PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
Gambar : TPA Regional Bangklet (Kab Bangli Prop. Bali)
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
K ATA PENGANTAR
Puji Syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmatNya kita dapat menyusun buku Pedoman Pembentukan TPA Regional ini. Buku Pedoman ini disusun dengan maksud sebagai petunjuk pelaksanaan dan acuan bagi para penyelenggara pembangunan dalam pembentukan kelembagaan TPA Regional dan ditujukan untuk membantu Pemerintah Daerah dalam pembentukan kelembagaan TPA Regional yang berwawasan lingkungan efektif, efisien dan berkelanjutan. Segala ketentuan dan aturan yang tercantum dalam pedoman ini disusun melalui kajian dan hasil evaluasi atas penerapan percontohan TPA Regional di beberapa kota di Indonesia, antara lain TPA Regional Bangklet (Bali), TPA Regional Bandung Raya (Jabar) TPA Regional Solok (Sumbar) TPA Regional Maminasata (Sulsel) TPA Regional Gorontalo (Gorontalo), TPA Regional Pekalongan (Jawa Tengah) dalam bentuk fasilitasi bantuan teknis penyelenggaraan pengembangan prasarana dan sarana persampahan. Proses penyusunan pedoman ini melibatkan banyak narasumber dan pakar dari Perguruan Tinggi, Departemen/Instansi terkait yaitu Departemen Keuangan dan Depertemen dalam Negeri serta Pemerintah Daerah. Pedoman ini digunakan secara bersamaan dan saling melengkapi dengan SNI tentang persampahan, pedoman yang terkait dengan pengelolaan persampahan, serta mengacu pada peraturan perundang-undangan dan peraturan lain yang terkait yaitu yang mengatur tentang kerja sama daerah, organisasi perangkat daerah dan pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah. Kami berharap semoga pedoman ini bermanfaat bagi para pemangku kepentingan dan akhir kata kami ucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga tersusunnya buku ini. Semoga buku ini bermanfaat bagi kita semua.
Jakarta, Nopember 2009 Direktorat Jenderal Cipta Karya Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
i KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .............................................................................................. i DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii I. PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5. 1.6.
Latar Belakang ................................................................................. 1 Maksud dan Tujuan ......................................................................... 2 Landasan Hukum ............................................................................. 2 Definisi dan Pengertian ................................................................... 3 Ruang Lingkup ................................................................................. 3 Tahapan Pembentukkan Kelembagaan TPA Regional ...................... 5
II. TAHAPAN PERSIAPAN ..................................................................................... 6
2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 2.7. 2.8.
Studi Pendahuluan .......................................................................... 6 Sosialisasi ........................................................................................ 7 Detail Engineering Design (DED) ..................................................... 8 Penawaran Kerjasama Antar Daerah .............................................. 9 Penyiapan Kesepakatan Bersama ................................................... 10 Penandatanganan Kesepakatan Bersama ....................................... 11 Penyiapan Perjanjian Kerja Sama .................................................... 12 Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama ........................................ 13
III. TAHAPAN PEMBANGUNAN ............................................................................. 14
3.1. Pembentukan UPTD ........................................................................ 15 3.2. Struktur Organisasi ......................................................................... 15
IV. TAHAPAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN ..................................................... 19
4.1. 4.2. 4.3. 4.4.
Penyusunan Standar Operasional dan Prosedur (SOP) ................... Pelatihan dan Penyuluhan .............................................................. Pengembangan Kemitraan dan Peran Serta Masyarakat ............... Peningkatan Kelembagaan PPK-BLUD ............................................
19 20 20 21
V. TAHAPAN PASCA OPERASI ............................................................................ 22
5.1. Pentupan TPA Regional .................................................................. 22 5.2. Pemantauan dan Evalausi .............................................................. 23
LAMPIRAN - Contoh Naskah Kesepakatan Bersama ........................................... 39 - Contoh Naskah Perjanjian Kerjasama ............................................. 43
iii KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
PEDOMAN PEMBENTUK AN KELEMBAGA AN TPA REGIONAL
I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Semua sistem pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah di Indonesia, pada awalnya didisain dengan sistem sanitary landfill, namun dalam implementasinya hampir semua TPA saat ini dioperasikan dengan open dumping. Sementara itu dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 berimplikasi pada keharusan pemda menerapkan sistem sanitary landfill pada TPA yang dioperasikan. Di dalam Undang-Undang tersebut diamanatkan bahwa Pemerintah Daerah harus membuat perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 1 (satu) tahun dan diharuskan menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undang tersebut. Amanat Undang-Undang tersebut, akan berimplikasi bagi Pemerintah Daerah di dalam pengelolaan sampah. Hal ini mengingat pembuatan maupun pengelolaan TPA dengan sistem sanitary landfill membutuhkan biaya yang cukup besar. Biaya operasional yang mahal dimulai dari pengadaan alat berat, penyediaan tanah penutup, operasi dan pemeliharaan, sampai penyediaan tenaga yang terdidik dalam mengelola sanitary landfill. Di sisi lain kemampuan keuangan Pemerintah Pusat maupun alokasi keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota saat ini di dalam mengelola sampah masih sangat tebatas. Demikian halnya dengan retribusi yang diterima oleh Pemerintah Daerah dari hasil pengelolaan sampah tidak pernah mampu menutupi keperluan operasionalnya. Sehingga masih terjadi ketidakseimbangan antara biaya operasional dan pendapatan di dalam pengelolaan sampah. Selain itu, penerapan sistem sanitary landfill juga membutuhkan lokasi berupa lahan yang cukup luas dan memenuhi persyaratan teknis tertentu. Sementara tidak semua Pemerintah Daerah memiliki lahan yang cukup dan sesuai dengan persyaratan lokasi TPA. Oleh karenanya untuk mengatasi hal tersebut, salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan mengupayakan pengelolaan sampah regional terpadu dan terintegrasi antar Pemerintah Daerah. 1 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Di dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan Dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP) juga telah ditetapkan salah satu sasaran yang akan dicapai adalah peningkatan kualitas pengelolaan TPA menjadi sanitary landfill untuk kota metropolitan dan kota besar, serta controlled landfill untuk kota sedang dan kota kecil, serta tidak dioperasikannya TPA secara open dumping. Salah satu strategi yang ditempuh untuk mewujudkan hal tersebut yaitu dengan meningkatkan Pengelolaan TPA Regional. Hal ini didasari kenyataan bahwa kota-kota besar pada umumnya mengalami masalah dengan lokasi TPA yang semakin terbatas dan sulit diperoleh. Melalui
kerjasama
pengelolaan
TPA
antara
kota/kabupaten
akan
sangat
membantu penyelesaian masalah dengan mempertimbangkan solusi yang saling menguntungkan. Kerjasama antar daerah dalam TPA Regional tentu tidak berhenti sampai pada tahap pembangunan semata, tetapi juga sampai pada tahap pengelolaan (operasi dan pemeliharaan). Oleh karenanya dibutuhkan kelembagaan yang tidak hanya mampu mengakomodir kepentingan-kepentingan seluruh pihak yang berkerjasama, namun juga harus dibangun berdasarkan ketentuan-ketentuan di dalam peraturan perundangan yang terkait. Dengan demikian maka diperlukan sebuah perencanaan kelembagaan yang memadai, di mana sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerja Sama Daerah, peran Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah (TKKSD) yaitu tim yang dibentuk oleh Kepala Daerah untuk membantu Kepala Daerah dalam menyiapkan kerja sama daerah, menjadi sangat penting.
1.2.
Maksud dan Tujuan Pedoman ini dimaksudkan sebagai petunjuk pelaksanaan dan acuan bagi para penyelenggara dalam pembentukan kelembagaan TPA Regional.
2 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Pedoman ini bertujuan untuk membantu Pemerintah Daerah dalam pembentukan kelembagaan TPA Regional agar dapat mewujudkan pengelolaan TPA Regional yang berwawasan lingkungan secara efektif, efisien dan berkelanjutan.
1.3.
Landasan Hukum a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
b. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. c. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang d. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. e. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Kerja Sama Daerah.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah.
g. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum.
h. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 Tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
i.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
antara
Pemerintah,
Pemerintahan
Daerah
Provinsi,
dan
j. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2009 tentang Tata Cara
Pembinaan dan Pengawasan.
k. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.
l. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis
Tata Cara Kerja Sama Daerah.
m. Peraturan
Menteri
Kebijakan
Dan
Pekerjaan
Persampahan (KSNP-SPP).
Strategi
Umum
Nasional
Nomor
21/PRT/M/2006
Pengembangan
Sistem
tentang
Pengelolaan
n. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis
Penataan Organisasi Perangkat Daerah.
3 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
1.4. Definisi dan Pengertian Dalam buku pedoman ini yang dimaksud dengan : a. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau dari proses
alam yang berbentuk padat.
b. Tempat pemrosesan akhir (TPA) adalah tempat untuk memroses dan
mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan
lingkungan selanjutnya disebut TPA.
c. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis dan berkesinambuangan
yang meliputi pemilahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, dan
pemrosesan akhir sampah.
d. Pemerintah
daerah
adalah
gubernur,
bupati,
atau
walikota,
dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
e. Kesepakatan bersama adalah persetujuan para pihak untuk melakukan kerja sama. f. Kerja sama daerah adalah kesepakatan antara gubernur dengan bupati/
wali kota dan dengan bupati/wali kota yang lain, yang dibuat secara
tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban.
g. Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah selanjutnya disingkat TKKSD adalah tim yang
dibentuk oleh Kepala Daerah untuk membantu Kepala Daerah dalam menyiapkan
kerja sama daerah.
h. Tempat Pemrosesan Akhir Regional adalah
tempat untuk meroses dan
mengembalikan sampah ke media lingkungan yang dikelola secara bersama-sama
oleh dua atau lebih Kabupaten/Kota dalam satu Provinsi, selanjutnya
disebut TPA Regional.
i. Unit Kerja TPA Regional adalah Unit Pelaksana Teknis pada Dinas (UPTD) yang
menangani bidang Pekerjaan Umum di Provinsi yang melaksanakan kegiatan
teknis operasional TPA Regional dan mempunyai wilayah kerja beberapa daerah
kabupaten/kota.
j. Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah Satuan
Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
di
pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang
dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
lingkungan
pemerintah
daerah
yang
dibentuk
untuk
4 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
memberikan
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
k. Pola Pengelolaan Keuangan BLUD, yang selanjutnya disingkat PPK-BLUD adalah
pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk
menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan
pengelolaan keuangan daerah pada umumnya.
1.5. Ruang Lingkup Ruang Lingkup Pedoman ini meliputi : a. Tahapan Persiapan berupa studi pendahuluan yang terdiri dari pembuatan master
plan, studi kelayakan, penyusunan AMDAL; sosialisasi; pembuatan DED; penawaran
rencana
kesepakatan bersama; penyiapan perjanjian kerja sama; dan penandatanganan
perjanjian kerja sama.
kerjasama,
penyiapan
kesepakatan
bersama;
penandatanganan
b. Tahapan Pembangunan yang terdiri dari pembentukan UPTD dan penyusunan
struktur organisasi.
c. Tahapan Operasional dan Pemeliharaan yang meliputi : penyusunan standar
operasional dan prosedur (SOP); pelatihan dan penyuluhan; pengembangan
kemitraan dan peran serta masyarakat; serta peningkatan kelembagaan PPK-BLUD.
d. Tahapan Pasca Operasional yang meliputi : penutupan TPA Regional dan
Pemantauan dan Evaluasi.
