Kredibilitas Fundamentalisme dalam Islam pada Teks The End of Faith Bagus Wijoseno Fakultas Adab Dan Humaniora, UIN Sunan Ampel Surabaya | Jl. A. Yani No 117, Surabaya, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk membahas kredibilitas fundamentalisme dalam Islam pada teks The End of Faith karya Sam Harris. Teks ini dianalisis dengan menggunakan tinjauan dekonstruksi. Berfokus hanya pada karakter-karaketer yang dibangun Sam Harris dalam teks The End of Faith saja, hasil analisis menunjukkan bahwa pondasi-pondasi yang menopang kekuatan fundamentalisme dalam Islam memuat inkonsistensi-inkonsistensi pandanganpandangan penulis teks dalam menyatakan bahwa ideologi ini, beserta metode scriptural literalism yang menghasilkan penafsiran-penafsiran atas Alquran yang khas, merupakan sebuah representasi Islam yang sejati. Dengan mengungkap bahwa scriptural literalism adalah sebuah metode pembacaan teks yang tercipta dari kegagalan bernalar, maka disimpulkan bahwa “Freedom of belief [mendefinisikan Islam melalui scriptural literalism] is a „myth‟”.
Kata-Kata Kunci: Dekonstruksi, oposisi biner, authorial intentions, dan konsistensi.
Abstract: This research aims to discuss the credibility of Islamic fundamentalism in the text of The End Of Faith by Sam Harris. This text is analyzed using deconstruction. By focusing only on the characters made by Harris, the result shows that the foundations of the power of fundamentalism in islam contains inconsistent view of the author stating that this ideology, along with the scriptural literalism resulting in typical al-Qur‟an interpretations, is the true Islamic representation. By revealing that scriptural literalism is a method of text reading created from the failure of rational thinking, it can be concluded that “Freedom of belief [defining Islam through scriptural literalism] is a „myth‟”.
Keywords: Deconstruction, binary opposition, authorial intentions, inconsistency.
Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016
1. Pendahuluan "The New Atheism" adalah istilah yang dimunculkan baru-baru ini untuk
mempropagandakan
pandangan
dunia
tersebut,
Harris
gerakan sosial ini.
menggambarkan gelombang pemikiran yang
Dalam
buku
memuat sebuah kritik tajam terhadap klaim-
mengatakan bahwa agama, secara umum,
klaim intelektual dan dampak-dampak moral
dipenuhi dengan ide-ide yang buruk, dengan
yang dimunculkan oleh kaum beragama.
menyebut bahwa agama adalah salah satu
Identik
Richard
bentuk penyalahgunaan intelijensia manusia
Dawkins, salah satu ateis yang sangat
yang paling menyesatkan yang pernah
populer di Barat, gerakan ini juga memuat
digunakan
tulisan-tulisan para ateis lainnya. Bentuk-
melakukan kritisisme terhadap setiap agama,
bentuk
meningkatnya
ia menganjurkan suatu bentuk kritisisme
fundamentalisme dan ekstrimisme beragama
yang santun, tidak bersifat memaksa, dengan
di awal abad ini, konflik agama yang tak
bentuk intoleransi yang bertujuan untuk
berkesudahan di Timur Tengah, indoktrinasi
mengkoreksi, yang berbeda dari situasi-
agama yang dipaksakan bahkan kepada
situasi
anak-anak yang pada dasarnya belum cukup
kritisisme dalam agamaagama di dunia yang
umur
telah
diasosiasikan
dengan
fenomena seperti
untuk
beragama,
beragamnya
(2005:
yang
ada
ditunjukkan
25-26).
pada
oleh
Dan
dalam
bentuk-bentuk
sejarah.
Dia
keyakinan agama dalam mendefinisikan
mempromosikan conversational intolerance,
Tuhan beserta implikasi-implikasi moral
di mana keyakinan pribadi seseorang diukur
melalui
menjalani
berdasarkan bukti-bukti yang ada, dan di
perintah-Nya, dan konflik antara ilmu
mana kejujuran intelektual diberlakukan
pengetahuan dan agama adalah alasan-
secara adil oleh baik pandangan-pandangan
alasan bagi mereka yang bernaung di bawah
agama maupun non-agama (2005: 48). Dia
bendera “The New Atheism” ini untuk
juga
mempertanyakan dan membicarakan ulang
keharusan untuk menyingkirkan hambatan-
perlunya manusia akan Tuhan dan agama.
hambatan yang mencegah keberadaan kritik
Buku The End of Faith, karya Sam Harris,
terbuka atas ide-ide, kepercayaan, dan
adalah salah satu produk ternama yang
praktik-praktik keagamaan yang berlindung
kepatuhan
dalam
percaya
bahwa
terdapat
suatu
di bawah naungan "toleransi" (2005: 20).
[KREDIBILITAS FUNDAMENTALISME…(BAGUS WIJOSENO)] Dibandingkan agama
besar
dengan
dunia
beberapa
lainnya,
Harris
hadis,
yang menceritakan
tindakan
Nabi
(2005:
ucapan
dan
109-110).
Dia
menganggap Islam sebagai sebuah agama
menegaskan bahwa komitmen dogmatis
yang
seorang
secara
bertentangan
khusus
memerangi
dengan
dan
Muslim
untuk
menggunakan
norma-norma
kekerasan dalam mempertahankan iman dan
masyarakat sipil pada umumnya (2005:
membela Islam, pada berbagai tingkatan,
138). Islam adalah sebuah agama yang
adalah bagian sentral dari doktrin Islam
paling mendapatkan perhatian masyarakat
yang tidak ditemukan di banyak agama-
dunia dewasa ini. Tidak pernah terjadi
agama lain, dan perbedaan ini memiliki
kesalahpahaman
konsekuensi yang nyata bagi dunia (2005:
tentang
Islam
separah
seperti yang terjadi akhir-akhir ini, hal
28).
tersebut adalah akibat dari pembajakan citra
Dalam
membahas
Islam,
Harris
Islam yang dilakukan oleh kaum yang selalu
mengingatkan pembaca perlunya memahami
mengklaim bahwa mereka adalah umat
dan mengenal dua golongan Muslim untuk
Islam sejati—kaum fundamentalis. Dan hal
dibedakan; golongan pertama adalah kaum
yang paling parah adalah bahwa sepertinya
fundamentalis
semua orang di dunia mempercayai narasi
golongan
yang diciptakan oleh para fundamentalis
bahwa Islam memberikan dan mewajibkan
tersebut. Narasi itulah yang menginspirasi
pedoman-pedomannya untuk diberlakukan
Sam Harris untuk menyatakan perang
pada setiap dimensi kehidupan, termasuk
dengan Islam. Lebih dari sekedar berperang
politik
melawan ekstrimisme yang dianut oleh
ekstrimis)
kelompok-kelompok tertentu dalam Islam,
berpandangan
bahwa
yang
melalui
konon
oleh
(di
dalamnya
Islamis—yang
dan
hukum— sebagai
terdapat
berpandangan
dan
golongan
golongan Islam
yang haruslah
mayoritas
Muslim
didefinisikan
ini
sebagai
kepatuhan literal (harfiah) atas teks-teks suci
pembajak ajaran-ajaran Islam yang damai,
mereka (Alquran dan Hadis), kemudian
Harris mendeklarasikan perang terhadap visi
golongan kedua adalah kaum moderat
hidup yang diyakini oleh semua umat Islam
sebagai
seperti yang diperintahkan dalam Alquran,
menjalankan hidup dengan menyelaraskan
kelompok-kelompok
dicap
dan dijabarkan lebih lanjut dalam literatur
komunitas
pembacaan
yang
dan
mencoba
Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 perintah-perintah teks-teks suci untuk bisa
agama sebenarnya dicapai dan dibangun dari
relevan terhadap konsep-konsep modern.
