PELAKSANAAN PENDAFTARAN KONVERSI HAK ATAS TANAH ADAT : STUDI MENGENAI KONVERSI HAK ATAS TANAH GRANT SULTAN DI KOTA MEDAN
TESIS
Oleh : APRILLIYANI 057011005 / MKn
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
PELAKSANAAN PENDAFTARAN KONVERSI HAK ATAS TANAH ADAT : STUDI MENGENAI KONVERSI HAK ATAS TANAH GRANT SULTAN DI KOTA MEDAN
TESIS Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Dalam Program Kenotariatan Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh :
APRILLIYANI 057011005 / MKn
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Judul Tesis
:
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: : :
PELAKSANAAN PENDAFTARAN KONVERSI HAK ATAS TANAH ADAT : STUDI MENGENAI KONVERSI HAK ATAS TANAH GRANT SULTAN DI KOTA MEDAN Aprilliyani 057011005 Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH, MS,CN) Ketua
(Dr.Budiman Ginting, SH, MHum) (Dr.T.Keizerina Devi A, SH, CN, MHum) Anggota Anggota
Ketua Program Studi
(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN)
Direktur
(Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B, MSc)
Tanggal lulus : 5 Nopember 2007
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Telah diuji pada Tanggal 5 Nopember 2007
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua Anggota
: Prof. Dr. M. Yamin, SH., MS., CN. : 1. Dr. T. Keizerina Devi. A, SH., CN., MHum 2. Dr. Budiman Ginting, SH.,MHum 3. Khairani Bustami, SH., SpN, MKn 4. Syafnil Gani, SH., MHum
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Judul Tesis
:
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: : :
PELAKSANAAN PENDAFTARAN KONVERSI HAK ATAS TANAH ADAT : STUDI MENGENAI KONVERSI HAK ATAS TANAH GRANT SULTAN DI KOTA MEDAN Aprilliyani 057011005 Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH, MS,CN) Ketua
(Dr.Budiman Ginting, SH, MHum) (Dr.T.Keizerina Devi A, SH, CN, MHum) Anggota Anggota
Ketua Program Studi
(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN)
Tanggal lulus : 5 Nopember 2007
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
ABSTRAK Pelaksanaan pendaftaran konversi hak atas tanah hak adat yaitu pembuktian bekas Hak Lama dan Hak Milik Adat dilakukan melalui alat-alat bukti mengenai adanya hak berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi. Dengan adanya konversi atas tanah, maka terbuka peluang bagi pemilik Grant Sultan untuk meningkatkan status tanahnya, yaitu dengan cara dikonversi menjadi hak milik. Meskipun hak milik adat tetap diakui, akan tetapi dianggap sebagai bekas hak milik adat yang masih harus disesuaikan dengan ketentuan konversi hak-hak atas tanah dalam Undang-undang Pokok Agraria, jika statusnya ingin ditingkatkan menjadi status hak milik menurut peraturan yang diatur di dalam Undang-undang Pokok Agraria. Demikianlah Grant Sultan merupakan salah satu dari bukti kepemilikan atas tanah, atau disebut juga sebagai bukti tertulis, dimana bukti tersebut atas nama pemegang hak, pada waktu berlakunya Undang-undang Pokok Agraria, seyogianya dikonversi menjadi hak milik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pengaturan pelaksanaan pendaftaran konversi hak atas tanah hak adat pada Kantor Pertanahan Kota Medan khususnya tanah grant sultan di Kota Medan. Oleh karena itu perlu penelitian mengenai pelaksanaan pendaftaran konversi hak atas tanah hak adat dan hambatan-hambatan serta upaya-upaya apa saja yang dilakukan dalam mengatasi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pendaftaran konversi hak atas tanah hak adat. Untuk menjawab hal tersebut, metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris, yaitu : pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kenyataan yang terjadi dilapangan, khususnya peraturan perundang-undangan yang mendukung terlaksananya pelaksanaan pendaftaran konversi hak atas tanah hak adat. Penelitian ini didukung oleh data primer yang diperoleh dari studi lapangan dengan alat pengumpulan data pedoman wawancara dari nara sumber dan pengamatan, dan data sekunder dari buku-buku hokum, peraturan perundang-undangan tentang pendaftaran tanah, serta dokumen lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Kemudian keseluruhan data diolah, dianalisis dan ditafsirkan secara logis, sistematis dengan menggunakan metode induktif dan deduktif. Berdasarkan hasil penelitian, ternyata grant sultan yang dapat dikonversi menjadi hak milik adalah grant sultan yang mempunyai bukti hak yang sah, dengan kata lain secara fisik tanah tersebut masih dikuasai oleh pemilik langsung. Yang menjadi kendala adalah masih banyak pemilik grant sultan yang masih enggan melaksanakan konversi tanah grant sultannya, ditambah lagi tidak ada batas waktu untuk mengajukan konversi, hal tersebut menyebabkan belum terlaksanya pelaksanaan konversi dikota Medan secara optimal.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Akhirnya disarankan agar pemerintah khususnya Kantor Pertanahan Kota Medan agar memberikan penyuluhan tentang pentingnya sertipikat serta prosedur pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan bagi masyarakat pemegang tanah grant sultan. ....................................................... Kata Kunci : Pelaksanaan konversi Hak atas tanah Adat Grant Sultan
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
ABSTRACT Implementation of registeration of the right conversion on the custompossessed land as the evidence of the Older Right and the Custom-owned Land is carried out through the instruments of evidence regarding the presence of proofs in written. Given the conversion on land, there is a probability for the owner of Sultan Grant to increase his custom land status, by convertig into the possession. Even though the ownership is remain recognized, however, it is considered to be former custom possessed that still should be complied with the regulation of conversion of right on custom land in the Laws of Agrarian, if the status will be increased to be possession in pursuant of the statutory rule as stipulated I the Laws of Agrarian Similarly, the Sultan Grant is one of the possession evidences on land, or it is also called as a proof in written in which the proof is on behalf of the holder of right, when the Laws of Agrarian is effective, it should be converted ito possession. The objective of this study is to find know how the arrangement of registeration of conversion of right on the custom possessed land at the Municipal Landform Office of Medan especially on the Sultan grant land in Medan. Therefore, it is required to make a study of implementing a registeration of conversion of rights on the custom-possessed land and the challenges and even what efforts to do to deal with the challenges in implementation of registeration of conversion of rights on the custom-possessed land. To respond the problem, the method of study used was a juridical sociological one, an approoach for the problem by reviewing in terms of the prevailing statutory rules and the facts in field, especially the statutory rules supporting the implementation of registration of conversion of rights on the custompossessed land. The present study was supplemented by the primary data collected from a field research using the data collecting instruments such as interview with informants and observatio, and the secondary data were collected by a library research. And then, all the collected data were analyzed and interpreted logically, systematically using inductive and deductive methods. Based on the result of study, in fact that the Sultan Grant that could be converted into a possession included that has legal evidence. In other words, the land physically was still possessed directly by the owner. What is the challenge included there were still many ownersof the Sultan Grant that they were reluctant to implement the conversion of Sultan Grant land. In addition, there was nothing a limit of time to submit the conversion by which the implementation of such a conversion was still not optimally carried out in Medan.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Finally, it is suggested that the municipal Government particularly the Municipal Landform Office of Medan may provide a promotion /guidance about the importance of certificate and procedures of the implementation of conversion of Sultan Grant land for those people who owned the Sultan grant lands
Keywords :
- Implementation of conversion - Right on custom-possessed land - Sultan Grant
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah S.W.T yang telah memberikan
kekuatan
jasmani
dan
rohani
sehingga
penulis
telah
dapat
merampungkan penulisan Tesis dengan judul “PELAKSANAAN PENDAFTARAN KONVERSI HAK ATAS TANAH HAK ADAT STUDI MENGENAI KONVERSI ATAS TANAH GRANT SULTAN DI KOTA MEDAN”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) pada Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara Medan. Penulisan tidak terlepas dari bimbingan, arahan, dan bantuan dari semua pihak, sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini saya sampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin Lubis, SH, MS, CN, Bapak Dr. Budiman Ginting, SH, MHum., dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum., yang memperlakukan saya sebagai murid, anak, bahkan sahabat, sehingga berkat bimbingan, petunjuk dan arahan yang diberikan kepada saya telah diperoleh hasil yang maksimal. Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada pada dosen penguji diluar komisi pembimbing Bapak Syafnil Gani, SH, MHum., dan Ibu Chairani Bustami, SH, SpN, MKn. yang telah banyak memberikan masukan, petunjuk dan arahan yang konstruktif terhadap penyempurnaan penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, dan sampai selesainya penulisan tesis ini. Selanjutnya saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada : 1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc., selaku Direktris Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan, dan para Asisten Direktris berserta seluruh staf atas bantuan, kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini. 2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin Lubis, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Medan, yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan proposal penelitian tesis ini. 3. Para Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana khususnya pada Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan, yang membimbing dan memberikan ilmu pengetahuan kepada saya sehingga dapat menyelesaikan studi, atas jasa dan budi para Bapak dan Ibu Dosen, saya ucapkan terima kasih. 4. Para Pegawai/Staf pada Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatara Utara yang selalu membantu penulis dengan sepenuh hati dan memberikan senyuman manis, terutama dalam kelancaran manajemen administrasi yang dibutuhkan. 5. Bapak Drs. Ronsen Pasaribu, SH, MM, Selaku Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan, Bapak Emri Rangkuti, SH, MKn., selaku Kepala Tata Usaha Kantor Pertanahan Kota Medan, serta Bapak Safrudin Chandra, SH, CN, MKn., selaku Staf Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Kota Medan, Bapak Mangasi Tambunan, SH, selaku Staf Permasalahan Kantor Pertanahan Kota Medan, Bapak Jokiaman Limbong, SH, selaku Staf Keuangan
Permasalahan
Kantor Pertanahan Kota Medan serta seluruh Pegawai Kantor Pertanahan Kota Medan yang telah memberi informasi data kepada saya dalam rangka penulisan tesis ini. 6. Bapak Oloan Pasaribu, SH, Selaku Staf pada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Medan, 7. Bapak Rudy Haposan Siahaan, SH, dan Bapak Sopar Siburian, SH, yang telah bersedia saya wawancarai dan memberikan informasi, dalam rangka penulisan tesis ini. 8. Seluruh sahabat-sahabat pada Magister Kenotariatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatara Utara Medan, yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan semangat, dorongan, motivasi kepada saya dalam penyelesaian studi pada Program Magister Kenotariatan (MKn) ini.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Secara khusus ucapan terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada suamiku Gary Baldi, SE, dan anak-anakku tersayang Rivanka Gradian Baldi dan Difelia Putri Balqis, yang dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, terutama dalam mendukung, membantu serta mencurahkan kasih, perhatiannya terhadap penulisan tesis ini. Akhirnya kepada orang tuaku tercinta bapak Drs. Taufiq Hidayat dan ibunda Ernawati, serta mertuaku Almarhum Bapak Munir Ismail dan Ibunda Farida, serta Abangku Yunnata Surya, kakakku Riana Dewi, SE, dan adikku Noviansyah, SH, juga ipar-iparku maupun seluruh keponakan-keponakanku yang dengan kasih sayang dalam memberikan dorongan serta doa kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (Strata-2), Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara Medan.
Medan, 6 Juni 2007 Penulis,
APRILLIYANI, SH
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi Na m a
: APRILLIYANI
Tempat/Tanggal Lahir
: Palembang / 06 April 1978
Status
: Menikah
Alamat
: Jalan Universitas No. 36 Medan
II. Orang Tua Nama Ayah
: Drs. Taufiq Hidayat
Nama Ibu
: Ernawati
III. Pendidikan 1. TK. Xaverius Curup
: Tamat Tahun 1984
2. SD. Xaverius Lubuk Linggau
: Tamat Tahun 1990
3. SMP. Xaverius Lubuk Linggau
: Tamat Tahun 1993
4. SMA. Xaverius Lubuk Linggau
: Tamat Tahun 1996
4. Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
: Tamat Tahun 2000
5. Magister Kenotariatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
: Tamat Tahun 2007
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK...................................................................................................
i
ABSTRACT ................................................................................................
iii
KATA PENGANTAR .............................................................................
v
DARTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................
viii
DAFTAR ISI .............................................................................................
ix
DAFTAR TABEL .....................................................................................
xii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ....................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................
1
B. Perumusan Masalah ............................................................
12
C. Tujuan Penelitian ................................................................
12
D. Manfaat Penelitian ..............................................................
13
E. Keaslian Penelitian ..............................................................
14
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ...............................................
15
1. Kerangka Teori ..................................................................
15
2. Konsepsi ...........................................................................
20
G. Metode Penelitian..................................................................
23
1. Sifat dan Jenis Penelitian .................................................
23
2. Teknik Pengumpulan Data ...............................................
23
3. Lokasi Penelitian...............................................................
24
4. Sumber Data.....................................................................
24
5. Alat Pengumpulan Data ..................................................
25
6. Analisis Data ...................................................................
26
PELAKSANAAN PENDAFTARAN KONVERSI HAK ATAS TANAH ADAT .....................................................
27
1. Pendaftaran Tanah di Indonesia .............................................
27
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
A. Asas dan Sistem Pendaftaran ..........................................
28
B. Alat Bukti Tertulis Dalam Pendaftaran Tanah .................
29
2. Pengertian dan Objek Konversi ............................................
30
A. Objek Konversi ........................................... ....................
31
B. Tujuan Konversi .............................................................
33
C. Prinsip-Prinsip Konversi Hak Atas Tanah .....................
34
D. Pendaftaran Konversi Hak-Hak Atas Tanah Adat .........
40
3. Sejarah Grant Sultan ...........................................................
57
A. Kerajaan-Kerajaan Melayu di Sumatera Timur ...............
57
B. Pengertian Grant Sultan ..................................................
60
C. Jenis-Jenis Grant..............................................................
62
D. Grant Sultan dan Hak Ulayat Masyarakat Melayu ........
64
E. Grant Sultan Pada Masa Sebelum Berlakunya Undang-undang Pokok Agraria ......................................
67
F. Grant Sultan Pada Masa Berlakunya Undang-undang Pokok Agraria ..................................................................
69
G. Ciri-ciri Grant Sultan Yang Dapat Dikonversi di Kota Medan..................................................................
70
H. Administrasi Grant Sultan dan Pelaksanaan Konversi Tanah Grant Sultan di Kota Medan ................................. BAB III
73
KENDALA YANG MENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN KONVERSI HAK ............
80
ATAS TANAH ADAT A. Masalah Pertanahan Mengenai Grant Sultan ..................... BAB IV
80
UPAYA YANG DILAKUKAN UNTUK MENGATASI KEDALA YANG MENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN KONVERSI HAK
BAB V
ATAS TANAH ADAT ..............................................................
102
KESIMPULAN DAN SARAN..................................................
111
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
A. Kesimpulan..............................................................................
111
B. Saran........................................................................................
112
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
114
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
DAFTAR TABEL Tabel 1
: Data Asal Usul Kepemilikan Grant Sultan --------------------- 71
Tabel 2
: Data Keadaan Letak Tanah Grant Sultan Yang Terdapat di Kota Medan ------------------------------------------------------ 84
Tabel 3
: Data Mengenai Tanah Grant Sultan Yang Dikuasai Oleh Penggarap ----------------------------------------------------
85
: Data Grant Sultan Yang Sudah Dialihkan Sebelum Di Konversi --------------------------------------------------------
86
: Data Status Tanah Grant Sultan Yang Berasal Dari Pewarisan -----------------------------------------------------
87
: Data Tanah Grant Sultan Yang Berasal Dari Warisan Yang Terkait Sengketa Tanah ----------------------------------
87
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia tanah tidak akan terlepas dari segala tindak tanduk manusia itu sendiri sebab tanah merupakan tempat bagi manusia untuk menjalani dan melanjutkan kehidupannya. Oleh karena itu tanah sangat dibutuhkan oleh setiap anggota masyarakat, bahkan sering terjadi sengketa diantara sesamanya, terutama yang menyangkut tanah. Untuk itulah diperlukan kaedah-kaedah yang mengatur hubungan antara manusia dengan tanah. Tanah merupakan tempat atau ruang sekaligus sebagai sumber kehidupan bagi seluruh makhluk hidup di atas bumi, terutama bagi manusia. Di satu sisi pertambahan penduduk semakin melaju cepat yang diikuti dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi di berbagai bidang, sedangkan di sisi lain tanah merupakan sumber daya alam yang terbatas baik luas maupun kesuburannya. Tanah juga dijadikan sebagai sarana investasi. Bagi investor, pemilikan dan penguasaan tanah merupakan sarana investasi yang sangat menguntungkan dan menjadikan keamanan dalam jangka panjang, ”akibatnya banyak tanah yang dibeli tidak untuk digarap atau dikembangkan”. 1 Hubungan antara manusia dengan tanah
1
Mochtar Mas’oed, Noer Fauzi, Tanah dan Pembangunan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1997, Hal. 5.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
sangat erat, seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa tanah sebagai tempat manusia untuk menjalani dan melanjutkan kehidupannya. Tanah sebagai tempat mereka berdiam, tanah yang memberi makan mereka, tanah dimana mereka dimakamkan dan menjadi tempat kediaman orang-orang halus pelindungnya beserta arwah leluhurnya, tanah dimana meresap daya -daya hidup, termasuk juga hidupnya umat. Sebelum berlakunya Undang-undang Pokok Agraria, hukum tanah di Indonesia yang dipengaruhi oleh keadaan pada jaman penjajahan adalah ”bersifat dualisme, dimana status hukum tanah ada yang dikuasai oleh hukum Eropa (Burgerlijk Wetboek) dan ada yang dikuasai oleh hukum adat (hukum tanah adat)”. 2 Tanah-tanah yang dikuasai oleh hukum Eropa disebut juga dengan tanah hak Barat, “misalnya tanah eigendom, tanah erpacht, tanah opstal dan lain-lain yang hampir
semuanya
terdaftar
pada
Kantor
Pendaftaran
Tanah,
menurut
Overscrijvingsordonnantie atau ordonasi Balik Nama (S. 1834-27)”. Tanah-tanah dengan hak Barat ini tunduk pada ketentuan hukum agrarian Barat, misalnya mengenai
cara
memperolehnya,
peralihannya,
lenyapnya
hapusnya),
pembebanannya dengan hak-hak lain dan wewenang-wewenang serta kewajibankewajiban yang mempunyai hak.
2
Ahmad Fauzi Ridwan, Hukum Tanah Adat, Dewaruci Press, Jakarta, 1982, Hal. 11.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Tanah-tanah dengan hak Indonesia yaitu tanah yang tunduk pada hukum agrarian adat, ”antara lain adalah tanah ulayat, tanah milik (yayasan), tanah usaha, tanahgogolan.” 1 Taah-tanah dengan hak Indonesia atau yang tunduk pada hukum adat hampir semua belum terdaftar kecuali tanah yang berstatus buatan atau ciptaan pemerintah kolonial yaitu, “tanah Agrarische Eigendom, tanah milik di dalam kota Yogyakarta, tanah-tanah milik di dalam kota, di daerah Surakarta dan tanah-tanah Grant di Sumatera Timur.” 2 Tanah Adat merupakan milik dari masyarakat hukum adat yang telah dikuasai sejak dulu, dan telah memegang peran vital dalam kehidupan dan penghidupan bangsa pendukung negara yang bersangkutan, lebih-lebih yang corak agrarisnya berdominasi. Di negara yang rakyatnya berhasrat melaksanakan demokrasi yang berkeadilan sosial, pemanfaatan tanah sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat merupakan suatu conditio sine qua non. Untuk mencapai tujuan itu, diperlukan campur tangan penguasa yang berkompeten dalam urusan tanah, khususnya mengenai lahirnya, berpindah dan berakhirnya hak milik atas tanah. Di lingkungan hukum adat, campur tangan itu dilakukan oleh kepala berbagai persekutuan hukum, seperti kepala atau pengurus desa. Jadi, jika timbul permasalahan yang berkaitan dengan tanah adat ini, maka pengurus-pengurus yang telah ada itulah yang akan menyelesaikannya. 1
Kartini Soedjendro, Perjanjian Peralihan Hak Atas Tanah Yang Berpotensi Konflik, Kanisius, Jogyakarta, 2001, Hal. 49. 2 Eddy Ruchiyat, Op.Cit, Hal. 6.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Dalam hukum tanah adat ini terdapat kaedah-kaedah hukum. Keseluruhan kaedah hukum yang tumbuh dan berkembang didalam pergaulan hidup antar sesama manusia adalah sangat berhubungan erat dengan pemanfaatan tanah sebaik-baiknya sekaligus menghindarkan perselisihan. Hal inilah yang diatur di dalam hukum tanah adat. Dari ketentuan-ketentuan hukum tanah ini akan timbul hak dan kewajiban yang berkaitan erat dengan hak-hak yang ada diatas tanah. Hukum tanah di Indonesia dari zaman penjajahan terkenal bersifat ‘dualisme’, yang dapat diartikan bahwa status hukum atas tanah ada yang dikuasai oleh hukum Eropa di satu pihak, dan yang dikuasai oleh hukum adat, di pihak lain. 3 Dualisme dalam hukum pertanahan juga mengakibatkan dualisme dalam penyelenggaraan dan prosedur peralihan hak atas tanah. Untuk itulah diperlukan unifikasi hukum pertanahan yang bersifat nasional. Oleh sebab itu, pada tanggal 24 September 1960 lahir Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Dengan berlakunya undang-undang Pokok Agraria, maka hukum Agraria lama yang lebih condong untuk kepentingan penjajah dihapuskan dan digantikan dengan hukum agraria baru yang bersifat nasional. Di dalam Pasal 5 Undang-undang Pokok Agraria disebutkan bahwa “Hukum Agraria yang berlaku atas bumi air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak yang bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara.” 4 Dengan demikian, “landasan hukum yang dijadikan sendi-sendi dari hukum agraria 3
Ahmad Fauzie Ridwan, Hukum Tanah Adat-Multi disiplin Pembudayaan Pancasila, Dewaruci Press, Jakarta, 1982, Hal. 12. 4 Kartini Soedjendro, Op.Cit, Hal. 66.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
nasional adalah hukum adat menurut versi Undang-undang Pokok Agraria.” 5 Dari kenyataan tersebut, maka jelaslah bahwa keberadaan tanah hak milik adat yang di akui berdasarkan Undang-undang Pokok Agraria masih dapat ditemukan pada masa sekarang. ”Sebagai contoh yaitu tanah Grant Sultan, kedudukan hak yang diperoleh dengan Grant Sultan kepada kaula Swapraja, hak Grant Sultan pada masa setelah kemerdekaan didaftar di kantor Pejabat pamong Praja.” 6 Keadaan seperti ini merupakan peninggalan atau warisan dari politik agraria Pemerintah Hindia Belanda, yang pada dasarnya juga dijadikan alasan untuk memisahkan antara kepentingan rakyat pribumi dan kepentingan modal asing. Hal ini dapat terlihat dari komentar Ter Haar Bzn yang menyebutkan bahwa ”dengan usaha bersama dicoba memberikan jaminan tentang nikmat ekonomi atas tanah, syarat hidup bagi penduduk pribumi, syarat berdiri bagi pengusaha-pengusaha perkebunan Eropa” 9 . Terlepas dari itu, diseluruh Indonesia kita melihat adanya hubunganhubungan antara persekutuan hukum dengan tanah dalam wilayahnya, atau dengan kata lain, persekutuan hukum itu mempunyai hak atas tanah-tanah itu, yang dinamakan Beschikkingsrecht. Untuk istilah ini, beberapa sarjana memiliki beberapa
5
Ibid, Hal. 16. Ali Achmad Chomzal, Hukum Agraria, Jilid I, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2004, Hal. 133. 9 Mr.B.Ter.Haar.Bzn, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1981, 6
Hal. 21.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
perbedaan penggunaan istilah, misalnya ‘hak pertuanan’ (Soepomo), ‘hak ulayat’ (Soekanto dan Mr. Mahadi). 10 Hal ini membawa kita kepada suatu pemahaman bahwa tanah adat atau hukum tanah adat di Indonesia mempunyai pengaruh yang sangat besar pada pola hidup dalam persekutuan masyarakat hukum tanah adat. Tetapi masalah hukum tanah adat tidaklah mudah adanya. Karena masih dibawah pengaruh dualisme hukum tanah adat yang ada selama masa Pemerintah Hindia Belanda. Pemilikan tanah diawali dengan menduduki suatu wilayah yang oleh masyarakat Adat disebut sebagai tanah komunal (milik bersama). Khususnya di wilayah pedesaan di luar Jawa, tanah ini diakui oleh hukum Adat tak tertulis baik berdasarkan hubungan keturunan maupun wilayah. Seiring dengan perubahan pola sosial ekonomi dalam setiap masyarakat, tanah milik bersama masyarakat Adat ini secara bertahap dikuasai oleh anggota masyarakat melalui penggarapan yang bergiliran. Sistem pemilikan individual kemudian mulai dikenal di dalam sistem pemilikan komunal. Situasi ini terus berlangsung di dalam wilayah kerajaan dan kesultanan sejak abad ke lima dan berkembang seiring kedatangan kolonial Belanda pada abad ke tujuh belas yang membawa konsep hukum pertanahan mereka. Selama masa penjajahan Belanda, pemilikan tanah secara perorangan menyebabkan dualisme hukum pertanahan, yaitu tanah-tanah di bawah hukum Adat 10
Ahmad Fauzie Ridwan, Op.Cit. Hal. 26.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
dan tanah-tanah yang tunduk kepada hukum Belanda. Menurut hukum pertanahan kolonial, tanah bersama milik Adat dan tanah milik Adat perorangan adalah tanah di bawah penguasaan negara. Hak individual atas tanah, seperti hak milik atas tanah, diakui terbatas kepada yang tunduk kepada hukum barat. Hak milik ini umumnya diberikan atas tanah-tanah di perkotaan dan tanah perkebunan di pedesaan. Dikenal pula beberapa tanah instansi pemerintah yang diperoleh melalui penguasaan. Tanah dapat juga digunakan sebagai pendukung keberhasilan pembangunan disegala bidang, karena tanah dapat juga dijadikan sebagai jaminan Kredit ke Bank, dalam usaha tersedianya dana untuk kebutuhan Modal Usaha. Disamping itu Tanah dapat dipergunakan dalam berbagai kegiatan sosial, keagamaan, kesehatan, pendidikan, olah raga, politik pemerintahan, pertahanan dan keamanan, serta bidangbidang lainnya. 11 Sebagaimana juga yang tercantum dalam Penjelasan Umum angka 1 bahwa Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) telah meletakkan dasar-dasar pemikiran baru dalam hubungan hukum antara rakyat dan masyarakat Indonesia dengan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, seperti yang dijelaskan dalam tujuan pokok UUPA yaitu antara lain : 1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria Nasional, yang akan merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur. 2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan. 3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya. 12 11
Ibid, Hal 23. Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya Jiid I, Djambatan, Jakarta, 1999, Hal. 216. 12
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Dari penjelasan tersebut terlihat bahwa tujuan UUPA tersebut adalah untuk meletakkan landasan yang kuat guna memberikan jaminan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah yaitu dalam hak kepemilikan dan penguasaan atas tanah. Undang-Undang Pokok Agraria pasal 19 mengharuskan pemerintah menyelenggarakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Untuk melaksanakan ketentuan ini, telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang pendaftaran tanah, yang kemudian pada tanggal 8 Juli 1997 diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Menurut Boedi Harsono, ”pendaftaran tanah adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Negara/Pemerintah secara terus menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada di wilayah-wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, termasuk penerbitan tanda buktinya dan pemeliharaannya”. 13 Didalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 disebutkan bahwa : 1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah di dalam pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. 2. Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 Pasal 1 meliputi : a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah 13
Ibid, Hal. 72.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat 3. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria. 4. Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat 1 di atas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya tersebut”. Dari isi Pasal 19 tersebut, telah dijelaskan bahwa pendaftaran tanah adalah merupakan upaya yang diadakan pemerintah yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum di bidang hak-hak atas tanah. Pendaftaran tanah akan menghasilkan kepastian bukti hak atas tanah yang merupakan alat yang mutlak ada, sebagai dasar status kepemilikan tanah. Dengan adanya bukti hak atas tanah, maka seseorang dapat mempertahankan haknya dan mempergunakan hak tersebut sesuai dengan kepentingannya, misalnya dalam melakukan peralihan hak atas tanah maupun untuk keperluan pemasangan hak tanggungan.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Dengan terdaftarnya hak-hak atas tanah atau diberikannya hak-hak atas tanah kepada semua subyek hak untuk dimanfaatkan tanah tersebut sesuai dengan peruntukannya, maka akan terciptalah jaminan kepastian hukum. 14 Pemberian hak atas tanah merupakan wewenang Negara yang dilaksanakan oleh pemerintah dengan prosedur yang ditentukan dalam perundang-undangan. Dalam hal ini pemberian hak atas tanah tidak dimungkinkan lagi dilakukan oleh lembaga lain seperti lembaga peradilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 584, Pasal 610 dan Pasal 1010 KUH Perdata yang dikenal dengan uitwijzings-prosedure, karena UUPA tidak mengenal lembaga uitwijzings-prosedure dalam sistem pemberian hak atas tanah. 15 Dengan demikian pemberian hak atas tanah hanya dapat dilakukan oleh Negara melalui pemerintah, sehingga setiap perselisihan maupun persengketaan hak atas tanah merupakan pula sebagian dari tugas pemerintah di dalam fungsi administrasi. 16 Terhadap pemberian hak atas tanah termasuk dalam setiap penyelesaian masalah pertanahan tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk pemberian jaminan kepastian hukum bagi pemegang haknya.
