Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Situs Megalitik Tutari Zubair Mas'ud, Balai Arkeologi Jayapura Abstrak
Management in archaeology usually called as archaeological remains advantaging. One of the cultural heritage that could manage is Tutari Megalitical site. Hope, the government as the facilitator must be give understanding about how important this archaeological remains. The public should be involved in the planning of cultural heritage management for archaeological remains preservation. Key words: Management, Tutari Megalitical site, public involved. PENDAHULUAN
Pengelolaan benda eagar budaya yang meliputi penelitian, pelestarian, pemanfaaatan dan pembinaan merupakan implementasi dari Manajemen Sumber Daya Arkeologi (Archaelogical Recources Management) atau Manajemen Sumber Daya Budaya (Cultural Recources Management) . Manajemen tersebut meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan dan pengevaluasian sumber daya budaya di dalam suatu format politik, dengan proses pengambilan keputusan berada dalam keseimbangan antara pelestarian sumber daya budaya di satu pihak dan pencapaian sasaran pertumbuhan kesejahteraan masyarakat di pihak lain (Kusumohartono, 1992 : 67). Dalam Undang-undang No.5 tahun 1992 tentang benda eagar budaya pada hakekatnya benda eagar budaya merupakan sumber daya budaya tinggalan masa lalu yang sifatnya terbatas, rentan terhadap pengaruh gejala alam dan manusia. Sehingga diperlukan perhatian yang kompleks dalam penanganannya. Ini berarti keberadaan benda eagar budaya dapat dipertahankan sekaligus memperpanjang usianya. Sumber daya budaya merupakan hal yang utama dalam memaksimalkan sumber dan sarana dalam kegiatan pemanfaatan sekaligus pelestariannya. Sehingga dengan potensi dan pengetahuan sumber daya manusia merupakan kunci dalam kegiatan ini. Dengan kata lain pelibatan masyarakat sangat diperlukan dalam pengelolaan benda eagar budaya, mengingat masyarakat lokal merupakan penerus kebudayaan tersebut. Tinggalan-tinggalan budaya atau lebih dikenal dengan benda eagar budaya merniliki kepentingan-kepentingan nasional yaitu menyangkut masalah idiologi (rasa nasionalisme, kesatuan dan persatuan bangsa), masalah akadernik (berbagai ilmu pengetahuan) dan masalah ekonornik (pariwisata) (Mundardjito, 1995 : 2). Pengelolaan benda eagar budaya sangat potensial untuk pengembangan perekonornian masyarakat dalam tindak lanjutnya pengembangan pariwisata. Sehingga dari usaha pengembangan tersebut merupakan satu komponen dalam
Papua Vol. 1 No.1/ Juni 2009
45
, - - - - - - - = - ----·-Zubair Mas ' ud, Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Situs Megalitik Tutari
usaha pelestarian benda eagar budaya. Tentunya dapat memberikan kontribusi dalam peneapaian pembangunan nasional dalam hal ini mempertahankan kepribadian bangsa. Pengelolaan sering disebut sebagai bentuk pemanfaatan benda eagar budaya, dalam artian benda eagar budaya hanya diperlakukan sebagai benda arkeologi yang wajib dilindungi. Dalam penekanan ini bermuneulan berbagai imbauan, seruan ataupun kebij akan yang menempatkan benda terse but perlu ditangani. Seiring dengan itu, dengan potensi benda eagar budaya yang besar, pemerintah telah melakukan langkah yang setidaknya memberikan pengayoman dalam kelestarian sumber daya budaya. Langkah pemerintah dalam pengelolaan benda eagar budaya diatur dalam Undang-undang No.5 tahun 1992, yang sebelumnya telah menarik perhatian dalam masa pemerintahan Kolonial dengan maksud perlindungan dan penanganan tinggalan arkeologis. Dalam hal pengelolaan benda eagar budaya, yang diatur dalam Undangundang To.5 tahun1992 pada pasal 18 ayat 1 yang berbunyi "Pengelolaan benda eagar budaya dan situs adalah tanggung jawab pemerintah". Lebih lanjut dalam pasal tersebut pada ayat 2 "Masyarakat, kelompok, atau perorangan berperan serta dalam pengelolaan benda eagar budaya dan situs"_ Sedangkan eara pembinaan dan pengawasan ditetapkan dalam peraturan pemerintah No.1 0 tahun 1993, pada pasal 42 ayat 1 berbunyi "Peran serta masyarakat dalam pelestarian atau pengelolaan benda eagar budaya dapat dilakukan oleh perorangan atau badan hukum, yayasan, perhimpunan, perkumpulan atau badan lain yang sejenis". Berkaitan dengan hal tersebut sumber daya budaya yang merupakan warisan adalah aset yang dapat dikelola