di kelas, walaupun PAI per minggunya 4 jam pelajaran dari seharusnya 3 jam pelajaran per minggu, sehingga tugas-tugasnya sering jadi PR. 106 Selain lamban dalam belajar, ABK seringkali tidak berperan aktif ketika guru membentuk kelompok-kelompok untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Kebanyakan dari mereka tampak tidak tertarik dengan kerja kelompok dan tampak asyik dengan dunianya sendiri. Sehingga hanya siswa normallah yang mengerjakan tugas-tugas kelompok.107 Hal ini menegaskan bahwa anak autis walaupun dengan gejala yang ringan, masih sulit terlepas dari sikap yang seakan-akan memiliki dunia tersendiri. 104
Ibid. Observasi kelas pada saat kegiatan belajar mengajar tanggal 5 Pebruari 2009. 106 Wawancara dengan Ibu Siti, Guru PAI SDN Sumbersari 1, tanggal 13 Pebruari 2009 di ruang guru. 107 Observasi kelas pada saat kegiatan belajar mengajar tanggal 5 Pebruari 2009. 105
c) Banyaknya jumlah ABK di setiap kelas Idealnya, dalam setiap kelas di sekolah inklusi hanya menerima 1-2 orang. Namun yang terjadi di SDN Sumbersari 1 sangat berbeda dengan ketentuan tersebut, bahkan dalam satu kelas terdapat 5-6 ABK. Banyaknya jumlah ABK di dalam kelas sangat mempengaruhi kegiatan belajar mengajar. Banyaknya ABK berarti banyak anak yang harus diperhatikan secara intensif dan banyak shadow yang mendampingi di dalam kelas. Sebagaimana pernyataan Ibu Siti berikut ini: Satu kelas banyak ABK-nya, kadang dalam satu kelas ada 56 ABK sehingga kelas menjadi tidak kondusif. Seharusnya dalam satu kelas hanya ada 2 ABK agar bisa maksimal. Sebenarnya banyaknya jumlah ABK dalam setiap kelas ini adalah kebijakan dari kepala sekolah yang lama. 108 d) Evaluasi atau ujian Anak berkebutuhan khusus autis kebanyakan mengalami kelambanan dalam belajar, sehingga dalam proses belajar mengajar ia banyak dibantu oleh shadow bahkan saat ujian pun ABK didampingi dan dibantu oleh shadow. Keadaan ini juga berpengaruh pada siswa normal, karena pada saat ujian, siswa normal yang duduk di dekat ABK dapat mendengar bantuan jawaban yang diberikan oleh shadow. Ini sesuai dengan pernyataan Ibu Siti berikut ini: ABK kalo UAS biasanya didampingi shadow. Ini yang bikin masalah, karena waku itu ABK dan anak normal 108
Ibid.
ujian dalam satu kelas. Jadi anak normal yang duduk di sebelah ABK diuntungkan, mereka mendengar shadow yang membantu ABK. Sampe pernah ABK ditempatkan di ruang ABK saat ujian, dengan tujuan tidak mengganggu anak normal. 109 2) Lingkungan Keberadaan shadow di dalam kelas kadangkala menghambat jalannya kegiatan belajar mengajar. Hal ini terjadi apabila mereka terlalu banyak terlibat dalam pembelajaran, sehingga ABK menjadi sangat tergantung padanya. Padahal seharusnya tugas shadow hanyalah membantu kebutuhan ABK yang didampinginya. Peran
shadow
di
sekolah
inklusi
sebenarnya
telah
disampaikan sejak mereka masuk untuk pertama kalinya. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, banyak shadow yang terlalu jauh terlibat dalam pembelajaran sehingga ABK yang didampingi juga sangat tergantung pada shadownya. Padahal salah satu tujuan diadakannya sekolah inklusi adalah agar anak-anak berkebutuhan khusus dapat berinteraksi dengan teman-teman yang normal dan dapat mandiri. Sehingga nantinya ia bisa menjadi bagian dari masyarakat dan bagian dari generasi penerus bangsa. BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Konsep Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Autistik Di Sekolah Inklusi 109
ibid.
