PERSEPSI ORANG TUA TERHADAP KEAMANAN PANGAN (FOOD SAFETY) DI SDN CIPEUCANG 01 TAHUN 2014 Diana Fitri¹, Dadan Erwandi² 1. Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia 2. Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok Email :
[email protected] Abstrak Usia anak sekolah dasar merupakan usia yang rentan, rentan terhadap pengaruh luar dan rentan terhadap penyakit. Penelitian ini dilakukan karena maraknya kasus keracunan di sekolah yang sering terjadi di Indonesia. Keamanan pangan harus menjadi perhatian dan mendapatkan pengawasan baik dari orang tua maupun guru di sekolah agar tercipta kesehatan dan keselamatan bagi anak-anak. Tujuan penelitian ini untuk melihat gambaran persepsi terhadap keamanan pangan beserta faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi, diantaranya adalah pengetahuan, budaya, gangguan kesehatan anak, kebijakan sekolah, pengawasan guru, informasi, serta keadaan tempat berdagang. Penelitian ini membahas mengenai persepsi risiko orang tua terhadap keamanan pangan di sekolah dasar tahun 2014. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan menggunakan kuesioner ceklis untuk menilai variabel-variabel independen. Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa seluruh responden memiliki persepsi yang baik terhadap keamanan pangan dengan nilai bobot rataan di atas 3,01. Responden penelitian terhadap persepsi keamanan pangan (food safety) umumnya didominasi oleh kelompok usia dewasa (25-38 tahun), tidak memiliki pekerjaan (ibu rumah tangga), dan memiliki pendidikan terakhir SMA. Kata Kunci : Persepsi, keamanan pangan, orang tua, sekolah dasar
PARENTS PERCEPTION OF FOOD SAFETY IN THE ELEMENTARY SCHOOL CIPEUCANG 01 2014 Absract Age child elementary school is age vulnerable, susceptible to external influences and prone to illness. The study is done because many cases of poisoning in school very often in indonesia. Food safety should be paid attention and get supervision from both parents and teachers in school to create safety and health for children. Research purposes this to look at an image perspective on food safety and factors that deals with perception, among them are knowledge, culture, disorder their children, policy school, supervision teacher, information, and of the condition a trading place. Discussed research into perception of risk parents to security crops in elementary school 2014. This research using methods research quantitative by using a questionnaire checklist to judge the variables independent. From the results of research it can be concluded that the respondents have a good perception of food safety with a value above the equivalent weight 3.01. Respondents to the study of the perception of food safety are generally dominated by early adult age group (25-38 years old), does not have a job (a housewife), and have an education senior high school. Keywords : Perception, safety food, parents, elementary school
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
PENDAHULUAN Pangan jajanan yang beredar di masyarakat jenisnya sangat beragam, serta harganya cukup terjangkau. Pangan jajanan juga menyumbangkan kontribusi yang cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi. Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap orang, terutama anak-anak sekolah sangat menyukai pangan jajanan. Oleh sebab itu, para pedagang berupaya untuk memberikan penampilan yang menarik dan rasa yang disenangi anak–anak dengan menambahkan bahan–bahan tertentu tanpa memperdulikan keamanannya (Fardiaz, 1993). Data World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa penyakit diare yang disebabkan makanan atau air tercemar membunuh kira-kira 2.2 juta orang setahun; 1.9 juta dari jumlah tersebut adalah anak-anak. Sedangkan data survei BPOM tahun 2009 terhadap 4.500 sekolah dasar di 79 kabupaten/kota di Indonesia menyatakan, hanya 60,1 persen sekolah yang memiliki kantin. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebutkan, lebih dari 45 persen jajanan anak sekolah tidak aman karena mengandung bahan berbahaya seperti penyedap rasa atau MSG tinggi, formalin, boraks dan pewarna teksil (rhodamin B) dan juga tercemar mikroba (Survei BPOM, 2009). Pengujian yang dilakukan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2006 terhadap pangan jajanan diketahui bahwa pada 13.536 sampel menunjukkan 11.871 (87,69%) sampel memenuhi syarat dan 1.665 (12,31%) sampel tidak memenuhi syarat. Pangan yang tidak memenuhi syarat disebabkan karena menggunakan pemanis buatan bukan untuk makanan diet (31%), menggunakan benzoat melebihi batas (7,93%), menggunakan formalin (8,88%), menggunakan boraks (8,05%), menggunakan pewarna bukan untuk makanan (12,67%), cemaran mikroba (19,10%) dan TMS lainnya (12,13%) (Badan POM, 2007). Kebiasaan konsumsi makanan jajanan (street food) sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari perilaku siswa di sekolah. Perilaku ini turut didukung dengan makin terbatasnya waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan sendiri. Terlebih keunggulan makanan jajanan adalah murah dan mudah didapat, rasanya yang enak serta penampilannya yang menarik. Namun, meski makanan jajanan memiliki keunggulan-keunggulan tersebut, ternyata makanan jajanan masih berisiko terhadap kesehatan karena penangananya sering tidak higienis, yang memungkinkan makanan jajanan terkontaminasi oleh mikroba beracun maupun penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) yang tidak diizinkan. Anak sekolah dasar merupakan objek yang sangat rentan terhadap penyakit yang ditimbulkan oleh pangan jajanan. Kebiasaan jajan pada anak sangat erat hubungannya dengan kehidupan ekonomi dan kebiasaan makan yang terdapat di lingkungan keluarga. Untuk itu perlu