5 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
1.6.
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Tahapan Pembentukkan Kelembagaan TPA Regional
6 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
7 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
Gambar : Workshop Pengembangan Kelembagaan TPA Regional di Jakarta
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
II.
TAHAPAN PERSIAPAN
2.1.
Studi Pendahuluan Pembangunan TPA regional diawali dengan studi pendahuluan yang meliputi penyusunan Master Plan, Studi Kelayakan, dan penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), yang inisiatif dan pelaksanaannya (pemrakarsa) dapat dilakukan oleh : a. pemerintah (pusat), apabila TPA regional yang akan dibangun merupakan TPA
regional lintas provinsi;
b. pemerintah (provinsi) apabila TPA regional yang akan dibangun merupakan
TPA regional lintas kabupaten/kota;
c. pemerintah kabupaten/kota apabila pemerintah kabupaten/kota berkeinginan
membangun TPA regional untuk dua atau lebih kabupaten/kota.
Master Plan Master plan atau rencana induk adalah rencana pengelolaan sampah secara keseluruhan mulai dari pengumpulan, pengangkutan, pengurangan, dan pemrosesan akhir. Selain itu dalam rencana induk berisikan rencana aspek manajemen termasuk rencana garis besar tentang kelembagaan. Untuk menyusun rencana induk ini harus diperhitungkan dengan selang waktu yang berlaku minimal 20 tahun ke depan. Hal ini untuk menjaga agar masa berlaku pengelolaan sampah tidak terlalu boros dalam pengoperasiannya. Rencana induk ini secara teknis dapat mengacu pada ketentuan yang terdapat pada pedoman pembangunan TPA (SNI 03-3241-1994 dan SNI 19-24542002).
Study Kelayakan Studi Kelayakan adalah suatu penelitian untuk menilai suatu proyek layak atau tidak untuk didirikan. Pembahasannya yang tercakup di dalam studi ini umumnya adalah perencanaan lokasi yang sudah melihat hubungannya dengan manajemen kendaraan dan angkutan sampah, manajemen pengelolaan, dan teknik pengumpulan. Selain itu Studi Kelayakan juga harus meneliti kelayakan dalam aspek finansial. Aspek finansial ini harus dihitung secara mendetail
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
kelayakan pengolahan sampah di TPS dan TPA. Studi kelayakan secara teknis mengacu
9 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
pada ketentuan yang terdapat pada pedoman pembangunan TPA (SNI 03-3241-1994 dan SNI 19-2454-2002).
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Analisis mengenai Dampak Lingkungan adalah studi yang membahas mengenai dampak yang terjadi akibat dari pembangunan TPA regional tersebut yang ditinjau dari berbagai bidang studi. Tinjauan studi ini antara lain terhadap masalah lingkungan yaitu badan air, udara, tanah, dan biologi (flora dan fauna). Juga studi masalah sosial meliputi masalah kesehatan, ekonomi, dan budaya. Tujuannya adalah agar tidak terjadi efek samping yang bersifat negatif terhadap lingkungan alam dan lingkungan sosial. Berbagai studi pendahuluan yang dilakukan harus berdasarkan pada asas-asas pengelolaan sampah yaitu : a. asas “tanggung jawab” adalah bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah
mempunyai tanggung jawab pengelolaan sampah dalam mewujudkan hak
masyarakat terhadap lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
b. asas “berkelanjutan” adalah bahwa pengelolaan sampah dilakukan dengan
menggunakan metode dan teknik yang ramah lingkungan sehingga tidak
menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan,
baik pada generasi masa kini maupun pada generasi yang akan datang.
c. asas “manfaat” adalah bahwa pengelolaan sampah perlu menggunakan
pendekatan yang menganggap sampah sebagai sumber daya yang dapat
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
d. asas “keadilan” adalah bahwa dalam pengelolaan sampah, Pemerintah
dan pemerintah daerah memberikan kesempatan yang sama kepada masyarakat
dan dunia usaha untuk berperan secara aktif dalam pengelolaan sampah.
e. asas “kesadaran” adalah bahwa dalam pengelolaan sampah, Pemerintah dan
pemerintah daerah mendorong setiap orang agar memiliki sikap, kepedulian, dan
kesadaran untuk mengurangi dan menangani sampah yang dihasilkannya.
f. asas “kebersamaan” adalah bahwa pengelolaan sampah diselenggarakan dengan
melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
g. asas “keselamatan” adalah bahwa pengelolaan sampah harus menjamin
10 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
keselamatan manusia.
h. asas “keamanan” adalah bahwa pengelolaan sampah harus menjamin dan
melindungi masyarakat dari berbagai dampak negatif.
i. asas “nilai ekonomi” adalah bahwa sampah merupakan sumber daya yang
2.2.
mempunyai nilai ekonomi yang dapat dimanfaatkan sehingga memberikan
nilai tambah.
Sosialisasi Master plan (rencana induk), studi kelayakan, dan Amdal selanjutnya disosialisasikan kepada pihak terkait, termasuk kepada masyarakat yang berada di lingkungan lokasi TPA Regional. Apabila dari hasil sosialisasi tersebut terjadi penolakan, maka dilakukan penyusunan ulang atas Master plan, studi kelayakan dan Amdal tersebut. Pelaksanaan sosialisasi dapat menggunakan komunikasi massa atau komunikasi tatap muka. Bentuk komunikasi massa yang dapat digunakan yaitu poster, leaflet, spanduk, koran atau brosur. Sedangkan komunikasi tatap muka dapat dilakukan melalui kunjungan rumah, penyuluhan dari warga ke warga, media diskusi kelompok, lokakarya, musyawarah desa, pengajian, arisan warga, dan sebagianya. Pelaksanaan sosialisasi dapat semakin efektif apabila menggunakan komunikasi gabungan yaitu antara komunikasi massa dengan komunikasi tatap muka. Misalnya, instrumen komunikasi massa seperti leaflet, kalender atau brosur disampaikan kepada warga melalui pihak lain (seperti penerbit atau dititipkan di koran-koran), namun bisa juga melalui komunikasi tatap muka seperti dengan cara kunjungan rumah, atau pertemuan kelompok, pertemuan umum, pengajian atau arisan warga. Sebaliknya, dalam acara pertemuan warga, kita juga bisa meminta waktu untuk menyerahkan poster atau brosur untuk dibagikan kepada peserta pertemuan. Pembiayaan sosialisasi hasil studi pendahuluan sepenuhnya menjadi tanggung jawab inisiator/pemrakarsa dan apabila hasil sosialisasi telah diterima oleh berbagai pihak yang terkait, dilanjutkan dengan pembuatan Detail Engineering Design (DED).
11 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
2.3. Detail Engineering Design (DED) Detail Engineering Design (DED) adalah studi untuk menyusun detail rancangan bangunan yang akan digunakan, dalam hal ini pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Dalam Rancangan Detail ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain: a. Analisis timbulan dan komposisi sampah, yaitu untuk mengukur besarnya
volume sampah dan komposisi sampah yang diproduksi dari masyarakat
dan lingkungan lainnya.
b. Penentuan teknik pemindahan sampah, yaitu untuk memperhitungkan
jumlah dan besar truk sampah sebagai alat pengangkut sampah. Juga untuk
ritasi truk yang masuk dan keluar TPA.
c. Analisis perhitungan pengurangan sampah, yaitu untuk mengukur jumlah
sampah-sampah yang dapat dikurangi melalui metode 3R, sehingga dapat
diketahui jumlah sampah yang masuk ke TPA
d. Pengumpulan data lokasi TPA, dengan memperhatikan antara lain:
• Lingkungan
di sekitarnya:
· Kondisi sosial budaya masyarakat, · badan sungai, · persawahan, dlsb,
• topografi/geografi
• geologi
• hidrologi,
• jarak
tanah,
(jenis dan sifat tanah),
dengan lokasi pengambilan.
e. Penentuan teknologi pemrosesan sampah. Ada beberapa teknik pemrosesan
sampah di TPA, metode pemrosesan harus dilihat dari berbagai masalah di
lahan yang telah dipilih (daur ulang/komposting, gas dan pengolahan sebagai
energi listrik, pengolahan lindi).
Pengumpulan data untuk menunjang DED ini diambil dari data primer dan s ekunder. Selanjutnya data tersebut perlu dianalisis dan dievaluasi diikuti dengan: 1. Pembuatan gambar teknis dan design note.
2. Rencana anggaran biaya (RAB) Pembangunan TPA,
3. Rancangan Kelembagaan yang akan mengelola TPA, 4. Pembuatan Dokumen tender. 12 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Pembiayaan pembuatan DED (Detail Engineering Design) sepenuhnya menjadi tanggung jawab inisiator/pemrakarsa.
2.4.
Penawaran Kerjasama Antar Daerah Untuk menyiapkan kerja sama daerah, Bupati/Walikota membentuk Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah (TKKSD) yang bertugas menyiapkan rencana kerja sama yang meliputi : 1) menyusun rencana kerja sama TPA Regional yang akan dikerjasamakan
dengan daerah lain;
2) menyiapkan informasi dan data yang lengkap mengenai TPA Regional; dan 3) analisis mengenai manfaat dan biaya kerja sama yang terukur bahwa
TPA Regional lebih bermanfaat apabila dikerjasamakan dengan daerah lain
daripada dikelola sendiri.
TKKSD kabupaten/kota terdiri atas: a. Ketua
: Sekretaris Daerah
b. Wakil Ketua I
: Asisten yang membidangi kerja sama daerah
c. Wakil Ketua II
: Kepala Bappeda
d. Sekretaris
: Kepala Bagian yang membidangi kerja sama daerah
e. Anggota Tetap
: - Kepala Bagian Hukum
- Kepala Bagian Pemerintahan - Kepala SKPD yang membidangi keuangan dan f. Anggota Tidak Tetap
pengelolaan asset
: - Kepala SKPD yang menangani Bidang Pekerjaan
Umum
- Kepala SKPD yang terkait dengan pelaksanaan
kerja sama
g. Tenaga ahli/pakar. Kepala daerah kabupaten/kota yang memprakarsai pembangunan TPA regional menawarkan rencana kerja sama kepada kepala daerah yang lain mengenai pembangunan pengelolaan TPA Regional melalui Surat Penawaran yang tembusannya disampaikan kepada Gubernur, Menteri Dalam Negeri, Departemen Pekerjaan Umum dan DPRD dari daerah yang menawarkan. 13 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Surat penawaran kerja sama Kepala Daerah sekurang-kurangnya memuat: 1) Objek yang akan dikerjasamakan; 2) Manfaat kerja sama terhadap pembangunan daerah; 3) Bentuk kerja sama; 4) Tahun anggaran dimulainya kerja sama; 5) Jangka waktu kerja sama. Dalam surat penawaran kerja sama dilampirkan informasi dan data berupa kerangka acuan/proposal objek yang akan dikerjasamakan. Apabila dipandang lebih efektif, maka sebagaimana ketentuan yang terdapat di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerja Sama Daerah, TKKSD, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota dalam melaksanakan tugasnya dapat membentuk Tim Teknis untuk menyiapkan materi teknis terhadap objek yang akan dikerjasamakan. Atas penawaran kerja sama tersebut, pemerintah daerah kabupaten/kota yang akan menjadi calon mitra kerja sama juga membentuk TKKSD yang mempunyai tugas utama menilai proposal dan studi kelayakan dalam penawaran kerja sama. Apabila Kepala Daerah setelah membahas dengan TKKSD, menerima penawaran kerja sama tersebut, maka selanjutnya memberikan jawaban tertulis atas rencana kerja sama. Dalam hal pemrakarsa TPA Regional adalah pemerintah daerah provinsi, maka Gubernur menawarkan rencana kerja sama kepada beberapa kepala daerah kabupaten/kota yang ada di wilayahnya mengenai pembangunan pengelolaan TPA Regional. Perlu diperhatikan bahwa kerja sama antar daerah harus didasari prinsip-prinsip: a. Efisiensi adalah upaya pemerintah daerah melalui kerja sama untuk menekan
biaya guna memperoleh suatu hasil tertentu atau menggunakan biaya yang
sama tetapi dapat mencapai hasil yang maksimal.
b. Efektivitas adalah upaya pemerintah daerah melalui kerja sama untuk
mendorong pemanfaatan sumber daya para pihak secara optimal dan
bertanggungjawab untuk kesejahteraan masyarakat.
c. Sinergi adalah upaya untuk terwujudnya harmoni antara pemerintah,
14 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
masyarakat dan swasta untuk melakukan kerja sama demi terwujudnya
kesejahteraan masyarakat.
d. Saling menguntungkan adalah pelaksanaan kerja sama harus dapat memberikan
keuntungan bagi masing-masing pihak dan dapat memberikan manfaat bagi
masyarakat.
e. Kesepakatan bersama adalah persetujuan para pihak untuk melakukan kerja sama. f. Itikad baik adalah kemauan para pihak untuk secara sungguh-sungguh
melaksanakan kerja sama.
g. Mengutamakan
kepentingan
nasional
dan
keutuhan
wilayah
Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah seluruh pelaksanaan kerja sama daerah
harus dapat memberikan dampak positif terhadap upaya mewujudkan
kemakmuran, kesejahteraan masyarakat dan memperkokoh Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
h. Persamaan kedudukan adalah persamaan dalam kesederajatan dan kedudukan
hukum bagi para pihak yang melakukan kerja sama daerah.
i. Transparansi adalah adanya proses keterbukaan dalam kerja sama daerah. j. Keadilan adalah adanya persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan para
pihak dalam melaksanakan kerja sama daerah.
k. Kepastian hukum adalah bahwa kerja sama yang dilakukan dapat mengikat
secara hukum bagi para pihak yang melakukan kerja sama daerah.
2.5. Penyiapan Kesepakatan Bersama Setelah menerima jawaban persetujuan, TKKSD masing-masing segera membahas rencana KSAD dan menyiapkan Kesepakatan Bersama yang merupakan pokok-pokok kerja sama yang memuat: 1) Identitas para pihak; 2) Maksud dan tujuan; 3) Objek dan ruang lingkup kerja sama; 4) Bentuk kerja sama; 5) Sumber biaya; 6) Tahun anggaran dimulainya pelaksanaan kerja sama; 7) Jangka waktu berlakunya kesepakatan bersama, paling lama 12 (dua belas) bulan dan
8) Rencana kerja yang memuat:
15 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
a. Jangka waktu penyusunan rancangan perjanjian kerja sama masing-masing
TKKSD yang merupakan tindak lanjut dari kesepakatan bersama.
b. Tanggal pembahasan bersama rancangan perjanjian kerja sama oleh TKKSD
masing-masing.
c. Jadwal penandatanganan perjanjian KSAD. Rencana kerja tersebut dijadikan
lampiran dalam kesepakatan bersama dan ditandatangani oleh masing-masing
kepala daerah.
Rancangan Kesepakatan Bersama selanjutnya disampaikan kepada Gubernur oleh Bupati/Walikota Pemrakarsa, disertai dengan surat permohonan agar pemerintah provinsi memfasilitasi kerja sama antar daerah yang akan dilaksanakan tersebut. Gubernur juga membentuk TKKSD yang dalam hal ini mempunyai tugas utama : menilai proposal berupa Rancangan Kesepakatan Bersama; memberikan rekomendasi kepada gubernur untuk penandatanganan kesepakatan bersama dan perjanjian kerja sama; serta melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kerjasama daerah kabupaten/kota. TKKSD propinsi/kota terdiri atas: a. Ketua
: Sekretaris Daerah
b. Wakil Ketua I
: Asisten yang membidangi kerja sama daerah
c. Wakil Ketua II
: Kepala Bappeda
d. Sekretaris
: Kepala Biro yang membidangi kerja sama
daerah e. Anggota Tetap
: - Kepala Biro Hukum - Kepala SKPD yang membidangi Pemerintahan - Kepala SKPD yang membidangi keuangan dan
f. Anggota Tidak Tetap
pengelolaan asset.
: - Kepala SKPD yang menangani Bidang
Pekerjaan Umum
- Kepala SKPD yang terkait dengan
pelaksanaan kerja sama
g. Tenaga ahli/pakar
16 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
TKKSD juga bertugas memberikan bimbingan, supervisi, dan konsultasi kepada daerah kabupaten/kota dalam penyusunan materi, finalisasi kesepakatan, dan penyusunan perjanjian kerja sama.
2.6. Penandatanganan Kesepakatan Bersama TKKSD dalam penandatanganan kesepakatan, membantu pemerintah daerah kabupaten/kota dalam berkoordinasi dengan Gubernur dan Menteri Pekerjaan Umum, untuk mendukung kesepakatan KSAD. Apabila Gubernur telah memberikan persetujuan atas Rancangan Kesepakatan Bersama tersebut dan menyatakan kesediaan pemerintah daerah provinsi yang bersangkutan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kerjasama daerah kabupaten/kota, dapat dilakukan penandatanganan naskah Kesepakatan Bersama oleh para pihak terkait, termasuk dalam hal ini Gubernur yang bersangkutan. Kesepakatan Bersama antar daerah ditandatangani oleh masing-masing Kepala Daerah dan dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan para pihak serta dapat disaksikan oleh Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pekerjaan Umum.
2.7.
Penyiapan Perjanjian Kerja Sama Atas dasar Kesepakatan Bersama tersebut, selanjutnya Bupati/Walikota melalui TKKSD masing-masing daerah menyiapkan Rancangan Perjanjian Kerja Sama penyelenggaraan TPA Regional yang memuat paling sedikit: 1) Subjek kerja sama; 2) Objek kerja sama; 3) Ruang lingkup kerja sama; 4) Hak dan kewajiban; 5) Jangka waktu kerja sama; 6) Keadaan memaksa (force majeure); 7) Penyelesaian perselisihan; dan 8) Pengakhiran kerja sama;
17 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Dalam Rancangan Perjanjian Kerja Sama juga dicantumkan jadual waktu dan tahapan pembanguan TPA Regional dan rencana bentuk dan organisasi Unit Kerja yang akan mengelola Dalam perjanjian kerja sama, Kepala Daerah kabupaten/kota menyatakan bahwa pelaksanaan pengelolaan TPA Regional selanjutnya akan dilakukan oleh UPTD di bawah Dinas Pekerjaan Umum provinsi. Dalam menyiapkan rancangan perjanjian kerja sama, dapat meminta bantuan pakar/ tenaga ahli dan atau berkonsultasi dengan Departemen Dalam Negeri dan Departemen Pekerjaan Umum. Setelah ada kesepakatan, TKKSD menyiapkan rancangan akhir perjanjian KSAD. Ketua TKKSD masing-masing memberikan paraf pada rancangan perjanjian KSAD dan menyerahkan kepada Kepala Daerah masing-masing untuk ditandatangani dengan memperhatikan jadwal yang ditetapkan dalam rencana kerja. Materi perjanjian kerja sama yang telah disepakati dituangkan dalam format perjanjian kerjasama sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam kaitan ini perlu diperhatikan ketentuan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah yang menyebutkan bahwa Rencana kerja sama daerah yang membebani daerah dan masyarakat harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan ketentuan apabila biaya kerja sama belum teranggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun anggaran berjalan dan/atau menggunakan dan/atau memanfaatkan aset daerah. Namun apabila kerja sama daerah yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi dari satuan kerja perangkat daerah dan biayanya sudah teranggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun anggaran berjalan tidak perlu mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Untuk mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap kerja sama daerah dalam penyelenggaraan TPA Regional yang akan membebani daerah dan masyarakat, gubernur/bupati/wali kota menyampaikan surat dengan melampirkan rancangan perjanjian kerja sama kepala daerah kepada Ketua Dewan Perwakilan
18 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Rakyat Daerah dengan memberikan penjelasan mengenai: a. tujuan kerja sama pembangunan dan pengelolaan TPA Regional. b. objek yang akan dikerjasamakan. c. hak dan kewajiban meliputi:
- besarnya kontribusi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang dibutuhkan
untuk pelaksanaan kerja sama pembangunan dan pengelolaan TPA Regional.
- keuntungan yang akan diperoleh berupa barang, uang, atau jasa dari
penerapan TPA Regional. d. jangka waktu kerja sama pembangunan dan pengelolaan TPA Regional. e. besarnya pembebanan yang dibebankan kepada masyarakat dan jenis
2.8.
pembebanannya.
Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Sebelum penandatanganan Perjanjian Kerja Sama, TKKSD membantu pemerintah daerah dalam berkoordinasi dengan Gubernur, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pekerjaan Umum, untuk hadir menyaksikan penandatanganan perjanjian KSAD. Perjanjian kerjasama antar daerah selanjutnya ditandatangani oleh para Kepala Daerah, di mana tempat dan waktu penandatanganan perjanjian kerja sama ditetapkan sesuai kesepakatan dari para pihak.
19 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
III.
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
TAHAPAN PEMBANGUNAN TPA regional dapat mulai dibangun setelah semua tahapan persiapan secara teknis sudah dilaksanakan (Master plan/Rencana Induk, Studi Kelayakan, Analisis mengenai Dampak Lingkungan, Detail Engineering Design). Demikian halnya dengan persyaratan administratif yaitu telah ditandatanganinya kerja sama antar daerah. Dalam pembangunan TPA harus memperhatikan beberapah hal berkaitan dengan pengendalian pencemaran leachate, pengurangan/penghilangan bau, pencemaran gas, dan penyebaran bibit penyakit dari serangga, dan polusi air baik air tanah maupun badan air permukaan. Pembangunan TPA Regional dengan sistem sanitary landfill meliputi: a. Fasilitas Umum, yang terdiri dari:
- Saluran drainase,
- Jalan masuk,
- Jembatan timbang,
- Pagar yang membatasi areal TPA, dan
- Kantor.
b. Fasilitas Perlindungan Lingkungan, yang terdiri dari:
- Dasar landfill, yang terdiri dari tanah lempung (clay/geomembran),
- Pipa saluran pengumpul leachate dipasang dengan dilindungi gravel dan
diletakkan di atas liner,
- Instalasi pengolahan leachate, yang terdiri antara lain:
• Bak Pengumpul Efluen TPA • Kolam Stabilisasi/Anaerob • Kolam Fakultatif • Kolam Maturasi • Kolam Kontrol/Lahan Sanitasi • Pipa Resirkulasi
- Pipa saluran gas untuk pemanfaatan membuang gas, dipasang di dasar landfill,
- Tanggul
sel
yang
sekaligus
berfungsi
sebagai
jalan
(jalan operasional dan inspeksi)
- Sumur pantau, dan
21 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
keliling
TPA
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
- Buffer zone, kira-kira 40% dari total lahan.
c. Fasilitas Operasional, yang terdiri, antara lain:
- Tanah untuk penutup lapisan sampah,
- Dump truck untuk pengangkutan sampah,
- Alat berat, seperti: Backhoe, Ekskavator, atau Buldozer.
d. Fasilitas Penunjang, yang terdiri, antara lain:
3.1
- Fasilitas untuk monitoring kualitas air,
- Air Bersih,
- Bengkel, dan
- Tempat cuci mobil.
Pembentukan UPTD Seiring dengan pembangunan Infrastruktur TPA Regional, dapat dirintis oleh Para Pihak pembentukan UPTD TPA Regional sebagai Lembaga Pengelola TPA Regional dengan mengacu kepada kewenangan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan dengan maksud agar keberadaan kelembagaan UPTD TPA Regional secara fungsional merupakan kelembagaan yang memiliki otoritas yang dapat mewadahi kepentingan antar Pemerintah Daerah. Sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Pasal 8 bahwa : Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, pemerintahan provinsi mempunyai kewenangan (antara lain) memfasilitasi kerja sama antar daerah dalam satu provinsi, kemitraan, dan jejaring dalam pengelolaan sampah. Selanjutnya secara lebih spesifik di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi Dan Pemerintah Daerah/Kota; pada Lampiran Huruf C. Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pekerjaan Umum, Sub Bidang Persampahan, ditegaskan bahwa : Pemerintah Daerah Provinsi mengurus Penetapan lembaga tingkat provinsi penyelenggara pengelolaan persampahan lintas kabupaten/kota di wilayah provinsi. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, maka UPTD TPA Regional dibentuk dan ditetapkan oleh Gubernur. Lembaga ini berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Dinas terkait yang menangani bidang Pekerjaan Umum (dalam Pedoman ini selanjutnya disebut Dinas Pekerjaan Umum) di provinsi yang bersangkutan. 22 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Jumlah Unit Kerja TPA Regional dalam satu provinsi dapat mengikuti banyaknya TPA regional yang ada di provinsi yang bersangkutan. Untuk nomenklatur masing-masing Unit Kerja TPA Regional dapat disesuaikan dengan menambah gabungan nama atau singkatan nama dari wilayah kerja Unit Kerja TPA Regional bersangkutan.Hal ini sesuai dengan ketentuan di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah, bahwa pengaturan tentang UPT Dinas dan Badan mengenai nomenklatur, jumlah dan jenis, susunan organisasi, tugas dan fungsi ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. Pembentukan UPTD sebagaimana disebutkan di atas adalah mengacu pada kondisi ideal, di mana unit kerja TPA Regional menjadi UPTD tersendiri. Namun apabila oleh suatu sebab teknis, hal tersebut belum atau tidak bisa dilakukan, maka pengelolaan TPA Regional dapat dimasukkan ke dalam UPTD di bawah Dinas Pekerjaan Umum di provinsi yang bersangkutan.
3.2.
Struktur Organisasi
3.2.1. Susunan Organisasi Unit Kerja TPA Regional sekurang-kurangnya terdiri dari : a. Kepala Unit yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada
Kepala Dinas.
b. Sub Bagian Tata Usaha atau Bagian Admnistrasi yang dipimpin oleh Kepala Sub
Bagian Tata Usaha yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab
kepada Kepala Unit TPA Regional
c. Seksi Operasi dan Pemeliharaan yang dipimpin oleh Kepala Seksi Operasi
dan Pemeliharaan berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada
Kepala Unit Kerja TPA Regional
23 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
Bagan
Struktur
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Organisasi
Unit
Kerja
TPA
Regional
dapat
digambarkan
sebagai berikut :
BAGAN STRUKTUR ORGANISASI UNIT KERJA TPA REGIONAL
KEPALA UNIT KERJA TPA REGIONAL
KEPALA SUB BAGIAN TATA USAHA
KEPALA SEKSI OPERASI DAN PEMELIHARAAN
3.2.2. Uraian Tugas Urian tugas untuk masing-masing bagian dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Kepala Unit Kerja TPA Regional memiliki tugas yaitu menyelenggarakan
pengelolaan persampahan di TPA Regional di wilayah kerjanya dengan
uraian tugas terdiri dari:
1) menyusun pedoman pelaksanaan tugas dalam bentuk rencana, program
kerja dan jadwal kegiatan Unit Kerja TPA Regional;
2) menjabarkan dan membagi tugas kepada bawahan untuk kelancaran
pelaksanaan tugas;
3) menelaah dan mempelajari permasalahan teknis operasional dalam
pengelolaan TPA Regional serta mencari alternatif pemecahannya;
4) menyelenggarakan kegiatan pengeloaan TPA Regional di dalam
wilayah
kerjanya;
5) melakukan monitoring dan evaluasi kinerja pengelolaan TPA Regional;
6) melakukan kegiatan pemeliharaan sarana dan prasarana TPA Regional;
7) memeriksa dan menilai kinerja bawahan sebagai bahan evaluasi serta
membimbing bawahan guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi
24 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
pelaksanaan tugas;
8) menyelenggarakan kegiatan inventarisasi, pendataan dan pemutakhiran
data;
9) mengelola urusan ketatausahaan guna menunjang kinerja dinas;
10) membuat laporan kegiatan Unit TPA Regional secara berkala sebagai
pertanggungjawaban kegiatan;
11) melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan
bidang tugasnya guna tercapainya tujuan organisasi. b. Kepala Sub Bagian Tata Usaha atau Bagian Administrasi mempunyai tugas
mengelola urusan ketatausahaan guna menunjang kegiatan Unit TPA Regional
pada wilayah kerjanya dengan uraian tugas terdiri dari :
1) mengelola penyusunan rencana dan jadwal kegiatan umum sebagai
pedoman pelaksanaan tugas;
2) menjabarkan dan membagi tugas kepada bawahan sesuai dengan
uraian tugas dan tanggungjawabnya untuk kelancaran pelaksanaan tugas;
3) melaksanakan koordinasi dalam unit kerja, antar unit kerja, dengan lembaga
masyarakat dan/atau masyarakat terkait;
4) menyelenggarakan administrasi surat menyurat, kearsipan, perpustakaan,
keprotokolan,
administrasi
kepegawaian,
perlengkapan
dan
kerumahtanggaan, administrasi keuangan dan tugas satuan pemegang kas dalam pengurusan gaji dan penghasilan lain pegawai serta dalam pembiayaan kegiatan;
5) menyampaikan informasi kepada pihak yang berkepentingan untuk
mewujudkan komunikasi yang sinergis;
6) menyusun rencana kebutuhan barang, rencana mekanisme kerja dan tata
ruang kantor serta rencana anggaran guna kelancaran pelaksanaan tugas;
7) menyusun
dokumen
perencanaan
dan
pelaporan
agar
diperoleh
sinkronisasi perencanaan;
8) melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program kerja satuan
organisasi untuk mengetahui kesesuaiannya dengan rencana program kerja;
9) memeriksa hasil pelaksanaan tugas bawahan sesuai dengan peraturan
dan prosedur yang berlaku agar diperoleh hasil kerja yang benar dan akurat;
10) memberikan bimbingan dan penilaian kinerja bawahan guna meningkatkan
25 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
efektivitas dan efisiensi pelaksanaan tugas;
11) melaporkan pelaksanaan kegiatan Sub Bagian Tata Usaha kepada atasan
sebagai pertanggungjawaban kegiatan;
12) melaksanakan
tugas
lain
sesuai
bidang
tugasnya
dalam
rangka
pencapaian tujuan organisasi. c. Kepala Seksi Operasi dan Pemeliharaan mempunyai tugas meyelenggarakan
kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan secara teknis TPA Regional
dengan uraian tugas terdiri dari :
1) mengelola penyusunan rencana dan jadwal kegiatan operasi dan
pemeliharaan TPA Regional sebagai pedoman pelaksanaan tugas;
2) menjabarkan dan membagi tugas kepada bawahan sesuai dengan uraian
tugas dan tanggungjawabnya untuk kelancaran pelaksanaan tugas;
3) melaksanakan
koordinasi
dalam
unit
kerja,
antar
unit
kerja,
dengan lembaga masyarakat dan/atau masyarakat terkait;
4) menyelenggarakan kegiatan operasi dan pemeliharaan TPA Regional;
5) menyusun
dokumen
perencanaan
dan
pelaporan
agar
diperoleh
sinkronisasi perencanaan;
6) melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program kerja satuan
organisasi untuk mengetahui kesesuaiannya dengan rencana program kerja;
7) memeriksa hasil pelaksanaan tugas bawahan sesuai dengan peraturan
dan prosedur yang berlaku agar diperoleh hasil kerja yang benar dan akurat;
8) memberikan bimbingan dan penilaian kinerja bawahan guna meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pelaksanaan tugas;
9) melaporkan pelaksanaan kegiatan Seksi Operasi dan Pemeliharaan kepada
atasan sebagai pertanggungjawaban kegiatan;
10) melaksanakan
tugas
lain
sesuai
bidang
tugasnya
dalam
rangka
pencapaian tujuan organisasi. 3.2.3. Tata Kerja Organisasi Untuk menjamin kelancaraan pelaksanaan tugas pokok dari seluruh bagian di dalam Unit Kerja TPA Regional, maka perlu ditetapkan tata kerja organisasi sebagai berikut :
26 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
a. Kepala Unit TPA Regional dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan kebijakan
yang ditetapkan oleh Kepala Dinas;
b. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Unit, Kepala Sub Bagian Tata Usaha
dan Kepala Seksi Operasi dan Pemeliharaan wajib menerapkan prinsip
koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi secara vertikal dan horisontal,
baik dalam lingkungan masing-masing maupun dengan instansi lain sesuai
dengan tugasnya;
c. Setiap pimpinan satuan organisasi dalam lingkungan Unit Kerja TPA Regional
bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahannya serta
memberikan bimbingan dan petunjuk bagi pelaksanaan tugas;
d. Setiap pimpinan satuan organisasi dalam lingkungan Unit Kerja TPA
Regional
jawab kepada atasan masing-masing serta menyampaikan laporan berkala
harus
mentaati
perintah/petunjuk
atasan
dan
bertanggung
tepat pada waktunya;
e. Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan satuan organisasi dari bawahannya,
wajib diolah dan dipergunakan sebagai bahan untuk penyusunan laporan
lebih lanjut dan untuk memberikan petunjuk kepada bawahan.
27 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
IV.
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
TAHAPAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN Dalam kegiatan 0perasional dan pemeliharaan TPA regional perlu memperhatikan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a. Jembatan timbang, untuk mengetahui beban sampah yang dibawa. b. Pengaturan lalu lintas keluar/masuk kendaraan pengangkut sampah dengan
memperhatikan arus pintu masuk dan keluar yang dibedakan.
c. Sistem penimbunan sampah dikeluarkan dari truk dan disebar di atas
tanah dengan ketebalan tertentu tergantung dari kondisi sampah dan
tanah yang ada.
d. Pemadatan sampah dengan buldozer di areal kerja dengan membentuk sel-sel
lokasi pemadatan. Pemadatan ini sangat tergantung dari ketebalan dan
karakteristik sampah.
e. Penutupan sampah dengan tanah penutup harian dengan ketebalan penutup
yang disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
f. Pemasangan pipa gas dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan
ketinggian lapisan sampah (ditambah setengan meter ke atas). Pipa gas
tersebut dibuat berlubang (perforasi), dan dilindungi oleh casing dan gravel.
g. Pemantauan, pengumpulan dan pengolahan leachate, dengan mengontrol
kualitas lindi (BOD, COD, HCl) yang keluar dari perpipaan lindi, dan waktu
retensi yang harus tetap dijaga.
h. Kualitas lindi, gas, bibit penyakit yang diambil sample dari lanpangan dan
4.1.
diteliti di laboratorium.
Penyusunan Standar Operasional dan Prosedur (SOP) Untuk menjamin kelancaran pengelolaan TPA Regional yang memenuhi persyaratan teknis maupun administrative, maka Kepala UPTD menetapkan Standar Opersional dan Prosedur (SOP) untuk pengelolaan TPA Regional yang mengacu kepada standar nasional mapun internasional yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan atau referensi lainnya yang dianggap layak sebagai SOP. Penyusunan SOP juga diharuskan melibatkan unsur-unsur yang memiliki kompetensi pengelolaan persampahan.
29 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Penyusunan SOP juga terkait dengan pengelolan data dan informasi TPA Regional yang bersangkutan agar pelaksanaan pengelolaan TPA Regional dapat diketahui perkembangannya. Sehingga diperlukan pengembangan Sistem Informasi Manajemen Pengelolaan Persampahan TPA Regional. Sistem Informasi Manajemen ini dilakukan secara berkelanjutan dengan keluaran berupa laporan yang harus disampaikan secara reguler setiap bulan, triwulanan, semesteran dan akhir tahun atau sewaktuwaktu apabila diperlukan. Untuk selanjutnya, laporan tersebut disampaikan kepada Gubernur/Bupati/Walikota atau pihak-pihak yang terkait berdasarkan ijin dari Kepala UPTD. Dengan demikian maka SOP yang disusun juga mencakup SOP untuk monitoring dan evaluasi (monev) penyelenggaraan TPA Regional. Monitoring adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan operasional TPA dan mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul dan/atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin. Sedangkan evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input) dengan keluaran (output) terhadap rencana dan standar yang telah ditetapkan. Pelaksanaan evaluasi harus sistematis, obyektif dan transparan yaitu dilaksanakan sesuai dengan tata urut sehingga hasil dan rekomendasi dapat dipertanggungjawabkan; hasil evaluasi tidak dipengaruhi oleh kepentingan pelaksana kegiatan/pengelola; dan proses perencanaan, pelaksanaan serta pertanggungjawaban hasil evaluasi harus diketahui oleh pemangku kepentingan (stakeholders). Untuk menjamin efektifitas pelaksanaan monev maka perlu ditetapkan indikatorindikator kinerja berdasarkan kajian-kajian dengan bobot dan skor yang sesuai dan dapat menggambarkan kinerja TPA Regional yang sesungguhnya.
4.2.
Pelatihan dan Penyuluhan Kepala UPTD harus menyelenggarakan pelatihan yang diperuntukkan bagi pengelola TPA, badan usaha dan atau perorangan yang terlibat dalam pengelolaan TPA Regional serta masyarakat. Penyelengaraan pelatihan dapat dilakukan melalui kerjasama dan dapat melibatkan narasumber baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
30 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Pembiayaanpelaksanaan pelatihan dapat bersumber dari APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, dan sumber-sumber pembiayaan lainnya yang tidak mengikat. Agar semua proses pengelolan TPA regional dapat berjalan dengan baik, maka Kepala UPTD menyelenggarakan penyuluhan bagi masyarakat yang dapat melibatkan instansi dan atau lembaga-lembaga yang memiliki kompetensi untuk melakukan penyuluhan. Kegiatan penyuluhan ini dapat dilakukan melalui kerjasama antar Pemerintah, Badan swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat dalam maupun luar negeri dan Perorangan, yang pembiayaan pelaksanaannya dapat bersumber dari APBD I, APBD II, dan sumbersumber pembiayaan lainnya yang tidak mengikat. Penyuluhan dilakukan terutama agar masyarakat dapat secara cepat menerima dan mau melaksanakan cara-cara peningkatan standar pengelolaan sampah yang memadai. Oleh karenanya dibutuhkan pilihan media hubungan masyarakat yang spesifik dan program-program sosialisasi masyarakat, serta prosedur-prosedur rencana komunikasi yang efektif.
4.3.
Pengembangan Kemitraan dan Peran Serta Masyarakat Dalam pengelolaan TPA Regional Kepala UPTD dapat mengadakan kerjasama dengan badan usaha atau perorangan pada semua sektor pengelolaan persampahan di TPA Regional. Badan usaha dan perorangan yang akan mengadakan kerjasama dengan UPTD harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan Gubenur. Kerjasama UPTD dengan badan usaha ini dilakukan melalui persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota dengan memperhatikan peraturan tentang kerjasama Pemerintah dan Swasta.
4.4.
Peningkatan Kelembagaan PPK-BLUD Unit TPA Regional dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan BLUD sebagaimana yang diatur di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, penerapan PPK-BLUD pada Unit Kerja TPA Regional, terlebih dulu harus memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan admlnistratif.
31 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Unit Kerja TPA Regional pada dasarnya telah memenuhi persyaratan substantif yaitu bahwa tugas dan fungsi Unit Kerja TPA Regional bersifat operasional dalam menyelenggarakan pelayanan umum yang menghasilkan semi barang/jasa publik (quasipublic goods). Untuk memenuhi persyaratan teknis, maka kinerja pelayanan Unit Kerja TPA Regional harus dinyatakan layak dikelola melalui BLUD, yaitu memiliki potensi untuk meningkatkan penyelenggaraan pelayanan secara efektif, efisien, dan produktif. Penetapan kriteria ini atas rekomendasi kepala Dinas Pekerjaan Umum. Disamping itu kinerja keuangan Unit Kerja TPA Regional telah dinyatakan sehat, yang ditunjukkan oleh tingkat kemampuan pendapatan dari layanan yang cenderung meningkat dan efisien dalam membiayai pengeluaran. Persyaratan administratif dapat terpenuhi, apabila Unit Kerja TPA Regional membuat dan menyampaikan dokumen yang meliputi: a. surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan,
dan manfaat bagi masyarakat yang dibuat oleh kepala Unit Kerja dan
diketahui oleh kepala Dinas Pekerjaan Umum.
b. pola tata kelola; c. rencana strategis bisnis; d. standar pelayanan minimal; e. laporan keuangan pokok atau prognosa/proyeksi laporan keuangan; dan f. laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen. Selanjutnya Unit Kerja TPA Regional mengajukan permohonan kepada kepala daerah melalui kepala Dinas Pekerjaan Umum, dengan dilampiri dokumen persyaratan administratif. Atas permohonan tersebut, kepala daerah membentuk tim penilai untuk meneliti dan menilai usulan penerapan PPK-BLUD TPA Regional. Apabila hasil penilaian oleh tim penilai dinyatakan layak, maka hasil tersebut disampaikan kepada kepala daerah untuk selanjutnya ditetapkan penerapan status PPK-BLUD dengan keputusan kepala daerah. Keputusan kepala daerah selanjutnya disampaikan kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 Tentang Pedoman
32 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, bahwa Unit Kerja pada SKPD yang menerapkan PPK-BLUD selanjutnya disingkat BLUD-Unit Kerja, maka UPTD TPA Regional yang telah menerapkan PPK-BLUD selanjutnya disebut dengan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) TPA Regional. Pada keseluruhan tahap pelaksanaan pengelolaan TPA Regional ini, TKKSD bertugas melakukan monitoring dan evaluasi, memberikan pertimbangan apabila terjadi permasalahan serta memberikan masukan kepada Gubernur dalam penyelesaian perselisihan.
33 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
V.
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
TAHAPAN PASCA OPERASI
5.1. Pentupan TPA Regional Setelah masa operasi (jangka waktu layanan) TPA Regional berakhir sebagaimana ketentuan yang diatur di dalam DED, maka dilakukan penutupan TPA. Teknik penutupan TPA terdiri dari 3 tahap utama, yaitu: 1. Evaluasi Kondisi Fisik TPA
Mengumpulkan data mengenai kondisi fisik TPA pada saat akhir operasi.
Sebelumnya operasi TPA harus dipastikan sudah dihentikan secara total.
2. Pelaksanaan Penutupan Akhir
Sebelum penutupan akhir dilakukan, harus sudah melakukan rekomendasi dan
perencanaan fungsi lahan bekas TPA tersebut untuk keperluan lain.
Dinas Pekerjaan Umum mekomendasikan pemanfaatan lahan TPA untuk
keperluan lain sesuai dengan peruntukkan yang terdapat di dalam Rencana
Tata Ruang Wilayah provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan. Beberapa
rekomendasi penggunaan lahan tersebut antara lain:
• Lahan terbuka hijau,
• Lapangan olah raga, seperti lapangan Sepakbola, Golf, Berkuda, dan lapangan
olah raga lain yang tetap ramah terhadap lingkungan,
• Taman dan tempat rekrekasi,
• Perkebunan atau perhutanan.
Untuk penutupan akhir beberapa lapisan yang perlu diperhatikan dari yang
paling bawah adalah:
• Lapisan urugan sampah,
• Lapisan tanah penutup dengan ketebalan sekitar 30 cm,
• Lapisan kerikil, yang berfungsi untuk menangkap gas horizontal,
• Lapisan tanah liat dengan ketebalan yang sudah disesuaikan, yang berguna
untuk mencegah masuknya air dari luar,
• Lapisan kerikil dengan ketebelan tertentu, yang berguna sebagai under-drain
air infiltrasi,
35 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
• Lapisan geotekstil sebagai penghalang,
• Lapisan tanah humus dengan ketebalan minimal 60 cm dan disesuaikan dengan
kondisi tanaman yang akan ditanam di atasnya sebagai top soil. Penutupan TPA Regional berarti juga merupakan pengakhiran kerjasama antar daerah. Dalam kaitan ini TKKSD bertugas mengingatkan para pihak untuk melakukan persiapan pengakhiran, antara lain: a) inventarisasi atas barang bergerak dan tidak bergerak hasil kerja sama. b) pemenuhan kewajiban/utang perjanjian kerja sama. c) pembagian barang bergerak dan tidak bergerak setelah dinilai dengan mata uang
rupiah dan dikurangi kewajiban/utang.
d) penyetoran ke kas daerah para pihak hasil pembagian berupa uang. e) pencatatan hasil pembagian berupa barang bergerak dan tidak bergerak
sebagai aset daerah para pihak dan melaporkannya kepada DPRD.
f) penyiapan laporan tentang pengakhiran kerja sama. Penutupan TPA Regional dilakukan secara bersama-sama oleh para pihak sesuai dengan Perjanjian Kerja Sama yang telah disepakati. Setelah dilakukan penutupan, kewenangan pengelolaan wilayah TPA diserahkan kepada Dinas Pekerjaan Umum Provinsi atau kabupaten/kota di mana TPA tersebut berada. Ketentuan ini sebagaimana yang diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, bahwa unit pelaksana teknis dinas (UPTD) pada dasarnya hanya untuk melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang. Sedangkan untuk perumusan kebijakan teknis berada pada Dinas. Terlebih lagi apabila UPTD tersebut telah menjadi BLUD.
5.2. Pemantauan dan Evalausi Setelah melakukan penutupan TPA, perlu adanya pemantauan terhadap kondisi TPA pasca layanan tersebut. Kegiatan pemantauan dan evaluasi meliputi : a. Pengontrolan pencemaran air, b. Pengontrolan kualitas lindi (leachate), terhadap kualitas BOD/COD, HCl, DHL c. Pengontrolan kestabilan lahan, d. Pengontrolan sanitasi lingkungan,
36 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
e. Pemeliharaan tanah penutup, f. Pengontrolan gas bio, terutama CH4 dan CO2. Pemantauan dan evaluasi kondisi TPA pasca penutupan dilakukan oleh pihak pemrakarsa pembangunan, yaitu Dinas Pekerjaan Umum provinsi apabila TPA Regional tersebut pada awalnya diprakarsai oleh Pemerintah Daerah Provinsi. Demikian halnya apabila TPA Regional tersebut diprakarsai oleh salah satu kabupaten/kota, maka pemantauan dan evaluasi juga dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum di kabupaten/ kota pemrakarsa.
37 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
Gambar : Rapat Persiapan TPA Regional Gorontalo
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA PEMERINTAH PROVINSI ………….……………………………..………. DENGAN PEMERINTAH KABUPATEN ……….………………………..; PEMERINTAH KABUPATEN ………………………………….; PEMERINTAH KOTA……………………………………; MENGENAI KERJASAMA PENGELOLAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR (TPA) SAMPAH REGIONAL
Pemerintah Provinsi ………….. dengan Pemerintah Kabupaten …….; Pemerintah Kabupaten …… dan Pemerintah Kota ……………, selanjutnya disebut sebagai Para Pihak. BERHASRAT untuk meningkatkan hubungan baik berdasarkan kemitraan dan kerjasama antara Pemerintah; MENGAKUI pentingnya azas-azas kepentingan bersama yang saling menguntungkan; MERUJUK pada peraturan perundang-undangan, sebagaimana tertera di bawah ini: a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. c. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
39 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
d. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum.
e. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah
g. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Kerja Sama Daerah.
h. Peraturan
Menteri
Kebijakan
Dan
Pekerjaan
Persampahan (KSNP-SPP).
Strategi
Umum
Nasional
Nomor
21/PRT/M/2006
Pengembangan
Sistem
tentang
Pengelolaan
i. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk
Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah.
j. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.
k. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk
Teknis Tata Cara Kerja Sama Daerah.
l. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2009 tentang Tata Cara
Pembinaan dan Pengawasan.
SESUAI dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud di atas TELAH MENYETUJUI hal-hal sebagai berikut:
PASAL 1 Para Pihak sepakat mengikatkan diri dalam suatu kerjasama pengelolaan persampahan dan TPA Regional dalam meningkatkan pelayanan persampahan dan pengelolaan lingkungan hidup, dalam batas kemampuan keuangan dan kemampuan teknis masingmasing Pemerintah, dalam bidang-bidang berikut: (a) Regulasi persampahan; (b) Pembangunan prasarana dan sarana;
40 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
(c) Operasional pengelolaan persampahan ; (d) Pemeliharaan prasarana dan sarana ; (e) Pengembangan teknologi pengelolaan persampahan; (f) Pengelolaan lingkungan.
PASAL 2 Masing-masing Pihak akan menanggung biaya yang dikeluarkan atas kegiatan-kegiatan yang dilakukannya.
PASAL 3 Untuk mempermudah pelaksanaan Memorandum Saling Pengertian ini, Para Pihak akan membuat pengaturan-pengaturan yang dituangkan ke dalam suatu Perjanjian Kerjasama antar Daerah tentang Pengelolaan TPA Sampah Regional, menurut ketentuan dalam Memorandum Saling Pengertian ini, yang akan mencakup bidangbidang kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1.
PASAL 4 (1) Untuk melaksanakan bidang-bidang kegiatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 Para Pihak setuju untuk membentuk suatu Tim Koordinasi Kerja Sama
Daerah (TKKSD).
(2) TKKSD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selanjutnya akan mempersiapkan
dan mengusulkan kegiatan jangka pendek dan menengah.
PASAL 5 (1) Salah satu pihak dapat mengajukan usulan tertulis mengenai revisi atau
perubahan atas seluruh atau sebagian dari Memorandum Saling Pengertian ini.
(2) Setiap revisi atau perubahan yang telah disepakati oleh Para Pihak akan berlaku
pada tanggal yang ditentukan oleh Para Pihak.
41 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
PASAL 6 (1) Memorandum Saling Pengertian ini mulai berlaku sejak tanggal penanda
tanganannya.
(2) Memorandum Saling Pengertian ini berlaku untuk jangka waktu 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang berturut-turut selama 5 (lima) tahun kecuali
dibatalkan secara tertulis oleh salah satu Pihak 6 (enam) bulan sebelumnya.
(3) Jika Memorandum Saling Pengertian ini tidak diakhiri maka ketentuan
ketentuannya akan terus berlaku sampai pelaksanaan kegiatan kerjasama
ini telah dilaksanakan dengan sempurna.
SEBAGAI BUKTI, para penanda-tangan di bawah ini, yang telah diberi kuasa penuh oleh Pemerintah masing-masing, telah menanda-tangani Memorandum Saling Pengertian ini. DIBUAT dalam rangkap …. di ………. pada tanggal …………….. bulan ……….. tahun dua ribu ………………………., yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama.
PEMERINTAH PROVINSI ..............
............................................ GUBERNUR
PEMERINTAH KABUPATEN ..........................
PEMERINTAH KABUPATEN ..........................
PEMERINTAH KOTA ..........................
............................ BUPATI
............................ BUPATI
............................ WALIKOTA
42 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA PEMERINTAH PROVINSI ………….……………………………..………. DENGAN PEMERINTAH KABUPATEN ……….………………………..; PEMERINTAH KABUPATEN ………………………………….; PEMERINTAH KOTA……………………………………; MENGENAI TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR (TPA) SAMPAH REGIONAL Nomor : …………………………………. Nomor : …………………………………. Nomor : …………………………………. Nomor : …………………………………. Pada hari ini, hari ……………………… tanggal ……………………………… Bulan………………. Tahun ……………………………… yang bertanda tangan di bawah ini: I.
...................
:
Gubernur ............, berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. .................... tanggal ...................., berkedudukan di Jalan ...................., dalam hal ini bertindak dalam jabatannya tersebut untuk dan atas nama Pemerintah Provinsi ...................., selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA.
43 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
II.
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
...................
:
Bupati ............, berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. .................... tanggal ...................., berkedudukan di Jalan......................, dalam hal ini bertindak dalam jabatannya tersebut untuk dan atas nama Pemerintah Kabupaten .................... selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA.
III.
...................
:
Bupati ............, berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. .................... tanggal ...................., berkedudukan di Jalan ....................., dalam hal ini bertindak dalam jabatannya tersebut untuk dan atas nama Pemerintah Kabupaten .................... selanjutnya disebut sebagai PIHAK KETIGA.
IV.
...................
:
Walikota ............, berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. .................... tanggal ...................., berkedudukan di Jalan ....................., dalam hal ini bertindak dalam jabatannya tersebut untuk dan atas nama Pemerintah Kota .................... selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEEMPAT.
Pihak Pertama, Pihak Kedua, Pihak Ketiga dan Pihak Keempat secara bersama-sama selanjutnya disebut “Para Pihak”. Dengan memperhatikan dasar-dasar hukum sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
44 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. c. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. d. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum.
e. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah
g. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Kerja Sama Daerah.
h. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan
Dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan
(KSNP-SPP).
i. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk
Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah.
j. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.
k. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk
Teknis Tata Cara Kerja Sama Daerah.
l. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2009 tentang Tata Cara
Pembinaan dan Pengawasan.
m. Memorandum Saling Pengertian antara Pemerintah Provinsi dangan Pemerintah
Kabupaten/Kota .................. Nomor ........................... tanggal ......................
Sebagai dasar Perjanjian Kerjasama ini sebelumnya, Para Pihak dengan ini menerangkan terlebih dahulu : (1) Berhasrat untuk meningkatkan hubungan baik berdasarkan kemitraan dan
kerjasama antara Pemerintah;
(2) Mengakui
pentingnya
azas-azas
kepentingan
bersama
menguntungkan.
45 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
yang
saling
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Berdasarkan keterangan tersebut di atas, maka Para Pihak sepakat mengikatkan diri dalam pasal-pasal yang tertuang di dalam Perjanjian Kerjasama ini dengan ketentuanketentuan sebagai berikut:
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam perjanjian ini, kecuali konteksnya menentukan lain, yang dimaksud dengan: (1) Tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan
sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan
selanjutnya disebut TPA.
(2) Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
(3) Kerja sama daerah adalah kesepakatan antara gubernur dengan bupati/wali kota
dan dengan bupati/wali kota yang lain, yang dibuat secara tertulis serta
menimbulkan hak dan kewajiban.
(4) Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah selanjutnya disingkat TKKSD adalah
tim yang dibentuk oleh Kepala Daerah untuk membantu Kepala Daerah dalam
menyiapkan kerja sama daerah.
(5) Unit Kerja TPA Regional adalah Unit Pelaksana Teknis pada Dinas (UPTD) yang
menangani bidang Pekerjaan Umum di Provinsi yang melaksanakan kegiatan
teknis operasional TPA Regional dan mempunyai wilayah kerja beberapa
daerah kabupaten/kota.
(6) Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah Satuan
Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di
lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa
mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
(7) Pola Pengelolaan Keuangan BLUD, yang selanjutnya disingkat PPK-BLUD adalah
pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan
untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan
46 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sepagai pengecualian dari
ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya.
BAB II BENTUK, MAKSUD, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP KERJASAMA Bagian Kesatu Bentuk Kerjasama Pasal 2 Bentuk Kerjasama adalah Joint Built and Operation, PIHAK PERTAMA sebagai satusatunya pihak yang memiliki wewenang atas pengelolaan persampahan lintas Kabupaten/Kota............. dengan ini menerima baik hak dari Para Pihak untuk pengelolaan persampahan di wilayah Provinsi ...........
Bagian kedua Maksud Dan Tujuan Pasal 3 Para Pihak dengan ini menyatakan telah saling sepakat dan setuju untuk menetapkan Regulasi, pembangunan prasarana dan sarana, melakukan pengelolaan dan pemeliharaan,pengembangan teknologi pengelolaan persampahan, dan pengelolaan lingkungan secara terpadu.
Bagian Ketiga Ruang Lingkup Kerjasama Pasal 4 (1) Melaksanakan pekerjaan pembangunan prasarana dan sarana, melakukan
pengelolaan
persampahan, dan pengelolaan lingkungan, sesuai dengan syarat pelaksanaan
dan
yang
persampahan, standar dan pertanggungjawaban secara profesional untuk
menjamin terlaksanannya
diakui
pemeliharaan,
secara
umum
pengembangan
dalam
teknologi
pengembangan
sistem
pengelolaan pengelolaan
pelayananan persampahan bagi masyarakat yang
47 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
mampu memenuhi aspek-aspek fungsional.
(2) Melaksanakan operasi, perawatan, dan pelatihan (O.P.P) sebagaimana yang
dibutuhkan bagi pelaksanaan secara profesional.
Bagian Keempat Lingkup Pekerjaan Pasal 5 (1) Pembangunan prasarana dan sarana TPA Regional (2) Melakukan pelayanan persampahan kepada masyarakat (3) Melakukan pengelolaan dan pemeliharaan TPA Regional (4) Melakukan pengembangan teknologi pengelolaan persampahan, (5) Melakukan pengelolaan lingkungan dan mengendalikan dampak yang timbul
sebagai akibat pengelolaan persampahan.
(6) Penunjukkan Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah (TKKSD) (7) Pembentukan Pengelola/UPTD TPA Regional.
BAB III JANGKA WAKTU KERJASAMA Pasal 6 (1) Jangka waktu pelaksanaan Perjanjian Kerjasama akan berlangsung selama 25
(dua
puluh
lima)
tahun,
terhitung
sejak
ditandatangani
Kerjasama ini dan dapat diperpanjang sesuai kesepakatan Para Pihak.
Perjanjian
(2) Jangka waktu pelaksanaan pembangunan dan pengoperasian sesuai tahapan
tahapan telah disepakati Para Pihak, yaitu:
a. Tahap Pertama, yaitu pembangunan prasarana dan sarana TPA Regional akan
dilaksanakan mulai tanggal …… s/d tanggal …………..;
b. Tahap Kedua, yaitu Ujicoba prasarana dan sarana TPA Regional, akan dilaksanakan mulai tanggal …… s/d tanggal …………..;
c. Tahap Ketiga, yaitu pengoperasian prasarana dan sarana TPA Regional .........
l/detik akan dilaksanakan mulai tanggal …… s/d tanggal …………….
(3) Selama pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud ayat (2) harus ada
pengawasan dan dibuatkan laporan secara berkala berupa laporan bulanan
48 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
dari Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah (TKKSD) yang ditunjuk untuk
mengkoordinasikan pelaksanaan pekerjaan.
BAB IV TIM KOORDINASI KERJA SAMA DAERAH (TKKSD) Pasal 7 (1) Untuk menyiapkan kerja sama daerah, Bupati/Walikota Propinsi membentuk
Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah (TKKSD) yang mempunyai tugas pertama
menyiapkan kerangka acuan/proposal objek kerja sama dan membuat serta
menilai proposal dan studi kelayakan.
(2) TKKSD bertugas menyiapkan materi kesepakatan bersama dan rancangan
perjanjian kerja sama serta memberikan rekomendasi kepada bupati/
walikota untuk penandatanganan kesepakatan bersama dan perjanjian kerja
sama dan melakukan persiapan dan pengawasan pembangunan TPA Regional.
Pasal 8
PEMBENTUKAN PENGELOLA/UPTD TPA REGIONAL (1) Untuk pelayanan dan pengelolaan persampahan TPA Regional Para Pihak sepakat
untuk membentuk Pengelola/UPTD TPA Regional.
(2) Pembentukan Pengelola/UPTD TPA Regional mengacu kepada kewenangan
yang diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pengelola/UPTD TPA Regional dibentuk dan ditetapkan oleh Gubernur. (4) Pengelola/UPTD TPA Regional bertanggung jawab kepada Dinas terkait yang
menangani bidang Pekerjaan Umum.
Pasal 9
DAFTAR ASSET YANG DIPERGUNAKAN Dalam pasal ini dapat diisikan daftar asset yang dipergunakan untuk TPA Regional ………, terinci sebagai berikut : (1) Nama asset………………………………….. jumlah …. (unit/buah/………) ……kondisi ………..
asal ………
49 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
(2) Nama asset………………………………….. jumlah …. (unit/buah/………) ……… kondisi ………..
asal ………
(3) Dst.
Pasal 10
JUMLAH NILAI INVESTASI DAN PENDANAAN (1) Jumlah harga/nilai atas investasi pembangunan sarana dan prasarana TPA
Regional adalah sebesar Rp………………………….. ( ………………………… rupiah);
(2) Untuk menghindarkan timbulnya keragu-raguan atas dana sebagaimana
disebutkan pada ayat (1) pasal ini, pengeluaran atas dana tersebut wajib
didukungdengan bukti-bukti yang layak, lengkap dan sah, serta harus diperiksa
dan diaudit oleh Akuntan Publik terdaftar yang ditunjuk oleh Para Pihak
secara bersama-sama;
Pasal 11
JAMINAN PELAKSANAAN (1) TKKSD
menjamin
Labupaten
atau
Propinsi
pelaksanaan
persiapan,
pembangunan sesuai tahapan dan waktu yang telah disepakati bersama
oleh Para Pihak.
(2) Resiko keterlambatan dalam pelaksanaan persiapan, pembangunan, dan
pengoperasian yang disebabkan oleh Pengembang, sepenuhnya menjadi
tanggungan Pengembang.
(3) UPTD menjamin pengoperasian, pengelolaan, pelayanan persampahan kepada
masyarakat sesuai kuantitas dan kontinyuitas yang telah disepakati dan
menjamin
ditetapkan di dalam peraturan perundang-undangan.
kualitas
pelayanan
sesuai
standar
pelayanan
sebagaimana
(4) Para Pihak memiliki kewenangan untuk melakukan Pengawasan pelaksanaan
persiapan,
persampahan sesuai standar pelayanan sebagaimana ditetapkan di dalam
pembangunan,
pengoperasian,
pengelolaan,
dan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 12
50 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
pelayanan
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
TARIF DAN MEKANISME PENYESUAIANNYA (1) Tarif Retribusi Persampahan akan ditetapkan berdasarkan kesepakatan Para
Pihak dengan mempertimbangkan prinsip pemulihan biaya dan pelayanan
publik.
(2) Tarif
Retribusi
Persampahan
dikelompokan
kepada
Tarif
Pelayanan
Persampahan untuk rumah tangga, pasar, badan-badan usaha, perhotelan/
pariwisata, dan industri.
(3) Penentuan dan atau penyesuaian Tarif Retribusi Persampahan sebagaimana
dimaksud ayat (2) akan ditetapkan berdasarkan Studi Kelayakan atas Tarif
Persampahan
bersama-sama oleh Para Pihak.
yang
dilakukan
oleh
Appraiser
yang
ditunjuk
secara
(4) Studi Kelayakan Tarif Persampahan dilakukan setiap 2 (dua) tahun sekali
atau sewaktu-waktu apabila diperlukan oleh Para Pihak.
(5) Penetapan Tarif Retribusi Persampahan berdasarkan Peraturan Gubernur. (6) Tarif Retribusi Persampahan akan dibayar dalam satuan mata uang Rupiah.
Pasal 13
HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK (1) HAK PARA PIHAK (diluar pengelola)
a. Mendapatkan pelayanan persampahan sesuai dengan syarat pelaksanaan
yang diakui secara umum sesuai dengan standar dan pertanggungjawaban
secara
persampahan bagi masyarakat.
profesional
untuk
menjamin
terlaksanannya
pelayananan
b. Menerima laporan dari Pengelola/UPTD secara berkala (bulanan, triwulan,
semester, dan akhir tahun) atau sewaktu-waktu bila diperlukan.
(2) KEWAJIBAN PARA PIHAK
a. Menyediakan anggaran pembangunan dan pengelolaan TPA Regional.
b. Melakukan pembinaan kepada pengelola/UPTD TPA Regional.
c. Mengkaji
sistem
pengelolaan
pengembangan
sistem
persampahan masyarakat.
TPA
pengelolaan
Regional sesuai
secara
reguler
kebutuhan
51 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
untuk
pelayanan
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Pasal 14
HAK DAN KEWAJIBAN PENGELOLA/UPTD (1) HAK PENGELOLA/UPTD
a. Menerima dan mengelola Retribusi Pelayanan Persampahan dari masyarakat
b. Menerima dan mengelola anggaran operasional dan pemeliharaan dari
tepat pada waktunya sesuai dengan nilai dan tata cara yang berlaku. masing-masing Pemerintah Daerah.
c. Menerima dan mengelola anggaran operasional dan pemeliharaan dan
sumber-sumber lain dalam bentuk hibah dan atau pinjaman yang
diserahkan melalui Pemerintah Daerah.
(2) KEWAJIBAN PENGELOLA/UPTD
a. Memberikan pelayanan persampahan sesuai dengan syarat pelaksanaan
yang diakui secara umum sesuai dengan standar dan pertanggungjawaban
secara
persampahan bagi masyarakat.
profesional
untuk
menjamin
terlaksanannya
b. Melaporkan kepada Para Pihak kegiatan pelayanan dan pengelolaan
persampahan
semester, dan akhir tahun) atau sewaktu-waktu bila diperlukan.
pelayananan
di
TPA
Regional
secara
berkala
(bulanan,
triwulan,
c. Melaksanakan koordinasi dengan instansi dan pejabat pemerintah yang
terkait dengan sebaik-baiknya guna menjamin berjalannya kegiatan
pelayanan dan pengelolaan persampahan.
d. Menanggung segala resiko yang menyebabkan kurang sesuainya pelayanan
dan pengelolaan persampahan.
Pasal 15
PEMBACAAN TIMBANGAN (1) Pembacaan timbangan sampah digunakan sebagai dasar penentuan besarnya
jumlah Retribusi Persampahan yang harus dibayar oleh Para Pihak.
(2) Para Pihak bersepakat bahwa hasil pembacaan timbangan dituangkan
ke dalam Berita Acara Timbangan.
52 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Pasal 16
PEMBAYARAN RETRIBUSI (1) Semua pembayaran sebagai pelaksanaan perjanjian ini, akan dibayarkan
oleh Para Pihak kepada Pengelola/UPTD melalui transfer Bank ke rekening
Pengelola/UPTD
rekening No.....................
pada
Bank
........................
Cabang
...................,
(2) Pelaksanaan pembayaran tersebut akan dilaksanakan oleh Para Pihak pada
Pengelola/UPTD paling lambat 30 hari (tiga puluh) hari setelah tagihan bulan
yang bersangkutan diterima oleh Para Pihak.
(3) Sebagai bukti pembayaran tersebut telah dilaksanakan, Para Pihak wajib
memberikan salinan bukti transfernya kepada Pengelola/UPTD.
Pasal 17
STANDAR KINERJA PELAYANAN (1) Dalam
penyelenggaraan
pelayanan
persampahan
Pengelola/UPTD
akan
menggunakan atau mengacu kepada standar kinerja pelayanan persampahan
sebagaimana yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau
berdasarkan standar kinerja pelayanan berdasarkan kesepakatan Para Pihak.
(2) Standar
kinerja
pelayanan
kepada
pelanggan
masyarakat
yang
akan
dilaksanakan oleh Pengelola/UPTD dipastikan dapat menjamin pemenuhan
pelayanan secara kuantitas, kualitas, dan kontinuitas.
Pasal 18
SANKSI ATAS KETERLAMBATAN PEMBAYARAN RETRIBUSI (1) Untuk keterlambatan atas pembayaran sesuai dengan ketentuan-ketentuan
pada Pasal 10 di atas, Para Pihak dikenakan denda sebesar ............ (........ per mil) per
hari keterlambatan dan maksimal .......... % (lima persen) dari jumlah tunggakan.
(2) Apabila Pengelola/UPTD terlambat/lalai dalam pelayanan dan pengelolaan
persampahan yang berdampak kerugian terhadap pihak Pengelola/UPTD sendiri
yang tidak disebabkan oleh Para Pihak menjadi resiko/tanggung jawab
Pihak Pengelola/UPTD.
53 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Pasal 19
PEMUTUSAN ATAU PENGAKHIRAN PERJANJIAN (1) Pemutusan atau pengakhiran Perjanjian dapat dilakukan oleh Para Pihak pada
saat jangka waktu perjanjian konsesi berakhir sebagaimana ditetapkan di
dalam Pasal 6.
(2) Pemutusan atau pengakhiran Perjanjian sebelum jangka waktu kerjasama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dapat dilakukan oleh Para Pihak.
(3) Pemutusan atau pengakhiran perjanjian sebelum perjanjian kerjasama
berakhir dapat dilakukan oleh Para Pihak, jika perjanjian tidak dapat
ditindaklanjuti kembali karena disebabkan keadaan force majeur atau
keadaan
ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
yang
disebabkan
ketidakmampuan
Para
Pihak
sebagaimana
(4) Tatacara pengakhiran dan pemutusan perjanjian sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan Para Pihak.
Pasal 20
LAPORAN KEUANGAN (1) Untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas perjanjian kerjasama dalam
pelayanan dan pengelolaan persampahan, Pengelola/UPTD membuat Laporan
keuangan TPA Regional, yang diperiksa secara tahunan oleh auditor independen.
(2) Sistem laporan keuangan yang akan dilaporkan olah Pengelola/UPTD kepada
Para Pihak, yaitu menggunakan sistem akuntansi Indonesia dan atau sistem yang
ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 21
MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN (1) Pada tahap pertama penyelesaian perselisihan Para Pihak sepakat untuk
menyelasaikan
mempertimbangkan aspirasi-aspirasi utama yang disampaikan oleh Para
perselisihan
secara
musyawarah
dan
mufakat
Pihak dan menempatkan para pihak pada posisi yang saling bekerja sama
(cooperative) dan menggunakan asas kesepakatan dalam pengambilan keputusan
54 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
dengan
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
baik melibatkan pihak ketiga maupun tidak, dan hasil keputusan sama-sama
bersifat menang (win-win).
(2) Apabila mekanisme penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) tidak dapat diwujudkan, Para Pihak sepakat untuk menyelesaikan
perselisihan melaui Pengadilan Negeri .....
(3) Para Pihak setuju dan sepakat penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud
ayat (1) dan (2) menunjuk Mediator sebagaimana diatur di dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku untuk menyelesaikan perselisihan secara di
luar pengadilan atau dikenal dengan istilah Alternatif Dispute Resolution (ADR).
(4) Para Pihak setuju dan sepakat penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud
ayat (1) dan (2) selanjutnya dikuatkan dengan Akta Perdamaian yang ditetapkan
oleh Ketua Pengadilan Negeri .....
Pasal 22
MEKANISME PENGAWASAN PENGELOLA/UPTD (1) Untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam pelayanan dan
pengelolaan persampahan Para Pihak setuju dan sepakat untuk melakukan
pengawasan kinerja Pihak Kedua.
(2) Para Pihak akan melakuan pengawasan dengan membetuk Tim Pengawas
Kinerja TPA Regional yang keangotaannya terdiri dari unsur dari atau yang
ditunjuk oleh masing-masing Pemerintah Daerah, dan Pakar Persampahan yang
akan ditetapkan oleh Gubernur .............
(3) Tim Pengawas Kinerja TPA Regional akan bekerja secara profesional, transparansi,
adil, dan akuntabel dengan menggunakan Pedoman Pengawasan berdasarkan
indikator-indikator yang berlaku.
(4) Pedoman sebagaimana dimaksud ayat (3) ditetapkan oleh Gubernur............. (5) Pengawasan kinerja akan dilakukan setiap 6 (enam) bulan sekali, dimana hasil
pengawasan akan dilaporkan kepada masing-masing Pemerintah Daerah.
(6) Pengawasan kepada Pengelola/UPTD dilakukan diluar ketentuan ayat (5)
bilamana Para Pihak sepakat merasa perlu untuk mengetahui kinerja
Pengelola/UPTD sewaktu-waktu bila diperlukan.
(7) Bilamana hasil pengawasan memberatkan Pihak Pengelola/UPTD, maka
dapat diajukan sanggahan dan diselesaikan secara musyawarah dan mufakat.
55 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Pasal 23
KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) (1) Peristiwa force majeure adalah setiap tindakan, peristiwa atau keadaan yang
berada diluar kendali yang wajar dari pihak yang bersangkutan dan
yang tidak dapat dicegah, dihindarkan, atau dijauhi melalui tindakan
ketekunan yang wajar oleh pihak tersebut. Peristiwa force majeure meliputi
namun tidak terbatas pada keadaan-keadaan:
a. Setiap bentuk perang (baik diumumkan maupun tidak diumumkan), tindakan
b. Keributan umum, kerusakan, blokade, sabotase, aksi vandalisme, kerusuhan,
teroris, sipil, militer atau polisi atau pemberontakan; huru-hara, konflik keagamaan, gangguan sipil atau unjuk rasa umum;
c. Perubahan peraturan penrundang-undangan sepanjang perubahan tersebut
mencegah, menghalangi, atau menunda kinerja salah satu pihak berdasarkan
Perjanjian ini;
d. Ledakan, kebakaran, banjir, gempa bumi, tanah longsor, kekeringan, badai,
letusan gunung merapi, angin topan, angin siklon, kondisi cuaca ekstrim,
penyakut epidemik, wabah penyakit, atau bencana alam lai atau act of God;
e. Pemogokan, pelarangan pegawai masuk kerja, larangan kerja atau tindakan
industri lain termasuk tindakan buruh atau pegawai Pihak Kedia atau
dari salah satu atau semua sub-kontraktornya;
f. Kerusakan yang tidak disengaja atau kerusakan terhadap fasilitas atau
perlengkapan lainnya;
g. Pengambilan,
penyitaan,
mobilisasi,
atau
pengambilalihan
seluruh atau sebagian besar proyek atau tindakan dari atau tidak
dilakukannya tindakan oleh Instansi Pemerintah tanpa alasan yang
dapat dibenarkan, termasuk penghentian, penarikan, penundaan dalam
memberikan atau memperbaharui perjanjian dan setiap keterlambatan
dalam pengimporan perlengkapan atau persediaan Pihak Kedua;
Setiap kelangkaan bahan-bahan, bahan kimia atau utilitas lainnya;
Kegagalan atau kelangkaan atau gangguan penyediaan air baku pada
sumber air baku untuk sebab apapun;
Gangguan penyediaan tenaga listrik yang berkepanjangan terhadap
fasilitas yang disebabkan oleh kegagalan yang berarti atau kelangkaan
56 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
penyediaan listrik untuk fasilitas;
k. Keadaan yang secara wajar tidak dapat diperkirakan misalnya amblasnya
bagian dibawah permukaan tanah pada lokasi fasilitas; dan Kebijakakan
moneter pemerintah yang berpengaruh terhadap keberlangsungan usaha
Pihak Kedua.
(2) Jika terjadinya force majeure, maka Pihak Pengelola/UPTD harus memberitahukan
secara tertulis kepada Para Pihak dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kalender
sejak terjadinya force majeure.
(3) Bilamana terjadi peristiwa force majeure Para Pihak dengan ini menyetujui Pihak
Pengelola/UPTD untuk melakukan pekerjaan rehabilitasi dan/atau melakukan
pekerjaan pembangunan kembali untuk mengembalikan TPA Regional pada
kondisi sebelum terjadinya keadaan force majeure.
Pasal 24
HUKUM YANG BERLAKU Perjanjian kerjasama ini tunduk kepada ketentuan Hukum yang berlaku Indonesia.
Pasal 25
PERUBAHAN/ADDENDUM (1) Para Pihak bersepakat akan melakukan addendum perjanjian bilamana
dikemudian hari di dalam Perjanjian Kerjasama terdapat ketentuan-ketentuan
yang secara substansial diperlukan suatu perubahan agar diperoleh suatu
kesesuaian ataupun keadilan bagi para pihak yang dipandang perlu untuk
dilengkapi dan disempurnakan sesuai tuntutan perkembangan dari peraturan
perundang-undangan yang berlaku atau kerjasama yang dilakukan.
(2) Segala perubahan dalam addendum perjanjian kerjasama selanjutnya mengikat
Para Pihak.
(3) Ketentuan addendum perjanjian hanya dapat diubah atau ditambah dengan
suatu perubahan yang ditandatangani oleh Para Pihak.
(4) Perubahan/Addendum harus menyebutkan ketentuan yang diubah, dimana
perubahan tersebut merupakan tambahan pelaksanaan lebih lanjut dan
ketentuan perjanjian ini masih berlaku.
57 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
| Direktorat Jenderal Cipta Karya | Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Pasal 26
KETENTUAN PENUTUP (1) Mengenai hal-hal yang tidak diatur atau belum cukup diatur dalam perjanjian
ini akan diatur dalam perjanjian tersendiri dengan berpedoman pada isi
perjanjian ini dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini
(2) Perjanjian ini berlaku sah dan mengikat sejak ditandatangani dan tetap
berlaku untuk jangka waktu sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Perjanjian ini.
PEMERINTAH PROVINSI ..............
............................................ GUBERNUR
PEMERINTAH KABUPATEN ..........................
PEMERINTAH KABUPATEN ..........................
PEMERINTAH KOTA ..........................
............................ BUPATI
............................ BUPATI
............................ WALIKOTA
58 KONSEP PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN TPA REGIONAL