Pedoman
Penggunaan Model
untuk Pendugaan Biomassa dan Stok Karbon Hutan di Indonesia Peraturan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Nomor: P.01/VIII-P3KR/2012
KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KONSERVASI DAN REHABILITASI
Pedoman Penggunaan Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa dan Stok Karbon Hutan di Indonesia
Pedoman
Penggunaan Model
untuk Pendugaan Biomassa dan Stok Karbon Hutan di Indonesia Peraturan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Nomor: P.01/VIII-P3KR/2012
KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KONSERVASI DAN REHABILITASI
Jakarta, Oktober 2011
Pedoman Penggunaan Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa dan Stok Karbon Hutan di Indonesia © 2013 Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan ISBN: 978-979-3145-97-6 Diterbitkan oleh: Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan – Kementerian Kehutanan Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor 16610, Indonesia Telp/Fax: +62-251 8633234/+62-251 8638111 Email:
[email protected]; website: http://www.p3kr.com
ii
Kata Pengantar “Pedoman Penggunaan Model Alometrik Untuk Pendugaan Biomassa dan Stok Karbon Hutan di Indonesia” merupakan kebijakan teknis (operasional) Kementerian Kehutanan yang didasarkan atas hasil penelitian model-model alometrik untuk pendugaan biomassa pohon pada berbagai tipe ekosistem hutan di Indonesia (dimuat dalam Buku Monograf), yang dilakukan oleh para peneliti Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi (PusKonseR) – Badan Litbang Kehutanan selama 3 (tiga) tahun. Penetapan ini merupakan langkah lanjutan setelah Launching Monograf pada bulan Juli, 2012 dan penerbitan versi bahasa Inggrisnya pada bulan November, 2012. Pedoman ini diharapkan menjadi perangkat yang sangat penting bagi pengembangan Sistem Perhitungan Karbon Nasional Indonesia, sehingga tingkat akurasi pendugaan biomassa pohon dan stok karbon hutan di Indonesia semakin tinggi. Pedoman ini tentunya melengkapi kebijakan-kebijakan teknis lain terkait alometrik pendugaan biomassa pohon di Indonesia, seperti SNI 7724:2011 dan SNI 7725:2011. Langkah strategis lebih lanjut, untuk menjamin penerapan pedoman secara benar, adalah pendidikan dan pelatihan terhadap para tenaga teknis/praktisi yang akan banyak terlibat dalam penghitungan dinamika karbon hutan di Indonesia. Tenagatenaga teknis tersebut dapat berasal dari UPT-UPT Kementerian Kehutanan, para akademisi muda perguruan tinggi, penyuluh, peneliti, widyaiswara, serta tenaga teknis badan usaha negara atau swasta. Lembaga atau institusi diklat, secara mandiri atau bekerjasama dengan pihak lain, perlu segera mengambil peran nyata untuk percepatan peningkatan kapasitas tenaga dimaksud. PusKonseR– Badan Litbang Kehutanan tentunya akan mendukung melalui keterlibatan para penelitinya dalam memberikan teori dan praktek yang diperlukan. Dengan terbitnya buku pedoman ini, kami sampaikan penghargaan dan terima kasih kepada IAFCP (Indonesia-Australia Forest Carbon Partnership) yang telah membantu penyusunan buku ini melalui rangkaian Focus Group Discussion (FGD), serta kepada para peneliti Badan Litbang Kehutanan dan praktisi hukum Kementerian Kehutanan yang telah membantu mencermati format dan isi pedoman. Kepada para pembaca dan pengguna, kami mohon kritik dan saran apabila masih terdapat kekurangan atau kelemahan pada bagian-bagian buku ini. Semoga pedoman ini bermanfaat sebagai bahan rujukan para pihak yang berkepentingan. Bogor, 28 Januari 2013 Kepala Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi,
Ir. H. Adi Susmianto, M.Sc iii
Daftar Isi Kata Pengantar................................................................................... iii Daftar Isi............................................................................................... v PERATURAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN, Nomor: P. 01/VIIIP3KR/2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN MODEL ALOMETRIK UNTUK PENDUGAAN BIOMASSA DAN STOK KARBON HUTAN DI INDONESIA.................................................................................. 1 Lampiran 1. PROSEDUR PENDUGAAN BIOMASSA DAN PERHITUNGAN STOK KARBON HUTAN................................ 5 1. Ketentuan........................................................................................ 5 2. Proses Pendugaan........................................................................... 5 2.1 Persiapan..................................................................................... 6 2.2 Pemilahan data dasar................................................................... 6 2.3 Pemilahan model alometrik.......................................................... 6 2.4 Pendugaan Biomassa ................................................................... 7 2.5 Perhitungan Stok Karbon........................................................... 28 Lampiran 2. PENYAJIAN HASIL PENDUGAAN BIOMASSA DAN PERHITUNGAN STOK KARBON HUTAN.............................. 31 1. Prinsip ........................................................................................... 31 2. Jenis Data dan Informasi .............................................................. 32
Pedoman Penggunaan Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa dan Stok Karbon Hutan di Indonesia
v
KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN J A K A R TA
PERATURAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN Nomor: P. 01/VIII-P3KR/2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN MODEL ALOMETRIK UNTUK PENDUGAAN BIOMASSA DAN STOK KARBON HUTAN DI INDONESIA KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN, Menimbang
: a. bahwa untuk meningkatkan akurasi hasil dugaan biomassa dan stok karbon hutan diperlukan model pendugaan yang sesuai dengan tipe ekosistem hutan Indonesia; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan tentang Pedoman Penggunaan Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa dan Stok Karbon Hutan di Indonesia;
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2010 tentang Penelitian dan Pengembangan serta Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan; 4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca;
1
5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional; 6. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.68/MenhutII/2008 tentang Penyelenggaraan Demonstration Activities Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan; 7. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.30/MenhutII/2009 tentang Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan; 8. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.20/MenhutII/2012 tentang Penyelenggaraan Karbon Hutan; Memperhatikan :
SNI 7725:2011 tentang Penyusunan Persamaan Alometrik untuk Penaksiran Cadangan Karbon Hutan Berdasar Pengukuran Lapangan (ground based forest carbon accounting). MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN P E N G E M B A N G A N K E H U TA N A N T E N TA N G PEDOMAN PENGGUNAAN MODEL ALOMETRIK UNTUK PENDUGAAN BIOMAS SA DAN STOK KARBON HUTAN DI INDONESIA. Pasal 1 Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Model alometrik adalah model regresi yang menyatakan hubungan antara ukuran atau pertumbuhan dari salah satu komponen individu pohon dengan keseluruhan komponen dari individu pohon tersebut. 2. Biomassa adalah total berat kering dari vegetasi, dinyatakan dalam satuan kilogram (kg) atau ton. 3. Biomassa pohon bagian atas (aboveground biomass) adalah total berat kering tanur bagian pohon di atas permukaan tanah yang meliputi batang, cabang, ranting, daun, bunga dan buah (jika ada), dinyatakan dalam satuan kilogram (kg) atau ton. 4. Biomassa tegakan adalah akumulasi biomassa pohon per satuan luas area, dinyatakan dalam satuan ton per hektar (ton/ha). 2