14
Lihat Pasal 19 ayat 1 UUPA dinyatakan bahwa untuk kepastian hukum dilaksanakan pendaftaran atas tanah diseluruh wilayah Indonesia. Kemudian dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, juga untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah. 15 uitwijzings-prosedure adalah seseorang karena kadaluwarsa waktu menguasai sebidang tanah dengan iktikad baik selama jangka waktu tertentu (30) tahun secara terus menerus sehingga menguasai sebidang tanah, maka yang bersangkutan dapat memohon kepada pengadilan untuk kepastian hukumnya dan juga dapat membuktikan iktikad baiknya dapat diputuskan tanah itu adalah miliknya dan kepadanya dapat diberikan hak eigendom. 16 Rusmadi Murad, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Alumni, Bandung, 1991, Hal. 14.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Bukti hak atas tanah disebut juga dengan sertifikat. Jadi sertifikat merupakan hasil dari kegiatan pendaftaran tanah yang merupakan realisasi dari tujuan UndangUndang Pokok Agraria, dimana ”kegiatan pendaftaran tanah akan menghasilkan tanda bukti hak atas tanah yang disebut dengan sertifikat”. 17 Dengan adanya sertifikat, maka pada bidang tanah dapat diketahui kepastian letak tanah, batas-batas tanah, luas tanah, bangunan dan jenis tanaman apa yang ada di atasnya. Demikian pula ”untuk memperoleh kepastian mengenai status tanahnya, siapa pemegang haknya dan ada atau tidak adanya hak pihak lain”. 18 Didalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dalam ketentuan umum pasal 1 ayat (1) dinyatakan bahwa ”Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Kegiatan bidang yuridis bertujuan untuk memperoleh data mengenai haknya, siapa pemegang haknya, dan atau tidak adanya hak pihak lain yang membebaninya
17
Maria SW. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, Jakarta , Buku Kompas, 2001, Hal. 81. 18 Boedi Harsono, Op.Cit., Hal. 72.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
sedang kegiatan yang ketiga adalah penerbitan surat tanda bukti halnya. Surat tanda bukti hak atas tanah yang sudah didaftar tersebut disebut sertifikat. Sistem pendaftaran tanah, adalah mempermasalahkan tentang apa yang harus didaftar, bentuk penyimpanan dan penyajian data yuridis, serta bentuk tanda buktinya. Terdapat dua macam sistem pendaftaran tanah yaitu : ”1. Sistem pendaftaran akta (Registration of deeds) 2. Sistem pendaftaran hak (Registration of titles)” 19 Jadi, baik di dalam sistem pendaftaran akta maupun sistem pendaftaran hak, setiap pemberian atau penciptaan hak baru, serta pemindahan dan pembebanannya dengan hak lain, kemudian harus dibuktikan dengan suatu akta. Dalam akta tersebut dimuat data yuridis tanah yang bersangkutan yaitu mengenai apa perbuatan hukumnya, haknya penerima haknya, dan hak apa yang dibebankan, yang kemudian akta di daftar oleh Pejabat Pendaftaran Tanah. Di dalam sistem pendaftaran hak, dikenal juga Torrens System, bukan aktanya yang didaftar, tetapi haknya yang diciptakan dan perubahan-perubahannya kemudian. Meskipun akta tetap merupakan sumber datanya. Jadi, di dalam sistem pendaftaran hak terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dibuatkan suatu daftar isian. Pada sistem pendaftaran hak, Pejabat Pendaftaran tanah akan melakukan pengujian kebenaran data, yaitu sebelum dilakukan
19
Ibid, Hal. 76
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
pendaftaran hak di dalam buku tanah. Jadi, Pejabat Pendaftaran tanah, dalam hal ini bersikap aktif.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka terdapat beberapa hal yang menjadi Permasalahan dalam Penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimanakah pelaksanaan pendaftaran konversi hak atas tanah adat Grant Sultan di Kantor Pertanahan Kota Medan ? 2. Apakah kendala yang dihadapi, dalam pelaksanaan pendaftaran konversi hak atas tanah adat Grant Sultan di Kantor Pertanahan Kota Medan tersebut? 3. Upaya apakah yang dilakukan dalam menghadapi kendala yang timbul dalam pelaksanaan pendaftaran konversi hak atas tanah adat Grant Sultan di Kantor Pertanahan Kota Medan tersebut ?
C. Tujuan Penelitian Mengacu kepada judul dan permasalahan dalam Penelitian ini, maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam Penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pelaksanaan pendaftaran konversi hak atas tanah adat Grant Sultan di Kantor Pertanahan Kota Medan. 2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi, pelaksanaan pendaftaran konversi hak atas tanah adat Grant Sultan di Kantor Pertanahan Kota Medan.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan terhadap kendala yang timbul dalam pelaksanaan pendaftaran konversi hak atas tanah adat Grant Sultan di Kantor Pertanahan Kota Medan.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang didapat dari hasil Penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara Teoritis, hasil Penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya dalam bidang Agraria yang menyangkut dalam hal pendaftaran atas tanah di Indonesia yang salah satunya menekankan dalam hal konversi grant sultan di Kota Medan. 2. Secara Praktis, bahwa Penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan dalam bidang hukum agraria ataupun pertanahan. Terutama bagi praktisi hukum dan pejabat atau pegawai Pertanahan, di dalam melaksanaan pekerjaannya sebagai pejabat yang ditunjuk oleh Undang-Undang, untuk melakukan pendaftaran atas tanah salah satunya dalam hal konversi grant sultan di Kota Medan, disamping itu, penelitian ini dapat berguna bagi para Notaris dan PPAT, selaku Pejabat Negara yang ditunjuk oleh Undang-Undang, untuk membuat akta otentik. Demikian pula halnya bagi masyarakat pemilik tanah yang hendak mendaftarkan haknya ke Kantor Pertanahan setempat, dimana penelitian ini, dapat berguna untuk mengetahui prinsip konversi grant sultan di Kota Medan dalam pendaftaran hak atas tanahnya.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelitian dan penelurusan yang telah dilakukan, baik terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada, maupun yang sedang dilakukan, khususnya pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian yang menyangkut masalah, “Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat Studi Mengenai Konversi Atas Tanah Grant Sultan di Kota Medan”.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, 20 dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada faktafakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. 21 Kerangka Teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis 22 . Bagi peneliti, konversi hak suatu pembuktian bekas hak lama dan hak milik adat dilakukan melalui alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya dianggap cukup oleh pejabat yang berwenang.
20
J.J.J M. Wuisman, dengan penyuting M. Hisman, 1996, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, Asas-Asas, FE,UI, Jakarta, Hal. 203. 21 Ibid, Hal. 16. 22 M. Solly Lubis, 1994, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, Hal. 80.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Sebelum berlakunya UUPA, tanah adat masih merupakan milik dari suatu persekutuan dan perseorangan. Tanah adat tersebut mereka pergunakan sesuatu dengan kebutuhan mereka dalam memanfaatkan dan mengolah tanah itu, para anggota persekutuan berlangsung secara tertulis. Selain itu dalam melakukan tindakan untuk menggunakan tanah adat, harus terlebih dahulu diketahui atau meminta izin dari kepala adat. 23 Dengan demikian sebelum berlakunya UUPA ini tanah adat masih tetap milik anggota persekutuan hukum, yang mempunyai hak untuk mengolahnya tanpa adanya pihak yang melarang. Supaya tidak ada ketidakjelasan hak antara satu sama lain pihak, maka diperlukanlah aturan-aturan yang mengatur hubungan antara manusia dengan tanah. Aturan-aturan atau kaedah-kaedah yang mengatur hubungan manusia dengan tanah ini, selanjutnya disebut hukum tanah menurut hukum tanah adat. Menurut Hukum adat di Indonesia, ada 2 (dua) macam hak yang timbul atas tanah, antara lain yaitu: 1. Hak persekutuan, yaitu hak yang dimiliki, dikuasai, dimanfaatkan, dinikmati, diusahai oleh sekelompok manusia yang hidup dalam suatu wilayah tertentu yang disebut dengan masyarakat hukum (persekutuan hukum). Lebih lanjut, hak persekutuan ini sering disebut dengan hak ulayat, hak dipertuan, hak purba, hak komunal, atau beschikingsrecht. 2. Hak Perseorangan, yaitu hak yang dimiliki, dikuasai, dimanfaatkan, dinikmati, diusahai oleh seseorang anggota dari persekutuan tertentu. Secara umum, Ter Haar Bzn mengatakan bahwa hubungan antara hak persekutuan dengan hak perseorangan adalah seperti ‘teori balon’. Artinya, semakin besar hak persekutuan, maka semakin kecillah hak perseorangan. Dan sebaliknya, semakin kecil hak persekutuan, maka semakin besarlah hak perseorangan. Ringkasnya, hubungan diantara keduanya bersifat kembang kempis. Hukum Tanah Adat dalam hal hak persekutuan atau hak pertuanan dapat dilihat dengan jelas bahwa umat manusia itu ada yang berdiam di suatu pusat tempat kediaman yang selanjutnya disebut masyarakat desa atau mereka ada yang berdiam secara tersebar di pusat-pusat 23
Mr.B.Ter.Haar.Bzn, Op.Cit, Hal. 20.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
kediaman yang sama nilainya satu sama lain, di suatu wilayah yang terbatas, maka dalam hal ini merupakan suatu masyarakat wilayah. 24 Persekutuan masyarakat seperti itu, berhak atas tanah dan mempunyai hakhak tertentu atas tanahnya, dan melakukan haknya baik keluar maupun ke dalam persekutuan. Berdasarkan atas berlakunya hak tersebut maka persekutuan masyarakat hukum adat itu sebagai kesatuan yang berkuasa memungut hasil dari tanahnya dengan membatasi adanya orang-orang lain yang melakukan hal yang serupa itu. Sebagai suatu kesatuan masyarakat, mereka bertanggung jawab terhadap orang-orang dari luar masyarakat itu atas perbuatan-perbuatan pelanggaran di wilayah tanah masyarakat itu. Masyarakat adat membatasi kebebasan berbuat anggota-anggotanya secara perseorangan berdasarkan atas haknya atas tanah itu dan untuk kepentingannya sendiri (kepentingan masyarakat). 25 Sehingga, sifat sosial tanah itu benar-benar terjadi, berlaku dan dipertahankan dengan jelas. Sifat yang khusus dari hak pertuanan atau persekutuan adalah terletak pada daya timbal balik dari pada hak itu terhadap hak-hak yang melekat pada orang perorangan atau individu. Semakin memperkuat anggota masyarakat (selaku pengolah tanah) hubungan individu tersebut dengan tanah yang tertentu itu dari pada tanah yang diliputi oleh hak persekutuan, makin memperdalam hubungannya dengan
24 25
Ibid, Hal. 71. Ibid, Hal. 72.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
hukum perseorangan (terhadap tanah itu), maka makin kecillah hak yang dimiliki masyarakat terhadap sebidang tanah itu. 26 Bilamana hubungan perseorangan atas tanah itu berkurang atau bila hubungan itu diabaikan secara terus-menerus, maka hak-hak masyarakat akan dikembalikan seperti sedia kala, dan hak persekutuan atas tanah itu berlaku kembali tanpa ada gangguan. Misalnya, dapat saja diatur agar tanah sedemikian itu menjadi bagian orang-orang miskin atau orang-orang baru anggota persekutuan dengan ‘hak pakai’ (hak-hak sementara). 27 Anggota-anggota masyarakat sebagai perseorangan atau individu dapat memungut hasil dari tanah itu, dalam mayoritas lingkungan hukum adat pada pokoknya selama penggarapan tanah itu semata-mata hanya diperuntukkan untuk mencari nafkahnya saja, atau berikut untuk keluarganya atau kerabatnya. Apabila anggota persekutuan melewati batas penggunaannya itu, misalnya melakukan penggarapan tanah untuk kepentingan perdagangan (trading) dalam artian untuk memperkaya diri sendiri, maka mereka akan diperlakukan seberapa jauh sebagai orang-orang dari luar persekutuan, yang selanjutnya hak-hak persekutuan yang bersifat ke luar akan diberlakukan terhadap mereka. Sekali lagi di sini dapat terlihat bahwa sifat tanah itu benar-benar adalah bersifat sosial adanya. 28 Selanjutnya, anggota persekutuan masyarakat itu juga memiliki hak untuk
26
Ibid, Hal. 72. Ibid, Hal. 73. 28 Ibid, Hal. 74 27
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
membuka tanah (ontginningsrecht), yaitu adanya penyelenggaraan suatu hubungan sendiri terhadap sebidang tanah sebagai bagian dari lingkungan hak pertuanan. Hak membuka tanah itu menurut hukum adat adalah hanya salah satu dari pada tandatanda munculnya hak persekutuan atau beschikingsrecht dan hanya ada pada anggotaanggota masyarakat atau tanah-tanah di lingkungan hak pertuanan itu sendiri. Hubungan hukum seperti ini dapat diwariskan. Para pemimpin masyarakat adat juga memiliki hak untuk mencabut kembali hak pakai atas tanah karena alasan-alasan tertentu. Misalnya, apabila lahan lama telah lama ditinggalkan, atau si penggarap telah meninggal dunia tanpa mempunyai ahli waris, atau karena suatu perjanjian tertentu masyarakat hukum adat, atau karena si penggarap telah berkelakuan kurang baik terhadap persekutuan hukum. Penggarapan tanah atau pemakaian tanah untuk menikmati hasilnya tersebut, juga berlaku bagi kepala atau pegawai masyarakat hukum selama mereka menjabat dinas bagi kepentingan persekutuan hukum. Tanah-tanah seperti ini sering disebut sebagai ‘tanah bengkok’, atau di beberapa tempat lainnya, para pemimpin persekutuan dapat saja menikmati hasil dari tanah dengan jalan memiliki tenaga kerja yang diambil dari sesama anggota persekutuannnya. Lebih tegasnya, ‘tanah bengkok’ yang disebut di sini adalah sebagian dari tanah persekutuan yang diperuntukan sebagai semacam gaji kepala desa, terlepasdari mana asal usulnya yang lebih tegas, tetapi secara umum diambil dari tanah persekutuan. 29 Hal lain yang dapat menimbulkan konflik di bidang pertanahan adalah karena tidak jelasnya pembatasan daerah atau tanah persekutuan atau beschikkingsrecht. Artinya, ukuran yang digunakan dalam bidang pertanahan menurut hukum adat adalah konstruksi yuridis yang abstrak. Sehingga batas- batas pertanahan antara
29
Ibid, Hal. 67.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
persekutuan hukum adat yang satu dengan yang lainnya yang bertetangnga sering kali tidaklah jelas adanya. Sehingga, ketika satu persekutuan hukum adat mengklaim batas tertentu tanahnya, bisa jadi itu sudah dianggap melampaui batas yang telah diklaim oleh persekutuan hukum adat tetangganya. Apabila kelak ada orang yang berkehendak untuk membuka lahan di bidang yang adalah ‘perbatasan’ tersebut, maka konflik pertanahan antar persekutuan hukum akan timbul dengan sendirinya. Hal yang seperti ini seharusnya tidak terjadi apabila ada ketegasan hukum dalam bidang pertanahan. Hal lain yang membuat aspek sedemikian itu rawan konflik, adalah karena adanya prinsip bahwa tanah persekutuan atau pertuanan tersebut tidak dapat dipindahtangankan (onvervreemdbaarheid). Artinya pada waktu terjadi perbedaan pendapat tentang kepemilikan hak antar persekutuan hukum tentang batas-batas tanah tersebut, masing-masing persekutuan hukum akan membela haknya dengan segala cara. Mereka tidak akan pernah mengizinkan haknya atas tanah yang telah mereka klaim, yang mungkin telah terjadi untuk waktu yang cukup lama, lepas begitu saja. Ada nilai magis-religi yang terdapat antara tanah persekutuan dengan masyarakat persekutuan yang membuat prinsip itu berlaku dengan kuat di antara mereka. Di sinilah letak perlunya peran pemerintah atau penguasa yang lebih tinggi untuk membuat peraturan yang memiliki atau menjamin kepastian hukum dalam bidang pertanahan, menghindari konflik pertanahan di antara persekutuan hukum adat. Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa dalam hal beschikingsrecht, yang dimaksud adalah hak menguasai atau memakai tanah. Hal ini merupakan pendapat dari pada
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Van Vollenhoven. 30 Sehingga fungsi ke dalam maupun ke luar dapat disimpulkan sebagai hak pakai oleh setiap warga masyarakat daerah persekutuan dan tanah demi kepentingan bersama dalam masyarakat daerah persekutuan serta persekutuan lainnya. Sementara itu, ada juga Hak Perseorangan atau individu atas tanah.
2. Konsepsi Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan Konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstrak dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional. 31 Menurut Soerjono Soekanto bahwa ”Kontinuitas Perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.” 32 Menurut Burhan Ashshofa suatu teori merupakan ” serangkaian asumsi, konsep, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan antar konsep”.
33
Menurut Snelbecker yang mendefinisikan teori sebagai ”Seperangkat proposisi yang terintegasi secara sintaksis (yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan lainnya dengan data dasar yang dapat diamati) dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang 30
Sajuti Thalib, Hubungan Tanah Adat Dengan Hukum Agraria di Minangkabau, Bina Aksara, Jakarta; 1985, Hal. 22, 23. 31 Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, Hal. 3. 32 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta, 1986, Hal. 6. 33 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, Hal. 19
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
diamati.” 34 ”Sedangkan suatu kerangka teori bertujuan menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan dan menginterprestasi hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang terdahulu.” 35 Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil dalam penelitian ini yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan yaitu : Menurut Boedi Harsono, mengartikan bahwa Pendaftaran tanah adalah suatu rangkaian kegiatan, yang dilakukan oleh Negara/pemerintah secara terus-menerus dan teratur berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada diwilayah-wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan termasuk penerbitan tanda-buktinya dan 36 pemeliharannya. Yang dimaksud dengan ”Konversi hak-hak atas tanah adalah perubahan hak lama atas tanah menjadi hak baru menurut Undang-Undang Pokok Agraria”. 37 Sedangkan menurut A.P. Parlindungan, konversi hak-hak atas tanah adalah ”bagaimana pengaturan dari hak-hak atas tanah yang ada sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria untuk masuk dalam sistem Undang-Undang Pokok Agraria”. 38 Upaya pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan adalah dalam rangka pengumpulan dan pengolahan data fisik dalam proses pendaftaran tanah, diantaranya
34
Snelbecker, dikutip dalam Lexy J. Moleong, Metodologi, Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1990, Hal. 34. 35 Burhan Ashshofa, Op. Cit. Hal. 23. 36 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, ( Hukum Tanah Nasional), Jilid I Djambatan, Revisi 2003, Hal 72. 37 Ali Achmad Chomzah, 2004, Op.Cit, Hal. 80. 38 AP. Parlindungan, Op.Cit, Hal. 245.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
berdasarkan kegiatan pembuktian hak “meliputi pembuktian hak baru, pembuktian hak lama, dan pembukuan hak”. 39 Sedangkan untuk konversi tanah Grant Sultan dilakukan berdasarkan pembuktian hak lama. Surat Grant, untuk tanah-tanah di daerah Kesultanan Deli Sumatera Timur misalnya dikenal tanah-tanah yang disebut : a. Grant Sultan (Grant S), semacam hak milik adat, diberikan oleh pemerintah swapraja, khusus bagi para kaula swapraja dan didaftarkan di kantor pejabat swapraja. b. Grant Controleur (Grant C), diberikan oleh pemerintah swapraja bagi yang bukan golongan kaula swapraja, didaftarkan di kantor Controleur. c. Grant Deli Maatschappij (Grant D), terdapat di kota Medan dan diberikan oleh Deli Maatschappij, juga terdapat di kantor perusahaan tersebut. d. Hak konsesi untuk perusahaan kebun besar, diberikan oleh pemerintah swapraja dan didaftarkan di kantor Residen. e. Tanah Garapan, termasuk juga dalam tanah negara yang belum bersertifikat. Tanah garapan dimaksudkan terhadap tanah yang diketahui tidak dimiliki oleh siapapun, maka orang yang hendak menguasainya disebut pihak penggarap. Tanah garapan tidak mempunyai alas hak dan untuk mengetahuinya cukup dengan melihat dan yakin bahwa tanah tersebut telah digarap olehnya.
39
Boedi Harsono, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Makalah Seminar Nasional, Jakarta, 1997, Hal. 10.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
f. Pendaftaran tanah untuk pemeliharaan data adalah dengan cara data yang disimpan/disajikan, baik data fisik maupun data yuridis, perlu disesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian, agar selalu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Perubahan pada data fisik dapat terjadi jika luas tanah berubah, yaitu dengan cara pemisahan atau pemecahan bidang tanah yang bersangkutan, menjadi satuan-satuan baru.
G. Metode Penelitian 1. Sifat dan Jenis Penelitian Dari judul dan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka penelitian ini bersifat yuridis normatif dan yuridis empiris. Disebut demikian karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain. 40 Dengan demikian penelitian ini meliputi penelitian terhadap azas-azas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan, putusan-putusan pengadilan, yurisprudensi dan beberapa buku mengenai hukum pertanahan. Tujuan dari penelitian hukum normatif untuk menganalisa secara yuridis bagaimana pelaksanaan Pendafaran Konversi Hak Atas Tanah Adat Studi Tentang Grant Sultan di Kota Medan.
