PANITIA KONFERENSI NASIONAL HUKUM TATA NEGARA Ke-2
Term Of Reference Menata Proses Seleksi Pimpin an Lembaga Negara A. Latar Belakang Ketika merubah Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUD) Tahun 1945 (1999-2002) pemikiran yang berkembang kala itu ialah bagaimana membatasi kewenangan presiden. Keinginan ini dilatarbelakangi praktik kenegaraan sebelum perubahan UUD 1945 yang memposisikan presiden sebagai pusat penyelenggaraan negara (concentration of power and responsibility upon the president). Sebagai pengganti, pengubah UUD 1945 memindahkan pendulum kekuatan itu ke DPR. Konstruksi pergeseran kekuasaan itu terlihat jelas kala dilacak keberadaan pasal-pasal dalam konstitusi yang berkaitan dengan pengisian pimpinan sejumlah lembaga negara. Misalkan, Pasal 13 Ayat (2) UUD 1945 menyatakan, dalam hal mengangkat duta, presiden mempertimbangkan pertimbangan DPR. Begitu pula, dalam pengisian anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Pasal 23F Ayat (1) UUD 1945 menyatakan, anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD. Tidak hanya di titik itu, komisi negara seperti Komisi Yudisial (KY) juga tak lepas dari peran DPR dalam pengisian komisionernya. Pasal 24B Ayat (3) UUD 1945 menyatakan, anggota KY diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan DPR. Bahkan, lembaga negara pemegang kekuasaan kehakiman yang murni harus merdeka tetap membutuhkan restu DPR. Ini terbukti, Pasal 24A Ayat (3) UUD 1945 menyatakan, calon hakim agung diusulkan KY kepada DPR untuk mendapat persetujuan. Terlebih, dalam pengisian hakim konstitusi peran DPR jauh lebih luas, berdasarkan Pasal 24C Ayat (3) UUD 1945, sepertiga dari sembilan hakim konstitusi diajukan oleh DPR. Pada perkembanganya, kuasa DPR atas pengisian pimpinan lembaga negara semakin melebarkan sayapnya hingga komisi-komisi yang hakikat pendirianya bersifat independen. Misalkan, Pasal 30 UU No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan, DPR memilih dan menetapkan pimpinan KPK yang diusulkan oleh panitia seleksi bentukan presiden. Begitu pula dalam pengisian anggota Komnas HAM yang juga dipilih oleh DPR. Tak jauh berbeda, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun juga di pilih melalui proses fit and proper test di DPR, ini sesuai dengan amanat Pasal 15 ayat (2) UU No. 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilu. Di kondisi yang lebih ekstrim, pengisian jabatan lembaga negara di bawah domainya eksekutif juga membutuhkan persetujuan DPR. Sebut saja pemilihan Kapolri dan Panglima TNI. Bahkan, berdasarkan Pasal 11 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian, untuk pengangkatan dan pemberhentian Kapolri harus melalui persetujuan DPR. Problem yang tak jauh berbeda juga terjadi pada pengisian jabatan di lembaga dan institusi negara lain seperti Pimpinan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, Ombudsman, Komisi Kepolisian, Komisi Kejaksaan, Badan Pengawas Pemilu, dan lain-lain sebagainya. Dengan desain demikian, proses pengisian pimpinan sejumlah lembaga negara selama ini kerap bermasalah. Ini disebabkan pelaku perubahan UUD 1945 tidak membaca secara mendalam potensi masalah yang timbul dan memilih menyerahkan proses kepada pembentuk undang-undang yang bergantung kepada situasi politik terkini ketika sebuah peraturan dibentuk. Bentangan fakta yang mampu membenarkan persoalan tersebut sangat mudah diketemukan. Pertama, permasalahan yang baru saja hangat diperbincangkan yaitu pengisian jabatan Kapolri. Dalam proses mendapatkan pertimbangan DPR, KPK menetapkan calon tunggal Kapolri yang diajukan presiden sebagai tersangka. DPR memilih untuk tetap melaksanakan fit and proper test kepada tersangka tersebut. Namun, Presiden Jokowi berpindah haluan untuk tidak melantik Kapolri meski telah disetujui DPR. Konstitusi dan perundang-undangan tidak memiliki jawaban pasti terkait permasalahan itu.
