BIAYA PENDIDIKAN DI KOTA (Studi Pengeluaran Rumah Tangga untuk Pendidikan di Kota Makassar) Faidah Azuz* Abstract: This article is to analyze the household expenditures descriptively for education in Makassar city. The data were derived from the RUMiI (Rural-Urban Migration in Indonesia) survey in Makassar city in 2010. The number of households analyzed was 285 included 544 household members who were still in school. The survey reveals that there are differences in expending for education in recent, lifetime and non-migrant households. The recent migrant households spend a relatively high cost of eduation compared to lifetime and non-migrant households. The highest expenditure proportion for education are the tuition and books purchasing. Although all elementary students from all levels of economic status receive the Bantuan Operasional Sekolah or abreviated later as BOS (School Operational Assistance) and tuition free, nevertheless they still have to spend for the education cost for various contributions such as building fees and other school dues. Meanwhile the Junior High School students from all level of economic status who receive the BOS yet still have to spend the tuition and annual school contribution. Apparently the BOS does not cover the entire costs of education from elementary to junior high schools. Keywords: Household expenditures, Cost of Education, School Operational Assistance (BOS).
Pendahuluan
Tujuan tulisan ini berusaha menelaah pengeluaran rumah tangga untuk biaya pendidikan di Makassar. Biaya pendidikan merupakan salah satu isu yang akhir-akhir ini menjadi sorotan publik karena biaya pendidikan dirasakan semakin mahal. Bagi masyarakat yang tergolong status ekonomi rendah,
*
Dosen Universitas 45 Makassar, email
[email protected]
Faidah Azuz, Biaya Pendidikan di Kota ...
mahalnya biaya pendidikan sering menghalangi mereka untuk mengirim anak-anak mereka ke sekolah maupun melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi. Padahal memasukkan anak-anak ke sekolah merupakan salah satu cara agar kelak dapat menempati posisi lebih baik di pekerjaan mereka. Beberapa studi tentang pendidikan yang dikaitkan dengan kemiskinan dan pembiayaan parsial oleh pemerintah telah dilakukan (Zamroni, 2007; Minza, 2007), namun berapa besar biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga masih belum banyak diungkapkan. Salah satu alasan mengapa Makassar dipilih sebagai lokasi penelitian selain karena fasilitas pendidikan yang tersedia, juga karena pertumbuhan institusi pendidikan tinggi di kota ini meningkat 100 persen, dari 52 buah tahun 1996 menjadi 104 pada tahun 2008 yang menyerap 126 ribu maha siswa (BPS, 1996; BPS 2009). Sejak lima belas tahun yang lalu 63 persen migran desa kota yang bermigrasi ke Makassar bertujuan untuk melanjutkan pendidikan dan hanya 18 persen yang alasannya untuk mencari pekerjaan serta 19 persen alasan ikut keluarga (BPS, 1996: 23). Di samping itu sejak tahun 2007, pendidikan dasar dan menengah telah mendapatkan perhatian pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan melalui program pendidikan gratis bagi siswa mulai tingkat SD sampai SMA.1 Komponen pembiayaan sekolah yang diperhatikan pemerintah meliputi 14 komponen biaya sekolah antara lain pembebasan biaya ulangan, biaya masuk, dan uang sekolah. Fasilitas pembiyaan lain seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS) juga membuat pendidikan menjadi semakin mudah diakses oleh masyarakat. Secara spesifik tulisan ini berusaha memaparkan bagaimana rumah tangga di kota Makassar membiayai pendidikan anggota rumah tangga mereka. Untuk itu maka fokus tulisan ini adalah (1) seberapa besar penge luaran rumah tangga untuk pendidikan di Makassar? (2) bagaimana besaran pengeluaran tersebut jika karakterisktik rumah tangga yakni status ekonomi dan status migrasi rumah tangga turut diperhitungkan? (3) pada kelompok rumah tangga mana pengeluaran pendidikan paling rendah dan juga paling tinggi, serta (4) pada komponen pengeluaran pendidikan mana yang paling besar baik yang menerima BOS/ beasiswa maupun yang tidak? Pemaparan yang dilakukan pada tulisan ini berusaha untuk menjawab pertanyaan-per tanyaan tersebut.
20
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013
Metode Pendekatan
Ada dua hal yang akan dijelaskan pada bagian ini, pertama, menjelaskan dasar sampling yang digunakan dalam survai RUMiCI dan kedua, berdasarkan hasil survai RUMiCI tahun 2010, akan dijelaskan kriteria rumah tangga yang akan digunakan sebagai pijakan dalam analisis ini. RUMiCI adalah project riset longitudinal selama empat tahun (2008-2011) tentang migrasi yang dilakuakn di dua negara yakni China dan Indonesia dengan sokongan dana penuh dari ANU Canberra. Di Indonesia, riset RUMiCI berlangsung di empat kota (Medan, Tanggerang, Makassar, dan Samarinda) dengan pertimbangan data awal bahwa migrasi tertinggi terjadi di empat kota tersebut. Pertama, RUMiCI menggunakan sampel yang sama yang digunakan oleh PBS pada Susenas tahun 2007. Dari BPS diperoleh 73 peta blok sensus yang tersebar pada 15 kecamatan di Kota Makassar. Tiap blok sensus terdapat sekitar 70-110 bangunan rumah. Tiap bangunan rumah dapat berisi 1 rumah tangga atau lebih. Berdasarkan peta blok sensus yang diperoleh dari BPS Kota Makassar, pada tahun 2008 tim survai RUMiCI melakukan sensus ulang terhadap semua blok sensus hasil Susenas tahun 2007. Karena informasi pada blok sensus hanya berisi peta blok sensus dan nama kepala rumah tangga, maka sensus RUMiCI dilakukan dengan tujuan memastikan ketepatan letak bangunan, nama kepala rumah tangga, jumlah rumah tangga dan anggota rumah tangga serta status migrasi kepala rumah tangga (Resosudarmo, Yamauchi dan Effendi, 2010). Status migrasi kepala rumah tangga dan persebaran blok sensus dalam kota Makassar kemudian menjadi dasar pijakan selanjutnya untuk menentukan besar sampel yang akan digunakan dalam survai RUMiCI selanjutnya. Setelah melalui tahapan penentuan sampel yang ketat dengan mem pertimbangkan persebaran rumah tangga di kota Makassar berdasarkan classified random sampling maka untuk Makassar ditentukan 546 rumah tangga sebagai sampel RUMiCI tahun 2008 (Survai tahun pertama). Pada survai tahun ke dua (2009), tim RUMiCI kembali melakuan sensus pada semua rumah tangga yang telah disurvai pada tahun 2008. Dan pada tahun 2010, RUMiCI berhasil mendapatkan 430 rumah tangga yang diwawancarai. Pengurangan jumlah rumah tangga sampel disebabkan antara lain karena alasan pindah kerja, cerai sehingga masing-masing pindah ke kota lain dan pulang kampung karena telah meyelesaikan kuliah bagi recent migrant.
21
Faidah Azuz, Biaya Pendidikan di Kota ...
Kedua, dari survai tahun 2010 berhasil diwawancarai 430 rumah tang ga. Berpijak pada fokus tulisan ini yakni tentang pengeluaran rumah tang ga untuk pendidikan, maka diperoleh 285 rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga sebanyak 544 untuk dianalisis. Karakteristik Rumah Tangga di Makassar
Bagian ini mendeskripsikan tiga hal menyangkut status ekonomi rumah tangga, status migrasi, dan pengeluaran rumah tangga. Penentuan status ekonomi rumah tangga menggunakan pengeluaran rumah tangga perkapita per tahun. Responden lebih mudah mengingat jumlah pengeluarannya dibandingkan mengingat pemasukannya, terutama responden yang tidak bekerja sebagai pegawai atau karyawan berpenghasilan tetap. Dalam tulisan ini, status ekonomi rumah tangga dibagi tiga yaitu status ekonomi rendah, menengah dan tinggi. Pengeluaran rumah tangga pertahun perkapita se besar 40 persen terbawah digolongkan ke dalam status ekonomi rendah. Rumah tangga yang termasuk pengeluaran 40 persen ke dua digolongkan ke dalam rumah tangga ekonomi menengah. Sedangikan rumah tangga status ekonomi tinggi adalah kelompok rumah tangga yang pengeluaran rumah tangganya 20 persen teratas2. Secara umum dalam survei RUMiI 2010, ada 114 rumah tangga yang berada dalam kelompok rumah tangga berstatus ekonomi rendah dengan besaran pengeluaran rata-rata perkapita per tahun sebesar Rp 3,4 juta. Sebanyak 114 rumah tangga berstatus ekonomi menengah dengan besaran pengeluaran rata-rata perkapita per tahun sebesar Rp 7,6 juta, dan 57 rumah tangga berstatus ekonomi tinggi dengan besaran pengeluaran rata-rata perkapita per tahun sebesar Rp 13,6 juta (lihat Tabel 2). Jika dilihat dari status migrasinya, dari 285 rumah tangga yang dianalisis, jumlah terbanyak adalah rumah tangga non-migrant yaitu sebanyak 40 persen, dan yang terendah adalah rumah tangga recent migrant sebesar 24,2 persen. Sedangkan rumah tangga lifetime migrant jumlahnya 35,8 persen (lihat Tabel 1). Selain melihat pengeluaran rumah tangga dan status migrasinya, pen ting juga melihat pola konsumsi rumah tangga di Makassar setahun dalam tahun 2010. Pengeluaran rumah tangga secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu pengeluaran untuk makanan dan non-makanan3. Pengeluaran ru mah tangga di kota Makassar pada tahun 2010 menunjukkan bahwa hampir separuh dari total pengeluaran rumah tangga terserap untuk memenuhi 22
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013
kebutuhan makanan dan separoh lebih lainnya terserap untuk memenuhi kebutuhan non-makanan. Pengeluaran non-makanan itu termasuk penge luaran untuk pendidikan. Pengeluaran untuk pendidikan berada pada urutan kedua terbesar (13,01 %) setelah pengeluaran untuk perumahan, fasilitas rumah tangga dan hiburan (19,52 %) (lihat Tabel 1). Cukup menarik pengeluaran untuk rokok (5,56 %) ternyata lebih besar dari pengeluaran untuk kesehatan (1,82%) tetapi masih lebih rendah dibandingkan dengan biaya untuk pendidikan. Dibandingkan dengan Samarinda (6,85%)4 penge luaran untuk pendidikan di Makassar relatif lebih tinggi. Artinya, rumah tangga di Makassar bersedia mengeluarkan dana lebih besar untuk pendi dikan anak mereka. Tabel 1. Karakteristik Rumah tangga di Kota Makassar Rumah Tangga Ada ART Sekolah (%)
Karakteristik Rumah Tangga STATUS EKONOMI rendah 40% menengah 40% tinggi 20% Total STATUS MIGRASI Ricent Migrant Lifetime Migrant Non Migrant Total PENGELUARAN RUMAH TANGGA Makanan Non-makanan Perumahan & fasilitas RT Pendidikan Kesehatan Rokok Transport & Komunikasi Pajak, investasi, brg tahan lama Total Rata-rata pengeluaran (Rp/000/tahun)
N
40 40 20 100
114 114 57 285
24,2 35,8 40,0 100
69 102 114 285
40,28 59,72* 19,52 13,01 1,82 5,56 10,33 9,48 100 7124
Sumber: Survei RUMiI Makassar, 2010 * Angka ini merupakan penjumlahan dari pengeluaran untuk Perumahan & Fasilitas RT, Pendidikan, Kesehatan, Rokok, Transportasi dan Komunikasi, Pajak, Investasi dan Barang Tahan Lama.
23
Faidah Azuz, Biaya Pendidikan di Kota ...
Pengeluaran Pendidikan menurut Status Ekonomi dan Status Migrasi
Bagian ini menyajikan tiga hal. Pertama, pengeluaran untuk pendidikan menurut status ekonomi. Kedua, pengeluaran untuk pendidikan menurut status ekonomi dikaitkan dengan status migrasi. Ketiga, memaparkan kom ponen pengeluaran pendidikan menurut tingkat pendidikan anggota rumah tangga ART dan status ekonomi rumah tangga. Tabel 2 memuat data tentang besaran pengeluaran pendidikan untuk tiap status ekonomi rumah tangga. Secara keseluruhan terlihat bahwa pengeluaran rumah tangga menurut status ekonomi menunjukkan kecen derungan rumah tangga status ekonomi tinggi, proporsi pengeluaran untuk pendidikan juga lebih besar daripada rumah tangga status menengah dan bawah (lihat Tabel 2). Barangkali rumah tangga status ekonomi menengah dan rendah, lebih kecil mengeluarkan dana untuk pendidikan anak mereka karena sebagian besar pengeluaran untuk menutupi kebutuhan makanan. Kemampuan rumah tangga dalam membiaya pendidikan anak mereka sangat menentukan kehidupan masa depan anak-anak mereka. Zamroni (2010;189) ketika membicarakan kemiskinan dan pendidikan mengatakan bahwa bagi penduduk miskin, kesempatan memperoleh pendidikan dan pendapatan bagaikan lingkaran yang tidak berujung. Pendidikan yang rendah dan tidak bermutu atau relatif “kering” sehingga tidak menjamin masa depan anak-anak mereka untuk meraih pekerjaan dengan pendapatan lebih baik. Berbeda dengan masyarakat berpenghasilan tinggi mereka lebih mampu membiayai pendidikan anak-anaknya ke sekolah yang lebih berkualitas sehingga memungkinkan mendapatkan pendidikan lebih baik dan membuka peluang untuk memperoleh pekerjaan dengan penghasilan lebih tinggi. Tabel 2. Pengeluaran Pendidikan Menurut Status Ekonomi Kota Makassar 2010 Total Pengeluaran RT Perkapita (Rp/000/thn) Rendah (40%) 3395 Menengah (40%) 7637 Tinggi (20%) 13559 Rata-rata keseluruhan 7124 Status Ekonomi
Sumber: Survei RUMiI Makassar, 2010.
24
Proporsi pengeluaran Pendidikan (%) 5,34 13,39 16,43 13,01
N 114 114 57 N=285
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013
Apakah ada perbedaan pengeluaran rumah tangga untuk pendidikan bila ditelaah menurut status migrasi? Data yang tersaji pada Tabel 3 menunjukkan bahwa pengeluaran pendidikan pada rumah tangga recent migrant lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga lifetime dan nonmigrant baik pada rumah tangga dengan status ekonomi rendah, menengah maupun tinggi. Pada rumah tangga recent migrant, proporsi pengeluaran pendidikan tertinggi dikeluarkan oleh rumah tangga berstatus ekonomi tinggi. Hal yang sama juga terlihat pada rumah tangga lifetime migrant. Sementara untuk rumah tangga non-migrant agak berbeda dengan dua kelompok migrasi lainnya, pengeluaran pendidikan tertinggi justru dike luarkan oleh rumah tangga dengan status ekonomi menengah (10,8 %). Kenyataan ini memberikan pemahaman bahwa tidak selamanya rumah tangga berstatus ekonomi tinggi proporsi pengeluaran untuk pendidikan juga besar. Ada kemungkinan pada rumah tangga status ekonomi tinggi mereka juga banyak menditribusikan pengeluaran rumah tangganya untuk perumahan dan investasi lainnya. Tabel 3. Pengeluaran Pendidikan Menurut Status Ekonomi dan Status Migrasi Kota Makassar 2010 Status Migrasi
Recent Migrant Lifetime Migrant Non Migrant Rata-rata Total (%) Rata-rata Pengeluaran Pendidikan (Rp/000/thn) Rata-rata Pengeluaran RT perkapita (Rp/000/thn) N
Status Ekonomi Rumah Tangga Semua Status Ekonomi (%) Rendah Menengah Tinggi N % Rp/000/ 40% 40% 20% thn 9,1 5,7 4,1 5,3 181
20,0 10,4 10,8 13,4 1023
23,7 10,6 7,6 16,4 2228
3395
7637
13559
114
114
57
69 102 114
21,1 9,6 8,1 13,0
2083 678 451 927
7124 285
Sumber: Survei RUMiI Makassar, 2010.
Perlu dicatat bahwa sebagian besar kelompok recent migrant ber status mahasiswa dan tujuan mereka migrasi ke Makassar adalah untuk melanjutkan pendidikan. Tidak mengherankan apabila pengeluaran untuk pendidikan pada keompok ini relatif lebih tinggi dibandingkan kelompok 25
Faidah Azuz, Biaya Pendidikan di Kota ...
rumah tangga lifetime migrant ataupun non-migrant. Bahkan proporsi penge luaran pendidikan rumah tangga recent migrant lebih dari dua kali lipat dari proporsi pengeluaran pendidikan rumah tangga lifetime migrant, dan hampir tiga lipat dari proporsi pengeluaran pendidikan rumah tangga non-migrant. Kisah Ningsih di bawah ini menggambarkan besarnya rata-rata pengeluaran pendidikan recent migrant tersebut. Ningsi Maleng adalah salah satu respon den dari rumah tangga recent migrant yang berstatus mahasiswa asal Alor, NTT, yang kini tinggal di Makassar. Komponen Pengeluaran Untuk Pendidikan
Pemaparan selanjutnya berkaitan dengan komponen pengeluaran untuk pendidikan. Komponen pengeluaran apa saja yang terkait dengan pengeluaran untuk pendidikan,. Kemudian melihat item komponen mana kah yang pengeluaranya paling besar. Namun sebelum itu, perlu dijelaskan tiga hal sebelum membicarakan komponen pengeluaran pendidikan lebih lanjut. Pertama, pengeluaran rumah tangga untuk pendidikan secara umum yang mencakup lima komponen; (1) pengeluaran untuk pembayaran SPP, (2) sumbangan tahunan, (3) pembelian buku, (4) training termasuk persiapan lanjut sekolah seperti kursus-kursus tambahan, dan (5) pendidikan anak di luar kota. Pemaparan pada bagian ini mencakup semua tingkat pendidikan anggota rumah tangga, SD, SMP, SMA dan Universitas (Tabel 4).5 Data dalam Tabel 4 juga menunjukkan pengeluaran terbesar didominasi oleh pengeluaran untuk pembayaran SPP (61 %). Sebaliknya, pengeluaran terkecil 0,4 persen dikeluarkan untuk membiayai training atau melanjutkan pendidikan (0,4 %). Tabel 4 juga memperlihatkan untuk semua rumah tangga persentase pengeluaran untuk SPP terendah dikeluarkan untuk anak yang duduk di SD dan proporsi pengeluaran terbesar untuk anak mereka yang sedang kuliah di universitas. Pada rumah tangga berstatus ekonomi rendah persentase terbesarnya pengeluaran untuk anak di universitas sekitar 80 % untuk membayar SPP. Sedangkan pengeluaran SPP terendah untuk siswa SD hanya sekitar 10 persen. Hal yang sama juga terlihat pada rumah tangga berstatus ekonomi menengah dan tinggi di mana pengeluaran SPP untuk SD masing-masing 11 persen dan 15 persen. Pengeluaran tertinggi dikeluarkan untuk pembayaran SPP mahasiswa, masing-masing 66 persen (menengah) dan 75 persen (tinggi).
26
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013
Jika komponen pengeluaran pendidikan ditelaah lebih jauh, ternyata pengeluaran untuk SPP bukan satu-satunya komponen pengeluaran terbesar. Pada tingkat pendidikan SD, baik pada rumah tangga status ekonomi rendah, menengah, maupun tinggi pengeluaran terbesarnya adalah untuk pembe lian buku pelajaran berturut turut 71 persen, 84 persen, dan 76 persen. Proporsi pengeluaran sebesar ini agak mengherankan karena sesungguhnya pemerintah telah menyediakan akses unduh buku pelajaran secara gratis dari internet yang dimaksudkan sebagai layanan penyediaan buku untuk para siswa. Jawaban yang diberikan oleh responden untuk hal ini adalah ”anak-anak tidak mau yang dari internet, tidak bagus kalau dicetak. Tintanya jelek, biasanya meleleh kalau kena basah”. Saat ditanyakan tentang internet, salah seorang responden menjawab ”Kami tidak bisa internet, komputer saja kami tidak punya”6. Kondisi ini menjadi salah satu alasan mengapa rumah tangga mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk pembelian buku yang setiap tahun cenderung meningkat harganya dan buku berganti setiap tahun. Pada semua tingkat pandidikan dan status ekonomi rumah tangga, proporsi pengeluaran untuk buku terbesar dikeluarkan oleh siswa SD. Di Makassar ternyata biaya untuk membeli buku cukup membebani rumah tangga dalam membiayai pendidikan anak-anak mereka. Tabel 4. Proporsi Komponen Pengeluaran Pendidikan Menurut Status Ekonomi dan Tingkat Pendidikan Anggota Rumah Tangga Kota Makassar 2010 Komponen Pengeluaran Pendidikan
Status Ekonomi Rumah Tangga dan Tingkat Pendidikan (%) Rendah (40%)
Menengah (40%)
Tinggi (40%)
SD SMP SMA Univ SD SMP SMA Univ SD SMP SMA Univ
Total (%)
SPP Sumbangan. Tahunan
10,1 35,0 62,0 80,1 10,8 30,4 43,6 65,9 14,9 34,6 47,5 75,0 60,8
Buku Training/ lanjut sekolah Pendidikan anak luar kota
71,4 60,9 12,1 11,2 84,1 49,0 18,0 13,8 75,8 37,6 35,8 11,9 20,4
1,5
0
0
0,2
0,7
2,6 26,7
5,3
0,4 16,2
0
0,1
5,1
Total
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
N
118
44
26
23
67
34
33
101
15
13
7
63
544
13,4
3,7
4,0 25,9
0
0
8,5
4,4 18,0 11,7 15,0
0
0
Sumber: Survei RUMiI Makassar, 2010
27
0 0,10
0
0,0
8,9
2,3 16,6 12,9 13,4
9,4
0
0,2
0,4
Faidah Azuz, Biaya Pendidikan di Kota ...
Pengeluaran untuk sumbangan tahunan sekolah secara keseluruhan tidak terlalu besar hanya sekitar 13 persen. Namun jika dilihat dari tingkat pendidikan, ternyata siswa SMA dari rumah tangga status ekonomi rendah proporsi pengeluaran untuk sumbangan tahunan sekolah lebih besar dibandingkan dengan semua siswa pada tingkatan pendidikan dan status ekonomi rumah tangga lain. Padahal pengeluaran sumbangan tahunan mestinya tidak lagi membebani rumah tangga terutama rumah tangga ber status ekonomi rendah. Ini memunculkan sebuah pertanyaan apakah uang sumbangan tahunan (uang gedung) memang perlu dibayarkan setiap tahun oleh orang tua siswa? Karena kalau uang tahunan itu dibebaskan maka pengeluaran rumah tangga untuk pendidikan anak di SMA berkurang. Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah program pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar pelaksana program wajib belajar.7 Namun demikian dana BOS dimung kinkan untuk membiayai beberapa kegiatan lain yang tergolong dalam biaya personalia dan biaya investasi. Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun. Sasaran program BOS adalah semua sekolah setingkat SD dan SMP (termasuk SMPT), baik negeri maupun swas ta di seluruh propinsi di Indonesia.8 Oleh karena, program BOS hanya di peruntukkan bagi siswa setingkat SD dan SMP, maka tulisan ini berusaha menganalisis pengeluaran pendidikan untuk siswa SD dan SMP. Data yang disajikan pada Tabel 5 memperlihatkan proporsi siswa yang menerima dan tidak menerima BOS menurut tingkat pendidikan mereka. Pada umumnya, sebagian besar (80,49 %) anggota rumah tangga pada tingkat pendidikan SD dan SMP telah menikmati BOS. Proporsi siswa SD yang mendapat BOS lebih tinggi (84 %) dibandingkan dengan siswa SMP (73 %). Besarnya proporsi siswa yang telah menikmati BOS menunjukkan bahwa program ini telah menjangkau sebagian besar siswa SD dan SMP di Makassar.
28
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013 Tabel 5. Siswa yang Menerima dan Tidak Menerima BOS Menurut Tingkat Pendidikan Kota Makassar 2010 Tingkat Pendidikan ART (%)
Semua Pendidikan
Dapat
SD 83,9
SMP 72,7
N 231
% 80,5
Tidak dapat Total (%) N
16,1 100 199
27,3 100 88
56
19,5
BOS
287
Sumber: Survei RUMiI Makassar, 2010
Apakah BOS telah menjangkau rumah tangga dengan status ekonomi rendah, merupakan hal yang menarik untuk ditelusuri. Seperti telah disebut kan di atas salah satu tujuan khusus dari program BOS adalah menggratiskan seluruh siswa miskin yang duduk di tingkat pendidikan dasar dari beban biaya sekolah, baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta. Dilihat dari jumlah penerima BOS, program BOS sudah banyak tersalurkan untuk ang gota rumah tangga status ekonomi rendah (Tabel 6). Sebanyak 83 persen dari 160 anggota rumah tangga berstatus ekonomi rendah anak mereka mendapat BOS, sedangkan 17 persennya tidak menerima BOS. Sementara siswa dari rumah tangga status ekonomi tinggi proporsi yang menerima BOS tidak jauh berbeda (78 %) dibandingkan dengan rumah tangga status ekonomi menengah dan rendah. Studi ini menemukan pula bahwa ternyata semua siswa penerima BOS adalah siswa dari sekolah negeri. Sedang siswa yang tidak menerima BOS semua adalah siswa-siswa dari sekolah swasta. Padahal, seharusnya program BOS tidak memilah sekolah negeri dan swasta. Mengapa siswa-siswa dari sekolah swasta tidak menerima BOS? Sayang survei kami tidak bertujuan untuk mengevaluasi program BOS. Tabel 6. ART pendidikan SD dan SMP yang mendapat/tidak mendapat BOS Berdasarkan Status Ekonomi Rumah Tangga Kota Makassar 2010 Status Ekonomi (%) BOS
Rendah (40%)
Menengah (40%)
Tinggi (20%)
Semua status ekonomi N%
Dapat
82,5
78,0
77,8
231
80,5
Tidak Dapat
17,5
22,0
22,2
56
19,5
29
Faidah Azuz, Biaya Pendidikan di Kota ... Total %
100
100
100,0
N
160
100
27
100 287
Sumber: Survei RUMiI Makassar, 2010
Diskusi berikut berusaha menelaah komponen pengeluaran pendidikan menurut status ekonomi rumah tangga untuk siswa, baik menerima BOS maupun tidak, yang duduk dibangku SD dan SMP, data itu tercantum dalam Tabel 7. Tabel 7. Pengeluaran SPP dan Sumbangan Tahunan Siswa yang Dapat dan Tidak Dapat BOS Menurut Status Ekonomi dan Tingkat Pendidikan Kota Makassar 2010 BOS
Dapat Tidak Dapat N
Komponen Pengeluaran Pendidikan SPP Sumb.Tahunan SPP Sumb.Tahunan
Status Ekonomi Rumah Tangga (Rp/000/thn) Rendah Menengah Tinggi (40%) (40%) (40%) SD SMP SD SMP SD SMP 0 83 0 170 0 154 14 9 6 144 0 61 119 183 275 423 560 740 77 21 86 150 0 17 117 43 67 33 15 12
Sumber: Suvei RUMiI Makassar, 2010
Bantuan Operasional Sekolah diserahkan kepada sekolah untuk menge lolanya. Besarnya BOS yang diberikan adalah sebagai berikut: 1. SD/SDLB di kota : Rp 400.000,-/siswa/tahun. 2. SD/SDLB di kab : Rp 397.000,-/siswa/tahun. 3. SMP/SMPLB/SMPT di kota: Rp 575.000,-/siswa/tahun. 4. SMP/SMPLB/SMPT di kab : Rp 570.000,-/siswa/tahun. Meskipun demikian, BOS tidak serta merta membuat siswa bebas dari pengeluaran pendidikan karena BOS hanya dialokasikan untuk penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan SDM, dan modal kerja tetap di sekolah yang menerima BOS. Tidak sedikit siswa yang mendapat BOS masih harus mengeluarkan biaya untuk pendidikan (lihat Tabel 7). Dari Tabel 7 dipero leh data tentang besarnya dana yang harus dikeluarkan untuk pendidikan. Semua siswa SD penerima BOS baik dari rumah tangga status ekonomi
30
N
231 56 287
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013
rendah, menengah maupun tinggi tidak ada yang membayar SPP. BOS sangat berarti bagi siswa SD karena dengan adanya BOS tidak ada lagi dana yang harus dikeluarkan untuk biaya SPP, meskipun orang tua siswa masih harus mengeluarkan biaya untuk sumbangan tahunan. Agak mengherankan sumbangan tahunan justru tetap dikeluarkan oleh siswa SD dari rumah tangga status ekonomi rendah dan menengah. Sedang siswa dari rumah tangga status ekonmi tinggi tidak ada yang mengeluarkan dana untuk SPP dan sumbangan tahunan. Agaknya, pemberian BOS tidak memilah siswa penerima berdasarkan status ekonomi. Artinya bahwa program BOS ini tidak dinikmati sepenuhnya oleh rumah tangga status ekonomi rendah dan sebaliknya dinikmati penuh oleh siswa SD dari rumah tangga status ekonomi tinggi. Pada siswa SMP penerima BOS masih tetap mengeluarkan biaya untuk pembayaran SPP dan sumbangan tahunan. Ini mengindikasikan bahwa BOS di Makassar belum dapat membantu mengu rangi beban pengeluaran pendidikan rumah tangga status ekonomi rendah dan menengah. Justru rumah tangga ekonomi atas banyak diuntungkan dengan program BOS. Kesimpulan
Berdasarkan survei rumah tangga di Makassar ini dapat diketengahkan beberapa temuan. Besarnya proporsi pengeluaran rumah tangga untuk pendidikan di Kota Makassar tahun 2010 sekitar 13,01 persen dari total pengeluaran rumah tangga atau sekitar Rp. 927 ribu per tahun per kapita. Dibandingkan dengan komponen pengeluaran non makanan lainnya, proporsi pengeluaran untuk pendidikan berada pada urutan kedua terbesar setelah pengeluaran untuk perumahan dan fasilitas rumah tangga. Ada kecenderungan tingginya pengeluaran rumah tangga diikuti oleh tingginya proporsi pengeluaran untuk pendidikan bagi anggota rumah tangga. Kecenderungan ini hanya tampak pada rumah tangga recent migrant dan lifetime migrant, tetapi tidak tampak pada rumah tangga non-migrant. Pada rumah tangga non-migrant, proporsi pengeluaran untuk pendidikan terbesar justru dikeluarkan oleh rumah tangga berstatus ekonomi menengah (10,8 %). Sedangkan jika dilihat dari status migrasi, pengeluaran rumah tangga untuk pendidikan terbesar dikeluarkan oleh rumah tangga recent migrant (21,1 % atau sekitar Rp. 2,1 juta per kapita per tahun) dan terendah dikeluarkan oleh rumah tangga non migrant yakni sebesar 8,1 persen. Hal ini 31
Faidah Azuz, Biaya Pendidikan di Kota ...
disebabkan karena rumah tangga recent migrant pada umumnya mahasiswa yang tujuan utamanya ke Makassar adalah untuk melanjutkan pendidikan. Pengeluaran untuk pendidikan tertinggi dikeluarkan oleh rumah tangga recent migrant yang berstatus ekonomi tinggi. Sedangkan pengeluaran untuk pendidikan terendah dikeluarkan oleh rumah tangga non migrant yang berstatus ekonomi rendah. Komponen pengeluaran untuk pendidikan tertinggi secara keseluruhan adalah untuk pembayaran SPP dan terendah untuk training atau melanjutkan pendidikan. Tetapi jika dilihat menurut tingkat pendidikan anggota rumah tangga, pengeluaran tertinggi untuk pembelian buku justru pada siswa SD dan hal ini berlaku pada semua kelompok status ekonomi rumah tangga. Bagi anggota rumah tangga yang menerima BOS, pengeluaran untuk pendidikan tertinggi dikeluarkan untuk SPP, terutama siswa-siswa SMP dari dari rumah tangga status ekonomi menengah. Sedangkan bagi siswasiswa yang tidak menerima BOS, pengeluaran untuk pendidikan tertinggi juga dikeluarkan untuk SPP, terutama siswa siswa SMP dari rumah tangga status ekonomi tinggi. Pengeluaran pendidikan di Makassar secara umum lebih banyak terserap untuk pembayaran SPP dan pembelian buku. Pengeluaran ini se mestinya tidak perlu dikeluarkan, terutama oleh rumah tangga berstatus ekonomi rendah karena pemerintah sudah menyediakan program BOS. Namun program BOS tampaknya masih belum dapat menutupi pengeluaran pendidikan terutama untuk pembayaran SPP dan sumbangan tahunan. Tampaknya, BOS belum dinikmati oleh siswa-siswa dari rumah tangga sta tus ekonomi rendah dan menengah. Justru BOS lebih menguntungkan bagi rumah tangga status ekonomi tinggi. [ ] Endnotes “Program Pendidikan Gratis Sulsel Sampai SMA” dalam http://www.antaranews. com/berita/1273268187/program-pendidikan-gratis-sulsel-sampai-sma diunduh 6 Januari 2011. 2 Kategori status ekonomi rumah tangga ini sesuai dengan yang dipakai BPS (2007: 57-59) 3 Pengeluaran untuk makanan meliputi makanan pokok, lauk pauk, makanan tambahan, termasuk jajan di kantor dan sekolah, buah-buahan dan vitamin lainnya. Sedangkan pengeluaran non-makanan terdiri atas enam kelompok; (1) perumahan, 1
