PANDANGAN ATAS SEKITARKU - 34 Persinggunganku dengan komputer digital - dimulai secara tidak langsung, seperti kebanyakan mahasiswa ITB saat itu - adalah dari Kartu Tanda Mahasiswa ITB yang berupa punch card yang berlubang-lubang, dan pengumuman hasil ujian semester yang merupakan print-out, bukan lagi yang dilingkari pada angka-angka antara 10-1 dan a, b, s. Bagi mahasiswa saat ini, nilai ujiannya A, B, C, D, E, F dan mungkin a, b, s juga masih ada ya. Tetapi setiap pergi ke – pulang dari kampus, karena melewati instalasi Pusat Komputer yang berada di dekat pintu Utara-Timur Kampus, walau hanya melihat dari kejauhan melalui kaca jendelanya saja. Ketika tempatku bekerja membeli komputer Radio Shack TR 80 II, yang saat itu masih merupakan barang langka, itulah pertama kali saya menjamah [bukan memegang untuk mengoperasikan] barang seperti itu. Saat itu masih terbatas piranti lunak untuk membuatnya mudah diaplikasikan dalam mendukung kegiatan operasional perkantoran, antara lain untuk mengolahan kata. Untuk membuat Gantt Chart yang banyak diperlukan saja masih sulit dan lebih lama dilakukannya. Hasrat hati ingin mempelajarinya, namun apa daya jari-jari tangannya tak sampai. Itu di awal-awal 1980-an.
Ketika di Jakarta Fair, yang saat itu masih di selenggarakan di Silang Monumen Nasional, ada dipamerkan dan dijual sebuah komputer digital kecil, yang hanya terdiri atas papan-ketik sentuh dan mesinnya [yang hanya 1 KB RAM saja], tanpa alat untuk display [yang menggunakan TV hitam-putih] dan ranpa penyimpan data atau program [yang menggunakan pita kaset], yang menggunakan bahasa pemograman BASIC yang khusus untuk alat tersebut. Karena saya pikir baik untuk belajar, saya minta ijin untuk membelinya kepada istri, dan ditanya : “Untuk apa?”. Dari pada susah-susah menjelaskannya, saya jawab “Apa yang kapan itu saya hitung sampai malam-malam dan hanya dapat satu hitungan, dengan alat ini bisa hanya beberapa detik saja” – karena dia pernah ikut mendampingi saya bertugas untuk menghitung DCF-IRR dengan kalkulator, ketika masih di kantor yang lama. Seperti inilah barangnya tersebut. Tidak berapa lama, keyboard sudah rusak
Memegang komputer dalam arti sesungguhnya, baru saya lakukan di tahun 1984 akhir ketika bersama beberapa rekan lainnya harus mengoperasikan IBM S-34 yang sudah beberapa waktu terpasang, tetapi belum dimanfaatkan. Dengan harus terlebih dahulu belajar bahasa pemograman RPG II yang digunakan pada mesin tersebut, dengan gaya “belajar renang langsung mencebur di sungai”. Sasaran pertama, adalah agar proses penyiapan bidding dapat dilakukan dengan lebih cermat dan cepat, terutama untuk menampung berbagai perubahan di saat-saat terakhir. Keadaan menjadi berubah setelah mulai dipasarkan personal computer, yang mula pertama diperkenalkan IBM PC yang belum menggunakan hardisk, hanya dilengkapi floppy-disk drive berukuran 5¼ “, dan kemudian muncul IBM PC-XT yang dilengkapi dengan hardisk 10 MB saja. Lalu diikuti dengan kemungkinan menambah RAM dengan menambah PC-card guna memungkinkan bekerja dengan lebih leluasa. Ditambah terkoneksinya IBM S-34 dengan IBM PC-XT, serta munculnya aneka printer selain line-printer [yang hanya huruf capital saja] dan dot matrix printer, yaitu dot matrix dengan kode LQ serta daisy-wheel yang bisa menyajikan banyak font. Semakin leluasa saja pekerjaan dilakukan, yang ditunjang dengan muncul IBM PC-AT dan disket 3½”, serta dukungan beragam aplikasi yang terus bermunculan baik untuk pengolah kata, spreadsheet mupun aneka lainnya yang masih mudah dibajak dengan program Copywriter.
The IBM PC Many companies were dubious. Could small personal computers really be serious business tools? The IBM name was a reassuring seal of approval. IBM introduced its PC in 1981 with a folksy advertising campaign aimed at the general public. Yet, the IBM PC had its most profound impact in the corporate world. Companies bought PCs in bulk, revolutionizing the role of computers in the office —and introducing the Microsoft Disk Operating System (MS DOS) to a vast user community.
Entahlah, IBM sebagai pelopor dari Perseonal Computer [PC] kemudian diikuti oleh banyak perusahaan yang membuat PC serupa yang populer dengan sebutan kompatibel. Apakah hal ini seperti yang dilakukan Philips atas temuannya compact cassette atau pita kaset, dengan membolehkan pihak lain untuk memproduksi tanpa royalti [dengan rela atau terpaksa], ataukah suatu pembolehan dalam bentuk lain. Tidak ayal lagi, kemudian bermunculanlah berbagai merk PC yang kompatibel dengan IBM PC, dan ada pula yang hanya memproduksi komponen pembentuk PC tersebut, yang kemudian bisa dirakit sendiri oleh toko, yang kemudian diistilahkan sebagai komputer jangkrik. Ada yang kelasnya sak adanya, tetapi ada juga yang malah memiliki spesifikasi yang top. Sebelum bisnis PC merebak sampai ke kota-kota kecil di Indonesia seperti saat ini, bahkan di Glodok pun belum ada, ada sebuah toko kecil yang dikelola oleh suami-isteri [yang kayaknya suaminya ekspatriat asal Taiwan, karena kurang mahir bicara bahasa Indonesia] di daerah Jalan Gajah Mada, yang kemudian pindah ke Jalan Antara, Pasar Baru. Mereka merakit dan melayani up-grading PC, dan juga memberikan merk atas hasil rakitannya dengan nama IBS. Dan agar jualannya bisa lebih laku, mereka juga menyediakan piranti lunak [bajakan, tentunya] yang selalu up-to-date. Tanpa adanya dukungan piranti lunak aplikasi tertentu, pemakai PC akan terbatas. Dari sanalah saya mengenal WS-200, Lotus 1-2-3, dan juga Storyboard. Setelah perdagangan PC merebak, dan berpusat di Glodok dan Mangga Dua, maka IBS pun surut dan entah kemana perginya. Sebagai gantinya, banyak sekali toko yang menyediakan jasa penjualan, komputer, suku cadang dan perbaikan serta berbagai hal yang berkenaan dengan piranti keras dan piranti lunaknya, yang perkembangannya hanya bisa diikuti oleh mereka yang serius memperhatikannya. Di segala penjuru kota.
Ketika PC-AT sudah mulai dipasarkan di tanah air, walau populasinya belum begitu banyak, ada kejadian yang tidak akan saya lupakan. Entah untuk proyek apa, kantor kami melakukan joint-operations dengan sebuah kontraktor dari luar negeri, sebuah langkah yang lazim dilakukan untuk memenuhi persyaratan dan memperkuat kemungkinan memenangkan penawaran. Mereka datang dengan membawa data dalam satu disket, untuk nantinya disatukan dalam dokumen penawaran. Dan ternyata, datanya tidak terbaca oleh berbagai PC yang ada di kantor pusat. Si orang asing mulai panik. Dan kamipun berpikir keras, dan diamdiam beserta seorang teman kami berbisik “Jangan-jangan dia pakai AT ya”. Di kantor kita, dulu ada pameo “Kalau di pusat beli kacang seperti beli komputer, tetapi di cabang beli komputer seperti beli kacang”. Kami segera menghubungi kantor cabang dan operasional lainnya di Jakarta mencari yang sudah pakai PC-AT. Alhamdulillah, ada. Dan kamipun segera bergegas ke sana. Alhamdulillah, bisa dibuka. Dan kami ubah, agar bisa dibaca di PC-XT. Tetapi lupa bagaimana caranya waktu itu. Dulu belum ada istilah beda platform, atau beda versi seperti yang kita hadapi saat ini antara Microsoft dengan Apple, sesama Microsoft antara Windows XP dengan Windows 8, antara doc dengan docx dan lain lain. Dan muncul pula kelompok Android serta yang lain-lainnya yang saling mengkotakkan diri. Demi pasar. Si partner asing, sudah khawatir bahwa datanya rusak karena terkena X-ray pada pemeriksaan di bandara, karena saat itu belum ada fasilitas pengiriman dan penerimaan e-mail. Dan kalau minta dikirim lagi dari kantornya, bisa terlambat mengikuti penawaran. Dan untuk menjaga kehilangan muka, kami tidak menceritakan kepadanya kejadian sebenarnya, bahwa komputer kita yang masih belum PC-AT tetapi baru PC-XT. Dan juga karena saat itu belum ada laptop. Atau mungkin sudah ada, tetapi masih barang langka walau di negaranya, karena mereka tidak membawanya.
Dan anda semua telah mengikuti perkembangan berikutnya, dan jauh lebih mafhum dari pada saya, baik perkembangan dari isi piranti keras [terutama berbagai prosesor dan rancangan mother-board] maupun dari sisi piranti lunak, serta peralatan pendukungnya yang telah mengubah dunia, bukan saja dunia pekerjaan, tetapi juga dunia pendidikan, dunia pemberitaan dan dunia hiburan serta aspek kehidupan lainnya pula. Dan juga tidak boleh dilupakan, perkembangan prasarananya dan konvergensi antara berbagai fungsi yang ada dalam satu piranti. Dan yang menonjol sekali adalah kecepatannya semakin melangit, ukurannya semakin mengecil, semakin ringan serta kemudahannya untuk digunakan. Dari semua itu, ada satu yang menarik perhatian saya saat ini, di tengah hiruk-pikuknya Blackberry,
yaitu Raspberry Pi [sekarang sudah Model B], dengan diagram seperti disamping ini. Kalau dibandingkan dengan Sinclair ZX-81 dari masa 30 tahun silam, sudahlah sangat jauh berbeda. Lihat saja kelengkapannya, 512 MB RAM CPU & GPU, SD Card 8 GB untuk memori, HDMI output untuk display, dua slot USB untuk I/O, ada juga LAN, dan dengan colokan untuk catu daya dengan USB mini. Ada juga I/O untuk audio dan video, serta ada pula beberapa slot untuk koneksi. Wow, menarik bukan? Dan harganya masih terjangkau, apalagi ada yang KW, ex China.
Yes, this tiny, $35 device will drive a monitor at full 1080p HD. Raspberry Pi ini menggunakan prosesor ARM yang mengerti bahasa Linux, dan melalui dua USB port anda tentu bisa memasang papan kunci ataupun tetikus [keyboard and mouse] guna mengoperasikannya. Mungkin bagi sebagian orang [termasuk saya] untuk menggunakan Linux merupakan suatu kendala tersendiri. Tetapi bagi generasi muda, seyogyanya untuk memulai memanfaatkannya.
“Kurangajarnya” si pembuat Raspberry ini, adalah pada output untuk displaynya, yang hanya bisa dengan HDMI, tidak ada VGA dan seumurnya. Jadi memang dibuat untuk masa depan, bukan untuk masa lalu. Tetapi janganlah melecehkan dahulu si Raspberry ini, karena penampilannya yang sangat sederhana tersebut. Dia sangatlah cocok untuk memberi kesempatan bagi anak-anak yang kita dorong untuk mengutak-atik dunia yang paling cepat kemajuannya ini. Kalau yang diutak-atik adalah laptop atau desktop anda, mungkin anda akan sayang. Tetapi dengan $ 35 atau bahkan ada yang bilang £16 [masih beda lumayan kan ya], mungkin anda rela barang tersebut untuk dioprek oleh anak cucu anda. The wildly successful £16 Raspberry Pi Computer won in the Play & Learning category. Since its launch in 2012, millions of the tiny computers have been sold worldwide, sparking new innovation and learning as children and adults alike use the Pi for learning, invention and business. The €100,000 prize money will be used to hire staff to further develop Pi educational material. [http://arstechnica.com/business/2013/09/raspberry-pi-and-smarthighways-among-2013-index-design-award-winners/#image-5]
Bisa pula ditambahkan kamera yang bisa dihubungkan langsung ke prosesor milik Raspberry Pi ini. Dan entahlah apalagi nanti yang akan bisa melipatgandakan kegunaan dari si cabe rawit ini. Coba lihat http://www.southampton.ac.uk/~sjc/raspberrypi/
Dengan menggunakan si cabe rawit ini, seseorang di Southhampton University telah membuat sebuah super-computer dengan menggunakan 64 buah Raspberry Pi, dan dia membangunnya [ditemani anaknya] dengan menggunakan batu-bata Lego sebagai rak, seperti gambar di bawah ini
Saya tidak begitu paham dengan seluk beluk teknik tentang piranti keras untuk menggabungkan ke-64 unit cabe-rawit tersebut, dan bagaimana pula cara kerjanya sehingga bisa dikategorikan sebagai supercomputer, dan juga setelah bersatu-padu seperti itu, hal-hal apa sajakah yang bisa dilakukannya. Jika mengambil ibarat dengan lidi yang hanya sebuah, dengan yang sudah terikat menjadi sapu, apakah memang ada yang menjadi spektakuler dengan disatukannya 64 Raspberry Pi tersebut dibanding bila seseorang membangun suatu piranti dengan menggunakan 64 buah prosesor dalam satu motherboard?. Yang jelas saya lihat, adalah kemudahan dalam merakitnya, sesuatu yang sangat inovatif. Jika anda ingin mencoba untuk menirunya, sila lihat penjelasan dalam video di sini dan uraian deskripsinya disini . Gagasan membuat Raspberry Pi ini, sangatlah kita hargai. Dan sejauh manakah kita bisa memanfaatkan apa yang telah ada tersebut untuk meningkatkan dan menyebarkan pengetahuan tentang rancang-bangun dan pemanfaatan piranti seperti itu kepada masyarakat khususnya para generasi muda kita. ٓ َ ى َء Fa biayyi alaa’i Rabbikuma tukadzdzibaan. ان ِ َ فَ ِبأ ِ اَل ِء َر ِب ُك َما تُك َِذ َب Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Saifuddien Sjaaf Maskoen