BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Alquran adalah kitab suci umat Islam. Alquran adalah sumber utama dalam ajaran Islam dan merupakan pedoman hidup bagi setiap muslim. “Alquran bukan sekedar memberi petunjuk tentang manusia dengan Tuhannya, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, bahkan hubungan manusia dengan alam semesta”.1 Firman Allah Swt. dalam QS. Al-Maidah ayat 15-16 :
Selain sebagai petunjuk umat Islam. Alquran juga mempunyai kelebihan lain. Diantaranya ilmunya yang luas, ilmu Alquran mencakup segala macam pengetahuan yang berguna bagi manusia dalam kehidupannya. “Alquran” menggunakan kata ilmu dalam berbagai bentuk dan artinya sebanyak 854 kali”.2
1
Muhammad Al-Ghazali, Al-Qur’an kitab Zaman kita, (Bandung: Mizan, 2008), h. 35.
2
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1994 ), h. 62.
1
2
Ini artinya bahwa Allah Swt. melalui kitab-Nya Alquran sangat menekankan kepada umat akan pentingnya memiliki ilmu atau dalam artian berpendidikan agar dapat menjalani kehidupan dunia maupun akhirat. Firman Allah surat at-Taubah ayat 122:
Dari sini dapat dipahami bahwa betapa pentingnya pengetahuan bagi kelangsungan hidup manusia. Karena dengan pengetahuan manusia akan mengetahui apa yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, yang membawa manfaat dan yang membawa mudharat. Islam lahir sebagai agama bersamaan dengan hadirnya Nabi Adam As. Saat itu pula pendidikan Islam dimulai oleh Allah Swt. yang mendidik dan membimbing manusia pertama yaitu Adam sebagai subyek didik, dengan mengajarkan ilmu pengetahuan, yang tidak diajarkan kepada makhluk lain termasuk pada malaikat sekalipun.3 Firman Allah Swt. QS. Al-Baqarah ayat 31:
Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencerdaskan jasmani dan rohani seseorang. Islam meyakini adanya jasmani, akal, dan rohani pada manusia yang 3
Ahmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2005), h. 17.
3
dengannya memiliki berbagai kebutuhan, dan meyakini pula kesatuan dan keterpaduan wujud manusia tersebut, yang tidak mungkin dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya, itu merupakan fitrah yang telah diciptakan Allah Swt. Bagi manusia kebutuhan jasmani saja belumlah cukup jika tanpa pemenuhan kebutuhan rohani, kebutuhan rohani bagi manusia dalam kehidupannya menjadi sangat penting karena tiada terpenuhinya kebutuhan rohani itu akan menimbulkan kegelisahan batin. Salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan rohani adalah pengetahuan keagamaan. Dengan agama akan dapat mengimbangi gejolak manusia untuk memenuhi kebutuhan jasmani yang condong untuk selalu menuntut untuk dipenuhi. Kebutuhan kerohanian sangat penting dan hendaknya sudah ditanamkan sejak kecil oleh orang yang bersangkutan. Seperti orang tuanya, keluarganya, atau orang yang ada disekitarnya. Namun, jika kita amati zaman sekarang banyak orang tua yang pengetahuan agamanya sangat minim sehingga untuk menanamkan pengetahuan keagamaan kepada anaknya akan mengalami kesulitan sehingga berpengaruh pada kecerdasan spiritual anak. Orang tua adalah sendi utama bagi anak dalam menanamkan kebutuhan rohani atau disebut juga dengan pengetahuan keagamaan. Menurut Abdullah Nashih Ulwan, diantara tanggung jawab besar yang jelas diperhatikan dan disoroti oleh Islam adalah tanggung jawab seorang pendidik terhadap orang-orang yang berada dipundaknya, berupa tanggung jawab pengajaran, bimbingan dan pendidikan. Tanggung jawab ini telah dituntut sejak
4
seorang anak dilahirkan hingga ia dewasa.4 Oleh karena itu, orang tua lah yang berperan penting dalam mencerdaskan anak, baik itu kecerdasan intelektual, spiritual, dan emosional. Selain kecerdasan intelektual anak juga harus memiliki kecerdasan spiritual dalam perkembangannya. Kecerdasan intelektual anak tidak dapat seimbang tanpa dibarengi dengan kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi, memecahkan persoalan dan menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna daripada yang lainnya. “Kecerdasan spiritual (SQ) adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan kecerdasan intelektual dan emosional”.5 Dalam Islam kecerdasan spiritual erat kaitannya dengan pengelolaan hati nurani seseorang dalam menangkap makna-makna nilai dan kualitas kehidupan spiritualnya. Banyak orang yang pintar dalam belajar namun tidak pintar dalam menentukan hal-hal yang positif untuk dilakukan. “Muslim yang baik adalah muslim yang memiliki kecerdasan intelektual sekaligus kecerdasan spiritual”. 6 Firman Allah Swt. dalam QS. Al-Imran ayat 190-191 :
4
Asikin Nor, dkk., Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, (Banjarmasin: IAIN Antasari Press, 2012), h. 78. 5
Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ (Kecerdasan Spiritual), (Bandung: Mizan, 2009 ), h.
4. 6
Wahyudin, dkk., Pendidikan Agama Islam Perguruan Tinggi, (Surabaya: Grasindo, tth.), h. 26.
5
Mencerdaskan spiritual adalah tugasnya orang tua. Dalam Alquran Allah Swt. menjelaskan tentang suatu figur yang dapat dijadikan teladan kita semua dalam mendidik dan mencerdaskan spiritual anak. Yaitu Lukman al-Hakim. Lukman al-Hakim merupakan salah seorang pendidik, yang digambarkan di dalam Alquran sebagai pendidik dalam keluarga. Di dalam beberapa uraian tafsir, ia dianggap sebagai orang yang memiliki potensi sebagai seorang yang diberi gelar al-Hikmah. Dengan al-Hikmah ia mampu menanamkan nilai-nilai pendidikan pada anaknya.7 Kisah pendidikan Lukman al-Hakim ini merupakan contoh ideal bagaimana proses pendidikan seharusnya diberikan kepada anak. Pendidikan yang terdapat dalam kisah Lukman al-Hakim memegang peranan penting dalam pendidikan anak terutama dalam menanamkan jiwa dan akhlak yang baik terhadap anak. Pendidikan tersebut tidak hanya terfokus pada pembinaan akhlak semata, tetapi lebih dari itu juga mengarahkan bagaimana agar anak memiliki kadar intelektual yang baik sesuai dengan norma agama. Pokok-pokok pendidikan Lukman al-Hakim itu meliputi unsur pendidikan dan pendekatannya. Unsur-unsur itu meliputi dasar dan tujuan, materi dan metode serta lingkungan pendidikan, sedangkan pendekatan pendidikan meliputi pendekatan filosofis, psikologis dan religius. Jika ditelaah kandungan ayat dalam surah Lukman ini. Banyak sekali kita temukan upaya-upaya Lukman al-Hakim dalam mencerdaskan spiritual anaknya. Oleh karena inilah, penulis tertarik untuk menggali, membahas, mendalami lebih
7
Barsihannor, Belajar dari Lukman Al-Hakim, (Yogyakarta: Kota Kembang, tth.), h. 11.
6
jauh tentang makna tersebut. Dan akhirnya dengan segala pertimbangan penulis kiranya ingin mengangkat masalah tersebut dan dituangkan dalam sebuah skripsi dengan judul: “KECERDASAN SPIRITUAL ANAK DALAM QS. LUQMAN MENURUT KAJIAN TAFSIR AL-MISHBAH”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah ditulis di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitiannya adalah: 1. Bagaimana kecerdasan spiritual anak dalam QS. Luqman menurut kajian tafsir al-Mishbah? 2. Bagaimana Cara mencerdaskan spiritual anak dalam QS. Luqman menurut kajian tafsir Al-Mishbah?
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana kecerdasan spiritual anak dalam QS. Luqman menurut kajian tafsir al-Mishbah. 2. Untuk mengetahui cara mencerdaskan spiritual anak dalam QS. Luqman menurut kajian tafsir Al-Mishbah.
