BAB II KONSEP DASAR
A. Pengertian Pasca partum adalah masa yang dimulai dari persalinan dan berakhir kira-kira setelah 6 minggu, tetapi seluruh alat genital baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan (Wiknjosastro, 2002: 237). Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Wiknjosaatro, 1999). Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum ada tanda-tanda persalinan (Mansjoer, Arif, 1999). Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu pembukaan pada primi kurang dari 3 cm, multipara kurang dari 5 cm (Mochtar, Runtam, 1998). Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum proses persalinan berlangsung dan terjadi pada kehamilan preterm (sebelum kehamilan 37 mgg) maupun kehamilan aterm.( Abdul Bari Saifudin, 2002; 66) Jadi post partum sectio caesarea atas indikasi ketuban pecah dini adalah masa dimana terjadinya kehamilan preterm ( sebelum kehamilan 37 minggu ) maupun aterm, selaput ketuban pada ibu pecah dan akhirnya
kelahiran janinnya dilakukan dengan membuka dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan atau insisi. Menurut Arief Mansjoer (1999) ada 3 tehnik sectio cesarea yaitu: 1. Sectio caesarea transperitonialis. Insisi dilakukan pada segmen bawah uterus dengan sayatan melintang sepanjang ileum ± 10 cm dengan ujung kanan dan kiri agak melengkung ke atas untuk menghindari terbukanya cabang-cabang arteria uterina. Jenis operasi ini paling banyak digunakan karena memiliki resiko relatif kecil. 2. Sectio caesarea corporal ( klasik) Insisi dilakuakan memanjang pada korpus uteri sepanjang 10 – 12 cm dengan ujung bawah di atas plika vesiko urinaria. 3. Sectio caesarea ekstraperitonial. Insisi dilakukan untuk melepaskan peritonium dari kandung kemih dan dipisahkan ke atas. Sedangkan pada segmen bawah uterus diadakan insisi melintang untuk melahirkan sungsang. Operasi ini dilakukan pada infeksi intrapartum yang berat untuk mencegah terjadinya peritonitis.
B. Anatomi dan Fisiologi 1. Anatomi organ reproduksi wanita Organ reproduksi wanita terbagi atas organ eksterna dan organ interna. Organ eksterna berfungsi dalam kopulasi, sedangkan organ interna
berfungsi dalam ovulasi, sebagai tempat fertilisasi sel telur dan perpindahan glastosis dan sebagi tempat implantasi, dapat dikatakan organ interna berfungsi untuk pertumbuhan dan kelahiran janin.
Gambar Organ Eksterna Wanita ( Wiknjosastro, 1999 ) a. Organ eksterna 1) Mons veneris Adalah bantalan berisi lemak yang terletak dipermukaan anterior simphisis pubis. Mons pubis berfungsi sebagai bantal pada waktu melakukan hubungan seks. 2) Labia Mayora Merupakan dua buah lipatan bulat dengan jaringan lemak yang ditutupi kulit memanjang ke bawah dan ke belakang dari mons pubis sampai sekitar satu inci dari rectum. Panjang labia mayora 7-8 cm, lebar 2-3 cm dan agak meruncing pada ujung bawah.
3) Labia minora Jaringa berwarna kemerahan yang kedua sisinya menyatu pada ujung atas vulva disebut labia minora atau ninife. 4) Klitoris Adalah jaringan yang homolog dengan penis, bentuknya kecil, silinder, erektik dan letaknya dekat ujung superior vulva. Organ ini menonjol ke bawah diantara ujung labia minora. 5) Vulva Adalah bagian alat kandungan luar yang berbentuk lonjong, berukuran panjang mulai klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil sampai ke belakang dibatasi perineum. 6) Vestibulum Merupakan daerah berbentuk buah amandel yang dibatasi labia minora dikteral dan memanjang dari klitoris di atas hingga fourchet di bawah. Vestibulum adalah jaringan fungsional pada wanita yang berasal dari urogenital pada embrio. 7) Perineum Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm. jaringan yang menopang perineum adalah diafragma pelvis dan urogenital. Perineum terdiri dari otot yang dilapisi dengan kulit dan menjadi penting karena perineum dapat selama melahirkan.
b. Organ interna
Gambar Vagina, Uteru dan Tuba Fallopi ( Wiknjosastro, 1999 ) 1) Vagina Vagina merupakan saluran fibriomuskular elastis yang membentang ke atas dan ke belakang dari vulva hingga uterus. Vagina mempunyai banyak yaitu sebagai saluran dari uterus, dilalui sekresi uterus dan kotoran menstruasi. Sebagai organ kopulasi dan sebagai bagian jalan saat persalinan. Dinding vagina terdiri dari 4 lapisan a) Lapisan epitel gepeng berlapis. b) Jaringan konektif areoter yang dipasok pembuluh dengan baik. c) Jaringan otot polos berserabut kongitudinal dan sirkuler. d) Lapisan luar jaringan ikat fibrosa berwarna putih
2) Uterus Uterus merupakan organ muskuler yang sebagain tertutup oleh peritoneum atau serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng. Uterus wanita nullipara panjang 6-8 cm, dibandingkan dengan 9-10 cm pada wanita multipera. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan antara 50-70 gram. Sedangkan yang belum pernah melahirkan beratnya 80 gram atau lebih. Uterus terdiri dari : a) Fundus uteri Merupakan bagian uterus proksimal, disitu kedua tuba falopi berinsersi ke uterus. Di dalam klinik penting diketahui sampai di mana fundus uteri berada oleh karena tuanya kehamilan dapat diperkirakan dengan perabaan fundus uteri. b) Korpus uteri. Merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri terdidri dari 3 lapisan : serosa, muskula dan mukosa. Mempunyai fungsi utama sebagai janin berkembang. c) Serviks Uteri. Servik merupakan bagian uterus dengan fungsiu khusus, terletak di bawah isthmus. Serviks memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri atas jaringan kolagen, ditambah jaringan ekstin
serta pembuluh darah. Kelenjar ini berfungsi mengeluarkan secret yang kental dan lengket dari kanalis servikalis. 3) Tuba Fallopi. Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai rongga uterus. Panjang tuba fallopi antara 8-14 cm, tuba tertutup oleh peritoneum dan lumennya dilapisi oleh membran mukosa. Tuba fallopi terdiri atas: a) Pars intersisialis. Bagian yang terdapat di dinding uterus. b) Pars ismika Merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya. c) Pars ampularis. Bagian yang terbentuk agak lebar tempat konsepsi terjadi. d) Pars infudibulum Bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan mempunyai fimbria. 4) Ovarium Ovarium merupakan organ yang berbentuk seperti buah amandel, fungsinya untuk perkembangan dan pelepasan ovum. Serta sintesis dan sekresi hormon steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5-3 cm, dan tebal 0,6-1 cm. Setelah menopause ovarium sangat
kecil. Normalnya ovarium terletak pada bagian atas rongga panggul dan menempel pada lekukkan dinding lateral pelvis di antara illiaka eksternal yang divergen dan pembuluh darah hipogastrik fossa ovarica waldeyer. Ovarium melekat pada ligamnetum latum melalui mesovarium. 2. Adaptasi fisiologi ibu post partum dengan post section caesarea menurut Hellen Farrer (2001) antara lain: a. Perubahan pada corpus uteri Pemulihan uterus pada ukuran dan kondisi normal setelah kelahiran bayi yang disebut involsi. Dalam 12 jam setelah persalinan fundus uteri berada kira-kira 1 cm di atas umbilicus, enam hari setelah persalinan normal berada kira-kira 2 jari di bawah pusat dan uterus tidak teraba pada abdomen setelah 9 hari post partum. Kemudian terjadi peningkatan kontraksi uterus segera setelah persalinan yang merupakan respon untuk mengurangi volume intra uteri terdapat tempat pelepasan plasenta sebesar telapak tangan, regenerasi tempat pelepasan plasenta, belum sempurna sampai enam minggu post partum. Uterus mengeluarkan cairan melalui vagina yang disebut lochea. Pada hari pertama dan kedua cairan berwarna merah disebut lochea rubra. Setelah satu minggu lochea kuning disebut lochea serosa. Dua minggu setelah persalinan cairan putih disebut lochea alba.