dan dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat seeara umum. Seperti yang dikemukakan oleh Cleere (1989) bahwa sumber daya arkeologi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan idiologis, akademis maupun untuk kepentingan yang bersifat ekonomis (Cleere, 1989 : 5-10). Di samping itu, berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah yang pada hakekatnya memberikan wewenang pemerintah daerah beserta segenap masyarakat lokal dalam mengembangkan dan mengelola potensi dan peluang yang ada di daerah dalam kegiatan ekonomi, dan memajukan kesejahteraan masyarakat setempat. Salah satu tinggalan sumber daya budaya yang dapat dikelola dengan manajemen pengelolaan adalah salah satu tinggalan arkeologis yang berada di Kabupaten Jayapura yakni Kompleks Megalitik Tutari, obyek tersebut memiliki kekayaan yang potensial sehingga perlu untuk dikembangkan sehingga dapat meneapai tuj uan pelestarian benda eagar budaya. Oleh karena itu, pada dasamya benda eagar budaya terutama pada situs megalitik tutari yang merupakan budaya materi perlu pengelolaan yang tepat selain dilihat dari bentuk, jenis dan kondisi lingkungan keberadaannya. Oleh sebab itu diperlukan penanganan, perlindungan dan pelestarian terhadap sumber daya tersebut. Hal ini memberikan peluang dalam
46
Papua Vol. 1 No. 1 I Juni 2009
, - ·---------·····--·---··-·····-····----····--··1
·-····---·····--······-·-·-·-·--····-··----·----·--··-····-····--·----------
Zubair Mas'ud, Partisip asi Masyarakat dalam Pengelolaan Situs Megalitik Tutari
pemberdayaan masyarakat mengingat kompleks tersebut apabila dikelola dengan baik dapat memberikan prospek untuk kepariwisataan. Lebih dari itu, untuk pengelolaan kompleks megalitik tutari harus dilakukan dengan maksimal sehingga tidak menimbulkan efek kepentingan, sebagaimana banyak terjadi dalam beberapa tinggalan arkeologi sehingga dari pengelolaanya dapat memberikan kontribusi untuk kepentingan masyarakat secara umum, selain dari segi peningkatan pendapatan asli daerah. II. Gambaran Umum Kompleks Megalitik Tutari
Kawasan kompleks Megalitik Tutari, berada di kampung Doyo Lama, Distrik Waibu, Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. Areal situs ini menempati topografi perbukitan yang tandus serta tepatnya berada pada punggungan perbukitan Tutari dengan ketinggian antara 150 - 250 meter dari pennukaan tanah. Kondisi perbukitan ini merniliki puncak melengkung tumpul dengan lembah yang landai. Kompleks ini berada tepat di sisi kanan j alan poros Sentani - Genyem serta berada dekat dengan danau Sentani. Pemukiman penduduk menempati sisi pinggiran mengikuti alur danau. Posisi koordinatnya S: 02° 34' 04" danE: 140 ° 27' 27" Vegetasi dalam areal ini berupa tanaman pohon kayu putih yang tumbuh secara tidak teratur serta beberapa jenis tanaman semak belukar. Untuk menjangkau situs ini dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun roda empat dengan jarak tempuh dari kota Sentani 30 menit. Situs megalitik Tutari merupakan situs dengan sebaran bongkahan batu yang pada salah satu sisinya terdapat geresan atau gambar (batu bergambar atau batu berlukis), dengan gambar berupa ikan, biawak (soa-soa), wujud manusia, geometris, dan motif flora. Masih dalam areal ini terdapat batu temu gelang, batu berjajar dan batu tegak serta terdapat pula bongkahan batu yang oleh masyarakat setempat mempercayai sebagai perwujudan pemuka Adat (ondoafi). Kompl eks ini kondisinya kurang terawat dan kurang dikelola dengan baik walaupun dalam pemeliharaan Dinas Kebudayaan Propinsi Papua. Terdapat pula rumah situs pada bagian depan sebelum sampai ke obyek serta terdapat jalan setapak untuk menjangkau areal kompleks ini. III. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan
a. Masyarakat Sebagai Pernilik Warisan Budaya Berdasarkan pengamatan sementara secara umum banyak permasalahan yang dihadapi dalam kaitannya dengan pengelolaan benda eagar budaya, terlebih dengan adanya beberapa instansi yang menangani tinggalan arkeologis sehingga hal ini sangat membingungkan. Oleh karena itu setidaknya Clalam pengelolaan benda eagar budaya partisipasi masyarakat sangat kegiatan ini. Dalam artian meningkatkan peran serta masyarakat sebagai pemilik warisan budaya dalam melindungi dan melestarikan kebudayaannya
Papua Vol. 1 No. 1/ Juni 2009
47
.