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
peran orang tua, terutama ibu rumah tangga sebagai penjaga gerbang (gate keeper) yang bertanggung jawab dalam pemilihan dan persiapan hidangan bagi seluruh keluarga (Engel et al., 1994). TINJAUAN TEORITIS Definisi Keamanan Pangan Keamanan pangan atau food safety kini menjadi isu yang ramai diperbincangkan, baik di Indonesia maupun di dunia. Keamanan pangan adalah jaminan bahwa pangan tidak akan menyebabkan bahaya kepada konsumen jika disiapkan atau dimakan sesuai dengan maksud dan penggunaannya (FAO/WHO 1997). Definisi keamanan pangan menurut Undang – Undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Ketentuan mengenai keamanan pangan meliputi sanitasi pangan, bahan tambahan pangan, rekayasa genetika dan iradiasi pangan, kemasan pangan, jaminan mutu dan pemeriksaan laboratorium, dan pangan tercemar. Selain hal tersebut, di dalam peraturan yang sama juga disebutkan bahwa setiap orang dilarang mengedarkan pangan yang mengandung bahan beracun, berbahaya, yang dapat merugikan, atau membahayakan kesehatan atau jiwa manusia. Aspek keamanan pangan bila tidak diperhatikan dapat menjadikan pangan berbalik menjadi sumber malapetaka, sumber penyakit, bahkan kematian (Sulaeman, 1996). Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah Sumber pangan bagi anak selama di sekolah sebagian besar berasal dari kantin sekolah dan pedagang di luar sekolah. Oleh karena itu kantin sekolah dan penjaja pangan di sekolah mempunyai peranan yang sangat penting untuk menyediakan pangan jajanan yang aman, bermutu dan bergizi. Menurut Rahayu et al. (2005), pangan jajanan di sekolah umumnya dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yaitu makanan utama (nasi goreng, nasi soto, mie bakso, mie ayam, gado-gado, siomay, dan sejenisnya), penganan atau kue-kue (tahu goreng, cilok, martabak telur, apem, keripik, jelly, dan sejenisnya), minuman (es campur, es sirup, es teh, es mambo, dan sejenisnya), dan buah-buahan (pepaya potong, melon potong, dan sejenisnya). Keamanan pangan tercermin dari angka keracunan pangan yang terjadi di suatu negara. Keracunan pangan pada prinsipnya disebabkan karena seseorang memakan pangan yang mengandung senyawa beracun. Senyawa beracun tersebut mungkin saja terkandung dalam
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
pangan secara alami, tercemar lingkungan, terbentuk akibat proses pengolahan, atau terbentuk karena hidupnya mikroba pembentuk racun. Tidak sedikit jumlah kasus keracunan yang terjadi di sekolah,
namun hanya sebagian kecil kasus yang dilaporkan karena kasus keracunan bagi
sebagian masyarakat awam di anggap sebagai hal yang biasa terjadi. Menurut Rahayu et al. (2005), terjadinya kasus keracunan atau gangguan kesehatan di lingkungan sekolah akibat keamanan pangan dikarenakan oleh: (1) ditemukannya produk pangan olahan di lingkungan sekolah yang tercemar bahan berbahaya (mikrobiologis dan kimia); (2) kantin sekolah dan pangan siap saji di sekolah yang belum memenuhi syarat higienitas; (3) donasi pangan yang bermasalah. Menurut panduan keamanan pangan Dinkes (2012), pangan jajanan yang sehat harus bebas dari bahaya cemaran biologis, bebas dari cemaran kimia, dan bebas dari cemaran fisik. Persepsi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Menurut Robbins (2003), secara implisit persepsi suatu individu terhadap suatu obyek sangat mungkin memiliki perbedaan dengan persepsi Individu lainnya terhadap obyek yang sama. Ada sejumlah faktor yang membentuk dan kadang memutar balik persepsi. Faktor-faktor ini dapat berada pada pihak pelaku persepsi (perceiver), dalam objek/target yang dipersepsikan, atau dalam konteks situasi di mana persepsi itu dilakukan. 1. Pelaku persepsi Penafsiran seorang individu pada suatu objek yang dilihatnya akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadinya sendiri, diantaranya sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan pengharapan. Kebutuhan atau motif yang tidak dipuaskan akan merangsang individu dan mempunyai pengaruh yang kuat pada persepsi mereka. 2. Target Gerakan, bunyi, ukuran, dan atribut-atribut lain dari target akan membentuk cara kita memandangnya. Misalnya saja suatu gambar dapat dilihat dari berbagai sudut pandang oleh orang yang berbeda. Selain itu, objek yang berdekatan akan dipersepsikan secara bersamasama pula. 3. Situasi Situasi juga berpengaruh bagi persepsi kita. Misalnya saja, seorang wanita yang berparas lumayan mungkin tidak akan terlalu ‘terlihat’ oleh laki-laki bila ia berada di mall, namun jika ia berada dipasar, kemungkinannya sangat besar bahwa para lelaki akan memandangnya.
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
Menurut Notoatmodjo (2005), ada banyak faktor yang akan menyebabkan stimulus dapat masuk dalam rentang perhatian seseorang. Faktor penyebab ini dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. 1. Faktor eksternal adalah faktor yang melekat pada objeknya. a. Kontras : cara termudah untuk menarik perhatian adalah dengan membuat kontras baik pada warna, ukuran, bentuk, atau gerakan. b. Perubahan intensitas : suara yang berubah dari pelan menjadi keras, atau c. cahaya yang berubah dengan intensitas tinggi. d. Pengulangan (repetition): dengan pengulangan, walaupun pada mulanya stimulus tersebut tidak masuk dalam rentang perhatian seseorang, maka akhirnya akan mendapat perhatian. e. Sesuatu yang baru (novelty): suatu stimulus yang baru akan lebih menarik perhatian seseorang daripada sesuatu yang telah diketahui. f. Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak. 2. Faktor internal adalah faktor yang terdapat pada orang yang mempersepsikan stimulus tersebut. Faktor internal yang ada pada seseorang akan mempengaruhi bagaimana seseorang menginterpretasikan stimulus yang dilihatnya. Itu sebabnya stimulus yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda. a. Pengalaman/ pengetahuan : Pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang sangat berperan dalam menginterpretasikan stimulus yang diperoleh. Pengalaman masa lalu atau apa yang telah dipelajari seseorang akan menyebabkan terjadinya perbedaan interpretasi. b. Harapan atau expectation. c. Kebutuhan : kebutuhan akan menyababkan stimulus tersebut dapat. d. masuk dalam rentang perhatian seseorang dan kebutuhan ini akan. e. menyebabkan seseorang menginterpretasikan stimulus secara berbeda. f. Motivasi. g. Emosi. h. Budaya : Seseorang dengan latar belakang budaya yang sama akan menginterpretasikan orang-orang dalam kelompoknya secara berbeda, namun akan mempersepsikan orangorang di luar kelompoknya sebagai sama saja. METODE PENELITIAN Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif untuk melihat gambaran persepsi orang tua terhadap keamanan pangan (food safety). Analisis data
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
dilakukan dengan analisis univariat, tujuannya untuk menjelaskan atau menggambarkan persepsi orang tua serta melihat faktor dominan terkait persepsi risiko. Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2014 dengan populasi seluruh orang tua dari siswa SDN Cipeucang 01 dimulai dari kelas 1 – kelas 6. Teknik pengambilan sampel menggunakan sistem random sampling. Orang tua yang digunakan sebagai sampel adalah ibu rumah tangga, dimana ibu rumah tangga memegang peranan penting dalam rumah tangga sebagai penjaga gerbang (gate keeper) yang bertanggung jawab dalam pemilihan dan persiapan hidangan bagi seluruh keluarga. Penentuan besar sampel menggunakan rumus Slovin : n =
N 1 + N . e²
Keterangan n
= Ukuran sampel
N
= Ukuran populasi
e
= Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan r yang masih dapat ditolelir atau di inginkan (5 %)
Dari perhitungan yang telah dilakukan, jumlah sampel sebesar 152 responden. Instrument yang digunakan dalam penelitian adalah kuisioner yang sudah melalui tahap uji validitas dan reliabilitas. Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian terdiri dari : 1. Skala nominal, untuk instrument yang berbentuk pertanyaan langsung dengan skoring : -‐
Jawaban (a) bernilai 1 (satu)
-‐
Jawaban (b) berniai 0 (nol)
2. Skala likert untuk instrument berbentuk pernyataan. Pada penelitian ini pernyataan responden dinilai dalam skala 1 (satu) sampai 5 (lima). HASIL PENELITIAN 1. Gambaran Umum Karakteristik Responden A. Distribusi Usia Tabel 1. Data Responden Berdasarkan Usia Usia Dewasa Awal (25-38 tahun) Dewasa Akhir (39-52 tahun) Total
N
%
90 orang 62 orang 152 0rang
59,2% 40,8% 100%
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
Berdasarkan data diatas, sebagian besar responden adalah ibu berusia dewasa awal (25-38 tahun) yaitu sebesar 59,2 % atau 90 responden, sedangkan selebihnya adalah responden berusia dewasa akhir (39-52 tahun) yaitu sebesar 40,8% atau 62 responden. B. Distribusi Berdasarkan Pekerjaan Tabel 2. Data Responden Berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan
N
%
Bekerja 56 orang 36,8% Tidak Bekerja 96 orang 63,2% Total 152 orang 100% Dari pengolahan kuesioner didapatkan hasil bahwa data responden berdasarkan pekerjaan di dominasi oleh responden tidak bekerja yaitu sebesar 63,2% atau sebanyak 96 orang ibu. Untuk responden yang bekerja didapatkan data sebesar 36,8% atau sebanyak 56 orang ibu. C. Distribusi Pendidikan Terakhir Tabel 3. Data Responden Berdasarkan Pendidikan Pendidikan Terakhir
N
%
SD 35 orang SMP 42 orang SMA 43 orang Perguruan Tinggi (D3-S2) 32 orang Total 152 orang Berdasarkan tabel diatas, sebesar 28,3 % atau sebanyak 43 orang
23% 27,6% 28,3% 21,1% 100% memiliki pendidikan
terakhir SMA. Sebanyak 27,6% atau sebanyak 42 orang memiliki pendidikan terakhir SMP. Responden yang memiliki pendidikan terakhir SD sebanyak 23% atau sebanyak 35 orang, dan responden yang memiliki pendidikan terakhir Perguruan Tinggi (dari D3 sampai dengan S2) yaitu 21,1% atau sebanyak 32 orang.
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
Distribusi Mean Berdasarkan Variabel Independen Dengan Karakteristik Individu A. Pengetahuan Responden Mengenai Keamanan Pangan/Food Safety Tabel 4. Pengetahuan Responden Mengenai Keamanan Pangan/Food Safety Berdasarkan Karakteristik Individu Karakteristik Individu
Usia Pekerjaan Pendidikan
Dewasa awal Dewasa akhir Bekerja Tidak Bekerja SD SMP SMA PT Total
Pengetahuan Nilai Bobot Rerata Rerata 10,09 0,84 8,64 0,72 10,14 0,84 8,08 0,67 8,40 0,70 9,43 0,78 9,90 0,82 10,25 0,85 9,36 0,78
Keterangan
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Pada kategori usia, usia dewasa awal memiliki pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan usia dewasa akhir dengan nilai bobot rataan 0,84. Pada kategori pekerjaan, responden yang bekerja memiliki pengetahuan yang baik dibandingkan dengan responden yang tidak bekerja. Nilai bobot rataan responden yang bekerja ialah 0,84 sedangkan responden yang tidak bekerja memiliki nilai bobot rataan 0,67. Pada kategori pendidikan terakhir, kelompok pekerja yang memiliki pendidikan terakhir SD memiliki pengetahuan paling buruk dibandingkan dengan kelompok pekerja yang memiliki pendidikan terakhir SMP, SMA dan PT. B. Budaya Responden Terhadap Keamanan Pangan/Food Safety Tabel 5. Budaya Responden Dalam Keluarga Mengenai Keamanan Pangan Karakteristik Individu
Budaya
Keterangan
Nilai Bobot Rerata Rerata Usia Dewasa awal 27,41 3,43 Persepsi Baik Dewasa Akhir 26,95 3,37 Persepsi Baik Pekerjaan Bekerja 27,11 3,38 Persepsi Baik Tidak Bekerja 27,29 3,41 Persepsi Baik Pendidikan SD 26,97 3,37 Persepsi Baik SMP 26,47 3,31 Persepsi Baik SMA 27,71 3,46 Persepsi Baik PT 28,17 3,52 Persepsi Baik Total 27,26 3,41 Persepsi Baik Tabel diatas menunjukkan bahwa pada kategori usia, usia dewasa awal memiliki persepsi budaya yang lebih baik bila dibandingkan dengan usia dewasa akhir dengan nilai bobot rataan 3,43, sedangkan nilai bobot rataan usia dewasa akhir ialah 3,37. Responden yang tidak bekerja
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
memiliki persepsi budaya yang lebih baik bila dibandingkan dengan responden yang bekerja, dengan bobot rataan 3,41 dan bobot rataan responden yang bekerja yaitu 3,38. Pada kategori pendidikan terakhir, kelompok pekerja yang memiliki pendidikan terakhir PT memiliki persepsi budaya baik sedikit lebih banyak bila dibandingkan dengan kelompok pekerja yang memiliki pendidikan terakhir SD, SMP dan SMA. C. Gangguan Kesehatan Anak Terhadap Keamanan Pangan/Food Safety Tabel 6. Distribusi Mean Variabel Persepsi Gangguan Kesehatan Anak Dengan Karakteristik Individu Karakteristik Individu
Gangguan Kesehatan Anak Keterangan Nilai Rerata Bobot Rerata Usia Dewasa awal 17,95 3,59 Persepsi Baik Dewasa Akhir 17,93 3,58 Persepsi Baik Pekerjaan Bekerja 17,71 3,54 Persepsi Baik Tidak Bekerja 18,08 3,62 Persepsi Baik Pendidikan SD 17,43 3,48 Persepsi Baik SMP 17,72 3,54 Persepsi Baik SMA 18,12 3,62 Persepsi Baik PT 18,48 3,69 Persepsi Baik Total 17,92 3,43 Persepsi Baik Jika dilihat berdasarkan responden usia dewasa awal dan responden usia dewasa akhir, maka responden usia dewasa awal mengenai persepsi gangguan kesehatan anak lebih besar nilai bobot rataannya bila dibandingkan dengan responden berusia dewasa akhir, walaupun selisih bobot rataan hanya 0,01. Persepsi responden yang tidak bekerja lebih baik dibandingkan dengan responden yang bekerja. Responden yang tidak bekerja memiliki nilai bobot rataan yang lebih besar yaitu 3,62, sedangkan responden yang bekerja memiliki nilai bobot rataan 3,54. Para responden yang memiliki pendidikan terakhir SD, SMP dan SMA pada dasarnya memiliki persepsi yang baik mengenai gangguan kesehatan pada anak, namun responden dengan lulusan PT memiliki nilai persepsi paling tinggi bila dibandingkan dengan responden lulusan SD, SMP dan SMA.
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
D. Kebijakan Berdasarkan Karakteristik Individu Tabel 7. Distribusi Mean Variabel Kebijakan Dengan Karakteristik Individu Karakteristik Individu
Kebijakan Keterangan Nilai Rerata Bobot Rerata Usia Dewasa awal 20,35 4,07 Persepsi Baik Dewasa Akhir 20,00 4,00 Persepsi Baik Pekerjaan Bekerja 20,39 4,08 Persepsi Baik Tidak Bekerja 20,16 4,03 Persepsi Baik Pendidikan SD 20,20 4,04 Persepsi Baik SMP 20,52 4,10 Persepsi Baik SMA 19,95 3,99 Persepsi Baik PT 20,28 4,05 Persepsi Baik Total 20,23 4,04 Persepsi Baik Responden usia dewasa awal nilai bobot rataannya adalah 4,07 dan responden usia dewasa akhir nilai bobot rataannya 4,00. Responden yang bekerja menunjukkan nilai persepsi yang lebih bila dibandingkan dengan responden yang tidak bekerja. Nilai bobot rataan responden yang bekerja yaitu 4,08, sedangkan nilai bobot rataan responden yang tidak bekerja yaitu 4,03. Pada kelompok pendidikan terakhir, responden yang memiliki persepsi paling baik terhadap kebijakan sekolah adalah kelompok lulusan SMP dengan nilai bobot rataan 4,10, disusul oleh responden dengan lulusan PT (nilai bobot = 4,05), responden dengan lulusan SD (nilai bobot = 4,04) dan yang terakhir adalah responden lulusan SMA (nilai bobot = 3,99). E. Pengawasan Guru Berdasarkan Karakteristik Individu Tabel 8. Distribusi Mean Variabel Pengawasan Guru Dengan Karakteristik Individu Karakteristik Individu
Pengawasan Guru Nilai Rerata Bobot Rerata Usia Dewasa awal 16,31 4,08 Dewasa akhir 15,91 3,98 Pekerjaan Bekerja 16,19 4,05 Tidak Bekerja 16,12 4,03 Pendidikan SD 16,00 4,00 SMP 16,11 4,02 SMA 16,16 4,04 PT 16,31 4,08 Total 16,13 4,03 Responden usia dewasa awal lebih memiliki persepsi yang lebih
Keterangan
Persepsi Baik Persepsi Baik Persepsi Baik Persepsi Baik Persepsi Baik Persepsi Baik Persepsi Baik Persepsi Baik Persepsi Baik baik bila dibandingkan
dengan responden usia dewasa akhir karena nilai bobot rataannya lebih tinggi dibanding dengan responden usia dewasa akhir. Responden yang tidak bekerja menunjukkan penilaian persepsi yang lebih rendah pada variabel pengawasan guru bila dibandingkan dengan responden yang
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
bekerja. Nilai bobot rataan responden yang tidak bekerja adalah 4,03, sedangkan responden yang bekerja adalah 4,05. Pada kelompok pendidikan terakhir, responden yang memiliki persepsi yang paling baik adalah responden dengan pendidikan terakhir PT dengan nilai bobot rataan 4,08 dan yang paling rendah adalah responden dengan pendidikan terakhir SD dengan nilai bobot rataan 4,00. F. Informasi Berdasarkan Karakteristik Individu Tabel 9. Distribusi Mean Variabel Informasi Dengan Karakteristik Individu Karakteristik Individu
Informasi Keterangan Nilai Rerata Bobot Rerata Usia Dewasa awal 23,90 3,98 Baik Dewasa akhir 24,21 4,03 Baik Pekerjaan Bekerja 23,95 3,99 Baik Tidak Bekerja 24,07 4,01 Baik Pendidikan SD 24,06 3,93 Baik SMP 24,40 4,01 Baik SMA 23,60 4,01 Baik PT 24,06 4,07 Baik Total 24,05 4,01 Baik Responden usia dewasa awal memiliki nilai bobot rataan lebih rendah dibandingkan dengan responden usia dewasa akhir. Nilai bobot rataan responden usia dewasa awal adalah 3,98 sedangkan responden usia akhir nilai bobot rataannya sebesar 4,03. Pada kelompok pekerjaan, responden yang tidak bekerja lebih memiliki persepsi yang baik di dalam mendapatkan informasai tentang keamanan pangan/food safety dibandingkan dengan responden yang bekerja. Nilai bobot rataan responden tidak bekerja adalah 4,01, lebih tinggi nilainya dibandingkan responden yang bekerja (nilai bobot rataan = 3,39). Pada kelompok pendidikan terakhir, responden dengan pendidikan terakhir SMP dan SMA sama-sama memiliki nilai bobot rataan yang sama yaitu sebesar 4,01.
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
G. Keadaan Tempat Berdagang Berdasarkan Karakteristik Individu Tabel 10. Distribusi Mean Variabel Keadaan Tempat Berdagang Dengan Karakteristik Individu Karakteristik Individu
Keadaan Tempat Nilai Rerata Bobot Rerata Usia Dewasa awal 66,23 3,90 Dewasa akhir 66,09 3,88 Pekerjaan Bekerja 65,98 3,88 Tidak Bekerja 66,37 3,90 Pendidikan SD 65,97 3,88 SMP 67,97 3,99 SMA 66,05 3,89 PT 64,47 3,79 Total 66,14 3,89 Jika dilihat berdasarkan usia, responden usia dewasa awal lebih
Keterangan
Persepsi Baik Persepsi Baik Persepsi Baik Persepsi Baik Persepsi Baik Persepsi Baik Persepsi Baik Persepsi Baik Persepsi Baik memiliki persepsi yang
lebih baik dibandingkan dengan responden usia dewasa akhir. Berdasarkan pekerjaan, maka dapat dilihat bahwa responden yang tidak bekerja memiliki persepsi yang lebih baik terhadap keadaan tempat berdagang bila dibandingkan dengan responden yang bekerja. Berdasarkan pendidikan terakhir, nilai bobot rataan responden lulusan PT (3,79) paling rendah bila dibandingkan dengan responden lulusan SD (3,88), SMP (3,99), dan SMA (3,89). H. Persepsi Risiko Berdasarkan Karakteristik Individu Tabel 11. Distribusi Mean Persepsi Risiko Berdasarkan Karakteristik Individu Karakteristik Individu
Usia
Dewasa awal Dewasa akhir Pekerjaan Bekerja Tidak Bekerja Pendidikan SD SMP SMA PT Total Persepsi risiko dari
Persepsi Risiko Berdasarkan Rata-Rata Karakteristik Individu Dari Karakteristik Individu Nilai Bobot Keterangan Nilai Bobot Keterangan Rerata Rerata Rerata Rerata 172,17 3,83 Baik 171,64 3,81 Baik 171,11 3,80 Baik 213,22 3,81 Baik 193,5 3,83 Baik 173,78 3,86 Baik 170,94 3,80 Baik 171,64 3,81 Baik 169,41 3,76 Baik 170,56 3,79 Baik 175,67 3,90 Baik 181,09 3,37 Baik 181,09 3,37 Baik para responden berdasarkan usia menunjukkan bahwa usia responden
usia dewasa awal lebih memiliki persepsi risiko yang baik bila dibandingkan dengan responden usia dewasa akhir, dimana nilai bobot responden usia dewasa awal ialah 3,83 sedangkan
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
responden usia dewasa akhir 3,80. Responden yang bekerja memiliki persepsi risiko yang lebih buruk dibandingkan responden yang bekerja karena nilai bobot responden yang bekerja (3,81) nilainya lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai bobot rata-rata responden yang tidak bekerja (3,86). Jika dilihat berdasarkan pendidikan, maka responden lulusan PT persepsi risikonya paling baik bila dibandingkan dengan responden lulusan SD, SMP dan SMA, dengan nilai bobot rataan 3,90. PEMBAHASAN 1. Persepsi Risiko Berdasarkan Karakteristik Responden Persepsi Risiko Berdasarkan Usia Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden usia dewasa awal lebih memiliki persepsi risiko yang baik dibandingkan dengan responden usia dewasa akhir. Hasil ini mengandung arti bahwa usia dewasa awal lebih memiliki persepsi yang baik mengenai keamanan pangan (food safety). Kelompok usia dewasa awal adalah responden yang berusia 25-38 tahun. Pada kelompok usia dewasa awal adalah ibu dengan kelompok usia produktif dimana seseorang pada usia ini cenderung lebih kritis dibandingkan ibu dengan usia dewasa akhir. Pertanyaan kuesioner yang terlalu banyak juga dapat membingungkan ibu dengan kelompok usia dewasa akhir sehingga nilai bobot rataannya lebih rendah bila dibandingkan ibu dengan usia dewasa awal. Namun jika dilihat dari nilai bobot rataan baik ibu dengan usia dewasa awal dan ibu usia dewasa akhir termasuk ke dalam kategori memiliki persepsi risiko yang baik terhadap keamanan pangan (food safety). Persepsi Risiko Berdasarkan Pekerjaan Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang bekerja memiliki persepsi risiko yang lebih buruk dibandingkan responden yang bekerja. Hal ini dapat disebabkan karena responden yang tidak bekerja umumnya lebih banyak meluangkan waktu untuk keluarga dan dapat lebih memperhatikan anak sehingga responden lebih leluasa dalam memonitor serta memberikan kesadaran pada anak tentang pangan jajanan yang baik untuk dikonsumsi. Menurut Suhardjo (1989) ada perbedaan antara ibu yang bekerja dengan ibu yang tidak bekerja atau ibu rumah tangga penuh. Ibu yang bekerja berarti sebagian waktunya akan tersita, sehingga peranannya dalam hal mengurus anak terpaksa dikerjakan oleh orang lain. Persepsi Risiko Berdasarkan Pendidikan
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
Penelitian ini menunjukkan bahwa keseluruhan responden yang memiliki pendidikan terakhir SD, SMP, SMA dan PT memiliki persepsi risiko yang baik mengenai keamanan pangan (food safety) di SDN Cipeucang 01. Menurut Notoatmodjo (2003). Tingkat pendidikan orang tua, terutama ibu adalah peletak dasar perilaku di dalam keluarga, terutama perilaku kesehatan bagi anak-anak mereka. Ibu yang memiliki pendidikan yang tinggi, maka akan cenderung memberikan makanan yang sehat dan aman bagi anak-anaknya. Ibu dengan pendidikan yang cukup akan memperhatikan kebersihan dan kandungan gizi yang berada di dalam makanan, ibu dengan pengetahuan yang cukup bisa membedakan mana makanan yang baik dan mana makanan yang tidak baik untuk anak sehingga anak akan terjaga kesehatannya. Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor penting dalam tumbuh kembang anak. Dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar tentang bagaimana cara mengasuh anak yang baik dan bagaimana cara menjaga kesehatan anaknya (Soetjiningsih, 1995). Pengetahuan Responden Tentang Keamanan Pangan (Food Safety) Hasil penelitian dengan melihat nilai bobot rata-rata menunjukkan bahwa responden dari seluruh kategori memiliki pengetahuan yang baik tentang keamanan pangan (food safety). Sebagian besar responden mengetahui pengertian dari keamanan pangan (food safety) dan mengetahui bahwa pangan jajanan yang baik bukan hanya saja mengenyangkan tapi juga bergizi serta bebas dari bahaya kimia, bahaya biologis dan bahaya fisik. Pengetahuan merupakan modal utama bagi seorang ibu untuk menentukan konsumsi pangan atau perilaku yang akan di lakukan. Individu yang mempunyai pengetahuan yang baik akan menerapkan ilmu pengetahuannya dalam memilih maupun mengolah pangan bagi anakanak mereka, sehingga konsumsi pangan dapat mencukupi kebutuhan. Jika pengetahuan yang dimiliki seorang ibu tinggi maka akan cenderung dapat memilih dan mengajarkan anaknya tentang pangan jajanan yang sehat. Pengetahuan yang tinggi juga dapat membuat ibu menjadi kritis dan lebih waspada terhadap bahaya keamanan pangan yang berada di sekolah, hal demikian dapat mengubah pola prilaku ibu untuk terus memonitor anak mereka. Persepsi Budaya Responden Di Dalam Keluarga Terhadap Keamanan Pangan (Food safety) Para responden memiliki persepsi budaya yang baik terhadap keamanan pangan (food safety). Seluruh responden menganggap bahwa membuatkan sarapan, membawakan bekal anak dan tidak memberikan uang saku kepada anak adalah salah satu budaya yang baik guna mencegah anak untuk jajan sembarangan di sekolah. Hal ini berbanding lurus dengan hasil
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
wawancara dengan guru di SDN Cipeucang 01 yang mengaku selalu mengingatkan siswanya agar selalu sarapan pagi sebelum berangkat ke sekolah. Pengakuan tersebut dapat memberi kesimpulan bahwa pemahaman orang tua siswa dan guru di sekolah mempunyai budaya yang positif terhadap keamanan pangan (food safety). Menurut Khomsan (2002), anak yang melakukan sarapan pagi memiliki stamina yang fit selama mengikuti kegiatan di sekolah. Sedangkan anak yang tidak sarapan pagi akan mengalami kekosongan lambung sehingga kadar gula akan menurun. Gula darah merupakan energi utama bagi otak. Dampak negatifnya adalah ketidakseimbangan sistem syaraf pusat yang diikuti dengan rasa pusing, badan gemetar atau rasa lelah. Dalam keadaan demikian anak akan sulit untuk menerima pelajaran dengan baik. sehingga budaya sarapan pagi sangat penting dilakukan oleh orang tua. Persepsi Gangguan Kesehatan Pada Anak akibat Jajan di sekolah Hasil penelitian yang dilakukan menggambarkan bahwa responden memiliki persepsi yang baik terhadap gangguan kesehatan yang terjadi pada anak-anak. Sebagian besar responden mengganggap bahwa gangguan kesehatan yang sering terjadi pada anak mereka seperti mual, demam tinggi dan diare adalah bukan akibat dari mengkonsumsi pangan jajanan di sekolah. Gangguan kesehatan yang terjadi anak-anak bukan semata-mata berasal dari pangan jajanan di sekolah. Banyak faktor lain yang menajdi penyebabnya. Pengetahuan ibu yang baik mengenai keamanan pangan sejalan dengan hasil persepsi baik pada gangguan kesehatan. Ibu yang memiliki pengetahuan yang baik maka tidak segera mengambil kesimpulan dan menjudge tentang apa yang dialami. Orang tua yang bijak akan lebih komunikatif terhadap anak sehingga lebih detail terhadap segala sesuatu yang dialami anak. Walaupun mungkin ada sebagian ibu yang menganggap gangguan kesehatan yang terjadi pada anak berasal dari pangan jajanan di sekolah, namun gangguan kesehatan yang terjadi mungkin tidak terlalu serius, sehingga dianggap hal yang biasa oleh ibu. Persepsi Kebijakan Sekolah Mengenai Keamanan Pangan (Food Safety) Dalam penelitian ini, hasil seluruh responden memiliki persepsi yang baik terhadap peraturan/kebijakan di SDN Cipeucang 01. Sebagian besar orang tua menggangap bahwa sangat penting di berlakukannya kebijakan/peraturan di sekolah mengenai keamanan pangan (food safety). Namun di SDN Cipeucang 01 saat ini belum mempunyai kebijakan/peraturan terkait keamanan pangan (food safety), sesuai dengan pernyataan 3 orang guru yang menyatakan bahwa di SDN Cipeucang 01 belum memberlakukan kebijakan/peraturan terkait keamanan pangan (food safety) karena belum ada perintah dari pusat. Sejauh ini sekolah hanya sekedar memberikan
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
pengawasan terhadap penjaja jajanan yang berjualan di sekitar sekolah. Untuk memperoleh pangan yang bergizi dan aman, pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) menyebutkan bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana dan prasarana antara lain ruang kantin atau kantin sekolah. Untuk itu pihak sekolah harus segera membuat kebijakan/peraturan terkait keamanan pangan dan segera membangun kantin sehat di sekolah. Persepsi Pengawasan Guru Terhadap Keamanan Pangan (Food Safety) Nilai bobot rataan pada hasil penelitian untuk variabel pengawasan guru yaitu di atas 3,00 untuk semua kategori, baik pada kategori usia, pekerjaan dan pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa responden telah memiliki persepsi yang baik terhadap pengawasan yang dilakukan oleh guru di SDN Cipeucang 01. Sesuai dengan pernyataan di dalam kuesioner sebagian besar responden setuju dan beranggapan bahwa guru sudah memperhatikan dan memberikan pengawasan yang baik untuk keamanan pangan (food safety) di sekolah, responden juga beranggapan bahwa guru sudah memberikan pendidikan/edukasi kepada anak mereka tentang bagaimana memilih pangan jajanan yang baik untuk dikonsumsi. Guru merupakan wali atau pengganti orang tua di sekolah. Sudah menjadi kewajiban bagi guru untuk memberikan pengawasan penuh terhadap anak-anak di sekolah. Tugas guru khususnya sekolah dasar, sedianya tidak hanya memberikan pendidikan intelektual, tetapi juga memperhatikan kesehatan murid-muridnya, termasuk jajanan yang dijajakan di sekolah. Persepsi Informasi Mengenai Keamanan Pangan (Food Safety) Dari hasil penelitian didapatkan hasil bahwa seluruh responden memiliki persepsi yang baik mengenai keamanan pangan (food safety). Persepsi yang bai bisa dilihat dari besar bobot rataan untuk semua kategori yaitu nilainya di atas 3,01. Dari hasil kuesioner, sebagian besar responden setuju bahwa mendapatkan informasi merupakan aspek penting untuk mendapatkan pengetahuan mengenai keamanan pangan (food safety). Dari hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa orang tua telah menaruh perhatian khusus terhadap keamanan pangan (food safety) yang bisa didapatkan melalui informasi baik dari media elektronik, media cetak, teman, keluarga, sarana kesehatan ataupun dari penyuluhan. Efek dapat berupa bertambahnya pengetahuan, sikap, persepsi dan bahkan sampai mengubah perilaku (Merril dan Lowenstein, 1971). Persepsi Keadaan Tempat Berdagang di SDN Cipeucang 01 Masalah keamanan pangan banyak ditimbulkan karena kondisi sanitasi dan higienitas yang rendah sehingga mengakibatkan terjadinya kontaminasi pada pangan. Pengetahuan yang
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
terbatas merupakan salah satu penyebab timbulnya masalah keamanan pangan tersebut (Winarno et al., 1993).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, maka didapatkan hasil bahwa
seluruh responden memiliki persepsi yang baik terhadap keadaan tempat berdagang di SDN Cipeucang 01. Responden beranggapan bahwa lingkungan berdagang serta sanitasi dan hygiene di SDN Cipeucang 01 sudah baik. Hampir seluruh responden setuju bahwa lingkungan tempat berdagang sudah bersih, bebas dari bahaya kimia, bahaya fisik dan bahaya biologis. Responden percaya bahwa penjaja pangan di SDN Cipeucang 01 tidak menggunakan bahan-bahan kimia, higienis dalam mengolah makanan dan menggunakan peralatan makan yang bersih serta bebas kuman. Dari hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa orang tua merasa aman anaknya untuk membeli dan mengkonsumsi pangan jajan di sekolah SDN Cipeucang 01. Higienitas dalam penanganan pangan jajanan merupakan kunci untuk mengontrol pertumbuhan mikroba pada produk pangan. Terjadinya kasus-kasus keracunan sebagian besar disebabkan oleh pangan jajanan yang tidak higienis dan kondisi sanitasi penjual pangan jajanan yang tidak baik dan tidak memadai. Higienitas bukan hanya merupakan tanggung jawab pengolah makanan atau pedagang pangan jajanan saja, melainkan juga merupakan tanggung jawab setiap individu. Penerapan higienitas yang baik dapat memutuskan rantai infeksi terhadap pangan (Hobbs dan Robert, 1989). KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis mengenai persepsi orang tua terhadap keamanan pangan (food safety), maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Responden penelitian terhadap persepsi keamanan pangan (food safety) umumnya didominasi oleh kelompok usia dewasa awal (25-38 tahun), tidak memiliki pekerjaan (ibu rumah tangga), dan memiliki pendidikan terakhir SMA. 2. Persepsi risiko mengenai keamanan pangan (food safety) pada orang tua, khususnya ibu secara keseluruhan sudah baik, walaupun di setiap kategori terdapat perbedaan nilai bobot rataan. Persepsi baik yang dihasilkan dari penelitian ini dikarenakan orang tua sudah merasa aman dan mempercayai guru sebagai wali di sekolah untuk memberi pengawasan terhadap anak. Persepsi baik juga mungkin dikarenakan belum pernah terjadi kasus keracunan atau gangguan kesehatan serius yang di alami anak-anak akibat mengkonsumsi pangan jajanan di sekolah.
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
3. Responden memiliki pengetahuan yang baik mengenai keamanan pangan (food safety). Sebagian besar responden mengetahui zat-zat kimia berbahaya untuk pangan, gizi seimbang serta sanitasi dan hygiene. 4. Responden memiliki persepsi yang baik terhadap budaya. Budaya disini adalah mencakup membuatkan sarapan pagi, membawakan bekal dan memberikan uang jajan kepada anak. Sebagain besar orang tua sudah mengerti dan menyadari betapa pentingnya untuk mebuatkan sarapan, membawakan bekal dan untuk tidak memberikan uang jajan kepada anak. Hal ini dimaksudkan agar anak tidak membeli dan mengkonsumsi pangan jajanan sembarangan di sekolah. 5. Pada variabel gangguan kesehatan pada anak, didapatkan hasil bahwa seluruh responden memiliki persepsi yang baik. Gangguan kesehatan yang muncul pada anak dirasakan oleh responden bukan hanya berasal dari mengkonsumsi pangan jajanan di sekolah. 6. Responden memiliki persepsi yang baik terhadap kebijakan yang dilakukan oleh pihak sekolah. Kebijakan yang berada di sekolah membuat responden merasa anaknya aman untuk mengkonsumsi pangan jajanan di sekolah. 7. Pengawasan guru menjadi hal yang sangat penting agar anak tidak membeli pangan jajanan sembarangan dan penjaja pangan tidak menjual pangan yang berbahaya bagi kesehatan anakanak. Didalam penelitian ini, responden memiliki persepsi yang baik terhadap pengawasan guru. Responden beranggapan bahwa guru di sekolah sudah memberikan pengawasan yang cukup. 8. Informasi merupakan sarana penting didalam mendapatkan pengetahuan. Hamper seluruh responden di dalam penelitian ini memiliki persepsi yang baik terhadap informasi yang didapat. Hal ini pun sejalan dengan nilai bobot rataan yang baik terhadap variabel pengetahuan, karena informasi yang baik maka akan memberikan pengetahuan yang baik pula khususnya terkait keamanan pangan (food safety). 9. Persepsi responden mengenai keadaan tempat berdagang di sekolah sudah baik. Sebagian besar responden merasa lingkungan penjaja pangan di sekolah sudah bersih, bebas dari bahaya kimia, bahaya fisik dan bahaya biologis. SARAN Saran Bagi Orang Tua 1. Meningkatkan pengetahuan tentang keamanan pangan (food safety), khususnya mengenai bahaya kimia, bahaya fisik dan bahaya biologis pada makanan serta sanitasi dan higienitas.
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
2. Memberikan pengertian kepada anak tentang bagaimana memilih tempat/lingkungan jajan yang bersih serta dapat membimbing anak untuk dapat memilih pangan jajanan yang baik dan sehat untuk dikonsumsi. 3. Selalu meluangkan waktu untuk membuatkan sarapan, membawakan bekal serta memberi uang jajan kepada anak dengan bijak, dimana jika hal ini dilakukan maka dapat mencegah anak untuk jajan diluar rumah, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan anak. Saran Bagi Guru 1.
Selalu memberikan pengawasan serta memberikan pengertian terhadap siswa mengenai pangan jajanan yang baik untuk dikonsumsi.
2.
Selalu memonitor penjaja pangan di sekitar sekolah, agar tertib, bersih dan pangan jajanan yang dijual aman untuk dikonsumsi.
3.
Melakukan penyuluhan/edukasi terhadap penjaja pangan jajanan di sekitar sekolah guna menambah pengetahuan penjaja pangan jajanan agar paham dan mengerti tentang keamanan pangan (food safety).
4.
Lebih aktif dalam menjadi tenaga pendidik, karena guru adalah wali di sekolah sehingga harus benar-benar memperhatikan kesehatan siswanya.
Saran Bagi Sekolah 1. Mendirikan UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) untuk meningkatkan kesehatan baik bagi siswa maupun guru di lingkungan sekolah, karena SDN Cipeucang 01 belum mempunyai UKS. 2. Mendirikan kantin sekolah sehat, agar siswa dapat terjamin pemenuhan gizinya serta dapat meningkatkan derajat kesehatan 3. Bekerja sama dengan dinas terkait untuk membuat kebijakan/peraturan mengenai keamanan pangan (food safety) sesuai dengan yang peratura 4. Selalu memberikan materi pelajaran kepada siswa tentang jajanan yang sehat (cara memilih jajanan yang baik, cara memeriksa tanggal kadaluarsa serta gizi seimbang).
DAFTAR REFERENSI Badan POM RI. 2002. Panduan Pengolahan Pangan yang Baik Bagi Industri Rumah tangga: Amankan Dan Bebaskan Produk Dari Bahan Berbahaya. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan Deputi Bidang Pengawasan keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya. Jakarta.
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
Badan POM RI. 2003. Keamanan Pangan. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan. Deputi Bidang Pengawasan keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya. Jakarta. Fardiaz, S. 1993. Keamanan Pangan Jilid I. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Khomsan, A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi (Diktat). Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Notoatmodjo.2005. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset Buku Pedoman Dinkes, 2013. Panduan Keamanan Pangan Sekolah. Jakarta. Peraturan Menteri kesehatan No.722/Menkes/ Per/ IX/ 88. Robbins, S. P. 2003. Prinsip-Prinsip dan Perilaku Organisasi. Ed ke-5. Halida, Sandika D, (penerjemah); Mahanani N (editor). Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Essential of Organization Behaviour (5th ed). UUD RI No. 7 Tahun 1996. Undang-Undang Pangan. Kantor Menpangan. Jakarta. Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Pemerintah (PP) No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) Permendiknas Nomor 57 Tahun 2009 tentang sekolah dan kantin sehat. Megasari, D.A. 2006. Materi Pengajaran dan Tingkat Pengetahuan Gizi Kesehatan Guru Taman Kanak-Kanak di Kota Bogor. Skripsi. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Hobbs, B.C. & D. Robert. 1989. Food Poisoning and Food Hygiene (5th ed.). Advision of Noul and Stoughton. London.
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014