PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP KONFLIK ANTAR OKNUM PERGURUAN SILAT (Studi Fenomenologi Mengenai Konflik Antar Oknum Perguruan Silat di Kabupaten Madiun)
SKRIPSI Oleh: ALI FIRMANSYAH NIM K8408024
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016
ABSTRAK Ali Firmansyah. K8408024.PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP KONFLIK ANTAR OKNUM PERGURUAN SILAT ( Studi Fenomenologi Mengenai Konflik Antar Oknum Perguruan Silat di Kabupaten Madiun ).Skripsi: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. April 2016. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Untuk mengetahui persepsimasyarakat terhadap konflik yang melibatkan oknum Perguruan Pencak Silat di Kabupaten Madiun. (2) Untuk mengetahui dampak-dampak yang ditimbulkan dari adanya konflik yang melibatkan oknum Perguruan Pencak Silat di Kabupaten Madiun(3) Untuk mengetahui upaya dari pihak perguruan, pemerintah dan aparat keamanan dalam mecegah terjadinya konflik yang melibatkan oknum Perguruan Pencak Silat di Kabupaten Madiun Penelitian inimenggunakan metode pendekatan kualitatif yang mengarah pada jenis penelitian studi kasus tunggal terpancang yang berusaha mengungkap, dan menjelaskan sebuah kasus tertentuserta berusaha memberikan saran maupun evaluasi terhadapnya. Teknik pemilihan informannya menggunakan teknik purposive sampling dan snowball sampling. Teknikpengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Adapun validitas datanya menggunakantringgulasi data dan trianggulasi teori. Teknik analisis data yang dipakai menggunakan model analisis interaktif yang meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data penarikan kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa konflik yang melibatkan Oknum dari Perguruan Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate dan Persaudaraan Setia Hati Tunas Muda Winongo di Kabupaten Madiun memunculkan persepsi yang beragam dari masyarakat baik itu negatif maupun positif. Terbaginya persepsi masyarakat ini disebabkan oleh faktor komunikasi yang belum berjalan selaras. Kuranglengkapnya informasi yang diperoleh masyarakat menimbulkan prasangka (Ketidaktahuan) yang berbuah desas-desus dan kecurigaan sehingga pelabelan terhadap kelompok yang sering melakukan konflik belum sepenuhnya hilang. Perasaan was-was, dan tidak nyaman masih dirasakan masyarakat sebagai dampak dari konflik. Keadaan antagonistik pun masih kuat terasa pada masyarakat di tataran bawah, terutama ketika agenda masing-masing perguruan pencak silat ini tiba di bulan Suro. Penafsiran Nilainilai luhur ajaran perguruan yang berbeda oleh sejumlah oknum mengindikasikan belum berhasilnya upaya pembinaan yang dilakukan. Lemahnya sistem sanksi dan kontrol masyarakat juga menjadi kendala sulitnya aparat dalam mengusut permasalahan dari konflik sehingga perlanggaran cenderung diulang. Menindaklanjuti hal ini pihak perguruan, pemerintah maupun aparat keamanan telah berusaha melakukan upaya pembinaan, ikrar, koordinasi, pengamanan, dan kemudian membentuk Paguyuban Pencak Silat serta mengusulkan rebranding Kabupaten menjadi “Madiun Kampung Pesilat”. Kata kunci : Fenomenologi, Konflik,Pencak Silat, Persepsi Masyarakat
ABSTRACT Ali Firmansyah. K8408024. “COMMUNITY VIEWS ABOUT CONFLICT BETWEEN IRRESPONSIBLE MEMBERS OF SILAT GROUPS” (A Phenomenology Study About conflict involving the irresponsible members of Perguruan Silat in Madiun Regency). Thesis : Faculty of Teacher Training and Education, Sebelas Maret University, Surakarta.April, 2016. The objectives of research were: (1) to find out the public perception on the conflict involving the irresponsible members (oknum) of Self-Defense Institutions in Madiun Regency, (2) to find out the effects of the conflict involving the irresponsible members (oknum) of Self-Defense Institutions in Madiun Regency, and (3) to find out the attempts the institution, the government and the security apparatus took in preventing the conflict involving the irresponsible members (oknum) of Self-Defense Institutions from occurring in Madiun Regency. This study employed a qualitative approach method with a single embedded case study design trying to reveal, to describe, and to explain a certain case as well as to give recommendation and to evaluate it. The informant was selected using purposive sampling