40
Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 1996, Hal. 13.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
2. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dari penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research) untuk menghimpun data sekunder 41 dari para responden maupun data sekunder berupa peraturan perundangundangan yang berlaku, teori-teori dan asas-asas hukum, doktrin-doktrin dan yurisprudensi-yuriprudensi yang berkaitan dengan materi penelitian.
3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kantor Pertanahan Kota Medan, mengingat Kantor Pertanahan Kota Medan sering memproses pendaftaran/konversi hak dan balik nama atas tanah hak adat, sehingga perbuatan hukum dalam melakukan pendaftaran hak atas tanah sangat banyak ditemukan.
4. Sumber Data Dalam melaksanakan penelitian, data-data diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. a.
Data primer, yang diperoleh melalui pedoman wawancara dari nara sumber sebagai berikut yaitu : a.1. Pejabat Kantor Pertanahan Kota Medan.
41
Ronny Hantijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Ghalian Indonesia, 1982, Hal.
24.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
a.2. 3 (tiga) orang Pejabat Notaris dan PPAT di Kota Medan. a.3. 2 (dua) orang Camat Kota Medan. a.4. 2 (dua) orang masyarakat yang mengurus pendaftaran hak atas tanahnya di Kantor Pertanahan Kota Medan. b. Data sekunder, dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai data sekunder adalah berupa buku-buku perpustakaan hukum, peraturan perundang-undangan tentang pendaftaran tanah, serta dokumen lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
5. Alat Pengumpulan Data 1. Studi Dokumen Studi dokumen dilakukan dengan menelaah semua literatur yang berhubungan dengan topik penelitian yang sedang dilakukan. 2. Wawancara Wawancara dilakukan dengan : 2.1. Mewawancarai 30 (tigapuluh) orang sampel yang dipilih , yang dianggap dapat mewakili populasi. 2.2. Para informan yang dipilih dalam penelitian, yaitu : a. Pejabat Kantor Pertanahan Kota Medan. b. 3 (tiga) orang Pejabat Notaris dan PPAT di Kota Medan.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
c. 2 (dua) orang Camat Kota Medan. d. 2 (dua) orang masyarakat yang mengurus pendaftaran hak atas tanahnya di Kantor Pertanahan Kota Medan.
6. Analisis Data Analisis data adalah merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam suatu penelitian dalam rangka memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti. Sebelum analisis data dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang ada untuk mengetahui validitasnya. Untuk selanjutnya diadakan pengelompokan terhadap data yang sejenis untuk kepentingan analisis data dengan pendekatan komulitatif. Data yang didapat dari penelitian studi dokumen ini disusun secara sistematik untuk memperoleh deskripsi tentang pelaksanaan prinsip transparansi dalam pendaftaran tanah di Indonesia, khususnya di Kantor Pertanahan Kota Medan. Analisis data dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan cara penguraian, menghubungkannya dengan peraturan-peraturan yang berlaku, menghubungkan dengan pendapat pakar hukum dan pendapat pakar sosiologi. Untuk mengambil kesimpulan dilakukan dengan pendekatan induktif dan deduktif. 42 , artinya dengan cara mendapatkan jawaban dari hasil penelitian tentang
42
Sutandyo Wigjosoebroto, Apakah Sesungguhnya Penelitian Itu, Kertas Kerja, Universitas Erlangga, Surabaya, Hal 2. Prosedur Deduktif yaitu Bertolak dari Suatu Proposisi Umum yang Kebenarannya telah Diketahui dan Diyakini dan Berakhir pada Suatu Kesimpulan yang Bersifat Lebih
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
pelaksanaan konversi hak atas tanah dikota Medan, sedangkan berdasarkan lokasi penelitian yang dipilih akan mengarah pada gambaran tentang bagaimana pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan di Kota Medan.
Khusus. Pada Prosedur ini Kebenaran Pangkal Merupakan Kebenaran Ideal yang Bersifat Aksiomatik (Self Efident) yang Esensi Kebenarannya Sudah Tidak Perlu Dipermasalahkan Lagi.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
BAB II PELAKSANAAN PENDAFTARAN KONVERSI HAK ATAS TANAH ADAT
1. Pendaftaran Tanah di Indonesia Di dalam Pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 disebutkan bahwa : 1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah di dalam pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah; 2. Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 Pasal ini meliputi : a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah; b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. 3. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria; 4. Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termasuk dalam ayat 1 di atas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya tersebut. Dari isi Pasal 19 tersebut, telah dijelaskan bahwa pendaftaran tanah adalah merupakan upaya yang diadakan Pemerintah yang bertujuan untuk menjamin
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
kepastian hukum di bidang hak-hak atas tanah akan menghasilkan kepastian bukti hak atas tanah yang merupakan alat yang mutlak ada, sebagai dasar status kepemilikan tanah.
A. Asas dan Sistem Pendaftaran Tanah Di dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa “pendafaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka. Yang dimaksud dengan asas sederhana adalah agar ketentuan-ketentuan pokoknya, maupun prosedurnya dengan mudah dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama pada pemegang hak atas tanah. Asas aman, adalah untuk menunjukkan bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat, sehingga hasilnya dapat memberi jaminan kepastian hukum, sesuai dengan tujuan pendaftaran tanah. Yang dimaksud dengan asas terjangkau, adalah memperhatikan kemampuan pihak-pihak yang berkepentingan yaitu keterjangkauan pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Yang dimaksud dengan asas mutakhir, adalah menentukan data pendaftaran tanah secara terus-menerus dan berkesinambungan sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan. Sedangkan asas terbuka adalah agar publik dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar di setiap saat, jadi merupakan pelaksanaan dari fungsi informasi.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
B. Alat Bukti Tertulis dalam Proses Pendaftaran Tanah Dalam rangka proses pendaftaran tanah, kegiatan yang dilakukan adalah meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai objek pendaftaran tanah yang dilakukan. Alat bukti dalam pendaftaran hak “meliputi pembuktian hak baru, pembuktian hak lama, dan pembukuan hak”. 43 Sedangkan untuk konversi tanah Grant Sultan dilakukan berdasarkan pembuktian hak lama. Di dalam Pasal 24 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah disebutkan bahwa : “Untuk keperluan pendaftaran hak, hak-hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa buktibukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh panitian ajudikasi dalam pendaftaran tanah serta sistematik atau Kepala Kantor Pertahanan dalam pendaftaran tanah secara sporadic dianggap cukup untuk mendaptarkan hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya”. Untuk itu, alat bukti tertulis, diperlakukan sebagai dasar yang dapat menentukan hak atas tanah. Dalam kegiatan pengumpulan data yuridis, diadakan pembedaan antara pembuktian hak baru dan hak lama.
43
Boedi Harsono, Peraturan Pemerintah Nomor 24 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Makalah Seminar Nasional, Jakarta, 1997, Hal. 10
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
2. Pengertian dan Objek Konversi. Menurut Boedi Harsono menyatakan “Konversi adalah perubahan hak yang lama menjadi satu hak baru menurut UUPA” 44
Jadi Pengertian konversi adalah
pengaturan dari hak–hak tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA untuk masuk dalam sistem dari UUPA. Dari rumusan di atas maka dapat disimpulkan bahwa konversi hak–hak atas tanah adalah penggantian/perubahan hak–hak atas tanah dari status yang lama yaitu sebelum berlakunya UUPA itu sendiri, adapun yang dimaksud dengan hak–hak atas tanah sebelum berlakunya UUPA adalah hak–hak atas tanah yang diatur dan tunduk pada hukum adat dan hukum Barat (BW) Terhadap pelaksanaan konversi itu sendiri A.P.Parlindungan, memberikan komentar sebagi berikut : “bahwa pelaksanaan konversi itu sendiri merupakan sesuatu yang boleh dikatakan sangat drastic, oleh karena sekaligus ingin diciptakan berkembangnya suatu unifikasi hukum keagrariaan di tanah air kita, perangkat hukum maupun tenaga yang terampil belumlah ada sebelumnya”. 45 Walaupun pada kenyataannya UUPA telah melakukan perombakan yang mendasar terhadap sistem–sistem agrarian, tetapi dengan adanya lembaga konversi seperti yang terdapat dalam bagian kedua dari UUPA adalah merupakan suatu pengakuan terhadap adanya jenis-jenis hak atas tanah yang lama, walaupun hak
44
Boedi Harsono, 1968, Undang-Undang Pokok Agraria Bagian Pertama Jilid Pertama, Penerbit Kelompok Belajar Esa, Jakarta, Hal. 140. 45 A.P.Parlindungan, Op.Cit, Hal. 14.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
tersebut perlu disesuaikan dengan hak-hak yang ada dalam UUPA, sehingga dengan demikian tidak bertentangan dengan jiwa filosofi yang terkandung dalam UUPA. Ada terdapat 3 (tiga) jenis konversi atas tanah yaitu : 1. Konversi hak atas tanah, berasal dari tanah Hak Barat; 2. Konversi hak atas tanah, berasal dari Hak Indonesia; 3. Konversi hak atas tanah, berasal dari tanah bekas Swapraja Konversi hak atas tanah yang berasal dari Hak Barat yaitu hak Eigendom, hak opstal dan hal Erpacht yang Altijdurend (Altijdurende Erpacht). Hak Agrarische Eigendom dan hak gogolan. Sedangkan konversi hak-hak atas tanah yang berasal dari tanah bekas Swapraja adalah terhadap hak Hanggaduh, hak-hak grant dan hak-hak konsesi dan sewa untuk perumahan kebun besar.
A. Objek Konversi Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa macam–macam hak atas tanah sebelum berlakunya UUPA terdiri dari hak–hak yang tunduk pada hukum adat dan hak–hak yang tunduk pada hukum Barat, adapun hak –hak atas tanah yang tunduk pada hukum adat adalah : 46 a. Hak Agrarisch Eigendom (Staatsblad 1872-117) Lembaga Agrarisch eigendom ini adalah usaha dari Pemerintah Hidia Belanda dahulu untuk mengkonversi tanah hukum adat, baik yang berupa milik perorangan maupun yang ada hak perorangan pada hak ulayat dan jika disetujui sebagian besar 46
A.P. Parlindungan, Op.Cit, Hal. 45.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
dari anggota masyarakat pendukung hak ulayatnya, tanahnya dikonvesikan menjadi Agrarisch eigendom. Sedangkan Mahadi, memberikan defenisi tentang eigendom sebagai : “Hak kebendaan (zakelijkrecht) yang dipunyai seseorang untuk secara bebas menikmati sebidang tanah dan menguasainya secara mutlak” 47 b. Tanah hak milik, hak yasan, adarbeni, hak atas druwe, hak atas druwe desa, pesini. Istilah dan lembaga–lembaga hak atas tanah yang tersebut diatas merupakan istilah –istilah lokal yang terdapat di pulau Jawa. c. Grant sultan yang terdapat di daerah Sumatera Timur terutama di Deli yang dikeluarkan oleh Kesultanan Deli termasuk bukti–bukti hak atas tanah yang diterbitkan oleh para Datuk yang terdapat disekitar Kotamadya Medan, disamping itu masih ada lagi yang disebut grant lama yaitu bukti hak tanah yang juga dikeluarkan oleh Kesultanan Deli. d. Landrerijen bezitrecht, altijddurende erfpacht, hak–hak usaha atas bekas tanah partikulir. Selain tanah-tanah yang disebut di atas yang tunduk pada hukum adat ada juga hak-hak atas tanah yang lain yang dikenal dengan nama antara lain : ganggam bauntik, anggaduh, bengkok, lungguh, pituas dan lain–lain. Sedangkan hak-hak atas tanah yang tunduk pada hukum barat antara lain adalah :
47
Mahadi, Sedikit Sejarah Perkembangan Hak-Hak Suku melayu atas Tanah di Sumatera Timur, Penerbit Alumni, Bandung, Hal. 240.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
a. Hak Eigendom Hak eigendom adalah hak untuk menikmati atas sebidang tanah dengan leluasa dan berbuat bebas terhadap tersebut dengan kedaulatan sepenuhnya asal tidak bertentangan dengan undang–undang atau peraturan–peraturan umum yang ditetapkan oleh hak–hak orang lain, dengan tidak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasarkan atas ketentuan undang– undang dan dengan pembayaran ganti rugi (Pasal 570 BW) b. Hak Opstal. Yang dimaksud dengan hak opstal adalah : suatu hak kebendaan untuk mempunyai gedung–gedung, bangunan-bangunan dan penanaman di atas pekarangan orang lain (Pasal 711 BW) c. Hak Erpacht. Adapun yang dimaksud dengan hak Erpacht adalah : Suatu hak kebendaan untuk menikmati sepenuhnya akan kegunaan suatu barang tak bergerak milik orang lain, dengan kewajiban akan membayar upeti tahunan kepada sipemilik sebagai pengakuan akan kemilikannyam baik berupa uang baik berupa hasil atau pendapatan (pasal 720 BW)
B. Tujuan Konversi Seperti telah diuraikan pada bab terdahulu bahwa pada zaman Pemerintah Kolonial Hukum Agraria bersifat dualisme, disamping berlakunya peraturan–
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
peraturan perdata barat (BW) berlaku pada hukum berdasarkan hukum adat, oleh karena itu terdapat tanah–tanah dengan hak–hak barat dan dengan hak Indonesia. Dengan diberlakukannya UUPA 24 September 1960 yang menganut asas unifikasi hukum agraria, maka hanya ada satu sistem hukum untuk seluruh wilayah tanah air bukan lagi ketentuan dari BW maupun dari ketentuan hukum adat yang bersifat kedaerahan, oleh karena itu hak–tanah yang ada sebelum UUPA haruslah disesuaikan atau dirobah dengan padanannya yang terdapat di dalam UUPA yaitu dengan melalui Lembaga Konversi. Jadi dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan dikonversinya hak–hak atas tanah pada hak–hak atas tanah menurut sistem UUPA, yaitu disamping untuk terciptanya suatu unifikasi hukum pertahanan di tanah air dengan mengakui hak–hak atas tanah terdahulu untuk disesuaikan menurut ketentuan yang terdapat di dalam UUPA dan untuk menjamin kepastian hukum, juga bertujuan agar hak–hak atas tanah itu dapat berfungsi untuk mempercepat terwujudnya masyarakat adil dan makmur sebagaimana yang dicita–citakan oleh Undang–undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 menyatakan “bahwa bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarnya–besarnya kemakmuran rakyat”.
C. Prinsip-Prinsip Konversi Hak Atas Tanah Lembaga konversi di dalam UUPA adalah merupakan penyesuaian hak-hak tanah yang pernah tunduk kepada sistem hukum yang lama yaitu hak-hak
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
tanah menurut Kitab Undang–undang Hukum Perdata Barat (KUHPer) dan tanah -tanah yang tunduk kepada Hukum Adat untuk masuk dalam sistem hak–hak tanah menurut ketentuan UUPA dan pelaksanaan konversi hak itu baru selesai apabila hak atas tanah tersebut telah dibukukan dan diterbitkan sertifikat hak tanahnya bahwa tanah tersebut telah dikonversi dengan tanda–tanda dari Kepala Kantor Pendaftaran Tanah, maka belumlah dapat dianggap selesai konversinya menurut Pasal 18 PMA No.2 tahun 1960. Dalam pelaksanaan konversi atas hak– hak tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA. Menurut A.P.Parlindungan ada 5 prinsip/filosofi sebagai pedoman dalam pelaksanaan konversi atas hak-hak tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA. 48 Salah satunya adalah prinsip Nasionalitas. Prinsip Nasionalitas ini meperjelaskan bahwa sebagai sikap tanpa kompromi kita menyatakan “hanya warga, negara Indonesia mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa”, sehingga orang asing sebagaimana yang pernah mereka miliki boleh mempunyai hak-hak atas tanah di Indonesia asal mau tunduk kepada Burgelijk Wetboek (BW) dan peraturan-peraturan keperdataan telah kita tinggalkan, disini kita membedakan disatu pihak Warga Negara Indonesia dan dilain pihak orang asing dan UUPA penuh ketentuan-ketentuan itu dan tidak ada jalan keluar apapun untuk melegalkan orang asing mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi,
48
A.P.Parlindungan, Op.Cit, Hal. 6.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
air, dan ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sama dengan warga negara Indonesia. Konsekuennya kita kepada prinsip nasionalitas dapat dilihat dari ketentuan pasal 9, pasal 21, pasal 30, pasal 36 dan pasal 54 UUPA. Dalam pasal 9 UUPA ditegaskan : Ayat 1
: “hanya Warga Negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air, dan ruang angkasa, dalam batas –batas ketentuan pasal 1 dan 2”
Ayat 2
: “Tiap–tiap warganegara Indonesia, baik laki–laki dan wanita, kedua duanya mempunyai kesempatan yang sama untuk mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat manfaat dan hasilnya baik bagi diri sendiri maupun sekeluarganya. Ayat 2 Pasal 9 UUPA ini menunjukkan suatu prinsip yaitu tidak adanya
perbedaan antara laki–laki dan wanita, kedua–duanya mempunyai kesempatan yang sama untuk mempunyai hak atas tanah. Prinsip nasionalitas di dalam UUPA juga teratur pasal-pasal antara lain yaitu : a. Pasal 21 UUPA berbunyi : Ayat 1 : Hanya Warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak milik. Ayat 2 : Oleh
pemerintah
ditetapkan
badan–badan
hukum
yang
dapat
mempunyia hak milik dan syarat–syaratnya. Ayat 3 : Orang asing yang sudah berlakunya Undang–Undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau pencampuran harta karena
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya Undang-Undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu didalam jangka waktu satu
tahun
sejak
diperolehnya
hak
tersebut
atau
hilangnya
kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada negara, dengan ketentuan bahwa hak–hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung Ayat 4 : Selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesia mempunyai kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat 3 pasal ini. Pengertian Warga Negara Indonesia adalah dengan tidak mempersoalkan apakah ia warga negara asli atau keturunan, yang terpenting bahwa seseorang itu Warga Negara Indonesia. Adapun Badan–badan hukum yang dapat mempunyai hak milik seperti yang dimaksud ayat 2 pasal 21, berdasarkan pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 1963 yaitu : 1. Bank–bank yang didirikan oleh Negara 2. Perkumpulan–perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasarkan atas Undang–undang No. 79 tahun 1958 (L.N tahun 1958 No 139) 3. Badan–badan keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian /Agraria, setelah mendengar Menteri Agama.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
4. Badan–badan sosial, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian /Agraria, setelah mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial. b. Pasal 30 UUPA : Ayat 1 : Yang dapat mempunyai hak guna usaha ialah : a. Warga Negara Indonesia b. Badan hukum yang didirikan menurut badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Ayat 2 : Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna–guna usaha dan tidak lagi memenuhi syarat–syarat sebagai yang tersebut dalam ayat 1 pasal ini dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat tersebut. Jika hak guna usaha yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan bahwa ketentuan –ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. c. Pasal 36 UUPA : Ayat 1 : Yang dapat mempunyai hak guna bangunan ialah : a. Warga Negara Indonesia b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Ayat 2 : Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna bangunan dan tidak lagi memenuhi pasal–pasal yang tersebut dalam ayat 1 pasal ini
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak guna bangunan, jika ia tidak memenuhi syarat–syarat tersebut. Jika hak guna bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan bahwa hak–hak pihak lain akan diindahkan menurut ketentuan–ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Dari bunyi pasal 9, pasal 21, pasal 30 dan pasal 36 UUPA tersebut, jelaslah sikap konsekuen kita terhadap prinsip nasionalitas di dalam UUPA, selanjutnya sikap konsekuen kepada prinsip nasionalitas juga dapat diketahui dari Surat Edaran Kepala Direktorat Pendaftaran Tanah tanggal 2 Nopember 1965 No. 7850/65 yang ditujukan kepada Kepala Kantor Pendaftaran Tanah di Bukit Tinggi disiarkan secara meluas yang menyatakan jika seseorang wanita Warga Negara Indonesia itu kawin dengan orang asing terjadilah pencampuran harta, sehingga berlakulah ketentuan pasal 21 ayat 3 yaitu keharusan melepaskan haknya kepada Warga Negara Indonesia dalam tempo 1 tahun, oleh karena tanah itu diperlukan sebagai milik oleh orang asing (tidak dapat dibedakan lagi mana yang menjadi bagian warga negara dan orang asing) kecuali dapat dibuktikan bahwa : 1.
Dia tidak meninggalkan kewarga-negaraannya dan
2. Bahwa dia telah kawin diluar percampuran harta dan harus dibuktikan dengan suatu akte outentik tentang adanya syarat–syarat perkawinan tersebut.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Dari surat Edaran Departemen Agraria tersebut diatas dapat diketahui bagaimana begitu pentingnya masalah kewarganegaraan, sehingga jika salah satu dari suami isteri orang asing maka tidak dapat mempunyai hak atas tenaga yang berstatus hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan. d. Pasal 54 UUPA : Berhubungan dengan ketentuan–ketentuan dalam pasal 21 dan pasal 26 UUPA, maka jika seseorang yang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan Republik Rakyat Tiongkok yang disahkan menurut peraturan
perundang–undangan
yang
bersangkutan,
ia
dianggap
hanya
berkewarganegaraan Indonesia saja menurut dianggap pasal 21 ayat 1. Pasal 54 UUPA ini lebih ditujukan kepada mereka berdwikewarganegaraan artinya disamping berkewarganegaraan Indonesia juga mempunyai kewarganegaraan lain.
D. Pendaftaran Konversi Hak-Hak Atas Tanah Adat Pembuktian bekas Hak Lama dan Hak Milik Adat dilakukan melalui alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya dianggap cukup oleh pejabat yang berwenang. Pada masa sekarang, berdasarkan ketentuan di dalam Pasal 5 Undang-undang Pokok Agraria, keberadaan status tanah grant Sultan sebagai tanah hak milik adat masih diakui. Di dalam Pasal 56 Undang-undang Pokok Agraria disebut bahwa : ”Selama Undang-undang mengenai Hak Milik sebagai tersebut dalam Pasal 51 ayat 1
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan hukum adat setempat dan peraturan-peraturan lainnya mengenai hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan yang dimaksud dalam Pasal 20, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan Undang-undang ini”. Jadi diantara hakhak atas tanah menurut undang-undang Pokok Agraria, Hak Milik ”merupakan hak terkuat dan terpenuh, misalnya peraturan-peraturan hak milik adat dan Hak Grant Sultan .” 49 Meskipun hak milik adat tetap diakui, akan tetapi di anggap sebagai bekas hak milik adat yang harus masih di akui, akan tetapi dianggap sebagai bekas hak milik adat yang masih harus disesuaikan dengan ketentuan konversi hak-hak atas tanah dalam Undang-undang Pokok Agraria, jika statusnya ingin ditingkatkan menjadi status hak milik menurut peraturan yang diatur di dalam Undang-undang Pokok Agraria.
Jadi
konversi
dari
hak-hak
atas
tanah
yang
dimaksud
adalah
“bagaimana pengaturan dari hak-hak atas tanah yang ada sebelum berlakunya Undang–Undang Pokok Agraria”. 50 Akan tetapi di dalam pelaksanaannya, batas waktu konversi bekas hak adat atau tanah-tanah hak Indonesia “tidak tegas ditentukan kapan batas waktu pendaftaran hak itu akan berakhir”. 51
Didalam kenyataannya, sejak diterbitkannya Undang-Undang Pokok Agraria “telah terdapat ketidak pastian hukum dari suatu lembaga hak atas tanah yang ada 49
Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2003, Hal. 145. A.P. Parlindungan, Op.Cit, Hal. 1. 51 Soedharyo Soimin, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, 2001, Hal. 50
63.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
pada Swapraja, yang terdapat di seluruh Indonesia masalah konversi hak atas tanah sangat peka karena ukuran yang digunakan lebih merupakan suatu pensitaan tanahtanah dari bekas Swapraja dan kemudian menjadi ajang spekulasi dari orang-orang yang menduduki tanah tersebut.” 52 Untuk mengantisipasi masalah spekulasi terhadap tanah-tanah bekas Swapraja, maka dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri SK 26/DDA/1970 ditetapkan bahwa masa pengajuan permohonan konversi tersebut belum berakhir, artinya menjadi tidak ada batas waktunya. Upaya pelaksanaan pendaftaran konversi adalah dengan melampirkan bukti tanda haknya (jika ada surat ukurnya), bukti kewarganegaraan dan keterangan tanah tersebut digunakan perumahan atau pertanian. Upaya pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan adalah dalam rangka pengumpulan dan pengolahan data fisik dalam proses pendaftaran tanah, diantaranya berdasarkan kegiatan pembuktian hak “meliputi pembuktian hak baru, pembuktian hak lama, dan pembukuan hak”. 53 Sedangkan untuk konversi tanah Grant Sultan dilakukan berdasarkan pembuktian hak lama. Di dalam Pasal 24 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah disebutkan bahwa : “Untuk keperluan pendaftaran hak, hak-hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh panitian ajudikasi dalam pendaftaran tanah serta sistematik atau Kepala Kantor Pertahanan dalam pendaftaran tanah secara 52
A.P Parlindungan, Op.Cit. Hal. 38. Boedi Harsono, Peraturan Pemerintah Nomor 24 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Makalah Seminar Nasional, Jakarta, 1997, Hal. 10 53
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
sporadic dianggap cukup untuk mendaftarkan hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya ”.