Program pendidikan inklusi yang dicanangkan oleh pemerintah merupakan angin segar bagi para orang tua yang mempunyai anak-anak dengan kebutuhan khusus. Melalui program pendidikan ini, anak-anak berkebutuhan khusus dapat memperoleh layanan pendidikan sebagaimana yang didapatkan oleh anak-anak normal. Dalam pelaksanaan program inklusi, anak berkebutuhan khusus dapat belajar bersama-sama dengan anak-anak normal. Setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya, diusahakan dapat dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi atau penyesuaian, mulai dari kurikulum, sarana dan prasarana, tenaga pendidikan dan kependidikan, sistem pembelajaran serta sistem penilaiannya.110 Karakteristik anak berkebutuhan khusus yang dapat mengikuti program pendidikan inklusi adalah: 1. anak tunanetra atau gangguan penglihatan, 2. anak tunarungu atau gangguan pendengaran, 3. anak tunawicara atau gangguan berbicara, 4. anak tunagrahita atau gangguan kecerdasan, 5. anak tunadaksa atau gangguan fisik dan kesehatan, 6. anak tunalaras atau gangguan emosi dan perilaku, anak yang berkesulitan belajar, 7. anak yang lamban belajar, 8. anak autistik,
110
Pendidikan Inklusif di Indonesia (www.ditplb.or.id, diakses 4 Pebruari 2009).
9. anak dengan gangguan motorik, 10. anak korban penyalahgunaan narkoba, 11. anak dengan gabungan dari dua atau lebih jenis-jenis anak berkelainan di atas.111 SDN Sumbersari 1 sebagai salah satu sekolah penyelenggara pendidikan inklusi, dapat menerima anak-anak berkebutuhan khusus dengan karakteristik tunagrahita ringan atau sedang, anak lamban belajar, anak autistik, anak low vision, anak sulit berkonsentrasi, anak hiperaktif, anak korban bencana alam dan anak korban kejahatan. Anak berkebutuhan khusus autis yang menjadi pembahasan dalam penelitian ini, merupakan anak autis tingkat ringan dengan IQ rata-rata atau di atas rata-rata dan mereka dapat mengungkapkan diri secara verbal. Anak berkebutuhan khusus autis yang seperti inilah yang dapat diterima di sekolah inklusi. Dalam proses belajar mengajar di sekolah inklusi, guru kelas tetap menjadi guru yang utama dan bertugas mengendalikan kelas, sehingga kelas menjadi kondusif untuk kegiatan belajar mengajar. Ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung, anak berkebutuhan khusus dibantu oleh shadow atau guru pendamping yang bertugas membantu kebutuhan-kebutuhannya. Guru pendamping haruslah orang yang berkemampuan dan berpengalaman dalam menangani ABK, selain itu guru pendamping haruslah mempunyai latar belakang pendidikan yang sesuai.
111
Abdul Hadis, op.cit, hlm 35.
Selain guru pendamping, sekolah inklusi juga mempunyai guru pembimbing khusus yang bertugas memberi masukan guru kelas tentang kondisi, kelebihan dan kelemahan anak-anak berkebutuhan khusus. Sehingga guru kelas dapat menjadikannya sebagai acuan dalam menangani anak-anak berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusi merupakan model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di mana penyelenggaraannya dipadukan bersama anak normal di sekolah umum dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga bersangkutan.112 Kurikulum yang digunakan di SDN Sumbersari 1 adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sebagaimana yang telah ditetapkan oleh pemerintah. KTSP memungkinkan guru untuk melakukan modifikasi, sehingga sesuai dengan kebutuhan siswa terutama siswa yang berkebutuhan khusus. Materi pendidikan agama Islam yang diajarkan di sekolah inklusi adalah Al Quran, aqidah, akhlak, dan fiqih serta tarikh untuk kelas empat sampai enam. Metode dan media pembelajaran yang digunakan harus disesuaikan dengan materi yang diajarkan. Pemilihan metode dan media pembelajaran harus mempertimbangkan kondisi dan kemampuan anak didik, terutama anak-anak berkebutuhan khusus. Evaluasi pembelajaran dapat berupa evaluasi proses, yaitu evaluasi yang dilakukan dengan cara seketika pada saat proses pembelajaran dengan 112
Sukadari, Peran Pendidikan Inklusi Bagi Anak Berkelainan, (www.madina.com, diakses 8 Januari 2009)
meluruskan atau membetulkan perilaku menyimpang. Selain evaluasi proses, evaluasi lain yang dapat dilakukan adalah post test dan evaluasi setiap akhir semester sesuai dengan ketentuan untuk sekolah umum.
B. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Autistik Di Sekolah Inklusi Pembahasan tentang pelaksanaan pendidikan agama Islam tidak bisa lepas dari komponen-komponen pelaksanaan pendidikan agama Islam yang sekaligus terkait dengan sistem pendidikan agama Islam. Sistem tersebut merupakan suatu kesatuan dari komponen-komponen pendidikan yang masing-masing berdiri sendiri tetapi saling berkaitan satu dengan yang lainnya, sehingga terbentuk suatu kebulatan yang utuh dalam pencapaian tujuan yang diinginkan.113 Komponen pelaksanaan pendidikan agama Islam terdiri dari kurikulum, pendidik, anak didik, metode, media dan evaluasi. Adapun kurikulum yang dipakai di SDN Sumbersari 1 adalah KTSP. Penerapan kurikulum ini memungkinkan guru dan sekolah untuk melakukan modifikasi agar pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan siswa. Pendidik adalah orang yang bertanggungjawab terhadap perkembangan anak didik. Dia bertugas untuk mengupayakan perkembangan seluruh potensi
113
Muhaimin dan Abd. Mujib, op.cit., hlm. 166.
anak didik, baik potensi psikomotor, kognitif ataupun afektif secara seimbang.114 Guru sebagai pendidik dan pengganti orang tua selama anak di sekolah bertugas membimbing siswa agar dapat berkembang, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. Guru kelas dan mata pelajaran di sekolah
inklusi
merupakan
guru
yang
utama
sekaligus
bertugas
mengendalikan kelas agar tetap kondusif untuk pembelajaran. Seluruh guru juga harus menanamkan sikap saling menghormati dan menyayangi pada semua siswanya. Hal ini dilakukan agar siswa tidak berperilaku diskriminatif, terutama siswa normal kepada siswa berkebutuhan khusus. Setiap guru di sekolah inklusi selain harus memiliki empat kompetensi dasar pendidik yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial, dia juga harus memliki sikap sabar, telaten dan memiliki keterampilanketerampilan khusus untuk membimbing anak-anak berkebutuhan khusus. Metode pendidikan merupakan jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga terlihat dalam pribadi obyek sasaran, yaitu pribadi Islam.115 Metode pembelajaran yang biasa digunakan di SDN Sumbersari 1 di antaranya adalah metode ceramah, tanya jawab, kerja kelompok, hafalan dan praktek. Pada saat kegiatan belajar mengajar, guru biasanya memilih salah satu atau mengombinasi beberapa metode pembelajaran agar sesuai dengan materi yang diajarkan. Guru juga sering mengganti metode yang digunakan agar siswa tidak bosan. 114 115
Ahmad Tafsir, op.cit, hlm 74. Abuddin Nata, op.cit, hlm 91.
Media sebagai alat peraga yang digunakan untuk menyampaikan informasi atau materi pada anak didik harus disesuaikan dengan kebutuhan dan sesuai dengan materi yang diajarkan. Anak berkebutuhan khusus autistik sangat terbantu dengan adanya media pembelajaran, karena kebanyakan di antara mereka memiliki gaya belajar visual dan mengalami kesulitan ketika harus memahami bahasa abstrak yang sulit. Media pembelajaran yang sering digunakan pada saat pembelajaran agama Islam adalah kartu-kartu potongan ayat atau potongan surat-surat pendek. Evaluasi pembelajaran dilakukan dengan melaksanakan post test, di mana siswa mengikuti ujian setelah mendapatkan materi beberapa kompetensi dasar. Evaluasi jenis ini dilakukan untuk memotivasi siswa agar bertambah rajin belajar dan siswa tidak cepat lupa pada materi yang baru saja disampaikan.
