199
BAB VIII KONTESTASI OTM DAN BP DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN / PEDESAAN Dalam bab ini akan dijelaskan bagaimana praktik dan persaingan yang terjadi dalam pelaksanaan perencanaan dan penganggaran APBD di Kabupaten Agam yang menyebabkan tersingkirnya kebutuhan petani yang telah dihasilkan dari proses Musrenbang Jorong. Dalam ranah perencanaan, panduan analisisnya adalah alur perencanaan dan penganggaran menurut UU No.17/2003 dan UU No.25/2004 (Luhiwono 2010) sebagai mana yang telah dijelaskan pada Bab II. Pertanyaan analitis untuk ranah perencanaan adalah apakah partisipasi bersifat semu, manipulatif dan sarat dengan kepentingan politis, dimonopoli oleh elite dan birokasi pemerintah (Widowati 2007; Sudjito 2008; Syukry 2008; Marbyanto 2008; Sopanah 2011), sehingga APBD disusun secara oligarkhis tidak tersentuh partisipasi masyarakat berikut kebutuhan mereka. Dalam ranah penganggaran, menggunakan panduan analisis apakah BP merespon semua tekanan yang diberikan DPRD dalam proses penganggaran dan membuat kebijakan publik, kemudian berakibat pada berubahnya jumlah anggaran dan distribusi anggaran? Apakah hubungan eksekutif dan DPRD bersifat transaksional sehingga menitipkan program transaksionalnya pada SKPD (Faulina et.al. 2010)? Apakah legislatif lebih cenderung memperjuangkan usulan program prasarana, karena lebih mudah menjadi bukti pemenuhan janji kepada pemilihnya (Keefer and Khemani 2003)? Apakah proses penyusunan APBD ini tidak terkait di antara ranah perencanaan (Musrenbang) dengan penganggaran (Sudjito 2008)? dan pada akhirnya, apakah dalam praktiknya, baik ranah perencanaan maupun ranah penganggaran, para aktor pelaku dipengaruhi OTM (Navis 1984; Naim 1984; Pelly 1984; Manan, 1995; Hadler, 2010 )?.
8.1. Tersingkirnya Kebutuhan Petani Pada Musrenbang Berjenjang Menurut Luwihono (2010),1 pelaksanaan siklus penyusunan rutin tahunan APBD terdiri dari dua ranah yang mencakup proses perencanaan dan
1
Slamet Luwihono, 2010. Perencanaan dan Penganggaran Partisipatif, FPPM dan Ford Foundation.
200
penganggaran. Dasarnya adalah UU.No.17/2003 tentang Keuangan Negara, UU No.25/2004 tentang Sistem Perencanaan dan Pembangunan Nasional dan UU No.32/2004 tentang Pemerintah Daerah. Dalam ranah perencanaan, prosesnya dimulai dari penyusunan rancangan RKPD yang kemudian disinkronkan dalam proses Musrenbang berjenjang. Proses Musrenbang merupakan arena bagi partisipasi masyarakat yang di amanatkan oleh undang-undang seperti yang diatur dalam UU No.25/2004 tentang SPPN. Pada Pasal 2 disebutkan azas SPPN bertujuan mengoptimalkan partisipasi masyarakat dan Pasal 9-12; 16-18; 22-27 mengatur kedudukan Musrenbang dalam proses perencanaan. Kemudian pada bagian umum butir ketiga dijelaskan mengenai pendekatan dalam keseluruhan rangkaian perencanaan. Di samping itu, dalam UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 139, menyebutkan mengenai hak masyarakat dalam penyiapan atau pembahasan rancangan Perda dan pada Pasal 150-151 dijelaskan pula upaya mendorong partisipasi masyarakat. Dalam UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan, Pasal 53 berisi mengenai hak masyarakat dalam memberikan masukan ketika dilakukan pembahasan mengenai rancangan PERDA. Di Kabupaten Agam, BP melaksanakan proses penyusunan dan pembahasan rancangan RKPD melalui forum Musrenbang secara berjenjang dari mulai Musrenbang Nagari, Musrenbang Kecamatan hingga Musrenbang Kabupaten. Sebagaimana ungkapan informan berikut ini; “…mulai dari tingkat Nagari. Intinya dari Nagari Kalau yang Musrenbang yang dilakukan di tingkat Jorong itu bukan Musrenbang, tetapi praMusrenbang” (Informan RH) Namun, OTM melakukan Musrenbang dimulai dari tingkat Jorong. Hal ini mencontoh ketika masih diberlakukannya UU No. 5 Tabun 1979 tentang Pemerintahan Desa di Sumatera Barat, terdapat tradisi Musbang P5D2 di mana sebelum dilaksanakan pada tingkat Nagari, desa-desa yang ada dalam Nagari melakukan musyawarah untuk menghasilkan kesepakatan apa yang hendak di
Lihat juga, Engkus Ruswana, 2007. Tinjauan Regulasi, Sistem, Mekanisme, Proses Perencanaan dan Penganggaran Tahunan Daerah, dalam Buku Panduan Pelatihan Fasilitator Forum SKPD dan Musrenbang RKPD, LGSP-USAID, hal.6-9 2
Pedoman Penyusunan Perencanaan Pengendaliaan Pembangunan di Daerah
201
usulkan, disampaikan dan diperjuangkan nantinya dalam Musrenbang Nagari, seperti ungkapan informan berikut; “oo..ya kalau dahulu namonyo Musbang jo UDKP. masalah ko disesuaikan jo caro kampuang ko. Pertamo, diundang urang nan 4 jenis di wilayah Jorong dulu ko, ninik mamak, alim Ulama, cadiak pandai, Pemuda. termasuk Bundo Kandung.3 (Tokoh Adat). Musrenbang memiliki arti yang sangat penting bagi masyarakat karena isi musyawarah adalah membahas kebutuhan yang tidak mampu ditanggulangi oleh masyarakat, sehingga mengharapkan bantuan BP. Kebutuhan tersebut adalah pembangunan, rehabilitasi dan peningkatan prasarana Jorong dan Nagari seperti jalan, jembatan dan pengairan yang membutuhkan biaya cukup besar.4 Prasarana tersebut berkaitan dengan peningkatan kualitas dan kuantitas harta pusaka yang umumnya merupakan lahan pertanian sawah serta kepemilikan masih menganut kepemilikan sistem komunal (pada tingkat kaum-kaum).5 Pentingnya prasarana ini juga untuk mempermudah akses masyarakat, di samping dapat menjadi citra “maju” bagi Nagari.6 8.1.1. Musrenbang Jorong Pada kasus di Nagari Tabek Panjang, Musrenbang dilaksanakan berawal dari Jorong. Musrenbang diadakan oleh Walijorong dengan mengundang urang nan ampek jinih. Jumlah peserta terbesar adalah berasal dari utusan kaum (ninikmamak). Salah satu Jorong di Tabek Panjang adalah jorong Sungai Janiah di mana jumlah kaum mereka mencapai 17 kaum dari tujuh suku yang ada di Jorong tersebut. Sedangkan di Sungai Cubadak -jorong lain di Tabek Panjang- terdapat 40 kaum dari tujuh suku yang ada.7 Sehingga ketika Musrenbang Jorong dilaksanakan peserta yang hadir di antara keduanya berbeda. Di Sungai Cubadak, perserta dapat mencapai ± 70 peserta, sedangkan di Sungai Janiah hanya 3
Oh ya, kalau dulu namanya Musbang dengan UDKP. Cara pelaksanaan musrenban ini di sesuaikan dengan cara tradisi di kampung ini. Pertama, di undang “orang yang empat jenis” yang hidup di jorong ini mereka itu ninik mamak, alim ulama, cadiak pandai dan pemuda, termasuklah di dalamnya bundo kanduang (ibu kanduang). 4 Sebagai perbandingan, menurut informan PU, untuk mengaspal jalan 1 Km dengan lebar 2-3 M membutuhkan dana 350 juta/Km untuk aspal hotmix, dan 200-250 juta/km untuk jalan Nagari dan 100 juta/km untuk jalan usaha tani terdiri dari coran beton. 5 hasil wawancara dengan informan Bagindo Nan Hitam 6 Menurut informan Tokoh adat dan DPRD 7 Lihat Bab V
202
mencapai ± 25 peserta, yang mencakup “urang nan ampek jinih”. Seperti ungkapan informan berikut. “...ini nan di tingkat Jorong dulu yo. wali Jorong mengundang urang nan 4 jinih, ninik mamak, alim Ulama, cadiak pandai, Pemuda dan Bundo Kandung. termasuk Bundo Kandung. a… itu berkisar udangan jumlahnyo bekisar 60 sampai 75 urang tu. .. iyo satu Jorong tuh, ninik mamak se 40 urang kalo di Jorong ko, alim Ulama nyo lo lai, a sudah tu Pemuda” (ungkapan Tokoh Adat)8 Tingginya tingkat kehadiran jumlah peserta yang ikut, bukan saja dipengaruhi oleh jumlah kaum atau anggota “urang nan ampek jinih”, namun semua orang sangat berharap mendapatkan bantuan BP (“Harok ka Dapek”).9 sebagaimana ungkapan berikut ini: “…Tokoh-tokoh masyarakat, serta utusan masyarakat itu pasti hadir dalam Musrenbang, karena harok ka dapek10 usulan Jorong dan Nagari masuk dalam prioritas usulan untuk di biayai oleh APBD” (informan TAPD) Hal ini berbeda dengan temuan Widowati (2007),11 Sopanah (2011),12 dan Sujito (2008) bahwa praktik Musrenbang semu, manipulatif di mana rakyat atau masyarakat yang hadir dalam Musrenbang hanya aksesioris, dalam tingkatan Musrenbang Jorong dapat ditolak. Pelaksanaan Musrenbang Jorong dilakukan di Mesjid Jorong,13 karena mesjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, namun juga sebagai tempat pertemuan suku dan kaum dalam membicarakan permasalahan bersama. Musrenbang dilaksanakan malam hari setelah selesai shalat Isya. Pada siang hari 8
Ini yang Musrenbang tingkat jorong dulu ya. Wali jorong mengundang orang yang empat jenis seperti ninik mamak, ulama, kaum cerdik pandai, pemuda dan bundo kanduang , termasuk bundo kanduang tu yo. jumlah keseluruhan undangan mencapai 60 sampai 75 orang. itu satu jorong tuh, ninik mamak aja ada 40 an jumlahnya di jorong ini, alim ulama nya sudah tu pemuda” 9 Mengharapkan dapat. 10 Mengharapkan dapat 11 Dyah Widowati, 2007.Kajian Partisipasi Dalam Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Daerah di Kab.Pati. Tugas Akhir pada Jurs.Perencanaan Wilayah dan Kota, Univ.Dipenogoro, Semarang. Unpublish 12 Sopanah, 2011. Studi Fenomenologis Menguak Partisipasi Masyarakat Dalam Penyusunan APBD, dalam Jurnal Auditing dan Akuntansi Indonesia. 13 Di jorong Sungai Janiah dan Cubadak, dan pada umumnya jorong yang ada di Sumatera Barat, memiliki mesjid besar yang utama untuk dipakai sebagai shalat berjamaah dalam jumlah besar, seperti shalat Jum’at dan Tarawih, shalat Ied dan sejenisnya. Dan disetiap wilayah kaum juga terdapat mesjid-mesjid kecil yang disebut surau.
203
masyarakat bekerja baik di sawah maupun di ladang, sore hari baru kembali ke rumah. Musrenbang dibuka dan difasilitasi oleh Wali Jorong, diberi kata sambutan oleh seorang ninik-mamak yang dituakan di Jorong. Setelah itu, pembicaraan langsung pada pembahasan permasalahan dan kebutuhan “kaum-kaum” yang ada di Jorong. Pembahasan diawali dengan usulan tahun lalu, mana yang telah dilaksanakan dan mana pula yang belum. Pada usulan yang belum dilaksanakan, kemudian dibahas apa yang masih dibutuhkan dan hendak diusulkan kembali di tahun sekarang. Setelah itu, masing-masing utusan (ninik-mamak) mengajukan usulan baru, mewakili kepentingan kaumnya. Dalam forum Musrenbang Jorong tidak ada fasilitator yang terlatih, tidak ada penjelasan mengenai RPJM Desa serta rancangan RKP Desa yang dijabarkan sebagaimana yang disyaratkan oleh PP No.72/2005 tentang Desa dalam pasal 63, 64. Semua berjalan layaknya forum musyawarah tradisional. Setelah semua kaum mengusulkan, usulan tersebut kemudian dibahas satu per satu untuk menentukan usulan mana yang akan menjadi prioritas Jorong sehingga dituliskan dalam dokumen hasil Musrenbang Jorong. Usulan yang berada di dalam dokumen Musrenbang itulah yang selanjutnya akan diusulkan dan diperjuangkan dalam Musrenbang Nagari. Seperti ungkapan informan berikut ini; “aa… sudah tu a nan kita usulkan, itu kita sepakati dulu basamo dulu. jangka pendeknyo, jangka panjang nyo. Sudah itu baru diajukan ka Nagari, Pada Musrenbang Nagari, itu nan diperkuat 14 (Ungkapan Tokoh Adat). Dalam pembahasan usulan mana yang akan menjadi prioritas tersebut, tidak terlihat persaingan, perebutan atau pertarungan antar kaum penyandang OTM, karena penentuan prioritas usulan Jorong semuanya berkaitan dengan hajat hidup bersama seperti jalan lingkar Jorong, jembatan, pengairan, rehabilitasi Mesjid, Madrasah Diniyah Awaliyah15 dan Sekolah. Fasilitas umum ini dinikmati oleh seluruh penduduk di Jorong. Inilah sebabnya mengapa usulan pembangunan
14
nah, sudah itu apa yang mau kita usulkan, kita sepakati dulu bersama. jangka pendeknya dan jangka panjangnya, setelah itu baru diajukan ke Nagari , melalui Musrenbang Nagari itu di perjuangkan. 15 Bentuk pendidikan agama yang diperuntukkan bagi siswa TK hingga SMP
204
fisik selalu menjadi prioritas utama, karenan dapat di manfaatkan oleh seluruh masyarakat Jorong.16 seperti ungkapan informan berikut ini, “Kok lai inyo agiah sado urang di kampuang ko lai indak ba a do. Tapi nan sudah-sudah kajadiannyo kan di agiahnyo sakalompok, nan lain indak dapek. Nan kalompok mendapek ko, indak lo namuah nyo mambagi. Kalau jalan jo pengairan, pasti sadonyo marasokan urang di kampuang ko. Kok sakolah jo Madrasah,anak kamanakan, urang kampuang ko sadonyo baraja di sinan17 (Informan Petani) Dari penjelasan kutipan di atas, menunjukkan bahwa pengalaman sejarah menyediakan contoh bagi penduduk Jorong bahwa bantuan pelaksanaan program non-prasarana pertanian, manfaatnya tidak diterima secara merata oleh penduduk kampung. Bantuan-bantuan dan pelaksanaan program yang disalurkan, dengan membentuk kelompok-kelompok mengakibatkan ada kelompok yang dapat dan ada kelompok yang tidak mendapat. Kelompok yang mendapat bantuan akan menikmati sendiri bantuan tersebut, tidak akan membagikan kepada yang bukan kelompoknya. Sedangkan pengelompokan biasanya berdasarkan rumah atau kaum, sehingga distribusi yang tidak merata ini mengakibatkan terganggungnya hubungan sosial antara kaum yang satu dengan yang lain, baik dalam suku yang sama maupun antar suku yang berbeda. Lebih penting lagi, dalam pelaksanaan Musrenbang Jorong terdapat kesepakatan tidak tertulis bahwa usulan program tidak mengorbankan harta pusaka, baik harta paruik maupun kaum, seperti tanah perkarangan, ladang,
16
Ketika melihat hasil Musrenbang tingkat jorong, Nagari, Kecamatan hingga Kabupaten, yang menduduki prioritas utama adalah pembangunan fisik seperti di atas. Kemudian muncul pertanyaan, mengapa bukan usulan untuk usaha tani, bantuan bibit, pupuk, alat pertanian, karena daerah kabupaten Agam adalah Agraris. Pertanyaan ini selalu ajukan pada seluruh Informan, mulai dari Tokoh adat, hingga elite Birokrasi. Mulai dari petani hingga anggota DPRD. Jawabannnya dapat di sederhanakan bahwa kalau Jalan dan jembatan karena berhubungan dengan aksesibilitas dan ini sesuai dengan karakter budaya Minangkabau yang memiliki mobilitas tinggi. Sekolah. MDA dan Mesjid, juga berkenaan dengan karaterisitik budaya yang memandang tinggi agama dan pendidikan. Namun, terdapat jawaban menarik dari seorang tokoh adat yang menyebutkan, usulan tersebut dapat dinikmati hampir seluruh masyarakat, sehingga mudah mendapat dukungan dari berbagai komponen masyarakat, baik petani, pedagang, guru dan sebagainya. Hal ini bermakna, usulan tersebut minimal mengandung konflik. 17 Kalau dikasihnya merata kesemua penduduk kampung bagus itu. Tapi, seperti yang telah terjadi yang dapat hanya sebahagian (sekelompok). Kelompok yang mendapat bantuan, pelajaran, tidak juga mau membagi. Kalau jalan dengan pengairan, semua (penduduk kampung) pasti menikmatinya. Begitu juga dengan sekolah dan madrasah, anak, kemanakan dan seluruh anak penduduk kampung ini sekolah dan mengaji disana.
205
sawah, karena usulan tersebut akan mendapat tantangan dari kaum yang bersangkutan. seperti ungkapan berikut ini: “..nan bedo ko, kalau usulan tu harus mengorbankan sawah, ladang, manggaregak Musrenbang tu. Indak talok di salasaikan.18 (Ungkapan Tokoh Adat) Pada dokumen hasil Musrenbang Jorong, terlihat bahwa usulan masyarakat Jorong berkenaan dengan tiga hal. Prioritas pertama, pembangunan prasarana Jorong seperti jalan dan jembatan. Prioritas kedua usulan program rehabilitasi pengairan primer dan sekunder dari mulai bendung hingga jaringan. Prioritas ketiga, rehabilitasi dan pembangunan Sekolah. Seperti terlihat dalam tabel berikut. Tabel 8.1. Hasil Musrenbang di 4 Jorong Nagari Tabek Panjang, Tahun 2009 untuk APBD 2010 Bidang Prasarana JORONG Tabek Panjang
Baso
INFRASRUK TUR ORONG
Sungai Janiah
Sungai Cubadak
Jalan Lingkar Komalintang-Koto Marapak
Koto-BudiKapai
Pengaspalan Jln. Balai Ateh-Pakan Kamih
Pengaspalan Jln.Tabek Aua
Sungai Parik-MDA DarulIhsan Baso
Pembukaan jalan RawangKoto Budi
Perbaikan Jembatan Ujung Tanjung
Pengaspalan Jln.Simabua
Aspal Jalan Panjanura
Pembukaan jalan Bawah KubangMadina
Perbaikan JembatanLadang Pekuni
Aspal Beton Jalan Lingkar Jorong
Pengecoran Jalan Blkg Stasiun-Air Tabik
Pembukaan Jalan Rundo-Koto
Pengerasan Jalan pakan kamih
Pengecoran Jalan Kotomalintang-Sungai Barumbuang
Jln.Lingkar GaruahKoto Katiak
Pengerrasan Jalan Tumbuk
Sumber: Dokumen Musrenbang Jorong (Diolah), 2009
Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa setiap Jorong memiliki usulan prasarana Jorong, mulai dari pembukaan jalan antar Jorong, hingga peningkatan jalan berupa pengecoran jalan semen. Bahkan, terdapat pula usulan jalan Jorong agar di aspal beton seperti pada hasil Musrenbang Jorong Sei.Cubadak. Jika
18
Repotnya, kalau usulannya harus mengorbankan sawah dan ladang (misalnya pembukaan jalan baru, jaringan pengairan baru) dinamika Musrenbang akan meningkat, sehingga sulit diselesaikan.
206
dibandingkan hasil Musrenbang untuk bidang petanian, maka akan terlihat bahwa yang menjadi pilihan prioritas adalah prasarana jalan juga, seperti terlihat dalam tabel berikut ini; Tabel 8.2 Hasil Musrenbang di Empat Jorong Nagari Tabek Panjang, Tahun 2009 untuk APBD 2010 Bidang Pertanian JORONG Baso
PERTANI AN
Tabek Panjang
Sungai Janiah
Sungai Cubadak
Bantuan Bibit Palawija
-
Pelatihan Usaha Tani
Jln Usaha Tani BonjoMato aia
Bantuan Ternak Sapi Simental
-
Jln.Usaha Tani Koto Gobah 500M
Jln Usaha Tani Tembok TangahBanda Palupuah
Bantuan mesin Ubi Jalar menjadi Tepung
-
-
Jln.Usaha Tani BonjoSimabua
-
-
-
Jln. Usaha Tani Sei.Lamak-Mato Aia
-
-
-
Jln. Usaha Tani Tembok TangahMunggu Gadang
-
-
-
Jln.usaha Tani Surau Iliran-Bawah Pinang
Sumber: Dokumen Musrenbang Jorong (Diolah), 2009
Tabel di atas memperlihatkan bahwa untuk bidang pertanian, Jorong Sungai Janiah dan Sungai Cubadak, usulannya kembali pada prasarana jalan yakni jalan usaha tani. Usulan yang lain, seperti bantuan bibit palawija, sapi simental, mesin tepung ubi jalar juga sebenarnya dapat dikategorikan sebagai permintaan dalam bentuk barang siap pakai. Hanya satu usulan yang membutuhkan pelatihan usaha tani, seperti yang diajukan oleh Jorong Sungai Janiah. Usulan prasarana kembali mendominasi pada hasil Musrenbang bidang pengairan, di mana usulan terdiri dari pekerjaan peningkatan jaringan pengairan. Pekerjaan in iumumnya adalah rehabilitasi dinding beton saluran primer dan sekunder, atau pemasangan baru dinding beton saluran air, seperti terlihat dalam Tabel 8.3 di bawah ini.
