e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRAKTIK LANGSUNG UNTUK SISWA BIPA BEGINNER CLASS DI YAYASAN CINTA BAHASA INDONESIAN LANGUAGE SCHOOL I Made Arta Yasa, I Made Sutama, I Dewa Gede Budi Utama Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan perencanaan pembelajaran, (2) pelaksanaan pembelajaran, dan (3) evaluasi pembelajaran menggunakan metode praktik langsung BIPA di Cinta Bahasa Indonesian Language School. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah pengajar BIPA dan siswa BIPA pada jenjang kelas Beginner di Yayasan Cinta Bahasa Indonesian Language School. Objek penelitian adalah perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran menggunakan metode praktik langsung untuk siswa BIPA Beginner Class di Yayasan Cinta Bahasa Indonesian Language School. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah metode observasi, dokumentasi, dan wawancara. Untuk menganalisis data hasil penelitian, dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data yaitu, reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) perencanaan pembelajaran BIPA menggunakan metode praktik langsung perlu dilengkapi, terdapat komponen-komponen pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang belum diuraikan secara terperinci seperti, alokasi waktu, materi ajar dan teknik penilaian yang tidak dilengkapi dengan rambu-rambu penilaian. (2) pelaksanaan pembelajaran BIPA yang dilaksanakan pengajar belum maksimal karena ada beberapa komponen pada perencanaan pembelajaran yang belum terlaksana. (3) evaluasi pembelajaran BIPA yang dilaksanakan pengajar belum sepenuhnya memenuhi sasaran dalam kegiatan evaluasi. Dalam evaluasi pembelajaran terdapat tiga ranah evaluasi yaitu, ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam pelaksanaan evaluasi, guru hanya menggunakan teknik evaluasi nontes. Teknik evaluasi nontes hanya berperan untuk menilai ranah afektif dan psikomotorik sehingga guru tidak dapat menilai dari ranah kognitif. Kata kunci: pelaksanaan pembelajaran, menggunakan metode praktik langsung, bahasa Indonesia, BIPA.
ABSTRACT This study aims to (1) describe learning planning, (2) implementation of learning, and (3) learning evaluation using BIPA's hand;s on learning method at Cinta Bahasa Indonesian Language School. This research uses descriptive qualitative research design. Subjects in this study were BIPA teachers and BIPA students at Beginner class level at Yayasan Cinta Bahasa Indonesia Language School. The object of research is planning, implementation, and evaluation of learning using direct practice method for BIPA Beginner Class students at Yayasan Cinta Bahasa Indonesia Language School. The method used to collect data is the method of observation, documentation, and interview. To analyze the data of research results, in this study using data analysis methods
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017 namely, data reduction, data presentation, and conclusions. The results of this study indicate that (1) BIPA learning planning using direct practice method needs to be completed, there are components in the lesson plan of learning implementation that has not been described in detail such as time allocation, teaching materials and assessment techniques not equipped with instrument and techniques assessment. (2) the implementation of BIPA lessons that are implemented by the teacher has not been maximal because there are some components in the lesson planning that have not been done yet. (3) BIPA learning evaluation conducted by the teacher has not fully met the objectives in the evaluation activities. In the evaluation of learning there are three spheres of evaluation that is, the realm of cognitive, affective, and psikomotorik. In the implementation of the evaluation, teachers only use nontest techniques. Nontest evaluation techniques only play a role to assess affective and psychomotor spheres so that teachers can not judge from the cognitive domain. Keywords: implementation of learning, using hand’s on learning method, Indonesian language, BIPA.
