PERGULATAN WACANA ALQURAN BERGAMBAR KANDIDAT GUBERNUR DI PROPINSI JAMBI BY: SUBHAN MA. RACHMAN The use of al-Qur’an as a media in public election called PILKADA brought about a serious debate among communities. Phenomenon of the Qur’an ornamed by the picture of Governor, mayor or members of House of Representative Candidates has been a big question. The Council of Indonesian Muslim Scholars (MUI) should play a role key in this regard. However, this council has no adequate legitimacy to overcome this problem. Yet, members of the council who came from different socio-religi-political background also affected views and decision of this council. Likewise, a various level of Jambi community made different comments on those Qur’anic ornamed picture. This essay will show the debate on the using of the picture governor candidate ZN in the Qur’an
I. Pendahuluan
Par-excellent Alquran tanpa diragukan adalah kitab suci umat Islam yang bersumber dari Allah swt. dan totalitas eksistensinya sebagai perwujudan sakralitas. Keyakinan ini mengendap di hati setiap muslim. Setiap tindakan yang memberi interpretasi desakraliasi kitab suci sudah dipastikan akan menimbulkan sikap resistensi umat Islam.Alquran bergambar seorang kandidat gubernur di Provinsi Jambi pada pertengahan tahun 2005 yang lalu menjadi catatan penting apakah hal itu sebuah kasus desakralisasi atau bukan. Dari penelitian awal diketahui bahwa Yayasan Al Arafah adalah lembaga yang berinisiatif menyumbangkan Alquran dengan memberi sampul bergambar Zulkifli Nurdin(ZN) yang saat itu masih menjabat sebagai Gubernur Jambi di ujung periode kepemimpinannya. Gambar itu sendiri berupa pasphoto dengan menggunakan peci hitam di atas sampul (stiker) yang menempel pada Alquran. Al-Quran ini disumbangkan kepada panti Asuhan anak-anak yatim pada acara buka puasa bersama dengan pengurus Yayasan di Masjid Alfalah tanggal 30 Oktober 2004. Pada stiker di atas photo diberi tulisan:” Kenang-kenangan dari” (dengan tulisan berwarna merah marun) dan di bawahnya bertulisan”H. Zulkifli Nurdin” dengan tinta warna hitam. Disain kaligrafi membentuk bulatan dengan ujung-ujung yang runcing dengan pas pohto dan pada bagian bawahnya bertuliskan H. Zulkifli Nurdin, juga dengan warna merah marun. Dari penataan
dan penempatan poto yang terbilang apik dan serasi ini posisinya berada pada kulit bagian belakang dari mushaf Alquran yang lazimnya dibuka atau dibaca dari kanan. Persoalan Alquran bergambar ini baru muncul menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada) Mei 2005 yang mencuatkan berbagai pandangan. Dikalangan masyarakat terjadi pro dan kontra, bahkan dikalangan ulama sendiri tidak satu pandangan dalam menyikapi hal ini, sebagian memandang bentuk tindakan mencantumkan gambar pada Alquran adalah kufr, merendahkan Alquran, zhalim dan sebagainya dengan argumentasi tertentu. Kelompok ulama lain memandang hal ini tidak dapat dianggap menghina Alquran apalagi sampai kufr, bahkan status hukumnya mubah (boleh) dengan argumentasi yang lain lagi. Institusi MUI adalah institusi yang membidangi persoalan Islam dan aspek keagamaan, idealnya masyarakat menerima segala keputusan MUI serta menjadikannya pemersatu semua kelompok yang ada di Jambi dalam persoalan keagamaan. Namun harapan itu nampaknya tidak terpenuhi dengan baik. Hal ini terbukti lahirnya pemikiran-pemikiran tandingan karena MUI dianggap sebagai institusi yang melegitimasi otoritas pemerintah1 yang nota bene sebagai instansi yang berhajat, dan putusan MUI tidak mencerminkan aspirasi umat Islam yang sesungguhnya yang tidak menghendaki Alquran dinodai dengan kepentingan politis.2 1
Sebenarnya labeling seperti itu tidak sepenuhnya tepat, bila mengacu kepada hasil penelitian Atho yang melihat dari 22 fatwa MUI pusat. Menurutnya sebelas fatwa masuk pada tipologi netral; delapan fatwa berada di antara wilayah pengaruh kuat pemerintah dan wilayah netral; tiga fatwa masuk wilayah netral atau pengaruh pemerintah paling kecil.1 Namun stereotife MUI sebagai perpanjangan tangan pemerintah belum hilang dari tubuh organisasi ini. Atho membuat diagram gambar untuk mengetahui tingkat pengaruh dan netralitas suatu fatwa sebb. F+1 FO F-1 |------------------------------------- . --------------------------------------| F+1=menunjukkan tempat fatwa dengan pengaruh terkuat dari pemerintah, FO=fatwa-fatwa yang sifatnya netral; F-1pengaruh pemerinah paling kecil atau berlawanan dengan pemerintah. Bentuk lain dari kategorisasi yang diperlihatkan Atho dalam menilai muatan keberpihakan atau netralnya fatwa MUI adalah dengan melihat kepada fatwa-fatwa itu sendiri. Ada beberapa fatwa yang pengaruh terkuat dari pemerintah, dan seterusnya, lihat Atho, Studi, h.253-254. 3 Dalam dua kasus yang kurang lebih sama dengan yang terjadi di Jambi, yakni di Pemalang dan Cianjur, tetapi dua putusan MUI tersebut berbeda dari putusan MUI Jambi. Kedua MUI (Pemalang dan Cianjur) memutuskan bahwa hukum menempel Alquran dengan gambar adalah haram dan tidak dibenarkan dalam Islam, Henri Masyhur, Qur’an Bergambar Ulama berpolemik, Ummat bingung, Jambi Ekspres, Senin, 6 Juni 2005.
Keluarnya fatwa yang memberi status hukum mubah menimbulkan reaksi yang beragam di masyarakat. Menurut ketua MUI putusan itu tidak dipengaruhi oleh pihak manapun dan sudah sesuai dengan ketentuan hukum Islam. Namun putusan tersebut direspon oleh masyarakat jambi dengan beragam wacana yang sebagian besar bersikap kontra. Memang hukum fatwa tidak mengikat siapapun, namun harus pula dicatat bahwa meski sebenarnya suatu fatwa secara hukum Islam tidak mengikat pihak yang memintanya itu sendiri maupun masyarakat luas, akan tetapi di Indonesia, sebuah fatwa dirasakan sebagai putusan hukum yang mengikat dan selalu mengundang perhatian masyarakat.3 Atas dasar inilah idealnya MUI bersikap arif dan mampu menyelami aspirasi masyarakat, agar tidak membuat mayoritas mereka bingung dan kecewa. Dengan demikian beredarnya Alquran bergambar ZN di Provinsi Jambi pada tahun 2004-2005 yang lalu memancing munculnya berbagai wacana dari elemen masyarakat seperti MUI Provinsi Jambi, LSM, ulama di luar organisasi MUI maupun masyarakat akademis, selain pihak Yayasan AlArafah selaku inisiator Alquran bergambar ZN. Antara satu wacana dengan wacana yang lain nampaknya tidak sama dari segi isi, basis argumentasi, maupun kepentingan yang ingin di capai oleh kelompok yang memproduksi wacana atas wacana utama Alquran bergambar ZN. Sehubungan dengan latar belakang masalah terdahulu maka rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut. Bagaimana pergulatan wacana atas Alquran bergambar kandidat gubernur di Provinsi Jambi? Turunan pertanyaan ini ingin mengkaji dan mempetakan apa saja wacana yang berkembang mengenai Alquran bergambar ZN tersebut berikut muatan-muatan wacananya. Kemudian menafsirkan apa basis argumentasi masing-masing kelompok yang memproduksi wacana itu, serta
kepentingan apa yang
ditenggarai oleh masing-masing kelompok atas wacana yang diusung. Dari ketiga rumusan masalah tersebut diharapkan akan dapat memberikan gambaran secara lengkap dan mendalam atas wacana Alquran yang muncul sebagai suatu peristiwa discursive. Hal ini penting karena wacana besar yang 4 “Fatwa sesungguhnya dapat digolongkan sebagai hukum normatif karena fatwa MUI meskipun tidak mengikat secara hukum, namun kenyataannya selalu menjadi pedoman berperilaku bagi umat Islam Indonesia”. Lihat Musdah Mulia, Fatwa MUI, h. 4.
diorbit sesungguhnya adalah wacana agama, dimana
waktu kemunculannya
relatif berdekatan dengan waktu Pilkada. Sehingga antara wacana agama dan wacana politik berhimpit tempat dan berebut pengaruh dalam atmosfir Pilkada untuk memanen keuntungan tertentu. Karena itu ketiga pertanyaan di atas tali temali membangun kesadaran dalam rangka melihat suatu peristiwa wacana yang muncul.
II. Landasan Teori Penelitian ini menggunakan kajian analisis wacana kritis. Ada banyak pengertian tentang wacana.4 Pengertian sangat umum dari wacana adalah setiap tindakan yang bermakna meliputi ucapan, tulisan dari setiap orang. Maka pertanyaan-pertanyaan yang muncul kemudian adalah ucapan siapa dalam konteks apa diucapkan dan dimana. Melalui media apa sebuah tulisan, gambar ditempatkan, tindakan diperagakan, pesan apa yang ingin disampaikan penulis atau pelakunya. Demikian juga mengapa dilakukan dan merefresentasikan apa suatu ungkapan dan tindakan itu, dan sebagainya. Analisis ini akan dipadukan dengan teori hegemoni dari Gramsci (1891-1937) bahwa kekuatan dan dominasi kapitalis tidak hanya melalui dimensi material dari sarana ekonomi dan relasi produksi, tetapi juga kekuatan (force) dan hegemoni. Jika yang pertama mengunakan daya paksa untuk membuat orang banyak mengkuti dan mematuhi suatu syarat produksi atau nilai-nilai tertentu, maka yang terakhir meliputi perluasan dan pelestarian “kepatuhan aktif” (secara sukarela) dari kelompokkelompok yang didominasi kelas penguasa lewat penggunaan kepemimpinan intelektual, moral dan politk.5Konsep hegemoni banyak digunakan dalam sosiologi maupun
politik
untuk
menjelaskan
4
fenomena
terjadinya
usaha
untuk
Eriyanto dalam bukunya, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media memaparkan sejumlah pengertian wacana yang dibuat para ahli yang disarikannya dari Sara Mills, Discours, salah satunya adalah wacana diartikan sebagai 1. komunikasi verbal, ucapan, percakapan; 2.sebuah perlakuan formal dari subjek dalam ucapan atau tulisan; 3. sebuah unit teks yang digunakan oleh linguis untuk menganalisis satuan lebih dari kalimat. (CollinsConcise English Dictionary, 1988), PT.LKiS Pelangi Aksara, Yogyakarta, cet.V, 2006, h. 2. Secara khusus wacana yang dimaksud dalam tulisan ini akan dibicarakan tersendiri pada kerangka teori. 5
Ariyanto, Analisis, h. 103.
mempertahankan kekuasaan oleh pihak penguasa. Penguasa disini memiliki arti luas, tidak hanya terbatas pada penguasa negara (pemerintah).6 Hegemoni bisa didefinisikan sebagai dominasi oleh satu kelompok terhadap kelompok lainnya, dengan atau tanpa ancaman kekerasan.7 Teori ini digunakan untuk melihat kasus Alquran bergambar kandidat gubernur di Provinsi Jambi, seperti telah disinggung di atas yang melahirkan berbagai macam pandangan dari berbagai kelompok masyarakat dan institusi yang ada di wilayah ini.
III. Wacana Yang Berkembang Wacana Alquran bergambar kandidat gubernur berinisial ZN adalah layaknya sebuah teks yang diproduksi oleh penulisnya sebuah yayasan yang bernama Yayasan Arafah. Bila Alquran yang bagaikan teks tersebut dibaca, maka menurut Stuart Hall8 pembacaan atas teks melahirkan tiga bentuk pembacaan atau hubungan antara penulis (dalam hal ini pembuat produk wacana Alquran begambar) dengan pembaca (masyarakat/umat Islam) dan bagaimana pesan itu dibaca di antara keduanya. Pertama posisi pembacaan dominan (dominant
hegemonic posisition), kedua pembacaan yang dinegosiasikan (negotiated posisition), dan ketiga pembacaan oposisi (oppositional posisition), yang kurang lebih semakna dengan istilah pro, kritis dan kontra. Oleh karena itu dalam melihat wacana tentang Alquran yang bekembang di Jambi penulis menggunakan kerangka bepikir Hall dengan sebutan yang berbeda, dengan urutan yang pro, kontra dan kritis.
a. Wacana pro
6
Harry W.S, http://en.wikipedia.org/wiki/Hegemony, 1 Desember 2005.Selanjutnya
disebut Harry W.S., Hegemony. 7 Pandangan lain melihat hegemoni lebih pada kerelaan didominasi jadi tanpa kekerasan. Seperti istilah “sublimasi refresif” dari Marx Weber oleh Heru Nugroho diartikan sebagai situasi tertindas tetapi yang tertindas merasa puas itulah yang dimaksud hegemoni oleh Marx Weber versi Heru. Disampaikan pada kuliah pelatihan penelitian Departemen Agama bekerjasama dengan CRCS-UGM, tanggal 16 Maret 2007. Hegemoni dalam tulisan ini dipahami sebagaimana yang disampaikan Heru Nugroho dan pendapat lain yang sejalan dalam tulisan ini. 8
Stuart Hall dalam Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis teks Media, LKIS, Yogyakarta, 2006, h. 94-95.
Kelompok yang menganut wacana pro dimaksud adalah kelompok yang merasa tidak ada yang salah terhadap tindakan dan bentuk ujud dari Alquran bergambar kandidat Gubernur yang berinisial ZN. Tindakan memperbanyak Alquran bergambar maupun menyumbangkannya kepada kelompok tertentu dianggap bertujuan baik yang dipandang sebagai murni sumbangan. Oleh karena itu dalam perspektif pro,wacana Alquran bergamabr tersebut tidak menyalahi perundangan seperti undang-undang politik dan ajaran agama sekalipun. Demikian juga tidak dipandang sebagai penghinaan kepada Alquran dengan adanya gambar orang atau manusia yang ditempelkan pada Alquran tersebut. Mereka yang memiliki cara pandang yang demikian adalah dimulai oleh ketua komisi fatwa MUI Provinsi Jambi, yang semula merupakan pandangan individu kemudian menjadi pendapat institusi MUI Provinsi, selain pihak inisiator dan pemerakarsa tindakan memperbanyak dan menyumbangkan kitab suci umat Islam itu sendiri, yaitu Yayasan AlArafah. Temuan dilapangan membuktikan bahwa tindakan menempelkan gambar pada kulit Alquran secara
utuh tiga puluh juz maupun pada surat Yasin
sebelumnya telah pernah dilakukan oleh inisiator yang sama dalam rangka pencalonan dirinya menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di tingkat kabupaten, juga
memicu protes keras dari masyarakat sehingga berujung
dengan ditariknya peredaran kedua bentuk ”sumbangan” tersebut. Adakah pertalian antara modus tindakannya yang awal dengan tujuan meraih social
capital bagi dirinya dan ZN pada tindakan paling akhir? Untuk menemukan hubungan yang tegas dan pasti, tidaklah mudah, akan tetapi sangat mungkin hal itu bertalian mengingat dilakukan oleh aktor yang sama dengan modus yang hampir sama. Anehnya sang aktor mengulangi modus tindakan yang sebelumnya terbukti kontra produktif, untuk ZN. Sehingga ZN- karena besarnya wacana kontra-merasa dirinya disudutkan, dan mengklaim bahwa dirinya tidak tahu menahu persoalan beredarnya Alquran bergambar dirinya.9 Meskipun sebenarnya ia sendiri yang menyerahkan sumbangan Alquran tersebut kepada pihak panti
9
Lihat Jambi Independen 30 Mei 2005 dengan judul: ”ZN Mengaku Disudutkan”
asuhan dalam acara buka puasa bersama pada 30 Oktober 2004 yang lalu. Sikap seperti itu muncul dari ZN, bisa dimengerti sebagai sikap bela diri. Untuk mengurangi tekananan, ZN meminta fatwa MUI Provinsi Jambi. Secara personal maupun kelembagaan, hubungan ZN-MUI sangat baik. Para ulama yang tergabung dalam MUI dari Kabupaten dan Kota dalam Provinsi Jambi diminta melakukan sidang membahas ulang setelah ketua komisi fatwa membuat statemen tertulis bahwa Alquran bergambar ZN tidak dianggap sebagai suatu kesalahan yang kemudian memicu hujatan melalui aksi demo dan sebagainya. Pilihan yang dilakukan ZN ini sejalan dengan tuntutan massa sebelumnya bahwa putusan komisi fatwa tersebut hanyalah pendapat individual menggunakan nama institusi MUI oleh karena itu harus dilakukan sidang dengan mengumpulkan ulama MUI se Propinsi Jambi. Pemprov dalam hal ini bertindak hanya sebagai pasilitator. Ungkapan di media massa memperlihatkan bahwa Pemprov melalui asisten II Setda menyatakan bahwa sepenuhnya persoalan tersebut diserahkan kepada MUI dan Pemprov tidak akan mencampuri, karena itu apapun keputusannya adalah keputusan ulama MUI tegasnya.10 Sorotan tajam mata publik yang semula mengarah langsung kepada ZN mulai terpecah dan bergeser kepada MUI. Kedekatan personal dan kelembagaan dengan MUI membuat ZN khususnya
dan
pihak
yang
pro
percaya
bahwa
institusi
itu
akan
”menyelmatkannya”. Bahkan sinyal ini juga diperoleh sebelumnya dari pihak Yayasan AlArafah sendiri yang bergerak cepat mendatangi personal MUI pusat KH. Umar Syihab di Jakarta pasca keluarnya pernyataan tertulis dari ketua komisi fatwa MUI Provinsi Jambi yang menuai kontra. Menurut H. Bakri ketua Yayasan AlArafah KH Umar Syihab sependapat dengan MUI Jambi.11 Fenomena Alquran bergambar tokoh politik seperti yang terjadi dijambi, bukanlah satu-satunya. Di Pemalang dan Cirebon juga terjadi. Di Pemalang munculnya Alquran bergambar photo Bupati Pemalang HM Machroes SH,12 sedangkan di Cirebon adanya Alquran bergambar Bupati Indramayu Irianto MS
10
Jambi Independen, ZN Diminta gugat Yayasan AlArafah, 31 Mei 2005. Jambi Independen, Yayasan Al-Arafah Siap Bertanggung Jawab: MUI: Peredaran Alquran gambar ZN tidak melecehkan Islam, 26 Mei 2005. 12 Suara Merdeka, MUI Studi Kasus ke Indramayu, 17 Mei 2005. 11
Syafiuddin13. Menariknya pihak yang memproduk wacana masing masing berargumentasi memberi hadiah atau semacam kenang-kenangan. Institusi MUI dan masyarakat di daerah ini mensikapi wacana ini dengan pandangan negatif. Bahkan MUI di kedua tempat mengeluarkan fatwa haram atas tindakan menggandakan dan mendistribusikan Alquran bergambar kandidat kedua Bupati tersebut serta agar Alquran yang telah beredar ditarik kembali14 sesuatu yang berbeda dari fatwa yang terjadi di Jambi yang memfatwakan boleh atas tindakan yang kurang lebih sama15. Wacana agama yang diintervensi oleh wacana politik kepentingan seperti tergambar di atas menunjukkan rendahnya aspek kognisi (pengetahuan) keagamaan dan “mlorot”nya aspek apeksi (moral) pelaku dalam melahirkan hakhak politiknya yang cenderung menghalalkan segala cara. Kode etik perpolitikan di Indonesia dan pihak yang berkompeten seperti KPU belum memiliki aturan yang jelas mengenai pendomplengan tindakan politik yang menggunakan atribut agama. Harus diakui bahwa hal ini sebagai persoalan yang sulit. Akan tetapi tidak berarti tidak proaktif dan tetap menelisik setiap tindakan yang memanipulasi agama untuk tujuan politik. Bila tidak “carut marut” wajah perpolitikan kita tak pernah selesai.16 Dari penjelasan terdahulu terlihat adanya pariasi pada isi wacana pro atas Alquran
bergambar
kandidat
Gubernur
Jambi
berinisial
ZN.
Ada
yang
menandaskan bahwa Alquran tersebut murni sumbangan dan tidak ada kaitannya dengan Pilkada, bahwa mempersoalkan Alquran tersebut ditenggarai oleh mereka yang ingin menyudutkan ZN,
serta yang berpendapat bahwa hal itu tidak
menyalahi hukum agama. Seperti terlihat pada tabel 1 berikut ini.
MUATAN WACANA PRO Tabel 1.
13
Suara Merdeka, Dikecam, Penerbitan Alquran Bergambar Bupati, 06 Juni 2005. Jambi Ekspres, Qur’an Bergambar Ulama berpolemik, Ummat bingung, , Senin, 6 Juni 2005. 15 Fatwa MUI Provinsi Jambi Nomor:01/KP-MUI/VI/2005. 16 Lihat Benny Susetyo, Hancurnya Etika Politik, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2004, h. 121. 14
I SI NO
1
KEL/TOKOH MURNI / ORG
P
R O
TDK
BENTK
TDK
MEMOJOKA
SUMB-
UNTUK
STICKER 1
MENODAI
N
ANGAN
PILKADA
DMNSI
KESKRALAN
ZN/POLITIS
X
-
-
X
X
X
-
-
X
Y.ALARAFAH
2
W A C A N A
X
X
MUI PROVINSI JAMBI
3
KUBU ZN
-
X
b. Wacana Kontra Kelompok yang menganut wacana kontra dimaksud adalah kelompok yang merasa tindakan memperbanyak Alquran bergambar kandidat Gubernur yang berinisial ZN tersebut tidak seharusnya dilakukan. Tindakan memperbanyak Alquran bergambar tokoh politik maupun menyumbangkannya kepada kelompok tertentu dianggap memiliki maksud politis. Menjadikan Alquran sebagai instrumen politik tidak dapat dibenarkan dalam agama. Bahkan tindakan yang demikian merupakan perbuatan yang melecehkan agama. Ekspresi sikap kontra dilahirkan dengan cara unjuk rasa dan pertemuan – pertemuan ulama yang mengkaji perspektif hukum Islam maupun opini dan komentar di masmedia. Kelompok LSM dan ormas Islam seperti HMI memilih jalur demonstrasi dan dialog dengan pihak Pemprov, Ulama yang tidak tergabung dalam MUI, memilih membahas Alquran bergambar melalui bahsul masail dan diskusi intensif. Sebagian yang lain memilih menulis dikoran atau berkomentar di koran maupun menulis opininya seperti makalah. Pihak demonstran dari kalangan LSM yang turun ke jalan, mengusung kritik, tuntutan, dan himbauan yang dialamatkan kepada ZN dan MUI. Diantara ungkapan sepanduk demontran terlihat menyamakan penempelan gambar ZN
pada Alquran dengan pelecehan terhadap Alquran itu sendiri. Agaknya asumsi yang dibangun pihak kontra
melihat sisi sakralitas Alquran yang disatukan
dengan provanitas manusia yang tidak bebas dari
kesalahan adalah sebuah
kesombongan dan tindakan manipulatif. Hal itu terlihat dari photo-photo peristiwa demonstrasi yang ditemukan antara lain memuat tulisan pada kertas putih yang diusung demonstran: ”ALQURAN ADALAH WAHYU” dan setelah dipisah oleh garis di bawahnya tertulis” ZULKIFLI N ADALAH WAHYU?X (!). Spanduk yang lain bertulisan: ”JANGAN NODAI ALQURAN DENGAN POTOMU ZUL...!!! Pada kata JANGAN diberi warna merah, begitu juga kata KESUCIAN, kata DENGAN dan ZUL, selainnya diberi warna hitam. Ada pula pernyataan tegas menolak komersialisasi Alquran untuk politik dengan tulisan warna hijau di atas kain putih: ”TOLAK!! KOMERSIALISASI ALQURAN UNTUK POLITIK” bahkan ada yang mengidentikan ZN dengan Salman Rusdi: ”ZULKIFLI
JANGAN SEPERTI SALMAN RUSDI YANG MENGHINA KITAB
SUCI ALQURAN”, ZULKIFLI JANGAN dengan huruf capital berwarna hitam, SEPERTI dengan warna merah, SALMAN RUSDI dengan warna hitam YANG MENGHINA KITAB SUCI ALQURAN dengan warna merah dan di bawahnya terdapat tulisan Forum Pembela Islam Jambi. Tidak hanya terhadap ZN, kepada MUI pun dialamatkan himbauan yang tajam: ”MUI: KATAKAN YANG HAK ITU HAK DAN YANG BATIL ITU BATIL JANGAN BINGUNGKAN UMAT DENGAN FATWAMU !!!” Tulisan MUI, KATAKAN YANG HAK ITU HAK DAN YANG BATIL ITU BATIL, dengan warna merah dan JANGAN BINGUNGKAN UMAT DENGAN FATWAMU !!!tertulis dengan warna hitam yang ditutup dengan Forum Pembela Islam Jambi (FPIJ) dengan warna merah. Dari spanduk-spanduk tersebut dapat ditangkap pesan-pesan kemarahan, kecewa dan kritik kepada oknum kandidat ZN maupun MUI Provinsi Jambi. Karena dianggap telah melecehkan Alquran, komersialisasi Alquran, dan membuat umat bingung. Sedangkan ulama tandingan MUI menggelar pertemuanpertemuan di beberapa tempat. Bertempat di Ponpes As’ad dilakukan Bahsul Masail yang menyimpulkan bahwa menempatkan Poto ZN pada Alquran tersebut adalah haram. Demikian juga bertempat di Ma’had Al-Mubarak Litahfiz Alquran
sekitar 20 orang ulama berkumpul mendiskusikan keberadaan Alquran bergambar ZN dan menurut M.Room yang oleh media disebut-sebut sebagai rival ZN, bahwa kesimpulan dari pertemuan mengenai pemasangan gambar ZN di sampul ALQURAN hukumnya KUFR (sesat) dan merupakan pelecehan dan penghinaan terhadap Alquran. Para ulama itu juga menolak keputusan Komisi Fatwa MUI Provinsi Jambi dan meminta agar ZN dan MUI meminta maaf kepada umat Islam.17 Dengan
demikian
isi
wacana
kontra
juga
beragam.
Ada
yang
mengharamkan, mengkufurkan, menghina, selengkapnya digambarkan sebagai berikut:
VARIAN ISI WACANA KONTRA Tabel 2. ISI WACANA KONTRA NO
KELOM-
LSM
2
ULAMA KONTRA AKADEMISI
4
KAFIR
POK
1
3
HARAM
POLITISI
Menghina/
Melecehka
ZN&MUI&Yysn.
Menodal
n Agama &
Arafah Hrs
Tuhan
minta maaf
POLITIK
-
-
X
-
-
X
X
X
-
-
X
-
X
X
X
X
-
-
-
-
X
-
-
X
Pada umumnya argumentasi yang dimajukan para ulama selain mencoba menggali dari kitab-kitab klasik tentang hukum yang terkait, juga kontekstualisasi waktu. Kontekstualisasi waktu yang dimaksud adalah bahwa saat pergulatan wacana mengenai Alquran bergambar kandidat Gubernur tersebut berlangsung dalam masa menjelang Pilkada Gubernur meskipun kemunculannya sebelum itu. Dalam situasi seperti itu, apa saja yang muncul khususnya dari tokoh politik di 17
ZN diminta Gugat Yayasan AlArafah, Jambi Independen, 31 Mei 2005.
Jambi akan mudah digiring memasuki wacana politik; suatu hal yang realistis sebenarnya. Di sinilah mestinya dilihat secara jernih ketidak terpisahan antara wacana dan suasana yang mempengaruhinya. Sehingga muatan makna yang dikandung oleh suatu wacana memiliki bobot politik yang lebih besar atau lebih kecil. Eskalasi pro-kontra wacana Alquran ini terlihat lebih membesar setelah jauh dari waktu kemunculannya, namun kian dekat menghampiri Pilkada seiring dengan semakin tinggi suhu politik saat itu. Dengan demikian pada Kelompok pengusung wacana kontra juga membaur didalamnya muatan politis, yakni terserap masuk pusaran politik, selain semangat agama yang tidak diragukan menjadi basis dominan dari wacana yang diusung. Implikasi yang muncul kemudian adalah relativitas muatan wacana dari hanya unsur tunggal. Suatu wacana didalamnya akan terdapat beberapa unsur yang berkelindan dan menyatu
yang hanya bisa dibedakan unsur mana dari
unsur-unsur yang membaur itu, yang lebih dominan.
c. Wacana Kritis Wacana kritis yang dimaksud adalah kelompok yang melihat persoalan Alquran bergambar kandidat Gubernur ZN dan putusan komisi fatwa MUI, maupun Fatwa MUI hasil pertemuan kolektif, tidak terpolarisasi kedalam kelompok yang menyetujui atau menolak secara ekstrim. Melainkan menilainya secara proporsional namun memiliki kecenderungan yang lebih terhadap salah satu dari dua wacana yang berkembang. Kelompok yang mengusung wacana seperti ini relative tidak banyak jumlahnya. Dengan kata lain mereka yang mengusung wacana kritis ini tidak berada di luar dari dua kelompok wacana yang telah dibicarakan di atas. Mereka juga terdapat pada kedua kelompok tersebut dengan ciri kritis. Dengan demikian wacana kritis dapat dibagi kepada dua kelompok lagi, yakni kelompok yang mengusung wacana kritis yang berorientasi pro dan wacana kritis yang berorientasi kontra.
d. kelompok wacana kritis berorientasi pro (WKBP)
Kategori kritis berorientasi pro ini berada dalam institusi MUI sendiri, tepatnya adalah ketua MUI Provinsi Jambi Sulaiman Abdullah. Meskipun opini umum terhadap dirinya pasca keluarnya fatwa yang menghukum boleh (ibahah) atas Alquran bergambar ZN, kurang baik untuk beberapa waktu, akan tetapi pilihan yang dibuatnya dan argumentasi yang dibangunnya menunjukkan sikap kritisnya atas suasana yang ada secara kontekstual. Hal ini tergali melalui wawancara dengannya dan terbaca dari bunyi naskah fatwa itu sendiri.18 Selain terlihat dari argumentasi keagamaan juga dari pembacaan atas fenomena politik yang sedang terjadi mengindikasikan sikap kritis tokoh ini. Karena sikap yang dimiliknya itu pulalah ia bagaikan gunung yang tak bergeming dari tempatnya ketika badai demontrasi dan hujatan yang bertubi-tubi datang menghantam institusi agama yang dipimpinnya.
e. kelompok wacana kritis berorientasi kontra (WKBK) Pada umumnya mereka dari kalangan akademisi yang tidak bersentuhan langsung dengan persoalan secara personal maupun kelompok tetapi mengikuti dengan cermat jalannya wacana Alquran bergambar kandidat gubernur ZN. Mereka seperti Amri Amir, Munthalib, dan Sayid Syekh sepakat berpendapat bahwa untuk alasan apapun Alquran tidak boleh diimbuhi gambar manusia, apalagi dengan maksud-maksud politik. Menurut Amri Amir, beredarnya Alquran dengan tempelan gambar ZN sangat bermuatan politik yang semestinya tidak 18
Dari wawancara tgl 27 Maret 2007 diketahui bahwa ketua MUI begitu sadar banyak pihak yang ingin menjatuhkan ZN melalui wacana Alquran tersebut, bahkan keinginan menjatuhkannya sejak dari pencalonan karena ZN adalah calon terkuat. Disamping telaah hukumnya terhadap penempelan gambar ZN tersebut tidak dicetak khusus bersamaan dengan Alquran dan tidak bersifat permanen (hanya berupa stiker) dengan demikian tidaklah mengurangi kesucian dan kehormatan kitab suci Alquran. Jadi analisisnya kemunculan wacana ini dominan politik, meskipun embel-embel penempelan gambar itu sendiri politis, namun tidaklah sepekat warna politik proses pemunculannya. Sedangkan dari naskah fatwa yang dinilai tidak tegas dan bahkan kontradiktif oleh kelompok kontra terlihat dari adanya himbauan MUI: 1.Untuk tidak menempelkan sesuatu pada sampul/kulit Alquran karena hal itu amat sensitif dan kontroversial (sadduz zari’ah). 2. Agar tidak menggunakan Alquran atau bagian dari Alquran sebagai alat untuk memperoleh atau mendapatkan keuntungan pribadi/golongan. 3. Tetap bersama-sama mempelajari dan menjaga kesucian serta kemurnian Alquran dan tidak menjadikan Alquran atau isu tentang Alquran sebagai komoditas politik atau SARA atau sebagai upaya untuk memecah belah persatuan umat; himbau atau rekomendasi ini setelah diakhir putusan yang menghukum penempelan gambar ZN teresebut ibahah (boleh). Lihat naskah fatwa MUI Provinsi Jambi No.01/KP-MU/VI/2005 h. 6. Tiga butir himbauan ini sebenarnya dapat bermakna nasehat “dari seseorang kepada sahabatnya” atas kekeliruan yang dilakukannya, setelah menyelamatkannya dari bahaya besar. Tetapi juga sebagai “warning” bagi rival sahabatnya untuk tidak menggunakan media yang sakral seperti Alquran untuk tujuan menikam sahabatnya itu. Perlu dicatat hubungan ketua MUI dan ZN sangat baik.
perlu dilakukan oleh pihak ZN. Karena secara politis akan berdampak kontra produktif yang dapat merugikan yang bersangkutan, masih banyak media lain selain media kitab suci. Ia sudah melecehkan agama dan Tuhan19. Pernyataan Amri Amir ini sejalan dengan pernyatan Munthalib dan Sayid Syekh. Sayid Syekh meski
dengan
redaksi
yang berbeda, sangat tidak
sependapat dengan
menempelkan gambar pada Alquran. Karena menurutnya dalam keyakinan umat Islam Alquran adalah merupakan representasi kitab suci yang pernah diturunkn Allah ke atas permukaan bumi dan sebagai kitab paling mulia bagi umat Islam tidak semestinya ditempeli gambar yang mudah ditapsirkan menjadi media politik. Atas dasar itu ia berpendapat ”Saya memandang hal itu hukumnya haram atau saya mengharamkannya”20 Akademisi yang lain yang tergabung dalam barisan MUI
namun
mendukung wacana kontra adalah Chatib Quzwain mantan SEKJEN Departemen Agama RI dan orang yang banyak terlibat dalam kegiatan perpolitikan daerah meski peneliti tidak tahu orientasi politiknya ke mana dari tiga cagub-cawagub saat itu. Chatib menulis makalah dengan judul: “JANGAN GUNAKAN ALQURAN JADI ALAT KAMPANYE”. Menurutnya Alquran sebagaimana dijelaskan oleh Alquran sendiri yang sekiranya diturunkan kepada gunung, gunungpun akan tunduk dan patuh (khushu’) (Q.Alhasyr:21), Alquran adalah kitab suci yang mulia yang tidak disentuh kecuali oleh orang-orang yang suci (Q.Alwaqiah:77-80) dan Alquran diturunkan pada bulan Ramadhan sebagai petunjuk dan penjelasan yang diperuntukkan bagi manusia (Q.Albaqarah:185). Dalam mazhab Syafi’i menyentuh Alquran harus dengan berwudhu terlebih dahulu dan tidak boleh menyentuhnya dalam keadaan berhadats besar yang mewajibkan mandi. Dalam kaitan ini, menggunakan Alquran sebagai alat kampanye politik, menurut Chatib, sudah tentu merupakan pelecehan terhadap kitab suci umat Islam. Dalam mensikapi Alquran bergambar ZN yang dicetak dan diedarkan beberapa tahun lalu menurutnya tidak melepaskan ZN dari kaitan kampanye. Malahan menurutnya lebih berat lagi nilainya, ini adalah bentuk kampanye yang telah dipersiapkan 19
Wawancara dengan Amri Amir . Di PPs IAIN STS Jambi, Sabtu, jam 10.30-11.00 tanggal 24 Maret 2007. 20 Wawancara dengan Sayid Syekh, di IAIN STS Jambi, Sabtu, jam 11.00-11.30 tanggal 24 Maret 2007.
jauh-jauh hari. Sebagai seorang yang mengerti khazanah pemikiran fiqh yang ada, ia mengakui kemungkinan adanya alasan lain yang membolehkan tetapi sepanjang sejarah keberadaan Alquran yang telah memasuki abad ke 15 H. belum pernah ada di dunia Islam Alquran yang dibubuhi gambar seseorang apalagi kalau hal itu justru terjadi pada masa Pilkada. Akhirnya ia menghimbau umat Islam untuk menerapkan ajaran Alquran dan menjauhi perbuatan bid’ah dhalalah.21 Terakhir dari kelompok ini adalah seorang dosen muda yang
energik
bernama Fuad Rahman dosen Fakultas Syariah IAIN STS Jambi ini turut terlibat aktif mengkonfrontir isi fatwa MUI yang dinilainya menyimpang dari kebenaran hukum Islam melalui tulisan di koran. Menurutnya terdapat hal-hal yang tidak tepat dari fatwa MUI tersebut: 1. Mengenai kronologis penetapan hukum: Pada bagian ini ia melihat bahwa tujuan pemberian Alquran bergambar kepada panti asuhan tidak dapat dikatakan tidak mengandung unsur politik karena kalaulah yang memberikan Alquran tidak ada niat tertentu kenapa tidak gambarnya saja yang dicantumkan bukannya gambar orang lain. Demikian juga pemberian itu dilakukan di masjid Alfalah bukan langsung pada panti asuhan, hal ini menurut Fuad menandakan yang memberi ingin mensosialisasikan jagonya secara terbuka. 2. Mengenai sticker: Pada bagian ini ia berpendapat poto yang menempel pada Alquran itu bukan sticker tapi poto permanen 2. Disparitas antara putusan fatwa dan rekomendasi (himbauan): Pada bagian ini ia melihat ada kontradiksi. Kesimpulan fatwa hukum menempelkan gambar pada cover Alquran adalah mubah, namun pada rekomendasi dilarang menempelkan atau mencetak poto pada cover Alquran yang dikhawatirkan akan melecehkan Alquran. Di sini Fuad melihat MUI tidak konsisten. Berikutnya bila dasar rekomendasi adalah sad al-
Zari’ah maka status hukum seyogianya haram karena akan mengundang kontroversi dan dapat memecahbelah umat Islam serta akan muncul format pelecehan lain terhadap Alquran. 3. Halaman depan dan Belakang Alquran: Pada bagian ini ia berpendapat bahwa Alquran tidak membedakan cover depan dan 21
Chatib Quzwain, Jangan Gunakan Alquran Jadi Alat Kampanye, Makalah tanggapan atas fenomena wacana pro kontra terhadap Alquran bergambar kandidat ZN yang juga jadi acuan oleh kelompok ulama kontra fatwa, ditulis 31 Mei 2005, h. 3. Selanjutnya disebut, Chatib, Alat Kampanye.
belakang tidak sama dengan kitab-kitab berbahasa Arab lazimnya. 4. Illat (yang dijadikan alasan hukum oleh MUI) adalah photografi 1 dimensi: Pada bagian ini ia melihat itu bukan alasan hukum yang tepat semestinya yang dijadikan illat adalah pelecehan terhadap Alquran sehingga hukum yang ditetapkan adalah haram. Atas dasar hal-hal di atas, ia menyarankan agar MUI meninjau ulang fatwa yang dikeluarkan. Sebagai konklusi pendapatnya bahwa menempelkan photo pada Alquran apapun alasannya adalah tidak dibenarkan. Implikasi dari menjatuhkan hukum boleh akan membuka peluang jutaan orang akan menempelkan photonya pada Alquran atau disetiap halaman Alquran akan terdapat photo. Bila diperbolehkan sejak awal yang pantas ada potonya pada Alquran adalah Rasulullah sendiri, atau Usman bin Affan, atau sahabat yang lain, mufassir yang sangat faham dengan isi dan mengamalkannya dalam kehidupan. Tapi itu tidak terjadi. Maka kasus ZN dapat menjadi kasus pelecehan Alquran. Tidak lupa ia mengutif KUHP pasal 156a, tindakan semacam ini dipandang sebagai Penodaan Terhadap Agama dan pelakunya dapat diancam maksimal 5 tahun penjara.22
ISI WACANA KRITIS BERORIENTASI PRO(WKBP) DAN WACANA KRITIS BERORIENTASI KONTRA (WKBK) Tabel 3. PEWACANA
I
WKPB
S
I
YG KONTRA DOMINAN
PEMBACAAM ATAS
PUTUSAN FATWA
POLITIS
REALITA KONTEKSTUAL
BERSIFAT PRAGMATIS SITUASIONAL
WKBK
YG PRO MENJADIKAN
PEMBACAAN ATAS
FATWA SEHARUSNYA
ALQUR’AN ALAT
REALITA BERSIFAT
STERIL DARI UNSUR
KAMPANYE POLITIK
IDEAL
POLITIS (DEMARKASI)
IV. Basis argumentasi yang memproduksi wacana: 22
Lihat Fuad Rahman, Tanggapan Atas Fatwa MUI Propinsi Jambi tentang Kebolehan Gambar Pada Cover Alquran Alkarim, makalah arsip ybs. Selanjutnya disebut Rahman, Tanggapan. Tulisan ini telah pernah diterbitkan oleh koran Aksi Post, namun pihak Aksi Post sudah tidak menyimpan arsipnya. Tokoh ini pula yang paling berperan dalam mencuatkan isu korupsi di IAIN pada masa kepemimpinan Prof.Dr.H.Asafri Jaya Bakry MA tahun 2005-2006 yang lalu.
a. Agama Terlihat wacana yang banyak dikemukakan oleh baik pihak pro maupun kontra tidak melepaskan diri dari wacana agama. Hanya saja ada yang memandang bahwa Alquran bergambar kandidat gubernur berinisial ZN tersebut memang tidak ada masalah dengan agama, dengan kata lain pandangan hukum agama tidak menyalahkan berdasarkan argumentasi-argumentasi keagamaan yang terbangun sebagaimana yang diyakini oleh mereka yang mengusung wacana pro. Sedangkan kelompok kontra juga menggunakan argumentasi keagamaan dan sampai pada kesimpulan
menolak
kebolehan Alquran
bergambar kandidat Gubernur berinisial ZN tersebut yang sekaligus menggugat legitimasi kebenaran wacana pro. Pada kelompok pro argumentasi keagamaan yang dibangun dengan menggunakan sejumlah rujukan kitab-kitab fiqh, ushul fiqh dan juga kitab-kitab yang membahas tentang Alquran dari yang klasik sampai kontemporer. Demikian pula yang kontra juga mendasarkan diri pada rujukan kitab-kitab agama. MUI Provinsi Jambi sebagai kelompok pro mengajukan argumentasi keagamaan (fiqh), sebagaimana petikan wawancara dengan Ketua MUI Provinsi Jambi berikut ini. ”...dalam Alquran dan hadits maupun dalam kitab adab tehadap Alquran (hamalat
Alquran) tidak dibicarakan tentang boleh atau tidak boleh menempelkan photo pada Alquran. Jadi dalam kasus ini dikembalikan kepada hukum photo itu sendiri. Photo yang ukuran satu dimensi hukumya mubah. Photo yang ukuran dua dimensi ada yang membolehkan ada yang mengharamkan, namun kebanyakan ulama
mengharamkan.
Dan
photo
ukuran
tiga
dimensi
ulama
sepakat
mengharamkan, karena tinggal memberi nyawa saja lagi. Photo pak Zul itukan ukuran satu dimensi. Lagi pula dalam bentuk sticker yang baru ditempelkan bukan dicetak bersamaan”.23 MUI juga memandang bahwa Alquran bergambar ZN tersebut tidak termasuk kategori menghina Alquran atau menodai kesakralan Alquran:”...kalau kita lihat bahwa photo pak Zul di situ cukup sopan dengan
23
Wawancara dengan Ketua MUI Provinsi Jambi Sulaiman Abdullah tanggal 27 Maret 2007.
memakai kemeja hitam tanpa dasi, dan memakai peci hitam. Jadi tidak bisa dianggap menghina Alquran...”.24 Sedangkan kelompok kontra juga membangun argumentasi keagamaan. Mereka mengutip pendapat Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin tentang keagungan Alquran. Alquran yang pada asalnya berada di lauhil mahfuz lebih besar dari gunung Qaf . Sekiranya para malaikat berkumpul pada satu huruf untuk memindahkannya niscaya mereka tidak kuat melakukannya, sampai datang malaikat Israfil petugas Lauhil Mahfuz yang dapat memindahkannya dengan izin Allah
swt.
bukan
kekuatan
malaikat
itu
sendiri
melainkan
Allah
yang
memeberikannya kekuatan.25 Muatan yang dikutip oleh pihak ulama kontra ini menunjukkan tentang keagungan Alquran baik suara dari bacaan Alquran maupun huruf-hurufnya. Ilustrasi yang digunakan antara suara Alquran dengan hurufnya seperti roh manusia dengan jasadnya, kedua-duanya adalah mulia. Demikian juga Alquran yang disebut dengan Kalamullah adalah agung, bagi orang yang membacanya hendaklah mengagungkannya.”Bagi pembaca, pertama kali hendak membaca Alquran semestinya menghadirkan dalam hatinya pengagungan terhadap Allah (Al-mutakallim) dan menyadari bahwa yang dibacanya bukanlah perkataan manusia. Sesungguhnya perkataan Allah puncak segala pembicaraan dan Allah swt. berfirman:”Tidak menyentuhnya (Kalamullah) itu kecuali mereka yang suci”.26 Sumber lain yang dijadikan rujukan oleh ulama kontra adalah mengenai hadits-hadits tentang gambar. Dari sumber yang dipergunakan ada lima hadits mengenai gambar. Dari penjelasan hadist tersebut dipahami oleh ulama kontra sebagai larangan kecuali gambar nomor di baju atau kain. Lalu dari hadist Nabi tentang gambar di baju atau kain Nabi minta dijauhkan darinya jelas menunjukkan ketidaksukaan Nabi, Kemudian beliau merusak baju atau kain yang bergambar tersebut dihadapan Aisyah sebagai larangan. Kemudian Aisyah memotong dan menjadikannya dua buah kasur sehingga berubah gambar itu dari bentuk aslinya sehingga hukumnya boleh ketika bentuk gambar itu tidak lagi 24
Ibid. Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, jilid 1.(di photo-copi 1 lembar oleh kelompok Ulama Kontra). 26 Ibid. 25
utuh. Sekiranya bentuknya utuh tidak diperbolehkan seperti terlihat dari ucapan beliau :”Saya beli bahan ini untukmu agar digunakan
membuat kasur. Dan
terlihat jelas pada hadits shalat mengarah gambar pada kain yang semula boleh kemudian dihapus oleh adanya larangan sesudah itu. Demikianlah ketetapan persoalan ini.27 Sumber lain seperti kitab tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Alqurthubi, mengenai ayat Alquran :”La yamassuhu illal Muthahharûn” yakni tidak boleh menyentuh Alquran kecuali dalam keadaan suci dari hadast kecil dan besar. Pembahasan seputar ini cukup luas, menyangkut makna muthaharun itu sendiri yaitu malaikat yang kemudian termasuk manusia yang tidak berhadats kecil, hadats besar dan najis; hukum membaca, dan membawa. Demikian pula kitab Hadits Shahih Muslim tentang sûrah atau gambar seperti telah disebut dan dibahas di atas. Kitab Fiqh yaitu kitab AlFiqh al-Islami wa Adillatuhu tentang apa yang diharamkan dilakukan pada saat berhadats kecil atau apa-apa yang dilarang tanpa wudhu’, hukum menyentuh mushaf (Alquran) keseluruhan atau sebagian sekalipun satu ayat, yang kurang lebih serupa dengan isi bahasan dari kitab I’anat Al-Thâlibîn jilid satu. Dari kitab Khazînatu al-Asrâr membahas tentang Ayat dan Hadits shahih dalam hal memuliakan Ahli Quran dan larangan mencela mereka. Serta kitab Al-
Dâ’ wa Al-Dawâ’(Penyakit dan obatnya) karya Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyyah tentang syirik dalam hal kemauan dan niat. Ada ungkapan yang digarisbawahi oleh ulama kontra pada teks kitab ini yaitu:”Al-Syirku fi al-irâdât wa al-niyât =syirik pada kemauan dan niat, yang menjadi judul pasal. Di sini Ibnu Alqqyyim menandaskan:”Adapun syirik dalam hal kemauan dan niat, hal itu bagaikan lautan yang tak bertepi. Sedikit sekali orang yang selamat darinya. Siapa melalui amalnya menghendaki balasan selain dari Allah, atau berniat sesuatu dengan maksud bukan untuk mendekatkan diri kepadaNya dan meminta imbalan dariNya, ia sudah syirik pada keinginan dan niatnya”.28 Dari isi kitab-kitab rujukan di atas terlihat tidak ada yang menyentuh secara langsung persoalan penempelan gambar atau photo manusia pada 27
Bahan copian satu lembar dari sebuah kitab yang nama kitabnya ditulis tangan: Ahkam Alquran. h.1589-1590. 28 Bahan kopian satu lembar dari sebuah kitab yang nama kitabnya ditulis tangan karya Ibnu Qayyim : Al-Da’ wa Al-Dawa’ h. 240. Sumber ini dijadikan rujukan oleh ulama kontra.
Alquran. Argumentasi pihak yang tidak membolehkan lebih menekankan pada sakralitas Alquran, tidak menyentuhnya kecuali dalam keadaan suci dari hadast kecil, besar dan najis, serta adab membaca Alquran. Ada yang mendekati persoalan, tetapi tidak benar-benar mengena pada persoalan yaitu pembahasan hadits-hadits tentang gambar (sûrah). Kalau hanya berpegang pada hadits hadits tentang gambar di atas, maka tidak ada klasifikasi, semua gambar yang utuh adalah dilarang. Demikian pula kajian keinginan dan niat yang dihubungkan dengan syirik, juga besifat himbauan moral yang terpulang pada individu dalam hal hubungannya dengan Tuhan, tidak dapat dijadikan alat justifikasi. Kalaupun yang dapat dijadikan dukungan agak mengena adalah melalui kajian mendalam mengenai photo di atas. Tetapi sayangnya dari bahan yang dijadikan rujukan tidak lagi membahas secara mendalam tentang photo. Berbeda dari ulama kontra, MUI Provinsi Jambi dalam putusannya sampai pada pandangan kontemporer bahwa photo diklasifikasi satu sampai tiga dimensi. Photo
satu
dimensi
dihukumkan
mubah,
dua
dimensi
kebanyakan
mengharamkan, meskipun ada yang membolehkan, dan tiga dimensi sudah seperti bentuk makhluk sebenarnya, hanya tidak bernyawa, adalah haram. Dengan demikian MUI menyederhanakan kasus Alquran bergambar kepada persoalan syariat-fiqh yang kontekstual, sementara ulama kontra memperlebar sampai kepada persoalan teologi, tasauf dan berhenti pada fiqh klasik. Secara umum, karena tidak adanya nash yang sharih (tegas), maka baik ulama kontra maupun ulama pro mengutip pandangan/pendapat ulama klasik maupun kontemporer sejauh yang mendekati persoalan dan yang mungkin dilakukan saja, selebihnya masuk unsur-unsur subyektivitas diri yang banyak dipengaruhi oleh sosio kultural dan sosio politik yang membentuknya selain aspek kepentingan. Tegasnya karena terbatasnya informasi keagamaan mengenai wacana yang tengah di perdebatkan, maka informasi yang terbatas itu dibaca secara berbeda oleh kedua kelompok tersebut berdasarkan latar belakang sosio-kultural dan sosio-politik yang membentuk jati diri mereka sehingga membuatnya berbeda pada hasil, demikian juga pembacaan karena kepentingan yang berbeda.
b. Politik Perlu dicatat bahwa tidak ada yang mau menyebutkan secara demonstratif argumentasi wacana yang digulirkan adalah berbasis politik. Karena wilayah wacana yang diperdebatkan berada pada wilayah wacana agama yakni tema Alquran sebagai sebuah kitab suci agama (Islam) yang relatif lebih sensitif dari wacana manapun. Karena itu basis argumentasi politis bersifat tersembunyi (hidden) yang hanya mungkin diketahui antara lain dengan cara melihat berbagai peristiwa yang terjadi bahkan peristiwa jauh dibelakang sebelum wacana Alquran bergambar itu sendiri “on air”. Seperti terlihat dari sepak terjang H. Bakri baik yang pernah ia lakukan untuk dirinya maupun untuk ZN, sebenarnya menunjukkan bahwa landasan/basis argumentasi politisnya tidak memberi batasan yang tegas antara satu wilayah wacana dengan wilayah wacana lainnya.
Sehingga antara memberi kenang-
kenangan dengan cara ada photo tokoh politik (wacana politik) dan simbol yang digunakan untuk ditempeli photo itu yakni Alquran (wacana agama) tak perlu ada batas. Menyatunya photo dengan Alquran sebenarnya adalah penyatuan dua wacana, wacana politik dan wacana agama. Hal ini Sejalan dengan pandangan Durkheim tentang definisi agama atau “relijius”
29
bahwa relijius adalah untuk
semua kepercayaan dan praktek yang diyakini mengandung kebenaran, jadi bukan karena merupakan cara terbaik untuk melakukan sesuatu berdasarkan kriteria praktis. Tipe keyakinan dan praktik yang pertama, menurutnya suci “(sacred); yang kedua adalah duniawi (profane) tetapi dalam kenyataannya menurut Weber tidak mungkin membedakan berdasarkan Kriteria ini, karena ini sama saja memisahkan sesuatu yang tidak terpisahkan dalam kehidupan seharihari. Perspektif yang berbeda, apa yang dikatakan oleh Weber sebagai tidak mungkin dipisahkan, benar, tetapi mungkin dibedakan, karena itu wacana agama dan wacana politik dari kasus Alquran bergambar kandidat dapat dibedakan sebagai murni politik, murni agama, atau menggabungkan keduanya. Kesulitan seperti ini juga terjadi dalam sejarah Alquran yang dijadikan alat arbitrase yang diproduksi oleh ‘Amr ibn al-Ash, dalam perang saudara antara ‘Ali bin Abi Thalib 29
Jean Toumon, Religion and Ritual, dalam Ensiklopedi IlmuIlmu Sosial, jilid 2, PT Raja Grapindo Persada, Jakarta, 2000, h. 914-915.
dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Apakah tindakan menjadikan Alquran sebagai alat arbitrase dalam suasana peperangan, murni agama, murni politik, atau agama mengintrupsi politik, atau sebaliknya? Karena itu muncul ungkapan yang tajam atas wacana tersebut, dari pihak Ali: “kalimatul haq yurîdu bihi al-bâtil-ungkapan yang benar namun yang dituju adalah kebalikannya, yakni kebatilan. Dalam hal, analisis terhadap MUI Provinsi Jambi, penelitian Atho Mudzhar terhadap lembaga MUI Pusat, sedikit banyaknya juga memperlihatkan tingkat ”kendurnya” independensi MUI dalam putusan-putusan fatwanya manakala berhadapan dengan kebijakan pemerintah pusat, mengingat kedekatan satu sama lain. Hal yang sama hadir, yakni segi kedekatan antara MUI dan pemerintah (ulama’ dan umaro’) ditingkat daerah di Jambi baik hubungan secara struktural kelembagaan PEMDA-MUI maupun hubungan personal Gubernur-Ketua MUI. Jalinan hubungan baik ini indikatornya adalah dalam berbagai bentuk perhatian pribadi Gubernur pada aktivitas MUI maupun aktivitas dan situasi personal MUI sendiri. Seperti disampaikan oleh ketua MUI Provinsi Jambi Sulaiman Abdullah, ketika ia menderita sakit dan dirawat di RSUP, ZN selaku Gubernur datang membezuk, membantu biaya pengobatan, demikian juga membantu beberapa aktivitas MUI. Begitu pula kepribadian Gubernur sendiri yang hormat dan bersikap santun pada ulama.30 Sementara kelompok lain yang basis wacananya bersifat politis namun tidak terang-terangan menempatkan dirinya pada pro atau kontra adalah kubu kandidat gubernur – wakil gubernur Hasip-Nasrun. Tetapi secara diam-diam mendukung
gerakan
ulama
tandingan
MUI
dengan
memfasilitasi
dan
mempublikasi kegiatan tersebut.31 Sikap ”see and action” dari kubu ini mudah dimengerti karena ingin memberi kesan agar rival politiknya di ”hakimi” murni karena alasan agama dan kesalahan dalam perspektif agama, bukan rekayasa dari lawan politik, aksi dilakukan dalam konteks ini, disatu sisi. Pada sisi yang lain, meski tidak mencuat ke permukaan dengan isu sebesar kasus ZN, kelompok ini 30
Kesimpulan yang diperdapat dari wawancara dengan Ketua Majelis Ulama Provinsi Jambi tanggal 27 Maret 2007. 31 Kegiatan Bahstul Masail yang digelar di Ponpes As’ad tanggal 11 Juni 2005 dengan siaran langsung RRI, liputan tak langsung TV RI, dan mobilisasi ulama daerah ditenggarai didanai oleh kelompok Hasip-Nasrun.
juga merasa was-was bila kasus yang menimpa ZN juga berimbas kepadanya.32 Kelompok
ini
menempuh
modus
propaganda
atau
kampanye
dengan
menggunakan sticker bertuliskan ayat Alquran dan doa-doa dengan–tentu sajagambar pasangan kandidat ini di bawahnya. Hanya saja sticker ini tidak beredar diperkotaan tapi beredar di desa-desa dalam wilayah Kabupaten Muaro Jambi. Tokoh lain yang dianalisis termasuk berbasis politik adalah M. Room yang dikenal “berseteru” dengan ZN. Tokoh yang memimpin LSM Gerakan Peduli Putra Daerah Jambi (GPPDJ) ini adalah seorang pengusaha yang bergerak di bidang
shaumil (pabrik kayu), hotel, areal makanan di kota Jambi. Ia juga dikenal amat getol membongkar korupsi di Pemrov Jambi, dengan sasaran ”tembak” ZN yang saat itu aktif sebagai Gubernur Jambi. Selain itu juga mengangkat kasus Alquran dan sangat intensif mengkomunikasikannya dengan berbagai pihak untuk mendapatkan dukungan agar kasus ZN menjatuhkannya secara sosial dan politis33. Tokoh ini terakhir sebelum meninggal pada pertengahan tahun 2006 yang lalu masih tersangkut dugaan illegal-loging. Dengan demikian argumentasi berbasis politis inipun memiliki keragaman. Ada yang berbasis politis
non-demarkatif antara wacana politik dan wacana
agama, ada yang berbasis memelihara hubungan baik, ada yang berbasis politis rivalitas, dan berbasis politis memanfaatkan situasi. Seperti dilihat pada tabel 4 sebagai berikut.
32
Mediator Edisi 16 tahun 1, 4 -10 Mei 2005, menurunkan berita:”Dikritik, Sticker Cagub-Cawagub Bertuliskan Ayat Al-Qur’an. 33 Dalam wawancara tanggal 27 Maret dengan Sulaiman Abdullah (Ketua MUI Propinsi) ia mengatakan “ Yang sibuk membawa kasus ini kemana-mana adalah M.Room, dia memang sudah lama bermusuhan dengan Zul. Dialah yang menemui MUI Pusat dan bertemu dengan Din Samsuddin. Oleh Din Samsuddin tidak ditanggapi, ini soal politik” katanya. Permusuhan antara M.Room dan ZN juga disinyalir oleh koran Jambi Independen,
BASIS ARGUMENTASI POLITIK Tabel 4. NO 1
NAMA TOKOH/ ORGANISASI/ KELOMPOK Kubu ZN/Yayasan Arafah
KATAGORIS Non-demarkatif wilayah politik dan Agama
Sulaiman Abdullah /Ketua MUI Provinsi
Mempertahankan Hubungan baik dan
Jambi
menyelamatkan politisi ZN dari fitnah
3
Kubu kandidat Hasip-Nasrul
Memanfaatkan situasi
4
M. Room/Ketua PPDJ
Rivalitas (Dendam Kesumat)
2
c. Demarkasi wilayah Agama dan Politik Dari analisis terdahulu terlihat adanya konvergensi muatan wacana pada beberapa kelompok ”penggelontor” wacana pro atau kontra, antara wacana agama dengan wacana politik tidak melekat hanya
pada satu kelompok saja.
Sehingga suatu kelompok tidak tampil dengan sebuah warna yang utuh agama saja atau politik saja tapi bisa kedua-duanya. Pada bagian ini akan disampaikan analisis atas kelompok yang mengusung wacana kritis dengan basis demarkasi wilayah agama dan politik. Mereka pada umumnya adalah dari kalangan akademisi yang tidak bersentuhan langsung dengan pokok persoalan. Kelompok ini melihat mulai dari proses munculnya sampai klimaks lahirnya wacana Alquran bergambar kandidat Gubernur ZN maupun fatwa MUI Provinsi Jambi yang ”membiarkan dan bahkan merestui” saja Alquran bergambar kandidat tersebut beredar di masyarakat meski secara terbatas, adalah persoalan dominasi politik atas wilayah agama. Karena itu kelompok ini bersikap mengusung wacana kontra dengan basis argumentasi membiarkan masing-masing wacana berada dalam wilayahnya sendiri-sendiri. Dalam pandangan mereka, sebagai orang yang meskipun memiliki kekuasaan politik dan uang seperti ZN tidak semestinya menerobos wacana yang paling sakral dari agama yaitu kitab suci Alquran. Demikian juga terhadap MUI tegas dalam merealisir hukum Islam. Menurut mereka harusnya disadari adanya garis pemisah antara wilayah agama dan politik
agar tidak terjadi politisasi wacana agama seperti pada kasus Alquran bergambar ZN. Hal ini terlihat dari ungkapan Amri Amir di awal, agar jangan menggunakan Alquran sebagai media politik, yang menurutnya masih banyak media lain yang bisa digunakan. Menggunakan Alquran sebagai media politik justru akan merugikan yang bersangkutan itu sendiri secara politis.34 Pernyataan bahwa Alquran tersebut murni sumbangan dan dilaksanakan jauh sebelum masa kampanye Pilkada juga dikritisi oleh
Chatib Quzwain35
sebagai kebalikannya yakni sangat politis dan juga berarti kampanye telah dilakukan jauh-jauh hari oleh kubu ZN. Demikian juga bila dihubungkan dengan pendapat Fuad di atas, yang sekiranya murni bantuan dari Yayasan Arafah tanpa embel-embel politis, mengapa tidak menempelkan photo H. Bakri saja sebagai Ketua Yayasan yang menyumbang, tetapi justru yang
ditempel pada Alquran
adalah photo ZN yang nota benenya adalah tokoh politik yang dijagokannya.Jadi, di mata akademisi yang menggulirkan wacana kritis berorientasi kontra (WKBK) statemen politisi seperti murni bantuan bukan untuk Pilkada, setahun yang lalu, patuh pada putusan MUI, atas fenomena pergulatan wacana Alquran bergambar kandidat Gubernur ZN adalah sarat dengan muatan politik yang tak dapat disembunyikan dari pandangan mereka.
V. Kepentingan Dominan Pememproduksi Wacana a. Dominan politik Dari tiga kategori wacana yang telah dikemukakan di atas yaitu wacana pro, kontra dan kritis, secara umum ketiganya menggunakan wacana agama dan poltik dengan berbagai muatan variannya sebagai isu yang dimunculkan maupun basis argumentasinya. Pada pembahasan ini akan dianalisis fenomena wacana yang
dibangun
untuk
melihat
kepentingan
dominan
dari
mereka
yang
memproduksi wacana tersebut. Kelompok yang mengusung wacana pro seperti telah dikemukakan adalah pihak Yayasan Arafah, kubu ZN, MUI Provinsi Jambi, 34
Akademisi yang bercorak kritis berorientasi pro. Sedangkan yang
Wawancara dengan . Amri Amir bertempat di PPs IAIN STS Jambi, Sabtu, jam 10.30-11.00 tanggal 24 Maret 2007. 35 Chatib, Alat Kampanye, h. 3.
mengusung wacana kontra adalah LSM yang telah disebutkan, ulama tandingan MUI, politisi PKS, dan Akademisi yang bercorak kritis berorientasi kontra. Kepentingan dominan dari yang memproduksi wacana atas kasus Alquran bergambar kandidat gubernur berinisial ZN di Provinsi Jambi pada kenyataannya tidak selalu bersifat linear dengan wacana yang dihembuskan. Disamping memang ada yang paralel antara wacana yang dihembuskan dengan kepentingan yang ingin dicapai. Kelompok pro dari kubu ZN, maupun dari Yayasan Arafah tampak jelas kepentingan politik yakni sosialisasi ZN. Kata sosialisasi selalu dipakai oleh politisi untuk membedakan dari kampanye. Pada hakekatnya kata sosialisai lebih bermakna kampanye terselubung. Hal tersebut dianalisis sebagai berikut: Pertama, dari segi waktu pemberian Alquran bergambar ZN kepada pihak panti asuhan yang ada di kota Jambi, berada pada akhir masa jabatan Gubernur Jambi ZN periode pertama, yakni pada tanggal 30 Oktober 2004 (ia dilantik 10 Desember 1999-2004), berarti 2 bulan dari masa berakhir jabatan ZN kegiatan tersebut dilaksanakan. Sudah tentu ZN dengan tim suksesnya mempersiapkan diri untuk pemilihan gubernur periode kedua (2005-2010). Meskipun inisiatif menempelkan photo ZN berasal dari Ketua Yayasan Arafah H.Bakri bukan dari ZN, namun hal ini sepengetahuannya karena ia sendiri yang menyerahkan Alquran tersebut kepada pihak panti asuhan. Sulit dipercaya bila ZN tidak tahu-menahu prihal gambarnya menghiasi Alquran yang diserahkan sebagai kenang-kenangan. Kedua, Ketua Yayasan Arafah sendiri hubungannya dengan ZN adalah sangat dekat.
Baik dalam hal keorganisasian politik, Bakri adalah
sebagai bendahara PAN Propinsi dan ZN adalah ketua, maupun latar belakang sama-sama pengusaha yang punya hubungan baik, dan perlu dicatat bahwa H. Bakri adalah salah seorang Tim Sukses ZN-AZA sendiri. Apa yang dikerjakan Bakri adalah
upayanya
menanam
”kebaikan
politis”
kepada
ZN
dipenghujung
jabatannya, hal mana dapat dilihat dari Alquran bergambar ZN itu yang bertuliskan: ”Kenang-kenangan dari H. Zulkifli Nurdin”. Meski niat baik Bakri pada kenyataannya menjadi kontra produktif karena kurang piawai membaca aspirasi – terutama- umat Islam Jambi yang agamis. Atau dengan kata lain tidak cukup
wawasan mengenai sosial keagamaan di Jambi. Tindakannya nyaris membuat ZN dicoret dari calon Gubernur sekiranya fatwa MUI menentukan lain. Sebagai pengusaha rantau yang sukses di Jambi, nampaknya dalam bidang politik berbeda, Bakri tidaklah sesukses dirinya sebagai pengusaha. Ketiga, idealnya sumbangan yang murni tanpa muatan tertentu, tidaklah penting mencantumkan identitas diri penyumbang. Argumentasi kubu ZN bahwa Alquran tersebut bukan untuk Pilkada mungkin bisa dibenarkan, mengingat tindakan tersebut tidak diputuskan secara matang secara internal, melainkan kehendak pihak Yayasan dengan berkoordinasi langsung dengan ZN. Tetapi untuk menghindari Alquran tersebut dari muatan politik adalah mustahil berdasarkan analisis di atas. MUI dengan fatwa yang bersifat pragmatis situasional sebagaimana telah disebut pada tabel 3, tak bisa mengelak dari muatan dominan politis, setelah memaknai secara ”lugu” atas teks keagamaan dan begitu responsif pada konteks politik yang terjadi. Tetapi dominan politik di sini adalah politik mempertahankan hubungan baik dengan menghindarkan ZN dari cedera politik dan mengantisipai kekacauan yang mungkin timbul akibat protes pendukung ZN, karena asumsi yang terbangun di tubuh MUI Provinsi maupun berdasarkan respon singkat MUI Pusat, wacana kontra yang ada bermuatan politis ingin menjatuhkan kandidat ZN. Hal ini tergali dari wawancara dengan Ketua MUI Provinsi Jambi: ”Persoalan ini sudah dipolitisir orang dengan maksud ingin mendiskriditkan Zul agar tidak masuk sebagai calon dengan cara membunuh karakter, kita hanya ingin meluruskan dari pitnah”36 katanya. Dari kalangan pendukung wacana kontra yang terlihat kepentingan dominan politis adalah M.Room, meski wacana yang dimunculkan adalah wacana agama melalui pendapat para ulama kontra MUI. Dengan kata lain ada upaya ingin menjatuhkan ZN secara politis dan agama dengan menggunakan wacana agama karena latar belakang rivalitas antara dirinya dan ZN sejak lama, jauh dari masa kemunculan wacana Alquran bergambar ZN tersebut. Sedangkan kelompok yang lain tidak termasuk ke dalam berkepentingan politis secara dominan. 36
Wawancara dengan Ketua MUI Provinsi Jambi Sulaiman Abdulah tanggal 27 April 2007.
b. Dominan Agama Dimaksudkan dengan dominan agama adalah dimana kepentingan dari wacana yang diusung adalah semata-mata untuk tujuan keagamaan. Ghirah keagamaanlah yang menyulut maraknya sikap kontra atau pro atas wacana yang mereka gulirkan. Pada umumnya argumen keagamaan dan pandangan politik ideal sebagai pendukung kelompok ini. Mereka adalah kalangan ulama kontra fatwa MUI, dan kalangan akademisi. Secara politis mereka tidak mendapatkan apa-apa atau kehilangan apa-apa dari wacana yang ditenggarainya, kecuali merasa sebagai panggilan moral untuk mempertahankan kesakralan Alquran agar tidak dinodai oleh kepentingan sesaat yang provan seperti kepentingan politik. Jalan pikiran seperti ini nampaknya juga dimiliki beberapa tokoh LSM yang merasa ”jengah” dengan prilaku politik lokal selama ini, dan kini mulai bermain di wilayah paling sakral bagi agama Islam, yaitu kitab suci Alquran. Nama-nama yang bisa disebut seperti Agus, Joni, dari LSM Palm dan Dahril dari Aksi Post. c. Dominan Netral Dimaksudkan dengan dominan netral adalah kelompok yang tidak mendukung wacana pro atau kontra. Kelomp[ok ini lebih pada menjaga aturan main yang ada. Persoalan yang tidak diatur dalam ketentuan perundangundangan yang berlaku, mereka cenderung abstain dan mengembalikan kepada lembaga yang dipandang berkompeten. Kelompok ini adalah Panwas Pilkada Provinsi Jambi sebagaimana terlihat dari komentar ketuanya, Tabrani:”Kita hanya berupaya untuk menjernihkan persoalan. Kalau soal sanksi ya, tergantung kepolisian,
Sedangkan
soal
fatwa
tergantung
dari
MUI”.37
Jawaban
ini
menunjukkan posisi kerja dan ingin memberi kesan bahwa Panwas bersikap netral dan berlaku adil kepada semua pihak. Netralitas kelompok ini dan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) merupakan tuntutan formal konstitusi, namun hal itu tidak selalu membuat kedua lembaga ini konsisten bersikap demikian, selalu ada peluang untuk keberpihakan mereka, seperti terlihat dari terang atau kaburnya gambar kandidat sebagai alat kampanye yang mereka pasang. Keberpihakan akhirnya terlihat dari harus membuat lebih terang dan lebih jelas 37
Jambi Independen, ZN diminta gugat Yayasan AlArafah:Hari ini, MUI:kaji kasus Alquran bergambar ZN, 31 Mei 2005.
atas gambar pasangan tertentu dan membuat kabur atas gambar pasangan yang lain.
VI. P E N U T U P Fenomena Alquran bergambar kandidat Gubernur Jambi berinsial ZN telah menjadi pergulatan wacana dari berbagai elemen masyarakat di daerah ini. Secara umum wacana yang terbentuk adalah wacana pro dengan keberadaan maupun status hukum yang mendukungnya. Demikian juga adanya wacana kontra, yakni wacana yang tidak sejalan dengan wacana pro. Selain itu terbentuknya wacana kritis. Ketiga kelompok masing-masing menggunakan basis argumentasi agama dan politik atas mencuatnya wacana Alquran bergambar tersebut dan masing-masing kelompok mempunyai ragam pendukungnya sendiri. Demikian juga
basis argumentasi baik wacana pro maupun kontra ada yang
berbasis agama, politik dan ada pula yang memberi garis batas (demarkasi) antara wilayah agama dan wilayah politik agar suatu wacana tidak menerobos wilayah wacana yang lain. Demikian pula kepentingan apa yang ditenggarai oleh kelompok yang memproduk wacana ada yang dominan politis baik untuk menjatuhkan pihak lawan secara social dan politik, maupun mengambil manfaat dari
hal
itu,
begitu
pula
politik
rivalitas-perseteruan.
Sedangkan
yang
kepentingannya dominan agama adalah pihak-pihak yang merasa terpanggil nuraninya untuk
mempertahankan kesakralan
Alquran semata-mata,
dan
kelompok yang tidak masuk pada dua wilayah itu, yaitu kelompok yang dominan netral untuk tidak bersikap pro atau kontra atas wacana Alquran bergambar ZN tersebut untuk memberi kesan rasa adil atau tidak memihak kepada salah satu kandidat kontestan. Baik wacana pro maupun wacana kontra ternyata tidak selalu konsisten dan
sejalan
dengan
basis
argumentasinya
maupun
kepentingan
yang
melandasinya. Dengan kata lain ada yang konsisten dan ada yang tidak. Sebagai contoh wacana pro yang diusung oleh MUI; kepentingan yang kuat dan dominan adalah bersifat politis yakni ingin mempertahankan hubungan baik dan agar tidak terjadi cedera politik pada kandidat ZN dengan asumsi bahwa cagub ini ingin
dijatuhkan dari daftar calon oleh kelompok yang lain. Padahal muatan wacana yang diusung dominan agama. Varian berbasis politik yang lain seperti wacana yang dimunculkan dengan muatan agama yang diproduksi oleh ketua Gerakan Peduli Putra Daerah Jambi (GPPDJ) tetapi basis argumentasi politiknya rivalitas (perseteruan) bukan agama. Demikian juga kelompok Hasip-Nasrun yang mengusung wacana kontra dengan argumentasi yang berbasis agama, tetapi dari segi kepentingan adalah politik memanfaatkan situasi. Sedangkan yang relatif konsisten adalah para ulama yang kontra, dengan melihat isi wacana yang dimunculkan pada umumnya adalah wacana agama, basis argumentasi kontra juga adalah agama dengan kepentingan yang diperjuangkan juga adalah bersifat agama. Sayangnya ulama kelompok ini dihegemoni oleh kelompok kecil yang memiliki kepentingan politis. Indikator hal ini terlihat dari inisiasi bertemu dan membahas kasus sepenuhnya muncul dan di danai oleh kelompok kecil ini (kubu Hasip-Nasrun dan GPPDJ-M.Room).
Ke dalam kategori konsisten ini bisa
dimasukkan juga kalangan akademisi dan tokoh LSM kontra Alquran bergambar ZN, seperti telah disebutkan. Secara teoritis, teori hegemoni yang digunakan tidak sepenuhnya berjalan dalam kasus Alquran bergambar kandidat ZN. Bila pemunculan Alquran bergambar itu dianggap sebagai proses hegemoni, maka proses ini telah ditentang masyarakat sejak awal, atau apa yang bisa disebut dengan munculnya
counter hegemoni (hegemoni tandingan) dengan maraknya aksi unjuk rasa, munculnya bahstul masail (membahas permasalahan keagamaan) dan diskusi di kalangan ulama yang menentang hal tersebut. Aka tetapi hal ini tidak berarti secara keseluruhan hegemoni tidak terjadi. Sekelompok kecil orang yang memiliki kepentingan politis tertentu telah berhasil memainkan perannya dengan baik sehingga sebagian besar elit masyarakat sebut saja guru-guru (ulama di Jambi disebut guru) menyambut baik isu penolakan atas wacana Alquran bergambar kandidat ZN sebagai kebolehkan dalam agama, yang merupakan lawan dari isi fatwa MUI Provinsi Jambi. Dengan kata lain secara tidak sadar sebagian besar ulama tersebut memasuki pusaran politik yang dihembuskan kelompok kecil Hasip-Nasrun dan GPPDJ. MUI Provinsi Jambi juga mengalami hal yang serupa
dengan modus yang berbeda. Yang terakhir ini menjadi sejalan dengan kubu kandidat ZN dan pihak Yayasan AlArafah karena diciptakan sedemikian rupa oleh keduanya baik melalui koran maupun mendatangi personal-personal MUI Provinsi bahkan Pusat dengan cara yang lunak dan santun. Demikian juga suhu politik yang tinggi saat itu sangat berperan membuat MUI rela mengakomodir argumentasi kelompok yang memproduk wacana utama tersebut, dengan dalih ancaman yang lebih besar dan pembunuhan karakter ZN oleh lawan-lawan politiknya. Dengan demikian teori hegemoni pada proses awal tidak berhasil bila dilihat dari penanaman pengaruhnya secara massif, namun selanjutnya teori ini berfungsi pada kelompok yang dalam jumlah terbatas. Fenomena Alquran bergambar kandidat politik ditingkat apapun
yang
pernah terjadi baik di Jambi maupun ditempat lain, semestinya membuka mata para pihak yang berkompeten untuk mensikapinya dengan hati yang jernih, bahwa apapun alasannya tidak pada tempatnya menggunakan kitab suci untuk tujuan yang pragmatis dan profan. Bila tidak segera diantisipasi, wacana-wacana baru dengan menggunakan instrument keagamaan yang lain mungkin akan terjadi
lagi.
Bila
dielaborasi
dengan
pendapat
Irwan
Abdullah,
maka
sesungguhnya budaya diferensial tengah mencari tempat berpijak diatas preseden. Karena itu Sudah saatnya undang-undang politik membicarakan hal ini lebih tegas dan menerapkan sanksi yang juga tegas kepada para pelaku tanpa adanya sikap ’tebang pilih’, selain dituntut kesadaran dari pelaku politik di republik ini memiliki integritas diri berdisiplin dan bermoral. Wallahu a’lamu bi as-shawâb.