Peranan dan Sikap Transformasi Politik Ulama ... 503
P E R A N A N D A N SIKAP T R A N S F O R M A S I P O L IT IK U L A M A D A L A M M E N G H A D A P I P E M IL U 2014 D I A C E H R idw an H a s a n S T A IN M alikussaleh L hokseum aw e-A ceh Em ail: ridw anm th@ yahoo.com
A b s tr a c t
Cleric is a person who always used various references in Acehnese society especially in politics today. Even now, most local political parties participated also pioneered by some scholars communities in Aceh. The role and attitude of the clergy in the face of the year 2014 election greatly affect the performance of legislative policy on the future, because the legislature is as representative of tbs general public. With the implementation ofQanun in Nanggroe Aceh Darussalam (N A D ) policy concerning both nationalparties (Pamas) and localpoliticalparties (Parlok) has contributed and a more mature understanding ofpolitics, because the phenomenon will occur in the 2014 election ahead is a form of democraty the generalpublic. Surely democracy must apply the principle o f the system or if only to push forward or succeed to be submitted a candidate, is one of the 2014 elections itself. So that allpolicies of public interest can be accepted and applied in different elements of the community through the election to be held. o**-lid —II
( J _
9 - j (^JL_II Ly-|
^— 40L>^ 4— . _i
A j ..,
4
I 4-
II
l
Cjl-i
9 4-t--- M<JI
J x L l L—
U
j l j Cj I ....,x
aIx
JJ
D
)
^
i \ >-l l (Parlok)
j j L
—
—a l x l l ^ -----9 A------- iJuLaJJ
-
J jL J t
^p_9 £j \------ jLjeJjVl 2014 JC.....x*)
4_^oLc. j_o JL A
r
----- *J p l_—oJLaJl
-9*
( N
S
^ „ i,!I t o'Yl j ____> >
LfcJ
J L j >j 4—
__ MlJ £ * ! > —
m
j
< J
—
£
- l4lU o y \
a
.
l x—
^IxIiVl ^p. .— 9 2014
u
,
j
Si 4-9
>
V
l
( P
—9 ^ —lx.
ifi J—
4 ——m i LumJ I ^ — 9 4-j------<-yjl a
r n
a
s
)
4 _ *—
4— — — mjLumJL o
>Vl
_9 4-i------ JLil.
dl---- ...Mill
aJI j Q j — ^ 4 11
i_ jIj
..............
Sj -aI—LaJl gj—&
—
wlJI 4-oLc
504 Millah Vol. XII, No. 2, Februari 2013
__jjl, J_____ iSliJU uo—flej l j ---- y»
U
n
3
__I jl j-—=tJu
(j_5L&j (jl bfj
---- 1 ihu 4------ u —9 4
j»j — aili
; « i' o j __ So (J>—=>■
(j_« sj_>l_9
!l>
—9 I j»l
jjA CjI------ jlAJuYl
Laill
-----
u
l
o
j
2014.
C.I------ uiIm JI j»l----*JI 4_xJ----(«ai.li I-------- if a t ;la ~j
j_4oU x i « '*■>« JbL_>
« j_
A. P en d ah u lu an K ata ulam a1 berasal dari akar kata bahasa A rab, alima-ya ‘lamu-ilman\ m aksudnya m e n g etah u i/p en g etah u an ; lawan dari k eb o d o h an (dhiddu al-jabl). Isim f a V/nya ‘alim dan ben tu k jam aknya ‘a lm un, ullam atau ‘u lam a\ m aknanya adalah orang yang berilm u; law an dari o ran g yang b o d o h atau yang tidak berpengetahuan
(dhiddu al-jahit). Jika pengetahuannya luas sekali dikataka
‘allamah, m aknanya sangat a h li/san g at berpengetahuan, sem entara dalam bentuk superladfnya 'alimun. N am u n , beberapa hadist, telah deskripsinya lebih m enjelaskan bahw a ulam a2 yang
dikehendaki
oleh
Islam.
D ari
sinilah
para
ulam a,
ketika
m enyebutkan kata ulam a tanpa disertai adjektif (sifat), m enyatakan bahw a yang 1 Ulama, berasal dari bahasa Arab, jam a' daripada kata 'alim yang, orang yang mengetahui, adalah kumpulan umat yang mendalami ilmu-ilmu agama, juga dijadikan tempat umat untuk meminta fatwa. Pengakuan ini diberikan Allah kepada mereka dengan melebihkannya beberapa darjat. Lihat, Surat, al-Mujad Allabal. 11. Di daerah Aceh ada dua pembahagian ulama; Pertama, ulama tradisional ia, ulama yang selalu berpikir dan berpegang teguh pada kitab Allah dan menguasai secara baik hukum syara’, juga memiliki sifat tawadbu’ dan istiqdmah kepada Allah, dan disebut juga ulama Dayah (pondok), kampung atau ulama ahkirat. Kedua, ulama modern yang mampu tampil didepan sebagai Imam dan rakyat sebagai makn/umnyz. Di samping memiliki kedalaman ilmu agama dengan asas ahklak yang tinggi, juga mereka dapat menerima perubahan yang terjadi sebagai dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Lihat, Badruddin Subqi. Dilema Ulama Dalam Perubahan Zaman, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hal. 56. Lihat juga, Fairus M. Nur Ibrahim (ed), Syari’at di Wilayah Syari’at: Pemik-Pemik Islam di Nanggrve Aceh Darussalam.Banda Aceh: Dinas Syari’at Islam, 2002), hal. 247. 2 Imam ad-Darimi, menukil dari Sufyan ats-Tsauri, menyatakan bahwa ulama itu ada tiga macam: Periama, orang yang alim (mengetahui) tentang Allah dan ia takut kapada Allah, tetapi ia tidak mengetahui perintah (ketentuan) Allahal. Kedua, orang yan mengetahui Allah, juga mengetahui perintah (ketentuan) Allah, dan ia takut kepada Allahal. Ia adalah seorang alim yang sempurna. Ketiga, orang yang mengetahui perintah (ketentuan) Allah, tetapi tidak mengetahui Allah dan ia tidak takut kepada Allah, dialah seorang alim yang fajir (ulama as-su).
Peranan dan Sikap Tratlsformasi Politik Ulama . . . 505 dim aksud
adalah
ulam a yang dikehendaki
Islam
ini. A dapun
jika yang
dikehendaki adalah ulam a dari jenis yang lain biasanya disertai dengan adjekdf, seperti ungkapan: ulama as-su’ (ulama yang buruk), ulama as-salathin (ulama penguasa), ulama al-fajir (ulam a yang jahat), dan sebagainya. A pabila dilihat dalam
sejarah bahw a N an g g ro e A ceh
D arussalam
(N A D )3 yang banyak m engam bil peranan dalam m em perjuangkan aspirasi m asyarakat pada m asa itu adalah sebagai peranan ulam a dengan sikap yang bijak dalam m engsikapi kebijakan sosio-politik pada saat itu. Sem entara, sekarang ini telah te rb en tu k satu lem baga yang diberi nam a dengan M PU 4 yang anggotanya terdiri atas ulam a dan cendikiaw an m uslim yang m em aham i ilm u agam a Islam dengan m em perhatikan keterw akilan perem puan, akan tetapi lem baga terseb u t telah diatur dalam Q a n u n bahw a ulam a yang terlibat dalam w adah M PU tidak dibenarkan
u n tu k
terjun
dalam
dunia
polidk
praktis,
sehingga
dapat
m em berikan nilai n eg ad f padanya, sehingga m asyarakat kurang sim pati padanya. Ib n u Taim iyah dalam bukunya Siyasah al-Syar’iyyah dalam edka politik Islam, m enekankan bahw a kriteria yang harus dipenuhi dalam m em ilih seorang pem im pin untuk m em egang jabatan ketua dalam suatu negara adalah harus m em astikan m ereka m em iliki dua sifat p e n d n g iaitu kem am puan
dalam
m engurusi negara, amanah dan tanggungjaw ab terhadap yang dipim pinnya. Beliau juga tu ru t m em berikan suatu kekuatan dari aspek p em erintahan itu berdasarkan pada pengetahuan m enjalankan keadilan sebagaim ana m e n u ru t al-
Undang-undang Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), disahkan dan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) tarikh 19 Juli 2001, sebagai undangundang Otonomi Khusus Provinsi Daerah Istimewa Acehal. Sebelumnya lebih dikenal dengan sebutan Daerah Istimewa Aceh (D.I. Aceh), karena berdasarkan dengan Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia, Nomor. 1/ Missi/ 1959 terhitung mulai tanggal 26 Mei 1959, ditetapkan bahwa Daerah Swatentera Tingkat I Aceh dapat juga disebut, Daerah Istimewa Acehal. Keputusan ini, disempurnakan lagi dengan Penetapan Presiden No.6 tahun 1960, dan terakhir disesuaikan pula dengan undang-undang No. 18 tahun 1965, maka!secara resmi Daerah Istimewa Aceh disebut, Provinsi Daerah Istimewa Acehal. Lihat, Monografi Daerah Istimewa Aceh, (Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala Darussalam, 1972), hal. 29. 4 Dalam Peraturan Daerah, No. 3 tahun 2000 tentang, Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Majlis Permusyawaratan Ulama (MPU) Provinsi Daerah Istimewa Aceh pada tanggal, 14 Juni 2000 (lembaga daerah No. 23 tgl, 22 Juni 2000). lihat, Rusdi Sufi, (peny). A dat Istiadat Masyarakat Aceh, hal. 37. Lihat juga, Ismuha. Sejarah Singkat Ulama Provinsi Daerah Istimewa Aceh, (Banda Aceh: Sekretariat MUI Provinsi D.l. Aceh, 1983), hal. 1.
506 Millah Vol. XII, No. 2, Februari 2013
Q u r’an d an su nnah d an kem am puan m elaksanakan h u k um an yang harus dijalankan tanpa ada suatu rasa kekw atiran terhadap m anusia. Sem entara secara um um , latarbclakang ulam a yang tinggal di daerah N anggroe A ceh D arussalam digolongkan ada dua kelom pok: 1. U lam a yang m em punyai latarbelakang pendidikan agam a yang didapad dari insdtusi pesan tren sebagai lem baga non form al. 2. U lam a yang pem punyai latarbelakang pendidikan agam a yang didapad dari insdtusi form al.5 D alam kalangan m asyarakat di daerah A ceh um um nya, bahw a ulama selalu dijadikan suatu tem p at referensi dari perbagai m asalah yang m enyangkut dengan pcrm asalahan hukum
dan politik baik yang berh u b u n g an dengan
T uhan, individu ataupun dengan m asyarakat kesehariannya, sehingga daerah terseb u t juga dikenal dengan sebutan Seram bi M ekah.6 m asyarakat A ceh terdapat satu filsafah yang hingga sekaraang ini, m asih juga dijadikan sebagai p edom an dasar dalam kehidupan sehariannya: A d a t bak Potcu Meureuhom H ukom bak Sjiah Kuala, Kanun bak Putroe Phang, Feusam bak Bentar A rtinya: A dat dipim pin oleh Seribaginda Raja. H u k u m dikendalikan oleh P ejabat K erajaan, K an u n ditangan Puteri Pahang, R esam diatur oleh B entara.7
M aksud dari filsafah di atas u n tu k m enyatakan bahw a, kehidupan m asyarakat A ceh sejak m asa lalu telah bersendi dan berpegang erat kepada hukum , adat dan resam . H ukum adat juga m em ainkan p eran an ppnting dalam
5 Bahan-bahan Seminar, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di N A D , (Banda Aceh: Majlis Ulama Indonesia (MUI-NAD), 1978), hal. 9. 6 Daerah Isdmewa Aceh, Baku Profil Provinsi Republik Indonesia, (Jakarta: Yayasan Bhakti Wawasan Nusantara, 1992), hal. 297. 7 T. Alibasya Taisya, A dat Resam Aceh, (Banda Aceh: Pustaka Mutia, 1985), hal. 5.
Peranan dan Sikap TransformasiPolitik lllama ... 507 p em b en tu k an w atak, pola fikiran daiam p eru b ah an
stru k tu r sosial dalam
m asyarakat A ceh, khususnya dalam dunia polidk. D alam
penelidan
yang
akan
dijalankan
harus
m en d ap atk an
dan
m em beriakan hasil daripada penelidan tersebut, u n tu k m e m p e ro le h hasil yang diharapkan m aka diperlukan kajian yang m endalam m engenai bagaim ana sikap dan kebijakan para ulam a dalam m enghadapi pem ilu 2014, dan m engungkapkan lebih dalam keterlibatan peranan dan sikap para ulam a untuk m entrasporm asi nilai sosial dalam berpolidk, serta bagaim ana dngkat efektifitas proses untuk m ensukseskan pem ilu 2014. D alam penelidan peranan dan sikap politik ulam a dalam m enghadapi pem ilu 2014, yang telah diulas oleh para ulam a dan cendekiaw an A ceh terdahulu. N a m u n , kebanyakan kajian yang telah dilakukan adalah bercorak penghuraian deskripsi dalam politik saja. M aka hingga kini, belum ada terdapat penelidan te n tan g p eran an dan sikap sosio-politik ulam a yang berdom ilisili di N anggroe A ceh D arussalam (N A D ). A d ap u n yang d a p at clihubungkan dengan tinjauan kepustakaan dalam kajian ini yang telah dijalankan oleh pengkaji. M aka pesta dem okrasi dalam dunia politik bagi ulam a A ceh U tara adalah m erupakan suatu m asalah yang sangat m enarik u n tu k dijadikan sebuah kajian bahkan sebagian ulam a juga ikut terlibat didalam nya. N a m u n , yang dapat dihubungkan dengan tinjauan pustaka dalam penelidan yang telah dikaji pada masa yang lalu. Sem entara m asalah peranan ulam a dan sikap yang telah terlibat didalamnya para pengkaji dalam dan luar negara dari b eb erap a kajian yang telah dilakukan oleh para pengkaji. B. Profil U la m a D a era h A c eh Prinsipnya ulam a m erupakan sebagai p a n u ta n d an rujukan berbagai hukum
dan
perm asalahan
yang
terd ap at
dalam
m asyarakat
A ceh
pada
urnumnya, sehingga sebagian orang m em bagikan te rd a p a t ada dua corak ulam a diantaranya seperti: 1.
U la m a A k tif D a la m Partai tertentu
T idak m engherankan apabila kalangan kritis generasi m uda m uslim , m enyebutkan bahw a ulam a berpolidk m em ilih dua jalan ’’ideologis” . Jalan
508 Millab Vol. XII, No. 2, Februari 2013
pertam a
adalah
jalan
surga,
apabila
ulam a
yang
berpolitik
benar-benar
m em egang teguh am al-ajaran Islam (ajaran agama) dan m em praktekan sebagai filosofi nilai
u ntuk
m e n d o ro n g
partai
m enjadi
kekuatan
yang m em bela
kepentingan publik. Jalan kedua, adalah jalan ’’kegelapan politik” apabila ulama berpolitik justru tidak m em baw a peru b ah an partai m enjadi kekuatan pem bela kepentingan
publik. Ju stru
teribat
dalam
aktifitas
”dosa
sosial”
seperti
m em biarkan praktek korupsi dan perm isif terhadap kebijakan sosio-politik kekuasaan yang anti kepentingan o b jek tif m asyarakat m iskin (mustadh’afin). Ali Syariati ideologi R evolusi Islam Iran m em berikan ’’p e tu a h ” sosial, apabila ulama terjun ke dalam politik praktis, yakni: Pertama, ulam a harus ben ar-b en ar m enjaga nilai-nilai keadilan, kesucian dan keberpihakan kepada kepentingan u m m a t (rakyat jelata/ mustadh’afirt). Tidak m enjadi bagian dari kekuasaan yang m enindas (despostik). Kedua, ulam a yang berpolitik harus m eninggalkan praktek kem unkaran p rib a d i/k o le k tif yang m enem patkan agam a sebagai legitim ator tindakan politik yang anti kepentingan kaum m enjadi
’’kelom pok
elit”
(mustadh’fin ). Para ulam a harus m enghindari
yang
m em anipulasi
kebenaran
sosial
m enjadi
kebenaran elit kekuasaan. Ketiga, ulam a yang berpolitik adalah m enegakkan syariah agam a m enjadi m edia pem bebasan nasib kaum papa dan m enjadi ’’hukum
m oral” yang
m enghentikan praktik ketidakadilan ekonom i-politik. U lam a yang berpolitik harus teguh dalam m em egang prinsip dan integritas m oral karena m enjadi panutan um m at (masyarakat). M em ang panggung kepartaian di Indonesia m em erlukan kehadiran ulama. U lam a yang berpolitik bukan didasari motivasi m eraih kedudukan atau alasan ’’ideologis” yang absurd. P anggung perpolitikan nasional m em erlukan ulam a yang m erakyat, bukannya ulam a yang ’’rajin” m engeluarkan fatwa tanpa toleransi. Fatw a yang m enisbikan nasib ketidakadilan rakyat jelata. U lam a yang berpolitik yang m em baw a kem aslahatan sosial adalah yang m em baw a nilai-nilai pem bauran yang benar-benar m em anusiakan m anusia. D a n m enegakkan prinsip kebenaran m oral agam a di atas kepentingan eksklusif kekuasaan.
Peranan dan Sikap Tratisfomasi Politik Ulama . . . 509 K e m u n d u ran u m at Islam saat ini, di antaranya disebabkan tidak mem iliki kader atau figur politisi yang konsekuen yang dapat m em baw a visi dan misi Islam.
M u suh-m usuh
Islam
dari
E ro p a
(barat)
setiap
saat
m elakukan
“ pencucian o tak ” bagi um at Islam melalui berbagai m edia dan universitas yang “ berkiblat” kepada barat. M ereka m engem bangkan pa'nam sekularisasi dalam bidang politik, kader-kader Islam yang m am pu b erpolidk untuk kepentingan Islam tidak boleh terlibat dalam kancah politik praktis. A l-G hazali misalnya berpendapat, agam a dan politik, dunia dan akhirat berkait erat. K arena m enurutnya tujuan m anusia dalam berm asyarakat bukan untuk
m em en u h i
k ebutuhan
dan
m encari
kebahagiaan
m ateril
sem ata,
m elainkan m em persiapkan kehidupan yang lebih sejahtera dan abadi di akhirat. D unia u n tu k agam a dan agam a untuk m en g atu r dunia. A1 G hazali m erum uskan bahw a agam a adalah fundam en (ashlu) dan kekuatan politik adalah penjaganya. U ntuk m enjaga agam a dari kehancuran m aka d u b u tu h k an suatu kekuatan politik, kekuatan politik takkan m am pu m enjaga agam a kalau tidak diisi oleh orang-orang yang m em aham i agama. A ntara
politik
dengan
ulam a tidak
dapat dipisahkan
dalam
sebuah
kehidupan berbangsa dan bernegara. Sejarah sosial politik bangsa Indonesia m em buktikan bahw a kalangan ulama senantiasa terlibat aktif dalam dinam ika berbangsa dan bernegara. M em ang yang terjadi selam a ini adalah “ ulama politik” yang berm akna bahw a ulama m engikuti kehendak partai politik dan para politisi. A kibatnya ulam a kerapkali terlilit stigm a politik praktis yang bercorak n eg atif dan pada akhim ya m engurangi, bahkan dapat m em berikan dam pak sehingga m enghancurkan kredibilitas lem baga ulam a bahkan pribadi sekalipun. K o n o n , ulam a kalau sudah terju n ke dunia politik sam a halnya dengan para politisi lainnya sehingga m eninggalkan tujuan yang sebenam ya. Ini adalah karakter “ ulam a politik (ulama yang ikut arus politik)” yang harus didekonstruksi. N am u n , yang harus dibangun adalah “ politik ulam a” . M aksudnya, pertam a, partai politik atau politisi harus m engikuti bim bingan dan arahan para ulam a yang diakui secara luas di m asyarakat integritas m oral dan keilm uannya, serta dikenal
terbebaskan
dari
belenggu
kepentingan
politik.
Kedua,
karakter
510 Millah Vol. XII, No. 2, Februari2013
keulam aannya
tetap
bersikap
aktif
dalam
m eretas
berbagai
b en tu k
penyim pangan politik. Ketiga, m enanam kan nilai-nilai keulam aan dalam diri. Jadi, ulam a bukan hanya sebagai sim bol tapi nilai-nilai keulam aannya yang tertanam sehingga m enjadi b e n te n g terhadap berbagai b en tu k penyim pangan politik. Sebelum berbicara lebih jauh ten tan g hal terseb u t pen tin g dipaham i apa yang d iseb u t politik. M em ang, politik dap at didefinisikan dengan berbagai cara. T etapi, bagaim anapun dapat didefinisikan, satu hal sudah pasti, bahw a politik m enyangkut kekuasaan dan cara penggunaan kekuasaan. D alam pengertian sehari-hari, politik juga berh u b u n g an dengan cara dan proses pengelolaan pem erin tah an suatu N egara.8 D alam ko n tek sistem sekuler, bahw a dunia politik lebih didasarkan pada politik
M achiavellis
m engajarkan
yang
bahw a:
(1)
dim llis
dalam
kekerasan
buku
(violence),
The
Prince.
brutalitas,
dan
M achiavellis kekejam an
m erupakan cara yang diperlukan penguasa; (2) penaklukan total atas m usuhm usuh
politik
dinilai
sebagai
kebajikan
puncak;
(3)
dalam
m enjalankan
kehidupan politik seseorang h aras d ap at berm ain seperti b inatang buas. K arenanya, praktik politik sistem sekuler m erupakan h o m o h om ini lupus, m anusia m enjadi serigala terhadap m anusia yang lain. Slogannya p u n kiranya dapat diterim a akal bila dem i tu n tu ta n profesionalnya, seorang serdadu haras m em b u n u h dan seorang politikus haras m enipu (It is thought that bj the necessities o f his profession a soldier must k ill and politici on lie). Fakta m em b erik an satu gam baran bahw a politik seperti inilah yang m enjadikan sebagian kalangan M uslim tertip u dan terpedaya hingga m enyim pulkan bahw a dunia politik itu kotor.
K arenanya,
Islam
tidak
boleh
m encam puri
politik,
Islam
haras
dipisahkan dari politik. Sebagai c o n to h bahw a dakw ah N ab i p u n diposisikan sebagai dakw ah spiritualitas dan m oral belaka dan bukan dakw ah bersifat politik. Politik
dalam
bahasa
A rab
dikenal
dengan
istilah
sijasah, artinya
m engurusi urasan , m elarang, m em erintah (K am us al-M uhith, dalam kata kunci
8 27.
Amien Rais, Cakrawala Islam Antara Cita dan Fakta, (Jakarta: Mizan Pustaka, 1987), hal.
Peranan dan S ik a p Transform asi P o litik U lam a ... 511
sasa). N ab i m enggunakan istilah politik {siyasah). Jadi, politik artinya adalah m engurusi
urusan
um at.
B erkecim pung
dalam
dunia
politik
berarti
m em perhatikan kondisi kaum M uslim dengan cara m enghilangkan kezhalim an penguasa dan m elenyapkan kejahatan kaum kafir atas m ereka. Politik Islam karenanya berarti m engurusi urusan m asyarakat m elalui kekuasaan m elarang dan m em erintah
dengan landasan h u k u m /sy a ria t Islam .
Bila dilihat dari
hubungan antara m akna ulam a dengan m akna politik m aka sem estinya ulam a dan politik Islam tidak dapat serta tidak boleh dipisahkan antara satu dengan yang lain, artinya ulam a harus m engurusi urusan u m at atas dasar Islam. 2. S eb a g a i P im p in a n Partai P olitik Islam b erb ed a dengan itu. Politik dalam bahasa A rab dikenal dengan istilah siyasah, artinya m engurusi urusan, m elarang, m em erintah (K am us alM uhith, dalam kata kunci sasa). N abi m enggunakan istilah politik {siyasah). Jadi, politik artinya adalah m engurusi urusan um at. B erkecim pung dalam dunia politik
berarti
m em perhatikan
kondisi
kaum
M uslim
dengan
cara
m enghilangkan kezhalim an penguasa dan m elenyapkan kejahatan kaum kafir atas m ereka. Politik Islam karenanya berarti m engurusi urusan m asyarakat melalui kekuasaan m elarang d an m em erintah dengan landasan h u k u m /sy a ria t Islam. K einginan U lam a A ceh saat ini u n tu k kem bali tam pil dalam kancah politik dengan m enyatukan ulam a-ulam a D ayah adalah upaya u n tu k m ew arnai politik dan parlem en A ceh dari berbagai kalangan yang nantinya diharapkan m am pu m e n a m p u n g aspirasi sem ua lapisan m asyarakat. Para T engku dari Dayah dapat m enjadi satu kekuatan um at yang sangat determ inan, diharapkan peran strategisnya dalam berbagai bidang, baik sosial, politik, ekonom i dan budaya yang m em berikan p erubahan kepada um atnya. D alam m em bina dan m em im pin
um at,
juga
sebagai
“obat p e n y em b u h ”
dari
segala
penyakit
pem erintah dan rakyat. D a n sebenarnya, keterlibatan dan intervensi ulama dayah A ceh dalam politik, baik secara langsung m a u p u n tidak langsung bukan aban m enciptakan perpecahan um at jika sem ua dilakukan dengan ikhlas.9 9
Amirullah Muhammadiyahal. Ulama dan Politik. fTesis). hal. 43.
512 Millab Vol XII, No. 2, Februari 2013
C. P e r a n a n U la m a D a la m M e n g h a d a p i P e m ilu 2014 D alam m asyarakat A ceh ulam a m erupakan salah seorang selalu dijadikan sebagai profil yang m enjadi p an u tan dalam kebanyakan m asyarakat baik itu m enyangkut kebijakan sosial, agam a m au p u n politik. A pabila dilihat dalam sejarah bahw a ulam a m asa dahulu bukan saja berkecim pung dalam bidang agam a saja akan tetapi hingga dalam ranah politik yang di kuasainya salah seorang ulam a yang berkaliber nasional seperti H A M K A . Salah
satu
c o n to h
bahw a
ketika
ham pir
m endekad
detik-dedk
pelaksanaan Pem ilu, sebagian besar dikalangan ulam a di P rovinsi N anggroe A ceh D arussalam (N A D )
serta untuk m engim bau kepada seluruh m asyarakat
u n tu k segera m eng h en d k an segala ben tu k tero r dan indm idasi, sehubungan dengan situasi politik yang mulai m em anas m enjelang pelaksaan Pem ilu 2009. Seperti m engatakan pelem paran bahan peledak dan p en cab u tan a trib u t partai politik te rte n tu yang dilakukan orang tidak bertanggungjaw ab harus segera dihentikan oleh aparat kepolisian (Polri) setem pat. Ia juga m engim bau partai politik dan caleg peserta Pem ilu untuk m enyam paikan visi dan misi dengan cara m endidik m asyarakat pem ilih agar m ereka cerdas dalam berpolitik, bukan te ro r dan intim idasi. L ebih jauh ia m engatakan, p em erin tah A ceh dan legislatif diim bau agar m enggalang kekuatan untuk m crealisasikan pelaksanaan Pem ilu dam ai di provinsi ujung paling barat Indonesia ini. “ Saatnya seluruh elem en m asyarakat bekerja u n tu k m em bangun A ceh yang am an, dam ai dan sejahtera m enuju daerah yang bersyariat dibaw ah bingkai N egara K esatuan R epublik Indonesia (N K R I). D ijelaskan, te ro r dan intim idasi bu k an sebuah “ budaya” dalam Islam dan m asyarakat A ceh. “ K alau partai politik atau caleg ingin m eraih suara terbanyak dalam Pem ilu m aka lakukanlah den g an santun, tanpa m engintim idasi atau pem aksaan terhadap w arga,” U lam a (kiai) kem udian dikatakan sebagai “shadow o f the ummah”, bayangbayang um at.
U lam a yang pandai
berorasi
dan
akrab
di telinga
um at
m erefleksikan kegandm ngan publik akan w acana. U lam a yang cenderung
Peranan dan S ik a p T ran sform asiP oliiik U lam a ... 513
berm ain pad^j'tataran superfisial, dengan dem ikian, juga setali tiga uang dengan religiositas u m a t yang eksis hanya di lapis luarnya. Pada m asa lalu, sem pat terjadi “ krisis kepercayaan” um at (masyarakat) terhadap ulam a akibat ‘kedekatan’ dan kuatnya cengkeram an penguasa (umara). Para ulam a (kiai) atau p em u k a agam a kala itu dianggap sebagai “ tukang stem pel” yang m elulu hanya m em berikan pengabsahan atau “ p e m b e n ara n ” atas kebijakan p em erin tah (negara). N a m u n kini yang dicem askan adalah bagaim ana para ulam a (kiai) atau p em u k a agam a itu telah terkooptasi oleh jejaring kapitalism e. D ibalik berm unculannya ulam a generasi barn ini, ada sebagian kalangan yang boleh jadi tidak m elihat ulam a itu sebagai a k to r yang m em ainkan nilai-nilai religiositas. U lam a atau pem uka agam a itu cen derung kurang m em aham i sofistikasi proses polirik, yang kadang-adang tidak bisa m ereka (ulama) paham i. Sebab sebenarnya kepedulian ulam a itu bukan pada tataran politik (praktis), nam un bagaim ana m enegakkan syariat dan bagaim ana m em b e n tu k generasi m uslim yang berakhlak d an berkepribadian mulia. U lam a tidak boleh terkonsentrasi pada satu kekuatan politik terten tu , sehingga tidak terkotak-kotak. K arena itulah fenom ena ulam a kehilangan pengaruhnya secara signifikan dalam proses politik dan pem ilihan um um bisa dim aklum i. D . S iste m P ela k sa n a a n P e m ilu d i A ceh P em ilihan u m um yang di laksanakan di N A D selam a ini lebih dikenal dengan electoral threshold (E T ).10 Sistem pada kebiasaan digunakan sebagai batas perolehan suara partai-partai politik u n tu k m en d ap atk an suara yang lebih banyak d an m aksim al sebagaim ana yang diharapkan dalam Pem ilu. Sem entara m ekanism e yang telah diterapkan ini dalam U U N o . 2 T ah u n . 2008 ten tan g Partai Politik.
10 Electoral Treshol adalah ketentuan bahwa dalam pemilihan pemilu legislative setiap partai harus meraih minimal3% jumlah kursi anggota parlemen pusat.Untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Partai Politik harus memperoleh kursi dalam bidang yang bersangkutan Sebanyak 3% atau5%darisuarasahsecaranasional. Lihat, Miriam Budiardjo, Dasar Dasar lima Politik,, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004), hai. 483.
514 Millab Vol XII, No. 2, Februan 2013 Parlem cntary threshold adalah penetapan para calon legislatif (caleg) tcrpilih u ntuk duduk diparlem en dengan m em perhatikan keefektifan dalam m enyederhanakan n o m o r politik dan untuk m egurangi perpecahan diparlem en. Sem entara upaya u n tu k m enerapkan sistem parlemetary threshold di N egara Indonesia bukan suatu sistem yang m udah m ungkin dibutuhkan banyak waktu untuk m enerapakan sistem tersebut karena sudah pasti salah satunya mesti bertentangan dengan partai-partai politik yang kecil dikarenakan m en u ru t partai politik" yang kecil bahw a yang pasti pasti yang lebih besar m esti m endapatkan suara terbesar ketika dilaksanakan Pem ilu kedepan. Sem entara bila dilahat dari m ekanism e sistem tersebut adalah sangat efcktif dan realitas, guna m enem patkan wakil-wakil partai politik di parlem en yang berdasarkan m inim al perolehan kursi melaui aturan main. Tentunya m ekanism e yang dem ikian akan berim plikasi p o sitif terhadap kem am puan anggota partai parlem en yang telah dipilih u n tu k m enjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat yang m em adai dan maksimal. Im plikasi dari penerapan sistem E T terhadap pem ilu 2014 sangat berpengaruh pada suara yang didapati oleh setiap parpol m aupun parlok untuk dapat m enduduki parlem en. M enurut U rbaningrum , E T sendiri M emiliki dua jenis yang berbeda.Y akni, (electoralthreshold),
dan
threshold threshold
u n tu k
bias ikut pem ilu untukbisam asukdi
Berikutnya parlem en
(parlementarythreshold). Sedangkan secara lebih spesifik. E raw an m endefenisikan, parlem entary threshold adalah hak partai politik di P arlem en yang diukur dari banyaknya jum lah kursi yang diperoleh. K husus wilayah Provinsi A ceh yang sistem pem erintahannya diatur dalam U U N o m o r llT a h u n 2006 T en tan g Pem erintahan A ceh (UUPA), m enyebutkan bahw a A ceh m em punyai hak dalam p em bentukan partai politik lokal, yang kem udian diam r lebih lanjut dalam Q an u n N o m o r 3 T a h u n 2006 T entang Partai Politik Lokal (Parlok).112
11 Pasal 90 UU PA menyebutkan bahwa untuk dapat mengikuti pemilu berikutnya: a. Parlok harus memperoleh sekurang-kurangnya suara 5% jumlah kursi DPRA;dan b. sekurangkurangnya memperoleh sekurang-kurangnya 5% jumlah kursi DPRK yang tersebar di Vz jumlah Kabupaten/ Kotadi Acehal. 12 Pasal 34 Qanun No. 3 Tahun 2006.
Peranan dan S ik a p Transform asi P o litik U lam a . . . 515
E . P e n d ek a ta n y a n g D ig u n a k a n Salah satu cara yang digunakan dalam suatu p e n d ek a ta n dalam kebijakan p o lid k dalam m enghadapi Pem ilu 2014 kedepan adalah den g an cara m elakukan sebagai sosialisai dan p en d ek atan terhadap m asyarakat yang tinggal dalam wilayah
A ceh,
baik
itu
den g an
cara
kedka
naik
keatas
m im b ar
lalu
m enyam paikan berbagai keinginan ataupun misi k edepan yang ingin dicapai dengan m enggunakan m edia partai politik tertentu. A da b eberapa d n d ak an yang dap at dilakukan pem ilih dalam pesta dem okrasi rakyat lim a tah u n a n tersebut. P ertam a, katanya, ijtihad polidk m enjelang pem u n g u tan suara, kedua usaha am ar m a k ru f nahi m ungkar dengan m e n c o n ten g kolom nam a atau n o m o r calon legislatif (caleg) yang m em iliki kualifikasi jujur, am anah d a n cerdas.Sedangkan yang perlu dihindari adalah bersikap golput, katanya. “ K arena jika kita o ran g -o ran g yang baik tidak m engikuti pem ilihan m aka oran g -o ran g yang jahat akan m em ilih, seharusnya oran g -o ran g bisa terpilih m elalui usaha-usaha kita, m enjadi ddak terpilih,” katanya.
1.
P e n d ek a ta n S o sio -P o litik
F en o m en a yang terjadi dalam m asyarakat yang tinggal di wilayah K o ta Lhokseum aw e adalah kerap sekali berkecim pung dalam dunia politik baik itu m asyarakat aw am bah k an ulam a sekalipun seperti halnya yang p e rn a h dilakukan yang m em aham i bahw a jalan politik dan cara ini adalah sebagai kesem patan yang m aksim al sehingga d a p at m encakup berbagai aspek d an lini. A kan tetapi m u n k in bila dilihat dan diam ati bahw a ulam a sekarang sebagian m asyarakat m enganggap fungsi ulam a seperti yang te rseb u t di atas, sebagian b esar m asyarakat m enilai ulam a sekarang kurang b e rp e ra n dalam m enyelesaikan konflik d e n g an berm acam alasan. A da yang sangat negatif dengan m engatakan bahw a ulam a sekarang tidak lagi m encari dari ridha Allah dan tidak berani berkata yang benar. A da juga yang m em b eri alasan yang
516 Millah Vol. XII, No. 2, Februari 2013 kondisional m isalnya sebagian ulam a sudah p u d a r citranya karena telah diperalat oleh kclo m p o k terte n tu baik di m asa orde baru m au p u n sekarang.13 K endadpun
dem ikian,
rakyat
tetap
terikat dengan
ulam a
dalam
kehidupan sosial keagam aan, seperti terlihat sekarang p ad a sedap k am p u n g di A ceh te rd a p at dua pem im p in yaitu keuchik dan imuem. Keuchik adalah pem im pin dunia yang bertan g g u n g jawab terhadap adm inistrasi kam pung, sedangkan imuem adalah seorang pem im pin agam a yang bertanggung jawab terhadap pelayanan agam a. Keuchik dan imuem dalam m asyarakat A ceh diibaratkan sebagai ayah dan ibu bagi m asyarakat. Keuchik tidak d a p at m em u tu sk an suatu keputusan yang m enyangkut dengan sosial keagam aan secara sendirian tapi m esd atas dasar restu imuem meunasah atau diistilahkan dengan teungku sagou. U lam a berp eran m em ben nasihat pada p em erin tah di setiap jenjang p em erin tah an m ulai dari tingkat desa dan seterusnya ke atas, seperd di kecam atan, k abupaten, dan provinsi. D engan berdirinya M PU yang sebelum nya dikenal dengan Majlis U lam a In d o n esia (M UI) sebagai pen asih at pem erintah tentang persoalan agam a, ulam a m en d ap at legidm asi u n m k m e m b e n m asukan bagi pem erin tah. L em baga keulam aan ini didinkan p ertam a kali di A ceh pada tah u n 1965 dan kem udian m enjadi m odel bagi p em erin tah p usat In d o n esia dan provinsi lainnya.14 U lam a sebagai satu ritik rasionalisasi penerus risalah suci kenabian d itu n tu t in d e p e n d en dari berbagai pragm adsm e kepentingan sosial tem porer. M isalkan kepentingan politik praksis dan kepentingan-kepentingan sem pitsektarian lainnya. K eberpihakan dan keterlibatan ulam a dalam “ huru-hara” politik praksis akan m em beri peluang terjadinya reduksi serta distorsi atas nilainilai dan spirit ke-ulam aannya sebagaim ana telah disebutkan di m uka. Banyak ulam a yang terlibat dalam politik praksis kehilangan legitimasi personal d an legitimasi sosial di m ata um at. A kibat “b e rm ain -m ain ” dan tercem ar oleh bias politik yang m engitarinya. M eskipun dem ikian banyak pula ulam a kendati terjun dalam “ h u ru -h ara” politik praksis tetap m em iliki jarak,
13 Hasbi Amiruddin. Perjuangan Ulama Aceh di Tengab Konflik, (Yogyakarta: Ceninnets Press, t.t.), hal. 92. ,4 M. Hasbi. Ulama Dayah, hal. 29 dan Lihat juga. Ulama dan Politik. hal. 52.
Peranan dan S ik a p Transform asi P o litik U lam a . . . 517
m em iliki legitim asi personal dan sosial karena kem am puannya m e n em p atk an nilai-nilai ilm iah
kesarjanaan dan
kecendekiaw anannya dalam
rule
polidk
praksis. U lam a sebagai pilar sosial idealnya berada dan m en e m p atk an posisi dalam katup sosial yang lebih luas, netral d an in d ependen. T idak terjebak dalam katu p -k atu p sosial yang sem pit, misalkan keterlibatan ulam a dalam katup politik praksis. Interaksi sosial ulam a dan u m at yang k o n stru k tif d a p at saja m engalam i pergeseran d a n terganggu karena hal tersebut. Sebagaim ana m e n u ru t Pasal 4 ayat
1 UU
N o.
4 4 /1 9 9 9
tentang
Penyelenggaraan
K eistim ew aan
A ceh
’’Penyelenggaraan kehidupan beragam a di daerah diw ujudkan dalam b en tu k pelaksanaan Syari’at Islam bagi pem eluknya dalam m asyarakat” . P erda N o . 5 /2 0 0 0
te n ta n g
Pelaksanaan
Syari’at
Islam
telah
m engatur
secara
rinci
pelaksanaan syari’at secara kaffah, m encakup aspek aqidah, ibadah, m uam alat, akhlak, pen d id ik an dan dakw ah isla m ia h /am ar m a k ru f nahi m ungkar, baitulm ai, kem asyarakatan, syiar Islam , pem belaan Islam , qhada, jinayat, m u n ak ah at dan m aw aris.15
2.
P e n d e k a ta n S osio-M asyarak at y a n g D ig u n a k a n T ugas utam a ulam a m en u ru t versi ulam a sendiri adalah m endidik
m asyarakat
dalam
bidang
agam a
atau
sesuatu
kepada
m engenai
Allah,
m elaksanakan segala perintahnya, p erin tah rasulnya dan m am p u m enjalankan ibadah-ibadah serta berakhlak mulia. T ugas selanjutnya adalah dakw ah dalam am m en d akw ahkan agam a kepada m asyarakat luas di m ana saja b erada baik diundang a ta u p u n
tidak. B eda
antara
m en d id ik
d an
m en d ak w ah
adalah
m endidik dalarn arti peserta pengajian k h u su s.16 S ebenarnya ada p eran an lain yang dim ainkan oleh ulam a-ulam a di A ceh yang kurang te rp a n ta u oleh m asyarakat u m u m yaitu kegiatannya pada tingkatan high politik. U lam a ini sering m em beri arah kebijakan p em erin tah secara tidak langsung, karena m ereka sering m e m b u a t approach secata pribadi karena Ife
W'
_____________________
( 15 Badruzzaman. Bagaimana keterlibatan ulama dalam gerakan politik di Aceh, 2003, hal. 12. | 16 Hasbi Amiruddhin, Perjuangan Ulama Aceh di Tengah Konflik, (Jakarta: Geninnets ?*ess, 2004), hal. 97.
518 Millah Vol. XU, No. 2, Februari 2013
kcm am puannya dalam m em b u at p en d ek atan-pendekatan kepada pihak-pihak tcrtenru yang dianggap signifikan dalam m en en tu k an arah negara ini. A krivitas ini tidak dapat dilakukan oleh sem ua ulam a hanya ukm a-ulam a te rte n tu saja m am pu m elakukannya. M ereka biasanya m em iliki kharism a lebih dan yang lain dan kem udian mem iliki diplom asi yang tinggi dalam m em beri pem ikiranpem ikiran kepada pibak yang dianggap signifikan. A ktivitas ulam a sebagai pim pinan dayah/pengajian, pendakw ah atau pem beri nasihat di dalam m asyarakat ulam a telah berfungsi sebagai pengaw al agam a dan pengayom m asyarakat d a n krdsis agam a dan krisis akhlak. K alaupun m ereka ak tif di organisasi baik itu orm as m aupun di parpol m ereka juga selalu konsen dengan agam a m asyarakam ya. M ereka selalu m enjadi b e n te n g atau rem dari ketersesatan u m at baik yang m engarah ke arah m usyrik atau ke pekerjaan fasiq dan m aksiat.17
F. Karakter U lam a B erp o litik “ U lam a Politik” sam a dengan ulam a su ’. K ata su ’ adalah m ash d ar dari sa’a artinya jelek, buruk atau jahat. D en g an dem ikian secara erim ologi “ulama siF (ulama polidk) adalah ahli ilm u yang jahat dan buruk. Sedangkan secara term inology adalah orang yang m enggunakan ilm unya u ntuk m enyim pang dari aturan A llah dan m em anfaatkan ilm unya u n tu k kepentm gan pribadi atau kelom poknya saja. Paling tidak karakter “ ulam a politik” itu, antara lain: Pertnma, Beram al tidak sesuai dengan ilm unya, tetapi m engikuti hawa nafsunya. Kedua, ulam a yang hanya m enjadi stem pel penguasa (salathin). M enurut az-Z ahabi,
ulam a
su
adalah
ulam a
yang
m em percantik
kezalim an
dan
ketidakadilan yang dilakukan oleh penguasa. U lam a yang m em utarbaiikkan kebathilan m enjadi kebenaran u n tu k penguasa atau ulam a yang diam saja di hadapan
penguasa
padahal
ia
m am p u
m enjelaskan
kebenaran.
Ketiga, tam ak terhadap dunia. A rtinya, ulam a yang dengan ilm unya bertujuan m cncari kenikm atan dunia, m eraih gengsi dan kedudukan. U m ar bertanva kepada K a’ab: “ apa yang m egeluarkan ilmu dari hati ulam a?” K a ’ab 17
Ibid. hal. 102.
Peranan dan S ik a p T ransform asiP olitik U lam a ... 519
m enjawab: “ K etam akan” . K eluarnya ilmu dari had artinya ilm u itu sudah tidak berpengaruh dan ddak lagi dijadikan tuntunan. Keempat, so m b o n g dengan ilmunya. K ata “ ddak tabu” ddak ada dalam kosa kata ulam a s u \ la m erasa gengsi m engatakan ddak tahu. Padahal orang sekaliber Ib n u U m ar saja tidak m erasa m alu untuk m engatakan ddak tahu. Ibnu al-M ubarak m eriw ayatkan dari Ib n u Um ar, bahw a ia pernah ditanya tentang sesuatu, lalu ia m enjaw ab, “A ku tidak tahu” . Kelima, m ereka m engatakan apa yang ddak m ereka lakukan. “ Politik U lam a” adalah ulam a yang sebenarnya. Ulam a yang benar adalah yang berkarakter sebaliknya dari karakter ulama su’, antara lain: pertam a, beram al sesuai dengan ilmunya. K edua, ulama yang sebenarnya adalah ulam a yang berani m engatakan kebenaran di hadapan penguasa dan m enegakkan keadilan di hadapan penguasa yang zalim. Ulam a bukan stem pelnya penguasa tetapi yang m eluruskan dan m engarahkan penguasa agar selalu berada di jalan yang benar. Bahkan Rasul bersabda: “ Seutam a-utam a jihad adalah m enegakkan kebenaran pada penguasa yang zalim ” . Sa’di bercerita bahw a alkisah, seorang raja yang zalim berkenan m em anggil seorang ulam a ke istananya untuk m em beri nasihat. Ketika ulam a itu datang, raja berkata: “B erikan aku nasihat. Am al apa yang paling utam a aku lakukan sebagai bekalku kelak di akhirat?” . Sang ulama menjawab: “amal terbaik u n tu k baginda adalah tid u r” . Raja itu keheranan, “m engapa?”, karena ketika ddur, jawab ulam a itu, K edka raja ddur, rakyat dapat beristirahat dari kezalim an.” Sekelum it kisah tentang keberanian ulama untuk m enyam paikan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim. K edga, tidak tam ak terhadap kehidupan dunia. K eem pat, tidak so m b o n g dengan
ilmu yang
dmulikinya. K elim a, sesuai antara perkataan dan perbuatan. K arakter seperti tnilah yang disebut “politik ulam a” yang dapat m em ainkan perannya dalam m em bangun bangsa. Paling tidak tanggung jawab ulam a ke depan dapat dioptim alkan. A da beberapa tanggung jawab ulam a, antara lain: pertam a, tanggung jawab keagam aan
(mas’uliyyah diniyyah). K edua, tanggung jawab
keum atan (m as’uliyyah ummatiyah) yang m eliputi k ebutuhan p rim er (dharuriyah), sekunder (hajiyyah) dan terrier (tahsinijyah/takm ilijyah). K edga, tanggung jawab
520 M illah Vol. X II, N o. 2, Februari 2013
yang berkenaan
den g an
kehidupan
berbangsa dan
bernegara
(mas’uliyyah
wathaniyyah).
G . P e n u tu p D ari hasil penelitian yang telah dilaksanakan di lapangan m enunjukan bahw a di N anggroe A ceh D arussalam (N A D ) peran dan sikap ulam a sangat dom inan yang selalu dijadikan sebagai bah an rujukan dari berbagai aspek kehidupan,
baik
aspek
sosial,
ekonom i,
budaya
dan
tentunya
dalam
m entransform asi politik adalah sebagai m edia u ntuk m ensinergikan dari segala bidang agar kiranya jika ulam a terlibat langsung dalam m engam bil suatu kebijakan atau p u n statem en kepada pablik dapat tersentuh dan m engetahui perm asalahan yang sebenarnya dalam m asyarakat p ad a um um nya. H ingga saat ini, ulam a telah m engam bil dan m em berikan w arna tersendiri dalam kancah pcrpolitikan di A ceh, baik itu yang bergabung dengan partai nasional (Pam as) ataupun berg ab u n g dengan partai lokal (Parlok) dan tentunya antara satu partai dengan partai yang lain b erbeda visi dan misi, baik itu secara program kerja bahkan b erbeda ideologi sekalipun dan ini sudah m enjadi rahasia publik. Jika m enghadapi pesta dem okrasi dalam pem ilihan kepala daerah tidak jarang terdapat antara satu partai dengan partai lainnya te rd a p at peran g syaraf dan sehingga m enim bulkan kearah perspekrif yang n eg atif d an sudah p asd hal ini sangat m erugikan
m asyarakat
setem pat
dan
ini
adalah
kenyataan
yang
sebenarnya didapati di A ceh. Wallahu A ’lam.
d a fta r pu sta k a
A m iruddin, H asbi. 2004. Perjuangan Ulama Aceh di Tengah Konflik. Yogyakarta: C eninnets Press. kadruzzam an. 2003. Bagaimana Keterlibatan Ulama dalam Gerakan Politik di Aceh. B anda A ceh: Majelis P endidikan D aerah A ceh.
Bahan-bahan Sem inar. 1978. Sejarah Masuk. dan Berkembangnya Islam di N A D . B anda A ceh: Majlis U lam a Indonesia (M U I-N A D ).
Peratian dan S ik a p Transform asi P o litik U lam a . . . 521
B akker, A n to n . 1990. Metodologi Penelitian Filsafat. Cet. I. Y ogyakarta: K anisius. B udiardjo, M iriam . 2004. D asarD asarllm u Politik. Jakarta: P T G ram ed ia P ustaka U tam a. D a e ra h Isd m ew a A ceh, 1992. B aku Profil Provinsi Republik Indonesia. Jakarta: Y ayasan B hakd W aw asan N usantara. H asb i M , 2003. Ulama Dayah, L hokseum aw e: N adiya F o u n d a d o n . Cet. 1. Ib rah im , F airus M. N u r (ed), 2002, Syari’a t di Wilayah Span’at: P em ik-P em ik Islam di Nanggroe Aceh Darussalam.B anda A ceh: D inas Syari’at Islam . Ism u h a, 1983. Sejarah Singkat Ulama Provinsi Daerah Istimewa Aceh. B anda A ceh: S ecretariat M U I P rovinsi D .I. A ceh. L aporan. 1972. Monografi Daerah Istimewa Aceh. B anda A ceh: U niversitas Syiah K uala D arussalam ,) N a rb u k o K holid. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta.: B um i A ksara. Rais, A m ien. 1987. Cakrawala Islam A n ta ra Cita dan F akta. Jakarta: Mix an Pustaka. Sufi, R usdi, (peny). 2004. A d a t Istiadat M asyarakat Aceh, B anda A ceh: Balai K ajian Sejarah dan N ilai T radisional B anda A ceh. Subqi, B adruddin. 1995. Dilema Ulama D alam Perubahan Zaman. Jakarta: G em a In sa n i Press. Taisya T . Alibasya. 1985. A d a t Resam Aceh. B anda A ceh: Pustaka M uda.