PANTUN HUMOR SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN KARAKTER TOLERANSI BAGI SISWA SEKOLAH DASAR Ari Ambarwati Universitas Islam Malang
[email protected] Abstrak Pantun merupakan kekayaan sastra lisan yang patut dilestarikan. Keterampilan berpantun bisa menjadi indikator kecerdasan bahasa seseorang. Ada beragam jenis pantun, salah satunya adalah pantun humor. Pantun humor bersifat menghibur dan relatif disukai siapa saja, termasuk anakanak. Pantun humor dengan redaksional tertentu bisa digunakan sebagai media untuk menanamkan nilai-nilai toleransi. Pendidikan karakter toleransi pada anak usia Sekolah Dasar relevan untuk diterapkan mengingat Indonesia merupakan negara multikultur, multietnis, sekaligus multiagama dan kepercayaan. Potensi keragaman tersebut di satu sisi menjadi berkah yang luar biasa, tetapi jika tidak dikelola dengan baik, termasuk menanamkan nilai-nilai toleransi sejak dini, maka potensi tersebut bisa menjadi ancaman disintegrasi bangsa. Fokus kajian diarahkan pada bagaimana membuat formula pantun humor yang bisa digunakan untuk menanamkan karakter toleran, dan bagaimana merancang pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dengan media pantun humor. Hasil kajian ini memberikan sejumlah rekomendasi kepada guru Sekolah Dasar dan pihak-pihak yang terkait agar dapat melaksanakan pendidikan karakter toleransi di Sekolah Dasar dengan memanfaatkan pantun humor. Kata Kunci: pantun humor, pendidikan karakter, toleransi 1. Pantun dalam Kebudayaan Indonesia Pantun disebut sebagai genre puisi lama yang dikenal secara luas dalam khazanah bahasabahasa Nusantara. Ada banyak versi tentang asal usul kata pantun. Pantun dalam bahasa Jawa merupakan bahasa krama inggil dari kata Pari yang berarti padi. Dalam kebudayaan Jawa dikenal parikan, yang muncul dalam kesenian Ludruk Parikan juga memiliki sampiran dan isi yang dilantunkan dalam bahasa Jawa. Contoh parikan yang terkenal adalah ‘Pagupon omahe doro, melok Nippon uripe soro’ yang artinya adalah pagupon (kandang atau rumah burung) dara, ikut Nippon (Jepang) hidupnya sengsara. Parikan tersebut dinyanyikan di panggung kesenian tradisional ludruk untuk membangkitkan nasionalisme rakyat Indonesia saat masih dijajah Jepang (1942-1945) Pantun ditemukan juga dalam kebudayaan Sunda paparikan, yang dikenal juga sebagai sisindiran. Paparikan memiliki dua elemen pembangun, yakni cangkang dan isi. Cangkang bermakna sama seperti sampiran dalam pantun. Pola rimanya serupa dengan pantun, yakni a,b,a,b. Contoh paparikan adalah sebagai berikut. Sok hayang saba ka Bandung (Sering saya pergi ke Bandung) Hayang nyaho pabrik kina (Ingin tahu pabrik kina) Sok hayang nanya ni pundung (Sering saya ingin menanyai yang merajuk) Hayang nyaho mimitina (Ingin tahu apa penyebabnya)
1
Dalam versi Batak, pantun dikenal sebagai umpassa. Umpassa terdiri dari dua larik saja, seperti pantun kilat atau karmina. Umpassa suku Batak Toba dibukukan dalam putasha (kitab kulit kayu). Berikut ini adalah contoh umpassa. Salimbakbak salimbukbuk solot di pea-pea Sahali pe margabus matua tano ndang porsea Terjemahan bebas umpassa tersebut adalah sekali saja ketahuan berbohong, seumur hidup orang tak akan percaya. Umpama (peribahasa) dan umpassa mempunyai peranan penting dalam tata kehidupan masyarakat Batak Toba karena berisi nasihat, doa, pengakuan, hukum adat, penggambaran sifat manusia, sindiran, dan pedoman demokrasi. Masyarakat Batak Toba melestarikan kearifan dan kebijaksanaan lokalnya melalui umpassa. Dapat dikatakan bahwa pantun, dengan berbagai variannya, menjadi bagian dari kebudayaan lisan yang mengakar pada masyarakat Indonesia. Dalam upacara pernikahan adat Melayu, ada sesi untuk berbalas pantun antarkeluarga mempelai. Pantun berbalas dalam upacara tersebut bertujuan mempererat ikatan antarkeluarga mengingat mereka datang dari