32
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013 fasilitas rumah tangga dan hiburan, (2) pendidikan, (3) kesehatan, (4) rokok, (5) transportasi dan Komunikasi, (6) pajak, investasi, dan barang tahan lama. Kelompok pengeluaran untuk perumahan, fasilitas rumah tangga, dan hiburan meliputi pengeluaran untuk sewa rumah, air, listrik, sabun, odol, kosmetik, gas dan minyak tanah, sampah, pakaian, perlengkapan rumah tangga, hari raya dan transportasi. Kelompok pengeluaran pendidikan mencakup pembayaran uang sekolah (SPP), sumbangan tahunan, biaya pembelian buku, training, dan biaya sekolah anak di kota lain. Terakhir, kelompok pengeluaran untuk pajak, investasi, dan barang tahan lama meliputi pengeluaran untuk barang dan jasa produktif, pembelian tanah dan hadiah, bermacam izin dan pe ngesahan, denda, tabungan dan pajak. Berkaitan dengan pengeluaran transportasi dan komunikasi, sesungguhnya sebagian dari pengeluaran tersebut mencakup transportasi anggota rumah tangga ke sekolah. Namun pertanyaan di dalam kuesioner penelitian, item pengeluaran untuk transportasi ke sekolah, internet, dan pulsa tidak dipisahkan. Sehingga sulit ditentukan manakah besaran untuk kepentingan pendidikan dan mana yang untuk transportasi. Karena itu untuk keperluan analisis, pengeluaran transportasi dan komunikasi dikeluarkan dari komponen pengeluaran pendidikan. 4 Latifiana, Warda, 2011. Biaya Pendidikan di Kota: Studi Pengeluaran Rumah Tangga untuk Pendidikan di Kota Samarinda 2010 5 Komponen pengeluaran untuk transportasi dan komunikasi tidak dimasukkan dalam analisis ini karena di dalam komponen tersebut dimasukkan juga pengeluaran di luar kepentingan pendidikan yang proporsinya cukup besar dibandingkan pengeluaran untuk pendidikan. 6 Wawancara dengan responden tahun 2010. Responden ini (DM) tinggal di Rap pocini. 7 Tentang BOS 2010” dalam http://bos.ditptksd.go.id/index.php?option=com_c ontent&view=article&id=47:tentang-bos-2010&catid=34:tentang-bos&Itemid=55 diunduh 4 Januari 2013.
Daftar Pustaka
BPS, 2007. Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan Tahun 2007. BPS, 2007. Pola Konsumsi Penduduk Indonesia 2007. BPS, 2009. Sulawesi Selatan Dalam Angka 2009. BPS, 1997. Profil Migran Masuk di Enam Kota Besar: Medan, Bandung, Su rabaya, Jakarta, Semarang, Ujung Pandang, Tabel Survai Urbanisasi 1995. Seri 55. Hal.74. Minza, Wenty, Marina, 2010. Penciptaan Akses Pendidikan melalui Pembiyaan Parsial. Dalam Tukiran, dkk; (eds), Akses Penduduk Miskin Terhadap Kebutuhan Dasar. Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gajah Mada. Hal 223-244.
33
Faidah Azuz, Biaya Pendidikan di Kota ...
Resosudarmo, Yamauchi dan Effendi, 2010. Rural Urban Migration in Indo nesia: Survay Design and Implementation. In Xin et all (eds), The great Migration; Rural-Urban Migration in China and Indonesia. Edward Elgar Publishing Limited. Pp 222-243. Zamroni, 2010. Pendidikan dan Kemiskinan. Dalam Tukiran, dkk; (eds), Akses Penduduk Miskin Terhadap Kebutuhan Dasar. Pusat Studi Kepen dudukan dan Kebijakan Universitas Gajah Mada. Hal 185-222. Direktorat Pembinaan TK dan SD, 2010, ”Tentang BOS 2010” dalam http:// bos.ditptksd.go.id/index.php?option=com_content&view=article&i d=47:tentang-bos-2010&catid=34:tentang-bos&Itemid=55 diunduh 4 Januari 2011 Antara News, 2010, “Program Pendidikan Gratis Sulsel Sampai SMA” dalam http://www.antaranews.com/berita/1273268187/program-pendidikangratis-sulsel-sampai-sma diunduh 6 Januari 2011
34