Pengclolaan Situs Megalitik Tutari : Studi Pengembangan Erlin Novita Idje Djami, Balai Arkeologi Jayapura Abstrak Compared with other megalithic sites in Indonesia, Tutari site has its uniqueness in the drawings that can be found on rock's hunks that widely cover the area, some arranged temugelang rocks, a pair of stones in a row, some carved stones and a group of menhirs that topped the hill. Archeological researches found that Tutari site was a center for religious activities of Tutari's people. But the site was destroyed long ago due to the war brought by the Ebe tribe from K wadeware (anchestors ofDoyo's people) that vanished the Tutari tribe. Since then, the site was abandoned until it was found and then confirmed as a protected cultural heritage. It is necessarily for the site to have a protective model to ensure its preservation. For the objective, the site needs to be divided into 3 group zones which are core, support and development zone. The division surely to be followed by continuum operation supported by structure and substructure to make the site can be fully developed to enrich our cultural landscape and to add substantial value to local tourism. Keyword: Megalithic Tutari site, protective, preservation, 3 group zones
A. Pendahuluan
Berbicara ten tang pengelolaan suatu warisan budaya atau yang juga dikenal dengan istilah Benda Cagar Budaya (BCB) tidak terlepas dari upaya pelestarian, pengembangan dan dan pemanfaatan yang pada hakikatnya berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan suatu situs yang mengandung BCB bertujuan agar warisan budaya tersebut dapat bertahan lebih lama dan juga dapat dimanfaatkan secara optimal untuk memenuhi berbagai kepentingan. Guna mencapai hal tersebut maka sasaran dalam upaya pengelolaan meliputi BCB itu sendri, lingkungan setempat, masyarakatnya, dan para pengambil kebijakan serta stakeholders layak terlibat di dalarnnya. Oleh karenanya, dibutuhkan suatu bentuk manajemen yang tepat sehingga apa yang menjadi tujuan dan sasaran dari pengelolaan BCB tersebut dapat tercapai. Berkait dengan pengelolaan warisan budaya, yang menarik bagi kita
khususnya masyarakat Papua adalah keberadaan situs megalitik Tutari sebagai suatu warisan budaya dari masa prasejarah Papua, yang hingga saat ini masih dapat disaksikan sebagai suatu karya agung manusia masa lalu yang mengandung berbagai rnisteri kehidupan dan bemilai tinggi. Jika dibandingkan dengan situs-situs megalitik yang berada di Indonesia, situs megalitik Tutari merniliki ciri khas dan keunikan tersendiri, hal ini dapat dilihat dari temuan tinggalan-tinggalan arkeologis
di dalamnya yang cukup kompleks, seperti temuan lukisan pada bongkahanbongkahan batu yang tersebar hampir di semua permukaan situs, beberapa buah
Papua Vol. 1 No . 1/ Juni 2009
51
[ - -- - -ErlT;;NoVTta"ictje Djami, i>e;;g~t;:;i"a--;;,;·Situs Megalitik Tutari : Studi Pengembangan
~
susunan batu temugelang, sepasang batu beijajar, beberapa buah pahatan batu, dan kelompok menhir yang tersebar di puncak bukit. Dari hasil penelitian arkeologi yang dilakukan di situs tersebut diperoleh suatu kesimpulan bahwa situs megalitik Tutari pada masa lampau dimanfaatkan sebagai pusat kegiatan religi bagi masyarakat Tutari, namun situs tersebut telah lama ditinggalkan masyarakat pendukungnya, sebagai akibat teijadinya perang suku dan punahnya suku Tutari karena habis dibantai oleh suku Ebe yang datang dari wilayah Kwadeware (nenek moyang orang Doyo saat ini) (Prasetyo dkk; 1994), dan sejak itu putah situs ini tidak difungsikan lagi bahkan dibiarkan terbengkalai, hingga ditemukan kembali dan ditetapkan sebagai warisan budaya yang harus dilindungi. Sebagai warisan budaya yang sudah ditetapkan menjadi Benda Cagar Budaya (BCB) berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 mengenai Benda Cagar B da; a maka sudah semestinya situs megalitik Tutari dapat dikelola sema imal mungkin sehingga dapat diambil manfaat dari padanya. Di lain pihak, j · ' a i s megalitik Tutari sudah dikembangkan dan dikenal masyarakat dunia, tidak tert p kemungkinan situs tersebut dapat menjadi brand image dari Papua. Dengan dernikian. dalam pengelolaan situs megalitik Tutari diperlukan suatu bentuk manaj emen yang tepat serta perencanaan yang matang dan didukung oleh peraturan perundang-undangan yang melindungi, sehingga dalam pengelolaannya terdapat banyak kepentingan perlu dilibatkan di dalamnya. B. itus Ylegalitik Tutari Secara administratif situs megalitik Tutari berada di Desa Doyo Lama, Distrik \\'aibo, Kabupaten Jayapura. Situs tersebut beijarak 7 Km dari Kota Sentani atau 42 Km dari ibukota Provinsi Papua- Jayapura. Situs megalitik Tutari berada di sebuah bukit pada ketinggian antara 150-200 meter dpl, dan di sebelah Selatan situs terletak kampung Doyo Lama yang pemukimannya dibangun berbaris mengikuti alur tepi danau Sentani dan di bagian Timur Laut terhampar pegunungan Cycloop yang memanjang dari arah barat ke timur. Situs yang berada pada bentangan alam yang memp esona ini menyimpan beragam hasil budaya manusia yang bemilai tinggi dan patut untuk dilestarikan. Adapun warisan budaya tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : •
52
Batu Berlukis (Rock art) Temuan batu-batu berlukis yang berada di situs Tutari cukup banyak dan beragam pula jenis lukisannya. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan pada tabel:
Papua Vol. 1 No. 1/ Juni 2009
[---------------E~linN~ita Idje Djami, Pengelolaan situs Megalitik Tutari : Studi Pengembangan
Tabel Jenis Lukisan Batu di Situs Megalitik Tutari
Jenis Lukisan
No
Sektor I
I Luar 2
II
6
4
Jumlah
2
IV Luar 2
7
45
5
95
4
11
2
18
5
7
III
III Luar
1.
Man usia
2.
Ikan
3. 4.
Biawak/Soaso a Kura-kura
5.
Ular
6.
Burung
1
1
7.
Babi
1
1
8.
Binatang Air
9.
Geometris
10
Matahari
11
Rantai
12
Abstrak
13
Flora
10
1
IV
21
1 1
4
13 1
2
1
1
2 2
1
2
1
1
2 1
1
1
1
4
3
3
Lukisan-lukisan tersebut ditorehkan pada permukaan batu dengan teknik gores, ada yang dilukis tunggal dan adapula yang pada satu bongkahan batu terdiri dari 2 hingga 5 lukisan dengan arah hadap lukisan cukup bervariasi. Lukisan batu tersebut terbagi kedalam 4 sektor yang sudah dipagari dan 3 sektor yang belum dipagari dengan jumlah keseluruhan motif lukisan adalah 147 lukisan yang ditorehkan pada bongkahan batu sebanyak 115 buah batu.
Papua Vol. 1 No. 1/ Juni 2009
53
-----·--------··· - ; - - - Erlin Novita ldje Djami, Pengelolaan Situs Megalitik Tutari : Studi Pengembangan
J
..,
• Pahatan Batu (Stone chisel) Di situs megalitik Tutari pada sektor IV terdapat beberapa buah batu yang dipahat menyerupai suatu makhluk yang dipahat menyerupai suatu mahluk yang trdiri dari kepala,leher dan badan. Batu-batu tersebut dipereaya sebagai para pernimpin suku Tutari yang dikutuk, adapun kondisi batu-batu tersebut beberapa sudah mulai terkikis sehingga bentuk dan besamya sudah tidak sama lagi. •
Jajaran Batu (Stone Arrange) Merupakan tatanan dua deretan batu yang disusun beljajar (deret sebelah kanan terdiri dari 70 buah batu dan pada deret sebelah kiri terdiri dari 44 buah batu) dengan orientasi bagian pangkal kearah kelompok batu batu berlukis dan bagian ujungnya mengarah ke kelompok menhir. Model tinggalan megalitik seperti ini umumya dikaitkan dengan suatu kegiatan upaeara.
• Batu Temu Gelang (Stone enclosure) Merupakan tatanan batu yang disusun melingkar yang ujung satu dengan lainnya bertemu. jumlah batu temugelang yang ada sekitar 6 kelompok dan berada dalam kompleks batu berlukis. Adapun bentuk susunan batu-batu temugelang tersebut eukup bervariasi. • Batu tegak (Menhir) Pada bagian puneak bukit Tutari ditemukan eukup banyak menhir dengan ukuran yang bervariasi, mulai dari ukuran yang terkeeil 14 em hingga ukuran yang terbesar 88 em. Kelompok menhir tersebut beljurnlah 110 buah dengan merniliki keunikan tersendiri, yaitu bahwa menhir yang berada di situs megalitik Tutari tidak tertanam ke dalam tanah tetapi hanya didirikan dengan ditopang oleh batu-batu keeil sehingga tidak roboh (Prasetyo, 1994).
54
Papua Vol . 1 No. 1/ Juni 2009
r----·----··-··-··-·-----····--····------·--··------·---------·--·-·-----Erlin Novita Jdje Djami, Pengelolaan Situs Megalitik Tutari: Studi Pengembangan
Tinggalan-tinggalan arkeologi tersebut masih kita temukan hingga saat ini, namun kondisinya perlu mendapat perhatian khususnya dalam hal pelindungan dan preservasi derni kelestariannya, sehingga dapat dimanfaatkan dan diwariskan bagi generasi masa kini dan masa yang akan datang.
B. Pengelolaan Situs Megaliti Tutari Dalam upaya pengelolaan situs megalitik Tutari tidak terlepas dari upaya pelestarian dan pemanfaatannya. Pelestarian merupakan upaya perlindungan dan pemeliharaan warisan budaya secara langsung sehingga terhindar dari kerusakan, baik yang diakibatkan oleh alam maupun karena ulah manusia, mengingat sifat dari warisan budaya yang tidak terbaharui (non-renewable), terbatas (finite) dan khas (contextuaT). Pelestarian situs megalitik Tutari pada hakikatnya adalah untuk mempertahankan agar BCB tetap berada pada konteksnya dan juga untuk mempertahankan eksistensinya serta memberikan makna baru bagi warisan budaya yang tidak terlepas dari usaha pemanfaatannya. Dilihat dari potensi yang dirniliki situs megalitik Tutari, begitu banyak manfaat yang dapat diambil darinya, seperti: Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; Sumber inspirasi para seniman, penulis, sastrawan, foto grafer dan bahkan dijadikan sebagai objek kretivitasnya; Sebagai objek pendidikan bagi anak-anak sekolah dalam menanarnkan rasa cinta dan bangga terhadap kebesaran bangsa dan tanah air melalui hasil karya nenek moyang, dengan harapan untuk mempertebal ketahanan budaya, di mana pada era global sekarang ini mau tidak mau persentuhan dengan budaya asing tetap tetjadi, namun jika telah merniliki ketahanan budaya yang tangguh tidak mungkin terjadi pengrusakan budaya sendiri; Sebagai objek wisata dan rekresi yang sehat dan positif; Untuk memperkuat kedudukan atau memperkuat jati diri atau untuk menunjukkan identitas bangs a; dan Obj ek wisata budaya yang secara ekonomis akan mendatangkan keuntungan bagi masyarakat setempat (Gunadi, 2004 dan Haryono 2003). Oleh karena itu, keberadaan situs megalitik Tutari merupakan aset budaya Papua yang mengandung beragam nilai pemanfaatan, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) khususnya meialui sektor Kebudayaan dan Pariwisata. Sehubungan hal itu perlu adanya upaya pengembangan secara terpadu dan berkesinambungan jika ingin mengambil manfaat dari padanya.
C. Pengembangan Situs Megalitik Tutari Kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan situs megalitik Tutari meliputi kondisi fisik maupun non fisik dengan tetap mengacu pada akar budaya itu sendiri sehingga nilai-nilai yang terkandung di dalarnnya tidak kabur atau hilang sebagai akibat dari munculnya hal-hal baru. Pada tahap awal yang dilakukan untuk memudahkan dalam penanganan kawasan situs tersebut perlu dibentuk suatu pola
Papua Vol. 1 No. 1/ Juni 2009
55
,------·------····-----··-·-··-··--·-·····----·--·-···- ·---------·---- - ----·--···-----·· 1 Erlin Novita Idje Djami, Pengelolaan Situs Megalitik Tutari: Studi Pengembangan
perlindungan dengan membagi kawasan Situs Megalitik Tutari ke dalam 3 Zona (Zona inti, Zona penyangga, dan Zona pengembangan) sesuai dengan fungsi dan peranannya masing-masing, namun antara satu dengan lainnya tetap saling terintegrasi, yaitu:
Zona inti Merupakan areal perlindungan dan preservasi Benda Cagar Budaya (BCB) sehingga terhindar dari kerusakan dengan batasan areal sekeliling objek dengan jarak pandang tertentu. Zona ini sangat penting bagi pemeliharaan dan perlindungan objek sehingga tetap terjaga kelestariannya serta lingkungannya, yang walaupun terjadi sedikit perubahan dalam hal penambahan dan pemanfaatan lahan, diupa akan tidak mengganggu kelestarian dan keserasian lingkungan, terutama tidak menghilangkan nilai yang terkandung dalam objek itu sendiri (latar budaya situs). Yang ergo long kedalam zona inti pada kawasan situs megalitik Tutari adalah melip i areal baru berlukis, batu temu gelang, pahatan batu, areal batu berjajar, dan areal menhir. Oleh karena itu, untuk memudahkan dalam kegiatan perlindungan, preserya-i dan pemanfaatannya perlu dibuat peta tata ruang kawasan situs megalitik T ari de gan batasan yang nyata antara zona, dan dibuatkan juga peta tata ruang s1 (zona inti) dengan batasan sesuai jenis objek dan sebarannya. Ada beberapa hal yang penting dilakukan seperti 1). Pembuatan peta tata dari setiap kelompok objek yang akan dilindungi; 2). Pembuatan pagar g sesuai dengan kelompok objek megalitiknya serta penetapan pintu masuk dan pintu keluar yang jelas. Adapun bentuk pagar yang dimaksudkan di sini adalah ourupa suatu tatanan pembatas antarkelompok objek yang dibuat atau dibentuk, narnun tidak menghilangkan identitas situsnya sebagai situs pemujaan, tetapi tetap menunjukkan kesatuan antar kelompok. Bentuk perlindungan dengan menggunakan pagar kawat saat ini, seolah-olah antarsatu objek dengan objek lainnya terpisahkan dan juga masih terdapat temuan yang berada di luar pagar. Hal seperti itu perlu dihindari; 3). Setiap kelompok objek yang dilindungi diberi penomoran dan penamaan sesuai dengan jenis tinggalan megalitiknya, misalnya megalitik I kelompok batu berlukis, megalitik II kelompok menhir dan seterusnya. Sehingga dalam hal penamaannya tidak menghilangkan corak budayanya seperti penggunaan kata sektor pada saat ini. 4). Perlu pembuatan papan informasi pada setiap ruang situs atau sektor; 5). Dengan melihat kondisi alam situs, maka pada setiap sektor perlu dibuatkan tempat peristirahatan dan tempat pembuangan sampah; 6). Karena letak BCB dari setiap sektor yang berjauhan satu dengan lainnya serta kondisi lahan yang tidak rata, khususnya pada areal lukisan batu dan batu temu gelang - perlu dibuatkan alur perjalanan bagi pengunjung sehingga mereka dapat menikmati semua obj ek lukisan yang ada supaya mereka merasa puas; 7). Khususnya pada objek lukisan perlu perlindungan setiap objek dari jangkauan pengunjung yang mungkin dapat menimbulkan kerusakan lukisan seperti perbuatan vandalisme dengan memberikan batasan jarak pandang pengunjung dari objek tanpa harus menyentuhnya.
56
Papua Vol. 1 No. 1 I Juni 2009
Erlin Novita Idje Djami, Pengelolaan Situs Megalitik Tutari : Studi Pengembangan
Berkaitan dengan penanganan BCB itu sendiri perlu adanya skala prioritas dengan melihat kondisi BCB yang mencakup segala kerusakannya, dengan cara mengidentifikasikan kerusakan yang ada dan didiagnosa penyebabnya apakah itu karena faktor mekanik seperti miring, melesak, retak, pecah dan sebagainya; faktor fisis seperti pengelupasan, deformasi, disintegrasi; faktor khemis seperti oksidasi, korosi, endapan, reduksi dan sebagainya; faktor biologis seperti dekomposisi, noda, reaksi biokhemis, setelah diketahui penyebab kerusakan objek tersebut kemudian diberikan suatu penanganan yang tepat demi kelestariannya. Di lain pihak yang juga penting untuk diperhatikan adalah berkaitan dengan keadaan iklim seperti kelembaban udara, curah hujan, panas dan kebakaran serta flora yang tumbuh di areal situs sekitar objek yang juga sangat mempengaruhi kerusakan BCB dan situs. Untuk itu penanganan akibat pengaruh iklim, hujan dan panas terutama pada objek lukisan yang kondisinya sudah sangat memprihatinkan seperti keadaan batu berlukis yang gambamya mulai aus, namun karena gambar tersebut hanya satu maka perlu diberikan bangunan pelindung objek. Bangunan pelindung tersebut diupayakan tetap mengikuti konsep budaya dari situs itu sendiri dan bukannya seperti beberapa bangunan pelindung yang dapat disaksikan di areal situs megalitik Tutari saat ini, perlu diganti model konstruksi bangunannya sehingga tidak menghilangkan citra situs sebagai situs yang bercirikan prasejarah. Kerusakan objek juga disebabkan karena sering terjadinya pembakaran gunung yang berdampak pada terbakamya situs (objek), keadaan seperti ini perlu penanganan sekaligus pengamanan serius. Di sisi lain, kerusakan juga disebabkan oleh flora berupa tanaman pohon kayu putih yang banyak tumbuh di sekitar objek dan rumput liar yang mudah terbakar. Tumbuhan-tumbuhan tersebut tidak cocok bagi keselamatan objek, untuk itu perlu diganti dengan jenis pohon lain yang tidak membahayakan kelestarian obj ek dan situs. Pohon-pohon yang ditanam pun perlu ditata rapih sehingga tampak indah dan serasi. Sedangkan untuk keberadaan rumput-rumput liar perlu dibasrni untuk menghindarkan situs dari kebakaran baik akibat dari gesekan rumput yang dapat menimbulkan api maupun karena ulah manusia-manusia yang tidak bertanggungjawab. Zona inti merupakan sentral dari suatu kawasan yang sudah selayaknya mendapat perhatian lebih, dan bukan berarti zona-zona lainnya kurang penting, tetapi karena bagi setiap orang yang datang mengunjungi situs, pada umurnnya karena objek yang berada pada zona inti yang menjadi daya tarik utamanya sedangkan yang lainnya sebagai penunj ang dan untuk menambah kenyamanan dan kepuasan penikmat budaya. Mengingat zona inti begitu penting maka areal tersebut sudah sepatutnya dimiliki oleh pemerintah. (Mundardjito, 2006)
Papua Vol. 1 No. 1 I Juni 2009
57
Erlin Novita Idje Djami, PengelolaanSsitus Megalitik Tutari : Studi Pengembangan
Zona Penyangga Merupakan areal yang disediakan untuk mendukung zona inti dan untuk enj aga kelestarian nilai situs dari berbagai aktivitas manusia yang membahayakannya. Sebagai zona pendukung, di areal tersebut perlu dibangun eberapa fasilitas seperti kantor, lab, ruang konservasi, ruang informasi, yang -ecara langsung mendukung upaya perlindungan dan preservasi situs. Pada zona ersebut dibuatkan taman dan bangunan lainnya seperti tempat istirahat, toilet, arana rekreasi, tempat penjualan cenderamata dan lain sebagainya sehingga pengunjung akan merasa lebih nyaman dan dapat tinggallebih lama. Zona Pengembangan Merupakan areal yang disediakan sebagai tempat umum, dan berdirinya berbagai fasilitas pelayanan bagi pengunjung seperti restoran/rumah makan, enninal, pasar, toko cinderamata, biro perjalanan dan sebagainya. Zona ini merupakan daerah komersial, namun tetap harus ditata agar teratur dan terkendali sehingga tidak mengganggu kelestarian kawasan situs. Pada zona ini yang perlu diperhatikan selain mendirikan fasilitas umum juga mencakup lingkungan alamnya, taman dan perkampungan penduduk yang perlu dipreservasi sesuai konsepnya serta daerah-daerah atau desa-desa terdekat yang juga penting diperhatikan. Pola-pola zonal tersebut, merupakan langkah awal dalam upaya pengelolaan kawasan situs megalitik Tutari, dan untuk itu diharapkan keterlibatan berbagai pihak yang berkepentingan seperti Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, Akadernisi, Swasta, dan masyarakat sebagai stakeholders yang dapat bekerja dan bersinergis dalam kegiatan pengembangan kawasan situs megalitik Tutari, sehingga dapat dimanfaatkan dan memperoleh keuntungan dengan tetap menjaga kelestariannya. Sejalan dengan era Otonorni Khusus, pengelolaan BCB ini perlu didukung adanya regulasi yang tepat, seperti adanya Perdasi yang mengatur tentang . perlindungan dan pemeliharaan situs dan BCB, maupun dalam penyediaan APBD yang jelas sehingga mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan. Di lain pihak, dalam pelayanan dan penanganan BCB maupun kawasannya tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sehingga diperlukan adanya sumber pendapatan baru, baik dari swadaya masyarakat maupun dari investor yang mau berpartisipasi di dalam pelestarian dan pemanfaatan situs megalitik Tutari dengan tetap menjaga kelestariannya. Di samping itu juga dibutuhkan sumberdaya manusia yang handal dan sarana prasarana penunjang. Dan yang tidak kalah penting dari semuanya itu adalah pemberian pemahaman kepada masyarakat dari semua kalangan melalui kegiatan penyuluhan serta diskusi tentang arti penting pelestarian dan pengembangan situs, sehingga dapat diharapkan mereka mengerti dan merasa merniliki (sense of belonging) terhadap warisan budaya tersebut serta dapat terlibat secara langsung, baik dalam memberikan nilai terhadap BCB, pengambilan keputusan dan pengelolaan kawasan situs secara bersinergis.
58
Papua Vol. 1 No. 1 I Juni 2009
Erlin Novita Jdje Djami, Pengelo/aan situs Megalitik Tutari: Studi Pengembangan
D. Penutup Pentingnya pengelolaan situs megalitik Tutari tidak terlepas dari upaya pelestarian dan pemanfaatannya. Keterawatan objek dan penataan ruang situs maupun kawasan situs megalitik Tutari merupakan hal penting yang harus dilakukan. Sehingga untuk terlaksananya kegiatan tersebut perlu adanya penyediaan dana, sumberdaya manusia serta sarana dan prasarana penunjang maupun manajemen kerja yang berkesinambungan. Di lain pihak perlu adanya kerjasama yang bersinergis antara pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) sangat diharapkan, sehingga dapat menyatukan berbagai macam pendapat yang membuahkan suatu kesepahaman untuk mencapai kepentingan bersama (common interest) berkaitan dengan nilai, peran dan manfaat warisan budaya bagi berbagai pihak.
Papua Vol. 1 No. 1 I Juni 2009
59
Erlin Novita ldje Djami, Pengelolaan situs Megalitik Tutari: Studi Pengembangan
Daftar Pustaka Haryono, Timbul, 2003. "Pengembangan dan Pemanfaatan Aset Budaya dalam Pe/aksanaan Otonomi Daerah", materi Komisi Kebudayaan pada Rakor Kebudayaan dan Pariwisata, Jakarta. Kasnowihardjo, Gunadi, 2004. "Manajemen Sumberdaya Arkeologi 2", diterbitkan oleh Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia Komisi Daerah Kalimantan. Mundardjito, 2006 . "Strategi Pengembangan dan Pemanfaatan Kawasan Candi Borobudur: Pendekatan Integratif dan Prtisipatif' Makalah dalam Seminar Strategi Pengembangan Kebudayaan dan Kepariwisataan Nasional ke Depan. Badan Pengembnagan Sumberdaya, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Museum Nasional, Jakarta. Prasetyo, Bagyo, dkk, 1994. "Laporan Penelitian Arkeologi Situs Doyo Lama", Kabupaten Jayapura - Irian Jaya, Proyek Penelitian Purbakala Irian J aya. tidak terbit. Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, Pemerintah Kabupaten Mimika, Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Tahun 2002.
60
Papua Vol. 1 No. 1/ Juni 2009