Kedua, permasalahan seleksi yang tak kalah menyedot perhatian publik adalah seleksi Pimpinan KPK. Setelah menggantikan posisi Antasari Azhar sebagai pimpinan KPK, setahun pasca menjabat (sisa jabatan Antasari), kedudukan Busyro Muqoddas dipermasalahkan DPR. Mayoritas politisi senayan berpendapat bahwa Busyro harus diberhentikan dari jabatannya karena hanya menjabat sesuai sisa jabatan Ketua KPK yang digantikannya. Namun berdasarkan UU KPK yang menghendaki setiap pimpinan KPK menjabat empat tahun, maka terjadilah proses tafsir undang-undang di MK. Melalui Putusan Nomor 5/PUU-IX/2011, MK menentukan bahwa jabatan Busyro adalah empat tahun dan proses pengisian jabatan pimpinan KPK menerapkan masa jabatan berkala (staggered tenure system), yaitu seleksi lima pimpinan KPK dilakukan pada masa berbeda tetapi masingmasing menjabat selama empat tahun. Setelah Busyro mengakhiri masa jabatannya, DPR bersama KPK menghendaki agar seluruh pimpinan KPK diseleksi pada masa
bersamaan. Meskipun menyalahi putusan MK, DPR merasionalisasikannya dengan ide penghematan anggaran.
Ketiga, proses rumit juga terjadi dalam seleksi hakim konstitusi. Dalam dua masa pemerintahan, terdapat dua metode seleksi yang memiliki persoalan tersendiri. Pada masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hakim konstitusi diajukan tanpa proses yang terbuka sehingga publik merasa hak mereka untuk mengetahui secara transparan diabaikan presiden. Beberapa elemen masyarakat kemudian mengajukan gugatan administrasi terhadap pilihan SBY itu ke pengadilan dan hingga sekarang persoalan ini belum menemui titik akhir. Berbeda dengan SBY, Presiden Joko Widodo menerapkan mekanisme yang terbuka dengan membentuk Panitia Seleksi (Pansel) hakim konstitusi. Namun pembentukan Pansel juga tidak mengakhiri diskursus bagaimana proses seleksi hakim konstitusi yang ideal. Persoalan menarik dalam metode kali ini adalah Pansel bentukan Jokowi berkeinginan menerapkan sistem yang diberlakukan sama kepada semua calon hakim konstitusi. Namun, selaku peserta seleksi dan sekaligus ketua Mahkamah Konstitusi kala itu Hamdan Zoelva menolak untuk di wawancarai Pansel dengan alasan tidak mungkin dirinya selaku hakim konstitusi mengikuti proses seleksi karena sebelumnya Hamdan telah terpilih sebagai hakim konstitusi yang syarat kenegarawananya, kapasitas hukum tata negara dan konstitusinya telah teruji. Alhasil, Hamdan Zoelva memilih untuk tidak mengikuti proses wawancara dan dianggap Pansel sebagai bentuk lain dari pengunduran diri. Tidak hanya ditingkat itu, penerapan sistem tak beragam juga diterapkan oleh DPR dan KY selaku lembaga yang memiliki kewenangan mengusulkan hakim konstitusi. Persoalan ini dikarenakan UU MK menyerahkan sepenuhnya kepada masing-masing lembaga untuk menerapkan metodenya sendiri tanpa mendalami potensi masalah yang terjadi. Diskursus yang tajam tidak hanya terjadi dalam kasus-kasus di atas, tetapi juga dialami dipelbagai seleksi jabatan lembaga negara dan institusi negara lain yang juga telah disampaikan sebelumnya. Untuk memberi ruang terhadap gagasan penataan kembali proses seleksi pimpinan lembaga negara tersebut, Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas bekerjasama dengan Tahir Foundation berinisiatif mempertemukan para pemikir Hukum Tata Negara Tanah Air dalam sebuah forum diskusi ilmiah. Pertemuan tersebut dibingkai dalam satu tema yakni, “Konferensi Nasional Hukum Tata Negara II (Menata Proses Seleksi Pimpinan Lembaga Negara)”.
B. Tujuan Pelaksanaan Acara ini bertujuan untuk memperkaya gagasan Hukum Tata Negara dan menemukan solusi terhadap permasalahan bangsa. Hasil konferensi ini diharapkan akan menjadi masukan bagi pengambil kebijakan dalam menata sistem dan proses seleksi pimpinan lembaga/komisi negara di Indonesia. Melalui pertemuan ini juga diharapkan timbulnya kesadaran berkonstitusi dan menjadikan setiap permasalahan berlandaskan kepada hukum bukan kepada kepentingan politik sesaat. Selain itu, kegiatan ini akan dijadikan forum bertukar fikiran para pemikir hukum, politik, dan sosial demi Indonesia yang lebih baik.
