JURNAL
PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN JUAL BELI MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH DI KOTA PADANG
Oleh : RATI NARULIA NPM : 1310005600060
PROGAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TAMANSISWA PADANG 2015
1
PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN JUAL BELI MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH DI KOTA PADANG (Rati Narulia, NPM 13100005600060, Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa Padang, 2015, 83 Halaman)
ABSTRAK Tanah adalah sesuatu yang menjadi tempat atau ruang terhadap segala kegiatan atau aktifitas kehidupan manusia. Sumber daya tanah langsung menyentuh kebutuhan hidup dan kehidupan manusia dalam segala lapisan masyarakat, baik sebagai individu, anggota masyarakat dan sebagai bangsa. Sering kali karena pentingnya peran tanah dalam kehidupan manusia, tanah menjadi objek yang rawan terhadap perselisihan atau sengketa antar manusia, hal ini terjadi karena kebutuhan manusia akan tanah semakin meningkat namun persediaan tanah tidak bertambah. Menyadari situasi yang demikian bagi masyarakat yang ingin memiliki tanah jual beli merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik atas tanah. Mengingat pentingnya kepastian hukum dalam setiap peralihan hak atas tanah sebagai akibat dari transaksi jual beli tanah maka oleh UUPA diwajibkan untuk melakukan pendaftaran peralihan hak karena jual beli tersebut. Rumusan masalah yang dikemukakan adalah (1) Bagaimana pelaksanaan peralihan hak atas tanah berdasarkan jual beli menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah di Kota Padang. (2) Kendala dalam pelaksanaan peralihan hak atas tanah berdasarkan jual beli di Kota Padang dan bagaimana solusinya, sedangkan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui rumusan masalah sebagaimana mana disebut diatas. Manfaat hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Dalam menjawab permasalahan penelitian digunakan pendekatan yuridis sosiologis dan sifat penelitian deskriptif dengan dukungan data primer dan sekunder yang dikumpulkan melalui wawancara dan studi pustaka kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil yang diperoleh dari penelitian sekaligus kesimpulan dari penelitan ini adalah proses peralihan hak berdasarkan jual beli dimulai dengan pembuatan akta jual beli dihadapan PPAT, kemudian PPAT mendaftarkan akta jual beli dengan permohonan peralihan hak ke Kantor Pertanahan Kota Padang dengan melampirkan sertipikat asli dan dokumen-dokumen pendukung yang lengkap. Proses pendaftaran peralihan hak ini mengakibatkan terjadinya perubahan nama pemegang hak atau berubahnya data yuridis terhadap hak atas tanah tersebut. Kendalanya adalah masih banyaknya masyarakat yang tidak memahami proses pelaksanaan dan persyaratan jual beli hak atas tanah menurut aturan perundangundangan yang berlaku terutama mengetahui tentang adanya kewajiban PPAT untuk memeriksa kebenaran sertifikat yang akan diperjual belikan dan mencocokkan dengan buku tanah yang ada pada Kantor Pertanahan, solusinya adalah Kantor Pertanahan dan/atau PPAT baik bersama-sama maupun sendirisendiri memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pelaksanaan peraturan-peraturan dibidang Pertanahan, terutama Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah beserta peraturan pelaksanaannya.
i
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama masih berlangsung kehidupan manusia di muka bumi ini pembicaraan tentang tanah tidak akan pernah habisnya. Tanah adalah sesuatu yang menjadi tempat atau ruang terhadap segala kegiatan atau aktifitas kehidupan manusia1. Sumber daya tanah langsung menyentuh kebutuhan hidup dan kehidupan manusia dalam segala lapisan masyarakat, baik sebagai individu, anggota masyarakat dan sebagai bangsa. Sebagai sumber kehidupan, keberadaan tanah dalam kehidupan mempunyai arti dan sekaligus memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social asset tanah merupakan sarana pengikat kesatuan sosial di kalangan masyarakat untuk hidup dan kehidupan, sedangkan capital asset tanah merupakan faktor modal dalam pembangunan dan telah tumbuh sebagai benda ekonomi yang sangat penting2. Pemilikan atas tanah telah memberikan manfaat dan kegunaan dalam berbagai aspek kehidupan kepada pemiliknya, baik dalam aspek ekonomi, aspek sosial, termasuk dalam hubungannya dengan pembangunan. Menurut aspek ekonomi, tanah dapat dimanfaatkan untuk pertanian, perkebunan, perkantoran, sebagai tempat usaha, dapat dijadikan agunan (hak tanggungan), disewakan/dikontrakkan dan lain sebagainya3. Vitalnya tanah bagi kehidupan, pada kenyataannya perlu diatur sedemikian rupa. Legalitas kepemilikan tanah memerlukan payung hukum yang jelas dan kuat, sehingga keteraturan dalam kepemilikan tanah akan dapat mencegah segala praktek yang bisa merugikan hak-hak rakyat dalam kehidupan bermasyarakatnya4. Sering kali karena pentingnya peran tanah dalam kehidupan manusia, tanah menjadi objek yang rawan terhadap perselisihan atau sengketa antar manusia, hal ini terjadi karena kebutuhan manusia akan tanah semakin meningkat namun persediaan tanah tidak bertambah. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 mengatakan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam rangka kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia, negara sebagai organisasi tertinggi rakyat Indonesia menguasai pokok-pokok kemakmuran rakyat yang berwujud bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan dipergunakan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagian, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum 1
Jayadi Setiabudi, Panduan Lengkap Mengurus Tanah dan Rumah Serta Segala Perizinannya, Buku Pintar, Yogyakarta, 2013, Hal. 5 2 Ibid. 3 Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, Hal.9 4 Jayadi Setiabudi, Loc.Cit.
1
Indonesia yang berdaulat, adil dan makmur. Selanjutnya Pasal 33 ayat (3) ini menjadi dasar hukum bagi pembentukan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, atau yang lebih dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) untuk selanjutnya disebut UUPA. Pada zaman dahulu, orang dapat memperoleh dan memiliki serta menguasai tanah dengan mudah, tanah dapat digarap oleh siapa saja dan orang yang mengarap sebidang tanah terlebih dahulu maka ia dapat menguasai dan memiliki tanah yang digarapnya tersebut secara turun temurun. Namun sekarang tidak demikian halnya, pada umumnya tanah dimuka bumi ini tidak ada lagi yang tidak bertuan, demikian juga halnya di Kota Padang, setiap bidang tanah telah ada yang menguasai dan memilikinya baik secara individu maupun kelompok. Menyadari situasi yang demikian bagi masyarakat yang ingin memiliki tanah tidak ada cara lain yang dapat dilakukan melainkan membeli tanah tersebut dari pemiliknya. Jual beli merupakan kegiatan yang sudah ada sejak lama. Jual beli tanah tidak secara tegas dan terperinci diatur dalam UUPA, bahkan sampai sekarang belum ada peraturan yang mengatur khusus mengenai pelaksanaan jual beli tanah 5. Dalam UUPA istilah jual beli hanya disebutkan dalam Pasal 26 yaitu yang menyangkut jual beli hak milik atas tanah. Prinsip jual beli tanah adalah terang dan tunai. Terang artinya dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang dan tunai artinya dibayarkan secara tunai6. Prinsip tunai mengisyaratkan bahwa apabila harga belum lunas, maka belum dapat dilakukan proses jual beli dimaksud. Mengingat pentingnya kepastian hukum dalam setiap peralihan hak atas tanah sebagai akibat dari transaksi jual beli tanah maka oleh UUPA diwajibkan untuk melakukan pendaftaran peralihan hak karena jual beli tersebut. Pendaftaran tanah dalam UUPA diatur dalam Pasal 19, dan sebagai pelaksanaan dari Pasal 19 UUPA mengenai pendaftaran tanah dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Menurut Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah disebutkan bahwa objek pendaftaran tanah adalah bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, tanah hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, hak tanggungan, dan tanah Negara. Menurut ketentuan dalam Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah antara lain menyebutkan bahwa Jual beli hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu. Akta yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) membuktikan 5
Adrian Sutedi, Op.Cit, Hal. 71 Jayadi Setiabudi, Op.Cit, Hal. 115
6
2
bahwa benar telah dilakukan perbuatan hukum pemindahan hak untuk selama-lamanya dan pembayaran harganya, sehingga pembeli menjadi pemegang hak yang baru. Jual beli sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak dan kepemilikan atas tanah yang pelaksanaannya memiliki aturan dan persyaratan serta prosedur tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, akan menimbulkan masalah dikemudian harinya. Kasus jual beli tanah yang berakhir pada sengketa sering mengemuka, baik dimedia cetak maupun elektronik dan mungkin juga yang tidak terpublikasikan. Sengketa-sengketa/perkara-perkara yang berkaitan dengan tanah yang terjadi ditengah masyarakat disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya adalah karena kekeliruan dan kesalahan atau kelalaian dalam pelaksanaan peralihan hak atas tanah itu. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis berkeinginan untuk mengangkat dan membahas permasalahan tersebut dalam suatu karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul : “Pelaksanaan Peralihan Hak Atas Tanah Berdasarkan Jual Beli Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah di Kota Padang (Studi di Kantor Notaris dan PPAT Dra. Butet, SH dan Kantor Pertanahan Kota Padang) ”. B. Perumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang akan diteliti dalam tulisan ini adalah ; 1. Bagaimanakah pelaksanaan peralihan hak atas tanah berdasarkan jual beli menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah di Kota Padang ? 2. Adakah kendala dalam pelaksanaan peralihan hak atas tanah berdasarkan jual beli di Kota Padang dan bagaimana solusinya ? C. Tujuan Penelitian Suatu karya ilmiah harus memiliki suatu tujuan yang jelas yang hendak dicapai dari penelitian yang dilaksanakan, berkenaan dengan hal tersebut berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pelaksanaan peralihan hak atas tanah berdasarkan jual beli menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah di Kota Padang. 2. Untuk mengetahui kendala dalam pelaksanaan peralihan hak atas tanah berdasarkan jual beli di Kota Padang dan bagaimana solusinya. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang hendak dicapai dari penelitian yang telah penulis lakukan ini ada 2 (dua) yaitu :
3
1. Manfaat Teoritis Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, dan Hukum Agraria pada khususnya. 2. Manfaat Praktis Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk kepentingan masyarakat dalam pelaksanaan jual beli tanah. E. Metode Penelitian 1. Pendekatan Masalah Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian Yuridis Sosiologis, yaitu penelitian yang melihat kenyataan dalam masyarakat dikaitkan dengan aturan hukum yang berlaku. 2. Sifat Penelitan Penelitian ini bersifat deskriptif, maksudnya penelitian ini menjelaskan/ mengambarkan fakta-fakta yang terjadi dilapangan secara sistematis dan logis sesuai dengan rumusan masalah. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat7. 3. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : a. Data Primer Data Primer merupakan data yang diperoleh langsung dari responden yang terkait dalam penelitian ini, antara lain wawancara dengan ; 1. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Kota Padang Doktoranda Butet, Sarjana Hukum. 2. Pegawai dan Pejabat Kantor Pertanahan Kota Padang. 3. Masyarakat (Penjual dan Pembeli). b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperlukan guna melengkapi data primer yang diperoleh melalui studi kepustakaan dokumen dengan cara mengumpulkan, mempelajari dan menganalisa teoriteori dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas. Pada studi kepustakaan ini penulis memperoleh data sekunder dari bahan hukum yang terdiri dari : 1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan penelitian yang bersumber pada peraturan perundang-undangan dan ketentuanketentuan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas pada skripsi ini. 2. Bahan Hukum Sekunder 7
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali, Jakarta, 2012, Hal. 25
4
Yaitu bahan bacaan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, diantaranya berupa hasil penelitian hukum, buku-buku yang ditulis oleh para ahli hukum yang berkaitan dengan penelitian dan untuk memperoleh data sekunder ini penulis melakukan studi dokumen pada; a. Perpustakaan Universitas Taman Siswa Padang. b. Perpustakaan Daerah Propinsi Sumatera Barat di Padang c. Buku-buku yang penulis miliki sendiri. Bahan Hukum Tersier Yaitu Bahan hukum yang memberikan penjelasan maupun petunjuk bahan hukum primer dan sekunder berupa kamus hukum dan kamus bahasa indonesia. 4. Teknik dan Alat Pengumpul Data Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut : a. Studi Dokumen Terhadap data sekunder penulis mempelajari literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan khususnya yang berkaitan dengan peralihan hak milik atas tanah secara jual beli antara lain Peraturan Perundang-Undangan, Buku-buku literatur, Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT, Warkah atau arsip/berkas-berkas pendaftaran peralihan hak atas tanah pada Kantor Pertanahan Kota Padang. b. Wawancara Terhadap data primer penulis melakukan wawancara. Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi dengan cara menanyakan langsung kepada pihak yang diwawancarai atau responden. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur. Penulis akan mengajukan pertanyaan yang telah disusun dan kemudian mengembangkan pertanyaan tersebut sesuai dengan jawaban dan penjelasan yang diberikan oleh responden yang berkaitan dengan masalah yang diteliti guna memperoleh data yang dibutuhkan. 5. Pengelolaan dan Analisis Data a. Pengelolaan Data Setelah data-data diperoleh, maka selanjutnya data-data tersebut diolah dengan cara : 1. Editing, yaitu memeriksa kembali data yang sudah ada,jika ada data yang salah akan diperbaiki dan apabila ada data yang kurang akan ditambah. 2. Coding, yaitu mengelompokkan data tersebut sesuai dengan rumusan masalah. b. Analisis Data Setelah selesai diolah, data tersebut dianalisis secara kualitatif. Analisis secara kualitatif adalah analisis yang tidak memakai angkaangka melainkan rangkaian kata-kata yang membentuk kalimat, untuk menjawab rumusan masalah yang ada, yang akhirnya menjadi suatu kesimpulan.
5
II. KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Hak-Hak Atas Tanah. 1.
Pengertian Tanah dan Hak Atas Tanah Tanah menurut UUPA adalah permukaan bumi. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat dari haknya, sehingga tanah dapat bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagian yang mempunyainya maupun bermanfaat bagi masyarakat dan negara8. Secara yuridis pengertian tanah dijelaskan dalam Pasal 1 angka 4 UUPA berbunyi sebagai berikut : “Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta berada di bawah air”. Sebutan tanah dalam bahasa kita dapat dipakai dalam berbagai arti, maka dalam penggunaannya perlu diberi batasan, agar diketahui dalam arti apa istilah tersebut digunakan. Dengan demikian jelaslah bahwa tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi, sedangkan dalam hukum tanah kata sebutan tanah dipakai dalam arti yuridis sebagai suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh UUPA9. Hak atas tanah yang berlaku di Indonesia saat ini merupakan salah satu hal yang diatur dalam hukum agraria dan didasarkan pada keberadaan hukum adat. Pengunaan tanah tersebut harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat dari pada haknya, hingga memberikan manfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun bagi masyarakat dan negara10. Dari Prinsip dasar tersebut maka lahirlah hak-hak atas tanah yang peruntukannya dibeda-bedakan pada manfaatnya, pada pribadi-pribadi yang akan menjadi pemiliknya, kepentingan-kepentingan masyarakat dan perorangan haruslah berada dalam keadaan yang seimbang.11 2. Hak-Hak Atas Tanah Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Fungsi Sosial berarti bahwa hak atas tanah apa pun yang ada pada seseorang tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat12. Hak atas tanah suatu bidang tanah harus didaftarkan karena dengan mendaftarkan hak atas tanah yang kita miliki maka kepemilikan kita atas bidang tanah tersebut berkekuatan hukum.
8
Jayadi Setiadi, Op.Cit, Hal 10 Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan UUPA, Djambatan, Jakarta, 1999, Hal. 18 10 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak-Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta, 2004, Hal. 25 11 Ibid 12 Badriyah Harun, Solusi Sengketa Tanah dan Bangunan, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2013, Hal. 17 9
6
Macam-macam hak atas tanah yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 dan 2 diatas, diuraikan dalam Pasal 16 UUPA yang berbunyi : (1) Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 ialah ; a. Hak Milik, b. Hak Guna Usaha, c. Hak Guna Bangunan, d. Hak Pakai, e. Hak Sewa, f. Hak Membuka Hutan, g. Hak Memungut Hasil Hutan, h. Hak-hak lainnya yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hakhak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53. B.Tinjauan Umum Tentang Peralihan Hak, Jual Beli dan Akta Jual Beli 1. Pengertian Peralihan Hak. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peralihan adalah pergantian /perlintasan dari keadaan yang satu kepada keadaan yang lain. Peralihan hak adalah suatu perbuatan hukum yang bertujuan untuk memindahkan hak dari satu pihak kepada pihak lain, dan atas dasar apa hak tersebut dialihkan agar pihak tersebut dapat menguasai hak sepenuhnya. Hal tersebut dapat terjadi karena peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Pada Pasal 37 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah disebutkan bahwa Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Pengertian Jual Beli Menurut Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah di janjikan. Subekti menyatakan bahwa jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak lain untuk membayar harga yang telah di janjikan13. 4. Pengertian Akta Jual Beli
13
Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa,Jakarta, 2010, Hal. 79
7
Jual beli hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk proses jual beli atas tanah PPAT mengunakan Akta jual beli. Akta jual beli adalah bukti otentik telah dilangsungkannya perbuatan hukum jual beli atas hak atas tanah oleh para pihak. Akta Jual Beli dibuat sebagai tanda bukti, fungsinya adalah untuk memastikan suatu peristiwa hukum dengan tujuan menghindarkan sengketa, oleh karena itu PPAT harus melakukan perbuatan hukum jual beli sedemikian rupa, sehingga apa yang ingin dibuktikan itu diketahui dengan mudah dari akta jual beli yang dibuat14. Akta jual beli yang ditandatangani oleh para pihak membuktikan telah terjadinya pemindahan hak dari penjual kepada pembelinya dengan disertai pembayaran harganya, telah memenuhi syarat tunai dan menunjukan bahwa secara nyata atau riil perbuatan hukum jual beli yang bersangkutan telah dilaksanakan15. C. Tinjauan Umum Tentang Pendaftaran Tanah 1.
Pengertian Dan Dasar Hukum Pendaftaran Tanah Pendaftaran tanah merupakan persoalan yang sangat penting dalam UUPA, karena pendaftaran tanah merupakan awal dari proses lahirnya sebuah bukti kepemilikan hak atas tanah. Pengertian Pendaftaran Tanah menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah adalah 16 : “Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidangbidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya”. Pendaftaran peralihan hak atas tanah karena jual beli adalah kegiatan untuk mendaftarkan tanah miliknya yang telah dilakukan peralihan haknya melalui jual beli, yang dibuktikan dengan akta jual beli tanah yang dibuat oleh dan dihadapan PPAT selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah pada Kantor Pertanahan setempat. Hal ini dilakukan agar perbuatan hukum mengenai peralihan hak milik atas tanah karena jual beli tersebut mempunyai kekuatan hukum dan jaminan kepastian hukum telah diadakannya jual beli tanah tersebut. 2. Tujuan dan Asas-Asas Pendaftaran Tanah Pemindahan hak seperti jual beli, hibah, waris, tukar menukar,
14
Adrian Sutedi, Op.Cit, Hal. 85 Ibid, Hal 77 16 Ibid, Hal. 474 15
8
yang telah selesai dilakukan peralihan haknya, wajib diikuti pendaftarannya pada Kantor Pertanahan setempat, hal ini dimaksudkan untuk memberikan alat bukti yang lebih kuat dan lebih luas pembuktiannya dari akta PPAT, yang membuktikan telah terjadinya peralihan hak atas tanah yang dilakukan serta sahnya peralihan tersebut. Bagi pemegang hak atas tanah, setiap peralihan, hapus dan pembebanannya harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan dalam rangka pelaksanaan hukum pertanahan yang asas dan ketentuan-ketentuan pokoknya dituangkan dalam UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Pendaftaran yang dimaksud disini adalah kegiatan pencatatan peralihan hak atas tanahnya karena jual beli, pendaftaran peralihan hak atas tanah adalah kegiatan pencatatan mengenai peralihan hak atas tanah. Pencatatan peralihan hak atas tanah adalah suatu kegiatan pencatatan administrasi/yuridis bahkan kadang teknis atas beralihnya / berpindahnya kepemilikan suatu bidang tanah dari satu pihak ke pihak lain, yang merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai beralihnya serta hapusnya hak-hak tersebut. Dengan adanya perpindahan hak atas tanah tersebut, maka si pemilik yang baru akan mendapatkan tanah hak miliknya dan wajib mendaftarkan akta yang dibuat oleh PPAT pada Kantor Pertanahan setempat untuk mendapatkan kepastian hukum dan jaminan hukum atas beralihnya hak atas tanah tersebut, dan juga sebagai bukti telah dilakukannya perjanjian peralihan hak atas tanah tersebut. Dengan demikian berpindahnya hak milik atas tanah tersebut diketahui / diinginkan oleh pihak yang melakukan perjanjian peralihan. Tujuan dari Pendaftaran Tanah menurut peraturan perundangundangan adalah : Pendaftaran tanah dalam Pasal 19 ayat 1 dan 2 UUPA menyebutkan bahwa ; 1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh Wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. 2. Pendaftaran tersebut dalam ayat 1pasal ini meliputi : a. Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah ; b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. 3. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan menginggat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria. 4. Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran tanah termaksud dalam ayat 1
9
diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut. Pendaftaran tanah di Indonesia memiliki asas dalam pelaksanaannya. Hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, bahwa pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka. D. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Menurut ketentuan dalam Pasal 37 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah antara lain menyebutkan bahwa Jual beli hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) berdasarkan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah (UUHT), menyebutkan bahwa “Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan Hak Tanggungan, dan akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
10
III. PEMBAHASAN PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN JUAL BELI MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH DI KOTA PADANG A. Pelaksanaan Peralihan Hak Atas Tanah Berdasarkan Jual Beli 1. Persyaratan Untuk Pembuatan Akta Jual Beli. Peralihan hak atas tanah berdasarkan jual beli dapat didaftarkan ke Kantor Pertanahan jika jual beli tersebut dibuktikan dengan akta jual beli yang dibuat oleh PPAT. Sebelum akta jual beli dibuat oleh PPAT, terlebih dahulu PPAT menyiapkan syarat-syarat yang berhubungan dengan pembuatan akta dan meminta data-data dan syarat-syarat untuk pembuatan akta jual beli kepada para pihak. Persyaratan yang diperlukan untuk membuat Akta Jual Beli tanah di Kantor PPAT adalah sebagai berikut : 1. Asli sertifikat hak atas tanah yang akan dijual; 2. Identitas diri pemegang hak dan penerima hak atau kuasanya (KTP yang masih berlaku, Kartu Keluarga, Surat Nikah). 3. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB) tahun berjalan ; 4. Jika suami/istri pemegang hak atas sertifikat meninggal dunia (surat keterangan kematian, surat persetujuan dari anak-anak / ahli waris, akte kelahiran anak-anak jika anak-anak masih dibawah umur). 5. Jika tanah berasal dari tanah milik adat (ranji kaum, surat persetujuan kaum). 6. Jika sertifikatnya tanah pertanian harus ada Surat Izin Perubahan Penggunaan Tanah (IPPT) dari Kantor Pertanahan. 7. Surat kuasa yang dibuat dihadapan Notaris / legalisasi Notaris, jika jual beli dikuasakan. 8. Bukti pelunasan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) 9. Bukti pelunasan pembayaran pajak daerah berupa Surat Setoran Pajak Daerah Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSPD – BPHTB). 10. Akta Perusahaan Jika Pemegang hak/penerima hak adalah Badan Hukum. 2. Persiapan Untuk Pembuatan Akta Jual Beli. Sebelum melaksanakan pembuatan akta jual beli terlebih dahulu PPAT wajib melakukan pemeriksaan/pengecekan sertipikat pada Kantor Pertanahan Kota Padang. Pengecekan sertipikat ini adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui data fisik dan data yuridis yang tersimpan dalam peta pendaftaraan, daftar tanah, surat ukur dan buku tanah, ini berfungsi untuk mengetahui kesesuaian sertipikat hak atas tanah dengan buku tanah yang ada pada Kantor Pertanahan Kota Padang. Setelah selesai proses pengecekan sertipikat, PPAT meminta kepada pihak penjual dan pihak pembeli untuk membayar pajak jual beli. Penjual membayar pajak penghasilan (PPh), karena atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hukum dari pengalihan hak atas
11
tanah dan atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan (PPh), Rumus mencari pajak penghasilan adalah : Pajak Penjual (PPh) = NJOP PBB /Harga Jual X 5 % (lima persen) Contoh Rp. 300.000.000,- X 5 % = Rp. 15.000.000,Jadi pajak penghasilan yang harus dibayar adalah Rp. 15.000.000,Pihak pembeli membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dengan rumus sebagai berikut: Pajak Pembeli (BPHTB)=(NJOP/Harga Jual–NPTKP) x5 % (lima persen). NJOP adalah : Nilai Jual Objek Pajak NPTKP adalah : Nilai Perolehan Tidak Kena Pajak Mengenai NPTKP untuk perhitungan BPHTB adalah berbeda-beda untuk masing-masing Kabupaten/Kota. Untuk Kota Padang adalah Rp. 60.000.000, - (enam puluh juta rupiah), diatur dalam Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Contoh BPHTB = ( Rp. 300.000.000,- 60.000.000,- ) x 5 % = Rp. 12.000.000,- Jadi BPHTB yang harus dibayar adalah Rp. 12.000.000,(dua belas juta rupiah). Adapun yang menjadi dasar untuk penghitungan pajak adalah nilai tertinggi antara harga transaksi/harga jual dengan NJOP tahun berjalan tanah tersebut. Jika BPHTB terhutang belum dibayar oleh pembeli, akta jual beli telah dibuat oleh PPAT, maka PPAT akan kena denda sebesar Rp. 7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu rupiah). Para pihak banyak yang tidak mengetahui sama sekali tentang pembayaran pajak jual beli ini, sehingga tidak ada yang membayar terlebih dahulu pajaknya. Ada juga yang takut salah dalam menghitung besarnya pajak sehingga PPAT membantu menghitungkan besarnya pajak terutang yang akan dibayar kemudian baru disetor ke bank oleh para pihak. 3. Proses Pembuatan Akta Jual Beli Setelah pajak PPh dan BPHTB dibayar, PPAT membuatkan akta jual belinya, Akta PPAT dibuat sesuai dengan bentuk dan tata cara pengisian yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, untuk selanjutnya disebut Perkaban Nomor 8 tahun 2012. Kepala Kantor Pertanahan Kota Padang akan menolak pendaftaran peralihan hak jika akta jual beli yang dibuat oleh PPAT tidak sesuai dengan bentuk dan tata cara pengisian yang diatur dalam Perkaban Nomor 8 tahun 2012. Karena sekarang akta dibuat oleh PPAT maka tidak boleh ada kesalahan dalam pembuatan akta, karena Kepala Kantor Pertanahan Kota Padang tidak akan menerima akta yang ada coretan atau renvoinya, jadi jika dalam akta terjadi kesalahan maka pembuatan akta jual beli harus diulangi lagi. Dalam pembuatan akta jual ada syarat-syarat yang harus dilakukan oleh PPAT antara lain adalah :
12
1. Penandatanganan akta jual beli harus dihadiri oleh penjual dan pembeli atau orang yang diberi kuasa dengan surat kuasa yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris. 2. Pembuatan dan penandatangan akta jual beli harus disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi yang memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam suatu perbuatan hukum. Saksi-saksi memberi kesaksian antara lain : a. Mengenai identitas dan kapasitas para pihak ; b. Kehadiran para pihak atau kuasanya ; c. Kebenaran data fisik dan data yuridis objek perbuatan hukum dalam hal objek tersebut sebelum terdaftar ; d. Keberadaan dokumen-dokumen yang ditunjukan dalam pembuatan akta jual beli serta telah dilaksanakannya perbuatan hukum tersebut oleh para pihak ; Saksi harus dikenal oleh PPAT maka untuk saksi dalam pembuatan akta jual beli biasanya dari karyawan PPAT sendiri. 3. Sebelum akta jual beli ditandatangani, PPAT harus membacakan dan menjelaskan isi dan maksud akta tersebut kepada para pihak. Bila para pihak telah mengerti dan memahaminya maka akta jual beli akan ditandatangani oleh pihak penjual, pihak pembeli, saksi dan PPAT sebanyak 2 (dua) rangkap asli, bermaterai cukup, satu rangkap akta lembar pertama disimpan oleh PPAT dan satu rangkap akta lembar kedua diserahkan ke Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran peralihan hak akibat jual beli tersebut. Untuk pihak penjual dan pembeli akan diberikan salinan. 4. Pelaksanaan Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah Berdasarkan Jual Beli Dalam rangka melakukan pendaftaran peralihan hak berdasarkan jual beli, ada beberapa tahapan-tahapan persiapan yang harus dilalui oleh pemohon hak yang bersangkutan. Adapun tahapan-tahapan yang dapat dilakukan untuk melakukan pendaftaran peralihan hak tersebut adalah sebagai berikut : 1. Para pihak terlebih dahulu datang ke kantor PPAT yang wilayah kerjanya berada pada lokasi tanah yang akan di jual oleh pihak penjual pihak. 2. Para pihak melengkapi persyaratan dan dokumen-dokumen pendukung yang diminta oleh PPAT, setelah itu PPAT akan membuatkan akta Jual beli dan para pihak menandatangani akta jual beli tersebut. 3. Setelah Akta Jual Beli ditandatangani oleh para pihak maka proses pendaftaran peralihan hak untuk memperoleh balik nama sertipikat tanah bisa dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang dalam hal ini adalah di lakukan diKantor Pertanahan Kota Padang. Penyerahan berkas akta jual beli harus dilakukan selambatlambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah akta jual beli ditandatangani. Apabila PPAT lalai dan terlambat untuk menyampaikan akta jual beli berikut dengan dokumen lainnya tersebut kepada Kantor Pertanahan, maka sanksi atas keterlambatan itu sangat lemah. Artinya Kepala Kantor
13
Pertanahan tetap menerima berkas-berkas yang diserahkan lebih dari 7 (tujuh) hari. 5. Prosedur dan cara pendaftaran peralihan hak berdasarkan jual beli di Kantor Pertanahan Kota Padang. Prosedur pelaksanaan pendaftaran peralihan hak berdasarkan jual beli di Kantor Pertanahan Kota Padang adalah sebagai berikut ; 1. Pemohon membawa dokumen-dokuman dan berkas-berkas pendukung yang sudah lengkap ke loket Informasi dan Pemeriksaan. Adapun dokumen-dokuman dan berkas-berkas pendukung meliputi : 1. Surat Pengantar dari PPAT. 2. Surat Permohonan 3. Sertifikat asli 4. Akta jual beli lembar kedua. 5. Identitas diri pemegang hak, penerima hak dan atau kuasanya (KTP yang masih berlaku, Kartu Keluarga). 6. Asli Bukti lunas pembayaran PPh lembar ke 5 (lima). 7. Asli Bukti lunas pembayaran BPHTB lembar ke 3 (tiga) . 8. SPPT PBB tahun berjalan. 9. Surat kuasa jika permohonannya dikuasakan. 10. Ranji kaum jika tanah berasal dari tanah adat/kaum. 11. Surat pernyataan dari calon Penerima hak yang menyatakan a. bahwa pihak pembeli dengan pemindahan hak tersebut tidak menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi ketentuan maksimum penguasaan tanah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ; b. bahwa pihak pembeli dengan pemindahan hak tersebut tidak menjadi pemegang hak atas tanah absentee (guntai) menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ; c. bahwa pihak pembeli menyadari bahwa apabila pernyataan sebagaimana dimaksudkan tersebut diatas tidak benar maka tanah kelebihan atau tanah absentee tersebut menjadi obyek landreform; d. Bahwa yang bersangkutan bersedia menanggung semua akibat hukumnya, apabila pernyataan sebagaimana dimaksud tidak benar. 12. Surat Pernyataan tentang BPHTB ; a. Jika pembeli membayar BPHTB maka isi surat pernyataannnya adalah : dengan dasar harga jual beli atau NJOP PBB sertifikat yang menjadi objek Peralihan Jual Beli telah saya setorkan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Kantor Dinas Pendapatan Daerah Kota Padang dengan Nomor rekening 1000.0101.00085.1. b. Jika Pembeli tidak dikenakan BPHTB maka isi pernyataannya adalah : Dengan dasar harga transaksi jual beli dan atau SPPT PBB tahun 2014 dan atau sertifikat Hak Milik tersebut maka berdasarkan hal tersebut saya tidak dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atau NIHIL.
14
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8. 9.
Seluruh dokumen-dokuman dan berkas-berkas pendukung pendaftaran peralihan hak berdasarkan jual beli dimasukkan ke dalam satu map yang dicetak khusus yang bisa dibeli pada Koperasi Kantor Pertanahan. Untuk proses jual beli map yang digunakan berwarna biru. Petugas loket Informasi dan Pemeriksaan menerima dokumen, mengecek dan memeriksa kelengkapan berkas-berkas yang dimohonkan. Jika dalam pembuatan akta jual beli terdapat kesalahan atau dokumendokumen pendukung belum lengkap, petugas loket informasi dan pemeriksaan berkas mencatat kesalahan-kesalahan atau kekurangankekurangan pada sisi dalam map dan mengembalikan berkas yang dimohonkan untuk diperbaiki dan dilengkapi lagi. Jika berkas telah betul dan lengkap maka petugas loket memberi cap nama, NIP (Nomor Induk Pegawai) dan paraf petugas loket pada bagian kanan bawah diluar map berkas tersebut. Pemohon menyerahkan map tersebut ke loket administrasi. Petugas loket administrasi mengentri data permohonan dengan komputer dan mencetak STTD (Surat Tanda Terima Berkas) dan SPS (Surat Perintah Setor). Pada lembar SPS tertera berapa jumlah yang akan dibayar untuk proses peralihan hak tersebut. Tarif/biaya dalam proses pendaftaran peralihan hak atas tanah berdasarkan jual beli diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Pertanahan Nasional. Tarif tersebut merupakan Pelayanan Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah Untuk Perorangan dan Badan Hukum, dihitung berdasarkan rumus yaitu : T = (1 permil X Nilai Tanah) + Rp. 50.000,Contoh : harga tanah per meter berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah Rp. 200.000 permeter, luas tanahnya 500 M2 (lima ratus meter persegi), Rp. 200.000,- X 500 M2 = Rp. 100.000.000, satu permil dari Rp. 100.000.000 yaitu Rp. 100.000,- ditambah biaya PNBP Rp. 50.000,- sehingga jumlah yang harus dibayar oleh pemohon yang tertera di Surat Perintah Setor (SPS) adalah Rp. 150.000,-. Pemohon membayar biaya PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) ke loket III yaitu loket bendahara dan menerima kwitansi bukti pembayaran (DI. 306). Petugas loket administrasi menyerahkan STTD (Surat Tanda Terima Berkas) (DI. 301) kepada pemohon dan selanjutnya menyerahkan dokumen kepada petugas pelaksana Peralihan Pembebanan Hak. Petugas arsip buku tanah mencarikan buku tanah dan menyerahkan buku tanah kepada petugas pelaksana peralihan hak. Petugas pelaksana mengoreksi dokumen dan membuat catatan peralihan hak pada buku tanah dan sertifikat. Pencatatan peralihan hak dalam buku tanah dan sertifikat di Kantor Pertanahan dilakukan sebagai berikut :
15
1. Nama pemegang hak lama dicoret dengan tinta hitam kemudian diparaf oleh Kepala Sub Seksi Peralihan, Pembebanan Hak Dan PPAT dan Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah. 2. Nama pemegang hak baru dituliskan dalam kolom dari halaman catatan pendaftaran, peralihan hak, perubahan hak dan catatan lainnya sertipikat yang telah disediakan untuk itu, kolom tersebut terdiri dari 3 kolom yaitu : a. Sebab perubahan, tanggal pendaftaran ; di kolom ini dicatat tanggal pendaftaran, Nama PPAT, tanggal dan nomor akta jual beli. b. Nama yang berhak dan pemegan hak lain-lainnya ; pada kolom ini dicatat nama pemegang hak baru. c. Tanda tangan Kepala Kantor dan Cap kantor ; pada kolom ini tanda tangan Kepala kantor lengkap dengan Nama dan NIP lalu di cap. 10. Petugas pelaksana meneruskan dokumen kepada Kepala Sub Seksi Peralihan, pembebanan Hak dan PPAT. 11. Kepala Sub Seksi Peralihan, Pembebanan Hak dan PPAT mengoreksi dokumen, jika tidak benar dikembalikan ke petugas pelaksana untuk diperbaiki, jika sudah benar maka Kepala Sub Seksi Peralihan, pembebanan Hak dan PPAT membubuhkan paraf catatan peralihan pada buku tanah sertifikat, dan meneruskan dokumen kepada Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah. 12. Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah mengoreksi dokumen, jika tidak benar dikembalikan ke petugas pelaksana untuk diperbaiki, jika sudah benar maka Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah membubuhkan paraf catatan peralihan pada buku tanah dan sertifikat, dan meneruskan dokumen kepada Kepala Kantor. 13. Kepala Kantor mengoreksi dokumen, jika tidak benar dikembalikan ke petugas pelaksana untuk diperbaiki, jika sudah benar maka Kepala Kantor membubuhkan tanda tangan catatan peralihan pada buku tanah dan sertifikat, dan meneruskan dokumen kepada petugas pelaksana. 14. Petugas pelaksana membukukan Daftar Isian penyelesaian pekerjaan (DI. 208) dan Daftar Penerimaan penghasilan (DI. 307) pada sertifikat dan buku tanah seterusnya mengembalikan dokumen ke petugas arsip buku tanah. 15. Petugas arsip memisahkan warkah, buku tanah, sertifikat, selanjutnya menyerahkan sertifikat kepada loket IV. 16. Petugas loket IV memberikan stempel kantor pada sertifikat, mencetak bukti penyerahan produk dan menyerahkan sertipikat kepada pemohon. 6. Peranan PPAT Dalam Pelaksanaan Jual Beli Dan Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah 1. Peranan PPAT Dalam Pelaksanaan Pembuatan Akta Jual Beli.
16
PPAT mempunyai peranan dalam pembuatan akta jual beli antara lain sebagai berikut : a. PPAT adalah pejabat umum satu-satunya dalam pembuatan aktaakta otentik, akta jual beli adalah salah satu akta otentik. Tanah yang dapat dibuatkan akta jual beli adalah tanah yang telah terdaftar pada Kantor Pertanahan dalam Wilayah kerja PPAT, tanpa adanya akta jual beli yang dibuat oleh PPAT yang berwenang maka peralihan hak hak milik atas tanah yang diperjual belikan tidak dapat didaftarkan di Kantor Pertanahan sesuai dengan ketentuan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. b. Dengan adanya kewajiban PPAT untuk memeriksakan terlebih dahulu kecocokan sertipikat tanah yang akan diperjual belikan dengan daftar buku tanah yang ada pada kantor Pertanahan maka PPAT berperan dalam menciptakan rasa aman bagi masyarakat dalam melakukan jual beli hak atas tanah. c. Memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum hukum kepada para pihak yang melakukan perbuatan hukum (jual beli) tersebut karena akta jual beli yang dibuat oleh PPAT adalah akta otentik. d. Membantu pemerintah dalam meningkatkan pendapatan Negara dari sektor pajak, dimana PPAT mengharuskan kepada pihak penjual dan pihak pembeli yang akan melakukan jual beli sebelum pembuatan akta jual beli dilangsungkan terlebih dahulu harus membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) jika nilai jual lebih dari Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) dan PPh untuk jual beli adalah 5 % (lima persen) dari harga jual beli. e. PPAT menjaga kerahasian data-data dari akta jual beli yang dibuat PPAT kepada pihak-pihak lain yang tidak ada kepentingan karena administrasi PPAT bersifat tertutup. f. Menjamin dan bertanggung jawab atas kebenaran data termasuk penulisan identitas para pihak dan data tanah pada akta jual beli, sebab apabila data tersebut salah maka akan menimbulkan kesalahan pada data pendaftaran tanah yang berakibat salah pula nama penerima hak yang tercantum dalam sertipikat. 2. Peranan PPAT Dalam Proses Pendaftaran Peralihan Hak Berdasarkan Jual Beli. Peranan PPAT dalam pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah sebagai berikut ; a. Membantu Kantor Pertanahan dalam melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta jual beli sebagai bukti telah dilakukannya peralihan hak atas tanah. Akta jual beli tersebut menjadi dasar bagi Kantor Pertanahan untuk melakukan pendaftaran peralihan hak atas tanah dan pada akhirnya merupakan pemeliharaan data pendaftaran tanah.
17
b. Menyampaikan akta jual beli yang dibuatnya kepada Kantor Pertanahan beserta sertipikat hak atas tanah yang diperjual belikan dan dokumen-dokumen pendukung lainnya guna menjamin terlaksananya kesinambungan dan kemuktahiran data pendaftaran tanah yang ada pada kantor Pertanahan. c. Membantu dan memberikan kemudahan pada masyarakat terutama dalam segi waktu karena dengan dilimpahkannya kewajiban melakukan pendaftaran peralihan hak atas tanah kepada PPAT masyarakat tidak perlu susah-susah melakukannya sendiri. d. PPAT juga berperan dalam melakukan pemeriksaan kelengkapan data permohonan pendaftaran peralihan hak atas tanah sebelum disampaikan kepada Kantor Pertanahan Kota Padang. B. Kendala Dalam Pelaksanaan Peralihan Hak Atas Tanah Berdasarkan Jual Beli Dan Solusinya. Dalam menjalankan jabatan selaku PPAT di Kota Padang banyak sekali permasalahan yang dihadapi PPAT, untuk itu PPAT perlu sangat berhati-hari agar tidak tersandung masalah hukum akibat kesalahan/ kekhilafan dalam menjalankan jabatannya, karena tanah di Kota Padang pada umumnya berasal dari tanah ulayat atau tanah kaum yang dikuasai secara turun temurun, sedangkan untuk tanah pencarian tidak serumit masalah tanah yang berasal dari tanah ulayat/tanah kaum. Berdasarkan penelitian penulis kendala-kendala yang pernah dihadapi dalam pelaksanaan pembuatan akta jual beli hak atas tanah antara lain sebagai berikut : a. Masyarakat banyak yang tidak mengetahui tentang adanya kewajiban PPAT untuk memeriksa kebenaran sertifikat yang akan diperjual belikan dan mencocokkan dengan buku tanah yang ada pada Kantor Pertanahan, ada masyarakat yang datang ke PPAT setelah mereka melakukan jual beli, uang telah diserahkan, sehingga dengan adanya proses pengecekan sertifikat mereka merasa tidak membutuhkan lagi dan tidak mau pelaksanaan penandatanganan akta jual belinya tertunda, begitu juga dengan pihak penjual yang terkadang berdomisi di luar Kota sehingga susah untuk datang lagi. PPAT yang juga merangkap sebagai Notaris menyarankan untuk membuat akta kuasa. Sehingga jika akta jual beli telah bisa ditanda tangani Pihak Penjual tidak perlu datang lagi. b. Penjual yang bertindak berdasarkan surat kuasa, yang pemberi kuasanya telah meninggal dunia, penerima kuasa tersebut menutupi bahwa pemberi kuasa telah meninggal dunia, karena dengan meninggalnya pemberi kuasa maka kuasa tersebut batal dengan sendirinya dan tidak berlaku lagi, PPAT menjelaskan kepada para pihak terutama kepada pembeli tentang resiko tuntutan dari para ahli waris jika ternyata pada saat kuasa dipergunakan pemberi kuasa telah meninggal dunia. Untuk kewaspadaan PPAT, jika kuasa itu berumur lebih dari 1 (satu) tahun maka PPAT menambahkan dengan surat pernyataan yang dibuat dan ditanda tangani oleh Penerima Kuasa,
18
surat pernyataan tersebut berbunyi “Apabila pada saat Surat Kuasa tersebut dipergunakan diketahui pemberi kuasa tersebut sudah meninggal dunia dan berakibat kuasa tersebut menjadi batal, maka penerima kuasa bersedia dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku dan akan menanggung resiko kerugian apapun baik secara hukum, materil dan financial tanpa melibatkan pihak lain, surat ini dibuat dengan 2 (dua) orang saksi dan bermaterai cukup. c. Jika terjadi kesalahan dalam pembuatan akta jual beli atau ada kesalahan ketikan atas isi akta jual beli, PPAT harus mengulang kembali pembuatan akta jual beli dan memanggil kembali para pihak untuk menandatangani akta jual beli. d. Kurangnya penyuluhan tentang pajak dan bea untuk jual beli oleh pemerintah kepada masyarakat, sehingga banyak masyarakat yang tidak mengetahui tentang adanya kewajiban membayar pajak final dan Bea Peraolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB). Untuk itu PPAT mencoba memberi penjelasan, pengertian dan meyakinkan para pihak bahwa jika pajak tidak dibayar maka akta jual beli tidak dapat dibuat, maka peralihan hak atas tanah yang akan diperjual belikan tidak dapat dilaksanakan. e. Banyaknya masyarakat yang tidak jujur mengenai harga jual beli yang tertulis pada akta jual beli, karena pajak dihitung berdasarkan nilai tertinggi antara harga jual beli dengan NJOP PBB tahun berjalan, pada umumnya di Kota Padang, NJOP PBB selalu dibawah harga pasar, jadi mereka lebih memilih mengecilkan harga jual beli, sehingga pajak yang harus mereka bayar tidak besar nilainya. Untuk mengatasi masalah ini PPAT mengingatkan kepada para pihak tentang perlunya kejujuran dalam membuat akta jual beli karena akta jual beli adalah akta otentik. f. Karena perlunya persetujuan suami/istri dari pihak penjual untuk melakukan penjualan terhadap harta bersama, menimbulkan permasalahan jika si penjual telah bercerai dengan suami/istrinya, bahkan keberadaan suami/istrinya tidak diketahui, untuk masalah seperti ini PPAT tidak bisa membuatkan akta jual belinya, biasanya PPAT menyarankan kepada penjual untuk pergi ke pengadilan untuk membuat penetapan atau putusan pengadilan agar bisa menjual tanah tersebut. g. Jual beli hak atas tanah yang berasal dari konversi hak yang tercatat atas nama Mamak Kepala Waris bersama anggota kaumnya sering terjadi permasalahan, yaitu terjadinya gugatan dari pihak lain yang merasa ikut berhak mengusai tanah tersebut, meskipun namanya tidak tercantum dalam sertipikat yang diperjual belikan. Setiap proses peralihan hak atas tanah yang berasal dari tanah adat atau tanah kaum maka di minta ranji kaumnya, dan di buatkan surat persetujuan dari seluruh anggota kaum, untuk menghindari adanya pemalsuan tanda tangan PPAT mengharuskan surat persetujuan tersebut di buat dihadapan Notaris atau penandatanganan Surat Persetujuan tersebut disaksikan oleh PPAT.
19
IV. PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian mengenai Peralihan Hak atas Tanah Berdasarkan Jual Beli yang telah di tuliskan sebelumnya penulis menarik bebarapa kesimpulan yaitu : 1. Proses Peralihan hak berdasarkan jual beli dimulai dengan pembuatan akta jual beli yang dibuat dihadapan PPAT, setelah akta jual beli ditandatangani oleh para pihak, PPAT mendaftarkan akta jual beli dan permohonan peralihan hak ke Kantor Pertanahan dengan melampirkan sertipikat asli dan dokumen-dokumen lainnya yang dipersyaratkan oleh Kantor Pertanahan. Proses pendaftaran peralihan hak ini mengakibatkan terjadinya perubahan nama pemegang hak atau berubahnya data yuridis terhadap hak atas tanah tersebut. 2. Kendala yang ditemui dalam proses pelaksanaan peralihan hak atas tanah berdasarkan jual beli di Kota Padang adalah ; a. Masyarakat banyak yang tidak mengetahui tentang adanya kewajiban PPAT untuk memeriksa kebenaran sertifikat yang akan diperjual belikan dan mencocokkan dengan buku tanah yang ada pada Kantor Pertanahan. b. Untuk melakukan penjualan atas tanah yang merupakan harta bersama harus ada persetujuan suami/istri dari pihak penjual. c. Jual beli yang dilakukan dengan memakai kuasa, jika kuasa itu berumur lebih dari 1 (satu) tahun maka PPAT menambahkan dengan surat pernyataan yang dibuat dan ditanda tangani oleh Penerima Kuasa. d. Jika terjadi kesalahan dalam pembuatan akta jual beli, PPAT harus mengulang pembuatan akta jual beli dan memanggil kembali para pihak untuk menandatangani akta jual beli. e. Kurangnya penyuluhan tentang pajak dan bea untuk jual beli oleh pemerintah kepada masyarakat, sehingga banyak masyarakat yang tidak mengetahui tentang adanya kewajiban membayar pajak final dan Bea Peraolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB). f. Banyak masyarakat yang tidak jujur mengenai harga jual beli yang tertulis pada akta jual beli, mereka lebih memilih mengecilkan harga jual beli, sehingga pajak yang harus mereka bayar tidak besar nilainya. g. Jual beli hak atas tanah yang berasal dari konversi hak yang tercatat atas nama Mamak Kepala Waris bersama anggota kaumnya harus dengan persetujuan dari seluruh anggota kaum, persetujuan tersebut bisa langsung di buatkan dalam akta jual beli atau dengan surat persetujuan dibawah tangan yang penandatanganannya disaksikan oleh Notaris/PPAT.
20
B. Saran-saran Bertititk tolak pada kesimpulan yang telah penulis kemukakan, penulis menyarankan ; 1. Kantor Pertanahan dan/atau PPAT baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pelaksanaan peraturan-peraturan dibidang Pertanahan, terutama Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah beserta peraturan pelaksanaannya, sehingga masyarakat memahami pelaksanaan, persyaratan ketentuan dibidang Pertanahan terutama tentang pelaksanaan jual beli hak atas tanah. Kepada pembeli disarankan jangan melakukan pembayaran harga jual beli hak atas tanah sebelum dilakukan pembuatan akta jual beli dihadapan PPAT yang berwenang. Setiap perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh jual beli harus didaftarkan pada kantor Pertanahan, agar data yang ada pada Kantor Pertanahan sama dengan kenyataan yang ada ditengah-tengah masyarakat. Masyarakat yang akan membeli tanah supaya memperhatikan apakah tanah tersebut telah terdaftar di Kantor Pertanahan atau tidak, dan meneliti tentang hak dan pemegang hak atas tanah tersebut, termasuk kemungkinan adanya sengketa, jangan tergiur dengan harga yang murah jika dikemudian hari bermasalah. 2. Berkenaan dengan banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh PPAT dalam pembuatan akta jual beli, dan supaya masyarakat tidak dirugikan terutama pembeli, untuk itu PPAT dalam menjalankan jabatannya agar selalu berhati-hati dan teliti melaksanakan tahapantahapan persiapan pembuatan akta sebagaimana mestinya serta tidak memihak. Mengingat akta jual beli merupakan akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna maka dalam pembuatan akta jual beli PPAT benar-benar memperhatikan dan dihindari kesalahan dan kekhilafan sekecil apapun. PPAT hendaklah dengan segera mungkin mengajukan permohonan pendaftaran peralihan hak atas tanah yang telah dibuatkan akta jual belinya guna menghindari timbulnya permasalahan dan hambatan dalam proses pendaftaran peralihan hak atas tanah ke atas nama pihak pembeli.
21
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Adrian Sutedi, 2009, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta. Amiruddin dan Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali, Jakarta. Badriyah Harun, 2013, Solusi Sengketa Tanah dan Bangunan, Pustaka Yustisia, Yogyakarta. Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan Jakarta. Effendi Paranginan, 1987, Hukum Agraria Jilid I Tentang Transaksi Jual Beli Hak Atas Tanah, Rajawali Press, Cetakan Keempat, Jakarta. Harun Al Rasyid, 1987, Sekilas Tentang Jual Beli Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta. Jayadi Setiabudi, 2013, Panduan Lengkap Mengurus Tanah dan Rumah Serta Segala Perizinannya, Buku pintar, Yogyakarta. K. Wantjik Saleh, 1973, Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta. Muhammad Hasbi, 2012, Hukum Perdata dan Perkembangannya, Suryani Indah Padang. ________________, 2012, Perancangan Kontrak, Suryani Indah, Padang. Subekti, 2010, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta. Supriadi, 2012, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta. Soerjono Soekanto, 1983, Hukum Adat Indonesia, Rajawali, Jakarta. ________________, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta. Urip Santoso, 2012, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Kencana, Jakarta.
22
B. Peraturan Perundang – undangan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah (UUHT). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Jenis dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Perubahan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tentang Peraturan Jabatan PPAT. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Perubahan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Peraturan Jabatan PPAT. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
23
Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 2 tahun 2011 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
24