Di dalam Pasal 2 dan Pasal 6 Undang-Undang Pokok Agraria diatur ketentuan mengenai konversi hak-hak Indonesia menjadi salah satu hak baru. Di dalam Pasal 2 ayat 1 menyebutkan bahwa : “Hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan hak yang dimaksud dalam Pasal 20 ayat 1, seperti yang disebutkan dengan nama sebagai di bawah, yang ada pada mulanya berlakunya undang-undang ini, yaitu hak Agrarische Eigendom, milik, yasan, andarbeni, hak atas druwe, hak atas druwe desa, pesini, Grant Sultan, landerijen bezitrecht, altijddurende erpacht, hak usaha atas bekas tanah partikulir dan hak lain dengan nama apapun juga yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Mebteri Agraria sejak mulai berlakunya Undang-undang ini, menjadi hak milik tersebut dalam Pasal 20 ayat 1, kecuali jika yang mempunyai tidak memenuhi syarat sebagai tersebut dalam Pasal 21”.
Demikianlah Grant Sultan merupakan salah satu dari bukti kepemilikan atas tanah, atau disebut juga sebagai bukti tertulis, dimana bukti tersebut atas nama pemegang hak, pada waktu berlakunya Undang-undang Pokok Agraria, seyogianya dikonversi menjadi hak milik. Dengan adanya konversi atas tanah, maka terbuka peluang bagi pemilik Grant Sultan untuk meningkatkan status tanahnya, yaitu dengan cara dikonversi menjadi hak milik. Didalam prakteknya di lapangan, hak-hak atas
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
tanah Grant Sultan sebagian ada yang sudah dikonversi dan didaftarkan, tetapi sebagian lagi masih banyak yang belum terdaftar. Sedangkan “pelaksanaan konversi hak atas tanah baru dinyatakan selesai dengan tuntas apabila telah dibukukan dan diterbitkan sertifikat tanahnya”. 54
Sehubungan dengan maksud dari pasal tersebut “di dalam praktek masih banyak hak-hak adat diperjual belikan di bawah tangan, sehingga usaha pemerintah agar hak-hak adat itu secara berangsung-angsur hapus dan menjadi hak-hak menurut Undang-undang Pokok Agraria menjadi terkendala ”. kenyataannya
dengan
“meningkatnya
pembuatan
55
Selanjutnya, pada
perjanjian-perjanjian
yang
bermaksud memindah hak atas tanah secara di bawah tangan atau dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang menurut Peraturan Perundangan yang berlaku, mengakibatkan usaha-usaha untuk mengadakan pengawasan secara seksama oleh pemerintah menjadi terkendala”.
56
Oleh sebab itu, maka “setiap pemindahan hak
yang tidak dibuktikan dengan sesuatu akta, yang dibuat oleh/ dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, tidak akan didaftarkan haknya sehingga kepada pemilik yang baru tidak diberikan tanda bukti hak/sertifikat ”. 57 Demikian pula didalam ketentuan konversi telah ditegaskan dengan nyata bahwa semua hak-hak Indonesia (adat) harus dikonversi, tanpa terkecuali, tetapi karena luasnya wilayah hukum Indonesia dan 54
A.P Parlindungan, Op.Cit. Hal. 38. Chadidjah Dalimunthe, Pelaksanaan Landreform di Indonesia dan Permasalahannya, Fakultas Hukum USU Press, Medan, 2000, Hal. 134. 56 Ali Achmat Chomzah, Hukum Agraria Julid II, Prestasi Pustaka Publiser, Jakarta, 2004, Hal. 68. 57 Ibid. Hal. 29. 55
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
banyak pemilikan tanah, maka konversi terhadap semua hak milik adapt tidak mungkin dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Di dalam peralihan hak atas tanah Grant Sultan, tidak tertutup kemungkinan tuntutan pihak ketiga, baik dengan mengajukan tanda bukti yang dapat diterima atau ditolak atau tanpa mengajukan tanda bukti yang dapat diterima atau di tolak. Selanjutnya masalah akan menjadi lebih kompleks apabila di atas sebidang tanah tersebut sudah berdiri bangunan yang sudah ditempati atau dibeli oleh pihak lain. Dari kenyataan tersebut terdapat suatu kondisi, di mana pada tanah Grant Sultan, di samping ada pemegang hak Grant Sultan, yang tidak memanfaatkan tanahnya, juga timbul penggarap. Jadi, tanah berstatus Grant Sultan, akan tetapi dikuasai oleh penggarap. Hal tersebut lazim terjadi karena adanya larangan pengosongan tanah Grant Sultan, sementara luas tanah Grant Sultan pada umumnya sulit diidentifikasikan dikarenakan tidak ada batas-batas yang jelas menangani letaknya, maupun ukurannya, terlebih lagi di masa sekarang, tentu bertentangan dengan ketentuan luas batas maksimum kepemilikan tanah. Pada saat dulu, dimasa kedaulatan Sultan, masalah tersebut belum perlu dipermasalahkan, mengingat jumlah penduduk yang masih sedikit dengan lahan yang masih begitu luas sehingga para pemilik Grant Sultan maupun penggarap dengan leluasa dapat memanfaatkan tanah dan mendapatkan bidang tanah dengan cara yang relatif lebih mudah. Kepadatan
penduduk
di
perkotaan
menimbulkan
masalah-masalah
penguasaan dan penggunaan tanah yang umumnya merupakan benturan kepentingan
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
lokasi pembangunan dengan penggarap / penguasaan tanah dan antara pemilik tanah dan pihak lain yang melakukan pengusaan tanah yang tidak sah. 58 Pada suatu kondisi, dimana tanah Grant Sultan tidak dilakukan pengukuran di lapangan, maka membuka peluang timbulnya ketidakpastian data fisik tanah Grant Sultan, yaitu mengenai luas dan batas-batasnya. Keadaan demikian tentunya dapat menimbulkan masalah. Masalahnya, pemanfaatan tanah oleh penggarap dapat menjadi sewenang-wenang. Jadi pada tanah Grant Sultan tidak dapat menguasai atau memanfaatkan tanahnya. Bagi pemilik Grant Sultan mereka dihadapkan pada suatu dilema, dimana disatu sisi, apabila mereka ingin mempertahankan hak dari penguasaan penggarap dan diminta kembali hak Grant Sultan tersebut, maka akan mendapatkan hak sebatas yang diizinkan, yaitu tidak melebihi batas maksimum kepemilikan tanah. Sedangkan tanah Grant Sultan pada umumnya luasnya melebihi batas maksimum kepemilikan tanah yang telah ditegaskan oleh Pemerintah berdasarkan Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1956. Di sisi lain, pemilik Grant Sultan diperbolehkan untuk memohonkan hak berdasarkan ketentuan konversi hak-hak atas tanah, dengan syarat melepaskan hak Grant Sultan itu sendiri. Masalah tersebut tentu menimbulkan ketidakpastian hukum baik bagi pemilik Grant Sultan maupun bagi penggarap tanah Grant Sultan. Sedangkan tujuan dari pelaksanaan konversi hak-hak atas tanah adalah untuk 58
Abdul Rahman, Hukum adat, Menurut Perundang-Undangan Republik Indonesia, Cendana Press, Jakarta, Hal. 17.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
kepentingan pendaftaran tanah yang pada akhirnya bertujuan untuk menjamin kepastian hukum bagi pemilik hak atas tanah. Berdasarkan uraian di atas, maka akan diuraikan prosedur konversi tanah Grant Sultan yang dilaksanakan di Kantor Pertahanan Kota Medan. Untuk dapat dijelaskan tentang Grant Sultan, maka didalam tinjauan pustaka pada Bab berikutnya, ada diuraikan sedikit tentang sejarah Grant Sultan dan perkembangannya sejak sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria maupun setelah berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, akan tetapi tidak bertujuan khusus untuk mendeskripsikan sejarah ataupun membahas permasalahan terbitnya Grant Sultan dan meneliti Grant Sultan asli atau palsu. Jadi, untuk diketahui pengertian tentang Grant Sultan, sejarah terbitnya serta perkembangannya hingga masa sekarang, maka dapat diuraikan prosedur pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan di Kota Medan. Konversi hak atas tanah yang berasal dari hak barat, adalah berdasarkan jenis hak atas tanah yang berasal dari bekas hak barat yaitu hak Eigendom, hak opstal dan hak Erpacht. Selanjutnya contoh bekas hak Barat yang telah dilakukan konversi dapat dilihat pada lampiran, yaitu dalam bentuk kohir. Konversi Hak atas tanah dan bekas Hak-hak Indonesia adalah terhadap Hak Erpacht yang Altijdurend (Altijdurende Erpacht). Hak Agrarische Eigendom dan hak gogolan. Sedangkan konversi hak-hak atas tanah yang berasal dari tanah bekas Swapraja adalah terhadap hak Hanggaduh, Hak-hak Grant dan hak-hak konsesi dan sewa untuk perumahan kebun besar. Sejalan dengan dicabutnya ketentuan-ketentuan mengenai hak atas tanah yang diatur dalam ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
1. Agrarische Wet (S. 1870 – 55) sebagai yang termuat dalam Pasal 51 Wet Op de Staatsinrichting van Nederlands Indie (S. 1925 – 447) dan ketentuan dalam ayatayat lainnya dari pasal itu. 2. a. Domeinverkalring tersebut dalam Pasal 1 Agrarische Besluit (S. 1870-118). b. Algemene Domeinverklaring tersebut dalam S. 1875 – 119 a c. Domeinverklaring untuk Sumatera, tersebut dalam Pasal 1 dari S. 1874- 94f d. Domeinverklaring untuk Keresidenan Menado, tersebut dalam Pasal 1 dari S. 1877 – 55. e. Domeinverklaring untuk Residentie Zuider en Oosterafdeling Van Borneo, tersebut dalam Pasal 1 dari S. 1888- 58. 3. Koninklijk Besluit tanggal 16 April 1872 Nomor 29 (S. 1872 – 117) dan Peraturan Pelaksanaannya. 4. Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, sepanjang yang mengenai bumi, air, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hipotik yang masih berlaku pada mulai berlakunya Undang-Undang ini. Maka dengan diberlakukannya konsepsi hak-hak atas tanah menurut ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria, di dalam bagian kedua Undang-Undang Pokok Agraria tersebut, dibuat ketentuan-ketentuan konversi. Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian tersebut di atas, pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik selama 20 (duapuluh) tahun atau lebih secara berturut-turut dengan syarat:
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
1. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka serta diperkuat oleh kesaksian yang dapat dipercaya; 2.
penguasaan tersebut tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan atau pihak lain. Dalam rangka menilai kebenaran alat bukti tersebut dilakukan pengumpulan
dan penelitian data fisik dan data yuridis atas tanah yang bersangkutan. Data fisik dan data yuridis tersebut kemudian diumumkan di kantor Desa/Kelurahan, Kantor Kecamatan, Kantor Ajudikasi, Kantor Pertanahan, dan tempat-tempat lain yang dianggap perlu selama 60 (enampuluh) hari untuk permohonan rutin (sporadik) dan 30 (tigapuluh) hari untuk pendaftaran melalui proyek Ajudikasi (sistematik). Apabila melewati waktu pengumuman tidak terdapat keberatan atau gugatan dari pihak manapun, maka pembukuan hak dapat dilakukan dan sertipikat hak atas tanah dapat diterbitkan. Dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran Konversi: 1. surat permohonan konversi 2. mengisi DI.201 dan formulir-formulir kelengkapannya 3. identitas pemohon 4. asli bukti pemilikan (salah satu dari yang ada berikut ini): a. grosse akta hak eigendom, atau b. surat tanda bukti hak milik berdasarkan Peraturan Swapraja, atau c. sertipikat hak milik menurut PMA No.9/1959, atau d.
surat keputusan pemberian hak milik, atau
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
e. petuk pajak bumi/landrente, girik, pipil, kekitir dan verponding Indonesia, atau f. akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda tangan kesaksian oleh kepala Adat/Desa/Kelurahan sebelum berlakunya PP No.24/1997, atau g. akta pemindahan hak yang dibuat PPAT, atau h. lain-lain alat pembuktian yang berlaku menurut ketentuan perundangan. Permohonan hak atas tanah dilakukan terhadap: 1. Tanah Negara bebas: belum pernah melekat sesuatu hak; 2. Tanah Negara asalnya masih melekat sesuatu hak dan jangka waktunya belum berakhir, tetapi dimintakan perpanjangannya; 3. Tanah Negara asalnya pernah melekat sesuatu hak dan jangka waktunya telah berakhir untuk dimintakan pembaharuannya, di sini termasuk tanah-tanah bekas hak Barat maupun tanah-tanah yang telah terdaftar menurut UUPA. Sebelum mengajukan permohonan hak, pemohon harus menguasai tanah yang dimohon dibuktikan dengan data yuridis dan data fisik yang dimiliki. Data yuridis adalah bukti-bukti atau dokumen penguasaan tanah, sedangkan data teknis adalah Surat Ukur dan SKPT atas tanah dimaksud; Sebelum proses mendaftarkan haknya
maka pemohon sebelumnya wajib
menempuh syarat-syarat sebagai berikut yaitu : 1. Pemohon mendaftarkan haknya untuk memperoleh sertipikat hak atas tanah setelah membayar uang pemasukan ke Kas Negara dan atau BPHTB jika
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
dinyatakan dalam surat keputusan tersebut. Dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran SK pemberian hak untuk memperoleh sertipikat tanda bukti hak adalah: 1. surat permohonan pendaftaran; 2. surat pengantar SK Pemberian Hak; 3. SK Pemberian Hak untuk keperluan pendaftaran; 4. bukti pelunasan uang pemasukan atau BPHTB apabila dipersyaratkan; 5.
identitas pemohon; Permohonan hak yang diterima oleh Kantor Pertanahan diproses antara lain
dengan penelitian ke lapangan oleh Panitia Pemeriksa Tanah (Panitia A atau B), kemudian apabila telah memenuhi syarat maka sesuai kewenangannya dan diterbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak atas Tanah. Hak Milik dapat diberikan kepada Warga Negara Indonesia, Badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah, misalnya Bank Pemerintah, Badan keagamaan dan badan sosial yang ditunjuk Pemerintah. Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat fungsi sosial atas tanah. Jangka waktu berlakunya Hak Milik untuk waktu yang tidak ditentukan. Namun demikian, Hak Milik hapus apabila: 1. karena pencabutan hak; 2. karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya; 3. karena diterlantarkan; 4. beralih kepada orang asing;
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
5. tanahnya musnah; Hak Guna Usaha dapat diberikan kepada Warga Negara Indonesia, Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara
guna
perusahaan
pertanian,
perikanan
atau
peternakan.
Jangka waktu berlakunya HGU 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 25 tahun, dan apabila waktu tersebut telah berakhir maka HGU dapat diperbaharui. Hak Guna Bangunan dapat diberikan kepada Warga negara Indonesia, Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri. Jangka waktu berlakunya HGB 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun, setelah waktu tersebut berakhir maka HGB tersebut dapat diperbaharui. Hak Pakai dapat diberikan kepada Warga Negara Indonesia, Orang asing yang berkedudukan di Indonesia, Instansi Pemerintah, Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia, Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan. Jangka waktu berlakunya Hak Pakai 25 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun, atau untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada Instansi Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, PT Persero, Badan otorita, Badan hukum Pemerintah lainnya yang ditunjuk Pemerintah. Jangka waktu berlakunya Hak Pengelolaan: tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. Hak Milik atas Satuan Rumah Susun Hak milik atas satuan rusun diberikan atas pemilikan rusun. Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian atau bukan hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama dan tanah bersama. Jika dilihat ketentuan konversi tersebut, maka jelas bahwa pada prinsipnya, hak-hak atas tanah yang dimiliki oleh pemiliknya, sepanjang pemegang haknya pada saat ketentuan konversi berlaku, adalah warga negara Indonesia tunggal, akan dikonversikan menjadi hak milik menurut konsepsi Undang-Undang Pokok Agraria. Tanah bekas milik adat, seperti Grant Sultan, merupakan tanah yang telah dimiliki oleh seseorang berdasarkan surat tanda bukti kepemilikan yang dibuat sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria. Surat bukti kepemilikan atas tanah, ada yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial Belanda, Kepala Adat, oleh pemerintah Indonesia sendiri, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Semua bukti kepemilikan sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria setelah tanggal 24 September 1960 harus diubah status hak atas tanah menurut ketentuan konversi dari Undang-Undang Pokok Agraria. Cara mengubah status hak atas tanah tersebut yaitu dengan mendaftarkan tanah tersebut ke Kantor Pertanahan untuk diberikan bukti kepemilikan yang baru, yaitu sertifikat hak atas tanah. Cara melakukan pendaftaran tanah untuk mengubah status hak atas tanah dapat dibagi atas dua cara yaitu tergantung dari bukti hak atas tanah yang dimiliki oleh pemohon. Cara pertama, jika pemohon memiliki bukti hak atas tanah yang diakui berdasarkan Pasal 23 dan Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, maka dapat ditempuh proses konversi langsung yaitu dengan cara mengajukan permohonan dan menyerahkan bukti kepemilikan hak atas tanah, kepada Kepala Kantor Pertanahan. Cara yang kedua, yaitu bagi pemohon yang tidak memiliki atau kehilangan bukti kepemilikan hak atas tanah, maka cara yang ditempuh adalah melalui penegasan konversi atau melalui pengakuan hak. Dalam kondisi bukti tertulisnya lengkap, maka tidak lagi memerlukan tambahan alat bukti, jika bukti tertulisnya sebagian tidak ada lagi, maka harus diperkuat dengan keterangan saksi atau pernyataan yang bersangkutan. Sedangkan jika bukti tertulisnya semuanya tidak ada lagi, maka harus diganti keterangan saksi atau pernyataan yang bersangkutan.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Penegasan konversi dapat dilakukan jika ada surat pernyataan kepemilikan tanah dari pemohon dan dikuatkan oleh keterangan saksi tentang kepemilikan tanah tersebut, tapi juga tergantung pada lamanya penguasaan fisik tanah tersebut oleh pemohon. Pengakuan hak sangat tergantung dengan lamanya penguasaan fisik, yaitu selama 20 tahun. Demikian disebutkan di dalam Pasal 24 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Jadi persyaratan tersebut dirinci sebagai berikut : 1. Bahwa pemohon telah menguasai tanah tersebut selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut atau dari pihak lain yang telah menguasainya. 2. Penguasaan itu telah dilakukan dengan itikad baik. 3. Penguasaan tanah itu tidak pernah diganggu gugat dan diakui serta dibenarkan oleh masyarakat di Kelurahan tersebut. 4. Bahwa tanah tersebut sekarang tidak dalam sengketa. 5. Bahwa jika pernyataan tersebut memuat hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan maka pemohon dapat dituntut secara pidana maupun perdata dimuka Pengadilan karena memberikan keterangan palsu Penegasan konversi, pengakuan hak dan pemberian hak, diatur di dalam Pasal 65 Peraturan menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 yaitu sebagai berikut : (1) Berdasarkan berita acara pidana pengesahan data fisik, data yuridis, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat 1 dilaksanakan kegiatan sebagai berikut :
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
a. Hak atas sebidang tanah yang alat bukti tertulisnya lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat 2 dan yang alat bukti tertulisnya tidak lengkap tetapi ada keterangan saksi maupun pernyataan yang bersangkutan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) oleh Ketua Panitia Ajudikasi ditegaskan konversinya menjadi Hak Milik atas nama pemegang hak yang terakhir. b. Hak atas tanah yang bukti kepemilikannya tidak ada tetapi telah dibuktikan kenyataan penguasaan fisiknya selama 20 tahun sebagaimana dimaksud Pasal 61 oleh Ketua Panitia Ajudikasi diakui sebagai hak milik. (2) Untuk pengakuan hak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b, tidak diperlukan penerbitan surat keputusan pengakuan hak. Pelaksanaan ”konversi dapat dilakukan dalam dua kondisi dan dilengkapi dengan dokumen-dokumen sebagai berikut :” 1. Bagi konversi langsung maka dokumen yang dibutuhkan adalah : a. Surat permohonan kepada Kepala Kantor Pertanahan b. Bukti pemilikan/penguasaan tanah : berupa surat bukti seperti : girik/letter c, pipit, verponding Indonesia (jika memiliki). Bukti tersebut harus dikuatkan dengan bukti lain. b.1. Surat-surat asli jual beli, tukar-menukar, hibah atau akta waris b.2. Pernyataan dari permohonan atas penguasaan tanah tersebut bahwa tanah tersebut tidak dalam sengketa. c. Forocopy KTP pemohon yang masih berlaku
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
d. Kartu Keluarga e. Bukti pelunasan SPPT PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) terakhir f. SKBRI dan Surat Pernyataan Ganti Nama (apabila Warga Negara Keturunan) g. Surat ukur/gambar situasi (bila sudah ada dan masih dapat digunakan) 2. Bagi penegasan konversi/pengakuan hak maka dokumen yang dibutuhkan adalah : a. Surat permohonan kepada Kantor Pertanahan sebagai bukti penguat pemilikan penguasaan tanah. a.1. Pernyataan dan permohonan. a.2. Keterangan dari Kelurahan dan keterangan dari sekurang-kurangnya 2 (dua) saksi atau lebih yang dapat dipercaya serta telah menjadi penduduk setempat dan tidak memiliki hubungan kekeluargaan atau kekerabatan dengan pemohon. b. Fotocopy KTP pemohon. c. Kartu Keluarga. d. Bukti Pelunasan SPPI PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) terakhir. e. Surat Kuasa (bila dikuasakan). f. SKBRI dan surat pernyataan ganti nama (apabila warga negara keturunan). g. Surat ukur/gambar situasi (bila sudah ada dan masih dapat digunakan).
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
3. Sejarah Grant Sultan Grant Sultan pada mulanya dikenal di masa pemerintahan kolonial Belanda dimana pada saat itu daerah Swapraja mempunyai hak pemerintahan sendiri. Sedangkan daerah Swapraja adalah meliputi daerah Sumatera Timur yang terdiri dari Kerajaan-kerajaan Melayu. Oleh sebab itu dapat dilihat terlebih dahulu sejarah kerajaan Melayu di Sumatera Timur.
A. Kerajaan-Kerajaan Melayu di Sumatera Timur Sebelum masa pendudukan kolonial Belanda, daerah Sumatera Timur dikenal dengan nama Kerajaan Aru yang kerap kali diperebutkan oleh Kerajaan Aceh dan Johor, sehingga kerajaan Aru pernah mengalami kehancuran, “kemudian sejak saat itu nama Aru selanjutnya disebut “Deli”, sedangkan daerah Deli merupakan salah satu tanah jajahan Kerajaan Siak”. 59 Pada masa Belanda sedang memperluas kekuasaan dan penjajahannya di Pulau Sumatera, yaitu pada abad ke-19, “Kerajaan-kerajaan Melayu di Sumatera Timur merupakan medan peperangan antara Kerajaan Siak Seri Indrapura dengan Kerajaan Aceh”. 60 Kemudian pada tanggal 1 Februari 1958 ditandatangani suatu persetujuan resmi antara Kerajaan Belanda dengan Kerajaan Kerajaan Siak, selanjutnya kontrak Siak tersebut merupakan tonggak sejarah yang penting dalam perkembangan kekuasaan Belanda di Sumatera Timur. 59
Mahadi, 1978, Sedikit Sejarah Perkembangan Hak-Hak Suku Melayu Atas Tanah di Sumatera Timur (Tahun 1800-1975), Alumni Bandung, Hal. 18. 60 Ibid, Hal. 3.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Bagi Belanda, daerah Sumatera Timur merupakan sumber perekonomian yang sangat potensial dengan usaha perkebunan, diantaranya kelapa sawit, kelapa, dan tembakau yang terkenal dengan kualitasnya yang diakui di pasaran dunia. Untuk keperluan usaha perkebunan tersebut, tentunya diperlukan lahan, yaitu bidang tanah yang luas. Berdasarkan alasan tersebut, maka Belanda berusaha menguasai sistem politik pertanahan pada masa itu yang sudah jelas dengan tujuan untuk membela kepentingan Belanda dan mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya. Belanda membuat perjanjian dengan Sultan Kerajaan Melayu yang dikenal dengan kontrak politik, akan tetapi “Sultan seolah-olah menjadi boneka yang digunakan oleh Belanda untuk menikmati hasil bumi Sumatera Timur dengan memberi kelebihan kepada Sultan baik dari segi politik, maupun, maupun sosial”. 61 Demikianlah Belanda memanfaatkan sistem Kerajaan Melayu dengan menjadikan Kerajaan Melayu sebagai perantara sebagai perantara diantara pihak Belanda dengan orang Belanda, Karo dan Simalungun yaitu dengan meningkatkan martabat dan wibawa Sultan Melayu secara luar biasa. Perjanjian kontrak politik dengan Belanda “mengizinkan Sultan-sultan menjalankan pemerintahan yang bersifat otonomi dan menjalankan kekuasaan hukum berdasarkan bentuk autokrasi Melayu sepenuhnya, yang seolah-olah mempunyai tanggung jawab penuh diberbagai bidang, terutama adalah tanah. 62
61 62
Ibid, Hal. 7. Ibid, Hal. 19.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Dari kenyataan tersebut, dapat dilihat bagaimana pengaruh politik pemerintahan jajahan yang mengkondisikan Sultan Melayu untuk memiliki hak pemerintahan sendiri (zelfbestuur). “Terhadap hak pemerintahan sendiri ini terdapat tiga macam pembatasan : 1. Territorial; 2. Rakyat 3. Hak; 63 Akan tetapi, kekuasaan raja-raja terbatas di dalam wilayah masing-masing, terhadap orang-orang yang dikualifikasi menjadi Kaula Swapraja. Bagaimana juga masalah keagrariaan merupakan masalah penting yang menjadi perhatian, terutama tentang peraturan-peraturan yang ada sejak zaman kolonial Belanda, karena pengaturan tentang hak-hak atas tanah baik cara perolehan, maupun peralihannya sedikit banyak masih merupakan warisan peninggalan Belanda yang pada saat sekarang sudah disesuaikan dengan perkembangan zaman. Sedangkan Kerajaan-kerajaan Melayu di Sumatera Timur, dimana terdapat daerah Swapraja, merupakan daerah agraris yang potensial. Pada tahun 1892, Pemerintah Hindia Belanda telah mensahkan undang-undang, agar semua penanam modal asing, dalam melakukan penyewaan tanah untuk lahan perkebunan tidak diperbolehkan merugikan kepentingan pribumi. Meskipun didalam peraturan disebutkan demikian, akan tetapi pemerintah Hindia Belanda, dengan memanfaatkan otoritas Sultan-sultan dari Kerajaan-kerajaan 63
Ibid, Hal. 31.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Melayu, dengan mudah dapat memperoleh lahan untuk usaha bagi pemodal asing, sebagaimana disebutkan bahwa “dalam kontrak tanah yang disahkan oleh sultan, seringkali tanah-tanah rakyat diserahkan kepada pengusaha Belanda tanpa persetujuan dari rakyat. 64
B. Pengertian Grant Sultan Istilah “Grant” berasal dari Bahasa Inggris. Di dalam kamus Bahasa Inggris kata “Grant” dapat berarti “mengabulkan, memberi, mengakui, atau menanggung”. 65 Istilah Grant dalam pengertian “Grant Sultan, diambil dari Malaka”. 66 Grant adalah sebentuk surat keterangan tentang kepemilikan sebidang tanah. Sedangkan Grant Sultan adalah surat keterangan tentang kepemilikan atas sebidang tanah yang diberikan oleh Sultan bagi kaulanya, yang berada di wilayah Swapara, Grant Sultan merupakan wujud “penentuan hak-hak warga pribumi atas pertanahan” 67 . Jadi pengertian Grant Sultan dapat diartikan adalah sebentuk surat keterangan tentang hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai oleh warga pribumi atas izin, pemberian, maupun pengakuan Sultan terhadap hak-hak atas tanah yang diberikan kepada kaulanya, di wilayah Swaparaja. Pada tahun 1889 oleh Gubernemen Belanda telah ditetapkan satu contoh akta yang kemudian disebut Grant. Selanjutnya pada tahun 1890, telah diterbitkan 64 65
John Salindeho,1994, Manusia Tanah, Hak dan Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, Hal. 4. John M. Echols dan Hassan Shadily, 1992, Kamus Inggris Indonesia, Gramedia, Jakarta,
Hal. 278. 66 67
Gerard Jansen, 1925, Grantrechten In Deli, Oostkust van Institut, Hal. 37. Ibid, Hal. 34.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
keterangan oleh Sultan tentang pemberian sebidang tanah yang disebut sebagai “kurnia”. Jadi yang dimaksud dengan Grant Sultan diberikan sebagai kurnia, adalah sultan menyerahkan sebidang tanah kepada kaulanya sebagai suatu pemberian. Pada kenyataannya, sebenarnya tanah yang diberikan sebagai kurnia tersebut “sudah lama digunakan atau ditempati oleh pemilik tanah, sedangkan permintaan Grant baru diajukan, jika pemilik bermaksud menjual tanah tersebut”. 68 Dengan demikian, jelaslah bahwa grant, sebagai bukti kepemilikan, yaitu bukti hak-hak atas tanah. Jadi, pada masa Kesultanan, Grant diperlukan, terutama dalam hal peralihan hak atas tanah. Pada mulanya bukti hak atas tanah tidak terlalu dipermasalahkan, disebabkan tanah yang tersedia masih sangat luas, sedangkan jumlah
penduduk
masih
sangat
sedikit,
sehingga
orang
tidak
terlalu
mempermasalahkan bukti hak-hak atas tanah. Seiring dengan kemajuan dan perkembangan perusahaan perkebunan asing di daerah Swapraja, maka kebutuhan akan lahan baik untuk perkebunan maupun pemukiman semakin bertambah, oleh sebab itu dirasa perlu untuk menetapkan bentuk bukti hak-hak atas tanah, terutama jika terjadi peralihan hak atas tanah. Untuk itu dapat dilihat pembagian golongan penduduk yang termasuk kaula Swapraja maupun yang termasuk kaula Gubernemen Belanda, agar dapat dengan jelas dibedakan” yang termasuk kaula sultan Deli” adalah : a. Pribumi Deli sendiri; 68
Ibid, Hal. 35.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
b. Pribumi dari Swapraja lain di Sumatera Timur yang tinggal di Deli; c. Keturunan dari imigrasi, yang sudah tercampur dengan pribumi itu sedemikian rupa sehingga mereka dianggap sudah berbaur ke dalamnya. “Sedangkan yang termasuk kaula Gubernemen Belanda adalah: a. Golongan Eropa b. Golongan Timur Asing c. Pribumi bukan kaula Raja/Sultan”. 69
C. Jenis-Jenis Grant Disamping Grant Sultan, ada beberapa jenis Grant yang dikenal, yaitu sebagai berikut : 1. Grant Controleur (Grant C) 2. Grant Deli Masstschappij (Grant D) 70 1. Grant Controleur (Grant C) Yang dimaksud dengan adalah Grant Controleur (Grant C) Grant yang diberikan oleh Sultan kepada bukan kaula Swapraja dan didaftarkan di Kantor Controleur. Kemudian “hak Grant Contoleur banyak diubah menjadi hak opstal & hak erpacth. 71 2. Grant Deli Maatschappij (Grant D):
69
Fauzi Ridwan Op.Cit, Hal. 42. Makalah Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Sumatera Utara, Oktober 1996, Sengketa Pertanahan yang Berkaitan Dengan Berkas Grant Sultan dan Berkas Hak Konsesi, Hal. 2. 71 Ali Achmad Chomzah, Op.Cit, Hal 133. 70
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Yang dimaksud dengan Grant Deli Maatschappij adalah tanah yang diberikan oleh Deli Maatschappij kepada pihak ketiga (pihak lain) untuk mendirikan bangunan diatasnya, Deli Maatschappij sendiri memperoleh tanah tersebut dari Pemerintah Swapraja dengan Grant. Sejak tahun 1885, Deli Maatschappij
telah melepaskan tanah-tanah dari
persil untuk kontrak-kontrak dibawah tangan guna pembangunan rumah. Kemudian pada tahun 1891, Deli Maatschappij mendapat hak untuk mengeluarkan grant-grant kepada pihak ketiga. Kontrak tersebut dikenal dengan grant nomor satu. Selanjutnya, adanya Grant Deli Maatschappij menurut Residen “merupakan upaya pemecahan soal-soal agrarian yang mulai kusut disaat itu dan membahas perluasan daerah Medan” 72 dari pertimbangan residen tersebut, dapat dilihat beberapa pandangan sebagai berikut yaitu: 1. Sesuatu yang kusut dalam bidang hukum, sebaiknya diselesaikan dengan mengembalikan kepada dasar pokok yaitu perjanjian konsesi antara Sultan Deli dengan Deli Maatschappij; 2. Jalan keluar mungkin sekali terdapat dalam usaha memikirkan penciptaan bentuk-bentuk baru, perluasan Kota Medan dan status tanah dalam perbatasan Kota Medan. 73 Disamping Grant Controleur dan Grant Deli Maatschappij, ada terdapat Grant yang dipersamakan dengan Grant Sultan yaitu Grant Lama (GL), Verkalring (V), Voorloopig Bewijs, Grant Surat Keterangan dan Grant Gementee. “Yang dimaksud dengan verklaring (V) adalah surat keterangan mengenai sebidang tanah 72 73
Mahadi, Op.Cit, Hal. 251. Ibid, Hal. 252.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
yang berasal dari Grant Sultan yang terletak diwilayah Gementee Medan. Jadi, pada Verklaring tersebut dapat dilihat keterangan mengenai status sebidang tanah Grant Sultan yang dikeluarkan sebelum wilayah Kesultanan beralih kekuasaan Kotapraja”. Verklaring (V), yang merupakan surat keterangan, pada masa kekuasaan Gementee, tertulis dalam tulisan latin berbahasa Belanda, dan pada saat setelah berada di bawah pengawasan Kotapraja, Verklaring tetap bertulisan lain, tetapi berbahasa Indonesia. Sedangkan Voorloopig Bewijs (VB) adalah bukti sementara yang dikeluarkan oleh pemerintah Gementee Medan. Jadi Voorloopig Bewijs (VB tertulis dalam tulisan latin berbahasa Belanda. Grant Lama (GL) yaitu merupakan Grant yang dikeluarkan oleh Sultan Deli yang diberikan kepada seseorang sebagai kurnia, yaitu dengan persyaratan bahwa seorang yang menerima kurnia grant tersebut adalah pemeluk Agama Islam dan Suku Melayu. Jadi Grant Lama (GL) merupakan Grant yang terbitnya bersamaan dengan penerbitan grant yang lain, pada masa awal grant mulai dikenal. Grant Surat Keterangan adalah merupakan Surat Keterangan yang dikeluarkan oleh Pejabat Pamong Praja menggantikan kedudukan Kerajaan Deli, yang berisikan keterangan mengenai kepemilikan atas sebidang tanah dimana keterangan tersebut sebagai pengganti Grant tanah yang telah hilang, yang kemudian keterangan tersebut diumumkan pada beberapa surat kabar. Grant Gementee adalah Grant yang diterbitkan oleh Gementee, ditulis dalam bahasa Belanda, yaitu yang berisi tentang persetujuan antara para pihak. 74
D. Grant Sultan dan Hak Ulayat Masyarakat Melayu “Pemilikan tanah, pada umumnya diawali dengan menduduki suatu wilayah yang oleh masyarakat adat disebut sebagai “tanah komunal (milik
bersama),
khususnya di daerah luar jawa, tanah diakui oleh hukum adat tidak tertulis, baik berdasarkan hubungan keturunan maupun wilayah”. 75 Seiring dengan perubahan pola sosial ekonomi dalam setiap masyarakat, tanah milik bersama masyarakat adat tersebut, secara bertahap dikuasai dan diwariskan
74
Ibid, Hal. 259. http:/tanahkoe.tripod.com/bhumiku/id3.html, Land title and Ownerships, Hak Atas Tanah dan Pemilikan Tanah. 75
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
kepada keturunan. Penguasaan perorangan secara turun-temurun, dan dialihkan melalui transaksi antar individu. Situasi tersebut terus berlangsung di wilayah kesulatanan yaitu di daerah yang dikuasai oleh sultan. 76 Hal ulayat (beschikkingrecht) atas tanah dengan masyarakat hukum adat, merupakan hak yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat hukum adat. Khusus mengenai “hak ulayat masyarakat Melayu yang merupakan bagian dari hak-hak ulayat Indonesia, memiliki corak dan sifat tersendiri, disamping tanah milik adat yang dimaksud, yaitu Grant Sultan. 77 Pada dasarnya, dapat dibedakan antara tanah adat, dengan milik adat. Yang dimaksud dengan “tanah adat adalah tanah masyarakat dan tidak memiliki bukti hakhak atas tanah, seperti tanah di daerah Tapanuli Utara, Karo dan sebagainya. 78 Berbeda dengan tanah milik adat, karena diperkuat dengan bukti hak, contohnya Grant Sultan. Jadi pada prinsipnya, tanah adat sama dengan tanah ulayat, dengan demikian keberadaan tanah ulayat Masyarakat Melayu di Kota Medan memang tidak dapat di pungkiri. Meskipun demikian, “hak ulayat Masyarakat Melayu tidak dapat dibuktikan”. 79 Hal tersebut disebabkan karena ciri-ciri tersebut hanya dapat dilihat jika ada surat, sedangkan pada kenyataannya, meskipun tanah berstatus tanah adat/milik adat, tetapi ada yang dikuasai oleh penggarap, jadi bukan dikuasai oleh pemilik tanah adat yang sebenarnya. Di dalam Pasal 3 dan Pasal 5
76
Ibid. Sumbul Sembiring, Supardi Marbun, Buletin Info Pertanahan, Edisi 02, 1994, Hal. 5. 78 Ibid, Hal. 7. 79 Ibid, Hal. 8. 77
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Undang-undang Pokok Agraria terdapat tentang tanah adat/ulayat. Di dalam Pasal 3 disebutkan bahwa : “Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2, pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi”. Pasal 5 Undang-undang Pokok Agraria menyebutkan bahwa : “Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama”. Berdasarkan isi Pasal 3 Undang-undang Pokok Agraria, dapat dilihat bahwa hak ulayat diakui, akan tetapi apabila di pandang perlu bagi kepentingan nasional dan negara, maka hak ulayat desa tidak diperbolehkan menghalanginya. Di samping itu, “ sepanjang peraturan pemerintah belum ada, maka hukum adat yang berlaku dikuasai oleh hak ulayat”. 80
80
Soedharyo Soimin, 2001, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, Hal.
51.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Dengan demikian, sebenarnya peranan hukum adat, dimana hak ulayat yang merupakan hak tertinggi atas tanah, yang mengatur masalah pertanahan, sepanjang peraturan pemerintah belum mengatur atas hak-hak adat terutama hak ulayat maka peranan hukum adat tetapi sebagai penunjang hukum pertanahan.
E. Grant Sultan Pada Masa Sebelum Berlakunya Undang-undang Pokok Agraria Sebagai akibat dari kebijaksanaan politik hukum pemerintah jajahan Belanda, maka timbul dualisme hukum pertanahan dan terdapat perbedaan antara hukum yang berlaku bagi golongan penduduk yang terdiri dari Golongan Eropa dan Timur Asing pada satu pihak, dan golongan pada pihak lain. Hukum yang berlaku bagi Golongan Eropa dan Timur Asing adalah Hukum Perdata Barat dan hampir semuanya merupakan hukum yang tertulis, sedangkan bagi golongan pribumi berlaku hukum perdata adat. Dualisme dalam hukum tanah tersebut bukan disebabkan karena pemegang hak atas tanah berbeda hukum perdatanya, tetapi disebabkan karena perbedaan hukum yang berlaku terhadap tanahnya. Ada terdapat tanah-tanah dengan hak-hak barat, seperti hak eigendom, hak erpacht dan hak opstal, yang disebutkan dengan tanah-tanah Eropa. Ada juga yang terdapat tanah-tanah dengan hak-hak Indonesia, seperti tanah-tanah dengan hak adat, yang disebut tanah hak adat. Terdapat juga tanah-tanah dengan hak-hak ciptaan Pemerintah Hindia Belanda seperti hak agrarisch eigendom, dan landerijen bezitrecht.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Tanah-tanah dengan hak ciptaan Pemerintah Hindia Belanda pada umumnya diciptakan untuk kepentingan misi politik hukum pemerintah jajahan. Ada juga tanah dengan hak-hak ciptaan Pemerintah Swapraja yaitu Grant Sultan. Tanah-tanah dengan hak adat ciptaan Pemerintah Hindia Belanda dan Swapraja tersebut,” dapat disebut tanah-tanah hak Indonesia, yang cakupan pengertiannya lebih luas dari tanahtanah hak adat. 81 Tanah-tanah hak adat hampir semuanya belum didaftar karena tanah-tanah tersebut tunduk pada hukum Tanah Adat yang tidak tertulis. Jadi tanah-tanah hak adat juga merupakan tanah-tanah hak Indonesia, yang cakupannya lebih luas. Artinya, tanah-tanah dengan hak Indonesia tersebut meskipun merupakan tanah adat, ada pula terdapat tanah milik adat. Jadi tanah milik adat ini berbeda dengan tanah adat, disebabkan tanah milik adat dapat dikategorikan sebagai hak milik dan kemudian didaftarkan. Contohnya, tanah di daerah Swapraja yang berstatus Grant, yang terdapat di Sumatera Timur, maupun yang terdapat di Kesultanan Yogyakarta dan Surakarta. 82 Tanah-tanah yang disebut hak milik adat tersebut, juga didaftar. Akan tetapi tanah-tanah hak milik adat di Jawa, Madura, Bali dan Lombok didaftarkan, melainkan untuk keperluan pemungutan pajak tanah, yaitu Landrente atau Pajak Bumi dan juga terdapat Verponding Indonesia. Khusus mengenai Grant Sultan, yaitu tanah-tanah di daerah Swapraja di Sumatera Timur, berbeda dari tanah hak milik adat yang terdapat di Kesultanan Yogyakarta maupun Surakarta, meskipun daerah Yogyakarta dan Surakarta juga disebut daerah Swapraja dan yang berlaku adalah hukum tanah Swapraja. Ada terdapat beberapa jenis hak atas tanah yang berasal dari tanah bekas hak Swapraja yaitu sebagai berikut :
81 82
Boedi Harsono, Op.Cit, Hal 53. Ibid, Hal. 54.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
1. Hak Hanggaduh; 2. Hak Grant; 3. Hak Konsesi dan sewa untuk perumahan kebun besar. 83 Yang dimaksud dengan hak Hanggaduh adalah hak untuk memakai tanah kepunyaan raja. Jadi didaerah Yogyakarta, semua tanah dianggap adalah kepunyaan raja, sedangkan rakyat hanya dapat menggaduh saja, yaitu memakai tanah raja. Berbeda dengan hak grant di Sumatera Timur, dimana hak grant adalah hak atas tanah, yaitu berdasarkan pemberian raja-raja atau Sultan kepada kaulanya, maupun kepada bangsa asing. Grant yang diberikan Sultan kepada bangsa asing yaitu Grant Controleur (Grant C) dan Grant Deli Maatschappij (Grant D), sedangkan Grant yang diberikan Sultan kepada kaulanya disebut dengan Grant Sultan, yang merupakan perwujudan tentang penentuan hak-hak pribumi atas tanah. 84
F. Grant Sultan Pada Masa Berlakunya Undang-undang Pokok Agraria Grant Sultan, pada masa setelah berlakunya Undang-undang Pokok Agraria dapat dilihat dalam ketentuan konversi, telah ditegaskan dengan nyata bahwa semua hakhak Indonesia (adat) harus dikonversi tanpa perkecualiaan. Akan tetapi, di dalam kenyataannya, sejak diterbitkannya Undang-undang Pokok Agraria, telah terdapat ketidakpastian hukum dari lembaga kesultanan, sehingga hak atas tanah menjadi sangat peka, yang kemudian cenderung dijadikan ajang spekulasi dari orang-orang yang meduduki tanah. Untuk itu dicarikan
jalan keluar yang ditempuh untuk
mengantisipasi masalah spekulasi tersebut yaitu dengan diterbitkannya peraturan Menteri Dalam Negeri SK 26/DDA/1970, yang menetapkan bahwa masa pengajuan permohonan konversi tersebut belum berakhir, yang berarti bahwa batas waktu
83 84
Ibid, Hal. 130. Ibid, Hal. 131.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
permohonan konversi menjadi tidak ada, sepanjang belum diterbitkannya ketentuan yang baru. Disamping itu menurut isi Pasal 56 Undang-undang Pokok Agraria, menerangkan bahwa: “Selama undang-undang mengenai hak milik sebagai tersebut dalam Pasal 51 ayat 1 belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuanketentuan hukum adat setempat dan peraturan-peraturan lainnya mengenai hak-hak atas tanah”. Dengan demikian, jelaslah bahwa hukum adat yang berlaku, meskipun selanjutnya harus disesuaikan dengan ketentuan konversi hak-hak atas tanah, jika statusnya ingin ditingkatkan menjadi hak milik. Jadi, Grant Sultan sebagai tanah hak milik adat harus dilakukan konversinya.
G. Ciri-ciri Grant Sultan Yang Dapat Dikonversi di Kota Medan. Grant Sultan, merupakan bukti kepemilikan tanah bekas milik adat yang diakui berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu berdasarkan bukti yang lama. Dengan demikian, pembuktian hak lama dan hak milik adat dilakukan melalui alat–alat bukti mengenai adanya hak–hak tersebut berupa bukti– bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya dianggap cukup oleh pejabat yang berwenang. Grant Sultan, yang merupakan bukti hak atas tanah, sampai saat sekarang masih banyak terdapat di Kota Medan. Sedangkan untuk dapat mengidentifikasi bahwa sebidang tanah adalah tanah Grant Sultan, “sangat sulit untuk dilihat secara langsung di lapangan, karena sebagian besar tanah tersebut secara fisik dikuasai oleh
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
penggarap. Jadi untuk dapat mengidentifikasi bahwa sebidang tanah adalah tanah Grant Sultan hanya dapat dilihat jika ada bukti tertulis, yaitu berbentuk Grant Sultan”. 85
Secara keseluruhan, jumlah Grant Sultan yang ada di Kota Medan, tidak dapat
dipastikan jumlahnya, meskipun demikian Kantor Pertanahan sampai dengan Tahun 2006 telah mencatat jumlah Grant Sultan yang didaftarkan sebanyak 2161 buah yang dicatat dalam 8 (delapan) buah buku yaitu Buku I s/d VIII dan tersebar di wilayah Tanjung Mulia, Labuhan, Mabar dan Rengas Pulau. Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 30 (tiga puluh) pemilik atau pemegang Grant Sultan di 6 (enam) kecamatan yang dipilih, maka didapat keterangan tentang asal usul kepemilikan Grant Sultan, yaitu sebanyak 60% berasal dari warisan, sebanyak 30 % dari Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi sedangkan sebanyak 10% berasal dari hibah. Perincian data tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1 Asal Usul Kepemilikan Grant Sultan
No 1. 2. 3 4
Jenis Akta Warisan Pelepasan hak dan ganti rugi Hibah Lain–lain Jumlah
Jumlah
n = 30 Persentase
15 10 5 30
60 % 30% 10 % 100%
Sumber Data : Kantor Pertanahan Kota Medan Tahun 2004
85
Hasil Wawancara dengan Bapak Emri, SH, CN, M.Kn, Kepala Tata Usaha, Kantor Pertanahan Kota Medan, Tanggal, 23 Mei 2007.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Pada Grant Sultan yang berasal dari pelepasan hak dan ganti rugi, biasanya aktanya dibuat oleh Notaris, sementara itu Notaris menempuh cara tersebut, yaitu dengan membuat akta pelepasan hak dan ganti rugi terhadap tanah Grant Sultan, karena bagi Notaris, “dianggap bahwa tanah tersebut adalah tanah negara. Hal demikian juga ditinjau dari lembaga Recht verwerking, memang dapat dimaklumi. Karena pada kenyataannya, meskipun Grant Sultan tetap diakui sebagai alat bukti tertulis, akan tetapi hal tersebut adalah berdasarkan penguasaan secara yuridis. Sedangkan secara fisik pada umumnya tanah dikuasai oleh penggarap. Bagi pemilik Grant Sultan diakui sebagai pemegang hak atas tanah Grant Sultan. Jika dilakukan konversi terhadap tanah Grant Sultan, tentu dilakukan terlebih dulu pemeriksaan data fisik dan data yuridis terhadap objek hak atas tanah. Pada umumnya, kenyataan yang ditemukan pada tanah Grant Sultan bahwa : 1. Letak tanah Grant Sultan sulit diidentifikasi di lapangan dikarenakan batas –batas yang disebutkan dalam akta Grant Sultan tidak lagi sesuai dengan keadaan dilapangan; 2. Pada umunya, tanah Grant Sultan banyak digarap oleh pihak lain dalam jumlah besar; 3. Banyak Grant Sultan yang tidak terdaftar sehingga sulit untuk dilakukan pemeriksaan atas kebenaran data tentang Grant Sultan. 86 Sedangkan di sisi lain, kenyataan yang terjadi adalah bahwa tidak jarang luas tanah Grant Sultan melebihi luas batas maksimum kepemilikan tanah. Apabila dilakukan konversi hak atas tanah Grant Sultan tersebut, maka dapat dipastikan pemilik Grant Sultan akan kehilangan hak atas tanahnya sebagaimana tercantum pada 86
Hasil Wawancara dengan Bapak Emri, SH, CN, M.Kn, Kepala Tata Usaha, Kantor Pertanahan Kota Medan, Tanggal, 23 Mei 2007.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
akta Grant Sultan, dan hanya dapat memiliki tanah yang tidak melebihi luas batas maksimum kepemilikan tanah. Dengan demikian, berdasarkan fakta yang terdapat di lapangan, maka terdapat ciri–ciri Grant Sultan yang dapat dikonversi di Kota Medan, yaitu jika Grant tersebut terdaftar dan secara fisik tanah Grant Sultan dikuasai langsung dilapangan oleh pemilik dan atau pemegang Grant Sultan itu sendiri. Sebagai contoh, Grant Sultan yang telah dikonversi tersebut memang terdaftar di dalam register. Setelah dilakukan pemeriksaan data fisik dan data yuridis oleh panitia Pemeriksa Tanah dan telah dipenuhinya segala persyaratan dalam prosedur pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan. Jadi berdasarkan bukti hak atas tanah seperti misalnya Grant Sultan No. 328 yang terdaftar dalam register di Kantor Pertanahan, setelah dikonversi maka dapat diterbitkan sertifikat (misalnya) Hak Milik No. 1317. Pada kenyataannya yang terjadi dilapangan, disamping banyak Grant Sultan yang belum terdaftar, pada umumnya pemilik Grant Sultan Hanya menguasai secara yuridis, sedangkan secara fisik, tanah dikuasai oleh penggarap. Perlu untuk diketahui bahwa penting dilakukan pemeriksaan terlebih dulu terhadap tanah Grant Sultan sebelum menentukan bahwa Grant Sultan tersebut dapat dilakukan upaya pengakuan hak ataukah tidak. Karena jika tanah Grant Sultan terindetifikasi atas kepemilikan seseorang atau person, maka tanah tersebut merupakan tanah milik adat dan dapat dilakukan konversi hak atas tanah menjadi hak milik, dengan upaya pengakuan hak terlebih dahulu. Akan tetapi, jika Grant Sultan terindetifikasi atas milik lembaga kesultanan, maka sejak kemerdekaan, Tanah Grant Sultan menjadi tanah yang diakui langsung oleh negara.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
H. Administrasi Grant Sultan dan Pelaksanaan Konversi Tanah Grant Sultan di Kota Medan. Dalam kenyataannya konversi tanah Grant Sultan yang telah dilaksanakan berdasarkan keterangan data dan informasi yang ada di Kantor Pertanahan, bahwa konversi yang telah dilaksanakan sejak masa berlakunya Undang-undang Pokok Agraria merupakan jenis konversi langsung. Jadi, konversi yang pernah dilaksanakan adalah masa sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Konversi Tanah Grant Sultan pernah dilaksanakan dapat dilihat pada Grant Sultan yang terdaftar pada register yang terdapat di Kantor Pertanahan Kota Medan. Pada Grant Sultan tersebut yang menjelaskan perubahan hak ataupun pernyataan konversi hak atas tanah Grant Sultan. Pada Grant Sultan yang sudah dilakukan konversi terdapat pernyataan yang ditulis langsung pada bagian lembaran Grant yang sudah dikonversi adalah sebagai berikut : 87 Berdasarkan Pasal II ayat I Ketentuan Undang-undang Pokok Agraria menjadi Hak Milik yang berakhir pada tanggal………..