b. Perubahan pada servik Bagian atas servik sampai segmen bawah uteri menjadi edema. Servik menjadi lembut, terlihat memar dan terkoyak yang memungkinkan terjadi infeksi. c. Vagina dan perineum Dinding vagina yang licin berangsur-angsur ukurannya akan kembali normal dalam waktu 6-8 minggu post partum. d. Payudara. Sekresi dan ekskresi kolostrum berlangsung pada hari ke-2 dan ke-3 setelah persalinan. Payudara menjadi penuh, tegang dan kadang nyeri, tetapi setelah proses laktasi maka perawatan payudara akan lebih nyaman. e. Sistem kardiovaskuler. Pada post operasi volume darah cenderung mengalami penurunan dan kadang diikuti peningkatan suhu selama 24 jam pertama. Pada 6-8 jam pertama biasanya terjadi bradikardi dan perubahan pola nafas akibat efek anestesi. f. Sistem urinaria Fungsi ginjal akan normal dalam beberapa bulan setelah persalinan pada pasien yang terpasang kateter kemungkinan dapat terjadi infeksi saluran kemih. g. Sistem gastro intestinal Ibu biasanya lapar setela melahirkan sehingga ia boleh mengkonsumsi makanan ringan. Penurunan tonos dan motilitas otot traktus cerna menetap
selama waktu yang singkat estela bayi lahir. Luang air besar secara spontan bisa tertunda selama tiga hari estela ibu melahirkan yang disebabkan karena tonos otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum. Nyeri saat defekasi karena nyeri diperinium akibat episiotomi, laserasi, atau heromoid. (Bobak, 2004: 498) h. Sistem endokrin. Selama periode postpartum terjadi perubahan hormon yang besar. Penurunan hormon human placenta latogen (HPL), estrogen dan kortisol serta placental enzime insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun pada masa puerperium. Kadar estrogen dan progesteron menurun secara mencolok setelah placenta keluar, kadar terendah kira-kira 1 minggu postpartum. Pada wanita yang tidak menyusui, kadar estrogen mulai meningkat pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi daripada wanita yang menyusui pada pascapartum hari ke-17. (Bobak, 2004: 496) i. Sistem intugumen Striae yang diakibatkan karena regangan kulit abdomen mungkin akan tetap bertahan lama setelah kelahiran tetapi akan menghilang menjadi bayangan yang lebih terang. Bila klien terdapat linea nigra atau topeng kehamilan (kloasma) biasanya akan menghilang.
3. Adaptasi psikologis ibu post partum. Menurut Hamilton, 1995 adaptasi psikologis post partum dibagi menjadi beberapa fase yaitu: a. Fase taking in (dependent) Terjadi pada jam pertama persalinan dan berlangsung sampai hari ke-2 persalinan. Pada setiap tahap ini ibu mengalami ketergantungan pada orang lain termasuk dalam merawat bayinya. Lebih berfokus pada dirinya sendiri, pasif dan memerlukan istirahat serta makan yang adekuat. b. Fase taking hold (dependent-independent) Terjadi pada hari ke-3 setelah persalinan, ibu mulai berfokus pada bayi dan perawatan dirinya. Pada fase ini merupakan tahap yang tepat untuk melakukan penyuluhan. c. Fase letting go (independent) Tahap ini dimulai pada hari terakhir minggu pertama persalinan. Pada fase ini ibu dan keluarga memulai penyesuaian terhadap kehadiran anggota keluarga yang baru serta peran yang baru. 4. Fase-fase penyembuhan luka post operasi. a. Fase I Penyembuhan luka berlangsung selama 3 hari, setelah pembedahan. Pada fase ini terjadi penumpukan benang-benang fibrin dan membentuk gumpalan yang mengisi luka dan pembuluh darah yang terputus. Leukosit mulai mencerna bakteri dan jaringan yang rusak.