“the many hammer blows of modernity that
Berangkat dari penjelasan-penjelasan
have exposed certain tenets of faith to
di atas, Harris kemudian mengeksplorasi
doubt” (2005: 19) sementara pada saat yang
lebih
dengan
sama masih terus mengkonsumsi bentuk-
mengajukan scientific skepticism, sebagai
bentuk irasionalitas dari sistem kuno asal
suatu gagasan yang memiliki mekanisme di
mula
mana setiap argumen atau gagasan harus
praktekpraktek agama yang relatif tidak
dibuktikan
ekstrim (2005: 21).
lanjut
permasalahan
kebenarannya
ini
melalui
alat-
agama
tersebut—nilai-nilai
dan
alatnya seperti rasionalisme dan positivisme,
Sangatlah mudah untuk menemukan
sebagai satu-satunya aturan main yang
bahwa Harris sebenarnya menargetkan kaum
dianggap
masalah-
fundamentalis agama, yang ia gambarkan
masalah yang ditimbulkan oleh bentuk-
sebagai kaum yang membaca teksteks suci
bentuk keyakinan beragama. Dia selalu
mereka secara harfiah (2005: 29). Ketika
bersikukuh bahwa jika seseorang sekuler
argumennya ditelusuri lebih jauh, sangatlah
mulai
keyakinan-keyakinan
jelas bahwa sasaran sebenarnya adalah
seperti yang terdapat pada agama-agama,
Islam. Argumen-argumen ini diatur dengan
yaitu
tidak
beberapa prinsip sebagai berikut: Islam tidak
memiliki bukti yang menopang kebenaran
pernah melalui pencerahan yang serupa
keyakinan tersebut, maka tindakannya akan
dengan Kristen dan Yudaisme di Barat, teks
secara otomatis dianggap sebagai tindakan
yang paling sucinya, yaitu Alquran, tidak
gila yang bisa dilakukan oleh seorang
menawarkan
sekuler (2005: 73).
keyakinan-keyakinan yang ditawarkan dapat
bisa
mentuntaskan
mengikuti
keyakinankeyakinan
yang
Dalam bukunya, Harris memberikan
diuji
dan
mekanisme
direvisi,
di
sehingga
mana
hal
ini
perhatian yang lebih terhadap moderasi
menjadikan setiap generasi baru Islam
agama. Dihadapkan pada kenyataan bahwa
mewarisi takhayul dan intoleransi agama
terdapat banyak penganut agama yang jauh
yang dilakukan pendahulunya (2005: 31);
dari pandangan dan tindakan ekstrim dan
dan bahwa yang disebut sebagai Islam
destruktif dalam hal menjalani kehidupan
fundamentalis adalah “default setting” dari
plural atau multikultural mereka, Harris
Islam,
menunjukkan bahwa status moderat suatu
di
mana
masa
depan
dunia
[KREDIBILITAS FUNDAMENTALISME…(BAGUS WIJOSENO)] bergantung pada berubahnya Islam melalui
ditemukan dalam buku The End of Faith
proses pencerahan sekuler.
yang mendekonstruksi pandanganpandangan
Berbeda dari kajian-kajian umum yang bersifat bebas menggunakan sumber-
Sam Harris? Bagaimanakah temuan-temuan tersebut beroperasi?”
sumber dan wacana-wacana yang beragam,
Tujuan dari tulisan ini adalah untuk
pendekatan yang digunakan dalam tulisan
mengungkapkan bagaimana oposisioposisi
ini adalah pembacaan dekonstruksi yang
biner diciptakan dalam buku The End of
digagas oleh Jacques Derrida. Peneliti
Faith karya Sam Harris. Baru kemudian
berpandangan bahwa teori ini sangat cocok
memaparkan kontradiksi-kontradiksi yang
dalam membedah tulisan Harris dikarenakan
ditemukan
satu
kesamaan:
teks
tersebut,
fokusnya
pada
menunjukkan bentuk-bentuk inkonsistensi
utama
yang
dari argumen-argumennya, dan juga untuk
dihadirkan dalam teks The End of Faith,
mengungkapkan ambivalensi dari hirarki-
hanya saja di sini Harris berperan sebagai
hirarki yang diciptakan dalam teks. Studi ini
“constructor” sedangkan peneliti berperan
juga akan menjelaskan bagaimana ketiga
karakterisasi
yaitu
dalam
tokoh-tokoh
“deconstructor”
sebagai
teks
tersebut.
elemen perspektif dekonstruksi tersebut
Sejalan dengan ilustrasi tersebut, maka
beroperasi dalam pembacaan teks The End
tulisan ini bertujuan untuk mengungkap
of Faith, di mana model-model pembacaan
masalah-masalah internal dalam teks The
tersebut pada akhirnya mampu membawa
End of Faith dan kemudian menjelaskan
pandangan-pandangan Harris kepada status
bagaimana
masalah-masalah
“undecidable”. Hipotesa yang akan coba
tersebut
memunculkan
yang
ada
pembacaan-
dibuktikan
dalam
tulisan
ini
adalah
pembacaan baru yang bekerja di luar kendali
scriptural literalism yang diklaim Harris
Sam Harris.
sebagai
metode
pendekatan
terhadap
Sehubungan dengan latar belakang
Alquran yang terbaik, yang merupakan
tulisan di atas, maka rumusan masalah yang
pondasi yang menopang fundamentalisme
dirancang dalam tulisan ini adalah sebagai
dalam Islam, memiliki atribut-atribut yang
berikut:
memuat permasalahan yang sangat serius.
“Dilihat
dari
perspektif
dekonstruksi, apakah terdapat kontradiksi, inkonsistensi,
atau
ambivalensi
yang
2. Landasan Teori: Dekonstruksi
Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 Tidak seperti kritik sastra lain yang
yang
tidak
asing
di
telinga
kita.
bebas untuk menggunakan sumbersumber
Bagaimanapun juga, tidak semua dualisme
lain yang relevan untuk menganalisis sebuah
tersebut adalah”natural”; beberapa dualisme
teks, dekonstruksi membedakan dirinya dari
tersebut adalah “kultural”, beberapa lainnya
teori kritis sastra lainnya melalui fitur
adalah “biologis”, dan yang lainnya adalah
uniknya yaitu berfokus pada penggunaan
“tematik” (Green dan Lebihan, 1996: 69);
teks yang dikaji saja, menelusuri secara
yakni, oposisi biner bukanlah universal
detail dan mengungkapkan apa yang telah
tetapi beragam secara kultural. Budaya-
dengan tidak sadar ditulis oleh sang penulis
budaya yang berbeda seringkali memberikan
teks yang dikaji. Detail-detail penelitian
atribut-atribut yang beda terhadap setiap
yang diteliti adalah kata-kata (pilihan kata
term yang berlawanan.
maupun
metafora,
dll),
ide-ide
atau
Derrida
kemudian
argumen-argumen yang digagas pada buku
bahwa
yang kesemua hal itu pada akhirnya
seperti yang dicontohkan di awal, betapapun
diketahui memuat kontradiksi, inkonsistensi,
oposisi-oposisi
memunculkan jejak dari hal-hal yang tidak
alamiah ataupun “reasonable”, tidaklah
hadir dalam teks, dan ambiguitas di mana
sekedar suatu oposisi seperti yang terlihat;
teks tanpa sadar mengkhianati tujuan-tujuan
terdapat hirarki di dalamnya (1981: 41).
penulis dan akhirnya menjadikan tujuan-
Dalam setiap pasangan oposisi tersebut,
tujuan tersebut tertunda, tidak sempurna,
salah satunya didesain untuk tampil sebagai
dan bahkan tidak valid.
yang superior dan dominan sementara
Derrida dekonstruksi pembacaan
menjelaskan adalah
yang
sebuah
dimulai
dari
bahwa
seringkali
berpandangan
lainnya
oposisi-oposisi
biner
ditampilkan
tersebut
sebagai
biner
terlihat
inferior
strategi
sehingga secara otomatis “terpinggirkan”.
sebuah
Sebagai contoh, “laki-laki” biasa digunakan
“philosophical hierarchy” di mana sebuah
untuk
oposisi biner yang ditampilkan memuat
“perempuan” hanya digunakan khusus untuk
konotasi
menandakan “manusia perempuan (bukan
superioir
dan
inferior
yang
didistribusikan dalam dualisme tersebut. Laki-laki dan perempuan, siang dan malam,
menandakan
“manusia”,
tetapi
laki-laki)”. Dengan
demikian,
putih dan hitam, aktif dan pasif, kesemua hal
digunakan
sebagai
tersebut adalah contoh-contoh dualisme
mempertanyakan
dekonstruksi alat
hirarki-hirarki
untuk dalam
[KREDIBILITAS FUNDAMENTALISME…(BAGUS WIJOSENO)] oposisi
diklaim
masing karakter dalam buku menjadikan
sebagai asli, alami, dan/ atau “self-evident”.
ide-ide yang dia gagas di dalamnya lahan
Dalam konteks ini, dekonstruksi digunakan
subur yang siap “dibajak” dan “ditanami”
untuk menunjukkan bagaimana oposisi biner
oleh peneliti.
dioperasikan dalam teks, bagaimana hirarki
3. Metode Penelitian
terjadi
biner
dalam
yang
seringkali
oposisi
biner
tersebut,
Karena
tulisan
ini
didasarkan
kemudian menunjukkan bahwa oposisi ini
sepenuhnya pada data yang berupa teks dan
tidak
saling
disajikan secara deskriptif, maka tulisan ini
tergantung satu sama lain. Dekonstruksi juga
merupakan penelitian kualitatif (Cresswel
digunakan untuk melemahkan tujuan penulis
2003). Bogdan dan Biklen yang dikutip oleh
melalui teks yang dia ciptakan sendiri.
Sugiono juga menjelaskan bahwa penelitian
Untuk tujuan ini, menurut Derrida, maka
kualitatif lebih bersifat deskriptif berupa
pembacaan atas teks yang dikaji haruslah
kata-kata tertulis yang dapat diamati, dan
dilakukan dengan sangat hati-hati, teliti, dan
tidak menekankan pada angka (Sugiono
mendetail hingga seluruh aspek dalam teks
2008). Pengertian deskriptif sendiri adalah
tercakup. Pembacaan atas teks tersebut
prosedur
haruslah berfokus pada bagaimana teks
menggambarkan keadaan objek penelitian
tersebut bekerja sesuai dengan maksud sang
berdasarkan
penulis dan bagaimana teks terebut, melalui
(Nawawi 1983). Fleksibilitas yang tinggi
pola-pola bahasa yang digunakan dalam
bagi peneliti dalam menentukan langkah-
teks, bisa “bekerja” diluar kemauan penulis
langkah penelitian adalah kelebihan yang
teks tersebut (1997: 158).
dimiliki oleh penelitian yang menggunakan
stabil,
Atas karakterisasi
bisa
dasar
dibalik,
dan
fokusnya
tokoh-tokoh
utama
pada
pemecahan
masalah
fakta-fakta
yang
dengan
tampak
metode kualitatif (Alwasilah, 2000: 54).
yang
Penelitian ini menggunakan bentuk
dihadirkan dalam teks, teori dekonstruksi
studi
pustaka
dianggap peneliti sangat cocok dalam
research)
membedah buku The End of Faith karya
(1990:145) bentuk studi ini lebih berfokus
Sam Harris. Sifat dasar dari tulisan Harris
pada subjektifitas, intuisi, penyimakan, dan
yang dominan dikotomistik dan sarat dengan
konseptualisasi teks yang dikaji. Oleh
hirarki yang didistribusikan pada masing-
karena itu, peneliti harus menyimak teks
dan
(text-based menurut
dan
library
Suryawinata
Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 dengan
teliti
dan
diinterpretasikan
kritis
secara
kemudian
3.2 Teknik Pengumpulan Data
komprehensif.
Teknik
pengumpulan
data
yang
Selanjutnya, dalam upaya memecahkan
digunakan dalam penelitian ini dilakukan
masalah pada penelitian ini, ada empat tahap
dengan menggunakan metode pembacaan
pokok tahap yang harus dicermati, yaitu: (1)
secara intensif, berfokus pada detail, dan
data penelitian, (2) teknik pengumpulan
berulang-ulang. Terdapat 5 teknik penelitian
data, dan (3) teknik analisis data.
yang digunakan dalam metode ini, yakni (1) teknik
penyimakan
3.1 Data Penelitian Data
yang
simak-catat,
dikumpulkan
dalam
dan
dilakukan
dengan
pencatatan
dalam
mendapatkan informasi atau data-data yang
penelitian ini ada dua jenis. Data-data
sesuai
tersebut adalah (1) data primer dan (2) data
Kemudian (2) teknik reduksi data, dilakukan
sekunder. Data primer bersumber pada buku
dengan pengurangan atau pemotongan data.
The End of Faith karya Sam Harris itu
Setelah itu, (3) teknik penyajian data,
sendiri. Kemudian, data sekunder dalam
dilakukan dengan menyajikan data yang
penelitian ini meliputi kajian-kajian yang
sudah direduksi dan diklasifikasikan sesuai
mengangkat
wacana
dengan tema utama buku The End of Faith.
gelombang pergerakan The New Atheism
Lalu, (4) teknik interpretasi, dilakukan
yang sebagian besar muncul dalam satu
dengan
dekade
sekunder
yang sudah direduksi dan diklasifikasikan
berikutnya adalah referensi-referensi yang
sesuai dengan konteks masingmasing isu
menyangkut kajian pustaka seputar teori
yang diangkat oleh Sam Harris. Tahap
dekonstruksi
terakhir
dan
terakhir
pengaplikasiannya.
membahas
ini.
dan
Data
contoh-contoh Setelah
dengan
kebutuhan
menginterpretasi
adalah
(5)
penelitian.
wacanawacana
teknik
penarikan
data-data
simpulan, dilakukan dengan menyimpulkan
dikumpulkan, langkah selanjutnya adalah
dan memahami garis besar bahasan buku
berupa pengklasifikasian data. Di sini,
The End of Faith karya Sam Harris.
semua data akan ditata dan diatur agar secara sistematis dapat diinterpretasikan, dengan tujuan untuk menjelaskan hubungan masing-masing konsep dalam tulisan ini.
3.3 Teknik Analisis Data Langkah
pertama
dari
prosedur
analisis dekonstruksi dalam penelitian ini adalah mengungkap oposisi biner yang
[KREDIBILITAS FUNDAMENTALISME…(BAGUS WIJOSENO)] beroperasi baik secara umum maupun
diangkat
spesifik yang diciptakan dan dimaksudkan
moderat yang pada akhirnya dianggap
oleh Sam Harris dalam bukunya kemudian
melindungi
dilanjutkan
“religious extremism”).
dengan
mempertanyakan
oleh
kaum
dan
agamawan
mendukung
yang
eksistensi
sekaligus berusaha membongkar keabsahan
Pada penelitian ini, atribut-atribut
logika-logika yang melekat dari penciptaan
yang melekat yang menjadikan superioritas
oposisi-oposisi biner yang ada. Terdapat
“reason” atas “faith” akan dipaparkan dan
setidaknya dua tema inti yang memuat
investigasi kritis akan diberlakukan untuk
deskripsi-deskripsi oposisioposisi biner yang
mengetahui apakah atribut-atribut tersebut
ada dalam buku The End of Faith; tema
terbukti
yang membahas beberapa sifat dan atribut
superioritas “reason”, dan juga bahkan
dari kepercayaan (belief) yang mendasari
untuk mengetahui apakah Harris sendiri
perbedaaan dari dualism “reason” dan
secara konsisten berpijak pada “reason”
“faith”,
dalam posisi-posisi yang dia ambil ketika
dan
tema
modernisme
dan
kokoh
dalam
sekularisme yang menciptakan diskursus
memperhadapkan
“religious
oposisi-oposisi yang dia ciptakan. Dengan
moderation”
dan
“religious
fundamentalism/ extremism.”
menelusuri
kedua tema di atas didistribusikan, diketahui
golongan
sedangkan
“faith”
hadapan
sebagai akses masuk bagi peneliti untuk
bagaimana masing-masing dualisme dari “reason”
di
menggunakan tema scriptural literalism
Dengan mengkaji secara seksama
bahwa
dirinya
membangun
konstruksi Islam
karakterisasi
fundamentalis
yang
digambarkan
superior
diciptakan Harris, konsistensi konstruksi
diposisikan
inferior.
tersebut kemudian akan diuji di hadapan
Kemudian sekularisme (atheistic modernity)
pandangan-pandangannya
diposisikan sebagai „juru selamat‟ dalam
dalam bukunya. Scriptural literalism yang
melandasi perjalanan manusia akhir-akhir
diklaim Harris sebagai metode pendekatan
ini dan bahwa “religious moderation”
terhadap
adalah mitos belaka dan pada dasarnya
dibuktikan validitasnya.
Alquran
yang
bertanggung jawab atas hambatan-hambatan yang ada pada masyarakat secara global dewasa ini (merujuk pada pluralisme yang
4. Hasil dan Pembahasan
yang
tersebar
terbaik
akan
Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 Pembacaaan dekonstruksi pada buku
literalism), dan yang juga sering kali
The End of Faith karya Sam Harris kali ini
diciptakan
adalah analisa tentang membongkar ide
intertekstualitasnya
bahwa moderasi agama adalah sebuah mitos,
Hadis Nabi Muhammad. Sebagian besar
di mana fundamentalisme agama digunakan
bentuk
sebagai
posisi
sehingga
“default”
kemudian
dalam
Islam
bentuk-bentuk
melalui
penafsiran
dengan
Sunah
fundamentalisme
atau
ini
juga
berpandangan bahwa negara Islam dan masyarakatnya
diwajibkan
keberagamaan lainnya seperti Islam moderat
memberlakukan
digambarkan sebagai bentuk penyimpangan
agama Islam (syariat), dan berpendapat
terhadap
bahwa tidak boleh ada perbedaan antara
Islam. Persuasi Harris untuk
dan
untuk
mengikuti
memerangi Islam didasarkan pada argumen
kehidupan
dia bahwa pembacaan literal/ harfiah yang
sehingga
dilakukan kaum fundamentalis terhadap
mereka
Alquran dan Sunah atau Hadis Nabi
demokrasi modern yaitu sekulerisme.
Muhammad merupakan sikap yang jujur
beragama pandangan
ini
berseberangan
Bagi
Harris,
dan
hukum
berpolitik,
memposisikan dengan
prinsip
pandangan
ini
tentang bagaimana teks-teks suci Islam ini
merupakan “default setting” Islam, yang
memberikan
bagi
dalam persinggungannya dengan dunia non-
penganutnya. Fundamentalisme dalam Islam
muslim di berbagai tempat dan waktu,
adalah
khususnya
istilah
pedoman
yang
hidup
mengacu
pada
dengan
modernisme
Barat,
pendekatan filosofis atau teologis dari
kemudian memicu kemunculan golongan
kelompok-kelompok tertentu dalam tradisi
moderat yang menolak literalisme atas
Islam yang berpandangan bahwa Alquran
kedua kanon umat Islam tersebut. Dari sini,
adalah firman harfiah dari Allah yang
dapat diketahui Harris berpendapat bahwa
sempurna (tanpa cacat), dan bahwa umat
dari
Islam
taat
pendekatan pembacaan non literal atas
mematuhi praktik-praktik keagamaan dan
Alquran dan Hadis oleh umat Islam, dan jika
perintahperintah moral yang ditemukan di
sekalipun kemudian muncul pendekatan ini,
dalamnya, dengan penekanan bahwa kedua
maka itu adalah produk dari pengetahuan
pandangan tersebut diwujudkan melalui
sekuler
pembacaan Alquran secara literal atau
penulis telah menunjukkan problematika
konservatif (selanjutnya disebut scriptural
yang ada ketika membahas tentang kedua
diwajibkan
untuk
secara
awal
tidak
(2005:
pernah
17).
ada
Sekalipun
bentuk
banyak
[KREDIBILITAS FUNDAMENTALISME…(BAGUS WIJOSENO)] golongan umat muslim ini dikarenakan
"mencuri
besarnya perbedaan doktrin antara muslim
Mereka sangat ekstrim dalam memandang
fundamentalis dan moderat (dalam hal ini
bahwa modernitas dan budaya sekuler
adalah mainstream), Harris berpendapat
sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip
bahwa, dalam pengertian Barat, sebagian
Islam. Para muslim ekstrimis yakin bahwa
besar Muslim tampaknya "fundamentalis"
pengaruh budaya Barat “akan menjauhkan
dikarenakan bahkan pendekatan "moderat"
istri dan anak-anak mereka dari Allah”
terhadap Islam pun berpandangan bahwa
(2005: 29). Bahkan, terdapat hukuman-
Alquran adalah firman Allah yang harfiah
hukuman (seringkali hukuman mati) bagi
dan tanpa cacat (2005: 110).
umat Islam yang mencoba beradaptasi
Banyak
dari
kelompok
muslim
kesetiaannya"
(2005:
138).
dengan modernisme sekuler (2005: 131).
fundamentalis menganut dikotomi dualistik
Kaum
di mana setiap orang harus memilih untuk
orangorang yang akan membinasakan setiap
bergabung dan berjuang bersamanya atau
pergerakan yang dianggap bid‟ah (2005:
melawannya.
14). Harris menjelaskan sebuah rationale di
bagaimana
Hal mereka
ini
mempengaruhi
berinteraksi
ini
dikenal
sebagai
golongan
dengan
balik segala upaya untuk menjadi seorang
kelompok lain, yaitu dengan Yahudi, Hindu,
fundamentalis berdasarkan pengamatannya
Kristen, sekulerisme Barat/ ateis, bahkan
selama ini:
termasuk dengan golongan muslim lainnya. Dalam
interaksinya,
seringkali
kaum
fundamentalis beranggapan bahwa mereka sedang
berada
pada
posisi
“berjihad”
melawan golongan lain tersebut. Contohnya, kaum fundamentalis kerap kali melakukan penentangan dan perlawanan terhadap Barat dan modernisme sekuler di negara-negara muslim. didasarkan
Perlawanan
ini
pada
ketakutan
seringkali bahwa
liberalisme Barat sedang dalam proses penaklukkan pikiran kaum muslim dan
Jika kita hidup dengan benar—tidak perlu etis [tetapi „benar‟ dalam kerangka kepercayaan kaum fundamentalis]—kita akan mendapatkan segala sesuatu yang kita inginkan setelah kita mati. Ketika tubuh kita pada akhirnya mengkhianati kita [mati], kita akan memulai perjalanan ke suatu tempat [surga] di mana kita bertemu kembali dengan semua orang yang kita cintai ketika hidup di dunia. Tentu saja, orang-orang yang selalu berupaya untuk menggunakan akal mereka dengan benar dan orangorang yang tidak memiliki iman yang sama dengan mereka akan dijauhkan dari tempat yang
Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 menyenangkan ini, dan mereka yang memiliki keteguhan hati dalam mempertahankan keimanannya [resisten terhadap segala bentuk kritisisme] semasa hidupnya akan mendapatkan ganjarannya [surga] untuk selama-lamanya (2005: 36).
proses dekonstruksi yang wajib untuk terlebih dahulu dilakukan adalah memahami authorial intentions dari wacana ini, seperti disajikan dalam bab dua di bukunya yang berjudul “The Nature of Belief”. Harris memulai bahasan ini dengan
“Mitos”
dan
“Absurditas”
Scriptural
Literalism
(belief) adalah seperti “tuas yang, sekali
Langkah pertama dalam menjelaskan masalah-masalah yang tersembunyi di dalam salah satu pondasi fundamentalisme dalam Islam, yaitu scriptural literalism, adalah dengan
mengakui,
menjabarkan,
dan
kemudian memanipulasi wacana Harris (authorial
intentions)
yang
berbunyi
“Freedom of belief is a myth” (2005: 51). Peneliti akan mengelaborasi pernyataan ini dalam
konteks
bagaimana
seseorang
meyakini apa itu Islam. Maksudnya, bentuk elaborasi di sini akan berangkat dari pengkerucutan
makna
“belief”
dalam
pernyataan tersebut menjadi “belief” dalam lingkup
menyatakan bahwa sebuah kepercayaan
pendefinisian
Islam,
sehingga
modifikasi dari pernyataan Harris tersebut dalam konteks ini berbunyi, “Kebebasan berkeyakinan [dalam mendefinisikan Islam melalui scriptural literalism] adalah sebuah „mitos‟”. Untuk dapat memahami proses transisi pernyataan Harris tersebut menjadi jargon yang dapat digunakan oleh peneliti ini sebagai serangan balik terhadap Harris,
ditarik, menggerakkan hampir seluruh aspek dalam hidup seseorang” (2005: 12). Menjadi seorang ilmuwan/ liberal/ feminis/ rasis/ pasifis hanyalah merupakan manifestasi bentuk-bentuk spesies kepercayaan (belief) dalam
wujud
kepercayaan visinya
tindakan. seseorang
tentang
perilakunya; emosionalnya Segera
mendefinisikan
dunia;
mendikte
menentukan
respons
dengan
setelah
Kepercayaan-
manusia
diyakini,
lainnya.
kepercayaan-
kepercayaan tersebut menjadi bagian yang sangat menentukan pikiran-pikiran pribadi tersebut,
menentukan
keinginan-
keinginannya, ketakutan-ketakutan, harapanharapan, dan perilaku selanjutnya yang akan dia lakukan (2005: 12). Harris menekankan bahwa peranan dan kontribusi belief atas kehidupan emosional seseorang sangat besar dan menyeluruh. Pada setiap emosi yang mampu dirasakan oleh seseorang, bisa dipastikan unsur belief berperan besar
[KREDIBILITAS FUNDAMENTALISME…(BAGUS WIJOSENO)] dibalik terciptanya perasaan tersebut (2005: 52).
Argumen Harris selanjutnya adalah bahwa
Karena
dalam
seseorang
bentuk
berkaitan erat dengan struktur bahasa dan
keyakinan terdapat potensi yang dengan
struktur faktual dari dunia. Kebebasan
seketika mampu menggerakkan orang untuk
berkeyakinan, “jika memang ada, sangatlah
bertindak, dan bahwa dalam tindakannya
minimal. Apakah seseorang benar-benar
tersebut orang lain bisa ikut merasakan
bebas untuk percaya proposisi yang ia tidak
manifestasi dari keyakinannya, maka bagi
memiliki bukti atasnya?” (2005: 72). Tentu
Harris mengatakan bahwa keyakinan (belief)
saja tidak bagi Harris. Bukti, baik secara
merupakan urusan pribadi adalah keliru
empiris maupun secara logis, adalah satu-
(2005: 44). Berangkat dari argumen ini,
satunya
Harris
menjamin bahwa kepercayaan seseorang
kemudian
setiap
keyakinan-keyakinan
menegaskan
bahwa
hal
yang
dianggap
mampu
sejatinya pernyataan “freedom of belief”
akan
adalah tidak benar. Bahwa pada dasarnya
merupakan kenyataan yang apa adanya
manusia
untuk
tentang hal tersebut. Terkait dengan bukti
mempercayai apa pun yang diinginkan
yang logis, Harris menjabarkan bahwa
tentang Tuhan adalah sama dengan bahwa
kepercayaan seseorang terhadap sesuatu
tidak seorang pun bisa bebas mempercayai
sejatinya
unjustified beliefs (kepercayaan-kepercayaan
semantika yang bermain dan mengatur di
yang dianggap benar tetapi tidak dapat
dalamnya,
dibuktikan) dalam ilmu pengetahuan atau
semantika masing-masing saling membatasi,
sejarah, atau bisa bebas mengartikan apa
dan secara bergantian dibatasi oleh, banyak
pun yang diinginkan ketika menggunakan
hal lainnya” (2005: 53). Sebagai contoh,
kata-kata yang telah disepakati bersama.
sebuah kepercayaan bahwa smartphone
Bilamana ditemukan orang yang masih saja
android A adalah ponsel terbaik di dunia
dengan seenaknya berlaku demikian, maka
secara
orang tersebut “tidak perlu heran ketika
kepercayaan lain yang lebih mendasar
orang lain berhenti mendengarkan dia”
(misalnya,
(2005: 51).
android B, C, D, dst) dan lebih derivatif
tidak
pernah
bebas
suatu
hal
terikat karena
logis
bahwa
tersebut
dengan “baik
benar-benar
logika logika
mengandung
terdapat
dan dan
banyak
smartphone
(misalnya, android lebih baik dari iOS).
Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 Kebutuhan untuk memahami arti dari kata-
maupun inkonsistensi, yang dapat terukur
kata dalam setiap konteks yang baru
melalui mediasi bahasa, seseorang harus
mengharuskan keyakinan orang tersebut
selalu memonitor secara seksama dan kritis
terbebas dari kontradiksi: untuk mengetahui
atas
tentang apakah keyakinan tersebut, dia harus
mencontohkan bahwa bahkan perubahan
mengetahui apa arti dari kata-kata yang
satu kata dalam satu kalimat saja bisa
dimaksud; untuk mengetahui arti dari kata-
menyangkut urusan hidup dan mati, seperti
kata
bisa dilihat:
tersebut,
keyakinan-keyakinannya
kepercayaan
tersebut.
Harris
dalam kegagalan bernalar di sini adalah
“Jika anak Anda di tengah malam datang menghampiri Anda dan mengatakan, „Ayah, ada seekor gajah di halaman rumah kita,‟ Anda mungkin menuntun dia kembali ke kamarnya seraya menirukan gerakan menodongkan pistol ke arahnya; tetapi jika dia berkata, „Ayah, ada seseorang di di halaman rumah kita,‟ Anda mungkin benar-benar akan mengambil pistol yang sesungguhnya.” (2005: 61) Berdasarkan pertimbangan-
banyaknya literatur tentang “self-deception”
pertimbangan yang telah disebutkan, peneliti
yang menunjukkan bahwa seseorang bisa
berpandangan
saja
proposisi,
argumen Harris tentang “The Nature of
sementara mempercayai juga kebalikan dari
Belief” tidak hanya bisa diberlakukan dalam
proposisi
seseorang
mengkritik bentuk kepercayaan beragama
mendapati pasangannya berselingkuh, tetapi
saja, bahkan juga dapat digunakan dalam
pada saat yang sama percaya bahwa
memonitori
pasangannya setia kepadanya. Atau, seorang
Harris juga. Salah satu pandangan dunia
ibu tahu anaknya sudah meninggal, tetapi
Harris yang juga harus lulus uji dari
pada saat yang sama percaya bahwa anaknya
argumenargumennya dalam “The Nature of
hanya pergi sementara dan suatu saat akan
Belief” adalah kepercayaannya tentang apa
kembali ke pangkuannya. Maka dari itu,
itu Islam—yaitu bahwa Sam Harris, dan
untuk
kaum
haruslah konsisten secara umum (2005: 54). Jika logical coherence seseorang dalam
memiliki
pandangan
dunia
(berkepercayaan) runtuh, maka perwujudan kegagalan bernalar tersebut dapat berupa “inkonsistensi logika hingga diskontinuitas radikal dalam subjektifitas itu sendiri” (2005: 55). Contoh yang digunakan Harris
mempercayai
tersebut,
memastikan
sebuah
misalnya;
bahwa
sebuah
kepercayaan itu terbebas dari kontradiksi
bahwa
sebagian
pandangan-pandangan
fundamentalis,
tidak
besar
dunia
memiliki
kebebasan dalam mendefinisikan Islam.
[KREDIBILITAS FUNDAMENTALISME…(BAGUS WIJOSENO)] Hal-hal utama yang menjadi kunci dan harus
Kembali ke tujuan awal analisa sub-
diperhatikan di sini adalah bahwa “freedom
bab ini, pembahasan kali ini akan dibuka
of belief is a myth” (2005: 51, 72), dan
dengan
bahwa menjadi seorang literalis dalam
literalism
melakukan pendekatan terhadap Alquran
adalah
“absurd”—yaitu
bahwa
terdapat
hanyalah sebuah bentuk spesies kepercayaan
sebuah
inkonsistensi
dalam
bentuk
(belief)
pendekatan
(2005:
12),
dan
juga
bahwa
menyatakan dalam
bahwa
scriptural
menafsirkan
tersebut.
Alquran
Contohnya,
pendekatan tersebut harus dapat dibuktikan
menyatakan bahwa adalah benar pembacaan
keabsahannya dan dipertanggungjawabkan
literal atas Alquran menjadikan penganutnya
secara logis (2005: 35, 72), karena terdapat
berbuat kekerasan terhadap non-muslim,
konsekuensi personal dan sosial yang serius
yaitu karena “pada hampir setiap halaman,
atas pendekatan ini (2005: 60). Proses
Alquran memerintahkan umat Islam untuk
penelusuran ulang seperti ini penting karena,
membenci non-muslim” (2005: 123) adalah
sejalan dengan pandangan Harris, akan
inkonsisten
bermanfaat dalam mengkoreksi cara baca
perintah-perintah Alquran secara literal yang
setiap orang atas Alquran “by making the
menyatakan bahwa umat Islam diwajibkan
same evidentiary demands in religious
untuk menghormati agama lain dan berbuat
matters that we make in all others” (2005:
adil sekalipun terhadap nonmuslim, yang
35). Jika kepercayaan adalah seperti sebuah
juga dapat ditemui pada hampir setiap
tuas, dan jika tuas yang digunakan oleh
halamannya.
Harris dan oleh kaum fundamentalis—yaitu scriptural
tidak
dipatuhinya
Seperti diketahui, hal yang bisa
diketahui
disimpulkan dari banyaknya keberadaan
menciptakan
ayat yang secara literal bertentangan yang
identitas fundamentalisme dalam Islam dan
terdapat dalam Alquran adalah bahwa
identitas
pendekatan
berperan
literalism—telah
dengan
penting
dalam
Harris
sebagai
seorang
scriptural
literalism
yang
Islamophobe, maka aspek legal keberadaan
diberlakukan terhadap kitab ini memuat
dan
beserta
masalah serius yang perlu dibahas lebih
yang
lanjut sebelum diklaim atau dibiarkan begitu
penggunaan
keseluruhan
tuas
logical
tersebut coherence
mengikutinya pantas untuk dipertanyakan di
saja
untuk
sini.
fundamentalis
dijadikan untuk
alat
bagi
kaum
memaksakan
Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 keislamannya
maupun
bagi
para
Alquran.
Alquran
sendiri
menawarkan
Islamophobes untuk menjatuhkan Islam,
kriteria metodologi pembacaan spesifik yang
dengan
memberikan penekanan pada prinsipprinsip
sanggahan
bahwa
pembacaan
harfiah secara total—benar-benar harfiah—
kesatuan
pada
menimbulkan
mengharuskan pembacanya untuk mencari
kebingungan para pembacanya, contoh-
makna terbaik dan menggunakan penalaran
contoh yang umum diketahui adalah seperti;
analitis dalam penafsirannya. Penekanan
seorang muslim harus memusuhi (Q.S.
Alquran
9:123, 5:57) sekaligus berbuat baik dan adil
memandang
terhadap non-muslim (Q.S. 60:8-9, 4:135),
kesatuan teks (memberlakukan konteks)
seorang
terlihat dalam peringatan Alquran sendiri,
dasarnya
hanya
muslim
harus
menghormati
tekstual,
terhadap
dan
kemudian
pembacaan
Alquran
sebagai
yang sebuah
2:256)
bahwa “orang-orang yang telah menjadikan
sekaligus harus memaksakan Islam kepada
Alquran terbagi-bagi. Maka demi Tuhanmu,
non-muslim (Q.S. 9:5), seorang laki-laki
Kami pasti akan menanyai mereka semua,
muslim boleh memiliki maksimal empat istri
tentang apa yang telah mereka kerjakan
sekaligus hanya boleh memiliki satu istri
dahulu” (Q.S 15: 91-93). Demikian pula,
(Q.S. 4:3), seorang muslim boleh menikahi
ketika
non-muslim (Q.S. 5:5) sekaligus diharamkan
diturunkan kepada Nabi Musa dan umatnya,
menikahinya (Q.S. 2:221, 60:10), seorang
Tuhan
muslim boleh memiliki budak (Q.S. 24:33,
menjadikan “kitab itu lembaran-lembaran
23:1-7)
kertas
kepercayaan
orang
sekaligus
lain
(Q.S.
diwajibkan
menolak
perbudakan (Q.S. 90:11-13).
seorang
yang
kitab
mengecam
suci
mereka
bercerai-berai, sebagiannya
dan dan
yang
yang
kamu kamu
sembunyikan sebagian besarnya” (Q.S 6:
mengakhiri
91). Peringatan Alquran terhadap cara
pertentangan ayat-ayat yang secara literal
pembacaan Alquran yang atomistik; yaitu
„termuat‟
seperti
keluar dari konteks, selektif, dan sepotong-
dicontohkan di sini adalah terletak pada
potong juga terlihat dari kritik Alquran
berlaku atau tidaknya suatu konteks yang
terhadap
mengikat setiap ayat tersebut, dan urgensi
perjanjian dengan Tuhan: “Mereka suka
untuk memahami konteks ayat-ayat tersebut
mengubah perkataan (Allah) dari tempat-
adalah
tempatnya dan melupakan sebagian dari apa
di
perintah
pembaca
juga
perlihatkan
Satu-satunya jawaban atas bisa atau tidaknya
menyinggung
dalam
tegas
Alquran
yang
diserukan
Bani
Israil
yang
melanggar
[KREDIBILITAS FUNDAMENTALISME…(BAGUS WIJOSENO)] yang
mereka
telah
diperingatkan
dengannya” (Q.S 5: 13). Mengapa
suatu ayat berdasarkan bentuk literalnya dikatakan sah setelah diketahui bahwa
pemahaman
seseorang
semua orang dapat menunjukkan keberadaan
terhadap konteks-konteks yang mengikat
ayat
ayat-ayat dalam Alquran dinilai sangat
bertentangan dengan ayat yang dimaksudkan
penting? Karena ketika konteks—beberapa
tersebut? Atas dasar ini, ketika seseorang
contoh di antaranya termanifestasikan dalam
mencabut suatu ayat dari Alquran keluar
strategi,
politik
dari konteksnya, bukankah menurut Harris
(Derrida 1997, 152)—diberlakukan dalam
sebenarnya orang tersebut telah mengalami
membaca dan memahami makna suatu ayat
kegagalan bernalar yang diakibatkan oleh
atau perintah dalam Alquran, maka salah
“inkonsistensi logika hingga diskontinuitas
satu posisi dari dua golongan ayat-ayat yang
radikal dalam subjektifitas itu sendiri”?
saling bertentangan akan dapat dipilih dan
(2005: 55)
retorika,
sejarah,
dan
logika berpikir dibalik penafsiran tersebut dapat
diketahui
untuk
lain
yang
juga
secara
literal
Jadi, penyelesaian masalah ini harus
kemudian
berangkat dari pengakuan atas sifat Alquran
dipertanggungjawabkan sah atau tidaknya
sebagai sebuah teks yang polisemi (bisa
penafsiran tersebut. Bisa jadi penafsiran
ditafsirkan beragam) (Harris, 2005: 83),
tersebut keliru, tetapi poin yang ditekankan
yaitu baik dalam artian bahwa ayat-ayat atau
di sini adalah bahwa setidaknya dari
kata-kata dalam ayat-ayatnya berpotensi
diberlakukannya
memiliki banyak makna, maupun dalam
konteks
pembacaan
tersebut terdapat mekanisme bagi semua
artian
orang
pendekatan-pendekatan yang berbeda maka
untuk
menyalahkan Sebaliknya,
membenarkan penafsiran ketika
tersebut.
dengan
penafsiran-penafsirannya
menggunakan
akan
dapat
tidak
berbeda pula secara substansi. Tetapi, adalah
diberlakukan dalam pembacaannya, maka
keliru untuk berpandangan bahwa mengakui
bentuk penafsiran tersebut bisa dikatakan
sifat polisemi Alquran sama saja dengan
gagal sejak awal karena bahkan masalah
mengakui relativisme moral, dalam artian
pertentangan
Alquran
bahwa beragam dampak moral yang muncul
belum disentuh apalagi diselesaikan. Dan
sebagai manifestasi dari setiap bentuk
bagaimana mungkin suatu penafsiran atas
pembacaan tidak bisa dikritik, ditolak, atau
ayat-ayat
konteks
atau
bahwa
dalam
Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 bahkan
dilarang
dengan
dalil
jawaban yang benar dalam menjawab setiap pertanyaan yang ada, atau hanya tersedia sebuah cara terbaik atasnya. Dan jika memahami bahwa faktanya adalah demikian adanya, maka ragam solusi-solusi yang optimal yang tersedia dalam setiap permasalahan manusia, secara umum, akan cukup terbatas.” (2005:145) Dan seperti yang selalu bisa
karena
Alquran memiliki sifat polisemi—tentu saja pandangan
ini
tidak
bisa
dibenarkan.
Walaupun sulit untuk mengetahui atau memutuskan makna terbaik dari setiap ayat, akan lebih sulit lagi untuk tetap bersikukuh mengakomodasi beberapa bentuk penafsiran dengan metode yang gagal memenuhi kriteria yang disyaratkan oleh Alquran. Lebih dari sekedar pernyataan yang bersifat rasional, pandangan ini—bahwa betapa pun banyaknya pemahaman atau penafsiran atas suatu hal atau wacana tidak berarti bahwa semua
pemahaman
tersebut
memiliki
kualitas yang sama—adalah bahkan fakta yang sangat empiris. Dan hal ini juga bahkan sejalan dengan pernyataan Sam Harris di hadapan relativisme ide di banyak wacana humanisme yang berbunyi: “Di manapun terdapat faktafakta akan suatu hal yang diketahui, satu hal yang pasti: tidak semua orang akan menemukan fakta-fakta tersebut pada waktu yang sama atau memiliki pemahaman yang sama akan fakta-fakta tersebut...Di manapun terdapat jawaban-jawaban yang benar dan salah atas pertanyaan-pertanyaan penting, akan terdapat cara-cara yang lebih baik atau lebih buruk untuk mendapatkan jawaban-jawaban tersebut, dan akan terdapat cara-cara yang lebih baik atau lebih buruk untuk menjadikan jawaban-jawaban tersebut dapat digunakan…Hal ini tidak berarti bahwa hanya akan selalu ada satu
ditemukan dalam bidang lain, terdapat ruang untuk perbedaan pendapat yang disediakan untuk menampung pandangan-pandangan yang
memiliki
argumen-argumen
yang
berdasar dan dapat dipertanggungjawabkan bagi
manusia
menjawab
dalam
usahanya
untuk
pertanyaan-pertanyaan
yang
benar dan yang salah (di segala bidang ilmu pengetahuan), “tetapi perbedaan pendapat ada batasnya. Orang-orang yang percaya bahwa bumi itu datar bukanlah para ahli geografi…orang-orang yang berpikir bahwa Tuhan menciptakan alam semesta dalam 4004 SM bukanlah para kosmolog yang handal” (2005:184). Menggunakan logika berpikir ini, dengan mudah bisa ditarik kesimpulan
bahwa
sangat
mungkin
orangorang yang terlalu menyederhanakan pembacaan atau penafsiran atas Alquran tergolong sebagai golongan yang ke luar dari
batasan,
sehingga
akan
dengan
sendirinya menunjukkan inkompetensinya. Dan memang tidak bisa disangkal lagi,
[KREDIBILITAS FUNDAMENTALISME…(BAGUS WIJOSENO)] beberapa pendekatan untuk membaca dan
struktur bahasa dan struktur faktual dari
menafsirkan Alquran akan secara objektif
dunia.
lebih bagus dan benar dari pada beberapa
[dalam mendefinisikan Islam], jika memang
pendekatan lainnya, dan gradasi dari tingkat
ada, sangatlah minimal. Apakah seseorang
objektifitas pendekatan-pendekatan tersebut
benar-benar bebas untuk percaya proposisi
harus diterjemahkan sebagai perbedaan-
[scriptural
perbedaan dalam tingkat pengetahuan, dan
pembacaan terbaik atas teks-teks otoritatif
dalam
merupakan
Islam, terutama Alquran] yang ia tidak
perbedaan dalam „tingkat kejujuran dan
memiliki bukti atasnya? Tentunya tidak.
keterbukaan‟, yang sangat nyata (2005:
Bukti (baik sensorik atau logis) [bahwa
145).
kontekstualitas
beberapa
situasi
„Kebebasan
berkeyakinan‟
literalism
sebagai
kita
model
dibutuhkan
dalam
menghubungkan satu ayat dengan lainnya dalam memahami kesatuan tema-tema di
5. Kesimpulan Dengan pertimbangan-pertimbangan
dalam Alquran] adalah satu-satunya hal
telah
sebuah
yang menjamin bahwa kepercayaan akan
Retorika
suatu hal tersebut benar-benar merupakan
dekonstruktif yang berbunyi “Freedom of
kenyataan yang apa adanya tentang hal
belief is a myth” (2005: 51) yang ditawarkan
[agama Islam] tersebut. (2005: 72)
oleh peneliti kali ini dipandang memiliki
6. Daftar Pustaka
pertimbangan
Alwasilah, A. C. 2000. Pokoknya Kualitatif.
yang
dijelaskan,
inkonsistensi
telah
maka
diungkap.
dekonstruktabilitas
yang
signifikan di hadapan keseluruhan gagasan
Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.
Harris tentang Islam di dalam bukunya. Jika
Cresswel, John W. 2003. Research Design;
terbukti demikian, maka pembahasan ini
Qualitative, Quantitative and Mixed
ditutup dengan sebuah bentuk manipulasi
Methods
atas pernyataan Harris yang menyangkut
California: Sage Publications, Inc.
hubungan
antara
diperlukannya
bukti
keyakinan yang
kuat
dengan dalam
Derrida,
Approaches.
Jacques.
Grammatology.
melandasi terciptanya keyakinan tersebut:
Chakravorty
Kita
Maryland:
telah
keyakinan
melihat kita
bahwa
berkaitan
keyakinanerat
dengan
1976
2nd
(1997).
Trans. Spivak.
The
University Press.
Johns
Ed.
Of
Gayatri Baltimore, Hopkins
Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 Derrida, Jacques. 1981. Positions. Trans. Alan Bass. Chicago: University of Chicago Press. Green, Keith and Jill Lebihan. 1996. Critical Theory & Practice: A Coursebook. London: Routledge. Harris, Sam. 2005. The End of Faith. USA: Norton Paperback. Nawawi, Hadari. 1983. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sugiono.
2008.
Memahami
Penelitian
Kualitatif. Bandung: Cv Alfabeta. Suryawinata, Z. 1990. Penelitian terhadap Terjemahan Karya Sastra. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh.