614.542 Ind P
PEDOMAN OPERASIONAL BAKU UJI DIAGNOSTIK MOLEKULAR LOOP MEDIATED ISOTHERMAL AMPLIFICATION (LAMP) UNTUK DETEKSI CEPAT TB PARU DI INDONESIA
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 2012
Kotalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI 614.542 Ind P
In onesia. Kementerian Kesehatan RI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Pedoman operasional baku uji diagnostic olekuler : loop mediated isothermal amplification (lamp) untuk deteksi cepat TB paru i Indonesia .-- Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 1 012 ISBN 978-602-235-172-6 1. Judul I. TUBERCULOSIS - DIAGNOSIS
KONSULTAN: Dr.dr. Trihono, MSc. Prof.dr. Pratiwi Pujilestari Sudarmono, Sp.MK(K), PhD. Drs. Ondri Dwi Sampurno, MSi, Apt.
TIM PENYUSUN: Vivi Lisdawati Tjahjani Mirawati Sudiro Nelly Puspandari Triyani Sukarso Ni Wayan Ariani
Aulia Rizki Holy Arif Wibowo
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum wr.wb.
Puji syukur kepada Allah SWT kami panjatkan karena hanya berkat rahmat dan karunia serta taufik dan hidayahNya maka tim penyusun berhasil menyelesaikan tugas mempersiapkan buku "Pedoman Operasional Baku Uji Diagnostik Molekular Loopmediated Isothermal Amplification (LAMP) untuk Deteksi Cepat TB Paru di Indonesia" ini.
Telah diketahui bahwa beban penyakit TB merupakan ancaman terbesar bagi perekonomian negara dan saat ini Indonesia masih menduduki posisi no. 4 di dunia dalam kelompok negara dengan masalah Tuberkulosis Paru besar (high burden countries). Oleh karena itu penatalaksanaan TB di laboratorium juga merupakan fokus utama Pemerintah sesuai dengan prioritas
Millenium
Development Goals (MDGs) untuk tata laksana penyakit infeksi menular.
iii
Salah satu langkah alternatif dalam menemukan metode terobosan untuk diagnosis TB di laboratorium adalah pengembangan sistem deteksi cepat secara molekuler. Metode yang diunggulkan untuk diaplikasikan pada daerah dengan sumber daya terbatas seperti halnya Indonesia adalah pengembangan sistem deteksi molekuler secara isothermal (suhu tetap), yaitu metode LAMP. Penerapan metode LAMP akan mampu mereduksi penggunaan alat PCR konvensional yang mahal untuk amplifikasi bakteri. Pelaksanaan metode LAMP belum banyak dilakukan di Indonesia sehingga penyusunan buku pedoman untuk melaksanakan teknik ini di laboratorium merupakan langkah awal agar pengembangan metode dapat dilakukan secara lebih luas. Buku pedoman juga dapat menuntun pekerja laboratorium untuk mengembangkan teknik secara terus menerus dan melakukan berbagai penyesuaian sesuai kemampuan laboratorium yang tersedia.
Terimakasih kami ucapkan kepada Tim Penyusun yang telah bekerja bersama-sama untuk dapat menghasilkan buku pedoman ini yang diperuntukkan sebagai sumbangsih berharga kepada masyarakat Indonesia.
iv
Harapan kami semoga buku pedoman ini dapat bermanfaat dan berperan serta pada penatalaksanaan TB Paru di Indonesia.
Billahit taufiq walhidayah wassalamu'alaikum wr.wb.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
Dr. dr. Trihono, MSc.
V
UCAPAN TERIMA KASIH
Seluruh penelitian yang melatar belakangi penyusunan buku pedomanan ini dibiayai oleh dana DIPA 2008-2009 dan DIPA 2009-2010 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) dan dana DIPA 2010-2011 Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Balitbangkes. Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Dr. Endang R. Sedyaningsih, MPH, Dr. PH., selaku pencetus ide pengembangan diagnostik TB di Indonesia dan bertindak selaku Koordinator Penelitian Identifikasi dan Karakterisasi Bakteri Mtb di Puslitbang BMF tahun 2008; serta dr. Triono Soendoro, Ph.D. selaku pencetus ide pemetaan bakteri Mtb yang ada di Indonesia sekaligus bertindak selaku konsultan dalam penelitian. Secara khusus, kami juga mengucapkan terimakasih yang sangat besar kepada Dr. Tomohiro Oshibe dan Mr. Hidetaka Tsuji dari Hyogo Perfectural Institute of Public Health and Consumer Science, Public Health Science Research, Kobe - Japan yang telah memberikan bimbingan dan membegikan ilmunya kepada kami selama pembelajaran yang kami lakukan di laboratorium mereka. Kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Drs. Syahrial Harun, MSc. dan seluruh anggota Tim Penelitian TB 2008-2010, para peneliti dan para pembantu peneliti beserta staf administrasi penelitian. Terimakasih juga kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah menyumbangkan segala bantuan moril dan materil untuk tersusunnya buku pedoman ini.
vi
RINGKASAN Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2009 masih menempatkan Indonesia pada urutan ketiga sebagai negara dengan pengindap Tuberkulosis Paru (TB) terbanyak sesudah India dan Cina. Salah satu intervensi pengendalian TB yang direkomendasikan oleh WHO adalah penelitian untuk pengembangan diagnostik molekular yang dapat menjadi metode alternatif diagnostik konvensional. Oleh karena itu, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan melakukan optimasi metode LAMP dari tahun 2008-2010 untuk diagnostik TB molekuler cara langsung berdasarkan uji asam nukleat bakteri. Metode Loop-Mediated Isothermal Amplification (LAMP) adalah salah satu teknik diagnostik molekuler yang telah dikembangkan dari tahun 1999 di Jepang. Teknik LAMP menggunakan amplifikasi DNA pada suhu tetap, sehingga penggunaan alat thermocycler yang mahal tidak diperlukan. Amplifikasi pada suhu tetap dapat terjadi dengan menggunakan jumlah primer yang lebih banyak berdasarkan prinsip transcriptase
PCR
nested dan reverse
(Polymerase Chain Reaction).
Proses
amplifikasi pada metode LAMP menggunakan enzim yang dapat menjadi substrat selama proses reaksi amplifikasi berlangsung.
vii
.,1
Analisis basil metode ini sangat sederhana karena dapat dideteksi secara visual dengan melihat endapan ( pada proses reaksi ditambahkan reagen pengendap) atau dapat berupa perubahan
pendar warn / fluoresensi
( pada proses reaksi
ditambahkan reagen fluoresensi) dengan menggunakan bantuan sinar UV.
viii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL
i
DAFTAR KONSULTAN DAN TIM PENYUSUN
ii
KATA PENGANTAR
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
vi
RINGKASAN
vii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
BAB I . PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 1
1.2. Tujuan Penulisan 1.3. Luaran
6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
7
2.1. Mycobacterium tuberculosis
7
2.1.1 Taksonomi 2.1.2 Struktur Dinding Set dan Pewamaan Set 2.1.3 Perkembangbiakan Set
6
7 8 10
2.2. Genome Mycobacterium tuberculosis
10
2.3. Uji Diagnostik Tuberkulosis Paru
13
2.4. Uji Diagnostik Cara Langsung (Direct Methode) 2.5. Uji Diagnostik Loop-mediated isothermal amplification (LAMP) 2.5.1. Metode amplifikasi asam nukleat
14
2.5.2. Prinsip kerja LAMP
15 15
16
ix
BAB III. METODE UJI DIAGNOSTIK LAMP TB 3.1. 3.2. 3.3.
Preparasi Sampel Dahak Preparasi dan Ekstraksi DNA dari Sampel Dahak Uji LAMP TB
22 24 28
BAB IV. DAFTAR RUJUKAN
34
LAMPIRAN
39
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
A. B.
Gambar 2.2
Struktur dinding sel Mycobacterium tuberculosis. Karakteristik dinding sel bakteri Peta sirkular kromosom Mycobacterium tuberculosis H37Rv
9
11
Gambar 2.3
Filogenetik Mtb complex
12
Gambar 2.4
Skema pembagian metode uji diagnostik kasus TB
14
Gambar 2.5
Mekanisme amplifikasi LAMP
18
Gambar 3.1
Proses preparasi sampel dahak
23
Gambar 3.2
Proses ekstraksi DNA dari sampel dahak
25
Gambar 3.3
Proses mixture reagen amplification LAMP-TB
30
Gambar 3.4
Proses Amplifikasi LAMP-TB
30
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lembar Kerja dan Evaluasi Metode LAMP
39
Lampiran 2. Prosedur Operasional Baku (POB) LAMP
40
Lampiran 3. Tahap Kerja Uji Diagnostik LAMP-TB
42
Lampiran 1.
xii
BABI
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Salah satu kendala dalam meningkatkan penemuan kasus Tuberkulosis Paru (TB) adalah akibat keterbatasan dari metode diagnostik konvensional yang saat ini digunakan (WHO, 2000). Metode diagnostik yang ada pada umumnya bertujuan untuk mendeteksi bakteri Mycobacterium tuberculosis (Mtb) yang menjadi penyebab dari infeksi. Uji konvensional mikroskopik BTA (Bakteri Tahan Asam) terhadap apusan dahak suspek TB yang terintegrasi dalam program Directly Observed Short Course Treatment (DOTS) merupakan baku emas untuk deteksi awal TB selain uji biakan kultur bakteri pada media sediaan yang sesuai (Murray, et.al., 2005). Kelemahan uji mikroskopik BTA terletak pada keragaman teknik pembuatan sediaan dan kemampuan interpretasi hasil yang sangat bervariasi dari para pekerja laboratorium. Jumlah bakteri yang dibutuhkan cukup besar, yaitu minimal 10° per ml dahak untuk dapat teridentifikasi positif sehingga umumnya hanya efektif terhadap pasien yang sudah memiliki manifestasi klinis (Boehme, et.al., 2007). Sementara diketahui bahwa manisfestasi klinis TB perlu waktu hampir satu bulan atau bahkan lebih sebelum dapat menimbulkan respon imunitas selular dan jumlah 1
bakteri dapat di mukan dalam jumlah cukup banyak di dalam dahak (Nester, et.al., 2007; Gantz, et.al., 2006). Hal ini menyebabkan k terbatasan uji mikroskopis BTA di daerah endemik sering enghambat terapi dini penangan kasus (Forbes, et.al., 2007). Se sitivitas uji berkisar antara 67%-87% meskipun spesifisitas dapa mencapai 99%-100% (Mathew, et.al., 2002). Prevalensi koin ksi TB-HIV yang meningkat pada dekade terakhir juga me ambah kesulitan pembacaan mikroskopik BTA. Hasil negatif alsu sering muncul akibat menurunnya kemampuan ma rofag menangkap bakteri sehingga jumlah bakteri yang ke dian dapat berkembangbiak serta ditemukan di dalam dahak me 'adi sangat sedikit (Achkar, et.al., 2010). Uji konve sional baku emas lain adalah dengan cara mengkultur bakt ri pada media biakan yang sesuai, terutama untuk deteksi asus resistensi. Meskipun sensitivitas dapat meningkat hingg 87-90%, terutama dengan menggunakan kultur media cair MGI Bactec, tetapi spesifisitas hanya mencapai 90% serta lambatnya ertumbuhan koloni (2-4 minggu) menyebabkan deteksi cepat to hadap pasien tidak dapat dilakukan. Pasien dengan resistensi TB positif terhambat memperoleh pengobatan yang tepat sebe um hasil pertumbuhan koloni dapat diamati secara jelas (J Q Palomino, et.al., 2005).
2
Metode diagnostik menggunakan prinsip molekuler merupakan salah satu metode diagnosis TB yang diharapkan dapat menjadi alternatif mengatasi
keterbatasan diagnostik
konvensional (WHO, 2007). Identifikasi yang ditujukan terhadap asam nukleat atau DNA (deoxy nucleic acid) bakteri dapat meminimalisasi kebutuhan jumlah bakteri dalam spesimen klinis dan oleh karenanya juga dapat mengurangi kendala deteksi dini akibat keterlambatan manifestasi klinis penyakit (Pai, et.al., 2006). Kendala diagnostik molekuler pada umumnya adalah teknik ini memerlukan beberapa suhu reaksi agar proses amplifikasi dapat terjadi. Instrumen yang umum digunakan adalah thermocycler yang harganya sangat mahal, terutama bagi negara dengan sumber daya terbatas . Kendala lain adalah sering terjadi kegagalan amplifikasi DNA pada saat proses reaksi berlangsung . Hasil amplifikasi juga memerlukan sistem deteksi yang rumit dengan penggunaan metode elektroforesis untuk mendeteksi jumlah amplicon (produk DNA) yang teramplifikasi. Metode Loop-Mediated Isothermal Amplification (LAMP) adalah salah satu teknik diagnostik molekuler yang telah dikembangkan dari tahun 1999 di Jepang sebagai alternatif untuk mengatasi beberapa kendala penerapan uji diagnostik molekuler sebagaimana tersebut di atas. Teknik LAMP menggunakan amplifikasi DNA pads suhu tetap, sehingga penggunaan alat
3
thermocycler y ng mahal tidak diperlukan. Amplifikasi pada suhu tetap dap at teijadi dengan menggunakan jumlah primer yang lebih ba yak berdasarkan prinsip
nested dan reverse
transcriptase P R (Polymerase Chain Reaction).
Sedangkan
kegagalan prose amplifikasi pada metode LAMP diatasi dengan menambahkan enzim yang dapat menjadi substrat selama proses reaksi amplifik si berlangsung. Sistem deteksi pada teknik ini juga sederhana 1 arena amplicon yang akan dideteksi dapat berupa endapan (pada proses reaksi ditambahkan reagen pengendap) atau dapat berupa p bahan pendar warna/ fluoresensi (pada proses reaksi ditambah an reagen fluoresensi). Oleh karena itu, deteksi hasil akhir dap at langsung dilakukan secara visual (Notomi, 2t.al., 2000). D gan prinsip amplifikasi DNA bakteri pada suhu tetap serta hasil yang terdeteksi berupa presipitasi ataupun pendar fluoresensi yang dapat diamati secara mudah maka WHO telah merekomendasi an metode LAMP sebagai uji diagnosis rutin TB pada laboratoriu rujukan di sejumlah negara (WHO, 2007). Amplifi si DNA pada suhu tetap menyebabkan metode LAMP dapat m manfaatkan instrumen sederhana seperti: water bath
(penanga air) atau
heating block
(pelat pemanas).
Interpretasi has 1 juga dapat dilakukan secara sederhana yaitu dengan menggu akan mata telanjang atau sinar UV sederhana. Berdasarkan re rensi ini maka teknik LAMP merupakan suatu 4
I
metode yang sangat menjanjikan untuk dikembangkan lebih lanjut di negara-negara dengan sumber daya terbatas, seperti halnya di Indonesia.
Optimasi metode LAMP untuk diagnostik TB telah dilaksanakan di Badan Litbangkes dari tahun 2008-2010. Sejumlah hasil optimasi yang diperoleh adalah:
a. Protokol kerja metode LAMP yang sudah teroptimasi menggunakan sarana dan prasarana laboratorium di Indonesia (Laboratorium Bakteriologi, Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan - Balitbangkes);
b. Primer LAMP-TB hasil karakterisasi sekuens highly conserved bakteri Mtb yang bersirkulasi di wilayah Indonesia (analisis sampel bakteri Mtb dari 16 ibukota provinsi di Indonesia);
Berdasarkan hasil tersebut dan untuk memudahkan berbagai pihak melaksanakan uji LAMP-TB di Indonesia, maka kemudian disusun buku PEDOMAN OPERASIONAL BAKU UJI DIAGNOSTIK MOLEKULER ISOTHERMAL AMPLIFICATION
LOOP MEDIATED (LAMP) UNTUK
DETEKSI CEPAT TB PARU di INDONESIA.
5
1.2. Tujuan Penulisan Umum: Menyediak n tenaga laboratorium yang memiliki kemampua melaksanakan uji diagnostik molekuler LAMP-TB di fasilitas kesehatan masyarakat di seluruh
Indonesia ne ngan menggunakan standard baku yang sesuai.
Khusus: Memperol tenaga laboratorium yang memahami prinsip kerja LAMP -TB pada saat melaksanakan uji diagnostik TB secara mol kuler;
1.3. Luaran Pencapai Tujuan Penulisan: Dengan lah disusurmya buku pedoman, maka akan diperoleh tenaga laboratorium yang akan mampu memaha i seluruh prinsip kerja metode LAMP untuk deteksi ce at TB di Indonesia.
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mycobacterium tuberkulosis (Mtb) 2.1.1. Taksonomi Penentuan taksonomi pada organisma dimulai dari taksa terbesar sampai taksa terkecil, yaitu: domain-kingdom-phylumorder-class-family-genus-species Mandell,
et.al.,
2005).
(Alberts,
et.al.,
2002;
Mycobacterium tuberculosis (Mtb)
berdasarkan aturan taksonomi memiliki urutan taksa sebagai berikut, yaitu Domain: Bacteria, Phylum: Actinobacteria, Kelas: Actinobacteridae,
Ordo:
Mycobacteriaceae,
Genus:
Mycobacterium tuberculosis
Actinomycetales,
Famili:
Mycobacterium,
Species:
complex dan Subspesies:
Mycobacterium tuberculosis (Driscoll, et.al., 2002; Nester, et.al., 2007). Merujuk pada taksonomi bakteria dari NCBI (National Center for Biotechnology Information),
yang menggunakan
phylogenetic tree berdasarkan 16S ribosomal RNA, maka Mtb dikelompokkan kedalam
Actinobacteria
karena berkaitan
langsung dengan kandungan (G + C)nya yang tinggi , berada dalam kelompok yang sama dengan Bacillus/ Clostridium pada taksa Firmicutes, dan termasuk bakteri Gram-positive.
7
Beberap penelitian terakhir kemudian menunjukkan bahwa Mtb seb tulnya lebih memiliki sifat bakteri Gram-negatif dibandingkan ram-positif (Conville, et.al., 2007). Observasi klinis yang dil kukan menggambarkan suseptibilitas Mtb lebih tinggi terhada antibiotik Gram-negatif seperti streptomicin, siprofloksasin n amikasin dibandingkan antibiotik Gram-positif spesifik seperti beta-laktam. Hal ini menyebabkan kelompok Actinomycetes
ang merupakan ordo Mtb diusulkan ditempatkan
tersendiri ant a bakteri Gram-positif dan Gram-negatif (Lefe'vre, et.al. 2004). Kekhususan sifat Mtb ini terkait dengan karakteristik da struktur dan dinding sel bakteri.
2.1.2. Struktur linding sel dan pewarnaan sel Bakteri
tb berbentuk batang ramping dengan struktur
dinding sel yang kaya akan lipid dan protein, terdiri dari peptidoglikan d an sejumlah besar glikolipid seperti asam mikolat, phosphatidyinos tol mannosides (PIM), kompleks arabinogalactan dan lipoarabinomannan (Murray, et.al., 2005). Dinding sel t' ak dilapisi eksotoksin maupun endotoksin. Struktur dasar inding sel meski tipikal untuk bakteri gram positif, yaitu b gian dalam membran plasma memiliki lapisan peptidoglikan s rta tidak memiliki membran luar, strukturnya jauh lebih komp eks dibanding bakteri gram positif lainnya. Oleh
8
karena itu Mtb sering dikatakan bersifat gram positif lemah (Nester, et.al., 2007; Park, et.al., 2008). Kekhususan struktur serta karakteristik dari dinding sel bakteri Mtb dapat dilihat pada gambar 2.1. berikut: B
A
GRAM,
I GRAM -)
Gambar 2.1. A. Struktur dinding sel Mycobacterium tuberculosis. B.Karakteristik dinding sel bakteri (htpp//Doc Kaiser's Microbiology Hoare Page, 2010). Struktur unik dari dinding sel menyebabkan bakteri dapat menyerap pewarnaan merah (karbol fukhsin) dengan kuat dan tidak luntur meski dicuci oleh asam alkohol dan diwarnai dengan biru metilen. Hanya sedikit bakteri yang memiliki karakteristik tahan asam seperti ini, misalnya: Nocardia, sementara bakteri lain akan menjadi biru. Sifat ini dimanfaatkan untuk membedakan Mycobacterium dari bakteri lain dengan pewarnaan
9
yang disebut p warnaan Bakteri Tahan Asam (BTA), misalnya dengan pewa aan Ziehl Neelsen (ZN) atau auramin (Nester, et.al., 2007; A ab, et. al., 2009).
2.1.3. Perkem angbiakan Sel Hal lain yang menjadi kekhususan bakteri Mtb adalah perkembangbi an sel yang lambat, dimana memerlukan waktu 24-32 jam un k dapat berlipat dua (Watson, et.al., 2004). Pembelahan yang lambat terkait dengan lapisan lemak pada dinding sel yang tebal sehingga menghambat nutrisi masuk ke dalam sel (M ndel, et.al., 2005; Nester, et.al., 2007). Meski membutuhkan kondisi aerob untuk berkembang biak, tetapi bakteri memili ' potensi genetik dan kemampuan biokimiawi untuk membe tuk enzim yang berperan dalam metabolisme anaerob. Hal i menyebabkan bakteri mudah beradaptasi dengan lingkungan dan mampu bertahan hidup dalam jangka waktu yang sangat lama intuk menunggu kondisi optimum tercapai. Perkembangbia an sel bakteri Mtb menghasilkan koloni dengan reaksi biokimia khas (Hett; et.al., 2008).
2.2. Genome
ycobacterium tuberculosis
Dalam i tilah molekuler, definisi gen menjadi penting karena karakte istik struktur molekuler spesies ditentukan oleh 10
gen. Secara umum, gen adalah sekuens asam nukleat yang berperan untuk mengkode satu atau lebih produk protein. Terkait dengan daerah coding yang biasa disebut ekson, definisi gen juga termasuk daerah kontrol dan intron. Spesies bakteri (prokariot) umumnya tidak memiliki daerah intron, dimana ekson tersusun rapat sepanjang DNA genome sebagai daerah coding (Lodish, etal., 2005; Watson, etal., 2002). Studi genomik menyeluruh telah berhasil memetakan secara komplit genome Mtb H37Rv yang terdiri dari 4.411.529 bp (NCBI Reference Sequence: NC_000962.2) dengan tipe kromosom berbentuk sirkular yang dapat dilihat pada gambar 2.2.
DR
Gambar 2.2.Peta sirkular kromosom Mycobacterium tuberculosis H37Rv dimana terlihat daerah conserved pada gen tipe RNA (tRNA berwarna biru dan merah muda) dan di daerah Direct Repeat ( kubus merah muda) (Cole, et.al., 1998).
Penyusunan peta sirkular mampu menjelaskan keragaman dari berbagai tipe Mtb yang ada. Istilah complex kemudian
11
muncul merujuk pada sejumlah galur dari genus Mycobacterium yang memiliki arakteristik specimen klinis yang sulit untuk dibedakan den an galur
Mtb.
Seluruh galur kemudian
dimasukkan dal m satu kelompok spesies yang disebut Mtb complex (March tti, et.al., 1997). Mtb comp ex pada awalnya terdiri dari sub spesies: M. tuberculosis, M bovis, M bovis Bacille Calmette-Guerin (BCG), M. africanum, M.microti
dan
Mtuberculosis subsp.caprae
subsp.nov. seper i terlihat pada gambar 2.3 (Costello, et.al., 1999; van Der Zanden, 2002). "Ancestor' M. tuberculosis ( n = 10), M. africanum (n = 4) Principal genetic group 1, 2, 3 R09 M. africanum (n = 1) Principal group I RD7, RD8 genetic , _^^
RD10 M. microti (n=7), seal bacillus (n=10), U. africanum(n=S) Principal genetic group 1
RD5, RD6 RDI2, RD13 N-RD25
1-* M. caprae (n = 10) Principal genetic group 1
R D4 M. bovis (n= 16) Principal genetic group t
Gambar 2.3. F' ogenetik Mtb complex yang diusulkan pertamakali di ana setiap anggota spesies berasal dari nenek m yang (ancestor) yang sama, dengan daerah di se elah kiri menunjukkan wilayah delesi berulang p a genome yang menjadi penanda untuk m mbedakan setiap subspesies. http://bioweb. u lax.edu/ bio203/s2007/millard ashl/ classification. ht
12
Perkembangan penelitian kemudian menunjukkan adanya subspesies barn yang memiliki sekuens gen yang berasal dari gen nenek moyang (common ancestor) yang sama dengan Mtb complex, yaitu M canettii, dan M pinnipedii (Somoskovi, et.al., 2007) serta yang terbaru M smegmatis (Coros, et.al., 2008; Jain, et. al; 2002). Pengenalan terhadap gen yang conserved terhadap spesies Mtb complex yang akan diidentifikasi menjadi penting dalam langkah pengembangan suatu metode diagnostik molekuler untuk deteksi TB.
2.3. Uji Diagnostik Tuberkulosis Paru Secara garis besar, WHO sudah menetapkan uji diagnostik untuk kasus TB menggunakan pendekatan dua metode, yaitu metode cara tidak langsung dan cara langsung (WHO, 2007). Uji diagnostik cara tidak langsung
(Indirect Method)
ditujukan untuk mendeteksi reaksi antibodi serta reaksi biokimia dari hospes terhadap infeksi bakteri Mtb
(Pratt, et.al., 2007;
Kobashi, et.al., 2009). Sedangkan uji diagnostik cara langsung merupakan uji diagnostik yang ditujukan untuk mengidentifikasi bakteri Mtb berikut komponen penyusunnya yang terdapat di dalam tubuh hospes (Pai, et.al., 2006). Skema pada gambar 2.4.
13
dapat menggam rkan prinsip yang digunakan dalam penetapan uji diagnostik ka is TB.
Diagnostik Molekuler TB
Metode Lan sung
Metode tidak Langsung
Deteksi bak eri dan komponenn a
Deteksi antibodi hospes
Konfirmasi PCR
Gambar 2 . 4. Ske a pembagian metode uji diagnostik molekuler TB Modifikasi : WH ,2007;http//new_diagnostik_modalities.TB.II 415 224.pdf.)
2.4. Uji Diagno ik Cara Langsung (Direct Method) Beberapa c ntoh uji diagnostik cara langsung yang umum digunakan untuk mendeteksi kasus TB adalah uji mikroskopis BTA menggunak pewamaan spesifik, uji pertumbuhan bakteri pads media kul r, uji phage dan uji identifikasi asam nukleat oakteri.
14
2.5. Uji diagnostik molekuler
Loop-mediated isothermal
amplification (LAMP)
2.5.1. Metode amplifikasi asam nukleat Metode
Loop-mediated Isothermal Amplification
(LAMP) merupakan metode uji diagnostik molekuler cara langsung berdasarkan uji identifikasi asam nukleat bakteri yang mulai dikembangkan pada tahun 1999 oleh Notomi,
et.al.
Pengembangan metode mengacu pada beberapa metode amplifikasi asam nukleat sebelumnya yang efisien dan memiliki kemudahan teknologi, yaitu dari metode: nucleic acid sequencebased amplification
(NASBA),
self-sustained sequence
replication (3SR), dan strand displacement amplification (SDA). Metode NASBA dan 3SR menerapkan amplikasi asam nukleat pada suhu tetap dengan teknik pemanfaatan set primer transcription dan reverse transcription sementara metode SDA juga meniadakan siklus denaturasi dengan memanfaatkan penyediaan enzim restriksi dan substrat DNA. Ketiga metode memungkinkan proses amplifikasi berlangsung tanpa perlu menunggu suhu denaturasi serta dapat meniadakan instrument thermocycler dalam pelaksanaan reaksi. Gabungan dari ketiga mekanisme kerja ini kemudian menjadi prinsip kerja dari metode LAMP.
15
2.5.2 Prinsip Ke 'a LAMP Metode AMP merupakan metode modifikasi amplifikasi PCR pada suhu etap dengan menggunakan empat sampai enam pasang primer ari gen dengan sekuens highly conserved pada spesies target. 1 rimer yang digunakan terdiri dari inner primer (FIP = F1, F2), backward primer (BIP = B 1, B2), outer primer (F3 dan B3) da untuk mempercepat reaksi dapat pula dengan cara menamba an sekuens loop primer (loop F & B) (Notomi, et.al., 2000; Na amine, et.al., Iwamoto, et.al., 2003; Poon, et.al., 2005). Primer AMP mencakup Forward Inner Primer (FIP), yang terdiri dari aerah F2 (di bagian 3' ujung) yang merupakan komplementer erah F2c serta daerah Flc di bagian 5' ujung dari sekuens ya g sama, disebut primer FIP dan merupakan gabungan dari p 'mer F2 dan F1. Forward Outer Primer, terdiri dari daerah F3 yang merupakan komplementer daerah F3c, dikenal juga de gan primer F3. Backward Inner Primer (BIP), terdiri dari dae ah B2 (di bagian 3' ujung) yang merupakan komplementer d erah B2c serta daerah B 1 c di bagian 5' ujung dari sekuens yar g sama, disebut primer BIP. Backward Outer Primer, terdiri ari daerah B3 yang merupakan komplementer
16
daerah B3c, disebut primer B3. Untuk mempercepat reaksi dapat ditambahkan untai komplementari dari BIP-linked dan FIP-linked untuk membentuk struktur stem-loops ( Loop-B dan Loop-F). Struktur primer ini akan menjadi struktur awal pembentukan siklus amplifikasi pada metode LAMP (Hase, et.al.,
2007;
EIKEN, 2007; Liang, et.al., 2009). Teknik LAMP mengidentifikasi sekuens bakteri dengan mekanisme rolling circle amplification (RCA) yang merupakan metode gabungan dari multiplex PCR dan nested PCR, dimana menggunakan minimal 2 set primer (multi primer) serta outer primer (standard primer) dan inner primer (nested primer) serta reagen amplifikasi yang sesuai (Kuboki, et.al., 2003; Rovira, et.al., 2009; Thekisoe, et.al., 2009). Prinsip untuk mendesain primer LAMP adalah memastikan jarak daerah primer dari Ujung 5' di F2 ke daerah B2 sekitar 120180bp, dan jarak antara F2 dan F3 sebagaimana B2 dan B3 adalah 0-20bp. Jarak untuk daerah pembentuk loop (Ujung 5' di F2 ke Ujung 3' di F1, dan Ujung 5' di B2 ke Ujung 3' di B1) sebesar 40-60bp (EIKEN, 2007). Tahap-tahap pada prinsip kerja LAMP dapat dilihat pada gambar 2.5.
17
F F, N, 1 1,
n I u: I I
15 F1 II
❑ I, a:, 11I'
IA
F!r l1c l'Ic III 112 11! .I^ I U `1
I!, IN IIc BI B: B! ^ ^^ .ter. .^ ,VirV. FI BI3N}
P/1^^enx ** •vlw....,.nwm
III B2 B! iiipo 1-5, I! I: I! BI,B2,Bk
F!c I2, Flr
III 8'_ 11! .ter - i
F) F2 FI
III. B2r B!r FI BIr B2,&k F2(^- .^. -1•
151 w^ r . 11r F2 FI HIr x2.111 .
7B! VM1wr BZ Bk!'
FIc F2 FI
RII
N11 R2c Ric
11! is)
1'Ic III ^ F2r t J112 FI
1
L °'t p
l
Ill.
1
Gambar 2.5. M kanisme amplifikasi LAMP: 1. Untai ganda dal keadaaan dynamic equilibrium; suhu sekitar 65° ; annealing sekuens komplemen oleh FIP; dila jutkan inisiasi sintesis DNA oleh DNA pol erase membentuk untai tunggal DNA baru; 2. DN A polymerase menginisiasi sintesis DNA ko lemen dari template DNA; dimulai dari ujung 3' F pada FIP; 3. Primer F3 mengannealing daerah F3c diluar FIP dan target DNA, lalu menginisisasi sint sis untai DNA baru dan melepas untai barn dari
18
FIP; 4 . Untai ganda terbentuk sebagai hasil sintesa F3 Primer terhadap template DNA; 5. Untai komplementer dari FIP dilepas dalam bentuk tunggal karena akan bergabung dengan untai DNA yang disintesis oleh primer F3. Kemudian, bentuk untai tunggal membentuk formasi struktur stem-loop di ujung 5' karena adanya komplementer dari daerah F 1 c dan Fl; 6. Untai DNA tunggal di (5) bersifat sebagai template yang dengan DNA BIP- initiated, juga akan membentuk untai subsekuen dari sintesis B3-primer DNA. Annealing oleh BIP bertujuan membentuk untai DNA di tahap (5). Dari ujung 3' BIP sintesis komplementer DNA dimulai . Setelah proses ini, DNA kembali dari struktur loop ke bentuk struktur linear . Saat annealing B3 Primer keluar dari BIP, kemudian inisiasi dimulai di ujung 3' dengan adanya DNA polymerase. Sintesis DNA diganti BIP dan dilepas dalam bentuk untai tunggal sebelum sintesis DNA oleh Primer B3; 7. Untai ganda DNA terbentuk seperti gambar (6); 8. Untai komplementari dari BIP-linked tejadi di tahap (6) dan membentuk struktur stem-loops di setiap ujung, yang menyerupai struktur halter. Struktur ini menjadi struktur awal pembentukan siklus amplifikasi pada metode LAMP; 9-11. Amplfikasi berulang pada suhu tetap (file:///C:/Documents%2Oand%2OSettings/FAST/M y%20Documents/data/LAMP/ principleLAMP%20EIKEN.htm)
Aplikasi metode LAMP untuk deteksi TB telah diuji menggunakan primer set dari beberapa gen penyandi , yaitu gen
19
protein gyrB
(Iwamoto, et.al., 2003), molekul 16S rRNA
(Yamaguchi, A al., 2006; Pandey, et.al., 2008) dan rimM (Zhu, et.al., 2009). Optimasi yang dilakukan di Badan Litbangkes dari tahun 2009-2010 ter adap metode LAMP menggunakan primer gyr B (Iwamoto, et.a ., 2003) diujikan terhadap 122 sampel spesimen dahak pasien TB Indonesia. Uji dilakukan menggunakan peralatan lab atorium sederhana; yaitu untuk instrumen amplifikasi ad ah penangas air dan sistem deteksi menggunakan lampu uv fluo esensi, memberikan sensitifitas hasil (positivity rate) sebesar 4,2% (114/121), yang sekaligus membuktikan diagnostik LAMP dapat diaplikasi pada pasien TB di Indonesia. Pengemb ngan desain primer LAMP berdasarkan karakteristik akteri
Mtb
di Indonesia
(sequence highly
conserved) ke iudian dilakukan dan diperoleh primer LAMP spesifik Indon sia. Uji optimasi primer gyrB LAMP Indonesia pada serial laru an DNA Mtb H37Rv menunjukkan bahwa primer set dapat meng mplifikasi sampai dengan [100 fg/pl] DNA Mtb H37Rv. Uji o timasi primer gyrB LAMP Indonesia kemudian dilakukan ter dap 85 sampel spesimen dahak pasien TB Indonesia, yang merupakan bagian dari sampel uji validasi LAMP, memb rikan hasil sensitifitas atau positivity rate lebih kurang 97,6% (82/84), dimana basil ini membuktikan bahwa
20
primer set LAMP Indonesia mampu mengenali seluruh tipe dan sub-tipe Mtb di Indonesia dan lebih sensitif dibanding primer gyrB LAMP (Iwamoto, et.al.) yang terhadap sampel yang sama memberikan nilai sensitifitas atau positivity rate lebih kurang 95,2% (80/84).
21
BAB 3 METODE UJI DIAGNOSTIK LAMP-TB
3.1. Prepara i Sampel Dahak Sampel dahak yang diterima langsung didekontaminasi untuk mengh langkan berbagai bakteri lain yang dapat menyebabkan ampel rusak . Dekontaminasi dilakukan dengan metode bake
O, 2000). Pekerjaan dilaksanakan di dalam
Biosafety Cabi et (BSC) Tipe IIA menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) s suai standard Good Microbiological Practice (GMP).
Alat: BSC Type IIA; pot dahak standard; tabung falcon bertutup ukuran 0 mL; Vortex mixer; Sentrifuse; Incubator; paper work
SC; tang penjepit; Mikropipet; pipet pasteur;
wadah 1 erisi disinfektan; APD: Jas Lab, Masker N95 atau Double asker Operasi; sarung tangan.
Bahan: Larut n N-acetylsystein (NALC) / NaOH dan Buffer fosfat teril pH 6,8; Cairan disinfektan (Lysol/Alkohol 70%).
22
Gambar 3.1 Sampel dahak yang sudah mengalami proses dekontaminasi Prosedur Kerja:
1. Sejumlah sampel dahak volume 5-10 mL dipindahkan ke dalam tabung falcon bertutup ukuran 50 mL, kemudian ditambahkan campuran N-acetylsystein (NALC)/ NaOH segar dalam jumlah sama. 2. Tabung kemudian ditutup rapat , lalu sampel dihomogenkan dengan vortex mixer selama 5-20 detik. 3. Tabung kemudian dibalik , tunggu ± 15-20 menit, lalu ditambahkan buffer fosfat steril pH 6,8 hingga volume 45 ml, kemudian tabung dikocok manual. 4. Ditunggu sampai aerosol hilang.
5. Sampel lalu disentrifuge dengan kecepatan 3000 g selama 15 menit, lalu sentrifuse didiamkan selama ± 5-10 menit sebelum tutup dibuka.
23
6. Supernatan dalam tabung lalu dibuang dan endapan diresuspensi engan buffer fosfat memakai pipet pasteur steril untuk mem eroleh volume 1-3 mL. 7. Tabung dis pan di dalam inkubator pada suhu 37°C selama 15 menit d n siap untuk digunakan kemudian. Catatan: Tab g dan tutupnya selalu didekontaminasi dengan disinf ktan tuberkulosidal (Lysol/Alkohol 70%) sebelum keluar dari BSC.
3.2. Preparasi an Ekstraksi DNA dari Sampel Dahak Sampel ahak yang sudah didekontaminasi kemudian disiapkan untu proses ekstraksi DNA. Metode yang digunakan adalah modifik si dari metode baku ekstraksi DNA menggunakan reagen kit. P kerjaan dilakukan di dalam BSC Tipe IIA menggunakan PD sesuai standard GMP.
Alat: BSC T e IIA; Tabung eppendorf; Tabung spin column ; Mikro ipet ;
Vortex mixer; spin down;
Sentrifuge;
Incub tor; Wadah (sampah / limbah/ disinfektan).
Bahan: Qiamr DNA Mini Kit ekstraksi
24
(a)
(b)
(h)
(c)
(i)
r G)
Gambar 3. 2 Proses Ekstraksi DNA dari Sampel Dahak. (a) Persiapan reagen dan preparasai sampel dahak, (b) penambahan lysis buffer dan proteinase K ke dalam sampel (c) homogenisasi dengan vortex mixer ( d) inkubasi dengan heating block (e)
25
emindahan sampel ke spin coulom (f) enambahan larutan AW 1 (g) penambahan larutan W2 (h) penambahan buffer AE untuk melarutkan NA yang diperoleh dari proses ekstraksi (i) ntrifuse 8000 rpm selama 1 menit (j) DNA t rlarut dalam buffer.
Prosedur kerja: 1. Tabung e pendorf 1 , 5 mL disiapkan sesuai jumlah sampel sputum y ng akan diekstraksi. 2. Pada tab g dipindahkan sejumlah 200 µL sampel dahak yang to h didekontaminasi dengan
N-acetylsystein
(NALC)/ NaOH) dan sejumlah 400 µL PBS. 3. Larutan icampur menggunakan vortex mixer, lalu spin down un k mengendapkan aerosol, dilanjutkan dengan inkubasi da suhu 37 °C selama 1 jam.
4. Kemudia pada tabung eppendorf 1,5 mL yang barn, ditambah an 200 µL buffer AL, 200 µL campuran sputum-PBS yang telah diinkubasi dan sejumlah 20 µL proteinas K. 5. Larutan ihomogenkan dengan
vortex mixer beberapa
detik, ke udian dilakukan spin down untuk mengendapkan aerosol.
26
6. Tabung kemudian diinkubasi kembali selama 30 menit pada suhu 56 °C, dan 15 menit pada suhu 95 °C.
7. Kedalam tabung kemudian ditambahkan 200 gL alkohol absolut, dihomogenkan kembali dengan vortex mixer lalu spin down beberapa saat untuk mengendapkan aerosol. 8. Larutan dalam tabung eppendorf kemudian dipindahkan ke dalarn spin column DNA. Tabung spin column disentrifuse selama 1 menit pada 8000 rpm, lalu ganti tabung penampung bagian bawah (collection tube). 9. Pada tabung spin column barn ditambahkan larutan buffer AWl sejumlah 500 µL, kemudian disentrifuge 8000 rpm selama 1 menit, lalu ganti kembali tabung penampung bagian bawah (collection tube). 10. Pada tabung spin column barn ditambahkan larutan buffer AW2 sejumlah 500 µL, sentrifuge kembali 14.000 rpm selama 3 menit.
11. Tabung penampung bawah kemudian diganti dengan tabung eppendorf 1.500 µL. 12. Kedalam tabung ditambahkan 150 µL Buffer AE, lalu diinkubasi pada suhu ruang selama 5 menit. 13. Sentrifuge 8000 rpm selama 1 menit, lalu tabung spin dibuang dan larutan supernatan yang terkumpul adalah DNA dari sampel.
27
14. Hasil eks aksi DNA kemudian disimpan pada suhu -80°C sebelum gunakan lebih lanjut. 15. Uji kemu ian hasil dapat dilakukan menggunakan kontrol DNA Mt H37Rv pada gel agarose I%.
Catatan: Tabu g dan tutupnya selalu didekontaminasi dengan disin ektan tuberkulosidal (Lysol/Alkohol 70%) sebel m keluar dari BSC.
3.3. Uji LA P-TB Sampel
NA yang sudah diekstraksi kemudian disiapkan
untuk proses dentifikasi bakteri menggunakan etode modifikasi
Mycobacterium tubeculosis Loop- mediated Isothermal
Amplification ( AMP) (Iwamoto , 2003 ). Pekerjaan dilaksanakan di dalam BSC Tipe IIA menggunakan APD sesuai standard GMP.
Alat: Biosafety Cabinet (BSC) Type IIA; tabung tube nuclease free for P R; mikropipet ; vortex mixer ; spin down; wadah sampah/li bah ;
penangas air; lampu UV; APD (jas
laboratori m; masker ; sarung tangan).
28
Bahan: 1. Sampel lysat DNA Pasien TB masing-masing 2,0 µl. 2. LoopAmp DNA amplification kit (Eiken Chemical Co Ltd.) terdiri dari : 12,5-µ12x reaction mix [40 mM Tris-HCI pH8.8; 20 mM KCI; 16 mM MgSO4 ; 20 mM (NH4)2SO4; 0,2% Tween20;
1,6 M Betaine; 2,8 mM dNTPs]; Bst DNA
polymerise ; Larutan Fluoresence Detection Reaction (Eiken Chemical Co Ltd.) 3. Distille Water secukupnya. 4. Primer set LAMP-TB ( Balitbangkes, 2010) yang terdiri dari 6 pasang primer:
F3; B3; FIP; BIP ; dan Loop F serta Loop B. 5. Primer set LAMP-TB komersial (Iwamoto, 2003 ), dengan gen target gyrB dari genome Mycobacterium tuberculosis, sebagai kontrol primer:
Primer F3 : GCGATATCTGGTGGTCTG; Primer B3 : CCGTGGTTTCGAAAACAGC; Primer FIP : AGACCACTCGTACCCGTCGCCGGTGGTT AACGCGCTAT; Primer BIP : ATGAGAAGTCGGAACCCCTGGGACCGTT GACCCCGTCTTC; Primer Loop F: AACTAGAGCTGAAGCTCGG; Primer Loop B: CCTCAAGCAAGGGGCG 29
1`
h
i
Gambar 3.3. Proses mixture reagen dan amplifikasi LAMP-TB dengan meng nakan waterbath/heatblock a. Preparasi reagen mix, b.proses ix reagen FIP, BIP, F3, B3, Loop F, Loop B dihomogenkan. c. spin down. d. inkubasi pada suhu 95°C 3,5 menit. e. pen bahan RM (reaction mix), FD (fluorescence detection), Bs DNA polymerase, DW (distilled water), f. campuran reag dan sampel.
Berpendar : LAMP positif Tidak berpendar : LAMP negatif
(a)
(b)
Gambar 3.4. 1 roses Amplifikasi LAMP-TB (a) Inkubasi suhu 2°C 60 menit (proses amplifikasi) dan suhu °C selama 2 menit (inaktivasi) (b) deteksi hasil ibawah lampu UV
30
Prosedur kerja: 1. Tabung berisi DNA hasil ekstraksi disiapkan. Apabila menggunakan sampel DNA yang sudah disimpan sebelumnya, maka sampel DNA harus dikeluarkan terlebih dahulu dari lemari pembeku (-80°C) dan dipindahkan ke dalam lemari pendingin dengan suhu (2-8°C) sebelum dapat digunakan lebih lanjut. 2. Siapkan tabung PCR ukuran 0,2 mL. 3. Kemudian ke dalam tabung ditambahkan larutan inner primer FIP dan BIP masing-masing 40 pmol; 4. Tambahkan outers primer F3 dan B3 masing-masing 5 pmol, 5. Tambahkan loop primers yaitu loop F and loop B masingmasing 20 pmol;
6. Homogenkan larutan dengan vortex mixer lalu spin down beberapa saat. 7. Kemudian dilakukan heating shock pada suhu 95°C selama 3,5 menit. 8. Kemudian ditambahkan larutan 2xReaksi Mix (RM) dari Loopamp DNA kit sejumlah 12,5 ul. 9. Larutan di atas kemudian ditambahkan
Fluorescence
Detection (FD) sebanyak 0,8 µ1 dan Bst DNA polymerase sebanyak 1,0 µ1
31
10. Terakhir la tan ditambahkan Distilled Water sehingga total volume me ' adi 23 µl. 11. Larutan dih mogenkan kembali dengan vortex mixer lalu spin down beber pa saat. 12. Kedalam la tan kemudian ditambahkan 2,0 pl DNA sampel (sampel lys t DNA pasien TB di Indonesia). 13. Disiapkan juga tabung berisi kontrol positif dengan menambah an 2,0 .tl DNA sampel dari lysat DNA Mtb H37Rv yan disertakan dalam setiap tahap reaksi. 14. Disiapkan j ga tabung berisi kontrol negatif adalah larutan 2xRM+Bst DNA polymerase+DW+FD
yang
disertakan
dalam setia tahap reaksi.
15. Setelah la tan sampel , kontrol positif dan kontrol negatif siap maka roses dilanjutkan dengan reaksi amplifikasi pada suhu 62°C elama 60 menit menggunakan alat penangas air. 16. Kemudian ilanjutkan dengan reaksi inaktivasi pada suhu 80 °C selama menit menggunakan heating block.
Pengamatan ha il: Identifikasi ha it dilakukan menggunakan lampu
sinar UV
dengan panjan gelombang 256/ 360 nm, dimana hasil positif ditunjukkan de gan adanya warnahuoresensi pada sampel dalam tabung yang po itif mengandung bakteri Mth.
32
Prinsip penga ^natan hasil: Kontrol positif merupakan baku pembanding untuk validitas amplifikasi reagen, sehingga intensitas pendar tidak menjadi acuan untuk hasil positif, tetapi hanya untuk validasi reaksi amplifikasi. Kontrol negatif merupakan baku pembanding untuk pendar (fluoresensi) dari hasil reaksi positif. Bila terjadi pendar, meski intensitas lemah tetapi di atas intensitas kontrol negatif, maka uji LAMP harus dilakukan pengulangan ( duplo) dan bila pendar tetap terjadi maka hasil reaksi dinyatakan positif.
Persyaratan Kerj a: Pekerjaan dilaksanakan di laboratorium diagnostik yang memiliki peralatan BSC tipe IIA untuk melakukan proses dekontaminasi dan ekstraksi DNA dari sampel dahak pasien TB. Pelaksanaan kerja dilakukan di laboratorium dengan menggunakan prinsip GMP sesuai standard pemeriksaan TB (WHO, 2007)
33
BAB 4 DAFTAR RUJUKAN
Achkar, J.M., J ny-Avital, E., Yu, X., Burger, S., Leibert, E., Bilder, P.W., Almo, S.C., Casadevall, A. and Laal, S. 2010. Antibodies against Immunodominant Antigens of Mycobacteri m tuberculosis in Subjects with Suspected Tuberculosis in the United States Compared by HIV Status. Clinical And Vaccine Immunology. 17 (3): 384-392. Aftab, R., Amj d, F. and Khurshid, R. 2009. Detection Of Mycobacterium Tuberculosis In Clinical Samples By Smear And Culture. Pak J Physiol. 5(2). 27-30.
Alberts, B., Jo son, A., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K and Walter, P. 2(02. Molecular Biology of The Cell. Fourth ed. htti)://www.C eocities.com/ zrnet76/(8 of 8)17/10/2005 07:37:18. Boehme, C.C., t.al. 2007. Operational Feasibility of Using Loop-Mediated Isothermal Amplificatin for Diagnosis of Pulmonary Tuberculosis in Microscopy Centers of Developing Countries. J. Clin. Microbiology. 45: 1936 1940.
Conville, P.S. and Witebsky, F.G. 2007. Analysis of Multiple Differing Copies of the 16S rRNA Gene in Five Clinical Isolates and Three Type Strains of Nocardia Species and Implications or Species Assignment J. Clin. Microbiology. 45: 1146-115'.. Coros, A., DeCo no, E. and Derbyshirel, K.M. 2008. IS6110, a Mycobacterium tuberculosis Complex-Specific Insertion Sequence, is lso present in the Genome of Mycobacterium smegmatis, uggestive of Lateral Gene Transfer among
34
Mycobacterial Species. Journal Of Bacteriology. 190(9): 3408-3410. Costello, E., O'grady, D., Flynn, 0., O'brien, R., Rogers, M., Quigley, F., Egan, J. and Griffin, J. 1999. Study of Restriction Fragment Length Polymorphism Analysis and Spoligotyping for Epidemiological Investigation of Mycobacterium bovis Infection. Journal of Clinical Microbiology. 37(10): 32173222. Driscoll, JR., Bifani, PJ., Mathema, B., McGarry, MA., Zickas, GM., Kreiswirth, BN., and Taber, HW. 2002. Spoligologos: A Bioinformatic Approach to Displaying and Analyzing Mycobacterium tuberculosis Data. Emerging Infectious Diseases. 8:1306-1309.
Forbes, B., Sahm, D.F., and Weissfeld, A.S. 2007. Bailey & Scott's: Diagnostic Microbiology. twelfth edition. MOSBY Elsevier. Philadelphia. p: 509-478. Gantz, N.M., Brown, R.B., Berk, S.L., and Myers, J.W. 2006. Manual of Clinical Problems in Infectious Disease: Role of Tuberculin Test. 5t' ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 407-411. Hase, T. 2007. Rapid detection of Mycobacterium tuberculosis complex from sputum samples using novel Loop-Mediated Isothermal Amplification. EIKEN Chemical Co., LTD. Hett, E.C., and Rubin, E.J. 2008. Bacterial Growth and Cell Division: a Mycobacterial Perspective. Microbiology and Molecular Biology Reviews. 72(1): 126-15. J.C. Palomino. 2005. Nonconventional and new methods in the diagnosis of tuberculosis: feasibility and applicability in the field. European Respiratory Journal. 26:339-350.
Iwamoto, T., Sonobe, T., Hayashi, K. 2003. Loop-Mediated Isothermal Amplification for Direct Detection of 35
Mycobacteri m tuberculosis Complex, M avium, and M intracellular in Sputum Samples. J. Clin. Microbiology. 41(6): 2616- 2622. Jain, P. and agaraja, V. 2002. An orphan gyrB in the Mycobacteri m smegmatis genome uncovered by comparative enomics. Journal of Genetics. 81(3): 105-110. Kuboki, N., In ue, N., Sakurai, T., Di Cello, F., Grab, D.J., Suzuki, H., Sugimoto, C. And Igarashi, I. 2003. LoopMediated Is thermal Amplification for Detection African Trypanosom s. J. Clin. Microbiology. 41: 5517-5524. Lefe'vre, P., et al. 2004. Antimycobacterial activity of synthetic pamamycins Journal of Antimicrobial Chemotherapy. 54: 824-827. Liang, S., etal. 2009. Development of Loop-Mediated Isothermal Amplificatio Assay for Detection of Entamoeba histolytica. Journal of C in. Microbiology. 47(6): 1892-1895.
Lodish, B., Kais r, M., Scott, K. and Darnell, Z. 2005. Molecular Cell Biolo y: Molecular Structure of Genes and Chromosomes. 10.3. Mobile DNA. 415-460. e-book Journal. Mandell, G.L., Bennett, J.E. and Dolin, R. 2005. Principal and Practice of Infectious Diseases. 6`h ed. Philadelphia: Elsevier Churchill Livingstone. (1)42-50; 182- 192; 226-228; 28672915. Marchetti G, Go i A, Catozzi L, Rossi MC, Moroni M, Franzetti F. 1997. C mparison of spoligotyping vs RFLP DNA fingerprinting analysis in M tuberculosis epidemiological typing. Prog am Abstr 4th Conf Retrovir Oppor Infect Conf Retrovir Op or Infect 4th 1997 Wash D C. Jan 22-26; 4th: 184 (abstract no. 645). Mathew, P., Ku o, Y., Vazirani, B., Eng, R.H.K. and Weinstein, M.P. 2002. re Three Sputum Acid-Fast Bacillus Smears 36
Necessary for Discontinuing Tuberculosis Isolation? Journal of Clinical Microbiology. 40 (9): 3482-3484. Murray, P.R., Rosenthal, K.S., Pfaller, M.A. 2005. Medical Microbiology: Mycobacterium. 5th ed. Philadelphia: Elsevier MOSBY. 297-301
Nester, E.W., Anderson, D.G., Roberts, Jr., C.E. 2007. Microbiology: A Human Perspective. 5th ed. New York: Mc Graw Hill. 245-263. Notomi, T., Okyama, H., Masubuchi, H., Yonekawa, T., Watanabe, K., Amino, N. and Hase, T. 2000. Loop-mediated Isothermal Amplification of DNA Nucleic Acids Research. 28:e63(i-vii). Pai, M., Kalantri, S. and Dheda, K. 2006. New tools and emerging technologies for the diagnosis of tuberculosis: Part II. Active tuberculosis and drug resistance. Expert review of molecular diagnostics. Posted at the eScholarship Repository, University of California. 6 (3): 423-432.
Pandey, B.D., et.al. 2008. Development of an in-house loopmediated isothermal amplification (LAMP) assay for detection of Mycobacterium tuberculosis and evaluation in sputum samples of Nepalese patients. Journal of Medical Microbiology. 57: 439-443. Park, J.T. and Uehara, T. 2008. How Bacteria Consume Their Own Exoskeletons (Turnover and Recycling of Cell Wall Peptidoglycan). American Society for Microbiology: Microbiology and Molecular Biology Reviews. 72(2): 211227. Rovira, A., Abrahante, J., Murtaugh, M. and Munf oz-Zanzi, C. 2009. Reverse transcription loop-mediated isothermal amplification for the detection of Porcine reproductive and respiratory syndrome virus. J Vet Diagn Invest. 21:350-354.
37
Somoskovi , A., t.al. 2007 . Sequencing of the pncA Gene in Members of the Mycobacterium tuberculosis Complex Has Important D iagnostic Applications: Identification of a Species-Spec fic pncA Mutation in "Mycobacterium canettii" and the Re l iable and Rapid Predictor of Pyrazinamide Resistance . J ournal of Clinical Microbiology . 45(2): 595-599. Thekisoe, O.M. 1 ., Baziel , R.S.B., Coronel-Servian, A.M., Sugimoto , C. Kawazu, S. and Inoue, N. 2009 . Stability of Loop-Mediated Isothermal Amplification (LAMP) Reagents and its Amp lification Efficiency on Crude Trypanosome DNA Templ ates . J. Vet. Med. Sci . 71(4): 471-475.
Van der Zanden, A. 2002 . Spoligotyping, a tool in epidemiology, diagnosis a control of tuberculosis. Thesis . Medical Microbiology and Infecious Disease , location Lukas, Gelre Hospitals, A ldoorn, Bilthoven, The Netherlands. Watson, J.D., B er, T.A., Bell , S.P., Gann , A., Levine, M. and Losick, R. 2 04 . Molecular Biology of the Gene . fifth ed. Pearson Educ ation, Inc. San Fransisco. World Health rganization. 2000. Acid - Fast Direct Smear Microscopy: Laboratory Training Program. World Health rganization . 2007. New Technologies for Tuberculosis Control : A framework for their adoption, introduction d implementation . WHO Library Cataloguingin-Publicatio Data . France.
Yamaguchi, et. al. hLtp://www.i-tokyo.com/2006/Cl2N/JP2006061134.shtml Zhu, Ru-Yi, et.al 2009. Use of Visual Loop-mediated Isothermal Amplification of rimM sequence for Rapid Detection of Mycobacteri tuberculosis and Mycobacterium bovis. Journal of Mi robiological Method. 78: 339-343.
38
Lampiran
LEMBAR KERJA DAN EVALUASI PEMERIKSAAN METODE LAMP 1. Persiapan master mix: Jumlah E spl Jumlah Total a. Primer FIP (30 pmol) (uL) x = (uL) BIP (30 pmol) (uL) x = (uL) LoopF (15 pmol) (uL) x = (uL) LoopB (15pmol) (uL) x = (uL) F3 (5 pmol) (uL) x = (uL) B3 (5 pmol) (uL) x = (uL) Tambahkan: (uL) x = (uL) b. 2x Reaction Mix (RM) (uL) x = (uL) c. Bst DNA polymerase (uL) x = (uL) d. Fluorescent Detection(FD) (uL) x = (uL) e. Distilled Water (DW) Total
(uL) x =
(uL)
II. Persiapan Kontrol Negatif: = 12,5 uL a. 2x RM b. Bst DNA polymerase = 1,0 uL c. FD = 0,8 uL d. DW = 8,7 uL Total = 23 uL III. Template DNA Tambahkan 2,0 uL sampel isolat ke dalam master mix IV. Kondisi Reaksi: Reaksi amplifikasi Reaksi inaktivasi
: 62°C; 60 mnt : 80°C; 20 mnt
V. DETEKSI : UV 256/360 nm
39
PROS. DUR KERJA BAKU (SOP) LAMP
1. Persiapan ^'laster Mix (untuk satu reaksi)
1. Campu semua primer a. Pri er FIP (30 pmol) : 0,3 µl b. Pri er BIP (30 pmol) : 0,3 µl c. Pri er Loop F (15 pmol) :0,15 gl d. Pri er Loop B (15 pmol) :0,15 p l e. Pri er F3 (5 pmol) : 0,05 gl f. Pri er B3 (5 pmol) : 0,05 µl 2. Prime mix dimasukkan ke dalam tabung PCR 0,2m1, setela primer tercampur dalam satu tabung kemu ian spin down dan dilanjutkan heating shock 95°C lama 3,5 menit (210 detik) 3. Prime mix kemudian ditambahkan reagen 2x reacti mix (RM) sebanyak 12,5 pl 4. Maste mix ditambahkan enzim Bst DNA Polymerase seban ak 1 µl 5. Maste mix ditambahkan Furescent Detection (FD) seban ak 0,8µl
6. Maste mix ditambahkan Distilled Water (DW) seban ak 7,7 µl
40
II. Persiapan Mix Kontrol Negatif
a . 2 x R eact i on mix : 12,5 µl b. Bst DNA Polymerase : 1 ,0 Al c.
Furescent Detection (FD) :
0,8 µl
d. Distalled Water (DW) :
8,7µl
Campurkan mix kontrol negatif tersebut dalam tube PCR 0,2 ml, kemudian dilakukan spin down dan dilabel. III. Template DNA: masing-masing ditambahkan 2 gl ke dalam tabung mix yang sudah dibuat IV. Kondisi Reaksi a. Reaksi Amplifikasi : 62°C selama 60 menit dan b. Reaksi Inaktivasi : 80°C selama 2 menit V. Deteksi visual dilakukan dengan menggunakan UV dengan panjang gelombang 256/360 nm
41
KERJA UJI DIAGNOSTIK LAMP-TB
k
PREPARATI ON SPUTUM
30'
PROCESS REACTION 1. Preparation DNA samples 2. Preparation Loop-amp DNA mix 3. Add DNA samples 4. Incubation
Dete tion
90
RESULT
is
Gambar. Ske a Tahap Kerja LAMP (Modifikasi: EIKEN, Litb ngkes) (filc ///C:/Documents%20and%20Settin s/FAST/M 20 cuments/data/LAMP/ principle-LAMP%20 EI N.htm)
42