perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 1
PELAKSANAAN KEBIJAKAN SEKOLAH TANPA MEMUNGUT BIAYA SEBAGAI UPAYA PEMERATAAN HAK PENDIDIKAN ANAK DI KOTA SURAKARTA (Studi Terhadap Pelaksanaan Sekolah Plus di Sekolah Menengah Negeri 26 Surakarta) TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum Minat utama : Hukum & Kebijakan Publik
OLEH : PRATAMI WAHYUDYA NINGSIH NIM. S.310610008 PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
PELAKSANAAN KEBIJAKAN SEKOLAH TANPA MEMUNGUT BIAYA SEBAGAI UPAYA PEMERATAAN HAK PENDIDIKAN ANAK DI KOTA SURAKARTA (Studi Terhadap Pelaksanaan Sekolah Plus di Sekolah Menengah Negeri 26 Surakarta) Disusun Oleh : PRATAMI WAHYUDYA NINGSIH NIM : S. 310610008 Telah Disetujui Oleh Tim Pembimbing Dewan Pembimbing Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Pembimbing I
Prof. Dr. H. Setiono,S.H.,M.S (
Tanggal
) (
)
) (
)
NIP. 194405051969021001
Pembimbing I
Isharyanto, SH, MH
(
NIP. 197805012003121002 Mengetahui, Ketua Program Studi Ilmu Hukum Prof. Dr. H. Setiono, SH., MS NIP. 194405051969021001
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
PELAKSANAAN KEBIJAKAN SEKOLAH TANPA MEMUNGUT BIAYA SEBAGAI UPAYA PEMERATAAN HAK PENDIDIKAN ANAK DI KOTA SURAKARTA (Studi Terhadap Pelaksanaan Sekolah Plus di Sekolah Menengah Negeri 26 Surakarta) Disusun Oleh : PRATAMI WAHYUDYA NINGSIH NIM : S. 310610008 Telah Disetujui Oleh Tim Penguji Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Ketua/
Prof.Dr.Supanto,S.H.,M.Hum
Penguji
NIP. 196011071986011001
Tanggal
(
)
(
)
Sekertaris/ Burhanudin H,S.H.,M.H.,M.SI.,Ph.D. Penguji
NIP. 196007161985031004
(
)
(
)
Anggota
Prof. Dr. H. Setiono,S.H.,M.S
(
)
(
)
(
)
(
)
NIP.194405051969021001 Anggota
Isharyanto, SH, MH NIP.197805012003121002
Mengetahui, Ketua Program
Prof. Dr. H. Setiono,S.H.,M.S (
)(
)
)(
)
Studi Ilmu Hukum NIP.194405051969021001
Direktur Program Prof.Drs.Suranto,M.Sc., Ph.D Pascasarjana
NIP. 195708201985031004
commit to user
(
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
PERNYATAAN
Nama : PRATAMI WAHYUDYA NINGSIH NIM
: S. 310610008
Menyatakan
nahwa
tesis
berjudul
”PELAKSANAAN
KEBIJAKAN
SEKOLAH TANPA MEMUNGUT BIAYA SEBAGAI UPAYA PEMERATAAN HAK PENDIDIKAN ANAK DI KOTA SURAKARTA
(Studi Terhadap
Pelaksanaan Sekolah Plus di Sekolah Menengah Negeri 26 Surakarta)” adalah karya saya sendiri. Hal yang bukuan karya saya, dalam tesis tersebut ditunjukan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, 2 Oktober 2011 Yang membuat pernyataan,
Pratami Wahyudya Ningsih
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah dan karunian-Nya, sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari, bahwa tanpa pertolongan dan ridho-Nya maka semuanya akan menjadi suatu hal yang mustahil untuk terjadi. Sebagai kodrat manusia hanya usaha dan do’a yang dapat kita panjatkan dan tetap Allah AWT yang akan menentukan. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tesis ini dengan judul ”PELAKSANAAN KEBIJAKAN SEKOLAH TANPA MEMUNGUT BIAYA SEBAGAI UPAYA PEMERATAAN HAK PENDIDIKAN ANAK DI KOTA SURAKARTA
(Studi Terhadap
Pelaksanaan Sekolah Plus di Sekolah Menengah Negeri 26 Surakarta), diharapkan dapat menjadi bahan pengembangan Ilmu Hukum, yaitu Hukum Administrasi Negara khususnya Kebijaksanaan Pemerintah Kota Surakarta dalam Pelaksanaan kebijakan Sekolah tanpa memungut biaya khususnya program sekolah plus di Kota Surakarta dan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam
mengembangkan
Ilmu
Hukum,
khususnya
mengenai
Kebijaksanaan
Pemerintah Kota Surakarta dalam Pelaksanaan Sekolah tanpa memungut biaya. Penulisan hukum ini tidak lepas dari bantuan yang telah diberikan baik oleh pihak lain kepada penulis, oleh karena itu penulis hendak mengucapkan banyak terimakasih yang sebesar-sesarnya kepada :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
1. Allah SWT. Dimana hanya dengan rahmat dan ridho-Nya penulisan hukum (tesis) ini dapat selesai. 2. Nabi Muhammad SAW. Sebagai Nabi besar yang memberikan suri teladan yang sempurna bagi umat-nya. 3. Bapak Drs. H. Joko Riyanto,S.H., M.M dan Ibu Hj. Wiwik Dwi Wahyuti sebagai orang tua, Pratiwi Fatmasari Ningrum dan Pratama Rachmad Wijaya sebagai satu keluarga yang selalu memberi semangat dan mendoakan. 4. Ibu Hj. Surip Priyo Sumarto (Alm) dan Hj. Sri Wiji Priyo Sumarto (Alm) sebagai nenek yang semasa hidupnya senantiasa menyayangi dan sangat berjasa dalam kehidupan Penulis. 5. Calonku Rusmanto,S.Pdi, yang selalu menemaniku dan memberi semangat luarbiasa. 6. Bapak Prof. Dr. H. Setiono, SH., MS selaku Ketua program pasca sarjana Fakultas Hukum UNS dan dosen pembimbing tesis penulis serta seluruh jajaran pengurus program pasca sarjana Fakultas Hukum UNS. 7. Bapak Isharyanto S.H.,M.H, selaku Dosen pembimbing yang telah membimbing penulis hingga penilisan hukum ini dapat diselesaikan dengan baik. 8. Prof. Supanto dan Bapak Burhanudin Harahap S.H.,M.H.,M.SI.,Ph.D selaku Ketua dan sekertaris penguji tesis. 9. Para dosen pasca sarjana F.H UNS yang tidak dapat penulis sebut satu persatu. 10. Para narasumber, Bapak Sutopo selaku Kepala bagian perencanaan dan evaluasi program dinas pendidikan, pemuda dan Olahraga Kota Surakarta, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
bapak Sutrisno Selaku Kepala Sekolah SMP .N 26 Surakarta, Bapak Teguh selaku Komisi IV DPRD Kota Surakarta, Ibu Maya dan Pratama selaku Ketua KIPPAS dan FAS dan masyarakat yang telah bersedia memberikan informasi kepada penulis terkait obyek penelitian. 11. Teman-teman Program Kebijakan Publik Pasca Sarjana Fakultas Hukum UNS, Megawati, Mega fury, Mas Herwin,Mas Dody, Mbak Setyaningsih, Mas Reza dan yang lainnya yang selalu memberi semangat dalam menuntut ilmu. 12. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu semnoga Alloh membalas semua bantuan yang telah diberikan. Semoga Penelitian Hukum ini (tesis) dapat bermanfaat dan membantu dalam perkembangan ilmu hukum yang ada. Wasaalamu’alaikum Wr...Wb... Surakarta, 2 Oktober 2011 Penulis
PRATAMI WAHYUDYA NINGSIH
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL ................................... ...........................................................................
i
PENGESAHAN PEMBIMBING ......................................................................
ii
PENGESAHAN PENGUJI TESIS ...................................................................
iii
PERNYATAAN ................................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................
v
DAFTAR ISI
................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ..............................................................................................
x
DAFTAR BAGAN/GAMBAR .........................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. ........ xii ABSTRAK .............................................................................................. .......... xiii ABSTRACT ...................................................................................................... xiv BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................
1
B. Perumusan Masalah ..................................................................
14
C. Tujuan Penelitian ......................................................................
14
D. Manfaat Penelitian ....................................................................
14
BAB II KAJIAN TEORI A. Definisi Konsep 1. Teori Kebijakan Publik .........................................................
15
a. ................................................................................... Definisi Kebijakan Publik ………………………………… 16 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
b. ................................................................................... Hubung an antara Hukum dan Kebijakan Publik …………
18
c. ................................................................................... Proses Kebijakan Publik ……………………………...…… 20 d. ................................................................................... Pengert ian Implementasi Kebijakan ……………………… 24 e. ................................................................................... Implem entasi Kebijakan menurut Marilee S. Grindle ……
25
2. Landasan tentang Pendidikan ................................................
31
a. ................................................................................... Pengertian Pendidikan …………………………………… 31 b. ................................................................................... Komponen Pendidikan …………………………………… 33 c. ................................................................................... Pendidi kan sebagai salah satu urusan Pemerintah Daerah .. 35 d. ................................................................................... Pendidi kan di Kota Surakarta …………………………….. 37 3. Teori tentang Hak Pendidikan Anak .....................................
39
a. ................................................................................... Sejarah Hak-hak Anak di Indonesia ………………………
41
b. ................................................................................... Pengatu ran Hak Pendidikan Anak ……………………….. 45 B. Kerangka Pikir ..........................................................................
51
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ..........................................................................
56
B. Sifat Penelitian ..........................................................................
57
C. Pendekatan Penelitian ...............................................................
58
D. Jenis dan Sumber Data Penelitian .............................................
59
E. Teknik Pengumpulan data .........................................................
63
F. Teknik Analisis Data .................................................................
68
G. Batasan Operasional Variabel penelitian ................................ . 70 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ..........................................................................
72
B. Pembahasan ................................................................................ 101 1.Bentuk
Kebijakan
dan Pelaksanaan
Pendidikan
Tanpa
memungut Biaya di Kota Surakarta ................................101 a. Program Bantuan Operasional Sekolah ...... ............. 102 b.Program Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta .................................................................................. 103 c. Program Sekolah Plus .............................................. 105 2.Penyelenggaran Kebijakan Sekolah Plus Sebagai Pemerataan Hak Pendidikan Anak di Kota Surakarta ... 120 BAB V
PENUTUP A. KESIMPULAN ......................................................................... 127 B. IMPLIKASI …………………………………………………... 128 C. SARAN ..................................................................................... 128
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
DAFTAR TABEL
Tabel
Hal
Tabel 1.
Tabel daftar fasilitas sekolah plus .......................................... 85
Tabel 2.
Tabel rencana anggaran sekolah plus dan bahan praktek SMK 87
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
DAFTAR BAGAN/GAMBAR
BAGAN
Hal
Bagan 1. Analisa kausalitas masalah pendidikan anak usia dini.................8 Bagan 2. Tahap kebijakan publik..... ............................................................22 Bagan 3. Implementasi sebagai proses politik dan administrasi . ................27 Bagan 4. Kerangka berfikir.. ........................................................................51 Bagan 5. Teknis analisis interaktif ………………………………………...70
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Surat Keputusan Wali Kota Surakarta Nomor : 421/86-D/1/2007 tentang Penetapan Sekolah Plus
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
ABSTRAK Pratami Wahyudya Ningsih, S.310610008. Pelaksanaan Kebijakan Sekolah Tanpa Memungut Biaya Sebagai Upaya Pemerataan Hak Pendidikan Anak di Kota Surakarta (Studi Terhadap Surat Keputusan Wali Kota Surakarta Nomor : 421/86-D/1/2007 tentang Penetapan Sekolah Plus). Tesis. Program Studi Ilmu Hukum, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta 2011. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan kebijakan sekolah tanpa memungut biaya di Surakarta,ndan untuk menditesiskan pelaksanaan penyelenggaraan sekolah plus di Kota Surakarta sebagai salah satu upaya pemenuhan terhadap hak anak di Kota Surakarta. Penelitian ini adalah penelitian hukum sosiologis (non-doktrinal). Sedangkan sifat penelitian ini adalah deskriptif, sehingga dalam penelitian ini akan digambarkan pelaksanaan kebijakan sekolah tanpa memungut biaya yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Surakarta yang teraktualisasi dalam program sekolah plus. Penelitian ini dilakukan di wilayah Pemerintah Kota Surakarta, khususnya Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota Surakarta dan SMP N 26 Surakarta selaku pilot project dari pelaksanaan kebijakan sekolah plus. Sumber data penelitian ini adalah sumber data primer yang diperoleh langsung dari sumbernya yaitu Komisi IV DPRD Kota Surakarta, bagian perencanaan dan evaluasi program Dinas Pendidikan, Pemuda dan olahraga Kota Surakarta, pihak SMP N 26 selaku pelaksana kebijakan dan KIPPAS serta FAS, dan data sekunder, yaitu sumber data yaitu berupa bukubuku literatur yang dibutuhkan serta dokumen atau arsip yang relevan. Berdasarkan hasil analisis, dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut: 1) Bentuk Kebijakan sekolah tanpa memungut biaya di Surakarta direalisasikan dengan; Program BOS, Program BPMKS, Sekolah Plus, pada penelitian ini Penulis memfokuskan pada program sekolah plus, berdasarkan analis sekolah pluas adalah sekolah khusus yang diperuntukan warga Surakarta yang tidak mampu dengan dasar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
Surat Keputusan Wali Kota Surakarta Nomor : 421/86-D/1/2007 tentang Penetapan Sekolah Plus. Berdasarkan SK tersebut program ini diselenggarakan di 12 sekolah sebagai Sekolah Plus. Dalam pelaksanaanya dipilih SMP N 26 Surakarta sebagai pilot project. 2) Penyelenggaraan Sekolah plus di Kota Surakarta adalah sebagai wujud komitmen dari Pemerintah Kota Surakarta untuk memenuhi hak pendidikan anak yang diamanahkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dengan adanya sekolah plus, anak-anak yang kurang mampu menjadi memiliki kesempatan yang sama dengan anak sebaya lainya untuk mengakses pendidikan secara mudah dan murah. Berdasarkan hasil penelitian ini, saran-saran disampaikan sebagai berikut : 1)Penulis berharap bahwa payung hukum dari program sekolah plus dapat dipertegas dalam Peraturan Daerah Surakarta Nomor 4 Tahun 2010,tidak hanya berdasarkan SK Wali Kota saja. 2) Diharapkan adanya pemetaan yang valid mengenai keberadaan atau jumlah penduduk miskin di Kota Surakarta. ABSTRACT Pratami Wahyudya Ningsih, S.310610008. The Implementation of School Policies Without Collecting Fee as the Attempt of Distributing the Child Education Rights Evenly in Surakarta (A Study on the Implementation of Plus School in Public Junior High School 26 Surakarta). Thesis. Law Science Study Program, Postgraduate Program, Sebelas Maret University Surakarta, 2011. The objective of research is to find out the implementation of school policies without collecting fee in Surakarta, and to describe the implementation of plus school organization in Surakarta City as one attempt of fulfilling the child rights in Surakarta City. This study belongs to a sociological (non-doctrinal) law research. Meanwhile, this research is descriptive in nature, so that it will describe the implementation of school policies without collecting fee the Government of Surakarta City carried out that is actualized in the Plus School Program. This research was taken place in Surakarta City Government’s area, particularly in Education, Youth and Sport Service of Surakarta City and SMP N 26 Surakarta as the pilot project in the implementation of plus school policy. The data source of research consisted of primary data source deriving directly from the source namely IV Commission of Surakarta City’s DPRD (Local Legislative Assembly), Program Planning and Evaluation Division of Surakarta City’s Education, Youth and Sport Service, the SMP N 26 as the policy implementer and KIPPAS as well as FAS, and secondary data, namely the one constituting literature books needed as well as relevant document or archive. Based on the result of analysis, the following conclusion can be drawn: 1) the form of school policy without collecting fee in Surakarta is realized by: BOS Program, BPMKS program, Plus School, in this research the writer focuses on the plus school program, based on the analysis on school plus, it can be found that the plus school is the commit to user one intended specially for poor Surakarta’s people based on the Mayor’s Decree
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
Number: 421/86-D/l/2007 about the Plus School Establishment. Considering that decree, this program is conducted in 12 schools as Plus School. In its implementation SMP N 26 Surakarta is selected as pilot project. 2) The implementation of Plus School in Surakarta City is the manifestation of Surakarta City Government’s commitment to the fulfillment of child education right mandated by the Act Number 23 of 2002 about Child Protection and Act Number 20 of 2002 about National Education System. In the presence of plus school, the poor children become having equal opportunity with their peers to access education easily and cheaply. Based on the result of research, the following recommendations can be delivered: 1) the writer expects that the law umbrella of plus school program can be confirmed in Surakarta Local Regulation Number 4 of 2010, not only based on the Mayor’s decree. 2) It is expected that there will be a valid mapping on the existence or the number of poor people in Surakarta City.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dipandang sebagai kegiatan yang bersifat universal dalam kehidupan manusia, karena dengan adanya pendidikan manusia diyakini dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Sementara itu, pendidikan dikatakan sebagai hak setiap Warga Negara Indonesia. Hal tersebut sebagaimana telah tertuang dalam Pasal 31 Ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Konsekuwensi logis dari Pasal 31 Ayat (1) tersebut, maka sudah menjadi hak setiap warga Negara Indonesia untuk dapat menikmati adanya pendidikan secara layak, dan di sisi lain menjadi sebuah kewajiban dari Pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan bagi warga negaranya. Adanya usaha dari Pemerintah untuk memajukan dunia pendidikan di Indonesia telah tercermin dengan mengalokasikan anggaran pendidikan yang mencapai 20 persen dari APBN, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan adanya pencanangan wajib belajar selama sembilan tahun yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar tidak lain diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan guna membangun keunggulan dan daya saing bangsa. Sementara itu, masalah pendidikan adalah salah satu permasalahan yang menjadi ranah kewenangan dari Pemerintah Daerah, hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Pasal 13 ayat (1)commit Undang-undang to user Nomor 33 Tahun 2004 tentang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa terdapat 16 (enam belas) urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota. Salah satu urusan wajib tersebut adalah penyelenggaraan pendidikan. Hal tersebut juga dipertegas dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Antara
Pemerintah,
Pemerintahan
Daerah
Provinsi,
dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten atau Kota, yang menyatakan bahwa masalah pendidikan menjadi salah satu urusan yang wajib diselenggarakan oleh Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten atau Kota. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah salah satu bidang yang didesentralisasikan atau yang oleh pemerintah pusat dilimpahkan wewenang penanganannya kepada pemerintah daerah. Desentralisasi pendidikan di Indonesia merupakan peluang yang baik untuk meningkatkan demokratisasi pendidikan, efisiensi manajemen pendidikan, relevansi pendidikan, dan mutu pendidikan. Dalam hal ini, desentralisasi pendidikan dikatakan akan mendorong efisiensi pendidikan, karena sebagian besar wewenang pengelolaan pendidikan, baik perencanaan, pelaksanaan, pembiayaan, dan pengendalian pelayanan pendidikan diserahkan kepada Pemerintah Daerah, yang disesuaikan dengan keadaan, kebutuhan, keinginan, dan kemampuan masingmasing daerah.1 Desentralisasi pada dasarnya adalah penataan mekanisme pengelolaan kebijakan dengan kewenangan yang lebih besar diberikan kepada daerah agar penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan lebih
1
Widi Nugraha, “Implementasi Sistem Pendidikan Nasional Ditinjau Dari Desentralisasi, -, commit to user Surakarta, 29 Januari 2011
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
efektif dan efisien.2 Dengan adanya hal tersebut daerah terpacu untuk memberikan pelayanan pendidikan yang baik kepada semua anak, mengingat anak adalah sebagai salah satu aset bangsa yang memiliki hak sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak. Salah satu hak anak yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak adalah hak anak untuk mendapat pendidikan. Hal tersebut terdapat dalam Pasal 9 yang menyatakan bahwa “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya”. Sementara itu hubungan antara anak dan pendidikan adalah sangat erat, karena anak adalah sebagai obyek pendidikan, maka guna memberikan dasar hukum yang pasti dalam bidang pendidikan secara khusus, Pemerintah telah mengatur masalah pendidikan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang tersebut sejatinya tersurat kewajiban Pemerintah Daerah untuk menyelenggarakan pelayanan pendidikan terhadap masyarakatnya. Pasal 11 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyebutkan bahwa ; “(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun”. Berdasarkan Pasal 11 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tersebut, tercantum bahwa 2
Lela Dina Pertiwi. 2007. “Efisiensi Pengeluaran Pemerintah Daerah Di Propinsi Jawa commit user Tengah.” Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.to12 No.2, hal : 123-139.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