latar belakang keluarga yang berbeda kebiasaan, cara pandang, dan seleranya. Mari cermati contoh berbalas pantun ala Melayu berikut ini. Pihak lelaki: Mencari umpan di tanjung lintang Melempar kail di tanjung selam Dari Pandan rombongan kami datang Bolehkah kami masuk ke dalam? Pihak perempuan membalas: Bukan ketuk sembarang ketuk Ketuk sekali tidaklah berat Jangan masuk sembarang masuk Masuk kemari diminta syarat Keluarga mempelai lelaki dan perempuan biasanya sudah menyiapkan seorang wakil keluarga untuk melaksanakan acara berbalas pantun tersebut. Karena bersifat spontan, maka wakil keluarga tersebut haruslah orang yang pandai berpantun. Berbalas pantun dalam pesta resepsi pernikahan menjadi tontonan tersendiri yang menghibur karena umumnya muncul hal-hal tidak terduga yang menimbulkan kelucuan. Pantun kemudian menjadi media bagi pihak-pihak yang sebelumnya merasa berjarak karena tidak saling kenal, untuk mengakrabkan diri. Pantun memberi ruang untuk saling mengenali profil komunitas satu dengan komunitas lainnya. 1.1 Pantun (dan) Humor Anak rusa di rumpun salak Patah tanduknya ditimpa genta Riuh kuda tergelak-gelak Melihat monyet berkacamata Pantun di atas merupakan contoh dari pantun humor. Pantun tersebut membuat pendengarnya tersenyum karena mendapati keanehan atau hal yang tidak biasa dalam isi (Riuh kuda tergelakgelak; melihat monyet berkacamata). Keanehan tersebut menyimpangkan logika sebab faktanya tak ada kuda yang mampu tertawa tergelak layaknya manusia. Kuda hanya bisa meringkik dan tak mungkin tergelak meskipun melihat seekor monyet berkacamata. Tingkah monyet yang 2
menyerupai tingkah manusia, seperti umumnya ditampilkan dalam pertunjukan topeng monyet, juga menimbulkan kelucuan. Pantun adalah bentuk puisi lama berisi empat larik sebait berima silang (a,b,a,b) (Surana, 2001:31). Empat larik dalam sebait pantun berisi dua sampiran dan dua isi. Larik pertama dan kedua berupa sampiran, sementara larik ketiga dan keempat disebut isi. Sampiran adalah bagian objektif dari pantun yang bisa berupa apa saja yang dapat digunakan sebagai kiasan. Dalam contoh di atas Anak rusa di rumpun salak dan Patah tanduknya ditimpa genta merupakan sampiran yang mendeskripsikan seekor anak rusa. Sampiran tidak memiliki hubungan sebab akibat dengan isi pantun. Sampiran dibuat semata untuk mendekatkan rima pada tujuan atau maksud yang sesungguhnya dalam pantun, yakni isi. Riuh kuda tergelak-gelak dan Melihat monyet berkacamata adalah isi yang merupakan maksud sesungguhnya dalam pantun tersebut. Setiap orang dimungkinkan membutuhkan humor dalam komunikasi sehari-hari, karena humor dapat melepaskan ketegangan manusia akibat tekanan dan beban kehidupan (Ambarwati, 2014:364). Humor dapat membantu seseorang mendapatkan perasaan yang lebih baik. Alasan ini bisa menjelaskan mengapa pantun humor atau pantun jenaka menjadi pantun yang disukai banyak orang. Mendapati karakter yang tidak biasa atau kenyataan yang berbeda dalam pantun dengan pengalaman keseharian berpotensi menimbulkan humor. Humor bukan saja disukai oleh orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Anak-anak menemukan pelepasan dan senjata terbaik mereka (ketika tertekan) melalui humor (Landsberg, 1992:34). Humor memiliki peran yang strategis dalam memengaruhi anak-anak usia Sekolah Dasar untuk membaca. Zbaracki menyatakan bahwa humor membuat anak-anak lebih tertarik untuk membaca (2003:122). Ketertarikan yang dibangun oleh humor dalam bacaan membuat anak-anak menjalin interaksi sosial dengan membagikan apa yang sudah mereka baca. Antusiasme ini membuat anakanak menjadi lebih terikat dengan bacaaan, karena mereka percaya akan menemukan hal-hal lucu lainnya. Paparan di atas membuat penulis berpikir bahwa humor dalam pantun humor berpotensi menjadi media untuk menanamkan pendidikan karakter bagi siswa Sekolah Dasar. Humor dalam pantun humor menjadi bisa data tarik pertama bagi anak-anak untuk mempelajari pantun. Selanjutnya, pantun humor bisa mengantar anak-anak untuk memperoleh nilai-nilai karakter toleransi yang dapat diterapkan dalam keseharian mereka, baik di sekolah maupun di rumah. 