and snowball sampling techniques. Techniques of collecting data used were in-depth interview, observation, and documentation. The data validation was conducted used data and theory triangulations. Technique of analyzing data used was an interactive model of analysis encompassing data collection, data reduction, data display and conclusion drawing. Considering the result of research, it could be concluded that the conflict involving the irresponsible members of Setia Hati terate and Setia Hati Tunas Muda Winongo Fraternity Self-Defense Institutions in Madiun Regency generated varying perceptions among the societythat both negative and positive. These different perceptions resulted from the inharmoniously running communication factor. The less complete information the public obtained generated prejudice (ignorance) leading to rumors and suspicion thereby the stereotyping on a group frequently making conflict had not been vanished completely. The feeling of worry and inconvenience occurred within the society as the effect of conflict. The antagonistic condition was still felt deeply within the grass-root society, particularly when the individual self-defense institutions’ agenda on Syuro month arrived. Interpretation of the sublime values of different of self-defense institution by a number of irresponsible members indicating not a successful attempt at coaching is done. Weak sanctions and the society’s control inhibited the apparatus in investigating the conflict issue so that crumple perlanggaran tend to be repeated. Following up this, the institutions, the government, and the security apparatus had taken such attempts as building, pledge, coordination, security, and then establishing the Self-Defense Association as well as proposing rebranding the Regency into “Madiun Kampung Silat”. Keywords: Phenomenology, Conflict, Self-Defense, Public Perception
PENDAHULUAN berinteraksi
A. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan sehari-hari,
setiap
lingkungan
masyarakatdengan
konsep
manusia adalah mahluk sosial atau
pemahamannya pasti berbeda. Dalam
sering disebut sebagai Zoonpolitikon
berbagai pandangan juga tidak dapat
yang
diklaim bahwa semua perilaku yang
didalam
menjalankan
aktivitasnya
membutuhkan
diikuti
oleh
suatu
kumpulan
sinergisitas antara manusia yang satu
masyarakat itu pasti baik, karena jika
dengan manusia yanglainnya. Upaya-
kita berbicara persoalan baik atau
upaya itu semata-mata untuk menuju
tidaknya
pada suatuperadaban yang sering kali
tergantung dari segi ruang danwaktu.
disebut
kehidupan
Mungkin saat ini baik dan mungkin
masyarakat yang madani. Namun
esok hari akan berubah menjadi tidak
demikian
baik untuk diterapkan. Oleh karena
sebagai
tidak
juga
hal
ini
kemudianmengesampingkan
dan
itu,
sebuah
berangkat
nilai
dari
adalah
ini,
membantah permasalahan yang lahir
masyarakat
dari
penilaian sendiri tentang apayang
lingkungan.
Setiap
manusia
juga
hal
mempunyai
tentunya tidak selalu dapat hidup
dianggapnya
dengan aman dan tentram apabila
kebenaran
didalam
mempunyai daya saring terhadap
kehidupannya
selalu
dipenuhi dengan konflik. Konflik
suatu
merupakan masalah sosial
apakah
hanya
dapat
perilaku
dipecahkan
yang dengan
konkret, yang sesuai atau
sebagai
sebuah
dan masyarakat pun
perilaku masyarakatnya benar
lingkungannya
itu
sesuai
dengan
ataukah
tidak.
(Soerjono Soekanto, 2005: 172- 173).
tidaknya diukur dari aspek-aspek
Manusia
sosial dan
dianugerahi budi dan nurani, yang
ekspektasi lingkungan
(Soerjono Soekanto, 2005: 395). Disinilah lingkungan sekaligus
diciptakan
dengan
memberikan kepadanya kemampuan untuk
membedakan
mana
yang
menunjuk pada suatu budaya atau pun
baikdan mana yang buruk, yang akan
kebiasaan.
juga mengarahkan dan membimbing
Cara-cara hidup dan
sikap dan perilaku dalam menjalani
Persaudaraan Setia Hati Terate
kehidupan. Dengan nuraninya itu,
di Kabupaten Madiun?
maka manusia diberikan kebebasan untuk
menentukan
perilakunya,
2. Apa
saja
yang
kemampuan
Perguruan
menanggung
yang
ditimbulkan dari adanya konflik
disamping itu manusia juga dibekali untuk
dampak
melibatkan
oknum
Pencak
Silat
semua resiko atas tindakan yang telah
Persaudaraan Setia Hati Tunas
ia lakukan. Kebebasan inilah yang
Muda Winongo dan Perguruan
kemudian dimaksud dengan hak asasi
Pencak Silat Persaudaraan Setia
manusia yang tidak dapat diingkari.
