JURNAL PRASADA Jurnal Prasada, Vol. 4, No. 1, ,Maret 2017, 60-70 Available Online at https://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/prasada DOI: 10.22225/jhp.4.1.160.60-70
Pelaksanaan Konversi Tanah Bekas Milik Adat Di Kecamatan Tegallalang Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Putu Tyo Maharyanto Pemda Kabupaten Gianyar
[email protected] Abstract With the promulgation of Law Nomor 5 of 1960, land rights are subject to the Law of the West and rights over land subject to the Customary Law converted (modified rights) to land rights according to Law Nomor 5 of 1960, Law Nomor 5 1960 stipulates that holders of rights over land subject to the Law of the West given the oPeraturan Pemerintahortunity for 20 (twenty) years since the promulgation of Law Nomor 5 of 1960 until September 24 1980.Konversi land rights is a change in the status of land rights according to the law long before the enactment of the Agrarian Law. In principle, this conversion occurs from land rights to land rights, instead of the right to control the state of land to land rights. Conversion over land rights are subject to the Customary Law (rights Indonesia) originally stipulated in the Minister of Agriculture and Agrarian Nomor 2 of 1962 on the affirmation of the conversion and Pendaftaran Former Indonesian Rights to Land. At this time, the conversion of the former rights of Indonesia conducted in a systematic way pendaftaran soil and ground pendaftaran sporadic. Keywords: Owned Used Indigenous Land, Conversion and Property Rights Abstrak Dengan adanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Barat dan hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Adat dikonversi (diubah haknya) menjadi hak atas tanah menurut UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 menetapkan bahwa pemegang hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Barat diberi kesempatan selama 20 (dua puluh) tahun sejak diundangkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 hingga tanggal 24 September 1980. Konversi hak atas tanah adalah perubahan status hak atas tanah menurut hukum yang lama sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria. Prinsipnya, konversi ini terjadi dari hak atas tanah ke hak atas tanah, bukan dari hak menguasai negara atas tanah ke hak atas tanah.Konversi terhadap hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Adat (hak-hak Indonesia) semula diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 2 Tahun 1962 tentang Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-hak Indonesia Atas Tanah. Pada saat ini, konversi terhadap bekas hak-hak Indonesia dilakukan dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik 1 Kata Kuci: Tanah Bekas Milik Adat, Konversi dan Hak Milik
1. PENDAHULUAN Sebelum diundangkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Undang-Undang Pokok Agraria ( UUPA ), di Indonesia terdapat dua jenis hak atas tanah, yaitu: 1) Hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Barat. Macam hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Barat adalah Hak Eigendom, Hak Opstal, Hak ErPeraturan Pemerintahacht, dan Hak Vruchtgebruik, yang diatur atau dimuat dalam Buku II Burgerlijk Wetboek (BW). Hak atas tanah ini diberlakukan bagi orang -orang yang tunduk pada Hukum Barat, yaitu orang-orang dari Golongan Eropa. Hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Barat didaftar oleh Pemerintah Hindia Belanda yang bertujuan memberikan jaminan kepastian hukum. Sebagai tanda bukti terhadap hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Barat diterbitkan Sertifikat. 2) Hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Adat. Macam hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Adat adalah hak agrarische eigendom, milik, yasan, andarbeni, hak atas druwe, hak atas druwe desa, pesini, grantsultan, landerijenbezitrecht, altijd1. Tesis Ini Telah Dipertahankan Didepan Majelis Penguji, Pada Tanggal 1 Agustus 2016., Pada Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Warmadewa-Denpasar.