D. Signifikansi Penelitian 1. Untuk memperluas cakrawala penulis dalam memahami makna kecerdasan spiritual serta sebagai sumbangan bagi kepentingan ilmiah. 2. Untuk memberikan informasi lebih jelas tentang bagaimana sebenarnya pencerdasan spiritual dalam QS. Luqman.
7
3. Sebagai bahan informasi bagi mareka yang sudah mempunyai anak atau mereka yang akan menjadi calon bapak atau ibu bagi anak-anak mareka nantinya. 4. Memberi pemahaman
tentang meneladani
sosok
Lukman dalam
mencerdaskan spiritual anaknya.
E. Definisi Operasional 1. Kecerdasan Spiritual Kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya (hanif), dan memiliki pola pemikiran tauhidi, serta berprinsip “hanya karena Allah”. Kecerdasan spiritual menjadikan manusia untuk hidup sesama dengan cinta, ikhlas dan ihsan yang semua itu bermuara pada Ilahi.8 2. Tafsir Al-Mishbah Salah satu kitab tafsir kontemporer ternama di Indonesia yang dikarang oleh M.Quraish Shihab. Tafsir al-Mishbah adalah sebuah Tafsir Alquran lengkap 30 Juz pertama dalam kurun waktu 30 tahun terakhir. Warna ke-Indonesia-an yang diberikan penulis merupakan warna yang menarik dan khas serta sangat relevan untuk memperkaya khazanah pemahaman dan penghayatan umat Islam terhadap rahasia Allah Swt.
8
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual (ESQ) Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (Jakarta: Arga, 2005), h. 57.
8
3. Surah Luqman Surah Luqman adalah surah yang ke-31 dalam Alquran. Yang terdiri dari 34 ayat dan diturunkan di kota Mekkah. Surah ini menceritakan seorang tokoh yang dikenal dengan al-Hikmahnya (Kebijaksanaannya) sosok orang tua yang ideal yang dapat diteladani orang tua zaman sekarang dalam mendidik anak-anak mereka yaitu seorang yang bernama Lukman al-Hakim. Banyak nasihat-nasihat pendidikan yang dapat diambil kandungannya dari surah Luqman ini terutama pada ayat 12-19.
F. Alasan Memilih Judul 1. Karena Kecerdasan Spiritual sangat penting dimiliki oleh anak untuk mengimbangi kecerdasan lainnya. Bahkan ia menjadi penentu baik tidaknya kecerdasan yang lainnya. 2. Karena QS. Luqman merupakan surah yang menerangkan pentingnya orang tua untuk berpendidikan dalam pendidikan anak terutama di dalam rumah tangga. 3. Adanya krisis di dalam berbagai level dan jalur pendidikan yang ternyata memerlukan alternatif-alternatif baru dan solusi-solusi baru yang menyegarkan.
9
G. Kerangka Teori 1. Pengertian Kecerdasan Spiritual Menurut bahasa kata spirit berasal dari bahasa Latin spiritus, yang diantaranya berarti ruh, jiwa, sukma,9 kesadaran diri,wujud tak berbadan, napas hidup, nyawa hidup. Dalam perkembangannya, kata spirit diartikan secara luas oleh para filsuf dengan: 1. Kekuatan yang menganimasi dan memberi energi kosmos 2. Kesadaran yang berkaitan dengan kemampuan, keinginan, dan intelegensi 3. Makhluk Immaterial. 4. Wujud ideal akal pikiran (intelektualitas, rasionalitas, moralitas, kesucian, atau keilahian).10 Dalam bukunya SC, Spiritual Capital, Danah Zohar dan Ian Marshall mengatakan bahwa spiritual berasal dari bahasa Latin spiritus yang berarti prinsip yang memfasilitasi suatu organisme, bisa juga dari bahasa Latin sapientia (Shopia dalam bahasa Yunani) yang berarti kearifan, kecerdasan. Dalam kamus psikologi, spirit adalah suatu zat atau makhluk immaterial, biasanya bersifat ketuhanan menurut aslinya, yang diberi sifat dari banyak ciri karakteristik manusia, kekuatan, tenaga, semangat, vitalitas energi disposisi, moral, atau motivasi.11
9
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 1087. 10
Wahab H.S dan Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan Spiritual, (Yogjakarta: Ar-Ruzz, 2011), h. 47. 11
Danah Zohar dan Ian Marshall, Spiritual Capital: Memberdayakan SC di Dunia Bisnis, Terj. Helmi Mustofa (Bandung: Mizan, 2005), h. 115.
10
Rodolf Otto, sebagaimana yang dikutip oleh Sayyed Hossein Nasr, mendefinisikan spiritual sebagai pengalaman yang suci. Pemaknaan ini kemudian diintroduksikan oleh seluruh pemikir agama (spiritualis) dalam “Pemahaman makna keyakinan dalam konteks sosial mereka”. Jadi tegasnya, spiritual terefleksikan dalam perilaku sosialnya. Ini sekaligus menunjukkan klaim bahwa segala perilaku sosial manusia yang niscaya diwarnai oleh “Pengalaman Suci” itu spiritualitasnya.12 Spiritual berarti berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan (rohani, bathin). Spiritual adalah prespektif jiwa, dia adalah perspektif hati, kekuatan intuisi. Menurut Levin, kesadaran spiritual dapat diterjemahkan sebagai penghayatan hidup sejati. Manusia dipandang suatu kesatuan antara mind, body dan soul (roh). Pada hakikatnya manusia adalah makhluk spiritual karena selalu terdorong oleh kebutuhan mengenal hakikat kehidupan, kerinduan akan makna dan nilai luhur kehidupan sekarang dan akan datang. Jadi, SQ adalah kecerdasan manusia untuk menangkap makna dari suatu perbuatan, mentransendensikanya dan kemudian mengaplikasikan dalam kehidupan.13 Hakikat dari kecerdasan spiritual adalah untuk mengembangkan fungsi rohaniah agar memperoleh kebermaknaan hidup dan kebahagiaan hidup yang hakiki diatas tuntunan agama.14 Beberapa Definisi Kecerdasan Spiritual menurut para ahli, menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, Kecerdasan Spiritual (SQ) adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih
12
Wahab H.S dan Umiarso, op, cit., h. 48.
13
Mubin, ESQ dalam Prespektif Tasawuf Al-Ghazali, (Banjarmasin: Antasari Press, 2005), h. 123. 14
Ibid., h. 124.
11
bermakna dibandingkan dengan yang lain.15 Marsha Sinetar menafsirkan kecerdasan spiritual adalah cahaya, ciuman kehidupan yang membangun keindahan tidur kita. Kecerdasan spiritual membangunkan orang-orang dari segala usia, dalam segala situasi. Imam Supriyono mendefinisikan Spiritual Quotient (SQ) sebagai kesadaran tentang gambaran besar atau gambaran menyeluruh tentang diri seseorang dan jagat raya. Toto Asmara mengatakan bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan seseorang untuk mendengarkan hati nuraninya, baik buruk dan rasa moral dalam caranya menempatkan diri dalam pergaulan. Dari berbagai definisi kecerdasan spiritual diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa kecerdasan spiritual SQ dapat membantu seseorang untuk membangun dirinya secara utuh. Semua yang dijalaninya tidak hanya berdasarkan proses berpikir rasio saja, tetapi juga menggunakan hati nurani karena hati nurani adalah pusat kecerdasan spiritual. Dalam konteks itulah, hati menjadi elemen penting dalam kecerdasan spiritual. Bahkan, pekik kecerdasan spiritual justru terletak pada suara hati nurani. Kemampuan atau potensi spiritual (SQ) yang ada pada manusia merupakan anugerah Tuhan yang mampu dikembangkan untuk menemukan kebahagiaan hakiki. Sebab, penghayatan keagamaan tidak hanya sampai kepada pengakuan atas keberadaan-Nya, tetapi juga mengakui-Nya sebagai sumber nilainilai luhur abadi yang mengatur tata kehidupan alam semesta raya ini. Oleh karena itu, manusia akan tunduk dan berupaya untuk mematuhinya dengan penuh
15
Danah Zohar dan Ian Marshall, op, cit., h. 4.
12
kesadaran dan disertai penyerahan diri dalam bentuk ritual tertentu, baik secara individual maupun kolektif dan secara simbolik maupun dalam bentuk nyata kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, orang yang cerdas secara spiritual adalah orang yang mampu
mengaktualisasikan
nilai-nilai
Ilahiah
sebagai
manifestasi
dari
aktivitasnya dalam kehidupan sehari-hari dan berupaya mempertahankan keharmonisan dan keselarasan dalam kehidupannya sebagai wujud dari pengalamannya terhadap tuntutan fitrahnya sebagai makhluk yang memiliki ketergantungan terhadap kekuatan yang berada di luar jangkauan dirinya, yaitu sang maha pencipta. 2. Aspek-aspek kecerdasan Spiritual a. Jujur Jujur artinya apa yang dikatakan sesuai dengan apa yang ada dalam hati. Tentunya, hal itu sesuai dengan apa yang telah Allah tetapkan. Kejujuran adalah pilar utama keimanan. Kejujuran adalah kesempurnaan kemuliaan, saudara keadilan, roh pembicaraan, lisan kebenaran, sebaik-baik ucapan, hiasan perkataan, sebenar-benar pembicaraan, kebaikan segala sesuatu. Imam Ali As. berkata, “Takutlah kamu dari dusta yang kecil maupun dusta yang besar, yang dilakukan dengan sungguh-sungguh atau dengan bercanda. Karena, jika seseorang berdusta kecil, maka hal itu akan mendorongnya untuk berani berdusta besar”.16
16
Khalil Musawi, Terapi Akhlak, (Jakarta: Zaytuna, 2011), h. 43.
13
b. Tobat Tobat berarti kembali, pulang kepangkuan Allah dengan segenap daya dan upaya setelah sekian lama lalai, setelah sekian lama berkubang dalam jurang noda dan dosa.17 Tobat adalah kesadaran jiwa untuk menyesali segala kesalahan (dosa) yang telah dilakukan baik lahir maupun bathin, kemudian dia berjanji untuk todak mengulanginya lagi dan berusaha menjauhkan diri dari penyebab lahirnya dosa serta menggantinkannya dengan perbuatan baik. Jadi, orang yang bertobat jiwanya akan menjadi bersih dari segala dosa yang dapat menghalangi hubungan hamba dengan Tuhannya. Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hambanya agar bertobat kepada Allah dengan sebenar-benar tobat.18 Firman Allah dalam QS. At-Tahrim ayat 8:
17
Amru Khalid, Dengarlah Suara Hatimu, (Jakarta: Embun Litera, 2004), h. 13.
18
Yusuf Qardhawi, Taubat, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2000), h. 6
14
c. Sabar Firman Allah Swt dalam QS. An-Nahl: 96
Sabar ialah kemampuan menahan atau menguasai diri dari berbuat maksiat atau menghadapi musibah termasuk juga sabar dalam menjalankan ketaatan (tidak tergesa-gesa). Indikasi orang yang memiliki kesabaran antara lain: 1) Tidak mengeluh ketika mendapat musibah, 2) Mempunyai sikap tabah yang disertai dengan sikap berani menghadapi tantangan dan ujian hidup sehingga segala musibah yang menimpanya dapat dilalui dengan tenang dan gembira karena keyakinan akan adanya hikmah dibalik musibah itu, 3) Tidak tergesa-gesa dalam bertindak. Jadi, sikap sabar yang cerdas adalah sikap sabar yang melahirkan kekuatan jiwa dalam menghadapi berbagai problem kehidupan, bukan sikap pesimistis tanpa upaya mengatasi kesulitan. d. Sukur Sukur ialah sikap jiwa ketika berhadapan dengan nikmat Tuhan, yang termanifestasikan dalam tiga keadaan. Pertama, hatinya gembira dan selalu mengingat Allah. Kedua, lidahnya mengucap tauhid. Ketiga, anggota tubuhnya menggunakan nikmat itu untuk ibadah kepada Allah. Jadi, orang yang bersyukur adalah orang yang pandai berterima kasih atas segala nikmat yang diberikan, kemudian mengelola nikmat itu menjadi modal kekuatan untuk kemaslahatan umat manusia dan pengabdian kepada Allah.
15
e. Harap (Raja’) Harap (Raja’) ialah kesenangan (keterikatan) hati terhadap sesuatu yang dinginkan terjadi pada masa yang akan datang. Sesuatu yang disenangi dan dinantikan itu haruslah memiliki sebab atau atas adanya usaha yang dilakukan. Jika suatu harapan tanpa disertai dengan usaha maka ia bukanlah harapan tetapi angan-angan. Oleh karena itu, orang yang berada pada kualitas harap ini mempunyai aktivitas yang tinggi dan jiwa optimis, hidupnya mempunyai visi dan misi yang jelas. f. Takut Takut ialah ketakutan akan datangnya sesuatu yang tidak disenangi atau ketakutan akan hilangnya sesuatu yang disenangi. Takut bagi seorang mukmin adalah ketakutan akan datangnya siksaan Allah dan ketakutan akan ditinggalkan oleh Allah akibat pelanggaran yang dilakukan selama hidupnya. Oleh karena itu, orang yang takut kepada Allah, ia selalu berupaya menjaga hati dan perbuatannya dari melakukan sesuatu yang dibenci oleh Allah. g. Zuhud Zuhud ialah menolak sesuatu dan mengandalkan yang lain. Ciri-ciri orang zuhud adalah: 1) tidak bergembira dengan apa yang ada dan tidak bersedih karena lepasnya sesuatu dari tangannya, 2) meninggalkan kelebihan dunia dan mengharapkan akhirat, 3) tidak menginginkan sesuatu selain Allah. Orang yang zuhud adalah orang yang benar-benar terbebas dari pengaruh hawa nafsu dan kenikmatan dunia.19
19
Mubin, op, cit., h. 130.
16
h. Tawakal Tawakal ialah bersandarnya hati kepada Allah yang maha pelindung karena ia yakin bahwa segala sesuatu tidak keluar dari ilmu dan kekuasaan-Nya. Sikap tawakal bukanlah sikap menyia-nyiakan karunia Allah, tetapi sikap tawakal sesungguhnya adalah kondisi spiritual yang mantap, hatinya menjadi tenang dan tidak sedikitpun terdapat rasa cemas karena tindakan apapun yang ia lakukan maka Allah-lah yang menentukan hasilnya. i. Cinta (Mahabbah) Cinta ialah kecenderungan hati yang sangat kuat (Bathin) kepada Allah Swt. mengalahkan kecintaannya terhadap yang lain. Orang yang mencintai Allah dengan cinta yang mendalam maka akan lahir: 1) sikap patuh terhadap perintah Allah, 2) sikap menyerahkan diri demi Allah, 3) kosongkan hati dari segalagalanya dan selalu mengingat Allah.20
3. Materi Pendidikan Lukman Al-Hakim Materi pendidikan sangat menentukan dalam proses pendidikan, sebab melalui materi inilah, segala aspek kependidikan ditanamkan kepada terdidik. Materi juga memiliki hubungan yang integral dengan unsur lainnya, apalagi jika dikaitkan dengan tujuan pendidikan. Artinya tujuan tidak mungkin tercapai kecuali materi yang akan dikembangkan terseleksi secara baik dan tepat.21
67
20
Ibid., h. 132.
21
Abdullah Husin, Model Pendidikan Luqman al-Hakim, (Yogyakarta: Insyira, 2003), h.
17
Materi pendidikan adalah muatan atau kandungan pelajaran yang disajikan kepada peserta didik.22 Materi ini disusun secara sistematis guna mencapai tujuan pendidikan. Begitu juga, materi pendidikan yang disampaikan oleh Lukman alHakim kepada anaknya. Organisasi materinya memiliki sistem, satu sama lain saling terkait, dan dilaksanakan dilingkungan keluarga.23 Ada empat materi pendidikan yang terkandung dalam Surah Lukman ayat 12-19, yaitu: a. Akidah (Tauhid atau Keimanan) Akidah merupakan materi yang pertama kali diberikan Lukman al-Hakim kepada anaknya melalui nasihat. Sebab akidah atau tauhid merupakan pokok ajaran yang sangat penting dalam rangka menumbuhkan keimanan kepada Allah Swt. akidah dalam Islam bukan hanya percaya, melainkan keyakinan yang mendorong seseorang muslim untuk berperilaku. Akidah adalah bagian yang paling pokok dalam Islam. Ia merupakan keyakinan yang menjadi dasar dari segala suatu tindakan atau amal. Apabila ia berakidah, maka segala sesuatu yang dilakukannya akan bernilai sebagai amaliah atau amal saleh, sebaliknya apabila seseorang tidak berakidah, segala amalnya tidak memiliki arti apa-apa.24 Ajaran tauhid yang diberikan Lukman al-Hakim kepada anaknya sesuai dengan potensi fitrah yang dimiliki oleh anak. Sebab, sebagaimana diketahui
22
Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), h. 107.
23
Barsihannor, op,cit., h. 40.
24
Toto Suryana, dkk., Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Tiga Mutiara, 1997), h. 95.
18
bahwa setiap manusia, sebelum lahir kedunia telah mengakui bahwa Allah Swt. adalah Tuhannya. Seperti dijelaskan Allah Swt.25 dalam QS. Al-A’raff ayat 172:
Potensi untuk bertauhid telah digambarkan oleh Allah melalui firman-Nya dalam QS. Ar-Ruum ayat 30 ;
Esensi tauhid yang diajarkan Lukman al-Hakim kepada anaknya adalah esensi tauhid yang murni, karenannya dalam memberikan nasihat kepada anaknya, tidak dimulai dengan perkataan untuk meminta anaknya menyatakan adanya Allah, tetapi Lukman al-Hakim langsung memberikan tekanan terhadap larangan menyekutukan Allah.26 Bisa dilihat dalam QS. Luqman ayat 13:
25
Abdullah Husin, op, cit., h. 69.
26
Barsihannor, op, cit., h. 43.
19
Materi tauhid yang disampaikan Lukman al-Hakim memiliki kekuatan dasar dengan adanya keseimbangan penanaman akhlak. Sebagaimana diketahui bahwa Lukman al-Hakim setelah menyampaikan ajaran tauhid ini, kemudian dilanjutkannya dengan nasihat tentang akhlak dan ibadah. Materi tauhid memiliki peran yang sangat penting dalam pembinaan manusia seutuhnya. Implikasi tauhid bukan saja pada masalah akidah, tapi juga menyangkut aspek-aspek lain seperti, ibadah, akhlak, dan muamalah. Oleh sebab itu, pendidikan Islam menempatkan pendidikan keimanan sebagai pilar utamanya. b. Ibadah Materi pendidikan yang diberikan Lukman al-Hakim kepada anaknya termasuk pula soal ibadah kepada Allah. Materi ibadah ini dilihat dari nasehat Lukman sebagaimana tercantum dalam QS. Luqman ayat 16 dan 17, yaitu :
Ibadah baik dalam arti luas maupun sempit, merupakan manifestasi murni dari akidah, yaitu suatu sistem praktis untuk menguatkan hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan antarindividu atau hubungan pribadi dengan masyarakat dari seorang insan yang berdaya dan berhasil guna. Karena itu ibadah mempunyai peranan besar dalam membina peradaban manusia.27
27
Muhammad Abdul Qadir Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 134.
20
Setelah kekuatan akidah tertanam dalam jiwa anak, maka kekuatan tersebut merupakan pondasi yang kuat dan landasan utama bagi anak untuk menerima pengajaran pendidik untuk mentaati semua perintah Allah merupakan beban hukum yang harus dijalankan sebagai konsekuensi keimanan. Karena itu, maka Lukman al-Hakim melanjutkan materi pembelajaran untuk anaknya menyangkut amal-amal shaleh sebagai berikut : 1) Perintah Shalat Shalat merupakan materi ibadah yang pertama kali disampaikan Lukman al-Hakim kepada anaknya. Hal ini mengandung pengertian bahwa shalat merupakan puncak dari semua ibadah dan seharusnya diajak sejak dini. Islam juga menempatkan shalat sebagai kewajiban pertama yang harus diajarkan kepada peserta didik, karena shalat merupaka tiang agama dan amal pertama yang akan diperhitungkan pada hari kiamat nanti. Selain itu, shalat merupakan parameter keimanan seseorang. Perintah melakukan ibadah shalat ini diikuti pula dengan perintah melakukan kebaikan atau menyeru orang berbuat baik dan mencegah perbuatan munkar. Menjalankan ibadah, seperti menyeru kepada kebaikan dan melarang kejahatan merupakan ibadah yang mulia, tapi tentu banyak halangan dan rintangan yang harus dihadapi. Ibadah yang ditanamkan Lukman kepada anaknya, memiliki nilai-nilai sarat, baik nilai ilahiyah maupun nilai kemanusiaan, suatu ibadah yang memang memiliki nilai keikhlasan dan kesabaran dalam menjalankannya, bersih dari sifat riya dan syirik.28
28
Ibid., h. 72.
21
Bentuk simbol ibadah yang diajarkan Lukman al-Hakim yakni ibadah shalat, merupaka ibadah yang sangat refrensentatif untuk mewakili sistem ibadah. Shalat menempati tempat kedua setelah syahadat di dalam rukun islam. Shalat merupakan bentuk ibadah yang amat simbolistik untuk kesadaran akan kehadiran Allah dalam hidup manusia.29 Shalat yang sempurna, dilakukan dengan kekhusyukan kehadiran hati yang disertai dengan ketenangan seluruh anggota badan, membentuk jiwa yang sempurna. Beberapa ulama tafsir menafsirkan ungkapan
sebagaimana terdapat dalam QS. Luqman ayat 17 dengan frase tujuan perintah sholat itu, yakni untuk membentuk kesempurnaan jiwa. Kesempurnaan jiwa hanya bisa dicapai seseorang dengan melakukan shalat yang sempurna, ia memiliki jiwa yang lebih seimbang, penuh harapan, namun tidak kehilangan kesadaran diri atau sombong, karena ia tidak berkeluh kesah jika ditimpa kesusahan dan tidak menjadi kikir jika sedang mengalami keberuntungan.30 Firman Allah dalam QS. Al-Ma’arij ayat 19-23 :
29
Nurcholish Majid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Yayasan Paramadina, 1992), h. 65. 30
Barsihannor, op, cit., h. 75.
22
Dengan demikian shalat yang diajarkan Lukman al-Hakim kepada anaknya adalah shalat yang memilki kualitas penghambaan yang tinggi kepada Tuhan sebagai suatu simbol institusi ibadah. 2) Perintah Amar Ma’ruf Nahi Munkar Amal shaleh yang diajarkan Lukman al-Hakim kepada anaknya adalah amar ma’ruf nahi munkar. Upaya yang dilakukan Lukamn al-Hakim pada aspek ini adalah mendidik anak sejak dini agar terbiasa menjalankan perilaku sosial yang utama, dasarnya kejiwaan yang mulia yang bersumber pada akidah islamiyah dan dengan kesadaran iman yang tinggi dan mendalam. Upaya ini bertujuan agar anak mampu bergaul dan berperilaku sosial yang baik dilingkungan masyarakat.31 Islam memerintahkan kepada umat muslim untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar, yakni mengajak manusia kepada kebaikan dan mencegah dari berbuat kejahatan. Firman Allah Swt. dalam QS. Al-Imran ayat 114 :
3) Perintah Sabar Materi berikutnya adalah menanamkan kesabaran kepada anak. Untuk menjadi muslim yang baik, apalagi untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar,
31
Abdullah Husin, op, cit., h. 76.
23
tidak selalu bisa berjalan mulus dalam pelaksanaannya, dalam arti sangat mungkin adanya hambatan dan kesulitan-kesulitan dalam hidup. Manakala seseorang memiliki kesabaran dalam hidupnya, maka Allah Swt. selalu bersama dengannya. Sebagaimana ditegaskan dalam QS. Al-Baqarah ayat 153 sebagai berikut :
Sabar merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam perjuangan menegakkan agama Allah dimuka bumi. Firman Allah Swt. dalam QS. Al-Imran ayat 200 :
c. Akhlak Pendidikan akhlak merupakan sub bagian pokok dari materi pendidikan agama, karena sesungguhnya agama adalah akhlak, sehingga kehadiran Rasulullah ke muka bumi pun dalam rangka menyempurnakan akhlak manusia.32 Akhlak dalam islam bersifat menyeluruh atau holistik, bulat dan terpadu. Suatu kebulatan moral, mengandung aspek normatif (kaidah, pedoman) dan operatif (landasan perilaku) bagi manusia.33 Oleh sebab itu, manusia yang berakhlak Islami akan memiliki integritas kepribadian yang utuh dalam bersikap dan 32
Juwairiyah, Dasar-dasar Pendidikan Anak dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: Teras, 2010), h. 96. 33
Muzayin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), h. 139.
24
berperilaku, yakni sesuai antara yang diucapkan dengan yang dilakukan dan jauh dari sifat hipokrit. Apa yang dilakukan Lukman al-Hakim dalam memberikan dasar bagi pendidikan anaknya sangatlah tepat karena hanya keimanan yang benarlah yang akan sanggup membuahkan akhlak yang mulia di dalam diri seseorang, sehingga anak yang tumbuh dengan fondasi keimanan yang kuat dia akan memiliki kemampuan untuk menerima dan melakukan setiap yang baik menurut agama dan meninggalkan semua yang bertentangan dengan agama. Akhlak yang dibahas dalam kajian materi pendidikan Lukman al-Hakim ini adalah konsep akhlak yang bersumber kepada ajaran dasar agama (nilai Ilahiyah), sehingga yang dimaksudkan dengan akhlak disini adalah akhlak yang baik yang menjadi tabiat seseorang yang segala nilai moralnya bersumber dari konsep ajaran dan nilai ilahiyah.34 Dari kisah Lukman al-Hakim sebagaimana terdapat dalam QS. Luqman ayat 12-19, terdapat beberapa bentuk akhlak yang dijadikan kerangka dasar pembentukan sikap, baik secara lahir maupun bathin. Bentuk akhlak atau sasaran akhlak itu adalah sebagai berikut: 1) Akhlak terhadap Allah Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah, tidak membuat sekutu bagi-Nya. Dia memiliki sifat-sifat terpuji. Demikian agungnya sifat itu, jangankan manusia, malaikat pun tidak dapat menjangkau hakikatnya.35
34
Barsihannor, op, cit., h. 53.
35
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), h. 262.
25
Akhlak terhadap Allah ini, digambarkan dalam QS. Luqman ayat 13:
Dalam ayat ini Lukman al-Hakim menyuruh anaknya untuk mengakui dengan sesungguhnya, bahwa Allah tidak memiliki sekutu, merupakan akhlak terhadap Allah. Lukman al-Hakim memulai nasihatnya dengan perintah untuk tidak menyekutukan Allah, merupakan penanaman ajaran tauhid yang memiliki implikasi terhadap penanaman sikap dan akhlak terhadap Allah. Ibadah memiliki hubungan yang erat dengan pendidikan akhlak. Ibadah berkaitan dengan takwa, dan takwa berarti melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Perintah Allah berkaitan dengan perbuatan yang baik, sedangkan larangan Allah berkaitan dengan perbuatan yang tidak baik. 36 Ibadah kepada Allah berkaitan pula dengan nilai pribadi seorang hamba. Kualitas akhlak yang baik memiliki nilai yang lebih disisi Allah, sebaliknya ibadah yang tidak disertai dengan kualitas akhlak yang baik akan memiliki implikasi yang etis dihadapan Allah. 2) Akhlak terhadap Orang Tua Intisari yang bisa diambil dari kisah Lukman al-Hakim juga berkenaan dengan akhlak terhadap orang tua. Firman Allah Swt. dalam QS. Luqman ayat 1415:
36
Harun Nasution, Islam Rasional, (Bandung: Mizan, 1995), h. 57.
26
Ayat diatas mengisyaratkan pentingnya akhlak terhadap orang tua, sebab ayat diatas memerintahkan manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tua. Merekalah yang mengandung dengan susah payah, lemah dan begitu berat. Berbuat baik sebagai suatu sikap akhlak dapat diwujudkan dengan cara memeliharanya, dalam arti memberikan perhatian sebagai wujud syukur terhadap keduanya. Sebab Allah memerintahkan manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tua. Dalam hal akhlak terhadap orang tua Rasulullah Saw. bersabda :
Jika
akhlak
yang
paling
puncak
terhadap
Allah
adalah
tidak
menyekutukan-Nya, maka puncak akhlak kepada orang tua adalah tidak mendurhakai mereka. Perintah bersyukur kepada kedua orang tua datang setelah perintah bersyukur kepada Allah, sementara perintah untuk tidak mendurhakai
27
orang tua datang setelah peintah untuk tidak menyekutukan Allah. Hal ini dijelaskan Nabi Muhammad Saw. dalam haditsnya:
Dalam hadits tersebut, Rasulullah Saw. menempatkan aspek durhaka kepada ayah dan ibu pada urutan kedua setelah mempersekutukan Allah. Hal itu menunjukkan besarnya dosa durhaka kepada kedua orang tua. 3) Akhlak terhadap Sesama Manusia Firman Allah Swt. dalam QS. Luqman ayat 18-19:
Materi tentang akhlak dan sopan santun dalam berinteraksi sosial terdapat pada ayat 18-19 dalam surah Luqman. Setidaknya ada tiga etika berinteraksi yang diajarkan Lukman al-Hakim kepada anaknya. Pertama, etika berkomunikasi nonverbal, yakni tidak memalingkan muka ketika berbicara pada seseorang atau sebaliknya, karena hal itu merupakan sebuah penghinaan dan salah satu bentuk kesombongan. Kedua, etika berjalan, yakni sederhana dalam berjalan sehingga
28
tidak angkuh dan sombong. Ketiga, etika berbicara, yakni melembutkan suara ketika berbicara kepada orang lain. Berkata dan bertutur yang baik, nilainya lebih baik daripada bersedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan. Tidak berakhlak terhadap sesama seperti sombong, angkuh dan menyakiti orang lain, merupaka suatu sikap yang tidak disenangi Oleh Allah. Menurut Al-Syantiqi, pernyataan
mengindikasikan adanya
larangan bersikap sombong terhadap manusia. Hal ini sesuai dengan QS. AlA’raff ayat 13 yang menunjukkan perintah menghilangkan sifat sombong terhadap sesama manusia, karena akibat sombong itu akan menimbulkan kejahatan:
4) Akhlak terhadap lingkungan Yang dimaksud dengan lingkungan adalah segala sesuatu yang berada disekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. Di dalam QS. Luqman ayat 18 dijelaskan bahwa berbuat kerusakan dimuka bumi ini merupakan salah satu perbuatan yang dilarang Allah. karena itu, Lukman al-Hakim memerintahkan anaknya untuk tidak berbuat demikian. Pada dasarnya akhlak yang diajarkan Alquran terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antar manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan serta bimbingan agar
29
setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya. Seseorang manusia yang bersifat sombong, angkuh dan bersifat merusak, sebagaimana dijelaskan dalam surah Luqman ayat 18, tentu tidak bisa mengolah alam sebagaimana mestinya, sebab akhlak terhadap alam dan lingkungan tidak dimiliki. Kesadaran bahwa semua yang ada di alam adalah milik Allah memunculkan suatu sikap akhlak yang terpuji terhadap lingkungan, sehingga tidak ada niat untuk berbuat kerusakan di alam ini. 4. Metode Pendidikan Lukman Al-Hakim Menurut bahasa metode berasal dari kata meta dan hodos. Meta berarti “melalui” dan hodos berarti “jalan” atau “cara”. Dengan demikian metode dapat juga berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Jika dikaitkan dengan pendidikan islam, metode diartikan sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang.37 Metode pendidikan adalah semua cara yang digunakan dalam usaha mendidik peserta didik. Abd al-Wahab Abd al-Salam Thawilah mengemukakan pendapat metode pendidikan adalah suatu tekhnik atau cara penyampaian materi pembelajaran kepada peserta didik agar mereka dapat menangkap dan mencerna pelajaran dengan mudah dan efektif. Pengertian metode pendidikan lebih terperinci dikemukakan oleh Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany, yaitu segala kegiatan terstruktur yang dilakukan oleh pendidik dalam rangka menyampaikan materi pembelajaran, berdasarkan kepada perkembangan peserta didik dan lingkungan alam sekitarnya
37
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 91.
30
dengan tujuan membantu peserta didik untuk mencapai proses pembelajaran dan perubahan tingkah laku yang diinginkan, baik aspek kognitif, psikomotor maupun afektif.38 Metode penyampaian materi pendidikan yang diterapkan oleh Lukman alHakim, diantaranya sebagai berikut: a. Metode Mauidzah (Nasihat) Mauidzah adalah nasihat bijaksana yang dapat diterima oleh pikiran dan perasaan orang yang menerimanya. Mauidzah sering diartikan sebagai nasihat yang disajikan dengan cara yang menyentuh kalbu. Ibnu Atsir mengatakan bahwa nasihat adalah kata yang dipergunakan untuk mengungkapkan keinginan yang baik untuk orang yang dinasihati. Secara terminologi, nasihat menurut Mahmud al-Mishri suatu kata yang mengandung arti bahwa orang yang menasihati menginginkan sekaligus melakukan berbagai macam kebaikan untuk orang yang dinasihati. Nasihat harus disampaikan dengan tutur kata yang baik dan lembut menyesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik. 39 Nasihat yang berpengaruh, membuka jalannya ke dalam jiwa secara langsung melalui perasaan. Menurut Muhammad Qutb nasehat yang diberikan dengan penuh kecintaan dan kebijakan, memberikan efek psikologis terhadap orang yang menerimanya, bahkan seseorang yang senantiasa mendapat nasehat akan selalu membutuhkan dan menganggapnya sebagai suatu kebutuhan jiwa. Dalam pemberian nasihat hendaknya dengan hati yang ikhlas dilakukan berulang 38
Abdullah Husin, op cit., h. 83.
39
Ibid., h. 85.
31
kali mengingatkan agar nasihat itu meninggalkan kesan sehingga orang yang dinasihati tergerak untuk mengikuti nasihat itu.40 Berdasarkan pengertian diatas, bisa dipahami nasihat yang diberikan Lukman al-Hakim merupakan sebuah metode pendidikan yang mampu menggugah perasaan dan hati seorang anak, serta dilakukan secara terus-menerus. Secara eksplisit, metode yang diterapkan Lukman al-Hakim sesuai dengan perkembangan kejiwaan peserta didik. Karena nasihat memberikan implikasi psikologis terhadap perkembangan pendidikan anak. Penyampaian materi yang dilakukan Lukman al-Hakim dimulai dengan kata “Ya Bunayya” (Wahai anakku ) merupakan bentuk tashgir (diminutif) dalam arti kasih sayang dan rasa cinta. Itu artinya pendidikan harus berlandaskan akidah dan komunikasi efektif antara pendidik dengan peserta didik yang didorong dengan rasa kasih sayang. Ungkapan ini juga mengisyaratkan bahwa seorang pendidik harus menggunakan kata-kata yang baik dan pantas ketika memberi nasihat.41 Demikianlah Alquran telah menampilkan Lukman al-Hakim sebagai pemberi nasihat dalam surah ini. Seakan-akan Allah Swt. memberikan pesan kepada para pendidik agar ikhlas dan diiringi dengan perasaan kasih sayang dalam menyampaikan nasihat kepada peserta didik, seperti keikhlasan dan kasih sayang orang tua dalam memberikan nasihat kepada anaknya. Selain itu, pemberian nasihat harus disajikan berulang-ulang dengan menggunakan alternatif kata yang baik dan pantas agar mudah diterima dan berkesan dihati peserta didik. 40
Barsihananor, op, cit., h. 81.
41
Abdullah Husin, op, cit., h. 84.
32
b. Metode Teladan Firman Alah Swt. dalam QS. Al-Ahzab ayat 21:
Bagi umat Islam Rasulullah Saw. merupakan teladan yang komprehensif. Keteladanan Rasulullah Saw. memiliki perilaku sebagai interpretasi Alquran secara nyata. Keteladanan Rasulullah Saw. merupakan salah satu faktor terbesar dalam kesuksesan dakwahnya. Bukankah keberhasilan Rasulullah Saw. menyampaikan risalah Islam kepada umat manusia dalam waktu yag relatif singkat adalah karena akhlak beliau yang mulia. Sehingga apa yang disampaikan beliau selalu ditaati umatnya dan perilaku beliau dijadikan sebagai contoh teladan umat islam sepanjang masa. Terkait dengan Lukman al-Hakim, Lukman al-Hakim adalah seorang figur yang memiliki kelebihan dalam kualitas kepribadian yang tinggi karena telah dikaruniai hikmah oleh Allah. Oleh sebab itu, sebagai seorang yang dikaruniai hikmah, tentu saja ketika Lukman al-Hakim menyampaikan materi pembelajaran kepada anaknya, baik itu berupa perintah atau larangan, maka bisa dipastikan sebelum ia menyampaikannya kepada anaknya, ia sendiri sudah memahami dan melakukannya terlebih dahulu. Hal ini menunjukkan bahwa keteladanan dari para orang tua dan pendidik adalah suatu keniscayaan dan merupakan hal yang sangat penting dalam proses pendidikan dan pembelajaran kepada peserta didik.
33
Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang sangat efektif dan meyakinkan untuk membentuk kepribadian anak, baik dibidang moral, spiritual maupun sosial. Keteladanan ada dua macam: Pertama, keteladanan bersifat tidak disengaja yaitu keteladanan dalam kelimuan, kepemimpinan, sifat keikhlasan, dan sebangsanya. Kedua, keteladanan bersifat sengaja yaitu keteladanan yang disertai dengan penjelasan dan perintah untuk melakukannya. Seperti, memberikan contoh tata cara sholat,wudhu dan lainnya.42 Keteladanan menjadi faktor penting dalam hal baik dan buruknya anak. Menurut Anwar Al-Judiy seperti dikutip oleh Bukhori Abu A. Yusuf Amin, metode ini besar pengaruhnya terhadap keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran, dan lebih berpengaruh kepada peserta didik daripada melalui metode nasihat. Sebab, peserta didik lebih banyak mengambil pelajaran dengan cara meniru perilaku pendidiknya. 43 Keteladanan dalam pendidikan menempatkan orang tua dan pendidik sebagai contoh atau model terbaik. Dengan demikian, seorang pendidik harus bisa menjadi teladan dalam perkataan dan perbuatannya bagi peserta didik. Pada hakikatnya, akhlak yang baik merupakan dakwah praktis. Karena itu, gerak-gerik seorang pendidik harus mengandung dasar-dasar dan nilai-nilai kebaikan serta mengajak peserta didik untuk turut melaksanakan akhlak yang baik. Oleh sebab itu, metode keteladanan dari pendidik merupakan alternatif yang menduduki peringkat utama dalam literatur pendidikan Islam.
42
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2014), h.
43
Abdullah Husin, op, cit., h. 90.
143.
34
c. Metode Pembiasaan Metode lain yang digunakan Lukman al-Hakim dalam mendidik anaknya adalah metode pembiasaan. Metode ini diterapkan dengan memberikan penanaman secara berulang-ulang menyangkut semua materi pendidikan. Dalam pembinaan sikap, metode pembiasaan sebenarnya cukup efektif. Lihatlah pembiasaan yang dilakukan Rasulullah. Rasulullah Saw. dalam memberikan materi dalam pengamalan Islam selalu ditekankan berulang-ulang. Sebagai contoh untuk perintah shalat saja Rasulullah Saw. ada beberapa hadits Rasulullah Saw. yang menerangkannya itu berarti bahwa Rasulullah Saw. selalu mengulang-ulang materi yang beliau sampaikan agar umat terbiasa dan selalu ingat dalam melaksanakan shalat. Pembiasaan menurut pendapat Muhammad Qutb merupakan metode yang sangat istimewa dalam kehidupan manusia, sebab melalui pembiasaan ini, terjadi perubahan seluruh sifat-sifat yang bukan hanya sekedar sifat baik, tetapi telah menjadi kebiasaan yang terpuji dalam diri seseorang. Metode pembiasaan harus diterapkan sejak anak masih kecil, sehingga apa yang dibiasakan, terutama berkenaan dengan akhlak yang baik, akan menjadi kepribadian yang sempurna. Para ahli pendidikan Islam, sepakat bahwa pembentukan kebiasaan harus dilakukan sejak dini ketika anak masih kecil, seperti membiasakan tidur teratur dan baik, jujur dalam berkata dan berbuat, tertib dan disiplin, dan semua pembiasaan yang bertujuan membina akhlak.
35
d. Metode Dialog Metode dialog dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah “Hiwar” yang berarti percakapan timbal balik atau komunikasi dua arah atau lebih mengenai suatu topik tertentu dan dengan sengaja diarahkan pada satu tujuan yang dikehendaki
oleh
pendidik.
Metode
dialog
ini
sangat
penting
dalam
menumbuhkan kreativitas peserta didik dan memberikan kesempatan kepadanya untuk menanyakan hal-hal yang belum dipahaminya. Banyak contoh dalam Alquran yang menggunakan metode dialog misalnya dialog antara Allah dan malaikat tentang penciptaan Adam, dialog Allah dengan Nabi Ibrahim tentang kekuasaan Allah, dan banyak lagi yang lainnya. Metode dialog sangat berpengaruh baik bagi pembicara atau pendengar. Metode ini dapat membangkitkan perasaan dan menanamkan kesan dalam jiwa, sehingga dapat mengarahkan seseorang untuk menemukan sendiri kesimpulannya. Selain itu, apabila dialog dilakukan dengan baik sesuai dengan tuntunan Islam, maka akan menimbulkan pengaruh pada pendidikan akhlak. Pada ayat 13 dalam QS. Luqman dimulai dengan kalimat “ya bunayya” (wahai anakku), mengisyaratkan terjadinya komunikasi efektif antara pendidik dan peserta didik yang didorong oleh rasa kasih sayang dan terealisasikan dalam pemberian bimbingan dan arahan agar peserta didiknya terhindar dari perbuatan yang dilarang. Dalam ayat ini juga, diungkapkan “La tusyrik billah..” (Jangan menyekutukan Allah, sesungguhnya menyekutukan Allah itu adalah kedzaliman yang besar). Ungkapan tersebut mengandung arti bahwa sesuatu yang tidak boleh bagi peserta didik tidak hanya sebatas larangan, tetapi diberi argumentasi yang
36
jelas mengenai apa yang dilarang. Dari ungkapan tersebut, secara ekplisit terjadi dialog antara Lukman al-Hakim dengan anaknya. Lukman al-Hakim memberikan argumentasi kepada anaknya mengenai larangan untuk tidak menyekutukan Allah.44 Komunikasi
efektif
antara
Lukman
al-Hakim
dengan
anaknya
mengisyaratkan agar seorang pendidik tidak menempatkan peserta didik sebagai objek saja, tetapi juga sebagai subjek pendidikan yang memiliki potensi pikir. Dalam hal ini, peserta didik diajak berdialog dengan menggunakan potensi pikirnya agar potensi itu dapat berkembang dengan baik. e. Metode Amtsal (Perumpamaan) Salah satu cara Lukman al-Hakim menyampaikan materi kepada anaknya adalah dengan gambaran yang logis dan rasional yang biasa disebut dengan metode perumpamaan. Lukman al-Hakim menggunakan metode ini untuk menjelaskan materi akidah dan akhlak. Penggunaan metode perumpamaan yang dilakukan Lukman al-Hakim ketika menyampaikan materi tentang ilmu dan kekuasaan Allah seperti terdapat dalam QS. Luqman ayat 16. Metode ini dimaksudkan untuk memudahkan anaknya untuk memahami konsep yang abstrak tentang keluasan ilmu Allah, yaitu dengan cara mengambil sesuatu yang diketahui anaknya sebagai perbandingan, sehingga sesuatu yang baru itu mudah dipahami jika dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya. Kata-kata “di dalam batu”, “dilangit”, atau “di perut bumi” adalah ungkapan-ungkapan yang telah dikenal dan diketahui
44
Abdullah Husin, op, cit., h. 89.
37
keadaannya oleh anak Lukman al-Hakim sebagai sesuatu yang tidak mungkin ia ketahui, karena keadaannya yang jauh dan dalam, sehingga tidak terjangkau oleh pengetahuan dan penglihatan manusia. Sedangkan sebuah biji sawi yang sangat kecil meski berada dalam tempat yang sangat jauh itu Allah mengetahuinya. Metode perumpamaan digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang tidak nyata menjadi nyata sehingga maknanya dapat dimengerti manusia. Perumpamaan akan mengungkap hakikat-hakikat yang belum nyata seolah-olah nyata dan memaparkan masalah-masalah yang tidak terlihat seolah-olah terlihat. Beragam perumpamaan dapat membentuk satu titik pemahaman yang mengagumkan ketika dipaparkan dengan ungkapan yang singkat. Dengan demikian, perumpamaan merupakan salah satu pendidikan yang penting untuk mempengaruhi perilaku peserta didik dan menumbuhkan nilai-nilai keislaman jika digunakan secara bijaksana dan dalam kondisi yang tepat. 5. Peran orang Tua dalam mendidik kecerdasan Spiritual Anak Pada hakikatnya anak adalah sebagai amanah Allah Swt. artinya kepercayaan yang diberikan kepada kedua orang tuanya yang dititipi untuk menjalankan tugas-tugas dari pemberi amanah. Oleh sebab itu, kedua orang tuanya harus menjalankan ketentuan dari pemberi amanah dalam memberlakukan anak-anaknya. 45 Berkenaan dengan anak sebagai amanah ini, Allah Swt. menegaskan dengan firman-Nya, dalam surah an-Nahl ayat 72:
45
Kamrani Buseri, Pendidikan Keluarga dalam Islam dan Gagasan Implementasi, (Banjarmasin: Lanting Media Aksara Publishing House, 2010), h. 21-23.
38
Proses amanah Allah Swt. kepada kedua orang tua adalah semenjak anak masih dalam kandungan, anak lahir, dan anak menjelang dewasa, bahkan menjelang mampu untuk beristeri bagi anak lelaki, atau bersuami bagi anak perempuan. Memang bilamana anaknya sudah kawin atau berkeluarga, maka amanah tersebut telah berakhir. Setelah perkawinan, anak laki-laki/suami bertanggung jawab terhadap isterinya, dan tanggung jawab anak perempuan berpindah dari orangtua kepada suaminya. Tugas utama orang tua berkaitan dengan amanah Allah Swt. adalah dalam hal: a. Pemeliharaan. b. Pengasuhan. c. Dan Pendidikan agar anak-anaknya berkembang positif baik aspek fisik, mental maupun rohaninya agar anak terhindar dari terjerumus ke jalan kesesatan. Di sisi lain juga harus berkembang intelektual, kecerdasan dan keterampilanya hingga menjadi dewasa dan mampu hidup mandiri. d. Memberikan bimbingan kearah kehidupan yang mandiri, berkemauan keras untuk bekerja, belajar hidup sederhana, menjauhi sifat serakah, menumbuhkan sikap selalu ingin maju dalam proses kehidupan dan selalu taat kepada Allah, Rasul dan orang tua.
39
Dalam bimbingan kehidupan pada dasarnya keluarga berkewajiban mengarahkan anak untuk menerapkan/menyalurkan nilai-nilai spiritual, nilai jasmaniah dan rohaniahnya juga nilai individual dan sosial dalam kehidupannya.
H. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu suatu penelitian terhadap buku-buku sebagai produk ulama yang ada kaitannya dengan pembahasan skripsi ini. Dengan demikian data yang diperoleh dari hasil literatur dideskripsikan apa adanya kemudian dianalisis. 2. Data a. Data Pokok -
Pengertian kecerdasan spiritual
-
Aspek kecerdasan spiritual
-
Materi Pendidikan Lukman al-Hakim
-
Metode Pendidikan Lukman al-Hakim
-
Peran Orang tua dalam mendidik spiritual anak
-
QS. Luqman ayat 12-19
-
Asbabun Nuzul QS. Luqman
-
Munasabah Ayat
-
Tafsir QS. Luqman aya 12-19
b. Data Penunjang -
Sejarah Lukman al-Hakim
-
Keterangan tentang Tafsir Al-Mishbah
40
3. Sumber Data Karena penulis ini menggunakan metode Library Research maka diambil data dari berbagai sumber sebagai berikut : a. Sumber data primer 1) Alquran dan Terjemahannya. 2) Surah Luqman ayat 12-19. 3) Tafsir Al-Mishbah karangan M. Quraish Shihab. 4) Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan ESQ karangan Ary Ginanjar Agustian. 5) Belajar dari Lukman Al-Hakim karangan Barsihannor. b. Sumber data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber yang bukan asli, seperti dari tafsir-tafsir lain, buku-buku lain, majalah, internet atau karya tulis ilmiah orang lain yang mendukung penelitian.46 4. Teknik Pengumpulan data Untuk mengumpulkan data, digunakan tekhnik berikut: a. Survey kepustakaan, yaitu dengan melakukan pendataan dan mengumpulkan
sejumlah
literatur
di
perpustakaan.
Adapun
perpustakaan yang menjadi survey adalah perpustakaan pusat IAIN Antasari Banjarmasin. b. Studi Literatur, yaitu dengan mempelajari, menelaah dan mengkaji secara intensif terhadap literatu-literatur yang telah diperoleh dari 46
Tatang M. Arifin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 133.
41
penelitian kepustakaan yang telah dilakukan, sehingga diperoleh data yang diperlukan. 5. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data a. Editing, yaitu data yang diolah diperiksa kembali selengkapnya. b. Klasifikasi data yaitu mengelompokkan data sesuai dengan tiap-tiap permasalahan yang diungkapkan, sesudah itu data-data tersebut disajikan dan dianalisis. c. Interpretasi data yaitu memberikan sedikit penjelasan sesuai dengan pemahaman penulis terhadap data yang melewati proses editing agar maksud sebenarnya dari data yang telah disajikan sistematis dan dapat dipahami dengan baik. 6. Metode Analisis Penelitian Penulis menggunakan tekhnik analisis isi (Content Analysis). Tekhnik analisis ini merupakan kesimpulan yang shahih dari sebuah buku atau dokumen, juga
merupakan
tekhnik
untuk
menemukan
karakteristik
pesan,
yang
penggarapannya dilakukan secara objektif dan sistematis.47 Untuk mempermudah memecahkan masalah yang telah dirumuskan, penulis mencoba menganalisis secara kritis dan konstruktif melalui metodemetode lain yang mendukung, yaitu : a. Metode Deduktif
47
h. 263.
Lexi J Moeleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991),
42
Metode deduktif berangkat dari pengetahuan yang sifatnya umum, menuju yang khusus. Metode ini digunakan untuk mengambil kaidah-kaidah yang umum dengan dihubungkan dengan yang ada untuk ditarik kesimpulan secara rinci. b. Metode Induktif Metode induktif merupakan pola pikir yang berangkat dari hal-hal yang bersifat khusus ditarik generalisasi, sebagaimana yang dikemukakan oleh Sutrisno Hadi: “Induktif berangkat dari fakta-fakta khusus, peristiwa-peristiwa khusus dan konkret itu ditarik generalisasi-generalisasi yang mempunyai sifat umum”.48 Langkah-langkah yang ditempuh dalam menyeleksi dokumen yang dipandang sangat bernilai: 1) Mengidentifikasi situasi sosial dimana suatu peristiwa atau kasus memiliki makna yang sama. Situasi sosial mempertimbangkan waktu dan tempat dimana suatu peristiwa. 2) Dalam hubungan identifikasi, perlu mengenali kesamaan dan perbedaannya, yaitu memfokuskan pada suatu objek, suatu peristiwa atau suatu tindakan. 3) Mengenali relevansi teoritis atau data tersebut. Analisis isi dalam penelitian ini, penerapannya ditempuh melalui beberapa langkah, yaitu: a. Reduksi data, yaitu proses pemusatan perhatian pada penyederhanaan pengabstrakan dan transpormasi data mentah dan kasar yang muncul dari catatan yang diperoleh.
48
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yoyakarta: Andi Offset, 1991), h. 9.
43
b. Penyajian data, yaitu proses penyusunan informasi yang disajikan kedalam satu bentuk yang sistematis, sehingga menjadi lebih sederhana dan selektif, serta dapat dipahami maksudnya. c. Penarikan kesimpulan, yaitu membuat kesimpulan dari data-data yang diperoleh agar lebih rinci dan jelas.
I. Tinjauan Pustaka Dari hasil tinjauan penulis tentang buku, sudah ada yang meneliti di antaranya adalah: 1. Judul skripsi “PEMBINAAN KECERDASAN SPIRITUAL ANAK DALAM KELUARGA DI DESA AWANG BANGKAL TIMUR KECAMATAN KARANG INTAN KABUPATEN BANJAR” oleh Mahasiswa IAIN Antasari Banjarmasin tahun 2012, yang bernama Mahyudin. Penelitian itu dilakukan dengan metodologi penelitian kualitatif. 2. Judul skripsi “MATERI DAN PENDEKATAN PENDIDIKAN AGAMA TERHADAP ANAK MENURUT SURAH LUKMAN (12-19)”, oleh mahasiswa IAIN Antasari Banjarmasin tahun 2012 yang bernama Tarmizi, NIM. 070128176. Penelitian ini lebih menitikberatkan kepada konsep pendidikan yang ada di Surah Lukman 12-19. Berdasarkan
tinjauan
di
atas,
maka
dapat
di
katakan
bahwa
KECERDASAN SPIRITUAL ANAK DALAM QS. LUQMAN MENURUT KAJIAN TAFSIR AL-MISHBAH berbeda dengan dua judul di atas. Karena dalam judul ini, penulis membahas masalah mencerdaskan spiritual anak dengan
44
membatasi tafsir yang dibahas yaitu tafsir Al-Mishbah dan penulis menggunakan metodologi penelitian kepustakaan.
J. Sistematika Penulisan Bab I : Pendahuluan sebagai pengantar umum terhadap isi tulisan. Dalam bab ini memuat uraian tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Signifikasi Penelitian, Definisi Operasional, Alasan Memilih Judul, Kerangka Teori, Metode Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan di akhiri dengan Sistematika Penulisan. Hal ini di lakukan untuk mengarahkan pembaca kepada subtansi penelitian ini. Bab II : Penulisan ini terfokus terhadap Riwayat Hidup Lukman AlHakim, seperti Sejarah Lukman al-Hakim, Biografi Lukman al-Hakim, dan Sedikit Uraian mengenai Tafsir al-Mishbah. Bab III : Berisi analisis terhadap pendapat M. Quraish Shihab dalam surah Luqman berkenaan dengan Surah Luqman dan Terjemahannya, Asbabun Nuzulnya, Munasabah Ayatnya, Tafsirannya, Keterkaitan Surah Luqman Dengan Kecerdasan Spiritual Anak. Bab IV : Merupakan bab penutup, kesimpulan dari seluruh uraian yang telah di kemukakan dan merupakan jawaban atas permasalahan yang ada, serta saran-saran yang dapat di sumbangkan sebagai rekomendasi untuk kajian lebih lanjut, serta lampiran-lampiran.