Hati
Maka
Madiun?
pengingkaran
terhadap
kebebasan manusia, pada hakikatnya adalah
pengingkaran
terhadap
Terate
di
3. Bagaimana
resolusiyang
dilakukan dari pihak perguruan,
martabat manusia. Sejalan dengan
pemerintah,dan
pandangan diatas, maka sangatlah
keamanan
relevan
terjadinya
bahwa
Pancasila
sebagai
Kabupaten
aparat
dalam
mencegah
konflik
yang
dasar negara mengandung pemikiran
melibatkan oknum Perguruan
bahwa
Pencak Silat Persaudaraan Setia
manusia
diciptakan
oleh
Tuhan Yang Maha Esa.
Hati Tunas Muda Winongo dan
B. Rumusan Masalah
Perguruan
Berdasarkan
latar
belakang
yang telah diuraikan di atas maka
Pencak
Silat
Persaudaraan Setia Hati Terate di Kabupaten Madiun ?
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap
konflik
yang
melibatkan oknum Perguruan Pencak Silat Persaudaraan Setia
C. Tujuan Penelitian Tujuan
dari
1. Untuk
mengetahui
masyarakat
Perguruan
yang
Silat
ini
adalah :
Hati Tunas Muda Winongo dan Pencak
penelitian
terhadap
melibatkan
Perguruan
Pencak
persepsi konflik oknum Silat
Persaudaraan Setia Hati Tunas
akademik terutama bidang
Muda Winongo dan Perguruan
ilmu sosial.
Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati
Terate
di
b.
Kabupaten
memberikan
wawasan
Madiun. 2. Untuk
Dapat
mengenai
persepsi mengetahui
dampak
silat
konflik yang melibatkan oknum
Madiun.
Pencak
antar
okum perguruan pencak
yang ditimbulkan dari adanya
Perguruan
konflik
Silat
c.
di
Sebagai
Kabupaten
acuan
bagi
Persaudaraan Setia Hati Tunas
penelitian sejenis untuk
Muda Winongo dan Perguruan
tahap selanjutnya.
Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati
Terate
di
Kabupaten
Madiun.
2.
Manfaat Praktis a. Secara
praktis
penelitian
3. Untuk mengetahui resolusiyang
ini
diharapkan
dapat memberi gambaran
dilakukan dari pihak perguruan,
konflik
pemerintah
perguruan pencak
keamanan terjadinya
dan
aparat
dalam
mecegah
konflik
yang
hasil
antar
okum kepada
peneliti dan masyarakat. b. Hasil penelitian ini dapat
melibatkan oknum Perguruan
memberi
Pencak Silat Persaudaraan Setia
pemikiran
Hati Tunas Muda Winongo dan
pemerintah,
Perguruan
perguruan pencak silat dan
Pencak
Silat
Persaudaraan Setia Hati Terate
pihak
guna
di Kabupaten Madiun.
masukan
kontribusi untuk organisasi
memberikan sebagaimana
pertimbangan
dalam
D. Manfaat Penelitian
membuat
kebijaksanaan
1.
Manfaat Teoritis
baru yang relevan dalam
a.
Dapat memberi kontribusi
rangka
pemikiran terhadap dunia
resolusi konflik.
melaksanakan
KAJIAN PUSTAKA
mereka dan ini menentukan makna-
1. Fenomenologi Kata fenomenologi berasal dari
makna
yang
diberikan
terhadap
bahasa Yunani, phenomenon, yaitu
tindaknnya sendiri maupaun orang
sesuatu yang tampak, yang terlihat
lain di sekitarnya.
karena berkecakupan. Dalam bahasa indonesia biasa dipakai istilah gejala. Secara istilah, fenomenologi adalah ilmu pengetahuan (logos) tentang apa yang tampak. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa fenomenologi adalah
suatu
aliran
yang
membicarakan fenomena atau segala sesuatu yang tampak atau yang menampakkan
diri.