207
Tabel 8.3 Hasil Musrenbang di 4 Jorong Nagari Tabek Panjang, Tahun 2009 untuk APBD 2010. Bidang Pengairan JORONG Baso
Tabek Panjang
Sungai Janiah
Sungai Cubadak
Titian SasakBancah Bohong;
Pos RundoJln.Baru
Pambatan Cor 300 M
Simpang Tigo-Mato Aia
Tabek ujuang Baruah;
-
Baruh Gobah 500 M
Bonjo-Mato Aia
-
-
Tali Banda Baruh Pakan
Bonjo-Balerong PanjangJln.Simarasok
-
-
Sambungan DAM Sawah Baruh
Surau Tinggi-Banda Palupuah
-
-
PENGAIRAN
Surau TinggiMunggu Gadang
Sumber: Dokumen Musrenbang Jorong (Diolah), Tahun 2009
Usulan prasarana kembali mendominasi pada usulan bidang pendidikan, di mana terlihat hampir seluruh usulan merupakan kategori prasarana, seperti rehabilitasi gedung sekolah, pembangunan lokal baru, perbaikan gerbang hingga kamar mandi sekolah. Hanya terdapat dua usulan non-prasarana, yakni beasiswa, yang diusulkan dalam Musrenbang, seperti terlihat pada tabel berikut ini; Tabel 8.4 Hasil Musrenbang di 4 Jorong Nagari Tabek Panjang, Tahun 2009 untuk APBD 2010 Bidang Pendidikan JORONG
Pendidikan
Baso Rehab Gedung SDN 01 Pembangunan Pagar SDN 01 Pembangunan Gerbang SDN 01 Pembangunan arealParkir MDA DarulIhsan -
Tabek Panjang Bea siswa SD 08
Sungai Janiah Mobiler SD 17
Bea siswa SD 20
Rehab TK Ikan Sakti
Penambahan Lokal SD 20
Mobiler MDA 1 lokal
Pengadaan Mobiler SD 20
-
-
-
-
-
-
Sei.Cubadak Rehab TK Al-Hidayah Pengadaan Guru TK Alhidayah 09 Rehab Pembangunan Pagar SD 09 Drainase Lingkungan Sekolah Penambahan WC 24 Penambahan WC SD 09 Penambahan Buku Pelajaran
Sumber: Dokumen Musrenbang Jorong (Diolah), Tahun 2009. Dari keempat tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa usulan Musrenbang pada tingkat Jorong didominasi oleh usulan prasarana. Hal tersebut juga terlihat dari usulan bidang keagamaan, bidang industri rumah tangga, dan bidang kesehatan (tidak tercantum di sini) juga di dominasi oleh usulan prasarana. Hal tersebut disebabkan karena alasan bantuan prasana fisik dapat dinikmati oleh
208
seluruh masyarakat Jorong dan Nagari, tidak memicu konflik, serta merupakan usulan yang tidak mampu ditanggulangi bersama oleh masyarakat Jorong yang umumnya berkerja sebagai petani semi subsistensi (Profil Nagari Tabek Panjang, 2008). Usulan Musrenbang Jorong bukanlah representasi kebutuhan atau keputusan elite. Peserta Musrenbang mewakili seluruh kelompok rumah dan kaum, bukan hanya “urang nan ampek jinih”. Meskipun proses pengambilan keputusan dimusyawarahkan dan dilakukan melalui ninik-mamak kaum, namun anggota kaum diperbolehkan ikut memberi dukungan dan masukan. Pengambilan keputusan dilakukan dengan melihat kekuatan isi argumentasi kelompokkelompok
yang
mengusulkan,
kemudian
masing-masing
pihak
mempertimbangkan usulannya dengan usulan lainnya, ditimbang mana yang lebih membutuhkan. Proses pengambilan keputusan ini disebut, raso pareso.19 Menurut Dt.Sipado, kepala salah satu suku di Jorong Sei.Cubadak, raso pareso20 merupakan salah satu metode pertimbangan pemikiran dalam rangka mengambil kata putus dalam penyelesaian sengketa maupun non sengketa, yang berlaku
di
Sei.Cubadak.
Metode
mempertimbangkan dua atau lebih
berfikir
ini
pendapat
dilakukan
dengan
atau perselisihan
cara
dengan
membatinkan dalam diri. Kemudian, baru memberi pendapat, mana dari usulan tersebut yang paling dibutuhkan. Contohnya, seperti dokumen hasil Musrenbang Sei.Cubadak menunjukkan bahwa terdapat lima usulan program untuk perbaikan pengairan, yakni jaringan pengairan Simpang Tigo Mata Aia, Bonjo-Mata Aia, Bonjo-Balerong Panjang-Simarasok, Surau Tinggi-Banda Palupuah dan Surau Tinggi-Munggu Gadang (lihat tabel di atas). Setelah melalui proses “raso pareso” tersebut, kemudian ditetapkan Simpang Tigo-Mata Aia sebagai prioritas, karena jaringan tersebut merupakan hulu dari empat pengairan lainnya. Jika di hulu terjadi kerusakan jaringan, maka akan mempengaruhi aliran air hingga menuju hilir. Begitupun untuk usulan program hasil Musrenbang Jorong Sungai Janiah, pengaspalan Jalan Balai Ateh menuju Pakan Kamih sepanjang 1 Km menjadi prioritas usulan Musrenbang Jorong karena jalan tersebut merupakan jalan utama
19 20
Wawancara dengan Dt.Sipado, informan kunci tokoh adat Sei Cubadak Terjemahan bebasnya rasa periksa atau di rasa dan diperiksa.
209
Jorong yang membutuhkan dana cukup besar dalam mewujudkannya, dibanding program usulan lainnya. Pada akhir pertemuan, setelah pemandu musyawarah (Walijorong) mencatat, seluruh usulan berikut prioritasnya, maka seluruh mamak suku (Datuk masing-masing suku) yang berjumlah tujuh orang menandatangani hasil dokumen Musrenbang. Tertulis di dalam dokumen bahwa Datuak nan tujuh suku telah sepakat, sehingga menandakan bahwa sakato (kesepakatan) musyawarah telah tercapai. 8.1.2. Musrenbang Nagari Setelah Musrenbang Jorong dilaksanakan, dua minggu kemudian diadakan Musrenbang Nagari. Di Tabek Panjang, pelaksanaan Musrenbang berlangsung pada minggu ketiga bulan Februari.21 Penanda pelaksanaan Musrenbang berasal dari Surat Edaran Camat yang ditujukan kepada Wali Nagari agar melangsungkan Musrenbang Nagari sebagai persiapan Musrenbang Kecamatan. Dalam pelaksanaan Musrenbang di Nagari Tabek Panjang, yang menjadi pesertanya adalah Walijorong berikut tiga orang masing-masing dari wakil utusan Jorong yang telah dipilih melalui Musrenbang Jorong. Peserta lainnya adalah “urang nan ampek jinih” unsur dari KAN, MUN, Bamus Nagari, tokoh Pemuda dan Bundo Kanduang. Sedangkan peserta dari pemerintahan Nagari, dihadiri oleh Perangkat Nagari, Wali Nagari. Hadir pula dalam kesempatan tersebut utusan pemerintah Kecamatan yang diwakili oleh Sekretaris Camat dan Kepala Urusan Pembangunan. Sedangkan peserta lainnya, terlihat hadir pula guru SD, SMP, SMA dan Madrasah yang bertindak sebagai wakil institusi tempat mereka bekerja. Lembaga pendidikan tersebut, berada dalam wilayah Nagari. Dua orang anggota DPRD yang berdomisili di Tabek Panjang hadir pula dalam musyawarah tersebut. Jumlah keseluruhan peserta, sesuai dengan daftar hadir, berjumlah 64 orang. Penyelenggaraan yang mengambil tempat di Balai Pertemuan Kantor. Nagari, bertujuan menghasilkan rencana-rencana pembangunan Nagari tahun selanjutnya, serta usulan yang akan diperjuangkan dalam Musrenbang Kecamatan. Bertindak sebagai fasilitator dalam pelaksanaan Musrenbang adalah Wali Nagari, 21
Dilaksanakan diantara minggu kedua hingga minggu keempat pada bulan Februari setiap tahunnya
210
dengan diawali pemberian kata sambutan dari utusan Kecamatan, Ninik-Mamak (Bamus dan KAN) serta anggota DPRD yang hadir. Isi sambutan berkenaan dengan kesiapan untuk memperjuangkan usulan program hasil Musrenbang Nagari untuk dapat menjadi bagian dari program APBD Kabupaten Agam. Setelah itu, musyawarah dilanjutkan dengan acara utama, memberi kesempatan kepada masing-masing peserta untuk menyampaikan usulannya. Masing-masing peserta membacakan usulannya dengan penjelasan kondisi rinci dari usulan tersebut.22 Sebagai contoh Jorong Sungai Janiah yang membutuhkan pengecoran Tali Bandar (jaringan pengairan) Muara gobah karena jaringan pengairan tersebut melalui tanah yang labil, mudah rubuh oleh hujan atau cuaca panas sehingga air yang masuk ke hamparan sawah sering terganggu. Wali Jorong Sei Cubadak juga menyampaikan kebutuhan mereka terhadap perbaikan tali banda Simpang Tigo Mata Aie, karena merupakan sumber mata air yang menjadi hulu dari tiga jaringan pengairan yang mengairi sebagian besar sawah di Jorong Sungai Cubadak. Beberapa hal perlu dicatat disini, pertama, ketika seluruh peserta menyampaikan usulannya, tidak ada petugas yang mencatat pada papan tulis sehingga dapat disaksikan oleh seluruh perserta. Usulan hanya ditulis oleh Wali Nagari pada secarik kertas. Kedua, Usulan program yang telah disampaikan pun tidak dibahas atau dilakukan prioritasisasi. Hasil Musrenbang Nagari, yang tercatat dalam dokumen hasil Musrenbang Nagari, menunjukkan bahwa hanya dua usulan hasil Musrenbang Jorong yang masuk menjadi bagian dari dokumen hasil Musrenbang Nagari.23 Seperti yang terlihat dari analisis dokumen Musrenbang Nagari. Untuk prioritas percepatan pembangunan kawasan perkotaan misalnya,
hasil
dokumen
Musrenbang
menunjukkan
bahwa
seluruh
program/kegiatan tidak pernah diusulkan dalam dokumen Musrenbang Jorong, juga tidak ada dibahas dalam musenbang Nagari. Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 8.5 di bawah ini
23
Menurut Informan, Dokumen Musrenbang Nagari tidak mencerminkan kebutuhan jorong dan Nagari, tetapi kepentingan Elite Nagari (WaliNagari, KAN, BAMUS). Dalam bahasa informan, “ba a kalamak dek inyo se (waliNagari)” atau “diminta nan paralu dek awak, nan lain tibo”.
211
Tabel 8.5. Daftar Usulan Program/Kegiatan Hasil Musrenbang Nagari Tabek Panjang Tahun 2009 (Prioritas Percepatan Pembangunan Kawasan Perkotaan) No
Program/Kegiatan
Vol. (M)
Anggaran (Juta Rp)
Lokasi Jorong
Hasil Musrenbang Jorong (Ya/Tidak)
1
Lanjutan Pengaspalan Jalan Lingkar Baso
750
300
Jr. Baso
Tidak
2
Pembangunan Trotoar Pasar Baso-SMA Baso
750
350
Jr.Baso
Tidak
3
Pembangunan Pagar Pembatas Pasar Baso Dengan SDN 01 Baringin Anam Baso
85
40
Jr.Baso
Tidak
4
Penutupan Got Ke SDN 01 Baringin Anam Baso
100
40
Jr.Baso
Tidak
Pengecoran Jalan Koto Rapak-Tabek 300 60 Jr. Baso Tidak Ujuang Sumber: Diolah dari Data Sekunder Hasil Musrenbang Jorong dan Nagari Tabek Panjang, tahun 2010 5
Untuk usulan program peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan
berwawasan
lingkungan
(Pekerjaan
Umum/Fisik)
delapan
program/kegiatan merupakan hasil Musrenbang Jorong dan telah pula dibahas pada Musrenbang Nagari. Hanya saja, usulan program yang menduduki prioritas pertama serta prioritas kedua, bukan merupakan hasil usulan program Musrenbang Jorong, bukan pula hasil Musrenbang Nagari. Usulan pertama, yaitu pengaspalan jalan Balai Ateh Sungai Janiah-Rundo Koto Katiak, Tabek Panjang serta usulan program prioritas kedua, yaitu Pembangunan jembatan penghubung Nagari Tabek Panjang-Koto Baru, ternyata diperuntukkan untuk kampung halaman Wali Nagari. Lihat Tabel 8.6 berikut.
212
Tabel 8.6. Daftar Usulan Program/Kegiatan Hasil Musrenbang Nagari Tabek Panjang Tahun 2009 (Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan Pembangunan Berwawasan Lingkungan) No
Program/Kegiatan
Vol. (M)
Anggaran (Juta Rp)
Lokasi Jorong
Hasil Musrenbang Jorong (Ya/Tidak)
1.
Pengaspalan Jalan Balai Ateh Sungai Janiah-Rundo koto Katiak, Tabek Panjang
2000
900
Nagari
Tidak
2
Pembangunan Jembatan Penghubung Nagari Tabek Panjang-Koto Baru
50
400
Tabek Panjang
Tidak
3
Pengaspalan Jalan Tabek Aua
800
600
Sei.Cubadak
Ya
4
Pengaspalan Jalan Simabua-SD
700
500
Sei.Cubadak
Ya
5
Aspal Beton Jalan Lingkar
1900
1000
Sei.Cubadak
Ya
6
Pengaspalan Jalan Koto Budi-Kapai
700
500
Tabek Panjang
Ya
7
Pembukaan Jalan Guguak RawangKoto Budi
600
450
Tabek Panjang
Ya
8
Pengerasan Jalan Kampuang BansaKoto Gobah
500
500
Sei.Janiah
Ya
9
Pembukaan Jalan Bawah KubangMadina
500
400
Tabek Panjang
Ya
10
Pembukaan Jalan Rundo-Koto
400
350
Tabek Panjang
Ya
Sumber: Diolah dari Data Sekunder Hasil Musrenbang Jorong dan Nagari Tabek Panjang, Tahun 2010
Pada usulan program sub-bidang pengairan, hal yang sama juga terjadi. Pada Tabel 8.7. menunjukkan terdapat 12 (dua belas) usulan program. Namun, 5 (lima) di antaranya bukan merupakan hasil usulan Musrenbang Jorong. Padahal, sub-bidang pengairan dan air bersih ini merupakan program yang paling banyak diperebutkan, mengingat usulan ini langsung berkenaan dengan prasarana pertanian yang merupakan pekerjaan utama masyarakat Tabek Panjang. Ironisnya, yang menduduki prioritas nomor urut satu justru adalah Jorong Sungai Janiah. Seperti diketahui, Sungai Janiah memberlakukan sistem pengelolaan pengairan dengan cara dikontrakkan. Kelompok pemenang kontrak, dalam masa 25 tahun, diberikan kewajiban untuk menjamin ketersedian air pengairan sampai ke hamparan sawah petani. Jika air tidak sampai atau terganggu, baik oleh jaringan maupun bendung sehingga berakibat pada terganggunya usaha tani, maka kelompok pengontrak akan mendapat denda dengan mengganti sesuai dengan
213
kerugian yang di alami petani. Terhadap usaha terjaminnya penyediaan air hingga ke hamparan sawah petani, kelompok pemenang kontrak berhak atas hasil panen petani 20 persen untuk setiap masa tanam selama 25 tahun. Seharusnya, dengan dana iuran yang diperoleh tersebut, masyarakat Jorong Sungai Janiah tidak perlu bergantung pada bantuan dana dari APBD. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 8.7 berikut. Tabel 8.7. Daftar Usulan Program/Kegiatan Hasil Musrenbang Nagari Tabek Panjang Tahun 2009 (Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Berwawasan Lingkungan/Pengairan dan Air Bersih) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Program/Kegiatan Perbaikan pengairan Ngarai rempang-Baruah Gobah Perbaikan Saluran pengairan Tabek Ujuang Baruah Perbaikan pengairanSimpang Tigo-Mato Aia Perbaikan Saluran pengairan Titian Sasak-Bancah Perbaikan Saluran pengairan Bonjo-Mato Aia Perbaikan pengairan BonjoBalerong Panjang Perbaikan pengairan surau Tinggi-Banda Palupuah Perbaikan pengairan Surau Tinggi-munggu Gadang Perbaikan pengairan Tali BandaKoto Katiak Rehab Sumber Air Sungai Barumbuang Pembangunan Prasarana Air Bersih Pasar Baso Pembangunan Prasarana Air Bersih Air Tabik
Vol. (M) 1500 3000 2000 1500 2000 2000 1500 2500 500 30
Anggaran (Juta Rp)
Lokasi Jorong
115 Sei.Jania h 215 Baso
Hasil Musrenbang Jorong (Ya/Tidak) Tidak Ya
150 Sei.Cuba dak 115 Baso
Ya
150 Sei.Cuba dak 150 Sei.Cuba dak 115 Sei.Cuba dak 185 Sei.Cuba dak 75 Tb.Panja ng 35 Baso
Ya
ya
Ya Ya Ya Tidak Tidak
60 Baso
Tidak
70 Baso
Tidak
Sumber: Diolah dari Data Sekunder Hasil Musrenbang Jorong dan Nagari Tabek Panjang, Tahun 2010
Pada usulan program Pertanian, hasil dokumen Musrenbang Nagari menunjukkan 7 (tujuh) usulan program. Namun, sebagaimana permasalahan sebelumnya, seluruh usulan program tidak bersumber dari Musrenbang Jorong. Lima dari tujuh usulan program justru merupakan kepentingan Nagari. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada Table 8.8 berikut.
214
Tabel 8.8. Daftar Usulan Program/Kegiatan Hasil Musrenbang Nagari Tabek Panjang Tahun 2009 (Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan Pemb. Berwawasan Lingkungan/Pertanian) No
Program/Kegiatan
Vol.
Anggaran (Juta Rp)
Lokasi Jorong
Hasil Musrenbang Jorong (Ya/Tidak)
Pengaspalan Jalan Usaha Tani Koto Malintang-Kota 2100 M 950 Baso Tidak Rapak Pengadaan Sarana dan 2 Prasarana Pengolahan pupuk 1 unit 60 Nagari Tidak Organik 3 Pengadaan Mesin Bajak 6 Unit 60 Nagari Tidak Penguatan Modal Kelompok 4 18 Kel. 300 Nagari Tidak Tani 5 Pembinaan Kelompok Tani 1 Paket 10 Nagari Tidak Pengadaan Pupuk Bersubsidi 6 1 Unit 70 Baso Tidak Gapoktan Pembangunan jalan Usaha 7 2000 M 100 Sei.Cubadak Tidak Tani Jorong Sei.Cubadak Sumber: Diolah dari Data Sekunder Hasil Musrenbang Jorong dan Nagari Tabek Panjang, Tahun 2010 1
Untuk usulan program bidang perternakan, perikanan, kehutanan dan perkebunan, kembali terlihat seluruh usulan bukan merupakan hasil dari Musrenbang Jorong, dan didominasi oleh kepentingan Nagari. Terlihat, dengan adanyan 7 (tujuh) usulan program di mana 6 (enam) usulan program penempatannya diletakkan pada Nagari. Pertanyaannya, jika Nagari mendapatkan bantuan sapi simental, di mana hendak diletakkan bantuan tersebut? Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 8.9 di bawah ini. Tabel 8.9. Daftar Usulan Program/Kegiatan Hasil Musrenbang Nagari Tabek Panjang Tahun 2009 (Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan Pemb. Berwawasan Lingkungan-Pertenakan/Perikanan/ Kehutanan/Perkebunan)
No
Program/Kegiatan
Vol.
Anggaran (Juta Rp)
Lokasi Jorong
Hasil Musrenbang Jorong (Ya/Tidak)
Pengadaan Kandang 1 Paket 150 Sei.Cubadak Tidak Koloni 2 Bantuan Ternak Simmental 60 ekor 360 Nagari Tidak Pembinaan Manajemen 3 1 Paket 6 Nagari Tidak Usaha Kelompok Ternak Pengadaan Bibit Ikan Air 4 8000 5 Nagari Tidak Tawar Pembinaan dan 5 Pengelolaan Perikanan 1 paket 6 Nagari Tidak Darat Penangkaran Pembibitan 6 2 Ha 125 Nagari Tidak Perkebunan 7 GNRHL 40 Ha 25 Nagari Tidak Sumber: Diolah dari Data Sekunder Hasil Musrenbang Jorong dan Nagari Tabek Panjang, Tahun 2010 1
215
Pada program usulan bidang perindustrian dan perdagangan, masalah yang sama juga terulang, bahwa dari 6 (enam) usulan program, hanya satu yang merupakan hasil Musrenbang Jorong dan Nagari, yakni pengadaan sarana pengolahan ubi jalar. Selebihnya merupakan usulan program yang merupakan inisiatif wali Nagari. Lihat Tabel 8.10 berikut.
Tabel 8.10. Daftar Usulan Program/Kegiatan Hasil Musrenbang Nagari Tabek Panjang Tahun 2009 (Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan Pemb. Berwawasan Lingkungan/Perindustrian dan Perdagangan)
No
Program/Kegiatan
Vol.
Anggaran (Juta Rp)
Lokasi Jorong
1
Hasil Musrenbang Jorong (Ya/Tidak) Tidak
Pengadaan Mesin Jahit 100 112 Nagari Bantuan Permodalan Untuk Industri 2 25 Kel. 150 Nagari Tidak RT Pembinaan dan Pelatihan Kel.Industri 3 25 Kel. 5 Nagari Tidak RT Pengadaan Sarana Pengolahan Ubi 4 1 paket 150 Baso Ya Jalar Bantuan Modal Usaha Untuk 5 100 org 150 Nagari Tidak Pedagang Kecil Izin Kesehatan (dari POM) untuk 6 1 paket Nagari Tidak industry Makanan Ringan Sumber: Diolah dari Data Sekunder Hasil Musrenbang Jorong dan Nagari Tabek Panjang, Tahun 2010
Untuk bidang peningkatan kualitas sumberdaya manusia, usulan program terlihat di dominasi oleh pengadaan mobiler sekolah. Namun, dari 14 (empat belas) usulan program, hanya 3 (tiga) di antaranya yang merupakan hasil usulan Musrenbang Jorong. Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 8.11. berikut.
216
Tabel 8.11. Daftar Usulan Program/Kegiatan Hasil Musrenbang Nagari Tabek Panjang Tahun 2009 (Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia: Pendidikan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar)
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Program/Kegiatan Rehab TK Ikan Sakti Sungai Janiah Pengadaan Guru PNS TK. Al-Hidayah Renovasi SDN 17 Sungai Janiah Pengadaan Mobiler SDN 17 Sei.Janiah Pengadaan Mobiler SDN 08 Tabek Panjang Pengadaan Mobiler SDN 20 Tabek Panjang Pengadaan Mobiler SDN 01 Baringin 6 Baso Pengadaan Mobiler SDN 09 Sei Cubadak Pengadaan Mobiler SDN 24 Sei.Cubadak Perbaikan Drainase SDN 09 Sei.Cubadak Penambahan Lokal SDN 20 Tabek Panjang Tambahan Insentif Guru dan Karyawan Honor SD Beasiswa Pembuatan Pagar SDN 09 Sei.Cubadak
Vol.
1 unit
Anggaran (Juta Rp)
Lokasi Jorong
Hasil Musrenbang Jorong (Ya / Tidak) Tidak
150
Tidak 400
Sei Janih
Tidak
45
Sei Janiah
Ya
3 lokal
45
Tb.Panjang
Tidak
3 lokal
45
Tb.Panjang
Ya
3 lokal
45
Baso
3 lokal
45
Sei.Cubadak
Tidak
3 lokal
45
Sei.Cubadak
Tidak
200 M
150
Sei.Cubadak
Tidak
2 Lokal
100
Tb.Panjang
Ya
57 org
Nagari
Tidak
200 org
Nagari
Tidak
Sei.Cubadak
Tidak
1 unit
50
Sumber: Diolah dari Data Sekunder Hasil Musrenbang Jorong dan Nagari Tabek Panjang, Tahun 2010
Jika dibandingkan dengan dokumen hasil Musrenbang Nagari dari tahun 2007 hingga 2009, maka kita akan menemukan masalah yang sama, yaitu ditandai dengan pengusulan program tanpa berasal dari hasil Musrenbang, baik Jorong maupun Nagari. Hal tersebut terlihat, banyak usulan tidak berubah dari tahun 2007 hingga 2009. Tidak berubahnya usulan juga tidak diikuti oleh kenaikan prioritas pada tahun berikutnya. Seperti contoh usulan pembangunan jembatan penghubung antar Nagari. Usulan ini muncul pada hasil Musrenbang 2007 yang menduduki prioritas nomor 3. Kemudian pada tahun 2008, usulan ini dipertahankan dan prioritasnya naik menjadi nomor dua karena usulan prioritas nomor satu telah di laksanakan. Pada tahun 2009 usulan ini kembali muncul
217
dalam hasil Musrenbang, namun, prioritasnya tetap menduduki nomor dua. Seharusnya, jika usulan prioritas satu telah berhasil dilaksanakan atau menurut kesepakatan tidak diusulkan kembali, maka rangking kedua akan naik menjadi prioritas nomor satu pada tahun berikutnya. Hal-hal tersebut menunjukkan, pertama, tidak konsistennya perencanaan (Musrenbang) pada tingkat Nagari. Kedua, kuatnya tarik menarik kepentingan di antara penyandang OTM sehingga perencanaan tidak berjalan konsisten sebagaimana yang telah ditetapkan oleh undang-undang serta petunjuk teknis dari Pemerintah. Begitu pula yang terjadi pada pada bidang pengairan, pada tahun 2007, usulan hasil Musrenbang Nagari yang menduduki prioritas nomor satu adalah perbaikan mata air Sungai Cubadak. Namun, tidak diakomodir dalam APBD pada tahun yang sama. Namun, pada tahun selanjutnya, yaitu tahun 2008, prioritasnya turun menduduki rangking kelima dan yang menjadi prioritas pertama adalah Pengeboran sumur dalam Mato Aia Tabek Patah. Seharusnya, perbaikan mata air Sungai Cubadak masih menduduki rangking pertama pada tahun selanjutnya. Begitu pula dengan
program-program
lainnya, terlihat dinamika
yang
menunjukkan adanya persaingan penyandang OTM dalam Musrenbang Nagari tersebut. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8.12. berikut. Tabel 8.12. Perbandingan Hasil Musrenbang Nagari Tabek Panjang Bidang Pembangunan Fisik (PU) Tahun 2007 s/d 2009 Usulan Musrenbang Nagari No
2007
A.
2008
2009
Bina Marga
1
Lanjutan Pengaspalan Jalan Lbh.Gambuang-Kt. Katiak
2
Pengaspalan Jl. Pakan KamihKt.Niua
3
Pembangunan Jembatan Penguhubung antar Nagari
Pengaspalan Jalan Pakan KamihKt.Niua -Idem – (No.1)
Pengaspalan jalan balai Ateh Sungai Janiah-Rundo-koto katik, Tabek panjang (No.1) Lanjutan Pengaspalan Jalan Lbh.Gambuang-Kt. Katiak
Lanjutan Pengaspalan Jalan Lbh.Gambuang-Kt. Katiak
Pengaspalan jalan Tabek Aua
4
Pengaspalan jalan Tabek Aua
Pengaspalan jalan simabua-SD (no.4)
5
Aspal Beton Jalan Lingkar
6
Pengaspalan jalan Balai ateh-Pakan Kamih
7
Pengerasan jalan Kamp.Bansa-Koto Gobah
8
Pembukaan jalan baru Baru parakPanampuang
9
Pengaspalan jln.Koto Budi-Kapai
Aspal Beton Jalan Lingkar
Pengaspalan jln.Koto Budi-Kapai Pembukaan jln. Guguak Rawang-koto Budi (No.7) Pengerasan jalan Kamp.Bansa-Koto Gobah -idem- (No.6)
218
10
Pengecoran jl.Poskesri kotoMadinah
11
Pembukaan Jln.Baru Koto KatiakSei.Janiah
B
Pembukaan jalan Rundo-Koto (No.10)
PENGAIRAN
1
Perbaikan pengairan mato aia Sei.Cubadak
2
Perbaikan pengairan Banda Kuruak
3
Perbaiakan pengairan Ngarai Rempang-Baruah Gobah
4 5
Pengeboran sumur dalam Mato Aia Tabek Patah
Perbaikan pengairan Ngarai Rempang-Baruah Gobah (No.1)
Pembangunan Embung Tabek Ujuang (No.2)
Perbaikan pengairan Tabek ujuangBaruah (No.2)
Perbaikan pengairan Banda Bawah Kolam (No.3)
Perbaikan pengairan Simang tigo – Mata Ais (No.3)
Pengeboran sumur dalam Mato Aia Tabek Patah
Perbaiakan pengairan Ngarai Rempang-Baruah Gobah
Perbaikan pengairan simpang TigoMata Aia
Normalisasi Batang Agam
Perbaikan pengairan mato aia Sei.Cubadak
Perbaikan pengairan Bonjo-mato aia
Perbaikan pengairan Padang BuntaInduriang (No.6)
Perbaikan pengairan Bonjo-Balerong Panjang
6 7
Perbaikan pengairansurau tinggiBanda Palupuah
8
Perbaikan pengairansurau tinggiMunggu Gadang
9
Perbaikan pengairan Tali Banda-Koto Katiak
10
Rehab Sumber Air Sungai Barumbuang
Keterangan: (N) = usulan Nagari (B) = Jorong Baso Sumber: Data Sekunder Diolah, 2010.
Berdasarkan
proses
pelaksanaan
Musrenbang
Nagari,
beberapa
kesimpulan dapat disampaikan, pertama, terdapat kesejangan hasil usulan program yang terdokumentasi antara dokumen Musrenbang Jorong dengan dokumen Musrenbang Nagari. Usulan program Jorong yang merupakan kebutuhan prasarana Nagari, kemudian dimarjinalkan (terpinggirkan) oleh kepentingan Nagari dan Wali Nagari. Hal ini tidak berkesesuaian dengan petunjuk administrasi
perencanaan
Desa/Kelurahan/Nagari
adalah
yang forum
menyebutkan musyawarah
bahwa tahunan
Musrenbang stakeholder
desa/kelurahan (pihak yang berkepentingan untuk mengatasi permasalahan desa/kelurahannya dan pihak yang akan terkena dampak hasil musyawarah) untuk menyepakati rencana kegiatan tahun anggaran berikutnya. Hal inilah yang menjadikan salah alasan anggota DPRD Kabupaten Agam, untuk tidak memakai hasil Musrenbang sebagai acuan dalam menyusun dan membahas anggaran APBD Kabupaten Agam, karena kepentingan Wali Nagari mendominasi usulan Musrenbang, sebagaimana ungkapan berikut ini
219
“…proses dan hasil Musrenbang itu tidak demokratis dan adil. Banyak waliNagari memiliki kepentingan mendahulukan usulannya (kampung dan wilayah kerja Nagari) ketimbang usulan masyarakat dan hasil Musrenbang Jorong (Informan DA,) Kedua, jika dicermati usulan untuk bidang Pertanian dan Pengairan (pengairan) yang berasal dari Jorong-Jorong, dari 19 usulan, hanya tujuh usulan yang berasal dari Jorong telah hilang dalam dokumen Musrenbang Nagari. Bahkan, untuk usulan bidang pertanian, tidak satupun usulan yang berasal dari Jorong. Ketiga, usulan program hasil Musrenbang Jorong yang didominasi oleh prasarana pertanian, terpinggirkan oleh program non-pertanian, terutama pembangunan fisik jalan. Artinya, alasan mengapa anggaran pertanian kecil pada mata anggaran APBD Kabupaten Agam seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya bahwa salah satu penyebabnya adalah karena telah dikalahkan oleh Walinagari dalam proses Musrenbang Nagari. Keempat, dalam pelaksanaan Musrenbang, tidak tersedia informasi bagi peserta, baik laporan keuangan Nagari, yang menjelaskan program apa saja yang telah mendapat bantuan dana dari APBD. Forum Musrenbang hanya menjadi tempat peserta untuk mencurahkan semua usulannya dan membahas prioritasnya, dan hal tersebut hanya asesioris. Kelima, tidak terdapat dokumen hasil kesepakatan Musyawarah, juga dokumen hasil Musrenbang tidak pernah disebarluaskan. Semuanya menjadi dokumen Nagari layaknya dokumen rahasia Negara. Keenam, Pelaksanaan Musrenbang dan hasilnya belum pernah dievaluasi, baik oleh pemerintah daerah, maupun masyarakat Nagari. Berdasarkan keterangan informan, sebenarnya Wali Nagari tidak “bermain sendiri”, terdapat pemain peran yang lain, yaitu KAN dan Bamus (Badan Musyawarah). Hal ini terlihat dari usulan pengalokasian program yang tertera dalam dokumen Musrenbang merupakan kampung asal elite Nagari tersebut yang dipengaruhi pemilihan langsung Wali Nagari, KAN dan Bamus. Jika digambarkan peran-peran dalam Musrenbang Nagari, maka akan terlihat seperti pada Gambar 8.1 berikut ini.
220
PETA KEPENTINGAN OTORITAS TRADISIONAL DALAM MUSRENBANG NAGARI Basis Suara Kampung Halaman
Wali Nagari
Bamus Nagari
Kampung Halaman
Kanagarian MUSRENBANG NAGARI
Kampung Halaman
Sekolah & Madrasah
Wali Jorong & Utusan Jorong
KAN
Kampung Halaman
Garis Penyaluran Kepentingan Garis Keterlibatan Dalam Musrenbang Nagari
Gambar 8.1 Peta Kepentingan Otoritas Tradisional dalam Musrenbang Nagari 8.1.3. Musrenbang Kecamatan Pada tingkat Kecamatan, pelaksanaan Musrenbang berfungsi, pertama, menyepakati isu dan permasalahan lingkup Kecamatan, baik prioritas usulan program maupun kegiatan desa/kelurahan. Kedua, menyepakati program dan kegiatan lintas desa/kelurahan di wilayah Kecamatan yang bersangkutan, untuk di singkronkan
dalam
Forum
SKPD.
Ketiga,
mengidentifikasi
program-
program/kegiatan yang bersumber dari dana non APBD atau program-program nasional yang langsung ke masyarakat, seperti PNPM. Keempat, menetapkan utusan Kecamatan yang akan mengikuti Forum SKPD dan Musrenbang Kabupaten/Kota. Untuk menjamin agar usulan dari masyarakat ini sampai ke tingkat kabupaten/kota, maka para wakil/delegasi dari tingkat Nagari, organisasi lembaga kemasyarakatan, juga termasuk anggota DPRD dari daerah asal pemilihan yang bersangkutan, diwajibkan untuk menghadiri Musrenbang Kecamatan ini. Namun, hasil observasi terhadap tiga Musrenbang Kecamatan, dua Musrenbang tidak dihadiri oleh Anggota DPRD yang menjadi daerah pilihannya. Ketidak hadiran DPRD dalam forum Musrenbang Kecamatan, karena mereka enggan memberikan tanda tangannya pada dokumen Musrenbang sebagai tanda mereka mendukung.
221
Jika itu mereka lakukan, maka mereka tidak dapat mengusulkan program yang berlainan dengan hasil Musrenbang Kecamatan pada pembahasan APBD nantinya, seperti ungkapan informan berikut ini; “Kalau anggota Dewan biasanya nggak mau hadir dia disitu (Musrenbang Kecamatan) karena kalau dia ikut, dia musti tanda tangan sebagai tanda setuju, nggak mau dia, nggak bisa neko-neko dia. Dia kan punya perjanjian politik dengan konstituennya yang harus dia perjuangkan. (Imforman RD) Namun, ketidakhadiran anggota Dewan,24
sebenarnya bukan hanya
“takut” seperti dimaksud di atas. Akan tetapi, anggota dewan pada umumnya mengetahui bahwa terdapat kesepakatan tidak tertulis antar sesama SKPD dan Tim Perencanaan Daerah pada forum SKPD25, yaitu hanya “menjatah” satu usulan hasil Musrenbang Kecamatan yang akan menjadi bagian program SKPD yang akan dibiayai APBD. Jika mereka hadir dalam Musrenbang tersebut, dukungan mereka dalam bentuk tanda tangan pada dokumen Musrenbang, akan mubazir. Oleh karena itu, sebagian dari mereka memutuskan untuk tidak hadir dan mencari jalan lain untuk memasukkan “titipannnya” yang merupakan bagian dari kepentingan kampungnya agar dapat dianggarkan dalam APBD. Pada Musrenbang Kecamatan Baso, hadir pula utusan enam Nagari yang berada dalam wilayah Kecamatan Baso, yaitu Nagari Tabek Panjang, Padang Tarok, Koto Tinggi, Simarasok, Koto Baru dan Salo. Masing-masing utusan berjumlah empat orang yang terdiri dari Walinagari dan tiga utusan hasil pilihan Musrenbang Nagari. Di samping itu, hadir juga “urang nan ampek jinih” yang terdiri dari Ninik-Mamak, Bundo Kandung, Cadiak Pandai, Ulama yang ada di Kecamatan Baso.Terdapat pula peserta yang merupakan utusan dari Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) yang bekerja di wilayah Kecamatan Baso, seperti Pertanian, Pengairan dan Kesehatan (Puskesmas). Delegasi Kepala sekolah, SD, SMP, SMA yang ada di Kecamatan Baso serta Madrasah. Jumlah keseluruhan, menurut Daftar Hadir mencapai 76 orang. Pelaksanaan Musrenbang ini dipimpin oleh tim perumus yang berjumlah lima orang. Unsur tim perumus yang dipimpin oleh Camat ini adalah pegawai 24 25
Di Kabupaten Agam, panggilan atau sebutan anggota DPRD lazim dipanggil Anggota Dewan. Kesepatan ini tidak tertulis. Mengenai kesepakatan ini akan pada sub-Bab forum SKPD.
222
kantor Camat, seperti Sekertaris Camat, Kepala Urusan Pembangunan, dan notulen. Pelaksanaan Musrenbang Kecamatan tersebut mengambil tempat di Aula Pertemuan Kecamatan Baso, yang terletak di samping Kantor Camat Baso. Acara dimulai pukul 10.00 WIB pada pagi hari dan berkahir pada pukul 17.00 WIB sore hari. Fasilitator Musrenbang berasal dari Tim Musrenbang Kabupten Agam, yang datang dari Ibukota Kabupaten Lubuk Basung. Tim Musrenbang Kabupaten, dikoordinasikan oleh Bappeda yang unsurnya terdiri Bappeda, utusan Dinasdinas, terutama Dinas-Dinas yang memiliki program pembangunan, rehabilitas dan peningkatan prasarana fisik, seperti Dinas PU, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan serta Dinas Pertanian. Hal ini disebabkan, umumnya usulan program yang diminta atau diusulkan oleh pereserta Musrenbang Kecamatan adalah pembangunan dan rehabilitasi prasarana fisik, seperti jalan, jalan usaha tani, pengairan, pembangunan dan rehabilitasi puskesmas, kantor Jorong, kantor Nagari, sekolah serta pengadaan mobiler, sebagaimana yang diungkapan informan berikut ini. “…Musrenbang kecamatan ini banyaknya mengenai fisik hasil usulan Musrenbang, misalnya, jalan, sekolah, pengairan, puskesmas. itu rata-rata hasil Musrenbang. indak banyak keinginan yang bersifat pembangunan SDM, atau non fisiklah. Jadi yang diutus dinas dalam Musrenbang tersebut adalah bidangbidang yang berkenaan fisik. Seperti kalau di Dinas Pendidikan ada bidang sarana dan prasarana. Dinas Kesehatan. Di Dinas Pertanian misal bidang PLA, Pengelolaan Lahan dan Air. (Informan tim TAPD) Setelah kata sambutan dan pembukaan oleh Camat, acara Musrenbang dilanjutkan dengan memberikan waktu dan kesempatan pada ketua tim Musrenbang Kabupaten. Beberapa topik yang menjadi
fokus pembicaraan26
adalah, Pertama, membahas prestasi pembangunan Kabupaten Agam tahun lalu dan yang sedang berjalan. Selanjutnya, ketua tim akan membahas prioritas Perencanaan Pembangunan tahun depan yang diterjemahkan dari RPJMD. Setelah
26
Menurut informan Hamdi Hoesin, Ka.Bid. Fisik dan Prasarana BAPPEDA, Kabupaten Agam. menurut SOTK baru, nama jabatannya berubah menjadi Bidang Sumberdaya Alam dan Prasarana. Ada format 3 topik baku yang selalu dibicarakan oleh ketua Tim Musrenbang Kabupaten pada Musrenbang Kecamatan.
223
penjelasan tersebut, Ketua Tim Musrenbang Kabupaten mempersilahkan masingmasing perwakilan Dinas, yang tergabung dalam tim Musrenbang Kabupaten untuk menjelaskan rencana strategisnya (Renstra), agar dapat menjadi pedoman pula bagi diskusi Musrenbang Kecamatan tersebut. “..di (Musrenbang) Kecamatan kita udah harus ada Dinas termasuk tim yang akan turun ke Musrenbang. Disitu dengan harapan Dinas ini menyampaikan renstranya masing-masing sehingga masyarakat itu kan mengusulkan banyak tuh. Nah diharapkan dapat dibatasi disini, hasil Musrenbang mana aja yang bisa masuk. Jadi kita berupaya Musrenbang tu padat hasilnya di Kecamatan. Jadi setiap dokumen dibahas disana. Dinas dan instansi yang membahas. Sebenarnya Tim Bappeda udah ada disana. Berapa anggota dari Dinas-dinas sudah jadi narasumbernya. Tapi kita lanjutkan lagi fix disana terutama yang teknis, misalnya PU, Kesehatan, pendidikan, Pertanian, itu yang harus hadir. Jadi disana Dinas-dinas ikut berdiskusi..(HD) Setelah Ketua dan tim perwakilan masing-masing Dinas selesai menyampaikan maksud dan pengarahannya, acara diserahkan kepada fasilitator yang selanjutnya memberi kesempatan pada peserta dari berbagai utusan untuk menyampaikan usulan masing-masingnya. Ketika partisipan mulai diberi kesempatan, pertama-tama yang di bicarakan dan dipermasalahkan peserta dari berbagai utusan tersebut adalah permasalahan usulan-usulan mereka tahun lalu yang tidak diakomodir oleh APBD. Suasana berubah gaduh, dan menjadi “ladang pembantaian” terhadap Tim Musrenbang Kabupaten dan anggota DPRD.27 Diskusi “hangat” itu bermuara pada dua hal yaitu usulan yang tidak diakomodir oleh APBD pada hal tersebut dibutuhkan dan sebaliknya program yang tidak diusulkan yang justru dilaksanakan di kampung mereka.28 Sebagaimana ungkapan informan berikut; .29
27
Menurut informan, , Musrenbang menjadi arena pembantaian eksekutif dan juga legislatif, maka ini juga menjadi satu alasan seringnya anggota DPRD tidak hadir dalam Musrenbang Kecamatan tersebut. 28 Hasil observasi dan wawancara dengan Wali Nagari, salah satu yang di bahas adalah sebuah program pengecoran jalan yang mengarah pada sekelompok rumah yang menjadi kampungnya anggora dewan dari sebuah fraksi yang duduk di Badan Anggaran DPRD Kabupaten Agam 29 Segala kekesalan peserta di tumpahk an sehingga menjadi suasana musyawarah gaduh dan penuh dengan “cemeeh” terhadap Tim utusan Kabupaten dan anggota Dewan yang hadir.
224
“..biasanya dari kita, tim kabupaten, menyampaikan prioritas rencana pembangunan tahun berikutnya, Misalnya, Musrenbang yang berlangsung sekarang itu, disampaikan apa yang menjadi prioritas menurut RPJM kita itu. Nanti disitulah kita sampaikan prioritas, kita gambarkan prestasi tahun lalu. Kemudian, kita diskusikan. Diskusinya biasanya agak hangat. Kadang menurut kami orang BAPPEDA gitu, Musrenbang tidak perlu setiap tahun, karena kita terbatas anggarannya kan. Masyarakat mau nya kan banyak……Ya, banyak dari usulan mereka tidak dapat dipenuhi. Ya, karena proses perencanaan itu tidak kita yang menentukan DPR punya konstituen gitu, kita punya atasan juga. Ya jadi rebutanlah jadinya, dan kita biasanya banyak mengalah. sehingga banyak usulan Musrenbang yang tidak terealisasi. Nah, Masyarakat nggak tahu itu. “Marasai kami di sinan”.30 “disindir“, lengkaplah semua. itu makanya saya bilang tadi Musrenbang sebaiknya jangan setiap tahun. (HD, Bappeda dan Anggota Tim TAPD) Jawaban para utusan yang tergabung dalam tim Musrenbang Kabupaten, berkisar pada dua hal, pertama bahwa anggaran yang tersedia di Kabupaten Agam terbatas, sehingga tidak mampu mengakomodir seluruh usulan hasil Musrenbang Kecamatan. Penjelasan ini diberikan dengan menunjukkan bukti kompilasi usulan seluruh Kecamatan tahun lalu berikut perhitungan biayanya. Tekanan penjelasan adalah betapa banyaknya usulan tersebut, dan betapa terbatasnya jumlah anggaran yang tersedia. Kemudian, alasan lain yang menyebabkan tidak diakomodirnya usulan juga disebabkan tidak sesuai dengan perhitungan teknis dan prioritas Kebijakan Umum Anggaran (KUA). Jawaban normatif tersebut tidak memuaskan partisipan, selalu memunculkan tanggapan baru dari peserta. Sebab, masyarakat tidak mengerti dengan istilah-istilah teknis perencanaan dan penganggaran. Setelah sesi “pembantaian” tersebut mereda, agenda dilanjutkan dengan penyampaian usulan-usulan dari berbagai hasil Musrenbang Nagari oleh para utusan Nagari.31 Masing-masing utusan, menyampaikan hasil Musrenbang Nagarinya. Setelah itu, menyerahkan dokumen hasil Musrenbang mereka kepada tim perumus. Kesempatan dan waktu untuk penyampaian usulan bukan hanya diberikan pada utusan Nagari. Tetapi juga kepada UPT dinas, seperti Peternakan,
30
Habis kami disitu. Seperti telah dibahas sebelumnya dalam sub bab tentan Musrenbang Nagari, salah satu hasil Musrenbang Nagari adalah beberapa orang, biasanya 3 orang, yang akan mewakili Nagari untuk mempertahan usulan agar masuk menjadi prioritas usulan Musrenbang tingkat Kecamatan, 31
225
Pertanian, Pengairan, bahkan Sekolah dan Madrasah yang wilayah kerja dan kantornya berada di Kecamatan Baso. Setelah masing-masing utusan Nagari membacakan hasil rekapitulasi usulan Nagarinya, dan telah pula dicatat oleh notulen di papan tulis dihadapan peserta, maka pembahasan dilanjutkan merundingkan mana yang menjadi prioritas usulan Kecamatan. Disinilah proses persaingan mulai memperlihatkan bentuknya. Seorang tokoh adat menggambarkan kondisi pada fase ini sebagai berikut; “…kalau lah di Kecamatan lah mandidiah. Bara, 6 Nagari satu Kecamatan ko, inyo indak ingin ka prioritas 1, 2, 3. Satu contoh, PNPM mandiri ko, dulu awak lah prioritas nomor satu di Nagari, di Kecamatan jadi prioritas nomor 13 jadinyo. Ha baru tahun patang ko dapek jadinyo lai. Tahun dulu indak. .. : indak PNPM mandiri se do, tamasuak kok jalanlah, tali banda, pengairanlah (yg dananya berasal dari APBD, red)(N.Dt SPD)32 Seluruh utusan Nagari berjuang, dengan berbagai argumentasi, untuk mendapatkan posisi prioritas pertama hingga ketiga sebagai usulan Kecamatan.33 Tujuan tersebut menjadi motif munculnya persaingan dalam Musrenbang dengan berbagai varian strategi yang berbeda. Strategi pertama adalah apa yang di istilakan oleh elite tradisional dengan istilah lobi.34 Lobi, dapat dilakukan dengan berbagai tahap dan cara.35 Secara tradisional,36 yang menjadi dasar lobi ini adalah apa yang disebut dengan istilah masyarakat Minangkabau sebagai “raso pareso” artinya rasa dan periksa. Metode “raso pareso” ini sebenarnya dekat pemahamannya dengan berempati, 32
Kalau sudah di (Musrenbang) Kecamatan sudah mendidih (pembahasannya salaing bersitegang) tu. Berapa, 6 Nagari yang ada di Kecamatan ini dia ingin prioritas nomor 1,2 dan 3. Satu contoh PNPM Mandiri ini, di Nagari kita udah prioritas nomor satu, di Kecamatan menjadi prioritas nomor 13 jadinya. Nah, baru tahun kemarin dapat jadinya, tahun dulu nggak. Ini tidak hanya PNPM mandiri saja, termasuk jalan kah, jaringan pengairan yang dananya dari APBD. 33 Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bidang yang menjadi rebutan dan yang menjadi usulan peserta adalah bidang pekerjaan Pekerjaan Umum (PU) yang bertanggung jawab terhadap pembangunan dan rehabilitasi infrastruktur seperti jalan, jembatan, pengairan, gedung sekolah dan madrasah. 34 Ketika wawancara dengan beberapa tokoh elite tradisional yang menjadi informan penelitian ini, kata lobi ini sering sekali disebut, yang mengacu pada makna membujuk kelompok lain untuk mendukung tujuan si pelobi. Namun, lobi juga dapat bermakna, tawar menawar, tukar menukar kekuatan. 35 hasil wawancara dengan Tokoh tradisional menjadi panutan di Kecamatan Baso, Mantan Ketua KAN, BPRN, dan kepala suku. 36 kebiasaan yang telah berlangsung turun temurun
226
menempatkan diri dalam diri orang lain. Misalnya, dalam konteks Musrenbang ini, kita harus memahami usulan Nagari lain dengan cara menempatkan diri kita pada posisi mereka. Dengan demikian akan diperoleh kesimpulan, seberapa penting sebuah usulan bagi kelompok pengusulnya. Tahap kedua, kemudian membandingkannya dengan usulan kita. Perbandingan usulan dengan metode “raso pareso”, akan menghasilkan prioritasisasi usulan, karena, seluruh partisipan mudah untuk sepakat mana di antara usulan tersebut yang paling dibutuhkan. Sebagai contoh, usulan mereka adalah merehabilitasi jalan yang telah banyak berlubang, namun masih bisa di lalui. Usulan kita adalah perbaikan bendung dan jaringan pengairan, karena air tidak mencukupi untuk sawah. Jika di rehabilitasi bendung dan jaringan pengairan tersebut, maka akan lebih banyak lagi sawah dapat di airi. Sehingga, akan meningkatkan hasil panen Padi dan pendapatan petani. Menurut metode berfikir raso pareso tadi, mestilah kebutuhan kita yang lebih penting, karena perbaikan pengairan berhubungan dengan kebutuhan makan anak Nagari, di samping merupakan mata pencaharian utama, meski, perbaikan jalan juga penting. Jika melalui metode berfikir raso pareso tersebut dapat ditentukan usulan mana yang jauh lebih penting dan dibutuhkan, maka tahap selanjutnya lobi. Namun, yang perlu digaris bawahi adalah bahwa proses lobi ini hanya dapat dilakukan dan berlangsung di antara elite tradisional seperti ninik-mamak, kepala suku, Bundo Kandung, Ulama dan Cadiak Pandai. Jalur-jalur yang dapat di manfaatkan untuk melobi ini, di antaranya, pertama, jalur Sasuku (satu suku). Seperti telah dijelaskan pada Bab sebelumnya, masyarakat etnis Minangkabau terdiri dari suku-suku.37 Suku-suku ini terus berkembang, baik jumlah anggotanya maupun pembelahan suku menjadi sukusuku baru. Suku-suku tersebut berdiaspora melalui proses merantau, di mana awalnya dilakukan dengan tujuan daerah hutan atau lahan tidak bertuan, yang tempatnya berdekatan dengan Nagari asal. Daerah tersebut mudah dijangkau
37
Pada tahun 1984, A.A.Navis, di dalam bukunya yang berjudul Alam Takambang Jadi Guru, suku yang semula berjumlah empat tersebut telah memecah menjadi 116 suku, baik besar maupun kecil.
227
dengan berjalan kaki38 dengan masa beberapa hari kemudian kembali lagi untuk beberapa hari. Seiring dengan perkembangan waktu, lahan yang semula dibuka oleh satu atau beberapa orang itu mulai muncul masyarakat yang hidup menetap yang kemudian mengalami perkembangan hingga menjadi Nagari baru. Seiring dengan munculnya Nagari-Nagari baru, suku kemudian berdiaspora serta berkembang kualitas dan kuantitasnya. Sebagai contoh Suku Chaniago, suku tersebut terdapat hampir di seluruh Nagari. Di dalam suku-suku yang sama, namun berbeda Nagari, terdapat elite-elite atau lazim disebut kepala suku dan kepala kaum. Lobi memakai jalur suku ini, terjadi dalam proses hubungan yang demikian. Seperti contohnya, dari Nagari Tabek Panjang, terdapat 7 suku di Nagari-Nagari tetangga terdapat pula beberapa suku yang sama,39 maka yang sering terjadi adalah sebelum Musrenbang Kecamatan berlangsung, sesama Kepala Suku ini telah “berbisik-bisik” melakukan “raso pareso” dan saling melakukan lobi untuk mencari dukungan terhadap usulan Nagarinya. “Bisiak sabalum kadalam”40 ini sering sekali telah menghasilkan keputusan, Nagari siapa yang usulannya menjadi prioritas Kecamatan, seperti ungkapan informan berikut ini; “..itu nan bisa di bituan, awak kan masiang-masiang usulan urang tu lah tahu lo di awak tu. taratiaknyo, butuh di inyo pada di awak, atau butuah awak daripa di inyo. Harus awak nilai dulu tu. indak namuah lo di lobi tanpa pertimbangan tu. itu kabutuhannyo. Raso pareso ko nan pantiang bana. umpama apak kini, ampangan runtuah kena banjir, apak mengusulkan itu sebagai prioritas pertama. Ado lo kesadaran Nagari lain untuk mengalah. tergantuang juo dengan jiwa faktor manusia yang hadir. ado juo nan basigugu-basigigiah, tu ego tinggi tibonyo. kadang-kadang indak di danga urang nan basigigiah tu. tibo disasaran taraso menurun nilai (dukungan) nan banyak”41 (N.Dt.Spd)
38
Pada banyak tulisan sejarah, merantau ini dilakukan, dengan berbagai tujuan, salah satunya mencari lahan baru yang disebut Mancancang Malateh, Manambang, Manaruko padanannya membuka lahan baru. 39 Lihat penjelasan bab IV 40 bisik sebelum ke dalam 41 Itu yang bisa digituksn, kitakan masing-masing usulan sudah sama diketahui. Tertibnya, usulan program itu mana yang lebih membutuhkan, dia atau kita. Harus kita nilai itu dulu, yidak bisa di lobi tanpa pertimbangan itu. Raso pareso itu yang paling penting, Umpanya saat ini kebutuhan bapak adalah bending pengairan yg runtuh, jadi saya mengusulkan sebagai usulan pertama, ada juga kesadaran Nagari lain untuk mengalah,. Kalau yang berkeras tidak menentu, pokoknyadapat, itu tidak akan di dengar dan dihormati orang. Sehingga usulannya tidak didukung oleh peserta lainnya.
228
Ungkapan di atas menunjukkan bahwa Bisik sabalum ka dalam dan metode berfikir raso-pareso seperti tersebut di atas sudah lazim dilakukan dalam kalangan ninik-mamak (urang nan ampek jinih), seperti Tungganai (mamak rumah), mamak kaum, kepala suku, hingga Wali Nagari. Melalui elite-elite, terutama kepala suku, lobi-lobi untuk mencapai prioritas usulan Musrenbang Kecamatan inilah kemudian dicapai. Pada forum-forum lobi seperti ini, juga muncul tradisi julo-julo, prosesnya mirip arisan, di mana prioritas usulan Musrenbang diberikan secara bergiliran, disesuaikan dengan kebutuhan Nagari-Nagari. Sebagai contoh, jika tahun ini prioritas usulan Musrenbang Kecamatan berasal dari Nagari Tabek Panjang, maka tahun depan diberikan kepada Nagari Padang Tarok. Begitu seterusnya sehingga berulang kembali. Tradisi lobi yang lain, yang juga sering dipraktikkan adalah memanfaatkan hutang budi. Pada praktiknya, strategi ini dilakukan dengan memanfaatkan hutang budi yang pernah terjadi dalam berbagai bentuk. Di antaranya, Nagari yang satu diharapkan mendukung Nagari lain dengan memberi suara untuk menjadi prioritas nomor satu sebagai usulan Musrenbang Kecamatan. Dukungan ini, kemudian menjadi hutang budi, yang kemudian akan ditagih pada saatnya jika dibutuhkan, seperti ungkapan informan berikut ini; “…satu contoh, awak ka Nagari lain misal ka Koto Tinggi, mambana kamilah tuk mendukung masuak dalam prioritas. Kami paralu lo ko, tantu itu jawabnyo. Tapi kan tahun dulu lah dapek lo karena kami dukuang bitu..bitu a, tantu tahun kini giliran kami lo dapek. a kadang-kadang (dari proses ini) dapek suaro awak untuk mendukung awak… itu bisiak sebelum ka dalam. di lobi di lua lah. di dalam ma lo bisa lai..”42 (N.Dt.Spd) Namun, pada Musrenbang Kecamatan yang sedang berlangsung pada saat penelitian, strategi yang dijelaskan informan tidak dipraktikkan. Sehingga menjelang sore, masing-masing perserta, terutama yang berasal dari keenam Nagari yang berada dalam wilayah Kecamatan Baso, masih aktif berargumentasi untuk mempertahankan usulannya. Jika dipetakan secara sederhana pihak-pihak yang saling bertarung mempertahankan kepentingannya adalah:
42
Satu contoh, kita pergi ke negri lain seperti KaNagarian Koto Tinggi,
229
1. Pertama, utusan yang berasal dari Jorong yang menjadi tim Nagari, beserta urang nan ampek jinih yang memilki kepentingan agar kebutuhannya diakomodir menjadi prirotas utama Kecamatan. 2. Kedua. pihak lain, yaitu Wali Nagariyang juga memiliki kepentingan untuk
mempertahankan
kepentingan-kepentingan
kampung
dan
konstituennya karena hutang budi dalam pemilihan Walinagari. 3. Ketiga, Camat juga memiliki program yang ingin pula diakomodir oleh APBD. Oleh
karena
masing-masing
tidak
mau
mengalah,
maka
untuk
menghindarkan pertengkaran, karena suhu pertemuan semakin memanas, pertemuan di tutup untuk dilanjutkan pada tiga hari ke depan. Selama tiga hari ini, unsur OTM antar Nagari diberi kesempatan melakukan “lobi” dalam bentuk forum-forum “bilik ketek”. Tidak semua Musrenbang Kecamatan di Kabupaten Agam dapat melakukan tradisi bermusyawarah seperti yang dilaksanakan di Kecamatan Baso yang kreatif mencari alternatif jalan ke luar terhadap kemungkinan buntunya Musrenbang. Pada Musrenbang di beberapa Kecamatan lain, mekanisme musyawarah ini gagal dalam praktik, sehingga kebuntuan tidak terhindarkan. Terhadap kondisi buntunya Musrenbang, tim Musrenbang Kecamatan kemudian melempar “bola panas” tersebut pada panitia Musrenbang Kabupaten. Cara yang dilakukan adalah dengan membuat rekapitulasi dalam dokumen Musrenbang di mana seluruh usulan masing-masing Nagari menjadi prioritas nomor satu semuanya, sehingga dokumen hasil Musrenbang Kecamatan menjadi daftar panjang di mana usulannya menempati prioritas nomor satu seluruhnya, seperti ungkapan informan berikut ini Tapi saat dilakukan Musrenbang, orang-orang dari masingmasing Nagari ini nggak mau mengalah. Masing-masing Nagari ini, dia pengen usulan Nagarinya nomor satu. Jadi akibatnya, daripada kena masalah, orang Kecamatan pengen aman saja, dia rekap aja semua. semacam long list aja, akibatnya usulan Musrenbang Kecamatan ini hasilnya sangat panjang. Jadi urusan masyarakat ini bisa sampai R.150 milyar, setiap tahunnya seperti itu…. format usulannya, dari Nagari ini 1,2,3, dari Nagari itu dibuat 1,2,3 lagi.. ( TAPD)
230
Masih terdapat satu praktik lagi di Kecamatan Baso di mana ketika masingmasing pihak yang bertarung tak mau mengalah, maka kesepakatan selanjutnya adalah membentuk kelompok kecil yang diberi tugas sebagai tim perumus. Kelompok ini dipilih oleh forum Musrenbang dan dipimpin langsung oleh Camat. Pada saat perumusan ini dibahas pada forum “bilik ketek” oleh tim perumus, disinilah dapat terjadi kompromi-kompromi yang menguntungkan kampung atau Nagari para tim perumus. Bahkan, ketika rumusan dan keputusan telah disepakati oleh tim perumus dalam forum “bilik ketek” apa saja yang menjadi prioritas usulan Musrenbang Kecamatan, masih dapat pula berubah ketika dalam proses pengetikan dokumen. Perubahan tersebut merupakan hasil persekongkolan elite tradisional, seperti Walinagari, Penghulu Suku dan elite birokrasi tingkat Kecamatan sebagaimana ungkapan informan berikut ini. “…kadang-kadang, untuk menjadi prioritas mau melalui tokoh masyarakatnya,43 kadang-kadang melalui pak Camat. (TAPD) “sering pula terjadi kompromi di belakang layar antara tokoh Nagari dengan Camat serta Pegawai Kantor Camat (N Dt.Spd) Hasil Musrenbang pada akhir adalah merupakan rekayasa tim perumus, termasuk anggota DPRD, yang sebagian besar isinya tidak berasal dari hasil Musrenbang Jorong, bukan pula dari usulan dari Musrenbang Nagari dan Kecamatan. Untuk lebih jelas mengenai peta persaingan musrenbang Kecamatan dapat dilihat pada Gambar 8.2 berikut ini.
43
Untuk penjelasan lebih lanjut tentang strategi tokoh masyarakat terlibat aktif dalam kontestasi pengusulan program pembangunan untuk dapat di biaya oleh APBD, lihat strategi Dt. AnSyam (bukan nama sebenarnya) yang memilki akses langsung pada Camat dan Bupati. karena teman sekolah, tim sukses Bupati dalam pemenangan Bupati dua kali priode.
231
PETA KEPENTINGAN OTORITAS TRADISIONAL DALAM MUSRENBANG KECAMATAN Basis Suara
Kampung Halaman
Wali Nagari
Camat
Infrastruktur Kecamatan
Kanagarian MUSRENBANG KECAMATAN
Kampung Halaman
DPRD
TIM PERUMUS
UPTD DINAS
Kampung Halaman
Garis Penyaluran Kepentingan Garis Keterlibatan Dalam Musrenbang Nagari
Gambar 8.2 Peta Kepentingan Otoritas Tradisional dalam Munsrenbang Kecamatan
8.1.4. Forum SKPD dan Musrenbang Kabupaten Setelah Musrenbang Kecamatan dilaksanakan diseluruh Kecamatan di Kabupaten Agam, adapun hasilnya
kemudian dikompilasi menjadi satu file.
Menurut data hasil Musrenbang Kecamatan tahun 2009 untuk anggaran tahun 2010, jumlah seluruh usulan mencapai ± 3500 usulan dengan jumlah total nilai anggaran mencapai lebih dari 150 Milyar Rupiah. Berdasarkan jumlah tersebut, kecamatan pengusul paling kecil adalah Kecamatan Palupuh dan IV Nagari, Sedangkan kecamatan yang memiliki usulan dengan jumlah terbesar adalah Kecamatan Tanjung Raya dengan lebih dari 600 program usulan. Kompilasi hasil Musrenbang 16 Kecamatan tersebut, kemudian dibawa pada forum SKPD untuk dijadikan bahan pembahasan program SKPD. Secara normatif, forum SKPD merupakan forum untuk mensikronisasi usulan hasil perencanaan partisipatif yang telah dimulai prosesnya dari Musrenbang Jorong, Nagari dan Kecamatan dengan perencanaan yang diperoleh melalui proses teknokratis (dari atas/pemerintah) yaitu rancangan Renja-SKPD, sehingga sinkronisasi ini diharapkan menguntungkan kedua belah pihak, pemerintah disatu pihak, dan Masyarakat, dipihak yang lainnya.
232
Sesuai dengan Permendagri No.13 tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, maka forum SKPD ini diharapkan menghasilkan rumusan program dan kegiatan usulan SKPD untuk menjadi bagian dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Pada ranah perencanaan, hasil dari forum ini adalan draf RKPD yang kemudian akan dibahas pada Musrenbang Kabupaten. Dalam forum SKPD tersebut tidak semua usulan hasil Musrenbang 16 Kecamatan dibahas satu persatu. Forum ini hanya diminta untuk mempelajari dan membahas 48 usulan program, terutama pembangunan prasarana yang menduduki prioritas pertama. Sehingga ketiga hasil Musrenbang 16 Kecamatan tersebut untuk menjadi bagian dari Renja SKPD dan masuk dalam rancangan RKPD, seperti ungkapan informan berikut; “…misalnya, di PU bidang Jalan. Kan banyak usulan, bisa ratusan. Jadi Minta kesepakatan forum ini. Di forum SKPD ini, kita minta kesepakatan. Kita tidak mungkin membahas satu persatu. Biasanya yang kita lakukan di sini, kita minta kita sepakati saja, usulan 1 sampai dengan 3 prioritas dari hasil Musrenbang Kecamatan yang kita masukkan dalam draft RKPD.(TAPD) Selanjutnya, SKPD dan peserta yang hadir pada forum SKPD ini diminta untuk menyepakati salah satu usulan hasil Musrenbang 16 Kecamatan, utamanya memilih satu usulan di antara prioritas satu hingga tiga usulan program prasarana untuk menjadi bagian program SKPD terkait dan selanjutnya di bahas pada Musrenbang Kabupaten, seperti ungkapan informan berikut; “…eh ya 48 ya, cuman disini kita sulit juga memprioritas. Seharusnya dari 48 usulan kita prioritas lagi. Jadi biasanya, dalam penyesuaian akhir di APBD nanti, kita lihat lagi satu-satu ini. Kita usahan satu atau dua usulan jalan, atau kalau memang nggak bisa, kita pindah ke forum panel. Kalau nggak bisa juga kita usahakan ke bidang lain, misalnya ke bidang pengairan lagi usulan Kecamatan kita pindahkan. Mungkin udah ada beberapa Kecamatan, yang jalannya sudah cukup, misalnya Agam Timur jalannya sudah cukup, kita prioritaskan dia ke bidang lain. Jadi, di forum inilah kita bahas semua itu. oleh karenanya, persertanya SKPD terkait”. (TAPD)
233
Kesepakatan hanya mengambil satu usulan program dari hasil Musrenbang Kecamatan
disebabkan
keterbatasan
anggaran.44
Anggaran
yang
telah
dialokasikan pada program SKPD, baik berupa program lanjutan maupun program baru berasal dari usulan elite politik.
8.1.5. Iktisar proses Perencanaan Sub-bab di atas membahas ranah perencanaan di Kabupaten Agam yang terbagi dalam empat sub-bab, yaitu Musrenbang Jorong, Musrenbang Nagari, Musrenbang Kecamatan dan Forum SKPD-Musrenbang Kabupaten. Pada Musrenbang Jorong, musyawarah berjalan secara demokratis didominasi oleh OTM. Usulan program hasil Musrenbang Jorong, terutama adalah pembangunan, rehabilitasi dan peningkatan prasarana jalan, jembatan, pengairan, sekolah dan sarana ibadah. Pada Musrenbang Nagari, usulan program hasil Musrenbang Jorong terpinggirkan oleh kepentingan perangkat OTM seperti Wali Nagari, Bamus Nagari, dan KAN yang lebih mengutamakan kepentingan kampung halamannya. Usulan program yang dihasilkan dalam Musrenbang Nagari, menurut Dokumen hasil Musrenbang Nagari, sebagian besar bukan merupakan hasil Musrenbang Jorong maupun Nagari. Usulan yang “naik di jalan” ini merupakan akomodasi dari kepentingan perangkat OTM untuk kepentingan Nagari, kampung halaman dan konstituen. Pada Musrenbang Kecamatan, usulan program hasil Musrenbang Nagari kembali terpinggirkan oleh berbagai kepentingan birokrat pada tingkat Kecamatan dan elite politik. Hanya sebagian kecil usulan program hasil Musrenbang Nagari yang diakomodir dalam dokumen hasil Musrenbang Kecamatan. Dalam Musrenbang Kecamatan, teridentifikasi bahwa elite politik dan birokrat dapat merubah hasil prioritasisasi Musrenbang Kecamatan demi kepentingan kampung halaman elite politik dan birokrat. Pada Forum SKPD yang bertujuan menghasilkan rancangan RKPD, yang kemudian akan menjadi bahan pembahasan Musrenbang Kabupaten. Dalam 44
Jika seluruh prioritas 1 s/d 3 hasil Musrenbang Kecamatan, maka dari 16 Kecamatan yang ada di Kabupaten Agam, jumlahnya mencakup 48 usulan. Jika masing-masingnya bernilai 500 juta, maka untuk pembangunan dan rehabilitasi infrastruktur, seperti jalan, jembatan, pengairan, dibutuhkan 24 Milyar.
234
proses pelaksanaan forum SKPD ini, hasil Musrenbang Kecamatan pun terpinggirkan oleh kepentingan birokrat (eksekutif), hanya satu usulan program hasil Musrenbang dari Kecamatan yang dapat diakomodir dalam rancangan (draft) Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang kemudian dibahas di Musrenbang Kabupaten. Hal-hal yang dibahas dalam Musrenbang Kabupaten dan menjadi bagian RKPD, pada akhirnya adalah bukan merupakan kebutuhan masyarakat petani pada tingkat Jorong. Karena kebutuhan yang dijabarkan dalam hasil Musrenbang Jorong telah hilang dan tersingkir dalam proses Musrenbang Nagari, Kecamatan dan Kabupaten. Pendekatan partispatif, pada akhirnya, mesti mendapatkan kritik karena telah dikalahkan oleh pendekatan teknokratis (top-down) dari SKPD dalam ranah perencanaan. Untuk itu, kajian ini menganggap relevan -namun dengan beberapa catatan- hasil kajian Widowati (2007) Sudjito (2008) dan Marbyanto (2008) dan Sopanah (2011) yang menyimpulkan dalam penelitian mereka bahwa partisipasi yang telah diterapkan dalam ranah perencanaan seperti Musrenbang dengan berbagai jenjang bersifat semu dan manipulatif. Peserta walaupun terlihat, namun dianggap tidak ada. Pelaksanaan Musrenbang hanya memenuhi persyaratan administratif. Selain itu, ranah perencanaan syarat dengan kepentingan politis yang terlihat dari mulai tingkat desa hingga Kabupaten/Kota. Kasus di Kabupaten Agam menunjukkan bahwa partisipan Musrenbang tidaklah semu dan manipulatif. Peserta yang terdiri dari unsur OTM dengan motif “harok ka dapek” hadir secara sukarela dalam Musrenbang. Namun, hasil Musrenbang, Nagari, Kecamatan serta Forum SKPD-Musrenbang Kabupaten menunjukkan adanya muatan politis, sehingga hasilnya pun manipulatif. Muatan politis telah terlihat mulai dari Musrenbang tingkat Nagari, yang ditandai dengan dominannya kepentingan elite Nagari dalam dokumen Musrenbang. Puncak dari muatan politis tersebut terlihat pada forum SKPD yang bersepakat hanya mengadopsi satu usulan di antara prioritas pertama sampai prioritas ketiga yang terdapat pada dokumen hasil Musrenbang Kecamatan setiap kecamatan. Keputusan ini, merupakan “basa-basi” politik tim Perencanaan Daerah untuk menghindar dari pelanggaran terhadap UU No.25/2004 tentang SPPN dan UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara yang mengharuskan ada keterkaitan di antara ranah perencaan dan penganggaran. Agar terkait kedua ranah tersebut,
235
maka politisnya adalah mengambil hanya satu usulan untuk setiap hasil Musrenbang Kecamatan. Jika tidak ada satupun yang diadopsi hasil dari proses Musrenbang, maka praktis tidak ada kaitan di antara kedua ranah, dan Pemda secara sah dan sengaja melanggar kedua Undang-undang tersebut. Praktik inilah yang disebut “Basa-basi politik”. Proses marjinalisasi usulan program yang merupakan kebutuhan masyarakat (petani), yang tercermin dalam hasil Musrenbang Jorong, dari Musrenbang Nagari hingga hasil RKPD, dapat dilihat pada Gambar 8.3 di bawah ini. PROSES MARGINALISASI USULAN PROGRAM DALAM MUSRENBANG RKPD
Analisa Praktik Perencanaan RKPD MUSRENBANG JORONG
MUSRENBANG NAGARI
Peserta : utusan Paruilk Kaum, Suku Urang nan ampek Jinih
Peserta : utusan Jorong, Urang nan ampek Jinih Walinagari, KAN, Bamus
FORUM SKPD MUSRENBANG KABUPATEN
MUSRENBANG KECAMATAN Peserta : utusan Kab, Nagari, Walinagari, UPTD Dinas, Kecamatan dan DPRD
Peserta : utusan Kecamatan, Nagari, Walinagari, SKPD, DPRD dan Muspida Plus
usul
Demokratis, setiap peserta berbicara mewakili kelomok matrilnealnya
Tidak Demokratis, Usulan di dominasi usul oleh usulan Nagari, Bamus dan KAN dalam Biliak Ketek utk kepentingan konstituen dan jorongnya
JUMLAH USULAN ± 30 INFRASTRUKTUR JUMLAH USULAN ± 100 JORONG DITERJEMAHKAN DARI RPJMD hanya mengakomodir 5 % usulan jorong utk infrastruktur Jorong 95% usulan baru berasal dari Walinagari, KAN, Bamus
Tidak Demokratis, Usulan di dominasi oleh Tim Perumus, yg terdiri dari DPRD, Panitan Kecamatan, dalam Biliak Ketek utk kepentingan konstituen dan jorongnya
RKPD
MARGINALISASI USULAN PROGRAM
usul
Tidak Demokratis, Usulan di dominasi oleh BAPPEDA-SKPD. Alasan Keterbatasan Dana
usul
JUMLAH USULAN ± 100 JUMLAH USULAN ± 5000 Dari DITERJEMAHKAN DARI RPJMD Musrenbang Kecamatan. Namun, dan ± 500 usulan Musrenbang hanya mengakomodir Nagari. Hanya mengakomodir 1 usulan setiap Kecamatan. 10% usulan Nagari, 90% usulan berasal dari proses Musrenbang dan Kepentingan Kecamatan Sumber : Data Empiris
2010
Gambar 8.3 Proses Marginalisasi Usulan Program dalam Musrenbang RKPD Hilangnya usulan program yang merupakan kebutuhan petani pada tingkat Jorong dan Nagari, akibat kepentingan politis birokrat dalam ranah perencanaan menunjukkan birokrasi didominasi oleh kepentingan-kepantingan partikular para pelakunya sehingga birokrasi ke luar dari fungsinya (Weber, dalam Beetham, 1979). Namun, ke luarnya birokrasi dari fungsinya dalam ranah perencanaan tersebut bukan semata akibat kepentingan partikular birokrat. Otoritas Tradisonal Minangkabau turut memiliki saham dalam “carut marut” ranah perencanaan tersebut.
236
8.2. Ranah Persaingan Elite Dalam Penganggaran APBD 8.2.1. Persaingan Aktor Pada Pembahasan KUA-PPAS KUA-PPAS bagi eksekutif dan legislatif memiliki makna lebih dari sekadar aturan normatif. Bagi SKPD, penyusunan KUA-PPAS ini merupakan satu tahap sebelum pembahasan APBD yang mengkhawatirkan, karena dalam penyusunan dan pembahasan KUA-PPAS terdapat proses “penjatahan” (Plafon) anggaran belanja berdasarkan pagu indikatif. Meskipun plafon tersebut bersifat sementara, namun yang dikhawatirkan para elite birokrasi bahwa anggaran dapat “terkunci” di sini.45 Dalam rangka menghindari terkuncinya anggaran pada alokasi anggaran yang minimal, penyusunan rancangan KUA-PPAS ini menjadi ajang pertarungan SKPD yang bertujuan hendak memaksimal utilitas yang diperolehnya. Oleh karena itu, masa penyusunan dan pembahasan KUA-PPAS ini menjadi masa menjalin hubungan “asmara” di antara SKPD dengan DPRD. Hubungan “asmara” ini berwujud hubungan transaksional. Hal ini menunjukkan cukup
relevannya
pendapat
Johnson
(1994)
bahwa
eksekutif
ingin
memaksimalkan anggaran, sedangkan bagi legislatif dalam proses penganggaran berharap dapat terpilih kembali, begitu pula pemilih ingin mendapatkan sebesarbesarnya manfaat anggaran. Ketiga kepentingan diri sendiri tersebut bertemu dalam satu ruang, yaitu ruang kompromi atau konsensus di antara legislator dan eksekutif. Ruang kompromi yang melahirkan hubungan transaksional, terlaksana dalam tiga pola . Pola pertama, anggota DPRD menitipkan programnya pada SKPD yang kemudian dimasukkan ke dalam Renja-SKPD. Pola Kedua, anggota DPRD menitipkan programnya dalam RKA-SKPD. Pola ketiga, terutama SKPD yang mendapatkan alokasi belanja anggaran minimal, strateginya adalah membuat program-program kerja yang dilaksanakan pada Dapil anggota DPRD, tujuannya agar diperjuangkan oleh anggota DPRD bersangkutan. Seperti ungkapan berikut;
45
Wawancara dengan tim TAPD
237
Tahun kapatang Capilsisduk mengajukan anggaran untuk pengadaan computer dan gedung baru untuk unit pelayanan kependudukan, seperti KTP, KK, dan surat pindah dan lainlainnyo di Agam Timur. Jadi masyarakek nan di Kec. Baso, IV Angkek, Canduang, indak paralu ka bawah (Lubuk Basung) untuk mengurusnyo. Kita bantu itu, dapek. (Liryanda) Ungkapan informan tersebut menjadi salah satu contoh, bagaimana SKPD yang memiliki anggarab minimal, dapat dengan kreatif membuat program untuk daerah pemilihan legislatif. Seperti dijelaskan pada bab sebelumnya, Kecamatan Baso, Canduang, dan IV Angkek, merupakan daerah pilihan IV di mana Liryanda terpilih menjadi anggota Legislatif. Program tersebut, kemudian dikoordinasikan pada Liryanda, dan kemudian setuju untuk memperjuangkan, kemudian menjadi bagian dari APBD. Pada pola pertama dan pola kedua, Kepala Dinas tidak berkeberatan untuk menerima program titipan tersebut, karena, pertama untuk mengamankan RKA ketika dibahas oleh DPRD. Kedua, program titipan tersebut semakin memperbesar alokasi anggaran terhadap Dinas terkait, sehingga memaksimalkan utilitas. Sedangkan anggota DPRD berharap program titipannya dapat masuk dalam APBD disebabkan terdapat janji politik yang harus ditepati, untuk pembangunan kampungnya serta menjadi investasi agar dapat terpilih lagi. Arena pertarungan antar elite birokrasi, terjadi antar sesama SKPD maupun antar SKPD dengan Bappeda-TAPD. Pertarungan antara SKPD dengan Bappeda terjadi pada ranah perencanaan. Sedangkan pertarungan di antara SKPD dengan TAPD, terjadi pada ranah penganggaran. Kedua pertarungan itu, terjadi dalam forum asistensi. Pada forum asistensi, seluruh SKPD diminta untuk mempresentasikan Renja dan RKA masing-masing dan kemudian dibahas oleh Bappeda-TAPD dengan berbagai indikator seperti kesesuaian dengan RKA, KUA-PPAS, dan Renstra. Dalam forum asistensi ini, banyak rencana program SKPD yang dieliminasi, karena tidak sesuai dengan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksana. Sehingga, sering terjadi konflik, pribadi di antara elite birokrasi, karena tidak setuju programnya dieliminasi dan dianggap tidak layak oleh BappedaTAPD, seperti ungkapan berikut.
238
J: ada. Ada yang minta bantuan ke DPRD agar anggarannya di tingkatkan. T: bagaimana caranya? J: ya, nanti DPRD mengundang, apa bahasanya, hearing? Nah, hearing dengan SKPD. T: dalam pembahasan KUA-PPAS ini udah di undang? J: ya, udah diundang. Kalau sebenanrnya, logikanya belum perlu hearing di KUA-PPAS. Tapi mereka tahun kemarin sudah melaksanakan. Karena mereka menilai , karena percaya disini akan terkunci plafonnya. Maka mereka menganggap perlu untuk mendiskusikan dengan SKPD Ada juga SKPD yang tidak puas lantas menjadi konflik pribadi dengan kita, banyak juga tu. (TAPD) Ungkapan informan di atas menunjukkan bahwa konflik, persaingan, dan kerjasama bukan hanya terjadi di antara tiga kelompok (tigaan) saja, yaitu antara pemilih, legislatif dan eksekutif sebagaimana yang digadang-gadangkan oleh kaum teoritisi agen-prinsipal (lihat Bab II). Akan tetapi konflik, kerjasama dan persaingan juga terjadi di antara sesama eksekutif dan di antara sesama pemilih (OTM) seperti yang telah dijelaskan dalam proses Musrenbang berjenjang di atas, serta di antara sesama anggota legislatif (sebagaimana akan dijelaskan selanjutnya). Oleh karena itu, kajian ini menerima secara hati-hati pendapat kaum teoritisi prinsipal-agen sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Program kerja SKPD yang tereliminasi dalam jenjang musrenbang bukan hanya program Dinas (SKPD) yang diterjemahkan dari Renstra SKPD dan diperoleh melalui pendekatan teknokratis. Namun terdapat juga program titipan anggota
DPRD
yang
telah
dititipkan,
melalui
hubungan
transaksional
sebelumnya.46, seperti ungkapan anggota DPRD berikut ini. “Pak, kemarin yang 10 program itu, Cuma lima yang masuk pak, lima lagi nggak masuk. tolong dibantu (informan) Terhadap banyaknya keluhan yang masuk dari SKPD, DPRD kemudian menyelenggarakan rapat dengar pendapat dengan seluruh SKPD. Pihak DPRD kemudian membahasnya pada tingkat Komisi, di mana masing-masing komisi, yaitu komisi A, komisi B, komisi C, dan komisi D melakukan dengar pendapat
46
Dari hasil analisa data, proses penyusunan Renja SKPD dan RKA-SKPD, dipengaruhi oleh Kepala Daerah dan Anggota DPRD. Hal ini membuktikan birokrasi pemerintah tidak independen.
239
dengan mitrakerja masing-masing yang berasal dari SKPD atau Dinas-dinas terkait. Pada rapat dengar pendapat ini seluruh program dan anggaran dibahas, “..Biasanyo, kalau di ambo waktu dulu tu, kita giring ke rapat komisi dengan SKPD. dengan Dinas dan Kantor itulah. yang sesuai dengan mitra kerjanya. Misal Komisi A dengan dinas dan kantor, badan terkait, termasuk BKD. Komisi B, masalah perekonomian, semua dinas dan kantor terkait dengan perekonomian, ikut disitu. itu asistensinya satu-satu, kadangkadang ada yang digabung. Nanti dia merundingkan tu (Liryanda) Ungkapan informan di atas menunjukkan bahwa, forum rapat dengar pendapat ini menjadi ajang merundingkan kembali program-program SKPD, baik yang telah dibahas dan ditolak dalam proses asistensi maupun yang telah disepakati menjadi Rencana Kerja Anggaran SKPD. Forum ini menjadi ajang transaksional, bagi SKPD dan DPRD untuk relasi yang saling menguntungkan. Bagi SKPD, forum ini dimanfaatkan untuk memasukkan kembali program kerjanya yang tereliminasi dalam forum asistensi. Bagi anggota DPRD, forum ini menjadi arena koordinasi dan penitipan program ke dalam Renja dan RKA-SKPD yang menjadi mitra kerjanya. Hubungan transaksional ini menghasilkan perubahan alokasi anggaran dalam RAPBD. seperti ungkapan berikut ini; …nanti kalau kepala dinasnya, atau kepala badan kantor, agak gigih tu, dia pergi ngomong ke dewan. pak ini harusnya masuk, tolong dibantu. Kalau nggak masuk susah kita, paralu (perlu) untuk konstituen atau Dapil bapak. Nah, disitu negosiasinya. Dewan pun minta , ko tambah pak (kepada TAPD). ( Liryanda) Ungkapan informan di atas menunjukkan bahwa pembahasan KUA-PPAS di antara TAPD dengan DPRD, akhirnya menjadi arena pertarungan tarik-menarik di antara berbagai kepentingan, seperti di antara SKPD bermitra dengan DPRD di satu pihak dan bermitra dengan TAPD dipihak yang lain. SKPD saling dukung dengan DPRD karena memiliki kepentingan yang saling melengkapi, anggota DPRD memperjuangkan kepentingan konstituen dan Dapilnya, dengan beragam usulan program yang dapat didanai oleh APBD dengan “menitipkan program” tersebut pada SKPD. Seiring dengan “titipan program” tersebut, SKPD mendapatkan alokasi APBD yang maksimal.
240
Peran DPRD secara normatif dapat mengusulkan penambahan program baru dalam proses pembahasan anggaran, sebagai mana nomenklatur dalam UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 20 ayat 3 yang menyebutkan bahwa DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam RAPBD. Pada pasal 20 ayat 6, DPRD dibolehkan tidak setuju dan tidak mengesahkan APBD, jika itu terjadi maka Pemda memakai anggaran untuk belanjanya dari tahun lalu (maksimal).
Di
samping itu PP No.16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD terutama pasal 55 juga mengatur bahwa DPRD dapat mengajukan Pokok Pikirannya (Pokir) paling lambat 5 bulan sebelum penetapan APBD. Jika penetapan APBD paling lambat dilakukan pada tanggal 31 Desember, maka 5 bulan sebelumnya adalah bulan Juli yang bertepatan dengan pembahasan Pertanggungjawaban Kepala Daerah terhadap APBD, APBD perubahan (APBDP) dan KUA-PPAS. Jika terjadi perbedaan di antara pokok-pokok pikiran DPRD dengan KUAPPAS yang dibahas, maka DPRD memiliki peluang besar untuk menambah dan mengurangi usulan program yang tidak berasal dari Musrenbang atau bahkan RKPD. Bukti-bukti penambahan akibat relasi transaksional di antara DPRD dan TAPD dapat disimak dalam Tabel 8.13 berikut.
Tabel 8.13. Perbandingan Jumlah Belanja Langsung KUA- PPAS Dengan APBD, Pada Lima SKPD Tahun Anggaran 2009 (dalam juta rupiah) No
SKPD
Plafon Anggaran KUA-PPAS
Anggaran APBD
Perbandingan (Kolom 4-3=5)
Ket
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
1
Dinas Pekerjaan Umum
43.278
81.675
38.397
Naik
2
Dinas Pendidikan
77.677
44.690
- 32.987
Turun
3
Dinas Kesehatan
15.757
16.495
737
Naik
4
Sekda
14.734
19.821
5.087
Naik
5
Set.DPRD
8.590
10.115
1.525
Naik
6 Dinas Pertanian 5.086 4.579 - 507 Sumber : diolah dari APBD, KUA-PPAS, Kabupaten Agam, Tahun 2009
turun
241
Tabel 8.13 di atas menunjukkan bahwa terjadi perubahan yang cukup menyolok terhadap jumlah mata anggaran pada enam SKPD tahun 2009 jika dibandingkan antara mata anggaran KUA-PPAS dalam Penjabaran APBD. Perubahan ini memperlihatkan persaingan dalam penyusunan anggaran di antara tahap KUA-PPAS hingga pembahasan RAPBD. Pada Tabel 8.10 tersebut terlihat bahwa selain Dinas Pendidikan dan Pertanian, seluruh anggaran naik secara menyolok. Begitupun yang terjadi pada tahun sebelumnya, yaitu tahun 2008, di mana memperlihatkan adanya persaingan di antara SKPD, DPRD dan TAPD yang kemudian menyebabkan perubahan anggaran KUA-PPAS dan Anggaran APBD. Perbedaannya dengan tahun 2009, hanyaada mata anggaran Dinas Pertanian saja yang menurun (Lihat Tabel 8.14. berikut). Tabel 8.14. Perbandingan Jumlah Belanja Langsung KUA- PPAS Dengan APBD, Pada Lima SKPD Tahun Anggaran 2008 (dalam juta rupiah) No
SKPD
Plafon Anggaran KUA-PPAS
Anggaran APBD
Perbandingan (Kolom 4-3=5)
Ket
(1)
(2)
(3)
4
(5)
(6)
1
Dinas Pekerjaan Umum
59.244
79.647
20.403
Naik
2
Dinas Pendidikan
240.973
251.223
10.250
Naik
3
Dinas Kesehatan
48.422
3.863
Naik
4
Sekda
53.068
99.251
46.183
Naik
5
DPRD
12.873
16.349
3.476
Naik
44.559
6 Dinas Pertanian 19.474 12.532 (6.942) Turun Sumber : diolah dari KUA-PPAS dan Penjabaran APBD Kabupaten Agam, Tahun 2008.
Pada tahun 2007 juga terlihat perubahan yang cukup menyolok di antara mata anggaran lima SKPD yang telah ditetapkan pada KUA-SKPD dengan apa yang tercantum dalam penjabaran APBD tahun 2007. Kenaikan menyolok terjadi pada SKPD (Dinas) Pendidikan sebagai akibat perubahan dana alokasi Khusus dari pusat. Pada Dinas Pekerjaan Umum (PU) terjadi penurunan yang disebabkan oleh aliran dana terpusat pada Dinas Pendidikan. Hal yang sama juga terjadi pada Dinas Pertanian (Lihat Tabel 8.15 di bawah).
242
Tabel 8.15. Perbandingan Jumlah Belanja Langsung KUA- PPAS Dengan APBD, Pada Lima SKPD Tahun Anggaran 2007 (dalam juta rupiah) Plafon
Anggaran
Perbandingan
APBD
(Kolom 4-3=5)
Ket
(3)
(4)
(5)
(6)
No
SKPD
Anggaran KUA-PPAS
(1)
(2)
1
Dinas Pekerjaan Umum
100.766
85.417
15.349
Turun
2
Dinas Pendidikan
92.041
280.707
188.666
Naik
3
Dinas Kesehatan
36.983
44.834
7.851
Naik
4
DPRD
5
Dinas Pertanian
9.789 21.680
14.778
4.989
Naik
16.409
- 5.271
Turun
Sumber : diolah dari KUA-PPAS dan Penjabaran APBD Kabupaten Agam, Tahun 2008
Berdasarkan ketiga tabel di atas, tidak hanya mencerminkan bahwa pemerintah Kabupaten Agam telah meninggalkan Petaninya -sebagamana telah dijelaskan pada bab sebelumnya- akan tetapi juga anggota DPRD yang merupakan representasi OTM47 tidak pula berpihak pada pertanian dan petani. Padahal sebagaimana telah dijelaskan pada Bab pertama dan Bab keempat, Kabupaten Agam merupakan Kabupaten Agraris yang ditandai dengan 43,6 persen PDRB berasal dari pertanian dan hampir separuh angkatan kerja bekerja pada sektor pertanian. Selain itu, bagi masyarakat Kabupaten Agam pertanian sawah merupakan tiang utama ikatan kelompok genealogis matrilineal. Hal ini menunjukkan bahwa pendapat Keefer dan Khemani (2003), Halim dan Syukry (2011) masih cukup relevannya, di mana eksekutif dan legislatif lebih cenderung mengusulkan dan memperjuangkan anggaran untuk pembangunan prasarana fisik karena lebih mudah sebagai bukti pemenuhan janji kepada para pemilihnya. Namun, perlu ditambahkan bahwa pembangunan, peningkatan dan rehabilitasi prasarana, sebagaimana telah dijelaskan di atas, merupakan usulan yang menjadi prioritas masyarakat Jorong-Nagari (OTM) karena dapat dimanfaatkan oleh semua penduduk Jorong-Nagari, serta mengandung konflik yang minimal. Secara
teoritis
penganggaran
normatif,
persaingan
elit
dalam
penganggaran di antara KUA-PPAS dan APBD, dapat ditafsirkan dalam berbagai bentuk. Pertama, KUA-PPAS yang seharusnya bersumber dari RKPD, ternyata telah diabaikan dalam pembahasan KUA-PPAS. Hal tersebut terlihat dari 47
akan dijelaskan selanjutnya
243
banyaknya usulan yang bertambah sehingga terjadi peningkatan anggaran selama masa pembahasan KUA-PPAS tersebut. Kedua, memperlihatkan bahwa prioritas belanja APBD lebih diutamakan untuk pembangunan pendidikan dan prasarana. Ketiga, dalam kontestasi tersebut, yang selalu terpinggirkan adalah anggaran pertanian. Hal tersebut terlihat dari selalu berkurangnya anggaran Dinas Pertanian dari KUA-PPAS dibandingkan setelah ditetapkan di APBD. Bahkan, di dalam penjabaran APBD, Dinas ini masuk kategori urusan pilihan bukan wajib. Ini berarti menunjukkan bahwa pembangunan Pertanian di Kabupaten Agam tidak menjadi prioritas. Selain faktor politik di atas, faktor lain mengapa anggaran Pertanian selalu kalah terpinggirkan serta berkurang dalam persaingan elite pada ranah penganggaran, adalah karena terdapat sumber dana lain yang cukup besar dari Pusat. Kabupaten Agam merupakan salah satu lumbung beras, sehingga mendapatkan program prioritas dari pusat dalam bentuk anggaran Tugas Pembantuan (TP) dari Kementerian dan Lembaga Pertanian serta dana Dekonsentrasi (Dekon) dari APBD Propinsi. Seperti yang dikemukakan oleh informan berikut: APBD untuk Dinas Pertanian memang kecil jumlahnya, tetapi Dana TP dan Dekonnya cukup besar. Keuangan kitakan terbatas, oleh karnanya pengalokasian APBD berdasarkan ada tidaknya dukungan dana dari luar program. Kalau dukungan dari pusat, propinsi atau dari luar lainnya besar, maka dari APBD kecil, sehingga ada pemerataan (informan NR). Ungkapan informan di atas menunjukkan bahwa, yang menjadi pertimbangan utama dalam penyusunan, pembahasan dan penetapan anggaran adalah unsur pemerataan, bukan pertimbangan bahwa Kabupaten Agam bersifat agraris, memiliki PDRB terbesar dari pertanian, serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Pendapat informan tersebut di atas, dapat pula memberi catatan pada pendapat Key (1940) yang telah mengingatkan bahwa permasalahan paling mendasar dalam penganggaran adalah keterbatasan sumber dana, sedangkan kebutuhan selalu melebihinya.
Ketika banyak
pihak, dengan
beragam
kepentingan, terlibat, maka penganggaran menjadi dinamis, sehingga persaingan
244
berbagai aktor yang memiliki kepentingan tidak terhindarkan,48 tidak sepenuh relevan. Pada kasus di Kabupaten Agam, selain persaingan, nuansa penganggaran APBD juga ditandai dengan azas pemerataan “bagi-bagi kue”. Terkait kepentingan DPRD dalam ranah penganggaran terdapat dua kecenderungan yang menjadi perhatiannya, yaitu beberapa alokasi anggaran yang didapat oleh DPRD dan di mana anggaran pembangunan fisik dialokasikan, seperti diungkap informan berikut; Dalam pembahasan RAPBD, dua hal yang menjadi perhatian DPRD paling teliti adalah, berapa anggaran buat dia, karena disitu kungkernya (kunjungan kerja), Perjalanan Dinas, dan seterusnya. Kemudian yang kedua, pembangunan fisik dialokasikan di Nagari dan kampung mana, itu bacakaknyo (berantem) kalau inyo(dia) indak (tidak) dapek (dapat) (Danof) Ungkapan informan di atas menunjukkan masih cukup relevannya pendapat Halim dan Syukry (2011) bahwa dalam penganggaran di Indonesia, baik pemerintah Pusat, Provinsi dan Kab/Kota, perhatian Legislatif terlihat pada dua hal utama, yakni : 1. Ketika legislatif membahas anggarannya sendiri, legislatif cenderung memaksimalkan jumlah anggaran untuk meningkatkan penghasilannya serta kepentingan jangka pendek lainnya. 2. Legislatif mengusulkan atau memperjuangkan anggaran untuk daerah tertentu dengan ukuran yang jelas (umumnya pembangunan fisik, sehingga mudah diukur dan lihat), agar namanya harum di daerah tersebut. Akibatnya, pembangunan hanya terlihat pada daerah pemilihan politisi yang memiliki kekuatan di Legislatif. Apa yang terjadi dalam penganggaran di Kabupaten Agam tidak jauh berbeda. Hanya saja, harus diberi catatan disini, khususnya point dua, yang menjadi daerah pemilihan (Dapil), sebagaimana akan dijelaskan pada bab selanjutnya, adalah kampung halamannya yaitu Jorong dan Nagari, di mana mereka lahir, dibesarkan dan bertempat tinggal. Mereka di besarkan dengan basis pendidikan filsafat alam (lihat bab II). 48
Dalam Irene S.Rubin, 1993. The Politic of Public Budgeting: Getting and Spending, Borrowing and Balancing, 2th Edition. Chatam House Publisher, Inc. New York.
245
Pendukung utama anggota DPRD adalah OTM. Oleh karenanya, perjuangan untuk mengusulkan dan mendapatkan pembangunan fisik (prasarana), bahkan dengan cara “bacakak” (bertengkar) sekalipun sebagaimana disebutkan informan di atas, pada hakikatnya adalah sebuah upaya membangun kampung halaman mereka dengan sistem babiliak ketek, babiliak gadang. Pembangunan fisik tersebut dialokasikan terlebih dahulu pada kampung di mana rumah kaum mereka berada. Jika berhasil atau tidak memungkinkan didapat, maka perjuangan untuk mendapatkan alokasi anggaran prasarana tersebut adalah untuk Nagari, atau Kecamatan. Begitulah tingkatan sebagaimana filsafat alam tersebut di praktikkan dalam dunia sehari-hari. (untuk bukti konkrit, lihat ragam peran kolektif DPRD (legislatif) pada bab selanjutnya). Kembali pada gejala persaingan pada pembahasan KUA-PPAS di atas, untuk membuktikannya bahwa salah satu kepentingan Legislatif dalam penganggaran adalah anggaran mereka sendiri, dapat di lihat pada garfik
Billions
perbandingan alokasi anggaran APBD di bawah ini; 18 16 14 12 10
ANGGARAN DPRD PADA PPAS
8
ANGGARAN DPRPD PADA APBD
6 4 2 2007
2008
2009
Sumber: PPAS dan Penjabaran APBD 2007 s/d 2009 (diolah) Gambar 8.4 Grafik Perbandingan Alokasi anggaran DPRD antara PPAS dan APBD Tahun 2007-2009
246
Grafik di atas memperlihatkan data sejak tahun 2007-2009, jika dibandingkan posting alokasi anggaran PPAS (prioritas plafon anggaran sementara) dibandingkan dengan posting alokasi anggaran yang tertera dalam penjabaran APBD, posting alokasi anggaran DPRD Kabupaten Agam selalu meningkat. Kenaikan mata anggaran tersebut cukup menyolokmencapai lebih dari 50 persen. Hal ini mencerminkan kekuasaan DPRD dapat merubah jumlah mata anggaran. 8.2.2. Persaingan Elite Dalam Pembahasan APBD Dalam pembahasan RAPBD, dilakukan sebelumnya dengan penyusunan RAPBD di mana praktiknya seiring (parallel) dengan pembahasan KUA-PPAS di DPRD. Dinas-Dinas mengumpulkan draft RKA masing-masing yang disusun mengacu pada Plafon yang didapatkan dari Draft PPAS. Kemudian, masingmasing dinas dengan RKA-SKPD melakukan asistensi dengan TAPD. “ Draft RKA di asistensi substansinya. Asistensinya adalah melihat rincian penggunaan anggaranya melihat banyaknya persentase perbandingan antara fisik dengan belanja umum. Misal, ini ATK kebanyakan sehingga tidak sesuai dengan standar, lalu hasil asistensi ini dituangkan dalam RAPBD tadi. Jadi, pada saat KUAPPAS disepakati, RAPBD pun selesai disusun. (HD) Dalam proses asistensi ini, terjadi tarik menarik kepentingan kembali. Tim asistensi, yakni TAPD, memeriksa seluruh Rencana Kerja Anggaran (RKA) masing SKPD, tentunya di belanja pegawai (Gaji). Mulai darti ATK yang harus disesuaikan dengan SAB (Standard Anggaran Belanja) hingga program yang dianggap tidak beralasan dan bukan prioritas sehingga harus dipangkas. Bagi SKPD yang rencana belanjanya banyak dipangkas, akan menimbulkan konflik di antara SKPD dengan Tim TAPD ini. Bahkan, konflik ini menjadi konflik personal berkepanjangan, seperti ungkapan informan berikut ini, “ tim SKPD yang ikut asistensi marah-marah RKA nya di pangkas. Ada juga jadi masalah pribadi, jadi tidak sapaan gitu. tergantung personalnya. (NR, Bappeda dan Tim TAPD) Ungkapan petikan wawancara di atas menunjukkan bahwa, pembahasan RKA-SKPD
berjalan
dinamis.
Dinamika pembahasan
dipengaruhi
oleh
keberadaan sektor SKPD. Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa yang menjadi
247
perebutan adalah anggaran pembangunan, peningkatan dan rehabilitasi prasarana fisik. Oleh karenanya, alokasi anggaran akan menumpuk pada SKPD yang berkaitan atau memiliki kewenangan pembangunan, peningkatan dan rehabilitasi prasarana fisik tersebut, di antaranya seperti Dinas PU, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pertanian. Dinas-Dinas ini menjadi “primadona” sehingga selalu di incar oleh Legislatif maupun Eksekutif, dan tentu saja, Dinas-Dinas “primadona” ini tidak termasuk SKPD yang dimaksud oleh informan di atas. Menurut informan, peningkatan dan rehabilitasi prasarana fisik, DinasDinas “primadona” ini tidak memiliki renstra SKPD yang memadai. Bahkan, salah satu SKPD “primadona” tersebut tidak pernah membuat Renja dan RKA, kecuali hanya untuk belanja tidak langsung seperti Belanja Pegawai dan pengadaan barang rutin. Untuk belanja langsung Renja dan RKA, pihak SKPD menunggu “titipan” baik dari DPRDmaupun dari Bupati. Khusus untuk Bupati, biasanya pada penyusunan RKA, kurir Bupati selalu membawa pesan (nota) dari Bupati yang berisikan Jalan, Pengairan, dan Gedung mana yang akan di bangun,di rehabilitasi serta di tingkatkan. Oleh karenanya, Dinas ini selalu terlambat menyelesaikan RKAnya dikarenakan naik-turun dan tukar-tambah program dari berbagai tarik menarik kepentingan aktor legislatif dan eksekutif. Bahkan, RKA yang kemudian menjadi bagian dari RAPBD tersebut, ketika dibahas, besar kemungkinan untuk berubah. Adapun yang dimaksud oleh informan di atas, di mana terjadi konflik hingga pada tingkat personal adalah pada SKPD-SKPD yang tidak memiliki program pembangunan, peningkatan dan rehabilitasi prasarana. Sehingga, ketika ingin memaksimalkan utilitasnya dengan membuat program-program non prasarana, kemudian dipangkas oleh TAPD dalam forum asistensi. Reaksi dari pemangkasan inilah yang kemudian berujung pada konflik personal, dan selanjutnya membawa serta DPRD untuk ikut campur memperjuangkan dengan motif relasi transaksional. Pemangkasan program, sesungguhnya tidak saja dilakukan oleh TAPD pada forum Asistensi. DPRD juga melakukan hal sama. seperti ungkapan informan berikut ini;
248
Acok juo ado program yang menurut kami tidak masuk akal. Ya sekedar cari-cari proyek, sekedar cari uang saja dia di sana. Seperti nan pernah ambo caliak, salah satu dinas yang salah satu program kerjanya pemberdayaan anak-anak terlantar dengan diberi pelatihan. Tapi pelatihannyo apo indak jaleh, anggarannyo pun Cuma limo baleh juta. A, menurut angku ka mungkin program tu dilakukan. Dima ado anak terlantar di Lubuak basuang ko? a, coret. (informan HT) Kumpulan hasil dari asisten seluruh RKA-SKPD, seperti Badan dan Dinas yang dikompilasi menjadi RAPBD kemudian di serahkan kepada DPRD untuk mempelajari dan selanjutnya bersama TAPD membahasnya. Sebelum dibahas bersama TAPD, DPRD mempelajari isi RAPBD dengan cara RKA-RKA SKPD di pilah-pilah dan di serahkan kepada komisi-komisi untuk dipelajari sesuai dengan mitrakerjanya. Bilamana dianggap perlu, komisi memanggil mitra kerjanya untuk melakukan presentasi RKA. Perhatian utama disini difokuskan pada berapa perjalanan dinas, program, belanja operasional, seperti ungkapan informan berikut ini; Kalau kemarin RAPBD itu kan udah ada rincian penggunaannya tiap anggaran. Belanja operasional berapa, itu yang mereka check. Bahkan ada yang jeli anggota dewan itu, mereka hitung semua, Misalnya ATK atau perjalanan dinas yang sering mereka sorot. seperti Persentase perjalanan Dinas Pendidikan itu paling besar di Kabupaten Agam, (informan HD, TAPD) Ungkapan informan di atas menunjukkan pendapat Marbyanto (2009), bahwa dalam relasi eksekutif-legislatif, intervensi budgeting legislatif sangat kuat terhadap anggaran eksekutif karena dianggap eksekutif berlaku oportun dengan memaksimalkan anggarannya (Johnson, 1994). Namun, perlu diberi catatan disini bahwa kuatnya intervensi tersebut memiliki dua tujuan utama, yaitu: 1. yang dipangkas itu adalah program-program belanja tidak langsung seperti di antaranya belanja pengadaan barang ATK, perjalanan Dinas, uang rapat, dan honor. Hasil pemangkasan program-program SKPD-SKPD tersebut, kemudian dikumpulkan menjadi program belanja langsung pembangunan, peningkatan dan rehabilitas prasarana yang kemudian diperebutkan penempatannya oleh anggota Legislatif.
249
2. Intervensi budgeting DPRD tersebut dilakukan dalam rangka memaksa dinas untuk mau terlibat dalam hubungan transaksional, misalnya pelaksanaan anggaran pada kampung, Nagari dan yang menjadi basis perolehan suarannya. Sebagaimana akan dijelaskan dalam bab selanjutnya, bahwa basis suara anggota Legislatif adalah Jorong dan Nagari. Distribusi anggota DPRD tidak merata pada seluruh Nagari, terdapat dua anggota DPRD dalam satu Nagari. Sehingga, akibat dari intervensi budgeting DPRD dalam rangka bertujuan “memaksa” SKPD menempatkan program pada basis suaranya, anggaran belanja menjadi tidak terdistribusi dengan adil dan merata, menumpuk hanya pada daerah yang memiliki anggota DPRD saja, sehingga tidak berdasarkan kebijakan umum anggaran, bahkan menyimpang dari renstra SKPD. Perhatian lainnya dari Legislatif ketika membahas RAPBD adalah lokasi penempatan pembangunan fisik yang dikerjakan oleh Dinas PU, mencakup pekerjaan fisik apa saja yang dibangun, di tingkatkan (upgrading) dan direhabilitasi. Di mana saja program tersebut di laksanakan, di Kecamatan mana, di Nagari dan Jorong mana saja program di tempatkan, sebagai mana ungkapan informan berikut ini; Kalau DPRD yang sekarang banyak melihat, kalau pekerjaan fisik di mana-mana saja. Lokasinya di Kecamatan apa saja. (RH, HD, NR,) Perebutan
penempatan
program
pembangunan,
peningkatan
serta
rehabilitasi Dinas PU, bagi anggota DPRD sangat penting artinya, karena berkenaan dengan kontrak politik. Secara implisitmaupun eksplisit, ketika OTM bersepakat untuk memberikan suara mereka pada anggota DPR terdapat imbalan yang mesti diberikan. Pada umumnya, imbalan yang merupakan bagian dari kontrak politik tersebut adalah agar dapat memperjuangkan Jorong (kampuang) dan Nagari untuk mendapatkan alokasi anggaran APBD untuk prasarana fisik Nagari, terutama, jalan, jembatan dan pengairan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya. Anggota DPRD mengerti bahwa jika berhasil memperjuangkan alokasi anggaran untuk membangun prasarana Nagari, telah menjadikan harapan
250
bagi mereka untuk terpilih kembali di priode mendatang, seperti ungkapan informan berikut ini; “ contoh, kitakan daerah pemilihan ini, …berarti membangun daerah ini untuk kita maju pada pemilu berikutnya itu udah tidak susah lagi. saya yang membagunkan jalan ini, mengaspal gitu kan, tinggal ngomong aja lagi kan. a biasanya itu ributnya di panitia anggaran ini (informan Danof) . Dari ungkapan informan di atas, menunjukkan bahwa dinamika persaingan penempatan lokasi pembangunan fisik, baik di antara sesama Legislatif, antar sesama eksekutif, maupun di antara Legislatif dan eksekutif, paling gigih terjadi dalam tahap pembahasan RAPBD. Hal ini disebabkan, anggaran mendekati tahap pengesahan. Ketika proses persaingan terjadi, dalam pembahasan RAPBD, tentu ada program yang menang sehingga menjadi bagian dari APBD, dan terdapat pula program-program yang tersingkir. Umumnya yang duluan tergeser atau tersingkir adalah usulan hasil Murenbang, seperti ungkapan informan berikut ini; “ Nah, pada saat inilah yang agak anu nih, udah masuk kepentingan-kepentingan disini, soalnya udah ¾ matang…pada saat ini dokumen hasil Musrenbang, dokumen RKPD nggak berlaku. Mungkin persentasenya ada ya, tapi ya paling di bawah 25% .. ada malah yang tidak ada“ (RH TAPD Kabupaten Agam) Dari ungkapan informan di atas, dapat disimpulkan bahwa ketika konstestasi pembahasan APBD menjadi sangat dinamis, maka yang pertama dikorbankan adalah program-program yang dihasilkan melalui Musrenbang. Dengan demikian, pada pertanyaan mengapa alokasi anggaran untuk kepentingan Petani dan pertanian minimal, karena bukan saja tersingkir dalam ranah perencanaan, pada ranah penganggaran pun akan tersingkir pula apa yang dihasilkan oleh rakyat melalui Musrenbang. Namun, tentu saja tidak seluruhnya hasil Musrenbang tersebut tersingkir. Dengan demikian pendapat Sudjito (2008) dapat ditolak, bahwa ranah perencanaan dan penganggaran tidak terkait, menyambung (connecting) penyusunan, pembahasan dan penetapan APBD dilakukan secara oligarkhis. Pada kajian, bukti empiris menunjukkan, bahwa masih terdapat sisa program usulan Musrenbang Kecamatan yang diakomodir oleh APBD, informan TAPD menyebutkan masing-masing satu usulan program setiap hasil Musrenbang akan masuk dalam APBD. Informan TAPD yang lain,
251
seperti uangkapan di atas menyebutkan kurang dari 25 persen. Kedua informasi tersebut menunjukkan adanya keterkaitan di antara dua ranah tersebut. Kemudian, di Kabupaten Agam tidak terdapat bukti empiris bahwa RAPBD disusun, di bahas dan ditetapkan secara oligarkhis. Tersingkirnya hasil Musrenbang disebabkan oleh dinamisnya persaingan (bukan oleh cara-cara otoritarian) di antara sesama Legislatif, sesama Eksekutif, maupun di antara Legislatif dan Eksekutif. Di samping itu, masuknya program-program baru yang dibawa oleh Legislatif dalam pembahasan RAPBD bersumber dari OTM yang mewakili masyarakat Jorong dan Nagari. Bagi anggota Legislatif, sebagai mana telah dijelaskan sebelumnya, justru hasil Musrenbang Kecamatan dan Kabupaten dihasilkan melalui kompromis elitis. Sehingga, legislatif cenderung mengabaikan hasil Musrenbang dalam proses pembahasan RAPBD. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, eksekutif dalam hal in TAPD dalam membahas RAPBD bersama Legislatif memiliki beberapa strategi. Salah satu upaya eksekutif tersebut adalah memberi “jatah” masing-masing anggota Banggar (Badan Anggaran) DPRD dengan azas transaksional untuk tujuan agar dimudahkan pembahasan APBD mereka, seperti ungkapan informan berikut ini; contohkan begini, kita udah deal nih dengan PEMDA-TAPD kita dikasih, kalau bisa ini nggak disampaikan ya, ada 100 juta, silahkan panitia anggaran mengalokasikan proyek 100 juta per orang, nih kita ada dua orang dari PARTAI, kita biasanya mengasih tahu yang lain, kasih tahu fraksi, nih 200 juta mau kita bangun apa, karena 200 juta mungkin yang penting di DAPIL itu. nah kawan-kawan yang lain itu saya lihat mereka nggak ngasih tahu yang lain. ada tiga orang dia disitu dapat jatah 300 juta dia aja yang nulis usulannya (DA. DPRD) Ungkapan informan di atas membuktikan bahwa terdapat “jatah” untuk Banggar DPRD masing-masingnya 100 juta. Jka jumlah Banggar ditambah Ketua dan dua orang wakil ketua DPRD, maka jumlah keseluruhan adalah 13 orang dengan nilai mata anggaran 1,3 Milyar. Jatah ini telah menjadi rutin setiap tahunnya. Dinamika persaingan perebutan alokasi anggaran bersifat personal, cenderung mengabaikan kepentingan partai. Terhadap tingginya suhu persaingan,
252
beberapa
kompromi49
upaya
(transaksional)
telah
diupayakan,
seperti
melonggarkan alokasi anggaran DPRD, memberi alokasi anggaran Rp.100 Juta kepada masing Banggar DPRD untuk dialokasikan pada daerah tertentu dengan program bersifat bebas.50 Ikut mengalokasikan dana Bansos (Bantuan Sosial) yang merupakan pos bantuan pemerintah daerah.51 Selain itu, mendistribusikan pembangunan fisik, berbagai SKPD,52 secara merata di Dapil anggota DPRD. Di samping upaya kompromi tersebut, beberapa titipan program anggota DPRD pada SKPD, sebagaimana telah dijelaskan di atas, turut menjadi bagian dinamika persaingan
pembahasan RAPBD. Sehingga, anggaran belanja
mengalami perubahan. Bukti-bukti pendukung, dinamika persaingan mencakup sengketa, bersaing, saling dukung, kental dengan nuansa hubungan transaksional tersebut dapat dicari buktinya dengan melihat anggaran yang telah di “jatah” dalam KUA-PPAS kemudian bertambah cukup menyolok pada alokasi anggaran APBD, seperti yang terlihat dalam tabel berikut; Tabel 8.16. Perbandingan Jumlah Belanja Langsung KUA- PPAS Dengan APBD, Pada Lima SKPD Tahun Anggaran 2009 (dalam juta rupiah) No
SKPD
Plafon Anggaran KUA-PPAS
Anggaran APBD
Perbandingan (Kolom 4-3=5)
Ket
1
2
3
4
5
6
1
Dinas Pekerjaan Umum
43.278
81.675
38.397
Naik
2
Dinas Pendidikan
31.75853
54.10254
23.606
Naik
3
Dinas Kesehatan
15.757
16.495
737
Naik
4
Set.DPRD
8.590
10.115
1.525
Naik
5
Dinas Pertanian
2.238
7.962
5.724
naik
Sumber : APBD, KUA-PPAS, Kabupaten Agam, Tahun 2009 (Diolah)
49
Hasil wawancara dengan Banggar, TAPD Bisa rehabilitasi jalan, jembatan, atau program apa saja yang diusulkan anggota Banggar. 51 Jumlahnya bervarian, mulai dari Rp.20 juta setiap anggota DPRD, hingga Rp.60 Juta untuk ketua dan wakil ketua. 52 Misalnya, Dinas Pendidikan, membangun sekolah atau rehabilitasi gedung, Dinas PU, pembangunan, rehabilitasi, peningkatan jalan dan jembatan. 53 tidak termasuk anggaran penyelenggaran sekolah (Dana Alokasi Umum) 54 termasuk anggaran penyelenggaraan sekolah (Dana Alokasi Umum) 50
253
Tabel 8.16. di atas memperlihatkan penambahan anggaran keseluruhan anggaran SKPD naik secara menyolok, selisih penambahan di antara KUA-PPAS dengan APBD di antaranya merupakan program usulan yang “naik” selama proses pembahasan APBD terjadi, oleh karenanya, penambahan program tersebut tidak berasal dari Musrenbang (perencanaan Partisipatif). Kenaikan tertinggi terletak pada SKPD (Dinas) Pekerjaan Umum, yang menjadi primadona perebutan Legislatif. Sedangkan anggaran terendah diberikan pada Dinas Pertanian, sebuah kenyataan Pertanian bukan merupakan prioritas atau primadona bagi eksekutif dan legislatif di Kabupaten Agam..55 Dalam Tabel 8.17. diperlihatkan bahwa anggaran belanja untuk pembangunan jalan yang terletak di dalam Nagari (prasarana Nagari) yang berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) umumnya tidak berasal dari usulan program hasil Musrenbang Kecamatan. Menurut informan Nirman56 seluruh program tersebut berasal dari manuver kolektif anggota DPRD menjelang berlangsungnya PEMILU 2009. Fenomena ini dapat ditafsirkan bahwa Anggaran Negara (APBD) dibelanjakan untuk “kampanye” DPRD untukmemenangkan Pemilu di kampung dan Nagarinya, dan terpilih kembali menjadi anggota DPRD, seperti yang terlihat dalam tabel berikut; Tabel 8.17. Perbandingan Hasil Musrenbang Kecamatan 2008, Dengan Peraturan Bupati No.63. Tahun 2008 Tentang Penjabaran APBD Thn. Anggaran 2000 Untuk Pembangunan Jalan (DAU) No
56
Anggaran (Juta Rp)
Lokasi Kecamatan
Hasil Musrenbang Kecamatan (Ya / Tidak)
1
Jalan Lingkar Sei.Cubadak
200
Tabek Panjang,
Tidak
2
Padang Kunyik-Balau
100
Kamang Magek
-
3
Jl.Padang Tonga-Padang Tonga
200
Manggopoh
-
4
Jl.Pasir Paneh, Batang Tiku
250
Tiku Selatan
-
5
Jalan Alahan Anggang Palembayan
115
Palembayan
Tidak
6
Pembukaan Jalan Baru antara Jorong Koto Tinggi-Koto Baru
100
II Koto, Tanjung Raya
Tidak
7
Jl.Cimpago, Limo Badak
150
Malalak Timur
150
Tigo Kampuang, Baso
8
55
Program/Kegiatan
Jl.Koto Baru-Koto Marapak,
Lihat Penjabaran APBD Kabupaten Agam mulai dari 2007. Bukan nama sebenarnya
Tidak
254
9
Simpang Paraman Tali-Tali Bancah
200
Lb.Basung
-
10
Pembukaan Jl.Lingkar IPDN
150
Baso
11
sungai Lingkuang-Kubu Anau
100
Manggopoh
-
12
Jl.Koto Hilalang-III Suku, IV Anggkek
100
IV Angkek
Tidak
13
Simp.Rumah Gadang-XII Kampuang
100
Tidak
14
Jl.Simp.Rambai-Kp.Rambai
180
Luncuran 2008
15
Jl.Pasar Tiku-TPI HotMix
300
Luncuran 2008
16
Padang Tui-Batas Pariaman HotMix
800
Luncruran 2008
Tidak
Sumber : Data diolah dari Hasil Musrenbang Kecamatan dan Penjabaran APBD, Tahun 2009
Pada Tabel 8.18. memperlihatkan hanya satu program pembangunan prasarana Nagari untuk pengerasan jalan dan Cor Beton yang merupakan hasil Musrenbang Kecamatan, yakni pada Cor Beton jalan Data Baringin yang terletak di Kecamatan Palembayan. Sedangkan selebihnya merupakan program tidak berasal dari Musrenbang RKPD, tidak terdapat dalam Renja dan RKA-SKPD. Program ini, menurut informan merupakan hasil manuver kolektif DPRD dalam menyambut Pemilu 2009, yang “naik di jalan” ketika RAPBD dibahas, lebih lanjut lihat Tabel berikut Tabel 8.18. Perbandingan Hasil Musrenbang Kecamatan 2008, Dengan Peraturan Bupati No.63. Tahun 2008 Tentang Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2009 Untuk Pengerasan Jalan dan Cor Beton (DAU) No
Program/Kegiatan
Anggaran
Lokasi
(Juta Rp)
Kecamatan
Hasil Musrenbang Kecamatan (Ya / Tidak)
1
Parit Rantang-Koto Panampung
100
Lb.Basung
Tidak
2
Kt.Manampung-Sangkir
100
Lb.Basung
Tidak
3
Kt.Panjang-Cegek
50
Kamang Hilir
Lanjutan 2008
4
Uba-koto Tangah
50
Tilkam
Lanjutan 2008
5
Jorong Subarang Balingka
200
Balingka
6
Cor Beton Jl.Data Baringin
50
Palembayan
7
Cor Beton Gurun Simp.4Bukik Batabuah
50
Canduang
Tida
8
Aspal Air Tabik-Simp.Malayu
100
Baso
Tidak
9
Cor Beton Jl.Mkb-Lb.Aur
100
Candung
Tidak
10
Paambek-Lambah, koto Panjang
200
IV Koto
Tidak
11
Lingkung SMP I TIku
50
Tiku Selatan
Tidak
12
Cor Pdg Luar-Blkg Puskesmas
100
Banuhampu
Tidak
13
Cor Jl.Taruko-Sutijo, Koto Gadang
100
IV Koto
Tidak
14
Cor Panti-kot-SMP-Parit Lidah-Koto TuoBalai Gurah
200
IV Angkek
Tidak
15
Lingkung SMP6-Dam Sikucing
100
Lb Basuang
Tidak
Tidak Ya
255
16
Ampu Silayang Hilir, Parik Jorong
100
Lb.Basung
Tidak
17
Lingkung Pulai
100
Kamang Mage
Tidak
18
simp. Batas Kota-Kaluang, Gadut
100
Tilkam
Tidak
19
Lingkar Tapian Kandih
400
20
Cor Jalan Jr.Ikua-Simp.Afkir, Tjg.Sani
100
Tj.Sani
Tidak
21
Cor Jl.hilir bungo pakan, komar
100
Simp.Pulai
Tidak
22
Cor.Sei Talang-Kambing
100
Gadut
Tidak
23
Cor.beton jl Lngkun Simp.Balai-Surai Baringin
100
IV Angkek
Tidak
24
Cor Lawang Tuo-Simp.Paparangan
100
Matur
Tidak
25
Pngecoran Jl.Relai Ketaping Lawang
100
Matur
Tidak
26
Cor Beton Lingkung Pili-Rimbo Laweh
200
IV Nagari
Tidak
Jumlah
Tidak
3.050
Sumber: Data diolah dari Hasil Musrenbang Kecamatan dan Penjabaran APBD Tahun 2009
Hal yang sama juga terlihat dalam program pembangunan prasarana Nagari untuk kategori rehabilitasi dan peningkatan jaringan pengairan yang bersumber pada dana alokasi umum, seperti yang terlihat pada tabel 8.19 hanya satu program yang diakomodir dari hasil Musrenbang Kecamatan. Dari program tersebut, terdapat satu Kecamatan, yakni Kec.IV Angkek yang mendapat dua program. Kecamatan merupakan kampung halaman informan DPRD. Menurut yang bersangkutan, kedua usulan terutama program no.2 merupakan “hasil perjuangan” beliau ketika pembahasan RAPBD berlangsung. Lihat tabel berikut Tabel 8.19 Perbandingan Hasil Musrenbang Kecamatan 2008, Dengan Peraturan Bupati No.63. Tahun 2008 Tentang Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2009, Untuk Rehabilitasi Jaringan Pengairan (DAU) No 1
Program/Kegiatan
Anggaran (Juta Rp)
Lokasi Kecamatan
Hasil Musrenbang Kecamatan (Ya/Tidak) Ya
D.I. Bandar Baru, Limo Suku 100 Sungai Puar D.I. Baringin Talago, Balai 2 100 IV Angkek Tidak Gurah D.I. Bandar Bawah, 3 100 IV Angkek Tidak KoMar/Lambah 4 D.I. Dusun Pandakian 100 Lb.Basuang Tidak Sumber : Data diolah dari Hasil Musrenbang Kecamatan dan Penjabaran APBD Tahun 2009
Pada Tabel 8.19 di atas, masih berhubungan dengan tabel sebelumnya, yang memperlihatkan program rehabilitasi dan pemeliharan jaringan pengairan
256
bersumber dari Dana Alokasi Khusus di mana programnya tidak bersumber dari hasil Musrenbang Kecamatan. Dari analisis data yang terlihat pada tabel-tabel di atas menunjukkan bahwa kesepakatan tidak tertuliskarena keterbatasan anggaran. Pemerintah Daerah hanya mampu mengakomodir satu usulan program untuk setiap hasil Musrenbang Kecamatan pada APBD, ternyata sukar dicari buktinya. Kesepakatan tersebut hanya untuk diakomodir pada RKPD. Dalam proses selanjut, dari RKPD hingga penetapan RAPBD, satu usulan program hasil setiap Musrenbang Kecamatan tersebut kemudian juga terpinggirkan oleh persaingan berbagai kepentingan dari sesama elite berkuasa. Lihat Tabel 8.19. dan ungkapan informan berikut; Coba check lagi dengan membandingkan hasil Musrenbang Kecamatan dengan penjabaran APBD, berapa persentasi hasil Musrenbang yang di akomodir dalam APBD. Kalau penelitian saya, pada zaman itu (2001-2003) bagus, sekitar 25% hasil Musrenbang Kecamatan masuk dalam APBD. Kalau sekarang, saya kira kurang dari itu. Urang muko57(anggota DPRPD) ko indak namuah do memakai hasil Musrenbang tu (Informan TAPD).
Menurut ungkapan informan di atas, salah satu penyebab tersingkirnya hasil Musrenbang dalam ranah penganggaran, adalah Legislatif cenderung tidak ingin menjadikan hasil Musrenbang sebagai acuan dalam membahas RAPBD. Hal ini relevan dengan informan Legislatif, karena proses Musrenbang bersifat elitis. Namun, permasalahan abdikasi (Lupia dan Rubbins, 2000) juga cukup penting dipertimbangkan di sini. Abdikasi yang merupakan aturan-aturan yang dapat mengikat legislatif agar perilaku mereka sesuai dengan kepentingan pemilihnya, tidak pernah terlembaga secara normatif di Kabupaten Agam. Baik melalui peraturan Bupati, maupun Peraturan Daerah. Sehingga, Musrenbang sebagai representasi kepentingan rakyat pemilih, sebagian diabaikan. Namun, kajian ini juga menolak sebagian pendapat Lupia dan Rubbins (2000) tersebut, di mana menegaskan bahwa abdikasi dimungkinkan muncul karena disatu sisi pemilih tidak perduli dan tidak memiliki inisiatif untuk mempengaruhi politisi yang telah dipilihnya (legislatif). Pada sisi lain, legislatif tidak mempunyai 57
Di Kabupaten Agam kata “urang Muko” (orang muka) yang sering disebut oleh Eksekutif bermakna anggota DPRD (DPRD). Hal ini disebabkan Kantor DPRD berada di Depan (di muka) gedung Perkantoran Pemda.
257
pengetahuan atau kehendak hati dan waktu untuk lebih jauh mencari tahu apa yang dibutuhkan untuk rakyatnya/pemilihnya. Di Kabupaten Agamjustru yang terjadi sebaliknya, pemilih atau basis perolehan suara yang bersumber dari kekuatan OTM justru sangat perduli dan terus menagih janji anggota Legislatif yang dipilihnya terutama diakhir tahun ketika pembahasan RAPBD. Kesengajaan pengabaian anggota Legislatif juga juga bukan berdasarkan pengabaian kepentingan rakyat, namun justru sebaliknya untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Hanya saja, rakyat yang dimaksud disini adalah basis perolehan suara legislatif, yang bersumber dalam OTM. Anggota Legislatif tidak mewakili seluruh rakyat Kabupaten Agam, hanya sebagian yang terletak dalam Nagari-NagariMaka anggaran memang tidak memihak rakyat yang satu namun memihak rakyat yang lain, rakyat yang di dalam Nagarinya terdapat anggota DPRD. Di samping itu, meskipun tidak terdapat abdikasi, namun pada tingkat informal di dalam OTM terdapat sanksi-sanksi sosial dan mekanisme kontrol bagi anggota DPRD yang telah dipilih secara bersama oleh penduduk kampung dan Nagari, namun tidak mampu membawa alokasi anggaran APBD bagi kampungnya. Sanksi tersebut mulai dari menjadi “cemeeh” orang kampung, sehingga menyebabkan malu ke luarga dan kaumnya, hingga tidak dipilih lagi untuk periode mendatang sebagai mana yang terjadi pada tiga informan dalam penelitian ini. Permasalahan lain yang cukup penting, mengenai terabaikannya sebagian besar hasil Musrenbang adalah permasalahan asimetris, di mana eksekutif lebih menguasai informasi dibanding legislatif dalam penyusunan, pembahasan dan penetapan APBD (Halim dan Syukry, 2011). Pada kasus Kabupaten Agam, permasalahan asimetris ini cukup relevan karena latar belakang sebagian besar anggota Legislatif menunjukkan bahwa mereka tidak berasal dari politisi profesional, tidak memiliki latar belakang pendidikan penganggaran APBD, kemudian tidak terdapat pelatihan yang intensif mengenai pengelolaan keuangan daerah. Sebaliknya eksekutif,di samping memiliki acuan dan rambu-rambu yang jelas, juga selalu mendapat tambahan pengetahuan mengenai pengelolaan keuangan daerah, baik melalui pelatihan, diklat, maupun Bintek. Sehingga dalam pembahasan APBD, Legislatif selalu berhasil “dijinakkan” karena tidak menguasai informasi pengelolaan keuangan daerah. Salah satu bukti nyata, seperti yang dijelaskan dalam bab selanjutnya, pada ragam peran kolektif anggota DPRD
258
terhadap kesepakatan akan diakomodirnya usulan anggota DPRD senilai 500 juta per orang, berujung dengan ingkarnya eksekutif terdahap kesepatan tersebut.Hal inidikarenakan Dana DAK yang hendak dibagi itu, ternyata baru dikoordinasikan pada akhir Desember. Sehingga hasil kesepakatan di awal akhir November hingga awal Desember tidak dapat diakomodir seluruhnya. Namun, proyek mercu suar (pembangunan Sport Centre) Bupati jalan terus.Dana Pemilu Legislatif dapat diupayakan dan SILPA tahun 2009 tersebut hampir mencapai 100 Milyar. Hal ini mengindikasi gejala asimetris di antara kedua belah pihak. Bukti lain yang mengindikasidinamisnya penyusunan, pembahasan dan penetapan anggaran APBD. Sehingga mengabaikan sebagian hasil Musrenbang adalah seperti yang terlihat pada tabel berikut ini; Tabel 8.20. Perbandingan Hasil Musrenbang Kecamatan 2008, Dengan Peraturan Bupati No.63. Tahun 2008 Tentang Penjabaran APBD Thn. Anggaran 2009, Untuk Rehabilitasi dan Pemeliharaan Jaringan Pengairan (DAK) No 1
Program/Kegiatan D.I. Angge
Anggaran ( Juta Rp)
Lokasi Kecamatan
200
Hasil Musrenbang Kecamatan (Ya/Tidak) Tidak-
Palupuh Tilatang 2 D.I. Pandan Banyal 250 Tidak Kamang Kamang 3 D.I. III April 200 Tidak Magek 4 D.I. Tiagan 125 Sungai Puar Tidak 5 D.I. Cingkariang 120 Banu Hampu Tidak 6 D.I. Datuak kodoh 250 Baso Ya (prioritas 19) 7 D.I. Banda Kasiak 150 IV Angkek Tidak 8 D.I, Batu asahan 200 Candung Tidak 9 D.I. Panji 200 Tjg.Raya Tidak 10 D.I. Bandar Usang 300 Lubuk Basung Tidak 11 D.I. Pono Labiah 150 Lubuk Basung Tidak 12 D.I. kundur 150 Lubuk Basung Tidak 13 D.I. Ranah 200 IV koto Tidak 14 D.I. Badarun 200 Matur Tidak 15 D.I. Kayu Bakiciuk 250 Palembayan Lanjutan 2008 16 D.I. PAciputan 170 Palembayan Tidak 17 D.I. Balai Badak 250 IV Nagari Tidak 18 D.I. Sigiran 175 Malalak Tidak Sumber : Data diolah dari Hasil Musrenbang Kecamatan dan Penjabaran APBD Tahun 2009
Tabel di atas menjadi bukti bahwa seluruh program pembangunan, peningkatan dan rehabilitasi Pengairan tidak bersumber dari perencanaan partisipatif, namun bersumber dari relasi transaksional, yang kemudian menghasilkan kesepakatan-kesepakatan tersebut di atas.
259
Bukti lain yang menunjukkan bahwa Birokrasi Modern perencanaan dan penganggaran bersifat dinamis, dipengaruhi persaingan elite politik, birokrat dan OTM terlihat dalam penyusunan APBD tahun 2010 yang dilaksanakan pada pasca Pemilu tahun 2009. Tekanan politik terhadap birokrasi perencanaan dan penyusunan APBD berubah haluan. Pada tahun 2010, berlangsung Pemilu Kepala Daerah (Gubernur dan Wk.Gubernur) Propinsi Sumatera Barat, di mana Bupati Kabupaten Agam mencalonkan diri menjadi kandidat calon Wakil Gubernur Sumatera Barat. Di samping itu, masa tugas sebagai Bupati Kabupaten Agamyang telah diemban selama dua periode, akan pula berakhir di tahun yang sama, 2010. Seiring dengan kondisi politik tersebut, kebijakan umum APBD (KUA) yang ditetapkan Bupati untuk belanja tahun 2010 prioritasnya adalah belanja fisik, khususnya prasarana Nagari, seperti ungkapan informan berikut ini; Ada lagi pak, yang aneh tahun ini. APBD tahun 2010 ini banyak program pembangunan fisik Nagari. Peningkatan, rehabilitasi Jalan Kecamatan dan Kabupaten dikurangi, apa lagi belanja non fisik seperti pelatihan, seminar ditiadakan sama sekali. Menurut informasi “orang dalam”, ini untuk pemilu 2010. Bupati mencalonkan diri menjadi Wakil Gubernur Sumbar (Informan DPRD) Ungkapan informan di atas menunjukkan bahwa kebijakan umum anggaran, dalam dunia praktik di Kabupaten Agam dipengaruhi situasi politis ketimbang Renstra SKPD dan RPJMD. Hasil analisis data sekunder, memperlihatkan bukti bahwa APBD tahun 2010 didominasi oleh belanja prasarana Nagari. Program belanja prasarana tersebut, usulannya berasal dari hasil Musrenbang Kecamatan. Meskipun kuantitas program belanja prasarana Nagari tinggi, namun kuantitasnya menurun. Seluruhnya di jatah hanya mendapat 1 Km saja, sedang kebutuhan per usulan program berkisar antara 1,2-5 Km sebagaimana terlihat dalam tabel berikut ini;
260
Tabel 8.21. Perbandingan Hasil Musrenbang Seluruh Kecamatan 2009 (2010)58 Dengan Dokumen Pelaksana Anggaran Tahun Anggaran 2010, Untuk Pembangunan Jalan dan Jembatan Perdesaan, Kabupaten Agam No
Program/Kegiatan
Vol (Km)
Anggaran ( Juta Rp)
Lokasi Kecamatan
Hasil Musrenbang Kecamatan (Ya / Tidak)
1
Jl.Durian dadiah - Jorong bukik 1 360 Tjg Mutiara Tidak malintang 2 Jl. Simp Puduang - Pilubang, 1 360 IV Nagari Ya (5 Km) 3 Jl. Koto tinggi ke Halaman laweh 1 300 Tjg Raya Ya (2 Km) dan Kampung jambu duo koto 4 Jl.Lingkar MTsSTamtaman III Koto silungkang dan jl.Simp.III1 350 Palembayan Ya (1 Km) Sikabau, 5 Jl. Lingkung jambak-Sianok VI 1 360 IV Koto Ya (1,7Km) Suku 6 Jl.Lingkar SMP 2 Palamangan, 1 350 Matur Ya (1,8 Km) 7 Jl. Birah tinggi - Sini air malak 1 360 Malalak Ya (2,6 Km) barat, 8 Jl. Simp III Bukik Kacang 1 400 Baso Tidak Simarasok, BUkik Duo, 9 Jl.Lingkar Simp.Jambak - Simp Balai Koto 1 320 IV Angkek Tidak Marapak lambah, 10 Jl. Lingkar Kambing tujuh Gadut, 1 350 TilKam Ya 11 Jl. Simp Rumah gadang -XII 1 360 Candung Tidak kampung 12 Jl.Basimpang SD TangahRumah 1 360 Kamang Magek Lanjutan 2009 Tinggi-Ketapung, Kamng hilir 13 Jl.Kalampaian-Kubu Anau, 1 360 Banuhampu Lanjutan 2009 Pakan Sinayan, 14 Jl.Injok lalang, Jorong Pasia 1 360 Palupuah Tidak Laweh, 15 Jl. SMP 6 Durian Bungkuak, Garagahan dan Jl. 1 400 Lbk.Basung Tidak Bawah Simp III batu galeh muaro, Sumber: Diolah Dari Hasil Musrenbang Seluruh Kecamatan Dan DPA Dinas PU Tahun 2010
Dalam tabel 8.21 di atas, terlihat hasil analisis data yang mebandingkan data DPA (Dokumen Pelaksana Anggaran) dengan hasil Musenbang enam Kecamatan pada tahun 2009 di Kabupaten Agam yang memperlihatkan penjatahan masing-masing satu kilometer per usulan program hasil Musrenbang. Sedangkan yang dibutuhkan oleh masing-masing usulan berkisar dua hingga lima kilometer panjang jalan.
58
6(Enam) Kecamatan, 1) Kec. Ampe Nagari, 2) Kec. Baso, 3)Kec. Tanjung Raya, 4) Kec.IV Angkek, 5) Kec.Palembayan , Kec.Sungai Pua
261
Menurut perhitungan teknis Dinas Pekerjaan Umum, program ini tidak efisienkarena akan mempercepat kerusakan jalan, seperti ungkapan Informan berikut ini, mestinya sesuai dengan dana yang tersedia berapa program pembangunan, rehabilitas, dan peningkatan jalan yang tersedia. Maka, sesuai dengan itu, jalannya di upgrading hingga tuntas. Misal, panjangnya jalan 2 Km, maka sepanjang itu pula yang di upgrading, jangan di “jatah-jatah” dengan memberikan sebagian. Ini tidak akan efisien dan menyebabkan kerusakan jalan lebih cepat (informan Bappeda) Tabel 8.22 merupakan perbandingan Hasil
Musrenbang Seluruh
Kecamatan 2009 dengan DPA Dinas PU tahun anggaran 2010 dengan DPA (Dokumen Pelaksana Anggaran) Thn. Anggaran 2010 yang memperlihatkan tren belanja prasarana Nagari untuk Pengairan melalui Dana Alokasi Khusus juga meningkat, meski sebagian besar program bukan hasil Musrenbang Nagari dan Kecamatan. Pada program ke 9, 10 dan 15, masing-masing merupakan prioritas ke-26, ke-8 dan ke-10. Hal tersebut menunjukkan ketidakkonsistenan birokrasi penganggaran (Lihat Tabel 8.22) Tabel 8.22 Perbandingan Hasil Musrenbang Seluruh Kecamatan 2009 (2010)59 Dengan Dokumen Pelaksana Anggaran Tahun Anggaran 2010, Untuk Peningkatan Sarana dan Prasarana Pengairan/pengairan Kabupaten Agam No
Lokasi Kecamatan
Hasil Musrenbang Kecamatan (Ya/ idak)
Palupuah
Tidak
1
DI. Air Biso Nan Tujuah, Palupuah
250
2
DI. Ambacang,
200
3
DI Banda Aua Koto tangah,
200
4
DI.Batang Jabua Simarasok, DI. Tabek Tarok Bukik batabuah, DI. Bebeh batu taba, DI. Jarungan Limo Suku, DI.banda Rakik Ladang laweh, DI.Bapensi Balinka, DI. Baapung Lawang Tigo Balai, DI. Mangguih Malalak timur,
150
Kamang Magek TilatangKama ng Baso
150
Canduang
Tidak
200 250 227 170
IV Angkek Sungai Pua Banuhanpu IV Koto
Tidak Tidak Tidak Ya (no.26)
200
Matur
Ya (No.8)
300
Malalak
Tidak
5 6 7 8 9 10 11 59
Program/Kegiatan
Anggaran (Juta Rp)
Ya Tidak Tidak
6(Enam) Kecamatan, 1) Kec. Ampe Nagari, 2) Kec. Baso, 3)Kec. Tanjung Raya, 4) Kec.IV Angkek, 5) Kec.Palembayan , Kec.Sungai Pua
262
DI. Banda Rambai Koto 150 Tanjung raya Tidak malintang, 13 DI. Siguhung 200 Lubuk Basung Tidak 14 DI. Lubuak Siarang 300 Lubuk Basung Tidak 15 DI. Cacang Tinggi Tiku Utara, 250 Tjg.Mutiara Ya (10) 16 DI. Sarasah Sitanang, 200 IV Nagari Tidak DI. Padang bamban Tigo koto 17 250 Palembayan Tidak silungkang, Sumber: Diolah Dari Hasil Musrenbang Seluruh Kecamatan Dan DPA Dinas PU 2010 12
Hal yang sama juga terjadi pada belanja Dana Alokasi Khusus untuk peningkatan jalan dan jembatan juga terlihat peningkatan alokasi pada prasarana Nagari. Menurut informan, belanja prasarana Nagari untuk tahun 2010 dari berbagai sumber anggaran meningkat tajam dibanding 3 tahun sebelumnya. (Lihat Tabel 8.23 dan ungkapan informan di bawah) Dibanding tiga tahun sebelumnya, tahun kini ko belanja fisik untuk Nagari memang meningkat, tapi indak tahu apo iku terkait jo pak Bupati nan ikuik PILKADA Provinsi. Pak Dosen tantu labih tahu (Informan). Tabel 8.23. Perbandingan Hasil Musrenbang Seluruh Kecamatan 2009 (2010)60 Dengan Dokumen Pelaksana Anggaran Tahun Anggaran 2010, Untuk Peningkatan Jalan dan Jembatan (DAK) Kabupaten Agam.
No
Program/Kegiatan
Vol (Km)
Anggaran (Juta Rp)
Lokasi Kecamatan
Hasil Musrenbang Kecamatan (Ya/Tidak)
Jl. Simp Batu Hampa - Kubu 3 630 Lubuk Basung anau/R.210 Jln Simp Kubang Putiah - Simp 2 Bukik 1,5 580 Banuhampu Batabuah/R.78 3 Jln Simp Aia tabik- Ngalau/R.266, 1,5 580 Kamang Magek 4 Jln Matur - Matur Katiak/R111 2 580 Matur Jl.Simp. Koto Panjang- Batang 5 1 552 Candung Silasih/R.394, 6 Jl.Angge - Pagadih/ R.143 2 420 Palupuh Jl. Simp rundo - simp rumah IV Angkek 7 1 850 gadang/R.310 Candung Jl.Malabur - Lambah Dareh/ 8 2 750 IV Nagari R.190, Sumber: Diolah Dari Hasil Musrenbang Seluruh Kecamatan Dan DPA Dinas PU 2010 1
60
6(Enam) Kecamatan, 1) Kec. Ampe Nagari, 2) Kec. Baso, 3)Kec. Tanjung Raya, 4) Kec.IV Angkek, 5) Kec.Palembayan , Kec.Sungai Pua
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
263
Berdasarkan Tabel di atas menunjukka terdapat hubungan yang menyolok di antara kenaikan anggaran belanja langsung untuk pembangunan, rehabilitasi dan peningkatan prasarana jalan, jembatan dan pengairan dengan Pemilukada di mana Bupati sebagai incumbent mencalonkan diri sebagai Calon Wakil Gubernur. Motif utamanya adalah meningkatkan suara pemilih atas nama pasangan incumbent, sehingga dapat terpilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur. Studi ini menunjukkan bahwa incumbent memanfaatkan APBD untuk mencalonkan diri kembali sebagai kepala daerah dengan menaikkan mata belanja anggaran Hibah dan Belanja Sosial (Bansos) ketika Pemilukada akan berlangsung. Dari penjelasan mengenai persaingan elite dalam ranah penganggaran, kekuasaan, kepentingan, tujuan dan peran para elite jika di petakan, terlihat dalam matriks berikut. Tabel 8.24. Matriks Peta Kekuasaan, Kepentingan, Dan Tujuan Elite Dalam Proses Penggaran AKTOR Bupati
KEKUASAAN Menentukan dan memutuskan
KEPENTINGAN Mendapat manfaat dari anggaran yang dialokasikan
TAPD
Menentukan dan memutuskan
Penjaga keseimbangan anggaran serta mendistribusikan anggaran
DPRD
Menetapkan dan Menolak
1. Mendorong sebanyak mungkin anggaran untuk belanja langsung untuk fisik 2. Mendapat alokasi anggaran belanja langsung sebesarnya
Birokrasi
menentukan program SKPD
Mendapat alokasi anggaran sebesar-nya
Tradisional
Mempengaruhi mendapat alokasi DPRD dan anggaran APBD Bupati Sumber: Data Primer (diolah) 2010
TUJUAN mendapat alokasi program dan dana sebesarnya, untuk kampung, tim sukses, dan masyarakat Anggaran tidak defisit Penggunaan anggaran sesuai dengan aturan normatif.
PERANAN Sumber usulan program
Untuk di salurkan kepada Kampung, Nagari dan Dapil utamanya, Jalan Dapil, Pengairan Dapil. agar mendapatkan anggaran untuk pribadi spt, kunker, tunjangan perumahan, dana reses, sebagai indikator prestasi kerja mendapat tambahan honor untuk kampungnya
Sumber usulan program Membahas
Menyeleksi program dalam proses penganggaran
Sumber usulan program
Sumber usulan program bagi elite DPRD dan Bupati