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Autistik di Sekolah Inklusi 1. Faktor
Pendukung
Pendidikan
Agama
Islam
Bagi
Anak
Berkebutuhan Khusus Autistik di Sekolah Inklusi Di antara faktor-faktor pendukung pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi adalah: a. Guru Seluruh guru di sekolah inklusi harus memiliki kemampuan untuk mengajar siswa-siswa berkebutuhan khusus. Mereka harus sabar dan
telaten membimbing anak-anak yang unik, karena setiap anak berkebutuhan khusus terutama anak autis memiliki variasi gangguan yang berbedabeda. Oleh karena itu, guru-guru di sekolah inklusi secara berkala mendapatkan pelatihan-pelatihan tentang tata cara penanganan anak berkebutuhan khusus. Tugas
seorang
guru
pendamping
atau
shadow
adalah
menjembatani instruksi antara guru dan anak, mengendalikan perilaku anak di kelas, membantu anak untuk tetap berkonsentrasi, membantu anak belajar bermain atau berinteraksi dengan teman-temannya, serta menjadi media informasi antara guru dan orangtua dalam membantu anak mengejar ketertinggalan dari pelajaran di kelasnya.116 Adapun guru pembimbing khusus adalah ortopedagog atau tenaga ahli PLB yang bertugas sebagai konsultan dalam menangani anak berkebutuhan khusus, ikut serta dalam merencanakan program pembelajaran, memonitor pelaksanaan program pembelajaran dan mengevaluasi pelaksanaan program pembelajaran.117 Adanya guru pembimbing khusus di setiap kelas dan shadow untuk setiap siswa sangat mendukung proses belajar mengajar. Tugas guru pembimbing khusus adalah memberi masukan guru kelas tentang kondisi, kelebihan dan kelemahan anak-anak berkebutuhan khusus. Sehingga guru kelas dapat menjadikannya sebagai acuan dalam menangani anak-anak berkebutuhan khusus. Sedangkan tugas shadow 116
Rasyid Satyo Nugroho, Konsep (www.madina.com, diakses 9 Pebruari 2009) 117 ibid.
Layanan
Pendidikan
Bagi
Anak
Autistik
adalah membantu siswa berkebutuhan khusus yang mengalami kesulitan selama proses belajar mengajar dan selama berada di sekolah. b. Alokasi waktu untuk pendidikan agama Islam Penambahan alokasi waktu untuk pendidikan agama Islam di SDN Sumberasri 1 dari seharusnya tiga jam pelajaran menjadi empat jam pelajaran per minggu, dirasakan sangat bermanfaat sekali. Dengan alokasi waktu ini, guru PAI dapat memanfaatkannya untuk melatih siswa shalat berjamaah di mushalla. Waktu yang cukup banyak ini juga memungkinkan siswa untuk mendapatkan pengayaan materi. c. Sarana dan prasarana Adanya sarana dan prasarana yang khusus diperuntukkan bagi siswa berkebutuhan khusus, sangat berpengaruh pada perkembangan mereka. Sarana dan prasarana tersebut antara lain: 1) Ruang khusus ABK Salah satu persyaratan sekolah inklusi adalah memiliki tempat khusus (special unit) bila anak berkebutuhan khusus memerlukan terapi one on one di sekolah umum.118 Ruang khusus ABK di SDN Sumbersari 1 digunakan untuk memberikan bimbingan secara intensif bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang sedang bermasalah, sehingga mereka dapat dikendalikan dan konsentrasinya kembali normal. Setelah konsentrasi dan
118
ibid.
perilaku ABK kembali normal, mereka dapat kembali ke kelas untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar. 2) Permainan edukatif Sekolah inklusi harus memiliki berbagai macam permainan edukatif yang berfungsi untuk merangsang perkembangan otak, misalnya puzzle, kubus yang terdiri dari beberapa kotak dan dapat diputar, lego, dan sebagainya. Jenis permainan ini dikhususkan bagi siswa berkebutuhan khusus, sehingga ditempatkan di ruang ABK. Selain berbagai macam permainan edukatif, sekolah juga memiliki koleksi musik yang secara berkala diperdengarkan pada siswa berkebutuhan khusus. Dengan diputarkan musik, diharapkan bisa merangsang perkembangan otak, merangsang daya ingat dan merangsang kelembutan anak berkebutuhan khusus. 3) Kantin Sebagian besar anak berkebutuhan khusus autis memiliki alergi terhadap bahan makanan tertentu, sehingga mereka harus melakukan diet makanan. Oleh karena itu, SDN Sumbersari 1 memiliki kantin yang menyediakan makanan sehat, sehingga aman dikonsumsi oleh anak autis. d. Lingkungan Letak geografis sekolah yang tidak tepat di pinggir jalan raya, namun berada di tengah perkampungan dan dekat dengan areal persawahan menjadikan suasana sekolah sangat kondusif untuk