PENDAHULUAN Laju perkembangan dunia global, pasar bebas, dan bergabungnya Indonesia menjadi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) membuka peluang orang asing untuk dapat bekerja di Indonesia. Peluang kerja ini memotivasi orang asing untuk mempelajari bahasa Indonesia. Walaupun bukan aspek utama dalam pekerjaan, mampu menggunakan bahasa Indonesia dapat memudahkan mereka untuk berkomunikasi dengan rekan kerja atau masyarakat Indonesia. Dardjowidjojo (dalam Siroj, 2015) menyatakan terdapat dua tujuan pembelajaran BIPA, tujuan yang bersifat akademis dan praktis. Tujuan pembelajaran BIPA yang bersifat akademis mengarahkan untuk peningkatan pengetahuan kebahasaan dan kesusastraan Indonesia, sedangkan tujuan pembelajaran BIPA yang bersifat praktis mengarahkan untuk keperluan pertukaran budaya, peluang kerja, dan mampu berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia. Tujuan tersebut melatarbelakangi peningkatan jumlah orang asing yang berniat untuk bekerja dan belajar Bahasa Indonesia. Di Vietnam, tepatnya di daerah Ho Chi Minh City telah ditetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa asing kedua pada tahun 2009 (Kompas, 2013). Tercatat dalam data kementerian luar negeri pada 2012 penutur bahasa Indonesia mencapai sebanyak 4.463.950 orang yang tersebar di luar negeri. Bahkan, Ketua DPR RI dalam sidang ASEAN Inter-Parliamentary
Assembly (AIPA) ke-32 mengusulkan bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa kerja (working language) dalam sidang-sidang AIPA (Kompas, 2013). Bahasa Indonesia hingga saat ini telah diajarkan kepada orang asing di berbagai lembaga di luar negeri. Pengajaran BIPA telah dilakukan oleh sekitar 36 negara di dunia dengan lembaga tidak kurang dari 130 lembaga yang terdiri atas perguruan tinggi, pusat-pusat kebudayaan asing, KBRI, dan lembaga-lembaga kursus (http://badanbahasa.kemdikbud.go.id). Di dalam negeri saat ini tercatat tidak kurang 45 lembaga yang telah mengajarkan bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA), baik di perguruan tinggi maupun di lembaga-lembaga kursus (http://badanbahasa.kemdikbud.go.id). Dari fakta-fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa, bahasa Indonesia telah menjadi bahasa yang menarik untuk dipelajari oleh orang asing. Permasalahan yang timbul dalam pembelajaran BIPA selama ini adalah a) ketersedian bahan ajar yang selaras dengan keinginan penutur asing dalam belajar bahasa Indonesia, b) langkanya buku-buku tentang pengajaran BIPA yang beredar di toko buku, c) pengajar juga kesulitan memilih bahan ajar yang sesuai digunakan untuk mencapai kompetensi yang diinginkan (dalam Siroj, 2015). Berangkat dari kendala tersebut, penelitian tentang pembelajaran BIPA adalah salah satu solusi atas kendala tersebut.
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
Pembelajaran bahasa mencakup empat aspek kebahasaan yang harus dikuasi oleh siswa. Keterampilan itu terdiri dari (1) menyimak, (2) berbicara, (3) membaca, dan (4) menulis. Keempat aspek kebahasaan tersebut sangat perlu dikuasi oleh siswa atau peserta didik, tetapi kenyataan hanya sebagian yang dapat menguasai keempat keterampilan ini Tarigan (1994). Dari keempat keterampilan kebahasaan, berbicara merupakan kompetensi yang ingin dicapai pada umumnya oleh pebelajar BIPA. Sesuai dengan tujuan praktis pembelajaran BIPA menurut Dardjowidjojo (dalam Siroj, 2015) tujuan praktis pembelajaran BIPA adalah mampu berbicara atau berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia. Keterampilan berbicara adalah kemampuan untuk mengucapkan bunyibunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan Tarigan (dalam Wendra, 2006). Wendra (2006) menyatakan keterampilan berbicara bersifat mekanistis, artinya bisa dikuasi melalui latihan berkelanjutan dan sistematis serta dengan mengalami berbagai kegiatan berbicara, dalam beraneka situasi dan tujuan berbicara. Berbicara merupakan salah keterampilan yang hendak dicapai oleh pebelajar BIPA. Namun, jika pembelajaran dan pelatihan keterampilan berbicara hanya dilakukan di dalam kelas, pebelajar BIPA akan kesulitan untuk berbahasa Indonesia jika dihadapkan dalam situasi nyata. Perlu dirancang sebuah praktik pembelajaran berbicara yang menempatkan pebelajar asing ke dalam lingkungan komunikasi bahasa Indonesia secara nyata. Bagi siswa BIPA, praktik dalam kegiatan berbahasa, dalam beraneka situasi, dan tujuan berbicara merupakan hal yang penting dilakukan dalam menguasai bahasa Indonesia. Metode pembelajaran yang tepat digunakan adalah Metode Praktik Langsung. Haury dan Rillero menyatakan kelebihan metode praktik adalah sebagai berikut: a) dapat meningkatkan keterampilan dan keahlian dalam berkomunikasi, b) meningkatkan motivasi untuk belajar, c) mendapat kesenangan dalam belajar, d) Dapat