b. Fase II Berlangsung 3-14 hari setelah pembedahan leukosit mulai berkurang dan luka berisi kolagen yang kemudian menunjang luka dan baik pada hari ke6 dan ke-7 serta jahitan boleh diangkat. c. Fase III Berlangsung pada minggu ke-2 sampai ke-6, kolagen terus menumpuk dan menekan pembuluh darah, sehingga suplai darah ke daerah luka mulai berkurang. d. Fase IV Berlangsung beberapa bulan setelah pembedahan, kolagen tetap ditimbun dan luka semakin kecil atau mengecil. Tegang serta timbul rasa gatal di sekitar luka.
C. Etiologi Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab ketuban pecah dini antara lain: a. Peningkatan
tekanan
intrauterine
karena
kehamilan
polyhidromnion, makrosomia. b. Infeksi seperti cervicitis, amnionitis, chorioamnionitis. c. Malposisi janin d. Cervic incompetent e. Kulit ketuban terlalu tipis f. Hipermotilitas janin
ganda,
Resiko ketuban pecah dini meningkat pada wanita yang hamil usia muda, nutrisi kurang (khususnya vitamin C, E, dan zat besi), wanita perokok, imunitas rendah, dan hubungan seksual mendekati usia aterm.
D. Patofisiologi Ketuban pecah dini terjadi karena ada kelemahan selaput ketuban sebagai perubahan secara menyeluruh dalam metabolisme kolagen atau ketika tekanan dalam ketuban meningkat. Adanya bakteri yang mengandung enzim protease dan kolagenase ditambah dengan respon inflamasi dari neutrofil secara bersama-sama menurunkan kadar kolagen membran yang akan mengakibatkan penurunan kekuatan dan elastisitas selaput membran. Diduga juga adanya molekul perusak jaringan lunak yang disebut Reactive Oxigen Species (ROS) merusak keutuhan jaringan kolagen sehingga menyebabkan kelemahan selaput ketuban. Produksi Relaxin yang berlebihan juga akan meningkatkan aktifitas enzim kolagenase yang akan merusak jaringan kolagen dari selaput ketuban. Kemungkinan juga trombosis vaskuler plasenta juga turut berperan karena menimbulkan gangguan transport nutrisi sehingga aktifitas metabolisme kolagen terganggu.
E. Manifestasi Klinik Diagnosis terjadinya ketuban pecah dini dapat ditegakkan dengan tanda-tanda dan gejala sebagai berikut: a. Keluhan pasien berupa keluarnya cairan banyak atau sedikit secara tibatiba dari vagina yang berwarna agak keruh dan berbau khas. b. Demam bila disertai terjadinya infeksi. c. Janin mudah diraba d. Rahim lebih kecil dari usia kehamilan dan konsistensinya lebih keras e. Pergerakkan anak dirasakan nyeri oleh ibu f. Bunyi jantung anak terdengar jelas ( Arif Mansjoer, 1999;310) F. Komplikasi 1. Bagi ibu a. Infeksi inpartum / post partum. b. Partus lama / macet. c. Emboli air ketuban . d. Prolapsus furniculi. e. Atonia uteri dan perdarahan post partum ( Manuaba, 1993 ). 2. Bagi bayi a. Infeksi oleh karena kuman-kuman dari vagina yang naik ke dalam rahim (Hanifa Wikjosatro, 1991). b. Kelahiran premature. c. Asfiksia.
G. Penatalaksanaan Ketuban pecah dini yang terjadi pada kehamilan preterm atau aterm dengan atau komplikasi harus dirujuk ke Rumah Sakit. Bila janin hidup dan terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan posisi panggul lebih tinggi dari badannya, bila mungkin dengan posisi bersujud. Kalau peril kepala janin didorong ke atas dengan 2 jari agar tali pusat tidak tertekan kepala janin. Tali pusat di vulva dibungkus dengan kain hangat yang dilapisi plastik. Bila ada demam atau dikhawatirkan adanya infeksi saat rujukan atau ketuban pecah lebih dari 6 jam, berikan antibiotik seperti penicillin prokain 1,2 juta IU intramuscular dan ampicilin 1 gram peroral. Bila pasien tidak tahan ampicilin berikan eritromicine 1gram peroral. Bila keluarga pasien menolak untuk dirujuk ke Rumah Sakit, pasien disuruh untuk beristirahat berbaring miring, berikan antibiotik penicillin prokain 1,2 juta IU intramuscular tiap 12 jam dan ampicilin 1 gram peroral diikuti 500 mg tiap 6 jam atau eritomicine dengan dosis yang sama. Pada kehamilan kurang dari 32 mgg dilakukan tindakan konservatif yaitu tirah baring, berikan sedikit berupa fenobarbital 3 x 30 mg, berikan antibiotik selama 5 hari dan glukokorkosteroid, contohnya dexamethasone 3 x 5 mg selama 2 hari, berikan pula tokolisis, bila terjadi infeksi akhir kehamilan. Pada kehamilan lebih dari 36 mgg, bila ada hispimpin meneran dan lakukan akselerasi bila ada insersi uteri, bila tidak ada his lakukan induksi persalinan, bila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan skor pelvic kurang dari 5 atau ketuban pecah lebih dari 6 jam dan skor pelvic lebih
dari 5 sectio caesaria bila ketuban pecah kurang dari 5 jam dan skor pelvic kurang dari 5 ( Arief Mansjoer, 2000, 345 ).
Resti infeksi
Fisik
Tindakan SC
KPD
Selaput ketuban
Post Partum
Persalinan normal
Infeksi terlalu tipis
Gambaran diri atau harga diri
Kurang perawatan diri
Devisit Perawatan
Cemas
Nyeri
Insisi
Odema
Trauma
Hipotensi Ortostatik
Resiko infeksi
Nyeri
Perubahan hubungan interaksi keluarga
Kelahiran anak
Kurang volume Intoleransi cairan aktifitas Perubahan peran
Kehilangan Cairan
Menurunnya Kontraksi motilitas & tonus otot rahim otot abdomen
Laktasi
Gangguan Laktasi
Resti infeksi
Prolaktin Prolaktin Involusi Penurunan Lochea Meningkat menurun uteri estrogen & progesteron Abmomat
Oksitosin Tekanan darah Obstruksi menurun
Nyeri kepala (pusing)
Tekanan darah meningkat
Saraf Optical Tertekan
Resti infeksi
Intoleransi aktifitas
Itegritas kulit
Resiko Peningkatan kekurangan suhu cairan Resti Infeksi
Imobilitas Pembedahan Perdarahan TTV Kardivaskuler Pernafasan Urinaria Endokrin Gastrointestinal muskulus Reproduksi Psikologi anestesi
Psikologi
Pre operasi Post operasi
Hipermotilitas rahim
Kehamilan
H. Pathways Keperawatan
I. Pengkajian fokus dan pemeriksaan penunjang 1. Pengkajian fokus a. Aktifitas / istirahat. 1) Melaporkan keletihan, kurang energi. 2) Letargi, penurunan penampilan. b. Sirkulasi 1) Tekanan darah meningkat. 2) Mungkin menerima magnesium sulfat untuk hipertensi karena kehamilan. 3) Perdarahan vagina mungkin ada. c. Eliminasi Distensi usus atau kandung kemih mungkin ada. d. Integritas ego. 1) Mungkin sangat cemas dan ketakutan. 2) Dapat menetukan prosedur yang antisipasi sebagai tanda kegagalan dan atau refleksi negative pada kemampuan sebagai wanita. e. Nyeri / ketidaknyamanan 1) Mungkin menerima narkotik atau anestesi peridurial awal proses persalinan 2) Mungkin menunjukkan persalinan palsu di rumah. 3) Kontraksi jarang dengan dengan identitas ringan sampai sedang (kurang dari 3 kontraksi dalam periode 10 menit)
4) Fase laten persalinan dapat memanjang 20 jam atau lebih lama pada nullipara (rata-rata adalah ½ jam) atau 14 jam pada nullipara (ratarata 5 1/2 jam ) f. Keamanan 1) Dapat mengalami versieksternal setelah gestasi 34 minggu dalam upaya untuk mengubah presentasi bokong menjadi presentasi kepala. 2) Penurunan janin mungkin kurang dari 1 cm/jam, pada nullipara kurang dari 2 cm/jam. Pada multipara (penurunan dengan durasi yang lebih lama). Tidak ada kemajuan yang terjadi dalam 1 jam / lebih untuk nullipara atau dalam 30 menit pada multipara (penghentian penurunan) 3) Pemeriksan vagina dapat menunjukkna jam dalam mal posisi. 4) Servik mungkin kaku atau tidak siap. g. Makanan atau cairan Nyeri epigastrik, gangguan penglihatan, edema (tanda-tanda hipertensi) karena kehamilan h. Seksualitas. 1) Dapat primigravida atau grand multipara. 2) Uterus mungkin distensi berlebihan karena hidromnion, janin besar atau gestasi multiple, janin besar atau gran multiparis.
2. Pemeriksan penunjang. 1) Hitung sel darah lengkap (termasuk hitung trombosit) 2) Pemeriksaan pembekuan (termasuk waktu perdarahan, PT, PTT, dan fibrinogen) 3) Pemeriksaan kimia darah : BUN dan kreatinin meningkat. 4) Pemeriksaan silang darah dan enzim hati. 5) Urinalisa yaitu protein, total protein serum dan albumin biasanya normal atau menurun. (Bobak, 2004)
J. Fokus intervensi dan rasional 1. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman yang dirasakan atau actual pada diri dan janin. Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien tidak mengalami ansietas.
Kriteria Hasil: Mengungkapkan pemahaman terhadap situasi individu dan kemungkinan hasil akhir, Melaporkan ansietas berkurang dan dapat diatasi, Tampak rileks, tanda vital ibu dalam batas normal Intervensi : a. Jelaskan prosedur, inetervensi keperawatandan tindakan Rasional : Pengetahuan tentang untuk aktifitas ini dapat menurunkan rasa takut dari ketidaktahuan.
b. Anjurkan pengungkapan rasa takut atau masalah Rasional : Dapat membantu menurunkan ansietas dan merangsang indentifikasi perilaku koping c. Kaji tingkat ansietas klien melalui isyarat verbal maupun non verbal. Rasional : Mengidentifikasi tingkat intervensi yang perlu, ansietas berlebihan, meningkatkan persepsi nyeri. d. Anjurkan penggunaan teknik rileksasi. Rasional : Memungkinkan klien mendapatkan keuntungan maksimum dari periode istirahat, mencegah kelelahan otot dan memperbaiki aliran darah uterus. e. Pantau tanda vital klien Rasional : Tanda vital klien dapat berubah karena nasietas, tabilisasi dapat menunjukkan penurunan peningkatan ansietas. f. Kaji sistem: Pendukung yang tersedia untuk klien atau pasangannya Rasional : Bantuan-bantuan perhatian orang terdekat yang penting selama waktu stress dan tidak menentukan ini. g. Berikan sedative bila tindakan lain tidak berhasil. Rasional : Memberikan efek menenangkan dan traquiliser. 2. Nyeri berhubungan dengan refleks spasme otot diskontinuitas jaringan, akibat insisi. Tujuan
: Nyeri terkontrol atau berkurang.
Kriteria Hasil : Klien melaporkan nyeri berkurang, Klien tampak rileks dapat tidur atau istirahat dengan tepat.
Intervensi : a. Selidiki keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas nyeri (skala 1-10), dan faktor pemberat atau penghilang Rasional : Nyeri beramkna pada fase pasca operasi awal diperberat oleh gerakkan, batuk, distensi abdomen, mual. b. Monitor TTV Rasional : Respon autonomic meliputi perubahan pada tekanan darah, nadi, pernafasan yang berhubungan dengankeluhan atau penghilangan nyeri. Abnormalitas tanda vital terus menerus memerlukan evaluasi lanjut. c. Monitor insisi bedah, perhatikan edema, perubahan kontur atau inflamasi, mengeringnya tepi luka. Rasional : Perbedaan beda jaringan, bengkak, inflamasi local atau terjadinya, infeksi dapat menyebabkan peningkatan nyeri insisi. d. Anjurkan teknik distraksi dan relaksasi Rasional : Menurunkan tegangan otot, meningkatkan rrelaksasi, memfokuskan ulang perhatian, meningkatkan kemampuan koping. e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antibiotic Rasional : Mengontrol atau mngurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat..
3. Resti infeksi berhubungan dengan tindakan invasive dan prosedur pembedahan. Tujuan
: Resiko infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil
: Mencapai pemulihan luka tepat waktu :m tidak ada cairan purulen atau eritema.
Intervensi : a. Monitor TTV, perhatikan peningkatan suhu Rasional : Suhu malam hari memuncak yang kembali ke normal pada pagi hari adalha karakteristik infeksi. b. Pertahankanlah perawatan luka aseptic, pertahankan balutan kering Rasional : Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggatian balutan. Balutan basah bertinadak sabagai sumbu retrograde, menyerap kontaminan eksternal. c. Awasi atau batasi pengunjung Rasional : Bertujuan untuk menghindari infeksi lebih lanjut yang menyebabkan komplikasi. d. Kolaborasi dalam pemberian antibiotic Rasional : Antibiotik diberikan secara profilaktik untuk mengatasi infeksi. 4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keterbatasan akibat pembedahan. Tujuan
: Klien dapat meningkatkan aktifitas seoptimal mungkin.
Kriteria Hasil: Klien mampu kembali melakukan aktifitas sesuai kemampuan.
Intervensi : a. Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan luka dengan baik Rasional : Meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk resiko kerusakan jaringan. b. Bantu dalam melakukan ambulasi Rasional : Ambulasi dini penting untuk klien dalam memajukan tingkat aktifitas individu.. c. Anjurkan untuk penghematan energi Rasional : Energi sangat penting untuk aktifitas. 5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelelahan, penurunan ketahanan, nyeri atau ketidaknyamanan. Tujuan
: Klien dapat merawat diri sendiri maksimal mungkin.
Kriteria Hasil : Mendemonstrasikan minat dalam konsep pembelajaran tentang perawatan diri. Intervensi : a. Kaji kesehatan fisik dan psikologis klien Rasional : Adanya
perubahan
pada
kesejahteraan
fisik
atau
emosional dapat memundurkan asumsi peran otonom pada perawatan diri. Sampai klien bergerak dari taking in ke fase taking hold, ia memerlukan bantuan dalam perawatan diri dan perawatan bayi. b. Kaji tingkat kelelahan klien, lamanya persalinan, waktu kelahiran dan kekurangan tidur.
Rasional : Kebutuhan fisik untuk terpenuhi sebalum klien mulai melakukan perawatan diri.