C. Rangkaian Kegiatan
1. Pertemuan Nasional Hukum Tata Negara Pertemuan ini akan mempertemukan para ahli, pemikir, penulis, peneliti, mahasiswa, dan siswa berprestasi yang menjadikan kajian Hukum Tata Negara sebagai objek ilmu pengetahuannya. Pertemuan tersebut terbagi ke dalam tiga tema pokok yang masing-masingnya akan diperdalam dalam focus group discussion yang melibatkan peserta. Pertemuan ini akan dibagi kepada beberapa rangkaian kegiatan sebagai berikut: a. Hari Pertama
Keynote Speech dan Seminar Nasional 1) Keynote Speech Keynote Speech akan disampaikan Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. Ketua Mahkamah Konstitusi (2003-2008). Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia. 2) Seminar Seminar merupakan bagian dari kegiatan ini yang diharapkan dapat menjadi pemancing bagi peserta konferensi terhadap permasalahan dan solusi yang ingin ditemukan. Terdapat dua sesi seminar yang terdiri dari:
- Sesi Pertama
Sesi Pertama akan membahas tema: “Pengisian Jabatan Hakim Agung dan Hakim Konstitusi” Pembicara: 1. Prof. Dr. M. Hatta Ali, SH. (Ketua Mahkamah Agung RI)
2. Prof. Dr. Arief Hidayat, SH. (Ketua Mahkamah Konstitusi RI) 3. Prof. Dr. Todung Mulya Lubis, SH. (Guru Besar Melbourne University) 4. Prof. Dr. Saldi Isra, SH. (Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UNAND).
- Sesi Kedua
Sesi Kedua akan membahas tema: “Pengisian Jabatan Pimpinan Lembaga/Komisi Negara Independen” Pembicara: 1. Dr. Azis Syamsuddin, SH. (Ketua Komisi III DPR-RI) 2. Dr. Zainal Arifin Mochtar, SH. (Direktur PUKAT UGM) 3. Susi Dwi Hardjanti, SH., LL.M., Ph.D. (Dosen HTN UNPAD)
b. Hari Kedua Keynote Speech dan Konferensi serta Pembentukan Panitia Kecil 1) Keynote Speech Keynote Speech akan disampaikan Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, SH. Ketua Mahkamah Konstitusi (2008-2013). Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia.
2) Konferensi dan Pembentukan Parrallel Group Discussion a) Konferensi Konferensi dirancang sebagai forum menyampaikan gagasan secara terbuka dengan terlebih dulu menghadirkan pandangan beberapa pihak yang mewakili cara pandang berbeda dalam melihat permasalahan yang kemudian ditanggapi oleh peserta secara terbuka. Pusat Studi Konstitusi dalam hal ini juga memberikan pandangannya melalui hasil kajian berupa penyampaian naskah akademik. Penyampaian naskah akademik merupakan sarana bagi PUSaKO menyampaikan kajian Hukum Tata Negara yang menjadi pokok permasalahan yang diperbincangkan. Pandangan tersebut didasari kepada penelitian PUSaKO menemukan cetak biru proses seleksi pejabat lembaga legara dan pimpinan institusi negara lainnya. Penulisan naskah ini sepenuhnya dibiayai oleh The Tahir Foundation. Pemancing pandangan: 1. Tim Peneliti PUSaKO;
2. Dr. Zainal Arifin Mochtar; b) Parrallel Group Discussion Pembentukan panitia kecil melalui PGD ini merupakan cara agar peserta mampu fokus kepada masalah-masalah tertentu dan kemudian secara bersama-sama merumuskan solusi apa yang dapat disumbangkan dalam konferensi kali ini. Kelompok peserta yang akan mendalami kajian ini telah dibagi panitia ke dalam beberapa group dengan tema-tema tertentu. Penentuan peserta PGD berdasarkan pembuatan makalah oleh peserta. Berikut pembagian tema tersebut: Group I : “Mekanisme Seleksi Pejabat Kekuasaan Kehakiman” Sub Tema : 1. Seleksi hakim Mahkamah Konstitusi 2. Seleksi hakim Mahkamah Agung dan hakim peradilan dalam lingkungannya Fasilitator: Feri Amsari
Group II
Sub Tema :
: “Mekanisme Seleksi Pejabat Lembaga/Komisi Negara Independen” 1.