Peraturan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Nomor: P. 01 /VIII-P3KR/2012
5. Stok karbon adalah karbon yang tersimpan dalam biomassa atau ekosistem hutan. 6. Tegakan adalah komunitas tumbuhan (pohon) pada area tertentu. 7. BEF (Biomass Expansion Factor) pohon adalah faktor yang digunakan untuk menggandakan biomassa batang ke biomassa pohon bagian atas. 8. BEF (Biomass Expansion Factor) tegakan adalah faktor yang digunakan untuk menggandakan biomassa batang per satuan luas suatu tegakan (Σ volume*berat jenis kayu) ke biomassa tegakan bagian atas. 9. BCEF (Biomass Conversion and Expansion Factor) adalah faktor yang digunakan untuk mengkonversi volume (volume komersial) tegakan hasil inventarisasi ke biomassa batang dan menggandakannya menjadi biomassa tegakan bagian atas, dinyatakan dengan satuan per hektar. 10. Berat jenis kayu (wood density atau specific gravity) adalah bilangan yang menyatakan perbandingan antara berat kering (oven-dry weight) per satuan volume kayu, dinyatakan dalam satuan kilogram per meter kubik (kg/m3) atau gram per sentimeter kubik (gr/cm3). 11. Dbh (diameter at breast height) adalah diameter pohon setinggi dada yang diukur pada ketinggian kurang lebih 1,3 m di atas permukaan tanah, dinyatakan dengan satuan sentimeter (cm) dengan ketelitian satu angka di belakang koma. 12. Tinggi bebas cabang adalah tinggi pohon yang diukur sampai percabangan pertama, dinyatakan dalam satuan meter (m) dengan ketelitian satu angka di belakang koma. 13. Tinggi total adalah panjang pohon yang telah rebah ditambah dengan tinggi tunggak yang tertinggal, dinyatakan dalam satuan meter (m) dengan ketelitian satu angka di belakang koma. 14. Faktor bentuk (form factor) adalah nilai koreksi untuk perhitungan volume pohon berdiri, karena rumus untuk menghitung volume pohon berdiri didasarkan pada rumus perhitungan silinder, sedangkan bentuk batang pohon pada dasarnya tidak pernah berbentuk silinder. Pasal 2 Model Alometrik digunakan untuk pendugaan biomassa pohon dan tegakan hutan di Indonesia sebagai dasar perhitungan stok karbon hutan dan penentuan faktor emisi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida (CO2) dari sektor berbasis lahan. Pedoman Penggunaan Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa dan Stok Karbon Hutan di Indonesia
3
Pasal 3 Prosedur pendugaan biomassa dan stok karbon hutan di Indonesia dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. persiapan; b. pemilahan data dasar; c. pemilihan model; d. pendugaan biomassa; dan e. perhitungan stok karbon. Pasal 4 Pedoman penggunaan model alometrik untuk pendugaan biomassa dan stok karbon hutan di Indonesia mencakup: a. Prosedur pendugaan biomassa dan perhitungan stok karbon hutan sebagaimana tercantum pada lampiran 1 peraturan ini; b. Penyajian hasil pendugaan biomassa dan perhitungan stok karbon sebagaimana tercantum pada lampiran 2 peraturan ini. Pasal 5 Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 26 November 2012 KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN, ttd. IMAN SANTOSO
Salinan Peraturan ini disampaikan kepada Yth.: 1. Menteri Kehutanan; 2. Pejabat Eselon I lingkup Kementerian Kehutanan;
4
Peraturan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Nomor: P. 01 /VIII-P3KR/2012
Lampiran 1. Peraturan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Nomor : P. 01/VIII-P3KR/2012 Tanggal : 26 November 2012
PROSEDUR PENDUGAAN BIOMASSA DAN PERHITUNGAN STOK KARBON HUTAN 1. Ketentuan Ketentuan yang perlu diperhatikan dan merupakan persyaratan yang harus dipenuhi dalam pendugaan biomassa dan stok karbon hutan adalah sebagai berikut: 1.1 Pedoman ini digunakan untuk melakukan pendugaan biomassa dan stok karbon terhadap obyek berupa individu pohon ataupun tegakan hutan. 1.2 Obyek dapat dipilah berdasarkan satuan jumlah pohon (N), satuan luasan (ha), dan/atau tipe ekosistem hutan. 1.3 Untuk mendapatkan hasil pendugaan biomassa dan stok karbon hutan diperlukan data dasar berupa jenis pohon, diameter setinggi dada (D) dan tinggi pohon (H), serta informasi letak/lokasi dimana obyek tersebut berada. 1.4 Model-model alometrik yang belum tercakup dalam pedoman ini dapat digunakan sepanjang memenuhi kaidah ilmiah. 2. Proses Pendugaan Proses pendugaan biomassa dan stok karbon hutan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: Pedoman Penggunaan Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa dan Stok Karbon Hutan di Indonesia
5
2.1 Persiapan 2.1.1 Tentukan obyek yang akan diduga biomassa dan stok karbonnya, mencakup: a. Obyek, apakah berupa pohon atau tegakan? b. Jenis (spesies) vegetasi penyusun dari obyek tersebut, apakah satu jenis atau bermacam jenis? c. Tipe ekosistem hutan tempat keberadaan obyek tersebut. d. Letak/lokasi dimana obyek tersebut berada, meliputi: • l etak geografis, • letak berdasarkan administrasi pengelolaan hutan, • letak berdasarkan administrasi pemerintahan (desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi). Informasi letak/lokasi akan sangat membantu dalam menentukan jenis/tipe ekosistem ketika pengguna tidak memiliki data/informasi jenis/tipe ekosistem. 2.1.2 Siapkan seluruh data dan informasi berkaitan dengan obyek yang akan diduga biomassa dan stok karbonnya tersebut. 2.2 Pemilahan data dasar Terdapat 4 (empat) kemungkinan kondisi ketersediaan data dasar, yaitu: a. tersedia data jenis pohon, diameter pohon (D), dan tinggi pohon (H), b. tersedia data jenis pohon dan diameter pohon (D), c. tersedia data diameter pohon (D) dan tinggi pohon (H), d. tersedia data diameter pohon (D) saja. 2.3 Pemilahan model alometrik a. Tersedia model alometrik biomassa pohon yang sesuai dengan jenis/ekosistem hutan tempat obyek berada dan pada lokasi obyek tersebut. 6
Prosedur Pendugaan Biomassa dan Perhitungan Stok Karbon Hutan
b. Tersedia model alometrik biomassa pohon yang sesuai dengan jenis/ekosistem hutan tempat obyek berada tetapi tidak pada lokasi obyek tersebut. c. Tersedia model alometrik volume pohon yang sesuai dengan jenis/ekosistem hutan tempat obyek berada dan pada lokasi obyek tersebut. d. Tersedia model alometrik volume pohon yang sesuai dengan jenis/ekosistem hutan tempat obyek berada tetapi tidak pada lokasi obyek tersebut. e. Tidak tersedia model alometrik biomassa pohon maupun model alometrik volume pohon. 2.4 Pendugaan Biomassa Prosedur penggunaan model-model alometrik untuk pendugaan biomassa pohon dan tegakan yang terdapat dalam monograf “Model-Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa Pohon pada Berbagai Tipe Ekosistem Hutan di Indonesia”, dijadikan sebagai acuan dalam rangka pendugaan biomassa (Gambar 1). Berdasarkan Gambar 1 tersebut, secara keseluruhan terdapat 85 alur-urutan yang merupakan prosedur pemanfaatan basis data model-model alometrik untuk pendugaan biomassa berdasarkan ketersediaan data yang dimiliki (Tabel 1).
Pedoman Penggunaan Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa dan Stok Karbon Hutan di Indonesia
7
1
DATA INVENTARISASI HUTAN (Jenis Pohon, Diameter (D) dan Tinggi)
2
11
Apakah tersedia model alometrik biomassa di lokasi tersebut?
Apakah tersedia model alometrik volume di lokasi tersebut?
Tidak
Ya
Ya
3
Apakah model alometrik biomassa yang tersedia sesuai dengan jenis/ekosistem di lokasi tersebut?
20
12
8
Apakah model alometrik volume yang tersedia sesuai dengan jenis/ekosistem di lokasi tersebut?
Apakah tersedia model alometrik biomassa di lokasi lain yang sesuai dengan jenis/ekositem di lokasi tersebut?
Tidak
Ya
Ya Apakah sebaran Dbh hasil inventarisasi berada pada kisaran Dbh pohon contoh model alometrik biomassa di lokasi lain tersebut?
Apakah sebaran Dbh hasil inventarisasi berada pada kisaran Dbh pohon contoh model alometrik biomassa tersebut?
Tidak
Apakah sebaran Dbh hasil inventarisasi berada pada kisaran Dbh pohon contoh model alometrik volume tersebut?
Tidak
Tidak
Ya 5
21
13
9
4
l d
Tidak
Tidak
Ya
A
Ya
Ya
22
14
10 GUNAKAN MODEL ALOMETRIK BIOMASSA TERSEBUT
GUNAKAN MODEL ALOMETRIK BIOMASSA DI LOKASI LAIN TERSEBUT
GUNAKAN MODEL ALOMETRIK VOLUME TERSEBUT
B = f (D), B = f (D, H)
B = f (D), B = f (D, H)
V = F (D), V=F (D,H)
6
BIOMASSA POHON DI ATAS PERMUKAAN TANAH (kg)
7
BIO
Gambar 1.
8
Diagram prosedur penggunaan model-model alometrik untuk pendugaan biomassa pohon dan tegakan
Prosedur Pendugaan Biomassa dan Perhitungan Stok Karbon Hutan
23
25
Apakah tersedia data diameter dan tinggi pohon?
Tidak
Tidak
Susun model alometrik baru dengan berpedoman pada SNI 7725:2011
Ya 24
20
Apakah tersedia model alometrik volume di lokasi lain yang sesuai dengan jenis/ekosistem di lokasi tersebut?
GUNAKAN RUMUS GEOMETRIK V = ¼π x D2 x H x F
Tidak Ya
15
Apakah sebaran Dbh hasil inventarisasi berada pada kisaran Dbh pohon contoh model alometrik volume di lokasi lain tersebut?
Tidak
Apakah tersedia data wood density ?
21
Ya 16
Tidak
Apakah tersedia data BEF pohon tersebut?
Tidak Ya
Ya 18
17
22 GUNAKAN MODEL ALOMETRIK VOLUME DI LOKASI LAIN TERSEBUT
GUNAKAN RUMUS B = Vpohon x WD x BEFpohon
V = f (D), V = f (D, H)
19 GUNAKAN RUMUS B = Σ(Vpohon x WD) x BEFtegakan
GUNAKAN RUMUS B = V tegakan x BCEF
BIOMASSA TEGAKAN DI ATAS PERMUKAAN TANAH (ton/ha)
Pedoman Penggunaan Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa dan Stok Karbon Hutan di Indonesia
9
Tabel 1. Alur
urutan untuk menentukan pendekatan (metodologi) pendugaan biomassa
No
Alur Urutan
No
Alur Urutan
1
1-2-3-4-5-6-7
23
1-2-3-4-8-11-12-20-21-22-15-19-7
45
2
1-2-3-4-5-6-7
24
1-2-3-4-8-11-12-20-21-22-15-16-17-6-7
46
3
1-2-3-4-8-9-10-6-7
25
1-2-3-4-8-11-12-20-21-22-15-16-18-7
47
4
1-2-3-4-8-9-10-6-7
26
1-2-3-4-8-11-12-20-21-22-15-19-7
48
5
1-2-3-4-8-9-11-12-13-14-15-16-17-6-7
27
1-2-3-4-8-11-23-24-15-16-17-6-7
49
6
1-2-3-4-8-9-11-12-13-14-15-16-18-7
28
1-2-3-4-8-11-23-24-15-16-18-7
50
7
1-2-3-4-8-9-11-12-13-14-15-19-7
29
1-2-3-4-8-11-23-24-15-19-7
51
8
1-2-3-4-8-9-11-12-13-14-15-16-17-6-7
30
1-2-3-4-8-11-23-25-6-7
52
9
1-2-3-4-8-9-11-12-13-14-15-18-7
31
1-2-3-8-9-10-6-7
53
10
1-2-3-4-8-9-11-12-13-14-15-19-7
32
1-2-3-8-9-10-6-7
54
11
1-2-3-4-8-9-11-12-20-21-22-15-16-17-6-7
33
1-2-3-8-9-11-12-13-14-15-16-17-6-7
55
12
1-2-3-4-8-9-11-12-20-21-22-15-16-18-7
34
1-2-3-8-9-11-12-13-14-15-16-18-7
56
13
1-2-3-4-8-9-11-12-20-21-22-15-19-7
35
1-2-3-8-9-11-12-13-14-15-19-7
57
14
1-2-3-4-8-9-11-12-20-21-22-15-16-17-6-7
36
1-2-3-8-9-11-12-13-14-15-16-17-6-7
58
15
1-2-3-4-8-9-11-12-20-21-22-15-16-18-7
37
1-2-3-8-9-11-12-13-14-15-18-7
59
16
1-2-3-4-8-9-11-12-20-21-22-15-19-7
38
1-2-3-8-9-11-12-13-14-15-19-7
60
17
1-2-3-4-8-11-12-20-23-24-15-16-17-6-7
39
1-2-3-8-9-11-12-20-21-22-15-16-17-6-7
61
18
1-2-3-4-8-11-12-20-23-24-15-16-18-7
40
1-2-3-8-9-11-12-20-21-22-15-16-18-7
62
19
1-2-3-4-8-11-12-20-23-24-15-19-7
41
1-2-3-8-9-11-12-20-21-22-15-19-7
63
20
1-2-3-4-8-11-12-20-23-25-6-7
42
1-2-3-8-9-11-12-20-21-22-15-16-17-6-7
64
21
1-2-3-4-8-11-12-20-21-22-15-16-17-6-7
43
1-2-3-8-9-11-12-20-21-22-15-16-18-7
65
22
1-2-3-4-8-11-12-20-21-22-15-16-18-7
44
1-2-3-8-9-11-12-20-21-22-15-19-7
66
Catatan: angka yang dicetak miring dan digaris-bawahi menunjukkan arah panah dengan garis putus (Gambar 1), yang berarti alur dilanjutkan meskipun data yang diperlukan tidak tersedia.
Untuk menentukan atau memilih model alometrik biomassa atau volume yang bisa digunakan dalam pendugaan biomassa, terlebih dahulu kita identifikasi cakupan data dan informasi yang tersedia berkaitan dengan obyek yang akan diduga. Hal ini perlu dilakukan agar pemilihan model alometrik biomassa atau volume yang akan digunakan sesuai dengan ketersediaan data dan informasi yang dimiliki. 10
No
Prosedur Pendugaan Biomassa dan Perhitungan Stok Karbon Hutan
No
Alur Urutan
No
Alur Urutan
45
1-2-3-8-11-12-20-23-24-15-16-17-6-7
67
1-2-11-12-20-21-22-15-16-18-7
46
1-2-3-8-11-12-20-23-24-15-16-18-7
68
1-2-11-12-20-21-22-15-19-7
47
1-2-3-8-11-12-20-23-24-15-19-7
69
1-2-11-12-20-21-22-15-16-17-6-7
48
1-2-3-8-11-12-20-23-25-6-7
70
1-2-11-12-20-21-22-15-16-18-7
49
1-2-3-8-11-12-20-21-22-15-16-17-6-7
71
1-2-11-12-20-21-22-15-19-7
50
1-2-3-8-11-12-20-21-22-15-16-18-7
72
1-2-11-12-20-23-24-15-16-17-6-7
51
1-2-3-8-11-12-20-21-22-15-19-7
73
1-2-11-12-20-23-24-15-16-18-7
52
1-2-3-8-11-12-20-21-22-15-16-17-6-7
74
1-2-11-12-20-23-24-15-19-7
53
1-2-3-8-11-12-20-21-22-15-16-18-7
75
1-2-11-12-20-23-25-6-7
54
1-2-3-8-11-12-20-21-22-15-19-7
76
1-2-11-12-20-21-22-15-16-17-6-7
55
1-2-3-8-11-23-24-15-16-17-6-7
77
1-2-11-12-20-21-22-15-16-18-7
56
1-2-3-8-11-23-24-15-16-18-7
78
1-2-11-12-20-21-22-15-19-7
57
1-2-3-8-11-23-24-15-19-7
79
1-2-11-12-20-21-22-15-16-17-6-7
58
1-2-3-8-11-23-25-6-7
80
1-2-11-12-20-21-22-15-16-18-7
59
1-2-11-12-13-14-15-16-17-6-7
81
1-2-11-12-20-21-22-15-19-7
60
1-2-11-12-13-14-15-16-18-7
82
1-2-11-23-24-15-16-17-6-7
61
1-2-11-12-13-14-15-19-7
83
1-2-11-23-24-15-16-18-7
62
1-2-11-12-13-14-15-16-17-6-7
84
1-2-11-23-24-15-19-7
63
1-2-11-12-13-14-15-18-7
85
1-2-11-23-25-6-7
64
1-2-11-12-13-14-15-19-7
65
1-2-11-12-13-14-15-25-6-7
66
1-2-11-12-20-21-22-15-16-17-6-7
Berdasarkan ketersediaan data dasar yang dimiliki, dari 85 alur-urutan tersebut dapat disederhanakan menjadi sebanyak 7 (tujuh) pendekatan utama dalam memilih model alometrik untuk pendugaan biomassa, yaitu:
Pedoman Penggunaan Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa dan Stok Karbon Hutan di Indonesia
11
2.4.1 Pendekatan-1 digunakan apabila model alometrik biomassa pohon yang dikembangkan untuk suatu jenis atau tipe ekosistem yang akan diduga di lokasi tertentu tersedia. a. Apabila model alometrik biomassa untuk jenis pohon atau tipe ekosistem spesifik di lokasi yang akan diduga tersedia, maka selanjutnya dilakukan pengecekan apakah sebaran diameter (D) pohon hasil inventarisasi berada pada kisaran diameter pohon contoh yang digunakan untuk menyusun model alometrik biomassa pohon tersebut. b. Apabila diameter pohon hasil inventarisasi berada pada kisaran diameter pohon contoh, maka model alometrik biomassa tersebut dapat diaplikasikan langsung untuk menduga biomassa pohon hasil inventarisasi. c. Pendugaan biomassa pada tingkat pohon dengan menggunakan model alometrik biomassa pohon (Tabel 2) dilakukan dengan memasukkan peubah penduga (diameter setinggi dada (D); diameter setinggi dada dan tinggi pohon (D, H); diameter setinggi dada, tinggi pohon dan berat jenis kayu (D, H, ρ)) kedalam model alometrik biomassa pohon terpilih, atau dirumuskan dengan bentuk umum: B = f (D); B = f (D, H); atau B = f (D, H, ) d. Apabila diameter pohon hasil inventarisasi berada di luar kisaran diameter pohon contoh, maka validasi perlu dilakukan untuk menguji nilai dugaan biomassa pohon yang dihasilkan oleh model. Apabila nilai dugaan menunjukkan kecenderungan over atau under-estimate, maka pendekatan-2 dapat digunakan. e. Biomassa tegakan kemudian dapat dihitung dengan cara menjumlahkan biomassa individu-individu pohon penyusun tegakan. 12
Prosedur Pendugaan Biomassa dan Perhitungan Stok Karbon Hutan
Tabel 2. Model Tipe Ekosistem
Alometrik Biomassa Pohon
Jenis Pohon
Lokasi
Model Alometrik
Jumlah pohon contoh
DBH (cm)
R2
HLK
Campuran
KALTENG lnBBA = -3,408 + 2,708 lnDpkl
40
1,1-115,0 0,98
HLK
Campuran
KALTIM
lnBBA = -1,201 + 2,196 lnD
122
6,0-200,0 0,96
HLK
Intsia sp.
Papua
lnBBA = - 0,762 + 2,51 logD
13
5,5-40,0
0,99
HLK
Pometia sp.
Papua
logBBA = -0,841 + 2,572 logD
15
5,0-40,0
0,99
HLKs
Campuran
Jambi
lnBBA = -2,75 + 2,591 lnD
29
7,6-48,1
0,95
HLKs
Campuran
Jambi
BBA = 0,11 D
HLKs
Campuran
KALTIM
BBA = 0,19999 D
HLKs
Campuran
Jambi
BBA = 0,0639 D
HLKs
Schima wallichii
SUMSEL BBA = 0,459 D
HKr
Campuran
HM
29
7,6-48,1
tad
2,14
63
2,0-24,2
0,93
2,3903
21
10,3-48,0 0,97
15
3,0-24,6
0,92
KALBAR lnBBA = -1,861 + 2,528 lnD
12
2,6-30,3
0,99
Avicennia marina
JABAR
47
6,4-35,2
0,98
HM
Bruguiera gymnorrhiza
KALBAR logBBA = -0,552 + 2,244 logD
33
5,0-60,9
0,99
HM
Rhizophora apiculata KALBAR logBBA = -1,315 + 2,614 logD
37
2,5-67,1
0,96
HM
Xylocarpus granatum
KALBAR logBBA = -0,763 + 2,23 logD
30
5,9-49,4
0,95
HRG
Campuran
KALTENG BBA = 0,064 D2,657
119
2,5-71,6 0,975
HRGs Campuran (setelah kebakaran)
SUMSEL BBA = 0,153 D
20
2,0-30,2
0,98
HRGs Campuran (setelah tebangan)
SUMSEL BBA = 0,206 D2,451
30
5,3-64,0
0,96
2+0,62
1,364
BBA = 0,1848 D
2,3524
2,40
10
tad
0,96
SUMSEL BBA = 0,027 D
2,891
10
6,0-28,0
0,96
Acacia mangium
JABAR
2,148
22
1,4-18,9
0,99
HT
Acacia mangium
SUMSEL BBA = 0,070 D2,58
30
8,69-28,3 0,97
HT
Dalbergia latifolia
DIY
BBA = 0,7458 (D H)
10
tad
0,89
HT
Eucalyptus grandis
SUMUT
BBA = 0,0678 D
18
2,4-27,2
0,99
HT
Gmelina arborea
KALTIM
BBA = 0,06 (D H)
24
tad
0,98
HT
Acacia auriculiformis DIY
HT
Acacia crassicarpa
HT
BBA = 0,078 (D2H)0,902 BBA = 0,199 D
2
2
0,6394
2,5794 0,88
Pedoman Penggunaan Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa dan Stok Karbon Hutan di Indonesia
13
Tipe Ekosistem
Jenis Pohon
Lokasi
Model Alometrik
Jumlah pohon contoh
DBH (cm)
R2
HT
Paraserianthes falcataria
JABAR
BBA = 0,1126 D2,3445
34
2-30
0,94
HT
Paraserianthes falcataria
JATENG
logBBA = -1,239 + 2,561 logD
30
< 43,8
0,97
HT
Paraserianthes falcataria
JATIM
BBA = 0,3196 D1,9834
35
HT
Pinus merkusii
JABAR
BBA = 0,0936 D2,4323
80
0,4-44
0,95
HT
Pinus merkusii
JABAR
logBBA = -0,686 + 2,26 logD
30
17,8-57
0,94
HT
Shorea leprosula
JABAR
BBA = 0,032 D2,7808
18
9,9-20
0,98
HT
Swietenia macrophylla
JABAR
logBBA = -1,32 + 2,65 logD
30
HT
Swietenia mahagoni JATENG
BBA = 0,903 (D2H)0,684
10
tad
0,99
HT
Tectona grandis
JABAR
BBA = 0,054 D 2,579
32
4,8-26,2
0,98
HT
Tectona grandis
JATENG
BBA = 0,015 (D2H)1,084
10
tad
0,98
HT
Tectona grandis
DIY
BBA = 0,370 D2,125
15
5,1-27,1
0,92
16,6-31,2 0,87
14,3-36,9 0,96
Keterangan: HKr (Hutan Kerangas), HLK (Hutan Lahan Kering), HLKs (Hutan Lahan Kering Sekunder), HM (Hutan Mangrove), HRG (Hutan Rawa Gambut), HRGs (Hutan Rawa Gambut Sekunder), HT (Hutan Tanaman), BBA (Biomassa Bagian Atas, dalam satuan kg), D (Diameter setinggi dada, dalam satuan cm), H (Tinggi pohon, dalam satuan m), (berat jenis kayu, dalam satuan kg/m3), Dpkl (Diameter pangkal batang, dalam satuan cm), tad (tidak ada data).
14
Prosedur Pendugaan Biomassa dan Perhitungan Stok Karbon Hutan
Kotak 1: Contoh Pendekatan 1 dan 2 Data hasil kegiatan inventarisasi: Lokasi Tipe Hutan
: Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah : Hutan rawa gambut
Hasil pengukuran : No
Jenis
D (cm)
1
Ramin
23,2
2
Ramin
33,1
3
Ramin
33,4
4
Meranti
23,9
5
Bintangur
21,6
6
Bintangur
28,3
7
Jangkang
22,3
8
Pantung
25,5
9
Kapur naga
25,5
10
Mertibu
24,5
Olah Data : Berdasarkan data dan informasi tersebut, penghitungan biomassa tingkat pohon bagian atas dapat menggunakan pendekatan sebagai berikut: Tersedia model alometrik spesifik di Hutan Rawa Gambut Daerah Kalimantan Tengah dengan kisaran diameter pohon hasil pengukuran tercakup dalam model, yaitu: BBA = 0,064 (D)2,657 Maka, biomassa tingkat pohon bagian atas hasil pengukuran tersebut dapat dihitung dengan menggunakan model alometrik biomassa terpilih tersebut dengan memasukkan nilai-nilai diameter hasil pengukuran kedalam model:
Pedoman Penggunaan Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa dan Stok Karbon Hutan di Indonesia
15
2.4.2 Pendekatan-2 digunakan apabila model alometrik biomassa pohon yang dikembangkan untuk suatu jenis atau tipe ekosistem yang akan diduga di lokasi tertentu tidak/belum tersedia, tetapi model alometrik biomassa pohon untuk jenis atau tipe ekosistem tersebut sudah tersedia atau dikembangkan di lokasi lain. a. Apabila model alometrik biomassa untuk jenis pohon atau tipe ekosistem yang sama sudah tersedia dari lokasi lain, maka selanjutnya dilakukan pengecekan apakah sebaran diameter pohon hasil inventarisasi berada pada kisaran diameter pohon contoh yang digunakan untuk menyusun model alometrik biomassa pohon tersebut. b. Apabila diameter pohon hasil inventarisasi berada pada kisaran diameter pohon contoh, maka model alometrik biomassa yang dikembangkan di lokasi lain tersebut dapat diaplikasikan langsung untuk menduga biomassa pohon hasil inventarisasi. c. Pendugaan biomassa pada tingkat pohon dengan menggunakan model alometrik biomassa pohon (Tabel 2) dilakukan dengan memasukkan peubah penduga (diameter setinggi dada (D); diameter setinggi dada dan tinggi pohon (D, H); diameter setinggi dada, tinggi pohon dan berat jenis kayu (D, H, ρ)) kedalam model alometrik biomassa pohon terpilih, atau dirumuskan dengan bentuk umum:
B = f (D); B = f (D, H); atau B = f (D, H, ) d. Apabila diameter pohon hasil inventarisasi berada di luar kisaran diameter pohon contoh, maka validasi perlu dilakukan untuk menguji nilai dugaan biomassa pohon yang dihasilkan oleh model. Apabila nilai dugaan menunjukkan kecenderungan over atau under-estimate, maka pendekatan-3 dapat digunakan. e. Biomassa tegakan kemudian dapat dihitung dengan cara menjumlahkan biomassa individu-individu pohon penyusun tegakan. 16
Prosedur Pendugaan Biomassa dan Perhitungan Stok Karbon Hutan
2.4.3 Pendekatan-3 digunakan apabila model alometrik biomassa pohon yang dikembangkan untuk suatu jenis atau tipe ekosistem tertentu tidak/belum tersedia (baik di lokasi tersebut maupun di lokasi lain) tetapi model alometrik volume pohon yang spesifik untuk jenis atau tipe ekosistem yang akan diduga sudah dikembangkan di lokasi tersebut. a. Sebelum menggunakan model alometrik volume pohon tersebut, terlebih dahulu dilakukan pengecekan apakah sebaran diameter pohon hasil inventarisasi berada pada kisaran diameter pohon contoh yang digunakan untuk menyusun model alometrik volume tersebut. b. Apabila diameter pohon hasil inventarisasi berada pada kisaran diameter pohon contoh, maka model alometrik volume dapat diaplikasikan langsung untuk menduga volume pohon hasil inventarisasi. c. Apabila diameter pohon hasil inventarisasi berada di luar kisaran diameter pohon contoh, maka validasi perlu dilakukan untuk menguji nilai dugaan volume pohon yang dihasilkan dari model. Apabila nilai dugaan menunjukkan kecenderungan over- atau under-estimate, maka Pendekatan-4 dapat digunakan. d. Pendugaan biomassa tingkat pohon dengan pendekatan volume dibutuhkan informasi tambahan berupa berat jenis pohon dan nilai BEF (biomass expansion factor) pohon. e. Apabila nilai berat jenis kayu untuk jenis pohon yang akan diduga tidak tersedia, maka dapat digunakan nilai berat jenis rata-rata untuk genus tersebut. f. Nilai BEF pohon diperoleh dari perbandingan atau rasio biomassa di atas permukaan tanah terhadap biomassa batang. Beberapa nilai BEF pohon sudah dikembangkan untuk beberapa jenis atau tipe ekosistem hutan di Indonesia (Tabel 3). Pedoman Penggunaan Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa dan Stok Karbon Hutan di Indonesia
17
Tabel 3. Nilai
BEF (biomass expansion factor) Pohon Nilai BEF pohon
Jenis/Ekosistem
Nilai BEF pohon
Acacia mangium
1,33
Hutan Rawa Gambut Sekunder
1,33
Bruguiera gymnorrhiza
1,61
Macaranga gigantea
1,43
Bruguiera spp.
1,57
Macaranga spp.
1,16
Elmerrillia celebica
1,58
Melastoma malabathricum
1,06
Elmerrillia ovalis
1,61
Nauclea sp.
1,16
Endospermum diadenum
1,66
Paraserianthes falcataria
1,34
Eucalyptus grandis
1,33
Pinus merkusii
1,31
Evodia sp.
1,42
Piper aduncum
1,07
Ficus sp.
1,11
Rhizophora apiculata
1,55
Fordia sp.
1,32
Rhizophora mucronata
1,61
Gardenia anysophylla
1,82
Rhizophora spp.
1,68
Geunsia pentandra
1,11
Schima wallichii
1,37
Gonystylus bancanus
1,67
Swietenia macrophylla
1,36
Hevea brasiliensis
1,73
Tectona grandis
1,46
Hutan Kerangas
1,23
Trema sp.
1,14
Hutan Lahan Kering Sekunder
1,49
Xylocarpus granatum
1,81
Jenis/Ekosistem
g. Pendugaan biomassa tingkat pohon dengan menggunakan model alometrik volume (Tabel 4) dilakukan dengan memasukkan peubah penduga (diameter setinggi dada, tinggi pohon) kedalam model alometrik volume sehingga diperoleh nilai volume pohon. Nilai volume pohon ini kemudian dikalikan dengan berat jenis kayu dan nilai BEF pohon jenis tersebut, atau dirumuskan: B = .BEFpohon.(V = f (D, H))
h. Biomassa tegakan kemudian dapat dihitung dengan cara menjumlahkan biomassa individu-individu pohon penyusun tegakan.
18
Prosedur Pendugaan Biomassa dan Perhitungan Stok Karbon Hutan
Tabel 4. Model Tipe Ekosistem
Alometrik Volume Pohon Jenis
Lokasi
Model Alometrik V = 0,0002134 D2,4613
Jumlah Pohon Contoh
DBH (cm)
R2
50
tad
0,99
HLK
Dipterocarpaceae (Non Shorea)
Maluku
HLK
Dipterocarpus cornutus
KALBAR V = 0,000417 D2,21
268
23-139
0,98
HLK
Dipterocarpus cornutus
KALSEL
V = 0,000141 D2,5141
129
20->100
tad
HLK
Dipterocarpus cornutus
KALTIM
V = 0,0001075 D2,145 H0,557
130
12-140
tad
HLK
Dryobalanops lanceolata
KALBAR V = 0,0000893 D2,619
105
20-94
0,97
HLK
Dryobalanops spp.
KALBAR V = 0,000661 D2,1
268
HLK
Duabanga sp.
NTB
68
tad
0,99
HLK
Eusideroxylon zwageri
SUMSEL V = 0,0001049 D
262
8-33
tad
HLK
Jenis lainnya non Dipterocarpaceae
Maluku
V = 0,000168 D2,507
55
tad
0,99
HLK
Jenis lainnya non Duabanga dan Toona
NTB
V = 0,000051464 D2,5874
204
tad
0,95
HLK
Shorea leprosula
KALSEL
V = 0,73 + 0,000045(D2H)
tad
tad
tad
HLK
Shorea spp.
Jambi
V = 0,0003053 D
134
20-100
tad
HLK
Shorea spp.
KALBAR V = 0,000372 D
268
23-140
0,97
HLK
Shorea spp.
KALSEL
204
20-154
tad
HLK
Shorea spp.
KALTENG V = 0,0002427 D
172
HLK
Shorea spp.
KALTIM
2,332
188
20-124
0,97
HLK
Shorea spp.
Lampung V = 0,000942 D
2,0647
tad
tad
0,92
HLK
Shorea spp.
Maluku
V = 0,000239 D
2,4329
50
tad
0,99
HLK
Shorea spp.
Riau
V = 0,000507 D
2,1894
100
20-84
0,95
HLK
Shorea spp. dan Dipterocarpus spp.
KALTENG V = 0,000261 D
2,37847
61
10->60
0,99
HLK
Shorea sumatrana
SUMBAR V = 0,0001546 D2,4664
tad
tad
tad
HLK
Toona sureni
NTB
V = 0,00013 D
68
tad
0,97
HLK
Vatica celebencis
SULSEL
V = 0,000313 D
200
20-79
tad
HM
Bruguiera spp.
KALBAR V = 0,00008196 D
80
7-48
tad
V = 0,000107 D
2,5541 2,5728
2,3035
2,25
V = 0,0001865 D
2,4257 2,3894
V = 0,000331 D
2,5017 2,2656 2,568
22,5-118 0,97
20->105 0,97
Pedoman Penggunaan Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa dan Stok Karbon Hutan di Indonesia
19
Tipe Ekosistem
20
Jenis
Lokasi
Model Alometrik
Jumlah Pohon Contoh
DBH (cm)
R2
HM
Rhizophora conjugata
KALTIM
V = 0,0000675 D1,947 H0,714
tad
tad
tad
HM
Rhizophora spp.
KALBAR V = 0,0000534 D2,097 H0,739
180
tad
tad
HM
Rhizophora spp.
Papua Barat
tad
tad
tad
HRG
Dactylocladus stenostachys
KALTENG V = 0,000156 D2,107 H0,445
233
29-79,5
tad
HRG
Dipterocarpacea (Non Shorea)
KALTENG V = 0,000136 D2,5035
tad
tad
0,97
HRG
Gonystylus sp.
KALTENG V = 0,000124 D2,538
tad
tad
0,97
HRG
Jenis lainnya non Dipterocarpaceae dan Gonystylus
KALTENG V = 0,000166 D
tad
tad
0,97
HRG
Intsia sp.
PABAR
246
tad
0,97
HRG
Shorea spp.
KALTENG V = 0,000101 D
tad
tad
0,98
HRG
Vatica spp.
PABAR
246
tad
0,78
HRW
Calopyllum sp.
KALBAR logV = -1,005 + 2,556 logD
107
20-75
0,98
V = 0,00029 D
H
1,890
0,462
2,438
V = 0,000141 D2,477 2,5844
V = 0,0002953 D
2,2705
HT
Acacia auriculiformis JATENG
logV = -4,155 + 2,605 logD
tad
tad
0,95
HT
Acacia mangium
JABAR
logV = -3,321 + 1,99 logD
46
5-35
0,98
HT
Acacia mangium
KALBAR V = 0,000253 D
51
10-35
0,94
HT
Acacia mangium
KALSEL
tad
tad
0,98
HT
Acacia mangium
SUMSEL V = 0,000122 D
103
tad
tad
HT
Agathis loranthifolia
JATENG
tad
tad
0,96
HT
Alstonia sp.
SUMSEL V = 0,000081 D
H
61
tad
0,92
HT
Altingia excelsa
JABAR
V = 0,000257 D2,2563
tad
tad
tad
HT
Dalbergia latifolia
Bali
V = 0,0004757 D
59
tad
0,91
HT
Dalbergia latifolia
JATIM
logV = -3,568 + 2,115 logD
tad
tad
0,83
HT
Dalbergia sisoides
NTT
V = 0,0000723 D
125
tad
0,98
HT
Eucalyptus spp.
NTT
V = 0,00006598 D
130
tad
0,98
HT
Gmelina arborea
SUMSEL V = 0,0000669 D
103
5->30
0,99
HT
Manilkara kauki
Bali
V = 0,00122 D
90
tad
0,84
HT
Paraserianthes falcataria
Banten
V = 0,00011 D
tad
tad
0,94
2,292
V = 0,000328 D
2,2764
2,4697
logV = -3,824 + 2,447 logD
Prosedur Pendugaan Biomassa dan Perhitungan Stok Karbon Hutan
2,06
0,662
2,0449
2,4646 2,5056
1,952
1,7445 2,5414
H
0,794
Tipe Ekosistem
Jenis
Lokasi
Model Alometrik
Jumlah Pohon Contoh
DBH (cm)
R2
HT
Paraserianthes falcataria
JABAR
logV = -3,859 + 2,48 logD
tad
tad
tad
HT
Paraserianthes falcataria
JATIM
logV = -3,702 + 2,423 logD
tad
tad
0,98
HT
Pinus merkusii
JABAR V = 0,0000305 D1,642 H1,356 & JATIM
tad
tad
tad
HT
Pinus merkusii
JATENG
V = 0,00000831 D3,254
100
tad
0,97
HT
Pometia acuminata
PABAR
V = 0,000002 D
H
tad
tad
tad
2,394
1,511
Keterangan: HKr (Hutan Kerangas), HLK (Hutan Lahan Kering), HLKs (Hutan Lahan Kering Sekunder), HM (Hutan Mangrove, HRG (Hutan Rawa Gambut), HRGs (Hutan Rawa Gambut Sekunder), HT (Hutan Tanaman), V (Volume, dalam satuan m3), D (Diameter setinggi dada, dalam satuan cm), H (Tinggi pohon, dalam satuan m), tad (tidak ada data).
Pedoman Penggunaan Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa dan Stok Karbon Hutan di Indonesia
21
Kotak 2: Contoh Pendekatan 3 dan 4 Data hasil kegiatan inventarisasi: Lokasi jenis
: Kalimantan Tengah : Gonystylus bancanus
Hasil pengukuran : No
Jenis
D (cm)
T-tot (m)
1
Gonystylus bancanus
26,1
24,5
2
Gonystylus bancanus
27,4
25,5
3
Gonystylus bancanus
36,9
22,0
4
Gonystylus bancanus
34,7
25,8
5
Gonystylus bancanus
33,4
19,5
6
Gonystylus bancanus
22,9
20,0
7
Gonystylus bancanus
22,9
20,5
8
Gonystylus bancanus
21,7
13,5
9
Gonystylus bancanus
14,9
8,5
10
Gonystylus bancanus
19,4
21,5
Olah Data : Berdasarkan data dan informasi tersebut, penghitungan biomassa tingkat pohon bagian atas dapat menggunakan pendekatan sebagai berikut: Tidak tersedia model alometrik biomassa tetapi tersedia model alometrik volume pohon Gonystylus bancanus spesifik di daerah Kalimantan Tengah, yaitu: V = 0,000124 D2,5379 Serta terdapat informasi: Berat jenis : 630 kg/m3 BEF pohon : 1,67 Maka, biomassa tingkat pohon bagian atas hasil pengukuran tersebut dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan model volume.
22
Prosedur Pendugaan Biomassa dan Perhitungan Stok Karbon Hutan
2.4.4 Pendekatan-4 digunakan apabila model alometrik volume pohon yang dikembangkan untuk suatu jenis atau tipe ekosistem yang akan diduga di lokasi tertentu tidak/belum tersedia, tetapi model alometrik volume pohon untuk jenis atau tipe ekosistem tersebut sudah tersedia atau dikembangkan di lokasi lain. a. Apabila model alometrik volume untuk jenis pohon atau tipe ekosistem yang akan diduga sudah tersedia dari lokasi lain, maka selanjutnya dilakukan pengecekan apakah sebaran diameter pohon hasil inventarisasi berada pada kisaran diameter pohon contoh yang digunakan untuk menyusun model alometrik volume pohon tersebut. b. Apabila diameter pohon hasil inventarisasi berada pada kisaran diameter pohon contoh, maka model alometrik volume yang dikembangkan di lokasi lain tersebut dapat diaplikasikan langsung untuk menduga volume pohon hasil inventarisasi. c. Apabila diameter pohon hasil inventarisasi berada di luar kisaran diameter pohon contoh, maka validasi perlu dilakukan untuk menguji nilai dugaan volume pohon yang dihasilkan oleh model. Apabila nilai dugaan menunjukkan kecenderungan over- atau under-estimate, maka Pendekatan-5 dapat digunakan. d. Pendugaan biomassa tingkat pohon dengan pendekatan volume dibutuhkan informasi tambahan berupa berat jenis pohon dan nilai BEF (biomass expansion factor) pohon. e. Apabila nilai berat jenis kayu untuk jenis pohon yang akan diduga tidak tersedia, maka dapat digunakan nilai rata-rata berat jenis kayu untuk genus tersebut. f. Nilai BEF pohon diperoleh dari perbandingan atau rasio biomassa di atas permukaan tanah terhadap biomassa batang. Beberapa nilai BEF pohon sudah dikembangkan untuk beberapa jenis atau tipe ekosistem hutan di Indonesia (Tabel 3). g. Pendugaan biomassa tingkat pohon dengan menggunakan model alometrik volume (Tabel 4) dilakukan dengan memasukkan peubah penduga (diameter setinggi dada, tinggi pohon) kedalam model alometrik volume sehingga diperoleh nilai volume pohon.
Pedoman Penggunaan Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa dan Stok Karbon Hutan di Indonesia
23
Nilai volume pohon ini kemudian dikalikan dengan berat jenis kayu dan nilai BEF pohon jenis tersebut, atau dirumuskan dengan bentuk umum: B = .BEFpohon.(V = f (D, H))
h. Biomassa tegakan kemudian dapat dihitung dengan cara menjumlahkan biomassa individu-individu pohon penyusun tegakan. 2.4.5 Pendekatan-5 digunakan apabila model alometrik biomassa maupun model alometrik volume pohon yang dikembangkan untuk suatu jenis atau tipe ekosistem yang akan diduga tidak/belum tersedia, tetapi tersedia data tinggi (selain diameter) dari hasil pengukuran atau inventarisasi pohon dalam tegakan. a. Apabila data pengukuran tinggi tersedia, maka dugaan volume pohon dapat diperoleh dengan cara pendekatan rumus geometrik (volume pohon merupakan hasil perkalian antara volume silinder dengan angka bentuk batang). b. Angka bentuk (F) merupakan faktor koreksi, yang dihitung dari perbandingan antara volume batang sebenarnya dengan volume silinder pada diameter dan tinggi yang sama. Apabila informasi angka bentuk batang untuk spesifik jenis yang diduga tidak tersedia, nilai angka bentuk batang umum 0,6 dapat digunakan. c. Pendugaan biomassa pada tingkat pohon dengan menggunakan rumus geometrik volume dilakukan dengan memasukkan hasil pengukuran diameter setinggi dada, tinggi pohon dan angka bentuk batang kedalam rumus: V = 0,25π.(D/100)2.H.F d. Nilai volume pohon kemudian dikalikan dengan berat jenis dan nilai BEF jenis pohon tersebut (Tabel 3). B = .V. BEFpohon
e. Biomassa tegakan kemudian dapat dihitung dengan cara menjumlahkan biomassa individu-individu pohon penyusun tegakan. 24
Prosedur Pendugaan Biomassa dan Perhitungan Stok Karbon Hutan
Kotak 3: Contoh Pendekatan 5 Data hasil kegiatan inventarisasi: Lokasi : Kalimantan Timur Jenis : Macaranga gigantea Hasil pengukuran : No
Jenis
D (cm)
H (m)
1
Macaranga gigantea
14,9
10,0
2
Macaranga gigantea
19,4
11,0
3
Macaranga gigantea
21,7
11,5
4
Macaranga gigantea
22,9
11,5
5
Macaranga gigantea
22,9
11,5
6
Macaranga gigantea
26,1
12,0
7
Macaranga gigantea
27,4
12,0
8
Macaranga gigantea
33,4
13,0
9
Macaranga gigantea
34,7
13,0
10
Macaranga gigantea
36,9
13,5
Olah Data : Berdasarkan data dan informasi tersebut, penghitungan biomassa bagian atas pohon dapat menggunakan pendekatan sebagai berikut: Tidak tersedia persamaan alometrik biomassa maupun volume untuk pohon Macaranga gigantea sehingga dapat digunakan pendekatan volume dengan menggunakan rumus geometrik dengan tambahan informasi angka bentuk, berat jenis dan nilai BEFpohon. Angka bentuk : 0,6 Berat jenis : 370 kg/m3 BEFpohon : 1,43
Pedoman Penggunaan Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa dan Stok Karbon Hutan di Indonesia
25
