1
PEERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY DAN JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMAN 1 KAUMAN 1) Heviana Putri N, 2) Drs. Dwiyono Hari Utomo M, Pd. M, Si 3) Drs. Sudarno Herlambang M, Si Prodi Pendidikan Geografi, Universitas Negeri Malang Jl. Semarang 5 Malang
Abstract: This research a goal to knows compare the learning assesment using Two Stay Two Stray model and Jigsaw model in Geography lesson. This research including in quasy experiment research using pretest-posttest control group design. The subject of this research are composed of one class experiment 1 and one class experiment 2 student of class X SMA Negeri 1 Kauman. The instrumen of the research is objective test wich is consist of pretest and posttest. The technics of analisys used independent sample t-test that can be finished by SPSS 17.00 for windows. From the results of t-test are got probability value 0,000 wich is means Ho is rejected, it can be concluded that there are different of lesson assesment student with Two Stay Two Stray model and Jigsaw model. The results shows that Jigsaw’s assesment learning model more high than Two Stay Two Stray learning model, this condition can be seen from different average both of class Key word: Two Stay Two Stray, Jigsaw, hasil belajar
Peningkatan mutu pendidikan akan ditandai dengan peningkatan kualitas peserta didik. Aspek yang terpenting dalam peningkatan prestasi belajar adalah peningkatan kualitas pembelajaran yang hal ini akan ditentukan oleh guru, sedangkan keberhasilan dari keduanya akan dipengaruhi oleh strategi atau model belajar di dalam kelas. Pada hakikatnya kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dengan siswa dalam suatu pembelajaran. Guru sebagai salah satu komponen dalam proses pembelajaran merupakan pemegang peran yang sangat penting. Guru bukan hanya sebagai penyampai materi, akan tetapi guru dapat dikatakan sebagai sentral pembelajaran di dalam kelas.
1) Heviana Putri N mahasiswa geografi fakultas ilmu sosial, Universitas negeri Malang 2) Drs. Dwiyono Hari Utomo M, Pd. M, Si Dosen Geografi, Universitas Negeri Malang 3) Drs. Sudarno Herlambang M, Si Dosen Geografi, Universitas Negeri Malang
2
Berlangsungnya pembelajaran di dalam kelas diharapkan dapat menjadikan siswa aktif di dalam kegiatan pembelajaran. Perlunya dikembangkan pengajaran yang dapat membangun keaktifan siswa dalam proses pembelajaran adalah sebagai alternatif model pembelajaran yang baru. Pembelajaran yang efektif harus diimbangi dengan kemampuan guru dalam menguasai model pembelajaran dan materi yang diajarkan. Seiring dengan diberlakukannya KTSP, diharapkan guru dapat meningkatkan prestasi siswa kususnya pada pembelajaran Geografi dengan berkreasi dan berinovasi menggunakan berbagai macam strategi pembelajaran yang berkembang saat ini. Pada dasarnya, dalam pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas tidak ada siswa yang bodoh, hanya saja terkadang siswa kurang tertarik dengan model pembelajaran yang guru terapkan, hal yang demikian ini juga terjadi proses pembelajaran di SMA Negeri 1 Kauman Tulungagung sehingga kurang bisa menarik perhatian dan minat siswa dalam belajar, hal ini akan berpengaruh terhadap hasil belajar mereka. Salah satu faktor pendorong keberhasilan dari pembelajaran adalah model pembelajaran. Model pembelajaran menurut Suprijono (2009: 46) adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di dalam kelas maupun tutorial, maksud dari pengertian tersebut adalah suatu model pembelajaran itu adalah suatu wadah dimana guru dapat merencanakan dan memodifikasi proses pembelajaran, jadi guru dapat membawa siswa dalam suatu keadaan yang guru inginkan untuk mencapai suatu hasil belajar yang maksimal. Perkembangan ilmu pendidikan saat ini, banyak sekali model-model pembelajaran yang digunakan di dalam kelas, salah satu model yang banyak diminati adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini merupakan model yang menitik beratkan pada kerjasama tim atau kelompok. Tidak ada model yang lebih baik dari model yang lainnya, semua model dianggap setara dan berbobot, hanya saja harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi siswa. Dari banyaknya model-model pembelajaran tersebut, maka perlu diadakan penilaian dan evaluasi terhadap model-model yang diterapkan. Sebagai seorang guru harus mampu menguasai dan menerapkan berbagai model pembelajaran
3
yang ada agar dapat tercipta pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan. Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah Two Stay Two Stray (TSTS), dalam pemilihan model pembelajaran ini telah dilakukan pertimbangan mengenai kesesuaian terhadap kondisi dan kebutuhan siswa. Dalam observasi yang dilakukan di dalam kelas ternyata siswa cenderung tidak aktif dalam diskusi kelompoknya, mereka hanya mengandalkan teman-teman yang aktif, sehingga peneliti berinisiatif untuk memilih model pembelajaran yang akan menuntut semua siswa akan aktif dan bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri maupun kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif tidak hanya sebatas Two Stay Two Stray, juga terdapat model pembelajaran Jigsaw. Model pembelajaran ini memiliki prosedur penerapan yang hampir sama, pada intinya kedua model tersebut menuntut semua siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran. Model Jigsaw itu sendiri akan membawa pembelajaran menjadi lebih kreatif, inovatif, dan variasi belajar siswa bertambah. Adapun kelebihan-kelebihan dari penerapan model pembelajaran Jigsaw ini diantaranya adalah meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain, berlatih untuk mengeluarkan pendapat dan menerima pendapat dari orang lain. Kelebihan-kelebihan pada model pembelajaran Jigsaw hampir sama dengan model Two Stay Two Stray, oleh sebab itu pada penelitian ini dipilih dua model yang hampir memiliki karakteristik dan tujuan pembelajaran yang sama untuk dibandingkan dalam penerapannya di dalam kelas. Pada penggunaan model pembelajaran Two Stay Two Stray dan Jigsaw diharapkan dapat mengangkat pencapaian hasil belajar siswa atau sekolah akan mendapatkan alternatif beberapa model pembelajaran yang ditetapkan pada proses pembelajaran di sekolah (SMA Negeri 1 Kauman) khususnya mata pelajaran Geografi. Guru juga akan mengetahui model pembelajaran bagaimana yang akan berpengaruh terhadap hasil belajar dan paling tepat digunakan dalam proses pembelajaran, jadi variasi model pembelajaran yang dilakukan guru lebih banyak.
4
METODE Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu, design penelitian dari eksperimen semu (Quasy experimental design) menggunakan pola pretestposttest control group design. Subyek yang diambil dari populasi dibagi manjadi dua kelas yaitu kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Kelas eksperimen 1 mendapatkan perlakuan khusus dengan penerapan model Two Stay Two Stray (TSTS) sedangakan untuk kelas eksperimen 2 mendapatkan perlakuan model Jigsaw. Kemudian dari kelompok tersebut dikenai pengukuran yang sama, baik sebelum maupun sesudah diberi perlakuan dan dibandingkan hasilnya. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X di SMA Negeri 1 Kauman, dengan sampel yang dipilih adalah kelas X-I dan X-J masing-masing siswa berjumlah 39. Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah soal pretest dan posttest dalam bentuk objektif. Dilakukan uji coba soal pada kelas uji coba dimana langkah ini dilakukan untuk mengetahui validitas soal tes yang akan diberikan untuk kedua kelas. Langkah analisis soal dilakukan dengan mengetahui tingkat kesukaran, daya beda, validitas soal, dan reabilitas soal ujian. Untuk kelas uji coba dipilih kelas yang setara dengan kedua sampel yang telah terpilih. Analisis data yang dilakukan adalah yang pertama dilakukan adalah uji prasyarat analisis data, uji analisis ini bertujuan untuk memeriksa keabsahan data, apakah data yang diperoleh benar-benar terdistribusi normal dan berasal dari varian yang homogen. Selain itu adalah uji normalitas dan homogenitas, uji ini digunakan untuk meyakinkan bahwa kedua kelompok sampel berasal dari populasi yang sama. Uji yang terakhir dilakukan adalah uji hipotesis (uji-t) perbedaan hasil belajar dengan bantuan SPSS.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Perbandingan nilai pretest, posttest, dan gain score kelas model TSTS dan Jigsaw dapat dilihat pada Tabel 1.
Nilai sampel Skor min Skor max Rata-rata
Tabel 1 nilai pretest, posttest, dan gain score Tes awal Tes akhir Gain score Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas TSTS Jigsaw TSTS Jigsaw TSTS Jigsaw 25 25 52 64 6 15 55 58 97 97 57 66 43,23 41,21 73,55 81,76 30,4 40,5
Penerapan model pembelajaran Jigsaw diperoleh rata-rata siswa tes akhir lebih besar dibandingkan kelas dengan model TSTS, dari tabel diatas dapat dilihat bahwa perolehan rata-rata Jigsaw adalah 81,76 sedangakan TSTS 73,55. Peningkatan pencapaian hasil belajar juga lebih tinggi model Jigsaw yaitu 40,5 sedangkan TSTS 30,4. Hasil pengujian hipotesis diperoleh hasil 0,000 dimana nilai tersebut kurang dari 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa ada perbedaan hasil belajar dengan menggunakan model Two Stay Two Stray dan Jigsaw terhadap hasil belajar siswa. Perbedaan hasil belajar yang terjadi antara kelas model Two Stay Two Stray dan kelas model Jigsaw disebabkan karena aktifitas di dalam masingmasing kelas berbeda. Keaktifan siswa pada kelas Jigsaw dapat dilihat dari adanya rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Tugas yang diberikan sebanyak jumlah anggota kelompok sehingga masing-masing anggota kelompok bertanggung jawab atas penyelesaian tugas-tugas tersebut. Tiap siswa yang mengerjakan materi yang berbeda sesuai dengan pembagian yang telah dilakukan untuk berkumpul sesuai kelompok ahli sehingga dalam proses pembelajaran ini setiap anggota kelompok ahli mempelajari atau mengerjakan salah satu bagian informasi yang berbeda dari anggota lainnya. Proses pembelajaran kelas model Jigsaw, siswa dengan kemampuan yang rendah juga harus turut dapat mengerjakan dan mengetahui tugas yang dikerjakan karena tugas tersebut akan diajarkan lagi kepada kelompok asal mereka. Oleh
6
sebab itu, tiap siswa tidak hanya mempelajari tugas yang diberikan tetapi harus siap mengajarkan cara penyelesaian tugas pada anggota kelompoknya. Proses pembelajaran ini mampu menimbulkan rasa ketergantungan positif pada setiap siswa, seperti dalam Solihatin (2008:7) bahwa salah satu keuntungan dari model kooperatif adalah mampu menimbulkan rasa ketergantungan positif antar siswa. Oleh karena itu dalam model ini setiap siswa akan berbagi informasi dengan teman dalam kelompoknya guna melengkapi kebutuhan informasi tiap anggota kelompok. Model pembelajaran kooperatif seperti Jigsaw pada dasarnya memberikan kesempatan pada siswa untuk saling membantu satu sama lain guna mencapai tujuan bersama, pernyataan ini didukung oleh Santrock (2007: 188) bahwa “dalam kelas model Jigsaw murid berasal dari latar belakang yang berbeda diminta untuk bekerjasama mengerjakan beberapa bagian yang berbeda dari suatu tugas untuk tujuan yang sama”. Adanya pembelajaran yang dilakukan antara siswa berkemampuan tinggi kepada siswa berkemampuan rendah secara bersama-sama akan membentuk penstrukturan kognitif dalam bentuk sebaya atau biasa dikenal tutorial teman sebaya. Dalam penerapan model ini interaksi antar siswa lebih menonjol dibandingkan peneliti sebagai guru yang hanya sebatas mediator dan fasilitator antar kelompok di dalam proses pembelajaran. Nilai rata-rata kelas pada model Jigsaw lebih tinggi salah satunya dipengaruhi oleh langkah model yang terdapat kuis individu setelah model diterapkan. Kuis individu ini bertujuan untuk membentuk sutu pola dalam pikir siswa untuk menghapi posttest yang akan dilaksanakan. Hal ini seperti digambarkan pada Solso dkk. (2007: 150) bahwa seorang ahli catur untuk membangun strateginya hanya perlu melihat dalam sekejab, sedangkan seorang amatir harus melihatnya dengan seksama. Siswa dengan perlakuan model Jigsaw diibaratkan sebagai ahli catur sedangkan siswa dengan model Two Stay Two Stray diibaratkan sebagai seorang pemain amatir, dimana dalam mengerjakan soal pemain ahli (Jigsaw) lebih mudah menyelesaikan soal dari pada pemain amatir (TSTS) dikarenakan sudah ada latihan soal pada kuis sebelumnya. Hal ini yang menjadi salah satu faktor rata-rata hasil belajar model Jigsaw lebih tinggi.
7
Nilai rata-rata pada kelas model Two Stay Two Stray lebih rendah disebabkan yaitu dalam proses pembelajaran khususnya pada saat diskusi tahap stay dan stray anggota kelompok yang pasif akan merugikan kelompok asalnya dikarenakan hasil dari informasi yang didapatkan kurang maksimal. Untuk itu anggota kelompok dengan kemampuan tinggi akan bekerja lebih untuk melengkapi informasi hasil kerja siswa, sehingga pada akhirnya jalannya tutorial teman sebaya kurang berjalan dengan baik. Kedua kelas telah menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar setelah penerapan pembelajaran kooperatif, penerapan pembelajaran kooperatif mengajak siswa atau pesrta didik lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka saling mendiskusikan masalah-masalah yang diberikan dengan teman sebayanya. Melalui diskusi dalam pembelajaran kooperatif akan terjalin komunikasi sehingga siswa saling berbagi ide atau pendapat. Melalui diskusi akan terjadi perpaduan kognitif yang baik, sehingga dapat meningkatkan daya nalar dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Pencapain ranah kognitif yang dicapai oleh kedua kelas model Two Stay Two Stray dan kelas model Jigsaw juga mengalami peningkatan dari pretest dan posttest. Peningkatan ranah kognitif pada siswa dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pencapaian ranah kognitif siswa kelas model Two Stay Two Stray dan Jigsaw Ranah Kognitif C1 C2 C4
Model Two Stay Two Stray(TSTS) % pretest posttest gain score 70,6 90,7 20,1 42,34 77,99 35,65 16,8 55,26 38,46
pretest 42,10 40,65 26,31
Model Jigsaw % posttest gain score 88,5 46,4 91 50,35 65,58 39,27
Tabel 2 menunjukkan peningkatan pencapaian ranah kognitif pada siswa. Pencapaian hasil belajar dan ranah kognitif yang terjadi pada siswa tidak terlepas dari model yang diterapkan, meskipun banyak hambatan-hambatan yang ditemui pada saat penerapan model akan tetapi dengan model ini mampu meningkatkan hasil belajar siswa dan pencapaian ranah kognitif siswa. Meningkatnya motivasi siswa terhadap pembelajaran secara tidak langsung akan membangkitkan
8
minatnya terutama untuk mata pelajaran Geografi pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) sehingga hasil belajar khususnya ranah kognitif juga dapat meningkat hal ini sesuai dengan pernyataan Uno (2011: 23) bahwa “motivasi belajar dan belajar adalah dua hal yang saling mempengaruhi”. Hubungan yang terjadi adalah tujuan akhir suatu proses belajar adalah hasil belajar jadi jika motivasi belajar siswa meningkat maka proses belajar yang dilakukan juga semakin baik sehingga akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Pencapaian ranah kognitif siswa antara model Jigsaw dan TSTS tidak begitu jauh berbeda, tetapi peningkatan yang baik terjadi pada model Jigsaw. Hal ini berarti dengan menerapkan model Jigsaw selain dapat meningkatkan hasil belajar siswa juga dapat meningkatkan pencapaian ranah kognitif yang dalam penelitian ini terdiri dari ranah kognitif C1, C2 dan C4, seperti pada Solso dkk (2007: 364) bahwa persepsi, memori, bahasa, dan proses berfikir kita dikendalikan oleh struktur genetik dasar yang diwarisi sesuai kebutuhan interaksi lingkungan. Jadi perbedaan pencapai ranah kognitif yang terjadi pada siswa dipengaruhi oleh faktor intern yang ada pada siswa yang dapat mempengaruhi hasil kognitif pada siswa. Pencapaian ranah kognitif juga erat kaitannya dengan memori yang dimiliki oleh siswa, dimana memori manusia ada dua yaitu memori untuk jangka waktu panjang dan memori untuk jangka waktu pendek. Menurut Solso dkk. (2007: 158) bahwa “memori adalah elemen yang pokok dalam sebagian besar proses kognitif”, dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa keberhasilan pencapai kognitif dipengaruhi sistem memori yang dimiliki oleh tiap siswa. Menurut Solso dkk. (2007: 158) bahwa pengenalan suatu objek oleh manusia akan
9
memasuki informasi pada memorinya dan bisa saja memori itu hilang, tetapi ada bebrapa informasi yang masih menetap pada memori orang tersebut, hal ini berarti dengan jalannya diskusi dan mempelajari materi pada kelas Jigsaw sebagian siswa dapat menyimpan informasi mereka dengan baik sehingga hasil yang dicapai lebih baik. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada perbedaan hasil belajar dengan menggunakan model Two Stay Two Stray dan model Jigsaw dimana kedua model tersebut sama-sama dapat meningkatkan hasil belajar siswa, tetapi dari kedua model tersebut model Jigsaw adalah yang paling berpengaruh dalam peningkatan hasil belajar siswa terbukti dari peningkatan rata-rata kelas yang tinggi dibandingkan kelas model Two Stay Two Stray.
10
DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi pendidikan (edisi revisi). Bumi Aksara. Jakarta Santrock, J.W. 2007. Psikologi Pendidikan. Terjemahan: Wibowo, T. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Solihatin, Entin.2008. Cooperative Learning (Analisis Model Pembelajaran IPS). Jakarta: Rajawali Press. Solso. Robert L, dkk. 2007. Psikologi Kognitif. Jakarta: Erlangga Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: UM Press Uno, Hamzah B. 2011. Teori Motivasi dan Pengukurannya Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.