PAGE 1
:
PENDAHULUAN
PAGE 2
:
PENGERTIAN
PAGE 3
:
TUJUAN BI-RTGS
PAGE 4
:
MEKANISME SETTLEMENT SAAT INI
PAGE 5
:
RISIKO-RISIKO SISTEM PEMBAYARAN
PAGE 6
:
KARAKTERISTIK SISTEM BI-RTGS
PAGE 7
:
A.
V-SHAPED STRUCTURE
B.
PESERTA BI-RTGS
C.
MEKANISME TRANSFER DANA BI-RTGS
D.
WINDOW TIME
E.
NO MONEY NO GAME
F.
CAPPING
G.
QUEUE MANAGEMENT DAN GRIDLOCK RESOLUTION
H.
FASILITAS LIKUIDITAS INTRAHARI & FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK
I.
BYE-LAWS
J.
INFORMASI TECHNOLOGY SECURITY DAN DISASTER RECOVERY PLAN
K.
IMPLEMENTASI SISTEM BI-RTGS DI KANTOR BANK INDONESIA
KILASAN SEJARAH PENGEMBANGAN SISTEM RTGS DI INDONESIA
PENDAHULUAN Selama beberapa tahun belakangan ini hampir semua negara-negara maju yang tergabung dalam G-10 countries telah menerapkan sistem Real-Time Gross Settlement (RTGS) untuk transaksi transfer antar bank. Menurut laporan BIS sampai saat ini sekurang-kurangnya 30 negara telah menggunakan sistem RTGS. Lebih lanjut bank sentral pada European Union (EU) telah memutuskan bahwa setiap anggota EU harus memiliki sistem RTGS yang dapat diintegrasikan dengan EU RTGS system (TARGET) untuk mendukung penyatuan ekonomi. Langkah serupa telah dilakukan pula oleh negara-negara Asia – Pasifik seperti Hong Kong, Korea, Australia, China, New Zealand, dan Thailand. Penerapan sistem BI-RTGS di Indonesia telah dimulai sejak tanggal 17 November 2000 dengan nama Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Kehadiran sistem BI-RTGS di Indonesia dinilai sangat penting mengingat transaksi pembayaran bernilai besar (High Value Payment System – HVPS) yang memiliki potensi terjadinya resiko sistemik sebelum adanya sistem BI-RTGS, memiliki porsi sebesar 92% dari total transaksi pembayaran di Indonesia. Transaksi pengelolaan moneter saja mencapai sekitar 40% dari total transaksi RTGS. Belum lagi transaksi pasar modal, pasar uang antar bank maupun transaksi terkait kebijakan pemerintah yang nilainya sangat signifikan. Secara nominal nilai transaksi yang di-settle pada sistem ini mencapai nilai sekitar Rp118 triliun seharinya. Jika dibandingkan dengan GDP, nilai tersebut mencapai 15%-nya. Pada umumnya penerapan RTGS di berbagai negara didasarkan pada beberapa alasan pokok sebagai berikut: pertama, berbagai literatur dan studi empiris secara intensif telah memunculkan kesadaran baru kepada berbagai bank sentral untuk dapat me-manage berbagai resiko Large Value Trasfer System (LVTS). Sistem RTGS memiliki mekanisme settlement yang dipandang mampu mengurangi resiko sistemik (risk minimising). Kedua, sistem ini akan dapat mengurangi timbulnya float sehingga dapat mendukung efektivitas pengawasan perbankan. Selain itu, pengelolaan likuiditas yang baik pada dunia perbankan juga dapat mendukung efektivitas kebijakan moneter. Ketiga, sistem RTGS ini memungkinkan dilakukannya integrasi dengan berbagai aplikasi sistem pembayaran seperti pasar uang dan pasar modal, Delivery Versus Payment (DVP). Link dengan cross-border payment juga dimungkinkan melalui aplikasi Payment Versus Payment (PVP).
PENGERTIAN ”Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS, adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar Peserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual”. Dengan sistem BI-RTGS, peserta pengirim melalui terminal RTGS di tempatnya mentransmisikan transaksi pembayaran ke pusat pengolahan sistem RTGS (RTGS–Central Computer/RCC) di Bank Indonesia untuk proses settlement. Jika proses settlement berhasil, transaksi pembayaran akan diteruskan secara otomatis dan elektronis kepada peserta penerima. Keberhasilan proses settlement tergantung dari kecukupan saldo peserta pengirim karena dalam BI-RTGS peserta hanya dapat diperbolehkan untuk mengkredit peserta lain. Dengan kata lain, peserta BI-RTGS harus meyakinkan bahwa saldo rekeningnya di Bank Indonesia cukup sebelum peserta tersebut melaksanakan transfer ke bank perserta BI-RTGS lainnya.
TUJUAN BI-RTGS 1. Mengurangi risiko Penyelesaian Akhir (settlement risk) dalam sistem pembayaran nasional;
2. 3. 4. 5.
Menyediakan tambahan pilihan sarana transfer yang efisien, cepat, aman, dan handal; Meningkatkan kepastian Penyelesaian Akhir Meningkatkan efektivitas pengelolaan dana (management fund) bagi Bank melalui sentralisasi Rekening Giro; dan Memberikan informasi yang mendukung kebijakan moneter dan early warning system bagi pengawasan bank
MEKANISME SETTLEMENT Sistem BI RTGS menggunakan mekanisme gross settlement, artinya setiap transaksi diperhitungkan secara individual dan real time. Dengan kata lain settlement transaksi antar peserta dilakukan secara langsung sepanjang terdapat dana yang cukup. Mekanisme ini berbeda dengan net settlement dimana proses penyelesaian transaksi pembayaran dilakukan pada akhir periode dengan melakukan offsetting antara kewajiban pembayaran dengan hak penerimaan sehingga hanya ada 1 net hak atau kewajiban yang akan di-settle untuk masing-masing rekening peserta. Mekanisme tersebut sudah barang tentu akan mengurangi risiko gagal bayar peserta yang sebelum adanya sistem RTGS ini berpotensi pula menjadi risiko sistemik. Dapat dibayangkan apabila transaksi yang nilainya cukup signifikan (high value) seperti transaksi PUAB, Valuta Asing, Pengelolaan Moneter dilakukan melalui mekanisme net settlement, apabila terjadi kegagalan bayar salah satu peserta akan menyulitkan peserta lain untuk memenuhi kewajibannya. Hal ini yang dinamakan risiko sistemik.
RISIKO-RISIKO SISTEM PEMBAYARAN Secara umum terdapat dua jenis risiko dalam sistem pembayaran yakni risiko kredit dan risiko likuiditas. Risiko kredit adalah risiko dimana counterparty tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar secara penuh baik pada saat jatuh tempo maupun pada saat sesudahnya. Termasuk dalam kategori risiko ini adalah unrealized gains atas kontrak-kontrak yang gagal dilaksanakan (replacement cost risk) dan yang lebih parah lagi adalah risiko tidak terbayarnya suatu transaksi secara keseluruhan (principal risk). Sedangkan risiko likuiditas adalah risiko dimana counterparty tidak mampu membayar secara keseluruhan pada saat jatuh tempo melainkan membayar sesudah jatuh tempo. Hal ini tentu akan dapat menimbulkan kesulitan likuiditas bagi peserta penerima yang pada gilirannya nanti mungkin akan meningkatkan cost of fund dari peserta karena harus mencari dari money market dengan cepat. Selain risiko-risiko di atas, Bank Indonesia sebagai pengawas sistem pembayaran di Indonesia juga sangat concern terhadap systemic risk yang mungkin dapat timbul pada sistem pembayaran di Indonesia. Systemic risk adalah risiko kegagalan salah satu peserta dalam memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo sehingga menyebabkan peserta lain juga mengalami kesulitan likuiditas yang pada gilirannya menjadi tidak mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya. Kegagalan tersebut, dalam kondisi yang sangat ekstrem, mungkin akan dapat memicu kesulitan finansial yang lebih luas yang dapat mengancam stabilitas sistem pembayaran atau bahkan stabilitas suatu perekonomian secara keseluruhan. Berkaitan dengan risiko-risiko sistem pembayaran tersebut di atas, peluncuran sistem BI-RTGS diharapkan akan dapat memperkecil kemungkinan terjadinya risiko-risiko dimaksud. Dengan kemampuannya untuk melakukan transfer secara real time dan terus menerus selama window time, BI-RTGS akan mampu mengurangi bahkan mengeliminir risikorisiko dalam proses settlement karena transaksi baru akan dijalankan apabila saldo rekening peserta di BI mencukupi. Dengan sistem BI-RTGS, apabila saldo peserta mencukupi maka peserta dapat segera melakukan settlement saat itu juga kepada peserta lain yang selanjutnya akan mengkredit rekening nasabah sehingga dananya dapat segera langsung digunakan oleh nasabah yang bersangkutan.
Selain itu, dengan peluncuran sistem BI-RTGS diharapkan akan mampu memenuhi kebutuhan berbagai pihak terhadap tersedianya mekanisme pembayaran yang sangat cepat yang dibutuhkan oleh transaksi yang mensyaratkan DVP seperti transaksi jual beli saham dan securities paper lainnya. Dalam transaksi ini, transfer dana melalui BI-RTGS (the payment leg) akan dapat dikoordinasikan dengan final transfer of assets (delivery leg) sehingga terjadi match antara penyerahan assets dengan pembayaran. Hal ini sangat penting untuk menurunkan risiko dalam pasar-pasar sekuritas tersebut. Dapat ditambahkan bahwa dengan peluncuran sistem BI-RTGS ini maka diharapkan systemic risk akan dapat dikurangi melalui tiga cara. Pertama, penurunan secara signifikan intraday interbank exposure akan dapat mengurangi kemungkinan ketidakmampuan suatu peserta dalam menutup kerugian atau menutup kekurangan likuiditas karena bank lain tidak mampu memenuhi kewajibannya. Kedua, sistem BI-RTGS akan dapat mencegah kemungkinan terjadinya unwinding payment yang dapat merupakan penyebab terjadinya systemic risk dalam net settlement. Ketiga, karena peserta dapat melakukan settlement setiap saat selama window time, maka waktu settlement tidak lagi hanya terfokus pada suatu waktu tertentu saja. Hal ini akan memberikan waktu yang cukup bagi bank untuk menyelesaikan kesulitan likuiditasnya dengan cara meminjam dari bank lain atau menunggu incoming transfer dari peserta lain.
KARAKTERISTIK SISTEM BI-RTGS Sistem BI-RTGS merupakan sistem RTGS yang ke delapan yang digunakan oleh negara-negara dilingkungan EMEAP countries (Executives Meeting of East Asia – Pacific Central Bankers) setelah tujuh negara lain yakni Thailand, Hongkong, Singapore, Malaysia, Korea Selatan, Australia dan New Zealand telah terlebih dahulu memberlakukan sistem RTGS. Implementasi sistem BI-RTGS dilakukan secara bertahap. Untuk tahap pertama, Bank Indonesia mewajibkan bank-bank yang beroperasi di Jakarta untuk menjadi peserta sistem BI-RTGS. Sedangkan untuk tahap berikutnya, sistem BI-RTGS akan diimplementasikan di wilayah Kantor Bank Indonesia (KBI). Sampai saat ini, sistem BI-RTGS telah diimplementasikan di seluruh Indonesia, dengan jumlah seluruh peserta sebanyak kurang lebih 149 (non BI). Berikut adalah karakteristik-karakteristik sistem BI-RTGS : A.
V-SHAPED STRUCTURE
Sebagaimana digunakan oleh sebagian besar sistem RTGS di dunia, BI-RTGS juga menggunakan V-shaped structure dalam pengiriman message dari peserta pengirim kepada peserta penerima melalui Bank Indonesia sebagai penyelenggara BI-RTGS dibawah ini.
BANK PENGIRIM
BANK PENERIMA
1. SETTLEMENT
2. Full payment massage
RCC
3. Full payment massage
V-shaped
Dalam struktur ini, seluruh informasi yang terkandung dalam suatu transaksi akan dikirimkan oleh peserta pengirim kepada RTGS – Central Computer (RCC) dan akan diteruskan kepada peserta penerima apabila transfer sudah di-settled oleh Bank Indonesia. B.
PESERTA BI-RTGS
Jumlah keseluruhan peserta langsung Sistem BI-RTGS saat ini berjumlah 149 yang terdiri 147 bank dan 2 non bank. Sedangkan jumlah peserta tidak langsung terdiri dari 4 bank. Jumlah peserta Sistem BI-RTGS tersebut akan terus berkembang. Peserta dalam penyelenggaraan sistem BI-RTGS dibedakan menjadi 2, yaitu peserta langsung dan peserta tidak langsung. Sedangkan status kepesertaan dapat dibedakan sebagai berikut :
STATUS
AKTIVITAS
Aktif (Active)
PENYEBAB
a. Dapat mengirim transfer keluar b. Dapat menerima transfer masuk c. Dapat melakukan seluruh fungsi lainnya dalam RTGS Terminal a. Dapat menerima transfer masuk a. Rekening bersaldo negatif sampai dengan cut b. Dapat melakukan seluruh fungsi lainnya off time dalam RTGS Terminal b. Permintaan tertulis dari instansi atau pihak Tidak dapat mengirim transfer keluar yang berwewenang dalam pengawasan Elu terhadap peserta
Ditangguhkan (Suspend)
Dibekukan (Freeze)
a. Tidak dapat mengirim transfer keluar b. Tidak dapat menerima transfer masuk c. Dapat melakukan fasilitas enquiry
Ditutup (Close)
a. Seluruh transaksi yang ditujukan kepada peserta akan ditolak oleh RCC b. Transaksi dalam sistem antrian akan batal secara otomatis
C.
Permintaan tertulis dari pihak yang berwewenang dalam melakukan pengawasan terhadap peserta
a. Permintaan tertulis dari pihak yang berwewenang dalam melakukan pengawasan terhadap peserta b. Keputusan merger, akuisisi, konsolidasi atau pencabutan izan usa Bank
MEKANISME TRANSFER DANA BI-RTGS
Secara umum dapat digambarkan bahwa mekanisme transfer dana antar peserta BI-RTGS adalah sebagai berikut: 1. Peserta pengirim meng-input credit transfer ke dalam terminal RTGS (RT) untuk selanjutnya ditransmisikan ke RCC di Bank Indonesia. 2. Selanjutnya, RCC memproses credit transfer dengan mekanisme sebagai berikut : i. Mengecek kecukupan saldo apakah saldo rekening giro peserta pengirim lebih besar dari atau sama dengan nilai nominal credit transfer. ii. Jika saldo rekening giro peserta pengirim mencukupi akan dilakukan posting secara simultan pada rekening giro peserta pengirim dan rekening giro peserta penerima. iii. Jika saldo rekening giro peserta pengirim tidak mencukupi, credit transfer tersebut akan ditempatkan dalam antrian (queue) sistem BI-RTGS.
3. Informasi credit transfer yang telah diselesaikan (settled) akan ditransmisikan secara otomatis oleh RCC ke RT peserta pengirim dan RT peserta penerima. D.
WINDOW TIME
Waktu transaksi transfer antar peserta baik untuk kepentingan nasabah saat ini dibatasi mulai pk.06.30 - 16.30 WIB. Window time tersebut diharapkan akan dapat memberikan keleluasaan kepada pelaku ekonomi di seluruh Indonesia yang terdiri dari 3 zona waktu untuk bertransaksi dengan lebih lancar. Meskipun demikian, apabila dalam kasus-kasus tertentu diperlukan window time yang lebih lama, Bank Indonesia dapat melakukan perpanjangan untuk mengakomodasi kebutuhan perpanjangan tersebut. E.
BIAYA TRANSAKSI RTGS Biaya transaksi BI-RTGS yang ditetapkan oleh BI adalah sebagai berikut : 1. Biaya single credit transaction a. Untuk transaksi yang dikirimkan pada pukul 06.30 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB, besarnya biaya transaksi adalah Rp.7.000,00 (tujuh ribu rupiah) per transaksi. b. Untuk transaksi yang dikirim setelah pukul 15.00 WIB sampai dengan cut off time, besarnya biaya transaksi adalah Rp.15.000,00 (lima belas ribu rupiah) per transaksi. 2. Biaya multiple transaction a. Untuk transaksi yang dikirim pada pukul 06.30 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB, besarnya biaya transaksi adalah Rp.35.000,00 (tiga puluh lima ribu rupiah) per transaksi. b. Untuk transaksi yang dikirim setelah pukul 15.00 WIB sampai dengan cut off time, besarnya biaya transaksi adalah Rp.50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) per transaksi. 3. Biaya pengiriman Administrative Message sebesar Rp.2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah) per Administrative Message
F.
NO MONEY NO GAME
Sistem BI-RTGS hanya memperbolehkan peserta BI-RTGS untuk mengkredit rekening peserta BI-RTGS lainnya. Dengan demikian, peserta BI-RTGS tidak diperkenankan untuk mendebit rekening peserta BI-RTGS. Hal ini akan menciptakan paradigma baru dalam sistem pembayaran di Indonesia dimana peserta harus secara bijaksana mengelola likuiditasnya sehingga seluruh transaksinya dapat ter-settled dengan baik karena suatu transaksi akan masuk dalam antrian (queue) apabila saldo peserta tidak cukup. Transaksi yang masuk dalam antrian baru akan dapat ter-settled apabila peserta mendapatkan incoming transfer dari peserta lain. G.
CAPPING
Untuk memperkecil berbagai risiko sistem pembayaran sebagai akibat penggunaan net settlement dalam proses kliring, maka Bank Indonesia menetapkan batas maksimum nominal transaksi yang diperbolehkan melalui kliring (capping kliring). Pada tahap awal, capping kliring ditetapkan sebesar Rp. 1 milyar dan pada tanggal 1 Oktober 2002 diubah menjadi Rp. 100 juta. Selanjutnya secara bertahap capping kliring tersebut akan diturunkan sehingga transaksi yang melewati kliring akan berkurang dan pada gilirannya risiko akibat penggunaan net settlement dapat diturunkan. H. QUEUE MANAGEMENT DAN GRIDLOCK RESOLUTION
Apabila saldo rekening giro peserta yang akan di-debit lebih kecil dari nilai transaksi pembayaran yang dikirimkan oleh peserta, maka transaksi pembayaran tersebut akan menempati antrian (queue) dalam BI-RTGS. 1. Antrian dalam sistem BI- RTGS berbasis pada priority level dan First In First Out (FIFO). 2. Modul antrian dalam sistem BI-RTGS dilengkapi dengan fasilitas Bypass FIFO yang bekerja secara otomatis jika antrian mencapai jumlah tertentu, dengan maksud untuk mengurangi jumlah antrian. 3. Priority level dalam module antrian di sistem BI-RTGS adalah sebagai berikut: a. Prioritas pertama : Pembebanan hasil kliring. b. Prioritas kedua : Transaksi peserta dengan BI/Pemerintah. c. Prioritas ketiga : Credit transfer yang berasal dari peserta BI-RTGS. 4. Apabila BI-RTGS mendeteksi terjadinya gridlock maka fasilitas gridlock resolution akan dijalankan secara otomatis maupun manual berdasarkan kriteria kecukupan saldo atau menggunakan metode First Available First Out (FAFO).
I.
FASILITAS LIKUIDITAS INTRAHARI (FLI) DAN FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK (FPJP)
Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya transaksi-transaksi yang dilaksanakan pada sistem BI-RTGS adalah bersifat gross settlement sehingga akan di-settled individually serta bersifat continous sepanjang window time. Hal ini berbeda dengan mekanisme kliring saat ini yang menggunakan net settlement. Dalam net settlement system bank tidak memerlukan likuiditas yang cukup tinggi secara terus menerus sepanjang hari, sedangkan dengan sistem RTGS peserta wajib memiliki likuiditas yang cukup tinggi sepanjang hari. Kondisi ini mentriger kebutuhan FLI dengan tujuan untuk membantu kelancaran pembayaran antar bank sepanjang hari. Dalam sistem gross settlement dapat terjadi pada suatu waktu tertentu, misalnya pada pagi hari, saldo peserta lebih kecil daripada nominal transaksi yang akan di-settled yang menyebabkan transaksi tersebut masuk dalam queue. Hal ini bukan berarti bahwa peserta tersebut mengalami kesulitan likuiditas yang kronis, karena pada dasarnya peserta tersebut berharap akan menerima incoming transfer dari peserta lain beberapa saat kemudian. Yang terjadi hanyalah intraday gap antara outgoing transaction dengan incoming transaction pada suatu saat tertentu saja. Untuk mengatasi intraday gap ini kebanyakan sistem RTGS diseluruh dunia memerlukan adanya fasilitas pendukung berupa FLI yang berguna untuk memperlancar real time transaction. Beberapa ketentuan dalam fasilitas FLI BI-RTGS antara lain : 1. Untuk mendapatkan failitas FLI, bank peserta BI-RTGS harus mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia. 2. Bank harus memiliki kesehatan minimal cukup baik yaitu bank yang masih beroperasi. 3. Peserta harus mem-pledged SBI dan atau obligasi pemerintah yang nilainya sekurang-kurangnya sebesari nilai FLI sebagai collateral sehingga fasilitas FLI bersifat fully secured 4. Penggunaan FLI dilakukan secara otomatis pada saat saldo rekening giro tidak mencukupi untuk melakukan outgoing transaction sepanjang kekurangan tersebut tidak melebihi nilai FLI (provided when needed). 5. Pada saat bank menerima incoming transfer maka secara otomatis incoming transfer tersebut akan digunakan untuk mengurangi saldo FLI yang telah digunakan. 6. FLI hanya dapat dipergunakan dari pukul 06.30 sampai dengan pukul 17.00 WIB sedangkan untuk pelunasan FLI dilakukan paling lambat pukul 18.00 WIB. Apabila peserta tidak mampu mengembalikan tepat pada waktunya maka fasilitas FLI tersebut akan berubah menjadi Fasilitas Pendanaan Jangka Panjang (FPJP) overnight. 7. Pada saat T+1 sampai dengan pukul 16.00 WIB, Bank Indonesia akan menagih seluruh kewajiban peserta tersebut dengan menggunakan transaksi "Super Priority" yang akan didahulukan settlement-nya dibandingkan transaksitransaksi lainnya.
8.
J.
Dalam hal saldo giro tidak mencukupi untuk pelunasan FPJP sampai dengan pukul 17.00 WIB dan peserta yang bersangkutan tidak mengajukan FPJP baru sampai dengan pukul 18.15 WIB, maka pelunasan dilakukan dengan mengeksekusi agunan.
BI-SCRIPLESS SECURITIES SETTLEMENT SYSTEM (BI-SSSS)
Untuk mengintegrasikan penyelesaian akhir dana yang ada di sistem BI-RTGS dengan penyelesaian akhir surat berharga Bank Indonesia berupa SBI dan surat berharga pemerintah berupa SUN maka diimplementasikan BI-SSSS. Bi-SSSS menggabungkan sistem transaksi Bank Indonesia yang mencakup pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka, pemberian fasilitas pendanaan Bank Indonesia kepada Bank dan pelaksanaan transaksi SUN untuk dan atas nama Pemerintah dalam satu sistem yang terintegrasi dan terhubung langsung (on line) antara Bank Indonesia dengan para pelaku pasar. Selain itu, BI-SSSS mencakup juga sistem informasi antar Peserta dengan Penyelenggara BI-SSSS, sistem settlement Surat Berharga dan sistem penatausahaan Surat Berharga. Sistem Bi-SSS diimplementasikan tanggal 16 Februari 2004 untuk menggantikan Sistem BER (Book Entry Registry) dan kemudian pada tanggal 17 Maret 2004 sistem BI-SSSS diresmikan penggunaannya oleh Gubernur BI. K.
BYE-LAWS
Selain terdapat ketentuan-ketentuan BI-RTGS yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, diantara peserta BI-RTGS sendiri juga berlaku Bye-Laws yang bertujuan untuk mencapai keseragaman dalam pelaksanaan pembayaran interbank diantara peserta BI-RTGS. Bye-Laws diterapkan untuk seluruh aktivitas pembayaran yang dilakukan oleh setiap peserta dalam suatu rangkaian pembayaran, dimana rangkaian pembayaran tersebut dapat dimulai dari originator/initiator dan berakhir pada ultimate beneficiary. Beberapa ketentuan yang terkandung dalam Bye-Laws antara lain : 1.
Cut-off time untuk pembayaran dan pelunasan Dana untuk transaksi pembayaran intraday interbank money market sudah harus sampai di rekening peserta peminjam selambat-lambatnya 30 menit setelah selesainya transaksi. Sedangkan pelunasan intraday interbank money market sudah harus dilaksanakan selambat-lambatnya pk. 16.30 pada hari yang sama. Untuk transaksi same day value Money Market / Foreign Exchange deals yang dilaksanakan sebelum pk.16.00 sudah harus disettled selambat-lambatnya pk.16.30. Sedangkan pelunasannya harus dilaksanakan selambat-lambatnya pk.16.30 pada saat jatuh tempo. Untuk transaksi end of day funding harus telah sampai di rekening giro bank peminjam selambat-lambatnya pk.18.00 hari yang sama.
2.
Kompensasi atas kegagalan pembayaran antar bank Apabila pembayaran antar peserta mengalami kegagalan maka pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengajukan kompensasi atas kegagalan tersebut. Kegagalan pembayaran dapat berupa keterlambatan, pembayaran dini, pembayaran lebih, pembayaran kurang dari nominal yang semestinya dan salah kirim. Perhitungan kompensasi dibedakan untuk bentuk berbagai koreksi yang berbeda misalnya penyesuaian tanggal valuta, pengembalian pembayaran salah kirim, keterlambatan pembayaran atau pembayaran kembali (pelunasan) dan perubahan pihak penerima (beneficiary). Tingkat bunga yang digunakan dalam perhitungan kompensasi adalah 120% dari rata-rata tingkat bunga JIBOR overnight.
3.
Perjanjian kompensasi dilakukan untuk menghindarkan pencarian keuntungan yang tidak fair. Spirit dari pemberian kompensasi adalah agar peserta BI-RTGS memberikan kompensasi satu sama lainnya terhadap kondisi yang menimbulkan hak kompensasi. Kompensasi harus dilakukan dengan suatu cara yang sedemikian rupa sehingga tidak ada satu pesertapun yang dirugikan atau diuntungkan secara tidak adil (unjustly penalized or enriched).
4.
Penyelesaian sengketa melalui Arbitration Committee Untuk menyelesaikan persengketaan atau masalah yang timbul antar peserta BI-RTGS dalam kaitannya dengan transaksi-transaksi RTGS, dan/atau untuk menyelesaikan ketidakpatuhan peserta dalam sistem BI-RTGS maka dibentuk Komite Bye Laws. Keputusan komite arbitrase BI-RTGS merupakan keputusan akhir dan mengikat kepada seluruh peserta BI-RTGS.
L.
INFORMATION TECHNOLOGY SECURITY DAN DISASTER RECOVERY PLAN
Sebagaimana diketahui, sistem BI-RTGS merupakan sistem yang sangat sarat dengan teknologi informasi (TI). Penggunaan hardware, software serta sarana telekomunikasi yang sophisticated memerlukan extra effort untuk memastikan bahwa seluruh sistem BI-RTGS sangat aman. Berbagai security layer telah diaplikasikan dalam sistem ini sehingga diharapkan sistem BI-RTGS dapat beroperasi dengan aman. Untuk meyakinkan hal tersebut, Bank Indonesia telah meminta independent IT auditor untuk mengaudit seluruh aplikasi maupun network yang digunakan dalam sistem BI-RTGS. Dalam menguji kehandalan sistem BI-RTGS, independent IT auditor tersebut juga telah pula melakukan penetration test untuk mengkaji kemungkinan adanya loop hole yang mungkin dapat dimanfaatkan oleh para hacker untuk menembus pertahanan sistem BI-RTGS. Meskipun pada saat ini opini IT audit terhadap seluruh sistem BI-RTGS telah menunjukkan hasil yang sangat memuaskan, secara periodik di masa yang mendatang IT audit akan tetap dilaksanakan agar sistem BI-RTGS tetap aman. Selain itu, semakin masif dan intensnya kehadiran TI yang berimplikasi pada ketergantungan terhadap teknologi informasi ini mewajibkan setiap institusi pengguna TI untuk memiliki kebijakan, prosedur serta sarana pengganti (backup) yang handal. Bank Indonesia sebagai host sistem BI-RTGS telah menyiapkan Disaster Recover Plan (DRP) dan Disaster Recovery Centre (DRC) untuk meyakinkan bahwa sistem pembayaran di Indonesia telah didukung oleh infrastruktur yang handal. Terhadap peserta juga dianjurkan agar memiliki backup sistem yang memadai di lokasi yang berbeda dengan lokasi utama yang dapat diaktifkan dalam waktu yang singkat apabila sistem utama gagal sehingga tidak membahayakan kelancaran pembayaran di industri perbankan secara keseluruhan. Secara periodik, seluruh peserta BI-RTGS juga diwajibkan untuk menguji-coba backup dan DRP untuk memastikan bahwa segala sesuatunya berjalan dengan baik. M. IMPLEMENTASI SISTEM BI-RTGS DI KBI Setelah implementasi sistem BI-RTGS tahap-I telah berjalan dengan baik, pada tahun 2001 secara bertahap sistem BI-RTGS juga akan dipasang pada KBI. Pengintegrasian sistem BI-RTGS di KP dan KBI ini akan menghapus rekening giro peserta di KP Bank Indonesia yang ada di KBI sehingga hanya ada 1 rekening giro bank di KP Bank Indonesia (centralized settlement account / CSA).
Manfaat pemberlakuan CSA bagi peserta sistem BI-RTGS antara lain: 1. Memudahkan peserta dalam melakukan kontrol terhadap posisi likuiditasnya. 2. Money in transit yang mungkin terjadi pada saat peserta melakukan transfer ke cabang-cabang akan dapat dihilangkan sehingga cost of fund peserta akan dapat diturunkan. 3. Membantu peserta dalam mengelola dananya secara efektif dan efisien. Sedangkan bagi Bank Indonesia, pemberlakuan CSA akan memberikan manfaat dalam hal : 1. Memudahkan Bank Indonesia untuk memantau ketaatan peserta dalam memenuhi kebutuhan Giro Wajib Minimum (GWM). 2. Bank Indonesia juga akan lebih mudah dalam memantau likuiditas peserta karena posisi rekening giro peserta sudah bersifat nasional (consolidated) dan dapat dimonitor recara real-time. 3. Memberikan informasi yang lebih akurat untuk early warning system terhadap peserta yang mengalami kesulitan likuiditas
KILASAN SEJARAH PENGEMBANGAN SISTEM RTGS DI INDONESIA Tahun 1995-97
Aktivitas yang dilakukan Penyusunan Blue Print Sistem Pembayaran Nasional (SPN) dan pembentukan Komite Reformasi SPN Penerapan BI-Line sebagai proyek transisi electronic funds transfer menjelang diterapkannya RTGS Kajian pengembangan RTGS di Indonesia
1997
Kajian lebih detail terhadap beberapa kebijakan yang terkait dengan RTGS
1998
Penyusunan Request For Proposal (RFP)
1999
Pembahasan User Requirements Komunikasi rencana RTGS ke seluruh bank di Jakarta Pembahasan detail User Requirement Menunjuk security auditor untuk aplikasi RTGS System design dimulai Pembahasan kemungkinan penerapan Faslitas Likuiditas Intrahari (FLI)
2000
Pembentukan Internal Committee of RTGS pada semua bank peserta RTGS di Jakarta COO Conference (Jakarta, Surabaya & Bandung) tentang pengenalan RTGS dan implikasinya System Development dan Testing Pembelian perangkat penunjang RTGS Instalasi aplikasi RTGS untuk seluruh bank peserta RTGS Training RTGS usage untuk semua bank & intern BI User Acceptance Test pada 17 pilot banks 14 Pemasangan jaringan di 124 bank + site DRC Cilangkap Site DRC Cilangkap dikembangkan
Tahun
Aktivitas yang dilakukan Skenario DRC dibahas & dimatangkan baik internal maupun untuk seluruh peserta BI-RTGS Bank & whole industry testing Menyusun ketentuan transfer dana (Peraturan Bank Indonesia) Pembentukan 17 pilot banks Menyusun ketentuan hubungan rekening Menyusun ketentuan Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) Mereview seluruh ketentuan akunting/operations BI Menyusun interbank bye-laws mengenai good practice on interbank payments bersama dengan HIMBARA, Asosiasi Joint Venture Bank & Asosiasi Perbankan lainnya Membuat kontrak dengan seluruh bank peserta RTGS Membentuk Bagian Penyelesaian Transaksi Rupiah sebagai pelaksana sistem BI-RTGS Test simulasi selama 2 bulan untuk memastikan sistem berjalan dengan baik Go live sistem RTGS pada tanggal 17 Nopember 2000 di Jakarta Launching sistem BI-RTGS pada tanggal 23 Nopember 2000 di Jakarta
2001
Implementasi sistem BI-RTGS di Implementasi sistem BI-RTGS di Implementasi sistem BI-RTGS di Implementasi sistem BI-RTGS di Implementasi sistem BI-RTGS di Implementasi sistem BI-RTGS di Implementasi sistem BI-RTGS di Implementasi sistem BI-RTGS di
2002
Implementasi Implementasi Implementasi Implementasi Implementasi Implementasi Implementasi Implementasi
sistem BI-RTGS di KBI Banjarmasin dan Makasar pada tanggal 25/2/02 sistem BI-RTGS di KBI Pontianak dan Palangkaraya pada tanggal 22/3/02 sistem BI-RTGS di KBI Jayapura dan Ambon pada tanggal 26/4/02 sistem BI-RTGS di KBI Kendari dan Palu pada tanggal 24/5/02 sistem BI-RTGS di KBI Bandar Lampung pada tanggal 21/6/02 sistem BI-RTGS di KBI Kupang dan Mataram pada tanggal 26/7/02 sistem BI-RTGS di KBI Jambi dan Bengkulu pada tanggal 23/8/02 sistem BI-RTGS di KBI Palembang dan Banda Aceh pada tanggal 27/9/02
2003
Implementasi Implementasi Implementasi Implementasi Implementasi
sistem BI-RTGS di sistem BI-RTGS di sistem BI-RTGS di sistem BI-RTGS di sistem BI-RTGS di
KBI Bandung pada tanggal 1/6/01 KBI Surabaya pada tanggal 6 /7/01 KBI Yogyakarta dan Manado pada tanggal 3/8/01 KBI Samarinda dan Balikpapan pada tanggal 24/8/01 KBI Semarang tanggal 28/9/01 KBI Denpasar pada tanggal 2/10/01 KBI Medan dan Padang pada tanggal 26/10/01 KBI Batam dan Pekanbaru pada tanggal 23/11/01
KBI Solo dan Malang pada tanggal 28/2/03 KBI Purwokerto dan Tasikmalaya pada tanggal 28/3/03 KBI Jember dan Cirebon pada tanggal 25/4/03 KBI Kediri dan Sibolga pada tanggal 29/5/03 KBI Ternate pada tanggal 27/6/03
Tahun
Aktivitas yang dilakukan Implementasi sistem BI-RTGS di KBI Lhokseumawepada tanggal 16/10/03
Untuk Keterangan Lebih Lanjut Hubungi : HELP DESK BI-RTGS Bagian Penyelenggaraan Setelmen Bank Indonesia, Gd. D Lt.3 Jl. MH. Thamrin No.2, Jakarta 10350 Telp.381-8888, 3817923 Email :
[email protected] Fax: 2310485