Fenomenologi
berakar dari filosofi Husserl (18591938),
sementara
metode
penerapannya bersumber dari Alfred Schutz
(1899-1959.
Husserl
memposisikan kita sebagai individu, berada
dalam
kehidupan)
life-world yang
(dunia
unik
atau
Lebenswelt yang terdiri dari objek, orang-orang, tindakan dan lembaga. Dunia
kehidupan
ini
merupakan
pengalaman subjektif setiap orang mengenai mereka.
kehidupan Pengalaman
sehari-hari subjektif
tersebut merupakan realitas sosial
Fenomenologi adalah suatu metode pemikiran, “a way of looking at things”. Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa fenomenologi ini mengacu kepada analisis kehidupan sehari-hari dari sudut pandang orang yang terlibat di dalamnya. Tradisi ini memberi penekanan yang besar pada persepsi mengenai sendiri.
dan
interpretasi
orang
pengalaman
mereka
Fenomenologi
melihat
komunikasi sebagai sebuah proses membagi
pengalaman
personal
melalui dialog atau percakapan. Bagi seorang fenomenolog, kisah seorang individu adalah lebih penting dan bermakna daripada hipotesis ataupun aksioma.
Seorang
penganut
fenomenologi cenderung menentang segala sesuatu yang tidak dapat diamati. cenderung
Fenomenologi menentang
juga
naturalisme
(biasa juga disebut objektivisme atau
tentang
suatu
cara
hidup
yang
positivisme).
berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
2. Masyarakat Manusia
pada
dasarnya
Budaya terbentuk dari banyak unsur
bukanlah organisme yang bereaksi
yang rumit, termasuk sistem agama
secara otomatis atas rangsangan dari
dan politik, adat istiadat, bahasa,
lingkungan dan badannya, melainkan
perkakas, pakaian, bangunan, dan
seorang pribadi yang berpikir tentang
karya seni dimana hal ini menentukan
apa
perilaku
yang
akan
diperbuat,
mempertimbangkan, dan setelah itu
komunikatif
suatu
masyarakat.
memutuskan untuk melakukan apa yang dipikirkannya. Sebagai makhluk
3. Kelompok Sosial
sosial manusia dituntut untuk dapat
Setiap
manusia
bekerjasama dengan orang lain dalam
kecenderungan
rangka
segala
hidup berkelompok. Hal ini berkaitan
juga
dengan kebutuhan hidup yang tidak
memiliki keinginan dan naluri untuk
dapat dipenuhi seorang diri tanpa
menyatu dengan sesamanya serta
bantuan
alam lingkungan di sekitarnya. Hal
kelompok
inilah
berbagai macam karakter dimana
memenuhi
kebutuhannya.
Manusia
yang
menciptakan
lama-kelamaan
pola-pola
interaksi
dan
mempunyai
orang sosial
naluri
untuk
lain.
Kelompok-
ini
mempunyai
keberadaannya sudah menjadi bagian
berkesinambungan yang kemudian
yang
membentuk masyarakat.
masyarakat. Pengertian Kelompok
Menurut Selo Sumarjan dalam Soekanto adalah
(2007:22), orang-orang
masyarakat yang
hidup
integral
dalam
kehidupan
Sosial, bukanlah sekelompok orang yang berkumpul secara asal atau sembarangan. Tapi harus memiliki
bersama yang menghasilkan suatu
syarat-syarat
kebudayaan.Masyarakat
disebut sebagai kelompok sosial.
akansenantiasa berbudaya. Budaya atau
kebudayaan
disini
adalah
Robert
tertentu
K.
agar
Merton
dapat
dalam
Sunarto (2004: 127), menjelaskan
bahwa
kelompok
sekelompok
sosial
adalah
mustahil
yang
saling
sendirian. Hal ini memberi gambaran
orang
untuk
berinteraksi sesuai dengan pola yang
bahwa
telah
membutuhkan
mapan.
tersebut
Pola
yang
dimaksudkan
mapan
bahwasuatu
dilakukannya
manusia
akan
selalu
pertolongan
dari
manusia yang lain agar bisa hidup
kelompok sosial ditandai oleh sering
untuk
terjadinya interaksi dimana pihak
kebutuhannya. Aktivitas berkelompok
yang berinteraksi mendefinisikan diri
membawa pada proses interaksi yang
mereka
anggota.