pemerintah daerah wajib memberikan pelayanan dan memberikan kemudahan terhadap terselenggaranya pendidikan di daerahnya masing-masing, sementara itu ayat 2 menyatakan bahwa Pemerintah Daerah juga berkewajiban untuk menjamin terselenggaranya pendidikan bagi warga negaranya yang berusia tujuh sampai lima belas tahun, apabila dihitung secara jenjang pendidikan antara usia tujuh sampai dengan lima belas tahun adalah usia anak yang duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) hingga duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hal tersebut sebagaimana sering kita dengar dengan adanya program dari Pemerintah yaitu “wajib belajar Sembilan tahun”. Program “wajib belajar Sembilan tahun” tersebut sebagaimana telah dipertegas oleh pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar. Pelaksanaan desentralisasi pendidikan diselenggarakan sesuai dengan kemampuan daerah masing-masing. Hal tersebut dilaksanakan guna memberikan keleluasaan bagi daerah masing-masing untuk menyesuaikan pengembangan mutu pendidikan dengan alokasi dana pendidikan yang ada di daerah. Dengan adanya desentralisasi pendidikan berarti pembiayaan penyelenggaraan pendidikan sebagian besar menjadi tanggungjawab setiap daerah. Maka bagi daerah yang memiliki pendapatan yang cukup besar seolah berlomba untuk memberikan pelayanan yang prima dalam bidang pendidikan bagi masyarakat di daerahnya. Desentralisasi pendidikan adalah suatu hal yang sangat efektif untuk meningkatkat kualitas pendidikan, karena apabila pendidikan dilaksanakan dengan sentralisasi pada Pemerintah Pusat akan menimbulkan ketidaksesuaian dengan kondisi daerah masing-masing, sebagaimana pendapat Peter Karmel yang menyatakan bahwa “The highly centralised perspective of higher education policy places emphasis on commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
the pursuit of national objectives laid down by the Commonwealth Government. But in a free society national objectives are often imprecisely defined and are subject to controversy and change”.3 Pelayanan pendidikan tersebut tidak hanya dalam bentuk fasilitas yang ada, namun sekarang telah merambah pada penyelenggaraan pendidikan tanpa memungut biaya pada masyarakat. Hal tersbut sebagaimana telah diamanatkan dalam Pasal 34 Ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa “Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”. Dengan adanya kewajiban daerah untuk menyelenggarakan pendidikan sesuai dengan kemampuanya serta amanat undang-undang yang menyatakan bahwa Pemerintah Daerah memiliki kewajiban menyelenggarakan pendidikan tanpa memungut biaya adalah sebagai sebuah keniscayaan yang harus diwujudkan oleh daerah-dareah yang ada di Indonesia. Pendidikan yang tidak lain adalah salah satu hak anak yang harus dipenuhi oleh pemerintah, mengingat anak adalah generasi penerus bangsa, yang mempunyai hak dan kewajiban ikut serta membangun Negara dan Bangsa Indonesia. Anak merupakan subjek dan objek pembangunan nasional Indonesia dalam usaha mencapai aspirasi Bangsa Indonesia, masyarakat yang adil dan makmur spiritual dan materiil. Anak adalah modal pembangunan, yang akan memelihara dan mempertahankan serta mengembangkan hasil pembangunan fisik mental dan sosial Indonesia. Oleh sebab
3
commit to Special user Issue,2001,hlm 21 Australian Journal of Management, Vol. 26,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
itu, setiap anak memerlukan perlindungan dan dalam hal ini kita telah memiliki Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dengan Undang-Undang tersebut, Negara menjamin hak-hak anak yaitu memiliki tingkat kebebasan yang optimal, memperoleh pendidikan, mendapatkan perlindungan dan kesempatan berpartisipasi. Anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial. Salah satu bentuk nyata upaya pemerintah dalam perlindungan anak adalah diwujudkan melalui pengembangan Kota Layak Anak yaitu kota yang menjamin hak setiap anak sebagai warga kota.4 Di Indonesia target jumlah KLA pada tahun 2015 adalah 15 Kota, termasuk Kota Solo. Dengan adanya program Kota Surakarta sebagai kota layak anak di tahun 2015, mengingat beberapa hal yang diamanatkan dalam konstitusi dalam bidang penyelenggaran pendidikan seolah ditanggapi positif oleh pemerintah Kota Surakarta. Penyelenggaraan pendidikan di kota Surakarta, guna sebagai usaha pemenuhan terhadap Pasal 11 dan Pasal 34 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistim
Pendidikan
Nasional
dilaksanakan
dengan
memberikan
penyelengaraan pendidikan tanpa memungut biaya pada peserta didik. Hal tersebut sejatinya menjadi salah satu misi dari Pemerintah kota Surakarta yaitu “Meningkatkan pelayanan dan perluasan akses masyarakat di bidang pendidikan, antara lain dengan program sekolah gratis, Sekolah Plus, bantuan pendidikan masyarakat, pengembangan sarana dan prasarana pendidikan, meningkatkan
4
Niken Irmawati.http://digilib.uns.ac.id/upload/dokumen/173712312201007561.pdf. diakses pada tanggal 2 Maret 2011 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
kualitas tenaga pendidik dan kependidikan”5. Secara nyata penyelenggaraan pendidikan tanpa memungut biaya (Sekolah Plus) kepada peserta didik telah dilaksanakan beberapa sekolah di Surakarta. Berbicara mengenai pendidikan di Kota Surakarta, dewasa ini dalam penyelenggaraanya tidak berjalan tanpa masalah. Beberapa persoalan dalam penyelenggaraan pendidikan yang penulis peroleh dari data analisis Ibu dan Anak Kota Surakarta menyebutkan bahwa beberapa masalah pendidikan anak usia dini dapat digambarkan sebagai berikut;6
Bagan.1. Analisa Kausalitas masalah Pendidikan Anak Usia Dini Belum setiap anak usia sekolah dapat mengakses pendidikan.(dari PAUD, TK,SD, SMP dan SMA)
5 Faktor ekonomi orang
Biaya pendidikan Pemerintah belum dapat Dinasyang Komunikasi tua terbatas, Informatika mahal Kota pada Surakarta. setiap memenuhi kewajiban http://www.surakarta.go.id/id/news/walikota.wawali.html diakseshakpada sehingga tidak mampu untuk memenuhi tingkat pendidikan Maret 2011 sekolah membiayai hak anak dalam bidang 6 commit to userpendidikan Ibid hal 217
Kurangnya kemampuan siswa untuk melanjutkan tanggal 2 ke jenjang yang lebih tinggi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
Kemiskinan orang tua karena tidak memiliki pekerjaan baik tetap maupun yang layak
Keterbatasan akses pada sumber – sumber ekonomi
Sekolah membutuhkan fasilitas untuk mendukung proses belajar mengajar
Pemerintah belum dapat menyelenggarakan pendidikan yang dikehendaki oleh masyarakat, yaitu murah bahkan geratis tetapi bermutu
Tuntutan murid dan guru untuk meningkatkan kualitas belajar
Keterbatasan skill yang dimiliki oleh orang tua
Nilai siswa tidak memenuhi syarat untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi (nilai UAN yang tidak memenuhi syarat untuk lulus)
Anggaran dari pemerintah belum mencukupi untuk menanggung beban biaya Pendidikan
Berdasarkan bagan tersebut dapat diketahui bahwa permasalahan pendidikan yang ada di kota Surakarta dewasa ini yang menyebabkan belum setiap anak usia sekolah dapat mengakses pendidikan disebabkan oleh beberapa hal antara lain, biaya pendidikan yang mahal yang menyebabkan orang tua anak terutama yang tidak mampu tidak dapat untuk mencukupi biaya sekolah. Sementara itu, berdasar data yang dicatat Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kota Surakarta, angka putus sekolah terjadi di semua jenjang mulai dari SD/MI, SMP/MTs, hingga SMA/MA/SMK. Dari ratusan jumlah tersebut, pada jenjang SMP, putus sekolah paling banyak terjadi yakni sebanyak 137 siswa. Sisanya berasal dari jenjang SD (32 anak) dan SMA/MA/SMK (115 anak)7. Dalam bagan tersebut juga tercatat bahwa kemiskinan orang tua atau faktor ekonomi juga menjadi suatu kendala bagi pelaksanaan pendidikan. Secara umum 7
Harian Suara Merdeka. 284 Pelajar Solo Putus Sekolah.edisi 03 Agustus 2010
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
Indonesia telah mengalami penurunan peringkat dalam indeks pembangunan pendidikan untuk semua tahun 2011, salah satunya disebabkan tingginya angka putus sekolah di jenjang sekolah dasar. Sebanyak 527.850 anak atau 1,7 persen dari 31,05 juta anak SD putus sekolah setiap tahunnya.8 Berdasarkan data BKKBN (Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional) tahun 2010, siswa tingkat sekolah dasar(SD) sampai sekolah menengah pertama (SMP) banyak yang terancam putus sekolah, berdasarkan data anak usia sekolah yang putus sekolah tahun 2010 itu, 80 persen karena alasan ekonomi.9 Hal tersebut juga menjadi pendapat beberapa ahli yang menyatakan bahwa “Economists usually concentrate on the productive aspect of education; it is the most important way by which societies can, and do, invest in human capital”10., bahwa kondisi ekonomi akan mempengaruhi kegiatan pendidikan. Selain itu juga dipertegas dengan pebdapat bahwa “Socio-economic background also relates to school quality and pupil performance via peer groups”.11 Hal tersebut mempertegas bahwa latarbelakang social ekonomi anakn mempengaruhi kualitas sekolah dan kondisi sekolah yang bersangkutan. Bagaimanapunjuga salah satu subyek pendidikan tidak lain adalah anak, yang tentunya mempunyai hak yang layak dalam kehidupan. Diantara hak tersebut adalah hak pendidikan. Sebagai salah satu yang perlu diperoleh anak dalam mengarungi kehidupan di hari yang akan datang, dalam hal ini dapat memperoleh pendidikan sesuai kebutuhan guna mencapai cita-cita merupakan dambaan setiap 8 9
Harian KOMPAS. 527.850 Siswa Sekolah Dasar Putus Sekolah Jum’at, 04 Maret 2011 Diyono Adhi Budiyono. PR Pendidikan 2011 Masih Berat. http://agupenajateng.net/2011 /01/22/ pr-pendidikan-2011-masih-berat.
10 11
.Journal Fiscal Studies.
No. 4,vol. 20,1999,hlm. 351 to user hlm.4 Journal Economic education. No.commit 5, vol. 17,2005,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
anak bangsa. Mereka berusaha untuk dapat memperoleh kehidupan yang lebih sejahtera sebagai cita-citanya melalui proses pendidikan. Hak anak dalam bidang pendidikan, sebagaimana yang telah tercantum dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Bab XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan terutama Pasal 31 Ayat (1) disebutkan bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan, sedangkan Ayat (2) menyatakan bahwa setiap Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Lebih lanjut pada Ayat (3) dan (4) lebih tegas menyatakan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pada pasal 4 tentang pembiayaan pendidikan disebutkan bahwa Negara menprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaran pendidikan nasional. Dengan dasar peraturan yang ada di atas maka sudah semestinya pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak anak dalam bidang pendidikan seperti juga yang tercantum dalam Pasal 9 Ayat (1) Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 yang menyatakan bahwa “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan
pengajaran
dalam
rangka
pengembangan
pribadinya
dan
tingkat
kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya”, maka jelas bahwa pendidikan menjadi hal yang sangat penting dan telah memiliki dasar yang kuat di dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
konstitusi, sehingga perluasan akses dan pemerataan pendidikan perlu dilakukan oleh pemerintah untuk dapat memenuhi kewajibannya. Pada saat ini pendidikan nasional masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang menonjol seperti yang dikemukakan oleh Yahya A. Muhaimin yang dikutip oleh Anita Trisiana, yaitu:12 1. Masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan; 2. Masih rendahnya mutu dan relevansi pendidikan; 3. Masih lemahnya manajemen pendidikan, disamping belum terwujudnya keunggulan ilmu pengetahuan dan tehnologi dikalangan akademisi dan kemandirian. Permasalahan pendidikan seperti masih rendahnya pemerataan pendidikan dan mutu pendidikan adalah suatu kendala dalam penyelenggaraan pendidikan dewasa ini. Mengingat pendidikan adalah salah satu hak anak yang harus dipenuhi, maka penulis akan lebih jauh membahas mengenai pemerataan pendidikan, khususnya melalui program pendidikan tanpa memungut biaya yang diselenggarakan di Kota Surakarta. Dengan adanya fenomena tersebut, secara khusus Pemerintah Kota Surakarta memberikan peraturan melalui Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pendidikan. Regulasi tersebut tidak lain adalah bagian dari upaya pemenuhan terhadap konstitusi mengenai penyelenggaraan pendidikan yang didesentralisasikan. Penyelenggaraan sekolah tanpa memungut biaya atau yang 12
AnitaTrisiana, “ Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Nomor 470 / 1371 / Tu 2005 Tentang Pelaksanaan Kurikulum 2004 Pada Sekolah Menengah Atas”, to user artikel pada Jurnal IPSO JURE,commit edisi No.1 Vol.1, 2007, hlm.2.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
diwujudkan dalam Sekolah Plus di Kota Surakarta yang dewasa ini diselenggarakan sejak tahun 2007 yang tidak lain menjadi amanat dari undangundang merupakan suatu tujuan yang mulia. Maka
pelaksanaan
kebijakan
Pemerintah
Kota
Surakarta
dalam
penyelenggaraan pendidikan secara tanpa memungut biaya yang diwujudkan dalam Sekolah Plus adalah suatu hal yang sangat menarik untuk diteliti dan diketahui secara mendalam terkhusus mengenai penyelenggaraanya dengan mengingat bahwa pendidikan adalah salah satu hak anak di Indonesia yang wajib dipenuhi oleh Pemerintah. Berdasarkan hal tersebut Penulis tertarik untuk menuangkan ide tersebut dalam sebuah penelitian dengan judul “Pelaksanaan Kebijakan Sekolah Tanpa Memungut Biaya Sebagai Upaya Pemerataan Hak Pendidikan Anak di Kota Surakarta (Studi Terhadap Surat Keputusan Wali Kota Surakarta Nomor : 421/86-D/1/2007 tentang Penetapan Sekolah Plus)”.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang yang Penulis uraikan tersebut, maka rumusan masalah yang ingin Penulis cari jawabanya adalah sebagai berikut ;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
1. Bagaimana bentuk kebijakan dan pelaksanaan penyelenggaraan sekolah tanpa memungut biaya di Kota Surakarta ? 2. Apakah penyelenggaraan kebijakan Sekolah Plus dapat memenuhi pemerataan hak pendidikan anak di kota Surakarta? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut; 1. Untuk mendiskripsikan bentuk dan pelaksanaan kebijakan sekolah tanpa memungut biaya di Surakarta; 2. Untuk mendiskripsikan pelaksanaan penyelenggaraan Sekolah Plus di Kota Surakarta sebagai salah satu upaya pemenuhan terhadap hak anak di Kota Surakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Untuk mengembangkan teori yang telah Penulis perolah dalam bidang Ilmu Hukum dan Kebijakan Publik selama perkuliahan; b. Memberikan sumbangan pemikiran di bidang hukum dan Kebijakan Publik, khususnya mengenai pelaksanaan kebijakan sekolah tanpa memungut biaya sebagai upaya pemenuhan hak pendidikan anak di kota Surakarta yang diselenggarakan dalam program Sekolah Plus di beberapa sekolah yang telah ditunjuk oleh Pemerintah Kota Surakarta. 2. Manfaat Praktis a.
Memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
b.
Guna memenuhi persyaratan akademis untuk memperoleh gelar S2 dalam bidang ilmu hukum dan kebijakan publik di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Definisi Konsep
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
1. Teori Kebijakan Publik a. Definisi Kebijakan Publik Kebijakan Publik berasal dari kata “kebijakan” dan “Publik”. Dalam terma sehari-hari di Indonesia kata Publik dipahami sebagai Negara atau umum. hal ini dapat dilihat dalam bahasa Indonesia menerjemahkan publik transportration yang dimaknai sebagai kendaraan umum atau publik administration yang diterjemahkan sebagai administrasi Negara13. Sedangkan “kebijakan” (policy)
umumnya untuk dipakai menunjukan pilihan penting
yang diambil dalam kehidupan organisasi atau privat, kebijakan bebas dari konotasi yang dicakup dalam kata politis (political) yang sering diyakini mengandung makna “keberpihakan dan korupsi”. Kebijakan publik dapat didefinisikan berbagai macam, berikut ini definisi kebijakan publik oleh beberapa pakar kebijakan publik yang dikutip oleh Ismail Nawawi14; 1) Kebijakan publik menitik-beratkan pada publik dan problem-problemnya (dewey, (1927) Kebijakan Publik membahas soal bagaimana isu-isu dan persoalan – persoalan publik disusun (constructed) dan didefinisikan serta bagaimana ke semua itu diletakan dalam agenda kebijakan dan agenda politik; 2) Suatu arah tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatanhambatan dan kesempatan – kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu (Carl J. Frederick, Man and His Government, 1963); 3) Serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-konekuensinnya bagi mereka yang bersangkutan dari pada sebagai suatu keputusan tersendiri ( Ricard Rose, 1969); 4) Hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya (Robert Estone, 1971); 13 14
Ismail Nawawi. 2009. Publik Policy. Surabaya: ITS Press. Hal2 commit to user Ibid. Hal 7-8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
5) Keputusan tetap yang dirincikan dengan konsistensi dan penanggulangan (reputasi) tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut ( Heinz Eulau & Kenneth Prewitt, 1973); 6) Adapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan (Thomas R. Dye, 1976). Sementara Amara Raksasetya mengemukakan kebijakan sebagai suatu kritik danstrategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu, suatu kebijakan memuat tiga elemen, yaitu15 : 1) Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai ; 2) Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan; 3) Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi. Kebijakan publik juga dikatakan sebagai alat, instrument penguasa sebagai perwujudan dari kekuasaannya. Oleh karena itu bertalian dengan kekuasaan, di mana semakin besar semakin besar pula kesempatan untuk menyalahgunakan kekuasaannya16. Pada dasarnya kebijakan publik adalah suatu tindakan nyata dari pemerintah, organisasi pemerintah yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Wujud nyata dari tindakan-tindakan pemerintah tersebut dapat berupa program-program yang telah direncanakan dan kemudian direalisasikan. Realisasi dari kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah sejatinya apabila sesuai dengan nilai-nilai dan berpihak pada rakyat maka kebijakan tersebut akan bertahan namun sebaliknya apabila kebijakan tersebut tidak sesuai dan bahkan bertentangan dengan nilai-nilai yang ada atau tidak sesuai dengn kondisi masyarakatnya maka kebijakan tersbut tidak akan bertahan lama.
15
M. Irfan Islamy.2004.Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta:Bina Aksara 16 commit to UUI user Press. Yogyakarta Ridwa HR. 2003. Hukum Administrasi Negara,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
b. Hubungan antara Hukum dan Kebijakan Publik Sementara itu, hubungan antara hukum dan kebijakan publik adalah hukum dan kebijakan publik merupakan variabel yang memiliki keterkaitan yang erat, sehingga telaah tentang kebijakan pemerintah semakin dibutuhkan untuk dapat memahami peran hukum saat ini.17 Dapat dikatakan pula bahwa sejatinya, prodak hukum yang ada tidak lain merupakan hasil dari proses kebijakan publik. Proses pembentukan kebijakan publik dimulai dari realitas yang ada di dalam masyarakat, berupa aspirasi yang berkembang, masalah yang
ada
maupun
tuntutan
atas
kepentingan
perubahan-perubahan.
Berdasarkan realita yang ada tersebut kemudian pihak yang terkait mencoba mencari pemecahan untuk memperbaiki atau mengatasi permasalahan yang timbul tersebut. Hasil dari kesepakatan tersebutlah yang dinamakan sebagai kebijakan publik. Hukum juga dapat diartikan sebagai ”sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan”
18
. Selain itu, masih
banyak terdapat para pakar hukum yang mendiskripsikan hukum sebagai suatu pandangan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya masingmasing. Hal ini menunjukan bahwa hukum tidak dapat didefinisikan secara universal. Hal tersebut tercermin dengan adanya perkembangan hukum, teori hukum alam mengatakan bahwa hukum adalah aturan yang berasal dari tuhan, penganut positivis mengatakan bahwa hukum adalah aturan tertulis yang dibuat oleh pengasa yang memiliki sifat memaksa dan memiliki sanksi yang 17
18
Esmi Warasih, 2005. Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologi, Suryandaru Utama, Semarang. Hal 129
commit to user -.http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum diakses pada
tanggal 2 Maret 2011
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
tegas bagi para pelanggarnya, dan ada pula yang mengatakan bahwa hukum adalah manivestasi dari makna-makna simbolik yang terdapat pada fikiran manusia. Keseluruhan hal tersebut menujukan bahwa hukum tidak dapat definisi menjadi satu pemikiran saja. Hukum tidak hanya berwujud norm atau kaedah saja, tetapi dapat berwujud perilaku juga. Pada perilaku manusia terdapat hukumnya. Dari perilaku manusia lahir hukum. Oleh karena itu disamping sumber-sumber hukum seperti yang telah diuraikan diatas masih ada sumber hukum yang berupa perilaku baik yang bersifat aktif (perbuatan konkrit) maupun yang bersifat pasif seperti sikap (itikad). Perilaku manusia itu didorong oleh kepentingan manusia, sedangkan kepentingan manusia merupakan obyek perlindungan hukum. Oleh karena itu tidak boleh dilupakan bahwa kepentingan manusia juga merupakan sumber hukum juga. c. Proses Kebijakan Publik Sementara itu menurut James Anderson, sebagaimana yang dikutip oleh Ismail Nawawi menetapkan proses kebijakan publik adalah sebagai berikut:19 1) 2) 3) 4)
5)
19
Ibid. Hal 15-16
Formulasi masalah (problem formulation); Apa masalahnya? Apa yang membuat masalah tersebut menjadi rapat dalam agenda pemerintah?; Formulasi kebijakan (formulation); Bagaimana mengembangkan pilihan-pilihan atau alternatif – alternatif untuk memecahkan masalah tersebut? Siapa saja yang berpartisipasi dalam formulasi kebijakan?; Penentuan kebijakan (adaption) : bagaimana alternatif ditetapkan ? Persyaratan / criteria seperti apa yang harus dipenuhi? Siapa yang akan melaksanakan kebijakan ? Bagaimana proses atau strategi untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
6)
7)
melaksanakan kebijakan ? Apa isi dari kebijakan yang telah ditetapkan?; Implementasi (implementation) : siapa yang terlibat dalam implementasi kebijakan ? Apa yang mereka kerjakan ? Apa dampak dari isi kebijakan?; Evaluasi (evaluation) : bagaimana tingkat keberhasilan atau dampak kebijakan diukur? Siapa yang mengevaluasi kebijakan? Apa konsekuensi dari adanya evaluasi kebijakan ? adakan ketentuan untuk melakukan perubahan ayau pembatalan?
Kebijakan publik pada akhirnya harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan mengakomodasi kepentingan masyarakat yang ada. Oleh karena itu penilaian terhadap suatu kebijakan terdapat pada masyarakat. Hanya saja seringkali antara out put dengan out come tidak selamanya sejalan. Terkadang sebuah proses kebijakan publik yang telah mencapai out put yang ditetapkan dengan baik, namun tidak mendapatkan respon atau dampak (out come) yang baik dari masyarakat atau kelompok sasaranya. Atau sebaliknya, sebuah kebijakan publik yang pada dasarnya tidak maksimal dalam mencapai hasil yang telah ditetapkan, namun dampaknya cukup memuaskan bagi masyarakat secara umum. Pendapat Ripley yang dikutip Ismail Nawawi pula menyebutkan tahap atau proses kebijakan publik diawali dengan penyusunan agenda, formulasi dan
legitimasi
kebijakan,
implementasi
kebijakan,
evaluasi
terhadap
implementasi, dan kinerja dampak dan kebijakan baru, digambarkan dengan sekema sebagai berikut:20 Bagan 2. Tahap Kebijakan Publik
20
Penyusunan Ibid, Hal 16-17 Aggenda
commit to user
Agenda Pemerintah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Formulasi & Legitimasi kebijakan
Kebijakan
Implementasi Kebijakan
Tindakan kebijakan
Evaluasi terhadap implementasi kinerja & dampak Kebijakan
Kinerja & dampak kebijakan
Kebijakan baru
Berdasarkan sekema di atas, dapat diketahui bahwa tahap penyusunan dari suatu kebijakan publik adalah berawal dari adanya penyusunan agenda yang kemudian akan menjadi agenda atau kegiatan dari Pemerintah. Dari agenda tersebut pemerintah akan mencari formulasi kebijakan yang akan diterapkan,
setelah
formulasi
tersebut
berhasil
disusun
maka
akan
menghasilkan suatu kebijakan. Setelah kebijakan berhasil dibentuk, maka masuklah dalam ranah pelaksanaan kebijakan atau implementasi kebijakan di dalam masyarakat. Dalam implementasi suatu kebijakan maka akan terdapat suatu tindakan-tindakan sebagai konsekuensi dari kebijakan yang telah dikeluarkan. Setelah terdapat suatu tindakan-tindakan dalam implementasi kebijakan, maka akan melalui tahap evaluasi terhadap kinerja dan dampak yang timbul atas penerapan dari kebijakan tersebut. Apabila kebijakan yang telah ada memiliki dampak yang positif maka kebijakan tersebut akan dapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
bertahan, namun sebaliknya apabila kebijakan yang ada tidak sesuai dengan norma atau kondisi yang ada, maka kebijakan tersebut tidak akan berlangsung lama dan cenderung akan muncul kebijakan yang baru. Dalam setiap kebijakan, pastilah pada akhirnya akan melalui tahap implementasi kebijakan. Dalam penelitian ini Penulis akan menyajikan penelitian yang bersifat diskripsi terhadap kebijakan Pemerintah Kota Surakarta dalam hal penyelenggaraan sekolah tanpa memungut biaya atau yang dituangkan dalam kebijakan Sekolah Plus. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu adanya penjabaran mengenai tahap implementasi dari suatu kebijakan. Dalam praktik implementasi kebijakan merupakan proses yang sangat kompleks,
sering
bernuansa
politis
dan
memuat
adanya
intervensi
kepentingan.21 d. Pengertian Implementasi Kebijakan Guna mendiskripsikan arti implementasi kebijakan, terdapat beberapa difinisi sebagaimana yang telah dikutip oleh Ismail Nawasi dalam Public policy sebagai berikut;22 1) Van Meter dan Van Horn (1975) mendefinisikan implementasi kebijakan, merupakan tindakan yang dilakukan baik oleh individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan untuk tercapainya tujuan yang telah digariskan dalam putusan kebijakan. 2) Mazmanian dan Paul Sabatier (1983:61) implementasi kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasannya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan Badan Penelitian. 21 22
Ibid. Hal. 131
commit to userITS Press. Hal2 Ismail Nawawi. 2009. Publik Policy. Surabaya:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
3) Odoji (1981) pelaksana kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan lebih penting dari pembuatan kebijakan. Kebijakan hanya sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan. 4) Jones (1991, 295) mengemukakan implementasi kemampuan untuk membentuk hubungan-hubungan lebih lanjut dalam rangkaian sebab akibat yang menghubungkan tindakan dengan tujuan. Implementasi suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk mengoprasionalkan sebuah program dengan melalui tiga pilar sebagai berikut :23 1) Organisasi : Pembentukan atau penatan kembali suber daya, unit-unit serta metode untuk menjadikan program berjalan. 2) Interpretasi : menafsirkan agar program (seringkali dalam hal status) menjadi rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta dilaksanakan. 3) Penerapan : Ketentuan rutin dari pelayanan, pembayaran atau lainnya yang disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program. Dalam pelaksanaan kebijakan, sejatinya terdapat dua pendekatan, yaitu pendekatan secara top down dan botton up. Dimana, masing-masing pendekatan tersebut memiliki kerangka kerja tersendiri dalam membentuk keterkaitan antara kebijakan dan hasilnya. Dalam pendekatan top down kebijakan dilaksanakan secara tersentralisir dari pusat, sehingga kebijakan yang diambil oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh implementator di tingkat bawah sesuai dengan prosedur dan tujuan yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan. e. Implementasi Kebijakan menurut Marilee S. Grindle Beberapa pakar berpendapat bahwa keberhasilan dari suatu kebijakan dipengaruhi oleh beberapa variabel atau faktor, dan masing-masing variable tersebut saling berhubungan satu sama lain. Dalam penelitian ini penulis akan lebih jauh menjelaskan mengenai faktor yang mempengaruhi kebijakan 23
Ibid. Hal 132-133
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
sebagaimana yang dikemukakan oleh Marilee S. Grindle. Merilee S. Grindle dalam bukunya “Politics and Policy Implementation in the Third World” sebagaimana yang dikutip oleh Ayi Riyanto, menjelaskan bahwa Grindle mendefinisikan implementasi sebagai “suatu upaya untuk menciptakan hubungan yang memungkinkan tujuan‐tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai suatu hasil dari aktivitas‐aktivitas pemerintahan”.24 Menurut Grindle bahwa keberhasilan implementasi kebijakan public dipengaruhi oleh dua variable yang fundamental, yakni isi kebijakan (content of policy)
dan lingkungan implementasi (context of implementation).
Variable-variabel sebagaimana di atas dapat terlihat dalam gambar sebagai berikut;25
Bagan 3. Implementasi sebagai Proses Politik dan Administrasi Tujuan Kebijakan 24
Implementasi Kebijakan Dipengaruhi Oleh :
Hasil Kebijakan
A. Isi Kebijakan Ayi Riyanto. http://www.scribd.com/doc/28193139/Implementasi-Kebijakan-Publika. Working-Paper. diakses pada tanggal 26 Maret 2011 1. Kepentingan kelompok 25 commit to user Ismail Nawawi 142. sasaran 2. Tipe manfaat 3. Derajat perubahan yang diinginkan 4. Letak pengambilan b. keperluan 5. Pelaksanaan program
Dampak pada masyaraka t, individu dan kelompok Perubahan an penerimaa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
Tujuan yang dicapai Program aksi dan proyek individu yang didesain dan didanai
Program yang dilaksanakan sesuai rencana
Mengukur keberhasilan
Berdasarkan gambar implemetasi sebagai Proses Politik dan Administrasi yang disampaikan Grindle, maka dapat diketahui bahwa variable isi kebijakan yang diungkapkan Grindle mencakup hal sebagai berikut, yaitu : 1) Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan publik; 2) Jenis manfaat yang diterima oleh target group; 3) Sejauh mana perubahan yang diinginkan oleh kebijakan; 4) Apakah letak sebuah program sudah tepat; 5) Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementatornya dengan rinci
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
6) Sumber daya yang disebutkan apakah sebuah program yang didukung oleh sumber daya yang memadai. Sedangkan variabel lingkungan kebijakan mencakup hal-hal sebagai berikut, yaitu : 1) Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan; 2) Karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa; 3) Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran. Dalam gambar terlihat bahwa isi kebijakan dan konteks kebijakan adalah dua hal yang mempengaruhi implementasi kebijakan. Dari isi dan konteks tersebut Grindle menjelaskan di bawah ini; 26 1) Content of Policy menurut Grindle adalah: a) Interest Affected (kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi) Interest Affected berkaitan dengan berbagai kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi kebijakan. Indikator ini berargumen bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaannya pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauh mana kepentingankepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap implementasinya, hal inilah yang ingin diketahui lebih lanjut. b) Type of Benefit (tipe manfaat) Pada poin ini content of policy berupaya untuk menunjukan atau menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat yang menunjukan dampak positif yang dihasilkan oleh pengimplementasian kebijakan yang hendak dilaksanakan. c) Extent of Change Envision (derajat perubahan yang ingin dicapai) Setiap kebijakan akan memiliki target yang hendak dicapai. Content of Polecy yang ingin dijelaskan pada poin ini adalah bahwa seberapa besar perubahan yang hendak atau yang ingin
26
Ismail Nawawi, hal 143
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
dicapai melalui suatu implementasi kebijakan harus memiliki skala yang jelas. d) Site of Decision Making (letak pengambilan keputusan) Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan memegang peran penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada bagian ini harus dijelaskan dimana letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang akan diimplementasikan. e) Program Implementer (pelaksana program) Dalam menjalankan suatu kebijakan atau program harus didukung dengan adanya pelaksana kebijakan yang kompeten dan kapabel demi keberhasilan suatu kebijakan. Dan ini harus sudah terdata atau terpapar dengan baik pada bagan tersebut. f) Resources Committed (sumber-sumber daya yang digunakan) Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung oleh sumbersumber daya yang mendukung agar pelaksanaannya berjalan baik.
b. Context of Policy menurut Grindle adalah: 1) Power, Interest, and Strategy of Actor Involved (kekuasaan, kepentingan-kepentingan, dan strategi dari aktor yang terlibat) Dalam suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau kekuasaan, kepentingan, serta strategi yang digunakan oleh para aktor yang terlibat guna memperlancar jalannya pelaksanaan suatu implementasi kebijakan. Bila hal ini tidak diperhitungkan dengan matang sangat besar kemungkinan program yang hendak diimplementasikan akan jauh arang dari api. 2) Institution and Regime Characteristic (katakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa) Lingkungan dimana suatu kebijakan tersebut dilaksanakan juga berpengaruh terhadap keberhasilannya, maka pada bagian ini ingin dijelaskan karakteristik dari suatu lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan. 3) Compliance and Responsiveness (tingkat kepatuhan dan adannya respon dari pelaksana) Hal ini yang dirasa penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan adalah kepatuhan dan respon dari para pelaksana, maka yang hendak dijelaskan pada poin ini adalah sejauh mana kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam menanggapi suatu kebijakan. Setelah kegiatan pelaksanaan kebijakan yang dipengaruhi oleh isi atau konten dan lingkungan atau konteks ditetapkan, maka akan dapat diketahui apakah para pelaksana kebijakan dalam membuat suatu kebijakan sesuai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
dengan apa yang diharapkan, juga dapat diketahui pada apakah suatu kebijakan dipengaruhi oleh suatu lingkungan, sehingga terjadinnya tingkat perubahan yang terjadi. Mengacu pada konsep good governance, maka pada paradigma baru kebijakan publik ini memandang bahwa tidak ada lagi pemilihan proses internal kebijakan publik di satu sisi, dengan dinamika masyarakat di sisi lain. Artinya mulai dari perumusan kebijakan publik sampai dengan evaluasinya semua elemen yang ada di dalam masyarakat harus dilibatkan tidak saja secara partisipatif, namun lebih dari pada itu, juga emansipatif. Sehingga dalam konteks ini hasil-hasil yang telah ditetapkan dalam sebuah produk kebijakan publik adalah hasil pembahasan dan kesepakatan bersama antara rakyat dengan negara.27 3. Landasan tentang Pendidikan a. Pengertian Pendidikan Pendidikan
merupakan
keseluruhan
proses
dimana
seseorang
mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya yang bernilai positif dalam masyarakat di tempat hidupnya. Berdasarkan hal tesebut pendidikan adalah komponen yang penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia, karena dengan pendidikan manusia memperoleh suatu bekal berupa pengetahuan dan nilai-nilai untuk bertahan hidup.
27
Muchsin dan Fadillah Putra, 2002. Hukum dan Kebijakan Publik, Malang : Averroes Press. commit to user Hal 29-34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Pentingnya
pendidikan
bagi
kehidupan
masyarakat
menjadikan
pendidikan sebagai suatu hal yang wajib untuk diselenggarakan dalam suatu negara. Setiap negara akan menyatakan tujuan pendidikan sesuai dengan nilainilai kehidupan yang sedang diperjuangkan untuk kemajuan bangsa. Hal ini sesuai dengan pengertian pendidikan yang tercantum dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I pasal 1“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan sarana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara”. Pendidikan menurut Wiji Suwarno mengandung pembinaan kepribadian, pengembangan
kemampuan, atau potensi
yang perlu dikembangkan,
peningkatan pengetahuan dari tidak tahu menjadi tahu, serta tujuan ke arah mana peserta didik dapat mengaktualisasikan dirinya seoptimal mungkin.28 Sedangkan menurut Ngalim Purwanto menyebutkan bahwa pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.29 Berdasarkan beberapa pengertian pendidikan tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan seseorang (pendidik) dalam mentransformasikan pengetahuan serta nilai-nilai kepada
28 29
Wiji Suwarno. 2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz. Hal 22 M. Ngalim Purwanto. 2000. Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal 10. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
anak didik untuk mencapai suatu tujuan hidupnya melaui suatu proses pembelajaran. Pendidikan juga sebagai usaha sadar yang dilakukan oleh suatu bangsa dalam memberikan peningkatan kualitas sumber daya manusia, sehingga pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan yang diselenggarakan secara formal. b. Komponen Pendidikan Pendidikan sebagai suatu rangkaian proses transformasi pengetahuan dan nilai-nilai tentunya tidak terlepas dari beberapa komponen yang sangat mempengaruhi berhasil atau tidaknya pendidikan. Komponen pendidikan adalah hal yang berkaitan dengan jalannya proses pendidikan. Komponenkomponen dalam pendidikan merupakan suatu kesatuan yang utuh, sehingga tiap komponen tidak dapat berjalan sendiri tanpa komponen lainnya. Pendidikan dapat dikatakan berhasil apabila tiap komponen dalam pendidikan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Beberapa komponen pendidikan menurut Tirtahardja, meliputi subjek yang dibimbing (peserta didik), orang yang membimbing (pendidik), interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif), ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan), pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan), cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode), dan tempat dimana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan). 30
30
Tirtarahardja, Umar, dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT commit to user Rineka Cipta. Hal 51
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
Peserta
didik
merupakan
anggota
masyarakat
yang
berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Peserta didik adalah manusia yang belum dewasa yang memerlukan bimbingan dan pengarahan untuk mengembangkan potensi mereka agar mencapai derajat kesusilaan. Peserta didik menurut sifatnya adalah makhluk yang dapat dididik, karena mereka mempunyai bakat dan disposisi-disposisi yang memungkinkan untuk diberi pendidikan. Pendidik merupakan orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi, dengan kata lain pendidik adalah orang yang lebih dewasa yang mampu membawa peserta didik kea rah kedewasaan. Secara akademis, pendidik adalah tenaga kependidikan, yakni anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas.31 Seorang pendidik harus mempunyai keahlian untuk memberikan bimbingan dan mengarahkan peserta didik untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya dengan benar. Hubungan timbal balik yang dialami oleh peserta didik dan pendidik adalah interaksi edukatif. Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh kegiatan pendidikan. Menurut Wiji Suwarno tujuan pendidikan dibagi menjadi tujuan nasional, institusional, kurikuler, dan instruksional. Tujuan nasional adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh suatu bangsa, tujuan institusional
31
Ibid. Hal 37
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh suatu lembaga pendidikan, tujuan kurikuler adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh suatu mata pelajaran tertentu, dan tujuan instruksional adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh pokok atau sub-pokok bahasan tertentu.32 Materi pendidikan merupakan suatu bahasan tertentu yang digunakan oleh pendidik dalam mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Materi pendidikan harus berisi tentang segala sesuatu yang berguna untuk peserta didik dalam meningkatkan kualitas hidupnya. Alat pendidikan adalah hal yang tidak hanya membuat kondisi-kondisi yang memungkinkan terlaksananya pekerjaan mendidik, tetapi juga sebagai perbuatan atau situasi yang membantu pencapaian tujuan pendidikan. Lingkungan pendidikan adalah lingkungan yang melingkupi terjadinya proses pendidikan. Lingkungan pendidikan meliputi lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. c. Pendidikan sebagai salah satu urusan Pemerintah Daerah Perubahan paradigma dari centralisasi pada sistem desentralisasi memberikan akibat yang luar biasa pada sisitem pemerintahan Indonesia. Di Indonesia, berkembang demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta komitmen nasional untuk mewujudkan Goog Governance. Otonomi daerah yang tidak lain adalah realisasi atau bentuk konkrit dari ide desentralisasi sebagai konsekwensi logis demokratisasi untuk membangun Good Governance.33 Otonomi Daerah yang dikatan sebagai akibat dari 32
33
Ibid. Hal 33-34
Sony Yuwono,dkk. 2008 Memahami APBD dan Permasalahannya.Ayu Media commit to user Publishinghal 12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
desentralisasi, dimana desentralisasi didefinisikan oleh Liang Gie yang didapat Penulis dari matrikulasi program Kebijakan Publik pasca sarjana Universitas Sebelas Maret yang diberikan oleh I. Gusti Ketut Rahmi pada tanggal 23 Mei 2010 mengatakan bahwa desentralisasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah
Pusat
kepada
satuan-satuan
organisasi
pemrintah
untuk
menyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang mendiami suatu wilayah, satuan organisasi berikut wilayahnya disebut daerah otonom. Dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa terdapat 16 (enam belas) urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota,diantaranya adalah;34 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Perencanaan dan pengendalian pembangunan; Perencanaan, pengawasan, dan pemanfaatan tata ruang; Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; Penyediaan sarana dan prasarana umum; Penanganan bidang kesehatan; Penyelenggaraan bidang pendidikan dan alokasi sumber daya msnusia potensial, 7) Penanggulangan masalah social lintas kabupaten/kota; 8) Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota; 9) Fasilitas pembangunan koperasi, usaha kecil, dan menengah; 10) Pengendalian lingkungan hidup; 11) Pelayanan pertanahan; 12) Pelayanan kependudukan dan catatan sipil; 13) Pelayanan administrasi secara umum pemerintahan; 14) Pelayanan administrasi pelayanan modal; 15) Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota; 16) Urusan wajib lainnya yang diamanahkan oleh undnag-undang
34
commit Pemerintah to user Hanif Nurcholis.2005,Teori dan Praktik dan Otonomi Daerah. hal 86.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
Di dalam salah satu urusan wajib Pemerintah Derah di atas tersurat bahwa masalah pendidikan adalah menjadi urusan Pemerintah daerah. Hal tersebut juga dipertegas dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007
tentang
Pembagian
Urusan
Pemerintahan
Antara
Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten atau Kota, yang menyatakan bahwa masalah pendidikan menjadi salah satu urusan yang wajib diselenggarakan oleh Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten atau Kota. d. Pendidikan di Kota Surakarta Kota Surakarta atau yang sering disebut sebagai Kota Solo Solo tidak lebih dari sebuah desa terpencil yang tenang, 10 km di sebelah timur Kartasura, ibukota kerajaan Mataram. anggal 16 Juni merupakan hari jadi Pemerintahan Kota Surakarta. Secara de facto tanggal 16 Juni 1946 terbentuk Pemerintah Daerah Kota Surakarta yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, sekaligus menghapus kekuasaan Kerajaan Kasunanan dan Mangkunegaran. Kota Surakarta dewasa ini dipimpin Joko Widodo selaku Wali Kota yang menjabat sejak tahun 2005. Kota Surakarta terbagi dalam lima kecamatan, yaitu Banjar Sari, Jebres, Serengan, Lawean dan Pasar Kliwon. Pendidikan di Kota Surakarta berada di bawah Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota Surakarta yang memiliki tugas pokok
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
”menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah bidang kependidikan, kepemudaan dan keolahragaan”.35 Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Surakarta dipimpin oleh rachmad Soetomo berada di jalan Hasanudin Nomor 112 Surakarta, yang tidak lain memiliki visi dan misi sebagai berikut ;36 1. Visi Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Surakarta adalah "Terwujudnya masyarakat Surakarta yang beriman dan bertaqwa, cerdas, sehat, berprestasi dan berbudaya". 2. Sebagai penjabaran dari Visi tersebut di atas, dirumuskan misi-misi Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Surakarta yakni sebagai berikut : a. Mewujudkan masyarakat Surakarta yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia; b. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang cerdas, kreatif, inovatif serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; c. Mewujudkan masyarakat yang gemar olahraga, memiliki kesegaran jasmani dan menghasilkan bibit olahragawan yang berprestasi; d. Mewujudkan generasi muda yang tangguh, terampil dan produktif; e. Mewujudkan kehidupan sosial budaya yang berkepribadian, berdaya tahan dan mampu memfilter budaya asing. Pendidikan di Kota Surakarta telah diselenggarakan melalui jenjang TK, SD/MI, SMP/MI, SMP/ MTS, SMA/SMK. Masing-masing sekolah tersebar di lima kecamatan di Kota Surakarta. berdasarkan data yang Penulis peroleh melalui web
35
Dinas Komunikasi Informatika Kota Surakarta. http://www.surakarta.go.id/news/dinas.pendidikan.pemuda.dan.olahraga.html diakses pada tanggal 2 Oktober 2011 36 Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga. http://www.dikporasolo.net/halaman.php?id=10. diakses pada tanggal 2 Oktober 2011 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
resmi Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Surakarta jumlah penyelenggara pendidikan di masing-masing kecamatan adalah sebagai berikut; 37 a. TK
: 150
b. SD/ MI
: 100
c. SMP/MTS
: 150
d. SMA / SMK : 100 Sekolah dengan data di atas adalah sekolah yang berada pada masing-masing kecamatan di Kota Surakarta. 4. Teori Tentang Hak Pendidikan Anak Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan
pembinaan
dan
perlindungan
dalam
rangka
menjamin
pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial. Untuk melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan terhadap anak diperlukan dukungan baik yang menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum yang lebih mantap dan memadai. Salah satu hak anak yang ada adalah hak pendidikan. Hak anak dalam bidang pendidikan dapat terbagi dalam beberapa jenjang seperti jenjang dasar, menengah pertama dan menengah atas. Hak anak atas pendidikan dasar adalah bersifat universal yang tidak lain merupakan hak pokok minimum bagi anak, yang artinya hak paling dasar yang harus dipenuhi
37
Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota Surakarta.2011.http://www.dikporacommit to user solo.net/. diakses pada tangal 2 Oktober 2011.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
dan didapat oleh anak. Pemenuhan Hak Pendidikan Anak merujuk pada Pasal 1 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Adanya peraturan mengenai pendidikan yaitu Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-undang N0 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak dan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak merupakan usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik pada usia anak secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yangdiperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dannegara.Indonesia, sudah memiliki sederet aturan untuk melindungi, mensejahterakan dan memenuhi hak-hak anak. a. Sejarah Hak-hak Anak di Indonesia Statuta Roma menentukan bahwa yang disebut dengan anak-anak adalah mereka yang berusia di bawah 18 tahun38. Secara internasional, keberadaan anak mulai diperhatikan secara yuridis setelah lahirnya konvensi PBB tentang anak, yaitu Internasional Convention on the Rights of the Child (CRC) pada 20 November 1989, dan mulai mempunyai kekuatan
38
Mahkamah Agung Republik Indonesia,2006. Pedoman Unsur-unsur Tindak Pidana Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat dan Pertangungjawabab Komando.Jakarta. Mahkamah Agung republic Indonesia bekerhjasama dengan Kedutaan besar Denmark, The Asia Foundation, dan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM). Hal 10
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
memaksa (entered in to force) pada tanggal 2 September 199039. Konvensi ini kemudian sering disebut dengan Konvensi Hak Anak (KHA). Secara tidak langsung hal ini merupakan bukti normatif mengenai visi dan paradigma baru terhadap komunitas anak. Di tataran nasional, demi pemastian pelaksanaannya secara efektif, setiap pengesahan instrumen internasional HAM harus diberengi atau segera ditindaklanjuti dengan pembuatan peraturan perundang-undangan nasional pelaksanaannya40. Negara-negara peserta konvensi akan menghormati dan menjamin hak-hak yang ditetapkan dalam konvensi tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun. Negara harus menjamin dan harus memenuhi hak-hak anak yang meliputi ; 1) Hak untuk hidup, meliputi hak untuk mencapai status kesehatan setinggi-tingginya serta mendapat perawatan sebaik-baiknya; 2) Hak untuk berkembang, meliputi segala bentuk pendidikan (formal dan non formal) dan hak untuk mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial; 3) Hak atas perlindungan, meliputi perlindungan dan diskriminasi, tindak kekerasan dan ketelantaran terhadap anak; dan 4) Hak untuk berpartisipasi; meliputi hak anak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal mempengaruhi anak.
39
40
Muhammad joni.1999.Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Prespektif Hak Anak. Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti. Hal 32 Enny Soeprapto. 2003, Instrumen Pokok Hak Asasi Manusia Internasional, Pengesahan dan Implementasinya di Indonesia. Jakarta:E-book. Hal 11
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Keempat hak anak tersebut tersirat dalam CRC tahun 1989, yang menetapkan hal-hal penting menyangkut keberadaan anak, yaitu;41 1) Hak-hak yang melekat pada diri anak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan diri mereka. 2) Hak-hak atas sebuah nama dan kewarganegaraan sejak lahir. 3) Hak-hak perlindungan dari penelantaran dan kekerasan fisik atau pun mental, termasuk siksaan dan eksploitasi. 4) Hak-hak atas pemeliharaan, pensisikan, dan perawatan khusus. 5) Hak-hak atas standar kesehatan tertinggi yang dapat dicapai dengan menitik beratkan kepada upaya-upaya prefentif, pendidikan kesehatan, dan penurunan angka kematian anak. 6) Hak-hak atas pendidikan dasar ang harus disediakan oleh Negara. Dengan penerapan disiplin dalam sekolah yang menghormati harkat dan martabat anak. 7) Hak-hak untuk beristirahat dan bermain, dan mempunyai kesempatan yang sama atas kegiatan-kegiatan budaya dan seni. 8) Hak memperoleh perlindungan dari eksploitasi ekonomi dan pekerjaan yang dapat merugikan pendidikan mereka. 9) Hak-hak atas perlindungan dari penyalahgunaan obat-obat terlarang dan keterlibatan dalam produksi atau peredarannya. 10) Hak-hak memperoleh perlindungan dari upaya penculikan dan perdagangan anak. 11) Hak-hak memperoleh perawatan atau pelatihak khusus untuk penyembuhan dan rehabilitasi bagi korban perlakuan buruk, penelantaran dan ekploitasi. 12) Hak-hak mendapatkan perlakuan manusiawi dalam proses hukum, sehingga memajukan rasa harkat dan martabat anak-anak yang terlibat kasus hukum untuk kepentingan mengintegrasikan ke dalam masyarakat. Sebagai sebuah perjanjian Internasional, CRC diratifikasi oleh seluruh Negara, namun peratifikasi bukan merupakan tujuan akhir konvensi itu. Pelaksanaanya ke dalam hukum, kebijaksanaan, kebiasaan, praktek sehari-hari adalah muara dari maksud diadakannya CRC. Dalam hal ini PBB telah memberikan mandate kepada UNICEF untuk menegakan perlindungan hakhak anak yang membantu mereka menemukan kebutuhan dasarnya dan untuk membuka peluang mereka mengembangkan potensinya secara penuh. 41
Ibid Hal 155
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
Sedangkan Indonesia telah meratifikasi CRC yang kemudian disebut dengan hak anak pada tahun 1990. Ratifikasi terhadap CRC tersbut didasarkan pada Keputusan Presiden (Keppres) No. 36 Tahun 1990 tentang pengesahan Peratifikasi Konvensi Hak Anak. Kemudian secara nasional Indonesia mengeluarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak. Apabila diilustrasikan secara singkat, sejarah hak anak secara internasional hingga nasional tidak terlepas dari beberapa rentang persitiwa sebagai berikut;42 1) 1923
:
Seorang
aktivis
perempuan
bernama
Eglantyne
Jeb
mendeklarasika 10 pernyataan hak-hak anak yaitu hak akan nama dan kewarganegaraan, hak kebangsaan, hak persamaan dan non diskriminasi, hak perlindungan, hak pendidikan, hak bermain, hak rekreasi, hak akan makanan, hak kesehatan dan hak berpartisipasi dalam pembangunan. 2) 1924 : Deklarasi hak anak diadopsi dan disahkan oleh Majelis Umum Liga Bangsa-Bangsa. 3) 1948 : Diumumkan Deklarasi Hak Asasi Manusia. 4) 1959 : PBB mengadopsi Hak-Hak Anak untuk kedua kalinya. 5) 1979 : Disebut juga tahun anak internasional dimana tahun ini juga dibentuk satu komite untuk merumuskan Konvensi Hak Anak (KHA). 6) 1989 : KHA diadposi oleh majelis umum PBB dan pada tanggak 20 November 1989 dimana KHA berisi 54 pasal. 42
DewanAnakhttp://go2.wordpress.com/?id=725X1342&site=dewananaksoe.wordpress.com &url=http%3A%2F%2Fdewananaksoe.wordpress.com%2F2009%2F01%2F16%2Fseja commit to user2010 rah-hak-anak. Diakses pada tanggal 3 Desember
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
7) 1990 : Indonesia menandatangani KHA di markas besar PBB di New York. 8) 1990 : Indonesia meratifikasi KHA melalui Kepres No. 36 Tahuun 1990 tanggal 25 Agustus 1990. 9) 1990 : 2 September 1990, KHA disepakati sebagai hukum international. 10) 1999 : Indonesia mengeluarkan UU No.30 tahun 1990 oleh HAM. 11) 2002 : Indonesia mengeluarkan UUPA (Undang – Undang Perlindungan Anak) No. 23 Tahun 2002 yang terdiri dari 14 Bab dan 93 Pasal. Secara nasional dan atas amanat undang-undang, maka terdapat Komnas Perlindungan anak, sebagai lembaga khusus untuk pemantauan dan promosi hak-hak anak. Undang-undang No.23 Tahun 2002 memerintahkan negara untuk membentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang memiliki mandat yang antara lain: mensosialisasikan hukum hak anak nasional, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak, dan memberikan saran, masukan dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak. Badan ini berkedudukan di Jakarta. b. Pengaturan Hak Pendidikan Anak Dengan berjalannya waktu, hak asasi manusia mulai dilindungi oleh setiap negara. Salah satunya adalah Indonesia, hak asasi manusia secara tegas di atur dalam Undang Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 2 Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang asas-asas dasar yang menyatakan “Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi,
dihormati,
dan ditegakkan demi
peningkatan
martabat
kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan”. Sementara itu, Pasal 31 Ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Selain itu, pendidikan juga menjadi urusan Pemerintah Daerah yang berkaitan dengan keuangan daerah sebagaimana Pasal 14 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa terdapat 16 (enam belas) urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah kabupaten atau kota. Salah satu urusan wajib tersebut adalah penyelenggaraan pendidikan. Hal tersebut juga dipertegas dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten atau Kota, yang menyatakan bahwa masalah pendidikan menjadi salah satu urusan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten atau kota. Sedangkan mengenai anak, Undang-undang Dasar Negara Ripublik Indonesia tahun 1945 dalam Pasal 2 disebutkan bahwa “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan
dari
kekerasan
commit to user
dan
diskriminasi”.
Untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
mengimplementasikan amanat konstitusi, Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyar mengeluarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang PerlindunganAnak. Pemenuhan hak-hak anak agar mereka dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA) merupakan langkah legislatif (kewajiban Negara) bagi implementasi hak anak, khususnya untuk memberikan perlindungan kepada anak. Dengan kata lain, UUPA merupakan bagian dari aplikasi domestik dari KHA. Sedangkan dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud perlindungan adalah “segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Dalam Bab 3 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, telah dicantumkan berbagai hak-hak anak yang harus dipenuhi, di antarannya adalah; 1) Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi; 2) Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
3) Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua. 4) Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri. 5) Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. 6) Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial. 7) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus. 8) Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan. 9) Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri. 10) Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial. 11) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: a) Diskriminasi; b) Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; c) Penelantaran; d) Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; e) Ketidakadilan; dan f) Perlakuan salah lainnya. 12) Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir. 13) Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari : a) Penyalahgunaan dalam kegiatan politik; b) Pelibatan dalam sengketa bersenjata; c) Pelibatan dalam kerusuhan sosial; d) Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan e) Pelibatan dalamcommit peperangan. to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
14) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. 15) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk : a) Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa; b) Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan c) Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan. 16) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya. Setiap anak berkewajiban untuk : a) Menghormati orang tua, wali, dan guru; b) Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman; c) Mencintai tanah air, bangsa, dan negara; d) Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan e) Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia. Dari berbagai macam uraian di atas mengenai hak-hak anak yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sejatinya merupakan suatu upaya hukum yang setrategis. Secara khusus Pasal 7 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak menyatakan bahwa “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus”. Berdasarkan aturan tersbeut jelas bahwa pendidikan merupakan hal yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
sangat penting bagi anak, bahkan bagi anak yang tidak sempurna uga memiliki hak mendapatkan pendidikan yang layak. B. Kerangka Berpikir Bagan 4. Kerangka Berpikir
UU NO 20 TAHUN 2003 tentang SISDIKNAS
UU NO 23 TAHUN 2002 tentang Perlindungan Anak
Sekolah tanpa memungut biaya Kebijakan Sekolah Plus di Kota Surakarta
Model penyelengaraan kebijakan
SMP N. 26 Surakarta
Kendala / hambatan
Keterangan Pendidikan adalah sebagai hak setiap warga Negara Indonesia. Hal tersebut sebagaimana telah tertuang dalam Pasal 31 Ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Ripublik Indonesia tahun 1945, yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Konsekuwensi logis dari Pasal 31 Ayat (1) tersebut, maka sudah menjadi hak setiap warga Negara Indonesia untuk dapat menikmati adanya pendidikan secara layak, dan di sisi lain menjadi sebuah kewajiban dari Pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan bagi warga negaranya. Adanya usaha dari Pemerintah untuk memajukan dunia pendidikan di Indonesia telah tercermin dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
mengalokasikan anggaran pendidikan yang mencapai 20 persen dari APBN, adanya Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Permasalahan pendidikan yang menjadi kewenangan dari Pemerintah Daerah masing-masing sebagaiman yang diatur dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyebutkan bahwa ; “1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. (2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun”. Sementaraitu Pasal 34 Ayat (2) menyebutkan bahwa “Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”. Di satu sisi, sasaran pendidikan secara umumnya adalah anak bangsa. Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Pelindungan Anak menyebutkan bahwa, yang dikatakan anak adalah seorang yang belum berusia delapan belas tahun. Anak adalah sosok yang perlu dilindungi hak-haknya, salah satu hak anak yang tercantum secara konstitusional adalah hak untuk mengenyam pendidikan. Hal tersebut juga tercantum dalam pasal 9 undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyebutkanbahwa “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat to dan bakatnya”. commit user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
Sementara itu, masalah pendidikan adalah salah satu permasalahan yang menjadi ranah kewenangan dari Pemerintah daerah, hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Pasal 14 Undang-undang Nomor 33 TAhun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa terdapat 16 (enam belas) urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah kabupaten atau kota. Salah satu urusan wajib tersebut adalah penyelenggaraan pendidikan. Hal tersebut juga dipertegas dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten atau Kota, yang menyatakan bahwa masalah pendidikan menjadi salah satu urusan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten atau kota. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah salah satu bidang yang didesentralisasikan atau yang oleh pemerintah pusat dilimpahkan wewenang penanganannya kepada pemerintah daerah. Terlebih lagi secara khusus Pemerintah Kota Surakarta mengeluarkan regulasi di bidang pendidikan yaitu melalui Peraturan daerah Kota Surakarta Nomor 4 tahun 2010 tentang Pendidikan. Berdasarkan hal tersebut, sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah dan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pendidikan di daerahnya untuk memenuhi amanat yang terdapat di dalam konstitusi. Penyelenggaraan pendidikan di daerah diselenggarakan berdasarkan kemampuan daerah masing-masing, sehingga pelaksanaan terhadap amanat konstitusi tersbut menjadi suatu hal yang berbeda antara daerah satu dengan daerah yang lain.
Terhambatnya perkembangan pendidikan
dewasa ini memang menjadi suatu masalah klasik. Faktor-faktor seperti faktor commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
ekonomi, biaya pendidikan mahal, ketidak berdayaan pemerintah daerah untuk mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang merakyat, seolah menjadi beberapa hal klasik yang menjadi alasan untuk terhambatnya pendidikan di daerah-daerah. Sementara itu, kota Surakarta sebagai pilot project yang dicanangkan sebagai kota layak anak di tahun 2015 adalah sebuah tantang besar untuk memenuhi hak-hak anak yang tercantum dalam undang-undang perlindungan anak. Salah satu hak anak tersebut adalah hak untuk mengenyam pendidikan yang layak. Penyelenggaraan pendidikan di kota Surakarta, guna sebagai usaha pemenuhan terhadap Pasal 11 dan Pasal 34 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional dilaksanakan dengan memberikan penyelengaraan pendidikan tanpa memungut biaya pada peserta didik. Hal tersebut sejatinya menjadi salah satu misi dari Pemerintah kota Surakarta yaitu “Meningkatkan pelayanan dan perluasan akses masyarakat di bidang pendidikan, antara lain dengan program sekolah gratis, Sekolah Plus, bantuan pendidikan
masyarakat,
pengembangan
sarana
dan
prasarana
pendidikan,
meningkatkan kualitas tenaga pendidik dan kependidikan”. Dengan adanya visi pemerintah kota Surakarta tersbut, seolah menjadi faktor pendorong untuk mewujudkan pelayanan pendidikan yang mewadai bagi anak usia sekolah di kota Surakarta. Berdasarkan hal tersbut, adanya sekolah tanpa memungut biaya adalah sebuah program yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Surakarta dalam rangka melaksanakan amanah undang-undang dan melakukan kewajibannya, yang diwujudkan dalam program Sekolah Plus Adanya Sekolah Plus di kota Surakarta dewasa ini adalah menjadi kebijakan prorakyat yang sangat dinanti-nanti.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
Dewasa ini SMP N 26 Surakarta adalah sebagai pilot project dari implementasi kebijakan tersebut. Dalam hal ini Penulis tertarik lebih dalam untuk mengetahui kebijakan yang dijalankan oleh pemerintah Kota Surakarta dalam pelaksanaan Sekolah Plus khusunya di SMP N 26 Surakarta, mengenai model penyelenggaraannya serta hambatan-hambatan yang ada dewasa ini. Dengan demikian Penulis akan mengetahui bahwa kebijakan Pemerintah kota Surakarta tersebut memang benar-benar dapat memenuhi hak-hak anak, khususnya dalam bidang pendidikan atau tidak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode adalah alat untuk mencari jawaban dari suatu permasalahan, oleh karena itu suatu metode atau alat harus jelas dahulu apa yang akan dicari43. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian hukum sosiologis (nondoktrinal). Di dalam penelitian hukum metode yang digunakan tergantung pada konsep apa yang dimaksud tentang hukum itu. Setiono mengemukakan ada lima (5) konsep hukum 44: 1.
Hukum adalah azas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan berlaku universal.
2.
Hukum adalah norma-norma positif didalam sistem perundangundangan hukum nasional.
3.
Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim in concerto dan tersistematisasi sebagai Judge made law.
4.
Hukum adalah pola-pola perilaku sosial yang terlembagakan eksis sebagai variabel sosial yang empirik.
5.
Hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik pada perilaku sosial sebagai tampak dalam interaksi mereka.
43
Setiono. 2005. Pemahaman Terhadap Metodologi Penelitian Hukum. Surakarta : Pascasarjana universitas Sebelas Maret. Hal 1 44 commit to user Ibid. Hal 5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
Penelitian ini menggunakan konsep hukum ke lima, yaitu hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial sebagaimana tampak dalam interaksi mereka. Berdasarkan keterangan dari Setiono yang Penulis kutip adalah sebagai berikut ; 45 Di sini hukum adalah tingkah laku atau aksi-aksi dan interaksi manusia yang secara aktual dan potensial akan terpola. Karena setiap perilaku atau aksi itu merupakan suatu realita sosial yang terjadi dalam alam pengalaman indrawi dan empiris, maka setiap penelitian yang mendasarkan atau mengkonsepkan hukum sebagai tingkah laku atau perilaku dan aksi ini dapat disebut sebagai penelitian sosial (hukum), penelitian empiris atau penelitian non doktrinal. Tipe kajian ini adalah kajian kailmuan dengan maksud hanya hendak mempelajari saja dan bukan hendak mengajarkan suatu doktrin. Konsep hukum yang ke lima Penulis gunakan karena dalam penelitian ini Penulis ingin menggali lebih dalam mengenai obyek penelitian dengan menggali pendapat, ide, perilaku secara langsung sehingga diperoleh informasi yang akurat mengenai obyek penelitian yaitu mengenai pelayanan publik Sekolah Plus di Kota Surakarta. B. Sifat Penelitian Sifat penelitian ini adalah deskriptif. Jenis penelitian dilihat dari sifatnya dibagi menjadi tiga, yakni penelitian eksploratif, deskriptif, dan eksplanatoris. Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian yang deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk membuat pencandaraan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai faktafakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tetentu.46 Sehingga dalam penelitian ini akan dideskripsikan atau digambarkan pelaksanaan kebijakan sekolah 45 46
Burhan Ashofa , Metode Penelitian Kualitatif, 2004, Bandung, Remaja Rosdakarya. commit toJakarta user : Rajawali Pers. Hal 18 Suryabrata, Sumadi, 1992, Metode Penelitian,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
tanpa memungut biaya yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Surakarta yang teraktualisasi dalam program Sekolah Plus. C. Pendekatan Penelitian Dalam Penelitian non-doktrinal terdapat empat paradigm pendekatan penelitian, yaitu positivisme atau postpositivisme atau critical theory atau konstruktivisme. Dalam penelitian ini Penulis menggunakan pendekatan postpositivisme. Berdasarkan aspek filosofi yang mendasarinya penelitian secara garis besar dapat dikategorikan menjadi dua dua macam, yaitu penelitian yang berlandaskan pada aliran atau paradigma filsafat positivisme dan aliran filsafat postpositivisme. Apabila penelitian yang dilakukan mempunyai tujuan akhir menemukan kebenaran, maka ukuran maupun sifat kebenaran antara kedua paradigma filsafat tersebut berbeda satu dengan yang lain. Pada aliran atau paradigma positivisme ukuran kebenarannya adalah frekwensi tinggi atau sebagian besar dan bersifat probalistik. Kalau dalam sampel benar maka kebenaran tersebut mempunyai peluang berlaku juga untuk populasi yang lebih besar. Pada filsafat postpositivisme kebenaran didasarkan pada esensi (sesuai dengan hakekat obyek) dan kebenarannya bersifat holistik. Dalam postivisme fakta dan data terbatas pada sesuatu yang empiri sensual (teramati secara indrawi), sedangkan dalam postpositivisme selain yang empiri sensual juga mencakup apa yang ada di balik yang empiri sensual (fenomena dan nomena). Positivisme menganalisis berdasar data empirik sensual, postpositivisme
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
mencari makna di balik yang empiri sensual.47 Dengan demikian penulis akan mendapatkan informasi secara rinci dari sumber data yang ada, sehingga penulis akan mengetahui pelaksanaan kebijakan sekolah tanpa memungut biaya yang diselenggarakan. D. Jenis dan Sumber Data Penelitian Berbagai macam sumber data merupakan bagian yang sangat penting bagi peneliti, karena ketepatan memilih dan menentukan jenis sumber data akan menentukan ketepatan dan kekayaan data atau informasi yang diperoleh. Menurut pendapat Lofland dan Lofland yang dikutip Lexy J. Moleong, mengatakan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah katakata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lainlain.48 Untuk menyusun tesis ini data yang Penulis gunakan adalah : 1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya yang diamati dan dicatat untuk pertama kalinya. Data primer dapat diperoleh dengan wawancara antara peneliti dengan informan. Dalam penelitian kualitatif posisi sumber daya manusia (nara sumber) sangat penting perannya sebagai indinvidu yang memiliki informasi. Peneliti dan nara sumber memiliki posisi yang sama, maka sumber data yang berupa manusia di dalam penelitian kualitatif lebih tepat disebut
47
Edi Kurniawan. http://fahitra-kehidupan.blogspot.com/2009/12/esensi-filsafatpostpositivisme.html diakses pada tanggal 26 Mei 2011 48 Lexy. J. Moeleong, 2009, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. commit to user Hal 157
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
informan daripada sebagai responden dengan hasil penelitian. Sumber data dari informan, karena yang terpenting bukan penelitinya dengan pikiran-pikirannya, tetapi informasi yang diberikan oleh informasi (nara sumber). Informan yang diwawancarai adalah; a) Sebagai penguat data dan verivikasi data yang Penulis peroleh dari nara sumber satu dengan yang lain, Penulis mengambil data dari Komisi IV DPRD Kota Surakarta, tidak lain adalah dalam bidang pendidikan. Hal ini terkait dengan komitmen, tujuan, latar belakang diselenggarakannya Sekolah Plus di Kota Surakarta. b) Staf Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota Surakarta bagian
Perencanaan
dan
evaluasi
Program,
sebagai
narasumber yang sejatinya dari data yang diperoleh Penulis ingin mengetahui lebih lanjut mengenai program Sekolah Plus di tingkat SMP. c) Selain itu sumber data primer juga akan Penulis dapatkan dari Kepala Sekolah terkait dalam penyelenggaran sekolah tanpa memungut biaya di Kota Surakarta, yaitu Kepala Sekolah Sekolah Menengah Pertama Negeri 26 Kota Surakarta sebagai penyelenggara sekolah tanpa memungut biaya di kota Surakarta. d) Sumber data juga akan Penulis gali dari Komisi Independen Perlindungan Perempuan dan Anak Kota Surakarta (KIPPAS)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
dan Forum Anak Surakarta (FAS), hal ini terkait dengan HAM bidang hak pendidikan anak. e) Wali siswa dan Siswa yang bersekolah di SMP N 26 Surakarta. Responden yang kami wawancarai diantranya adalah; I.
Yanti selaku Wali Siswa dan Intan putrinya yang bersekolah di SMP N 26 Surakarta,dan duduk di kelas VII
yang Peneliti wawancarai pada tanggal 5 Juli
2011, di gang biak 1 Kepatihan Surakarta. II.
Sumini selaku orang tua Siswa dan Kety putrinya yang duduk di kelas VIII yang bersekolah di SMP N 26 Surakarta, yang Peneliti wawancarai pada tanggal 5 Juli 2011, di gang biak 1 Kepatihan Surakarta.
III.
Tri Gumelar selaku Orang Tua Siswa dan Tri Gumelar yang duduk di kelas IX yang bersekolah di SMP N 26 Surakarta, yang Peneliti wawancarai pada tanggal 5 Juli 2011, di Kepatihan Surakarta.
2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti. Jadi data sekunder berasal dari tangan kedua, ketiga dan seterusnya. Artinya melewati satu atau lebih pihak yang bukan peneliti sendiri. Karena itu perlu adanya pemeriksaan ketelitian, bahkan kalau mungkin data sekunder dicari lebih dahulu yang sesuai dengan tujuan penelitian. Sumber data sekunder pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
penelitian ini berupa peraturan perundang-undangan dan buku-buku literatur yang dibutuhkan serta dokumen atau arsip yang relevan dengan hasil penelitian. Data sekunder yang penulis gunakan adalah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undangundang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Peraturan daerah Kota Surakarta No 10 Tahun 2010 tentang Pendidikan, serta peraturan lain yang relefan. E. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini adalah penelitian dengan teknik pengambilan data sengan purposive sampling yaitu pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas dasar strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu49. Teknik ini Penulis pilih dengan beberapa alasan diantaranya karena penelitian ini lebih menitikberatkan pada kualitas data yang diperoleh dan bukan menitikberatkan pada jumlah atau kuantitas dari data yang diperoleh di lapangan serta adanya keterbatasan tenaga dan waktu dari Peneliti. Teknik pengambilan atau cuplikan data sampel ini tidak digunakan dalam usaha untuk melakukan generalisasi statistik atau sekedar
49
mewakili
populasinya,
tetapi
lebih
mengarah
pada
Suharsimi arikunto, 2006, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. Rineka cipta. Hal. 139.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
generalisasi teoritis. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Observasi langsung Observasi adalah sebuah metode yang bersifat alamiah, dengan demikian pemahamannya harus disesuaikan dengan kebutuhankebutuhan khusus dari peneliti, dari pentingnya masalah dan sasaran umum dari penelitian. Observasi penting sebagai metode untuk mendapatkan informasi berupa perilaku dalam keadaan (ilmiah), dinamika, dan gambaran perilaku berdasarkan situasi yang ada. 50 Penelitian ini, apabila dilihat dari bentuk pengamatan maka termasuk dalam bentuk pengamatan tidak terlibat. Pengamatan tidak terlibat, maka pengamat tidak menjadi anggota dari kelompok yang diteliti atau diamati.51 Dalam hal ini penulis akan melakukan pengamatan terhadap kondisi sekolah, fasilitas, pengajaran dan siswa-siswi yang ada di Sekolah Menengah Pertama Negeri 26 Surakarta, dengan mengkaitkan dan cros cek data-data yang penulis perolah sebelumnya.
50
51
Black, James A, Dean J Champion, Metode dan Masalah Penelitian Sosial, Bandung : Refika Aditama. Hal 285-288
commitHukum. to userJakarta : UI Press. Hal209 Soerjono Soekanto, Peangantar Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
2. Wawancara Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang
lainnya
dengan
mengajukan
pertanyaan-pertanyaan
berdasarkan tujuan tertentu .52 dalam penelitian ini, Penulis melakukan wawancara secara baku terbuka, yang tidak lain adalah wawancara yang menggunakan seperangkat pertannyaan baku. Urutan pertannyaan, kata-katannya, dan cara penyajiannya pun sama untuk setiap responden.53 Wawancara baku terbuka ini dipandang sangat perlu untuk mengurangi pendapat yang berbedabeda antara seorang terwawancara dengan yang lainnya. Dalam hal ini, Penulis melakukan wawancara dengan beberapa pihak diantarannya adalah; a. Komisi IV DPRD Kota Surakarta, selaku bagian dari perwakilan rakyat yang menyusun dan mengawasi regulasi serta pelaksanaan mengenai pendidikan. Dengan hal ini, maka Penulis bertujuan ingin mengetahui pengawalan terhadap regulasi dan keberadaan Sekolah Plus yang diselenggarakan di Kota Surakarta.
52
53
Deddy Mulyana,2006,Metodologi Penelitian Kualitatif “Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan ilmu Sosial Lainya”. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Hal 180 Lexy. J. Moeleong, 2009, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Hal 188
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
b. Kepala bagian Perencanaan dan Evaluasi Program pada Dinas, Pemuda dan Olahraga Kota Surakarta, yaitu Sutopo. Wawancara dengan informan tersebut tidak lain karena Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraaga adalah dinas sebagai dinas yang berwenang secara teknis mengurusi tentang pendidikan. c. Kepala Sekolah SMP N. 26 Surakarta, yaitu Sutrisno. Wawancara dengan kepala SMP N 26 ini Penulis lakukan karena SMP N 26 adalah sebagai tempat pelaksanan program sekolah tanpa memungut biaya di Kota Surakarta.
walaupun
sejatinya
pada
tingkat
SMP
pelaksanaan kebijakan sekolah plus ini terdapat dua pelaksana yaitu SMP N 17 dan SMP N 26, namun SMP N 26 Surakarta Peneliti pilih sebagai objek penelitian karena SMP N 26 adalah sebagai pilot project dari kebijakan Sekolah Plus yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Surakarta sejak tahun 2007. Sedangkan SMP N 17 baru melaksanakan kebijakan Sekolah Plus pada tahun 2009. d. Ketua Komisi Independen Perlindungan Anak dan Perempuan Surakarta (KIPAS), yaitu Maya. Penulis melakukan wawancara terhadap ketua KIPAS terkait adanya hak anak khususnya dalam bidang pendidikan yang nantinya akan Penulis gali lebih jauh.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
e. Ketua Forum Anak Kota Surakarta (FAS), yaitu Pratama Rachmad Wijaya, yang tidak lain sebagai salah satu motor penggerak dari perlindungan hak anak di Kota Surakarta. f. Wali siswa dan Siswa SMP N 26 Surakarta, yaitu; 1) Yanti selaku Wali Siswa dan Intan putrinya yang bersekolah di SMP N 26 Surakarta,dan duduk di kelas VII yang Peneliti wawancarai pada tanggal 5 Juli 2011, di gang biak 1 Kepatihan Surakarta. 2) Sumini selaku orang tua Siswa dan Kety putrinya yang duduk di kelas VIII yang bersekolah di SMP N 26 Surakarta, yang Peneliti wawancarai pada tanggal 5 Juli 2011, di gang biak 1 Kepatihan Surakarta. 3) Tri Gumelar selaku Orang Tua Siswa dan Tri Gumelar yang duduk di kelas IX yang bersekolah di SMP N 26 Surakarta, yang Peneliti wawancarai pada tanggal 5 Juli 2011, di Kepatihan Surakarta. 3. Studi Dokumen Pengamatan berperan-serta dan wawancara mendalam dapat pula dilengkapi dengan analisis dokumen seperti otobiografi, memoir, catatan harian, surat-surat pribadi, catatan pengadilan, berita koran, artikel majalah, brosur, bulletin, dan foto-foto.54 Dalam hal ini yang
54
Deddy Mulyana,op. cit. Hal 195
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
penulis gunkan adalah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Peraturan daerah Kota Surakarta No 10 Tahun 2010 tentang Pendidikan, Surat Keputusan Wali Kota Surakarta Nomor: 421/86-D/1/2007 tentang Penetapan Sekolah Plus Jenjang SD, SMP dan SMK Tahun Pelajaran 2007/208 Kota Surakarta Tahun 2007 serta peraturan lain yang relefan. F. Teknik Analisis Data Analisis merupakan proses pencarian dan perencanaan secara sistematik semua data dan bahan lain yang telah terkumpul agar peneliti mengerti benar makna yang telah ditemukannya, dan dapat menyajikan kepada orang lain secara benar (HB. Sutopo, 1988 : 38). Dalam tahap analisis data ada tiga komponen pokok yang harus disadari oleh peneliti, yaitu: 1. Data Reduction Adalah bagian dari analisis, suatu bentuk analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang halhal yang tidak penting, dan mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan. Proses reduksi ini terus berlangsung sampai laporan akhir penelitian selesai ditulis. 2. Data Display
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
Adalah suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Dengan melihat suatu penyajian data, peneliti akan mengerti apa yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan penelitian tersebut. 3. Conclusion Drawing Dalam awal mengumpulan data, peneliti sudah harus mulai mengerti apa arti dari hal-hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan
pola-pola,
peraturan-peraturan,
pernyataan-
pernyataan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, arahan sebab akibat, dan proporsisi-proporsisi, akan tetapi kesimpulan akhir tidak akan terjadi sampai poses pengumpulan data berakhir. Dalam penulisan ini penulis menggunakan model analisis interaktif (Interactive Model of Analisys). Dalam bentuk ini peneliti tetap bergerak diantara ketiga komponen, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing, dengan komponen pengumpulan data selama proses pengumpulan data berlangsung. Berikut ilustrasi bagan dari tahap analisis data:
Bagan 5. Skema Teknik Analisis Interaktif
Pengumpulan data
Data Reduction
commit to user Drawing Conclution
Data Display
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
G. Batasan Operasional Variabel Penelitian Penelitian ini mendiskripsikan kebijakan Pemerintah Kota Surakarta dalam pelaksanaan program sekolah tanpa memungut biaya (gratis) di Kota Surakarta, dan untuk mengetahui keberhasilan program tersebut dalam pemenuhan terhadap hak-hak anak yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak, tepatnya Pasal 9 mengenai hak mendapatkan pendidikan. Dalam hal ini Penulis memberikan batasan penelitian yang akan dilakukan adalah bertempat di Sekolah Menengah Pertama Negeri 26 Surakarta, dengan dasar bahwa sekolah tersebut adalah sebagai pilot project pelaksanaan dari
program
sekolah
tanpa
memungut
biaya,
dan
Pemerintah
telah
mencanangkan program wajib belajar selama Sembilan tahun, namun di lain sisi SMP adalah jenjang yang cukup rawan akan terjadinya putus sekolah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pendidikan dikatakan sebagai suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Betapa tidak, dengan pendidikan yang baik akan dapat mencetak sosok Presiden, Mentri, Dokter, Guru dan profesi lainya yang akan membesarkan bangsa. Mengulas mengenai pendidikan di Indonesia, dewasa ini telah muncul Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang tidak lain merupakan sebuah komitmen dari Pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas sehingga dapat mencetak manusia yang mampu menjawab tantangan zaman yang selalu berubah serta sebagai upaya pemerataan pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat. Dengan
adanya
undang-undang
sistem
pendidikan
nasional
mengisyaratkan bahwa sistem pendidikan nasional merupakan sebuah agenda besar yang harus dikawal oleh Pemerintah dan Masyarakat. Sistem pendidikan nasional haruslah bergerak dari semula sentralistik ke desentralistik atau otonomi daerah yang merupakan tuntutan reformasi. Desentralisasi pendidikan berkait dengan masalah yang sangat mendasar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
yaitu pendidikan adalah milik rakyat dan untuk rakyat.55 Pendapat tersebut seiring dengan kewajiban Pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pendidikan yang telah diamanahkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dengan pendidikan sebagai masalah wajib dari Pemerintah Daerah maka penyelenggaraan pendidikan dapat disesuaikan dengan tujuan, kondisi, sarana dan kebutuhan yang ada di daerah masing-masing. Pendidikan di Indonesia adalah suatu hal yang sangat penting, dalam perkembanganya masih memiliki permasalahan. Demikianpula dengan desentralisasi pendidikan di Kota Surakarta, sebagaimana yang telah Penulis paparkan bahwa salah satu penghambat pendidikan di Surakarta adalah faktor ekonomi. Masyarakat yang tergolong memiliki pekerjaan yang tidak tetap, berpendapatan rendah dan miskin akan kesulitan mengakses pendidikan yang mahal. Dewasa ini berbagai macam trobosan dan model pendidikan yang ditawarkan kepada masyarakat seperti Sekolah Berstandar Internasional (SBI) atau Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI), sekolah dengan program akselerasi semuanya diselenggarakan dengan biaya tidak sedikit, sehingga dalam pelaksanaanya hanya peserta didik yang berasal dari keluarga mampulah yang hanya mengakses sekolah dengan biaya yang mahal. Dengan latarbelakan tersebut, Pemerintah Kota Surakarta mengambil langkah dengan mengeluarkan beberapa kebijakan yang mewujudkan
55
Jurnal Managemen Pendidikan, edisi no 1 Vol. 1, 2006, hlm.34
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
pelayanan publik dalam bidang pendidikan sebagai sarana untuk pemerataan pendidikan di Kota Surakarta. Dalam penelitian ini Penulis akan lebih jauh membahas mengenai kebijakan dalam bidang pendidikan yang diselenggarakan di Kota Surakarta dengan memaparkan hasil wawancara dengan beberapa nara sumber yang telah Penulis rencanakan sebelumnya seperti dari Komisi IV DPRD Kota Surakarta yang tidak lain menangani masalah pendidikan, Kantor Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota Surakarta, Komisi Independen Perlindungan Perempuan dan Anak Kota Surakarta (KIPPAS), Kepala SMP N 26 Surakarta, Orang tua siswa dan siswa dari Sekolah Plus sebagai pelaku. 1) Hasil wawancara dengan Wakil Ketua Komisi IV (Bidang Pendidikan) DPDR Kota Surakarta Berdasarkan hasil wawancara Peneliti dengan Teguh, selaku wakil ketua komisi IV DPRD Kota Surakarta dalam bidang pendidikan pada tanggal 8 September 2011 di ruang kerja Komisi IV DPRD Kota Surakarta dapat diketahui data; a) Latar Belakang Sekolah Plus di Kota Surakarta Keberadaan Sekolah Plus tidak lain berawal dari visi dan misi dari Wali Kota Surakarta yang dewasa ini tengah menginjak pada periode kedua. Visi dan misi tersebut adalah; I.Visi
:
Meningkatkan
Ksejahteraan
masyarakat
dan
memajukan kota dilandasi spirit Solo sebagai Kota Budaya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
Sedangkan untuk mewujudkan visi tersebut tertuang strategi dalam missi yaitu; II.Misi : i. Mengembangkan dan meningkatkan ekonomi kerakyatan melalui pengembangan sektor riil, pemberdayaan usaha
mikro,
kecil,
menengah
dan
koperasi
(UMKMK) dengan fasilitasi kredit, menuntaskan penataan PKL, melanjutkan program revitalisasi pasar
tradisional,
meningkatkan
kemampuan
manajemen pedagang pasar serta mempromosikan keberadaan pasar dan pedagang. ii. Pengembangan budi pekerti, tata krama dan tata nilai budaya Jawa melalui ranah pendidikan, keteladanan, penyelengaraan event-event dan program-program pendukung lainnya iii. Memperkuat karakter kota dengan aksentuasi Jawa dan melestarikan aset-aset budaya, baik yang tangible (bendawi) maupun intangible (tak bendawi). iv. Meningkatkan
pelayanan
dan
perluasan
akses
masyarakat di bidang pendidikan, antara lain dengan program sekolah gratis, Sekolah Plus, bantuan pendidikan masyarakat, pengembangan sarana dan prasarana pendidikan, meningkatkan kualitas tenaga pendidik dan kependidikan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
v. Meningkatkan
pelayanan
dan
perluasan
akses
masyarakat di bidang kesehatan, di antaranya melalui program Pelayanan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS),
meningkatkan
kualitas
kesehatan
bersertifikasi ISO, makin memberdayakan Posyandu Balita dan Lansia, perbaikan gizi masyarakat serta menekan angka kematian ibu dan bayi. vi. Meningkatkan akses ke lapangan kerja dengan titik berat pada menciptakan wirausahawan-wirausahawan baru melalui pelatihan, bantuan permodalan dan membangun jejaring pemasaran produk. vii. Membuka lapangan kerja baru dengan menciptakan iklim investasi yang makin kondusif (Kota Ramah Investasi) dan suasana kota yang aman dan damai. viii. Meningkatkan sarana dan prasarana kota antara lain jalan dan jembatan, transportasi, air bersih, sanitasi dan drainase, penuntasan pemugaran Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), penertiban hunian tak berizin, pengembangan ruang terbuka hijau dan pengelolaan persampahan. ix. Pengembangan brand image kota dengan melakukan penataan kawasan wisata, budaya dan perdagangan serta meningkatkan event-event bertaraf nasional dan intrenasional commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
Secara khusus di bidang pendidikan tertuang dalam misi nomor empat yaitu “Meningkatkan pelayanan dan perluasan akses masyarakat di bidang pendidikan, antara lain dengan program sekolah gratis, Sekolah Plus, bantuan pendidikan masyarakat, pengembangan sarana dan prasarana pendidikan, meningkatkan kualitas tenaga pendidik dan kependidikan”. Berdasarkan visi dan misi tersebutlah pelaksanaan Sekolah Plus dilaksanakan di Kota Surakarta. b) Penyelenggaraan Sekolah Plus Keberadaa Sekolah Plus di Kota Solo dipilih di beberapa tempat dan disebar di lima kecamatan di kota Solo, dengan memilih di daerah-daerah yang minus, dengan pilot project di SMP N 26 Surakarta.
Guna
mewujudkan
kesejahteraan
bagi
masyarakat
Pemerintah Kota Solo mengadakan beberapa program di bidang pendidikan seperti adanya Bantuan Pendidikan Masyarakat Miskin Kota Surakarta (BPMKS) dan Sekolah Plus. Sekolah Plus ini memang memiliki sasaran bagi masyarakat Kota Surakarta yang kurang mampu, walaupun demikian Sekolah Plus diselenggarakan agar terhindar dari kesan murahan dan pandangan startus ekonomi yang kurang maka Sekolah Plus yang ada dapat mengimbangi dengan prestasi yang ada. Berdasarkan pemaparan yang telah diberikan memang pada dasarnya Sekolah Plus tidak diatur secara khusus di Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 4 Tahun 2010 tentang Pendidikan, hanya berdasarkan Surat Keputusan yang dikeluarkan Wali Kota saja dapat diketahui dari awal bahwa semakin ke depan tidak ada biaya seperti commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
biaya infestasi, operasional, dan personal untuk membiayai Sekolah Plus tersebut. Dengan kondisi tersebut diharapkan terdapat keterlibatan dari masyarakat yang semakin baik, walaupun dewasa ini biaya Sekolah Plus ditanggung oleh Pemerintah Daerah, kedepan diharapkan masyarakat mampu dan sadar akan pentingnya pendidikan. Masyarakat Kota Surakarta, khususnya yang tidak mampu sebagai sasaran Sekolah Plus memiliki hak dan kewajiban. Hak dari masyarakat adalah untuk mendapat pendidikan yang tidak lain merupakan kewajiban Pemerintah untuk menyelenggarakan dan kewajiban dari masyarakat adalah bersama-sama dengan Pemerintah menyelenggarakan pendidikan tersebut apabila Pemerintah belum mampu menyelenggarakan Pendidikan secara tanpa memungut biaya yaitu dengan membayar biaya sekolah. Hal tersebut disadari bahwa pada
dasarnya
Pemerintah
belum
mampu
sepenuhnya
untuk
menyelenggarakan education for all. Dikatakan oleh nara sumber bahwasanya kebijakan Sekolah Plus yang ada di Kota Surakarta sudah bagus, dan telah ada pemetaan, namun kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan masih kurang. Hal tersebut terlihat bahwa banyak masyarakat yang sebenarnya mampu namun mengaku tidak mampu agar mendapatkan fasilitas yang ada. Kurangnya kesadaran masyarakat sebagaimana hal tersebut tidak lain karena adanya pendataan masyarakat miskin yang belum valid, dan kesadaran masyarakat yang kurang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
2) Hasil wawancara dengan narasumber Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota Surakarta Berdasarkan hasil wawancara Penulis dengan narasumber yang kedua, yaitu Kepala bagian Perencanaan dan evaluasi program Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota Surakarta Sutopo pada tanggal 27 Mei 2011di ruang bagian Perencanaan dan evaluasi program Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota Surakarta mengatakan bahwa bahwa sejatinya di Kota Surakarta terdapat beberapa kebijakan mengenai pendidikan di Kota Surakarta dalamrangka mewujudkan pendidikan tanpa memungut biaya sesuai dengan yang diamanahkan undang-undang diantaranya adalah; a) BPMKS b) Bantuan sekolah swasta yang berupa hibah. Biasanya diwujudkan berupa bantuan untuk rehabilitasi gedung sekolah atau sarana prasarana sekolah. c) Kebijakan mengenai sekolah tanpa memungut biaya, yang sering kita sebut dengan “Sekolah Plus”. Menurut keterangan lebih lanjut mengenai keberadaan Sekolah Plus dapat diketahui bahwa;
a)
Latar belakang Sejatinya keberadaan Sekolah Plus dilatar belakangi oleh adanya desentralisasi pendidikan yang sebagaimana menjadi amanah dari Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatakan bahwa pemerintah
daerah
wajib
memberikan
pelayanan
dan
memberikan kemudahan terhadap terselenggaranya pendidikan di daerahnya masing-masing, serta menjadi
visi misi
Pemerintah Kota Surakarta sendiri untuk menyelenggarakan kebijakan sekolah tanpa memungut biaya yang diwujudkan dengan program Sekolah Plus ini. Sekolah Plus sejatinya merupakan sekolah yang menyelenggarakan pendidikan bagi peserta didik dari keluarga kurang mampu yang telah diselenggarakan di Surakarta sejak tahun 2007 silam dengan pilot project di SMP N 26 Surakarta. b)
Tujuan Sekolah Plus Selain itu berdasarkan kacamata Hak Asasi Manusia, yang menyatakan bahwa pendidikan adalah sebagai hak setiap Warga
Negara
sehingga
mendorong
Pemerintah
Kota
Surakarta melalui Dinas Pendidikan untuk menyelengarakan kebijakan Sekolah Plus yang tidak lain memiliki tujuan sebagai berikut; I.
Memenuhi amanat undang-undang dan kebijakan tersebut sebagai misi dari Pemerintah Kota Surakarta sendiri;
II.
Sekolah Plus di Kota Surakarta memiliki maksud dan tujuan untuk memberikan layanan pendidikan yang bermutu bagi peserta didik yang berasal dari keluarga tidak mampu/miskin serta penduduk Kota Surakarta; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
III.
Serta guna memenuhi kewajiban Pemerintah Daerah untuk menyelenggarakan pendidikan dalamrangka memenuhi hak anak dalam bidang pendidikan selama Sembilan tahun.
c)
Dasar hukum Sekolah Plus Penyelenggaraan Sekolah Plus dari tahun 2007 hingga dewasa ini diselenggarakan berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Surakarta Nomor : 421/86-D/1/2007 yang hingga sekarang menunjuk beberapa sekolah untuk menjadi penyelenggara program. Berdasarkan keterangan lebih lanjut yang Penulis perolah narasumber menyatakan bahwa walaupun dewasa ini telah muncul Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pendidikan memang payung hukum penyelenggaraan Sekolah Plus ini adalah berdasarkan Surat Keputusan walikota, hal ini dikarenakan program Sekolah Plus sudah ada terlebih dahulu sebelum peraturan tersbut muncul.
d) Pelaksanaan Sekolah Plus Program
Sekolah
Plus
di
Kota
Surakarta
diselenggarakan di 12 sekolah sebagai Sekolah Plus, dengan perincian 9 SD akan menampung 390 siswa miskin, 2 SMP menampung 480 siswa dan 1 SMK akan menampung 384 siswa.daftarnya adalah sebagai berikut; I.
SD terdiri dari; i. SDN commit Dukuhan toKerten, user di kecamatan Laweyan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
ii. SDN Mojo 2, Kecamatan Pasar Kliwon iii. SDN Mojo 3, Kecamatan Pasar Kliwon iv. SDN Mojo 1, Kecamatan Pasar kliwon v. SDN Mipitan , Kecamatan Jebres vi. SDN Sabrang Lor, Kecamatan Jebres vii. SDN Plalan 1, Kecamatan Serengan viii. SDN Plalan 2, Kecamatan Serengan ix. SDN Bayan, Kecamatan Banjarsari II.
III.
SMP, terdiri dari; i.
SMP N 17
ii.
SMP N 26 SMK SMK N 6
Sejumlah sekolah tersebut dipilih sebagai penyelenggara kebijakan Sekolah Plus dengan alasan lokasi Sekolah Plus memang disebar di lima Kecamatan yang ada dengan dipilihkan
yang
bertempat
di
daerah
pinggiran
agar
mengakomodir siswa kurang mampu di slum area. Sekolah Plus adalah sebuah program penyelenggaraan pendidikan yang berbeda dengan penyelenggaraan pendidikan milik
Pemerintah
yang
lainya.
Perbedaan
antara
penyelenggaraan pendidikan yang menjalankan kebijakan Sekolah Plus dengan sekolah negeri biasa adalah jika di
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
sekolah Pemerintah biasa di Kota Surakarta untuk SPP sudah tidak dipungut biaya, yang ada hanyalah pungutuan seperti penyelenggaraan pelajaran tambahan, buku dan pungutan lain. Namun di sekolah yang ditunjuk sebagai pelaksana program Sekolah Plus adalah 12 sekolah di Surakarta yang merupakan sekolah umum yang didesain untuk memberikan tempat bagi siswa-siswi
dari
keluarga
miskin
dan
Pemerintah
membebaskan mereka dari segala macam biaya selama menempuh pendidikan, baik biaya pendaftaran, SPP, seragam, buku, tas, sepatu, uang transportasi dan sebagainya. Mereka yang menerima bantuan pendidikan ini tidak ditempatkan dalam kelas khusus melainkan bergabung dengan siswa-siswi yang lain. Sementara itu, program yang diselenggarankan di Sekolah Plus adalah program pendidikan yang sama dengan sekolah yang lain, yaitu mengacu pada undang-undang sisdiknas yang harus memenuhi Standar Nasional Pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Mengenai fasilitas yang ada pun juga sama dengan sekolah pemerintah lainya. Terdapat ruang belajar,
laboraturium,
diselenggarakan oleh sekolah.
commit to user
dan
ekstrakurikuler
yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
Pada dasarnya Sekolah Plus adalah sekolah yang sama dengan
sekolah-sekolah
umum
lainya,
namun
yang
membedakan adalah sekolah ini bebas biaya dan diberikan fasilitas pendidikan yang tidak didapatkan oleh siswa yang bersekolah di tempat lain. Adapun fasilitas dan rincian biaya yang menjadi rincian adalah sebagai berikut; Tabel 1. Daftar fasilitas Sekolah Plus NO
SEKOLAH
JENIS FASILITAS YANG DITERIMA
1.
SD
a. PSB b. buku pelajaran c. SPP d. alat tulis e. ulangan f. perlengkapan g. praktikum sekolah
2.
SMP
a. SPP/ komite sekolah b. seragam sekolah c. buku pelajaran d. alat tulis e. ekstrakurikuler
3.
SMK
a. SPP/ komite sekolah b. seragam sekolah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
c. buku modul 2 semester d. alat tulis e. ekstrakurikuler
Tabel 2. Rencana anggaran untuk Sekolah Plus dan bahan praktek SMK N
SEKOLA
JMLH
O
H
SISWA
BESAR BANTUAN Seragam
Tas,
Bahan
(Rp)
sepatu,
praktik
buku
(Rp)
Jumlah
tulis, LKS (Rp) 1.
SD PLUS
1929
(9) 2.
SMP
946
PLUS (2) 3.
SMK
586
PLUS (1) 4.
SMK
JUMLAH
434.025.00
385.800.
0
000
236.500.00
189.200.
0
000
438.750.00
117.000.
0
000
48
3.460
-
819.825. 000
-
425.700. 000
-
555.750. 000
48.000.00
48.000.0
0
00
1.109.275.
692.000.
48.000.00
1.849.27
000
000
0
5.000
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
Penyaluran biaya dalam penyelenggaraan Sekolah Plus adalah berasal dari sumber dana Pemerintah Kota Surakarta yaitu APBD. Dalam pendanannya keberadaan Sekolah Plus tidak mengalami kesulitan dana, karena semuanya telah di beck-up oleh Pemerintah Kota Solo. Dengan berbagaimacam fasilitas yang ada program Sekolah Plus tersebut diharapkan dapat bermanfaat meringankan beban orang tua siswa yang memiliki pendapatan yang tidak tetap dan tergolong miskin serta memberikan kesempatan yang seluas luasnya kepada peserta didik yang tidak lain menjadi target program tersebut yaitu seluruh anak di Kota Surakarta yang kurang mampu sehingga dapat mengakses pendidikan tanpa memikirkan biaya pendidikanya. Hal tersebut tidak lain sebagai upaya yang tepat untuk memenuhi hak-hak anak di bidang pendidikan di Kota Surakarta sebagaimana yang telah tercantum dalam undangundang Pemerintah daerah wajib menyelenggarakan pendidikan tanpa memungut biaya di daerahnya dengan melihat kemampuan daerahnya serta anak memiliki hak pendidikan sebagaimana yang tercantum di dalam undang-undang. Sehingga penyelenggaraan Sekolah Plus ini sebagaimana yang dimaksud untuk melaksanakan kewajiban Pemerintah serta pemenuhan terhadap Hak anak di bidang pendidikan. Berdasarkan data yang Penulis peroleh melalui wawancara mendalam dengan nara sumber mengatakan bahwa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
pelaksanaan Sekolah Plus yang diselenggarakan sudah dikatakan berhasil, hal tersebut didasarkan pada; a) Secara kuantitatif setiap tahunya meningkat, sekarang jumlah 9 SD menampung 390 siswa miskin, 2 SMP menampung 480 siswa dan 1 SMK menampung 384 siswa; b) Secara kualitatif keberhasilanya dapat dilihat dengan mutu kegiatan belajar mengajar tidak berkurang, karena dalam penyelenggaraanya
mengacu
pada
stundent
pendidikan
(KTSP); c) Tidak ada pengaruh negatif, sehingga dapat mendorong masyarakat untuk berpartisipasi aktif. Dengan melihat indikator keberhasilan tersebut maka tidak ada strategi khusus dalam pelaksanaanya, karena keberadaan sekolah ini telah diketahui oleh masyarakat luas sehingga dalam pencarian siswa tidaklah sulit, serta tidak ada kesulitan dalam pendanaannya. Peserta didik yang menjadi sasaran program tersebut juga memiliki respon yang positif. Karena semakin tahun jumlah pendaftar atau peminatnya juga meningkat. Dampaknya adalah peserta didik dapat mengakses pendidikan yang sebelumnya menjadi suatu hal yang sulit bagi mereka, sehingga dengan adanya program Sekolah Plus tersebut dapat meringankan beban orang tua siswa yang berpendapatan rendah atau yang tergolong miskin dalam pemberian pendidikan terhadap putra-putrinya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
3) Hasil wawancara dengan nara sumber Kepala Sekolah Sekolah Menengah Pertama Negri 26 Surakarta Sekolah Menengah Pertama Negri (SMP N 26 ) Surakarta sebagaimana yang telah penulis kemukakan sebelumnya adalah sebagai salah satu penyelenggara program Sekolah Plus di Kota Surakarta. SMP N 26 tidak lain dipilih sebagai pilot project atau penyelenggara pertama dari Sekolah Plus di Kota Surakarta. Hasil wawancara penulis dengan Kepala Sekolah SMP Negri 26 Surakarta Pada tanggal 25 April 2011 di ruang kerja Kepala Sekolah SMP N 26 Surakarta dapat penulis jabarkan sebagai berikut; a) Kondisi sekolah SMP N 26 Surakarta SMP N 26 yang terletak di Jalan Joyonegaran No.2 Kepatihan Kulon Surakarta memiliki jumlah siswa sebanyak 696 siswa yang terdiri dari; I. Kelas 7, dengan jumlah laki-laki 127 dan Perempuan 120; II. Kelas 8, dengan jumlah Laki-laki 121 dan Perempuan 108; III. Kelas 9, dengan jumlah Laki-laki 123 dan Perempuan 99. Penyelenggaraan pendidikan di SMP N 26 juga dilaksanakan berdasarkan kurikulim tingkat satuan pendidikan seperti sekolah lainya di Indonesia. Program yang diselenggarakan di SMP N 26 diantaranya yaitu mengadakan tambahan jam pelajaran dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
kegiatan ekstrakulikuler seperti basket, tari, karawitan, seni music, PMR, pramuka dan batik. b) Program Sekolah Plus Berdasarkan wawancara mendalam, Sutrisno selaku Kepala Sekolah mengatakan bahwa “Sekolah Plus’ adalah sekolah yang diperuntukan bagi warga Kota Surakarta khususnya yang secara ekonomi tidak mampu (miskin) untuk bersekolah di SMP secara tanpa membayar uang sekolah,walaupun tanpa memungut biaya yang menjadi cirri dari Sekolah Plus adalah sekolah memberikan fasilitas tambahan kepada siswa yang tidak diperoleh di sekolah lainya, diantaranya ; I. Sragam sekolah; II. III.
Buku Pelajaran; Alat tulis
c) latar belakang Sekolah Plus Adapun latarbelakang penyelenggaraan Sekolah Plus tersebut adalah adanya keinginan dari Pemerintah Kota Surakarta untuk membantu warga Kota Surakarta yang tidak mampu untuk dapat mengenyam pendidikan seperti warga Negara Indonesia lainnya. Hal tersebut seiring dengan tujuan yang hendak dicapai oleh program Sekolah Plus yaitu agar warga Kota Surakarta yang tidak mampu dapat mengenyam minimal sembilan tahun. commit topendidikan user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
Penyelenggaraan Sekolah Plus di SMP N 26 Surakarta tersebut tidak lain memiliki sasaran yaitu diperuntukan bagi warga miskin di Kota Surakarta, dengan target tujuan seperti sekolah umum lainnya yaitu prestasi dalam akademik dan berjiwa luhur serta berbudi pekerti. Adapun syarat yang harus dipenuhi untuk pendaftaran di sekolah tersbut adalah dengan menunjukan kartu keluarga Kota Surakarta dan Surat Keterangan Tidak mampu (SKTM) dari Kelurahan. Dengan penyelenggaraan Sekolah Plus tersebut walaupun tanpa memungut biaya, pihak sekolah mengatakan bahwa sekolah masih tetap menyeleksi nilai akademik calon siswa yang ingin bersekolah di SMP N 26 Surakarta. Kepala
Sekolah
SMP
N
26
mengatakan
bahwa
penyelenggaraan Sekolah Plus di SMP N 26 tersebut dikatakan sudah berhasil, indikator dari keberhasilan tersebut adalah; I.
SMP N 26 tahun ajaran 2010/2011 telah berhasil meluluskan 97,75 % siswa dan siswinya;
II.
SMP N 26 telah mendapatkan berbagai kejuaraan di bidang olehraga dan bidang lainya, yang mengindikatorkan bahwa pelaksanaan pembelajaran di sekolah selama ini telah berhasil. Secara langsung pihak sekolah menyatakan bahwa tidak ada
perubahan secara signifikan dari siswa sebelum dan sesudah adanya program Sekolah Plus di SMP N 26 tersbeut, hal ini dikarenakan SMP N 26 hanyalah sebagai pihak penyelenggara program dari commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
Pemerintah yang membedakan hanya sekolah tidak memungut biaya dari siswa didik dan memberikan fasilitas tambahan pada siswa. Mengenai pendanaan sekolah, di Kota Surakarta terdapat program BPMKS dan BOS. Mengenai BPMKS karena Sekolah Plus tanpa memungut biaya maka program BPMKS tersbut dialokasikan untuk penyelengaraan pendidikan dan pengadaan fasilitas yang ada di SMP N
26.
Berdasarkan
hal
tersebut
dapat
diketahui
bahwa
penyelenggaraan Sekolah Plus di SMP N 26 Surakarta selain menggunakan dana APBD juga menggunakan dana BPMKS dan BOS yang telah menjadi program dari Pemerintah Kota Surakarta. 4) Hasil
wawancara
Independen
dengan
Perlindungan
narasumber Perempuan
Ketua
dan
Komisi
Anak
Kota
Surakarta (KIPPAS) KIIPAS
merupakan
Komisi
Independen
Perlindungan
Perempuan dan Anak Kota Surakarta, yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota No.400.05/17/1/2004. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden pada tanggal 17 Mei 2011; a) Penyelengaraan pendidikan di Kota Surakarta Berdasarkan
wawancara
Penulis
dapat
mengetahui
bahwa
pandangan KIPPAS mengenai masalah pendidikan di Surakarta sendiri belum maksimal. Belum maksimal antara pengambil kebijakan dengan masyarakat. Masih banyak diskriminasi di sanasini
serta
pengkotak-kotakan commit to user
anak.
Contohnya
saja
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
penyelenggaraan sekolah RSBI, dengan biaya yang mahal tentu saja yang dapat mengakses pendidikan tersebut hanya dari golongan orang kaya saja, sedangkan orang miskin dengan kemampuan yang sama pula belum tentu dapat mengakses pendidikan dengan RSBI. Tidak hanya biaya sekolahnya saja namun fasilitas pendukung seperti buku yang harus dibeli anak, tugas yang memerlukan alat pendidikan dengan biaya yang tidak sedikit pula menjadi kendala bagi
masyarakat
yang
miskin,
dengan
fenomena
tersebut
menimbulkan pengkotak-kotakan hak anak dan diskriminasi. b) Pemenuhan hak anak dalam bidang pendidikan di Kota Surakarta Sementara itu, KIPPAS berpendapat bahwa mengenai kondisi atau situasi hak anak dalam bidang pendidikan sendiri belum sepenuhnya terpenuhi. Hal ini dapat dilihat semisal dengan adanya program-progam pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Surakarta masih ada yang tidak tepat sasaran, sehingga semua program yang berjalan hanya menuruti instruksi atasan saja. Misalnya penyelenggaraan Sekolah Plus, katanya sudah gratis tanpa pungutan, tetapi pada kenyataannya masih ada yang memungut biaya buku semacam LKS, dan pungutan lainya. Selain itu belum ada sekolah yang ramah anak, yaitu sekolah yang tidak membedakan anak serta mendorong partisipasi anak, dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
lingkungan yang nyaman, tidak ada punishment terhadap anak dan gurunya sendiri juga kreatif. c) Keberadaan Sekolah Plus Terkait dengan adanya program Sekolah Plus di Kota Surakarta menurut KIIPAS masih banyak yang perlu dibenahi lagi. Menurut kami keberadaan Sekolah Plus ini masih belum maksimal hanya seperti menuruti instruksi atasan dan sekedar menjalani program yang sudah ada saja. Pelaksanaan program Sekolah Plus yang diselenggarakan di Kota Surakarta sendiri seharusnya tidak hanya sekedar membangun fisik saja, namun juga
harus
membangun
Subyek
belajar,
dengan
model
pembelejaran yang tidak kaku. Keberadaan Sekolah Plus belum maksimal, contohnya saja dalam Sekolah Plus di tingkat sekolah dasar (SD) pemberian makanan memang suatu yang positif yang seharusnya difasilitasi juga oleh Pemerintah karena pada tingkat SD dan SMP tumbuh kembangnya masih sangat diperhatikan, namun pelaksanaanya selama ini hanya sekedar menunggu instruksi dari atasan saja sehingga inisiasinya kurang dan support dan masukan dari penyelenggara juga sangat kurang. Belum lagi dengan Sumber Daya Manusia yang ada masih sangat kurang. Guru sebagai aktor pendidik kurang memberikan perhatian pada anak dan cenderung cuek, take and give yang sangat kurang akan mempengaruhi tumbuh kembang anak pula, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 102
sehingga SDM yang ada harus dibenahi, tidak mentang-mentang hanya sekedar menjalankan program dari Pemerintah trus seenaknya sendiri dengan fasilitas yang minim. Program ini seharusnya diperuntukan bagi orang yang kurang mampu, namun pada kenyataanya masih saja terdapat orang yang mampu yang menyekolahkan anaknya di sana, maka seharusnya perlu terdapat penyaringan yang ketat agar tepat sasaran. Perbedaan antara kondisi anak di kota surakarta sebelum dan setelah diselenggarakanya program Sekolah Plus pada dasarnya memang membawa beberapa dampak positifnya untuk anak. Sebelum adanya Sekolah Plus ini anak yang berasal dari keluarga pas-pasan atau tidak mampu mungkin untuk menyekolahkan anaknya dan memiliki harapan tinggi dan cita-cita itu sangat dilarang, karena susah untuk mewujudkan. Namun dengan adanya Sekolah Plus ini impian untuk menyekolahkan anaknya sudah tidak menjadi sesuatu yang sulit lagi, karena pendidikan lebih ringan. 5) Hasil wawancara dengan Ketua Forum Anak Kota Surakarta (FAS) Forum Anak Kota Surakarta (FAS) adalah sebagai motor penggerak bagi partisipasi anak di Kota Surakarta. Pratama sebagai
ketua
FAS
mengenai
keberadaan
Sekolah
Plus
menyatakan bahwa Sekolah Plus pada dasarnya memang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 103
diperuntukan bagi warga miskin di kota Surakarta, dengan adanya Sekolah Plus warga miskin yang sebelumnya tidak dapat menekolahkan anaknya, dapat mempunyai kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan. Anak yang apada adasarnya memiliki hak pendidikan yang layak, dengan keberadaan Sekolah Plus dapat memenuhi hak anak di Kota Surakarta. Hal tersebut ditegaskan bahwa pelaksanaan Sekolah Plus setidaknya memberikan kontribusi tersendiri bagi warga miskin di Kota Surakarta. Hak pendidikan bagi anak yang sudah tercantum di dalam undang-undang perlindungan anak setidaknya hingga dewasa ini menjadi dasar untuk terselenggarakanya education for all di Surakarta. walaupun belum semua warga Surakarta bersekolah, namun keberadaan Sekolah Plus tersebut sudah dapat dikatakan sebagai upaya pemenuhan hak pendidikan di Kota Surakarta. 6) Hasil wawancara dengan Orang Tua Siswa a) Yanti selaku Wali Siswa dan Intan putrinya yang bersekolah di SMP N 26 Surakarta,dan duduk di kelas VII
yang
Peneliti wawancarai pada tanggal 5 Juli 2011, di gang biak 1 Kepatihan Surakarta. Yanti selaku Wali Siswa mengatakan bahwa Intan putrinya tergolong dalam masyarakat yang mempunyai kartu BPMKS Platinum, sehingga tidak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 104
dikenakan biaya SPP di SMP N 26. Namun masih dipungut biaya sebesar Rp 35. 000.,- dengan rincian; i. Rp. 25.000,- untuk biaya les mata pelajaran seperti IPA,Matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. ii. Rp. 10.000,- untuk tabungan pelaksanaan study tour di kelas VIII Selain biaya tersebut ketika masa orientasi siswa, siswa masih dikenakan biaya sebesar Rp. 75.000,- untuk kegiatan selama satu minggu dan ditarik biaya Rp. 150.000,- untuk biaya gedung. Sementara itu, fasilitas yang diberikan oleh pihak sekolah yang awalnya dijanjikan diberikan seragam sekolah, namun kenyataanya sampai dengan empat bulan pertama sekolah di SMP N 26 siswa belum diberikan seragam sekolah, yang akhirnya siswa harus membeli sendiri seragam selama pihak sekolah belum memberikan seragam. b) Sumini selaku orang tua Siswa dan Kety Sri Lestari putrinya yang duduk di kelas VIII yang bersekolah di SMP N 26 Surakarta, yang Peneliti wawancarai pada tanggal 5 Juli 2011, di gang biak 1 Kepatihan Surakarta. Sumini dan Kety mengatakan bahwa pada awal masuk kelas VII dipungut biaya sebesar Rp. 75.000,- untuk biaya masa orientasi siswa,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 105
Rp. 150.000,- untuk biaya gedung, serta biaya Rp. 35.000,untuk les dan tabungan. Pada saat kelas VIII siswa masih dipungut biaya gedung sebesar Rp. 100.000,Sedangkan mengenai fasilitas sekolah yang dijanjikan seperti seragam sekolah, tas, sepatu dan buku diberikan pada waktu yang tidak sama, dengan rincian yaitu; I.
Buku seperti LKS yang diberikan pada saat kelas VII, dan pinjaman buku paket dari sekolah.
II.
Seragam sekolah dan tas diberikan saat kelas VIII
c) Eny selaku Orang Tua Siswa dan Tri Gumelar yang duduk di kelas IX yang bersekolah di SMP N 26 Surakarta, yang Peneliti wawancarai pada tanggal 5 Juli 2011, di Kepatihan Surakarta. Tri dan Suryo menyatakan bahwa pungutan yang ditarik saat suryo bersekolah di SMP N 26 adalah; I. Kelas VII; a. Biaya Masa Orientasi Siswa sebesar Rp. 75.000,b. Biaya gedung Rp. 150.000,c. Les dan untuk tabungan sebesar Rp. 35.000,II. Kelas VIII;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 106
a. Biaya
pembangunan
sebesar
Rp.
100.000,b. Biaya Les dan tabungan sebesar Rp. 35.000,III. Kelas VIII; a. Biaya
pembangunan
sebesar
Rp.
50.000,b. Biaya Les dan tabungan sebesar Rp. 35.000,B. Pembahasan 1.
Bentuk kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan tanpa memungut biaya di Kota Surakarta Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta dalam bidang pendidikan di Kota Surakarta yang tidak lain diselenggarakan dengan memfokuskan untuk memberikan kesempatan bagi siswa dari keluarga kurang mampu untuk memperoleh layanan pendidikan. Berdasarkan data yang Peneliti peroleh di lapangan dapat dianalisis bahwa terdapat tiga kebijakan pendidikan di Kota Surakarta diantaranya adalah; a. Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah salah satu program Pusat yang sudah seharusnya dilaksanakan di daerah-daerah, sehingga penyelenggaraan BOS merata di daerah yang ada di Indonesia. Sejatinya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 107
program ini diperuntukan bagi pengembangan sekolah seperti pengadaan fasilitas sekolah seperti pembangunan gedung, pengadaan alat-alat peraga, komputer dan fasilitas lainya. Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah program pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar pelaksana program wajib belajar. Namun demikian dana BOS dimungkinkan untuk membiayai beberapa kegiatan lain yang tergolong dalam biaya personalia dan biaya investasi. Program BOS secara umum bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu. Berdasarkan sosialisasi penggunaan BOS oleh Suyanto selaku Dirjen Mandikdasmen mengatakan bahwa tujuan BOS diantaranya adalah sebagai berikut; 1) Menggratiskan seluruh siswa miskin di tingkat pendidikan dasar dari beban biaya operasi sekolah, baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta 2) Menggratiskan seluruh siswa SD negeri dan SMP negeri terhadap biaya operasi sekolah, kecuali pada sekolah bertaraf internasional (SBI) dan rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) 3) Meringankan beban biaya operasi sekolah bagi siswa di sekolah swasta. Adapun sasaran BOS adalah semua sekolah setingkat SD dan SMP (termasuk SMPT), baik negeri maupun swasta di seluruh propinsi di Indonesia. Biaya Satuan BOS dapat dijabarkan sebagai berikut;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 108
1) SD/SDLB di kota
: Rp 400.000,-/siswa/tahun;
2) SD/SDLB di kab
: Rp 397.000,-/siswa/tahun;
3) SMP/SMPLB/SMPT di kota
: Rp 575.000,-/siswa/tahun;
4) SMP/SMPLB/SMPT di kab
: Rp 570.000,-/siswa/tahun.
b. Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta (BPMKS) BPMKS adalah salah satu program khusus dalam bidang pendidikan di Kota Surakarta, yang diberikan pada setiap siswa mulai dari sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA) mendapatkan kartu BPMKS. Guna mendapatkan layanan ini, masyarakat mendapatkan fasilitas berupa kartu yang dikategorikan dalam beberapa jenis. Kartu BPMKS ini ada tiga jenis yakni gold, silver, dan platinum. Adapun penjelasanya adalah sebagau berikut; 1) Kartu BPMKS Silver, adapun kriteria Siswa yang dapat menerima adalah : a) Siswa Warga Surakarta dari warga mampu yang bersekolah di kota Surakarta pada jenjang SD/MI Negeri, SMP/MTs Negeri; b) Siswa Warga Surakarta dari keluarga mampu yang bersekolah di kota
Surakarta
jenjang
SDLB,
SMPLB
dan
SMALB
Negeri/Swasta. 2) Kartu BPMKS Gold, adapun kriteri yang dapat menerima adalah siswa warga kota Surakarta dari keluarga tidak mampu yang bersekolah di kota Surakarta
jenjang
SD/MI/SDLB
commit to user
Negeri/Swasta,
SMP/MTs/SMPLB
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 109
Negeri/Swasta, SMA/MA/SMALB Negeri/Swasta. 3) Kartu BPMKS Platinum, adapun kriteri Siswa yang dapat menerima : a) Siswa Warga kota Surakarta dari keluarga yang tidak mampu yang bersekolah pada Sekolah Plus jenjang SD, SMP dan SMK kota Surakarta. b) Siswa Warga kota Surakarta yang tidak bersekolah, tetapi masih dalam usia sekolah jenjang SD, SMP dan SMK serta yang akan melanjutkan ke Sekolah Plus
c. Sekolah Plus Program Sekolah Plus merupakan gagasan Walikota Surakarta karena keprihatinan pemerintah terhadap nasib pendidikan di Indonesia khususnya Surakarta. Biaya sekolah yang semakin mahal dan eksklusif akan memunculkan ketimpangan dalam masyarakat yang sama-sama membutuhkan dan berhak mendapat pendidikan yang layak. Dengan adanya Sekolah Plus sebagai suatu kebijakan yang unik di Kota Surakarta merupakan sebuah kebijakan yang menarik untuk diteliti. Berdasarkan data yang penulis peroleh di lapangan, apabila penulis analisis dengan teori Merilee S. Grindle, mengenai keberadaan kebijakan sekolah tanpa memungut biaya atau Sekolah Plus tersebut, berdasarkan isi kebijakan dan konteks kebijakan dapat penulis jabarkan sebagai berikut; a) Konteks Isi Kebijakan (content of policy); commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 110
1) Kepentingan kelompok sasaran; Kebijakan Sekolah Plus di Kota Surakarta tidak lain ditujukan untuk orang-orang yang tidak mampu, dengan melihat kriteria dan syarat yang ada maka masyarakat yang kurang mampu tersebutlah yang menjadi sasaran dari kebijakan Sekolah Plus. Mengingat pendidikan sebagai sesuatu yang penting untuk kelangsungan bangsa dan pendidikan adalah sebagai salah satu hak anak yang wajib diberikan oleh Pemerintah maka Pemerintah daerah berkewajiban menyelenggarakan pendidikan dengan memberikan berbagai fasilitas kemudahan termasuk program Sekolah Plus agar masyarakat
dapat
dengan
mudah
mengakses
pendidikan.
Berdasarkan data yang Penulis peroleh untuk sementara diketahui jumlah penduduk miskin di Kota Solo saat ini mencapai 114.456 jiwa.56 Berdasarkan hal tersebut maka dengan adanya program Sekolah Plus, dapat membantu kepentingan penduduk miskin di Kota Surakarta agar dapat mengakses pendidikan seperti warga yang lainya. 2)
Tipe Manfaat
Dampak positif dari kebijakan Sekolah Plus adalah dengan adanya Sekolah Plus masyarakat yang tergolong kurang mampu atau miskin yang dahulu dapat dikatakan untuk mengakses pendidikan sangat sulit, dengan keberadaan Sekolah Plus dapat dimungkinkan untuk mendapatkan pendidikan secara tidak dipungut biya. 56
http://harianjoglosemar.com/berita/bappeda-lakukan-validasi-data-114000-warga-solo-hidupcommit to user miskin-20038.html
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 111
Sehingga dengan adanya Sekolah Plus tersebut dapat meringankan beban orang tua peserta didik yang tergolong miskin dalam dunia pendidikan. Selain itu program Sekolah Plus tersebut dapat bermanfaat sebagai suatu percontohan kebijakan daerah yang berhasil. Karena program sekolah tanpa memungut biaya tersebut dapat digolongkan berhasil maka hal ini dapat menjadi sebuah pencitran diri dari Pemerintah Kota Surakarta sebagai percontohan untuk daerah lain di Indonesia. 3)
Derajat Perubahan yang Diinginkan Perubahan yang hendak dicapai dari kebijakan sekolah tanpa memungut biaya tersebut adalah; a) Adanya pengurangan angka putus sekolah baik tingkat Sekolah dasar maupun Sekolah Menengah Pertama. Hal tersebut didasarkan pada data yang dicatat Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kota Surakarta, angka putus sekolah terjadi di semua jenjang mulai dari SD/MI, SMP/MTs, hingga SMA/MA/SMK. Dari ratusan jumlah tersebut, pada jenjang SMP, putus sekolah paling banyak terjadi yakni sebanyak 137 siswa. Sisanya berasal dari jenjang SD yaitu 32 anak dan SMA/MA/SMK 115 anak. b) Selain pengurangan akan angka putus sekolah pada jenjang pendidikan Sembilan tahun perubahan lain yang diinginkan adalah adanya harapan bagi warga miskin di Kota Solo untuk dapat bersekolah selayaknya warga – warga mampu lainya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 112
c) Perubahan ketiga yang diinginkan dari kebijakan sekolah tanpa memungut biaya tersebut adalah guna memenuhi hakhak anak sebagaimana yang tertuang di dalam Undangundang No 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak. 4)
Letak Pengambilan Keputusan Kebijakan Sekolah Plus merupakan gagasan dari Wali Kota Surakarta yang diperuntukan bagi warga Solo yang tergolong kurang mampu. Kebijakan tersebut tidak lain adalah break down dari Peraturan darah Kota Surakarta No.4 Tahun 2010 tentang Pendidikan, yang diselenggarakan dengan dasar Surat Keputusan Wali Kota Surakarta Nomor 421/86-D/1/2007 tentang penetapan Sekolah Plus di Kota Surakarta. Kebijakan ini dilaksanakan di beberapa jenjang sekolah yaitu dari Sekolah dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Kejuruan. Keberadaan Sekolah Plus tersebut disebar di seluruh kecamatan yang berada di Kota Solo dan dipilih sekolah yang berada pada daerah slum dengan penduduk yang berada pada tingkat ekonomi kurang. Berdasarkan hal tersebut dapat Penulis katakanbahwa; a) Kebijakan tersebut Penulis rasa sudah tepat, karena dengan
adanya
Sekolah
Plus
masyarakat
yang
sebelumnya tidak mampu menyekolahkan anaknya mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan tanpa harus mengeluarkan biaya; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 113
b) Penempatan dari Sekolah Plus disebar merata di lima kecamatan dan dipilihkan di daerah-daerah yang sekelilingnya banyak masyarakat miskin, sehingga diharapkan dapat mengakomodir kebutuhan pendidikan pada anak usia wajib belakar. 5) Pelaksana Program Pelaksana program dari Sekolah Plus di Kota Surakarta dewasa ini terdapat di beberapa sekolah, diantaranya yaitu; akan menampung 384 siswa, daftarnya adalah sebagai berikut; 1)
2)
3)
SD terdiri dari; a)
SDN Dukuhan Kerten, di kecamatan Laweyan
b)
SDN Mojo 2, Kecamatan Pasar Kliwon
c)
SDN Mojo 3, Kecamatan Pasar Kliwon
d)
SDN Mojo 1, Kecamatan Pasar kliwon
e)
SDN Mipitan , Kecamatan Jebres
f)
SDN Sabrang Lor, Kecamatan Jebres
g)
SDN Plalan 1, Kecamatan Serengan
h)
SDN Plalan 2, Kecamatan Serengan
i)
SDN Bayan, Kecamatan Banjarsari
SMP, terdiri dari; a)
SMP N 17
b)
SMP N 26
SMK commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 114
a)
SMK N 6
beberapa sekolah yang tersebar di lima kecamatan tersebut adalah sebagai pelaksana program yang dibreak down oleh Dinas Pendidikan, pemuda dan olahraga Kota Surakarta. menurut Penulis penyelenggara program tersbut memang pemilihanya sudah tepat yaitu di daerah-daerah slum yang tersebar di Kota Surakarta, sehingga masyarakat miskin semakin mudah untuk mengakses pelayanan pendidikan plus tersebut. 6)
Sumber-sumber daya yang digunakan Pada pelaksanaan Sekolah Plus yang tersebar di seluruh Kecamatan di Kota Solo, sumberdaya yang digunakan adalah sama dengan sumberdaya yang digunakan pada sekolah Pemerintah non-Sekolah Plus. Sumberdaya manusia (guru) yang digunakan adalah guru-guru yang ditempatkan oleh Dinas Pendidikan Kota Surakarta yang tidak dibedakan dengan sekolah lain dan gedung yang digunakan juga merupakan sarana yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Surakarta, sehingga dalam hal sumberdaya yang digunakan dalam kebijakan Sekolah Plus adalah sama dengan sumberdaya yang digunakan oleh sekolah pemerintah non-Sekolah Plus.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 115
b. Konteks Kebijakan (Context of Policy) 1) Kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat. a. Kekuasaan dan kepentingan Berdasarkan data yang telah penulis jabarkan, maka Penulis dapat menangkap bahwa keberadaan kebijakan Sekolah Plus ini mengandung unsur politis. Hal ini dapat penulis kemukakan karena sejatinya pada tahun 2005, adalah awal dari pencetusan gagasan Sekolah Plus. Gagasan ini muncul dari Joko widodo yang saat itu mencalonkan diri sebagai Wali Kota Surakarta dengan pasangan wakil Wali Kota Fx. Rudi Hardiyatmo. Dalam visi dan misi yang dijanjikan oleh pasangan calon wali kota dan wakil wali kota ini salah satunya adalah ingin mewujudkan pendidikan tanpa memungut biaya dengan menyediakan pelayanan pendidikan yang mudah dan berkualitas. Berdasarkan janji tersebut, setelah pasangan ini terpilih menjadi Wali Kota dan Wakil wali Kota Surakarta tahun 2005 silam, maka janji tersebut seolah menjadi kewajiban politis pasangan tersebut yang harus mereka wujudkan. Sehingga pada tahun 2007 muncul Surat Keputusan Wali Kota Surakarta Nomor : 421/86-D/1/2007 tentang penunjukan penyelenggara Sekolah Plus di Kota Surakarta. b. Strategi dari aktor yang terlibat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 116
Strategi yang digunakan pada aktor yang terlibat di dalam program kebijakan Sekolah Plus ini, sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan pihak Dinas Pendidikan, Pemuda dan olahraga Kota Surakarta serta pihak sekolah SMP N 26 Surakarta adalah tidak ada strategi khusus dalam pelaksanaan Sekolah Plus tersebut. Hanya beberapa hal saja yang dilakukan oleh pihak sekolah yaitu pengenalan ke Sekolah Dasar yang ada di Kota Surakarta mengenai
keberadaan
Sekolah
Plus.
Sedangkan
mengenai
pelaksanaan program dari pihak SMP N 26 tidak ada upaya yang khusus mengenai strategi yang ada, karena pihak sekolah hanya sebagai pihak penyelenggara program dari Pemerintah saja, sehingga apapun yang dilakukan oleh pihak sekolah adalah instruksi dari Pemerintah. Dapat dikatakan pula bahwa dasar pelaksanaan Sekolah Plus adalah Surat Keputusan Wali Kota Surakarta Nomor 421/86D/1/2007 tentang penetapan Sekolah Plus di Kota Surakarta, hal tersebut bagi Penulis sangat menyanksikan. Pada tahun 2010 Pemerintah Daerah Kota Surakarta telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pendidikan, walaupun Sekolah Plus adalah sebuah kebijakan Pemerintah Kota Solo, namun keberadaanya tidak disinggung dalam peraturan daerah tersebut. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2010 hanya mencantumkan dalam Pasal 32 tentang Pendidikan Layanan Khusus, dalam pasal tersebut dicantumkan bahwa “Pendidikan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 117
layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang mengalami bencana alam, bencana sosial dan tidak mampu dari segi ekonomi”. Berdasarkan analisis bahwa keberadaan Sekolah Plus seolah hanya sebatas program Wali Kota saja dengan dasar payung hukum SK saja, sehingga apabila periode kepemimpinan Wali Kota habis, maka keberadaan program tersebut juga kurang mendapatkan suatu kepastian. 2) Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa. Karakteristik dari lembaga-lembaga yang turut mempengaruhi kebijakan Sekolah Plus adalah; a) Pemerintah; b) Rakyat c) SMP N 26 Surakarta sebagai pihak pelaku. Berdasarkan hal tersebut dapat dijabarkan bahwa karakteristik Pemerintah Kota Surakarta dalam mewujudkan Sekolah Plus tersebut tidak lain juga dengan melihat berbagai hal diantaranya dengan melihat kondisi masyarakat Surakarta dari tingkat pandapatan dan sumberdaya yang ada. Secara spesifik rezim Pemerintah Kota Surakarta sejak periode yang lalu yaitu periode kepemimpinan Joko Widodo dan Rudi memang memiliki
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 118
karakteristik yang unik. Dengan visi dan misi yang dipunyai yaitu ;57 Visi : Meningkatkan Ksejahteraan masyarakat dan memajukan kota dilandasi spirit Solo sebagai Kota Budaya; Misi ; a) Mengembangkan dan meningkatkan ekonomi kerakyat-an melalui pengembangan sektor riil, pemberdayaan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi (UMKMK)
dengan
fasilitasi kredit, menuntaskan penataan PKL, melanjutkan program
revitalisasi
kemampuan
pasar
manajemen
tradisional,
meningkatkan
pedagang
pasar
serta
mempromosikan keberadaan pasar dan pedagang. b) Pengembangan budi pekerti, tata krama dan tata nilai budaya Jawa melalui ranah pendidikan, keteladanan, penyelengaraan event-event dan program-program pendukung lainnya c) Memperkuat karakter kota dengan aksentuasi Jawa dan melestarikan aset-aset budaya, baik yang tangible (bendawi) maupun intangible (tak bendawi). d) Meningkatkan pelayanan dan perluasan akses masyarakat di bidang pendidikan, antara lain dengan program sekolah gratis, Sekolah Plus, bantuan pendidikan masyarakat, pengembangan
57
DinasKomunikasiInformatikaKotaSurakartahttp://www.surakarta.go.id/id/news/wali commit to user kota.wawali.html.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 119
sarana dan prasarana pendidikan, meningkatkan kualitas tenaga pendidik dan kependidikan. e) Meningkatkan pelayanan dan perluasan akses masyarakat di bidang kesehatan, di antaranya melalui program Pelayanan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS), meningkatkan kualitas kesehatan bersertifikasi ISO, makin memberdayakan Posyandu Balita dan Lansia, perbaikan gizi masyarakat serta menekan angka kematian ibu dan bayi. f) Meningkatkan akses ke lapangan kerja dengan titik berat pada menciptakan
wirausahawan-wirausahawan
baru
melalui
pelatihan, bantuan permodalan dan membangun jejaring pemasaran produk. g) Membuka lapangan kerja baru dengan menciptakan iklim investasi yang makin kondusif (Kota Ramah Investasi) dan suasana kota yang aman dan damai. h) Meningkatkan sarana dan prasarana kota antara lain jalan dan jembatan, transportasi, air bersih, sanitasi dan drainase, penuntasan pemugaran Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), penertiban hunian tak berizin, pengembangan ruang terbuka hijau dan pengelolaan persampahan. i) Pengembangan brand image kota dengan melakukan penataan kawasan wisata, budaya dan perdagangan serta meningkatkan event-event bertaraf nasional dan intrenasional. 3). Tingkat Kepatuhan dancommit Responto dari Pelaksana user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 120
Respon pelaksana program Sekolah Plus di Kota Surakarta antara lain dari Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga ota Surakarta, sebagai dinas yang membawahi sekolah-sekolah yang ada di Kota Surakarta, SMP N 26 Surakarta selaku pelaksana secara langsung. Berdasarkan wawancara yang Penulis lakukan dengan pihak Dinas Pendidikan mengatakan bahwa DIKPORA dan SMP N 26 hanya sebagai pelaksana program dari Pemerintah Kota Surakarta. secara spesifik SMP N 26 selaku pelaku utama program sangat merespon positif adanya kebijakan tersebut,
dengan
adanya
Sekolah
Plus pihak sekolah
menjadi
penyelenggara program yang semuannya telah diatur oleh Pemerintah Kota Solo, baik dalam hal dana, bantuan-bantuan, fasilitas dan programprogram yang ada. Variable isi kebijakan dan lingkungan kebijakan sebagaimana yang telah Penulis analisis di atas maka akan mencerminkan hasil dari kebijakan yang ada, dalam hal ini hasil kebijakan Sekolah Plus yang ada di Kota Surakarta. Hasil dari kebijakan tersebut adalah berupa dampak yang masyarakat, individu dan kelompok; a) Dampak yang dirasakan, terutama pada masyarakat Kota Surakarta sebagai sasaranya seperti yang penulis analisis dengan adanya kebijakan Sekolah Plus, masyarakat Kota Surakarta
menjadi
lebih
mudah
untuk
mengakses
pendidikan, yang sebelumnya harus membayar mahal walaupun sebenarnya masih ada pungutan yang harus
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 121
mereka penuhi dan dengan fasilitas yang tergolong terbatas dan pemberian fasilitas seperti seragam sekolah, sepatu, tas dan alat tulis yang diberikan dalam waktu yang tidak sama. Dampak yang dirasakan oleh siswa yang bersekolah di SMP N 26 berdasarkan wawancara dengan responden yang menujukan respon positif dikarenakan program tersebut dapat meringankan beban biaya pendidikan putra dan putrinya. Indikator lainya adalah adanya angka pendaftaran atau peminat dari program Sekolah Plus semakin meningkat, sehingga tahun ajaran 2011/2012 di SMP N 26 mengalami peningkatan satu lokal kelas untuk pembelajaran. Indikator lain adalah dengan adanya kepuasan dari siswa dan sisiwi yang bersekolah di sekolah tersebut, karena dengan adanya program Sekolah Plus mereka memiliki harapan yang sama dengan anak-anak sebaya mereka lainnya. b) Perubahan penerimaan masyarakat Perubahan yang dirasakan masyarakat kota solo khususnya bedasarkan data yang Penulis perolah belum menjunjukan
perubahan
yang
signifikan,
walaupun
masyarakat sasaran yang bersekolah di SMP N 26 telah mendapatkan beberapa fasilitas, namun secara umum perubahan masyarakat belum begitu nampak. Hal ini dikarenakan beberapa indikator yang belum terpenuhi, diantaranya yaitutodengan commit user adanya program Sekolah Plus
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 122
seharusnya angka putus sekolah menjadi berkurang namun menurut
data
yang
Penulis
peroleh
malah
terjadi
peningkatan angka putus sekolah di Kota Surakarta yaitu angka putus tercatat sebanyak 2.776 anak hinga tahun 2011, lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai sekitar 1.400-an anak di tahun 2007. Berdasarkan analisis yang berpijak pada teori Grindel tersebut, sejatinya keberadaan kebijakan Sekolah Plus ini masih setengah hati. Hal ini dikarenakan; 1) Bentuk kebijakan sekolah tanpa memungut biaya khususnya sekolah plus di tuangkan dalam dasar hukum berupa Surat Keputusan Walikota Nomor : 421/86-D/1/2007 tentang Penetapan Sekolah Plus yang sejatinya isi dari SK tersebut tidak secara spesifik menjelaskan teknis dari pelaksanaan sekolah plus dan hanya memuat definisi Sekolah Plus, dana dan dan syarat Siswa yang bersekolah di Sekolah Plus. Walaupun SK tersebut dikeluarkan pada masa pertama Joko Widodo dan Rudy menjabat sebagai Walikota dan Wakil Walikota Surakarta, dan sekarang telah masuk pada periode jabatan yang ke dua serta adanya Peraturan daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pendidikan, namun keberadaan Sekolah Plus tidak di singgung dalam aturan tersebut. Sehingga kondisi ini sangat menyangsikan bagi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 123
Peneliti terkait keberlangsungan Sekolah Plus di masa yang akan datang. 2) Walaupun berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota Surakarta, dan Kepala Sekolah SMP N 26 mengatakan bahwa program Sekolah Plus ini menjanjikan adanya fasilitas yang akan diterima oleh sisiwa berupa bebas biaya SPP, mendapatkan tas, sepatu, buku, alat tulis dan sebagainya namun dalam kenyataan pemberian fasilitas tersebut belum semuanya terpenuhi. Terlihat dengan keterangan responden suryo, kety dan intan yang mengatakan mereka baru mendapatkan seragam sekolah setelah masuk ke kelas VIII. Hal tersebut menunjukan pelaksanaanya yang masih carut marut dan sekedar melaksanakan program saja tanpa mempehatikan kualitas. B. Penyelenggaraan kebijakan Sekolah Plus sebagai pemerataan hak pendidikan anak di Kota Surakarta Pasal 31 Ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Konsekuwensi logis dari Pasal 31 Ayat (1) tersebut, maka sudah menjadi hak setiap warga Negara Indonesia untuk dapat menikmati adanya pendidikan secara layak, dan di sisi lain menjadi sebuah kewajiban dari Pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan bagi warga negaranya. Adanya peraturan lain mengenai pendidikan yaitu Undang-undang Nomor 20
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 124
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak dan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak merupakan usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik pada usia anak secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yangdiperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dannegara.Indonesia, sudah memiliki sederet aturan untuk melindungi, mensejahterakan dan memenuhi hak-hak anak. Sementara itu, masalah pendidikan adalah salah satu permasalahan yang menjadi ranah kewenangan dari Pemerintah daerah, hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Pasal 13 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa terdapat 16 (enam belas) urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah kabupaten atau kota. Salah satu urusan wajib tersebut adalah penyelenggaraan pendidikan. Hal tersebut juga dipertegas dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten atau Kota, yang menyatakan bahwa masalah pendidikan menjadi salah satu urusan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten atau kota. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah salah satu bidang yang didesentralisasikan atau yang oleh pemerintah pusat dilimpahkan wewenang penanganannya commit kepada to pemerintah daerah. Terlebih lagi secara user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 125
khusus Pemerintah Kota Surakarta mengeluarkan regulasi di bidang pendidikan yaitu melalui Peraturan daerah Kota Surakarta Nomor 4 tahun 2010 tentang Pendidikan. Obyek dari pendidikan salah satunya adalah anak, mengenai hal ini Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa salah satu hak anak adalah untuk mendapatkan pendidikan, hal tersebut tertuang dalam BAB III yaitu “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus”. Berdasarkan hal tersebut, sebagai amanah kostitusi Pemerintah Kota Surakarta merealisasikan aturan tersebut melalui salah satu kebijakannya yaitu Sekolah Plus. Sekolah Plus ini sebagaimana yang telah Penulis paparkan merupakan kebijakan yang tengah diminati oleh masyarakat karena dengan adanya Sekolah Plus yang memiliki tujuan; 1. Memenuhi amanat undang-undang dan kebijakan tersebut sebagai misi dari Pemerintah Kota Surakarta sendiri; 2. Memberikan kesempatan bagi siswa dari keluarga kurang mampu untuk memperoleh layanan pendidikan;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 126
3. Serta
guna
memenuhi
kewajiban
Pemerintah
Daerah
untuk
menyelenggarakan pendidikan dalamrangka memenuhi hak anak dalam bidang pendidikan selama Sembilan tahun. Berdasarkan tujuan tersebut dapat diketahui bahwa sebenanrnya Sekolah Plus memiliki tujuan untuk memenuhi hak pendidikan anak di Kota Surakarta. dalam pelaksanaanya Sekolah Plus yang diperuntukan bagi warga Kota Surakarta yang kurang mampu memberikan angin segar bagi warga Kota Surakarta. Dengan penyelenggaraan Sekolah Plus, terlihat sebagai suatu upaya Pemerintah Kota Surakarta untuk memenuhi amanat konstitusi serta sebagai strategi politik bagi Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota ketika itu untuk menjabat sebagai Kepala Daerah di Kota Surakarta. Setelah pasangan politik tersebut berhasil, hal tersebut menjadi sebuah visi atau janji yang harus diwujudkan melalui program-program yang strategis, salah satunya adalah Sekolah Plus tersebut. Dengan adanya Sekolah Plus anak-anak yang kurang mampu menjadi memiliki kesempatan yang sama dengan anak sebaya lainya untuk mengakses pendidikan secara mudah dan murah. Berdasarkan pemaparan penulis tersebut dapat dikatakan bahwa penyelenggaraan Sekolah Plus secara yuridis memang guna memenuhi amanat Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang bertujuan melakukan pemerataan pendidikan bagi warga Kota Surakarta. namun dalam implementasinya walaupun telah ada kebijakan yang dilaksanakan yaitu Sekolah Plus yang dilaksanaka berdasarkan Surat Keputusan Nomor : 421/86-D/1/2007 tentang Penetapan Sekolah Plus, namun
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 127
angka anak putus sekolah di Surakarta tahun 2011 malah bertambah yaitu 2.776 siswa. Hal ini sangat ironis sekali. Walaupun sejatinya pemerataan hak pendidikan anak sudah diupayakan serta memberikan dampak yang positif bagi anak-anak yang bersekolah di Sekolah Plus namun dalam pelaksanaanya masih kurang. Berdasarkan analisis Penlis dapat dikatakan bahwa pelaksanaan Sekolah Plus walaupun secara yuridis dapat dikatakan sebagai upaya memenuhi amanah undang-undang namun sejatinya belum memenuhi hak pendidikan anak di Kota Surakarta secara menyeluruh. Hal ini nampak melalui beberapa indikator yaitu; a. Adanya angka putus sekolah yang justru semakin meningkat di tahun 2011 yang mencapai angka 2.776 siswa di tahun 2011, dibandingkan angka putus sekolah di tahun 2007 yang hanya mencapai 1.738; b. Dalam pelaksanaanya terlihat masih setengah-setengah karena fasilitas yang diberikan pada siswa walaupun siswa sudah masuk waktu efektif kegiatan belajar tahun ajaran baru namun fasilitas yang dijanjikan seperti seragam sekolah, tas dan sepatu belum diberikan bagi anak yang masih duduk di Kelas VII, namun akan diberikan setelah siswa duduk di bangku kelas VIII.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 128
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Bentuk kebijakan dan pelaksanaan penyelenggaraan sekolah tanpa memungut biaya di Kota Surakarta Bentuk Kebijakan sekolah tanpa memungut biaya di Kota Surakarta tertuang dalam Surat Keputusan Wali Kota Surakarta Nomor : 421/86-D/1/2007 tentang Penetapan Sekolah Plus. Berdasarkan SK tersebut program ini dilaksanakan di 12 sekolah sebagai Sekolah Plus, dengan perincian 9 SD akan menampung 390 siswa miskin, 2 SMP menampung 480 siswa dan 1 SMK akan menampung 384 siswa. Namun sejatinya SK tersebut kurang mengakomodir dalam pelaksanaan kebijakan Sekolah Plus mengingat keberadaan Sekolah Plus tidak terakomodir dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pendidikan dan SK tersebut adalah satu-satunya payung hukum dari pelaksanaan Sekolah Plus karena hanya mencantumkan definisi Sekolah Plus, dana dan syarat Siswa didik saja. 2. Penyelenggaraan kebijakan Sekolah Plus sebagai pemerataan hak pendidikan anak di kota Surakarta. Penyelenggaraan Sekolah Plus di Kota Surakarta dikatakan sebagai wujud komitmen dari Pemerintah Kota Surakarta untuk memenuhi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan mewujudkan Pendidikan tanpa memungut biaya sebagaimana tertuang dalam Undangcommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 129
undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Namun sejatinya kebijakan Sekolah Plus ini belum mengakomodir dan menjamin pemerataan Hak anak di Kota Surakarta. Hal tersebut dapat terlihat dengan indikator: 1) Angka putus sekolah di tahun 2011 yang semakin meningkat yaitu 2.776 siswa di tahun 2011, dibandingkan angka putus sekolah di tahun 2007 yang hanya mencapai 1.738; dan 2) Dalam pelaksanaanya terlihat masih setengah-setengah karena fasilitas yang diberikan pada siswa walaupun siswa sudah masuk waktu efektif kegiatan belajar tahun ajaran baru namun fasilitas yang dijanjikan seperti seragam sekolah, tas dan sepatu belum diberikan bagi anak yang masih duduk di Kelas VII, namun akan diberikan setelah siswa duduk di bangku kelas VIII. B. Implikasi Implikasi yang dapat diambil dari kesimpulan yang Penulis ambil adalah; 1. Mengingat secara historis keberadaan Sekolah Plus adalah program Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surakarta dua periode dari tahun 2005 dan payung hukum kebijakan Sekolah Plus hanya berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Surakarta Nomor : 421/86-D/1/2007 tentang Penetapan Sekolah Plus, apabila Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surakarta telah berganti dan tetap tidak tertuang di dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2010 tentang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 130
pendidikan maka kebijakan Sekolah Plus dapat hilang begitu saja, karena memiliki dasar hokum yang kurang kuat. 2. Apabila pelaksanaan kebijakan Sekolah Plus di Kota Surakarta khususnya di SMP N 26 masih setengah-setengah dengan indicator fasilitas yang diberikan tidak sesuai dengan yang sudah dijanjikan serta angka putus sekolah yang meningkat maka tujuan dari Kebijakan Sekolah Plus tidak akan tercapai. C. SARAN 1. Keberadaan Sekolah Plus di Kota Surakarta sejak penyelenggaraan di tahun 2007 di SMP N 26 Surakarta yang tidak lain sebagai Pilot Project didasarkan pada Peraturan Wali Kota Surakarta dan tidak tertuang secara ekplisit di dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pendidikan, hal ini menunjukan bahwa Sekolah Plus hingga dewasa ini hanya sebagai program Wali Kota saja, sehingga terdapat kekhawatiran bahwasanya apabila periode Wali Kota tengah habis keberadaan program tersebut juga akan lemah. Sehingga Penulis berharap bahwa payung hukum dari program Sekolah Plus dapat dipertegas dalam Peraturan Daerah Surakarta Nomor 4 Tahun 2010. 2. Mengingat hasil wawancara Peneliti dengan Nara Sumber yang menyatakan bahwa pelaksanaan Sekolah Plus masih carut marut karena pendataan penduduk miskin yang kurang valid, maka diharapkan adanya pemetaan yang valid mengenai keberadaan atau jumlah penduduk miskin. Dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan di Kota Surakarta baik BPMKS maupun
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 131
pendaftaran di Sekolah Plus pasti menggunakan surat keterangan tidak mampu dari RT/RW setempat. Hal ini yang terkadang menimbulkan kerancuan, terkadang RT/RW karena alasan tidak enak terhadap tetangga walaupun warganya tergolong mampu membiayai sekolah anaknya, namun dimintai surat keterangan tidak mampu RT/RW tersebut tetap saja member surat. Maka adanya sebuah gagasan bahwa di Kota Surakarta melalui RT/RW apabila ada yang meminta surat keterangan tidak mampu wajib diberitanda semacam stiker bahwasanya keluarga tersebut adalah tergolong tidak mampu, sehingga memerlukan perhatian dan bantuan khusus. Apabila hal tersebut diterapkan maka masyarakat yang tergolong sebenarnya mampu akan merasa malu apabila mendapatkan punishmen semacam itu.
commit to user