Copyright © 2017 Jurnal Prasada P-ISSN: 2337-795X
Jurnal Hukum Prasada Vol 4, No 1 Maret 2017
61
durende erPeraturan Pemerintahacht, hak usaha, bekas tanah partikelir yang sederajat dengan hak milik, hak gogolan, pekulen, sanggan, dan hak atas tanah yang sederajat dengan Hak Pakai, yaitu ganggan bantuik, anggaduh, bengkok, lunguh, dan pituwas. Hak atas tanah ini diberlakukan bagi orang-orang yang tunduk pada Hukum Adat, yaitu orang-orang dari golongan bumi putra.Hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Adat tidak didaftar oleh Pemerintah Hindia Belanda.Kalaupun hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Adat didaftar tujuannya bukan untuk mewujudkan jaminan kepastian hukum melainkan untuk menetapkan wajib pajak atas tanah.Tanda bukti yang diterbitkan bukan tanda bukti pemilikan tanah, melainkan tanda bukti pembayaran pajak atas tanah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 diundangkan pada tanggal 24 September 1960, yang menjadi tanda terbentuknya Hukum Tanah Nasional. Salah satu tujuan diundangkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 adalah meletakkan dasar -dasar untuk mengadakan kesatuan dalam Hukum Pertanahan. Untuk mewujudkan kesatuan Hukum Pertanahan, maka tidak ada lagi Hukum Tanah Barat dan Hukum Tanah Adat. Demikian pula, tidak ada lagi hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Barat dan hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Adat. Dengan diundangkan Undang -Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok -Pokok Agraria, maka hanya ada satu undang-undang tentang hak atas tanah yaitu hak atas tanah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok -Pokok Agraria. Dengan diundangkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Barat dan hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Adat dikonversi (diubah haknya) menjadi hak atas tanah menurut Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 menetapkan bahwa pemegang hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Barat diberi kesempatan selama 20 (dua puluh) tahun sejak diundangkan Undang -Undang Nomor 5 Tahun 1960 hingga tanggal 24 September 1980 2 . Untuk mengajukan penegasan konversi menjadi hak atas tanah menurut Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960. Kalau sampai dengan tanggal 24 September 1980. Bekas hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Barat tidak diajukan penegasan konversi, maka hak atas tanah tersebut menjadi hapus dan tanahnya kembali menjadi tanah negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Konversi hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Barat diatur dalam Pasal I, Pasal III , Pasal IV, Pasal V, dan Pasal VI Ketentuan Konversi UUPA. Hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Adat juga dikonversi menjadi hak atas tanah menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. Untuk konversi hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Adat tidak dibatasi jangka waktunya setelah diundangkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960.Konversi hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Barat diatur dalam Pasal II, VI, dan Pasal VII Ketentuan Konversi UUPA 3 . Pengertian konversi menurut A.P. Parlindungan yang dikutip oleh Urip Santoso dalam bukunya Perolehan Hak Atas Tanah. Konversi adalah “penyesuaian hak -hak atas tanah yang pernah tunduk kepada sistem hukum yang lama, yaitu hak -hak atas tanah menurut BW dan tanah-tanah yang tunduk kepada Hukum Adat untuk masuk dalam sistem hak-hak atas tanah menurut UUPA” 4 . Adapun menurut Efendi Perangin: Konversi hak-hak atas tanah adalah perubahan hak atas tanah sehubungan dengan berlakunya UUPA. Hak-hak atas tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA diubah menjadi hak-hak atas tanah yang ditetapkan dalam UUPA (Pasal 16). Setiap hak atas tanah yang ada sebelum UUPA berlaku, baik Hak Barat maupun Hak Indonesia, oleh ketentuan-ketentuan konversi UUPA diubah menjadi salah satu hak atas tanah yang 2. Urip Santoso, 2015, Perolehan Hak Atas Tanah, Prenada Media Group, Jakarta.hlm. 114 3. Ibid 4. Ibid, hlm. 115
Copyright © 2017 Jurnal Prasada P-ISSN: 2337-795X
Jurnal Hukum Prasada Vol 4, No 1 Maret 2017
62
disebut dalam Hukum Tanah yang baru 5 . Konversi hak atas tanah adalah perubahan status hak atas tanah menurut hukum yang lama sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, yaitu hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Barat dan Hukum Adat menjadi hak atas tanah menurut Undang-Undang Pokok Agraria. Prinsipnya, konversi ini terjadi dari hak atas tanah ke hak atas tanah, bukan dari hak menguasai negara atas tanah ke hak atas tanah. Konversi terhadap hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Adat (hak-hak Indonesia) semula diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 2 Tahun 1962 tentang Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-hak Indonesia Atas Tanah. Pada saat ini, konversi terhadap bekas hak-hak Indonesia dilakukan dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secarasporadik. Peraturan yang mengatur konversi terhadap hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Adat (bekas hak-hak Indonesia), adalah: 1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 paragraf 2 Pasal 24 ayat (1)Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang asal dari konversi hak -hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti -bukti tertulis, keterangan saksi dan/atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak -hak pihak lain yang membebaninya. 2) Pasal 65 ayat (1) huruf a Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Berdasarkan Berita Acara Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dilaksanakan kegiatan, yaitu : “hak atas bidang tanah yang alat bukti tertulisnya lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) dan yang alat bukti tertulisnya tidak lengkap tetapi ada keterangan saksi maupun pernyataan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) oleh Ketua Panitia Ajudikasi ditegaskan konversinya menjadi Hak Milik atas nama pemegang hak yang terakhir dengan memberi catatan pada daftar isian 201”. 3) Pasal 88 ayat (1) hurup a Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor3 Tahun 1997, Berdasarkan Berita Acara Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) dilaksanakan kegiatan, yaitu : “hak atas bidang tanah yang alat bukti tertulisnya lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) dan yang alat bukti tertulisnya tidak lengkap tetapi ada keterangan saksi maupun pernyataan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) dan tanahnya dikuasai oleh pemohon atau orang lain berdasarkan persetujuan pemohon, oleh Kepala Kantor Pertanahan ditegaskan konversinya menjadi Hak Milik atas nama pemegang hak yang terakhir dengan memberi catatan pada daftar isian 201. Undang-Undang Nomor5 Tahun 1960 tentang PeraturanDasar Pokok-Pokok Agraria bagian kedua Pasal 1 dijelaskan sampai dengan Pasal IX (ketentuan-ketentuan konversi) disebutkan macamnya dalam Penjelasan Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, Yaitu: 1) Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan/atau penyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh panitia ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh kepala kantor pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak -hak pihak lain 5. Effendi Perangin, 1990, Hukum Agraria di Indonesia Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, Rajawali, Jakarta, 1990, hlm 145.