Cap dan tanda tangan
Kepala Kantor Agraria
87
Hasil Wawancara dengan Bapak Emri, SH, CN, M.Kn, Kepala Tata Usaha, Kantor Pertanahan Kota Medan, Tanggal, 23 Mei 2007.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Demikianlah pada Grant Sultan yang sudah dilakukan perubahan hak maupun konversi langsung, maka pada Grant Sultan tersebut terdapat cap, stempel dan tanda tangan dari Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan, untuk memudian grant tersebut dinyatakan terdaftar di Kantor Pertanahan. Setiap kali terjadi perubahan hak atas Grant Sultan yang kemudian didaftarkan, maka terdaftar Grant Sultan yang telah dilakukan perubahan hak maupun konversi tersebut, dibuatkan nomor pendaftaran yang baru, yaitu sesuai dengan nomor perubahan hak yang terakhir kali. Sebagai contoh, jika grant dengan Nomor Register 6, jatuh kepada ahli waris, maka sebenarnya ahli waris dapat melakukan perubahan hak sesuai dengan kebutuhannya, baik dengan melakukan akta pemisahan dan pembagian terhadap Grant Sultan tersebut, atau dengan melakukan konversi langsung, jika memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Terhadap perubahan hak yang dilakukan nomor yang baru, apabila Grant Sultan tersebut didaftarkan. Jadi, jika semula Grant nomor 6 maka setelah terjadi perubahan hak menjadi grant nomor 7 atau lainnya, yang jelas nomor grant mengalami perubahan sesuai dengan perubahan hak yang didaftarkan. Dalam pelaksanaan konversi Tanah Grant Sultan yang sudah pernah dilakukan, merupakan konversi langsung. Hal tersebut dapat dilaksanakan jika pemilik Grant Sultan masih hidup. Cara “melaksanakan konversi Tanah Grant Sultan yang sudah pernah dilakukan di Kantor Pertanahan Kota Medan adalah dengan menempuh prosedur yang sudah ditentukan,” yaitu dengan cara sebagai berikut :
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
1. 2. 3. 4.
Pemohon diwajibkan membuat permohonan pendaftaran konversi dengan melampirkan Grant Sultan yang dimiliki; Terhadap objek tanah Grant Sultan kemudian direkondtruksi di lapangan untuk meneliti data fisik tanah Grant Sultan; Setelah dilakukan pengukuran data fisik, maka terhadap pemohon, dibebankan biaya pengukuran; Pemohon juga diwajibkan untuk membayar biaya pendaftaran. 88 Untuk lebih jelasnya, prosedur pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan yang
dilakukan di Kantor Pertanahan dapat dirinci berdasarkan uraian dan penjelasan berikut ini. Grant Sultan terbagi atas : 1.
Grant Sultan terdaftar;
2.
Grant Sultan tidak terdaftar. Terhadap Grant Sultan yang terdaftar, dan jika pemilik langsung masih
hidup, maka upaya pelaksanaan konversi langsung dapat dilakukan yaitu dengan cara pemilik langsung Grant Sultan tersebut membuat permohonan ke Kantor Pertanahan atas nama pemilik. Jika syarat-syarat yang telah ditentukan sesuai perundangundangan yang berlaku terpenuhi, maka terhadap pemohon konversi yaitu pemilik Grant Sultan dikenakan biaya pengukuran tanah, akan tetapi terhadap pemohon tidak dikenakan BPHTB dan uang pemasukan. Jadi hanya dikenakan biaya ukur, baru dapat diterbitkan sertipikat. Terhadap Grant Sultan yang terdaftar, akan tetapi pemilik langsung sudah meninggal dunia dan Grant Sultan telah beralih kepada ahli waris, maka upaya yang ditempuh untuk pelaksanaan konversi atau pengakuan hak dilakukan oleh ahli waris, 88
Hasil Wawancara dengan Bapak Ridwan Nasution, SH, CN, Kepala Seksi Pendafaran Tanah, Kantor Pertanahan Kota Medan, Tanggal, 23 Mei 2007.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
jadi ahli warislah yang mengajukan konversi, berdasarkan keterangan waris. Setelah syarat-syarat untuk melakukan konversi telah terpenuhi sesuai Perundang-undangan yang berlaku, maka pemohon ( dalam hal ini ahli waris ) akan dikenakan biaya pembuatan daftar data yuridis dan data fisik bidang tanah sebagai lampiran pengumuman. Kepala kantor Pertanahan akan membuat penguman tentang data fisik dan data yuridis terhadap pengakuan hak, yang di mohonkan tersebut, baik di Kantor Pertanahan maupun dimuat di Media Massa, yaitu Surat kabar. Pengumuman yang dibuat adalah dimaksudkan sebagai pemberitahuan kepada khalayak ramai atau masyarakat umum,” yang bertujuan untuk memancing reaksi dari pihak yang lebih berhak.” Pada Grant Sultan tidak yang terdaftar, juga terdapat suatu kondisi, dimana grant Sultan yang terdaftar tersebut tidak lagi berada di tangan pemilik langsung ataupun pada ahli warisnya, melainkan sudah dialihkan kepada pihak lain, sebelum dilakukan upaya konversi. Peralihan hak yang dilakukan biasanya berbentuk pelepasan hak dan ganti rugi baik yang dilakukan oleh Notaris ataupun oleh Camat. Dalam kondisi yang demikian, maka jika pemegang Grant Sultan hendak mengajukan permohonan konversi, ada beberapa tahapan yang harus dijalani yaitu sebagai berikut: Pada tahap pertama, jika pemohon konversi telah melengkapi persyaratan permohonan berdasarkan peraturan Perundangan yang berlaku, maka proses permohonan tersebut selanjutnya ditentukan berdasarkan hasil penelitian Panitia Pemeriksa Tanah (Panitia A), yang terdiri dari: 1. Kepala Seksi Hak-hak Atas Tanah atau staf hak-hak atas tanah yang senior dari Kantor Pertahanan Kota, sebagai ketua merangkap anggota;
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
2. Kepala seksi pengukuran dan pendaftaran tanah atau staf seksi pengukuran dan pendaftaran tanah atau staf seksi pengukuran dan pendaftaran tanah yang senior dari Kantor Pertanahan Kota, sebagai wakil ketua merangkap anggota; 3. Kepala seksi atau staf yang ditunjuk mewaliki seksi pengaturan penguasaan tanah, penatagunaan tanah Kantor Pertahanan Kota, Kepala Desa/Lurah/Kelurahan yang ditunjuk untuk mewakili sebagai anggota; 4. Kepala sub seksi pengurusan hak atas tanah atau staf yang ditunjuk sebagai sekretaris merangkap anggota. 89 Jadi terhadap Grant Sultan yang terdaftar tetapi sudah beralih kepada pihak ketiga, sebelum dilakukan konversi, berdasarkan hasil penelitian Panitia A, dikategorikan sebagai tanah negara. Demikianlah dalam prakteknya, Notaris maupun camat yang membuat Akta pelepasan hak dan Ganti Rugi terhadap tanah Grant Sultan yang sudah beralih kepada pihak ketiga, berdasarkan kenyataan bahwa tanah tersebut sudah dianggap kembali menjadi tanah negara, berdasar keterangan pada tabel tentang asal-usul kepemilikan Grant Sultan. Sebagaimana halnya pemohonan hak atas tanah, terhadap pemohon dikenakan biaya surat ukur yaitu, tentang daftar dan fisik tanah. Jika persyaratan tersebut telah dipenuhi pemohon, maka akan diterbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak, selanjutnya pemohon hak atas tanah dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Uang Pemasukan Kepada Negara (UP). Uang Pemasukan tersebut dibayar kepada Bendahara Khusus Penerimaan Uang pemasukan tersebut. Selanjutnya, apabila semua persyaratan telah dipenuhi baru kemudian dapat diterbitkan sertipikat.
89
Hasil Wawancara dengan Bapak Emri, SH, CN, M.Kn, Kepala Tata Usaha, Kantor Pertanahan Kota Medan, Tanggal, 23 Mei 2007.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Mengenai Grant Sultan yang tidak terdaftar dalam register di Kantor Pertanahan, maka jika pemegang Grant Sultan bermaksud mengajukan permohonan konversi hak atas tanah, prosedur yang harus ditempuh sama dengan
prosedur
permohonan atas tanah negara. Hanya saja Grant Sultan yang tidak terdaftar pada Register tersebut, kemudian dapat dijadikan tanda bukti hak atau bukti perolehan hak atas tanah. Meskipun demikian keabsahan bukti hak, yaitu Grant Sultan tidak terdaftar tersebut terlebih dahulu diteliti oleh Panitia A. Bagaimanapun juga, pemegang Grant Sultan yang tidak terdaftar, tentu berada pada posisi yang kurang menguntungkan, dikarenakan prosedur yang ditempuh butuh waktu yang relatif lama untuk pelaksanaan konversi. Artinya tidak sama sederhananya jika Grant Sultan tersebut terdaftar, apabila jika yang memegang bukti grant adalah pemilik langsung atau ahli warisnya. Pelaksanaan konversi hak atas tanah Grant Sultan yang telah dilakukan sejauh ini yaitu dengan cara diberi stempel, cap, dan tanda tangan dari Kepala Kantor Pertanahan. Sedangkan bentuk Grant Sultan tersebut tetap sedemikian rupa, tidak dilakukan perubahan terhadap klausula-klausula yang ada pada Grant Sultan, hanya saja dalam proses pengakuan hak, dinyatakan dengan menambah kalimat yang menjelaskan tentang dilakukannya pengakuan hak, kemudian pada grant dibubuhi stempel, cap dan tanda tangan dari Kepala Kantor Pertanahan.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
BAB III KENDALA YANG MENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN KONVERSI HAK ATAS TANAH ADAT A. Masalah Pertanahan Mengenai Grant Sultan Di dalam diktum kedua Undang-undang Pokok Agraria memuat ketentuan tentang konversi, yaitu mengatur tentang konversi hak-hak atas tanah sebelum berlakunya Undang-undang Pokok Agraria. Grant Sultan sebagai bukti hak atas tanah yang sejak masa sebelum berlakunya Undang-undang Pokok Agraria dapat dikonversi menjadi hak milik. Akan tetapi, di dalam kenyataannya “kebendaan tanah Grant Sultan dapat menimbulkan beberapa masalah karena alasan sebagai berikut”. 1. Letak tanahnya sulit diidentifikasi di lapangan; 2. Tanah Grant Sultan banyak digarap oleh pihak lain dalam jumlah besar; 3. Banyak terdapat Grant Sultan yang tidak terdaftar” 90 Letak tanah Grant Sultan, sulit diidentifikasi di lapangan berdasarkan kenyataankenyataan, sebagai berikut : 1. Ada letak tanah bekas Grant Sultan yang masih dapat di rekontruksi karena detail–detail yang tergambar di peta, seperti parit, jembatan atau bangunan (lama) ternyatab hingga saat ini masih terdapat dilapangan; 2. Ada tanah bekas Grant Sultan yang masih dapat diperkirakan letaknya, tetapi sulit untuk di konstruksi karena detail–detail yang tergambar di peta sudah banyak berubah atau tidak sesuai lagi dengan keadaan saat ini akibatnya ada pelebaran jalan atau perubahan penggunaan tanah, misalnya perumahan. 91 Dalam rangka menjamin kepastian hukum, UUPA Pasal 19 memerintahkan diselenggarakannya pendaftaran tanah. Lebih lanjut diatur dalam PP No. 24 Tahun
90
Makalah Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Sumatera Utara, Oktober 1996, Op.Cit, Hal. 2. 91 Ibid, Hal. 7
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
1997 sebagai penyempurnaan dari PP No. 10 Tahun 1961 sebagai peraturan pelaksanaannya maka pelaksanaan pendaftaran tanah merupakan kewajiban bersama antar pemerintah dan pemegang hak atas tanah. Dengan adanya pendaftaran tersebut akan memberi manfaat yaitu mengangkat nilai ekonomis tanah atau memudahkan pelaksanaan transaksi baik untuk dialihkan haknya maupun untuk dijadikan jaminan dalam hak tanggungan. Setiap negara manapun, semua penduduk atau masyarakatnya sangat mendambakan dan membutuhkan perlindungan hukum dan kepastian hukum. Untuk memberikan jaminan kepastian hukum atas penggunaan/pemilikan tanah di Indonesia maka UUPA telah menggariskan kepada pemerintah agar menyelenggarakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Indonesia, dimana dalam pelaksanaan pendaftaran tanah tersebut alat bukti kepemilikan tanah mempunyai peran yang sangat menentukan. Secara normatif ketentuan peraturan perundang-undangan tentang pendafaran tanah akan semakin lengkap, namun efektifitas berlakunya perlu di tunjang dengan pelaksanaan secara konsisten oleh para pelaksana pendaftaran tanah. Tidak kurang pentingnya dukungan dari masyarakat terhadap pelaksanaan pendaftaran tanah. Pemahaman terhadap ketentuan-ketentuan berkenaan dengan pendaftaran tanah adalah merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat yang cenderung bersifat kritis. Dalam melakukan pendaftaran tersebut ada kalanya timbul suatu kendala dan permasalahan, baik yang dihadapi oleh Pemerintah (BPN) ataupun pihak dari masyarakat. Untuk mengetahui faktor penyebab pendaftaran hak atas tanah yang
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
berasal dari tanah Negara tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan dapat diketahui melalui 30 responden yang menjadi sumber dari data primer dalam penelitian. “Dari pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan yang dilakukan di Kota Medan, sejauh ini hanya sebatas pada pendaftaran pengakuan hak, jadi pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan yang dilakukan hanya sebatas pemberian cap, stempel dan tanda tangan Kepala Kantor Pertanahan.” 92 Selanjutnya pemohon diberi waktu selama tiga bulan untuk kemudian mendaftarkan kembali permohonan konversi tersebut. Untuk menindak lanjuti pelaksanaan konversi hak atas tanah hingga tuntas sesuai dengan peraturan yang tertulis di dalam Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, tentu membutuhkan waktu dan biaya yang relatif mahal, misalnya biaya Surat Ukur dan Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB). Disamping itu, konversi hak atas tanah Grant Sultan hanya dapat dilakukan terhadap Grant Sultan yang memenuhi persyaratan. Dari hasil penelitian yang dilakukan di Kantor Pertanahan Kota Medan terhadap beberapa orang pemegang Grant Sultan yang dipilih sebagai sampel penelitian, maka didapat beberapa kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan di Kota Medan yaitu :
93
92
Hasil Wawancara dengan Bapak Emri, SH, CN, M.Kn, Kepala Tata Usaha, Kantor Pertanahan Kota Medan, Tanggal, 23 Mei 2007. 93 Hasil Wawancara dengan Bapak Emri, SH, CN, M.Kn, Kepala Tata Usaha, Kantor Pertanahan Kota Medan, Tanggal, 23 Mei 2007.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
1. Kurangnya pengetahuan pemegang Grant Sultan mengenai konversi hak atas tanah. Dari 30 (dua puluh) orang pemegang Grant Sultan, hanya sekitar empat puluh persen (40, %) yang mengetahui tentang konversi hak atas tanah, sedangkan sebanyak enam puluh persen (60,%) dari jumlah sampel tidak mengetahui tentang konversi hak atas tanah itu disebabkan karena pemegang grant sultan kurang memahami arti tentang konversi itu sendiri, dan itu disebabkan karena kurangnya penyuluhan ataupun seminar yang dilakukan oleh pemerintah ataupun instansi Kantor Pertanahan setempat. 94
2. Sulitnya diidentifikasi letak tanah Grant Sultan di lapangan. Untuk melaksanakan konversi atas hak tanah, maka dilakukan penelitian data fisik tanah, yaitu untuk kegiatan pembuatan Surat Ukur. Dari hasil penelitian yang dilakukan, banyak terdapat Grant Sultan yang tidak memiliki ukuran batas yang akurat, meskipun pada grant, telah disebutkan luas tanah dan batas-batasnya. Pada umumnya luas tanah yang disebutkan pada Grant Sultan tidak sesuai dengan ukuran yang ada dilapangan, ditambah lagi dengan kenyataan bahwa pada tanah Grant Sultan, tidak dipasang tanda batas. Pada tanah Grant Sultan tidak dilakukan pengukuran secara kadastral, padahal pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah merupakan teknis dari kadaster. Hal tersebut disebabkan karena pada saat grant diterbitkan, pada awalnya orang tidak terlalu mempermasalahkan tentang batas dan luas tanah yang dimiliki dikarenakan jumlah penduduk pada masa itu masih jarang dan masih banyak areal tanah yang 94
Hasil Wawancara dengan Bapak Safruddin Chandra, SH, CN, M.Kn, Staf Pendaftaran dan Peralihan Hak, Kantor Pertanahan Kota Medan, Tanggal, 26 Mei 2007.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
sangat luas dan belum dimanfaatkan. Di samping itu juga belum dilakukan pengukuran desa demi desa sebagaimana daerah-daerah yang ditunjuk Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional. Sedangkan batas-batas tanah yang disebut pada Grant Sultan yang diteliti, sebagian besar masih dapat diperkirakan letaknya, akan tetapi sulit untuk direkonstruksi karena detail yang disebutkan pada Grant Sultan sudah banyak berubah tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang, baik akibat adanya pelebaran jalan ataupun perubahan penggunaan tanah. Meskipun demikian, sebagian kecil tanah Grant Sultan, letak tanahnya masih dapat direkonstruksi di lapangan, karena detail yang disebutkan pada Grant Sultan masih ada. Dari penelitian yang dilakukan terhadap tiga puluh sampel yang dipilih, maka didapat data, wilayah Tanjung Mulia, Labuhan, Mabar dan Rengas Pulau, sebanyak 30 % (tiga puluh persen) Grant Sultan yang sulit direkonstruksi di lapangan, yaitu sejumlah 70 % (tujuh puluh persen) dari jumlah sampel. Data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2 Keadaan Letak Tanah Grant Sultan yang Terdapat di Kota Medan n = 30 No
Keadaan Letak Tanah Grant Sultan
Jumlah
Persentase
1
Tidak mengalami perubahan
10
30 %
2
Sudah mengalami perubahan
20
70 %
30
100%
Jumlah
Sumber Data Kantor Pertanahan Kota Medan Tahun 2007
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
3. Banyaknya tanah Grant Sultan yang secara fisik tidak dikuasai langsung oleh pemegang Grant Sultan, tetapi diduduki oleh penggarap, bahkan secara turun temurun. Hal tersebut tentu menghambat pelaksanaan konversi hak atas tanah Grant Sultan. Pada umumnya, tanah Grant Sultan yang secara fisik dikuasai oleh penggarap, berukuran sangat luas, berukuran sangat luas. Luas tanah Grant Sultan tersebut tidak jarang merupakan kelebihan batas maksimum kepemilikan tanah. Sebagai contoh, tanah Grant Sultan Nomor 1845 seluas 99,99 Ha, terdaftar di Kantor Pertanahan Kota Medan, sedangkan Grant Sultan Nomor 1847 102,30 Ha.
Tabel 3 Data Mengenai Tanah Grant Sultan yang Dikuasai oleh Penggarap
No Grant Sultan 1
No. 1845
Tanggal
Jumlah Penggarap yang Menguasai Tanah
14 Januari
415 Kepala Keluarga
1914 2
No. 1847
15 Nopember
203 Kepala Keluarga
1920 Jumlah
618 Kepala Keluarga
Sumber Data : Kantor Pertanahan Kota Medan Tahun 2007 4. Banyaknya pemegang Grant Sultan yang memperoleh Grant, selaku ahli waris, sedangkan pemegang Grant Sultan yang asli pada umumnya sudah meninggal dunia Dari jumlah sampel yang dipilih yaitu sebanyak 30 orang sampel, sebanyak 19 pemegang Grant Sultan adalah berasal dari warisan.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Masalah kendala yang timbul dalam pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan jadi semakin bertambah, disebabkan tanah Grant Sultan yang berasal dari warisan terkadang sudah dialihkan sebelum dilaksanakannya konversi Grant Sultan tersebut. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam tabel 4, bahwa dari 30 pemegang Grant Sultan, sebanyak 30 Grant Sultan sudah dialihkan kepada pihak lain. Bahkan tidak jarang terjadi, bahwa peralihan hak yang dilakukan ahli waris, terkadang tanpa seizin ahli waris yang lainnya, artinya pada Grant Sultan, belum dilaksanakannya pemisahan dan pembagian terlebih dulu sebelum dialihkan. Hal tersebut terlihat dari warisan, dari sebanyak 30 Grant Sultan yang sudah dialihkan, terdapat sebanyak 19 (sembilan belas) Grant Sultan yang sudah dialihkan secara di bawah tangan, jadi jumlah tersebut adalah 55,6% dari jumlah Grant Sultan yang sudah dialihkan dan berasal dari warisan, sebanyak 9 (sembilan) Grant Sultan yang sudah dialihkan secara Perikatan Jual Beli yang dibuat oleh Notaris jadi jumlah tersebut adalah 33,3% dari jumlah Grant Sultan yang sudah dialihkan dan berasal dari warisan, sedangkan sebanyak 2 (dua) Grant Sultan yang sudah dialihkan secara hibah, jadi jumlah tersebut adalah 11,1% dari jumlah Grant Sultan yang sudah dialihkan dan berasal dari warisan.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Tabel 4 Grant Sultan yang sudah Dialihkan Sebelum Dikonversi
No. 1.
Cara Peralihan Hak
Asas Perolehan Grant Sultan
Dengan cara dibawah
n = 30 Jumlah Persentase
Warisan
19
55,6%
tangan 2.
Perikatan jual beli
Warisan
9
33,3%
3.