harus dilakukan antar sesama anggota
berinteraksi
masyarakat. Pada saat tertentu proses
sebagai
Berikutnyapihak
yang
memenuhi
segenap
didefinisikan oleh orang lain sebagai
komunikasi
anggota kelompok.Konsep lain yang
berjalan
diajukan pula oleh merton ialah
Dalam proses interaksi yang dibangun
konsep
pasti ada kemungkinan untuk memicu
kategori
categories).
sosial
Kategori
(social
sosial
ini
ini
tidak
selamanya
lancar
tanpa
persoalan.
lahirnya konflik. Kenyataan inilah
merupakan suatu himpunan peran
yang
yang mempunyai ciri sama seperti
bahwa
jenis
masyarakat hidup tanpa ada konflik di
kelamin
atau
usia. Antara
pendukung peran tersebut mungkin saja tidak terdapat interaksi.
membawa tidak
pada
kesadaran
mungkin
suatu
dalamnya Menurut Soerjono Soekanto, konflik adalah suatu proses sosial
4.
maka
Konflik Sosial
dimana
Manusia adalah mahluk sosial,
kelompok manusia berusaha untuk
sifat
berkeinginan
orang
perorangan
atau
dasarnya
adalah
memenuhi tujuannya dengan jalan
untuk
hidup
menantang pihak lawan yang disertai
berkelompok. Secara fitrah manusia
dengan
tidak bisa hidup sendirian. Pasti
kekerasan(Soekanto,
dalam diri manusia akan ditemui sifat
Konflik di sini ditandai dengan
saling membutuhkan satu sama lain.
adanya pertentangan yang timbul di
Memang pada kenyataannya, dalam
dalam seseorang (masalah intern)
memenuhi
maupun dengan orang lain (masalah
kebutuhan
sehari-hari
ancaman
dan
atau
2007:
91).
ekstern)yang ada di sekitarnya baik
oposisi antar kedua belah pihak,
itu dalam skala perorangan maupun
sampai kepada pihak-pihak yang
kelompok.
berupa
terlibat memandang satu sama lain
perselisihan dan adanya ketegangan,
sebagai pengahalang dan pengganggu
atau munculnya kesulitan-kesulitan
tercapainya kebutuhan dan tujuan
lain di antara dua pihak atau lebih.
masing-masing.
Konflik
dapat
Konflik sering menimbulkan sikap
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Patiunus
1. Sejarah Kabupaten Madiun BerdasarkanPermendagri No.66 Tahun
2011,
Kabupaten
Madiun
ditinjau dari pemerintahan yang sah,
menduduki
kesultanan
hingga tahun 1521 dan diteruskan oleh Kyai Rekso Gati (Sogaten = tempat Rekso Gati).
berdiri pada tanggal paro terang,
Kabupaten Madiun merupakan
bulan Muharam, tahun 1568 Masehi
sebuah kabupaten di ProvinsiJawa
tepatnya jatuh hari Kamis Kilwon
Timur, Negara Republik Indonesia.
tanggal 18 Juli 1568/ Jumat Legi
Ibukotanya
tanggal 15 Suro 1487. Berawal pada
Mejayan sesuai dengan Peraturan
masa
Pemerintah
kesultanan
Demak,
yang
adalah
Kecamatan
No.52
Tahun
2010.
ditandai dengan perkawinan putra
Sebagian
mahkota Demak Pangeran Surya
pemerintahan
Patiunus dengan Raden Ayu Retno
Caruban yang merupakan bagian dari
Lembah putri dari Pangeran Adipati
Kecamatan Mejayan. Madiun dilintasi
Gugur yang berkuasa di Ngurawan
jalur
Dolopo.
pemerintahan
dan kabupaten ini juga dilintasi jalur
dipindahkan dari Ngurawan ke desa
kereta api lintas selatan Pulau Jawa.
Sogaten dengan nama baru Purabaya
Kota-kota kecamatan yang cukup
(sekarang Madiun). Pangeran Surya
signifikan adalah Caruban, Saradan,
Pusat
utama
gedung-gedung berada
di
wilayah
Surabaya-Yogyakarta,
Geger,
Dolopo, Dagangan dan
Dimana
Balerejo.
Batas-batas
kekayaan seni beladiri di Indonesia.
wilayahnya
sebagai berikut:
merupakan
salah
satu
Bentuk-bentuk pelestarian itu seperti
Sebelah utara
: Kabupaten
masih adanya berbagai organisasi
Bojonegoro.
pencak
Sebelah timur
: Kabupaten
silat
merupakan
Nganjuk.
seperti
salah
Setia
satu
Hati
perguruan
pencak silat tertua di Indonesia, Setia
Sebelah selatan : Kabupaten
Hati Tunas Muda Winongo dan Setia
Ponorogo.
Hati Terate yang dapat dikatakan
Sebelah barat
: Kabupaten
sebagai
organisasi
pencak
silat
Magetan dan Kabupaten Ngawi.
terbesar di Indonesia, yang memiliki
Madiun merupakan pelestari budaya
jaringan-jaringan luas
tradisional,
yaitu
pencak
silat.
SIMPULAN
1.
Persepsi Masyarakat tentang
berbuah
kecurigaan
konflik
pelabelan terhadap kelompok yang
Berdasarkan hasil penelitian di
sering
melakukan
atas dapat disimpulkan bahwa konflik
sepenuhnya
yang
kemudian
melibatkan
Oknum
dari
sehingga
konflik
hilang.
belum
inilah
mendasari
yang
terbaginya
Perguruan Pencak Silat Persaudaraan
persepsi masyarakat sebagai berikut :
Setia Hati Terate dan Persaudaraan
a.
Elit atau tokoh kedua perguruan
Setia Hati Tunas Muda Winongo di
pencak silat tersebut, cenderung
Kabupaten
menolak
Madiun
telah
apabila
diantara
memunculkan persepsi yang beragam
mereka dikatakan
berkonflik
dari masyarakat. Kurang lengkapnya
karena semata-mata hal
informasi yang diperoleh masyarakat
disebabkan oleh oknum yang
menimbulkan perbedaan pemahaman
tidak bertanggung jawab.
dan prasangka (Ketidaktahuan) yang
ini
b.
Pemerintah lebih berpendapat
tegas dalam ikrar perdamaian
bahwa konflik hanya terjadi
merupakan sebuah kelemahan
ditataran bawah.Itupun dimotori
yang
oleh orang/ remaja yang berasal
oknum pesilat untuk melakukan
dari luar Kabupaten Madiun di
pelanggaran di setiap tahunnya.
mana pemicunya berasal dari kepentingan yang
c.
politis
kemudian
individu
diprovokasi
Dampak
digunakan
konflik
terhadap
masyarakat a. Hadirnya
konflik
menjadi masalah kelompok.
terlalu
berdampak
Masyarakat sangat familiardan
eksistensi
cenderung
kontra
terhadap
PerguruanPencakSilattersebut
kehadiran
konflik,
bahkan
sebagian dari mereka dengan detail menjelaskan kronologi konflik
dan
suasana
ini
tidak
terhadap kedua
di Kabupaten Madiun. b. Namun
berbeda
tanggapan merasa
dengan
masyarakat
tidak
nyaman
yang dan
antagonistik yang terjadi karena
terganggu terhadap keberadaan
pernah melihat konflik secara
konflik. Tak jarang mereka
langsung.
merasa
Terutama
ketika
was-was
ketika
daerah
basis
mendekati agenda perguruan
melintasi
dibulan Suro tiba seperti Halal
perguruan tertentu.
Bihalal,
Nyekar,
Sah-Sahan,
dan Suran Agung. d.
2.
seringkali
Sedangkan lebih
aparat
c. Selain
mengganggu
kenyamanan kepolisian
mengoreksi
pada
masyarakat
konflik yang biasa diwarnai dengan aksi saling lempar batu
kesadaran hukum masyarakat
ini
yang
dalam
jatuhnya
korban
dan
melapor terkait dengan konflik.
rusaknya
rumah
masyarakat
Pihaknya
yang berada di pinggir jalan
bahwa
masih
lemah
juga
tidak
menunjukan
adanya
sanksi
raya.
tak jarang menyebabkan juga
DAFTAR PUSTAKA Soerjono, Soekanto. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada ______.2007.Sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta:Rajawali Kamanto, Sunarto. 2004. Pengantar Sosiologi Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia