Media Komunikasi Paroki St. Stefanus, Cilandak - Jakarta Selatan
132Th.XIII
#
Agustus 2015
PAHLAWAN GEREJA Power of 16 The FAITH
adalah 28 Hidup Sebentuk Pertandingan
44
Asuransi dalam Karya Misi
Seraphim sebagai malaikat yang tertinggi, ia begitu dekat dengan Allah sehingga sangat memahami cinta Allah. Dalam bahasa ibrani, ia diartikan ‘membakar’ atau ‘menghanguskan’ bahkan ‘menghancurkan’. Seringkali diterjemahkan dalam rupa ular terbang yang berapi-api memiliki sifat manusia. St. Fransiskus Asisi, pernah merasakan penglihatan mistis dari Seraphim atas masa puasa dan doa yang dilakukannya di La Verna. Dimana kemudian Fransiskus Asisi merasakan stigmata, sebuah penderitaan yang serupa dengan Yesus Kristus. Seraphim menyanyikan pujian sambil memusatkan perhatian pada kemuliaan Allah, ia bertindak sebagai alat penyucian Allah. Maka inspirasi Seraphim dari identitas kami yang intim dengan cinta Allah, menjadi semangat dalam pelayanan kasih yang luar biasa. Seraphim bagi kami adalah kekuatan untuk menjadi tanda keagungan Tuhan.
DAFTAR ISI SEPUTAR PAROKI 6 : Rekoleksi Panitia CCC 8 : Lomba Paduan Suara Lansia Se-KAJ 9 : Bible Study 10: Tidak Berhenti Bersyukur 12: Misa Perayaan HUP 15: Bekerja Sama dalam Pewartaan Injil 32: Pesta Tahun Syukur Paroki St. Stefanus, Cilandak 34: Buah Manis, AMORE 35: JANGAN TAKUT, Engkau akan Menjadi Penjala Manusia.
20
PROFIL
24: ORBITAN UTAMA Setia dalam Berjuang: Belajar dari HATTA 36: OPINI Apa Pendapatmu Kemerdekaan RI Tahun ini? ORBITAN LEPAS 38: Kesetiakawanan Sosial dan Revolusi Mental 43: Indonesia Bangsa Bahari 47: PENDIDIKAN PRAMUKA, Apa Kabarnya?
“Semua Demi Nama Yesus”
13
SEPUTAR PAROKI
51: POJOK KOMSOS 52: PSIKOLOGI Membangun Diri Positif 54: KESEHATAN, Penyakit yang Sering Menyerang Pekerja Kantoran 55: SANTO SANTA Alfonsu Maria de Ligouri 57: CERPEN, Pesan Terakhir bagian 2
Melayani dalam Organisasi
40
ORBITAN LEPAS
61: DANA PAROKI, Juli 2015 62: TUNAS STEFANUS & ONGKOS CETAK, Veranica Rania & Aurelia Intan Jusuf 63: MEWARNAI Ganbatte, Legio Maria!
4. KERLING
Mengakhiri Pertandingan dengan Baik Di Bulan Agustus, di seluruh pelosok negeri, dihiasi dengan aneka macam, ukuran bendera dan dekorasi yang semarak dengan warna dominan: merah dan putih. Hari kemerdekaan Indonesia, yang jatuh tepat pada tanggal 17 Agustus itulah yang menjadi alasannya. Semua warga negara sibuk dan bersemangat mempersiapkan aneka macam kegiatan untuk mengisi hari Kemerdekaan ini. MediaPASS pun tidak mau kalah dengan kesadaran bahwa kita (Gereja) adalah bagian yang tak terpisahkan dari negeri ini, maka kami mempersembahkan edisi kali ini, khusus untuk merenungkan tentang perjuangan kemerdekaan. Orbitan utama mengajak kita untuk belajar dari perjuangan Bung Hatta, salah satu founding fathers negeri kita tercinta. Bung Hatta sangat mengedepankan kepentingan bangsa dan Negara melebihi kebutuhan pribadinya. Kita juga perlu belajar tidak hanya dari Bung Hatta tetapi juga tokoh-tokoh nasional lainnya, bagaimana kita dapat melanjutkan perjuangan para pahlawan gereja kita? Tentunya, Yesus adalah role model yang pertama dan utama, khususnya dalam hal pengorbanan. Ia mengorbankan hidupnya bagi keselamatan seluruh bangsa manusia sampai titik darah penghabisannya. Maka kita ditantang dalam hal ini, apakah kita siap berjuang sampai dengan batas akhir pertandingan kita? Pahlawan Gereja yang lain, yang pantas kita contoh adalah Rasul Paulus. Rasul Paulus menggambarkan hidup ini sebagai sebuah pertandingan. Dalam menghadapi pertandingan, kita bisa serius berlatih atau malas-malasan, dan hasil akhir akan sangat ditentukan dari reaksi kita menyikapinya. Dengan demikian, Rasul Paulus lebih mengundang kita untuk mengisi hidup dan kemerdekaan ini dengan keseriusan dan kerja keras yang tidak mengenal lelah. Itu artinya menjadi orang Katolik yang sejati; semakin beriman semakin mencintai bangsanya. Pribadi Katolik yang mau berkorban, serius dalam menggapai cita-cita, bekerja keras dan jujur, itulah yang dirindukan bangsa ini dan menjadi pesan pokok edisi kali ini. Selamat menyelesaikan pertandingan dengan baik, bersama, demi dan untuk Gereja dan Negara. Selamat membaca dan Merdeka! Pimpinan: A. Setyo Listiantyo Creative Design: Agung E. W, Yohanes Triasputro B, Benny Arvian, Redaksi: Paulus Sihombing, Adiya W. S, Constantine J. N, Kornelius Jemada, Felicia Nediva, Donald Saluling, Veronica Putri Larosa, Prima Pasaribu, Saverinus Januar, Ignatia Astrid D. F Liputan/Artikel :
[email protected]/mediapass.
[email protected]/081328130513 Facebook: mediapassmagz@ gmail.com Iklan & Donasi : Dian Wiardi (0818 183 419) No rekening Komsos: BCA dengan no 731 0278879 an. Mirjam Anindya Wiardi atau R. Prakoso Penerbitan Majalah MediaPASS dibawah perlindungan Dewan Paroki St. Stefanus Cilandak melalui Seksi Komunikasi Sosial Ketua Dewan Paroki: Antonius Sumardi, SCJ Penasehat KOMSOS: Dauddy Bahar Ketua Seksi KOMSOS: Agustinus Sonny Prakoso Sekretaris: Alberta S. Listiantrianti Bendahara: Dian Wiardi Koord. Unit Kerja: A. Setyo Listiantyo Koord. Unit Media: Dian Wiardi Koord. Unit Teknologi Informasi (IT): Sukiahwati Hartanto Web Page: www.st-stefanus.or.id Email:
[email protected] twitter: @ ParokiStefanus Redaktur: Sukiahwati Hartanto Programmer: Yorren Handoko Administrator: Patricia Utaminingtyas, Dian Wiardi, Sukiahwati Hartanto, Irene, Susan J Warta Paroki: Dian Wiardi, Yohanes Ledo Radio/Video/TV: Yohanes Triasputro B, Benny Arvian Mading : Kornelius Jemada Facebook : Constantine J. N Twiter: Susan J, Irene
Untuk menggalang dana dalam rangka penyelesaian pembangunan Rumah Induk dan Biara bagi para imam dan
Paroki St. Stefanus Cilandak akan mempersembahkan A Christmas Music Journey dengan menampilkan Seraphim Choir bersama Jakarta Concert Orchestra, konduktor oleh Avip Priatna dan didukung Mike Mohede, Henny Janawati, Ari Wibowo dan Ardian Ichsan (Violis). Acara ini akan selenggarakan pada Sabtu 29 November 2015 bertempat di Aula Simfoni Jakarta-Kemayoran. Donasi dan Sponsorship bruder SCJ di Palembang, Dengan bangga
dapat menghubungi Ruth Amelia (P) 0812 8299 1282 atau Gunadi Sugiharso (P) 0816 707 045.
6. SEPUTAR PAROKI
Membangun Kerjasama Tim dalam Persaudaraan Kristus
M
Jaston Sinaga
inggu 2 Agustus 2015, Panitia Charity Christmas Concert 2015 mengadakan rekoleksi dengan tema: “Membangun kerjasama tim dalam usaha meningkatkan persaudaraan dalam Kristus”. Rekoleksi dibawakan oleh Romo Yohanes Sigit, SCJ, dan dibantu oleh Cici Situmorang dari Rumah Pembinaan Pondok Kristofel, Jambi. Rekoleksi ini diadakan dengan maksud untuk lebih mempererat kerjasama tim Panitia Charity Christmas Concert 2015 (CCC 2015) dan sekaligus saling mengenal antar tim panitia dan juga tim paduan suara Seraphim Choir. Sebagaimana kita ketahui bersama, Paroki St. Stefanus Cilandak akan mengadakan Konser Natal 2015 dalam rangka penggalangan dana pembangunan rumah provinsialat (rumah induk-biara) para Imam dan Biarawan Kongregasi Hati Kudus Yesus (SCJ) Palembang yang akan menampilkan Paduan Suara Seraphim Choir bekerjasama Jakarta Concert Orchestra (JCO) pimpinan Avip Priatna dan didukung oleh Mike Mohede, Heny Janawati, Arkadius Ari Wibowo dan Solis Biola Adrian Ichsan. Konser akan digelar pada hari Minggu 29 November
2015 pukul 17:00 – 19:00 WIB bertempat di Aula Simfonia Jakarta. Awalnya rekoleki ini diusulkan oleh Ibu Susi, Sekretaris Panitia CCC 2015, yang melihat situasi dan kondisi panitia yang berlatar belakang pelayanan kelompok yang berbedabeda seperti dari kelompok kategorial alumni KEP, umat dari wilayah/ lingkungan dan dari entitas OMK, dan diperlukan satu wadah untuk saling mengenal satu sama lain tim panitia. Usulan awal rekoleksi ini akan diadakan di luar paroki yaitu di Puncak, Megamendung,. Namun banyak anggota panitia yang keberatan bila diadakan di luar paroki, karena masing-masing anggota punya keterikatan tugas dan tanggung jawab dengan keluarga masingmasing.
7
Rekoleksi berjalan dengan baik dan lancar dan dalam suasana rileks, riang dan penuh dengan permainan sambil bernyanyi, yang difasilitasi secara energik oleh Mba Cici Situmorang. Peserta rekoleksi baik tua maupun orang muda, menikmati permainan dan enjoy dengan acara rekoleski, tetapi mengena pada sasaran dan tujuan rekoleksi itu sendiri yaitu untuk saling mengenal diantara tim dan bagaimana bekerjasama dalam suatu tim. Materi rekoleksi sendiri cukup apik dibawakan oleh Romo Yohanes Sigit SCJ. Pemilihan ayat-ayat dari kitab suci yang mendasari suatu tugas panggilan kita secara pas ditampilkan. Misalnya Romo Sigit mengutip dari Injil Yohanes 21: 15-19, bahwa panggilan itu bersifat personal, punya relasi yang sangat khusus, didasari oleh cinta kasih, dan kesediaan untuk menggembalakan umat dan mengikut Yesus. Suasana Rekoleksi Panitia CCC
Dalam hal kerjasama tim, Romo Sigit juga secara pas memilih kitab suci Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Filipi 2: 1-5 sebagai dasar dari kita umat-NYA dalam membangun persekutuan, kerjasama tim, satu dalam pikiran dan tindakan, tidak mementingkan diri sendiri, atau tidak mengharapkan pujianpujian dalam melakukan tugas pelayanan. Sebaliknya kita dituntut untuk selalu rendah hati dalam pelayanan, saling meneguhkan satu sama lain, saling percaya dan menghargai pendapat orang lain. Disamping mengutip dari kedua kitab suci diatas, Romo Sigit juga mencuplik potongan-potongan dari film kartun holywood, seperti film Ice Age, bagaimana contoh bekerjasama dalam tim, memberikan contoh akibatnya kepada kita bila tidak mau mempercayai tim. Semuanya dirangkum dan dijelaskan dengan cara yang sederhana tetapi dapat ditangkap pesannya oleh peserta rekoleksi.
8
Sesi setelah Romo Sigit dilanjutkan sekilas pemaparan dari Panitia Charity Chritsmas Concert 2015 tentang tujuan, latar belakang dan laporan update situasi persiapan pelaksanaan CCC 2015. Pemaparan disampaikan oleh Ketua Panitia CCC 2015. Pemaparan yang singkat karena sebagian peserta adalah juga panitia yang rutin mengikuti rapat. Sedianya pemaparan dari panitia akan ditujukan kepada para Koordinator Wilayah, namun berhubung hanya satu orang saja perwakilan dari Wilayah IX yang hadir maka pemaparan persiapan panitiapun berlangsung singkat saja. Rekoleksi ditutup dengan perayaan ekaristi bersama yang dipersembahkan oleh ketiga Romo SCJ yang
yang hadir yaitu Romo Setiadi, Romo Sigit dan Romo Kusmartono sebagai konselebran utama. Lagulagu pujian ibadat perayaan ekaristi dipersembahkan dengan apik oleh paduan suara Seraphim Choir yang membawa peserta rekoleksi khusuk dalam beribadat dan menyambut tubuh dan darah Kristus. Rekoleksi berakhir sekitar pkl 15:00 WIB yang diakhiri dengan foto sesi bersama. Kiranya Tuhan memberkati segala niat baik dan usaha kita untuk mensukseskan konser natal CCC 2015 dan sekaligus mensukseskan penggalangan dana untuk pembangunan rumah biara-induk SCJ Palembang. Tuhan memberkati. Amin.***
Foto Dok Pribadi
9
Pastor Kees van Dijk
Bible Study
S
-Irene-
etiap bulan, wilayah V – St. Irenius mengadakan Bible Study yang dipandu oleh Pastor Kees van Dijk, OFM. Pada bulan Agustus ini, kegiatan tersebut diadakan pada hari Kamis, tgl 20 Agustus 2015 di kediaman keluarga Bapak Yoseph Tedjo Hartono di Jl. Duta Niaga III/TN2 dimulai pukul 19.00 WIB. Bible Study Wilayah V bulan ini dihadiri oleh 31 orang. Acara dibuka oleh ketua lingkungan Sta. Ursula, bapak Budi Japadermawan dan lagu dipimpin oleh ibu Lusy Tandi. Menyambung Bible Study bulan lalu mengenai back-pack, pastor Kees me-
Foto Irene
minta umat yang hadir untuk membuka dirinya dan merenung untuk mengakui kelemahan masing-masing. Setelah itu pastor meminta umat untuk mencari jalan keluar menghadapi kelemahan tersebut. Pastor Kees mengingatkan bahwa kita tidak bisa merubah orang lain, tetapi kita bisa merubah diri kita sendiri. Dengan mengakui kelemahan dan mencari jalan untuk meng-atasinya, pastor Kees berharap back-pack yang selama ini membebani hidup kita bisa dikosongkan sehingga terasa ringan.***
10. SEPUTAR PAROKI
Tidak Berhenti Bersyukur Gathering WKRI Ranting Sta.Elisabeth
R
anting St.Elisabeth adalah bagian dari unit basis Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) St. Stefanus, dimana anggotanya adalah para wanita Katolik yang bermukim di sekitar Pondok Indah. Pada hari Kamis, 6 Agustus 2015 Ranting Elisabeth mengadakan “Gathering“ yang biasanya diadakan setiap tahun. Adapun Gathering ini diikuti oleh anggota ranting St. Elisabeth dan beberapa warga dari Lingkungan St. Ambrosius. Gathering ini diawali dengan kunjungan ke Gereja Katedral Bogor (Paroki Santa Perawan Maria), Goa Maria Fatima di Baranangsiang Bogor, belanja ala Bogor dan menuju Villa Ibu Regina di Ciawi. Kami memulai doa sebelum berangkat pada pukul 07:15 pagi, dari Rumah Ibu Regina di Jalan Gudang
Foto Dok Pribadi
Hijau I, tiga mobil pribadi meluncur melalui tol JORR dan Ciawi menuju Gereja Katedral Bogor yang berlokasi di Jl. Kapten Muslihat no.22. Setibanya disana kami diterima oleh Frater Anto, beliau mengantarkan kami menuju gereja. Disini kami berdoa pribadi dan memasang lilin di bawah Patung Bunda Maria. Gereja Katedral Bogor ini dibangun pada tahun 1896, dimana awalnya pada tahun 1881 lahan tersebut dibeli oleh Mgr. AC. Claessens untuk dijadikan sebagai tempat peristirahatan dan misa kudus para tamu dari Jakarta. Disini pula tempat lahir Yayasan Vincentius yaitu pada tahun 1887. Kemudian setelah dari Gereja Katedral Bogor, kami menyusuri jalan menuju Goa Maria Fatima Baranangsiang. Goa Maria Fatima Baranangsiang berlokasi di Jalan Raya Pajajaran No.6 terletak persis di
11
samping terminal Bus Baranangsiang, satu komplek dengan SMK Baranangsiang atau Komplek Biara Susteran Gembala Baik. Kami
berdoa bersama di Goa Maria dan beberapa ibu tertarik, bertanya-tanya mengenai kegiatan di SMK Baranangsiang. Disini kami diterima dan dilepas oleh Suster Yashinta. Goa ini sering dijadikan kunjungan untuk berziarah dari beragam pendatang. Tujuan selanjutnya adalah berbelanja di Jl. Surya Kencana, tampak para ibu bersemangat menyerbu beragam kuliner khas Bogor seperti asinan buah atau sayur, manisan pala dan mangga, ngohiang, bacang dan lain-lain. Puas berburu, kami melanjutkan perjalanan ke Villa Ibu Regina di Ciawi. Setiba di villa kami menikmati sarapan pagi tradisional berupa pisang, ubi, kacang rebus ditemani kopi, teh hangat dan lantunan suara emas Ibu Regina sambil bersenda gurau. Acara kami lanjutkan dengan
nyanyi bersama para anggota dan duet maut dari anggota Ranting St. Elisabeth. Setelah itu dilanjutkan dengan rapat pengurus Ranting Elisabeth guna mengevaluasi ke-giatan ranting St. Elisabeth selama ini dan membicarakan akhir kepengurusan yang akan berakhir dan mempersiapkan kepengurusan baru. Pada pukul 12:00 kami bersantap siang dengan diiringi hiburan ibuibu Ranting St. Elisabeth. Suasana menjadi hidup ketika bersamasama menari dan bernyanyi lagu poco-poco. Setelah itu kami kembali menikmati suguhan teh, kopi sambil mendengarkan sedikit sambutan hangat dari Ketua Ranting St. Elisabeth Ibu Sandra Suharso serta sosialisasi mengenani WKRI dari Ibu Endang Sutarjo ex Ketua Presidium WKRI DPD Jakarta. Pertanyaaanpertanyaan-pun bergulir dari beberapa peserta. Adalah suatu suka cita bagi kami Ranting St. Elisabeth dua peserta berkenaan bergabung di Ranting St. Elisabeth. Acara, kami tutup dengan doa Rosario bersama dan doa ucap syukur akan kebersamaan ini. Saat akan pulang ternyata, kami kembali mendapatkan kejutan dan berkat dari pemilik villa yaitu diminta mencicipi kelapa segar hasil kebun dan mendapatkan buah tangan berupa ubi, kacang, jagung.*** Penulis adalah Ciska salah satu anggota dari WKRI
12. SEPUTAR PAROKI
Foto Dian W
13. SEPUTAR PAROKI
Melayani dalam Organisasi (Pelantikan Wanita Khatolik Republik Iindonesia Periode 2015 s/d 2018 St. Stefanus Cilandak) Prima
Pelantikan Pengurus WKRI periode 2015 - 2018 foto Adiya
P
erayaan Ekaristi di Gereja St. Stefanus Cilandak pada pukul 07.45 WIB, tanggal 09 Agustus 2015 bertepatan dengan pelantikan pengurus Wanita Katolik RI Cabang Cilandak periode 2015 s/d 2018. Acara tersebut berlangsung dengan hikmat, dalam pimpinan Rm. Antonius Sumardi, SCJ. Adapun pelantikan tersebut dibacakan oleh sang ketua, ibu Aloysia Maria Yunianti atau yang akrab disapa dengan ibu Wies Ari Wardono.
Pelantikan ini tentu saja tidak lepas dari perjuangan seorang puteri bangsawan dari Kerajaan Yogyakarta bernama R.Ay. Maria Soelastri Soejadi Darmasepoetra Sasraningrat, yang merupakan pendiri Wanita Katolik RI. Selaras dengan cita-cita beliau maka organisasi Wanita Katolik Republik Indonesia mencetuskan visi, bahwa Wanita Katolik RI adalah Organisasi kemasyarakatan yang mandiri, memiliki kekuatan moral dan sosial yang handal, demi tercapainya kesejahteraan bersama serta tegaknya harkat dan martabat manusia. Dan tindak lanjut dari hal tersebut, terlihat dengan dilaksanakannya pelantikan Wanita Katolik RI cabang St. Stefanus periode 2015 s/d 2018. Adapun daftar nama para pengurus yang baru adalah Ibu Bernadeta sebagai Wakil Ketua I, Ibu Dyonesia Diah Setyowati sebagai Wakil Ketua II, Ibu Lies Nanto sebagai Bendahara I, Ibu drg. Titik Pudjono sebagai Bendahara II dan Ibu Dian Titus sebagai sekretaris. Seusai perayaan ekaristi tersebut, maka acara dilanjutkan di Gedung Leo Dehon. Adapun acaranya adalah pertemuan sederhana antara para pengurus dan para anggota. Selain itu, para pengurus juga melakukan sesi foto setengah badan, yang mana
14
foto tersebut akan digunakan di dalam buku panduan, yang berguna sebagai buku pegangan semua pengurus. Menurut ibu Wies pada saat diwawancarai, jumlah keanggotaan dari Wanita Katolik RI untuk periode baru ini ada sebanyak 130 orang. Untuk program kerjanya sendiri sudah tersusun sesuai dengan bidang masing – masing. Seperti untuk Bidang Kesejahteraan Rakyat, contohnya adalah pemeriksaan gratis untuk balita, sumbangan kepada para pemulung, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk Bidang Pendidikan bisa bersinergi dengan Bidang Usaha, contohnya membuat kursus kewanitaan, seminar dan sebagainya. Demikianlah menurut ibu Wies agar seluruh pengurus di bidang masing masing dapat menjadi pengurus yang mandiri.
Ketika ditanya kegiatan apa yang akan dilaksanakan oleh kepengurusan yang baru dalam waktu dekat ini, menurut beliau pengurus baru akan mengadakan rapat bersama pada tanggal 21 Agustus 2015 ini. Harapan beliau untuk seluruh pengurus yang baru, agar setelah dilantik dapat berkomitmen berjalan bersama sama mewujudkan visi dan misi sesuai dengan janji yang sudah diucapkan pada saat pelantikan. Tentu saja dengan terwujudnya visi misi tersebut, Wanita Katolik RI Cabang St. Stefanus Cilandak ini akan menjadi garam dan terang dunia. Jadi Wanita Katolik RI merupakan wadah yang tepat untuk melayani sesama dalam organisasi. Majulah terus WKRI St. Stefanus.***
15. SEPUTAR PAROKI
Bekerja Sama dalam Pewartaan Injil Kornelius
K
ursus Evangelisasi Pribadi bertujuan memberikan pemahaman kepada kita akan kebenaran firman Tuhan dan ajaran gereja Katolik. Dasar kepercayaan untuk lebih memahami kuasa Roh Kudus agar dapat diterima dengan menjadi saksi-Nya. Mengalami dan menjadi saksi kristus secara pribadi
akan mengantarkan kita kepada sesama secara mendalam dan mampu mengenal Pribadi Tuhan Yesus yang hidup.
Suasana saat Misa Pembukaan KEP ke 15 foto -Lius-
16. SEPUTAR PAROKI “Dalam kursus ini kita harus saling mendukung,” Romo Martin mengawali kotbahnya dalam perayaan ekaristi pembukaan KEP XV pada hari Selasa, 4 Agustus 2015 pukul 19:00 wib di gedung Leo Dehon lantai 3 paroki St. Stefanus, Cilandak. Perayaan ekaristi ini dihadiri oleh sekitar 120 orang termasuk para panitia, alumni dan tim pujian dari PDKK malam Paroki Stefanus. Melalui homilinya Romo Martin menegaskan pengetahuan iman kita harus banyak dan terus bertumbuh agar tidak kering. Banyak orang terutama bangsa-bangsa Eropa lupa akan Tuhan karena kurangnya pengetahuan akan iman. Peran gereja dimasa depan, ada di tangan umat dengan melibatkan mereka dalam pemuridan, umat sebagai misionaris atau utusan dalam me-
wartakan kabar suka cita dalam penyebaran injil. Tak lupa pula Romo Martin menyampaikan pujian dan terimakasihnya kepada para peserta yang akan mengikuti pengajaran KEP beberapa bulan kedepan. Selesai perayaan ekaristi acara selanjutnya adalah sambutan dari Ketua KEP XV Bapak Nugroho, dan pemukulan gong oleh Romo Martin sebagai pertanda KEP XV secara resmi sudah dimulai. Kemudian para panitia satu persatu untuk memperkenalkan diri, ada yang unik dan berbeda dari kepanitiaan tahun ini, dimana untuk memudahkan koordinasi antar seksi panitia membetuk tim berdasarkan warna. Agar setiap tim memahami tugas masingmasing berdasarkan warna timnya, pada KEP XV kali ini kepanitian didominasi oleh kaum muda.***
The Power of FAITH “Kekuatan dari Percaya” Astrid
J
akarta, 15 Agustus 2015 lalu merupakan hari yang bersejarah sekaligus moment yang tidak terlupakan bagi Cantate Domino, salah satu kelompok paduan suara Gereja St. Stefanus, Cilandak. Mengapa? Karena “CANDO” begitu sapaan hangat kelompok ini belum pernah menyelenggarakan konser untuk merayakan anniversary me-
reka. Dan akhirnya, tepat di usia ke-30 tahun mereka berhasil mewujudkan cita-citanya dengan menggelar pagelaran konser sebagai bentuk rasa syukur. Tak tanggung-tanggung, Usmar Ismail Hall yang berada di kawasan Kuningan, Jakarta sebagai tempat pertunjukan yang dipilihnya.
17
Kondisi di ruang lobi Usmar Ismael sebelum konser dimulai foto -Put-
Jika mengingat napak tilas paduan suara ini yang berangkat dari tugas bulanan gereja, tak pernah terbesit dalam pikiran mereka dapat bernyanyi dengan disiplin dan teknik vocal yang baik. Bahkan, mendapatkan bimbingan serta pelatihan dari orang-orang yang berkompeten di dunia paduan suara. Paduan suara yang dipimpin oleh 2 konduktor sekaligus, Edward John dan Sonia Nadya Simanjuntak ini pun kerap meraih banyak prestasi dalam berbagai festival lomba paduan suara. Salah satu prestasi yang baru-baru ini mereka raih adalah Gold kedua dalam perlombaan paduan suara yang diadakan di ITB Bandung. “Sama sekali gak punya pikiran bahwa dengan passion kita, kita bisa punya mimpi untuk menjadi lebih baik,” begitulah Rossy salah satu tokoh pendiri ini memaparkan.
“Journey of FAITH” dipilih sebagai tema konser untuk mengingatkan mereka akan besarnya kekuatan ‘FAITH’ atau keyakinan itu sendiri. Sehingga impian untuk membawa mereka ke tempat yang bahkan tak pernah dibayangkan sebelumnya dapat diraih. 15 Mei 1985, kelompok paduan suara ini memulai perjalanannya yang tidak singkat. Tapi ternyata hanya ‘FAITH’ yang akhirnya menguatkan kelompok ini, agar tetap bertahan. Bahwa tidak ada sesuatu yang tidak mungkin jika kita mau percaya. Inspirasi itulah yang membuat CANDO memilih lagu-lagu terbaik selama kurang lebih 2 jam konser ini berlangsung. Konser ini terbagi dalam 2 babak, bagian pertama CANDO menyanyikan lagu-lagu re-
18
ligius (Gereja) walaupun beberapa anggota CANDO tidak hanya dari orang Katolik saja. Bagian Kedua, Cando membawakan lagu-lagu profana atau ber-genre pop. Dalam bagian ini, pilihan lagunya menunjukkan bahwa CANDO tidak hanya fasih dalam menyanyikan lagu-lagu gereja. Lagu pertama, “I Thank You God” dipilih sebagai bentuk syukur terselenggaranya konser untuk merayakan usia CANDO ke-30 tahun. Konser ini sendiri telah dipersiapkan sejak bulan Mei 2015. Selanjutnya, “Ave Virgo Sanctissima” dan “Salve Regina” dua lagu ini jelas menerangkan bahwa CANDO sangat menghormati Bunda Maria. Dalam perjalanannya, CANDO selalu memohon kekuatan dan percaya bahwa Bunda Maria menyertai langkah mereka. Pada lagu terakhir yang cukup membawa pesan mendalam adalah “O Nata Lux” dan “O Salutaris Hostia” lagu-lagu ini merupakan pujian kepada Tuhan Yesus Kristus. Babak kedua, dimulai dengan lagu “There rolls the deep” dan “I love my Love” dengan suasana gundah dan muram. Tema kedua lagu ini menggarisbawahi ketidaksiapan CANDO dalam menghadapi perubahan dan kekecewaan yang mendalam dan melukai hati. Banyak tantangan jaman; seperti anggota yang datang dan pergi, regenerasi yang berjalan lamban, kurangnya dukungan dan
motivasi yang kendor, menghadapi kejenuhan, sampai pada mengalami kekalahan ketika mengikuti perlombaan. “Pernah loh kita sebel, frustasi, dan kepikiran udah bubarin aja deh koor ini,” Tutur Rossy. Ada hal yang menarik dan cukup menghibur dari CANDO pada lagu “Wedding Qawwali” dimana lagu ini dinyanyikan oleh kelompok pria saja dan dibarengi dengan dance yang terbilang unik. Lagu ini dilantunkan untuk menggambarkan sukacita dan kegembiraan mereka, saat mendapatkan tugas menyanyi di pernikahan. Sekaligus juga persembahan khusus bagi teman-teman anggota atau alumni yang sudah menikah maupun yang akan menikah dalam waktu dekat. Walaupun pernikahan sering diartikan perpisahan bagi anggota CANDO, namun rasa sedih itu tidak sebanding dengan kegembiraan yang dirasakan selama kebersamaan mereka sebagai sebagai sebuah keluarga besar. Walhasil lagu ini berhasil mendapatkan apresiasi yang cukup baik oleh para penonton yang hadir. Sedangkan lagu “Here, There and Everywhere” adalah lambang restu dan doa agar kehidupan baru senantiasa dipenuhi cinta dan langgeng hingga akhir hayat. Persembahan secara khusus diberikan dalam lagu yang berjudul “Ode À la Musique”. Lagu ini mewakili rasa cinta CANDO yang teramat dalam terhadap musik yang mam-
19
pu berjasa mempersatukan mereka dalam sebuah keluarga besar, Cantate Domino. Terakhir persembahan khusus datang dari salah satu komposer yang juga berasal dari gereja St. Stefanus, Fero Aldiansya
Untuk penutup sekaligus lagu pemungkas dari babak kedua ini, dipilihlah “Ritmo” dan “Jangan Unduree”. Pesan yang ingin disampaikan dari kedua lagu ini adalah benang merah dari ‘FAITH’. Apapun kon-
foto -Put-
Stefanus dalam lagu “Melati Suci”. Aransemen untuk paduan suara ini, dinyanyikan oleh salah satu solis sopran Indonesia yang didatangkan dari Nederland yaitu Bernadeta Astari dan piano pada lagu ini diciptakan khusus untuk paduan suara Cantate Domino. Alunan indah ini merupakan kolaborasi komposer muda Indonesia.
disinya, sesulit apapun tantangan yang dihadapi, CANDO harus tetap bergerak maju, tidak mudah putus asa, dan selalu percaya bahwa Tuhan selalu beserta kita semua.***
20. PROFIL
Semua demi nama
YESUS
-put-
foto VPL
R
afael Tokan, lahir pada tanggal 16 Juli 1942 dan menikah dengan Veronica Rofiati di Gereja St. Stefanus, diberkati oleh Pastor Harimurtono, SCJ. Kurang lebih saat berusia 34 tahun, Rafael yang berasal dari Flores ini merantau di Jakarta, dan ia menjadi orang Flores pertama yang menetap di Kampung Pulo. Rafael memiliki 3 anak, yang pertama adalah Duran (alm), kemudian Daeng yang sudah memiliki 3 orang anak dan Ina, belum berkeluarga. Kemudian Secara bertahap orang-orang Flores masuk ke Kampung Pulo dimulai dengan Thomas Kolo, Yanuasa, Nadus Kopong, Nadus Migo, Anton Bolu Ama, kemudian Benni Biti dengan Elias Laba dan Yusuf Soba. Mereka menempati 2 wilayah di Kampung Pulo ini antara Pondok Labu dan Cilandak. Rafael sendiri sudah Katolik dari kecil semenjak dari Flores, ia sempat bekerja dan datang ke Jakarta karena proses masuk seminari waktu itu gagal, maka ia putuskan untuk merantau. TUMBUHNYA IMAN DI ATAS TANAH TAK BERTUAN Jendral Isman, adalah ketua kolektif Kosgoro yang berencana akan menu-angkan aspirasi politik ke Partai Golkar pada waktu itu, dimana Rafael ikut ambil bagian dalam sejarah tersebut. Pada saat Pemilu tahun 1977, Rafael turut serta membagikan Kitab Yasin di langgar-langgar, agar banyak warga Kampung Pulo memilih Golkar.
21
Kampung Pulo sendiri sebelumnya merupakan tanah yang tak bertuan karena dimiliki sebuah PT tetapi haknya telah gugur, maka Rafael dan beberapa keluarga masuk serta tinggal, selanjutnya Kosgoro-lah yang meng-back up keberadaan warga yang menempati tanah tersebut. Kosgoro sendiri saat itu adalah organisasi massa dan bukan politik. Ternyata itu sangat efektif hingga saat ini. Sebagai orang Katolik, Rafael rindu untuk bertumbuh dalam iman kristiani, maka mulailah ia menggerakkan kegiatan-kegiatan rohani dan spiritual, salah satunya adalah Rosario. Kurang lebih sekitar 12 keluarga Katolik dari 22 Keluarga perdana yang tinggal di Kampung Pulo, keluarga Katolik tersebut sembahyang bersama antar Patung Bunda Maria keliling rumah ke rumah. Rafael menjelaskan sambil berjalan ke rumah yang lain mengantarkan patung kami berdoa rosario. Kegiatan kerohanian di Kampung Pulo saat itu sangat beragam dan benar-benar dihargai. Perlahanlahan dibangun 2 langgar melalui bantuan dari Kosgoro, selanjutnya dibangun sebuah gereja Kristen dan Kapel (sekarang bernama Kapel Keluarga Nazareth). Saat itu tanah yang akan dibangun Kapel dihargai 15.000 rupiah melalui kas stasi. Dengan pembangunan tempat-tempat ibadah tersebut, kita yang berlainan kepercayaan dapat membuka hati sebesar-besarnya sehingga me-
nyatu satu sama lain walau beda aqidah. Akhirnya terbentuklah persatuan kerukunan umat beragama bahkan sampai dengan saat ini, begitu pula dengan komunikasi lintas agamanya yang rutin dilakukan. PEJUANG-PEJUANG, PENJAGA GEREJA Rafael Tokan adalah penggerak pertama umat Katolik di Kampung Pulo. Ia menjadi pengurus stasi Kampung Pulo, yang menginduk ke Paroki Yohanes Penginjil, Blok B. Sekitar tahun 1977, Pastor Mark Fortner SCJ, Ibu Lily Kandou, Bapak Linus Laga, Bapak Dolu Kuma, Bapak Budi dan Bapak Sudjarwadi datang ke rumah untuk menjelaskan bahwa nantinya akan ada Paroki Cilandak. Saat itu, keluarga Katolik di Kampung Pulo bergereja di Gereja Marinir, Pastor Mark Fortner, SCJ pun menerangkan bahwa nantinya dari batas kali Krukut ini akan dibentuk sebuah paroki baru, yaitu Paroki Cilandak maka untuk sementara waktu perayaan Ekaristi diselenggarakan di JIS setiap hari Minggu. Pada saat persiapan pemancangan, Gereja Cilandak (tempat sekarang ini, Gereja St. Stefanus) sudah mulai diganggu oleh pihak yang tidak setuju dengan adanya gereja di tempat tersebut. Maka dengan permintaan khusus, sekitar 10 orang Flores dari Kampung Pulo menjaga plang (tempat yang menandakan akan dibangun). Ada kondisi yang cukup kritis pada saat itu, dimana Bapak
22
Frans Seda dan Bapak Nico Waworuntu menginstruksikan agar semua orang Flores, baik yang sudah tinggal di Kampung Pulo atau baru akan tinggal, untuk diturunkan menjaga tanah gereja sebelum pembangunan. Waktu itu Dandim (Daerah Distrik Militer) Bapak Harry Kumar datang ke Rafael dan meminta agar tetap turun di depan, jika sudah mulai ada gesekan nanti militer akan ikut membantu. Sederhananya, Rafael menjelaskan kedekatannya dengan Dandim Harry Kumar, yaitu walau militer tetapi iman Kristen. “Ada seorang jagoan saat itu bernama Subur, badannya besar. Parang saya sudah di perutnya, kemudian dia berkata kepada saya. Bung Rafael kita ini sama-sama orang Golkar! Kemudian saya, berkata saya ini Kosgoro, kalau kalian tidak mundur kita baku babat di sini,” kenang Rafael waktu itu. Gesekan pun tidak dapat dihindari, Rafael dan beberapa orang yang saat itu menjaga memukul mundur. Dan anggota Dandim mengejar mereka setelah dilepaskan tembakan ke udara sedangkan Rafael serta beberapa orang kembali ke gereja, karena memang sudah diatur skenario seperti itu ketika ada perseteruan. Padahal dari segi perijinan pembangunan tidak ada masalah sama sekali. Bapak Tjokropranolo, Gubernur DKI saat itu, meresmikan pembangunan gereja St. Stefanus dan beberapa penjaga-penjaga gereja
saat itu sekitar 19 orang menandatangani sebuah kertas dan kertas tersebut di cor di tiang di sebelah kiri usul Frans Seda saat itu. Dimana mereka tersebut salah satunya adalah Rafael, Nico Woko, Nadus Kopong, Demon Tedes, Yanuasa, dan beberapa orang lainnya, 2 orang diantaranya di luar Kampung Pulo. Sebagai catatan bahwa tidak semua penjaga-penjaga tersebut adalah beragama Katolik seperti Muhammad Sanga, Elias Laba dan Yusuf Soba dimana mereka beragama Islam. SAMPAI MATI MEMBELA YESUS “Saya jujur menggunakan kekuatan dan kekerasan pribadi!” tegas Rafael Tokan saat berbicara tentang harga diri umat Katolik saat itu. Konteksnya, pertama, ia dan teman-temannya bertempat tinggal di daerah ini yang dahulu tak bertuan. Kedua, karena munculnya ketidaksukaan masyarakat di luar Kampung Pulo terhadap kegiatan rohani, seperti doa rosario saat itu. Karakter keras dan tidak mau menyerah bahkan membuat Kampung Pulo sempat dijuluki kampung macan. Julukan ini bukan karena anak-anak muda saat itu suka minum-minum atau mabuk-mabukan, tetapi lebih karena keberanian warga untuk mengobrak-ngabrik Pinang (sebuah daerah sebelum menuju Pondok Labu) dimana kandang sapi Haji Jian saat itu dirusak sehingga sapi-sapinya pada ka-
23
Rafael Tokan bersama keluarga foto VPL
bur. Akan tetapi Rafael menyadari bahwa kekuatan yang ia lakukan itu karena terdorong sesuatu yang melindunginya, karena bisa saja ia mati dikeroyok saat itu. Rafael merasa tersindir dengan kalimat, “Di kampung bulak ini, orang suka mencuri kambing, tetapi orangorangnya rajin berdoa.” Kampung Bulak merupakan salah satu sebutan kampung Pulo dimana daerah ini diapit oleh 2 sungai. Bulak sendiri berarti pancaran air di dalam air yang menggenang, tampak seperti mendidih. Sekarang ini beberapa warga mengalami penggusuran di sekitar sungai yang mengalir akibat proyek jalan tol Fatmawati Depok dan pelebaran kawasan Marinir.
Rafael Tokan sendiri yang sekarang ini aktif dalam Paduan Suara Gregorian tidak mengharapkan apapun dalam perjuangannya mempertahankan identitas Katolik, karena ia merasa bahwa ada kasih yang terus mengalir. Pernah waktu itu ketika konflik anak muda antar kampung, membuat ia turun tangan dan dibacok 13 tusukan. Saat itu dalam kondisi di rumah sakit salah satu korban lawan yang juga sudah sampai dalam kondisi kritis ingin dibunuh
oleh anak-anak muda Kampung Pulo sebagai pembalasan perilaku kepada Rafael. Tetapi ada bisikan yang Rafael rasakan saat itu untuk tidak melakukan pembalasan, karena penderitaan yang dilakukannya adalah kepentingan banyak orang sehingga tindakan balas dendam itu tidak terlaksana. RAFAEL SOSOK YANG KERAS NAMUN PERCAYA AKAN IMAN, KASIH DAN PENGHARAPAN Pengalaman yang terakhir diceritakan kepada MediaPASS, adalah spritualitas yang berdasar pada keyakinannya yang keras salah satunya tidak mau makan hosti dari tangan Prodiakon. Ia merasa bahwa pemilihan Prodiakon di wilayahnya, harus mampu didasari dengan tingkat pertimbangan yang matang bukan hanya usulan 1 atau 2 orang saja. Saat itu kondisinya parah sekali karena sakit sampai tidak bisa bangun dari tidur bahkan lupa inga-
24. ORBITAN UTAMA tan, ketua wilayah saat itu Bapak Pius Arie datang untuk memberikan pendampingan agar dapat menghadirkan prodiakon di rumahnya untuk penerimaan sakramen tetapi ia menolak dengan tegas. Rafael hanya mau dilayani dengan seorang Pastor, mungkin informasi ini telah sampai ke gereja. Ketika Pastor Endrokaryanto, SCJ datang dan duduk di ruang tamu, serentak ia bangun dan menghampirinya. Ketiga sakramen pun diterimanya, pengakuan dosa, perminyakan dan komuni. Pada waktu perminyakan
suci, seisi rumah ini seperti putih semua. Ketika ditanya oleh Pastor, “Bagaimana penglihatanmu?” Saya cerita semua. Pastor Endro pun berkata kepada saya, bahwa ia datang bukan atas nama pribadi Endro tetapi atas nama Yesus. Kemudian ia bilang kepada saya “Kuatlah hatimu, suka duka, mati pun serahkan kepada yang kuasa. Dan sampai sekarang saya masih ada.” Ketika Rafael mengimani Yesus, memiliki pengharapan, dan kemudian ia telah turut membagikan kasih yang sebetulnya tidak banyak orang yang tahu.***
SETIA DALAM BERJUANG:
Belajar dari seorang HATTA Ignatius Haryanto
P
ernahkah anda tahu bahwa Proklamator kita Bung Hatta itu termasuk orang yang “telat menikah”? Untuk ukuran jaman sekarang, kita sudah akan curiga bahwa Bung Hatta yang ekonom lulusan Belanda ini sejenis “jomblo akut”. Tetapi jangan keburu curiga, karena sesungguhnyalah bahwa orang seperti Hatta ini adalah orang yang sudah berjanji sejak lama, bahwa ia baru akan menikah setelah Indonesia mendapatkan kemerdekaannya.
tanggal 12 Agustus tahun 1902, sudah berusia 43 tahun ketika akhirnya ia menikah dengan Siti Rahmawati pada tanggal 18 November 1945. Kisah soal pernikahannya ini pun tak disebutkan Hatta dalam buku Memoir-nya. Dalam buku Memoir-nya, Hatta hanya menyebut aneka peristiwa politik kebangsaan yang ia lalui, mulai pada sejak ia muda, menjadi tokoh pemuda, mahasiswa di Belanda, pulang ke tanah air, mengikuti kegiatan politik hingga masuk ke masa Indonesia merdeka.
Mohammad Hatta yang lahir di kota Bukittinggi, Sumatera Barat, pada
Hatta di sini hanya diambil sebagai contoh tentang para pejuang ke-
25
merdekaan Indonesia yang menjadi bidan kelahiran Republik yang tahun ini tepat berusia 70 tahun. Hatta – bersama dengan para founding fathers lainnya: Soekarno, Sjahrir
anya berpisah jalan pada akhir tahun 1950an, maka situasinya pun disebut sebagai “dwitanggal” (dua yang terpisah).
Mohammad Hatta dan Rachmi Rachim foto tengara indah
dan Tan Malaka – adalah sosok yang penuh setia dalam panggilan jiwanya: berjuang demi kemerdekaan Indonesia. Hatta memang bukan seorang orator sehebat Soekarno. Namun kontribusi Hatta pada Republik ini tak bisa dikesampingkan. Banyak sejarawan menulis bahwa Soekarno-Hatta (sebagaimana ditabalkan dalam nama bandara internasional kita) adalah dwitunggal (dua yang bersatu), dan ketika akhirnya kedu-
Sudah sejak muda, Hatta aktif dalam berbagai kegiatan kepemudaan, bahkan ketika ia menempuh studi lanjut di Rotterdamse Handelshogeschool, Belanda, ia pun tetap dikenal sebagai seorang organisatoris. Pada saat Hatta berkuliah di Belanda, ia sering berkumpul dengan temanteman mahasiswa asal Indonesia, dan mendirikan kelompok mahasiswa yang bernama Perhimpunan Indonesia (PI) – sebelumnya disebut sebagai Indische Vereniging. Ia menjadi pimpinan PI yang tetap
26
masih menjalin hubungan dengan para tokoh pergerakan Indonesia di tanah Jawa. Anda bisa bayangkan begini: pada tiga dekade pertama abad 20 itu (kisaran antara tahun 1900-1920an) pesawat terbang belum lagi ditemukan, dan transportasi yang paling maju ya hanya lewat kapal laut. Anda bayangkan jika seorang Hatta dari Batavia hendak pergi ke Eropa itu akan menempuh waktu hingga 1,5 atau 2 bulan untuk satu kali perjalanan. Jika ia hendak kembali lagi, itu butuh 1,5-2 bulan lagi. Nah sekarang bayangkan jika Hatta berkomunikasi waktu itu dengan temannya di Jawa, maka satu surat akan menempuh waktu dua bulan perjalanan laut untuk sampai ke tangan penerimanya, dan ketika si penerima membalas surat dari Hatta, Hatta baru akan membacanya 2 bulan kemudian! Dengan segala keterbatasan yang ada pada waktu itu, toh Hatta tetap rutin berkirim surat kepada temantemannya, dan ia pun tergolong murid yang pandai, dan rakus membaca buku. Bukti kerakusan Hatta pada buku pernah saya lihat langsung ketika saya pada tahun 2000an pernah berkunjung ke rumah almarhum Bung Hatta (ditemani oleh Ibu Meuthia Hatta, anak tertua Hatta yang pernah menjadi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan) ini di Jalan Diponegoro dan melihat satu ruang khusus di lantai atas rumah-
nya yang menata koleksi buku milik Bung Hatta. Saya taksir mungkin jumlahnya pasti lebih dari 15.000 judul! Hatta adalah seorang berhati lurus, teguh dalam pendirian, memiliki sikap sederhana dan dekat dengan rakyat. Tak heran jika seorang penyanyi legendaris, Iwan Fals, pernah menulis lagu “Sang Proklamator” ketika Hatta meninggal pada tahun 1980.
Tuhan terlalu cepat semua Kau panggil satu-satunya yang tersisa Proklamator tercinta Jujur, lugu dan bijaksana Mengerti apa yang terlintas dalam jiwa Rakyat Indonesia Hujan air mata dari pelosok negeri Saat melepas engkau pergi Berjuta kepala tertunduk haru Terlintas nama seorang sahabat Yang tak lepas dari namamu Terbayang baktimu terbayang jasamu Terbayang jelas, jiwa sederhanamu Bernisan bangga, berkafan doa Dari kami yang berindukan orang sepertimu
27
dari hingar bingar perkotaan. Ini semangat yang menggembirakan.
Meutia Hatta anak dari Hatta pernah menjabat sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dalam Kabinet Indonesia Bersatu (2004 hingga 2009)
Masih ada banyak orang-orang di pelbagai pelosok Indonesia yang setia melaksanakan perjuangan-perjuangan yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Jika kita membaca Kompas setiap harinya pada halaman 16, selalu dihadirkan sosoksosok tangguh, tegar dan setia pada perjuangan dalam aneka bidang.
Apakah pada hari ini kita masih akan menemukan Hatta-Hatta yang lain? Mungkin banyak orang sering merasa pesimis apakah kita akan menemukan orang yang berkualitas dan setia sebagaimana sosok Hatta ini? Saya percaya bahwa orang-orang demikian masih ada di pelbagai pelosok negeri ini. Saya percaya masih ada banyak anak muda, kalangan dewasa (lelaki dan perempuan) yang mungkin tak kita kenal, namun memiliki semangat setia dalam perjuangan seperti yang telah ditunjukkan oleh seorang Hatta. Saya mengenal satu dua anak muda yang berasal dari Jakarta, namun berani meninggalkan kenyamanan mereka dan melakukan hal yang tidak banyak dilakukan anak muda Jakarta kebanyakan: mereka ikut dalam program Indonesia Mengajar, program pendampingan di pedalaman, tempat terpencil dan selama kurang lebih setahun mereka mengajar di tempat-tempat yang jauh
Indonesia mengajar foto Headline
Dengan adanya para tokoh demikian, saya memelihara harapan. Membaca pengalaman dan apa yang mereka lakukan, saya membayangkan Indonesia punya masa depan cerah, karena mereka-mereka inilah orang yang berani berkorban, tidak egois, meluangkan waktu, tenaga, pikiran, bahkan uang untuk memikirkan kehidupan orang lain dan mewujudkan cita-cita bersama (bonum commune). Ada suatu cita-cita
28. PESONA SABDA mulia yang mereka gantungkan di langit dan mereka berupaya mewujudkan tangga untuk menggapai langit tersebut. Jika hari-hari ini kita merayakan 70 tahun Indonesia merdeka, sudah waktu kita juga bertanya, sudahkah kita berkontribusi pada kemerdekaan ini, atau bagaimana cara kita menghargai perjuangan para pendahulu kita yang telah bersusah payah merebut kemerdekaan ini? Apakah kita cenderung hanya menjadi penikmat kemerdekaan ini? Atau apakah kita pun turut mengisi dan memberi makna lebih pada kemerdekaan ini dengan juga turut memerdekakan kelompok-kelompok masyarakat lain di negeri ini. Kalau saya katakan masih banyak kelompok yang belum merdeka itu artinya karena sebagian besar penduduk Indonesia masih belum merdeka dari kemiskinan, kebodohan, dan juga fanatisme sempit. Jika kita bukan sekedar penikmat kemerdekaan itu tadi, maka sudah sepantasnya kita pun turut berjuang memerdekakan masyarakat dari tantangan kemiskinan, kebodohan dan fanatisme sempit itu dengan bekerjasama dengan pelbagai pihak. Kalau itu yang kita lakukan, maka kita berarti turut bertanggungjawab mencapai kemerdekaan manusia Indonesia yang sesungguhnya penulis, dosen di sebuah universitas di Serpong
HIDUP adalah Sebentuk
Pertandingan Rm. Agustinus Guntoro SCJ
L
embah Lezon merupakan tempat terpencil yang bersembunyi diantara pegunungan di Propinsi Zamboanga del Sure, Mindanao, Filipina. Dibutuhkan waktu sekitar 3 - 4 jam untuk mencapai tempat tersebut dengan berjalan kaki dari kaki gunung atau dari tempat yang bisa ditempuh dengan kendaraan bermotor. Dan memang ha-nya dengan jalan kaki; mendaki dan menuruni gunung, Lembah Lezon bisa dipeluk dan direngkuh. Untuk penduduk di Lembah Lezon, selain berjalan kaki, mereka biasa menggunakan kuda untuk mengangkut hasil bumi ke kota. Ada beberapa keluarga Katolik di lembah tersebut, yang harus kulayani setiap bulannya dengan perayaan Ekaristi. Ini merupakan stasi terjauh dari tempatku bermisi di paroki Dimataling. Setelah menitipkan mobil di sebuah rumah penduduk di kaki gunung, aku memulai perjalananku ke lembah Lezon seorang diri. Sore itu awan hitam bergumpal menaungi jalan menuju Lembah Lezon, pertanda hujan akan
segera tiba. Dan benar saja, langit seakan marah dengan menumpahkan selaksa air hujan dengan hebatnya. Perjalananku kian berat. Jalan setapak dan berbatu itu menjadi sangat licin. Berkali-kali aku terbanting di tanah berlumpur dan berbatu. Mantel hujan yang kugunakan seakan tidak ada artinya; basah dan rasa dingin tetap menyergap dan membuat badanku menggigil. Bekal makanan dan minuman sudah habis, namun Lembah Lezon masih enggan untuk menyapa dan menyambutku. Perjalanan masih jauh dan berliku, di tengah rasa lelah, haus dan lapar yang tidak mau lagi bersahabat.
aku berjuang semacam ini? Apa sih yang memotivasiku untuk menjadi misionaris?” Aku menyadari, keluh kesah tersebut muncul dari rasa bimbang atas pilihan hidup yang kuambil.
Dalam keadaan semacam itu, aku berkeluh kesah kepada Tuhan, “Sebetulnya, apa sih yang aku cari di tempat seperti ini? (Tempat yang jauh di negeri orang, sementara ada banyak tempat di negeri sendiri yang masih membutuhkan pelayananku). Untuk apa sih
Di punggungnya tertanggung sebuah keranjang. Aku tidak tahu isinya. Tangan kirinya mendekap anak kecil yang digendong disebelah depan, tangan kanannya membawa pelepah daun pisang yang difungsikan sebagai
Sambil terduduk kelelahan di pinggir jalan, hati dan pikiranku terus bergulat dengan keluh kesah tersebut. Sejenak kemudian, ada seorang ibu berjalan melewatiku, mendaki ke arah puncak gunung. Ia termasuk orang dari suku asli yang tinggal di pegunungan dan masih menganut ‘agama’ animisme. Suku asli ini biasa disebut suku Subanon.
payung. Satu anaknya lagi yang lebih besar dengan setia berjalan di sampingnya. Mereka berjalan tertatih-tatih melawan cuaca yang sedang tidak bersahabat. Dalam keadaan yang super lelah itu, aku sempat menyapanya dengan senyuman dan ibu itu pun tersenyum dengan polos dan mungkin juga prihatin melihat diriku seperti orang yang kelaparan dan putus asa. Setelah melewatiku (menjauhiku) sekitar sepuluh meter ke depan, ibu itu berhenti. Ia berbicara sesuatu kepada anaknya yang mengikutinya. Entah apa yang mereka bicarakan. Namun sejenak kemudian, anak itu menurunkan keranjang dari punggung ibun y a dan mengamb i l
sebuah jambu
dan a k u yakin itu satusatunya buah jambu yang ada di dalam keranjang. Aku tergagap dan terkejut, ketika anak itu berlari mendekati dan mengulurkan buah jambu kepadaku.
Aku sungguh terharu dan sampai lupa mengucapkan terima kasih,
karena mulutku terkunci oleh pengalaman yang mengejutkan. Ibu itu mempunyai hanya satu buah jambu yang aku yakin pasti untuk anakanaknya. Namun ia masih mau berbagi kepadaku sebagai orang asing, yang secara kebetulan sedang berkeluh kesah kepada Tuhan. Apakah ini jawaban Tuhan atas keluh kesah-ku? Demikian aku berefleksi. Dan aku meyakini bahwa jawabannya adalah iya! Tuhan menjawab bahwa aku dipanggil ditempat yang seperti ini, supaya mau berbagi, meskipun dalam keterbatasan. Persis seperti ibu dari suku asli yang tidak (dan belum) mengenal Kristus itu, ia berbagi dalam kekurang-annya. Ibu itu telah menggiringku dalam kesadaran bahwa hakekat pilihan hidupku sebagai imam dan sekamisionaris adalah hidup ‘yang terpecah dan terbagi.’ Ibu itu juga hadir seperti Santo Paulus, yang melihat bahwa hidup itu seperti sebentuk pertandingan (lihat 1 Korintus 9:24-27). Kemenangan hidup hanya bisa diraih ketika kita tidak mengeluh dalam kesulitan, tetap berjalan dalam ketidakpastian, selalu berbagi dalam kekurangreligius, ligus
an dan menatap ke depan dengan sebuah pengharapan. Dalam pertandingan hidup, tidak ada musuh yang menjadi rival kita. Semua orang adalah sahabat atau partner dalam pertandingan itu sendiri. Musuh kita adalah diri kita sendiri. Kemalasan, keputusasaan, dan keluh kesah adalah momok terbesar dalam pertandingan hidup ini. Aku tahu, jalan menuju lembah Lezon bukanlah seberapa berat dibandingkan dengan jalan menuju puncak Kalvari. Dan jalan menuju lembah Lezon yang melelahkan ini bukanlah satu-satunya jalan tersulit di muka bumi ini. Ada sudutsudut jalan yang sulit, gelap, jahat dan melelahkan di dunia ini yang di-
erat dan setia oleh orang yang dipanggil menjadi misionaris. sekali lagi, bukan sulit yang menghauntuk maju, tetapi sendirilah yang kunci: apakah aku berkat bagi diri ataukah sebalikSemuanya terganpada diriku sendiri memenangi pertanhidup ini, meskipun dalam kerangka Nya.***
tekuni d a n dipeluk oranguntuk Maka medan dangku diriku menjadi menjadi sendiri, n y a . t u n g untuk dingan selalu rahmat-
Pembuatan logo HUT RI ke-70 mengalami perubahan desain yang berbeda jauh dari tahun-tahun sebelumnya. Dalam logo HUT ke-70 ini memilki tulisan angka 70 dengan satu garis. Kemudian di atas logo tertulis “INDONESIA MERDEKA“. Selain itu, di bawah logo juga tertera tulisan “AYO KERJA” . Di dalam logo HUT RI ke 70 ini menyimpan pesan, yaitu menumbuhkan semangat nasionalisme, agar dapat memberikan sesuatu kepada bangsa Indonesia, meskipun itu sesuatu hal yang kecil. Hal demikian memang sesuai dengan apa yang telah diungkapkan oleh Shafiq Muljianto, selaku pembuat logo tersebut. Selain itu, makna dari tulisan “AYO KERJA”, bahwa kerja itu tidak pernah berhenti. Sehingga hal itu semua memang sesuai dengan jargon yang telah dicetuskan oleh presiden kita saat ini.
Buah yang Manis
AMORE
Sanny-Daniel
K
omunitas ME distrik 1 Jakarta, mengadakan lomba koor yang dilaksanakan di Gedung Karya Pastoral Paroki St. Matias Rasul, Kosambi, Jakarta Barat pada tanggal 23 Agustus 2015, dimulai pada pk.10.00 WIB. Kegiatan ini berguna untuk mengakrabkan dan memeriahkan Ulang tahun ME yang ke-40 tahun. Lomba tersebut diikuti oleh 10 anggota koor: St. Laurentius Alam Sutera, St. Maria Kusuma Karmel (MKK), St. Stefanus Cilandak, St. Matias Rasul (Samara), St. Mikael Kranji, St. Bonaventura, St. Matias Cinere, St.Trinitas, St. Maria Bunda Karmel (MBK) & St. Kristoforus.
sendiri pernah menjadi juara 1 dalam lomba serupa (ulang tahun ME ke-30) pada tahun 2005.
Koor ME St. Stefanus Jakarta (Amore) berhasil meraih peringkat ke dua dengan nilai 481 mengalahkan ME St. Laurentius, Alam Sutra. Sedangkan ME St. Matias Cinere meraih peringkat pertama dengan nilai 484. Koor AMORE yang secara rutin melayani liturgis di Gereja St. Stefanus (termasuk Misa Natal, Misa inkulturasi Jawa & Manado), sangat berantusias dalam mengikuti lomba tersebut karena AMORE
Saat itu kami membawakan lagu seperti “Dunia Baru”, dimana kami bernyanyi secara Acapela, kemudian lagu pilihan “Kupersembahkan Cinta”. Selain itu kami menampilkan yel-yel yang ceria dan menghibur penonton dengan mengganti katakata lagu "Si Jali-Jali" dan "OndelOndel", sehingga seirama dengan kostum yang kami yaitu busana Betawi.***
Bahagia dan bangga hasil dari latihan rutin yang di lakukan. Selain dari itu ME merasakan buah yang lain yang lebih manis yaitu bertumbuhnya kebersamaan dan kekompakan dari anggota AMORE. Walaupun tidak semua anggota AMORE dapat ikut berpartisipasi dalam lomba tersebut dikarenakan kesibukan, aktifitas dan kesehatan mereka, namun kami tetap berlatih pantang menyerah untuk lomba tersebut kurang lebih 5 bulan yang diselingi dengan waktu liburan Lebaran.
36. OPINI
Apa pendapatmu Kemerdekaan RI tahun ini? “Merdeka itu menyangkut dimensi sosial, ekonomi, dan kebebasan beragama. Kita tidak bisa mengatakan merdeka apabila masih ada jurang antara kaya dan miskin yang begitu lebar. Umat agama minoritas masih susah melaksanakan kegiatan agamanya. dan masyarakat tidak peduli dengan sesamanya yang menderita. Gereja perlu ikut berperan sebagai Florentius Novel Indek agen kemerdekaan yang konkret.” Paroki Jagakarsa/ Aktif kepemudaan KAJ
Anastasia Putri Paroki St. Stefanus Cilandak/ Ling. Agustinus Sedangmulyo
Kemerdekaan RI berarti terbebas dari penjajahan. Namun arti kemerdekaan saat ini, khususnya bagi anak muda berarti bebas berpendapat. Anak muda bebas mengembangkan diri tanpa takut untuk dinilai atau di “judge” oleh orang lain. Anak muda mau dan mampu menjadi diri sendiri dan pribadi yang otentik. Untuk bangsa Indonesia semoga bisa menjadi setaraf dengan negara-negara maju dalam segala dimensinya.
Lucia Asri Ayu Heryanto Paroki St. Stefanus /Ling. Timotius/ Wilayah VIII/ aktivitas PS. Seraphim & OMK “Menurut saya, mengingatkan kita kembali kepada ajaran-ajaran kebaikan, kembali untuk mengingat
nilai-nilai perjuangan Bangsa ini, kembali untuk peduli pada Bangsa ini, serapuhnya apapun Bangsa ini, segoyahnya apapun Bangsa ini, lakukan hal yang baik untuk tetap bisa menegakkan Bangsa ini..”
37
Katrin Zoromi Paroki Sta. Maria Diangkat ke Surga - Katedral Jakarta
Yohanes Aditya Paroki St. Barnabas Pamulang/ Ling. Sta Fransiska “Saya berharap ke depannya, kepada pemerintah untuk lebih mendengarkan suara rakyat. Agar Indonesia dapat benar benar dikatakan merdeka. Karena yang saya lihat secara pribadi, masih banyak PR yang harus diselesaikan oleh pemerintah, demi Indonesia yang lebih baik lagi. Dan sebagai orang muda ada baiknya kita turut mendukung dan berperan dalam kemerdekaan itu sendiri, serta mendoakan yang terbaik buat pemerintahan kita sekarang.”
“Menurut pendapat saya, Kemerdekaan RI saat ini, sebaiknya diisi dengan hal hal yang lebih positif, lebih kreatif. Terlebih buat kalangan muda, yang merupakan generasi bangsa yang produktif jadi saatnya kita untuk action. Bukan hanya mencari kekurangan, kelemahan dan menuntut apa yang seharusnya negara berikan kepada kita, karena dengan melakukan hal – hal yang lebih positif, lebih kreatif, akan memberikan impact yang baik juga untuk negara.”
“Akhirnya bangsa Indonesia bisa mendapatkan pengakuan oleh dunia dengan perrjuangan yang gigih. Sebagai generasi penerus Merdeka bukan berarti sampai disini tetapi ini adalah titik awal dimana kita harus berjuang membangun negara Indonesia dengan membuat serta menghasilkan karya-karya yang terbaik, menjaga dan memelihara kelestarian alam. Mari kita buktikan kepada negara-negara lain bahwa kita layak dan pantas duduk berdamping dan bekerja sama. MERDEKA!”
Rismauli Paroki St. Stefanus/Ling. Maria Immaculata
38. ORBITAN LEPAS
Kesetiakawanan Sosial dan Revolusi Mental -Put-
Mengunjungi makam pahlawan adalah salah satu bentuk dari kesetiakawanan sosial foto liputan6
S
ebagai bangsa yang merdeka maka perlu dilakukan sebuah perubahan yang mendasar pada suatu bidang dan inilah makna dari Revolusi. Kalau kita melihat kembali dulu saat pahlawan melepaskan ikatan penjajahan, maka mereka telah banyak berkorban untuk memutus mata rantai yang telah membelenggu sehingga bangsa yang besar adalah Bangsa yang memiliki kepercayaan diri dan martabat yang tinggi. Bagaimana dengan jaman ini apakah ada belenggu tersebut? Mental priyayi, mental orang miskin, men-
tal gelandangan pengemis, mental individualis dan mentalitas yang meninggalkan Pancasila, oleh karena itu Pemerintah memandang perlu untuk melakukan Revolusi Mental. Revolusi ini tidak instan, seperti mie rebus yang siap saji, butuh proses dan persiapan yang kemudian membangun karakter ung-gul bangsa maka hakikat revolusi mental adalah pengembangan nilai-nilai bangsa. Mari kita lihat apa itu salah satu karakter unggul Bangsa Indonesia, salah satunya adalah Kesetiakawanan Sosial. Kesetiakawanan sosial sendiri memiliki nilai dan norma
39
yang diatur dalam budaya lokal. Refleksi dari kesetiakawanan sosial yaitu sikap peduli sosial dan saling berbagi. Kalau dalam masyarakat tradisional konteksnya dilandasi oleh kebersamaan dan komitmen bersama. Indonesia sendiri memiliki format perilaku yang turun temurun dan mendarah daging yaitu Gotong Royong. Kesetiakawanan sosial tidak hanya bermakna sebagai perilaku, namun juga berperan sebagai nilai-nilai moral. Artinya kesetiakawanan sosial selalu menjadi acuan perilaku, pandangan hidup bangsa dalam berbagai macam wujudnya. Masyarakat Indonesia sendiri terkenal dengan sikap ramah, kekeluargaan dan kesetiakawanan sosialnya didalam kehidupan sehari-hari. Sehingga untuk menyelesaikan segala problema yang ada didalam kehidupan masyarakat dibutuhkan sikap kesetiakawanan sosial yang dapat mempermudah dan memecahkan masalah secara efisien. Kecuali nantinya akan ada pergeseran nilai-nilai budaya yang kemudian merontokkan sistem dan jiwa kesetiakawanan sosial. Rasa kesetiakawanan bermakna: Kepentingan pribadi tetap diletakkan dalam kerangka kesadaran kewajiban sebagai makhluk sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Kewajiban terhadap masyarakat dan bangsa dirasakan lebih besar dari kepentingan pribadinya.
Nilai moral yang terkandung dalam kesetiakawanan sosial diantaranya sebagai berikut: 1. Nilai moral tolong menolong. Nilai moral ini tampak dalam kehidupan masyarakat, seperti: tolong menolong sesama tetangga. Misalnya membantu korban bencana alam atau menengok tetangga yang sakit. 2. Gotong-royong, misalnya menggarap sawah atau membangun rumah. 3. Kerjasama. Nilai moral ini mencerminkan sikap mau bekerjasama dengan orang lain walaupun berbeda suku bangsa, ras, warna kulit, serta tidak membeda-bedakan perbedaan itu dalam kerjasama. 4. Nilai kebersamaan. Nilai moral ini ada karena adanya keterikatan diri dan kepentingan kesetiaan diri dan sesama, saling membantu dan membela. Contohnya menyumbang sesuatu ke tempat yang mengalami bencana, apakah itu kebanjiran, kelaparan atau diserang oleh bangsa lain. Hasil nyata Kesetiakawanan Sosial yaitu Kemerdekaan Indonesia, jiwa dan semangat tersebut telah teruji. Sekarang bagaimana kemudian implementasi itu setara dengan perjuangan kita sekarang.*** Sumber : k2ks.kemsos.go.id/kesetiakawanansosial, wordpress.com/tag/hksn/.
40. ORBITAN LEPAS
Ganbatte, LEGIO MARIA! Fr. Surya Nandi Putra
Coba Bandingkan Coba bandingkan dua foto diatas. Mungkin keduanya tampak tidak ada hubungannya. Namun coba perhatikan lebih seksama lagi, ternyata keduanya memiliki kesamaan yakni merupakan sekelompok “prajurit”. Apabila foto yang pertama adalah pasukan suatu Negara tertentu, yang kedua adalah pasukan Maria yang disebut sebagai Legio Maria. Dalam tulisan ini saya mau membagikan kesan saya terhadap dua presidium Legio Maria di Stefanus Cilandak. Legio Maria tentu tidak asing bagi kita, terlebih umat paroki Stefanus Cilandak. Dalam buku pegangan dikatakan bahwa Legio Maria adalah perkumpulan umat Katolik yang menggabungkan diri dalam
suatu Pasukan untuk bertempur dalam perang abadi antara Gereja melawan kekuatan jahat di dalam dunia. Dengan definisi itu, tidak berarti bahwa yang bukan anggota legio tidak ikut “berperang”, hanya saja di dalam legio sejauh yang saya lihat ibarat sebuah pasukan militer, mereka bergerak sistematis, metodis, dan efektif untuk mengalahkan Si Jahat. Legio Maria juga memiliki persenjataan. Namun, senjata para legioner (sebutan anggota legio) bukan dari dunia ini. pakaiannya bukan baju loreng-loreng ala TNI, senjatanyapun bukan cease, AK, apalagi granat. Pakaian para anggota Legio ini adalah Iman yang selalu dikenakannya setiap hari. Senjatanya adalah doa dengan peluru bunga-bu-
nga rohani, mencakup Bapa Kami, Salam Maria, Kemuliaan, Rosario, Ekaristi, dan doa-doa lainnya. Dengan persenjataan itu setiap anggota dikuduskan dan nama Allah dimuliakan. Per-juang-an Sehubungan dengan tema bulan ini tentang kepahlawanan: Perjuangan dan Kesetiaan, saya kira Legio Maria sangat representatif untuk mewakilinya. Apa buktinya? Mari kita “teropong” satu persatu. Menurut KBBI “perjuangan” berasal dari kata kerja “juang” atau “berjuang”. Berjuang berarti berusaha sekuat tenaga demi mencapai sesuatu. Dengan demikian, perjuangan adalah sebuah usaha dengan sekuat tenaga, yang biasanya juga banyak kesukaran, untuk mencapai sesuatu. Saya kira dalam kehidupan seharihari, kita sering memakai kata berjuang, misal ada ungkapan “hidup adalah perjuangan”, “besok mau ujian, saya harus berjuang”, atau “gue akan berjuang, untuk mendapatkan cintamu”. Artinya, dalam setiap perjuangan pasti memiliki tujuan. Legio Maria-pun menggunakan kata itu, “saya akan berjuang melaksanakan tugas agar nama Allah dimuliakan”. Tujuan Legio Maria tidak lain adalah Kemuliaan Allah, dan seluruh perjuangannya diarahkan kesana.
Wujud perjuangan Legio Maria ditunjukkannya dengan usaha dan karyanya. Saya yakin mereka (legioner di paroki Stefanus) sudah berdoa ribuan bahkan puluhan ribu kali bagi mereka yang sakit, para imam dan calon imam, keluarga yang mengalami masalah, yang kesepian, yang merindukan buah hati, yang berharap mendapat jodoh, dsb. Para anggota legioner memang diutus untuk berdoa, bermatiraga, berdevosi, dan melaksanakan karya pelayanan kepada sesama. Karya pelayanan bisa diejawantahkan
dengan mengunjungi orang sakit, panti asuhan, panti jompo, dan ikut ambil bagian dalam karya pastoral Romo. Ke-setia-an Kini teropong kita arahkan kepada Kesetiaan. Setia berarti berpegang teguh dan taat pada tugas ,janji, atau prinsip. Misal “aku setia pada janji perkawinanku” berarti taat dan teguh pada segala hal yang tertera dalam perjanjian perkawinan itu. Begitu pula dalam Legio, usaha sekuat tenaga tidak akan berbuah apabila hanya dilaksanakan sesekali saja atau “bolong-bolong”. Seperti juga seorang mahasiswa akan sulit mendapatkan nilai bagus apabila belajar dengan “SKS” alias Kebut Semalam. Demi memuliakan Tuhan, kesetiaan adalah keutamaan yang wajib dimiliki oleh para Legioner. Pada prinsipnya, segala karya yang ada di Paroki bisa diikuti oleh anggota Legio, dengan membawa serta semangat juang seorang Legioner. Para legioner dituntut setia menghadiri rapat, setia menjalankan tugas yang diberikan, dan konsekuen dengan tugas tambahan yang dipilihnya. Misal minggu ini saya mau berdoa secara khusus untuk ibu dan bapak saya, atau menjalankan tugas. Usaha-usaha yang sepertinya sepele semacam itu apabila dilaksanakan dengan penuh perjuangan dan kesetiaan saya yakin pasti membuahkan hasil yang besar.
Pahlawan-pahlawan Muda Dengan semakin besarnya “kuasa kegelapan” di jaman sekarang, dibutuhkan semakin banyak orang yang mau berperang secara sungguh melawannya. Legio Maria adalah salah satu jawabannya. Paroki Cilandak memiliki tiga presidium Legio Maria, Yakni: Presidium Ratu Para Saksi Iman, Ratu Pencinta Damai, dan Bunga Mawar Gaib. Dengan tantangan di jaman sekarang tentu tiga presidium itu tidaklah cukup. Terlebih tantangan yang merebak di kalangan anak muda, seperti: Narkoba, pornografi, individualisme, dan Iman. Khusus pada poin iman, orang muda adalah generasi penentu keberlangsungan Gereja. Jangan sampai 20 tahun yang akan datang Gereja Cilandak di alih fungsi menjadi tempat fitness seperti yang terjadi di Gerejanya Romo van Ooij, SCJ. Nah… yang mampu menjawab tantangan orang muda adalah orang muda itu sendiri. Pihak dari luar mungkin bisa saja melakukan segala daya upaya, namun “kartu As”-nya ada di tangan orang muda. Khususnya dalam Legio Maria, dibutuhkan legioner-legioner junior yang nantinya menggantikan para legioner veteran itu. Gereja membutuhkan pahlawan-pahlawan muda yang memiliki semangat juang dan kesetiaan. Ganbatte Legio Maria, Selamat berjuang!***
43
INDONESIA, BANGSA BAHARI! Seharusnya Laut itu menyatukan, bukan memisahkan kita semua!
I
- Put-
ndonesia adalah negara maritim terbesar di dunia dengan 2/3 wilayahnya merupakan kelautan. Antara pulau yang satu ke pulau lainnya terpisahkan oleh laut, tetapi itu seharusnya bukan menjadi penghalang untuk mempersatukan bangsa. Sebagai bangsa yang memiliki nenek moyang sebagai pelaut bahkan sangat mengejutkan bahwa negara bahari yang disandangnya telah menjadikan laut adalah ladang mata pencaharian, kekuatan dengan armadanya dan inilah yang seharusnya dapat dioptimalkan oleh kita. Mewujudkan laut sebagai alat vital pertumbuhan dan perkembangan ekonomi merupakan usaha bersama bangsa. Pemerintah yang akan menghadapi laut sebagai kawan, dan harus benar-benar dibangun secara mendalam budaya kelautan Indonesia sebagai negara yang terdiri atas 17 ribu pulau, bangsa Indonesia harus
menyadari bahwa identitas, kemakmuran, dan masa depannya sangat ditentukan oleh pengelolaan samudra. Kemudian pemanfaatan sumber daya alam laut dengan berfokus pada kedaulatan pangan sehingga peran nelayan menjadi yang utama. Selanjutnya prioritaskan infrastruktur dan konektivitas maritim. Jika 3 poin tersebut bisa di menjadi intisari yang kuat serta support atas semangat kebangsaan melalui peran pemerintah, maka diplomasi kelautan pun akan ditegakkan sehingga sumber konflik di laut dan dihilangkan, seperti pencurian ikan, pelanggaran kedaulatan, sengketa wilayah, perompakan, dan pencemaran laut. Dan yang utama dari itu semua adalah kekuatan dalam menjaga kemaritiman tersebut melalui pertahanan Maritim.*** Sumber : smahangtuah2.sch.id, setkab.go.id, TEMPO.CO
44. ORBITAN LEPAS
ASURANSI DALAM KARYA MISI Pastor Martin van Ooij, SCJ
S
iapa tidak tahu arti kata asuransi? Secara literal, kita tahu bahwa asuransi itu adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan atau sistem dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti, ke-sehatan dan lain sebagainya mendapatkan penggantian dari kejadian-kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit, di mana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut. Istilah "diasuransikan" biasanya merujuk pada segala sesuatu yang mendapatkan perlindungan atau jaminan. Dengan demikian, apa saja bisa diasuransikan, seperti misalnya mobil, rumah, barang-barang mewah, dan bahkan ada pemain bola yang mengasuransikan lutut, kaki, dan kepalanya. Ada juga yang mengasuransikan jiwa dan kesehatan dalam segala bentuknya. Namun apakah ada yang mengasuransikan surga? Yang jelas bahwa surat baptis bukanlah suatu asuransi surga, sekalipun misalnya surat tersebut dimasukkan ke dalam peti orang mati. Lantas bagaimana kita memperoleh kepastian atau
Upacara Pramuka foto dok pribadi
jaminan surgawi atas segala jerih payah kita dalam menghidupi iman sehari-hari? Bagaimana iman kita memberi penjelasan mengenai karya Tuhan di dalam hati dan hidup kita? Ijinkan saya membagi penga-laman yang semoga memberikan pencerahan atas pertanyaan di atas. Pada permulaan tahun 1994, setelah berpastoral selama 30 tahun di tengah para transmigran, saya diminta pimpinan kongregasi SCJ dari Roma untuk pergi ke India. Sungguh suatu kejutan, kare-na SCJ belum pernah hadir di negara Mahatma Gandhi itu. Di sisi lain, saya sungguh merasa ditantang dengan permintaan itu, meskipun jujur saya tidak siap sama sekali.
45
Salah satu yang membuat saya berat dan tidak siap, karena saya sangat mencintai umat yang selama ini saya layani. Saya membayangkan, betapa berat untuk berpamitan dari umat yang saya layani pada permulaan kehidupan mere-ka sebagai pengikut Kristus. Selain itu, saat itu umur saya sudah 58 tahun, tentunya tidaklah mudah untuk memulai misi yang sama sekali baru, dimana kongregasi belum mempunyai bentuk apa pun di negeri itu. Namun meskipun sangat berat hati, saya memberanikan diri untuk mengatakan: “Ecce Venio,” yang artinya: “Lihatlah ya Tuhan, aku datang untuk melaksanakan kehendakMu.” Setelah mengungkapkan kesiapsediaan, meluncurlah dialog lanjutan antara saya dan Pater Jendral yang saat itu berkunjung di Indonesia, sebagai bentuk persiapan untuk diutus ke India. Saya bertanya, “Di India saya harus kemana?” Jawaban Pater Jendral, “Saya tidak tahu, karena belum pernah kesana. Tapi kamu diutus bersama seorang missi-procurator.” Pertanyaan saya berikutnya, “Di India saya harus berbuat apa?” “Ya, menghadirkan kongregasi di sana,” jawab Pater Jendral meyakinkanku. “Bagaimana caranya?” saya mengejar dengan pertanyaan tersebut.
Jawaban Pater Jendral sungguh menyentuh, “Saya sungguh tidak tahu, tapi Roh Kudus akan menyertai Pater Martin van Ooij.” Nah bagiku, itulah bekal berharga untuk berangkat ke misi atau dunia yang baru. Tidak ada garansi atau asuransi apapun untuk menghadapi dunia baru dengan tugas perutusan yang amat tidak jelas!! Dan setelah masuk negeri misterius itu, saya langsung dihadapkan pada tugas belajar bahasa!! Tidak hanya bahasa Inggris yang harus saya pelajari, tetapi juga salah satu bahasa lokal di India. Tentu bukan suatu perkara yang mudah bagi saya yang sudah berumur untuk mempelajari dua bahasa asing sekaligus.
“Kesulitan itu tidak membuat saya patah arang... Saya meyakini Roh Kudus akan menguatkan perjuangan saya.” Bunda Maria juga menjadi pendamping misi yang luar biasa. Oleh karenanya, atas ijin pastor paroki, di mana waktu itu kami dititipkan oleh uskup untuk tinggal disana, kami membangun gua Bunda Maria di sebuah pojok taman di areal gereja paroki. Untuk lebih bisa mengenal masyarakat dan bisa belajar bahasa langsung dengan masyarakat, saya membeli sepeda. Inilah harta benda
46
SCJ pertama di India yang akan selalu saya kenang. Karena dengan sepeda itulah saya berkeliling menyapa dan mengenal banyak orang. Kesulitan berkomunikasi (berbahasa) belum dilewati, masalah lain lain muncul. Setelah kami berada di India selama kurang lebih empat minggu, teman misionaris saya (teman seperjuangan dan seperjalanan), seorang pastor dari Inggris bilang, “Minggu depan aku pulang ke Roma!” Mendengar kata-katanya, bagaikan mendengar petir menggelegar di siang bolong; seakan-akan semuanya menjadi gelap. Saya tidak tahu, musti buat apa saat itu. Padahal teman saya itu masih menjadi andalan saya untuk berkomunikasi dengan para uskup dan pastor karena dia adalah native speaker dalam berbahasa Inggris. Lagi-lagi saya merasa Roh Kudus menguatkan saya. Saya dikuatkan untuk terus maju dengan segala keterbatasan yang ada. Maka setelah mengalami “malam gelap,” saya mengambil inisiatif untuk mengadakan perjalanan dari ujung selatan sampai utara India. Saya mengunjungi uskup-uskup, Kardinal di Mumbai, instansi-instansi pendidikan, pastoral, dan sosial. Selama 18 hari perjalanan yang panjang dan melelahkan itu, saya sampai pada perta-nyaan, “Bagaimana saya dapat menghadirkan kongregasi SCJ di India?” Setelah kembali ke Cochin - Kerala dan mempelajari
hasil catatan-catatan, saya melihat dengan jelas bahwa satu-satunya kemungkinan untuk menghadirkan kongregasi adalah dengan mendirikan pendidikan khusus SCJ untuk para imam dan bruder. Dengan penuh semangat dan iman dalam tugas perutusan, saya membuat rencana untuk 10 tahun ke depan dengan proyek besar, yakni memba-ngun seminari. Untuk tujuan itu, saya terbang ke Roma untuk mempresentasikan proyek dan syukur puji Tuhan, proposal itu disetujui oleh seluruh dewan SCJ. Kembali ke India pada bulan April 1995, saya membawa pekerjaan rumah yang sungguh raksasa! Dalam situasi demikian, saya mengalami secara nyata perkataan pimpinan bahwa “Roh Kudus akan menyertaimu Martin.” Perkataan itu bukan lagi sebuah slogan, tapi sungguh menjadi kenyataan. Sampai Februari 2011, bersama banyak teman dari berbagai negara, saya dapat mewujudkan kehadiran kongregasi SCJ di India. Sekali lagi, tidak ada asuransi atau garansi apapun, tapi Roh Kudus berkarya melalui usaha bersama para Imam dan Bruder selama belasan tahun. Dan sekarang kongregasi SCJ sudah terwujud dengan pimpinan yang berasal dari India. Mukjizat terjadi dimana ada campur tangan Tuhan dalam diri Manusia.***
47. PENDIDIKAN
PRAMUKA, apa kabarnya?
- Tyo-
Tepuk PRAMUKA : prok prok prok… prok prok prok… prok prok prok – prok prok prok . . . Tentu kita masih ingat tepuk Pramuka, dan selalu dipakai pada saat kegiatan Pramuka. Terkadang tidak hanya dipakai pada kegiatan Pramuka, tepuk Pramuka bisa dipakai di kegiatan lain.
Artinya bahwa secara sadar maupun tidak sadar Pramuka masih mudah diingat dan semua orang bisa melakukan salah satu tepuk Pramuka. Bahkan tidak hanya tepuk Pramuka, dari seragam, kegiatan Pramuka seperti Jambore atau bahkan Camping atau mengenal sandi-sandi Pramuka, yang mudah untuk diingatnya dan bisa digunakan dalam kegiatan di luar Pramuka. Mungkin ada sebuah kerinduan akan kegiatan-kegiatan yang bernuansa Pramuka, sehingga begitu bermaknanya Pramuka pada saat itu. Lalu bagaimana Pramuka yang dilakukan saat ini? Seberapa penting Pramuka di masa kini? Sejarah Pramuka Singkatan dari Pramuka adalah Praja Muda Karana yang berarti kaum muda yang suka berkarya. Di Indonesia penggunaan istilah “Pramuka”
Salah satu kegiatan kepramukaan foto dok pribadi
baru resmi digunakan pada tahun 1961, akan tetapi gerakan pramuka sejatinya telah ada sejak jaman penjajahan belanda dengan nama kepanduan. Pendiri Pramuka adalah seorang tentara Inggris yang bernama Lord Robert Baden Powell pada tahun 1907. Beliau mendirikan Pramuka bertujuan untuk pengembangan para pemuda secara fisik, mental dan spiritual. Pada saat itu pula beliau pertama kalinya mengadakan perkemahan Pramuka di Pulau Brown Sea, Inggris selama 8 hari.
48
Baden Powell
Pada tahun 1920 merupakan tahun yang sangat berpengaruh dalam sejarah pramuka di mana untuk pertama kalinya diadakan Jambore di dunia. Jambore Dunia ke-I di laksanakan di Olympia Hall, London. Dalam kegiatan tersebut diundang pula peserta dari 27 Negara dan pada saat itu Baden Powell diangkat sebagai Bapak Pandu Sedunia (Chief Scout of The World). Bagaimana dengan Pramuka di Indonesia? Ternyata gagasan organisasi Pramuka yang didirikan oleh beliau telah menyebar ke berbagai negara termasuk Belanda. Pada masa itu Belanda menguasai Indonesia membawa gagasan itu ke Indonesia. Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia organisasi Kepanduan dilarang. Maka banyak dari tokoh Pandu yang beralih dan memilih masuk masuk Keibondan, Seinendan, dan PETA.
Sejarah pramuka di Indonesia di anggap lahir pada tahun 1961, karena didasarkan pada Keppres RI No. 112 tahun 1961 tanggal 5 April 1961, tentang Panitia Pembantu Pelaksana Pembentukan Gerakan Pramuka dengan susunan keanggotaan seperti yang disebutkan Presiden pada 9 Maret 1961. Tentunya banyak yang bertanya, kenapa peringatan hari Pramuka di peringati pada 14 Agustus?. Hal tersebut dikarenakan pada tanggal 14 Agustus 1961 adalah hari dimana Gerakan Pramuka di perkenalkan di seluruh Indonesia, sehingga ditetapkan sebagai hari Pramuka yang diikuti dengan pawai besar. Tugas pokok Gerakan Pramuka adalah menyelenggarakan pendidikan kepramukaan bagi anak dan pemuda Indonesia, menuju ke tujuan Gerakan Pramuka, sehingga dapat membentuk tenaga kader pembangunan yang berjiwa Pancasila dan sanggup serta mampu menyelenggarakan pembangunan masyarakat, bangsa dan negara. Dalam melaksanakan pendidikan kepramukaan tersebut Gerakan Pramuka selalu memperhatikan keadaan, kemampuan, kebutuhan dan minat peserta didiknya. Karena kepramukaan bersifat nasional, maka gerak dan kegiatan Gerakan Pramuka disesuaikan dengan kepentingan nasional. Kepentingan nasional bangsa Indonesia
49
ini tercantum dalam Garis Besar Haluan Negara, yang merupakan Ketetapan MPR. Gerakan Pramuka dalam ikut membantu pelaksanaan GBHN tersebut selalu mengikuti kebijakan Pemerintah dan segala peraturan perundang-undangannya. Gerakan Pramuka hidup dan bergerak di tengah masyarakat dan berusaha membentuk tenaga kader pembangunan yang berguna bagi masyarakat. Karenanya Gerakan Pramuka harus memperhatikan pula keadaan, kemampuan, adat dan harapan masyarakat, termasuk orang tua anggota Pramuka, sehingga Gerakan Pramuka terutama pada satuan-satuannya dapat menyiapkan tenaga Pramuka sesuai dengan apa yang diharapkan orang tua anggotanya dan masyarakat di lingkungannya. Bagaimana Pramuka dalam dunia Pendidikan saat ini? Sejak Pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono, melalui Menteri Pendidikan Nasional Bpk M. Nuh, telah membuat kebijakan tentang Kurikulum 2013 (Kurtilas). Pada awal ajaran tahun 2013 – 2014, beberapa sekolah terutama Sekolah Negeri dan beberapa sekolah yang ditunjuk Pemerintah, sudah mulai memberlakukan kebijakan bahwa sekolah tersebut sudah harus menggunakan Kurtilas. Di mana di dalam Kurtilas tersebut ada kegiatan Pramuka yang bersifat wajib. Pada tahun ajaran pertama, meski sudah ditetapkan oleh Kementrian, namun
dalam pelaksanaan di lapangan belum semua dilakukan. Hal pertama yang dilakukan adalah penggunaan seragam Pramuka, sedangkan kegiatan masih belum sepenuhnya. Baik siswa maupun Guru, diwajibkan memakai seragam Pramuka sebagai bagian pelaksanaan Kurtilas. Memasuki tahun ajaran 2014 – 2015, seluruh sekolah di Indonesia baik Negeri maupun Swasta sudah harus mengikuti Kurtilas yang di dalamnya ada Pramuka. Tahun ajaran itu merupakan tahun pertama bagi sekolah yang baru merasakan menggunakan Kurtilas diantaranya Pramuka. Sesuai dengan surat edaran yang diberikan dari Dinas Pendidikan untuk masing-masing sekolah, selain menjalankan Kurtilas juga mewajibkan dalam ketentuan penggunaan seragam, diantara setiap hari Rabu seluruh sekolah Guru dan siswa wajib menggunakan seragam Pramuka. Dalam kenyataan di lapangan, tidak semua sekolah mengikuti anjuran dari Dinas Pendikan. Ada beberapa sebab mengapa ada sekolah yang tidak mengikutinya, diantaranya mengenai Gugus Depan yang dimiliki setiap sekolah ada yang belum memiliki, lalu mengenai seragam serta atribut Pramuka masih ada beberapa sekolah yang kekurangan dalam pendanaan, satu hal lagi diantaranya adalah kegiatan Pramuka itu sendiri seperti perkemahan, jamboree, dll juga memakan biaya yang tidak sedikit. Sehingga bebera-
50
pa sekolah, tidak semua melaksanakan anjuran dari Dinas Pendidikan. Meski sudah ada surat edaran yang harus dijalankan oleh sekolah-sekolah, kegiatan atau kurikulum untuk Pramuka masuk dalam nilai raport akhir semester. Maka beberapa sekolah yang tidak terikat dengan Pramuka, ada yang menggunakan istilah kegiatan lain namun nilai kepramukaannya tetap ada. Seperti contohnya, ada sekolah yang tidak menggunakan seragam Pramuka namun mereka melaksanakan kegiatan atau pelatihan outbound atau pengembangan karakter siswa. Sehingga Pramuka di sekolah tidak hilang, tetapi mengambil nilai pendidikan karakter kepramukaan itu sendiri. Menurut pandangan saya, bahwa Pramuka sekarang ini yang dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan sekolah belumlah maksimal atau belum berjalan sesuai rencana. Dalam diskusi yang pernah saya lakukan bersama aktivis Pramuka, menunjukkan bahwa saat ini Pramuka masih hanya sekedar sebagai simbol, lalu hanya saat-saat event tertentu saja, Pramuka itu dijalankan. Salah satunya beberapa sekolah hanya mewajibkan memakai seragam Pramuka tetapi kegiatan yang dilakukan belum atau tidak berjalan. Selain itu event hari Pramuka yang jatuh pada tgl 14 Agustus hanya sekedar sebagai sebuah peringatan saja. Jambore Nasional yang diharapkan sepertinya masih
Kegiatan Semaphore foto dok pribadi
belum menggaung di tanah air. Lalu di mana letak nilai karakter kepramukaannya jika hanya sebuah simbol atau kelengkapan seragam saja? Pramuka dalam kurikulum pendidikan di sekolah sangatlah penting dan perlu. Setiap sekolah bukan hanya mewajibkan kata ‘seragam’, namun juga melaksanakan nilai-nilai karakter kepramukaan itu sendiri. Dari sekolah tingkat SD, SMP, SMK/SMA, sudah waktunya untuk memberikan pengajaran atau kurikulum tentang Pramuka. Banyak hal yang kita dapat dari Pramuka itu sendiri, terutama dalam nilai pendidikan karakter. Perlu diketahui juga bahwa ada umat Katolik yang menjadi aktivis Pramuka yang mau membantu sekolah-sekolah terutama sekolah swasta Katolik untuk mendidik para siswa-siswinya, belajar menjadi seorang Pramuka, pemuda harapan bangsa. Semoga di tahun ajaran baru ini, setiap sekolah sudah bisa menjalankan nilai pendidikan karakter Pramuka dan bukan hanya sekedar seragam, tetapi juga melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai tunas bangsa.***
51. POJOK KOMSOS
-MAJU JALANBaris-berbaris sebagai salah bentuk kedisiplinan, ketahanan fisik serta peran komunikasi dan kerja sama tim. Photo credit; Adiya WS
- Umat dapat berpastisipasi dalam Pojok Komsos sebagai media ekspresi, sebagai bagian dari ruang diskusi dan informasi-
52. PSIKOLOGI
“Ayolah Stev kamu kan suaranya bagus, kamu dong mewakili kelompok kita untuk menyanyi”. Hampir semua teman-teman sepakat bahwa Stevi suaranya bagus dan pantas untuk tampil. Namun apa reaksi Stevi? Dia menolak dengan alasan dan merasa tidak ‘pede’.
perti ngapain mesti harus begitu, ngak perlu, walah ‘carmuk’ aja itu orang atau sikap sinism lain yang mencerminkan rasa kurang percaya diri atau bahkan kemungkinan rasa rendah diri.
“Gustav, ajak dan temani tamu-tamu itu ngobrol dong. Kan kalian seusia, sebaya masak kamu dari tadi main ‘hp’ melulu”. Lalu apa jawaban Gustav kepada mamanya? “Males mah, ngak ‘pede’ lagian malu juga sama mereka”.
Membangun kepercayaan diri adalah bagaimana mengembangkan diri untuk mampu mengenali diri sendiri secara baik, nyaman berinteraksi dan bersikap mandiri.
Sering orang tua melihat atau merasakan bahwa anaknya mampu untuk melakukan sesuatu hal, namun ternyata anak tersebut tidak percaya bahwa dirinya mampu. Rasa tidak percaya diri ini tidak hanya terjadi pada seorang anak saja, namun juga terjadi pada banyak orang dewasa. Berbagai alasan dari ketidak percayaan diri terkadang muncul dalam perilaku menarik diri, atau diekspresikan dengan kata-kata malu, segan, malas dan enggak ‘pede’ . Sering pula rasa tidak percaya diri dikemas dan muncul dalam sikap defensif se-
Kepercayaan Diri
Mengenali diri sendiri adalah kemampuan untuk menerima diri apa adanya. Kelebihan maupun kekurangan, mampu menyikapi keberhasilan maupun kegagalan secara seimbang. Bagi orang tua dapat membantu si kecil untuk menumbuhkan perasaan diri mampu dan sekaligus bisa menerima kegagalan dengan memberi pujian, harapan, dukungan dan kepercayaan yang dapat dipraktekkan sehari-hari. Membuat anak menyadari dirinya mampu, tapi juga sekaligus mengingatkan adanya keterbatasan – membangun sikap realistik. Membuat diri nyaman berinteraksi. Sederhana caranya, yaitu membuat
53
diri kita semakin mampu membuka diri – tidak perlu pakai topeng – tidak ingin belas kasih orang. Hal ini membuat orang nyaman dengan kita, maka kitapun akan nyaman dalam membangun relasi sosial. Penting juga mengenali emosi diri dan orang lain dengan baik, sehingga kita tidak terjebak pada kesalahpahaman. Pendidikan ini diperoleh ketika anak mampu melihat dan merasakan bagaimana orang tua mau mendengar ketika dia bicara, ada waktu ketika diajak bermain dan berdiskusi, ada di saat anak memerlukan. Mampu me-response dengan dukungan dan memberi semangat di saat anak dalam ke-galauan atau kegagalan. Anak merasa percaya dirinya ada, dirinya bernilai dan berarti bagi orang tuanya, dirinya dikasihi dan bahkan dirinya tetap diterima dengan kelema-
BERPIKIR
han ataupun kegagalannya. Situasi ini menumbuhkan kepercayaan diri anak. Menjadikan diri mandiri adalah upaya terhadap diri sendiri bahwa mampu melakukan. Percaya bahwa dirinya bisa, tidak malu, tidak enggan, tidak mengasihani diri atau melihat orang lain selalu lebih dari dirinya. Kita adalah diri kita dengan kebisaan kita, dan biarlah mereka dengan diri mereka. Membiasakan diri untuk selalu mempunyai positive self-talk “Saya bangga dan senang dengan apa yang sudah dapat saya lakukan”. Jangan pernah mundur hanya karena melihat orang lain bisa yang kita tidak bisa, dan karena ke’bisa’an masing-masing dari diri kita memang berbeda. Ada sebuah teori ‘self’efficacy’ – efikasi diri yaitu seberapa kita meyakini kemampuan diri kita dalam mengorganisasi diri untuk menyelesaikan suatu tugas guna mencapai tujuan tertentu. Upaya meningkatkan efikasi diri sekaligus bagian dari meningkatkan kepercayaan diri dengan cara mampu memotivasi diri di dalam mengerjakan tugas sesuai peran hidup kita masing-masing. Selanjutnya, mampu dalam mengambil tindakan dan mengatasi tantangan untuk mencapai suatu tujuan.***
54. KESEHATAN
Penyakit Yang Sering Menyerang Pekerja Kantoran Put
J
angan lekas senang jika anda berprofesi sebagai pekerja kantoran. Bekerja di dalam ruangan bukan berarti juga melindungi diri mereka dari pola hidup yang tidak baik, seperti membeli makanan sembarangan. Hal ini menyebabkan pekerja kantoran juga sering terkena gangguan penyakit. Ganguan penyakit yang sering terjadi pada pekerja kantoran sering disebabkan oleh pola makan yang tidak sehat. Yaitu dengan memakan sesuatu yang praktis, misalnya makanan instan dan minuman kaleng. Berikut ini adalah beberapa penyakit yang mungkin menyerang pekerja kantoran; Penyakit Jantung, Kanker, Obesitas, Depresi.
Karyawan yang tertidur foto megaphonez
Untuk pekerja kantoran, sempatkan berolahraga kecil disela-sela waktu istirahat. Ini akan membuat otot dan tubuh tidak menjadi kaku. Aliran darah pun tetap mengalir lancar ke jantung dan otak.***
Alfonsus Maria de Liguori (Uskup dan Pujangga Gereja)
A
1 Agustus
lfonsus Maria de Liguori lahir di sebuah kota dekat Napoli, Italia pada tanggal 27 September 1696. Ia meninggal dunia di Nocera pada tanggal 1 Agustus 1787. Alfonsus berasal dari sebuah keluarga bangsawan Kristen yang saleh. Orangtuanya, Joseph de Liguori dan Anna Cavalieri mendidik dia dengan baik dalam hal iman dan cara hidup Kristiani. Ayahnya berpangkat Laksamana dalam jajaran militer Kerajaan Napoli. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila Alfonsus
55. SANTO SANTA memperoleh pendidikan ala militer dengan disiplin yang keras. Sekali seminggu ia disuruh tidur di lantai tanpa alas. Maksudnya ialah agar ia terbiasa dengan pola hidup yang keras dan tidak manja. Sejak kecil Alfonsus sudah menunjukkan bakat-bakat yang luar biasa. Tak terbayangkan bahwa ia dalam usianya yang begitu muda, 16 tahun, sudah meraih gelar Doktor Hukum di Universitas Napoli, dengan predikat “Magna cum Laude“. Karyanya sebagai seorang Sarjana Hukum dimulainya dengan menjadi advokat/pengacara. Ia selalu menang dalam setiap perkara yang dibelanya. Karena itu ia banyak mendapat tanda penghargaan dari orang-orang yang telah ditolongnya. Pada tahun 1723 ia diminta membela satu perkara besar. Untuk itu ia berusaha keras mengumpulkan dan meneliti berbagai data tentang perkara itu. Namun keberuntungan rupanya tidak memihak dia. Karena suatu kesalahan kecil ia akhirnya dikalahkan oleh pengacara lawannya. Dengan muka pucat pasi ia beranjak meninggalkan gedung pengadilan. la mengakui lalai dalam meneliti semua data penting dari perkara itu. Ia mengalami shock berat dan selama tiga hari ia mengurung diri dalam biliknya merenungi kekalahannya. Di satu pihak kekalahannya itu sungguh menekan batinnya tetapi di pihak lain kekalahan itu justru
menjadi pintu masuk baginya untuk menjalani kehidupan bakti kepada Tuhan dan sesama. Setelah banyak berdoa dan merenung di depan Tabernakel, ia menemukan kembali ketenangan batin. Ketenangan batin itu menumbuhkan dalam hatinya suatu hasrat besar untuk menjadi seorang rohaniwan. Ketika sedang melayani orang di rumah sakit sebagaimana biasanya, ia mendengar suatu suara ajaib berkata: “Alfonsus, serahkanlah dirimu kepadaKu“. Alfonsus terhentak sejenak karena suara ajaib itu terdengar begitu jelas. Lama kelamaan, ia sadar bahwa suara itu adalah suara panggilan Tuhan. Kesadaran ini mendesak dia untuk menentukan sikap tegas terhadap suara panggilan itu. la mengambil keputusan untuk menjadi seorang rohaniwan yang mengabdikan diri seutuhnya kepada Tuhan. Keputusan itu disampaikan kepada orangtuanya. Ayahnya sangat kecewa dan tidak mau lagi bertemu dengan dia. Biarapun berkeberatan menerimanya karena alasan kesehatan. Syukurlah uskup setempat meluluskan niat bekas advokat itu. Semenjak itu ia dengan tekun mempelajari teologi dan mempersiapkan diri sebaik-baiknya agar bisa menjadi seorang imam praja yang baik. Kesungguhan persiapannya itu terutama dilatarbelakangi oleh cara hidup imam-imam masa itu yang kurang mencerminkan keluhuran martabat imamat, dan karenanya umat sering memandang rendah mereka.
56
Alfonsus kemudian ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1726. Imam muda ini begitu cepat terkenal di kalangan umat karena kotbahnya yang menarik dan mendalam. Selain menjadi seorang pengkotbah ulung, ia pun menjadi bapa pengakuan yang disenangi umatnya.
Nopember 1732. Tarekat ini diberinya nama 'Sanctissimi Redemptoris', dan mengabdikan diri di bidang pewartaan Injil kepada orang-orang desa di pedusunan. Tanpa kenal lelah anggota-anggota tarekat ini berkotbah di alun-alun, mendengarkan pengakuan dosa dan mem-
“Aku persembahkan kepada-Mu hatiku yang dingin beku ini, dan aku mohon pada-Mu tembusilah hatiku dengan sinar terang-Mu, dan dengan percikan api-Mu, yang akan mencairkan hatiku yang beku kaku”. Karyanya sejak awal kehidupannya sebagai imam diabdikannya kepada orang¬orang miskin dan pemudapemuda gelandangan di kota Napoli. Ia berusaha mengumpulkan mereka untuk memberi pelajaran agama dan bimbingan rohani. Pada tahun 1729, ia menjadi imam kapelan di sebuah kolese yang khusus mendidik para calon imam misionaris. Di sana ia berkenalan dengan Pater Thomas Falciola, seorang imam yang memberi inspirasi dan dorongan kepadanya untuk mendirikan sebuah institut yang baru. Kepadanya Pater Falciola menceritakan tentang para suster binaannya di Scala yang menghayati cara hidup yang keras dalam doa dan matiraga. Terdorong oleh inspirasi dan semangat yang diberikan Pater Falciola, ia kemudian mendirikan sebuah tarekat religius baru di Scala pada tanggal 9
berikan bimbingan khusus kepada muda-mudi, pasangan suami¬isteri dan anak-anak. Pada umurnya yang sudah tua (66 tahun), ia diangkat menjadi Uskup Agata, kendatipun ia sangat ingin agar orang lain saja yang dipilih. Sebagai uskup, ia berusaha membaharui cara hidup para imamnya dan seluruh umat di keuskupannya. Selain itu, ia menulis banyak buku, di antaranya buku Teologi Moral yang terus dicetak ulang sampai abad ini. Tulisan-tulisannya sangat membantu imam-imam teristimewa dalam bidang pelayanan Sakramen Tobat. Dengannya mereka bukan saja mengemban tugas itu dengan penuh kasih sayang, melainkan juga memberikan bimbingan yang tepat kepada umat. Karena sering jatuh sakit, ia beberapa kali meminta boleh mengundur-
57. CERPEN kan diri sebagai uskup, namun permohonannya baru dikabulkan ketika ia berumur 80 tahun. Ia diperbolehkan kembali ke biara. Masa-masa terakhir hidupnya sangatlah berat karena penyakit yang dideritanya
PESAN TERAKHIR bagian 2 oleh : Audrey Regina
“Satya,” seseorang memanggil namaku. Dari suaranya, aku mengenali itu bukanlah suara Haykal atau pun Reno. Aku pun menoleh dan melihat Hendy, Ichsan, dan Janto. Mereka adalah anak-anak yang satu sekolah denganku. Namun mereka beda kelas. Mereka terkenal sering bolos dan kerap kali membuat keributan baik di luar atau di dalam lingkungan sekolah.
dan serangan para musuh terhadap kongregasinya. Akhirnya pada tahun 1787, ketika berusia 91 tahun, ia meninggal dunia dengan tenang di Pagani, dekat Napoli, Italia.***
“Gue lihat akhir-akhir ini lo menjauh dengan teman-teman lo, Haykal, Nino, dan Reno. Lo pasti kesepian,” kata Hendy. Ia membuka percakapan dan berjalan mendekatiku. Kini, jarak kami tidak terlalu jauh. “Gue mau ajak lo gabung sama gue, Ichsan, dan Janto. Kita bisa jadi teman. Kalau lo mau, malam ini jam tujuh datang ke rumah gue, ini alamatnya,” katanya sambil memberikan secarik kertas kepadaku. Aku membaca tulisan di kertas itu. Rumah Hendy tidak terlalu jauh dari sini. Aku berpikir sejenak. Kemudian tanpa pikir panjang, aku mengejar Hendy dan kawan-kawannya. Aku bergabung langsung dengan mereka. Pada hari pertama, kami duduk-duduk di ruang tamu rumah Hendy, sambil menonton film dan memakan keripik. Kami melakukan itu selama seminggu. Dan, karena keseringan makan keripik, aku terserang batuk. Uhuk... uhuk... uhuk... “Kenapa lo, Sat?” tanya Ichsan. Ia menepuk pundakku. Aku menggeleng. “Hanya batuk biasa,” jawabku. “Lo batuk? Berdahak tuh,” kata Ich-
58
san. Kemudian ia mengeluarkan sesuatu dari saku celana panjang abuabunya. Ia memberiku beberapa buah pil. “Obat batuk, biar lo cepat sembuh,” katanya. Aku menerima pil itu dengan senang hati. Mereka memang berbeda dengan Haykal, Nino, dan Reno. Mereka jauh lebih baik. Beberapa hari itu, aku meminum pil yang diberikan oleh Ichsan. Ichsan mengaku membeli pil itu bersama Hendy dan Janto. Namun, bukannya semakin membaik. Batukku semakin parah. Setiap pil itu habis, aku selalu meminta Ichsan untuk membelikannya lagi. Aku sudah banyak menghabiskan pil itu. Karena tidak kunjung sembuh pun, Ichsan menyuruhku menambahkan dosisnya. Namun, semua tak kunjung membaik. Dan, ia terus menambahkan dosisnya, aku bisa menghabiskan 10 pil sekali minum. Dan semua tidak berdampak apa-apa. Sudah nyaris sebulan lebih aku mengonsumsinya. Dan, aku merasa setelah mengkomsumsinya, kecepatan denyut jantungku meningkat, suhu tubuhku juga. Aku jadi mudah berkeringat dan dehidrasi. Dan merasa sangat gembira. Selain itu, nilaiku di beberapa pelajaran jelek. Aku sudah belajar ekstra, tapi rasanya aku jadi selalu melupakan apa yang kupelajari itu. Padahal, dulu tidak begitu.
Hingga suatu hari, ibuku mengajakku ke dokter karena batukku yang semakin parah. Kami mengantri hingga tiba giliranku. Dokter memeriksaku. Dan mulai menjejaliku dengan banyak pertanyaan. “Kenapa tidak dari awal ke dokter?” tanyanya. “Te... teman saya memberikan saya obat, jadi saya mengkomsumsinya selama sebulan lebih,” “Sebulan lebih? Sudah selama itu obat itu tidak berkhasiat? Kalau obatnya tidak mempan, kamu seharusnya membeli obat batuk lain atau segera ke dokter,” jelasnya. “Saya ingin lihat obat apa yang temanmu beri,” kata dokter itu. Aku mengeluarkan pil-pil itu dari saku celanaku dan memberikannya kepada dokter itu. Dokter itu melihat pil itu dengan seksama. Membalik-balikkan bungkusnya. Ia mencoba melepas kacamatanya dan melihat lagi. Lalu memakai lagi kacamatanya. Dan ia melakukan hal seperti itu berulangulang. “Ada apa ya, Dok?” tanya ibuku. “Untuk sementara, saya berikan kamu obat. Pil ini, akan saya bawa
59 59
untuk diperiksa di laboratorium.” Jelasnya. Dokter itu pun memberikanku obat. Dan, aku merasa sangat heran dengan kelakuan dokter itu. Setelah pulang dari dokter, aku mendatangi rumah Hendy. Dan aku sangat terkejut, menemukan mereka bertiga sedang menghisap ganja, opium, dan putaw. Aku mengenal jelas ketiga benda itu, dan beberapa benda lainnya di sekitar mereka seperti jarum suntik, dan beberapa botol minuman keras. “Hey, Satya,” panggil Janto. Ia mendekatiku dengan keadaan mabuk, jalannya pun tidak seperti biasanya. Ia menarikku duduk di sebelahnya, dan menawarkan hal serupa yang dilakukan mereka kepadaku. Awalnya, aku menolak. Namun, lama kelamaan, aku tak dapat menahan godaannya. Hendy mengambil sebuah jarum suntik dan menyuntikkannya kepadaku. Aku sangat yakin, itu adalah jarum suntik bekas pakai. Namun, aku tak peduli lagi. Aku mulai mengikuti apa yang mereka lakukan. Dan, tak tersadar aku jatuh ke nerakaku sendiri. Ketika masuk ke rumah Hendy, rupanya aku lupa menutup pintu. Pintu tetap terbuka. Dan, aku melihat 2 orang lewat di depan rumah Hendy. Dan ia berbisik satu sama lain. Namun aku tidak peduli. Aku mengambil sebotol minuman keras dan meneguknya langsung. Dan
mulai menirukan mereka bertiga cara menghisap ganja, opium, dan putaw tersebut. Waktu hampir menunjukkan pukul 1 pagi. Dan ketika aku hampir kehilangan kesadaran diri akibat benda-benda itu, tiba-tiba saja aku mendengar sebuah sirine. Sirine ini tidak asing bagiku. Aku mencoba berpikir, walau terasa sulit untuk berpikir. Dan setelah hampir mendapat jawabannya. Beberapa orang berbaju serba gelap datang dan langsung memasuki rumah Hendy tanpa izin. Dan tiba-tiba saja, beberapa diantara mereka mengarahkan senjata kepada kami berempat. Dan sebagian dari mereka mengambil barang-barang yang ada di sekitar kami, lalu mengintruksikan kami sesuatu. Namun, aku tidak begitu mengerti apa yang mereka katakan. “Siapa namamu?” tanya mereka. Aku tidak mampu menjawab karena memang rasanya aku perlu berpikir keras untuk menjawab pertanyaan itu. Lalu, mereka langsung mengambil sesuatu dari saku celanaku. Mereka mengambil dompetku. Tapi, aku tidak tahu apa yang mereka inginkan dari dompetku. *** “Syukur, lo sudah bisa sekolah lagi, untung kecelakaannya nggak begitu parah ya, No,” kata Haykal kepada Nino. Pria di hadapannya, El
60
Nino Alfrasa sudah masuk kembali dengan beberapa perban di kepalanya. “Iya, kakiku juga sudah membaik.” Jelasnya. “Lain kali lo harus hati-hati kalau mau bantuin orang ngecat atap rumahnya, untung aja kepala lo baik-baik aja,” kata Reno. Nino hanya tersenyum. Ya, ia mengalami kecelakaan kecil saat hendak membantu tetangga rumah seorang temannya ketika ia berkunjung ke sana. Ia terjatuh dari atap sehingga sukses membuat patah dan retak tulang di beberapa bagian tubuhnya, terutama kakinya. “Heboh,” kata seorang murid. Ia menghampiri Nino, Haykal, dan Reno. Lalu memandang mereka bergantian. “Keren, temen lo si Satya, mengkomsumsi narkoba sama Hendy, Ichsan, dan Janto.
Tepat seminggu yang lalu, setelah menjalani serangkaian pemeriksaan dari polisi, mereka berempat dinyatakan telah mengkomsumsi narkoba. Malangnya, si Satya ditipu mereka juga. Mereka kabarnya memberikan sebuah pil yang katanya obat batuk,
tapi ternyata pil ekstasi. Kalian belum dengar beritanya?” tanyanya. Setelah berkata demikian, orang itu meninggalkan mereka. Nino, Haykal dan Reno berpandang-pandangan secara bergantian. Dan mencoba menelusuri berita tersebut. Dan, ternyata benar. Sahabat mereka dulunya, Satya memang terlibat kasus narkoba. Mungkin Satya memang hanya mendapat hukuman penjara selama beberapa tahun dan harus menjalani rehabilitasi lagi. Sepertinya, ia akan sangat menyesal akan hal ini, karena sepertinya, ia tidak bisa melanjutkan sekolahnya lagi. Satya pun menulis pesan yang di-post-kannya di beberapa media sosialnya.
Dan mungkin itu adalah pesan terakhir Satya, seminggu setelah menulisnya, ia mengalami stres berat dan memilih jalan pintas, bunuh diri. Ia bunuh diri di balik jeruji besi yang akan membelenggunya selama beberapa tahun lamanya.***
61. DANA PAROKI
DANA PAROKI JULI - 2015 No
Wil
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
1 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 5 5 5 5 6 6 6 7 7 7 7 7 8 8 8 9 9 9 10 10 10 10 11 11 11 12 12 12
Lingkungan St.Hubertus St.Yoh.Pemandi St.Gregorius St.Yudas Tadeus Sta. Theresia Sta.M.Immaculata Sta.Maria Fatima Sta.M. Bernadette St.Markus St.Nicodemus St.Oktavianus St.Paulinus St.Quirinus St.Antonius St.Clementus Sta. Faustina Sta.Angela St.Bartholomeus Emmanuel Sta.Ursula St.M.Magdalena St.Aloysius St.Thomas Aquino Sta.Helena Romo Sanjoyo St.Simeon Sugiyopranoto St.Theodorus St.Paulus St.Timotius Sta.Veronica St.Bonaventura St.Bonifacius Keluarga Kudus St.Yoh Don Bosco St.Kristoforus Sta. Maria Goretti Sta.Maria B.Setia Sta.Felicitas Sta.Anastasia Maria Ratu Damai St.Bernardus St.Dionisius St.Elias
Kode HBS YPE GRR YTA THE MIM MFA BDE MKI NDS OTS PLN QRS ATS CLS FSA AGE BTS EML URS MMA ALS TAQ HLN RSO SMN SGO THO PLS TTS VRA BVA BFS KKS DBD CRS MGI MBS FSE ANS MRD BDS DNS ELS
Perhit. 6-Jul15
Amplop 5 2 1 1 4 1 1 6 1 1 1 1 1 1 1 5 7 4 1 19 4 1 2 2 4 3 2 1 1 2 1
RP 250,000 100,000 20,000 10,000 65,000 100,000 20,000 170,000 20,000 50,000 50,000 100,000 20,000 100,000 50,000 60,000 48,000 45,000 2,000 282,000 45,000 20,000 40,000 120,000 190,000 50,000 100,000 10,000 100,000 50,000 200,000
Perhit. 13-Jul15
Amplop 3 2 2 2 9 1 1 1 4 27 13 1 5 1 7 4 6 3 1 1 1 1 1 1 -
RP 70,000 105,000 20,000 100,000 95,000 50,000 50,000 1,000,000 160,000 1,585,000 1,800,000 200,000 165,000 50,000 35,000 40,000 52,000 190,000 25,000 100,000 50,000 20,000 50,000 100,000 -
Perhit. 20-Jul15
Amplop 7 6 5 7 6 1 1 3 1 1 2 4 3 5 8 1 2 1 1 1 8 3 1 9 6 1 6 2 4 2 1 1 1
RP 205,000 385,000 75,000 225,000 360,000 100,000 150,000 80,000 20,000 100,000 250,000 500,000 150,000 180,000 140,000 50,000 7,000 5,000 20,000 20,000 115,000 60,000 10,000 320,000 125,000 5,000 296,000 280,000 100,000 85,000 120,000 50,000 50,000 20,000
Perhit. 27-Jul15
Amplop 3 5 4 11 3 6 9 6 1 3 3 1 1 1 4 5 4 7 7 1 12 7 12 9 5 3 2 8 1 4 2 4 2 1
SEKSI KOMUNIKASI SOSIAL (KOMSOS) “Memberitakan pekerjaan tanganNYA” ST. STEFANUS Membutuhkan tenaga muda yang berkomitmen untuk pelayanan gereja, sebagai wartawan, designer dan fotografer. Bagi yang berminat menghubungi Sdr. Tyo (HP: 081328130513)
RP 165,000 170,000 125,000 165,000 80,000 307,000 265,000 230,000 50,000 260,000 400,000 100,000 200,000 20,000 720,000 520,000 400,000 510,000 315,000 5,000 56,000 70,000 615,000 285,000 500,000 230,000 77,000 144,000 100,000 350,000 100,000 190,000 60,000 50,000
62.TUNAS STEFANUS
V
eronica Rania Jusuf umat cilik yang berdomisili di lingkungan Elias Wilayah 12, sangat menyukai aktifitas menari. Di sekolah, Vero mengambil kegiatan Modern Dance dan Ballet. Putri dari Bapak George Alamsah dan Ibu Maureen Tjahyadi ini bersekolah di Binus Simpruk dan duduk di kelas 3 SD. Walau beraktifitas dari pagi sampai sore untuk kegiatan sekolah, Vero masih mempunyai keinginan untuk bidang seni lainnya. Pada hari Sabtu, Vero sela-
lu menyempatkan diri untuk mengasah kemampuan piano. Kakak dari Vero pun mempunyai aktifitas seni yang sudah membuahkan bakat yang membanggakan. Aurelia Intan Jusuf atau Intan, menyukai biola sebagai aktifitas diluar akademik sehari-hari. Semoga talenta yang Tuhan berikan, dapat digunakan kembali untuk kemuliaan Tuhan. Tuhan memberkati.
Aurelia Intan Jusuf
Veronica Rania Jusuf
DONASI PENGGANTIAN BIAYA CETAK MAJALAH MEDIAPASS AGUSTUS 2015 !%"$$%*#*#!((
!%")!&%!(!*() *%
!%")*()!%*()*( (*()*(
!%"!&$*(*%!(%*'!
!%")&%!(!*(*#!(($'
&)#
Terima kasih atas donasi yang telah diberikan, kami menunggu kontribusi Anda di edisi-edisi berikutnya. Harap memberitahukan apabila donasi dikirim melalui transfer. Untuk setiap penerimaan donasi, akan diberikan bukti penerimaan resmi. Iklan & Donasi : Dian Wiardi (0818 183 419) No rekening Komsos: BCA dengan no 731 0278879 an. Mirjam Anindya Wiardi atau R. Prakoso
Mewarnai
BIODATA Nama : Ling/Wil : HP/ No Telp. :
Kelas :