2.4.6 Pendekatan-6 digunakan apabila terdapat kondisi berikut: (a) tidak tersedia model alometrik biomassa pohon untuk suatu jenis atau tipe ekosistem yang akan diduga, tetapi (b) tersedia model alometrik volume atau data tinggi (selain diameter) yang dapat digunakan sebagai perangkat untuk mendapatkan nilai dugaan volume sesuai dengan jenis pohon dan tipe ekosistem yang akan diduga tersebut; dan (c) tersedia data berat jenis kayu, tetapi (d) tidak tersedia data BEFpohon. a. Apabila nilai BEFpohon yang dikembangkan secara spesifik untuk jenis pohon atau tipe ekosistem yang akan diduga tidak tersedia, maka dapat digunakan pendekatan nilai BEFtegakan. b. Jika informasi tambahan nilai BEFpohon tidak tersedia tetapi berat jenis pohon tersedia, pendugaan biomassa pada tingkat tegakan untuk jenis daun lebar dapat menggunakan nilai BEFtegakan (FAO, 1997) sebesar 1,74 untuk Biomassa batang berdasarkan volume tegakan (BV) ≥ 190 ton/ha atau BEF tegakan = exp {3,213 0,506*ln(BV)} untuk BV < 190 ton/ha, dimana BV=
∑Vpohon.berat jenis luas areal
Sedangkan untuk tegakan konifer (pinus) dapat menggunakan nilai BEFtegakan sebesar 1,3 (IPCC, 2003)
Biomassategakan = BV.BEFtegakan
26
Prosedur Pendugaan Biomassa dan Perhitungan Stok Karbon Hutan
Kotak 4: Contoh Pendekatan 6 dengan BEFtegakan
2.4.7 Pendekatan-7 digunakan apabila terdapat kondisi berikut: (a) tidak tersedia model alometrik biomassa pohon untuk suatu jenis atau tipe ekosistem yang akan diduga, tetapi (b) tersedia model alometrik volume atau data tinggi (selain diameter) yang dapat digunakan sebagai perangkat untuk mendapatkan nilai dugaan volume sesuai dengan jenis pohon dan tipe ekosistem yang akan diduga tersebut; dan (c) tidak tersedia nilai berat jenis kayu, baik untuk spesifik jenis atau kelompok jenis (genus) yang akan diduga a. Jika informasi tambahan berat jenis pohon tidak tersedia, pendugaan biomassa pada tingkat tegakan dapat menggunakan nilai BCEFtegakan, dengan rumus: Biomassategakan=Vtegakan.BCEF
b. Nilai BCEF default dapat diperoleh dari Panduan IPCC (2006) seperti disajikan pada Tabel 5. Pedoman Penggunaan Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa dan Stok Karbon Hutan di Indonesia
27
Tabel 5. Nilai Zona Iklim
Tropis lembab
BCEF (ton/m3) default menurut Panduan IPCC (2006)
Tipe Hutan
Volume tegakan (m3/ha) <10
11-20
21-40
Konifer
4 (3-6)
1,75 (1,4-2,4)
1,25 (1-1,5)
Hutan alam
9 (4-12)
41-60
61-80
80-120
120-200
>200
1 0,8 (0,8-1,2) (0,7-1,2)
0,76 (0,6-1)
0,7 0,7 (0,6-0,9) (0,6-0,9)
4 2,8 2,05 1,7 (2,5-4,5) (1,4-3,4) (1,2-2,5) (1,2-2,2)
1,5 (1-1,8)
1,3 0,95 (0,9-1,6) (0,7-1,1)
Kotak 5: Contoh Pendekatan 7 dengan BCEF
2.5 Perhitungan Stok Karbon 2.5.1 Pendugaan stok karbon berdasarkan biomassa dibutuhkan nilai faktor konversi biomassa ke stok karbon yang disebut dengan fraksi karbon, dirumuskan: Stok karbon = Fraksi karbon x Biomassa
2.5.2 Nilai fraksi karbon sebaiknya menggunakan nilai yang sesuai dengan jenis dan tipe ekosistem (Tabel 6) yang diduga. 28
Prosedur Pendugaan Biomassa dan Perhitungan Stok Karbon Hutan
Tabel 6. Fraksi
No
karbon beberapa jenis pohon di Indonesia Jenis/tipe hutan
Fraksi karbon pohon (%)
1
Acacia crassicarpa
38
2
Acacia mangium
45
3
Arenga pinnata
38
4
Bruguiera gymnorrhiza
47
5
Camellia sinensis
43
6
Cotylelobium burckii
52
7
Dipterocarpus kerrii
53
8
Eucalyptus grandis
45
9
Hevea brasiliensis
40
10
Hutan Lahan Kering
48
11
Hutan Rawa Gambut
45
12
Hutan Rawa Gambut (fire)
45
13
Nypa fruticans
39
14
Paraserianthes falcataria
44
15
Rhizophora spp (anakan)
39
16
Elaeis guineensis
55
17
Shorea parvifolia
54
18
Shorea spp.
55
19
Tectona grandis
49
2.5.3 Apabila nilai fraksi karbon yang spesifik jenis atau tipe ekosistem tidak tersedia, nilai default IPCC sebesar 0,47 dapat digunakan. 2.5.4 Konversi stok karbon ke CO2-ekuivalen dapat menggunakan perbandingan massa atom relatif C (12) dengan massa molekul relatif CO2 (44), dirumuskan: CO2-ekuivalen = (44/12) x stok karbon
Pedoman Penggunaan Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa dan Stok Karbon Hutan di Indonesia
29
Kotak 6. Contoh Perhitungan Stok Karbon dan CO2-ekuivalen
30
Prosedur Pendugaan Biomassa dan Perhitungan Stok Karbon Hutan
Lampiran 2. Peraturan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Nomor : P. 01/VIII-P3KR/2012 Tanggal : 26 November 2012
PENYAJIAN HASIL PENDUGAAN BIOMASSA DAN PERHITUNGAN STOK KARBON HUTAN 1. Prinsip 1.1 P enyajian hasil dilakukan dalam rangka penyampaian data dan informasi hasil pelaksanaan kegiatan sebagai bahan sumber informasi. 1.2 P enyajian hasil hendaknya disajikan secara ringkas, sederhana dan jelas dengan memperhatikan kaidah dan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1.2.1 Keterbukaan (transparency): informasi tersedia dengan mudah, terbuka dan mudah diakses untuk keperluan kaji ulang dan verifikasi. 1.2.2 Keakuratan (accuracy): tingkat akurasi dan ketidakpastian dari data harus diketahui dan diinformasikan. 1.2.3 Kekonsistenan (consistency): metode pendekatan dalam pengukuran dilakukan secara sistematik dan konsisten. 1.2.4 Kelengkapan (completeness): data, sumber informasi, metode pengambilan contoh dan pengumpulan data, hasil analisa dan asumsi yang digunakan, disampaikan secara lengkap. 1.2.5 Dapat diperbandingkan (comparability): data dan hasil analisa harus dapat diperbandingkan dengan data dan hasil analisa dari lokasi lainnya.
Pedoman Penggunaan Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa dan Stok Karbon Hutan di Indonesia
31
2. Jenis Data dan Informasi 2.1 Jenis data dan informasi yang disajikan setidaknya terdiri dari: 2.1.1 Kondisi umum lokasi: letak administrasi, geografis, kondisi lingkungan dan kondisi hutan 2.1.2 Metode: Plot sampling, pendekatan dan model alometrik yang digunakan 2.1.3 Nilai dugaan: Biomassa, stok karbon dan CO2-ekuivalen 2.2 Penyajian hasil dibuat secara ringkas dalam bentuk spreadsheet untuk selanjutnya dikompilasi dalam basis data.
32
Penyajian Hasil Pendugaan Biomassa dan Perhitungan Stok Karbon Hutan
Contoh: Penyajian Hasil
26
Pedoman Penggunaan Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa dan Stok Karbon Hutan di Indonesia
33
Pedoman
Penggunaan Model
untuk Pendugaan Biomassa dan Stok Karbon Hutan di Indonesia Peraturan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Nomor: P.01/VIII-P3KR/2012
ISBN: 978-979-3145-97-6
9 789 793 14 597 6 KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KONSERVASI DAN REHABILITASI Prosedur Pendugaan Biomassa dan Perhitungan Stok Karbon Hutan