meningkatkan cara berpikir sendiri berdasarkan penemuan langsung dan eksperimen, dan e) Dapat meningkatkan kreativitas dan daya tangkap/persepsi (dalam Pertiwi, dkk, 2013). Pembelajaran dengan menggunakan metode praktik langsung dapat dijadikan usaha untuk memberi kesempatan pebelajar BIPA dapat berinterkasi penutur asli. Proses belajar mengajar dapat berlangsung di luar kelas (beraneka situasi), siswa BIPA dapat diajak mempraktikkan dengan berkomunikasi langsung dengan penutur asli bahasa Indonesia dengan berbagai tujuan komunikasi. Metode praktik langsung dengan mengajak pebelajar BIPA berkomunikasi langsung dengan penutur asli bahasa Indonesia sudah diterapkan di Cinta Bahasa Indonesian Language School. Stimulus yang diharapkan adalah agar siswa BIPA mendapat pengalaman berkomunikasi secara langsung dengan penutur asli bahasa Indonesia. Sesuai dengan pandangang empirisme, pengalaman nyata dapat merangsang kemampuan siswa dalam belajar. Merdhana (2003) menyatakan dalam pandangan empirisme pengalaman yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan yang berasal dari alam bebas maupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan (Sagala, 2012). Pandangan tersebut selaras dengan metode praktik langsung dengan menempatkan siswa dalam situasi nyata lingkungan komunikasi. Melalui pengalaman langsung dalam berkomunikasi, siswa diharapkan memperoleh stimulan-stimulan untuk berkembangan kemampuan berbahasa, khususnya dalam hal ini bahasa Indonesia. Dalam pembelajaran bahasa, metode praktik langsung telah diterapkan dalam pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing di yayasan Cinta Bahasa Indonesian Language School. Cinta Bahasa Indonesian Language School adalah sebuah lembaga pendidikan yang disebut “yayasan” di Indonesia, sama seperti NonGovernmental Organizations (NGO). Cinta Bahasa didirikan pada 14 Februari 2011 oleh Yoshida Chandra dan Stephen De
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017 Meulenaere. Nama “Cinta Bahasa” berasal dari frase “Cintailah Bahasa Indonesia” yang berarti “Cinta Bahasa Indonesia”. Yayasan ini menekankan kepada para peserta didik untuk bangga dan mencintai bahasa Indonesia, sehingga mereka termotivasi untuk belajar bahasa Indonesia. Melalui motivasi ini, mengembangkan pemahaman bahasa peserta didik untuk mencapai tujuan akhir dari pembelajaran. Tujuan akhir dari pembelajaran adalah peserta didik mampu menguasai bahasa Indonesia sehingga mampu membagi pengalaman, perasaan, dan pengetahuan dengan orang lain, serta mencintai bahasa, sastra, dan budaya Indonesia. Dari observasi awal yang dilakukan peneliti, Cinta Bahasa adalah sekolah untuk siswa BIPA yang melaksanakan pembelajaran menggunakan Metode Praktik Langsung dalam format market day challange untuk Beginner Class. Format challenge yang diterapkan adalah siswa BIPA diajak terjun langsung ke situasi komunikasi untuk melakukan tantangan kegiatan komunikasi dengan penutur asli bahasa Indonesia. Market day Challange’s merupakan sebuah tantangan untuk siswa asing melakukaan kegiatan tawar-menawar harga di pasar. Pelaksanaan metode praktik langsung dijadwalkan pada minggu ketiga setiap bulannya atau saat kemampuan berbahasa siswa BIPA sudah dianggap memadai untuk berkomunikasi secara langsung. Walaupun situasi kegiatan pembelajaran hampir sepenuhnya dilaksanakan di luar kelas, metode pembelajaran yang matang tentu harus disiapkan dengan baik supaya tujuan pembelajaran yang diinginkan tercapai. Berdasarkan hasil wawancara dengan penanggung jawab bidang akademik, diketahui sebagian besar pengajar BIPA di Cinta Bahasa berasal dari guru lulusan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), program studi bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, yang tentunya mengetahui bagaimana penyusunan metodelogi pengajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran yang sesuai dengan pengajaran BIPA. Penelitian mengenai pembelajaran BIPA sudah pernah dilaksanakan dengan
judul “Pembelajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (BIPA) di Sekolah Cinta Bahasa, Ubud, Bali” oleh Ni Putu Apita Widya Sari tahun 2016. Apita menyimpulkan beberapa temuan dari hasil penelitiannya. (a) Perencanaan pembelajaran BIPA di Sekolah Cinta Bahasa, Ubud, Bali, komponen RPP guru di semua jenjang kelas atau tingkat sudah sesuai dengan kurikulum dan silabus Cinta Bahasa, yaitu terdiri dari identitas sekolah, indikator pembelajaran, alokasi waktu, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode, langkah-langkah, sumber belajar, media pembelajaran, dan penilaian. Namun, ada beberapa komponen yang harus diperbaiki dan dikembangkan lebih jauh lagi, terutama yang menyangkut alokasi waktu, materi pembelajaran, sumber belajar, dan media pembelajaran; (b) Pelaksanaan pembelajaran BIPA yang dilakukan oleh guru sudah sesuai dengan perencanaan pembelajaran yang dibuat. Pembelajaran BIPA ini terdapat pada kegiatan pendahuluan , inti, dan penutup. Guru juga memperhatikan metode, materi dan variasi dalam mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Pelaksanaan tahap penilaian pembelajaran yang dilaksanakan guru sudah meliputi penilaian proses dan penilaian hasil; (c) Pelaksanaan evaluasi oleh guru pada semua jenjang atau kelas sudah sistematis dan terstruktur sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Namun, ada beberapa kelas yang belum melakukan evaluasi berdasarkan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, seperti kelas anakanak dan kelas private beginner. Penilaian yang diberikan oleh guru berupa tes lisan dan tes tulis (d) Alasan guru memilih masing-masing metode sesuai dengan kebutuhan dari kriteria masing-masing jenjang, kelompok atau group, usia, dan tujuan masing-masing peserta didik. Penelitian sejenis yang kedua berjudul “Pelaksanaan Pembelajaran Berbicara BIPA Siswa Kelas X di Gandhi Memorial International School Bali”. Penelitian yang dilakukan oleh Yuniarti Rahmalia Hapsari (2017). Yuniarti menyimpulkan beberapa hal terkait dengan temuannya antara lain sebagai berikut. (a) Perencanaan pembelajaran di Gandhi Memorial
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
International School Bali guru yang mengajar di Kelas X tidak membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dikarenakan pihak sekolah tidak mewajibkan guru pengajar untuk membuat RPP. Perencanaan pembelajaran dilaksanakan secara langsung berpedoman pada silabus sekolah; (b) Pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan di Gandhi Memorial International School Bali dalam pembelajaran di kelas berpedoman pada fase-fase yang tercantum pada silabus sekolah, khususnya dalam hal berbicara; (c) Evaluasi pembelajaran yang dilaksanakan sudah sistematis dan terstruktur. Penilaian yang diberikan guru berupa nontes dan tes. Penilaian tes yang digunakan yaitu, tes lisan dan tes tulis. Tes tersebut dilakukan guru sesuai dengan kebutuhan atau tujuan siswa belajar bahasa Indonesia yaitu agar siswa mampu menggunakan kosakata-kosakata bahasa Indonesia yang sudah dipelajari dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun tulis. Penilaian nontes yang digunakan guru, yaitu penilaian sikap dan penilaian keterampilan siswa. Penilaian nontes ini hanya bersifat holistik saja. Dari kedua penelitian sejenis tersebut, penelitian yang dilaksanakan oleh Sari (2016) dan Hapsari (2017) dapat digunakan sebagai acuan atau pedoman untuk melaksanakan penelitan yang peneliti lakukan. Kedua penelitian sejenis tersebut sama-sama mengkaji mengenai kegiatan pembelajaran, mulai dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi. Perbedaan mendasar yang menjadi pembeda kedua penelitian sejenis tersebut dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah penelitian dari Sari (2016) mengkaji mengenai kegiatan pembelajaran BIPA secara umum, mulai kegiatan pembelajaran BIPA dari kelas pemula hingga kelas mahir dan mengkaji mengenai pemilihan metode pembelajaran yang digunakan oleh staf pengajar di Cinta Bahasa Indonesian Language School di dalam kelas, sedangkan penelitian yang peneliti lakukan adalah mengkaji kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode praktik langsung yang dilaksanakan di luar kelas.
Penelitian yang dilaksanakan oleh Hapsari (2017) memiliki perbedaan mendasar dengan penelitian yang peneliti lakukan pada kajian kegiatan pembelajarannya. Penelitian yang dilakukan Hapsari memfokuskan perhatiannya pada pelaksanaan kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara di Gandhi Memorial International School pada kelas X, sedangkan penelitian yang peneliti lakukan adalah mengkaji kegiatan pembelajaran menggunakan metode praktik langsung yang dilaksanakan di luar kelas. Kegiatan pembelajaran ini merupakan program pembelajaran yang dirancang oleh yayasan Cinta Bahasa Language School. METODE PENELITIAN Sebuah rancangan akan memberikan gambaran awal yang jelas dan terarah kepada peneliti tentang proses kegiatan penelitian. Pelaksanaan penelitian ini dirancang dengan menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Dalam pelaksanaan, penyajian dan pengumpulan data menggunakan metode deskriptif cenderung dalam bentuk kualitatif. Pemakaian kualitatif bertujuan untuk memeroleh gambaran yang akurat, jelas, objektif, sistematis, dan tepat mengenai fakta-fakta yang diperoleh. Metode ini menekankan pada ketajaman analisis secara objektif sehingga diperoleh ketepatan dalam interpretasi. Rancangan deskriptif kualitatif ini dipilih oleh peneliti untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai penerapan metode praktik langsung dalam pembelajaran BIPA di Sekolah Cinta Bahasa, Ubud, Bali. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah guru BIPA dan siswa Bipa pada jenjang Beginner di Yayasan Cinta Bahasa Indonesian Language School. Objek penelitian pada penelitian ini adalah pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode praktik langsung di Cinta Bahasa Indonesian Language School. Pembelajaran yang dikaji mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran dengan menggunakan metode praktik langsung di Cinta Bahasa Indonesian Language School. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, dokumentasi
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
dan wawancara. Instrumen dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara tak terstruktur, catatan lapangan, pengamatan dan catatan dokumen. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif sebagai metode analisis data. Teknik analisis data deskriptif kualitatif dapat dibagi menjadi tiga langkah: reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan.
1.
HASIL DAN PEMBAHASAN Perencanaan Pembelajaran Menggunakan Metode Praktik Langsung Beginner Class Dari catatan dokumen yang penulis lakukan di Cinta Bahasa Indonesian Language School diperoleh hasil bahwa perencanaan pelaksanaan pembelajaran yang dibuat guru perlu dimaksimalkan lagi. Terdapat komponen-komponen pada rencana pelaksanaan pembelajaran yang belum sesuai, seperti a) alokasi waktu yang perlu dirumuskan pada setiap kegiatan pembelajaran, b) materi ajar yang dicantum perlu dipaparkan dengan lebih rinci dan jelas, serta c) teknik penilaian yang perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan pembelajaran. Dalam RPP yang dibuat pengajar, tidak dirumuskan alokasi waktu untuk setiap langkah pembelajaran. Seharusnya, guru menentukan secara jelas waktu yang digunakan untuk kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup. Merumuskan dan membagi alokasi waktu merupakan perencanaan yang penting dalam kegiatan pembelaaran. Dengan merumuskan dan membagi waktu pembelajaran, guru dapat menghindari kekurangan atau kelebihan waktu ketika pembelajaran. Hal yang perlu dimaksimalkan berikutnya adalah materi pembelajaran yang termuat pada RPP. Materi pembelajaran yang termuat pada RPP perlu diuraikan lebih rinci. Perincian dan penjabaran materi yang termuat dalam RPP sangat penting untuk mencapai tujuan pembelajaran. Materi yang tercantum masih perlu diuraikan dan dikembangkan, sehingga uraian materi akan dapat mendukung pencapaian tujuan pembelajaran secara optimal.
Penilaian yang dicantumkan pada RPP perlu juga dikembangkan lagi karena komponen penilaian di dalam dua RPP yang dirancang guru hanya menggunakan teknik penilaian nontes. Teknik penilaian nontes merupakan teknik penilaian yang dilakukan melalui observasi sikap pebelajaran dan hasil penilaian diperoleh melalui hasil penafsiran. Pada RPP tidak disertai rambu-rambu penilaian nontes. Kemungkinan data mengenai prestasi belajar pebelajar kurang valid. Penilaian yang dilakukan guru sebaiknya dipadukan dengan menggunakan teknik tes tulis dan lisan yang disertai dengan rambu-rambunya untuk mendapatkan hasil belajar pebelajar yang tepat. Hal ini sejalan dengan pendapat Indriani (2010) menyatakan komponenkomponen dalam RPP yang dirancang harus dijabarkan secara detail dan jelas. Pada rencana pelaksanaan pembelajaran, penentuan alokasi waktu perlu diperhitungkan untuk setiap langkah kegiatan pembelajaran untuk mengurangi risiko kekurangan atau kelebihan waktu dalam pembelajaran. Materi ajar yang akan disampaikan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pembelajaran. Penilaian dijabarkan atas teknik penilaian, bentuk instrumen, dan instrumen yang dipakai. Temuan ini sejalan dengan penelitian sejenis yang dilakukan oleh Ni Putu Apita Widya Sari pada tahun 2016 yang berjudul “Pembelajarn Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (BIPA) di Sekolah Cinta Bahasa, Ubud, Bali”. Dari penelitian yang dilakukan, ditemukan hasil bahwa perencanaan pelaksanaan pembelajaran yang dirancang oleh guru di Sekolah Cinta Bahasa, Ubud, Bali perlu dimaksimalkan. Terdapat beberapa komponen pada rencana pelaksanaan pembelajaran yang perlu dimaksimalkan seperti alokasi waktu yang perlu dirumuskan untuk setiap kegiatan pembelajaran dan materi pokok atau pembelajaran yang termuat dalam rencana pelaksanaan pembelajaran yang perlu diuraikan lebih rinci.
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
2. Pelaksanaan Pembelajaran Menggunakan Metode Praktik Langsung BIPA Beginner Class Berdasarkan temuan di lapangan, pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode praktik langsung belum maksimal. Dalam penyusunan perencanaan pembelajaran terdapat tiga komponen yang perlu dilengkapi yaitu alokasi waktu, materi ajar, dan teknik evaluasi. Tiga komponen tersebut berdampak terhadap pelaksanaan pembelajaran yang menyebabkan kendala dalam pelaksanaan pembelajaran. Salah satu komponen yang perlu dilengkapi pada rencana pembelajaran dan mempunyai pengaruh signifikan terhadap perencanaan adalah alokasi waktu. Pada perencanaan guru tidak merumuskan alokasi waktu secara terperenci, sehingga pada pelaksanaan pembelajaran pertemuan pertama guru mengalami kendala kelebihan waktu saat pelaksanaan pembelajaran berlangsung. Di samping kendala pada rencana pembelajaran yang berdampak terhadap pelaksanaan pembelajaran. Aspek-aspek pelaksanaan yang lain sudah berjalan dengan baik. Peran guru dalam pembelajaran juga sudah baik.Iskandarwassid dan Sunendar (2013) menyatakan keterampilan dan sikap mengajar guru sangat penting dalam kegiatan pembelajaran. Guru berperan sebagai fasilitator pebelajar dalam menyampaikan informasi. Guru juga mampu memberi motivasi kepada pebelajar ketika pembelajaran berlangsung. Guru telah tepat memilih metode dan strategi yang inovatif dan kreatif sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan baik. Pola interaksi belajar-mengajar sudah berlangsung multi arah. Jadi, kegiatan pembelajaran tidak hanya didominasi oleh guru, tetapi pebelajar juga berperan aktif dalam kegiatan belajar-mengajar. Dalam menyampaikan materi pebelajaran guru tidak menggunakan bahasa Indonesia sepenuhnya. Guru juga menggunakan bahasa Inggris (B1), apabila terdapat penjelasan mengenai kosa kata yang sulit diterima pebelajaran BIPA.
Kegiatan pembelajaran sudah mencakup beberapa komponen pembelajaran, yaitu materi pembelajaran, metode pembelajaran, strategi pembelajaran, dan media pembelajaran. Diperhatikan dari segi materi pembelajaran, materi pembelajaran yang disampaikan guru sudah disesuaikan dengan RPP dan silabus, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Materi yang disampaikan guru berpedoman pada buku ajar yang telah disiapkan oleh Yayasan Cinta Bahasa Indonesian Language Schoodan bahanbahan pelajaran yang berumber dari lingkungan sekitar. Penyediaan dan penggunaan buku ajar sebagai sumber materi pelajaran sangat baik karena dapat menghindarkan guru dari kekeliruan saat menyampaikan materi. Kehadiran buku ajar juga sangat baik bagi siswa, karena buku ajar yang digunakan disertai sarana-sarana belajar yang sesuai dan serasi, seperti ulasan materi, soal-soal, gambar-gambar. Materi pelajaran yang bersumber dari lingkungan sekitar akan memberi pengetahuan kepada pebelajar secara nyata. Pentingnya buku ajar dan materi pelajaran dari lingkungan sekitar dalam pembelajaran sejalan dengan pendapat Iskandarwassid dan Sunendar (2013) yang menyatakan materi pelajaran yang terdapat dalam buku teks dan lingkungan sekitar memberi pemahaman yang diterima pebelajar lebih relevan dan aktual Dari sisi metode, penggunaan dan pemilihan metode oleh guru sudah tepat. Penggunaan metode langsung dan metode terjemahan merupakan metode belajar bahasa yang baik digunakan untuk kelas pemula. Penggunaan berbagai variasi ini tentunya dimaksudkan untuk membantu pebelajar memahami materi yang disampaikan. Penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi sangat membantu, mengingat pebelajar masih pada tahap pemula. Selain metode belajar bahasa, guru juga menerapakan metode penugasan dan tanya-jawab untuk membantu pebelajar memahami materi yang disampaikan. Penerapan beragam metode pembelajaran sangat membantu pebelajar untuk kelas pemula.
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
Disamping menggunakan metode pembelajaran, guru juga menggunakan strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran yang diterapkan guru telah sesuai dengan kebutuhan materi, yaitu tubian (drilling) dan bermain peran (role play). Strategi drilling baik digunakan untuk menunjang daya ingat siswa terhadap materi yang disampaikan dan melatih kemampuan pebelajar untuk berbicara. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Thornbury (dalam Hapsari, 2017) yang menyatakan bahwa aktivitas yang baik untuk belajar berbicara adalah menggunakan strategi tubian. Strategi Role play atau bermain peran sudah tepat diterapkan guna memberi gambaran pebelajar mengenai kegiatan atau transaksi di pasar. Dalam pembelajaran guru telah menggunakan media pembelajaran yang efektif untuk mendukung pembelajaran. Media pembelajaran yang digunakan adalah sebuah buku katalog yang memuat nama suatu barang, harga, dan gambar dari barang tersebut. Melalui media pembelajaran berupa katalog inilah pebelajar diberi kesempatan untuk melakukan praktik dengan berperan sebagai penjual akan menawarkan barang dagangannya, dan pebelajar yang berperan sebagai pembeli akan berusaha menawar harga barang hingga tercapai kesepakatan. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran pertama dari pendahuluan, inti, dan penutup sudah berjalan dengan baik. Dalam pelaksanaan pembelajaran pebelajar disarankan untuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia untuk melatih kemampuan berbicara. Pebelajar merasa nyaman saat belajar karena pembelajaran di Cinta Bahasa Indonesian Language School dirancang seperti pebelajar berada di rumah sendiri. Pebelajar diberi kebebasan untuk melakukan aktivitas seperti membuat minuman dan menikmati menuman selama pembelajaran berlangsung, pebelajar diberi keleluasaan menentukan waktu istirahat. Keadaan seperti membuat interaksi antara pebelajar dengan guru dan pebelajar dengan pebelajar terjalin harmonis. Pertemuan kedua pembelajaran dengan menggunakan metode praktik
3.
langsung dilaksanakan di luar kelas telah berjalan dengan baik. Pebelajar menikmati pembelajaran dengan menggunakan metode praktik langsung. Pembelajaran dengan menggunakan metode praktik langsung memberikan pengalaman sekaligus tantangan bagi pebelajar dalam berkomunikasi saat melakukan kegiatan di luar kelas, yaitu berbelanja. Situasi pembelajaran seperti ini mendukung pebelajar memeroleh bahasa, karena pebelajar mendapatkan pengalaman dan kesempatan untuk berkomunikasi di lingkungan nyata. Untuk pembelajaran pertemuan kedua, sejalan dengan pendekatan fungsional yang dinyatakan oleh Semi (dalam Iskandarwassid dan Sunendar, 2013) bahwa mempelajari bahasa sebaiknya melakukan kontak langsung dengan masyarakat atau orang yang menggunakan bahasa tersebut. Dengan demikian, peserta didik langsung menghadapi bahasa yang hidup dan mencoba memakai sesuai dengan keperluan komunikasi dan merasakan fungsi komunikasi tersebut dalam komunikasi langsung. Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2016) yang berjudul “Pembelajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (BIPA) di Sekolah Cinta Bahasa, Ubud, Bali”. Hasil penelitian ini menyatakan pelaksanaan pembelajaran sudah berlangsung sesuai rencana pembelajaran yang disusun guru. Selain itu, Guru mampu memberi motivasi sehingga pebelajar tertarik dan bersemangat untuk mengikuti pembelajaran, guru menggunakan metode dan strategi yang bervariasi, dan guru telah melakukan kegiatan evaluasi. Evaluasi Pembelajaran Menggunakan Metode Praktik Langsung BIPA Beginner Class Dari hasil pencatatan dokumen, observasi dan wawancara dengan guru. Evaluasi pembelajaran yang dilakukan guru pada kedua pertemuan tersebut belum sepenuhnya memenuhi sasaran dalam kegiatan evaluasi. Sasaran evaluasi dalam pembelajaran yaitu, aspek berpikir (kognitif), aspek keterampilan (psikomotorik), dan aspek sikap (afektif).
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
Hal tersebut dikarenakan, guru hanya menggunakan teknik evaluasi nontes untuk dua pertemuan yang mempunyai konsep pembelajaran yang berbeda. Penilaian dengan menggunakan teknik penilaian nontes berperan dalam penilaian aspek keterampilan dan sikap, sehingga sasaran penilaian ketiga yaitu aspek berpikir tidak dapat terpenuhi. Walaupun dari hasil wawancara, guru telah menentukan kriteria yang dievaluasi atau diamati pada setiap pertemuan. Tetapi, sudah seharusnya guru memadukan teknik evaluasi tes yang dapat menilai aspek berpikir dan nontes yang dapat menilai aspek sikap dan keterampilan untuk memperoleh hasil belajar pebelajar secara tepat. . Teknik evaluasi nontes menurut Sudijono (2015) memegang peranan dalam rangka mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari ranah sikap hidup (afektif) dan keterampilan (psikomotorik). Jika hanya menggunakan teknik evaluasi nontes, guru akan mengalami kendala untuk mengetahui hasil belajar pelajar dari ranah proses berpikir (kognitif). Berdasarkan hal tersebut, pelaksanaan evaluasi yang dilakukan guru belum memenuhi sasaran dan tujuan evaluasi karena guru hanya menggunakan teknik penilaian nontes yang berperan hanya untuk penilaian keterampilan (psikomotorik) dan sikap (afektif). Guru tidak melakukan evaluasi untuk penilaian kemampuan berpikir siswa (kognitif),. Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuniarti Rahmalia Hapsari pada tahun 2017 yang berjudul “Pelaksanaan Pembelajaran Berbicara BIPA Siswa Kelas X di Gandhi Memorial International School Bali”. Hasil penelitian ini adalah untuk evaluasi guru menggunakan teknik penilaian nontes. Teknik penilaian nontes yang dirancang oleh guru tidak menyertakan rambu-rambu penilaian. Sehingga penilaian yang dilakukan guru hanya bersifat holistik (terkaan secara keseluruhan). Guru melakukan penilaian dengan memperhatikan sikap dan keterampilan siswa ketika pembelajaran. PENUTUP Simpulan
Ada tiga simpulan yang dapat peneliti ambil berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian. Simpulan tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, perencanaan pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dibuat guru perlu dilengkapi lagi, karena terdapat komponen-kompone pada RPP yang belum sesuai, seperti Alokasi waktu yang perlu dirumuskan pada setiap kegiatan pembelajaran, materi ajar yang dicantum perlu dipaparkan dengan lebih rinci dan jelas, serta teknik penilaian yang perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan pembelajaran. Kedua, Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode praktik langsung untuk beginner class belum maksimal. Hal tersebut disebabkan terdapat komponen perencanaan pembelajaranyang perlu dilengkapi. Komponen pada rencana
pelaksanaan pembelajaran yang kurang lengkap adalah perumusan alokasi waktu. Alokasi waktu yang kurang lengkap akan memberi dampak kurang baik terhadap pelaksanaan pembelajaran. Pengaruh tersebut terjadi pada pertemuan pertama. Pada pertemuan pertama guru mengalami kendala karena kelebihan waktu akibat pada perencanaan guru tidak mermuskan alokasi waktu.Di samping kendala pelaksanaan pembelajaran karena pengaruh rencana pelaksanaan pembelajaran yang kurang lengkap. Secara keseluruhan pelaksanaan pembelajaran telah berjalan baik Pelaksanaan kedua pertemuan sudah berlangsung dengan baik. Ketiga, Evaluasi pembelajaran yang dilakukan guru pada kedua pertemuan belum sepenuhnya memenuhi sasaran dalam kegiatan evaluasi. Hal tersebut dikarenakan, guru hanya menggunakan teknik evaluasi nontes untuk dua pertemuan yang mempunyai konsep pembelajaran yang berbeda. Teknik evaluasi nontes tepat digunakan dalam rangka mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari ranah sikap hidup (afektif) dan keterampilan (psikomotorik). Jika hanya menggunakan teknik evaluasi nontes, guru akan mengalami kendala untuk mengetahui hasil belajar pelajar dari ranah proses berpikir (kognitif). Berdasarkan hal tersebut,
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
pelaksanaan evaluasi yang dilakukan guru belum memenuhi sasaran dan tujuan evaluasi Berdasarkan paparan mengenai hasil penelitian dan simpulan, adapun saransaran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, berdasarkan perencanaan pembelajaran yang terdapat dalam simpulan tersebut, guru disarankan memperhatikan penyusunan komponen RPP lebih terperinci, sehingga pelaksanaan pembelajaran menjadi semakin sistematis. Kedua, berdasarkan pelaksanaan pembelajaran BIPA yang terdapat dalam simpulan tersebut, guru disarankan lebih meningkatakan keterampilannya dalam mengajarkan bahasa Indonesia bagi penutur asing. Ketiga, berdasarkan evaluasi pembelajaran BIPA yang terdapat dalam simpulan tersebut, guru disarankan lebih kreatif dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran. Dalam melakukan evaluasi, sebaiknya guru memadukan teknik nontes dan tes. Keempat, Kepada pihak lembaga Yayasan Cinta Bahasa Indonesian Language School, diharapkan tetap mengembangkan program atau kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode praktik langsung yang dikemas dengan berbagai kegiatan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan untuk pebelajar BIPA. Kelima, Untuk peneliti lain disarankan untuk melakukan penelitian sejenis terkait dengan pembelajaran BIPA. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Oleh sebab itu, disarankan bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian dengan menggunakan metode PTK (Penelitian Tindakan Kelas) dan menggunakan metode praktik langsung dengan kegiatan yang lebih inovatif dan kreatif.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto. 2005. Manajemen Pendidikan. Jakarta: Rieneka Cipta. Hapsari, Yuniarti Rahmalia. 2017. “Pelaksanaan Pembelajaran Berbicara BIPA Siswa Kelas X di Gandhi Memorial International School Bali”. Singaraja: Undiksha. Indriani, Made Sri. 2010. Buku Ajar Perencanaan Pembelajaran. Singaraja: Undiksha Iskandarwasid dan Sunendar. 2013. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Kompas. 2013. BIPA, Tingkatkan Fungsi Bahasa Indonsia Menjadi Bahasa Internasional. [online]. Tersedia Pertiwi, dkk. 2013. “Penerapan Hands On Activity pada pembelajaran BIPA Bertema Operasi LASIK untuk Meningkatkan Literasi Siswa SMP”. Bandung: ITB Sagala, Syaiful. 2012. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Sari, Ni Pt Apita Widya. 2016. “Pembelajarn Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (BIPA) di Sekolah Cinta Bahasa, Ubud, Bali”. Singaraja: Undiksha. Siroj, Muhammad Badrus. 2015. “Pengembangan Model Integratif Bahan Ajar Bahasa Indonesia Ranah Sosial Budaya Berbasis ICT Bagi Penutur Asing Tingkat Menengah”.e-journal. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Sukardi. 2007. Metode Penelitian Kompetensi dan Praktik. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Wendra, I Wayan. 2012. Buku Ajar Keterampilan Berbicara. Singaraja: Undiksha.