------------····---···--··---··----- ---··· ·· ····- ·· -·-··- - ·····-··- ··- ·· - ----------- --- --- ---·· · ···--·----··--- -- ----------· ·---~
Zubair Mas'ud, Partisipasi Masyarakat do/am Pengelolaan Situs Mega/itik Tutari
Kompleks megalitik Tutari, dalam masyarakat kampong Doyo Lama, menganggap bahwa tinggalan tersebut merupakan warisan dari leluhur mereka sehingga bentuk pengelolaannya dapat dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat setempat. Hal ini memungkinkan bahwa keberadaan benda eagar budaya tersebut merupakan tinggalan yang oleh masyarakat setempat masuk dalam wilayah adat mereka. Dengan memberikan atau melibatkan masyarakat dalam pengelolaan yang tentu saja pemerintah sebagai fasilitator, berarti kelestarian benda eagar budaya dapat tereapai. Apalagi masyarakat setempat mengakui sebagai pemilik warisan. Hal ini tidak terlepas bahwa masyarakat tentu saja merniliki pemahaman tersendiri yang arif dalam memperlakukan suatu obyek, tentunya terlihat dengan adanya kearifan lokal yang mereka anut dalam memandang warisan budaya situs megalitik Tutari. b.
Pemahaman dan Pelatihan Pengelolaan Berbasis Masyarakat Dalam hal pengelolaan benda eagar budaya seringkali masyarakat lokal "terpinggirkan" dalam kegiatan tersebut padahal masyarakat setempat merupakan pilar utama dalam mengawal serta mempertahankan eksistensi benda eagar budaya. Hal ini terlihat bahwa dari kurangnya perhatian masyarakat terhadap keberadaan benda eagar budaya yang tentunya merupakan warisan mereka. Sehingga usaha yang dilakukan pemerintah dalam agenda prograrnnya untuk nilai jual benda eagar budaya ataupun memasyarakatkan benda eagar budaya kurang mendapat perhatian ini berarti pengelolaannya kurang tepat. Seeara umum, masyarakat lokal berpendidikan relatif rendah dan kurang memiliki pemahaman terhadap pem1asalahan yang mereka hadapi terutama dalam bidang tinggalan budaya. Oleh karena itu usaha yang perlu adalah dengan melakukan sosialisasi tentang Undangundang Benda Cagar Budaya. Dengan penyebaran informasi tentang seluk beluk benda eagar budaya sekaligus esensi Undang-undang benda eagar budaya diharapkan masyarakat memaharni tentang pentingnya benda eagar budaya. Selain itu pelibatan masyarakat dalam pelatihan pengelolaan, dalam hal ini tidak hanya sebagai juru pelihara tetapi masyarakat juga diberi pengetahuan dan keterampilan sebagai pelestari budaya. IY. Penutup ~1ewujudkan pengelolaan benda eagar budaya dengan pelibatan partisipasi masyarakat memerlukan upaya pemberdayaan masyarakat lokal seeara tepat. Pemerintah diharapkan sebagai fasilitator dalam memberikan pemahaman tentang arti pentingnya benda eagar budaya. Upaya ini memberikan pembelajaran dan pemb ian bahwa masyarakat suku yang beragam dapat bekerja sama, mengagli potensi dan menjawab persoalan dalam pengelolaan benda eagar budaya. Keterlibatan masyarakat di dalam pereneanaan dan pengelolaan benda eagar budaya merupakan syarat yang penting untuk kelestarian tinggalan benda budaya.
48
Papua Vol. 1 No. 1/ Juni 2009
! --------
Zubair Mas ' ud, Parlisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Situs Megalitik Tutari
Daftar Pustaka
Anonim. 2008 Undang-Undang R1 No.5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya Dan Peraturan Pemerintah R1 No.5 Tahun 1993 Tentang Pelaksanaan UU R1 No.5 Tahun 1992. Depbudpar, Subdin Permuseuman dan Purbakala Dinas Kebudayaan Propinsi Papua. Cleere,H.F.1989. Archaeological Heritage Management In The Modern World. London: Unwin Hyman. Kusumohartono,Bugie.l992 "Penelitian Arkeologi Indonesia Pasca UU No.5 Tahun 1992". Makalah Pertemuan Ilmiah Arkeologi VI, Malang. Jakarta Puslit arkenas. Mundardjito, 1995 "Benda Cagar Budaya: Pengertian dan Nilai", Makalah dalam Rapat Penyusunan Petunjuk Teknis Pelestarian, Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala, Cisarua, Jawa Barat, 2023 Maret 1995.
Papua Vol. 1 No. 1/ Juni 2009
49