KONVERSI TANAH ADAT MENJADI HAK MILIK DI KECAMATAN SIPORA UTARA KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI (Fat Hurrahman, 1010005600021, Fakultas Hukum, Universitas Tamansiswa Padang) ABSTRAK Tanah merupakan tempat atau ruang sekaligus sebagai sumber kehidupan bagi seluruh makhluk hidup di atas bumi, terutama manusia. Di suatu sisi pertambahan penduduk semakain melaju cepat yang diikuti dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi di berbagai bidang, sedangkan disisi lain tanah merupakan sumber daya alam yang terbatas baik luas maupun kesuburan. Tanah hak milik adat harus di daftarkan sesuai dengan peraturan yang berlaku dengan istilah konversi hak atas tanah. Dalam pengumpulan data yuridis, yaitu dengan meneliti alatalat bukti kepemilikan tanah. Hak-hak lama yang di peroleh dari konversi hak-hak yang ada pada waktu berlakunya UUPA dan/atau hak tersebut belum didaftarkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Dari uraian latar belakang di atas maka penulis menyusun karya tulis yang berjudul “Proses Konversi Tanah Adat Menjadi Hak Milik Di Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai”. Sebagai rumusan masalah yang akan di bahas dalam skripsi ini adalah : 1) bagaimanakah proses konversi tanah adat menjadi hak milik di kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai, 2) adakah kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan konveri tanah adat menjadi hak milik di Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai. Untuk mengetahui lebih lanjut penulis menggunakan metode penelitian yuridis sosiologis yaitu melihat penyesuaian di lapangan dan dihubungkan dengan permasalahan yang diteliti atau perundangundangan yang timbul di dalam proses konversi hak atas tanah adat. Hasil penelitian bahwa proses konversi tanah adat menjadi hak milik di lakukan dengan upaya jual beli, setelah jual beli di sepakati oleh kedua pihak, maka penjual dan pembeli mebuat surat jual kepada PPAT (camat sebagai PPAT semtara) dan mendaftar kepada BPN Kabupaten Kepulauan Mentawai. BPN mengeluarkan sertifikat tanah untuk memberikan kepastian hukum kepada pemiliknya. Kendala yang di hadapi oleh BPN adalah Kurangnya minat masyarakat untuk mendaftarkan tanah yang belum di konversikan, karena pendidikan masyarakat Kabupaten Kepuluan Mentawai yang masih rendah khususnya tentang arti penting pendaftaran tanah.
i
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah dalam arti hukum memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena dapat menentukan keberadaan dan kelansungan hubungan dan perbuatan hukum, baik dari segi individu maupun dampak bagi orang lain. Bagi masyarakat adat, tanah merupakan bagian utama dalam kehidupan mereka. Tanah adat adalah tanah tertentu yang dikuasai oleh suatu komunitas adat disuatu wilayah yang tersebar di seluruh Indonesia. Agar tidak terjadi konflik dalam masyarakat, diperlukan pengaturan, penguasaan dan penggunaan tanah atau dengan kata lain disebut dengan hukum tanah. Dalam pelaksanaan ketentuan tersebut maka diundangkanlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Proses pendaftaran tanah, dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu kegiatan pengumpulan dan pengolahan data fisik, pengumpulan dan pengolahan data yuridis dan penerbitan dokumen tanda bukti hak. Dalam kegiatan pengumpulan dan pengolahan data yuridis, yaitu dengan meneliti alat-alat bukti kepemilikan tanah. Hak-hak lama yang diperoleh dari konversi hak-hak yang ada pada waktu berlakunya UUPA dan/atau hak tersebut belum didaftarkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yaitu berupa bukti tertulis, keterangan saksi dan/atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh panitia Ajudikasi atau kepala kantor Pertanahan dianggap cukup untuk mendaftarkan haknya. Provinsi Sumatera Barat khususnya Kabupaten Kepulauan Mentawai kenyataannya masih banyak ditemukan peralihan konversi hak tanah adat oleh masyarakat daerah pedesaan yang melakukan peralihan hak hanya menggunakan proses di bawah tangan atau tidak dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
1
Proses peralihan konversi hak tanah ulayat menjadi hak milik di Kabupaten Kepulauan Mentawai sangat berbeda dengan aturan yang sudah ditetapkan oleh undang-undang. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 37 menyatakan bahwa peralihan hak atas tanah hanya dapat didaftar dengan Akta yang dibuat oleh pejabat yang ditunjuk oleh menteri agraria. Dalam aturan yang sudah di tetapkan, untuk membuat akta tanah diperlukan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), akan tetapi di Kabupaten Kepulauan Mentawai belum terdapat Notaris, maka dari itu masyarakat Mentawai mengajukan pendaftaran tanah kepada camat setempat. Camat dapat diangkat menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah sementara apabila sudah ada wewenang untuk menjadi PPAT. Dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah menyatakan bahwa ” PPAT sementara adalah pejabat pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuka akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT”. Di Kabupaten Kepulauan Mentawai peran camat sangat di perlukan sebagai pembuat akta tanah sementara, dengan adanya camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sementara, maka hal ini sangat memudahkan masyarakat untuk mendaftarakan tanah mereka dan mengurangi biaya yang besar untuk dikeluarkan. Dari hal-hal yang telah diuraikan pada latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk meneliti dan membahas lebih jauh tentang ” Konversi Tanah Adat Menjadi Hak Milik di Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat merumuskan pokok masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah konversi tanah adat menjadi hak milik di Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kapulauan Mentawai ?
2
2. Adakah kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan konversi tanah adat menjadi hak milik di Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai dan apa solusi mengatasi kendalanya ?
C. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah diatas, maka dapat dikemukakan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui konversi tanah adat menjadi hak milik di Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai. 2. Untuk mengetahui kendala dalam pelaksanaan konversi tanah adat menjadi hak milik di Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kapulauan Mentawai dan solusi untuk mengatasi kendalanya. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang di hasilkan dalam hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara Teoritis Hasil penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya di bidang agraria yang menyangkut dalam hal pendaftaran atas tanah di Indonesia yang salah satunya menekan hal konversi hak atas tanah menjadi hak milik di Kabupaten Kepulauan Mentawai. 2. Secara Praktis Penelitian ini di sumbangkan untuk Badan Pertanahan Nasional (BPN) Mentawai dan pemerintah daerah mentawai dan masyarakat adat dalam hal peralihan dan pendaftaran tanah, agar dapat menjadi tuntutan dalam proses peralihan di Kabupaten Kepulauan Mentawai. E. Metode Penelitian
3
Untuk menjawab permasalahan sebagaimana permasalahan diatas diperlukan metode agar hasil yang di peroleh dapat di pertanggung jawabkan faliditasnya. Dalam penelitian ini peneliti memakai metode yuridis sosiologis maksudnya adalah melihat aspek hukum yang berlaku yang ada dalam masyarakat untuk melaksanakan metode yuridis sosiologis ini diperlukan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Jenis dan Sumber Data a. Data Primer Data Primer adalah data yang diperoleh secara lansung dari responden melalui wawancara, yaitu cara digunakan untuk memperoleh keterangan lisan guna mencapai tujuan tertentu. b. Data sekunder 1) Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang sifatnya mengikat berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ada kaitannya dengan permasalahan yang dibahas. 2) Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang sifatnya menjelaskan bahan hukum primer, dimana bahan hukum sekunder berupa buku literatur, hasil karya sarjana. 3) Bahan hukum tersier adalah merupakan bahan hukum sebagai pelengkap dari kedua bahan hukum sebelumnya. 2. Teknik Pengumpulan Data a.
Penelitian Pustaka Terhadap data sekunder dilakukan studi pustaka yaitu dengan cara membaca
buku-buku
yang berkaitan
dengan
permasalahan
dan
mempelajari literatur-literatur lainnya yang kemudian berdasarkan studi pustaka tersebut selanjutnya diolah dan dirumuskan secara sistematis sesuai dengan masing-masing pokok dan materi bahasannya.
4
b.
Wawancara Terhadap data primer dilakukan wawancara, penulis melakukan tanya jawab lansung kepada pihak BPN, pemerintah daerah dan masyarakat yang memiliki tanah adat tersebut yang akan di alihkan.
3. Pengolahan Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian, selanjutnya diolah dengan proses pengolahan data sebagai berikut : a.
Editing Editing adalah meneliti data yang diperoleh untuk mengetahui atau menjamin apakah sudah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataannya. Editing dilakuakan dengan pembetulan data yang keliru dan menambah data yang kurang.
b.
Coding Coding adalah proses untuk mengklasifikasikan jawaban-jawaban para responden menurut kriteria atau macam yang ditetapkan. Klasifikasi ini dilakukan dengan cara menandai masing-masing jawaban dengan tanda kode tertentu.
c.
Tabulating Tabulating adalah kegiatan untuk meringkas data yang diperoleh kedalam tabel-tabel yang telah diperiksa. Data yang diperoleh kemudian dikelompokan dan diproses dengan menggunakan tabel tertentu menurut sifat fan kategorinya.
4. Analisis Data Setelah dilakukan pengolahan data, baik terhadap data primer maupun data skunder, selanjutnya dianalisis secara kualitatif, yaitu analisis dengan cara tidak mempergunakan angka-angka tetapi dengan kalimat yang dapat dimengerti, sehingga dapat diambil kesimpulannya sesuai dengan tujuan penelitian.
5
BAB II TINJAUAN KONVERSI TANAH ADAT MENJADI HAK MILIK A. Tinjauan Konversi Hak Atas Tanah 1. Pengertian Konversi Beberapa ahli hukum memberikan pengertian konversi yaitu ; A.P. Perlindungan menyatakan, ”konversi itu sendiri adalah pengaturan dari hak-hak tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA untuk masuk dalam sistem dri UUPA” sedangkan menurut Ali Achmad Chomzah “konversi hak atas tanah adalah perubahan hak atas tanah yang lama menjadi hak atas tanah yang sesuai dengan ketentuan UUPA”. 2. Objek Konversi Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa macam-macam hak atas tanah sebelum berlakunya UUPA terdiri dari hak-hak yang tunduk pada hukum adat dan hak-hak yang tunduk pada hukum Barat, adapun hak-hak atas tanah yang tunduk pada hukum adat adalah : a.
Hak Agrarisch Eigendom (Staatsblad 1872-117)
6
Lembaga Agrarisch Eigendom ini adalah usaha dari Pemerintah Hindia Belanda dahulu untuk mengkonversi tanah adat, baik yang berupa milik perorangan maupun yang ada hak perorangan pada hak ulayat dan jika disetujui sebagian besar dari anggota masyarakat pendukung hak ulayat, tanahnya dikonversikan menjadi Agrarisch Eigendom. b.
Tanah hak milik, yayasan, aderbeni, hak atas druwe, hak atas druwe desa, pesini. Istilah dan lembaga-lembaga hak atas tanah yang tersebut di atas merupakan istilah-istilah local yang terdapat di pulau Jawa.
3. Tujuan Konversi Diberlakukannya UUPA 24 September 1960 yang menganut asas unifikasi hukum agrarian, maka hanya ada satu sistem hukum untuk seluruh wilayah tanah air bukan lagi ketentuan dari Burgerlijk Wetboek (BW) maupun dari ketentuan hukum adat yang bersifat kedaerahan, oleh karena itu hak tanah yang ada sebelum UUPA yaitu dengan melalui lembaga Konversi. Jadi
dengan
demikian
dapat
disimpulakan
bahwa
tujuan
dikonversikannya hak-hak atas tanah pada hak-hak atas tanah menurut system UUPA, yaitu disamping untuk tercapainya suatu unifikasi hukum pertanahan di tanah air dengan mengakui hak-hak atas tanah yang terdahulu untuk menjamin kepastian hukum, juga bertujuan agar hak-hak atas tanah itu dapat berfungsi untuk mempercepat terwujudnya masyarakat adil dan makmur sebagaimana yang dicita-citakan oleh Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3 menyatakan
7
“bahwa bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. B. Tinjauan Hak Atas Tanah 1. Pengertian Hak Atas Tanah Hak atas tanah adalah hak yang diterima oleh perseorangan atau badan hukum selaku pemegang kuasa atas tanah yang memberi wewenang kepada pemegangnya untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan dalam batas-batas yang diatur oleh perundang-undangan. 2. Macam-macam Hak Atas Tanah Macam-macam hak atas tanah dibagi 3 bagian antara lain yaitu, hak atas tanah sebelum UUPA, hak tanah barat dan hak atas tanah setelah UUPA. a.
Hak Atas Tanah Sebelum UUPA Hukum agraria lama mempunyai sifat dualisme sehingga pada waktu itu terdapat tanah adat yaitu tanah yang diatur dan tunduk pada hukum adat dan tanah barat yang diatur menurut hukum perdata barat.
b.
Hak Atas Tanah setelah UUPA Setelah berlakunya Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, UUPA menyebutkan tujuan pokok Undang-undang ini adalah, sebagai berikut : 1) Meletakan dasar-dasar bagi penyusun hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan dan
8
keadilan bagi negara dan rakyat tani, dalam rangka masyarakat adil dan makmur. 2) Meletakan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan. C. Tinjauan Hak Milik 1. Pengertian Hak Milik Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria menyebutkan pengertian hak milik, dalam Pasal 20 UUPA hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai atas tanah dengan mengingat fungsi sosial, yang dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. 2. Subyek dan Obyek Hak Milik Dalam Pasal 21 ayat (1) dan (2) Undang-undang Pokok Agraria, maka yang dapat mempunyai hak milik adalah : a. Warga Negara Indonesia. b. Badan-badan hukum yang ditunjuk oleh pemerintah melalui peraturan pemerintah. 3. Terjadinya hak milik Menurut Pasal 22 ayat (1) Undang-undang Pokok Agraria dinyatakan bahwa ” terjadinya hak milik menurut hukum adat dengan peraturan pemerintah”. Sedangkan dalam ayat (2) dinyatakan bahwa selain cara sebagaimana diatur dalam ayat (1), 4. Ciri-ciri Hak Milik
9
Hak milik merupakan hak pokok terhadap hak-hak kebendaan lain yang bersifat terbatas, sebab dari hak milik itu dapat lahir sejumlah hak-hak lain. 5. Hapusnya Hak Milik Hapusnya hak milik karena hal berikut : a. Terjadinya pencabutan hak b. Penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya c. Disebabkan telantarnya hak yang pengertiannya akan ditentukan dalam peraturan perundangan. d. Berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat 3 dan Pasal 26 ayat 2 UndangUndang Pokok Agraria e. Disebabkan tanah musnah.
10
BAB III KONVERSI TANAH ADAT MENJADI HAK MILIK DI KECAMATAN SIPORA UTARA KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI A. Gmbaran Umum Objek Penelitian Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan kabupaten termuda di propinsi Sumatera Barat dengan posisi geografis yang terletak diantara 10 – 30 LS dan 980 – 1000 BT dengan luas wilayah sebesar 6.011,35 km2 dan garis pantai sepanjang 1.402,66 km, dengan predikat sebagai kabupaten baru di Propinsi Sumatera Barat yang secara resmi tanggal 4 Oktober 1999 di Jakarta berdasarkan Undang-undang Nomor 49 Tahun 1999, tentang pembentukan Kabupaten Kepulauan Mentawai, dan saat sekarang berjuang ekstra keras dalam mensinergikan upaya-upaya pembangunan. Posisi letak geografis Kabupaten Kepulauan Mentawai ini merupakan sebuah kepulauan yang terpisah dari Propinsi Sumatera Barat dengan jarak tempuh antara 10 – 14 jam perjalanan laut + 30 menit dengan pesawat terbang atau antara 90120 mil laut dengan batas sebagai berikut : 1. Sebela Utara berbatasn dengan Selat Siberut 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Mentawai 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia
11
B.
Konversi Tanah Adat Menjadi Hak Milik Di Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan mentawai Di Kabupaten Kepualauan Mentawai masih ada tanah-tanah yang berstatus
belum di daftarkan dan tanah yang belum di konversikan. Tanah yang masih belum dikonversikan dan dapat dilakukan konversi menjadi hak milik, berikut table dibawah ini :
Tabel 2 Database Komputerasi Kantor Pertanahan Kantor Pertanahan Kabupaten Kepulauan Mentawai Dari Tahun 2011 s/d 31 Desember 2013 Kecamatan Sipora Utara No 1 2 3 4 5 6
Desa Tuapejat Goiso Oinan Betumonga Sipora Jaya Sido Makmur Bukit Pamewa Jumlah
Hak Milik 645 220 315 330 350 250
Terdaftar 125 295 300 217
Tidak Terdaftar 520 220 315 35 50 33
2110
937
1173
Sumber Kantor Pertanahan Kabupaten Kepulauan Mentawai 2011-2013. Adapun konversi tanah adat menjadi hak milik di Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai , adalah sebagai berikut : 1. Hasil wawancara penelitian di Kantor Pertanahan Kabupaten Kepulauan Mentawai a. Proses konversi tanah adat menjadi hak milik di kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai dengan upaya peralihan hak tanah melalui
12
jual beli, karena selama ini masyarakat mentawai hanya melakukan perubahan hak atas tanah melalui jual beli tanah. b. Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan/atau pernyatan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh kepala kantor pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporodik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya c. Untuk melakukan pendaftaran pertama kali kepada BPN adalah sebagai berikut : 1) Permohonan pendaftaran konversi hak atas tanah menjadi hak milik di ajukan kepada kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan lampiran sebagai berikut: 2) Surat pernyataan pemilik tanah yang di setujui oleh anggota kaum yang bersangkutan yang diketahui oleh : - Kamaman (mamak) kepala waris - Kepala desa setempat - Camat sipora utara 3) Surat keterangan kepala desa yang dikuatkan oleh camat tentang status pemilik tanah, yang dibuat berdasarkan surat pernyataan pemilik tanah yang bersangkutan. 4) Pengukuran tanah, pengukuran tanah akan menghasilkan data fisik yang menerangkan tentang keadaan tanah, letak, luas dan batas tanah. 5) Dilakukannya pemeriksaan oleh panitia yang terdiri dari - Kepala desa setempat - Camat sipora utara - Petugas BPN Kabupaten kepulauan Mentawai
13
6) Panitia memeriksa kembali tentang batas, letak dan luas tanah agar sesuai dengan keadaan tanah di lapangan. 7) Dibuatlah pengumuman data fisik dan data yuridis selama 2 bulan di : 8) Penerbitan sertifikat, setelah ada pengesahan hak milik atas nama pemohon oleh kepala kantor BPN kabupaten kepulauan mentawai, baru diberikan sertifikat sebagai alat pembuktian yang kuat. 2. Hasil wawancara penelitian dengan kepala desa Tuapejat Kabupaten Kepulauan Mentawai adalah sebagai berikut : a. Proses konversi tanah adat mejadi hak milik di kabupaten kepulauan Mentawai melalui upaya jual beli, dimana penjual dan pembeli menyatakan kata sepakat untuk mengadakan perjanjian jual beli, sehingga penjual dan pembeli yang sudah menyatakan kata sepakat itu menentukan sendiri harga tanahnya. Penjual dan pembeli kemudian melaksanakan jual beli di hadapan kepala Desa setempat atau Camat sebagai pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sementara, sebagai pejabat yang berwenang membuat peralihan hak atas tanah. Dalam pembuatan akta jual beli ini PPAT membuat tiga rangkap yaitu : - Satu rangkap untuk arsip pejabat - Satu rangkap untuk pembeli - Satu rangkap untuk penjual b. Setelah PPAT membuat akta jual beli itu yang mana akta itu ditandatangani oleh pihak-pihak saksi-saksi dan oleh pejabat itu sendiri. Apabila pemilik tanah lebih dari satu orang maka perlu persetujuan dari pemilik yang lain sebelum tanah yang bersangkutan dijual kepada pihak lain. Jika salah satu pemilik tanah tidak mau atau tidak ikut menjual maka pemilik lain tidak diperbolehkan menjual tanah yang bersangkutan. c. Syarat yang harus di penuhi adalah sebagai berikut :
14
1) Surat permohonan pendaftaran yang ditanda tangani pemegang hak atau kuasanya bermaterai Rp. 6000,2) Surat pernyataan pemasangan tanda batas. 3) Surat tanda bukti pemilik tanah. 4) Bukti identitas pemohon atau Foto Copy KTP yang masih berlaku 5) Foto Copy PBB+STTS tahun akhir di legalisir 6) Bukti pelunasan pembayaran Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (bila diperlukan) 3. Hasil wawancara penelitian dengan masyarakat setempat adalah sebagai berikut : a. Adanya proses jual beli antara pemilik tanah dengan pembeli dimana penjual dan pembeli malakukan perjanjian dan membuat surat jual yang di ketahui oleh Kepala desan dan camat (PPAT sementara) b. Melakukan pengukuran batas-batas tanah yang di perjual belikan, menghadiri saksi-saksi, dan harus di ketahui kepala desa dan camat. c. Syarat pendaftaran d. Pengeluaran akta jual oleh camat. Akta jual yang harus di tandatangani oleh kepala desa dan Camat. C.
Kendala yang Dihadapi Dalam Pelaksanaan Konversi Tanah Adat Menjadi Hak Milik Berdasarkan penelitian dan wawancara di kantor BPN Kabupaten Kepulauan
Mentawai dan masyarakat setempat, dalam melakukan pendaftaran konversi hak atas tanah menjadi hak milik terdapat beberapa kendala yang antara lain : 1. Wawancara dengan pegawai BPN Kabupaten Kepulauan Mentawai : a. Masih kurangnya pengertian masyarakat mentawai terhadap ilmu pengetahuan khususnya tentang pertanahan, sehingga masyarakat kerang berminat untuk mendaftarkan tanah yang belum bersertifikat.
15
b. Kurangnya penyuluhan yang terpadu dari kepala desa dan camat setempat kepada masyarakat akan pentingnya proses jual beli di depan PPAT dan pendaftaran tanah. c. Pada saat didatangi ke lokasi, masih banyak dari tanah-tanah tersebut yang belum di beri tanda-tanda batas atau tanda-tanda batasnya tidak jelas sehingga menyulitkan petugas untuk melakukan pengukuran. 2. Wawancara dengan Kepala Desa Tuapejat : a. Prosedur jual beli yang sangat lama dan biayanya pun mahal, makanya banyak masyarakat pedalaman tidak mau melakukan pendaftaran tanah mereka. b. Masyarakat pedalaman mentawai melakukan proses jual beli tanah mereka dengan di bawah tangan. 3. Wawancara dengan masyarakat: a. Sulitnya mendapatkan persetujuan dari kepala suku untuk melakukan jual beli tanah. b. Masih banyak masyarakat adat yang menjual tanah adat demi kepentingan individu. c. Apabila jual beli suatu bidang tanah yang dimiliki oleh beberapa pemilik, semua pemilik tersebut harus menyetujui proses jual beli tersebut, apabila salah satu atau beberapa pihak tidak menyetujuinya proses jual beli tersebut batal. D.
Solusi Untuk Mengatasi Kendala Ditemukan dalam Konversi Tanah Adat Menjadi Hak Milik Dari hasil penelitian untuk mengatasi kendala-kendala dalam proses
konversi tanah adat menjadi hak milik tersebut, maka penulis mengemukakan penyelesaian masalah sebagai berikut : 1. Dalam seksi pendaftran konversi tanah pada kantor BPN Kabupaten Kepulauan Mentawai dan camat Sipora Utara selaku PPAT sementara
16
seharusnya memberikan penyuluhan kepada masyarakat, khususnya mengenai pertanahan dengan tujuan agar timbulnya kesadaran dari masyarakat akan arti pentingnya pendaftaran tanah guna memperoleh kepastian hukum dan untuk menghindari sengketa tanah. 2. Camat sebagai PPAT sementara juga harus memberikan penyuluhan kepada masyarakat, agar jangan mengadakan jual beli tanah/memindahkan haknya atas tanah tersebut dibawah tangan atau tidak sepengetahuan PPAT. 3. Camat sebagai PPAT sementara harus melarang masyarakat untuk menjual tanah adat agar tanah tidak di kuasi oleh orang luar.
BAB IV PENUTUP A.
Kesimpulan 1. Proses konversi tanah adat menjadi hak milik di Kabupaten Kepulauan Mentawai dengan upaya jual beli, dimana si penjual dan pembeli melakukan kesepakatan dan di daftarkan kepada kantor pertanahan Kabupaten Kepulauan Mentawai untuk mendapatka akta jual sebagai alat bukti apabila terjadi sengketa dan mendapatkan kepastian hukum yang kuat atas tanah yang sudah memiliki akta jual tersebut. 2. Kendala-kendala yang ditemukan dalam pelaksanaan konversi hak atas tanah menjadi hak milik di kecamatan sipora utara kabupaten kepulauan mentawai dan solusi untuk mengatasi kendala tersebut :
17
a. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang proses konversi hak tanah dan pendaftaran konversi hak atas tanah. b. Kurangnya penyuluhan yang diberikan oleh pemerintah kabupaten kepulauan mentawai B.
Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat di sarankan yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Diharapkan kepada Camat selaku PPAT sementara agar mempermudah masyarakat untuk membuat surat atau akta peralihan hak atas tanah yang belum
bersertifikat
agar
legalitas
surat/akta
tersebut
dapat
dipertanggungjawabkan serta untuk mencegah terjadinya sengketa. 2. Penyuluhan hukum bersifat terpadu yang dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kepulauan Mentawai secara bersama-sama dengan pihak kecamatan dan dilaksanakan agar masyarakat mengetahui dan memahami pentingnya sertifikat dan segera mendaftarakan sertifikatnya dan penambahan aturan perundang-undangan yang mengatur tentang mekanisme pelaksanaan konversi hak atas tanah yang lebih sistematik dan jelas sehingga dapat dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat.
18
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Abdurrahman, Beberapa Aspek Tentang Hukum Agraria, Alumni, Bandung, 2009. Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia) Jilid 1, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2004 A.P Perlindungan, Bunga Rampai Hukum Agraria Serta Landreform, Mandar Maju, Bandung, 1990. --------------------, Komentar Atas Undang-undang Pokok Agraria, Alimni Bandung, Bandung 1990. -------------------, Konversi Hak-hak atas Tanah, Mandar Maju, Bandung, 1990. Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007. Effendi Perangin, Hukum Agraria Suatu Dari Pandang Praktisi Hukum, Rajawali. ----------------------, Praktek Jual Beli Tanah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994. K. Wantijk Saleh, Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982. R. Roestandi Ardiwilaga, Hukum Agraria Indonesia, Masa Baru, Bandung, 1962. Salim HS, S.H., M.S., Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, 2001.
B. Peraturan Perundang-undangang Undang-undang Dasar Tahun 1945. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria.
19
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Peraturan Mentri Pertanian dan Agraria Nomor 2 Tahun 1962 tentang Konversi dan Pendaftaran Tanah. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1998 tentang Pelimpahan Wewenang Pengangkatan dan Pemberhentian Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah C. Sumber Lainnya http://www.slideshare.net/rahmat_tiflen/hak-hak-atas-tanah-dan-sistem-konversiatas-tanah-26932457, diakses terakhir kali tanggal 10 Maret 2014
20