Seleksi komisi negara independen yang terdapat dalam konstitusi: Komisi Pemilihan Umum dan Komisi Yudisial. 2. Seleksi pimpinan komisi negara independen yang tidak diatur dalam konstitusi: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Pengawas Pemilu dan Ombudsman. 3. Seleksi Pimpinan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan. Fasilitator: Khairul Fahmi dan Donal Fariz Group III : “Mekanisme Seleksi Pejabat dalam ranah Kekuasaan Eksekutif” Sub Tema :
1. Seleksi Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Panglima Tentara Nasional Republik Indonesia. 2. Seleksi Pimpinan Komisi Kepolisian Nasional dan Pimpinan Komisi Kejaksaan. Fasilitator: Charles Simabura
2. City Tour
Pada hari terakhir pelaksanaan kegiatan ini, seluruh peserta akan mengikuti kunjungan wisata di Kota Bukittinggi dan Istano Pagaruyuang. Peserta akan mengunjungi tempat-tempat wisata bersejarah di Ranah Minang. D. Peserta Pertemuan Nasional Peserta merupakan akademisi, praktisi, penggiat masyarakat, peneliti, organisasi, mahasiswa, dan siswa berprestasi yang diundang khusus untuk mengikuti kegiatan. Peserta ditentukan melalui kegiatan penulisan makalah atau artikel berkaitan dengan tema-tema pertemuan. Peserta Konferensi dan Seminar terdiri dari peserta PGD yang diundang khusus berdasarkan pembuatan makalah terkait tema diskusi dan peserta yang diundang di daerah yang dianggap memiliki keterkaitan dengan tema umum seminar.
Peserta terdiri dari: - Peserta Seminar dan PGD (100 + 60 orang peserta = 160) - Pemateri Seminar: 8 orang - Fasilitator: 4 orang
Peserta seminar yang berasal dari Wilayah Sumatera Barat hanya akan mendapatkan biaya pergantian transportasi lokal. Sedangkan peserta PGD akan mendapatkan pergantian uang transportasi pulang-pergi (PP) dan uang penggantian makalah. E. Waktu dan Tempat
1. Seminar Tanggal : 11 September 2015 Tempat : Padang 2. Konferensi dan PGD Tanggal : 12 September 2015 Tempat : Padang
F. Ketentuan Pendaftaran
1. Pendaftaran dan penyerahan abstrak paper 5 Juni – 15 Juli 2015 2. Calon peserta call papers mengirimkan abstrak makalah dengan memilih salah satu sub-tema sebagai berikut : a. Mekanisme Seleksi Kekuasaan Kehakiman a.1. Seleksi hakim Mahkamah Konstitusi a.2. Seleksi hakim Mahkamah Agung dan hakim peradilan dalam lingkungannya b. Mekanisme Seleksi Pejabat Lembaga/Komisi Negara Independen b.1. seleksi Komisioner Komisi Pemilihan Umum; b.2. seleksi Komisioner Komisi Yudisial; b.3. seleksi Komisioner Komnas HAM; b.4. seleksi Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi; b.5. seleksi Komisioner Badan Pengawas Pemilu; dan b.6. seleksi Komisioner Ombudsman. b.7. seleksi Pimpinan Bank Indonesia; b.8. Seleksi pimpinan Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan.
c. Mekanisme Seleksi Pejabat dalam ranah Kekuasaan Eksekutif c.1. Seleksi Kepala Kepolisian Republik Indonesia; c.2. Seleksi Panglima Tentara Nasional Republik Indonesia; c.3. Seleksi Pimpinan Komisi Kepolisian Nasional dan Pimpinan Komisi Kejaksaan.
3. Abstrak terpilih akan diumumkan pada tanggal 24 Juli 2015 melalui website resmi Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) www.pusako.or.id. 4. Bagi abstrak terpilih selanjutnya diharuskan mengirimkan makalah selambatlambatnya tanggal 10 Agustus 2015. 5. Makalah terpilih akan diumumkan pada tanggal 16 Agustus 2015 melalui website resmi Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) www.pusako.or.id. 6. Peserta konferensi akan diumumkan pada tanggal 24 Agustus 2015. melalui website resmi Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) www.pusako.or.id. 7. Enam puluh makalah terpilih akan diberi kesempatan untuk mempresentasikan makalahnya dalam parrallel group discussion. 8. Makalah terpilih, makalah narasumber dan hasil kajian PUSaKO akan diterbitkan dalam satu buku. 9. Bagi yang tidak lolos dalam seleksi 60 makalah terpilih, dapat menjadi peserta non call papers dalam kegiatan konferensi.
G. Ketentuan Penulisan Paper 1.
Abstrak Makalah a. Sub tema yang dipilih ditulis pada bagian kanan atas pada halaman pertama abstrak. b. Judul ditulis dengan huruf kapital, bold, centered, maksimum 12 kata. c. Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia antara 120-300 kata, menggunakan kertas ukuran A4, margin atas 3 cm, bawah 2.5 cm, kiri 3 cm, dan kanan 2.5 cm; Cambria, 12 pt. d. Nama lengkap penulis(tanpa gelar), instansi, nomor telp/HP, dan email di akhir abstrak.
Abstrak dikirim melalui email:
[email protected]
2.
Makalah Lengkap a. Judul ditulis dengan huruf kapital, maksimum 12 kata diposisikan di tengah (center); b. Nama lengkap penulis tanpa gelar dan instansi c. Sistematika penulisan naskah adalah sebagai berikut: 1. Judul; 2. Nama lengkap penulis; 3. Kata kunci, yang mencerminkan substansi makalah; 4. Pendahuluan; 5. Sub judul (sesuai dengan keperluan pembahasan); 6. Penutup; dan 7. Daftar Pustaka
d. Menggunakan ukuran A4, margin: atas 3 cm, bawah 2.5 cm, kiri 3 cm,dan kanan 2.5 cm; e. Panjang naskah antara 4.000 s.d. 6.000 kata, tidak termasuk catatan kaki (footnote), spasi 1, huruf Cambria, ukuran 12; f. Kutipan kalimat ditulis secara langsung apabila lebih dari empat baris dipisahkan dari teks dengan jarak satuspasi dengan ukuran huruf 11 poin. Sedangkan kutipan kurang dariempat baris diintegrasikan dalam teks. Setiap kutipan diberi nomor.Sistem pengutipan adalah footnote. g. Ketentuan dalam penulisan catatan kaki (footnote) sebagi berikut: - Emanuel Subangun, Negara Anarkhi, (Yogyakarta: LKiS, 2004), hlm. 6465. - Tresna, Komentar HIR, Cetakan Ketujuh belas, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2001), hlm. 208-9. - Paul Scholten, Struktus Ilmu Hukum, Terjemahan dari De Structure der Rechtswetenschap, Alih bhasa: arief Sidharta, (Bandung: PT Alumni, 2003), hlm. 7. - “Jumlah BUMN Diciutkan Jadi 50”, Republika, 19 Oktober 2005. - Prijono Tjiptoherijanto,”Jaminan Sosial Tenaga Kerja Di Indonesia” http://www.pk.ut.ac.id/jsi, diakses tanggal 2 Januari 2005. h. Daftar Pustaka ditulis sesuai urutan abjad, nama akhir penulisdiletakkan di depan. Contoh: - Jimly, Asshiddiqie, 2005. Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara, cetakan pertama, Jakarta: Konstitusi Press. - Tefano, Burchi, 1989. “Current Developments and Trends in Water Resources Legislation and Administration”. Paper presented at 3rdConference of the International Association for Water Kaw (AIDA) Alicante, Spain: AIDA, December 11-14. - Benedict, Anderson, 2004. “The Idea of Power in Javanese Culture” dalam Claire Holt, ed., Culture and Politics in Indonesia, Ithaca, N.Y.: Conell University Press. - Moh, Jamin., 2005. “Implikasi Penyelenggaraan Pilkada Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi”, Jurnal Konstitusi, Volume 2 Nomor 1, Juli 2005, Jakarta: Mahkamah Konsitusi. - Republik Indonesia, Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. - Republika,” Jumlah BUMN Diciutkan Jadi 50”, 19 Oktober 2005. - Prijono, Tjiptoherijanto,. Jaminan Sosial Tenaga Kerja Di Indonesia, http://www.pk.ut.ac.id/jsi, diakses tanggal 2 Januari 2005. i. Penutup: artikel ditutup dengan kesimpulan; j. Biografi singkat: biografi penulis mengandung unsur :nama lengkapdengan gelar akademik, tempat tugas, riwayat pendidikan formal(S1, S2, S3), dan bidang keahlian akademik.
Makalah dikirim melalui email:
[email protected]
H. Penutup Demikian Term of Reference ini dibuat sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan ini. Padang, 1 Juni 2015 Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., MPA. Direktur