Copyright © 2017 Jurnal Prasada P-ISSN: 2337-795X
Jurnal Hukum Prasada Vol 4, No 1 Maret 2017
63
yang membebaninya. 2) Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan pengusaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturutturut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu pendahulunya, dengan syarat: a) Pengusaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya. b) Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya. 3) lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, Pasal VI, dan Pasal VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA. Bekas tanah milik adat (tanah yasan) yang semula sebelum diundangkan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 dibukukan dengan “petuk pajak bumi/landrente, girik, pipil, kekitir, dan verponding Indonesia, sekarang sudah tidak diterbitkan bukti -bukti tersebut dan diganti dengan Kutipan (Register) Letter C yang dibuat oleh Kepala Desa/Kepala Kelurahan. Bekas tanah milik adat (tanah yasan) dapat menjadi objek pendaftaran tanah secara sistematik atau pendaftaran tanah secara sporadik” 6 . Pendaftaran tanah secara sistematik adalah : Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan.Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau masal 7 . Lebih lanjut Urip Santoso menegaskan kalau bekas tanah milik adat ini didaftarkan (disertifikatkan) oleh pemiliknya dalam pendaftaran tanah secara sporadik, maka prosedurnya, adalah: 1) Pemilik tanah mengajukan permohonan pendaftaran tanah kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan, dengan melampirkan: a) Asli petuk pajak bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir dan verponding Indonesia, atau Kutipan (Register) Letter C tanah yang bersangkutan; b) Potokopi kartu tanda penduduk (KTP) pemilik tanah yang masih berlaku; c) Asli Riwayat tanah yang akan didaftarkan (disertifikatkan); d) Asli surat pernyataan penguasaanfisik bidang tanah (sporadik); e) Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPT) Pajak Bumi dan Bangunan tahun terakhir tanah yang mau didaftarkan (disertifikatkan); f) Fotokopi Surat Keterangan Ahli Waris apabila tanah yang mau didaftarkan (disertifikatkan)adalah tanah warisan; g) Asli bukti perolehan tanah yang mau didaftarkan disertifikatkan)8. Kalau tanah yang mau didaftarkan (disertifikatkan) diperoleh melalui jual beli atau hibah sebelum oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang menurut ketentuan Peraturan perundang-undangan yang berladiundangkan Peraturan Pemerintah Nomor24 Tahun 1997 tanggal 13 Oktober 1997, maka jual beli atau hibah tanahnya dapat dibuktikan dengan akta di bawah tangan.Kalau tanah yang mau didaftarkan (disertifikatkan) diperoleh melalui jual beli atau hibah setelah diundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tanggal 13 Oktober 1997, maka jual beli atau hibah tanahnya harus dibuktikan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PERATURANPEMERINTAH). Kewajiban jual beli dibuat dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (Peraturan 6. Urip Santoso, Op.Cit.hlm. 119 7. Ibid 8. Ibid. hlm. 120-125
Copyright © 2017 Jurnal Prasada P-ISSN: 2337-795X
Jurnal Hukum Prasada Vol 4, No 1 Maret 2017
64
Pemerintah) diatur dalam Pasal 37 ayat (1)Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu : Peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukarmenukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahanhak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat ku. 2) Pengukuran bidang tanah yang mau didaftarkan (disertifikatkan) oleh petugas ukur dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan : Pengukuran bidang tanah dalam pendaftaran tanah secara sporadik pada dasarnya merupakan tanggung jawab Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.Dalam pelaksanaannya, pengukuran bidang dilakukan oleh petugas ukur, hal ini sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Sebelum pelaksanaan pengukuran bidang tanah, petugas ukur dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota terlebih dahulu menempatkan batas-batas bidang dan pemohon memasang tanda-tanda batas tanah yang dimohon untuk didaftar. Setelah penetapan batas dan pemasangan tanda-tanda batas dilaksanakan, maka dilakukan pengukuran bidang tanah dan pemetaan bidang tanah. Pengukuran dilakukan dalam rangka pembuatan gambar ukur tanah yang akan didaftar. Berita acara pengukuran bidang tanah ditandatangani oleh pemohon, pemilik tanah yang berbatasan, dan Kepala Desa/Kepala Kelurahan setempat. Pengukuran bidang tanah dilakukan untuk mengetahui data fisik dan pembuatan surat ukur. Pada waktu pengukuran bidang tanah, pemohon pendaftaran tanah secara sporadik menunjukkan batas-batas bidang tanahnya dengan tanah pihak lain. Penunjukkan batas-batas bidang tanah disaksikan oleh pemilik tanah yang berbatasan. 