Hibah
Warisan
2
11,1
30
100%
Jumlah Sumber Data : Kantor Pertanahan Kota Medan Tahun 2006
Apabila tanah Grant Sultan beralih kepada ahli waris secara otomatis, yaitu jika pemegang Grant Sultan telah meninggal dunia, maka seyogianya warisan tersebut dilengkapi dengan keterangan waris dan tanah yang diwariskan secara fisik dikuasai oleh ahli waris. Di dalam kenyatannya dari 30 jumlah pemegang Grant Sultan yang berasal dari warisan, hanya sebanyak 11 pemegang Grant Sultan yang dilengkapi dengan keterangan waris, yaitu sebanyak 42,1 % dari jumlah sample, yang tidak dilengkapi dengan keterangan waris sebanyak 19, yaitu 57,9 % dari jumlah sample, Sedangkan jumlah selebihnya, bahkan sebagian terkait masalah sengketa tanah antara ahli waris. Dara tersebut dapat dilihat dari tabel berikut ini :
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Tabel 5 Status Tanah Grant Sultan yang Berasal dari Pewarisan No
Status Tanah Grant Sultan
Jumlah
n = 30 Persentase
1
Dilengkapi dengan keterangan waris
11
42,1%
2
Tidak dengan keterangan waris
19
57,9%
30
100%
Jumlah
Sumber Data : Kantor Pertanahan Kota Medan Tahun 2006
Tabel 6 Tanah Grant Sultan yang Berasal dari Warisan yang Terkait Sengketa Tanah n = 30 No Keadaan Tanah Grant Sultan Jumlah Persentase 1
Dalam sengketa
9
31,6%
2
Tidak terkait sengketa
13
42,1%
3
Lain-lain
8
26,3%
30
100%
Jumlah
Sumber Data : Kantor Pertanahan Kota Medan Tahun 2006 5. Biaya yang masih mahal Berdasarkan hasil penelitian selain kurang memahami fungsi dan kegunaan sertifikat, jenis pekerjaan responden juga turut mempangaruhi pendaftaran hak atas tanah yang berasal dari tanah Grant Sultan, karena berdasarkan hasil penelitian penghasilan yang diperoleh masyarakat kecil, sehingga mempengaruhi untuk mendaftarkan tanah yang berasal dari tanah Negara. Besarnya biaya menimbulkan kurangnya minat masyarakat untuk mendaftarkan hak atas tanah. Berdasarkan hasil
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
wawancara responden yang sudah mendaftarkan hak atas tanahnya bahwa
95
“biaya
yang diperlukan sangat mahal karena memerlukan biaya Rp. 1.500.000,- s/d Rp. 3.000.000,-. Sehingga untuk ukuran responden sangat berat karena sehari-hari responden memiliki pendapatan yang tidak besar dengan pekerjaan karyawan swasta.” Berdasarkan hasil wawancara dengan responden bahwa “tidak mendaftarkan tanahnya pada Kantor Pertanahan
96
dikarena biaya untuk memperoleh sertifikat,
sangat mahal dikarenakan banyaknya grant sultan dikota medan haknya diperoleh berdasarkan warisan dan diperoleh berdasarkan pelepasan hak yang dibuat dihadapan notaris. Sedangkan menurut Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1992, tidaklah sebesar yang dikeluarkan oleh masyarakat.” Dan hasil wawancara yang sudah mendaftarkan haknya bahwa
97
“pengurusan sertifikat dengan
permohonan sendiri yaitu sebesar Rp. 1.500.00,- s/d Rp. 2.500.000,-“ Sedangkan biaya pendaftaran tanah yaitu biaya pembuatan sertifikat hanya sebesar Rp. 1.000,sehingga biaya dengan permohonan sendiri lebih besar dibandingkan dengan Peraturan Kepala BPN N0. 2 Tahun 1992.
95
Hasil Wawancara dengan Bapak Zulkarnaen Hasibuan, Tanggal 19 Mei 2007. Hasil Wawancara dengan Bapak Sopar Siburian, SH, CN, Tanggal, 6 Juni 2007. 97 Hasil Wawancara dengan Bapak Zulkarnaen Hasibuan, Tanggal 19 Mei 2007. 96
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Sebagaimana apa yang telah ditentukan dalam Pasal 2 PP No. 24 Tahun 1997 Jo Pasal 11 ayat 4 Jo Pasal 19 UUPA bahwa “pendaftaran dilaksanakan berdasarkan atas terjangkau dan memperhatikan kepentingan masyarakat ekonomi lemah. Menurut Pasal 2 PP No. 24 Tahun 1997, mengertikan terjangkau dimaksudkan adalah “keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhaitikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah, artinya pelayanan serta pembiayaan yang diwajibkan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh para pihak yang memerlukan”. Tarif pelayanan ini tidak termasuk biaya transportasi ke lokasi tanah yang dimohonkan tersebut, dalam mendapatkan data yang menyangkut pembiayaan tambahan diluar biaya pendaftaran tanah, sehingga mengalami kesulitan dan kendali hal ini disebabkan karena Pejabat Kantor Pertanahan tidak bisa menetapkan total pembiayaan minimal menyangkut biaya-biaya tambahan seperti biaya komodasi dan transportasi petugas lapangan dan sebagainya. Berarti masyarakat harus mengeluarkan biaya-biaya lain, selain dari biaya pendaftaran tanah oleh karena itu biaya yang ditanggung setiap pemohon pendaftaran tanah berbeda-beda pada setiap lokasi tanah, di samping itu perincian terhadap biayabiaya tersebut tidak ada secara resmi dikeluarkan dari kantor pertanahan sehingga menimbulkan kesan bahwa tidak adanya kepastian biaya yang diperlukan dalam suatu pendaftaran tanah. Berdasarkan
dari
hasil
wawancara
dengan
responden
yang
sudah
mendaftarkan hak atas tanahnya, mengatakan bahwa “pembiayaan pendaftaran tanah,
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
dimana mereka mengatakan bahwa kantor Pertanahan tidak pernah menentukan secara jelas dan pasti biaya standar yang harus dipenuhi dalam pendaftaran tanah termasuk biaya tambahan di lapangan, sehingga, biaya-biaya tersebut terkesan tidak pasti dan mahal. 98 Sebagaimana besar masyarakat pengurus sertipikatnya melalui perantara, ini disebabkan
karena
masyarakat
tidak
mengerti
untuk
mengurusnya,
dan
mengakibatkan biaya yang dikeluarkan lebih besar dari pada pengurus sendiri. Dalam proses pemberian hak, pemohon pendaftaran tanah diharuskan membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ( BPHTB ) yang merupakan penerimaan Negara yang sebagian besar diserahkan kepada pemerintah daerah dalam rangka memantapkan otonomi daerah. Yang menjadi objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan yang dapat berubah tanah, termasuk tanaman di atasnya, tanah dan bangunan. Perolehan hak meliputi baik perolehan hak yang sudah ada melalui pemindahan hak. Untuk kesederhanaan dan memberikan kemudahan bagi wajib pajak ( WP ), tarif ditetapkan tunggal, yaitu sebesar 5% ( lima persen ). Dasar pengenaan pajak adalah nilai perolehan objek pajak ( NPOP ). NPOP dapat berupa harga transaksi atau nilai pasar objek pajak. Untuk pemberian hak baru dasar pengenaan pajak berupa nilai pasar objek pajak.
98
Hasil Wawancara dengan Bapak Zulkarnaen Hasibuan, Tanggal 19 Mei 2007.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Undang-Undang No. 20 Tahun 2002 tentang BPHTB memerlukan nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP) sebesar Rp. 30.000.000,(tiga puluh juta rupiah). Besarnya NPOPTKP tersebut dapat diubah dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi serta perkembangan harga umum tanah atau bangunan. Penerimaan BPHTB diarahkan untuk pembangunan daerah, khususnya untuk mendukung perkembangan otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Selain BPHTB, masyarakat juga diberatkan dengan biaya memasukkan untuk membuat sertifikat. Selain itu juga, tujuan pokok UUPA adalah sebagaimana disebutkan dalam penjelasan umum, “meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertahanan.” Biaya pemasukan diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 46 Tahun 2002 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku pada Badan Pertahanan Nasional. Pengertian dari biaya Pemasukan menurut Pasal 1 PP No. 46 Tahun 2002, yaitu “ uang yang harus dibayar kepada Negara oleh setiap penerima hak atas tanah Negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagai pengakuan atas hak menguasai Negara.” Pemerintah memberikan keringanan terhadap masyarakat yang tidak mampu dibebaskan dalam pembayaran uang pemasukan ini, terlihat pada Pasal 21 PP No. 46 Tahun 2002, yaitu : 1. Badan Keagamaan, Badan Sosial, Masyarakat Miskin atau Masyarakat Tidak Mampu dibebaskan dari tarif Pelayanan Pendaftaran Tanah untuk Pertama kali.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
2. Tarif pengukuran rincikan dalam kegiataan redistribusi tanah secara swadaya ditetapkan 75% dari ketentuan tariff terendah di kantor Pertanahan Kabupaten /Kota yang bersangkutan. 3. Pengenaan Uang Pemasukan Dalam Rangka Penetapan Hak Atas Tanah dapat dikenakan sebesar Rp. 0,00 terhadap pemberian hak milik atas tanah yang berasal dari tanah Negara dalam rangka Prona, Proyek Operasional Nasional Agraria/Pertanahan Daerah ( PRONADA ), Proyek Hak Daerah Transmigrasi, Redistribusi dan Konsolidasi tanah, dan HGU dan HP yang berasal dari obyek PRONA, Konsolidasi tanah yang masih tercatat atas nama bekas pemegang semula yang diterbitkan sebelum PP ini. Dalam penjelasan Pasal 19 UUPA dikatakan bahwa pendaftaran tanah ini akan diselenggarakan dengan cara yang sederhana dan mudah dimengerti serta dijalankan (terjangkau) oleh rakyat yang bersangkutan. Dari penjelasan Pasal 19 tersebut diatas terkandung azas terjangkau dalam upaya pendaftaran tanah diseluruh Indonesia. Pasal 19 UUPA tersebut kemudian dipertegas oleh Pasal 2 PP No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran yang berbunyi bahwa pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan azas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka. Sementara arti dari azas terjangkau dimaksudkan keterjangkauan bagi pihakpihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah, artinya pelayanan serta pembiayaan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh para pihak yang memerlukan.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Bahkan dalam keadaan-keadaan (kondisi) masyarakat tertentu segala pembiayaan yang bersangkutan dengan pendaftaran termasuk dalam ayat 4 Pasal 19 UUPA dengan ketentuan bagi rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut. Artinya bahwa penyelenggaraan pendaftaran tanah sebagai jamninan kepastian hukum tersebut benar-benar berpihak kepada rasa keadilan dan kemanusiaan terutama masyarakat ekonomi lemah. Hal ini terdapat pada pasal 11 ayat 2 UUPA telah menggariskan tentang menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan ekonomi lemah. Ketentuan ini lebih lanjut ditambahkan oleh Pasal 61 ayat 2 PP No. 24 Tahun 1997, yang menyebutkan bahwa atas permohonan yang bersangkutan, Menteri atau Pejabat yang ditunjuk dapat membebaskan pemohon dari sebagian atau seluruh biaya sebagaimana dimaksud ayat 1, jika pemohon dapat membuktikan tidak mampu membayar biaya tersebut. Pasal 19 UUPA jo PP No. 24 Tahun 1997 Pasal 2, mengenai azas terjangkau, tidak berjalan sebagaimana yang telah ditentukan. Mengakibatkan nmasyarakat berpendapat bahwa untuk melakukan pendaftaran tanah dan menerbitkan sertifikat adalah hal yang sulit dan memerlukan biaya yang mahal. Pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan yang dilaksanakan sejauh ini adalah sebatas diberi cap, stempel dan tanda tangan dari Kepala Kantor Pertanahan. Sedangkan selama jangka waktu 3 bulan, pemohon pendaftaran konversi diwajibkan mendaftarkan kembali ke Kantor Pertanahan guna pelaksanaan pembuatan Surat Ukur. Akan tetapi kewajiban tersebut sebagian besar tidak dilaksanakan oleh pemohon konversi, karena pertimbangan biaya.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
6. Dikarenakan banyak Grant Sultan yang tidak terdaftar di Kantor Pertanahan Kota Medan. Untuk mengetahui bahwa suatu grant tidak terdaftar adalah dengan memeriksa nomor yang tertera pada grant. Jika pada Grant Sultan ternyata nomornya kosong dan tidak terdapat di dalam register, itu berarti bahwa grant tersebut pernah di keluarkan, akan tetapi tidak terdaftar. Di samping itu, ada juga terdapat grant yang bernomor tetapi tidak terdaftar di dalam register. Hal itu antara lain disebabkan pada awalnya ketika grant diterbitkan, tidak diteliti terlebih dahulu atas tanah yang dituliskan sebagai Grant Sultan, padahal tanah tersebut telah dikerjakan atau digarap oleh pihak lain. Kondisi tersebut terus berlangsung hingga tiba masanya suatu tanah Grant Sultan harus mengalami perubahan, misalnya untuk kepentingan pembangunan perumahan, jalan, atau industri, yang perlu diselesaikan dengan jalan pembebasan tanah, barulah masalah yang terkait dengan ganti rugi berhubungan dengan pembebasan tanah tersebut, bermunculan. Terlebih lagi tidak lengkapnya register register Grant Sultan, berpotensi menimbulkan manipulasi pemalsuan Grant Sultan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Terhadap Grant Sultan yang tidak terdaftar, untuk memastikan keabsahan dan kebenaran bukti Grant Sultan adalah sulit. Sebab, “pernah dilakukan pemeriksaan ulang ke Lembaga Kesultanan yang kini lebih dikenal dengan Kerapatan Adat, tanpak
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
bahwa Grant yang dikeluarkan tidak di bukukan”. 99 Dengan demikian, terlihat bahwa Grant Sultan, pada saat diterbitkan tidak didukung dengan pengamanan pencatatan register apapun juga. Jadi, tidak dapat diketahui berapa yang sudah diterbitkan, juga tidak ada kejelasan mengenai letak objek tanah yang dicatat oleh pihak kesultanan. Disamping itu, terkadang agak sulit dibedakan antara Grant Sultan milik pribadi dengan Grant Sultan bekas milik Kesultanan disebabkan banyaknya Grant Sultan yang tidak terdaftar. Hal tersebut tentu condong berpotensi menimbulkan permasalahan dan hambatan dalam pelaksanaan konversi hak atas tanah Grant Sultan.
7. Faktor kurang memahami fungsi dan kegunaan sertifikat Faktor kurang memahami fungsi dan kegunaan sertifikat salah satunya akibat kurangnya pengetahuan masyarakat tentang sertipikat, sehingga dapat berpengaruh dalam hal pendafaran hak atas tanah yang berasal dari tanah Negara. Kurangnya pengetahuan masyarakat untuk memahami fungsi sertifikat, hal ini disebabkan tidak pernah diadakan penyuluhan dan penerangan yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan untuk memberikan penerangkan fungsi sertifikat dan kegunaan sertifikat. Dengan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang arti dan kegunaan sertifikat, sehingga masyarakat tidak berminat untuk mendafarkan hak atas tanah.
99
Hasil Wawancara dengan Bapak Emri, SH, CN, M.Kn, Kepala Tata Usaha, Kantor Pertanahan Kota Medan, Tanggal, 23 Mei 2007.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Dari hasil penelitian di Kantor Pertanahan Kota Medan sangat sedikit sekali masyarakat yang mengerti arti dan kegunaan sertifikat dan kebanyakan yang tidak mengerti arti dan kegunaan sertifikat. Berdasarkan hasil wawancara dengan Rudy Haposan Siahaan, SH, “bahwa program pelaksanaan penyuluhan yang menyangkut tentang pertanahan yang diadakah di desa-desa memang sudah lama tidak dilakukan serta banyak pemilik tanah belum mendaftarkan hak atas tanahnya pada Kantor Pertanahan karena kurangnya penyuluhan oleh Kantor Pertanahan setempat.” 100 Berdasarkan hasil wawancara Tumpal Leo Nardo, SH mengatakan bahwa : “Grant Sultan yang dimiliki masyarakat tidak perlu lagi didaftarkan, karena kepastian hukumnya juga sama dengan sertifikat karena menurut mereka, dengan surat yang dimilikinya masyarakat bisa melakukan perbuatan hukum, seperti melakukan transaksi jual beli, hibah, sewa menyewa dan sebagainya.” 101 Berdasarkan hasil wawancara Oloan Pasaribu, mengatakan bahwa, “salah satu penyebabnya adalah kurangnya anggaran untuk melaksanakan penyuluhan tentang agraria umumnya dan arti pentingnya pendaftaran hak atas tanah pada khususnya.” 102 Hasil dari lapangan terlihat bahwa masyarakat yang melakukan pendaftaran tanah melalui konversi, mempunyai pengetahuan yang beragam akan arti pentingnya 100
Hasil Wawancara dengan Bapak Rudy Haposan Siahaan, SH, Notaris di Medan, Tanggal, 28 Mei 2007. 101 Hasil Wawancara dengan Bapak Tumpal Leo Nardo, SH, Pengacara dan Konsultan Hukum di Medan, Tanggal, 28 Mei 2007. 102 Hasil Wawancara dengan Bapak Oloan Pasaribu, SH, Staff Kantor Wilayah Badan Pertanahan Sumatera Utara, Tanggal, 25 Mei 2007.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
suatu pendaftaran tanah.sebagian masyarakat mengetahui tujuan dari pendaftaran tanah yaitu menjamin kepastian hukum, namun ada juga masyarakat mengetahui sampai pada seluk beluk, prosedur serta persyaratan dari pendaftaran tanah itu sendiri hal ini menunjukkan bahwa adanya masyarakat yang mengetahui pendaftaran tanah secara mendalam, namun hal itu tidak menjamin kesadaran masyarakat untuk segera mendaftarkan tanahnya. Sehingga azas sederhana tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan UUPA Pasal 19 jo Pasal 2 PP No. 24 Tahun 1997 yang memuat ketentuan-ketentuan yang menyangkut azas sederhana.
8. Prosedur yang lama dalam pengurusan sertifikat. Pendaftaran hak atas tanah merupakan kewajiban dan tanggung jawab yang mempunyai atau menguasai hak dan pihak yang berkepentingan mengajukan permohonan konversi ke Kantor Pertanahan Kota Medan untuk mendaftarkan hak atas tanah. Dalam melakukan/mengajukan permohonan konversi pendaftaran hak atas tanah yang berasal dari grant sultan, harus melalui tata cara yang diatur oleh Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Pengelolaan, yang telah diuraikan diatas bahwa prosedur pendaftaran hak atas tanah ataupun konversi hak, menurut hasil wawancara dengan masyarakat bahwa
103
“pendaftaran ataupun
103
Hasil Wanwancara dengan Sadikin, SH, Pegawai Kantor Notaris Makmur Ritonga, SH, CN, Tanggal 19 Mei 2007.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
konversi hak sangat berbelit-belit memakan waktu yang lama dalam pengurusannya”, ”karena dalam pengurusan pendaftaran ataupun konversi birokrasinya sangat panjang disamping memakan waktu yang cukup lama serta biaya yang ada patokan resminya.” 104 Keputusan No. 271/163/BPN-2002 tentang jenis dan jangka waktu pelayanan Pertahanan yaitu jangka waktu maksimal untuk pemberian hak adalah 90 hari. Berdasarkan hasil wawancara yang sudah mendaftarkan hak atas tanahnya dengan permohonan sendiri, menerangkan bahwa
105
“jangka waktu yang diperlukan
dalam proses pendaftaran tanah ataupun konversi hak sampai terbitnya sertifikat hak atas tanah memerlukan waktu selama 4 bulan.“ Berdasarkan hasil penelitian dilapangan bahwa proses pengurusan pendaftaran tanah itu memakan waktu yaitu berkisar antara 3 (tiga) sampai 6 (enam) bulan, jangka waktu tersebut dimulai dari mengajukan permohonan, pemeriksaan persyaratan, proses pengukuran, pemetaan sampai dengan proses penerbitan sertifikat tanah, waktu tersebut ditambah dengan lamanya dalam pengurusan memenuhi persyaratan yang ditentukan. Ternyata hal ini berbeda dengan ketentuan waktu yang telah ditetapkan oleh Kantor Pertanahan Kota Medan. Terlihat bahwa ketentuan yang diatur dalam Keputusan No.271/163/BPN2002 tidak terlaksana.
104
Hasil Wanwancara dengan Joko Siswono, masyarakat yang mengurus konversi hak atas tanah adat Grant Sultan di Kantor Pertanahan Kota Medan, Tanggal 21 Mei 2007. 105 Hasil Wawancara dengan Rudy Aroha Sitepu, SH, Notaris dan PPAT Kota Medan, Tanggal, 23 Mei 2007.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Hasil wawancara mengatakan bahwa 106 “Berdasarkan Keputusan Pemberian Hak di atas maka diajukan permohonan pendaftaran ke Kantor Pertanahan Kota Medan, untuk selanjutnya diterbitkan sertipikatnya, proses ini juga memakan waktu lebih dari dua 2 bulan berarti total waktu yang diperlukan adalah lebih kurang 4 bulan, tetapi untuk tanah yang sudah ada bukti kepemilikan sebagai alas hak nya memerlukan waktu lebih kurang 3 bulan sampai dengan terbitnya sertipikat hak atas tanah. Selain dari pada Status Tanah, jangka waktu ini juga dipengaruhi oleh jauh dekat persil serta luas persil yang akan diukur dan dipetakan. Responden berpendapat
107
“bahwa jangka waktu tersebut dinilai cukup lama
sehingga dapat mengganggu aktivitas kerja serta menyita pemikiran mereka, sementara waktu bagi masyarakat adalah mencari nafkah sebagai karyawan swasta, pegawai negeri, wiraswasta, dan petani, sebagaimana diketahui bahwa pekerja seperti itu tidak mempunyai waktu cukup banyak untuk hal lain diluar pekerjaan, misalnya saja si pemohon harus pemohon bolak balik untuk mendapatkan informasi dan mengurus segala sesuatunya untuk memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan”. Berdasarkan hasil wawancara bahwa
108
“masyarakat mengharapkan adanya
kepastian mengenai waktu dan kepastian mengenai biaya yang harus dibayar oleh masyarakat kepada Kantor Pertanahan setempat dalam menyelesaikan permohonan Sertifikat hak atas tanahnya. Ketidakpastian mengenai jangka waktu dan besarnya 106
Hasil Wawancara dengan Bapak Oloan Pasaribu, SH, Staff Kantor Wilayah Badan Pertanahan Sumatera Utara, Tanggal, 25 Mei 2007. 107 Hasil Wawancara dengan Ganda Maruhum, SH, Pengacara dan Konsultan Hukum di Medan, Tanggal 4 Juni 2007. 108 Hasil Wawancara dengan Ganda Maruhum, SH, Pengacara dan Konsultan Hukum di Medan, Tanggal 4 Juni 2007.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Penerbitan Sertifikat ini menimbulkan kesan bahwa pembuatan Pernebitan Sertifikat dimaksud memakan waktu yang lama dan mahal. Pada kenyataan bahwa didalam pembuatan Sertifikat hak atas tanah memang memerlukan waktu, jauh waktu yang diperlukan antara lain tergantung dari pada Status Tanah yang akan dikeluarkan Sertifikatnya. Berdasarkan wawancara dengan informan mengatakan bahwa, masalah jangka waktu yang diperlukan antara lain tergantung dari pada status tanah, yang akan dikeluarkan Sertifikatnya. Lamanya pengurusan sporadic dengan datang sendiri kekantor BPN lebih lama dibandingkan dengan pengurusan dilakukan dengan melalui perantara begitu juga dengan biaya pendaftarannya. Dengan datang sendiri lamanya waktu pengurursan berkisar antara 6 sampai 9 bulan, sedangkan melalui perantara hanya 4 sampai 6 bulan sertifikat telah ada ditangan pemilik. Begitu dengan biaya kalau mengurus sendiri biaya agak lebih murah di bandingkan dengan mengurus dengan memakai perantara. Pengurusan sporadic dengan memalui perantara biasanya masyarakat melalui Camat, Lurah/Kepala Desa. Berdasarkan hasil wawancara yang mendaftarkan hak atas tanahnya melalui pengurusan Prona bahwa
109
”lamanya waktu pengurusan berkisar antara 8 sampai 12
bulan, sedangkan biayanya yang harus dikeluarkan tidak sedikit yaitu sekitar Rp. 1.000.000,- s/d Rp.2.000.000,-“.
109
Hasil Wanwancara dengan Sadikin, SH, Pegawai Kantor Notaris Makmur Ritonga, SH, CN, Tanggal 19 Mei 2007.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Dalam ketentuan pokok tentang pendaftaran tanah serta persyaratan yang harus dipenuhi termasuk biaya-biaya yang harus dilunasi oleh masyarakat dalam melakukan pendaftaran tanah dihubungkan dengan pendaftaran tanah yang sederhana, murah dan terjangkau, maka masyarakat mempunyai pemahaman tersendiri, dimana bagi masyarakat yang terpenting adalah pengurusan pendaftaran tanah itu murahdan tidak berbelit-belit. Kurangnya jumlah tenaga baik tenaga pelaksana maupun tenaga administrasi di Kantor Kantor Pertanahan Kota Medan. Hal ini bisa dilihat dengan banyaknya kejadian-kejadian yang bisa menghambat pendaftaran tanah. Seperti, dengan alas an karena kesibukan di Kantor, maka permohonan pendaftaran tanah yang syaratnya kurang tidak segera di kembalikan ke pemohon yang bersangkutan atau kepada perntara yang mengurus pembuatan sertipikat.
9. Kurangnya penyuluhan yang diberikan kepada masyarakat. Penyuluhan merupakan hal yang sangat penting untuk bisa lebih mendorong terhadap masyarakat khususnya pemilik hak atas tanah untuk mendaftarkan tanahnya. Dengan adanya penerangan dari pemerintah, masyarakat akan menjadi mengerti akan arti pentingnya sertipikat hak atas tanah. Berdasarkan hasil wawancara bahwa 110
“kurangnya Penyuluhan dari pemerintah tentang pentingnya fungsi dari sertipikat
dan kekuatan sertipikat itu dibandingkan dengan bukti hak yang lain, oleh sebab itu
110
Hasil Wawancara dengan Ibu Rotua Marlina Parapat, SH, CN, Notaris dan PPAT Kota Medan, Tanggal 18 Mei 2007.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
maka minat masyarakat untuk memohon ataupun mengkonversi haknya semakin berkurang”.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
BAB IV UPAYA YANG DILAKUKAN UNTUK MENGATASI KEDALA YANG MENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN KONVERSI HAK ATAS TANAH ADAT Berdasarkan kenyataan yang ditemukan dalam pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan, baik permasalahan tanah menganai Grant Sultan maupun kendalakendala yang terdapat didalam pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan, maka pihak Kantor Pertahanan telah berupaya untuk meminimalisir hambatan atau kendala dalam pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan, meskipun upaya tersebut tentu membutuhkan waktu, tenaga dan biaya yang relatuf mahal. Untuk itu, sejauh ini dapat dilihat sebagian “upaya yang dilakukan oleh pihak Kantor Pertanahan dan pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan di Kota Medan” Berdasarkan beberapa permasalahan dan kendala yang ditemui dalam pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan, maka upaya yang utama dilakukan oleh pihak Kantor Pertanahan adalah mengkoordinir pelaksanaan konversi hak atas tanah Grant Sultan dengan mengoptimalkan sumber daya yang tersedia, yaitu dengan meningkatkan segi mutu pelayanan yang terbaik bagi terselenggaranya konversi tanah Grant Sultan. Sedangkan untuk mengantisipasi penyalahgunaan terhadap bukti hak Grant Sultan, telah diupayakan sedapat mungkin, untuk menjamin keamanan register Grant Sultan. “Tidak jarang ditemui bahwa, ada oknum tertentu yang berusaha untuk
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
memalsukan Grant Sultan, akan tetapi sejauh ini usaha pemalsuan tersebut dapat segera diantisipasi oleh Pihak Kantor Pertanahan”. 111 Itulah sebabnya, sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, hanya terdapat 8 buah Grant Sultan yang dapat dikonversi langsung. Mengingat banyaknya jumlah grant yang terdaftar dalam register, sementara jumlah grant yang tidak terdaftar juga banyak beredar pada masyarakat, maka hanya Grant Sultan yang memenuhi syarat saja yang dapat di konversi langsung. Syarat-syarat yang dimaksud adalah : 1. Pemilik Grant Sultan masih hidup; 2. Adanya Grant Sultan (asli), untuk kemudian dilampirkan pada saat mengajukan dilampirkan pada saat mengajukan permohonan konversi; 3. Secara fisik, tanah dikuasai langsung oleh pemilik dan atau pemegang grant itu sendiri; 4. Tanah Grant Sultan harus bebas dari silang sengketa. Adapun prosedur yang harus ditempuh oleh pemohon konversi tanah Grant Sultan ; 1. Memuat surat permohonan kepada Kepala Pertanahan mengenai konversi tanah Grant Sultan ;
111
Hasil Wawancara dengan Bapak Jokiaman Limbong, SH, Staff Kantor Pertanahan Kota Medan, Tanggal, 4 Juni 2007.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
2. Melampirkan bukti tertulis yang sah, yaitu Grant Sultan, yang terdaftar dalam register. 3. Melampirkan warkah–warkah yang diperlukan untuk persyaratan pendaftaran hak, seperti KTP, SIM, KK ataupun PBB atau syarat lain yang diperlukan ; 4. Bersedia dilakukan pengukuran ulang dan pemeriksaan dan fisik tanah dilapangan ; 5. Setelah data fisik diukur, maka pihak Kantor Pertanahan membuat Surat Ukur dan Gambar ukur jika kemudian terdapat perubahan data fisik tanah ; 6. Pemohon diwajibkan membayar biaya ukur dan surat ukur ; 7. Pemohon diwajibkan membayar biaya pendaftaran hak ; 8. Pemohon bebas dari pembayaran BPHTB dan Uang Pemasukan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002. Di dalam kenyataannya, banyak Grant Sultan yang belum memenuhi persyaratan untuk dapat dilakukan tindakan konversi langsung. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 upaya konversi tanah Grant Sultan yang telah dilakukan di Kota Medan sebagian besar adalah konversi tidak langsung atau disebut dengan pengakuan hak. Upaya tersebut merupakan suatu tindakan pengamanan yang dilakukan oleh pihak Kantor Pertanahan, dengan tujuan untuk menghindari pemalsuan bukti hak Grant Sultan dan untuk fungsi pengendalian, agar pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan dapat dikoordinasikan dengan
sebaik–baiknya.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Itulah sebabnya, data tentang pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan yang terdapat di Kota Medan sejak kurun waktu tahun Anggaran 2000 hingga Tahun Anggaran 2007 adalah hanya pada tahap pengakuan hak : Adapun prosedur yang harus ditempuh dalam pelaksanaan konversi tidak langsung atau mengakuan hak adalah sebagai berikut : 1. Pemohon diwajibkan membuat surat pemohon kepada Kepala Kantor Peratanahan , yaitu guna pendaftaran konversi; 2. Terdapat bukti Grant Sultan yang terdaftar didalam register; 3. Jika Grant Sultan berasal dari pewarisan, maka harus disertai dengan keterangan waris; 4. Terhadap permohonan konversi tidak langsung maka pemohon tidak dikenakan pembayaran Uang Pemasukan; 5. Pemohon diwajibkan membayar biaya pendaftaran, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2006; 6. Pihak Kantor Pertanahan melakukan pengukuran ulang dan pemeriksaan data fisik tanah yang diajukan untuk pengakuan hak, kemudian dibuatkan Surat Ukur; 7. Pemohon dikenakan biaya pembuatan Surat Ukur; 8. Pemohon juga diwajibkan juga membayar BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah ); 9. Setelah kewajiban–kewajiban diatas dipenuhi, dan apabila telah selesai dilakukan pengukuran data fisik tanah, maka pihak Kantor Pertanahan
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
membuat pengumuman terhadap pengajuan permohonan pengakuan hak tersebut. Jika dalam tempo waktu 2 bulan tersebut tidak ada sanggahan atau bantahan dari pihak ketiga maka oleh pihak Kantor Pertanahan dibuat Keputusan, yaitu Berupa Berita Acara Pengesahan Pengumuman Data Fisik dan Data Yuridis tanah yang dimohonkan pengakuan haknya tersebut. Kemudian berita Acara tersebut dijadikan sebagai dasar tidak lanjut pembuatan sertifikat tanah. Untuk menghindari dari biaya yang mahal yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana telah ditetapkan maka kepada pemohon dihimbau untuk tidak menggunakan perantara dan pembayaran biaya harus melalui loket yang telah disediakan pada Kantor Pertanahan Kota Medan, dan untuk menghindari prosedur yang lama dalam proses pendaftaran tanah, maka pemohon harus melengkapi dengan lengkap syarat-syarat yang diperlukan termasuk keabsahan secara tertulis bukti-bukti kepemilikan tanah dan pada saat pengukuran diharapkan dapat hadir pihak-pihak yang berbatasan termasuk pada saat pemeriksaan Panitai A. 112 Berdasarkan hasil wawancara bahwa : Sebenarnya biaya mahal dan prosedur lama dalam proses konversi hak atas tanah adat tersebut dapat dihindari apabila pihak pemilik tanah atau pemohon hak atas tanah tidak menggunakan perantara dalam mengajukan konversi aktif pada saat pengukuran serta pemeriksaan Panitia A terutama dalam menghadirkan pihak-pihak yang berbatas. 113 Tidak terlepas dari hal diatas sebagaimana yang diketahui bahwa, sosialisasi suatu peraturan hukum adalah hal yang penting untuk dapat menimbulkan kesadaran 112
Hasil Wawancara dengan Bapak Rudy Haposan Siahaan, SH, Notaris di Medan, Tanggal, 28 Mei 2007 113 Hasil Wawancara dengan Bapak Mangasi Tambunan, SH, Kepala Seksi Bidang Permasalahan Kantor Pertanahan Kota Medan, Tanggal, 28 Mei 2007.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
masyarakat akan arti penting dari suatu pendaftaran hak atas tanah, dengan adanya sosialisasi peraturan tentang pendaftaran tanah tersebut akan menambah pengetahuan masyarakat. Sosialisasi dimaksud adalah memberikan informasi kepada masyarakat tentang pengertian dan fungsi pendaftaran hak atas tanah, syarat-syarat yang harus dipenuhi, prosedur yang akan dilalui, jangka waktu proses tersebut dan segala hal yang menyangkut biaya-biaya. Upaya yang dilakukan oleh pihak Kantor Pertanahan terhadap konversi langsung adalah dengan membebaskan pemohon dari BPHTB (Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan), juga kepada pemegang Grant Sultan, dibebaskan dari pembayaran uang pemasukan. Di samping itu prosedur yang ditempuh untuk pelaksanaan konversi juga demikian sederhana dan mudah, akan tetapi untuk sebelum proses konversi dan juga pada saat pemegang grant hendak melakukan balik nama,, pemegang Grant Sultan juga turut hadir (diundang) pada saat dilakukan pengukuran ulang data fisik tanah Grant Sultan tetapi itupun atas permohonan dari pemegang Grant Sultan. Upaya yang dilakukan pihak Kantor Pertanahan terhadap letak tanah Grant Sultan yang sulit diidentifikasi di lapangan adalah dengan melakukan pengukuran ulang data fisik tanah Grant Sultan dan pengukuran tersebut dengan menghadirkan pemegang Grant Sultan. Jadi, pihak Kantor Pertanahan tidak berpedoman pada luas tanah yang tertulis di dalam grant, melainkan dengan memeriksa langsung dan melihat kenyataan yang ada di lapangan.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Terhadap Grant Sultan yang tidak terdaftar, maka upaya Pihak Kantor Pertanahan, adalah melakukan penelitian di lapangan, mengenai objek dan subjek Grant Sultan. Jadi yang diteliti adalah siapa pemegang Grant Sultan dan siapa pula yang menguasai secara fisik di lapangan, objek tanah Grant sultan itu sendiri. Jadi jika di lapangan, terdapat perbedaan antara pemegang grant dan subjek yang menguasai tanah di lapangan, sedangkan kedua–duanya mengklaim sebagai yang berhak atas tanah Grant Sultan, maka kedua belah pihak yang mengklaim sebagai yang berhak, dianjurkan oleh Pihak Kantor Pertanahan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan jalan musyawarah, sebelum permohonan hak di proses di Kantor Pertanahan. Akan tetapi, jika jalan penyelesaian melalui musyawarah tidak dapat diselesaikan, maka ditempuh jalan melalui Lembaga Peradilan dengan vonis Hakim yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Jadi dengan adanya Putusan Pengadilan, maka dapat ditentukan pihak mana yang lebih berhak atas tanah Grant Sultan yang dipermasalahkan. Tentang permasalahan Grant Sultan yang banyak tidak terdaftar didalam register, dan berdasarkan hasis wawancara bahwa ”sebagian daftar Grant Sultan hilang” 114 , maka dikhawatirkan Grant Sultan dapat dipalsukan. Terhadap Grant Sultan yang diragukan keasliannya, maka pihak Kantor Pertanahan akan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap Grant Sultan, apakah Grant Sultan tersebut terdaftar atau tidak terdaftar di dalam registrasi. Jika dinyatakan perlu pemeriksaan,
114
Hasil Wawancara dengan Bapak Oloan Pasaribu, SH, Staff Pertanahan Sumatera Utara, Tanggal, 5 Juni 2007.
Kantor Wilayah Badan
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
maka data Grant Sultan akan diperiksa di Laboratorium Kriminal Kepolisian Republik Indonesia. 115 Eksistensi dan pengakuan terhadap Grant Sultan sebagai bukti hak lama dan masih berlaku sebagai bukti hak atas tanah, hingga masa sekarang, meskipun belum dilaksanakan konversi hak atas tanah, adakalanya cenderung dimanfaatkan oleh pihak tertentu dengan mengklaim tanah Grant Sultan tanpa membedakan mana Grant milik perorangan mana Grant bekas milik kesultanan. Jika terdapat ketidak jelasan status, antara Grant Sultan milik pribadi dan milik kesultanan, maka upaya yang ditempuh adalah pihak Kantor Pertanahan akan memperhatikan grant tersebut ditujukan kepada siapa, pribadi ataukah kepada Lembaga Kesultanan. Karena pada kenyataannya, pemberian kepada lembaga Kesultanan juga terkadang mengatas namakan pribadi, seolah-olah Grant Sultan menjadi milik pribadi. Dalam hal ini, pihak Kantor Pertanahan akan melakukan penelitian. Jika Grant Sultan ternyata ditujukan kepada pribadi, maka jika terkait masalah pemberian ganti rugi, selanjutnya ganti rugi diserahkan kepada pribadi yang ternyata terbukti sebagai pemegang Grant Sultan. Akan tetapi jika tanah adalah milik kesultanan, tetapi dilaporkan seolah-olah sebagai milik perorangan, maka dengan
115
Hasil Wawancara dengan Bapak Oloan Pasaribu, SH, Staff Pertanahan Sumatera Utara, Tanggal, 5 Juni 2007.
Kantor Wilayah Badan
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
sendirinya harus dinyatakan secara tegas, bahwa tanah Grant Sultan tersebut menjadi tanah negara. Dalam hal pembebasan tanah, jika pada tanah Grant Sultan terdapat pemegang Grant Sultan maupun penggarap, maka upaya yang ditempuh adalah dengan cara memberi ganti rugi berupa uang sejumlah harga taksiran yang ditentukan oleh panitia, baik diberikan kepada pemegang Grant Sultan, maupun kepada penggarap, terlebih lagi terhadap Grant Sultan yang terdaftar. Pemegang Grant Sultan maupun penggarap tetap sama-sama dihargai. Akan tetapi, apabila pemegang Grant Sultan bersih dari garapan, maka pemegang Grant Sultan, seutuhnya berhak menerima ganti kerugian atas objek tanah Grant Sultan yang terkait masalah pembebasan tanah. 116
Berdasarkan hasil penemuan dilapangan bahwa proses sosialisasi
peraturan tersebut belum mencapai pada tingkat Kecamatan ataupun Kelurahan, baik itu melalui penyuluhan langsung dari aparat Kantor Pertanahan Kota Medan, maupun melalui media-media lain. Masyarakat yang mempunyai pendidikan formal yang lebih tinggi, atau informasi dari masyarakat yang sudah/sedang mengkonversikan haknya ke Kantor Pertanahan Kota Medan.
116
Hasil Wawancara dengan Bapak, Camat, Kecamatan Medan Johor, Tanggal, 25 Mei 2007.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan di Kantor Pertanahan Kota Medan dilakukan dengan cara pemeriksaan terhadap Grant Sultan dengan terlebih dahulu melihat pendaftaran Grant Sultan tersebut dalam register. Dalam register dilihat jika pemohon konversi adalah pemilik langsung dan masih hidup maka dapat dilakukan konversi langsung. Akan tetapi jika pemohon konversi adalah ahli waris, maka disebut konversi tidak langsung, sedangkan Grant Sultan yang terdaftar akan tetapi melalui cara peralihan hak telah beralih kepada pihak lain, maka pemohon konversi tersebut terlebih dulu diproses oleh Panitia A. Pada Grant Sultan yang tidak terdaftar permohonan konversi juga terlebih dulu diproses melalui Panitia A, akan tetapi sebagai tanah negara. 2. Kendala-kendala yang ditemukan dalam pelaksanaan tanah Grant Sultan adalah sebagai berikut : a. Kurangnya pengetahuan Pemegang Grant Sultan mengenai Konversi Hak Atas Tanah; b. Letak tanah Grant Sultan sulit didentifikasi di lapangan; c. Banyak tanah Grant Sultan yang secara fisik dikuasai oleh penggarap. d. Pemilik langsung Grant Sultan banyak yang sudah meninggal dunia, sehingga pemegang Grant Sultan adalah ahli waris;
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
e. Permasalahan biaya pelaksanaan konversi; f. Banyak tanah Grant Sultan yang tidak terdaftar. 3. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Pihak Kantor Pertanahan dalam pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan adalah dengan cara memberikan kemudahan-kemudahan kepada masyarakat untuk melakukan konversi hak atas tanah Grant Sultan, baik dari segi administrasi, maupun biaya yang lebih terjangkau, serta tidak memakan waktu yang terlalu lama.
B. Saran 1. Meskipun di kantor Pertanahan Kota Medan telah dipersiapkan tata cara/ prosedur pelaksanaan tanah Grant Sultan, akan tetapi prosedur tersebut tidak diketahui seluruhnya oleh pemegang Grant Sultan, untuk itu penyuluhan tentang prosedur pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan perlu dilakukan bagi pihak yang berkepentingan dan disarankan kepada Pejabat Kantor Pertanahan Kota Medan perlu berpedoman kepada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 jo Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997, untuk mempermudah pelaksanaan konversi pendaftaran tanah sesuai dengan prinsip azas sederhana, dan terjangkau. 2. Kendala-kendala yang ditemukan dalam pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan hanya bisa diatasi jika ada keseragaman persepsi mengenai kelemahan masing-masing antara pemegang Grant Sultan, pihak Kantor Pertanahan,
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan. Untuk itu, perlu adanya introspeksi dan kesadaran hukum tentang keberadaan bukti hak Grant Sultan dan disarankan kepada Pejabat Kantor Pertanahan Kota Medan perlu berpedoman kepada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997, untuk mengurangi biaya-biaya operasional yang bukan merupakan kewajiban utama dari pendaftaran hak atas tanah. 3. Meskipun pihak Kantor Pertanahan Kota Medan telah mengupayakan kemudahan pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan di Kota Medan dan mengoptimalkan sumber daya yang ada, akan tetapi perlu dibuat batasan yang tegas tentang batas waktu pendaftaran Grant Sultan, sehingga tidak sulit untuk ditegaskan bahwa jika batas waktu pendaftaran Grant Sultan berakhir, selanjutnya menjadi tanah negara. Di samping itu sebaliknya dapat disesuaikan antara Grant Sultan yang ada terdapat pada pemegang Grant Sultan. Untuk keamanan pemeliharaan data dan dokumen Grant Sultan, maka sebaliknya data dan dokumen yang diterbitkan oleh Sultan harus dijadikan referensi di Kantor Pertanahan, dan perlu digiatkan penyuluhan hukum yang sifatnya terpadu yang dilakukan oleh pihak Kantor Pertanahan setempat secara bersama-sama dengan pihak Kecamatan, Kelurahan sehingga masyarakat akan memahami pentingnya sertifikat.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU Abdurrahman, 1978, Aneka Masalah Hukum Agraria Dalam Pembangunan Di Indonesia, Alumni, Bandung. Al Rasyid Harun, 1986 Sekilas Tentang Jual Beli Tanah (berikut PeraturanPeraturan), Jakarta, Ghalia Indonesia. Ashshofa, Burhan, 1994, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta. A. Weng, Lie, Henry, 1970, Dictat Hukum Perdata, Senat Fakultas Hukum & Pengetahuan Masyarakat Negeri USU. Chomzal Ali Achmad, 2004, Hukum Agraria, Jilid I, Prestasi Pustaka, Jakarta. --------------------------, 2004, Hukum Agraria Julid II, Prestasi Pustaka Publiser, Jakarta. Dalimunthe, Chadijah, 2000, Pelaksanaan Landfeform Di Indonesia dan Permasalahannya, Edisi Revisi, Penerbit Fakultas Hukum USU Fress, Medan. Dias, Clearence J, 1975, Research On Legal Service Programs In Developing Counties, Washington University Law Quartely, Alih Bahasa, Soetandyo Wigjo Soebroto, Penelitian Mengenai Hukum Kepada Orang-Orang Miskin, Bunga Rampai Permasalahan Hukum Dan Pembangunan, Surabaya. Effendi, Bacthiar, 1983, Pendaftaran Tanah Di Indonesia Dan Peraturan-Peraturan Pelaksanaannya, Alumni, Bandung. Gautama, Sudargo, 1997, Komentar Atas Peraturan-Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Hadikusuma Hilman, 1983, Sejarah Hukum Adat Indonesia, Alumni, Bandung. -------------------------, 1993, Hukum Perjanjian Adat, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Hardjasoemantri Koesnadi, 2000, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Harsono, Boedi, 1994, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah, Pembentukan UndangUndang Politik Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid I, Hukum Tanah Nasional, Djambatan, Jakarta. --------------------, 1997, Peraturan Pemerintah Nomor 24 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Makalah Seminar Nasional, Jakarta. --------------------, 1999, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan UndangUndang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya Jiid I, Djambatan, Jakarta. --------------------, 2003, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta. --------------------, 2005, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UndangUndang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta, Penerbit Djambatan. Hermanses, 1984, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Yayasan Karyadarma, Institut Ilmu Politik, Jakarta. Howard, C,G, and Memners, Alih Bahasa Soetandyo Widdjosoebroto, 1977, FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Keefektifan Hukum Melaksanakan Fungsinya Sebagai Kontrol Sosial, PSHL-UNAIR, Surabaya. Lubis M. Solly, 1994, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung. Lubis M. Yamin dan Abdul Rahim Lubis, Beberapa Masalah Aktual Hukum Agraria, Pusat Studi Hukum Agraria Fakultas Hukum USU. Notonagoro, 1974, Politik Hukum Dan Pembangunan Agraria Di Indonesia, CV. Pancuran Tujuh, Jakarta. Mas’oed Mochtar, Noer Fauzi, 1997, Tanah dan Pembangunan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Mertokosomo, Sudikno dan Pitlo, A, 1993, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti, Jakarta. Mudjiono, 1997,Politik dan Hukum Agraria, Penerbit Liberty Yogyakarta. _________________, 1984, Serba Serbi Hukum Agraria, Alumni Bandung. _________________,1986, Aneka Hukum Agraria, Alumni, Bandung.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Murad Rusmadi, 1991, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Alumni, Bandung. Moleong, Lexy J. 2001, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Perangin-angin Effendi, 1991, Praktek Permohonan Hak Atas Tanah, PT. Rajawali, Jakarta. Parlindungan, A.P., 1990, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Mandar Maju, Bandung. _________________, 1993 Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju, Bandung _________________, 1997, Konversi Hak-Hak Atas Tanah Menurut Sistem UUPA,
Mandar Maju, Bandung. ----------------------, 1998, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju, Bandung. Ridwan Ahmad Fauzie, 1982, Hukum Tanah Adat, Dewaruci Press, Jakarta. ----------------------, 1982, Hukum Tanah Adat-Multi Pancasila, Dewaruci Press, Jakarta.
Disiplin
Pembudayaan
Rahman Abdul, 1984, Hukum Adat, Menurut Perundang-Undangan Republik Indonesia, Cendana Press, Jakarta. Ruchiyat Eddy, 1999, Politik Pertanahan Nasional Sampai Orde Reformasi, Alumni Bandung. Rowton S. Sipson, Land and Registration, Cambrigdge University, Press Londons. Soedjendro Kartini, 2001, Perjanjian Peralihan Hak Atas Tanah Yang Berpotensi Konflik, Kanisius, Jogyakarta. Soejono, Addurrahman, 1998 Prosedur Pendaftaran Tanah, Rineka Cipta, Jakarta. Soekamto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press (UI Press), Jakarta.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
_________________, 1976, Kegunaan Sosiologi Hukum Bagi Kalangan Hukum, Alumni, Bandung. _________________, 1988, Kesadaran Hukum Dan Kepatuhan Hukum, Rajawali Press, Jakarta. Soeliknjo, Imam, 1985, Politik Agraria Nasional, Gadjah Mada University Press. Soemantri Hardja, 2000, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University Press; Yogyakarta. Soemitro Ronny Hantijo, Metode Penelitian Hukum, 1982, Jakarta, Ghalian Indonesia. Soimin Soedharyo, 2001, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Sinar Grafika, Jakarta. Sumardjono Maria SW., 2001, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, Jakarta, Buku Kompas. Suryabrata Samadi, 1998, Metodologi Penelitan, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Thalib Sajuti, 1985, Hubungan Tanah Adat Dengan Hukum Agraria di Minangkabau, Bina Aksara, Jakarta. Ter. Haar. Bzn Mr.B., 1981, Paramita, Jakarta.
Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat,
Pradnya
E. Utrecht, 1962, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, PT. Penerbitan dan Balai Buku Ichtiar, Jakarta. Waluyo Bambang, 1996, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika. Weng A, Lie, Henry, 1970, Dictat Hukum Perdata, Senat Fakultas Hukum & Pengetahuan Masyarakat Negeri USU. Wigjosoebroto Sutandyo, 2001, Apakah Sesungguhnya Penelitian Itu, Universitas Erlangga, Surabaya. Wuisman J.J.J M., dengan penyuting M. Hisman, 1996, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, Asas-Asas, FE,UI, Jakarta
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
B. UNDANG-UNDANG Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Peraturan Kepala BPN No. 2 Tahun 1992 Tentang Biaya Pendaftaran Hak Atas Tanah Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah di Indonesia. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Instruksi Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2000, Tentang Penyelenggaraan Manajemen Mutu Pada Pelaksanaan Pendaftaran Secara Sistematik. Peraturan Pemerintahan Nomor 46 tahun 2002 Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Tentang Tarif Atas
Jenis
PMDN No. 6 Tahun 1972 Tentang Wewenang Pemberian Hak Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997, Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Pengelolaannya. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1999 Tentang Kewenangan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 266 Tahun 1982 Tentang Proyek Operasi Nasional Agraria. Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 142/XI/1999 Tentang Struktur Organisasi dan Mekanisme Kerja Proyek Administrasi Pertanahan. Instruksi Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2000, Tentang Penyelenggaraan Manajemen Mutu Pada Pelaksanaan Pendaftaran Secara Sistematik. Peraturan Kepala BPN No. 2 Tahun 1992 Tentang Biaya Pendaftaran Hak Atas Tanah
C. INTERNET http:/tanahkoe.tripod.com/bhumiku/id3.html, Land title and Ownerships, Hak Atas Tanah dan Pemilikan Tanah, tanggal 21 April 2007.
Aprilliyani : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas…, 2007 USU e-Repository © 2008