2. Pendidikan Karakter Charassein adalah kata dalam bahasa Yunani yang berarti mengukir corak yang tetap dan tidak terhapuskan. Dari charassein muncul character yang dalam bahasa Indonesia ditulis menjadi karakter. Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa karakter atau watak adalah paduan segala tabiat manusia yang bersifat tetap sehingga menjadi tanda khusus yang membedakan orang yang satu dengan orang yang lain. (Maryaeni, 2011:28). Karakter menjadi sendi dalam kehidupan seseorang yang membuatnya memiliki perangai atau sifat tertentu. Menurut Maryaeni, karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan bercara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. (2011:27-28). Kebajikan yang diinternalisasikan berupa nilai, moral, dan norma yang berlaku dalam masyarakat setempat. Interaksi yang terjalin antarindividu dalam masyarakat tersebut menumbuhkan karakter bangsa. Internalisasi karakter suatu bangsa merujuk pada budaya bangsa yang sudah menjadi kesepakatan warga bangsa. Dalam konteks Indonesia, budaya bangsa tersebut adalah Pancasila, maka internalisasi karakter individu Indonesia berikut pengembangannya harus berkiblat pada Pancasila. Falsafah negara tersebut menjadi acuan bagi pengembangan budaya dan karakter baik bagi tiap individu di Indonesia. Selain berkiblat pada Pancasila dan merujuk pada budaya
3
setempat, penjabaran nilai-nilai karakter manusia Indonesia yang akan diinternalisasikan juga bersumber pada agama dan tujuan pendidikan nasional. Agama menjadi salah satu sumber untuk mengidentifikasi karakter manusia Indonesia karena masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang berpegang pada nilai-nilai agama dan kepercayaan yang dianut. Pengembangan nilai-nilai karakter manusia Indonesia juga diambil dari tujuan pendidikan nasional mengingat di dalamnya termuat rumusan kualitas yang harus dimiliki individu Indonesia, yang dikembangkan oleh satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dibandingkan tiga sumber lainnya, mengingat tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki tiap warga negara Indonesia. Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan (Puskur Balitbang) Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan membuat 18 nilai karakter yang dilandaskan pada budaya bangsa. Delapan belas nilai karakter tersebut bisa dilihat di tabel berikut ini. NILAI-NILAI KARAKTER BERLANDASKAN BUDAYA BANGSA 1.Relijius 2.Jujur 3.Toleransi 4.Disiplin 5.Kerja Keras 6.Kreatif 7.Mandiri 8.Demokratis 9.Rasa ingin tahu
10.Semangat Kebangsaan 11.Cinta Tanah Air 12. Menghargai Prestasi 13. Bersahabat/komunikatif 14. Cinta damai 15. Gemar membaca 16. Peduli lingkungan 17. Peduli sosial 18. Tanggung jawab
Tabel 1
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2015, pendidikan karakter adalah salah satu program prioritas pembangunan nasional. Secara psikologis dan sosiokultural, pembentukan karakter individu merupakan fungsi seluruh potensi manusia, baik secara kognitif, afektif, maupun psikomotorik dalam konteks sosiokultural yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan karakter merupakan kerja strategis bagi sebuah bangsa. Cetak biru manusia Indonesia yang tertuang dalam delapan belas nilai karakter tersebut dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial, budaya, serta masyarakat yang melingkupinya. Pendidikan karakter merupakan kerja besar bagi sebuah bangsa, mengingat kerja tersebut merupakan internalisasi nilai-nilai yang secara terus menerus diberikan kepada peserta didik selama proses pendidikan berlangsung.
4
3. Toleransi dalam Konteks Indonesia Indonesia adalah bangsa multietnis dan multikultur. Masyarakat Indonesia juga masyarakat yang majemuk dalam agama dan kepercayaan. Fakta ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan dan corak budaya paling kaya di dunia. Kebudayaan masingmasing etnis mendapat tempat terhormat untuk bisa dikembangkan, dilestarikan dan menjadi penanda bagi kemajemukan Indonesia. Di satu sisi keragaman etnis dan budaya merupakan anugerah yang indah untuk dinikmati dan dipelajari, tetapi di sisi lain, potensi gesekan yang muncul sebagai buah dari interaksi sehari-hari dari keragaman tersebut juga harus dikelola dengan bijaksana. Pengelolaan potensi Indonesia yang beragam, bukan saja satu-satunya pekerjaan besar yang harus dihadapi Indonesia. Meningkatnya krisis di beberapa tempat lain di dunia, khususnya tentang kekerasan (radikalisme) atas nama agama menimbulkan kekhawatiran bahwa ancaman tersebut bisa kapan saja muncul di Indonesia. Untuk memperkuat keutuhan dan kesadaran berbangsa Indonesia, maka pendidikan karakter berbasis toleransi, penting untuk dikedepankan. Almarhum Gus Dur (Abdurrahman Wahid, mantan Presiden Republik Indonesia) menyatakan bahwa menciptakan penghargaan di antara kelompok yang berlainan adalah cara untuk memecahkan perbedaan yang terjadi (Pengantar buku KH. Said Aqil Siroj, 2008). Konfrontasi untuk menghilangkan perbedaan harus dihindari. Gus Dur menawarkan upaya untuk merumuskan kesamaan sikap hidup dan pandangan umum tentang hidup untuk menghindarkan perbedaan tajam yang muncul dalam interaksi berbangsa. Selaras dengan itu, Said Aqil Siraj menggarisbawahi bahwa persaudaraan bangsa (ukhuwah wathaniyah) harus didahulukan ketimbang persaudaraan umat Islam (ukhuwah Islamiyah) dalam konteks Indonesia yang majemuk (Kompas, 11-4-2015). Argumentasi tersebut dilandasi pemikiran bahwa tanpa negara, umat Islam tidak bisa melakukan kegiatan keagamaannya. Bangsa Indonesia bukan saja milik umat Islam, tetapi juga saudara sebangsa yang berbeda agama dan kepercayaannya. Penghargaan kepada mereka yang berbeda merupakan sikap hidup yang harus dikembangkan dalam kehidupan berbangsa. Sikap toleran dan moderat, tidak ekstrim kanan maupun kiri, adalah karakter khusus individu Indonesia yang juga bersumber dari Pancasila, khsususnya sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab dan sila ketiga, persatuan Indonesia. Toleransi adalah salah satu dari delapan belas nilai-nilai karakter yang diinternalisasikan dalam pendidikan karakter. Toleransi berakar dari kata tolerare dalam bahasa Latin yang berarti dengan sabar membiarkan sesuatu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, toleran (ajektiva) berarti bersifat atau bersifat menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dsb) yang berbeda atau bertentangan dengan diri sendiri (2012:1477). Sementara toleransi (nomina) sendiri bermakna sifat atau sikap toleran. Toleransi menjadi salah satu nilai karakter yang diinternalisasikan pada individu Indonesia mengingat kemajemukan merupakan karakteristik khusus Indonesia. Kemajemukan dan keragaman Indonesia diharapkan dapat dikelola dengan baik apabila tiap individu dapat mengidentifikasi toleransi menjadi aksi dan tindakan dalam menjalin interaksi dengan individu lainnya. Deskripsi toleransi adalah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, dan sikap orang lain yang berbeda dari dirinya. Sekolah adalah tempat ideal, setelah rumah, yang tepat untuk menanamkan pendidikan karakter. Sekolah memiliki perangkat bernama kurikulum yang menyediakan materi pelajaran berikut standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dirancang untuk mengintegrasikan pendidikan karakter di dalamnya.
5
4. Pantun Humor untuk Pendidikan Karakter Toleransi bagi Siswa Sekolah Dasar Keterampilan berpantun diajarkan pada siswa kelas V Sekolah Dasar (SD). Kompetensi inti berikut kompetensi dasar yang dilatihkan untuk pantun bisa dicermati dalam kolom berikut. KOMPETENSI INTI 3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, mahluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan bendabenda yang dijumpainya di rumah, di sekolah dan tempat bermain. 4. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, mahluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan bendabenda yang dijumpainya di rumah, di sekolah dan tempat bermain.
KOMPETENSI DASAR 3.4. Menggali informasi dari teks pantun dan syair tentang bencana alam dan kehidupan berbangsa dan berbegara dengan bantuan guru dan teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan kosa kata yang baku. 4.4. Melantunkan dan menyajikan teks pantun dan syair tentang bencana alam dan kehidupan berbangsa dan berbegara dengan bantuan guru dan teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan kosa kata yang baku. Tabel 2
Pantun humor yang digunakan untuk melatihkan keterampilan berpantun bisa dibuat oleh guru atau mengambil dari buku-buku pelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang berisi pantun anak-anak. Pantun humor yang digunakan guru sebaiknya adalah pantun humor yang memuat benda-benda di lingkungan sekitar anak-anak, flora, fauna, adat, kebiasaan, dan kebajikan setempat yang sudah dikenali atau diakrabi oleh siswa. Dengan demikian, siswa mendapatkan pembelajaran yang sesuai dengan konteksnya karena mereka mampu mengindera pengetahuan tersebut dan menghubungkannya dengan pengalaman keseharian mereka. Siswa yang lingkungan sekolahnya di wilayah pesisir tentu lebih mudah mempelajari pantun humor jika muatannya banyak berbicara tentang pasir laut, tepi pantai, nyiur melambai, kerang, lokan, dan kosa kata lain yang berkait langsung dengan budaya masyarakat pesisir. Siswa yang hidup di lingkungan pegunungan tentu akrab dengan pola bercocok tanam, aneka tanaman pangan, tumbuhan obat, hewan ternak, maupun keraifan lokal yang berkelindan dengan kebudayaan masyarakat agraris. Pun mereka yang hidup di daerah industri akan lebih mudah mempelajari pantun yang berciri kearifan dan kebudayaan masyarakat setempat. Siswa akan mendapatkan praktik-praktik terbaik (the best practices) jika humor dalam pantun yang dipelajari adalah humor yang sehari-hari mereka akrabi. Coletta menyebutkan bahwa apa yang ditertawakan seseorang sesungguhnya adalah apa yang ditertawakan oleh seluruh anggota kelompok orang tersebut (2003:18). Pernyataan tersebut menguatkan argumentasi bahwa muatan humor dalam pantun yang sudah diakrabi oleh siswa membantu mereka menghubungkan pantun dengan konteks keseharian mereka. Model pembelajaran menggunakan pantun humor sebagai media pendidikan karakter siswa SD dapat dicermati dalam bagan berikut.
6
PANTUN HUMOR: IDENTIFIKASI LINGKUNGAN SISWA
Memilih dan mengidentifikasi pantun yang kata/frasa/kalimatnya familiar dengan siswa di lingkungan setempat. Dimulai dengan karmina,pantun, hingga talibun.
PEMODELAN GURU AKTIFITAS SISWA I 1.Guru melantunkan beberapa pantun humor
1.Siswa melantunkan dan menuliskan kembali pantun humor yang disampaikan guru
2. Guru menunjukkan contoh aneka jenis pantun
2. Siswa mengidentifikasi karakteristik pantun 3. Siswa mengidentifikasi peristiwa dalam pantun
AKTIFITAS SISWA II 1.Siswa memproduksi pantun humor dengan cara mengubah kata,frasa, atau kalimat dalam pantun contoh dengan kata, frasa, atau kalimatnya sendiri. 2. Siswa menyunting pantun humor miliknya sendiri 3. Siswa melantunkan pantun humor yang sudah diproduksinya di depan kelas. 4. Siswa mempublikasikan pantun humor di dinding kelas. 5. Siswa melakukan pemilihan pantun humor paling disukai berdasarkan jajak pendapat
Siswa diminta menceritakan bagaimana proses pembuatan pantunnya
Siswa diminta mengomentari pantun milik temannya yang menurutnya menarik dan memancing tawa
AKTIFITAS III Beberapa pantun yang mendapat apresiasi tinggi saat jajak pendapat, dilantunkan oleh beberapa siswa di depan kelas
Guru mengajak siswa berdiskusi tentang manfaat pantun humor. Pantun humor bisa digunakan untuk menghibur teman, memulai percakapan dengan teman baru, menyatakan kritik dan mendamaikan teman yang sedang bersitegang dengan teman lain.
REFLEKSI Siswa diminta pendapatnya tentang apa yang mereka pelajari dari pantun humor dan bagaimana mereka mendapat manfaat dari pantun humor
7
Muatan humor dalam pantun bisa menjadi sarana untuk mendekatkan anak dengan jenisjenis pantun lainnya. Ketertarikan ini perlu dibangun terlebih dahulu agar siswa paham bahwa pantun bisa digunakan untuk menjalin komunikasi dengan teman sebaya. Keterampilan berkomunikasi menggunakan media pantun humor bisa membantu siswa mengembangkan kompetensi sosialnya. Siswa Sekolah Dasar umumnya sudah memiliki kebutuhan untuk menjalin persahabatan dengan teman-teman sebaya Konsep dasar pembelajaran pantun humor untuk pendidikan karakter adalah mengidentifikasi sebanyak mungkin pengetahuan yang mereka dapatkan dalam pantun humor yang bisa mereka hubungkan dengan konteks toleransi Indonesia yang serba majemuk. Pantun humor membantu mereka membentuk persepsi bagaimana menjalin relasi dengan orang lain. Pemilihan pantun humor yang tidak merendahkan orang lain, tidak mengandung unsur SARA dan mengejek atau mencela fisik orang lain tentu harus dihindari. Keterampilan ini juga harus dilatihkan saat pembelajaran berlangsung. Sebaliknya, siswa diajak untuk membuat pantun humor yang menertawakan (kesalahan dan kebodohan) diri sendiri atau menceritakan kelucuan hewan ketika bertindak seperti manusia. Contoh-contoh pantun humor tersebut adalah sebagai berikut. Pergi pagi bawa kanvas Di tengah jalan ketemu kepompong Gosok gigi janganlah malas Wajah cantik dan tampan tak boleh ompong Jeruk purut jangan dibawa Lihat bapak beli dedak Sakit perut karena tertawa Melihat badak sibuk berbedak Jangan suka cemberut Jangan suka kuatir Itu suara kentut Bukan suara petir Bibi Sum petik melati Pak Jalu jajan cendol Aku senyum malu sekali Teringat dulu saat ngompol Buat rakit di tengah rawa Adik bungsu membawa jaring Perut Mamat sakit menahan tawa Melihat gigi palsu terbawa ke piring Ayah Soraya membuat ketupat Soraya suka roti sisir Sang buaya lompat ke darat Melihat kuda terjun ke air
8
SIMPULAN Pantun merupakan kekayaan tradisi lisan yang dikenal secara turun temurun di wilayah nusantara. Kearifan dan kecerdasan lokal yang muncul dalam pantun bisa menjadi sarana untuk memahami latar belakang komunitas yang berbeda. Kepandaian berpantun merupakan salah satu kompetensi yang bisa dilatihkan pada siswa Sekolah Dasar. Muatan humor dalam pantun menjadi salah satu daya tarik untuk mempelajari pantun. Humor dalam pantun selain dapat menjadi sarana rekreatif untuk menghibur orang lain, juga berfungsi sebagai sarana kritik kepada diri sendiri maupun orang lain. Kompetensi sosial menjadi penting bagi siswa agar mereka dapat menjalin komunikasi dengan lingkungan sosialnya untuk bermacam-macam kepentingan. Dalam konteks Indonesia yang plural, pantun humor dapat digunakan sebagai alat untuk mengenalkan konsep pluralitas Indonesia. Konsep dasar pluralitas ala Indonesia penting diajarkan kepada siswa mengingat pembentukan dan pendidikan karakter manusia Indonesia dilakukan melalui pendidikan formal yang terencana dan terukur. Bagi Indonesia pendidikan karakter merupakan kerja strategis yang tidak saja harus dirumuskan dalam tujuan pendidikan nasional, tetapi juga dilatihkan kepada setiap peserta didik melalui penerapan kurikulum berbasis pendidikan karakter di tiap satuan tingkat pendidikan, mulai dari Taman Kanak-kanak hingga Perguruan Tinggi. Pantun humor yang mengedepankan kearifan dan pengetahuan setempat, dengan formula tertentu (tidak mengandung sentimen suku, agama, dan ras) dengan pola kontemplatif (menertawakan kesalahan dan kebodohan diri sendiri) atau menempatkan karakter hewan yang bertindak layaknya manusia adalah wujud pantun humor yang dapat digunakan sebagai media pendidikan karakter toleran. Toleransi menjadi kecakapan yang bisa dilatihkan pada siswa Sekolah Dasar dengan dasar pemikiran bahwa di usia tersebut, siswa mulai membutuhkan teman sebaya untuk mengembangkan kompetensi sosialnya. Bagaimana membangun pola relasi yang mengedepankan sikap toleran menjadi poin penting untuk dilatihkan.Internalisasi karakter toleransi menjadi pekerjaan besar untuk memberi pondasi bagi manusia Indonesia sebagai prasyarat melanjutkan pembangunan Indonesia yang majemuk.
9
DAFTAR RUJUKAN Ambarwati, Ari. 2014. Jaringan Pengajian Bahasa Melayu. Perak. Universiti Pendidikan Sultan Idris Malaysia. Colletta, Lisa. 2003. Dark Humor and Social Satire in The Modern British Novel. New York: Palgrave.
Depertemen Pendidikan Nasional. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Landsberg, Michael. 1992. Liberating Laughter. American Education. Vol 16 (3) 34-48. Maryaeni. 2011. Kesenian Ludruk: Dampak Akulturasi Budaya Terhadap pendidikan Budi Pekerti Anak Bangsa. Pidato Pengukuhan Guru Besar. UM. Siraj, Said Aqil. 2015. Mendahulukan Cinta Tanah Air. Harian Kompas. Surana. 2001. Pengantar Sastra Indonesia. Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Wahid, Abdurrahman. 2008. Ahlussunnah wal Jamaah di Lingkungan NU: Sebuah Kritik Historis. Jakarta. Pustaka Muda Cendekia. www.nu.co.id/a.public-m,dinamic-s,detail-ids,6-id,58804-lang,idc,tausiyah. Diunduh 14 April 2015. Zbaracki, Matthew.D. 2003. A Descriptive Study of How Humor in Literature Serves to Engage Children in Their Reading. Ohio State University. Disertasi.
10