3) Pengumpulan dan penelitian data yuridis bidang tanah dan penetapan batas. Untuk keperluan pendaftaran hak-hak lama, pengumpulan dan penelitian permulaan data yuridis bidang tanah berupa dokumen alat bukti dilakukan oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan. Dalam hal penelitian dokumen ternyata bahwa kepemilikan tanah berupa bukti -bukti tertulis tidak lengkap atau tidak ada, maka penelitian data yuridis tersebut dilanjutkan oleh Panitia A. Untuk keperluan penelitian data yuridis tersebut, Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah menyerahkan alat–alat bukti yang ada dalam rangka penetapan batas bidang tanah kepada panitia A. Setelah penelitian data yuridis selesai dilakukan, maka Panitia A menyerahkan daftar isian penelitian data yuridis bidang tanah dan penetapan batas yang sudah diisi kepada Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah, yang selanjutnya menyiapkan pengumuman data fisik dan data yuridis. Risalah penelitian data yuridis dan penetapan batas dilakukan oleh Panitia A dengan mengundang pemohon pendaftaran tanah secara sporadik bertempat di Balai Desa/Kantor Kelurahan setempat. Pada tahapan ini ditetapkan pendaftaran tanah secara sporadik dilakukan melalui penegasan konversi, atau pengakuan hak. Penegasan konversi diberikan apabila hak atas tanah yang alat bukti tertulisnya tidak lengkap tetapi ada keterangan saksi maupun pernyataan yang bersangkutan dan tanahnya dikuasai oleh pemohon atau orang lain berdasarkan persetujuan pemohon. Oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan ditegaskan konversinya menjadi Hak Milik atas nama pemegang hak yang terakhir. Pengakuan hak diberikan apabila hak atas tanah yang alat bukti kepemilikannya tidak ada tetapi telah dibuktikan kenyataan penguasaan fisiknya selama 20 (dua puluh) tahun.Oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan diakui sebagai Hak Milik. 4) Pengumuman data fisik dan data yuridis, dan pengesahannya Untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang berkepentingan mengajukan keberatan atas data fisik dan data yuridis mengenai bidang tanah yang dimohon untuk didaftar, maka Copyright © 2017 Jurnal Prasada P-ISSN: 2337-795X
Jurnal Hukum Prasada Vol 4, No 1 Maret 2017
65
data fisik dan data yuridis bidang tanah dan peta bidang tanah yang bersangkutan diumumkan di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan di Balai Desa/Kantor Kelurahan setempat selama 60 (enam puluh) hari. Setelah jangka waktu pengumuman berakhir, maka data fisik dan data yuridis bidang tanah tersebut disahkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan dengan Berita Acara Pengesahan Data fisik dan Data Yuridis. Pada akhir masa pengumuman, Kepala Desa/Kepala Kelurahan setempat menandatangani surat pengantarpengumuman data fisik dan data yuridis. Apabila dalam masa pengumuman ini ada pihak lain yang mengajukan keberatan, maka Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan menghentikan proses pendaftaran ini sampai ada penyelesaian oleh pihak pemohon pendaftaran tanah secara sporadik dengan pihak yang mengajukan keberatan. 5) Pembukuan Hak Berdasarkan alat bukti baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor24 Tahun 1997, penegasan konversi dan pengakuan hak, hak-hak atas tanah, hak pengelolaan, hak milik atas satuan rumah susun, dan tanah Wakaf yang bersangkutan dibukukan dalam Buku Tanah. Penandatanganan Buku Tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, dengan ketentuan bahwa dalam hal Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota berhalangan atau dalam rangka melayanipendaftaran tanah secara masal, maka Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dapat melimpahkan kewenangan menandatangani Buku Tanah tersebut kepada Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah. 6) Penerbitan Sertifikat Penerbitan sertifikat merupakan hasil akhir kegiatan pendaftaran secara sporadik. Sertifikat hak atas tanah yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota adalah sertifikat Hak Milik, baik yang diterbitkan melalui penegasan konversi atau pengakuan hak. Penandatanganan sertifikat dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dengan ketentuan bahwa dalam hal Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota berhalangan atau dalam rangka melayani permohonan pendaftaran tanah secara sporadik yang bersifat masal, maka Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dapat melimpahkan kewenangan menandatangani Sertifikat kepada Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah. 7) Penyampaian Sertifikat: Sertifikat Hak Milik atas tanah diserahkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota kepada pemohon pendaftaran tanah secarasporadik. Terkait dengan hal tersebut di wilayah Kabupaten Gianyar sering terjadinya pengalihan tanah atau konversi hak atas tanah untuk kepentingan fasilitas kepariwisataan seperti hotel, restoran, bar dan lain-lain karena Gianyar adalah salah satu wilayah distinasi wisata di Bali. Atas dasar inilah penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan mengambil judul : “Pelaksanaan Konversi Hak Atas Tanah bekas milik AdatDi Kecamatan Tegallalang Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997”. Sesuai dengan latar belakang tersebut diatas, dalam rangka mempermudah pembahasan lebih lanjut, dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pelaksanaan konversi hak atas tanah bekas milikadat di Kecamatan Tegallalang Kabupaten Gianyar berdasarkan PERATURAN PEMERINTAHNomor 24 Tahun 1997? 2. Bagaimanakahmanfaat konversi hak atas tanah bekas milik adat bagi masyarakat? Secara garis besar dapat dikemukakan, bahwatujuan dari penelitian ini, antara lain : Tujuan Umum: Secara umum tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan konversi hak atas tanah bekas milik adat berdasarkan PeraturanPemerintahNomor 24 Tahun 1997 di Kecamatan TegallalangKabupaten Gianyar. 2) Untuk mengetahui tertib administrasi pendaftaran tanah bekas milik adatdi Kecamatan TegallalangKabupten Gianyar. Copyright © 2017 Jurnal Prasada P-ISSN: 2337-795X
Jurnal Hukum Prasada Vol 4, No 1 Maret 2017
66
Tujuan Khusus : Secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Untuk mengetahui pelaksanaan konversi hak atas tanah bekas milik Adat di Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar. 2) Untuk mengetahui manfaat konversi hak atas tanah bekas tanah milik Adat di Kecamatan Tegallalang Kabupaten Gianyar. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan Manfaat dari dua sisi, yaitu : 1) Manfaat Praktis, Hasil dari penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberi masukan khususnya Pemerintah KabupatenGianyar dalam melaksanakan konvensi atas tanah bekas milik Adat di Kabupaten Gianyar. 2) Manfaat Teroritis, diharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap aspek keadilan dan Manfaat dalam pelaksanaan konversi hak atas tanah, sehingga di dalam melaksanakan konversi hak atas tanah bekas milik Adat diperoleh keadilan terhadap pemohon. 2. PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada, hingga saat ini belum ada hasil penelitian dalam bentuk tesis ataupun penelitian lainnya yang berkaitan dengan Penelitian Pelaksanaan Konvensi Tanah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.Dari penelusuran kepustakaan ditemukan penelitian yang cukup dekat dengan topik penelitian ini, yaitu yang berkaitan dengan Konversi Hak Atas Tanah yaitu Pertama, penelitian yang dilakukan oleh I Kadek Sukardiyasa Fakultas Hukum Universitas Udayana Tahun 2003 dengan judul Skripsi Perkembangan kedudukan dan pungsi tanah adat di Desa Pekraman Padang tegal Ubud setelah berlakunya Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960. Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan tersebut adalah yuridis empiris dengan rumusan masalah yang pertama bagaimanakah perkembangan kedudukan dan pungsi tanah adat di Desa Pekraman Padang tegal Ubud setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960.Rumusan masalah kedua Faktor-Faktor apakah yang mempengaruhi perkembangan kedudukan dan pungsi tanah adat tersebut. Dalam penelitiannya menggambarkan bahwa perkembangan kedudukan tanah adat di Desa Pakraman Padangtegal sebelum berlaku undang -undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang dasar pokok-pokok agraria adalah tunduk pada hukum adat atau hukum Indonesia. Setelah berlakunya undang-undang pokok agraria tanah adat di Desa pakraman tersebut tunduk dan mendapatkan pengakuan akan kedudukan pada hukum pertanahan nasional yaitu pada undang-undang pokok agraria itu sendiri yang kemudian makin diperkuat oleh Peraturan daerah, dan awig -awig Desa Pakraman Padangtegal. Walaupun mendapatkan pengakuan sebagaimana diatur dalam undang undang pokok agraria, tetapi apabila dilihat dari Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 Pasal 1 nampaklah bahwa desa pakraman belum ditunjuk sebagai subyek hak milik atas tanah, pada hal dalam kenyataannya Desa Pakraman menguasai tanah -tanah Adat tersebut. Apabila dilihat dari pungsinya, tanah adat di Desa pakraman Padangtegal yang menonjol sebelum berlakunya undang -undang pokok agraria adalah pungsi sosial dan pungsi religius, sedangkan setelah berlakunya undang -undang pokok agraria pungsi ekonomis memperlihatkan perkembangan yang sangat pesat karena diperngaruhi oleh kemajuan pariwisata dan juga Faktor -Faktor pengubah hukum. Faktor utama yang menyebabkan terjadinya perkembangan kedudukan dan pungsi tanah adat di Desa Pakraman Padangtegal setelah berlakunya undang -undang pokok agraria adalah pariwisata.Faktor pariwisata kemudian diperkuat dengan Faktor -Faktor pengubah hukum seperti Faktor globalilasi, FaktorSosial Budaya, FaktorPolitik, FaktorEkonomi, FaktorPendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Desak Agung Diah Adnya Dewi program Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana Universitas Udayana Denpasar Tahun Copyright © 2017 Jurnal Prasada P-ISSN: 2337-795X
Jurnal Hukum Prasada Vol 4, No 1 Maret 2017
67
2014 dengan judul Tesis Kedudukan Dan Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah Atas Akta Jual Beli Tanah Adat jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan tersebut adalah yuridis normatip dengan rumusan masalah pertama bagaimana kewenangan notaris dan pejabat pembuat akta tanah dalam menerima dan menyimpan sertifikat tanah yang diserahkan para pihak kepadanya. Rumusan masalah kedua bagaimana tanggung jawab notaris dan pejabat pembuat akta tanah, apabila dia melakukan penyalahgunaan terhadap sertifikat tanah yang dititipkan para pihak. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa kewenangan pejabat pembuat akta tanah. Adalah membuat akta-akta dari setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjamkan uang dengan hak atas tanah sebagai tanggung jawab yang terletak dalam daerah kerjanya. Tanggung jawab pejabat pembuat akta tanah terhadap akta jual beli tanah adat yang telah dibuatnya adalah sebagai berikut: a) Dapat diminta sebagai saksi ahli di dalam akta tersebut. b) Dapat juga diajukan sebagai tergugat dan dapat digugat ganti rugi karena kesalahan atau kelalaian dari pihak pejabat pembuat akta tanah. Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh I Dewa Made Semara Jaya, Fakultas Hukum Universitas Ngurah Rai Tahun 2013 dengan judul skripsi Hak dan Kewajiban Krama Desa yang menempati tanah karang desa serta sanksi dan upaya penyelesaiannya di Desa Pekraman Tampaksiring. Jenis penelitian yang dipergunakan dalam menganalisis adalah yuridis sosiologis dalam penelitian tersebut permasalahan yang diangkat adalah: 1) Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya permasalahan tanah pekarangan desa di Desa Pekraman Tampaksiring. 2) Lembaga manakah yang menyelesaikan masalah tanah pekarangan Desa dan Bagaimana upaya penyelesaiannya di Desa Pekraman Tampaksiring. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa faktor -faktor yang menjelaskan terjadinya permasalahan tanah pekarangan desa adalah karena adanya salah satu pihak belum memahami hak dan kewajiban menempati tanah karang desa sehingga ada anggapan bahwa tanah karang desa menjadi tanggung jawab penuh yang menempati, sehingga ia dapat berbuat apa saja terhadap tanah tersebut tanpa memperdulikan kewajibannya dan juga ada pihak yang memahami bahwa tanah pekarangan desa sepenuhnya menjadi tanggung jawab Desa Pakraman, sehingga yang menempati tanah karang Desa harus mengikuti aturan -aturan yang ada di wilayah Desa Adat itu sendiri. Orang atau lembaga yang menyelesaikan sengketa tanah pekarangan desa terdiri dari tetua di Desa dan mantan prajuru Desa Adat, serta Prajuru Desa dan unsur Pemerintah. Adapun cara penyelesaian masalah Adat di Desa Pakraman Tampaksiring adalah melalui musyawarah secara kekeluargaan dengan mengedepankan jalan damai dan tidak ada kesalah pahaman. Kelima, penelitian dilakukan oleh Komang Ayu Ashari Mulia Dewi, Fakultas Hukum Universitas Udayana Tahun 2005 dengan judul Penelitian : Peningkatan status hak guna bangunan menjadi hak milik Janis penelitian yang dipergunakan dalam menganalisis adalah yuridis normatip, dalam penelitian tersebut permasalahan yang diangkat adalah: 1) Bagaimanakah pengaturan peningkatan hak guna bangunan menjadi hak milik. 2) Bagaimanakah hambatan-hambatan dalam proses peningkatan hak guna bangunan menjadi hak milik. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan status Hak Guna Bangunan menjadi Hak milik tersebut diatur dalam Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997 tentang pemberian Hak milik atas tanah untuk rumah sangat sederhana (RSS) dan rumah sederhana (RS) jo Nomor 15 Tahun 1997 dan Nomor 1 Tahun 1998, menyatakan bahwa : Hak Guna bangunan atas tanah untuk RSS dan RS diatas tanah Negara, termasuk diatas tanah Hak Pengelolaan, kepunyaan perseorangan warga negara Indonesia, baik yang belum maupun yang telah habis jangka waktunya, atas permohonan pemegang hak atau Copyright © 2017 Jurnal Prasada P-ISSN: 2337-795X
Jurnal Hukum Prasada Vol 4, No 1 Maret 2017
68
kuasanya diubah menjadi hak milik. Hambatan -hambatan yang dialami dalam proses peningkatan hak atas tanah rumah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik dapat ditinjau dari 2 segi yaitu dari segi intern yakni hambatan -hambatan yang terletak pada kelengkapan para pemohon peningkatan hak tersebut yaitu kurangnya tingkat kesadaran pemohon untuk melengkapi syarat -syarat yang ditentukan oleh Kantor Pertanahan itu sendiri sehingga memperlambat proses peningkatan hak tersebut, kemudian dari segi ekstern yaitu proses peningkatan hak atas tanah yaitu proses berbelit-belit, yang mengakibatkan masyarakat enggan dan malas untuk mengurus sendiri. Penelitian ini apabila dibandingkan dengan penelitian terdahulu, maka baik judul dan permasalahan maupun substansi pembahasannya sangat berbeda. Pada penelitian ini melakukan pembahasan mengenai pelaksanaan konversi hak atas tanah adat di Kecamatan Tegallalang Kabupaten Gianyar telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan bagaimanakah Manfaat konversi hak atas tanah bekas milik adat bagi masyarakat. Jadi dengan demikian penelitian yang akan dilakukan sama sekali belum ada yang membahas, sehingga orisinalitas penelitian ini dapat terjamin. 3. SIMPULAN Dari pembahasan tersebut diatas, dapatlah ditarik beberapa simpulan sebagai berikut: 1) Pelaksanaan konversi hak atas tanah bekas milik adat di Kecamatan Tegallalang telah berjalan sesuai Peraturanperundang-undangan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah, dimana dengan konversi ini masyarakat telah memiliki sertifikat tanah sebagai bukti bahwa mereka memiliki tanah tersebut secara sah, sehingga keraguraguan selama ini sudah hilang. 2) Konversi hak atas tanah bekas milik adat sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, karena dengan adanya konversi ini masyarakat secara sah memiliki tanda bukti kepemilikan tanah, berupa SERTIFIKAT hak milik atas tanah. Bertitik tolak dari pembahasan tersebut diatas, dapatlah dibuat saran-saran sebagai berikut: 1) Disarankan kepada pemerintah khususnya pejabat kantor pertanahan hendaknya lebih banyak lagi sosialisasi tentang konversi karena dalam kenyataannya masih ada tanah-tanah milik adat yang belum dilakukan pendaftaran (konversi). 2) Kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Gianyar hendaknya penerbitan surat ukur (SU) lebih dipercepat, sehingga proses pengumuman 60 (enam puluh) hari untuk penyelesaian penSERTIFIKATan dapat terwujud. Sehingga kesan pelayanan pada Kantor Pertanahan Kabupaten Gianyar dinilai tidak baik oleh masyarakat dapat dieliminasi/dihilangkan. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepadan Mitra Bestari atas masukan-masukan yang diberikan untuk perbaikan substansi artikel saya ini. DAFTAR PUSTAKA A.Suriyaman Mustari Pide, 2015, Hukum Adat,dahulu, Kini, dan Akan Datang, Prenadamedia Group, Jakarta. Adrian Sutedi, 2007, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grapika, Jakarta. , 2007, Peralihan Hak Atas Tanah, Sinar Grapika, Jakarta. Bambang Sugono, 2003, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Press, Jakarta. Boedi Harsono, 2003, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jambatan, Jakarta. Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustopadidjaya, A.R, 1982, Teori Strategi Pembangunan Nasional, Gunung Agung, Jakarta. Dani K. 2002, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Putra Harsa, Surabaya. EPeraturan Pemerintahendi Perangin, 1991, Hukum Agraria Di Indonesia Suatu Telaan dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, Rajawali Press, Jakarta. , 1989, Hukum Agraria di Indonesia Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, Rajawali, Jakarta. Suriansyah Murhaini, 2009, Kewenangan Pemerintah Daerah Mengurus Bidang Pertanahan, Laksbang Copyright © 2017 Jurnal Prasada P-ISSN: 2337-795X
Jurnal Hukum Prasada Vol 4, No 1 Maret 2017
69
Justitia, Surabaya. Soebekti dan R. Tjitrosoedibio, 1983, Kamus Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta. Soejono dan H. Abdurrrahman, 2003, Prosedur Pendaftaran Tanah, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Satjipto Raharjo, 2003, Sisi-sisi Lain Dari Hukum di Indonesia, Penerbit Kompas, Jakarta. Soedharyo Soimin, 2004, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Sinar Grapika, Jakarta. Soetandyo Wignjosoebroto, 2008, Hukum Dalam Masayarakat Perkembangan dan Masalah, Banyumedia Publisihng, Malang. Soerjono Soekanto, 2004, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja Grapika Persada, Jakarta. Sri Hajati, 2005, Retrukturisasi Hak Atas Tanah Dalam Rangka Pembaruan Hukum Agraria Nasional, pidato Penerimaan jabatan Guru besar, Universitas Airlangga, Surabaya,5 Maret. Sunaryati Hartono dan Bachtiar Effendi, 1976, Apakah The Rule Of Law Itu, Alumi Bandung. Utrecht,1962, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Ichtia, Jakarta. Urip Santoso, 2012, Hukum Agraria Kajian Komprehensip, Kencana Prenadamedia, Group, Jakarta. Peter Mahmud Marsuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Van Kan, yang diterjemahkan oleh Utrecht dan Moh Saleh J Jindang, 1989, Pengantar Dasar Hukum Indonesia, Iktiar Baru dan Sinar Harapan Jakarta. Hans Kelsen, 2006, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Nuasa, Bandung. H Abdulmanan, 2005, Aspek-aspek Pengubah Hukum, Kencana Pressnada Media, Jakarta. Jimmy Joses Sembiring, 2010, Panduan Mengurus Sertipikat Tanah, Visimedia, Jakarta. J. Andi Hartanto, 2012, Problematika Hukum Jual beli Tanah Belum Bersertipikat, laksbang, Mediatama, Jakarta. Jan Michiel Otto, 2010, Reele rechtszekerheid in ontwikkelingslanden, Kepastian Hukum di Negara Berkembang, terjemahan. Tristam Moeliono, Cetakan Pertama, Komisi HukumNasional Republik Indonesia (KHN-RI), Jakarta. Lili Rasjidi, 2007, Dasar-Dasar Pilsapat dan Teori Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung. Lihat, H. lili Rasyidi, 2001, Dasar-Dasar Pilsapat dan Teori Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti. Munir Puady, 2011, Teori-teori Dalam Sosiologi Hukum, Prenada Media Group, Jakarta. Moh Koesnoe, 1969, Peranan Hukum Adat di Dalam Pembangunan Nasional. Prae-Advies Seminar AwigAwig, Denpasar, Bali. Mariam Darus Badruszaman dan Abdurrahman, 1983, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni Bandung Undang – Undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria, LNR 1 Tahun 1960 Nomor 104 TLNRI Nomor. 2043. Undang-Undang Nomor 4Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, LNRI tahun 1997 Nomor50 TLNRI Nomor 3696. Peraturan Menteri Negara Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor3 Tahun 1997 tentang ketentuan pelaksanaan PERATURAN PEMERINTAHNomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1996 Tentang Pendaftaran Hak Tanggungan. , Inpormasi Peraturan Perundang-Undangan Pertanahan dari Biro Hukum dan Humas Badan Pertanahan Nasional yang diterbitkan tahun 1990, Nomor 4. , Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1986, tanggal 1 Januari 1989. , Peraturan Menteri Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional, Nomor 4 Tahun 1999. , Peraturan Edaran Menteri Pertanian dan Agraria, tertanggal 21 April 1962, Nomor Und i/2/6/3, Jucto Pasal Jagat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 37/1998. , Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor : 045.2.235 tertanggal 1 Pebruari 2005. Boedi HarsoNomor, (d) “Perkembangan Hukum Tanah Adat Melalui Yurisprudensi”, Ceramah disampaikan pada Simposium Undang-Undang Pokok Agraria dan Kedudukan Tanah-Tanah Adat Dewasa ini, Banjarmasin, 7 Oktober 1977. Maria S. W. SumardjoNomor, 1997, “Kepastian Hukum dan Perlindungan Hukum Dalam Pendaftaran Tanah”. Makalah, “Seminar nasional Kebijakan baru pendaftaran Tanah dan Pajak-pajak Yang Terkait : Suatu Proses Sosialisasi dan Tantangannya,” Kerja sama Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada dan Badan Pertanahan Nasional, Yogjakarta, Wahid, Muchtar, Analisis deskriptip Terhadap Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah, Sinopsis Disertasi Copyright © 2017 Jurnal Prasada P-ISSN: 2337-795X
Jurnal Hukum Prasada Vol 4, No 1 Maret 2017
70
Pengukuhan Gelar Doktor Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makasar. , Himpunan PeraturanPendaftaran Tanah, diterbitkan Koperasi Pegawai Badan Pertanahan Nasional “Bumi Bukti”, Tahun 1998.
Copyright © 2017 Jurnal Prasada P-ISSN: 2337-795X