pembelajaran, karena tidak bising oleh suara kendaraan yang lalu lalang dan udara yang adapun sangat sejuk. Apalagi sebagian besar anak autistik memiliki kandungan merkuri dan timbal yang berlebih di dalam tubuh. Dukungan dan kerjasama antara orang tua ABK dan sekolah sangat membantu proses penyembuhan anak berkebutuhan khusus. Sekolah dan orang tua harus saling terbuka dan menyampaikan perkembangan yang telah dicapai oleh anak. Dukungan siswa normal juga sangat dibutuhkan, agar anak berkebutuhan khusus mau belajar berinteraksi dan bersosialisasi dengan teman-temannya yang lain. Sehingga nantinya anak berkebutuhan khusus akan meniru perilaku siswa-siswa normal. 2. Faktor
Penghambat
Pendidikan
Agama
Islam
Bagi
Anak
Berkebutuhan Khusus Autistik di Sekolah Inklusi Adapun faktor penghambat pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi adalah: a. Anak didik Banyak sekali hambatan pelaksanaan pendidikan di sekolah inklusi yang bersumber dari anak didik, di antaranya adalah: 1) Konsentrasi atau mood ABK Anak berkebutuhan khusus autis seringkali hiperaktif dan mengalami gangguan konsentrasi. Apabila hal ini terjadi, maka ABK tidak bisa mengikuti pelajaran di dalam kelas, Ia harus
dibawa ke ruang ABK untuk mendapatkan bimbingan khusus sampai kondisinya stabil dan konsentrasinya kembali baik. Anak autis yang sedang mengalami gangguan konsentrasi tidak boleh dipaksa untuk mengikuti pelajaran di kelas. Karena pembelajaran dengan konsentrasi bermasalah tidak akan berhasil. 2) Kebanyakan ABK lamban belajar Anak berkebutuhan khusus autis kebanyakan mengalami kelambanan dalam belajar. Hal ini sangat mempengaruhi suasana pembelajaran di dalam kelas. Sehingga seringkali pekerjaan sekolah ABK yang tidak selesai dijadikan sebagai tambahan PR. 3) Banyaknya jumlah ABK di setiap kelas Idealnya, dalam setiap kelas di sekolah inklusi hanya menerima 1-2 orang. Namun yang terjadi di SDN Sumbersari 1 sangat berbeda dengan ketentuan tersebut, bahkan dalam satu kelas terdapat 5-6 ABK. Banyaknya jumlah ABK di dalam kelas sangat mempengaruhi kegiatan belajar mengajar. Banyaknya ABK juga berarti banyak anak yang harus diperhatikan secara intensif. b. Lingkungan Tugas seorang guru pendamping atau shadow adalah menjembatani instruksi antara guru dan anak, mengendalikan perilaku anak di kelas, membantu anak untuk tetap berkonsentrasi, membantu anak belajar bermain atau berinteraksi dengan teman-temannya, serta
menjadi media informasi antara guru dan orangtua dalam membantu anak mengejar ketertinggalan dari pelajaran di kelasnya.119 Keberadaan shadow di dalam kelas kadangkala menghambat jalannya kegiatan belajar mengajar. Hal ini terjadi apabila mereka terlalu banyak terlibat dalam pembelajaran, sehingga ABK menjadi sangat tergantung padanya. Padahal seharusnya tugas shadow hanyalah membantu kebutuhan ABK yang didampinginya.
119
ibid.
BAB VI PENUTUP
A. KESIMPULAN Berdasarkan pada rumusan masalah di atas dapat disimpulkan isi dari skripsi ini sebagai berikut: 1. Pendidikan inklusi merupakan program pemerintah yang bekerjasama dengan sekolah umum untuk memberikan layanan pendidikan bagi anakanak berkebutuhan khusus. Sekolah yang ditunjuk mengadakan layanan pendidikan
inklusi
berhak
melakukan
berbagai
modifikasi
atau
penyesuaian, baik dalam hal kurikulum, sarana dan prasarana, tenaga pendidikan, sistem pembelajaran serta sistem penilaiannya. 2. Pelaksanaan pendidikan agama Islam tidak dapat lepas dari komponenkomponen pembelajaran, yaitu kurikulum, pendidik, anak didik, materi, metode, media dan evaluasi. Kurikulum yang dipakai di SDN Sumbersari 1 adalah KTSP dengan modifikasi sehingga sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak didik. Adapun metode dan media pembelajaran yang digunakan disesuaikan dengan materi pelajaran. 3. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi adalah: a. Faktor pendukung: guru kelas dan mata pelajaran yang berkompeten; guru pembimbing khusus dan shadow atau pendamping bagi ABK; penambahan jumlah jam pelajaran menjadi empat jam per minggu;
ruang khusus ABK yang digunakan untuk menangani ABK bermasalah agar kembali stabil; berbagai macam permainan khusus ABK untuk mengasah otak; kantin sekolah yang menyediakan aneka kue bergizi dan sehat; lingkungan sekolah yang sejuk dan tidak bising; serta adanya dukungan dari siswa-siswa normal untuk ABK. b. Faktor penghambat: konsentrasi dan mood ABK autis seringkali mudah berubah-ubah; kebanyakan ABK autis mengalami lamban dalam belajar serta mudah lupa; banyaknya ABK di setiap kelas menjadikan pembelajaran tidak kondusif; adanya shadow yang tidak kooperatif dengan sekolah.
B. SARAN 1. Untuk kepala sekolah: penyelenggaraan pendidikan inklusi hendaknya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu jumlah ABK tidak lebih dari 10% per kelas, sehingga kondisi kelas menjadi kondusif dan hasil pembelajaran menjadi lebih maksimal. 2. Untuk lembaga: SDN Sumbersari 1 diharapkan lebih meningkatkan program-program yang berkaitan dengan pendidikan agama Islam, sehingga SDN Sumbersari 1 akan lebih berkembang lagi di masa yang akan datang, serta dapat menghasilkan generasi penerus yang berkualitas, bermanfaat bagi bangsa dan negara khususnya agama Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Hery Noer. 1999. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Logos. Al Abrasy, M. Athiyah. 1974. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam. Terj. Bustami A. Gani & Johar Bahri. Djakarta: Bulan Bintang. Al Qur an dan terjemahnya. 1997. Semarang: Menara Kudus. Al Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Shalih. 2007. Syarah Riyadhus Shalihin jilid I. Terj. Ibnu Ruhi dkk. Jakarta: Darus Sunnah Press. An Nahlawi, Abdurrahman. Cet II: 1992. Prinsip-Prinsip dan Metoda Pendidikan Islam. Terj. Herry Noer Ali. Bandung: CV. Diponegoro. .1995. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat. Terj. Shihabuddin. Jakarta: Gema Insani Press. Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Daradjat, Zakiyah. 1993. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. . Cet III: 2004. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Delphie, Bandi. 2006. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi. Bandung: Refika Aditama. E. Mulyasa. Cet II: 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hadi, Soetrisno. 1994. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset. Hadis, Abdul. 2006. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik. Bandung: Alfabeta. http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme diakses 21 Januari 2009. Kartono, Kartini. 1989. Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Bandung: Mandar Maju. Langgulung, Hasan. Cet II: 1989. Manusia dan Pendidikan (Suatu Analisa Psikologi dalam Pendidikan), Jakarta: Pustaka Al Husna.
. 1980. Beberapa Pemikiran Pendidikan tentang Pendidikan Islam Bandung: Al Ma arif. . Cet II: 1992. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al Husna. Majid, Abdul & Dian Andayani. 2006. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mansur. Cet II: 2007. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Marimba, Ahmad D. Cet I: 1962. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al Ma arif. Matthew B. Miles & A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-Metode Baru. Penerjemah: Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Press). Moleong, Lexy. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Muhaimin. 2005. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Muhaimin & Abdul Mujib. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam (Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya). Bandung: Trigenda Karya. Nata, Abuddin. 1997. Filsafat Pendidikan Islam 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis. Jakarta: Ciputat Pers. Nugroho, Rasyid Satyo. Konsep Layanan Pendidikan Bagi Anak Autistik. www.madina.com, diakses 9 Pebruari 2009. Puspita, Dyah. Kebijakan Pendidikan Bagi Anak Autis. www.putrakembara.com. diakses 25 Nopember 2008. Ramayulis. 1990. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia. Sukadari. Peran Pendidikan Inklusi Bagi Anak Berkelainan. www.madina.com, diakses 8 Januari 2009. Tafsir, Ahmad. 1992. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Undang-Undang Dasar 1945. Surabaya: CV Pustaka Agung Harapan. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Umbara. www.ditplb.or.id. Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus, diakses 22 Nopember 2007. . Mengenal Pendidikan Inklusi, diakses 22 Nopember 2007. . Autisme dan Pendidikannya, diakses 25 Nopember 2008. . Apa Penyebab Autisme?, diakses 4 Pebruari 2009. . Pendidikan Inklusif di Indonesia, diakses 4 Pebruari 2009. Zuriah, Nurul. Cet II: 2007. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
This document was created with Win2PDF available at http://www.daneprairie.com. The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.